lp ruptur tendon.docx

5
Laporan pendahuluan Ruptur Tendon Rupture Tendon Qudriceps  Komplikasi : - Infeksi Pemeriksaan Penunjang - Pemeriksaa n fisik - Trompson test - Test O’Brien - Radiografi - USG - Magnetic resonance imaging (MRI) - Musculosk eletal ultrasonog rafi - Foto rontgen Manifestasi klinis: 1. Rasa sakit mendadak dan berat dapat dirasakan di  bagian belak ang pergelanga n kaki atau b etis 2. Terlihat bengkak dan kaku serta tampak memar dan kelemahan 3. Terlihat depresi di tendon 3-5 cm diatas tulang tumit  4. Sebuah kesenjangan atau depresi dapat dilihat di tendon sekitar 2 cm di atas tulang tumit 5. Tumit tidak dapat digerakan turun atau naik 6.  Nyeri berat ata u nyeri lok al Penatalaksanaan: 1. Stabilisasi awal 2.  Nonoper ative - orthosis pergelangan kaki  3. Operative -  perbaikan langsung - rekonstruksi dengan interposisi EDL atau plantaris.  4. Terapi fisik (rentang gerak) 5. Operasi - Operasi terbuka - Operasi perkutan Etiologi: 1. Penyakit: arthritis dan diabetes 2. Obat-obatan : kortikosteroid dan antibiotik yang dapat meningkatkan risiko pecah 3. Cedera dalam olah raga: melompat dan  berputar pada olah raga badminton, tenis,  basket dan s epak bola 4. Trauma benda tajam atau tumpul pada  bawah betis  5. Obesitas Achilles - gastrocnemius, - soleus, dan - otot plantaris - supraspinatus (sering pecah)  - infraspinatus  - teres minor  - m. subskapularis Rotator cuff  Bisep - vastus lateralis, - medialis vastus, - intermedius vastus, dan - rektus femoris 

Upload: tia-nurcahyani

Post on 11-Oct-2015

858 views

Category:

Documents


145 download

TRANSCRIPT

Laporan pendahuluan Ruptur Tendon

Manifestasi klinis:Rasa sakit mendadak dan berat dapat dirasakan di bagian belakang pergelangan kaki atau betisTerlihat bengkak dan kaku serta tampak memar dan kelemahanTerlihat depresi di tendon 3-5 cm diatas tulang tumitSebuah kesenjangan atau depresi dapat dilihat di tendon sekitar 2 cm di atas tulang tumitTumit tidak dapat digerakan turun atau naikNyeri berat atau nyeri lokalEtiologi:Penyakit: arthritis dan diabetesObat-obatan : kortikosteroid dan antibiotik yang dapat meningkatkan risiko pecahCedera dalam olah raga: melompat dan berputar pada olah raga badminton, tenis, basket dan sepak bolaTrauma benda tajam atau tumpul pada bawah betisObesitas

Rupture Tendon

AchillesRotator cuffQudricepsBisep

gastrocnemius, soleus, dan otot plantarissupraspinatus (sering pecah)infraspinatusteres minorm. subskapularisvastus lateralis,medialis vastus,intermedius vastus, danrektus femoris

Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan fisikTrompson testTest OBrienRadiografiUSGMagnetic resonance imaging (MRI)Musculoskeletal ultrasonografiFoto rontgenKomplikasi :Infeksi Penatalaksanaan:Stabilisasi awalNonoperativeorthosis pergelangan kakiOperativeperbaikan langsung rekonstruksi dengan interposisi EDL atau plantaris.Terapi fisik (rentang gerak)Operasi Operasi terbukaOperasi perkutan

Patofisiologi Ruptur Tendon

Rupture traumatic tendon Achilles, biasanya terjadi dalam selubung tendo akibat perubahan posisi kaki secara tiba-tiba atau mendadak dalam keadaan dorsifleksi pasif maksimal sehingga terjadi kontraksi mendadak otot betis dengan kaki terfiksasi kuat kebawah dan diluar kemampuan tendon Achilles untuk menerima suatu beban.Rupture tendon Achilles sering terjadi pada atlet atletik saat melakukan lari atau melompat. Kondisi klinik rupture tendon Achilles menimbulkan berbagai keluhan, meliputi nyeri tajam yang hebat, penurunan fungsi tungkai dalam mobilisasi dan ketidakmampuan melakukan plantarfleksi, dan respons ansietas pada klien. (muttaqin, A. 2011)Saat istirahat, tendon memiliki konfigurasi bergelombang akibat batasan di fibrilkolagen. Stress tensil menyebabkan hilangnya konfigurasi bergelombang ini, hal ini yang menyebabkan pada daerah jari kaki adanya kurva tegangan-regangan. Saat serat kolagen rusak, tendon merespons secara linear untuk meningkatkan beban tendon. Jika renggangan yang ditempatkan pada tendon tetap kurang dari 4 persen- yaitu batas beban fisiologi secara umum serat kembali ke konfigurasi asli mereka pada penghapusan beban. Pada tingkat keteganganantara 4-8 persen, serat kolagen mulai meluncur melewati 1 sama lain karena jalinan antarmolekul rusak. Pada tingkat tegangan lebih besar dari 8 persen terjadi rupture secara makroskopik karena kegagalan tarikan oleh karena kegagalan pergeseran fibriller dan interfibriller. Penyebab pasti pecah Achilles tendon dapat terjadi tiba-tiba, tanpa peringatan, atau akibat tendinitis Achilles . Tampaknya otot betis yang lemah dapat menyebabkan masalah. Jika otot-otot menjadi lemah dan lelah, mereka dapat mengencangkan dan mempersingkat kontraksi. Kontraksi berlebihan juga dapat menjadi masalah dengan mengarah pada kelelahan otot. Semakin lelah otot betis, maka semakin pendek dan akan menjadi lebih ketat. Keadaan sesak seperti ini dapat meningkatkan tekanan pada tendon Achilles dan mengakibatkan kerobekan. Selain itu, ketidakseimbangan kekuatan otot-otot kaki anterior bawah dan otot-otot kaki belakang yang lebih rendah juga dapat mengakibatkan cedera pada tendon Achilles. Achilles tendon robek lebih mungkin ketika gaya pada tendon lebih besar dari kekuatan tendon. Jika kaki yang dorsofleksi sedangkan kaki bagian bawah bergerak maju dan betis kontrak otot, kerobekan dapat terjadi. Kerobekan banyak terjadi selama peregangan kuat dari tendon sementara otot betis berkontraksi.(Price, Sylvia Anderson. 1995.)

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN RUPTUR TENDON

DIAGNOSA KEPERAWATANNyeri akut berhubungan dengan kerusakan neuromuskuloskeletalHambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan tendon Achilles.Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan, kondisi fisik, perubahan peran keluarga, kondisi status sosioekonomi.Resiko tinggi infeksi

PENGKAJIAN IdentitasRiwayat kesehatanPemeriksaan fisikPola fungsi kesehatan

Hambatan mobilitas fisik NOCMobility levelKriteria hasil:Pasien mampu melakukan mobilisasi.Meningkatnya kekuatan otot (1-2)Klien meningkat dalam aktivitas fisikMengerti tujuan dan peningkatan mobilitasMemverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindahMemperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasiNyeri akut NOCTingkat NyeriKontrol NyeriTingkat KenyamananKriteria hasil:Frekuensi napas dalam batas normal (16-20 x/menit), irama nafas regulerMampu mengontrol nyeriMampu mengenali nyeri(skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri)Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan managemen nyeriMenyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurangAnsietas NOCAnxiety self-controlAnxiety levelCopingKriteria hasil:Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemasMengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemasVital sign dalam batas normalPostur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasanResiko infeksiNOCKnowledge: infection controlRisk controlKriteria hasil:klien bebas dari tanda dan gejala infeksijumlah leukosit dalam batas normal

Nyeri akut NICManajemen nyeriLakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (P,Q,R,S,T)Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamananGunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasienEvaluasi pengalaman nyeri masa lampaulakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)Ajarkan tentang teknik non farmakologi (distraksi )Kolabora : berikan analgetik untuk mengurangi nyeri sesuai dengan order dokterEvaluasi keefektifan kontrol nyeriTingkatkan istirahatKolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasilHambatan mobilitas fisikNICExercise theraphyMonitor TTV sebelum dan sesudah latihan dan lihat respon klien saat latihanBantu klien untuk menggunakan tongkat dan cegah terhadap cederaKaji kemampuan klien dalam mobilisasiLatih klien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuanAnjurkan keluarga untuk dampingi dan bantuklien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs klienBerikan alat bantu jika klien memerlukanAjarkan klien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukanAjarkan keluarga untuk melakukan ROM pada klien Ansietas NICAnxiety reduction (penurunan kecemasan)Gunakan komunikasi terapeutikGunakan pendekatan yang menenangkanJelaskan prosedur dan apa yang akan dirasakan selama prosedurPahami perspektif klien terhadap streesDorong keluarga untuk menemani klienDengarkan dengan penuh perhatianIdentifikasi level kecemasanDorong klien untuk mengungkapkan perasaan,ketakutan ,persepsi.Instruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasiBerikan obat untuk mengurangikecemasan6Resiko infeksiNICInfection controlCuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatanMonitor TTVPertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alatGanti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umumKaji semua system (misalnya kulit, pernapasan, genitourinaria) terhadap tanda dan gejala infeksi secara kontinuInspeksi keadaan lukaMonitor tanda gejala infeksi sistemik dan localAjarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksiTingkatkan intake nutrisiBerikan antibiotic bilaperlu

Daftar Pustaka 1. Anderson, 1999, Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia, Jones and barret Publisher Boston, Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta, EGC2. Anderson Silvia Prince. (1996). Patofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran. EGC, Jakarta.3. Dorland, 1994. kamus kedokteran. Jakarta. EGC4. Hinchliff, sue. 1999. kamus keperawatan. Edisi 17. Jakarta EGC.5. Muttaqin, A. 2011. Buku saku gangguan musculoskeletal. EGC. jakarta6. Ningsih, lukman nurna. 2011. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system musculoskeletal. Salemba medika. Jakarta.7. Price, Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi konsep klinis Proses Penyakit. Jakarta: EGC8. Rosyidi, kholid. 2013. Musculoskeletal. TIM. Jakarta9. Syaifuddin, Drs.H (2002). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran. EGC, Jakarta.10. Bulecheck, Gloria M, et al. Nursing Intervention Classification (NIC) Fifth Edition. USA: Mosbie Elsevier, 2010.11. Doengoes Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC.12. Nurarif AH. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC Jilid 1. Yogyakarta : MedAction. 2013