lp konsep askep komunitas
DESCRIPTION
gfdhgfcjgnTRANSCRIPT
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
A. Pengertian Keperawatan Komunitas
Lingkup praktik keperawatan komunitas berupa asuhan keperawatan langsung
dengan fokus pemenuhan dasar kebutuhan dasar komunitas yang terkait
kebiasaan/prilaku dan pola hidup tidak sehat sebagai akibat ketidakmampuan
masyarakat beradaptasi dengan lingkunagan internal dan exsternal. Asuhan
keperawatan komunitas menggunanakan pendekatan proses keperawatan komunitas,
yang terdiri atas pengkajiaan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dengan entry
point pada individu, keluarga, kelompok, atau komunitas.
Keperawatan komunitas adalah bidang khusus dari keperawatan yang
merupakan gabungan dari ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan ilmu
sosial yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik yang sehat atau yang sakit
secara komprehensif melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta
resosialitatif dengan melibatkan peran serta aktif dari masyarakat. Peran serta aktif
masyarakat bersama tim kesahatan diharapkan dapat mengenal masalah kesehatan
yang dihadapi serta memecahkan masalah tersebut (Elisabeth, 2007).
B. Pengkajian Keperawatan Komunitas (SMD)
Pada tahap pengkajian ini perlu didahului dengan sosialisasi program perawatan
kesehatan komunitas serta program apa saja yang akan dikerjakan bersama-sama
dalam komunitas tersebut. Sasaran dari sosialisasi inimeliputi tokoh masyarakat baik
formal maupun informal, kader masyarakat, serta perwakilan dari tiap elemen di
masyarakat (PKK, karang taruna, dan lainnya). Setelah itu, kegiatan dianjurkan
dengan dilakukannya Survei Mawas Diri (SMD) yang diikuti dengan kegiatan
Musyawarah Masyarakat Desa (MMD).
Survei Mawas Diri adalah kegiatan perkenalan, pengumpulan, dan pengkajian
masalah kesehatan oleh tokoh masyarakat dan kader setempat di bawah bimbingan
petugas kesehatan atau perawat di desa (Depkes RI, 2007). Tujuan Survei Mawas diri
adalah sebagai berikut.
Masyarakat mengenal, mengumpulkan data, dan mengkaji masalah kesehatan
yang ada di desa
Timbulnya minat dan kesadaran untuk mengetahui masalah kesehatan dan
pentingnya permasalahan tersebut untuk diatasi
Survey Mawas diri dilaksanakan di desa terpilih dengan memilih lokasi tertentu
yang dapat menggambarkan keadaan desa pada umumnya. SMD dilaksanakan oleh
kader masyarakat yang telah ditunjuk dalam pertemuan tingkat desa. Informasi
tentang masalah-masalah kesehatan di desa dapat diperoleh sebanyak mungkin dari
kepala keluarga yang bermukim di lokasi terpilih tersebut. Waktu pelaksanaan SMD
dilaksanakan sesuai dengan hasil kesepakatan pertemuan desa. Cara pelaksanaan
Survei Mawas Diri adalah sebagai berikut.
Perawat komunitas dan kader yang ditugaskan untuk melakukan survey mawas
diri meliputi : Penentuan sasaran, baik jumlah KK maupun lokasinya
Penentuan jenis informasi masalah kesehatan yang akan dikumpulkan dalam
mengenal masalah kesehatan
Penentuan cara memperoleh informasi kesehatan, misalnya apakah akan
mempergunakan cara pengamatan atau wawancara. Cara memperoleh informasi
dapat dilakukan dengan kunjungan dari rumah ke rumah atau melalui pertemuan
kelompok sasaran
Pembuatan instrument atau alat untuk memperoleh informasi kesehatan. Misalnya
dengan menyusun daftar pertanyaan (kuesioner) yang akan dipergunakan dalam
wawancara atau membuat daftar hal-hal yang akan dipergunakan dalam
pengamatan.
Kelompok pelaksanaan SMD dengan bimbingan perawat di desa mengumpulkan
informasi masalah kesehatan sesuai dengan yang direncanaakan.
Kelompok pelaksanaan SMD dengan bimbingan perawat di desa mengolah
informasi masalah kesehatan yang telah dikumpulkan sehingga dapat diperoleh
perumusan masalah kesehatan dan prioritas masalah kesehatan di wilayahnya.
Pengkajian asauhan keperawatan komunitas terdiri atas dua bagian utama, yaitu
inti komunitas (core) dan delapan subsistem yang melengkapinya. Inti komunitas
menjelaskan kondisi penduduk yang dijabarkan dalam demografi, vital statistic,
sejarah komunitas, nilai dan keyakinan, serta riwayat komunitas, sedangkan delapan
subsistem lainnya meliputi lingkingan fisik, pendidikan, keamanan, dan transportasi,
politik dan pemerintah, layanan kesehatan dan social, komunitas, ekonomi, dan
rekreasi.
Komponen lingkungan fisik yang dikaji meliputi lingkungan sekolah dan
tempat tinggal yang mampu mepengaruhi kesehatan, batasan wilayah, luas daerah,
denah atau peta wilayah, iklim, jumlah dan kepadatan penduduk, kesehatan
lingkungan, dan kegiatan penduduk sehari-hari. Lingkungan fisik juga dapat dikaji
melalui wienshield.
Data yang dikaji dari subsistem layanan kesehatan dan sosial meliputi fasilitas
di dalam komunitas dan di luar komunitas. Layanan kesehatan meliputi ketersediaan
layanan kesehatan, bentuk layanan, jenis layanan, sumber daya, karaktersirtik
konsumen, statistik, pembayaran, waktu pelayanan, kemanfaatan, keterjangkuan,
keberlangsungan, dan keberterimaan layanan komunitas. Layanan sosial dapat
meliputi layanan konseling, panti wreda bagi lansia, pusat perbelanjaan, dan lain-lain
yang merupakan sistem pendukung bagi komunitas dalam menyelesaikan masalah
kesehatan. Pengkajiaan pelayanan kesehatan dan sosial juga meliputi kebijakan dari
pemerintah setempat terhadap kedua layanan tersebut.
Pada subsistem ekonomi dikaji pendapatan penduduk, rata-rata penghasilan,
status pekerjaan, jenis pekerjaan, sumber penghasilan, jumlah penduduk miskin,
keberadaan indrustri, toko/pusat pembelanjaan, dan tempat komunitas bekerja, dan
bantuan dana untuk pemeliharaan kesehatan. Komponen ini mempermudah
komunitas memproleh bahan makanan dan sebagainya.
Sementara itu pada komponen politik dan pemerintah dikaji situasi politik dan
pemerintahan di komunitas, peraturan dan kebijakan pemerintah daerah terkait
kesehatan komunitas, dan adaya program kesehatan yang ditunjukan pada penigkatan
kesehatan komunitas
Pengkajian subsistem komunikasi meliputi media informasi yang dimanfaatkan,
bagaimana komunikasi sering dimanfaatkan masyarakat, orang-orang yang
berpengaruh, keikutsertaan dalam pendidikan kesehatan, bagaimana biasanya
komunitas memproleh informasi tentang kesehatan, adakah perkumpulan atau wadah
bagi komunitas sebagai sarana untuk mendapatkan informasi, dari siapa komunitas
memproleh banyak informasi tentang kesehatan, dan adakah sarana komunikasi
formal dan informal dalam komunitas.
Komponen pendidikan meliputi status pendidikan masyarakat, ketersediaan dan
keterjangkauan sarana pendidikan, fasilitas pendidikan yang ada di komunitas, jenis
pendidikan, tingkat pendidikan, komunitas yang buta huruf.
Pengkajian subsistem rekreasi diarahkan pada kebiasaan komunitas berekreasi,
aktivitas di luar rumah termasuk dalam mengisi waktu luang dan jenis rekreasi yang
dapat dimanfaatkan oleh komunitas, dan sarana penyaluran bakat komunitas.
C. Metode / Instrumen Pengkajian Komunitas
Metode pengumpulan data pengkajian asuhan keperawatan antara lain
Windshield survery, informant interview, observasi partisipasi, dan focus group
discussion (FGD).
1. Windshield Survery
Windshield survery dilakukan dengan berjalan-jalan di lingkungan komunitas
untuk menentukan gambaran tentang kondisi dan situasi yang terjadi di komunitas,
lingkungan sekitar komunitas, kehidupan komunitas, dan karakteristik penduduk
yang ditemui di jalan saat survai dilakukan. Yang perlu dikaji pada kelompok atau
komunitas adalah :
a. Core atau inti: data demografi kelompok atau komunitas yang terdiri: umur,
pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, agama, nilai-nilai, keyakinan serta riwayat
timbulnya kelompok atau komunitas.
b. Delapan subsistem yang mempengaruhi komunitas (Betty Neuman) :
1) Perumahan: Rumah yang dihuni oleh penduduk, penerangan, sirkulasi dan
kepadatan.
2) Pendidikan: Apakah ada sarana pendidikan yang dapat digunakan untuk
meningkatkan pengetahuan.
3) Keamanan dan keselamatan di lingkungan tempat tinggal: Apakah tidak
menimbulkan stress.
4) Politik dan kebijakan pemerintah terkait dengan kesehatan: Apakah cukup
menunjang sehingga memudahkan komunitas mendapat pelayanan di
berbagai bidang termasuk kesehatan.
5) Pelayanan kesehatan yang tersedia untuk melakukan deteksi dini gangguan
atau merawat atau memantau apabila gangguan sudah terjadi.
6) System komunikasi: Sarana komunikasi apa saja yang dapat dimanfaatkan di
komunitas tersebut untuk meningkatkan pengetahuan terkait dengan
gangguan nutrisi misalnya televisi, radio, Koran atau leaflet yang diberikan
kepada komunitas.
7) Ekonomi: Tingkat sosial ekonomi komunitas secara keseluruhan apakah
sesuai dengan UMR (Upah Minimum Regional), dibawah UMR atau diatas
UMR sehingga upaya pelayanan kesehatan yang diberikan dapat terjangkau,
misalnya anjuran untuk konsumsi jenis makanan sesuai status ekonomi
tersebut.
8) Rekreasi: Apakah tersedia sarananya, kapan saja dibuka, dan apakah
biayanya terjangkau oleh komunitas. Rekreasi ini hendaknya dapat
digunakan komunitas untuk mengurangi stress.
c. Status kesehatan komunitas
Status kesehatan komunitas dapat dilihat dari biostatistik dan vital statistic, antara
lain angka mortalitas, angka morbiditas, IMR, MMR, serta cakupan imunisasi.
2. Informant Interview
Sebelum terjun ke masyarakat, instrument pengkajian sebaiknya dikembangkan dan
dipersiapkan terlebih dahulu. Instrument yang perlu dikembangkan untuk melakukan
pengkajian terhadap masyarakat antara lain kuesioner, pedoman wawancara, dan
pedoman observasi. Untuk mendapatkan hasil yang akurat dan agar masyarakat
membina rasa percaya (trust) dengan perawat diperlukan kontak yang lama dengan
komunitas. Perawat juga harus menyertakan lembar persetujuan (informed consent)
komunitas yang dibubuhi tanda tangan atau cap jempol akan melakukan tindakan
yang membutuhkan persetujuan komonitas. Informed consent juga mencantumkan
jaminan kerahasian terhadap isi persetujuan dan dapat yang telah disampaikan.
Wawancara dilakukan kepada key informant atau tokoh yang menguasai program.
3. Observasi Partisipasi
Setiap kegiatan kehidupan di komunitas perlu diobservasi. Tentukan berapa lama
observasi akan dilakukan, apa, dimana, waktu, dan tempat komunitas yang akan di
observasi. Kegiatan observasi dapat dilakukan menggunakan format observasi yang
sudah disiapkan terlebih dahulu, kemudian catat semua yang terjadi, dengan
tambahan penggunaan kamera atau video. Informasi yang penting diperoleh
menyangkut aktivitas dan arti sikap atau tampilan yang ditemukan di komunitas.
Observasi dilakukan terhadap kepercayaan komunitas, norma, nilai, kekuatan, dan
proses pemecahan masalah di komunitas.
4. Focus Group Discussion (FGD)
FGD merupakan diskusi kelompok terarah yang dilakukan untuk mendapatkan
informasi yang mendalam tentang perasaan dan pikiran mengenai satu topic melaui
proses diskusi kelompok, berdasarkan pengalaman subjektif kelompok sasaran
terhadap satu institusi/produk tertentu FGD bertujuan mengumpulkan data mengenai
persepsi terhadap sesuatu, misalnya, pelayanan yang dan tidak mencari consensus
serta tidak mengambil keputusan menganai tindaka yang harus dilakukan. Peserta
FGD terdiri dari 6-12 orang dan harus homogen, dikelompokkan berdasarkan
kesamaan jenis kelamin, usia, latar belakang social ekonomi (pendidikan,suku, status
perkawinan, dsb). Lama diskusi maksimal 2 jam. Lokasi FGD harus memberikan
situasi yang aman dan nyaman sehingga menjamin narasumber berbicara terbuka dan
wajar
FGD menggunakan diskusi yang terfokus sehingga membutuhkan pedoman
wawancara yang berisi pertanyaan terbuka, fasilitator, moderato, notulen, dan
observer. Fasilitator dapat menggunakan prtunjuk diskusi agar diskusi terfokus. Peran
fasilitator menjelaskan diskusi, mengarahkan kelompok, mendorong peserta untuk
berpartisipasi dalam diskusi, menciptakan hubungan baik, fleksibel, dan terbuka
terhadap saran, perubahan, gangguan, dan kurangnya partisipasi.
Perekam jalannya diskusi yang paling utama adalah pengamat merangkap
pencatat (observer dan recorder) hal yang perlu dicatat adalah tanggal diskusi, waktu
diskusi diadakan, tempat diskusi, jumlah peserta, tingkat partisipasi peserta, gangguan
selama proses diskusi, pendapat peserta apa yang membuat peserta menolak
menjawab atau membaut peserta tertawa, kesimpulan diskusi , dan sebagainya.
Pengguanaan alat perekam saat SGD berlangsung harus mendapat izin dari
responden terlebih dahulu.
Sebelum membuat instrument pengkajian keperawatan komunitas seperti
kuisioner, pedoman wawancara, pedomanobservasi, atau windshield survey, kisi-kisi
instrument pengkajian sebaiknya dibuat terlebih dahulu, agar data yang akan
ditanyakan dan dikaji kepada komunitas tidak tumpang tindih sehingga waktu yang
digunakan lebih efektif dan efisian
Table kisi-kisi instrument pengkajian komunitas
No variabel Sub-variabel
Item pertanyaan
Sumber data strategi
1 Core demografi NamaUsiaJenis kelamin
Data primer kuisioner
2 Lingkungan fisik3 Pendidikan4 Komunikasi5 Layanan
kesehatan dan social
6 Keamanan dan transportasi
7 Ekonomi8 Politik dan
pemerintahan9 rekreasi
D. Diagnosis Keperawatan Komunitas
Selain data primer data sekunder yang diperoleh melalui laporan/dokumen
yang sudah dibuat di desa/kelurahan puskesmas, kecamatan, atau dinas kesehatan,
musalnya laporan tahunan puskesmas, monografi desa, profil kesehatan, dsb, juga
perlu dikumpulkan dari komunitas. Setelah dikumpulkan melalui pengkajian, data
selanjutnya dianalisis, sehingga perumusan diagnosis keperawatan dapat dilakukan.
Diagnosis dirumuskan terkait garis pertahanan yang mengalami kondisi terancam.
Ancaman terhadap garis pertahanan fleksibel memunculkan diagnosis potensial;
terhadap garis normal memunculkan diagnosis resik; dan terhadap garis pertahanan
resisten memunculkan diagnosis actual/gangguan. Analisis data dibuat dalam bentuk
matriks
Table format analisis data komunitas
Data Diagnosis keperawatan komunitas
Insiden TB dalam 6 bulan terahir ….% proporsi penduduk dengan kasus TB Status gizi seluruh anggota keluarga ..% Status imunisasi balita Ventilasi udara dalam rumah… Riwayat frekwnsi batuk lama (lebih dari 3
bulan)…% …% keluarga belum memenfaatkan fasilitas
kesehatan ..% pengetahuan keluarga tentang TB masih
rendah
Tingginya angka TB diwilayah …. Yang berhubungan dengan tidak adekuatnya penggunaan fasilitas layanan kesehatan untuk penanggulangan tb dan keterbatasan kualitas sasran pelayanan TB
91% remaja mengalami keputihan 40% remaja yang mengalami keputihan
menderita gatal Upaya yang dilakukan remaja dalam
mengatasi keputihan 83% didiamkan saja 55% remaja memiliki kemampuan tentang
kesehatan reprosuksi yang masih rendah 40,8% remaja meliki pengetahuan terkait
kebiasaan hygiene personal kesehatan reproduksi yang masih rendah
Resiko meningkatnya kejadian infertilitas pada agregat remaja di wilayah …. Yang berhubungan dengan tingginya kejadian gangguan organ reproduksi remaja dan kurangnya kebiasaan perawatan organ reproduksi remaja.
Diagnosis keperawatan komunitas disusun berdasarkan jenis diagnosis sebagai
berikut.
1. Diagnosis sejahtera
Diagnosis sejahtera/ wellness digunakan bila komunitas mempunyai potensi untuk
ditingkatkan, belum ada data maladapti. Perumusan diagnosis keperawatan komunitas
potensial, hanya terdiri dari komponen problem (p) saja, tanpa komponen etiologi (e).
Contoh diagnosis sejahtera/ wellness:
Potensial peningkatan tumbuh kembang pada balita dir t 05 rw 01 desa x kecamatan
A, ditandai dengan cakupan imunisasi 95% (95%), 80% berat badan balita di atas
garis merah KMS, 80% pendidikan ibu adalah SMA, cakupan posyandu 95%.
2. Diagnosis ancaman ( risiko)
Diagnosis risiko digunakan bila belum terdapat paparan masalah kesehatan, tetapi
sudah ditemukan beberapa data maladaptive yang memungkinkan timbulnya
gangguan. Perumusan diagnosis keperawatan komunitas risiko terdiri atas problem
(p), etiologi (e) , dan symptom/ sign (s).
Contoh diagnose risiko:
Resiko terjadinya konflik psikologis pada warga RT 05, RW 01 desa x kecamatan A
yang berhubungan dengan koping masyarakat yang tidak efektif ditandai dengan
pernah terjadi perkelahian antar- RT, kegiatan gotonbg royong , dan silaturahmi,
rutin rw jarang dilakukan, penyuluhan kesehatan terkait kesehatan jiwa belum
pernah dilakukan, masyarakat sering berkumpul dengan melakukan kegiatan yang
tidak positif seperti berjudi.
3. Diagnosis actual/ gangguan
Diagnosis gangguan ditegakkan bila sudah timbul gangguan/ masalah kesehatandi
komunitas, yang didukung oleh beberapa data maladaptive. Perumusan diagnosis
keperawatan komunitas actual terdiri atas problem (p), etiologi (e), dan symptom/sign
(s)
Contoh diagnosis actual:
gangguan/masalah kesehatan reproduksi pada agregat remaja yang
berhubungan dengan kurangnya kebiasaan hygiene Personal, ditandai dengan 92%
remaja mengatakan mengalami keputihan patologis, upaya yang dilakukan remaja
dalam mengatasi keputihan 80% didiamkan saja, 92% remaja mengatakan belum
pernah memperoleh informasi kesehatan reproduksi dari petugas kesehatan.
Tingginya kasus diare di wilayah RW 5 kelurahan X yang berhubungan dengan
tidak adekuatnya penggunaan fasilitas layanan kesehatan untuk penanggulangan
diare, keterbatasan, dan kualitas sarana pelayanan diare.
E. Prioritas Diagnosis Keperawatan Komunitas
Setelah data dianalisis dan masalah keperawatan komunitas ditetapkan prioritas
masalah kesehatan komunitas yang perlu ditetapkan bersama masyarakat melalui
musyawarah masyarakat desa (MMD) atau lokakarya mini masyarakat. Prioritas
masalah dibuat berdasarkan kategori dapat diatasi, kemudahan, dan kekhususan,
mengingat banyaknya masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Pemilihan masalah ini
sangat penting dilakukan, agar implementasi yang dilakukan benar-benar bermanfaat
bagi masyarakat dan secara tidak langsung akan membangun rasa percaya diri dan
kompetensi masyarakat untuk mengatasi masalah yang lain (Bract, 1990 dalam
Helvie, 1998). Penentuan prioritas masalah keperawatan komunitas dapat dilakukan
melalui metode berikut.
1. Paper and Pencil Tool (Ervin, 2002)
Masalah
Pentingnya masalah untuk dipecahkan :1 Rendah2 Sedang3 Tinggi
Kemungkinan perubahan positif jika diatasi :0 Tidak ada1 Rendah2 Sedang3 Tinggi
Peningkatan terhadap kualitas hidup bila diatasi :0 tidak ada1 Rendah2 Sedang
Total
Resiko meningkatnya kejadian infertilitas pada agregat remaja
3 3 3 9
Kurangnya kebiasaan hygiene personal
3 2 2 7
2. Scoring diagnosis keperawatan komunitas (DepKes, 2003)
Masalah keperawatan A B C D E F G H Total
Resiko meningkatnya
kejadian infertilitas
pada agregat remaja.
2 3 2 5 2 3 2 2 21
Kurangnya kebiasaan
hygiene personal
3 4 3 3 3 3 3 3 25
Keterangan : Pembobotan :
A. Risiko keparahan 1. Sangat rendah
B. Minat masyarakat 2. Rendah
C. Kemungkinan diatasi 3. Cukup
D. Waktu 4. Tinggi
E. Dana 5. Sangat tinggi
F. Fasilitas
G. Sumber daya
H. Tempat
F. Musyawarah Masyarakat Desa (MMD)
Musyawarah Masyarakat desa (MMD) adalah pertemuan seluruh warga desa
untuk membahas hasil Survei mawas Diri dan merencanakan penanggulangan
masalah kesehatan yang diperoleh dari Survei Mawas Diri (Depkes RI, 2007). Tujuan
dari MMD ini adalah sebagai berikut
Masyarakat mengenal masalah kesehatan di wilayahnya
Masyarakat sepakat untuk menanggulangi masalah kesehatan
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan MMd adalah sebagai
berikut :
Musyawarah masyarakat desa harus dihadiri oleh pemuka masyarakat desa, petugas
puskesmas, dan sector terkait di kecamatan
MMD dilaksanakan dib alai desa atau tempat pertemuan lain yang ada di desa
MMD dilaksanakan segera setelah SMD dilaksanakan
Cara pelaksanaan MMD adalah sebagai berikut :
Pembukaan dengan menguraikan maksud dan tujuan MMD dipimpin oleh kepala
desa
Pengenalan masalah kesehatan oleh masyarakat sendiri melalui curah pendapat
dengan mempergunakan alat peraga, poster, dan lain-lain dengan dipimpin oleh
ibu desa
Penyajian hasil SMD oleh kelompok SMD
Perumusan dan penentuan prioritas masalah kesehatan atas dasar pengenalan
masalah dan hasil SMD, dilanjutkan dengan rekomendasi teknis dari petugas
kesehatan di desa atau perawat komunitas
Penyusunan rencana penanggulangan masalah kesehatan dengan dipimpin oleh
kepala desa
penutup
G. Intervensi : Plan Of Action (POA)
Perencanaan diawali dengan merumuskan tujuan yang ingin dicapai serta
rencana tindakan untuk mengatasi masalah yang ada. Tujuan dirumuskan untuk
mengatasi atau meminimalkan stresor dan intervensi dirancang berdasarkan tiga
tingkat pencegahan. Pencegahan primer untuk memperkuat garis pertahanan
fleksibel, pencegahan sekunder untuk memperkuat garis pertahanan normal, dan
pencegahan tersier untuk memperkuat garis pertahanan resisten (Anderson &
McFarlane, 2000).
Tujuan terdiri atas tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Penetapan
tujuan jangka panjang (tujuan umum/TUM) mengacu pada bagaimana mengatasi
problem/masalah (P) di komunitas, sedangkan penetapan tujuan jangka pendek
(tujuan khusus/TUK) mengacu pada bagaimana mengatasi etiologi (E). Tujuan
jangka pendek harus SMART (S= spesifik, M= measurable/dapat diukur, A=
achievable/dapat dicapai, R= reality, T= time limited/ punya limit waktu).
Diagnosis Keperawatan Komunitas
TUM TUK
Risiko meningkatnya kejadian infertilitas pada agregat remaja putrid di wilayah ….. yang berhubungan dengan tingginya kejadian gangguan organ reproduksi remaja dan kurangnya kebiasaan perawatan organ reproduksi remaja.
Tidak terjadi gangguan infertilitas pada agregat remaja putri di ….
Pengetahuan remaja terkait kesehatan reproduksi meningkat dari …% menjadi ……%.
Menurunnya jumlah siswi yang mengalami keputihan dari …% menjadi …..%.
Terjadi peningkatan perilaku remaja terkait kebiasaan perawatan organ reproduksi sehari – hari dari ….% menjadi ….. %.
Remaja sudah memanfaatkan layanan UKS untuk membantu mengatasi masalah remaja.
Tingginya angka TB di wilayah …. Yang berhubungan dengan tidak adekuatnya penggunaan fasilitas layanan kesehatan untuk penanggulangan TB dan keterbatasan kualitas sarana pelayanan TB.
Meningkatnya kemandirian masyarakat di …. dalam menolong dirinya sendiri agar terhindar dari penyebaran TB.
Terjadi peningkatan pengetahuan keluarga tentang penanganan TB dari ,,,% menjadi …%.
Terjadi peningkatan kualitas saranan kesehatan untuk penanggulangan TB.
Penemuan kasuss TB secara mandiri oleh masyarakat.
Rencana kegiatan yang akan dilakukan bersama masyarakat dijabarkan secara
operasional dalam planning of action (POA) yang disusun dan disepakati bersama
masyarakat saat MMD atau lokakarya mini masyarakat.
Tabel rencana kegiatan asuhan keperawatan komunitas
DiagnosisKeperawatan
Komunitas
TUM TUK Rencana Kegiatan
Evaluasi
Tingginya angka TB di wilayah …. Yang berhubungan dengan tidak adekuatnya penggunaan
Meningkatnya kemandirian masyarakat di …. dalam menolong dirinya sendiri agar terhindar
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama satu bulan, diharapkan:
Terjadi
1. Beri penyuluhan tentang TB dan perawatannya.
2. Ajarkan masyarakat keterampilan dalam menangani
Kriteria evaluasi : pengetahuan masyarakat tentang TB meningkat.
fasilitas layanan kesehatan untuk penanggulangan TB dan keterbatasan kualitas sarana pelayanan TB.
dari penyebaran TB.
peningkatan pengetahuan keluarga tentang penanganan TB dari … % menjadi …%
Terjadi peningkatan kualitas sarana kesehatan untuk penanggulangan TB.
Penemuan kasus TB secara mandiri oleh masyarakat.
gejala TB, melakukan tindakan pencegahan penularan TB.
3. Deteksi kasus TB di masyarakat melalui skrining.
4. Bagikan leaflet setelah penyuluhan TB.
5. Lakukan pembinaan kader dalam kemampuan penemuan kasus dan penanganan TB.
6. Lakukan kerjasama dengan institusi pendidikan formal dan informal untuk melaksanakan program terkait pencegahan dan penanggulangan TB.
Standar evaluasi:
1. 70 % keluarga mampu menyebutkan pengertian, tanda/gejala, dan penyebab TB.
2. 75 % keluarga mampu melakukan tindakan pencegahan TB.
3. 75% kader mampu menemukan kasus TB dan melakukan penanganan TB.
H. Implementasi
Implementasi merupakan langkah yang dilakukan setelah perencanaan
program. Program dibuat untuk menciptakan keinginan berubah masyarakat. Sering
kali, perencanaan program yang sudah baik tidak diikuti dengan waktu yang cukup
untuk merencanakan implementasi. Implementasi melibatkan aktivitas tertentu
sehingga program yang ada dapat dilaksanakan, diterima, dan direvisi jika tidak
berjalan. Implementasi keperawatan dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan
komunitas menggunakan strategi proses kelompok, pendidikan kesehatan, kemitraan
(partnership), dan pemberdayaan masyarakat (empowerment). Perawat komunitas
menggali dan meningkatkan potensi komunitas untuk dapat mandiri dalam
memelihara kesehatannya.
Tujuan akhir setiap program di masyarakat adalah melakukan perubahan
masyarakat. Program dibuat untuk menciptakan keinginan berubah dari anggota
masyarakat. Perubahan nilai dan norma di masyarakat dapat disebabkan oleh faktor
eksternal, seperti adanya undang-undang, situasi politik, dan kejadian kritis eksternal
masyarakat. Dukungan eksternal ini juga dapat dijadikan daya pendorong bagi
tindakan kelompok untuk melakukan perubahan prilaku masyarakat. Organisasi
ekternal dapat menggunakan model social planning dan locality development untuk
melakukan perubahan, menggalakkan kemitraan dengan memanfaatkan sumber daya
internal dan sumber daya eksternal.
Perawat komunitas harus memiliki pengetahuan yang memadai agar dapat
memfasilitasi perubahan dengan baik, termasuk pengetahuan tentang teori dan model
berubah. Perubahan yang terjadi di masyarakat sebaiknya dimulai dari tingkat
individu, keluarga, masyarakat, dan sistem di masyarakat. Ada beberapa model
berubah (Ervin, 2002), yaitu :
1. Model berubah Kurt Lewin
Proses berubah terjadi pada saat individu, keluarga, dan komunitas tidak lagi nyaman
dengan kondisi yang ada. Model ini terdiri dari :
Unfreezing, bila ada perasaan butuh untuk berubah baru implementasi dilakukan,
dengan tujuan membantu komunitas menjadi siap untuk melakukan perubahan.
Change yaitu intervensi mulai diperkenalkan kepada kelompok
Refreezing meliputi bagaimana membuat suatu program menjadi stabil melalui
pemantauan dan evaluasi.
Contoh : pada kasus flu burung, saat unfreezing berubah menjadi refreezing, perawat
komunitas perlu mempertahankan kondisi yang ada dengan melakukan kemitraan
tentang bagaimana kebiasaan masyarakat yang sudah bagus dapat dipertahankan dan
kebiasaan masyarakat yang kurang mendukung kesehatan tidak lagi terjadi, seperti
kebiasaan tidak melakukan cuci tangan.
2. Strategi berubah Chin & Benne
Strategi berubah ini sangat cocok digunakan oleh perawat komunitas dalam mengkaji
status individu, kelompok, dan masyarakat dalam membuat keputusan untuk berubah.
Strategi ini merupakan strategi untuk melakukan perubahan di komunitas, bukan
tahap proses berubah. Menurut model ini untuk melakukan perubahan diperlukan
strategi perubahan yaitu :
Rational empiris, dikatakan bahwa untuk melakukan perubahan di komunitas, perlu
terdapat fakta dan pertimbangan tentang seberapa besar keuntungan yang diperoleh
dengan adanya perubahan tersebut. Contoh : adanya kebiasaan merokok yang banyak
terjadi di masyarakat, terutama remaja, diperlukan peran perawat komunitas untuk
memfasilitasi perubahan dengan memberikan promosi kesehatan bahaya merokok
melalui media,seperti poster, leaflet, modul data kejadian kesakitan dan kematian
akibat merokok atau mengajak melihat langsung kondisi korban akibat rokok.
Dengan adanya fakta, diharapkan terjadi perubahan pada individu.
Normative reedukatif yaitu pertimbangan tentang keselarasan perubahan dengan
norma yang ada di masyarakat.
Power coercive yaitu strategi perubahan yang menggunakan sanksi baik politik
maupun sanksi ekonomi. Misalnya sanksi terhadap perokok yang merokok di tempat
umum berupa denda atau kurungan.
3. First order and second order change
Menurut model ini first order bertujuan mengubah substansi atau isi di dalam
sistem, sedangkan pada second order, perubahan ditujukan pada sistemnya. Contoh :
Adanya resiko pergaulan bebas yang saat ini marak di kalangan remaja,perawat
komonitas perlu mengubah substansi yang ada dalam system (frist order) seperti
membentuk dan melihat kader kesehatan remaja (KKR) di sekolah dan dimasyarakat,
melakukan promosi kesehatan kepada siswa, guru, orang tua dan masyarakat
melakukan dukungan lintas –sektor dan lintas-program kepada aparat terkait program
melalui jaringan kemitraan, dsb.selain itu ,diperlukan juga perubahan pada system
(second order) termasuk fasilitas yang ada, seperti menyediakan klinik remaja,
revitalisasi UKS di sekolah, kebijakan pemerintah terkait remaja, dsb.
Mengukur adanya perubahan masyarakat pada tingkat induvidu, dapat diketahui
dari tingkat kesadaran individu terhadap perubahan, bagaimana individu mengerti
tentang masalah yang dihadap, tingkat partisipasi individu, dan adanyan perubahan
dalam bentuk tingkah laku yang ditampilkan. Adanya role model yang ada
dimasyarakat dapat dijadikan pendorong untuk mengubah norma dan praktik individu
dalam perubahan masyarakat.
Pada tingkat masyarakat, perubahan lebih difokuskan pada kelompok dan
oeganisasi, termasuk adanya perubahan kebijakan yang berhubungan dengan masalah
yang terjadi di masyarakat, adanya dukungan dan partisipasi dalam kegiatan
masyarakat serta aktivitas lain yang berhubungan dengan penyelesaian masalah.
Perubahan dimasyarakat dapat dievaluasi melalui pengembangan koalisi, partisipasi
masyarakat dalam dukungan untuk mencapai tujuan, dan perubahan nilai dan norma
yang berlaku di masyarakat.
Setiap akan melakukan kegiatan dimasyarakat /implementasi
program,sebaiknya dibuat dahulu laporan pendahuluan (LP) kegiatan asuhan
keperawatan komonitas yang meliputi:
1. Latar belakang yang berisi kriteria komonitas, data yang perlu dikaji lebih lanjut
terkait implementasi yang akan dilakukan,dan masalah keperawatan komonitas
yang terkait dengan implementasi saat ini.
2. Proses keperawatan komonitas yang berisi diagnose keperawatan komonitas,
tujuan umum, dan tujuan khusus.
3. Implementasi tindakan keperawatan, yang berisi topik kegiatan, target kegiatan,
metode, strategi kegiatan, media dan alat bantu yang dipergunakan , waktu dan
tempat pelaksanaan kegiatan, pengorganisasian petugas kesehatan beserta tugas,
susunan acara, setting tempat acara.
4. Kriteria evaluasi, yang berisi evaluasi struktur, evaluasi proses, dan evaluasi hasil
dengan menyebutkan target persentase pencapaian hasil yang diinginkan.
Pelaksanaan kegiatan perkesmas, dilakukan berdasarkan POA Perkesmas yang
telah disusun. Pemantauan kegiatan perkesmas secara berkala dilaksanakan oleh
kepala puskesmas dan coordinator puskesmas dengan melakukan diskusi tentang
permasalahan yang dihadapi terkait pelaksanaan perkesmas serta melakukan
penilaian setia akhir tahun dengan membandingkan hasil pelaksanaan kegiatan
dengan rencana yang telah disusun. Pembahasan masalah perkesmas dapat dilakukan
dengan cara mengadakan kegiatan :
1. Lokakarya Mini Bulanan
Lokakarya mini bulanan dilakukan setian bulan di puskesmas, dihadiri oleh staf
puskesmas dan unit penunjangnya untauk membahas kinerja internal puskesmas
termasuk cakupan, mutu pembiayaan, masalah, dan hambtan yang ditemui termasuk
pelaksanaan perkesmas dan kaitanya dengan masalah lintas program lainnya.
2. Lokakarya Mini Tribulanan
Lokakarya mini tribulanan dilakukan setiap 3 bulan sekali, dipimpin oleh camat dan
dihadari oleh staf puskesmas dan unit penunjangnya, instansi lintas- sektor tingkat
kecamatan untuk membahas masalah dalam pelaksanaan puskesmas termasuk
perkesmas terkait dengan lintas – sektor dan pemasalahan yang terjadi untuk
mendapatkan penyelesaiannya.
3. Refleksi Diskusi Kasus (RDK)
Refleksi diskusi kasus merupakan metode yang digunakan dalam merefleksikan
pengalaman dalam satu kelompok diskusi untuk berbagai pengetahuan dan
pengalaman yang didasarkan atas standar yang berlaku. Proses diskusi ini
memberikan ruang dan waktu bagi peserta diskusi untuk merefleksikan pengalaman
masing-masing serta kemampuannya tanpa tekanan kelompok, terkondisi, setiap
peserta saling mendukung, member kesempatan belajar terutama bagi peserta yang
tidak terbiasa dan kurang percaya diri dalammenyampaikan pendapat (WHO.2003).
RDK dilakukan minimal seminggu sekali, dihadapi oleh perawat perkesmas di
puskesmas untuk membahas masalah teknis perkesmas.
Dalam pemberian asuhan keperawatan komunitas kepada individu / kluarga /
kelompok dan masyarakat agar pemahaman dan ketrampilan perawat komonitas lebih
meningkat. Adapun persyaratan metode RDK adalah:
a) Kelompok terdiri atas 5-8 orang.
b) Salah satu anggota kelompok berperan sebagai fasilitator, satu orang lagi sebagai
penyaji,dan sisanya sebagai peserta.
c) Posisi fasilitator, penyaji, dan peserta lain dalam diskusi setara (equal).
d) Kasus yang disajikan oleh penyaji merupakan pengalaman yang terkait asuhan
keperawatan di komonitas yang menarik untuk dibahas dan di diskusikan, perlu
penanganan dan pemecahan masalah.
e) Posisi duduk sebaiknya melingkar tanpa dibatasi oleh meja atau benda lainnya
agar peserta dapat bertatapan dan berkomonikasi secara bebas.
f) Tidak boleh ada interupsi dan hanya satu orang saja yang berbicara dalam satu
saat, peserta lainya memperhatiakan dan mendengarkan.
g) Tidak diperkenakan ada dominasi, kritik yang dapat memojokkan peserta
lainnya.
h) Peserta berbagi (sharing) pengalaman selama satu jam dan dilakukan secara
rutin.
i) Setiap anggota secara bergiliran mendapat kesempatan sebagai fasilitator,
penyaji, dan anggota peserta diskusi.
j) Selama diskusi, diusahakan agar tidak ada peserta yang tertekan atau terpojok.
Yang diharapkan justru dukungan dan dorongan dari setiap peserta agar terbiasa
menyampaikan pendapat mereka masing-masing.
I. Evaluasi Tindakan Keerawatan Komunitas
Evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan. Evaluasi merupakan
sekumpulan informasi yang sistemik berkenaan dengan program kerja dan efektivitas
dari serangkaian program yang digunakan masyarakat terkait program kegiatan,
karakteristik, dan hasil yang telah dicapai (patton, 1986 dalam Helvie, 1998).
Program evaluasi dilakukan untuk memberikan informasi kepada perencanaan
program dan pengambil kebijakan tentang efektivitas dan efisiensi program. Evaluasi
merupakan sekumpulan metode dan ketrampilan untuk menentukan apakah program
sudah sesuai dengan rencana dan tuntutan masyarakat. Evaluasi digunakan untuk
mengetahui beberapa tujuan yang diharapkan telah tercapai dan apakah itervensi yang
dilakukan efektif untuk masyarakat setempat sesuai dengan kondisi dan situasi
masyarakat, apakah sesuai dengan rencana atau apakah dapat mengatasi masalah
masyarakat. Evaluasi ditunjukan untuk menjawab apa yang menjadi kebutuhan
masyarakat dan program apa yang dibutuhkan masyarakat, apakah media yang
digunakan tepat , ada tidaknya program perencanaan yang dapat di implementasikan,
apakah program dapat menjangkau masyarakat, siapa yang yang menjadi target
sasaran program, apakah program yang dilakukan dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat. Evaluasi juga bertujuan mengidentifikasi masalah dalam perkembangan
program dan penyelesaian. Program evaluasi dilaksanakan untuk memastikan apakah
ada hasil program sudah sejalan dengan sasaran dan tujuan, memastikan biaya
program sumber daya, dan waktu pelaksanaan program yang telah dilakukan.
Evaluasi juga diperlukan untuk memastikan apakah prioritas program yang disusun
sudah memenuhi kebutuhan masyarakat, dengan membandingkan perbedaan program
terkait keefektifannya.
Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses, dan hasil. Evaluasi program
merupakan proses mendapatkan dan menggunakan informasi sebagai dasar proses
pengambilan keputusan, dengan cara meningkatkan pelayanan kesehatan. Evaluasi
proses difokuskan pada urutan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan hasil.
Evaluasi hasil dapat diukur melalui perubahan pengetahuan ( knowledge) , sikap
( attitude), dan perubahan prilaku masyarakat.
Evaluasi terdiri atas evaluasi formatif, menghasilkan informasi untuk umpan
balik selama program berlangsung. Sementara itu, evaluasi sumatif dilakukan setelah
program selesai dan mendapatkan informasi tentang efektifitas pengambilan
keputusan. Pengukuran efektifitas program dapat dilakukan dengan cara
mengevaluasi kesuksesan dalam pelaksanaan program. Pengukuran efektivitas
program dikomonitas dapat dilihat berdasarkan:
1. pengukuran komonitas sebagai klien. Pengukuran ini dilakukan dengan cara
mengukur kesehatan ibu dan anak, mengukur kesehatan komonitas.
2. pengukuran komonitas sebagai pengalaman Pembina hubungan. Pengukuran
dilakukan dengan cara melakukan pengukuran social dari determinan kesehatan.
3. pengukuran komonitas sebagai sumber. Ini dilakukan dengan mengukur tingkat
keberasilan pada kluarga atau masyarakat sebagai sumber informasi dan sumber
intervensi kegiatan.
DAFTAR PUSTAKA
- Efendi, Ferry. Keperawatan kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam
Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika. 2009.
- Henny, Achjar Komang Ayu. Asuhan Keperawatan Komunitas : Teori dan praktek .
Jakarta : EGC, 2011.