lp hipertensi ku.doc

Upload: man-diaz

Post on 11-Mar-2016

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI

1. Pengertian Hipertensi adalah suatu keadaan dimana pada umumnya mempunyai tekana darah sistolik lebih dari atau sama dengan 140 mmHg dan tekanan darah lebih dari atau sama dengan 90 mmHg

Batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sam dengan atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi (WHO)

Hipertensi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari satu periode

Hipertensi adalah suatu penekanan darah sistolik dan diastolik yang tidak normal, batas yang tepat dari kelainan ini tidak pasti. Nilai yang dapat diterima berbeda sesuai dengan usia dan jenis kelamin namun pada umumnya sistolik yang berkisar antara 140-190 mmHg dan diastolik antara 90-95 mmHg dianggap merupakan garis batas hipertensi (sylvia A, pierce. 533)

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik yang menetap lebih dari 140 mmHg, atau tekanan darah diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg. Joint National Committee baru-baru ini telah mengadopsi pedoman hipertensi dan mengklasifikasi ulang menjadi 4 tingkat sebagai berikut:

Tabel 1 Tingkatan Hipertensi Lansia

TingkatTekanan Sistolik

(mmHg)Tekanan Diastolik

(mmHg)

Tingkat 1140 159 90 99

Tingkat 2160 179100 109

Tingkat 3180 209110 119

Tingkat 4210 atau lebih tinggi120 atau lebih tinggi

Diagnosis dibuat pada setidaknya 2 pengukuran berturut-turut dan diukur dengan posisi klien supine atau duduk, dan kemudian berdiri (kecuali untuk klien-klien yang memiliki tekanan darah sistolik lebih dari 210 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 120 mmHg, mereka pasti memiliki tekanan darah tinggi pada 1 kali kunjungan).

Pada lanjut usia, terdapat pula istilah yang disebut pseudohipertensi. Pseudohipertensi ini adalah hasil dari klasifikasi dinding arterial, perubahan sklerotik ini mengakibatkan rigiditas pada arteri brakialis, menyebabkan kompresi yang inefektif pada arteri brakialis dengan sphygmomanometer. Jadi, pseudohipertensi adalah suatu fenomena peningkatan hasil pengukuran sistolik akibat ketidakmampuan manset eksternal untuk menekan arteri lanjut usia dengan arteriosclerosis. Pseudohipertensi dapat dicurigai jika :

1. Tekanan darah sistolik sangat tinggi tanpa ada tanda-tanda kerusakan organ dan dengan tekanan darah diastolik normal

2. Ada perbedaan tekanan darah pada ekstrimitas yang berbeda

3. Gejala hipotensi muncul dengan terapi.

Oslers maneuver adalah skrening tes untuk pseudohipertensi, walaupun hasilnya masih dipertanyakan. Dilakukan dengan palpasi arteri brakial atau radial setelah memompa manset di atas tekanan sistolik. Arteri normal dapat tak teraba dan jika masih teraba, maka hasilnya berhubungan dengan pembacaan intra arteri (Elnicki, Kotchen, 1993).2. Penyebab hipertensiHipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis:

1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90% dari seluruh hipertensi).

2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari adanya penyakit lain.

Hipertensi primer kemungkinaaan memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin). Kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga), stres, alkohol atau garam dalam makanan; bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan yang diturunkan. Stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu, jika stres telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali normal.

Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:

1. Penyakit Ginjal

Stenosis arteri renalis

Pielonefritis

Glomerulonefritis

Tumor-tumor ginjal

Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)

Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)

Terapi penyinaran yang mengenai ginjal

2. Kelainan Hormonal

Hiperaldosteronisme

Sindroma Cushing Feokromositoma

3. Obat-obatan

Pil KB

Kortikosteroid

Siklosporin

Eritropoietin

Kokain Penyalahgunaan Alkohol Kayu Manis (Dalam Jumlah Sangat Besar)4. Penyebab Lainnya

Koartasio aorta Preeklamsi pada kehamilan

Porfiria intermiten akut

Keracunan timbal akut.

3. Faktor Resiko

Hipertensi dapat disebabkan oleh interaksi bermacam-macam faktor antara lain:

1.Merokok

2. Intolerans glukosa

3. Hiperkolesterolemia4. Left Ventricular Hypertrophy

5. Riwayat Keluarga6. Usia

7. Ras8. Stress

9. Alkohol10. Konsumsi obat

11. Physical inactivity12. Intake hormonal

13. Diet (tinggi lemak jenuh dan garam; kurang intake potassium, magnesium dan kalsium)4. KlasifikasiHipertensi pada dasarnya diklasifikasikan ke dalam 2 tipe, yaitu:

1.Hipertensi primer yang penyebab pastinya tidak diketahui teteapi terdapat faktor-faktor resiko di atas.

2.Hipertensi sekunder, yaitu peningkatan tekanan darah sebagai hasil dari penyakit yang mendasarinya seperti renal artery disease, parenchymal disorder, gangguan endokrin dan metabolic, gangguan CNS, koartasio aorta dan peningkatan volume intravaskuler.

Berdasarkan klasifikasi dari JNC-VI maka hipertensi pada lanjut usia dapat dibedakan menjadi:

1.Hipertensi sistolik saja (Isolated Systolic Hypertension), terdapat pada 6-12 % penderita di atas usia 60 tahun, terutama pada wanita. Insidensi meningkat dengan bertambahnya umur. Terjadi peningkatan tekanan darah sistolik yang disproporsional terhadap tekanan darah diastolik, mengarah pada peningkatan kekakuan dan rigiditas arterial.

2.Hipertensi diastolik (Diastolic Hypertension), terdapat antara 12 14% penderita di atas usia 60 tahun, terutama pada pria. Insidensi menurun dengan bertambahnyua umur.

3.Hipertensi sistolik-diastolik terdapat pada 6-8 % penderita usia lebih dari 60 tahun, lebih banyak pada wanita. Meningkat dengan bertambahnya umur.

5. Manifestasi Klinik

Pemeriksaan fisik jarang dijumpai selain peningkatan tekanan darah, dapat pula ditemukan perubahan pada retina seperti perdarahan, exudat, penyempitan pembuluh darah dan pada kasus hypertensi berat dapat ditemukan edema pupil.

Sakit kepala, epistaksis, pusing dan migren, cepat marah, telinga berdenging, suka tidur, rasa berat ditengkuk dan mata berkunang-kunang.

Gejala lain yang disebabkan oleh komplikasi hypertensi seperti gangguan penglihatan, gangguan neurologi, gagal jantung dan gangguan fungsi ginjal. Gangguan serebral yang disebabkan oleh hypertensi dapat berupa kejang, gejala akibat perdarahan pembuluh darah. Seperti semua penyakit pada lanjut usia, hipertensi biasanya tidak memberi gejala apapun atau gejala yang timbul samara-samar (insidious) atau tersembunyi (occult). Seringkali yang terlihat adalah gejala akibat penyakit, komplikasi atau penyakit yang menyertai. Diagnosis juga seringkali didapatkan pada waktu mengadakan asesmen geriarti atau general check-up.Pada hipertensi ringan sampai sedang, klien dapat asimptomatik. Seiring perkembangan penyakit, klien dapat mengalami kelelahan, pising, vertigo, sesak nafas, dan palpitasi. Pada hipertensi berat klien dapat mengalami sakit kepala berdenyut pada bagian okspital, nyeri dada, epistaksis, bingung, loss of vision, kejang/koma.

6. PatofisiologiKerja jantung terutama ditentukan oleh besarnya curah jantung dan tahanan perifer. Curah jantung pada penderita hipertensi umumnya normal. Kelainannya terutama pada peninggian tahanan perifer.

Perubahan berhubungan usia yang berdampak pada fungsi primer jantung melibatkan elektrofisiologi jantung (sistem konduksi), yaitu:

1. Penurunan jumlah sel-sel pacemakers2. Peningkatan iregularitas bentuk sel-sel pacemakers3. Penebalan membran sekitar nodus sinus

4. Peningkatan jumlah lemak, kolagen, dan serat elastic myocardium sehingga mempengaruhi nodus sinus

Perubahan lain yang diperkirakan terjadi juga adalah:

1. Penebalan atrial endocardium2. Penebalan katup atrioventrikuler

3. Klasifikasi pada sedikitnya annulus mitral katup aorta

Hasil akhir perubahan ini berhubungan dengan kemampuan jantung untuk berkontraksi secara sempurna. Dengan kontraksi yang kurang efektif, dibutuhkan lebih banyak waktu untuk pengisian diastolik dan pengosongan sistolik. Sebagai tambahan, miokardium menjadi sangat iritabel dan kurang berespons terhadap impuls dari sistem saraf simpatis. Bertambahnya usia membuat tunika intima menebal akibat fibrosis, proliferasi sel, dan akumulasi lemak & kalsium. Sel endothelial juga menjadi irregular dalam bentuk dan ukuran. Perubahan ini membuat dinding arteri lebih rentan terhadap atherosclerosis.

Dengan bertambahnya usia, terjadi peningkatan kolagen dan penipisan serta kalsifikasi serat elastic pada tunika media yang menyebabkan kekakuan pada pembuluh darah. Konsekuensi perubahan ini termasuk peningkatan resistensi perifer, gangguan fungsi baroreseptor dan berkurangnya kemampuan untuk meningkatkan aliran darah ke organ. Perubahan ini khususnya tampak di aorta dimana diameter lumen meningkat untuk mengkompensasi penebalan arteri berhubungan dengan usia. Perubahan yang diperkirakan merubah mekanisme baroreflek adalah kekakuan arteri dan penurunan respon kardiovaskular terhadap stimulasi adrenergik.

7. Penatalaksanaan

Penanggulangan hypertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis penatalaksanaan yaitu :

1. Penatalaksanaan non farmakologis

Penurunan berat badan dan pengurangan asupan garam.

Diet rendah lemak jenuh.

Olahraga yang teratur.

Menghindari factor resiko seperti merokok, minum alkhohol, hyperlipidemia dan stres2. Penatalaksanaan farmakologis

Diuretik

Diuretik mempunyai efek antihypertensi dengan cara menurunkan volume ekstraseluler dan plasma sehingga terjadi penurunan curah jantung. Dosis yang sering dipakai adalah 25-50 mg, 1-2 kali tiap hari. Penggunaan diuretik pada orang tua sebaiknya menggunakan furosemid umumnya 40 mg tiap hari tetapi beberapa pasien dibutuhkan dosis sampai 160 mg. efek samping yang sering dijumpai adalah kelemahan otot, muntah dan pusing.

Golongan penghambat simpatetik

Penghambat aktivitas simpatik dapat terjadi pada pusat vasomotor otak, seperti pada pemberian metildopa dan klonidin atau pada ujung saraf perifer seperti reserpin dan guanetidin.

Metildopa mempunyai efek antihipertensi dengan menurunkan tonus simpatik secara sentral. Dosis yang dipakai adalah 250 mg, 2-3 kali tiap hari dan jika diperlukan dapat dinaikkan sampai dosis 2000 mg tiap hari. Efek sampinh dapat berupa anemia hemolitik, gangguan faal hati dan kadang-kadang dapat timbul hepatitis kronis.

Klonidin mempunyai cara kerja yang sama dengan metildopa, dosis yang diperlukan 0,1-1,2 mg tiap hari dengan dosis terbagi. Efek samping yang timbul adalah sedasi, rasa lelah, rasa kering pada mukosa mulut dan bibir, impotensi dan pusing.

Penyekat beta

Mekanisme anti hipertensi obat ini adalah melalui penurunan curah jantung dan penekanan sekresi dibedakan menjadi dua golongan: Golongan yang larut dalam lemak seperti asebutolol, alprenolol, metoprolol, oksprenolol, pindolol, propanolol dan timilol yang mempunyai paruh waktu yang relative pendek yaitu 2-6 jam. Golongan yang lebih larut dalam air dan dieliminasi melalui ginjal seperti atenolol, nadolol, praktolol dan satalol yang mempunyai waktu paruh yang lebih panjang yaitu 6-24 jam, sehingga dapat diberikan satu kali sehari.

Vasopressin

Yang termasuk golongan ini adalah doksazosin, prazosin, hidralazin, minoksidil, diakzodsid dan sodium nitroprusid. Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan cara relaksasi otot polos yang akan mengakibatkan penurunan resistensi pembuluh darah akan diikuti oleh peningkatan aktifitas simpatik dan akan menimbulkan takikardi dan peninggian kontraktilitas otot miokard yang akan mengakibatkan peningkatakn curah jantung.

Sodium nitroprusid biasanya diberikan dengan infus dengan kecepatan rat-rata 3 mikrogram/kgbb/menit dengan kisaran antara 0,5 8 mikrogram/kgBB/menit.

Penghambat enzim konversi angiotensin

Kaptopril yang dapat diberikan secara oral menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat enzim konversi angiotensin sehingga terjadi penurunan kadar angiotensin II, yang mengakibatkan penurunan aldosteron dan dilatasi arteriol.

Pada hypertensi ringan dan sedang dapat diberikan dosis 2 kali 12,5 mg tiap hari. Dosis yang biasa adalah 25-50 mg tiap hari. Efek yang timbul adalah kemerahan kulit, gangguan pengecapan, agranulasi, proteinuria dan gagal ginjal.

8. Pencegahan1. Pencegahan Primer

Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah di atas rata-rata, adanya hipertensi pada anamnesis keluarga, ras (negro), tachycardi, obesitas dan konsumsi garam yang berlebihan dianjurkan untuk :

1.Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar tidak terjadi hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dan sebagainya.

2.Dilarang merokok atau menghentikan merokok.

3.Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam.

4.Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita hipertensi berupa :

-Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat maupun dengan tindakan-tindakan seperti pada pencegahan primer.

-Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara normal dan stabil mungkin.

-Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemic yang lain harus dikontrol.

-Batasi aktivitas.9. Komplikasi / Bahaya yang dapat ditimbulkan pada penyakit hipertensi

Pada mata : penyempitan pembuluh darah pada mata karena penumpukan kolesterol dapat mengakibatkan retinopati, dan efek yang ditimbulkan pandangan mata kabur.

Pada jantung : jika terjadi vasokonstriksi vaskuler pada jantung yang lama dapat menyebabkan sakit lemah pada jantung, sehingga timbul rasa sakit dan bahkan menyebabkan kematian yang mendadak.

Pada ginjal : suplai darah vaskuler pada ginjal turun mentbabkan terjadi penumpukan produk sampah yang berlebihan dan bisa menyebabkan sakit pada ginjal.

Pada otak : jika aliran darah pada otak berkurang dan suplai O2 berkurang bisa menyebabkan pusing. Jika penyempitan pembuluh darah sudah parah mengakibatkan pecahnya pembuluh darah pada otak ( Stroke )

Komplikasi yang dapat timbul bila hipertensi tidak terkontrol adalah :

1. Krisis Hipertensi

2. Penyakut jantung dan pembuluh darah : penyakit jantung koroner dan penyakit jantung hipertensi adalah dua bentuk utama penyakit jantung yang timbul pada penderita hipertensi

3. Penyakit jantung cerebrovascular : hipertensi adalah faktor resiko paling penting untuk timbulnya stroke. Kekerapan dari stroke bertambah dengan setiap kenaikan tekanan darah

4. Ensefalopati hipertensi yaitu sindroma yang ditandai dengan perubahan neurologis mendadak atau sub akut yang timbul sebagai akibat tekanan arteri yang meningkat dan kembali normal apabila tekanan darah diturunkan

5. Nefrosklerosis karena hipertensi

6. Retinopati hipertensi.

10. Makanan apakah yang diperbolehkan

Semua bahan makanan segar atau diolah tanpa garam seperti ;

Beras, ketan, ubi, mie tawar, maizena, terigu, gula pasir.

Kacang kacangan dan hasil olahannya seperti : kacang hijau, kacang merah, kacang tanah, kacang tolo, tempe, tahu, oncom.

Minyak goreng, margarin tanpa garam.

Semua sayuran dan buah buahan tanpa garam

Semua bumbu bumbu segar dan kering yang tidak mengandung garam dapur.

11. Makanan yang tidak diperbolehkan

Semua makanan yang diberi garam natrium pada pengolahan seperti ;

Roti, biskuit, kraker, cake dan kue lain yang dimasak dengan garam dapur dan atau soda.

Jerohan, dendeng, abon, corned beaf, daging asap, ikan asin, telur pindang, sarden, ebi, udang kering, telur asin, telur pindang.

Keju, keju kacang tanah.

Semua sayuran dan buah yang diawetkan dengan garam dapur.

Garam dapur, vetsin soda kue, kecap, maggi, terasi, saos tomat, petis, taoco.

Minuman berkafein, kopi, teh, coklat dan bercarbon atau mengandung soda

12. Data dasar pengkajian klien dengan hipertensi

Aktifitas/ istirahat

Gejala: Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton

Tanda: Frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung

Sirkulasi

Gejala: Riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner.

Tanda: Kenaikan tekanan darah, tachycardi, disarythmia.

Integritas Ego

Gejala: Ancietas, depresi, marah kronik, faktor-faktor stress.

Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, otot mulai tegang.

Eliminasi

Riwayat penyakit ginjal, obstruksi.

Makanan/ cairan

Gejala: Makanan yang disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol), mual, muntah, perubahan berat badan (naik/ turun), riwayat penggunaan diuretik.

Tanda: Berat badan normal atau obesitas, adanya oedem.

Neurosensori

Gejala: Keluhan pusing berdenyut, sakit kepala sub oksipital, gangguan penglihatan.

Tanda: Status mental: orientasi, isi bicara, proses berpikir,memori, perubahan retina optik.

Respon motorik: penurunan kekuatan genggaman tangan. Nyeri/ ketidaknyamanan

Gejala: Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, nyeri abdomen/ masssa.

Pernafasan

Gejala: Dyspnea yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja, tacyhpnea, batuk dengan/ tanpa sputum, riwayat merokok.

Tanda: Bunyi nafas tambahan, cyanosis, distress respirasi/ penggunaan alat bantu pernafasan.

Keamanan

Gejala: Gangguan koordinasi, cara brejalan.

13. Pemeriksaan Diagnostik

1. Hb: untuk mengkaji anemia, jumlah sel-sel terhadap volume cairan (viskositas).

2. BUN: memberi informasi tentang fungsi ginjal.

3. Glukosa: mengkaji hiperglikemi yang dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).

4. Kalsium serum

5. Kalium serum

6. Kolesterol dan trygliserid

7. Px tyroid

8. Urin analisa

9. Foto dada

10. CT Scan

11. EKG

Prioritas keperawatan:

12. Mempertahankan/ meningkatkan fungsi kardiovaskuler.

13. Mencegah komplikasi.

14. Kontrol aktif terhadap kondisi.

15. Beri informasi tentang proses/ prognose dan program pengobatan.

14. Kemungkinan Diagosa Keperawatan

a. Intoleran aktivitas sehubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2.

Tujuan/ kriteria:

Berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan/ diperlukan.

Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktifitas yang dapat diukur.

Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi.

Intervensi:

Kaji respon terhadap aktifitas.

Perhatikan tekanan darah, nadi selama/ sesudah istirahat.

Perhatikan nyeri dada, dyspnea, pusing.

Instruksikan tentang tehnik menghemat tenaga, misal: menggunakan kursi saat mandi, sisir rambut.

Melakukan aktifitas dengan perlahan-lahan.

Beri dorongan untuk melakukan aktifitas/ perawatan diri secara bertahap jika dapat ditoleransi.

Beri bantuan sesuai dengan kebutuhan.

b. Nyeri (akut), sakit kepala sehubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.

Hasil yang diharapkan: melapor nyeri/ ketidaknyamanan berkurang.

Intervensi:

Pertahankan tirah baring selama fase akut.

Beri tindakan non farmakologik untuk menghilangkan nyeri seperti pijat punggung, leher, tenang, tehnik relaksasi.

Meminimalkan aktifitas vasokonstriksi yang dapat meningkatkan nyeri kepala,misal: membungkuk, mengejan saat buang air besar.

Kolaborasi dalam pemberian analgetika, anti ancietas.

c. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan fungsi motorik sekunder terhadap kerusakan neuron motorik atas.Kriteria:

Klien akan menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.

Intervensi:

1) Ajarkan klien untuk melakukan latihan rentang gerak aktif pada ekstremitas yang tidak sakit pada sedikitnya empat kali sehari.

R/ Rentang gerak aktif meningkatkan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan.

2) Lakukan latihan rentang gerak pasif pada ekstremitas yang sakit tiga sampai empat kali sehari. Lakukan latihan dengan perlahan untuk memberikan waktu agar otot rileks dan sangga ekstremitas di atas dan di bawah sendi untuk mencegah regangan pada sendi dan jaringan.

R/ Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak digunakan. Kontraktur pada otot fleksor dan adduktor dapat terjadi karena otot ini lebih kuat dari ekstensor dan abduktor.

3) Bila klien di tempat tidur lakukan tindakan untuk meluruskan postur tubuh.

R/ Mobilitas dan kerusakan fungsi neurosensori yang berkepanjangan dapat menyebabkan kontraktur permanen.

4) Siapkan mobilisasi progresif.

R/ Tirah baring lama atau penurunan volume darah dapat menyebabkan penurunan tekanan darah tiba-tiba (hipotensi orthostatik) karena darah kembali ke sirkulasi perifer. Peningkatan aktivitas secara bertahap akan menurunkan keletihan dan peningkatan tahanan.

5) Secara perlahan bantu klien maju dari ROM aktif ke aktivitas fungsional sesuai indikasi.

R/ Memberikan dorongan pada klien untuk melakukan secara teratur.

d. Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang, motorik atau persepsi.

Kriteria hasil:

Mengidentifikasi faktor yang meningkatkan resiko terhadap cedera.

Memperagakan tindakan keamanan untuk mencegah cedera.

Meminta bantuan bila diperlukan.

Intervensi:

1) Lakukan tindakan untuk mengurangi bahaya lingkungan.

R/ Membantu menurunkan cedera.

2) Bila penurunan sensitifitas taktil menjadi masalah ajarkan klien untuk melakukan:

Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas sebelum digunakan.

Kaji ekstremitas setiap hari terhadap cedera yang tak terdeteksi.

Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit dilemaskan dengan lotion emoltion.

R/ Kerusakan sensori pasca CVA dapat mempengaruhi persepsi klien terhadap suhu.

3) Lakukan tindakan untuk mengurangi resiko yang berkenaan dengan pengunaan alat bantu.

R/ Penggunaan lat bantu yang tidak tepat atau tidak pas dapat meyebabkan regangan atau jatuh.

4) Anjurkan klien dan keluarga untuk memaksimalkan keamanan di rumah.

R/ Klein dengan masalah mobilitas, memerlukan [emasangan alat bantu

Perencanaan Keperawatan

Kriteria yang diharapkan pada klien lanjut usia dengan hipertensi termasuk tetapi tidak terbatas pada :

1. Klien mengidentifikasi faktor residu individu

2. Klien menjelaskan proses penyakit dan efeknya terhadap kesehatan

3. Klien berpartisipasi dalam perawatan non farmokologi dalam kehidupan sehari-hari

4. Klien menjelaskan tujuan, dosis, efek samping yang bermakna dari obat yang diresepkan untuk hipertensi

5. Klien meningkatkan interaksi sosial dibuktikan dengan partisipasi pada kegiatan di luar rumah

6. Klien mengkonsumsi makanan rendah lemak dan kolesterol, mengurangi diet kalori dibuktikan dengan kehilangan berat badan 1 - 2 pon per mingguDiagnosa Keperawatan dan Rencana Perawatan

1).Nyeri (kronik), sakit kepala sehubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.

Hasil yang diharapkan : melapor nyeri / ketidaknyamanan berkurang.

Intervensi:

Pertahankan tirah baring selama fase akut.

Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan nyeri seperti pijat punggung, leher, tenang, tehnik relaksasi.

Meminimalkan aktifitas vasokonstriksi yang dapat meningkatkan nyeri kepala, misal : membungkuk, mengejan saat buang air besar.

Kolaborasi dalam pemberian analgetika, anti ansietas.

2).Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan intake garam dalam diet (*); kompensasi mekanisme pengaturan haemodinamik, neurology, sistem ginjal (#).

Dibuktikan adanya: berat badan yang bertambah, tekanan darah meningkat, intake lebih besar daripada output (*), sakit kepala, vertigo, kerusakan memori, dyspneu, nokturia, peningkatan tekanan darah, retensi cairan.

Kriteria:

BB menurun, tekanan darah dapat dikontrol, tidak ada tanda retensi cairan, nokturia, sakit kepala, vertigo, dispneu, kerusakan memori tidak terjadi, intake sama dengan output.

Intervensi:

1) Kaji adanya odem, distensi vena kaki, timbang BB setiap hari

R/ Odem adalah akumulasi cairan yang berlebih di jaringan karena peningkatan tekanan kapiler.

2) Kaji paru terhadap adanya crackles, pengurangan suara nafas, dyspneus, orthopneu, batuk tidak berdahak dan hemoptisis

R/ Mengindikasikan retensi cairan di paru

3) Kaji adanya hepatomegali, splenomegali dan odem anasarka

R/ Odem menyeluruh berhubungan dengan kondisi jantung dan ginjal

4) Kaji adanya oliguri dan keseimbangan elektrolit

R/ Mengindikasikan penurunan perfusi ginjal dengan retensi air

5) Berikan terapi diuretik dan monitor intake dan output untuk meyakinkan output 30 ml/hr (monitor untuk hipokalemi sebagai akibat dari diuresis)

R/ Memonitor intake dan output untuk meyakinkan fungsi ginjal masih dalam keadaan baik.

6) Batasi aktifitas, meninggikan kaki dan perubahan posisi tiap 2 jam

R/ Odem jaringan berhubungan dengan perubahan posisi dan rentan terhadap trauma tekanan, jaringan yang odem memiliki oksigenasi yang tidak baik dan berkurangnya sirkulasi nutrien, pembatasan aktifitas dan bedrest mengurangi kebutuhan oksigen

3)Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan penggunaan diuretik,

Dibuktikan adanya peningkatan produksi urin, berat badan tiba-tiba turun, hipokalemi, membran mukosa dan kulit kering, turgor menurun, haus.

Kriteria:

Produksi urin 50 cc/jam, tidak terjadi penurunan berat badan, membran mukosa dan kulit lembab, turgor kembali dalam 2 detik, Klien tidak haus, tidak ada hipokalemi.Intervensi:

1) Kaji intake cairan total tiap 4 8 jam dan jumlah harian (oral, parenteral), pembatasan cairan.

R/ Lanjut usia secara umum memerlukan setidaknya 1750 ml cairan dari minuman dan makanan sehari-hari untuk mempertahankan keseimbangan cairan normal dan memfasilitasi proses fisiokimia tubuh.

2) Kaji adanya diare, vomiting, diaforesis, dehidrasi (haus, kulit mukosa mulut yang kering, turgor kulit jelek, oligouri, peningkatan temperatur, kelemahan, cowong)

R/ Lanjut usia khususnya rentan terhadap ketidakseimbangan elektrolit, asidosis, atau alkalosis. Masalah ini disebabkan karena kekurangan cairan.

3) Kaji output urine tiap 4 8 jam dan pengurangan konsentrasi, warna dan bau.

R/ Output terdiri atas kehilangan cairan nyata, kehilangan darah, emesis, faktor lingkungan.

4) Kaji pengobatan yang diberikan dan efek pada intake dan output.

R/ Diuretik meningkatkan eliminasi cairan, sedatif dapat mempengaruhi kemampuan untuk mendapatkan cairan adekuat, retensi urine hasil dari antihistamin, fenotiazine, anthistamin, fenotiazine.

5)Kaji kelemahan, parastesia, kram kaki, kelemahan otot, nadi irregular.

R/ Tanda dan gejala hipokalemia berhubungan dengan kehilangan kalium, jika tidak menerima diuretic K-sparing.

6)Timbang BB tiap hari atau tiap minggu dengan skala yang sama termasuk waktu dan pakaian yang digunakan.

R/ Memonitor kehilangan BB akibat kehilangan cairan

7)Observasi kebingungan, deficit snsori atau kognitif, deficit mobilitas, depresi

R/ Mengindikasikan kemampuan untuk mengekspresikan haus dan atau minum

8)Monitor elektrolit, BUN, Kreatinin, protein, osmolalitas.

R/ Perubahan darah dan atau urine terjadi pada disfungsi renal yang mempengaruhi output cairan.

4)Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan pandangan kabur dan perdarahan retina.

Kriteria hasil :

Klien terhindar dari trauma atau injuri

Tekanan darah dapat dikontrol

Meminta bantuan bila diperlukan

Intervensi :

1)Kaji perubahan pengelihatan seperti pandangan kabur atau kehilangan pengelihatan.

R/ Penurunan aliran darah ke retina akibat hipertensi yang kronik.

2)Kaji kelemahan saat perubahan posisi, perubahan tekanan darah saat berbaring, duduk, berdiri.

R/ Penurunan tekanan darah dapat terjadi karena perubahan posisi yang tiba-tiba.

3) Kaji fungsi mental dan kerusakan memori.

R/ Tekanan darah yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perubahan status mental

4) Menyediakan jalan yang tidak licin, penerangan yang cukup, barang yang mudah dijangkau, dan alat bantu jalan.

R/ Pencegahan trauma karena benda di sekitar klien dan pencegahan kemungkinan jatuh saat mengambil barang atau berjalan

5) Ambulasi dengan menggunakan alat bantu berjalan (walker atau cane)

R/ Memberikan keseimbangan saat berjalan dan mencegah jatuh

6) Anjurkan duduk dulu sebelum bangun dari tempat tidur

R/ Menghindari hipotensi orthostatik

7) Hindari paparan udara panas dan kegiatan berlebih

R/ Dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah berlebih

8) Minta klien melaporkan kehilangan cairan berlebih dari urin dan diaforesis

R/ Kehilangan cairan menurunkan volume darah sehingga menyebabkan ketidakseimbangan saat berjalan

2.4Evaluasi

Evaluasi termasuk penentuan pencapaian klien terhadap kriteria hasil yang diharapkan. Pengkajian yang teratur dan berkelanjutan dari tekanan darah dan screening tanda dan gejala hipertensi diperlukan untuk mengkaji keefektifan pengobatan farmakologi dan nonfarmakologi.

Daftar Pustaka

1. Sylvia A. Price. 2000. Patofisiologi. EGC. Jakarta.

2. Ignatisius. Donna. 1995. Medical Surgical Nursing Philadephia. Sender Company.

3. FKUI/ 1996. Buku Ajar Kardiologi. Gaya Baru. Jakarta.4. Doengoes, Marylin et all. 2000.Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian perawatan pasien.edisi 3. Jakarta : EGC

5. Smeltzer C Suzanne dan Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddart. Edisi 8. Jakarta: EGC

6. Sulistyorini dkk. 2005. Buku Pedoman Diet. Malang: Rumah Sakit DR. Saiful Anwar Malang

7. Potter, Patricia A et all. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konep, Proe, dan Praktik. Jakarta: EGC