lp batu ginjal

29
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN DENGAN BATU GINJAL DI RUANG MAWAR RSD Dr. SOEBANDI JEMBER disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners (P3N) Stase Keperawatan Medikal Bedah oleh Raden Roro Maria Ulfah, S.Kep. NIM 072311101007

Upload: rroromariaulfah

Post on 27-Dec-2015

833 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

LP BATU GINJAL

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN DENGAN BATU GINJAL DI RUANG MAWAR

RSD Dr. SOEBANDI JEMBER

disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners (P3N)Stase Keperawatan Medikal Bedah

oleh Raden Roro Maria Ulfah, S.Kep.

NIM 072311101007

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERSPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER2014

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN BATU GINJAL DI RUANG MAWAR DI RSD Dr. SOEBANDI JEMBER

Oleh : Raden Roro Maria Ulfah, S. Kep.

1. Kasus:

Batu Ginjal

2. Landasan Teori

A. Definisi

Urolitiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) ditraktus urinarius.

Batu terbentuk di dalam traktus ketika konsentrsi substansi tertentu

seperti kalsium oksalat, kalsium fospat, dan asam urat meningkat. Batu

juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti

sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi dalam urine. Kondisi lain

yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup pH urine dan

status cairan klien (batu cenderung terjadi pada klien dehidrasi) (Brunner

& Suddarth 2002).

Urolitiasis adalah Batu ginjal (kalkulus) bentuk deposit mineral,

paling umum oksalat Ca2+ dan fosfat Ca2+, namun asam urat dan kristal

lain juga membentuk batu, meskipun kalkulus ginjal dapat terbentuk

dimana saja dari saluran perkemihan, batu ini paling sering ditemukan

pada pelvis dan kalik ginjal.(Marilynn E,Doenges 2002).

B. Penyebab

Batu ginjal kebanyakan tidak diketahui penyebabnya. Namun ada

beberapa macam penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya batu

ginjal, antara lain : renal tubular acidosis dan medullary sponge kidney.

Secara epidemiologi terdapat dua factor yang mempermudah/

mempengaruhi terjadinya batu pada saluran kemih pada seseorang.

Faktor-faktor ini adalah faktor intrinsik, yang merupakan keadaan yang

berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik, yaitu pengaruh yang

berasal dan lingkungan disekitarnya.

1) Faktor intrinsik itu antara lain adalah :

a. Umur Penyakit batu saluran kemih paling sering didapatkan

pada usia 30 - 50 tahun.

b. Hereditair (keturunan). Penyakit ini diduga diturunkan dari

orang tuanya. Dilaporkan bahwa pada orang yang secara

genetika berbakat terkena penyakit batu saluran kemih,

konsumsi vitamin C yang mana dalam vitamin C tersebut

banyak mengandung kalsium oksalat yang tinggi akan

memudahkan terbentuknya batu saluran kemih, begitu pula

dengan konsumsi vitamin D dosis tinggi, karena vitamin D

menyebabkan absorbs kalsium dalam usus meningkat.

c. Jenis kelamin Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak

disbanding dengan pasien perempuan.

2) Faktor ekstrinsiknya antara lain adalah:

a. Asupan air Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral

kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden

batu saluran kemih.

b. Diet Obat sitostatik untuk penderita kanker juga memudahkan

terbentuknya batu saluran kemih, karena obat sitostatik bersifat

meningkatkan asam urat dalam tubuh. Diet banyak purin,

oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu

saluran kemih.

c. Iklim dan temperatur Individu yang menetap di daerah beriklim

panas dengan paparan sinar ultraviolet tinggi akan cenderung

mengalami dehidrasi serta peningkatan produksi vitamin D3

(memicu peningkatan ekskresi kalsium dan oksalat), sehingga

insiden batu saluran kemih akan meningkat.

d. Pekerjaan Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang

pekerjaanya banyak duduk atau kurang aktifitas ( sedentary life )

e. Istirahat ( bedrest ) yang terlalu lama, misalnya karena sakit juga

dapat menyebabkan terjadinya penyakit batu saluran kemih.

f. Geografi pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian

batu saluran kemih lebih tinggi daripada daerah lain sehingga

dikenal sebagai daerah ston belt (sabuk batu).

C. Jenis-Jenis Batu pada Saluran Kemih

Jenis batu ginjal yang paling sering (lebih dari 80 %) adalah yang

terbentuk dari kristal kalsium oksalat. Pendapat konvensional

mengatakan bahwa konsumsi kalsium dalam jumlah besar dapat memicu

terjadinya batu ginjal. Namun, bukti-bukti terbaru malah menyatakan

bahwa konsunsi kalsium dalam jumlah sedikitlah yang memicu

terjadinya batu ginjal ini. Hal ini disebabkan karena dengan sedikitnya

kalsium yang dikonsumsi, maka oksalat yang diserap tubuh semakin

banyak. Oksalat ini kemudian melalui ginjal dan dibuang ke urin. Dalam

urin, oksalat merupakan zat yang mudah membentuk endapan kalsium

oksalat. Jenis batu yang lain adalah yang terbentuk dari struvit

(magnesium, ammonium, dan fosfat), asam urat, kalsium fosfat, dan

sistin.

1) Batu struvit dihubungkan dengan adanya bakteri pemecah urea

seperti Proteus mirabilis, spesies Klebsiela, Seratia, dan Providensia.

Bakteri ini memecah urea menjadi ammonia yang pada akhirnya

menurunkan keasaman urin.

2) Batu asam urat sering terjadi pada penderita gout, leukemia, dan

gangguan metabolism asam-basa. Semua penyakit ini menyebabkan

peningkatan asam urat dalam tubuh.

3) Batu kalsium fosfat sering berhubungan dengan hiperparatiroidisme

dan renal tubular acidosis.

4) Batu sistin berhubungan dengan orang yang menderita sistinuria.

D. Patofisiologi

Uroliasis merupakan kristalisasi dari mineral dari matrik seputar,

seperti: pus, darah, jaringan yang tidak viral, tumor atau urat.

Peningkatan konsentrasi di larutan urine akibat intake cairan rendah dan

juga peningkatan bahan-bahan organik akibat ISK atau utine statis,

mensajikan sarang untuk pembentukan batu.

1) Proses perjalanan panyakit:

Proses terbentuknya batu terdiri dari beberapa teori (Prof.dr.Arjatmo

Tjokronegoro, phd.dkk,1999) antara lain:

a. Teori Intimatriks

Terbentuknya Batu Saluran Kencing memerlukan adanya

substansi organik Sebagai inti. Substansi ini terdiri dari

mukopolisakarida dan mukoprotein A yang mempermudah

kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.

b. Teori Supersaturasi

Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti

sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah

terbentuknya batu.

c. Teori Presipitasi-Kristalisasi

Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substansi

dalam urine. Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin,

santin dan garam urat, urine alkali akan mengendap garam-

garam fosfat.

d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat

Berkurangnya Faktor Penghambat seperti peptid fosfat,

pirofosfat, polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida

akan mempermudah terbentuknya Batu Saluran Kencing.

E. Manifestasi Klinis

Manifestai klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung

pada adanya obstruksi, infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat

aliran urine, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan

hidrostatik dan system piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi

(pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam, dan disuria)

dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu, jika ada,

menyebabkan sedikit gejala umum secara perlahan merusak unit

fungsional (nefron) ginjal: sedangkan yang lain menyebabkan nyeri yang

luar biasa dan ketidak nyamanan.

Batu di piala ginjal mungkin berkaitan dengan sakit yang dalam

dan terus menerus diarea kostovertebral. Hemeturia dan piuria dapat

dijumpai. Nyeri yang berasal dari area renal menyebar secara anterior

dan pada wanita mendekati kandung kemih sedangkan pada pria

mendekati testis. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan

ke seluruh area kostovertebral, dan muncul mual dan muntah, maka

pasien mengalami episode kolik renal. Diare dan ketidak nyamanan

abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat dari reflex

renointestinal dan proktimitas anatomik ginjal ke lambung, pankreas dan

usus besar.

Batu yang terjebak di ureter menyebabkan gelombang nyeri yang

luar biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan genitalia. Pasien

merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit urin yang keluar, dan

biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Kolompok gejala

ini disebut kolik ureteral. Umumnya pasien akan mengeluarkan batu

dengan diameter 0,5 sampai 1 cm secara spontan. Batu dengan diameter

lebih dari 1 cm biasanya harus diangkat atau dihancurkan sehingga dapat

diangkat atau dikeluarkan secara spontan.

Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan

gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan

hematuria. Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih,

akan terjadi retnsi urin.Jika infeksi berhubungan dengan adanya batu,

maka kondisi ini jauh lebih serius, disertai sepsis yang mengancam

kehidupan pasien ( Brunner&Suddarth 2005).

F. Komplikasi

Jika batu dibiarkan dapat menjadi sarang kuman yana dapat

meimbulkan infeksi saluran kemih, pylonetritis, yang akhirnya merusak

ginjal, kemudian timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya yang jauh

lebih parah.

G. Pencegahan

1) Minum banyak air putih sehingga produksi urin dapat menjadi 2-2,5

liter per hari

2) Diet rendah protein, nitrogen, dan garam

3) Hindari vitamin C berlebih, terutama yang berasal dari suplemen

4) Hindari mengonsumsi kalsium secara berlebihan

5) Konsumsi obat seperti thiazides, potasium sitrat, magnesium sitrat,

dan allopurinol tergantung dari jenis batunya.

H. Penatalaksanaan

Sekitar 90 % dari batu ginjal yang berukuran 4 mm dapat keluar

dengan sendirinya melalui urin. Namun, kebanyakan batu berukuran

lebih dari 6 mm memerlukan intervensi. Pada beberapa kasus, batu yang

berukuran kecil yang tidak menimbulkan gejala, dapat diobservasi

selama 30 hari untuk melihat apakah dapat keluar dengan sendirinya

sebelum diputuskan untuk dilakukan intervensi bedah. Tindakan bedah

yang cepat, perlu dilakukan pada pasien yang hanya mempunyai satu

ginjal, nyeri yang sangat hebat, atau adanya ginjal yang terinfeksi yang

pada akhirnya dapat menyebabkan kematian.

Penghilang rasa sakit

Obat penghilang rasa sakit yang paling cocok untuk nyeri karena

batu ginjal adalah golongan narkotika seperti morfin, demerol, atau

dilaudid. Namun standar saat ini untuk menghilangkan nyeri akut karena

batu ginjal adalah penyuntikan ketorolak melalui pembuluh darah.

Intervensi bedah

a) Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL), tehnik ini

menggunakan getaran gelombang untuk memecahkan batu dari luar

sehingga batu menjadi serpihan kecil yang pada akhirnya dapat

keluar dengan sendirinya.

b) Percutaneus nephrolithotomy atau pembedahan terbuka dapat

dilakukan pada batu ginjal yang besar atau yang mengalami

komplikasi atau untuk batu yang tidak berhasil dikeluarkan dengan

cara ESWL.

3. A. Pohon masalah

4.

Batu Ginjal (Urolitiasis)

AnsietasMendesak lambung

Invasi kuman

Resiko kurang volume cairan

Hambatan mobilitas fisik

Kesalahan interpretasi

Pembedahan

Nyeri akut

Teori nukleasi

Terputusnya kontinuitas jaringan

Resiko infeksi

Reflek renointestinal

Aliran balik urin

Hydronefrosis

Penghambatan kristalisasiTeori matriks

obstruksi

Defisit pengetahuan

Kurang informasi

Mual muntah

Post operasi

Tirah baring

Fungsi muskuloskeletal belum pulih

Pembatasan gerak

Defisit perawatan diri

Faktor etiologi:

B. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji

1) Pengkajian

Pengkajian keperawatan merupakan pengumpulan data yang

berhubungan dengan pasien secara sistematis pada pengkajian klien

dengan tergantung pada ukuran, lokasi, dan etiologi kalkulus (Doengus

2002), yaitu :

a. Akivitas/ istirahat

Gejala: Pekerjaan monoton, pekerjaan dimana klien terpajan pada

lingkungan bersuhu tinggi, keterbatasan aktivitas/ mobilisasi

sehubungan dengan kondisi sebelumnya (contoh penyakit tak

sembuh, cedera medulla spinalis)

b. Sirkulasi

Tanda: peningkatan TD/ nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal), kulit

hangat dan kemerahan.

c. Eliminasi

Gejala: riwayat adanya/ ISK kronis: obstruksi sebelumnya

(kalkulus), penurunaan haluan urine, kandung kemih

penuh, rasa terbakar, dorongan berkemih, diare.

Tanda: Oliguria, hemeturia, piuria, perubahan pola berkemih.

d. Makanan/ cairan

Gejala: Mual/ muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purine,

kalsium oksalat, dan / fosfat, ketidak cukupan pemasukan

cairan: tidak minum air yang cukup.

Tanda: Diestensi abdominal: penurunan/ tak ada bising usus,

muntah.

e. Nyeri/ kenyamanan

Gejala:

a) Episode akut nyeri berat, nyeri kolik. Lokasi tergantung pada

lokasi batu, contoh pada panggul di region sudut kostovetebrel:

dapat menyebar kapanggul, abdomen, dan turun ke lipatan

paha/ genetalia.

b) Nyeri dangkal konstan menunjukan kalkulus ada dipelvis atau

kalkulus ginjal.

c) Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat dengan posisi

atau tindakan lain.

Tanda: Melindungi: perilaku distraksi, nyeri tekan pada daerah

ginjal pada palpasi.

f. Keamanan

Gejala: Penggunaan alkohol: demam menggigil.

g. Penyuluhan/ pembelajaran

Gejala: Riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal,

hipertensi, gout, ISK kronis. Riwayat penyakit usus halus, bedah

abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme. Penggunaan antibiotik

anti hipertensi, natrium bikarbonat aluporinol, fosfat, tiazid,

pemasukan berlebihan kalsium/ vitamin.

h. Pemeriksaan Penunjang

a) Urinalisa: warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah;

secara umum menunjukkan SDM, SDP, Kristal (sistin, asam

urat, kalsium oksalat), serpihan, mineral, bakteri, pus; pH

mungkin asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau

alkalin (meningkatkan magnesium, fosfat ammonium, atau

batu kalium fosfat).

b) Urine (24 jam): kreatinin, asa urat, kalsium, fosfat, oksalat,

atau sistin mungkin meningkat.

c) Kultutur urine; mungkin menunjukkan ISK (stapilococus

aureus, proteus, klebsiela, pseudomonas)

d) Survei biokimia: Peningkatan kadar magnesium, kalsium,

asam urat, fosfat, protein, elektrolik.

e) BUN/kreatinin serum dan urine: Abnormal (tinggi pada serum/

rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif

pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.

f) Kadar klorida dan biokarbonat serum: Peningkatan kadar

klorida dan penurunan bikarbonat menunjukkan terjadinya

asidosis tubulus ginjal.

g) Hitung darah lengkap: SDP meningkat menunjukkan

infeksi/septicemia.

h) SDM: Biasanya normal.

i) Hb/Ht: Abnormal bila pasien dehidrasi nerat atau polisitemia

terjadi (mendorong presitipasi pemadatan atau anemia,

perdarahan disfungsi/gagal ginjal).

j) Hormon paratiroid: Mungkin meningkat bila ada gagal ginjal.

(PTH merangsang reabsorpi kalsium dari tulang meningkatkan

sirkulasi serum dan kalsium urine)

k) Foto ronsen KUB: Menunjukkan adanya kalkuli dan/atau

perubahan anatomik pada area ginjal dan sepanjang ureter.

l) IVP: Memberikan konfirmasi cepat urolitiasis seperti penyebab

nyeri abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas

pada struktur anatomik (distensi ureter) dan garis bentuk

kalkuli.

m) Sistoureterokopi: Visualisasi langsung kandung kemih dan

ureter dapat menunjukkan batu dan/atau afek obstruksi.

n) Scan CT: Mengidentifikasi/menggambarkan kalkuli dan massa

lain; ginjal, ureter, dan distensi kandung kemih.

o) Ultrasound ginjal: Untuk menentukan perubahan obstruksi,

lokasi batu.

2) Masalah keperawatan

a) Perubahan eliminasi urine

b) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan

c) Resiko tinggi terhadap infeksi

d) Gangguan rasa nyaman, nyeri

e) Kurang pengetahuan tentang kondisi , prognosis dan kebutuhan

pengobatan

4. Diagnosis keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah data data yang didapatkan pada pengkajian

keperawatan kemudian disusunlah diagnosa yang umum timbul pada batu

saluran kemihMenurut Marliynn E, Doengoes diagnose keperawatan pada

klien dengan Post Operasi Ureter Resection Sitoscopy adalah:

a) Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi bedah, tekanan

dan mitasi kateter/ badan

b) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan

kesulitan mengontrol perdarahan, pembatasan pra- operasi

c) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan

sekunder terhadap: presedur bedah, presedur alat invasive, alat selama

pembedahan kateter, irigasi kandung kemih.

d) Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih, reflek spasme

otot: presedur bedah atau tekanan dari balon kandung kemih.

e) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

f) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan

pengetahuan atau informasi.

5. Rencana tindakan keperawatan

No. Diagnosa keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi dan Rasional

1. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi bedah, tekanan dan mitasi kateter/ badan

NOC : urinary eliminationUrinary continence

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3X24 jam perubahan eliminasi urin dapat teratasi

Kriteria Hasil :- kandung kemih kosong secara

penuh- tidak ada residu urin > 100-200cc- bebas dari ISK- tidak ada spasme bladder- balance cairan seimbang

NIC : urinary retention care1. monitor intake dan output

Rasional: mengetahui keseimbangan cairan2. instruksikan pada keluarga pasien untuk

memonitor output urinRasional : sebagai acuan pemberian terapi cairan selanjutnya

3. sediakan privacy untuk elimasiRasional : memberikan privasi pada pasien

4. kateterisasi jika perluRasional : memudahkan pasien untuk eliminasi

5. stimulasi refleks bladder dengan kompres dingin pada abdomenRasional : merangsang pasien untuk berkemih

2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kesulitan mengontrol perdarahan, pembatasan pra- operasi

NOC : Fluid balance

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam volume cairan klien akan seimbang dengan kebutuhan cairan klien

Kriteria Hasil :- Tekanan darah dalam rentang normal

NIC : Fluid management1. Monitor tanda-tanda vital klien

Rasional: TTV untuk mengetahui adanya keabnormalitasan pada tubuh klien

2. Pasang kateter urin sesuai indikasiRasional: Kateter urin untuk menghitung haluaran cairan dan melakukan analisa urin

3. Monitor status hidrasi klienRasional: Status hidrasi yang buruk mengindikasikan adanya kekurangan tubuh yang bermakna dan dapat

- Integritas kulit baik- Membran mukosa lembab

membahayakan klien4. Beri terapi cairan sesuai indikasi

Rasional: Terapi cairan yang sesuai akan membantu mengurangi keparahan dari kondisi klien

5. Monitor respon hemodinamikRasional: Menganalisis status hemodinamik untuk mendeteksi secara dini adanya kelainan pada tubuh klien

6. Kolaborasi pemberian terapi farmakologis untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh klienRasional: Pemberian obat untuk menjaga agar kelebihan haluaran cairan dapat diminimalkan.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan sekunder terhadap: presedur bedah, presedur alat invasive, alat selama pembedahan kateter, irigasi kandung kemih.

NOC 1. Immune status2. Knowledge: infection controlSetelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam tidak terjadi infeksi dan meningkatkan status imun

Kriteria Hasil :- Tanda-tanda vital dalam keadaan

normal- Pasien bebas dari tanda dan gejala

infeksiJumlah leukosit dalam batas normal

NIC : 1. Monitor tanda dan gejala infeksi

Rasional: Mengobservasi adanya infeksi2. Dorong masukan nutrisi yang cukup

Rasional: Meningkatkan daya tahan tubuh pasien3. Pertahankan teknik aseptik

Rasional: Mencegah transmisi silang mikroorganisme

4. Ajarkan pasien dan keluarga cara menghindari infeksiRasional: Mencegah penularan infeksi

5. Kolaborasi pemberian antibiotik jika perluRasional: Mencegah terjadinya infeksi

4. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih, reflek spasme otot: presedur bedah atau tekanan dari balon kandung kemih.

NOC: pain level dan pain control

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3X24 jam nyeri berkurangKriteria Hasil:

-Pasien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri dan mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri)

-Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi)Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

NIC:Pain Managament1. lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif

(P=penyebab, Q=kualitas dan kuantitas, R=daerah dan penyebarannya, S=seberapa kuat nyeri yang dirasakan, T=waktu terjadinya nyeri)Rasional : mengetahui skala nyeri yang dirasakan pasien

2. kontrol lingkungan pasien yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisinganRasional : memberikan kenyamanan bagi pasien

3. ajarkan tentang teknik non farmakologi seperti teknik relaksasi nafas dalamRasional : mengalihkan rasa nyeri yang dirasakan pasien

4. tingkatkan istirahatRasional : manajemen energi pasien

5. evaluasi keefektifan control nyeriRasional : mengevaluasi hasil tindakan dan menentukan intervensi lanjutan

6. Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase. Pertahankan selang bebas dari lekukan dan bekuan.Rasional : Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan resiko distensi / spasme buli-buli

7. Kolaborasi dalam pemberian antispasmodicRasional : Menghilangkan spasme

5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

NOC: Anxiety self control, coping

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1X24 jam ansietas dapat teratasi

Kriteria Hasil:-Pasien mampu mengidentifikasi dan

mengungkapkan gejala cemas-Mengidentifikasi, mengungkapkan dan

menunjukkan tekhnik untuk mengontrol cemas

-Vital sign dalam batas normal

NIC: anxiety reduction1. gunakan pendekatan yang menenangkan

Rasional : memberikan rasa nyaman pada pasien2. jelaskan semua prosedur dan apa yang yang

dirasakan selama prosedurRasional : menurunkan rasa cemas pasien

3. dengarkan dengan penuh perhatianRasional : memberikan penghargaan pada pasien

4. identifikasi tingkat kecemasanRasional : mengetahui tingkat cemas yang dirasakan pasien

5. instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasiRasional : mengurangi rasa cemas pasien

6. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan pengetahuan atau informasi.

NOC : Knowledge : disease proses Knowledge : health behavior

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1X24 jam klien mengetahui informasi tetntang penyakitnya.

Kriteria Hasil :- pasien dan keluarga menyatakan

pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis, dan program pengobatan

NIC : teaching : disease proses1. berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan

pasien tentang proses penyakit yang spesifikRasional : mengetahui tingkat pengetahuan pasien

2. gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakitRasional : Pasien dan keluarga mengetahui tentang tanda dan gejala dari penyakit yang dialami

3. gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepatRasional : pasien dan keluarga mengetahui

- pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang telah dijelaskan

tentang kondisinya4. sediakan informasi tentang kondisi

Rasional : mengetahui perkembangan kondisi pasien

5. diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukanRasional : untuk mencegah komplikasi di masa mendatang

6. DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Djoerban. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.IV jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Gale, Daniele. 1996. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC.

Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Sjamsuhidajat R, Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 7. Jakarta: EGC.