lmg
TRANSCRIPT
LETHAL MIDLINE GRANULOMA
PENDAHULUAN
Definisi
Lethal midline granuloma (LMG) biasa disebut juga dengan istilah “Stewart’s
granuloma”, “polymorphic reticulosis”, atau “midline malignant”. Menurut literatur
modern LMG merupakan salah satu tipe dari limfoma non-Hodgkin disebut juga dengan
Extranodal NK/T cell limfoma, nasal type atau limfoma angiosentrik. Penggunaan istilah
LMG sudah harus ditinggalkan karena tidak tepat lagi. Jadi LMG merupakan keganasan
dari sel limfosit T atau sel natural killer (NK) yang menyebabkan lesi destruktif dengan
predileksi di daerah kavum nasi dan sinus paranasal. Proliferasi limfosit yang angiosentrik
dan angiodestruktif menyebabkan nekrosis jaringan yang luas. LMG ini bersifat agresif,
destruktif lokal, dan menyebabkan lesi nekrosis di daerah midfasial.
Prevalensi
Di Amerika Serikat limfoma jenis ini sangat jarang ditemukan, dengan prevalensi
antara 0,17 – 1,5% dari semua Limfoma Non-Hodgkin (LNH). Limfoma ini lebih sering
ditemukan di Asia, Meksiko, dan Amerika Tengah dan Selatan. Rata-rata prevalensi
limfoma ini di Hongkong dan Amerika Selatan berkisar antara 2,5% - 8% dari semua LNH.
Ratio laki-laki dan perempuan pada pasien dengan Limfoma sel T sekitar 2,5:1. Usia rata-
rata dari penyakit ini pada dekade 40 dan 50. Secara keseluruhan, pasien dengan Limfoma
sel T cenderung lebih muda daripada pasien dengan limfoma konvensional.
Patofisilogi
Manifestasi dari Ekstranodal limfoma sel T/NK tipe nasal adalah di cavum nasi.
Pasien dengan limfoma jenis ini biasanya terdiagnosis pada stadium masih awal (stadium
I), namun bisa juga terdiagnosis saat stadium sudah lanjut dan hal ini akan menurunkan
angka survival rate-nya. Limfoma sel NK/T tipe nasal hampir selalu (> 95% kasus)
berhubungan dengan virus Epsteinn-Barr (EBV). Mekanisme yang menyebabkan
transformasi maligna oleh EBV masih belum diketahui dengan pasti.
Secara histologis, Limfoma sel NK/T tipe nasal dikarakterisasi dengan infiltrat sel
campuran dengan invasi limfoid angiosentrik dan oklusi dari pembuluh darah, sehingga
1
terjadi nokrosis iskemik dari jaringan normal dan neoplasma.. Dimana terlihat proses
inflamasi yang destruktif pada hidung dan traktus respiratori bagian atas.
Karena keganasan ini berasal dari sel limfosit maka secara imunohistokimia dapat
dideteksi adanya marker-marker sel limfosit. Marker untuk sel limfosit secara umum adalah
CD45, untuk sel B adalah CD20, untuk sel T adalah CD3, CD43 dan CD45RO dan untuk
sel natural-killer (NK) adalah CD56 dan CD57. Sehingga limfoma sel NK/T tipe nasal
dapat dikonfirmasi bilamana positif CD45, CD45RO, CD56 dan / atau CD57, dan negatif
CD20.
Klasifikasi
Klasifikasi limfoma terbaru menurut WHO dipublikasikan tahun 2001 dan
diperbarui tahun 2008. Klasifikasi WHO berdasarkan klasifikasi sebelumnya dari "Revised
European-American Lymphoma classification" (REAL). Klasifikasi ini membagi kelompok
limfoma berdasarkan jenis sel dan karakteristik pada fenotipik, molekular, dan sitogenetik.
Pembagian klasifikasi WHO adalah :
1. B-cell neoplasms
o Precursor B-lymphoblastic leukemia/lymphoma
o Chronic lymphocytic leukemia/small lymphocytic lymphoma
o Lymphoplasmacytic lymphoma
o Plasma cell myeloma
o Extraosseous plasmacytoma
o Extranodal marginal zone B-cell lymphoma of mucosa-associated lymphoid
tissue (MALT-lymphoma)
o Follicular lymphoma
o Mantle cell lymphoma
o Diffuse large B-cell lymphoma
o Intravascular large B-cell lymphoma
2. B-cell proliferations of uncertain malignant potential
o Lymphomatoid granulomatosis
o Posttransplant lymphoproliferative disorder, polymorphic
3. T-cell and NK-cell neoplasms
o Precursor T-lymphoblastic leukemia/lymphoma
o Blastic NK-cell lymphoma
2
o Adult T-cell leukemia/lymphoma
o Extranodal NK-/T-cell lymphoma, nasal type
o Subcutaneous panniculitislike T-cell lymphoma
o Mycosis fungoides
o Sézary syndrome
o Primary cutaneous anaplastic large cell lymphoma
o Peripheral T-cell lymphoma
o Angioimmunoblastic T-cell lymphoma
o Anaplastic large cell lymphoma
4. T-cell proliferation of uncertain malignant potential
o Lymphomatoid papulosis
o Hodgkin lymphoma
o Histiocytic and dendritic-cell neoplasms
o Mastocytosis
DIAGNOSIS
Anamnesis
Gejala klinik yang mula-mula timbul dan paling sering dikeluhkan penderita adalah
obstruksi nasi dan rinorea purulen. Gejala sistemik seperti demam, keringat malam hari,
malaise, nyeri sendi dan penurunan berat badan hanya ditemukan pada beberapa kasus.
Selain di kavum nasi, beberapa organ yang lain dapat terkena, yaitu paru-paru, sistem
gastrointestinal, traktus genitourinari, dan kulit. Berbeda dengan granuloma Wagener, lesi
pada LMG lebih sering mengenai hidung secara unilateral dengan perluasan sampai ke
jaringan lunak pada hidung, bibir atas, kavum oris, dan sinus maksilaris, dengan atau tanpa
keterlibatan rongga orbita. Lesinya bersifat “eksplosif”, progresif cepat, dan didapatkan
kerusakan jaringan yang disertai dengan keterlibatan mikroorganisme gram negatif dan
kuman anaerob.
Gejala klinik yang dapat timbul di bagian kepala dan leher selain yang tersebut di atas
adalah:
Nyeri dan pembengkakan di wajah
Diplopia, penurunan ketajaman penglihatan
3
Pembengkakan di daerah orbita
Otalgia, penurunan kemampuan pendengaran
Epistaksis
Ulserasi pada palatum
Odinofagi, disfagi
Trismus, halitosis
Hoarseness, dispnea
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan di bagian kepala dan leher dapat menemukan:
Neuropati kranial
Penurunan visus
Massa di rongga orbita
Proptosis
Pembengkakan dan eritem di wajah (kebanyakan di daerah midline wajah)
Otitis media serousa
Ulserasi di daerah palatum, tonsil, nasofaring, dan laring
Massa di kavum nasi
Massa di leher
4
A. Pembengkakan / eritema di wajah (midline). B. Ulserasi di palatum
Pemeriksaan penunjang
Untuk menegakkan diagnosis LMG diperlukan pemeriksaan berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium darah
Pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar darah rutin (mungkin ditemukan
anemia, limfositopenia), tes fungsi hati termasuk kadar laktat dehidrogenase (LDH)
dimana bila ditemukan peningkatan LDH berhubungan dengan prognosis yang
jelek, tes fungsi ginjal, kadar asam urat dan kalsium, dan titer EBV.
2. Endoskopi
Endoskopi digunakan untuk melihat gambaran secara langsung lesi yang terjadi dan
karakteristik lesi.
3. Biopsi di tempat lesi
Biopsi harus dilakukan dengan hati-hati, diusahakan mengambil sedalam mungkin,
untuk menghindari jaringan nekrotik dan lesi peradangan. Secara histologik akan
nampak lesi campuran antara jaringan nekrosis, yang disebabkan invasi limfoid
angiosentrik dan oklusi pembuluh darah, dan peradangan kronik disertai dengan
infiltrat polimorfik, elemen limfoplamasitik, neutrofil dan histiosit yang tersebar.
Jika pemeriksaan histologik tidak dapat memastikan, dilakukan pemeriksaan
imunohistokimia untuk mencari petanda sel T/NK.
4. CT-Scan, MRI dan PET
Pada pemeriksaan CT-Scan biasanya ditemukan gambaran penebalan mukosa dan
erosi serta destruksi tulang. Lesi destruksi biasanya dimulai dari septum nasi,
5
meluas sampai palatum dan sinus paranasal. Berbagai penelitian tentang hasil
pemeriksaan CT-Scan melaporkan bahwa tidak ditemukan gambaran khas /
patognomonis baik pada LMG maupun WG, sehingga sulit membedakan keduannya
berdasarkan hasil Scanning. Oleh karena itu pemeriksaan CT-Scan digunakan untuk
mengetahui perluasan lesi, menentukan staging, mengevaluasi progresi penyakit dan
efek terapi. Bila LMG dicurigai meluas ke intrakranial, MRI mungkin berguna
untuk mendeteksi perluasan tersebut.
Pemeriksaan pencitraan lain yang cukup berguna adalah PET (Positron
Emission Tomography). Pemeriksaan ini dapat digabungkan dengan CT-Scan atau
MRI sehingga sangat berguna untuk menentukan batas-batas tumor / lesi dan juga
mampu menemukan lesi yang tersembunyi (occult). Namun tidak semua fasilitas
kesehatan mempunyai pemeriksaan jenis ini.
A. Gambaran CT-Scan pada LMG, tampak adanya penebalan mukosa disertai dengan erosi dan destruksi tulang
B. Gambaran PET menunjukkan limfoma sel NK/T mengenai kavum nasi kanan.
5. Pemeriksaan imunohistokimia
Pemeriksaan imunohistokimia akan didapatkan petanda/marker yang berhubungan
dengan sel T, seperti CD3, CD45 dan CD45RO. Pada tumor ini juga sering
didapatkan marker sel NK yaitu CD56 atau CD57. Pemeriksaan imunohistokimia
ini juga menegaskan asal tumor dari sel T atau sel NK, dan tidak ditemukan marker
dari sel B. Secara genotip, limfoma sel T/NK di traktus aerodigestivus atas
6
kebanyakan berasal dari sel NK, dan hanya sedikit yang berasal dari sel T. Kira-
kira 80% berasal dari sel NK, dan 10-30% berasal dari sel T.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding LMG / Limfoma sel NK/T tipe nasal bisa sangat luas seperti
infeksi (bakteri, jamur dan parasit); penyakit inflamasi (Wegener granulomatosis,
sarcoidosis, SLE dan poliarteritis nodosa); proses neoplasma (karsinoma sel basal atau
squamosa, adenokarsinoma, estesioneuroblastoma, fibrosarkoma dll); penyalahgunaan
kokain (pada pecandu kokain secara hisap); dan trauma (giant cell reparative granuloma).
Dari semua kelainan diatas yang mempunyai gejala klinis paling mirip dengan LMG
adalah Wegener’s granulomatosis (WG). Berikut adalah beberapa point yang dapat
digunakan untuk membedakan LMG dengan WG:
1. Pada LMG distribusi lesinya fokal, terlokalisir dan progresif, sedangkan pada WG
ulcerasinya bersifat difus.
2. Pada keduaanya dapat ditemukan kelainan sistemik dan infiltrate paru, namun pada
LMG sangat jarang ditemukan kelainan di telinga, trakea dan ginjal.
3. Secara morfologi, WG ditandai oleh gambaran vaskulitis sedangkan LMG ditandai
oleh infiltrate limfoid polimorfik angiosentrik.
4. Secara imunohistokimia, pada LMG di temukan marker sel limfosit T atau NK seperti
CD45, CD45RO dan CD57, sedangkan pada WG ditemukan antibody antineutrofil
(ANCA).
A. Gambaran cocaine abuse . B. Gambaran Sarkoidosis
7
Algoritma diagnosis lesi granulomatosa nasal. ACE (kadar angiotensin converting enzim); IgG/A (kadar immunoglobulin G atau A); ESR (LED); CXR (Foto thorax).
Staging
Seperti halnya limfoma tipe lainnya, staging pada limfoma ini juga mengikuti
klasifikasi menurut Ann Arbor, yaitu :
Stadium I - Keterlibatan kelenjar getah bening hanya 1 regio atau 1 organ
ekstralimfatik.
Stadium II - Keterlibatan 2 regio atau lebih kelenjar getah bening tetapi masih satu
sisi diafragma.
Stadium III - Keterlibatan kelenjar getah bening pada kedua sisi diafragma; dapat
mencakup limpa
Stadium IV – Disseminata, mengenai 1 atau lebih organ ekstralimfatik secara difus.
PENATALAKSANAAN
Terapi optimal untuk neoplasma NK/T masih kontroversial karena jarangnya
penyakit ini, bervariasinya gejala klinis, dan kurangnya percobaan klinik. Terapi untuk
LMG dibagi menjadi Seperti limfoma yang lain, reseksi bedah dari limfoma sinonasal tidak
dianjurkan. Kombinasi kemoterapi dan radioterapi terlihat lebih efektif daripada terapi
tersebut dijalankan sendiri-sendiri. Radioterapi tunggal mungkin dapat diberikan jika
stadium penyakit masih awal. Respon rate dengan radioterapi pada penyakit stadium awal
bisa mencapai > 80%. Namun angka relaps setelah terapi radiasi ternyata cukup tinggi
mencapai 50%. Terapi radiasi harus direncanakan secara matang, bila perlu dilakukan
8
pemeriksaan MRI untuk menentukan batas-batas area radiasi. Area radiasi mencakup 1-2
cm diluar batas tumor. Dosis yang diberikan biasanya berkisar antara 30 Gy s/d 60 Gy
dalam dosis terfraksinasi antara 1,5 Gy – 2,5 Gy. Agar radiasi bisa efektif maka perlu
dilakukan nekrotomi secara teratur pada lesi yang nekrotik. Tindakan ini juga membantu
untuk mengurangi kejadian infeksi sekunder yang dapat mempersulit penyembuhan. Terapi
radiasi biasanya dapat ditoleransi oleh hampir semua pasien, termasuk pada usia lanjut.
Efek samping tersering dari radiasi adalah mukositis, dermatitis dan hilangnya sensasi
pengecapan untuk sementara.
Tingginya angka relaps setelah radioterapi mendorong di gunakannya terapi
kombinasi dengan kemoterapi. Berbagai penelitian melaporkan adanya manfaat dengan
pemberian terapi kombinasi radiasi dan kemoterapi. Kemoterapi yang biasa diberikan
adalah regimen CHOP (Cyclophosphamide, doxorubicine, vincristine dan prednisolone).
Biasanya kemoterapi diberikan terlebih dahulu sebelum radiasi, namun jangan terlalu lama
menunda terapi radiasi. Belum ada bukti yang menunjukkan bahwa regimen lain yang lebih
komplek seperti BACOP, m-BACOD atau MACOP-B lebih baik dibanding regimen
CHOP.
Terapi terbaru yang masih terus dikembangkan adalah dengan kemoterapi dosis
tinggi diteruskan dengan transplantasi sel batang (Autologous or Allogeneic
Haematopoietic Stem Cell Transplantation). Terapi jenis ini telah banyak diaplikasikan
pada jenis limfoma yang lain, namun pengalaman pada limfoma sel NK/T ekstranodal tipe
nasal ini masih sangat terbatas.
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Tami TA, Shah A, Ryzenman JM. Nasal manifestations of systemic diseases. In:
Lalwani AK, editor. Current diagnosis and treatment otolaryngology head and neck
surgery. 2nd ed. New York: Mc Graw Hill, 2006. 12
2. McDonald TJ. Nasal manifestations of systemic diseases. In: Cumming CW, et al,
editors. Cummings: otolaryngology: head & neck surgery. 4 th ed. Philadelphia:
Elsevier's, 2005. 39
3. Poetker DM, Cristobal R, Smith TL. Granulomatous and autoimmune diseases of
the nose and sinuses. In: Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, editors. Head &
neck surgery-otolaryngology. 4th ed. Baltimore: Lippincott, 2006. 27: 380
4. Skarin A. Lethal midline granuloma revisited: nasal T/Natural-Killer cell
lymphoma. Journal of Clinical Oncology. 1999. 17: 1322-5
5. Teli MA, Baba KM, Gupta M, Arshd S, Katoch SS, Nazir I. Lethal midline
granuloma presenting as facial cellulitis. JK Science. 2000. 11: 39-41
6. Kim GE, Cho JH, Yang WI, Chung EJ, Suh CO, Park KR, et al. Angiocentric
lymphoma of the head and neck: patterns of systemic failure after radiation
treatment. J Clin Oncol. 2000. 18: 54-63
10