lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/826/8/lampiran.pdfpage 1 of 3...
TRANSCRIPT
Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP
Hak cipta dan penggunaan kembali:
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.
Copyright and reuse:
This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.
Page 1 of 3
CURRICULUM VITAE
Personal Data
Name : Lupita Wijaya
Hobby : Reading and writing
Phone : 0819 3222 8399
E-mail : [email protected]
Address : Poris Garden Blok A1 No. 18 B, Tangerang
Interest : Politics, literature, and classical music
Gender : Female
Date of Birth : October 17th
1991
Marital Status : Single
Nationality : Indonesian
Religion : Christian
Career Interest : Print media journalist
Educational and Professional Qualification
Education Information :
Period School / University Major IPK
2005 - 2007 San Marino Junior High School - -
2007 - 2009 San Marino Senior High School Natural Science -
2009 - 2013 Multimedia Nusantara University Journalism 3,97
Informal Education/ Training/ Seminar/ Competition
1. English First Real English level Advanced
2. Understanding International Exam Preparation 2012
3. English Journalism & IMO Workshop 2011
4. Creative Technopreneurship as Media Officer 2011
5. Workshop and press competition GATRA 2011 (2nd
place)
6. Student’s Debate Competition in Jaktv’s program 2011 (three best)
7. Entrepreneurship Workshop Mandiri 2010
8. TOEFL Preparation Course at Poris English Centre
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Page 2 of 3
Summary of Working Experience
Year : 2008-2012
Position : Private teacher
Last salary : IDR 50.000,00/ meet
Job Description : Taught all subjects from kindegarden to
junior high school level. Notably in
English, Mathematics, and Science.
Year : 2011-2012
Company : AR&Co
Position : Freelance writer
Last salary : IDR 1.200.000,00/ month
Job Description : Handled all writings such as media articles,
company profile, news online, and blog. I
wrote all writings in English
Year : 2011-2012
Company : Insight Magazine
Position : Subeditor
Last salary : IDR 250.000,00
Job Description : Besides as a journalist who covered news
for cover story, I was a subeditor for UMN
News, Opinion, and Technopreneurship
desk. I wrote all news in Indonesian
Year : 2011-2012
Company : Limmie Online Magazine
Position : Creative Journalist and Translator
Last salary : -
Job Description : I was charged in Creativity desk. I also
translated some international interviews
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Page 3 of 3
Year : 2012
Company : Antara News Agency
Position : International News Intern Journalist
Last salary : ± IDR 25.000,00/ day
Job Description : I was charged in writing and covering
news in International News Departement
of Antara V-Sat
Year : 2012
Company : Gramedia Pustaka Utama
Position : Freelance Translator/ project
Last salary : IDR5,00/characters (include spacing)
Job Description : English-Indonesian translator of Harlequin
novel which was published in all
Indonesian book stores
Language Proficiency
Num Language Skill
Reading Writing Speaking Listening
1 English √ √ √ √
2 Mandarin Chinese - - √ √
This curriculum vitae is fulfil with real and latest information.
(Lupita Wijaya)
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Rabu, 01-08-2012. Halaman: 1,15
KPK Tidak Boleh Dihambat
Inspektur Jenderal Djoko Susilo Jadi Tersangka
Jakarta, Kompas- Kepolisian Negara RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi agar bersinergi
dalam penegakan hukum kasus dugaan korupsi di Korps Lalu Lintas Polri. Jangan sampai
mengulang konflik lama "Cicak versus Buaya". Kerja KPK pun tidak boleh dihambat.
"Sejauh itu upaya penegakan hukum, kedua lembaga penegak hukum ini (kepolisian dan
KPK) harus bersinergi. Itu respons Presiden. Diharapkan itu akan dilaksanakan dengan baik,"
kata Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto, Selasa (31/7).
Setelah melakukan pengusutan dugaan korupsi di Polri, KPK menetapkan Gubernur Akademi
Kepolisian Inspektur Jenderal Djoko Susilo sebagai tersangka kasus dugaan korupsi
pengadaan alat simulasi mengemudi kendaraan roda dua dan roda empat untuk ujian surat
izin mengemudi (SIM).
KPK pun menggeledah Markas Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri di Jalan MT Haryono,
Jakarta, Senin (30/7) sejak pukul 16.00. Sempat terjadi miskomunikasi antara petugas KPK
yang menggeledah Markas Korlantas dan sejumlah polisi pada pukul 22.00. Petugas KPK
waktu itu tak bisa meneruskan penggeledahan.
Hingga akhirnya Ketua KPK Abraham Samad beserta dua wakilnya, Bambang Widjojanto
dan Busyro Muqoddas, datang ke Korlantas pukul 24.00. Terjadilah pertemuan antara
pimpinan KPK dan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Sutarman.
Penggeledahan kemudian bisa dilakukan lagi Selasa pukul 03.30. Namun, sejumlah penyidik
KPK tetap tinggal di lokasi penggeledahan sekitar pukul 17.00. Mereka menunggu dokumen
yang diharapkan bisa segera diangkut ke Gedung KPK.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Menurut Djoko Suyanto, ada nota kesepahaman (MOU) antara Polri, KPK, dan Kejaksaan
tentang mekanisme pengelolaan perkara. Namun, ia tidak memerinci kesepakatan itu. "Yang
terpenting, Kapolri sudah menyatakan mendukung upaya-upaya penegakan hukum yang
dilakukan KPK. Ini ada mekanisme khusus yang ada di dalam MOU itu. Jadi, ikutilah
mekanisme itu," katanya.
Djoko mengatakan telah berkomunikasi dengan Kepala Polri dan pimpinan KPK agar nuansa
permusuhan seperti Cicak versus Buaya tidak terulang. "Kita jaga kedua lembaga penegakan
hukum ini, tidak boleh bertentangan, tidak boleh bertengkar," katanya.
Ketua KPK Abraham Samad, yang Selasa siang bertemu Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur
Pradopo di Mabes Polri, mengatakan, hasil kesepakatan pertemuan itu adalah semua barang
bukti boleh dibawa ke KPK. "Semua bukti dibawa ke KPK untuk dilakukan verifikasi,"
katanya.
Senada dengan Abraham, Busyro Muqoddas mengatakan, barang bukti yang sempat
"disandera" di Korlantas sudah bisa dibawa karena sudah ada kesepakatan dengan Polri. "BB
(barang bukti) sudah boleh diangkut ke KPK berdasarkan pertemuan pimpinan KPK dengan
Kapolri," kata Busyro.
"Alhamdulillah semua selesai. Ada beberapa hambatan kecil dan itu bisa diselesaikan pasca-
pertemuan dengan Kapolri dan barang bukti bisa diambil KPK," kata Bambang Widjojanto.
Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin menilai, sikap Polri terhadap penggeledahan itu
menunjukkan belum tumbuh kesadaran untuk memerangi korupsi. "Tidak ada institusi kebal
terhadap KPK. Seharusnya Polri mengikuti sikap DPR yang legowo saat anggotanya diproses
hukum dan kantornya digeledah KPK," kata Lukman.
Menurut Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, penanganan kasus itu diharapkan tetap
ditangani KPK. Kepolisian tak perlu turut campur tangan, tetapi yang tak boleh dilupakan
adalah sikap saling menghormati.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
"Presiden harus turun tangan karena polisi melakukan obstruction of justice atau menghalangi
upaya penegakan hukum," kata Ketua Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch Agus
Sunaryanto.
Penetapan tersangka
KPK telah lama menyelidiki kasus tersebut. Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi SP, tahap
pengumpulan bahan dan keterangan dilakukan sejak awal Januari 2012. Setelah Januari, KPK
mulai menaikkan status penanganan kasus itu menjadi penyelidikan. Hingga 27 Juli lalu,
KPK secara resmi menaikkan kasusnya ke tingkat penyidikan dan menetapkan Djoko Susilo
sebagai tersangka. Sebelum menjabat Gubernur Akpol, Djoko menjabat Kepala Korps Lalu
Lintas Polri.
"DS (Djoko Susilo) disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 55 Ayat
1 Kesatu KUHP Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. DS diduga
menyalahgunakan kewenangannya, memperkaya diri sendiri dan orang lain yang bisa
berakibat merugikan kekayaan negara," kata Johan.
Kasus tersebut bermula dari dugaan adanya penggelembungan (mark up) pengadaan
simulator kendaraan roda dua dan roda empat untuk ujian SIM. Proyek pengadaan simulator
itu bernilai Rp 190 miliar. Padahal, pengadaan simulator ini sebenarnya diperkirakan hanya
senilai Rp 90 miliar.
Terkait penanganan kasus korupsi yang melibatkan anak buahnya yang sudah jadi tersangka,
Timur Pradopo mengatakan, KPK dan Polri sama-sama memiliki tugas penanganan kasus
korupsi. "Kita mengarah, kalau sama-sama obyeknya, ke joint investigasi," katanya.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar
mengatakan, Polri menghormati yang dilakukan KPK. "Kami sepenuhnya mendukung
langkah-langkah penegakan hukum yang dilakukan KPK," kata Boy.
Sutarman mengungkapkan, dalam investigasi bersama itu, KPK lebih fokus pada penanganan
kasus korupsi yang melibatkan penyelenggara negara. Bareskrim Polri lebih fokus pada
pihak-pihak lain atau penyelenggara negara yang tidak ditangani KPK.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Ia menjelaskan, Polri pernah menangani kasus dugaan tindak pidana terkait proses tender
pengadaan simulator mengemudi itu. Dugaan tindak pidana itu terkait sengketa tender antara
PT Citra Mandiri Metalindo Abadi sebagai pemenang tender dan PT Inovasi Tehnologi
Indonesia sebagai subkontraktor.
"Itu kasus lama dan sudah masuk ke pengadilan," katanya. Boy mengakui beberapa waktu
lalu mengumumkan bahwa terkait penanganan kasus itu, Polri belum menemukan unsur
pidananya.
(BIL/RAY/WHY/NWO/NTA/ONG/FER)
Grafik: Penggeledahan
Korlantas Polri
- Lihat Video Terkait "Korlantas Polri Digeledah KPK"
di vod.kompas.com/korlantaspolri.
- BACA JUGA HAL 13
KOMPAS/RIZA FATHONI Penyidik KPK mendata barang
bukti hasil penggeledahan di Markas Korps Lalu Lintas Polri
di Jalan MT Haryono, Jakarta, Selasa (31/7).
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Rabu, 01-08-2012. Halaman: 3
Korupsi
Rakyat Dukung KPK Bongkar Kasus SIM
Jakarta, Kompas-Masyarakat mendukung penuh Komisi Pemberantasan Korupsi untuk
membongkar kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulasi pembuatan SIM di Korps Lalu
Lintas Polri. Untuk itu, Porli diharapkan mendukung pemberantasan korupsi, termasuk yang
melibatkan pejabat yang diduga terlibat korupsi.
Dukungan tersebut disampaikan peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta, Oce Madril, dan Koordinator Gerakan Indonesia Bersih Adhie M Massardi,
secara terpisah, di Jakarta, Selasa (31/7).
Keduanya menghargai KPK yang menyidik kasus korupsi pengadaan alat driving simulator
pembuatan SIM di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri, dan menggeledah lembaga tersebut,
Senin sampai Selasa pagi. Mantan Direktur Lantas Polri, yang kini menjadi Gubernur
Akademi Kepolisian di Semarang, Jawa Tengah, Irjen Djoko Susilo, ditetapkan sebagai
tersangka.
Oce Madril mengungkapkan, ini kali pertama KPK menyidik kasus korupsi di Polri dengan
tersangka seorang elite polisi berpangkat bintang dua dan masih aktif.
Menurut Oce Madril, sebagai penyidik, KPK berwenang untuk menggeledah berkas-berkas,
menyita barang bukti, atau memblokir rekening yang mencurigakan. Siapa pun yang
menghalangi proses penyelidikan dan penyidikan dapat dijerat hukum pidana sesuai Pasal 21
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Kepala Polri semestinya konsisten mendukung pemberantasan korupsi, dan harus dipastikan
tidak ada gangguan dalam proses penyidikan oleh KPK. Kalau perlu, Polri berinisiatif
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
menyerahkan data yang dipunyai kepolisian agar kasus tersebut sepenuhnya disidik KPK,"
katanya.
Adhie M Massardi mengatakan, langkah KPK untuk mengusut korupsi di Polri sudah benar.
Komisi tersebut diharapkan sungguh-sungguh menuntaskan kasus ini dan tidak meninggalkan
di tengah jalan dengan hanya menohok satu tersangka. Bongkar dugaan korupsi simulator
SIM sampai ke puncak bukit.
"Kalau KPK sungguh-sungguh, publik akan menonton dan menjadi suporter fanatik. Publik
bisa marah jika tim kesayangannya dicurangi," katanya.
Komisi Kepolisian Nasional menyesalkan sikap kepolisian yang menghalang-halangi petugas
KPK. Tindakan itu tidak sejalan dengan iktikad kepolisian dalam memberantas korupsi.
"Kami akan membahas tindakan polisi yang menghalang-halangi penggeledahan KPK
dengan anggota lainnya," ujar Komisioner Komisi Kepolisian Nasional Hamidah
Abdurrachman, di Bandung, Jawa Barat, kemarin.
(IAM/DIK/ELD)
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Rabu, 01-08-2012. Halaman: 3
Korupsi Alat Simulasi
Ditahan Lebih dari 24 Jam
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas baru saja tiba di
kediamannya, Senin (30/7) pukul 23.00. Tiba-tiba anak buahnya menelepon, mengabarkan
kegentingan.
Petugas KPK yang tengah menggeledah Markas Korps Lalu Lintas (Korlantas) Mabes Polri
di Jalan MT Haryono, Jakarta, dihadang beberapa petugas Badan Reserse Kriminal
(Bareskrim). Penggeledahan itu terkait dugaan korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan
empat untuk ujian surat izin mengemudi.
Penggeledahan seharusnya mudah. Sekitar 30 petugas KPK dengan enam mobil tiba sejak
pukul 16.00. Semua lancar. Petugas jaga di Korlantas mempersilakan pegawai KPK
menggeledah beberapa tempat dan menunjukkan tempat penyimpanan arsip ke petugas KPK.
Pukul 22.00, upaya penggeledahan KPK terhenti. Sejumlah perwira Bareskrim Mabes Polri
membawa anak buahnya datang. Setidaknya ada dua perwira berpangkat komisaris besar
yang datang. Mereka menanyakan upaya penggeledahan KPK.
Suasana sangat tegang. Perwira Bareskrim menanyakan izin dari Kepala Polri Jenderal (Pol)
Timur Pradopo. Tak kalah gertak, petugas KPK menunjukkan surat penetapan pengadilan
terkait izin penggeledahan.
Tak mau kalah, perwira Bareskrim itu meminta dilakukan gelar perkara di tempat dan minta
KPK menunjukkan bukti korupsi. KPK menolak gelar perkara di tempat. Ketegangan
meningkat. Bareksrim minta KPK tidak menggeledah.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Saat itu, petugas KPK menelepon pimpinan. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto baru
tiba di rumahnya, Depok, Jawa Barat, sekitar pukul 23.00 ketika teleponnya berdering. "Ada
emergency call dari lapangan," ujar Bambang.
Busyro, Bambang, dan Ketua KPK Abraham Samad yang juga ditelepon malam itu langsung
kembali ke KPK. Ketiganya, ditemani Direktur Penuntutan dan Pelaksana Tugas Direktur
Penyidikan Warih Sadono beserta Direktur Penyelidikan Arry, langsung menuju Korlantas.
Tiba pukul 24.00 di Korlantas, mereka mendapati Kabareskrim Komisaris Jenderal Sutarman.
Pembicaraan tak mulus. Muncul perdebatan. Masing-masing tetap pada pendiriannya. Mabes
Polri mengemukakan tengah menyelidiki kasus yang sama.
Tak Boleh Menggeledah
Pembicaraan tiga pimpinan KPK dengan Kabareskrim berakhir pukul 03.30. Selama
pembicaraan itu, petugas KPK tak boleh menggeledah. Semua petugas KPK yang semula
menggeledah berkumpul di lobi Korlantas. Sebagian berusaha terjaga menahan kantuk. Nasi
dengan sepotong ayam yang dipesan dan sudah datang untuk sahur terasa hambar.
Tak lama kemudian, terdengar azan subuh. Pimpinan KPK bersama jajaran Kabareskrim
shalat subuh di masjid belakang Korlantas. Ketegangan mulai cair. Penggeledahan boleh
kembali dilakukan.
Pukul 07.30 penggeledahan selesai. Seluruh barang bukti tetap dikumpulkan di Korlantas.
Menurut Bambang, Kabareskrim membantu menyediakan ruangan di Korlantas untuk
menyimpan barang bukti dan disegel. Petugas KPK mendata barang bukti dan membuat
berita acara penggeledahan.
Bambang ditemani Juru Bicara KPK Johan Budi SP kembali ke KPK. Didampingi Kepala
Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar, Johan menggelar
jumpa pers mengumumkan, Gubernur Akademi Kepolisian Inspektur Jenderal Djoko Susilo
sebagai tersangka. Sebelumnya, Djoko menjabat Kepala Korlantas Mabes Polri.
Johan mengumumkan, barang bukti yang disimpan di Korlantas bisa dibawa ke KPK. Siang
harinya, pimpinan KPK akan bertemu Kapolri di Mabes Polri.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Kesepakatan pagi itu tak semudah yang dibayangkan. Hingga siang, petugas KPK belum
diizinkan meninggalkan Korlantas untuk membawa barang bukti. Dalam jumpa pers sore
harinya, Johan menyatakan, barang bukti masih tertahan dan belum diizinkan dibawa keluar.
Kabar gembira didapat seusai buka puasa. KPK boleh membawa barang bukti dari Korlantas.
"Kami sangat berterima kasih karena Kapolri memahami bahwa penyidikan KPK sangat
dibatasi waktu sehingga barang-barang bukti yang kami perlukan diizinkan untuk segera
dibawa ke KPK," kata Bambang.
KPK mengizinkan Mabes Polri menggunakan barang bukti yang telah disita untuk
kepentingan penyelidikan mereka. Disepakati pula KPK akan menyidik tersangka Djoko dan
pejabat pembuat komitmen dalam pengadaan alat simulasi. Polri akan menangani panitia
pengadaannya. Untuk sementara, jalan berani dan penuh risiko penyidik KPK lapang.
Dukungan kuat masyarakat ada di belakang dan siap digalang.
(KHAERUDIN)
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN Tampak Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi
Abraham Samad (kanan) dan Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo (tengah) seusai
melakukan pertemuan tertutup di Markas Besar Polri, Jakarta, Selasa (31/7). Pertemuan itu
terkait penetapan tersangka dugaan kasus korupsi pengadaan alat simulator pembuatan SIM
di Korps Lalu Lintas Polri tahun 2011 dengan tersangka DS oleh KPK.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Kamis, 02-08-2012. Halaman: 1,15
Lagi, Jenderal Jadi Tersangka
Penyidikan Harus Sepenuhnya Ditangani KPK
Jakarta, Kompas -Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan tiga tersangka baru dalam
kasus dugaan korupsi alat simulasi kendaraan bermotor di Korps Lalu Lintas Polri. Satu
tersangka adalah pejabat pembuat komitmen proyek itu, Wakil Kepala Korlantas Brigadir
Jenderal (Pol) Didik Purnomo.
Penetapan tersangka itu berdasarkan hasil pengembangan penyidikan KPK setelah penetapan
tersangka mantan Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Inspektur Jenderal Djoko Susilo
yang kini menjabat Gubernur Akademi Kepolisian (Akpol). Dua tersangka baru lainnya
adalah rekanan proyek tersebut, yaitu Budi Susanto (Direktur Utama PT Citra Mandiri
Metalindo Abadi) dan Sukoco S Bambang (Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia).
"Ada tiga orang lain yang merupakan pelaku penyerta tindak pidana korupsi dalam kasus ini,
yakni DP (Didik Purnomo), BS (Budi Susanto), dan SB (Sukoco Bambang). Nama ketiganya
tertulis dalam surat perintah penyidikan untuk tersangka atas nama DS (Djoko Susilo)," kata
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto seusai acara buka bersama di KPK, Rabu (1/8).
Surat perintah penyidikan untuk Didik Purnomo dan Sukoco Bambang telah ditandatangani.
Para tersangka itu juga sudah dicegah ke luar negeri.
Direktur Penuntutan dan Pelaksana Tugas Direktur Penyidikan KPK Warih Sadono
menambahkan, ketiganya bisa dimintai pertanggungjawaban secara pidana.
Namun, Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Agus Rianto mengatakan,
berdasarkan investigasi polisi, tidak ditemukan adanya aliran uang kepada sejumlah pejabat
Polri. "Kami sudah melakukan investigasi beberapa waktu lalu. Hasilnya, tidak ada
pemberian uang," katanya.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Dikatakan bahwa dalam kasus korupsi simulator itu disepakati Polri dan KPK akan
menangani kasus tersebut, tetapi dengan sasaran penyidikan berbeda. "Kebijakan pimpinan
KPK dan Kapolri adalah penanganan tetap dilakukan KPK dan Kapolri dengan sasaran
ditentukan masing- masing," katanya.
Namun, kata Bambang Widjojanto, tidak ada penyidikan bersama dengan Polri. Kerja sama
adalah saat penggunaan barang bukti yang disita KPK karena Polri juga menyelidiki kasus
itu.
Desakan agar penyidikan diserahkan sepenuhnya kepada KPK mendapat dukungan luas.
Mantan anggota panitia khusus DPR dalam pembahasan Undang-Undang KPK dan Undang-
Undang Kepolisian, Firman Djaya Daeli, mengatakan, langkah KPK yang menyidik kasus
korupsi di kepolisian secara mandiri sudah benar.
"Undang-Undang KPK secara tegas menyebut KPK bahkan bisa mengambil alih kasus
korupsi yang tengah ditangani oleh kepolisian dan kejaksaan," kata Firman yang juga politisi
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
"Jika merujuk pada UU No 30/2002 tentang KPK Pasal 11 dan 50, penyidikan yang
dilakukan kepolisian dan kejaksaan seharusnya dihentikan saat KPK menangani kasus
tersebut," ujar anggota Komisi III DPR, Eva Kusuma Sundari.
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) juga sependapat, bahwa penanganan kasus itu
sepenuhnya ditangani KPK. "Sebaiknya kasus ini ditangani KPK saja," kata komisioner
Kompolnas, Syafriadi Cut Ali.
Bahkan, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Laode Ida mengatakan, kasus di Korlantas
itu akan lebih tepat ditangani KPK karena lebih independen dan sesuai dengan UU KPK.
"Kalau kepolisian masih menghambat penyidikan, berarti lembaga itu melindungi pejabat
yang korup. Citra polisi akan semakin buruk," katanya.
Secara terpisah, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli
Amar mengatakan, tidak ada kegiatan KPK yang dihambat saat penggeledahan di kantor
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Korlantas. Yang diperlukan memang komunikasi antarpenegak hukum, baik KPK maupun
Polri. Semalam Boy mengabarkan, polisi menetapkan empat tersangka.
Desakan penonaktifan
Terkait status tersangka Djoko Susilo, menurut komisioner Kompolnas, Hamidah
Abdurrachman, Kapolri agar membebastugaskan Djoko Susilo dari jabatan Gubernur Akpol
guna kelancaran pemeriksaan.
Eva Kusuma juga mengatakan, "Seharusnya (Djoko Susilo) dinonaktifkan dari jabatan
Gubernur Akpol sehingga tidak mengganggu keberlangsungan aktivitas di Akpol.
Penonaktifan ini sekaligus untuk memberikan ruang kepadanya agar berkonsentrasi dalam
menghadapi kasus yang membelitnya."
Langkah penonaktifan, kata pengamat kepolisian dari Universitas Indonesia, Bambang
Widodo Umar, perlu diambil agar tidak membawa efek psikologis dan beban moral bagi
siswa Akpol.
Adrianus Meliala, komisioner Kompolnas lainnya, menilai kasus ini sebagai ironi bagi
kepolisian. Pasalnya, Korlantas telah mendapat banyak fasilitas. Korlantas juga boleh
memungut uang sebagai penerimaan negara bukan pajak dari masyarakat.
Wakil Ketua DPR Pramono Anung Wibowo berharap semangat KPK dalam menangani
kasus di Korlantas tidak melemah. Hukum harus ditegakkan dan berlaku bagi siapa pun,
termasuk pejabat lembaga penegak hukum yang diduga terlibat.
"Kita harus memberikan dukungan penuh kepada KPK dan Polri, jangan ada yang ditutupi.
Semua kasus dugaan korupsi bisa diambil alih KPK," ujar anggota Komisi III dari Fraksi
Partai Persatuan Pembangunan, Ahmad Yani.
Setelah penetapan tersangka Djoko Susilo, situasi di Akpol di Semarang, Rabu, tetap
normal. Hanya saja, saat upacara penerimaan 300 taruna di Lapangan Akpol, Gubernur
Akpol itu tidak hadir. Upacara penerimaan taruna itu dipimpin Wakil Gubernur Akpol
Brigjen (Pol) Bambang Usadi. Menurut Bambang Usadi, Djoko Susilo sedang ke Jakarta
karena ada urusan penting.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Kemarin rumah yang diduga milik Djoko Susilo di Jalan Raya Leuwinanggung, Kelurahan
Leuwinanggung, Kecamatan Tapos, Depok, terlihat sepi. Nyonya Uni, tetangga di belakang
rumah Djoko, mengatakan, sejak lima tahun bertetangga, dia tidak pernah melihat Djoko atau
keluarganya.
Sahrin, mantan Ketua RT 02 di seberang rumah Djoko, mengatakan, rumah itu dibangun tiga
tahun terakhir. Pagar utama rumah tersebut tertutup dan terdapat kamera monitor di atas
pagar setinggi 5 meter.
(BIL/RAY/IAM/FAJ/FER/NTA/WHY/LOK/WHO/ONG)
Grafik: Kasus
Simulator Kendaraan Bermotor
BACA JUGA HAL 3
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Kamis, 02-08-2012. Halaman: 3
Korupsi Simulator SIM
Berlari Lebih Cepat, KPK Mencium Jejak Jenderal
Kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulasi mengemudi di Korps Lalu Lintas Polri tiba-
tiba mencuat. Puluhan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah kantor
Korlantas sejak Senin (30/7) sore.
Jenderal polisi bintang dua, Inspektur Jenderal Djoko Susilo, Gubernur Akademi Kepolisian
dan mantan Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri, sudah ditetapkan sebagai tersangka
pada 27 Juli 2012.
Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, hingga 27 Juli lalu, KPK secara resmi menaikkan
kasusnya ke tingkat penyidikan dan menetapkan Djoko Susilo sebagai tersangka (Kompas,
1/8).
Kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulasi mengemudi tersebut sebenarnya bukan kasus
baru. Aparat kepolisian pernah menangani kasus sengketa tender dalam pengadaan alat
simulasi mengemudi tersebut.
Sengketa tender itu terkait PT Citra Mandiri Metalindo Abadi sebagai pemenang tender dan
PT Inovasi Tehnologi Indonesia (PT ITI) sebagai subkontraktor. PT ITI dinilai tidak dapat
memenuhi permintaan barang.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar
mengatakan, Polri menghormati apa yang tengah dilakukan KPK. "Tentu dalam konteks
tugas yang dilakukan KPK, kami ingin sampaikan bahwa Polri adalah mitra yang sejajar
dalam konteks pemberantasan korupsi. Kami sepenuhnya mendukung langkah-langkah
penegakan hukum yang dilakukan KPK," kata Boy.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Dalam jumpa pers di KPK, Selasa (31/7), Boy mengakui beberapa waktu lalu pernah
mengumumkan belum ditemukan unsur pidana kasus itu. Berdasarkan temuan Inspektorat
Pengawasan Umum Mabes Polri saat itu, proses pengadaan alat simulasi berjalan normal.
Menurut Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Sutarman, Bareskrim juga sedang
menyelidiki kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulasi mengemudi itu. Bareskrim
memang terkesan agak lama menangani karena Bareskrim beranjak pada pemeriksaan
tersangka dari level bawah, seperti pimpinan proyek atau pejabat pembuat komitmen, dan
bisa mengarah pada pejabat yang lebih tinggi. "Kalau KPK lebih fokus pada penyelenggara
negara," katanya.
Sayangnya, Bareskrim kurang "jeli" mendalami lebih lanjut kasus terkait sengketa tender itu.
Ternyata, di balik kasus sengketa tender itu terdapat dugaan kasus korupsi yang diduga
melibatkan perwira tinggi Polri. Ibarat lari 100 meter, Bareskrim Polri kalah cepat dengan
KPK.
KPK mampu mencium tersangka lain yang diduga terlibat, yaitu Djoko Susilo. Upaya
penggeledahan kantor Korlantas pun mengentakkan banyak orang ketika tidak berjalan
mulus. Kini, kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulasi mengemudi dengan tersangka
Djoko Susilo itu pun "meluncur" ke KPK. Tinggal menunggu KPK memeriksa Djoko Susilo.
Nilai proyek
Dugaan kasus korupsi yang melilit Djoko saat ini memang tidak kecil. Nilai proyek
pengadaan alat simulator mengemudi untuk pembuatan SIM itu mencapai Rp198,7 miliar
pada tahun anggaran 2011.
Rinciannya, menurut Sutarman, nilai proyek pengadaan alat simulator mengemudi untuk
kendaraan roda empat sebesar Rp 143,4 miliar dan nilai proyek pengadaan alat simulator
mengemudi untuk kendaraan roda dua sebesar Rp 55,3 miliar.
Kebutuhan Korlantas Polri terhadap alat simulasi mengemudi untuk kendaraan roda dua
sebanyak 1.126 unit dan sebanyak 880 unit untuk roda empat pada tahun 2011.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Namun, realisasi pengadaan alat simulasi mengemudi untuk kendaraan roda dua tahun 2011
hanya sebanyak 700 unit dan realisasi pengadaan alat simulasi mengemudi untuk kendaraan
roda empat hanya sebanyak 556 unit.
Berapa besar penggelembungan (mark up) harga dalam kasus itu? Johan Budi belum
mengetahui pasti. Sebagai perbandingan saja, dari beberapa situs, harga alat simulasi
mengemudi 2.000 dollar AS-5.000 dollar AS (hampir Rp 20 juta-Rp 50 juta). Dengan asumsi
harga satu unit Rp 50 juta, dan realisasi pembelian sebanyak 1.256 unit tahun 2011, nilai
pembelian sekitar Rp 61 miliar. Jadi jauh lebih rendah dari nilai proyek Rp 198,7 miliar.
Apakah alat simulasi mengemudi itu betul-betul diperlukan? Kepala Korlantas Inspektur
Jenderal Pudji Hartanto mengungkapkan, alat simulasi mengemudi sangat penting. "Di luar
negeri, alat seperti itu sudah digunakan," katanya.
Menurut Pudji, tahun 2012 ini Korlantas masih merencanakan mengadakan alat simulasi
tersebut. Alat simulasi itu juga direncanakan untuk menguji kemampuan polisi dalam
mengemudikan kendaraan patroli di jalan-jalan raya.
(FERRY SANTOSO)
Ibarat lari 100 meter, Bareskrim Polri kalah cepat dengan KPK.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Kamis, 02-08-2012. Halaman: 6
Tajuk Rencana: Apresiasi untuk KPK
Drama penggeledahan hampir 24 jam di Kantor Korps Lalu Lintas Polri oleh penyidik
Komisi Pemberantasan Korupsi mendapat apresiasi publik.
Melalui media sosial, drama penggeledahan sejak Selasa dini hari hingga malam itu
mendapatkan perhatian besar. Di tengah keterbatasan sumber daya manusia, termasuk masih
dihambatnya pembangunan gedung baru KPK oleh DPR, melalui Twitter, sejumlah tokoh
masyarakat menyatakan dukungan atas perjuangan KPK menggeledah Kantor Korps Lalu
Lintas. KPK juga mengumumkan tersangka dalam kasus pengadaan simulator untuk
pembuatan SIM adalah Inspektur Jenderal Djoko Susilo, mantan Kepala Korps Lalu Lintas
Polri yang kini sebagai Gubernur Akademi Kepolisian. Ini untuk pertama kalinya KPK
menetapkan seorang jenderal polisi aktif sebagai tersangka.
Pekerjaan penyidik KPK untuk mendapatkan barang bukti tidaklah mudah. Beberapa kali
upaya penggeledahan terhenti dan mobil penyidik KPK dihalang-halangi untuk keluar dari
Kantor Korlantas. Tiga unsur pimpinan KPK, Abraham Samad, Bambang Widjojanto, dan
Busyro Muqoddas, hadir pada tengah malam di Korlantas dan bertemu dengan Kepala Badan
Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Sutarman. Sikap tiga unsur pimpinan KPK hadir
di lapangan itu pun patut diapresiasi.
Kita bersyukur miskomunikasi antara KPK dan Polri cair setelah pimpinan KPK bertemu
dengan Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo. Baik KPK maupun Polri bersepakat
untuk sama-sama menyidik dan mengungkap dugaan kasus korupsi itu. KPK akan menyidik
kasus dugaan pengadaan simulator yang melibatkan penyelenggara negara, sedangkan Polri
akan menangani pihak lain yang tidak ditangani KPK.
Asas praduga tak bersalah tetap harus dikedepankan. Namun, penggeledahan dan penanganan
kasus dugaan korupsi pengadaan simulator di lingkungan Korlantas Polri seharusnya
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
dijadikan momentum untuk berbenah. Kualitas pelayanan publik oleh Polri harus terus
ditingkatkan agar citra Polri di mata publik bisa kian membaik.
Dalam kasus ini, kita mendorong KPK untuk mengungkap tuntas semua pihak yang terlibat
dalam kasus pengadaan simulator SIM, termasuk pihak yang mendapatkan keuntungan dari
proyek tersebut. KPK tak boleh melangkah mundur karena KPK tak punya kewenangan
menghentikan penyidikan. Artinya, penetapan Djoko sebagai tersangka seharusnya sudah
berdasarkan alat bukti yang cukup sehingga kasus itu berujung di pengadilan.
Selain melanggar undang-undang, upaya berbagai pihak menghalangi penyidikan kasus
korupsi juga tidak menolong bangsa ini memerangi korupsi. Akan lebih baik lagi kalau Polri
bekerja sama dengan KPK untuk mengungkap tuntas kasus korupsi ini demi pembenahan
kelembagaan Polri di kemudian hari. Langkah lanjut dari Polri ditunggu masyarakat!
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Jumat, 03-08-2012. Halaman: 1,15
Sesuai UU, KPK Lebih Berhak
Presiden Harus Dorong Polisi Serahkan Kasus
Jakarta, Kompas-Polri seharusnya menyerahkan penyidikan dugaan korupsi pengadaan alat
simulasi mengemudi di Korps Lalu Lintas Polri kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Jika
KPK telah menangani kasus korupsi, kepolisian dan kejaksaan tak lagi berwenang menyidik
kasus yang sama.
Kewenangan KPK tersebut tertera dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang
KPK. Pasal 50 Ayat 1, 3, dan 4 sudah jelas bahwa KPK lebih dulu melakukan penyidikan.
Ayat 3 menyebutkan, "Dalam hal KPK sudah mulai melakukan penyidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat 1, kepolisian dan kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan
penyidikan". Pasal 4 menegaskan, "Dalam hal penyidikan dilakukan secara bersamaan oleh
kepolisian dan/ atau kejaksaan dan KPK, penyidikan yang dilakukan kepolisian dan
kejaksaan tersebut segera dihentikan".
Persaingan atau kesan polisi tidak ingin menyerahkan penyidikan kasus itu kepada KPK yang
telah menetapkan dua jenderal, yaitu Irjen Djoko Susilo dan Brigjen (Pol) Didik Purnomo
sebagai tersangka, makin terlihat setelah kepolisian juga menetapkan lima tersangka.
Atas nama UU, KPK pun mengimbau Polri menyerahkan penanganan kasus dugaan korupsi
pengadaan simulator SIM itu untuk membantu dan mendukung KPK.
"Kalau kami ingin patuh pada undang-undang, seyogianya institusi lain membantu, men-
suport KPK. Kalau berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, pada
Pasal 50 Ayat 1, 3, dan 4 sudah jelas di situ dimaksudkan bahwa KPK lebih dulu melakukan
penyelidikan. Fungsi institusi lain bekerja sama membantu KPK," kata Ketua KPK Abraham
Samad di Jakarta, Kamis (2/8).
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, KPK telah menetapkan kasus dugaan
korupsi pengadaan simulator SIM itu ke penyidikan sejak 27 Juli lalu. Dengan demikian,
kata Bambang, instansi penegak hukum lain hendaknya menghentikan penyidikan kasus ini.
Jaksa Agung Basrief Arief mendukung sikap tegas KPK. Menurut Basrief penanganan kasus
dugaan korupsi simulator SIM ini harus mengacu pada UU. Terkait adanya nota
kesepahaman (MOU) antarinstansi penegak hukum, Basrief mengatakan, tetap harus
berpatokan pada UU dan tak boleh melanggar. "Jelas dong, MOU itu enggak boleh
bertentangan dengan UU. Saya kira (penanganan kasus ini) mengacu ke UU," katanya.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendukung KPK untuk melakukan penyidikan atas
kasus tersebut karena KPK memiliki kewenangan kuat untuk memeriksa aparat penegak
hukum. "Ada preseden beberapa kasus yang ditangani internal oleh kepolisian tidak berjalan.
Contohnya kasus rekening gendut perwira Polri sampai sekarang tidak terungkap. Lebih baik
kasus ini ditangani KPK," kata Agus Sunaryanto, Ketua Divisi Investigasi ICW.
Menurut Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Teten Masduki,
penyidikan oleh KPK dianggap lebih dipercaya, lebih independen, dan tidak bermasalah
dengan kemungkinan konflik kepentingan.
"Polri semestinya menghormati UU itu. Jika terus melanjutkan penyidikan pada kasus ini,
artinya Polri mengabaikan aturan hukum. Ini preseden buruk dan melawan spirit reformasi
bidang hukum," katanya.
Teten mengingatkan, dalam struktur pemberantasan korupsi, KPK berada pada posisi di atas
lembaga-lembaga lain.
Pakar hukum pidana dari Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang, Karolus Kopong
Medan, di Kupang, juga mengatakan, akan lebih obyektif jika penanganan kasus tersebut
sepenuhnya diserahkan kepada KPK. "Polri seharusnya kooperatif dan bahkan sangat
diharapkan agar berada di garda paling depan untuk memerangi berbagai kasus korupsi,
termasuk kasus korupsi yang melibatkan jajarannya," kata Karolus.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji, mengatakan, KPK
berwenang mengambil alih penyidikan atau penuntutan kasus korupsi yang sedang dilakukan
oleh kepolisian atau kejaksaan.
Presiden diminta serius
Untuk menyelesaikan kekisruhan penanganan kasus itu, Guru Besar Fakultas Hukum
Universitas Andalas Padang Saldi Isra mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
perlu turun dan menegur Polri. Jika Presiden tidak mendorong penyerahan penyidikan ke
KPK, proses hukum kasus itu bisa terhambat. "Perlu penegasan Presiden kepada Kepala
Polri," ujar Saldi. "Saya heran, kenapa mereka bersikeras ambil bagian di sini. Jangan-jangan
ada yang hendak dilindungi," tambahnya.
Peneliti Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan, Polri bisa
dianggap melawan UU jika memaksakan diri menyidik kasus itu, sementara KPK telah
menyidiknya terlebih dahulu.
Langkah KPK mengusut kasus dugaan korupsi alat simulasi mengemudi itu merupakan
momentum pemberantasan korupsi. Kasus itu juga menjadi ujian komitmen Presiden
Yudhoyono dalam pemberantasan korupsi.
"Jika Yudhoyono tidak menertibkan anak buahnya yang tidak satu visi dengannya, berarti
dia tidak serius. Sekarang belum terlihat serius karena ada drama saat KPK menggeledah
Korlantas. Polisi juga tiba-tiba menetapkan tersangka," kata Eva Kusuma Sundari, anggota
Komisi III DPR dari PDI-P.
"Kekhawatiran kasus ini dapat menjadi konflik antarlembaga, dapat dicegah oleh Yudhoyono
karena Polri ada di bawahnya," tambah Eva. "Presiden sebagai atasan Polri harus melakukan
tindakan konkret, misalnya meminta Kapolri menyerahkan penanganan kasus kepada KPK,"
kata Koordinator Divisi Hukum ICW Febri Diansyah.
Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen (Pol) Boy Rafli Amar
mengatakan, penyidik Bareskrim Polri telah menetapkan lima tersangka dalam kasus itu.
"Penetapan tersangka kemarin," kata Boy, Kamis. Surat Pemberitahuan Dimulainya
Penyidikan (SPDP) disampaikan ke Kejaksaan Agung.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Kelima tersangka itu adalah Brigjen (Pol) Didik Purnomo sebagai pejabat pembuat
komitmen, AKBP "TR" sebagai panitia lelang, Kompol "L" sebagai kepala urusan keuangan.
Dua tersangka lagi dari swasta, yaitu Budi Susanto dan Sukoco S Bambang.
Kejagung pun, kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Adi Toegarisman, telah
menerima SPDP kasus tersebut.
Beberapa waktu lalu, Boy Rafli mengumumkan Polri tidak menemukan unsur pidana dalam
kasus itu.
(BIL/RAY/IAM/ANA/LOK/FAJ/NWO/ANS/FER)
Grafik: Dasar Hukum Kasus Korupsi Diambil Alih KPK
Lihat Video Terkait "Tersangka Baru Kasus Simulator versi KPK" di vod.kompas.
com/tersangkasimulator
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO Petugas ruang simulator ujian surat izin
mengemudi (SIM) C atau kendaraan roda dua di Satlantas Markas Polrestabes Kota Bandung,
Jawa Barat, mendampingi peserta ujian yang menggunakan alat ini, Kamis (2/8). Dari enam
alat simulasi yang ada, hanya dua yang berfungsi. Selama ini tidak ada teknisi khusus untuk
memperbaiki alat tersebut sehingga petugas setempat yang berusaha memperbaikinya sendiri.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Sabtu, 04-08-2012. Halaman: 1,15
Presiden Diminta Mengatasi
Tunggu Proses Hukum
Jakarta, Kompas- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sepatutnya bertindak cepat untuk
menyelesaikan "rebutan" kewenangan antara Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam
penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulasi mengemudi di Korps Lalu Lintas
Polri. Presiden bisa meminta Polri mematuhi Undang-Undang KPK.
"Ketegasan ini harus dilakukan di tengah kesan keengganan Polri untuk melimpahkan kasus
ini kepada KPK. Tindakan Presiden dibutuhkan agar kasus Cicak-Buaya tidak terulang lagi,"
kata Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, di Jakarta, Jumat
(3/8).
Sebagai atasan langsung, kata Hikmahanto, Presiden bisa memerintahkan Kepala Polri untuk
mematuhi UU KPK dan hal itu bukanlah intervensi hukum. "Perintah tersebut merupakan
komitmen keberpihakan Presiden untuk tegaknya negara hukum," katanya.
Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari berharap, Presiden Yudhoyono mau turun tangan
mendorong Polri mematuhi UU KPK. Presiden pun didesak menginstruksikan Kapolri untuk
menyerahkan kasus itu kepada KPK. "Kapolri adalah bawahan langsung Presiden sebagai
kepala negara atau kepala pemerintahan. Instruksi dimaksud adalah perintah atau arahan
kepada anak buah (Kapolri)," kata Dekan Fakultas Hukum Unika Widya Mandira Kupang
Frans Rengka.
Presiden semestinya meredam gejolak ketika Polri bersikukuh "berebut" kewenangan dengan
KPK. "Seharusnya kedewasaan kelembagaan kepolisian sudah harus tumbuh," kata peneliti
Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Hifdzil Alim.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Selama ini, Presiden Yudhoyono selalu berkomitmen kuat terhadap pemberantasan korupsi.
Bahkan, dalam perkara korupsi yang berlarut-larut, Presiden meminta KPK tidak ragu
mengambil alih sebagaimana diungkapkan saat pengarahan rapat koordinasi percepatan
penanganan kasus korupsi di Istana Negara pada 7 Maret 2006. "Saya harapkan pimpinan
KPK tidak ragu mengambil alih suatu perkara apabila diperlukan karena dipandang berlarut-
larut penanganannya oleh penyidik kepolisian dan kejaksaan," kata Presiden saat itu.
Namun, dalam kasus dugaan korupsi di Korlantas ini, menurut Juru Bicara Kepresidenan
Julian Aldrin Pasha, Presiden Yudhoyono percaya, Polri dan KPK telah bersinergi. Presiden
meminta semuanya menunggu proses hukum yang telah berjalan.
Presiden tidak mungkin diminta intervensi dalam proses hukum yang tengah berjalan.
"Kalau semua harus intervensi Presiden, tidak baik bagi semua. Presiden posisinya jelas, taat
dan menghormati hukum," katanya.
Namun, bagi Bambang Soesatyo, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, jika
hanya memantau perkembangan kasus itu, Presiden dinilai bersikap tidak bertanggung
jawab. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Hanura, Sarifudin Sudding, menilai, Presiden
memilih bersikap aman.
"KPK diberi kewenangan oleh undang-undang untuk dapat mengambil alih," kata politisi
Partai Demokrat, Rachland Nashidik. Sesuai UU KPK, kata mantan Wakil Ketua KPK Bibit
Samad Rianto, polisi tak lagi berwenang menyidik kasus itu.
Tetap menyidik
Badan Reserse Kriminal Polri tetap melanjutkan penyidikan. Penyidik Bareskrim memiliki
kewenangan menyidik berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana dan tidak dapat menghentikan penyidikan.
"Bareskrim Polri tetap akan melakukan penyidikan pengadaan driving simulator di Korlantas
Polri sebelum ada ketentuan beracara yang mengatur tentang hal tersebut atau melalui
keputusan pengadilan," kata Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Sutarman, kemarin.
Penghentian penyidikan, ujarnya, dapat dilakukan dengan mengajukan gugatan praperadilan.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Sutarman menjelaskan, pimpinan KPK dan Kapolri dalam pertemuan 31 Juli 2012 sepakat
menangani kasus dugaan korupsi itu bersama-sama. KPK, lanjutnya, fokus menangani kasus
dugaan korupsi terkait tersangka Inspektur Jenderal Djoko Susilo, mantan Kepala Korlantas
Polri, atau penyelenggara negara. Polri fokus menangani tersangka yang belum disidik KPK,
terutama tersangka yang bukan penyelenggara negara.
Namun, Koalisi Masyarakat untuk Reformasi Polri menyatakan, Polri harus menghentikan
penyidikan kasus tersebut. Terkait kewenangan penyidikan kasus itu, dosen hukum
Universitas Trisakti, Asep Iwan Iriawan, mengungkapkan, Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 tentang KPK merupakan ketentuan hukum khusus (lex specialis). Sesuai UU No
30/2002, diatur hukum acara yang berlaku adalah KUHAP, kecuali ditentukan lain oleh UU
itu, yaitu UU No 30/2002.
Dalam Pasal 38 Ayat (1) UU No 30/2002 disebutkan, segala kewenangan yang berkaitan
dengan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang diatur UU No 8/1981 tentang
KUHAP berlaku juga bagi penyelidik, penyidik, dan penuntut umum pada KPK.
Namun, dalam Pasal 38 Ayat (2) juga diatur ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
Ayat (2) UU No 8/1981 tentang KUHAP tidak berlaku bagi penyidik tindak pidana korupsi
sebagaimana ditentukan dalam UU ini. Dalam asas hukum, hukum yang baru
mengesampingkan hukum yang lama.
Menurut dosen Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana Kupang, Bernard L Tanya,
perintah UU No 30/2002 tentang KPK sudah jelas sehingga mustahil jika Polri salah
membaca.
(BIL/RAY/WHY/FAJ/ATO/ANS/NWO/DIK/FER/ONG)
Lihat Video Terkait Simulator SIM di vod.kompas.com/kasussimulatorsim
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Sabtu, 04-08-2012. Halaman: 3
KPK Tetap Menyidik
Pimpinan KPK Akan Bertemu Kepala Polri
Jakarta, Kompas -Komisi Pemberantasan Korupsi tetap akan menyidik dua jenderal polisi
yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan simulator berkendara roda dua dan
empat di Korps Lalu Lintas Polri.
Dua jenderal tersebut adalah Inspektur Jenderal Djoko Susilo dan Brigadir Jenderal (Pol)
Didik Purnomo. KPK juga tetap menyidik dua nama tersangka lain yang berasal dari
kalangan swasta, yaitu Sukotjo Bambang dan Budi Santoso.
Ihwal tiga dari empat nama yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini oleh KPK,
yang juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama oleh Polri, yakni Didik,
Sukotjo, dan Budi, akan dibicarakan dalam pertemuan antara pimpinan KPK dan Kepala
Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo.
"Penyidikan di KPK jalan terus dan nanti di Polri ada join investigasi. Teknis selanjutnya
akan ada pertemuan lagi, antara pimpinan Polri dan KPK. Saya kira itu bisa mengurai hal-hal
yang selama ini dipersepsikan sebagai miskomunikasi," kata Juru Bicara KPK Johan Budi SP
di Jakarta, Jumat (3/8).
Menurut Johan, penyidikan yang dilakukan KPK sama sekali tidak melabrak nota
kesepahaman atau memorandum of understanding (MOU) di antara KPK, kejaksaan, serta
kepolisian.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal
Sutarman mengatakan, KPK telah melabrak MOU di antara KPK, kejaksaan, dan kepolisian.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
"KPK tidak punya keinginan atau tidak beretika dengan MOU yang sudah disepakati bersama
di antara KPK, kejaksaan, dan kepolisian. Semangat MOU ini oleh KPK dijaga. Sebelum dan
sesudah proses penggeledahan (di Korlantas) sudah ada pertemuan antara pimpinan KPK dan
pimpinan Polri," katanya.
Johan mengatakan, rencananya pada pekan depan akan ada pertemuan antara pimpinan KPK
dan Polri. "Saya dapat informasi dari pimpinan KPK bahwa pimpinan KPK akan bertemu
lagi dengan pimpinan Polri menyangkut kesimpangsiuran informasi yang tidak perlu
ditanggapi semua. Pimpinan kedua lembaga akan duduk bersama sehingga lebih jelas peran
masing-masing antara KPK dan Polri," katanya.
Johan mengatakan, soal barang bukti kasus ini yang sudah ditaruh di KPK juga ada
kesepakatan bahwa baik KPK maupun Polri bisa menggunakannya serta dijaga oleh kedua
belah pihak. "KPK bisa mengaksesnya, sebaliknya juga polisi," katanya.
Diserahkan ke KPK
Setelah Jaksa Agung Basrief Arief mendukung upaya penanganan kasus ini diserahkan
sepenuhnya kepada KPK sesuai undang-undang, kemarin Wakil Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Denny Indrayana juga mengatakan hal senada. Menurut Denny, polisi pasti
paham dan mengerti benar aturan perundangan.
"Saya menggarisbawahi arahan Presiden agar KPK dan Polri bersinergi dalam pemberantasan
korupsi. Sinergi itu maknanya melaksanakan penanganan kasus sesuai UU. Dalam hal ini
saya sependapat dengan Jaksa Agung agar penanganan perkara simulator tes SIM ini
mengacu pada UU KPK yang merupakan aturan lex specialis," kata Denny.
Menurut Denny, Kepala Polri pasti legawa dan menyerahkan penanganan kasus korupsi
simulator SIM ini kepada KPK. "Saya optimistis persoalan ini dapat diselesaikan tanpa harus
menjadi konflik antarlembaga. Saya yakin Kapolri akan legawa, agenda pemberantasan
korupsi dapat berjalan tanpa hambatan, bahkan untuk kasus di internal polisi sendiri yang
akan ditangani penuh oleh KPK," katanya.
(BIL/RAY)
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Penyidikan yang dilakukan KPK sama sekali tidak melabrak nota kesepahaman atau
'memorandum of understanding' (MOU).
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Sabtu, 04-08-2012. Halaman: 15
Kolom Politik-Ekonomi
Perjalanan Masih Panjang
Oleh James Luhulima
Hari Senin (30/7) pukul 16.00, Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah Markas Korps
Lalu Lintas Kepolisian Negara RI guna mengusut dugaan korupsi dalam pengadaan alat
simulasi mengemudi kendaraan roda dua dan roda empat untuk ujian surat izin mengemudi.
Keputusan KPK menggeledah Markas Korlantas Polri menunjukkan kesungguhan KPK
dalam upaya memberantas korupsi. Bukan itu saja, KPK pun menetapkan Inspektur Jenderal
Djoko Susilo, mantan Kepala Korlantas Polri yang kini menjadi Gubernur Akademi
Kepolisian di Semarang, Jawa Tengah, dan Wakil Kepala Korlantas Polri Brigadir Jenderal
(Pol) Didik Purnomo sebagai tersangka.
Langkah KPK itu mendapatkan apresiasi masyarakat mengingat untuk pertama kalinya KPK
menyidik kasus korupsi di tubuh Polri dengan tersangka dua jenderal polisi yang masih aktif.
Penggeledahan yang dilakukan KPK itu sempat terhenti pada pukul 22.00 karena dihalangi
oleh sejumlah personel polisi dari Badan Reserse Kriminal. Mereka menanyakan apakah
KPK memiliki izin dari Kepala Polri.
Selasa pukul 00.01, Ketua KPK Abraham Samad serta Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas
dan Bambang Widjojanto datang ke Korlantas. Ketiga unsur pimpinan KPK itu bertemu
dengan Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Sutarman. Kepala Bareskrim keberatan atas
penggeledahan itu dengan alasan Polri tengah menyelidiki kasus yang sama.
Pukul 03.30, penggeledahan dilanjutkan kembali. Pukul 07.30, penggeledahan selesai, tetapi
KPK tidak diperkenankan membawa barang bukti. Sampai pukul 16.00, barang bukti tetap
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
ditahan di Korlantas, 24 jam pun berlalu. Seusai buka puasa, ada kabar baik. Atas izin Kepala
Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo, barang bukti akhirnya dapat dibawa KPK.
Penjelasan kasus ini muncul dari pengusaha Soekotjo S Bambang, Direktur Utama PT
Inovasi Teknologi Indonesia, yang kini juga dijadikan tersangka oleh KPK, bersama Budi
Susanto, Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi. PT Citra Mandiri Metalindo
Abadi adalah perusahaan pemenang tender simulator pengurusan SIM.
Erik Samuel, kuasa hukum Soekotjo, mengungkapkan, nilai tender proyek itu Rp 196 miliar.
Proyek tersebut disubkontrakkan kepada PT Inovasi Teknologi Indonesia senilai Rp 80
miliar. Ternyata PT Inovasi Teknologi Indonesia tidak mampu meneruskan proyek itu sesuai
kontrak. Akibatnya, Soekotjo dipidanakan oleh PT Citra Mandiri Metalindo Abadi dan kini
mendekam di penjara.
"The Untouchables"
Perjuangan KPK untuk melakukan penggeledahan dan membawa barang bukti ke KPK itu
sungguh tidak mudah. Ingatan langsung tertarik ke belakang, ke film
layar lebar The Untouchables (Yang Tak Tersentuh) pada 1987 yang mengisahkan sebuah
tim khusus Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI) yang ditugaskan memberantas
tindak kriminal di kota Chicago.
Film, yang didasarkan pada sebuah buku berjudul sama, itu menggambarkan situasi Chicago
pada 1930-an yang dikuasai oleh tokoh mafia Al Capone, pengedar minuman keras yang
pada saat itu merupakan barang ilegal. Pada masa itu, Al Capone (yang diperankan oleh
Robert de Niro) dikisahkan telah "membeli" semua aparat hukum di Chicago sehingga ia
dengan bebas melakukan kegiatan ilegalnya. Di tengah situasi seperti itu, muncul tim FBI
yang dipimpin Eliot Ness (Kevin Costner), didampingi Jimmy Malone (Sean Connery), yang
tanpa kompromi akhirnya berhasil menyeret Al Capone ke pengadilan. Sebelum diangkat ke
layar lebar pada 1987, kisah The Untouchables pernah menjadi film serial di stasiun televisi
ABC pada 1959-1963.
Namun, berbeda dengan Eliot Ness yang mendapat tentangan dari semua pihak, termasuk
kepolisian, dalam menangani kasus Korlantas Polri, KPK mendapatkan lampu hijau dari
Kepala Polri.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Kita sangat berharap langkah berani KPK itu dijadikan momentum oleh Polri untuk
membersihkan institusinya sendiri. Sebagai salah satu lembaga penegak hukum, Polri kita
harapkan bersih dari kasus kriminal. Hingga kini, kita mengetahui masih ada beberapa kasus
kriminal di tubuh Polri yang menunggu penyelesaian, antara lain soal rekening gendut milik
beberapa petinggi Polri.
KPK telah berbuat sesuatu yang besar. Itu harus kita akui dan harus kita apresiasi. Namun,
pada saat yang sama juga harus kita sadari bahwa perjalanan untuk memberantas korupsi di
negeri ini masih sangat panjang.
KPK telah mempunyai banyak nama di dalam daftar tersangka, antara lain Angelina
Sondakh, Miranda Swaray Goeltom, Emir Moeis, Irjen Djoko Susilo, dan Brigjen (Pol) Didik
Purnomo. Namun, apakah nama-nama yang terdapat di dalam daftar tersangka milik KPK itu
akan dihukum sesuai dengan perbuatan yang didakwakan KPK kepada mereka? Itu masih
harus ditunggu. Mengingat hal itu tidak lagi bergantung kepada KPK, tetapi kepada hakim-
hakim pengadilan tindak pidana korupsi.
Data yang ada menunjukkan, vonis-vonis yang dijatuhkan pengadilan tindak pidana korupsi
yang tersebar di 33 provinsi dinilai belum memberikan efek jera. Puluhan terdakwa
dibebaskan. Walaupun yang dihukum jumlahnya lebih banyak daripada yang dibebaskan,
mayoritas hukuman yang dijatuhkan pengadilan tindak pidana korupsi 1-2 tahun. Bukan itu
saja, akhir-akhir ini muncul kecenderungan untuk menjatuhkan hukuman tahanan kota.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Senin, 06-08-2012. Halaman: 1,15
Tegaskan Kewenangan KPK
Pimpinan KPK dan Polri Akan Kembali Bertemu
JAKARTA, KOMPAS- Praktik korupsi yang marak di sejumlah lembaga negara, termasuk
diduga terjadi di Kepolisian Negara Republik Indonesia, membuat dukungan kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi meningkat. Agar leluasa menangani kasus yang melibatkan lembaga
penegak hukum itu, KPK perlu diperkuat dan ditegaskan kewenangannya.
Gagasan itu disampaikan Direktur Reform Institute Yudi Latif di Jakarta. Dia prihatin
terhadap korupsi yang berlangsung di lingkungan penegak hukum. Terakhir adalah dugaan
korupsi pengadaan simulator pembuatan surat izin mengemudi di Korps Lalu Lintas
(Korlantas) Polri.
Terjerumusnya penegak hukum dalam korupsi sebenarnya sudah diantisipasi dengan
pembentukan KPK. Dengan berbagai kewenangannya, komisi yang bersifat ad hoc ini
bertugas menindak kejahatan korupsi ketika lembaga penegak hukum lain lemah dan
bermasalah, terutama kejaksaan dan kepolisian. Belakangan, kinerja komisi produk
Reformasi 1998 itu semakin menjanjikan dengan mengungkap berbagai kasus.
"Sayangnya, KPK punya keterbatasan kewenangan, dana, jaringan, dan aparat. Komisi ini
juga bisa mentok ketika menabrak egoisme aparat hukum yang ngotot mempertahankan
penyimpangan dalam lembaganya," kata Yudi, Minggu (5/8).
Dalam situasi seperti itu, semestinya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyokong KPK
agar bisa bekerja maksimal. Namun, harapan ini tampaknya sia-sia meskipun publik terus
menagih komitmen dan janji politiknya untuk memberantas korupsi.
Untuk memperkuat dukungan kepada KPK, diperlukan dukungan moral dari publik agar
KPK yang berhadapan dengan kekuatan besar tidak takut dan ragu. Dukungan ini harus
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
bertaut dengan media massa sehingga menjadi arus besar. "Ketika sudah menjadi arus besar,
dukungan publik tak bisa diremehkan," katanya.
Terus diserang
Serangan terhadap KPK memang tidak pernah surut seiring penanganan sejumlah kasus
korupsi yang menjerat politisi dan penegak hukum. Setiap kali KPK menyasar kasus yang
melibatkan politisi dan penegak hukum, perlawanan dilakukan. Pimpinan KPK periode ketiga
belum genap setahun menjabat ketika sejumlah kasus besar yang menyeret high ranking
profile di negeri ini mulai disidik.
Meneruskan penanganan kasus pada kepemimpinan periode sebelumnya, KPK antara lain
menyeret politisi Partai Demokrat, Angelina Sondakh, sebagai tersangka kasus suap wisma
atlet, mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom dalam kasus suap
cek perjalanan. KPK juga menetapkan mantan anggota Badan Anggaran dari Fraksi Partai
Amanat Nasional, Wa Ode Nurhayati, sebagai tersangka korupsi dana penyesuaian
infrastruktur daerah.
KPK juga menangkap tangan pegawai pajak Tommy Hindratno saat disuap James Gunardjo
untuk mengurus restitusi pajak PT Bhakti Investama, perusahaan yang dimiliki pengusaha
sekaligus petinggi Partai Nasdem, Hary Tanoesoedibjo. KPK memeriksa Hary dan
menggeledah perusahaan yang berkantor di MNC Tower. Operasi tangkap tangan KPK juga
menangkap Bupati Buol Amran Batalipu yang disuap petinggi perusahaan perkebunan PT
Hardaya Inti Plantation, Yani Anshori dan Gondo Sudjono. PT Hardaya merupakan
perusahaan milik anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Hartati Murdaya Poo. Hartati
sudah dua kali diperiksa KPK sebagai saksi. KPK juga menetapkan politisi PDI-P, Izedrik
Emir Moeis, sebagai tersangka kasus suap proyek pembangunan PLTU Tarahan, Lampung.
Kasus korupsi terakhir yang disidik KPK adalah pengadaan simulator pembuatan SIM di
Korlantas. KPK menetapkan Inspektur Jenderal Djoko Susilo dan Brigadir Jenderal (Pol)
Didik Purnomo sebagai tersangka. Djoko yang lantas dicopot dari jabatan sebagai Gubernur
Akademi Kepolisian sebelumnya menjabat sebagai Kepala Korlantas. Didik merupakan
wakilnya.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, apa yang dilakukan KPK sepenuhnya
mengemban amanat UU. "KPK tunduk dan menerapkan UU secara konsisten. Sikap KPK
menggunakan UU ini sebagai dasar kami bertindak," kata Bambang.
Bambang mengatakan, pelemahan KPK yang muncul setiap kali ada politisi atau penegak
hukum yang terjerat kasus korupsi hanya melawan semangat global antikorupsi. Menurut
Bambang, Indonesia seharusnya mengikuti semangat global itu dengan menjamin lembaga
antikorupsi dalam konstitusi. "Negara seperti Timor Leste, Lesotho, Brunei, dan Malaysia
menjamin lembaga antikorupsinya dalam konstitusi," ujarnya.
Ingatkan kesepakatan
Terkait wacana publik yang meminta polisi menyerahkan kasus ke KPK, Kepala Badan
Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Komisaris Jenderal Sutarman mengharapkan KPK
konsisten dengan kesepakatan pertemuan pimpinan KPK dengan Kapolri, 31 Juli 2012.
Pimpinan KPK dan Kapolri sepakat, KPK menyidik Irjen Djoko Susilo. Tersangka lain
seperti Brigjen Didik Purnomo ditangani Bareskrim Polri.
Atas dasar kesepakatan tidak tertulis itu, penyidik Bareskrim menetapkan lima tersangka,
yaitu Brigjen DP, Ajun Komisaris Besar TR, Komisaris L, dan dua pemenang tender, yaitu
BS dan SB.
Sutarman menambahkan, penyidik Bareskrim telah menahan empat tersangka dari lima
tersangka yang ditetapkan Bareskrim Polri. Keempat tersangka yang ditahan adalah Brigjen
DP, Ajun Komisaris Besar TR, Komisaris L, dan BS. "Tersangka DP, TR, dan L ditahan di
rutan Mako Brimob. Tersangka BS ditahan di rutan Bareskrim Polri," katanya. Penahanan
terhadap para tersangka itu, lanjut Sutarman, dilakukan sejak Jumat malam.
Menghadapi konflik penanganan kasus ini, rencananya, pimpinan KPK dan Kapolri akan
kembali bertemu. Rencana pertemuan yang akan dilakukan pekan ini itu disampaikan Juru
Bicara KPK Johan Budi.
Meskipun mulai surut, harapan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar turun
tangan memerintahkan Polri menyerahkan penanganan kasus kepada KPK tetap muncul.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
"Kuncinya ada di presiden sebagai kepala negara. Jika komitmen pemerintah terhadap
pemberantasan korupsi bukan basa-basi, Presiden harus mendukung langkah KPK. Presiden
bisa meminta pimpinan Polri membuka jalan agar kasus korupsi yang ada di tubuh
kepolisian bisa tuntas," kata anggota Badan Pekerja ICW, Emerson Yuntho.
Pengajar Ilmu Hukum Pidana Universitas Indonesia Ganjar Laksamana mengemukakan, baik
KPK, polisi, maupun jaksa sama-sama berwenang menangani kasus korupsi. Namun, KPK
lebih berwenang untuk menyidik kasus dugaan korupsi simulator pembuatan SIM di tubuh
Polri.
Ada tiga alasan KPK mengambil alih kasus sesuai UU No 30/2002 tentang KPK. Pertama,
ketika penyidik bertele-tele dalam menangani kasus. Kedua, penyidik lain diduga malah
menimbulkan korupsi baru dari kasus yang disidiknya. Ketiga, KPK harus mengambil alih
kasus ketika ada dugaan penegak hukum lain melindungi pelaku. Ketiga alasan itu sesuai
dengan kondisi di tubuh Polri saat ini.
Kewenangan KPK untuk menyidik kasus di Korlantas dinyatakan juga oleh peneliti
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Indria Samego. "Sesuai UU KPK, KPK harus jadi
agen utama penegakan hukum kasus korupsi. Eksplisit ada pasalnya yang menyebut itu, maka
kepolisian dan kejaksaan harus menyerahkan kasus korupsi jika KPK menangani," katanya
(IAM/BIL/FER/FAJ/LOK/DIK)
Grafik: 2
1. Korupsi yang Diungkap Berdasarkan Jabatan (2004-2011)
2. Ancaman Terhadap KPK
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Senin, 06-08-2012. Halaman: 3
Polisi Vs KPK
Siapa yang Berhak Tangani Simulator?
Tak seperti biasanya, ekspose kasus, Jumat (27/7), itu menegangkan. Pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi berkali-kali harus meyakinkan anak buahnya melangkah lebih lanjut.
Sebaliknya, penyelidik dan penyidik KPK juga menuntut dukungan penuh pimpinan mereka.
Dalam ketegangan, diputuskan, kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulator ujian surat
izin mengemudi di Korps Lalu Lintas Polri naik ke penyidikan. Hasil ekspose menetapkan,
mantan Kepala Korlantas Inspektur Jenderal Djoko Susilo sebagai tersangka. Djoko dijerat
Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto
Pasal 55 Ayat 1 kesatu KUHP.
Dalam surat perintah penyidikan atas nama Djoko Susilo disebutkan pelaku penyertaan
tindak pidana ini, yakni Wakil Kepala Korlantas Brigadir Jenderal (Pol) Didik Purnomo dan
dua orang rekanan pengadaan simulator SIM, Budi Santoso dan Sukotjo Bambang.
Dua jenderal aktif di Polri jadi tersangka. Tak heran jika pimpinan KPK dan penyelidik serta
penyidik KPK menyatakan komitmen bekerja sama penuh dan sungguh-sungguh.
Ekspose tak melulu bicara soal kasus simulator SIM. Mengingat risiko yang timbul setelah
menyidik kasus ini dan menetapkan petinggi Polri aktif sebagai tersangka, ekspose juga
membahas mitigasi risiko serangan balik yang mungkin terjadi ke KPK. Seluruh potensi
serangan dipetakan, termasuk alternatif untuk menghadapinya.
Karena kasus ini melibatkan petinggi penegak hukum lain, sesuai nota kesepahaman atau
memorandum of understanding, KPK memberitahukan ke penegak hukum yang
bersangkutan. Maka, pimpinan KPK berbagi tugas. Ekspose digelar Jumat. Tak mungkin
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
memberi tahu Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo soal perkara yang telah naik ke
penyidikan hari itu juga.
Diputuskan, Senin (31/7), Ketua KPK Abraham Samad dengan Wakil Ketua Zulkarnain
bertemu Kapolri. Dalam pertemuan, Abraham memberi tahu Timur bahwa KPK telah
menetapkan Djoko dan tiga pelaku penyerta sebagai tersangka.
Hari itu juga, KPK menggeledah Markas Korlantas di Jalan MT Haryono, Jakarta.
Penggeledahan dilakukan sejak pukul 16.00. Sore itu, di kantor KPK pimpinan KPK
kedatangan petinggi Polri, seorang jenderal bintang tiga. Dia minta KPK tak menyidik kasus
ini dan menyerahkannya kepada Polri.
Namun, pimpinan KPK tetap pada hasil ekspose, Jumat pekan sebelumnya. KPK tetap
menangani perkara ini karena sesuai UU, penyidikan perkara korupsi di lembaga ini tak bisa
dihentikan. KPK tak memiliki kewenangan mengeluarkan surat perintah penghentian
penyidikan alias SP3. Bahkan, jika dihentikan, KPK melanggar UU.
Awalnya, penggeledahan berjalan lancar. Petugas KPK diberi akses petugas Korlantas.
Malah petugas KPK ditunjukkan tempat-tempat penyimpanan arsip.
Pukul 22.00, petugas dari Bareskrim Polri datang ke Korlantas dan minta KPK
menghentikan penggeledahan. Terjadi perdebatan. Ketika itulah, pimpinan KPK ditelepon
dan datang ke lokasi penggeledahan. Tiga pimpinan KPK, Abraham, Bambang Widjojanto,
dan Busyro Muqoddas, ditemui Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Sutarman. Sempat
tertunda hingga lima jam lebih, penggeledahan bisa dilanjutkan. Siang harinya, setelah
pertemuan Abraham dan Bambang dengan Timur, barang bukti bisa dibawa ke KPK dengan
catatan petugas Polri bisa ikut menjaga dan menggunakannya untuk menangani kasus yang
sama.
Ketegangan di hari penggeledahan berlanjut. KPK menetapkan empat tersangka. Polri
kemudian juga menetapkan lima tersangka, tiga di antaranya sama seperti yang ditetapkan
KPK, yakni Didik, Sukotjo, dan Budi. KPK dan Polri merasa paling berhak menyidik kasus
ini. KPK berpatokan pada UU No 30/2002 tentang KPK yang menyatakan penyidikan kasus
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
korupsi oleh penegak hukum lain harus berhenti ketika KPK menyidik kasus tersebut. Polri
berpegang pada UU KUHAP yang menyatakan, sebagai penyidik mereka juga berhak.
Mabes Polri tegas tak akan menghentikan penyidikan kasus ini. KPK yakin, sesuai UU
pengadilan justru akan menyidangkan perkara ini jika ditangani KPK. Jika Polri
memaksakan, bisa jadi hal tersebut digunakan oleh pengacara terdakwa untuk jadi alasan
membebaskan dari dakwaan karena penanganannya melanggar UU.
Sengketa kedua lembaga ini tak terlihat diselesaikan Presiden. Mungkinkah hak penanganan
kasus ini berakhir di Mahkamah Konstitusi?
(KHAERUDIN)
Mungkinkah hak penanganan kasus ini berakhir di
Mahkamah Konstitusi?
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Senin, 06-08-2012. Halaman: 3
Undang-Undang KPK Diuji di MK
Keteguhan Polisi Tidak Terlalu Salah
Jakarta, Kompas -Sebagai wujud dukungan agar kasus dugaan korupsi simulator di Korps
Lalu Lintas Polri disidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Habiburokhman, Munathsir
Mustaman, dan Maluana Bungaran mendaftarkan permohonan uji materiil Undang-Undang
KPK. Rencananya, uji materiil Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK akan
didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi, Senin (6/8).
"Kami merasa situasi ini tak bagus. Masing-masing pihak ngotot dengan pendiriannya.
Karena itu, kami ingin MK memperjelas Pasal 50 Ayat (3) UU KPK. Dengan putusan MK
itu, tak akan lagi ada celah bagi polisi atau juga nanti jaksa menyidik kasus yang sudah
disidik KPK," ujar Habiburokhman di Jakarta kemarin.
Habiburokhman bersama dua rekan sesama advokat mengemukakan, kasus penyidikan ganda
perkara dugaan korupsi simulator mengemudi adalah preseden buruk bagi penegakan
hukum. "Satu-satunya pihak yang paling diuntungkan dari pertikaian antara KPK dan Polri
adalah para koruptor yang tidak ingin perbuatannya merampok keuangan negara terbongkar,"
ujarnya.
Menurut dia, dalam konteks logika hukum, pengusutan kasus ini akan lebih baik jika
dilakukan KPK. Akan sulit bagi penyidik Polri untuk dapat bersikap independen dan
terhindar dari intervensi ketika menyidik perkara yang terjadi di lingkungan mereka.
Tidak terlalu salah
Namun, dalam konteks legalitas, keteguhan sikap Polri untuk menyidik perkara ini, menurut
Habiburokhman, tidak terlalu salah. Rumusan Pasal 50 Ayat (3) UU No 30/2002 tidak terlalu
jelas menghapuskan kewenangan penyidikan Polri dalam perkara yang sudah disidik KPK.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Pasal itu berbunyi, "Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi sudah mulai melakukan
penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang
lagi melakukan penyidikan."
"Sayangnya, dalam frasa tersebut tidak ada keterangan kewenangan kepolisian dan kejaksaan
dalam UU apa yang menjadi hilang ketika KPK sudah menyidik," ujar Habiburokhman.
Sebelumnya, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Lukman Hakim
Saifuddin mengatakan, jika Presiden tak kunjung bertindak atas konflik antara polisi dan
KPK, masyarakat bisa mengajukan gugatan ke MK. Masyarakat bisa meminta MK untuk
menguji UU KPK. Langkah tersebut, menurut Lukman, merupakan upaya beradab dalam
negara hukum agar ada kepastian.
Berbeda dengan Lukman, Hajriyanto Y Thohari, Wakil Ketua MPR, justru mengusulkan agar
kedua lembaga tersebut tetap sama-sama menangani kasus korupsi Korlantas. "Biarkan kedua
institusi penegak hukum itu berlomba-lomba menangani kasus dugaan korupsi Korlantas,"
katanya.
Menurut Hajriyanto, perdebatan secara legal-formal mengenai siapa yang paling berwenang
menangani kasus tersebut juga tetap tidak ada ujungnya. Perdebatan itu dikhawatirkan hanya
akan menguras energi sehingga substansi permasalahan, yaitu pemberantasan korupsi,
terbengkalai.
(INU/NTA)
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Puluhan aktivis Cinta Indonesia Cinta Anti Korupsi (Cicak) menggelar aksi rantai manusia di
depan kontainer di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Minggu (5/8). Kontainer
itu berisi barang sitaan hasil penggeledahan di Korps Lalu Lintas Polri oleh KPK. Cicak
menuntut kepolisian mendukung upaya pembersihan institusi mereka yang dilakukan
KPK.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Senin, 06-08-2012. Halaman: 6
Tajuk Rencana: Jalan Buntu KPK-Polri
Penyidikan oleh KPK dan Polri atas kasus korupsi simulator SIM dengan tersangka yang
sama akan menimbulkan problematika hukum!
Penyidikan ganda itu berpotensi melanggar hak asasi manusia para tersangka. Seperti
diberitakan, KPK telah menetapkan mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Djoko
Susilo, Wakil Kepala Korps Lalu Lintas Polri Brigjen (Pol) Didik Purnomo, dan tersangka
lainnya. Dalam waktu tak terlalu lama, Badan Reserse Kriminal Polri pun mengumumkan
tersangka yang sama, minus Djoko Susilo. Bareskrim pun menahan mereka.
Pelanggaran HAM pasti terjadi karena tersangka akan ditahan, disidik, dan diadili dalam
perkara yang sama meski melalui proses berbeda. Penyidikan ganda tak bisa dibenarkan
karena konstitusi melarang seseorang diadili dua kali dalam perkara sama. Dalam hukum ada
prinsip: ne bis in idem!
Kita yakin Polri dan KPK paham potensi bahaya pelanggaran HAM itu. Karena itu,
ngototnya Polri untuk terus menyidik dan menolak menghentikan penyidikan, dengan alasan
Polri mengikuti KUHAP, menimbulkan pertanyaan dan kecurigaan publik. Rebutan
kewenangan menyidik kasus pengadaan simulator SIM telah sampai pada pertarungan ego
lembaga. Polri tak mau menghentikan dan menyerahkan penyidikan kasus itu kepada KPK.
KPK pun akan jalan terus. Inilah jalan buntu yang berakibat pada pelanggaran HAM.
Sejumlah pihak berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyudahi kontroversi itu.
Presiden tinggal memerintahkan Kapolri untuk menyerahkan kasus simulator SIM kepada
KPK. Namun, Presiden memilih untuk tidak mengintervensi kasus itu dan menyarankan KPK
dan Polri berkoordinasi menyelesaikan rebutan kewenangan itu.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Kita menggarisbawahi sikap Kepala Bareskrim Polri Komjen Sutarman yang menyatakan
tak akan menghentikan penyidikan kasus simulator SIM tanpa ada putusan praperadilan.
Karena itu, kita mendorong "perebutan" penyidikan antara KPK dan Polri diselesaikan
Mahkamah Konstitusi melalui konstruksi sengketa kewenangan lembaga negara. Tentunya,
sengketa kewenangan itu menggunakan tafsir meluas soal semangat konstitusi yang hidup.
Dalam sejarahnya, MK punya rekam jejak menjadi mesin pendobrak menghadapi
kegentingan. Putusan MK saat memutar rekaman percakapan Anggodo Widjojo dengan
sejumlah penegak hukum membuka aktor mafia peradilan di Indonesia. Itulah terobosan dari
MK.
Membawa sengketa kewenangan penyidikan Polri dan KPK bisa menjadi solusi
menyelesaikan kebuntuan yang terjadi. Apa pun putusan MK yang final dan mengikat harus
diterima semua pihak. KPK bisa menjadi pihak untuk membawa kasus itu ke MK sehingga
kebuntuan itu bisa segera diselesaikan dan potensi pelanggaran HAM bisa dihindarkan serta
pemberantasan korupsi bisa dilakukan secara maksimal!
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Selasa, 07-08-2012. Halaman: 3
MK Secepatnya Ambil Putusan
Presiden Sebetulnya Bisa Bertindak Mengatasi Konflik KPK-Polri
Jakarta, Kompas -Mahkamah Konstitusi akan menangani perkara pengujian Pasal 50 Ayat
(3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi terkait
kewenangan penyidikan lembaga antikorupsi itu secepatnya, sesuai dengan prosedur di MK.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara MK Hakim Konstitusi Akil Mochtar, Senin (6/8),
setelah tiga warga yang berprofesi sebagai advokat, yaitu Habiburokhman, Maulana
Bungaran, dan Munathsir Mustaman, mendaftarkan pengujian Pasal 50 Ayat (3) UU KPK.
Mereka meminta MK mempertegas penafsiran sebagian frasa dalam pasal itu.
Pasal 50 Ayat (3) berbunyi, "Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi sudah mulai
penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepolisian atau Kejaksaan tidak berwenang
lagi melakukan penyidikan". Pemohon uji materi menilai frasa "kepolisian atau kejaksaan
tidak berwenang lagi melakukan penyidikan" mengandung ketidakjelasan berakibat
ketidakpastian.
Akil menyoroti adanya preseden lembaga negara atau penegak hukum membawa konflik
yang berkaitan dengan tugasnya menjalankan kewenangannya ke MK. Fenomena itu tidak
bagus.
Namun, langkah itu sebenarnya bukanlah solusi terbaik dalam menangani rebutan
kewenangan. Kalau saja Polri paham dan patuh, kata pakar hukum tata negara Universitas
Andalas (Unand) Saldi Isra, kisruh tak perlu terjadi. "Kalau Presiden benar-benar berpihak
pada agenda pemberantasan korupsi, Presiden harus secara eksplisit meminta Kapolri
memberi ruang kepada KPK," tegas Saldi.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Kemarin, pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra dan pakar hukum pidana Romli
Atmasasmita mendatangi Divisi Hukum Polri. Keduanya dimintai pendapat jika soal
kewenangan Polri dan KPK dibawa ke MK.
Yusril menilai, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kurang memiliki kewibawaan untuk
dapat menengahi sengketa kewenangan antara Polri-KPK. Dengan kedudukan tinggi,
Presiden dapat menasihati pimpinan kedua lembaga. "Itu (nasihat) bukan intervensi kasus,"
katanya.
Mantan KSAD Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu menyatakan, seharusnya Presiden
Yudhoyono bertindak. "Ini bukan intervensi. Kalau ke polisi negara tetangga, baru namanya
intervensi," katanya.
Ketua Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD) Soerjadi menegaskan, PPAD
mendukung KPK.
DPP Partai Demokrat berpendapat, untuk meredakan ketegangan, penyidikan kasus itu
sebaiknya diserahkan ke KPK. Jika Polri legowo, kata Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat
Saan Mustofa, citranya justru akan meningkat.
Sikap Presiden yang belum meminta Kapolri menyerahkan kasus Korlantas ke KPK, kata
anggota Komisi III DPR Achmad Basarah, menunjukkan Presiden kurang memiliki
kehendak politik memberantas korupsi.
Menurut Romli, nota kesepahaman bersama (MOU) antara pimpinan KPK, Polri, dan
Kejagung bermasalah dan justru melemahkan KPK. MOU itu membuat kewenangan KPK
menjadi selevel dengan Polri dan Kejagung.
Secara terpisah, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli
Amar mengatakan, dalam pertemuan dengan para perwira menengah Polri di PTIK, Kapolri
Jenderal Timur Pradopo mengingatkan jajaran Polri untuk menjalankan komitmen anti- KKN
dan bekerja secara profesional.
(ANA/ABK/NWO/IAM/FER/WHY/INA/EDN/FAJ)
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Selasa, 07-08-2012. Halaman: 7 (Opini)
Rivalitas atau Penegakan Hukum?
INDRIYANTO SENO ADJI
Polemik antarpihak penegak hukum bukan merupakan wacana baru. Hongkong, Italia, Rusia,
dan sejumlah negara lain mengalami hal serupa manakala terjadi pembaruan hukum yang
diikuti dengan perubahan legislasi atas kewenangan lembaga penegak hukum.
Di Indonesia, beberapa waktu lalu, proses hukum antara Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) dan Mahkamah Agung (MA), KPK dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), KPK
dengan Kejaksaan Agung, KPK dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP), maupun KPK dengan DPR dianggap sebagai rivalitas kelembagaan. Padahal, setiap
lembaga memiliki intensitas masalah masing-masing.
Pengamat hukum dan politik pun ikut berargumen yang kadang justru membuat bingung
publik sehingga antara euforia dan fobia penegakan hukum menjadi rancu.
Saat ini yang sedang ramai adalah penyidikan KPK terhadap Kepala Korps Lalu Lintas
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Korlantas Polri). Kepala Korlantas terkait kasus
simulator SIM atas dugaan penyalahgunaan wewenang, sesuai Pasal 2 dan Pasal 3 UU
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor.
Persoalannya, apakah pengungkapan kasus ini masuk rivalitas antarpenegak hukum atau
lebih merupakan eksistensi kuat penegakan hukum?
Sama di depan hukum
Pertama, pendekatan rivalitas institusi sangat mengemuka dalam kasus ini. Pengungkapan
kasus dianggap sebagai rivalitas dan usaha melumpuhkan integritas penegak hukum Polri.
Padahal, tindakan penyidikan, baik oleh kepolisian maupun KPK, adalah hal yang wajar
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
dalam proses hukum, sama halnya dengan proses hukum penyidikan KPK terhadap lembaga
negara Polri.
Semua proses hukum dilandasi prinsip negara hukum, yaitu adanya kesamaan di hadapan
hukum. Tidak ada imunitas hukum atas pribadi, swasta, ataupun personalitas kelembagaan
negara.
Aturan mengenai penyalahgunaan pada Pasal 3 UU Tipikor dalam ranah hukum pidana ini
sebenarnya merupakan perluasan dengan mengadopsi pemahaman yang ada dalam ranah
polemik hukum administrasi negara. Pasal 3 sebenarnya berlaku bagi penyelenggaraan
negara termasuk penegak hukum, seperti jaksa, polisi, dan KPK.
Ketentuan tersebut tidak saja merupakan kontrol terhadap perlindungan hak asasi manusia
(saksi, korban, tersangka), tetapi mengikat pula dari tindakan penegak hukum yang
sewenang- wenang ataupun yang melampaui wewenang, tidak terkecuali KPK dan Polri.
Kedua, pendekatan disharmonisasi dihindari dalam mengungkap kasus ini. Kita memahami
bahwa sebagai institusi penegak hukum dalam sistem ketatanegaraan yang baru, KPK
memiliki sarana dan prasarana hukum dengan tingkat kewenangan luar biasa atau
extraordinary power yang tidak dimiliki institusi lain.
Maka menjadi wajar apabila masyarakat memiliki harapan berkelebihan searah dengan
kewenangan yang luar biasa dari KPK. Dengan wewenang KPK yang luar biasa, diharapkan
pula segala bentuk, cara, dan aplikasi korupsi dapat menjadi satu bagian dalam tatanan
pemberantasan korupsi.
Namun, wewenang luar biasa yang dimiliki KPK harus diselaraskan dengan tata cara norma
legislasi mengingat kedua lembaga penegak hukum ini memiliki hubungan esensial sebagai
institusi penegak hukum dalam sistem peradilan pidana. Dengan wewenang luar biasa, Pasal
2 dan Pasal 3 UU Tipikor sebagai norma hukum memberikan kontrol terhadap penggunaan
wewenang dari penegak hukum yang dapat saja merugikan masyarakat, saksi/korban, dan
tersangka.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Kewenangan
Penyalahgunaan wewenang berarti penegak hukum memiliki kewenangan tetapi
menggunakannya secara menyimpang atau tidak memiliki kewenangan tetapi bertindak
seolah punya wewenang dan menggunakannya dengan melanggar prosedur meskipun tujuan
tercapai. Makna penyalahgunaan wewenang inilah yang menjadi parameter ada tidaknya
dugaan pelanggaran oleh Kepala Korlantas.
Dengan demikian, seharusnya pengamat dan aktivis bersikap bijak dengan memberikan
kesempatan kepada KPK untuk melakukan proses hukum terhadap siapa pun yang diduga
menyalahgunakan wewenang, termasuk Polri.
Ketiga, pendekatan dislabelisasi merupakan bagian yang harus ditiadakan dalam penegakan
hukum. Dari sisi ini, untuk menghindari labelisasi KPK dari pencitraan kelembagaan,
sebaiknya tindakan KPK diselaraskan dengan tata cara norma prosedur tetap di antara KPK
dengan Polri maupun penegak hukum lain, terutama dalam melaksanakan upaya paksa. Hal
ini mengingat KPK dan Polri adalah lembaga penegak hukum yang memiliki hubungan
esensial sebagai institusi penegak hukum dari sistem peradilan pidana.
Harus diingat bahwa Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor ini berlaku tidak saja terhadap KPK,
tetapi juga pada kejaksaan dan Polri atau aparatur negara lain yang menyalahgunakan
wewenang dalam menjalankan tugas.
Keempat, bila memang terjadi rivalitas dan disharmonisasi di antara lembaga penegak
hukum, seperti KPK, Polri, dan kejaksaan, ini semata tercipta karena sistem regulasi
diskriminasi kewenangan yang justru melemahkan pemberantasan korupsi. Oleh karena itu,
perlu adanya suatu balance and equal power yang tidak diskriminatif untuk semua penegak
hukum demi kebangkitan citra penegak hukum yang tidak subordinatif.
Perbedaan pendapat di kalangan pengamat hukum dan aktivis, akademisi dan praktisi, baik
yang pro maupun kontra mengenai penyidikan kasus simulator SIM oleh KPK, haruslah
dianggap sebagai wacana demokratisasi yang menghargai perbedaan opini.
Alangkah bijaknya bila Polri bisa memahami kewenangan KPK tidak dalam konsep
kekuasaan dan pencitraan lembaga, karena opini yang demikian akan menimbulkan
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
kekuasaan otoriter yang permisif seolah KPK, Polri, dan kejaksaan merupakan lembaga yang
kebal penegakan hukum. Semua ini untuk menghindari anggapan apa yang dilakukan KPK
sekarang sebagai politik balas dendam KPK atas kasus cicak versus buaya dulu.
Proses hukum seharusnya dihargai agar dogma penegakan hukum dari judge made law
menjadi pilar penentu kebenaran tidaknya proses hukum KPK terhadap Polri. Sikap bijak
telah ditunjukan lembaga negara yang pernah diproses KPK, seperti Mahkamah Agung, DPR,
dan Kejaksaan Agung. Maka, sebaiknya resistensi pemeriksaan kasus simulator SIM ini
disingkirkan agar tidak menimbulkan kesan lembaga Polri tidak transparan dan tidak
apresiasi terhadap penegakan hukum.
Publik pun berharap KPK menangani kasus ini karena integritasnya, bukan semata
pencitraan pemberantasan korupsi!
INDRIYANTO SENO ADJI
Guru Besar Hukum Pidana,
Pengajar Program Pascasarjana UI Bidang Studi Ilmu Hukum
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Jumat, 10-08-2012. Halaman: 1
Dugaan korupsi
KPK Dapat Ambil Alih Penyidikan Kasus di Korlantas
Jakarta, Kompas - Komisi Pemberantasan Korupsi dapat mengambil alih penyidikan kasus
dugaan korupsi pengadaan simulator mengemudi di Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara RI
yang juga disidik Polri. KPK dapat melakukan itu jika menilai atau merasa alasan-alasan
pengambilalihan kasus itu terpenuhi.
"Kalau KPK merasa itu (alasan-alasan pengambilalihan) ada pada polisi, ambil alih," kata
pakar hukum tata negara yang juga mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yusril
Ihza Mahendra di sela-sela acara buka puasa, di Jakarta, Kamis (9/8).
Yusril menjelaskan, setidaknya ada tiga alasan KPK dapat mengambil alih kasus dugaan
korupsi yang ditangani kepolisian atau kejaksaan. Alasan-alasan itu adalah laporan tidak
ditindaklanjuti, ada unsur korupsi dalam penanganan korupsi, dan ada motif untuk
melindungi tersangka.
Untuk mengambil alih kasus, kata mantan anggota tim perumus UU No 30/2002, Firman
Jaya Daeli, KPK berkirim surat kepada Polri dengan tembusan kepada Presiden, DPR,
Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung. KPK juga mengumumkan kepada publik.
Di Markas TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
menyampaikan bahwa KPK dan Polri sama-sama berperan penting dalam pemberantasan
korupsi. Kedua lembaga itu diharapkan bekerja sama sebaik mungkin.
"KPK memiliki peran sungguh penting dan kami dukung. Polri dan kejaksaan juga
menjalankan tugas. Maka, saya harapkan lakukan kolaborasi agar pemberantasan korupsi
bisa berjalan baik," tutur Presiden.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Menurut Presiden, dalam acara buka puasa di Mabes Polri, Rabu, ia berbicara kepada Kepala
Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo dan Ketua KPK Abraham Samad. "Saya katakan, baik
kepada Kepala Polri maupun Ketua KPK. Bapak berdua adalah andalan saya, jago saya
dalam perang melawan korupsi," ucapnya.
Presiden berharap silang pendapat antara Polri dan KPK bisa diselesaikan dengan baik, bisa
dicapai kesepakatan.
Namun, Abraham mengatakan, tidak ada ucapan khusus dari Presiden dalam acara buka
puasa itu. "Tidak ada yang khusus, hanya pesan agar KPK dan Kapolri bekerja sama
memberantas korupsi di negeri ini," ungkapnya.
KPK telah memeriksa lebih dari 10 saksi kasus itu. Pekan depan pemeriksaan dilanjutkan.
Sementara Polri telah memeriksa tiga tersangka kasus itu, yakni Brigjen (Pol) DP, Ajun
Komisaris Besar TR, dan Komisaris L.
(FER/RAY/BIL/ATO/EDN/FAJ)
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Jumat, 10-08-2012. Halaman: 6
Tajuk Rencana: Solusi Konstitusional Elegan
Problem penyidikan ganda kasus pengadaan simulator kemudi SIM belum ada titik temu.
Kedua pihak sama-sama melakukan konsolidasi.
Polri mengundang ahli hukum dan purnawirawan Polri. Sejumlah tokoh masyarakat
mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi guna membicarakan soal yang sama, Rabu. Di
hari yang sama, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur
Pradopo, dan Ketua KPK Abraham Samad hadir dalam buka puasa bersama di Mabes Polri.
Banyak pihak berharap penyidikan ganda kasus korupsi di Korps Lalu Lintas segera
mendapat jalan keluar. Penyidikan ganda berpotensi merusak sistem hukum, menghambat
pemberantasan korupsi, dan membuka ruang terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.
Dari sisi undang-undang, masalahnya jelas!
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 menyebutkan, "KPK melakukan
penyelidikan, penyidikan, penuntutan terhadap kasus korupsi yang melibatkan aparat
penegak hukum dan penyelenggara negara, mendapat perhatian masyarakat dan
menimbulkan kerugian negara di atas Rp 1 miliar". Jika ada lembaga lain menyidik hal yang
sama, Pasal 50 UU KPK memberikan jalan keluar. "Dalam hal KPK sudah melakukan
penyidikan, kejaksaan dan kepolisian tidak berhak lagi melakukan penyidikan".
Teks undang-undang jelas, tetapi di lapangan penafsiran bisa beda. Polri mendasarkan
tindakannya pada UU No 8/1981 tentang KUHAP. Polri menolak menghentikan penyidikan.
Padahal, kasus dan tersangkanya sama. Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris
Jenderal Sutarman mengatakan, "Kalau memang dianggap tidak sepakat, ya, selesaikan di
peradilan."
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Penyelesaian di pengadilan adalah solusi konstitusional yang akan memperkokoh prinsip
negara hukum. Putusan pengadilan akan menegaskan siapa yang berwenang menyidik kasus
itu, Polri atau KPK. Menyelesaikan sengketa melalui pengadilan lebih bermartabat karena
tidak akan membuat lembaga yang berbeda pendapat kehilangan muka. Ada beberapa jalur
pengadilan yang bisa ditempuh, yakni melalui permohonan praperadilan, meminta
pertimbangan hukum ke Mahkamah Agung, atau dibawa ke Mahkamah Konstitusi.
Semangat mencari solusi harus diupayakan karena imbauan untuk sinergi dan koordinasi
belum menjadi solusi. Kita memandang penyelesaian di MK lebih cepat menyelesaikan
kebuntuan. Putusan MK bersifat final dan mengikat. Pertimbangan hukum MA bersifat tidak
mengikat sehingga tak akan menyelesaikan masalah. Sementara melalui jalur praperadilan
akan lebih memakan waktu.
Melalui jalur uji materi atas undang-undang atau sengketa kewenangan konstitusional
penyidikan bisa membuka pintu bagi MK untuk menyelesaikannya. Kewenangan KPK
memang bukan turun dari konstitusi, melainkan KPK sebenarnya sedang menjalankan
kewenangan konstitusional di bidang pemberantasan korupsi. Dibutuhkan tafsir meluas soal
living constitution.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Senin, 13-08-2012. Halaman: 8
Jajak Pendapat "Kompas"
Relasi Lembaga Negara Terhambat
Relasi yang baik antarlembaga negara diperlukan terutama dalam mengemban kepentingan
publik. Namun, sejak era reformasi, praktik relasi yang baik antarlembaga negara itu kerap
disharmoni. Publik menilai, gesekan antarlembaga itu terutama terjadi karena ego sektoral
setiap lembaga.
Sultani dan Dwi Eriyanto Kemunculan lembaga-lembaga baru negara pada era reformasi
menandai pergeseran sistem ketatanegaraan Indonesia dari model otoritarian menjadi
cenderung demokratis. Namun, dalam iklim yang terbuka tersebut relasi antarlembaga justru
mengalami hambatan serius dalam mengemban kepentingan publik. Hambatan muncul
ketika terjadi tumpang tindih dalam tugas dan wewenang setiap lembaga.
Hubungan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri menjadi potret yang
aktual. Pengungkapan kasus suap pengadaan simulator kendaraan bermotor di Korps Lalu
Lintas (Korlantas) Polri, akhir Juli lalu, telah menempatkan KPK dan Polri sebagai rival satu
sama lain untuk menyelesaikan kasus ini. Kondisi yang sama terjadi pada 2009 ketika muncul
kasus "cicak versus buaya" yang sempat membuat hubungan kedua lembaga ini tegang.
Jajak pendapat Kompas di 12 kota yang diselenggarakan pekan lalu mengungkapkan kondisi
yang masih memprihatinkan dalam relasi antarlembaga negara ini. Enam dari 10 responden
jajak pendapat menilai, dari lima lembaga negara, yaitu Polri, Kejaksaan, Mahkamah Agung
(MA), KPK, dan DPR, hubungan antara KPK dan Polri adalah yang terburuk. Relasi terburuk
kedua terjadi antara KPK dan DPR. Terdapat 64,2 persen responden yang menyatakan hal
tersebut.
Hubungan antara KPK dan DPR tampil secara kasatmata ketika KPK mengajukan usulan
untuk membangun gedung baru. Meskipun usulan pembangunan gedung baru itu dinilai
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
banyak kalangan sesuai kebutuhan, DPR belum menyetujuinya dengan alasan negara sedang
menghemat anggaran.
Dalam realitasnya, disharmoni relasi antarlembaga negara juga terjadi pada lembaga negara
lainnya. Hubungan MA dengan Komisi Yudisial (KY) termasuk di dalamnya. Konflik
keduanya dipicu oleh usulan KY untuk menyeleksi ulang hakim agung di MA. Usulan ini
didasari oleh penilaian KY bahwa hakim agung punya andil dalam maraknya praktik mafia
peradilan. Puncak dari perseteruan tersebut adalah MA melaporkan salah seorang komisioner
KY, Suparman Marzuki, ke Bareskrim Polri dengan tuduhan penghinaan.
Hubungan antarlembaga negara merupakan hubungan kerja sama antarinstitusi yang dibentuk
guna melaksanakan fungsi-fungsi negara yang meliputi fungsi eksekutif, legislatif, dan
yudikatif. Menurut Guru Besar Hukum Universitas Padjadjaran Sri Soemantri, lembaga
negara harus membentuk suatu kesatuan proses yang saling berhubungan dalam rangka
penyelenggaraan fungsi negara (actual governmental process).
Mencuatnya konflik antarlembaga negara itu mencerminkan adanya benturan otoritas
antarlembaga. Akibatnya, alih-alih mendorong lembaga negara menciptakan satu kesatuan
proses dalam rangka penyelenggaraan fungsi negara, lembaga negara justru menjadi
penghambat terlaksananya fungsi tersebut.
Merebaknya konflik antarlembaga negara membuka mata publik tentang pertarungan
kepentingan dalam kaitan dengan penyelenggaraan negara. Setiap lembaga berusaha
mempertahankan bukan hanya kepentingan pribadi, melainkan juga kepentingan institusi.
Kasus Korlantas merupakan kasus pertama yang disajikan kepada publik terkait praktik
korupsi di Polri. Meskipun sebelumnya pernah mengemuka upaya membongkar dugaan
"rekening gendut" sejumlah perwira tinggi Polri, kasus itu tak terdengar. Langkah Polri
melakukan penyidikan terhadap kasus yang sama patut diduga untuk melindungi
kepentingan institusinya.
Belajar dari kasus tersebut, empat dari 10 responden jajak pendapat ini menyatakan bahwa
penyebab utama kondisi hubungan yang buruk antarlembaga negara adalah karena ego
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
sektoral dari setiap lembaga yang terlalu kuat. Ego sektoral ini diwujudkan dalam bentuk
upaya menghalangi lembaga penegak hukum lainnya memeriksa integritas anggota-anggota
lembaga bersangkutan.
Dalam hal ini, sebagian besar publik (77,5 persen) menyatakan sebaiknya kasus Korlantas
ditangani KPK, bukan Polri. Bagaimanapun, pemeriksaan integritas anggota Polri oleh Polri
sendiri akan mudah melahirkan berbagai konflik kepentingan.
KPK dipercaya
Simpati publik yang terus meningkat kepada KPK belakangan ini lantaran lembaga itu
dianggap mampu menjalankan perannya dalam memberantas korupsi. Dalam penggeledahan
kantor Korlantas Polri, KPK berhasil menunjukkan prinsip penegakan hukum berlaku sama
kepada semua warga negara dan lembaga di negeri ini.
Hasil jajak pendapat ini memperkuat hal tersebut. Empat dari 10 responden mengemukakan
bahwa dari sejumlah lembaga penegak hukum, KPK dinilai sebagai lembaga yang paling
dipercaya. KPK juga dinilai oleh 35,3 persen responden sebagai institusi penegak hukum
paling bersih.
Menilik evaluasi publik terhadap kinerja lembaga KPK dan Polri dalam kurun waktu tiga
tahun terakhir, nilai merah selalu diberikan untuk Polri. Nilai merah itu terutama menyangkut
kinerja penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi. Dalam kurun waktu 2009-2011,
tingkat kepuasan publik terhadap kinerja KPK dalam memberantas korupsi terus meningkat.
Sebaliknya, dalam kurun waktu yang sama, tingkat ketidakpuasan publik terhadap kinerja
Polri menangani kasus korupsi semakin besar.
Bahkan, satu dari dua responden dalam jajak pendapat yang diselenggarakan pada Juni 2011
berpendapat, kegagalan terbesar Polri selama lima tahun terakhir terutama dalam menangani
kasus-kasus korupsi. Lebih jauh, sebanyak 54,9 persen responden tidak yakin perilaku
koruptif aparat kepolisian akan dapat diberantas oleh lembaga kepolisian sendiri.
Idealnya, lembaga negara, termasuk penegak hukum, menanggalkan ego sektoral dan
bersinergi sehingga memperkuat penyelenggaraan penegakan hukum di Indonesia. Presiden
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Susilo Bambang Yudhoyono, misalnya, tiga tahun lalu meminta agar lembaga-lembaga
penegak hukum dan pemberantas korupsi lainnya meningkatkan integritas dan kinerja.
Dalam beberapa kasus, ego sektoral antar-penegak hukum sirna manakala mengusut kasus-
kasus yang menjadi perhatian publik. Dalam kasus mafia pajak yang melibatkan Gayus
Tambunan, misalnya, penegak hukum Polri, Kejaksaan, dan KPK sepakat bekerja sama
dengan pendekatan supervisi, investigasi bersama, dan sharing data dalam menangani kasus
tersebut. Kerja sama sangat dimungkinkan jika fungsi penyelenggaraan negara untuk
kepentingan publik lebih dikedepankan ketimbang ego sektoral.
(Litbang Kompas)
Grafik: Relasi Lembaga Negara
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Selasa, 14-08-2012. Halaman: 33
Abraham Samad: KPK Tidak Akan Pernah Takut dan Ragu
Pengantar Redaksi
Orang masih berharap terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi untuk membumihanguskan
para koruptor dan praktik-praktik korupsi di negeri ini. Tidak heran, ketika Abraham Samad
terpilih menjadi Ketua KPK periode 2011-2015 harapan itu dibebankan kepada aktivis
antikorupsi di Makassar tersebut. Masyarakat berharap KPK di bawah kepemimpinannya bisa
melawan para koruptor yang belakangan seperti melawan balik terhadap langkah-langkah
pemberantasan korupsi.
Bukan pekerjaan mudah, mengingat di kalangan penegak hukum sering terkesan saling
rebutan kasus korupsi ketimbang saling mendukung untuk memberangusnya. Kejadian
terakhir adalah masih berlarutnya "rebutan kasus" antara KPK dan Kepolisian RI dalam kasus
dugaan korupsi alat simulasi mengemudi di Korps Lalu Lintas Polri yang melibatkan oknum
jenderal di Polri.
Sejauh ini, dukungan masyarakat masih tetap menguat di belakang KPK, di tengah gempuran
pihak-pihak yang gerah oleh aksi-aksi KPK. Para koruptor yang di negeri ini hadir dalam
berbagai wajah tidak henti menggempur keberadaan KPK, termasuk pihak-pihak yang ingin
membubarkannya.
Di bawah kepemimpinan Abraham, KPK antara lain menangkap Nunun Nurbaeti, istri
mantan Wakil Kepala Polri Adang Daradjatun. Nunun adalah terdakwa kasus pemberian cek
perjalanan kepada sejumlah anggota DPR terkait dengan terpilihnya Miranda Goeltom
sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (kini juga menjadi tersangka). KPK juga
telah menetapkan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat (saat itu) Angelina Sondakh
sebagai tersangka dalam korupsi wisma atlet. Penahanan mantan Puteri Indonesia 2001
tersebut makin membuat publik berharap kepada Abraham.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Namun, masyarakat juga masih menunggu tuntasnya kasus korupsi Hambalang hingga
megaskandal Bank Century yang hingga kini seperti tak berujung.
Jika Bapak dicalonkan partai besar, apakah Bapak bersedia menjadi calon Presiden?
(Sumardjo Suhardi, Kedoya Utara, Jakarta Barat)
Sesuai amanah yang telah diberikan kepada saya, niat saya semata-mata hanya untuk
mengabdi kepada bangsa dan negara dengan menjalankan tugas pemberantasan korupsi
semaksimal mungkin dan tanpa pandang bulu.
Beranikah Anda sebagai Ketua KPK menuntut seorang koruptor dengan hukuman mati agar
pasal tersebut tidak hanya sebagai slogan tanpa makna.
(M Nurul Irfan, Buaran Serpong, Tangerang Selatan)
Hukuman mati bisa dijatuhkan bagi koruptor yang melanggar Pasal 2 Ayat (1) Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo UU No 20/2001.
Pak Abraham Samad, simpel saja, apa konsep hidup dan pandangan Anda dalam bekerja
sebagai Ketua KPK?
(Deni Mulyadi, [email protected])
Jabatan itu amanah. Bagi saya, bertugas sebagai Ketua KPK adalah sebuah ibadah sehingga
harus dijalankan secara ikhlas dan tanpa pamrih.
Apakah Anda yakin korupsi di Indonesia mampu diberantas? Bagaimana strateginya?
(Heru Pranoto, Sleman, DIY)
Insya Allah, korupsi di Indonesia bisa diberantas melalui strategi pemberantasan korupsi
dengan cara mengintegrasikan pendekatan penindakan yang represif dengan pendekatan
pencegahan. Semua itu tentunya dengan dukungan masyarakat.
Jika kasus korupsi yang terungkap melibatkan keluarga atau kerabat/saudara dekat Bang
Abraham Samad, apakah "pedang tajam" pemberantasan korupsi milik Abang masih akan
digunakan? Atau, Abang akan pilih "pedang" lain?
(Mohammad Ilham, Tebet Barat, Jakarta Selatan)
Jika korupsi melibatkan keluarga, saudara atau kerabat saya, saya tidak akan pernah ragu
untuk menghukumnya sesuai dengan tuntunan dan ajaran Nabi Mumammad SAW. Beliau
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
pernah berkata, "Seandainya saja anakku yang paling kusayangi Fatimah Az-Zahra mencuri,
sayalah orang pertama yang akan memotong tangannya."
Pak Abraham, masalah yang ditangani KPK makin menumpuk saja. Satu belum selesai,
masalah lain sudah muncul. Mungkin masalah yang terdahulu itu terlupakan untuk
diselesaikan lebih dahulu, sebagaimana kasus Bank Century belum terdengar lagi
beritanya, ya. Mohon pencerahannya.
(Lim Kwet Hian, [email protected], Jakarta)
Mengenai kasus Bank Century, KPK sampai sekarang ini terus melakukan penyelidikan dan
pendalaman terhadap kasus tersebut. KPK tidak akan pernah memetieskan kasus Century.
Perkembangan kasus bailout Bank Century belum jelas ujungnya dikarenakan ada pihak-
pihak yang dekat dengan penguasa saat ini dan adanya kepentingan golongan ataupun
kelompok. Apa yang akan Bapak lakukan jika ternyata pihak-pihak tersebut dilindungi oleh
penguasa saat ini. Apakah kasus ini akan sama dengan kasus yang sebelumnya, yaitu seperti
Cicak versus Buaya akan dipetieskan?
(Iman Gowasa, [email protected], Jakarta Timur)
KPK tidak akan pernah takut dan ragu untuk menindak siapa saja yang terlibat dalam kasus
Century sekalipun orang yang terlibat tersebut adalah orang yang dekat dengan penguasa dan
mempunyai power. Apa kiat Bapak dalam mengungkap kasus-kasus korupsi besar, seperti
Hambalang dan Century, sedangkan kita tahu kasus-kasus tersebut melibatkan orang-orang
"besar" di negeri ini. Rakyat sangat menunggu keberanian KPK khususnya Bapak sebagai
pimpinannya untuk mengungkap kasus tersebut.
(Sugianto, [email protected], Ciruas, Serang)
Kita tidak boleh gentar atau merasa takut sedikit pun untuk membongkar kasus-kasus besar,
seperti Hambalang dan Century, yang melibatkan orang-orang besar karena hukum harus
ditegakkan secara adil. Melihat latennya korupsi di negara kita dan bahkan sudah dianggap
sebagai budaya, tidak heran kalau rakyat yang antikorupsi merasa pesimistis korupsi bisa
hilang dari Indonesia. Apa yang bisa Pak Abraham Samad berikan kepada rakyat yang galau
agar "harapan" itu terus bisa hidup dan menyala?
(Suhariyono, [email protected], Semarang)
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Saya tetap optimistis, kejahatan korupsi di Indonesia bisa diberantas asal ada keberanian dan
keseriusan dalam memerangi dan memberantas korupsi itu. Jadi, kita harus tetap optimistis.
Apakah ada intimidasi dari orang yang tidak dikenal setelah Bapak menjadi Ketua KPK?
Bagaimana Anda menyikapi setiap teror yang mengancam keluarga Anda selama menjabat
sebagai Ketua KPK? Sebab, kita tahu, Anda sedang menghadapi ratusan, bahkan ribuan
koruptor di bangsa ini.
(Reynaldo Simamora, [email protected] dan Stefanus Arno, Makassar)
Intimidasi, ancaman, dan teror selalu saja ada, tetapi bagi saya itu hal yang biasa karena saya
sudah mewakafkan diri untuk tugas dan amanah yang mulia ini. Insya Allah, saya sudah siap
dengan segala risiko. Bapak Abraham yang baik, siapakah calon presiden yang bersih dari
korupsi menurut Bapak? Atau, kita harus jatuh dalam minus-malum di mana kita harus
memilih yang bukti korupsinya paling sedikit?
(Gusti Tetiro, Rawasari, Jakarta)
Pilihlah calon pemimpin yang jujur, bersih, dan amanah. Siapakah sosok yang paling
memotivasi Bapak sehingga mampu mengemban tugas sebagai Ketua KPK?
(Elisa Wulandari, Depok, Sleman, DIY)
Sosok yang paling memotivasi saya adalah orangtua dan keluarga saya. Apakah dalam
kepemimpinan Saudara saat ini tidak ada dusta di antara kelima pimpinannya? Artinya,
apakah di antara lima ketua ada yang ingin menutupi atau mengesampingkan kasus-kasus
besar karena tekanan atau adanya conflict of interest sehingga menyiutkan nyali Saudara?
(Herry Soetomo, Kemanggisan, Jakarta Barat)
Kelima pimpinan KPK yang ada saat ini bekerja secara kompak dan tetap solid dalam
menjalankan tugas pemberantasan korupsi. Abraham Samad pernah berjanji akan mundur
dari jabatannya sebagai Ketua KPK jika dalam setahun gagal menuntaskan kasus korupsi
besar, seperti kasus Bank Century. Hingga kini, rakyat menanti pelaksanaan janji tersebut di
tengah-tengah maraknya praktik korupsi. Masihkah Abraham Samad bergerak sesuai dengan
janji tersebut?
(Jhon Rivel Purba, Yogyakarta)
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Saya tidak pernah mengatakan bahwa jika dalam setahun gagal menuntaskan kasus Bank
Century, saya akan mundur. Yang saya katakan pada saat mengikuti fit and proper test di
DPR adalah jika dalam setahun saya tidak bisa berbuat apa-apa, saya akan mundur.
Kenyataannya, selama bertugas di KPK saat ini, kami sudah berbuat banyak dalam
menjalankan tugas pemberantasan korupsi walaupun masih banyak pekerjaan rumah
pemberantasan korupsi yang masih harus dikerjakan. Siapa tokoh antikorupsi favorit Anda?
(Budianto., [email protected])
Baharuddin Lopa. Beliau adalah sosok pendekar hukum yang jujur, sederhana, berani, dan
berdedikasi. Dalam bertugas, tujuannya semata-mata hanya untuk menegakkan hukum dan
keadilan. Mengapa kita tidak meniru saja cara negara lain dalam mencegah terjadinya
korupsi, misalnya Singapura? Bukankah Pak Abraham Samad bisa bekerja sama dengan
penegak hukum yang lain agar hukum menjadi tegak?
(Ridwan bin Abd Muthalib, Jakarta Timur)
Dalam memberantas korupsi, KPK bisa berkoordinasi,
bekerja sama, dan bersinergi dengan lembaga penegak hukum
lain, seperti kepolisian dan kejaksaan, juga dengan BPK,
BPKP, PPATK, serta lembaga mitra KPK lainnya. -(TRI)
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Kamis, 16-08-2012. Halaman: 5
Koordinasi Antarlembaga Hukum Lemah
KPK Periksa Djoko sebagai Tersangka Usai Lebaran
Jakarta, Kompas -Koordinasi antarlembaga penegak hukum lemah sehingga mafia hukum
dan penyanderaan berbagai kasus di antara kelompok elite politik masih marak terjadi. Jika
dibiarkan, kondisi itu berbahaya karena mempersulit upaya penegakan hukum di Indonesia.
Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengungkapkan, lemahnya koordinasi terlihat dari
rebutan kewenangan antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian Republik
Indonesia dalam penyidikan dugaan korupsi simulator surat izin mengemudi di Korps Lalu
Lintas (Korlantas) Polri. Masalah tersebut sebenarnya bisa dipecahkan jika semua merujuk ke
undang-undang.
"Kalau kondisi hukum begini terus, kita tinggal menuju kehancuran saja. Dibutuhkan shock
therapy. Memang pahit, tetapi itu memberikan terobosan," ujar Mahfud dalam diskusi "Kaum
Muda Indonesia Menggugat, Konsolidasi Kebangsaan Menuju Keadilan Sosial" di Jakarta,
Rabu (15/8).
Salah satu shock therapy itu adalah memunculkan kepemimpinan nasional yang bersih dan
tidak tersandera korupsi. Jadikan hukum sebagai panglima. Hukuman mati perlu diterapkan
untuk kasus yang sudah diatur UU, seperti korupsi besar, pelaku terorisme, kejahatan
terencana, dan kejahatan pada negara.
"Kita harus optimistis. Indonesia adalah negara hukum, dan penegakan hukum pernah
berjalan cukup baik pada tahun 1945 sampai 1973. Saat itu korupsi juga ada, tetapi semua
pelakunya dapat diadili," katanya.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
KPK maju terus
Terkait kasus dugaan korupsi Korlantas Polri, KPK maju terus. KPK mengaku tidak
terpengaruh sama sekali dengan manuver pengacara tersangka maupun langkah Polri yang
masih ikut menyidik kasus yang sama.
Hingga kemarin, KPK terus memverifikasi barang sitaan hasil penggeledahan di markas
Korlantas. Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, verifikasi barang bukti oleh penyidik
KPK tak memakan waktu lama. KPK terus mengebut untuk segera menuntaskan penyidikan.
KPK sudah cukup memiliki bukti untuk menyeret tersangka kasus ini.
KPK menetapkan empat tersangka, yakni mantan Kepala Korlantas Inspektur Jenderal Djoko
Susilo, Wakil Kepala Korlantas Brigadir Jenderal (Pol) Didik Purnomo, serta dua rekanan
pengadaan simulator, Budi Susanto dan Sukotjo Bambang. Tiga nama terakhir juga
ditetapkan sebagai tersangka oleh Polri dan ditahan di Mako Brimob.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, selain memverifikasi barang bukti, penyidik
juga memeriksa sejumlah saksi untuk tersangka Djoko. KPK akan memanggil Djoko sebagai
tersangka seusai Lebaran. KPK tak membutuhkan mediator untuk menyelesaikan sengkarut
masalah penanganan kasus ini. "KPK tak perlu mediator pihak luar. Pimpinan KPK sudah
bisa melakukan koordinasi langsung dengan Kapolri," katanya.
Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli
Amar mengatakan, penyidik Polri akan menyelidiki dan menyidik informasi terkait aliran
dana. Penyidik dapat meminta bantuan PPATK untuk menelusuri jika ada indikasi atau fakta
yang mengarah pada fakta ada penempatan sejumlah uang di Primer Koperasi Polri
Korlantas. Penyidik Polri juga merencanakan memeriksa Djoko sebagai saksi seusai Lebaran.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Hifdzil Alim
mengatakan, langkah KPK membongkar dokumen sitaan mesti diikuti penyelesaian polemik
seputar penyitaan dokumen itu.
(IAM/BIL/FER/DIK/FAJ)
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Selasa, 28-08-2012. Halaman: 3
Dugaan Korupsi di Korlantas
KPK Percaya Polri Tidak Lindungi Djoko Susilo
Jakarta, Kompas - Komisi Pemberantasan Korupsi belum juga memeriksa Inspektur Jenderal
Djoko Susilo terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat simulasi mengemudi di
Korps Lalu Lintas Mabes Polri. Namun, hal itu tidak berarti ada perlindungan terhadap yang
bersangkutan dari kepolisian.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP, Senin (27/8), menepis anggapan bahwa belum juga
diperiksanya Djoko Susilo karena ada perlindungan dari kepolisian. "Saya kira tidak, karena
pernyataan dari Mabes Polri, kan, mendukung langkah KPK mengusut kasus ini. KPK juga
tidak perlu izin Polri untuk memeriksa DS (Djoko Susilo)," kata Johan.
Johan juga menepis anggapan bahwa KPK lebih lambat dalam menangani kasus ini
dibanding Polri yang lebih dulu memeriksa Djoko Susilo. Polri telah memeriksa dua kali
Djoko Susilo. "Anggapan belum tentu benar. Itu adalah strategi penyidikan, apakah akan
memeriksa tersangka dulu atau saksi dulu," jelasnya.
Johan menjelaskan, alasan penyidik KPK belum memeriksa Djoko karena KPK fokus untuk
melakukan verifikasi terhadap barang bukti yang disita dari Markas Korlantas beberapa
waktu lalu. "Belum ada jadwal pemeriksaan DS. KPK masih mendalami verifikasi barang
bukti hasil sitaan, baru kemudian memeriksa DS atau saksi-saksi lain," kata Johan.
KPK juga belum memeriksa tersangka lain. KPK telah menetapkan empat tersangka, yaitu
Djoko Susilo dan Brigjen Didik Purnomo serta Sukotjo S Bambang dan Budi Susanto
(keduanya dari pihak swasta).
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
"Termasuk saksi-saksi yang lain. Menurut penjelasan direktur penyidikan, KPK masih akan
verifikasi barang bukti," ujar Johan. Sebanyak 28 kardus barang bukti disita KPK dari
Markas Korlantas dalam penggeledahan yang dilakukan 30 Juli 2012.
Barang bukti itu sempat tak tersentuh selama dua pekan di sebuah kontainer di halaman
belakang Gedung KPK. Barang bukti itu mulai diakses penyidik KPK pada 14 Agustus
dengan memindahkannya dari kontainer ke dalam Gedung KPK.
Sejauh ini, KPK telah memeriksa belasan saksi terkait kasus korupsi proyek ini. Salah satu
yang pernah diperiksa adalah tersangka Sukotjo sebagai saksi dan Intan Pardede, anak buah
tersangka Budi Susanto.
KPK tengah mendalami laporan hasil analisis dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan tentang temuan transaksi yang diduga tidak wajar dalam rekening pihak yang
terlibat dalam proyek itu. Jumlah dana yang mengalir ke pihak ketiga sedikitnya Rp 10
miliar.
Kemarin, penyidik Badan Reserse Polri melanjutkan pemeriksaan Irjen Djoko Susilo sebagai
saksi. "Tadi pagi pukul 08.00, DS (Djoko Susilo) diperiksa," ujar Kepala Bareskrim
Komisaris Jenderal Sutarman. Djoko diperiksa sebagai saksi terkait pengetahuannya tentang
proses lelang pengadaan alat simulasi itu.
Jaksa Agung Basrief Arief secara terpisah mengatakan, kisruh penanganan kasus korupsi
pengadaan alat simulasi di Korlantas antara KPK dan Polri pasti akan ada jalan keluarnya.
Kejaksaan pun memilih mengikuti proses yang tengah berjalan.
"Posisi kejaksaan saat ini adalah mengikuti perkembangan penyidikan yang dilakukan Polri,"
tambah Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi Nirwanto.
(RAY/BIL/FAJ/FER)
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Rabu, 29-08-2012. Halaman: 2
Korupsi Simulator
Advokat Dukung KPK Tangani Sepenuhnya
Jakarta, Kompas -Sejumlah advokat yang tergabung dalam Forum Advokat Pengawal
Konstitusi mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi menangani kasus dugaan korupsi
pengadaan simulator mengemudi Korps Lalu Lintas Polri.
Salah satu advokat anggota forum, Petrus Selestinus, mengatakan, mereka mendukung KPK
segera melakukan penyelidikan dan penyidikan secara menyeluruh dan utuh. "Jika
membiarkan dualisme penanganan kasus korupsi simulator oleh polisi, KPK justru melanggar
sendiri ketentuan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK," kata Petrus
saat mendatangi KPK bersama sejumlah advokat, Selasa (28/8). Mereka ditemui penasihat
KPK, Said Zainal Abidin, dan Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi Priharsa Nugraha.
Menurut Petrus, kengototan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri untuk terus
menangani kasus ini, sementara mereka mengetahui penyidikan lebih dulu dilakukan KPK,
justru menimbulkan banyak pertanyaan.
Advokat anggota forum, F Hermawi Y Taslim, mengatakan, KPK harus mewaspadai upaya
menghambat kerja mereka dengan dalil ada nota kesepahaman. Forum Advokat Pengawal
Konstitusi meminta agar KPK segera mengeluarkan keputusan mengambil alih seluruh
penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan simulator di Korlantas.
Periksa Djoko lagi
Kemarin, penyidik Bareskrim Polri memeriksa kembali Inspektur Jenderal Djoko Susilo
dalam kasus dugaan korupsi Korlantas Polri. Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat
Polri Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar, Djoko diperiksa jam 10.00 untuk tersangka Brigadir
Jenderal Didik Purnomo, AKBP TR, dan Komisaris L, serta dua pemenang tender, BS dan
SB.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia
(MAKI) Boyamin Saiman menilai, penahanan para tersangka kasus korupsi di Korlantas
Polri tidak sah, karena sesuai UU KPK, Polri tidak berhak menyidik kasus itu.
Kemarin, PN Jakarta Selatan sedianya menggelar sidang perdana permohonan praperadilan
keabsahan penahanan tersangka kasus korupsi simulator oleh Polri. Permohonan diajukan
MAKI, dengan pihak termohon Kapolri, Jaksa Agung, dan Ketua KPK. Sidang dengan
agenda pembacaan permohonan tidak jadi digelar karena pihak Polri dan KPK tidak datang.
Hakim memutuskan sidang digelar pada 4 September.
(FER/BIL/RAY/FAJ)
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Rabu, 29-08-2012. Halaman: 6 (Opini)
Reformasi Hukum Gagal?
Teten Masduki
Resistensi Polri terhadap investigasi KPK dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan
simulator kemudi di Korps Lalu Lintas mencerminkan masalah utama reformasi hukum yang
berjalan lamban sejak 14 tahun lalu. Padahal, program reformasi hukum menjadi prioritas,
paling banyak menyedot sumber daya, mendapat sorotan dan dukungan dunia internasional.
Terlalu banyak pihak yang diuntungkan oleh keadaan hukum yang bobrok. Bukan saja rezim
lama yang masih bercokol di birokrasi, politik, dan bisnis, melainkan juga para politisi
produk reformasi yang perilakunya mereplikasi rezim kleptokrasi lama yang dikritiknya dulu.
Termasuk mereka yang melakukan pelanggaran HAM berat. Namun, hambatan utama
datang dari para mafia hukum itu sendiri.
Kita tahu banyak aparat hukum senior yang telanjur memiliki rekening gendut. Spirit untuk
memulihkan citra lembaga mereka yang busuk memang sempat muncul dari segelintir aparat
pada awal-awal reformasi, tetapi kemudian tenggelam oleh semangat membela "korps" dari
mayoritas aparat hitam.
Masalahnya program reformasi hukum itu lebih fokus membenahi kompetensi kelembagaan
seperti sistem manajemen perkara, sistem merit, revisi peraturan perundang-undangan, tetapi
tidak satu pun pemerintahan pascareformasi yang berani mencopot aparat hukum yang kotor.
Sehingga semua perbaikan kelembagaan itu tidak banyak memberikan dampak positif di
tangan aparat yang kotor.
Pada era pemerintahan Soeharto, lembaga yudikatif tunduk pada kekuasaan eksekutif. Maka
masalah independensi menjadi target utama reformasi lembaga peradilan. Namun,
belakangan asumsi itu tidak terlalu tepat. Terbukti pada era korupsi transaktif saat ini siapa
pun bisa melumpuhkan hukum asal punya cukup uang, sama halnya dengan kontrak-kontrak
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
pemerintah akan jatuh kepada penawar paling besar (the highes bidder). Malah karena
telanjur dibikin independen, lembaga pengadilan seperti punya benteng yang tinggi untuk
melindungi diri.
Kemajuan bukan berarti tidak ada. Setidaknya KPK hingga saat ini dan pengadilan tindak
pidana korupsi sebelum dua tahun terakhir ini cukup membanggakan, meskipun terus
dikeroyok oleh aparat hukum konvensional. Hal itu karena keduanya terputus dari mata rantai
mafia hukum, yang sudah menggurita dalam kelembagaan konvensional. Maka tidak nalar
kalau ada penentangan dari kalangan politisi dan praktisi hukum terhadap strategi
pembenahan hukum seperti ini. Secara teori, jangkar gerakan antikorupsi harus dilakukan
dari luar ketika keinginan untuk berubah dari internal tidak muncul.
Konservatif
Dunia advokat pada awal tahun 1970-an, yang dicatat Indonesianis masyhur, Profesor Daniel
S Lev, memiliki jejak rekam menakjubkan dalam pembaruan hukum yang di antaranya
melahirkan gerakan bantuan hukum dengan tokoh Adnan Buyung Nasution, Yap Thiam
Hien, salah seorang motor penggeraknya. Namun, pada era reformasi tidak banyak gerakan
pembaruan hukum yang dimotori organisasi advokat yang bisa dicatat. Yang mencolok
malah kantor-kantor advokat kebanjiran rezeki kasus-kasus korupsi dan bisnis yang
dibongkar oleh gerakan reformasi, yang suka tidak suka menempatkan mereka berada di
seberang arus perubahan. Meskipun ini soal pilihan, ada juga sedikit advokat yang konsisten
tidak mau menangani kasus korupsi.
Asas profesionalitas dan kesamaan semua orang di depan hukum adalah alasan yang sering
dikemukakan para advokat ketika membela kasus-kasus korupsi. Dengan alasan yang sama
barangkali para ahli hukum di kampus sulit menolak tawaran sebagai penasihat atau saksi
ahli dari firma hukum bonafide ketika menangani kasus-kasus yang melibatkan pejabat tinggi
atau konglomerat.
Kontradiksi nilai selalu menjadi perdebatan panjang dalam dunia kepengacaraan menyangkut
sumber pembayaran yang mereka terima yang berasal dari kejahatan yang dibelanya.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Profesi advokat memang diperlukan. Peristiwa hukum adalah masalah yang kompleks, ada
sebab dan akibat sehingga selalu ada celah-celah atau faktor-faktor yang bisa dijadikan
alasan untuk meringankan pelaku kejahatan sebesar apa pun.
Namun, dalam pembelaan terhadap kliennya, yang kadang tidak terbatas di ruang pengadilan,
cenderung konservatif terhadap upaya-upaya pembaruan hukum yang diperlukan.
Tidak ada gerakan yang kuat dan masif dari para ahli serta praktisi hukum untuk mengadopsi
asas pembuktian terbalik atau asas retroaktif dalam revisi undang-undang tindak pidana
korupsi, penerapan prinsip free bargaining atau free agreement dalam pembuatan undang-
undang perlindungan saksi, yang semuanya dipercaya secara empiris sangat efektif untuk
memerangi kejahatan terorganisasi seperti korupsi.
Resistensi
Belakangan ada resistensi sangat kuat dari para praktisi hukum dan politisi di DPR dalam
penerapan undang-undang pencucian uang terhadap kasus-kasus korupsi.
Hingga hari ini tak sedikit yang masih berpandangan bahwa pembentukan KPK di luar sistem
serta memasalahkan kewenangan penuntutan KPK. Padahal, kehadiran lembaga-lembaga
state
auxiliary body semacam itu di mana saja telah lumrah menyubstitusi kelembagaan
konvensional guna mengatasi kejahatan-kejahatan modern yang sudah mengakar dalam
institusi konvensional itu sendiri. Termasuk di negara-negara maju yang sistem demokrasinya
sudah berjalan dengan baik.
Fakultas hukum harus mengambil tanggung jawab terhadap keadaan hukum yang dalam
beberapa tahun belakangan ini menduduki peringkat terburuk di antara negara tetangga.
Barangkali kampus harus melengkapi kemampuan teknis para mahasiswanya dengan nilai-
nilai idealisme profesi, keadilan, dan kemanusiaan sehingga mereka tidak memperkuat mafia
hukum.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Gagasan-gagasan pembaruan sistem hukum nasional mestinya datang dari fakultas hukum.
Bagi masyarakat awam, sistem hukum apa yang mau dianut tidaklah penting, mau kucing
belang atau putih asal bisa menangkap tikus.
Seperti kata almarhum Profesor Satjipto Rahardjo, hukum harus mengabdi untuk
menghadirkan kesejahteraan manusia, bukan sebaliknya manusia mengabdi pada hukum
seperti menyembah berhala.
Teten Masduki
Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Kamis, 30-08-2012. Halaman: 4
Kasus Simulator
Empat Polisi Mangkir dari Panggilan KPK
Jakarta, Kompas - Empat perwira polisi mangkir dari panggilan Komisi Pemberantasan
Korupsi, Rabu (29/8). Empat perwira tersebut, yaitu Ajun Komisaris Besar Wisnu Budaya,
Ajun Komisaris Besar Wandi Rustiawan, Komisaris Endah Purwaningsih, dan Komisaris
Ni Nyoman Suartini, tidak hadir di KPK tanpa memberikan keterangan.
"Keempatnya tak hadir tanpa memberikan keterangan. Mereka akan dipanggil ulang," kata
Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha.
Menurut Priharsa, keempat perwira itu dipanggil dalam kapasitas sebagai panitia lelang
pengadaan alat simulasi mengemudi di Korps Lalu Lintas Polri. Surat panggilan sudah
dilayangkan sejak 15 Agustus lalu.
Sedianya mereka akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Inspektur Jenderal Djoko
Susilo, Gubernur Akademi Kepolisian nonaktif yang juga mantan Kepala Korlantas Polri.
KPK juga menetapkan Wakil Kepala Korlantas Brigadir Jenderal (Pol) Didik Purnomo serta
dua orang dari pihak swasta, Sukotjo S Bambang dan Budi Susanto, sebagai tersangka.
Sementara itu, polisi juga menetapkan tiga nama terakhir itu sebagai tersangka meski KPK
telah lebih dulu menyidik kasus ini. Ketiganya ditahan polisi. Terkait hal itu, Wakil Ketua
KPK Bambang Widjojanto mengatakan, KPK berpegang pada undang-undang yang ada.
Menurut Bambang, berdasar Undang-Undang KPK, jika KPK telah menangani suatu kasus,
penegak hukum yang lain harus berhenti. "KPK berpijak pada Pasal 50 Ayat 3 dan 4. Kalau
KPK sudah masuk, hendaknya penegak hukum lain menghentikan penyidikan," ujarnya.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Menurut Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi Fajroel Rahman, Rabu, sikap
Polri yang bersikeras menangani kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulasi di Korlantas
menunjukkan polisi melakukan pembangkangan terhadap UU Nomor 30 Tahun 2000
tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Sebanyak 60 orang yang mewakili tokoh masyarakat, intelektual, dan LSM sebelum
Lebaran bertemu pimpinan KPK dan memberikan dukungan agar KPK terus maju. Jika
polisi bersikukuh, artinya polisi membangkang UU. Kami juga tidak akan mendukung KPK
jika KPK tidak menjalankan UU," kata Fajroel.
(RAY/BIL/LOK/ANS)
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Jumat, 31-08-2012. Halaman: 5
Kasus Korlantas
KPK Panggil Lagi Perwira Polisi
JAKARTA, KOMPAS- Komisi Pemberantasan Korupsi kembali memanggil sejumlah
perwira polisi terkait kasus korupsi proyek simulator mengemudi di Korps Lalu Lintas Polri.
Kamis (30/8), KPK memanggil Ajun Komisaris Besar Heru Trisasono.
Selain Heru, KPK akan memanggil Ajun Komisaris Besar Susilo dan Ajun Komisaris Besar
Indra Darmawan. "Hari ini (Kamis) memang dijadwalkan AKBP Heru. Ia saat ini menjabat
Kapolres Kebumen. Diperiksa untuk tersangka DS (Inspektur Jenderal Djoko Susilo)," kata
Johan Budi SP, Juru Bicara KPK.
Johan tidak menjelaskan keterkaitan AKBP Heru dalam kasus korupsi proyek senilai lebih
dari Rp 190 miliar ini. AKBP Susilo dan AKBP Indra dijadwalkan diperiksa Jumat ini atau
Senin pekan depan.
Sebelumnya, KPK telah memanggil empat perwira polisi Ajun Komisaris Besar Wisnu
Budaya, Ajun Komisaris Besar Wandi Rustiawan, Komisaris Endah Purwaningsih, dan
Komisaris Ni Nyoman Suartini. Namun, keempatnya mangkir.
Johan menjelaskan, dari surat yang dikirim polisi Rabu lalu, pihak Polri menyebut ada
masalah administrasi, yakni ketidaksesuaian pangkat dan nama polisi yang dipanggil. KPK
mengirimkan surat panggilan sejak 15 Agustus. Kepada keempat perwira itu, KPK sudah
mengirimkan surat panggilan ulang. "Jadwal pemeriksaan kemungkinan pekan depan,"
tambah Johan.
Ketua KPK Abraham Samad yakin para polisi akan memenuhi panggilan pemeriksaan KPK.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat tersangka. Selain Djoko Susilo, Gubernur
Akademi Kepolisian nonaktif, KPK juga menjadikan Wakil Kepala Korlantas Brigadir
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Jenderal Didik Purnomo dan dua orang dari swasta, Sukotjo S Bambang serta Budi Susanto,
sebagai tersangka. Tiga nama terakhir oleh polisi kemudian juga ditetapkan sebagai
tersangka.
(RAY)
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Sabtu, 01-09-2012. Halaman: 3
Alat Simulasi Mengemudi
Empat Polisi Akhirnya Diperiksa KPK
Jakarta, Kompas - Empat perwira polisi yang sebelumnya mangkir akhirnya memenuhi
panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat (31/8). Mereka tiba di Gedung
KPK pukul 10.15 dan hingga sekitar pukul 21.05 masih ada satu orang yang belum keluar
dari pemeriksaan.
Tiga polisi lainnya terlihat menunggu di ruang tunggu. "AKBP Wandi Rustiwan, AKBP
Wisnu Buddaya, Komisaris Ni Nyoman Suwartini, dan Komisaris Endah Purwaningsih
diperiksa dalam kasus korupsi simulator ujian SIM di Korps Lalu Lintas Polri," kata Kepala
Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha, Jumat.
Keempat perwira itu diperiksa untuk tersangka Gubernur Akademi Kepolisian (non-aktif)
Inspektur Jenderal Djoko Susilo. KPK juga telah memanggil AKBP Heru Trisasono dan
AKBP Susilo. Namun, keduanya belum muncul di KPK.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Agus Suprijanto
di Gedung KPK mengatakan, pihaknya memberikan keterangan kepada KPK terkait
pencairan dana anggaran proyek alat simulasi SIM di Korlantas.
Menurut Priharsa, Agus diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut. "Cuma mekanisme
pencairan anggaran di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara," katanya.
Pencairan dana untuk proyek itu mencapai Rp 176 miliar. "Yang tahun 2011 ya Rp 127
miliar dan Rp 48 miliar. Sekitar Rp 176 miliar," kata Agus. Ia mengatakan, anggaran proyek
ini bersifat multiyears (tahun jamak).
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat tersangka. Selain Djoko Susilo, KPK juga
menetapkan Wakil Kepala Korlantas Brigadir Jenderal (Pol) Didik Purnomo dan dua orang
dari pihak swasta, Sukotjo S Bambang dan Budi Susanto, sebagai tersangka.
Dalam kaitan penanganan kasus itu, KPK harus melakukan reformasi kultural supaya tidak
sungkan menjalankan kewenangannya. KPK harus berani mengambil alih. "Kapolri
sebenarnya sudah mendukung KPK, jadi KPK tidak perlu merasa sungkan," kata anggota
Komisi III DPR, Didi Irawadi Syamsuddin, dalam seminar "Parliament and the Eradication
of Corruption: Overcoming the Gaps Between Aims and Practices" di Jakarta, Jumat.
(RAY/LOK)
Foto : KOMPAS/ALIF ICHWAN
Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat (31/8) di Jakarta, memeriksa empat perwira polisi,
yakni Ajun Komisaris Besar Wandi Rustiwan, Komisaris Ni Nyoman (kiri), Komisaris
Endah Purwaningsih, dan Ajun Komisaris Besar Wisnu Buddaya (tidak tampak). Mereka
diperiksa sebagai saksi terkait penyidikan kasus dugaan korupsi proyek alat simulasi ujian
surat izin mengemudi Korps Lalu Lintas Polri.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Selasa, 04-09-2012. Halaman: 5
Dugaan Korupsi Simulator SIM
Penyidik KPK Profesional, Tak Segan Periksa Djoko Susilo
Jakarta, Kompas -Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan, penyidik KPK yang berasal
dari kepolisian akan sangat profesional dalam memeriksa tersangka kasus dugaan korupsi
pengadaan alat simulator berkendara di Korps Lalu Lintas Polri. KPK tidak akan segan
memeriksa tersangka kasus ini, Inspektur Jenderal Djoko Susilo.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, KPK telah membentuk satuan tugas untuk
menangani kasus ini yang dikepalai penyidik berpangkat ajun komisaris besar. "Saya kira
tidak akan ada konflik kepentingan. Kami menghormati profesionalitas penyidik di KPK,"
kata Johan di Jakarta, Senin (3/9).
Menurut Johan, KPK punya pengalaman memeriksa jenderal bintang empat, seperti dalam
kasus pungutan liar di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur, Malaysia,
Rusdihardjo. Rusdihardjo adalah mantan Kepala Polri.
Namun, Kompas pernah mendapat informasi, pemeriksaan Rusdihardjo kala itu diwarnai
kekagokan penyidik KPK karena yang diperiksa mantan atasan mereka. Hal ini teratasi
setelah pimpinan KPK mengganti penyidik dengan penyidik yang bukan dari unsur
kepolisian.
Kemarin, KPK kembali memeriksa tiga perwira polisi, yaitu Ajun Komisaris Besar Heru
Trisasono, Ajun Komisaris Besar Susilo Wardono, dan Ajun Komisaris Besar Indra
Darmawan Irianto. Mereka diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Djoko Susilo.
Jumat pekan lalu, KPK memeriksa empat perwira polisi yang menjadi panitia pengadaan
proyek simulator SIM 2011, Ajun Komisaris Besar Wisnhu Buddhaya, Ajun Komisaris Besar
Wandi Rustiwan, Komisaris Endah Purwaningsih, dan Komisaris Ni Nyoman Suwartini.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Terkait koordinasi yang dilakukan KPK dengan Polri untuk penanganan kasus ini, Johan
mengatakan belum ada hasil. KPK menetapkan tiga tersangka lain selain Djoko dalam kasus
ini, yakni mantan Wakil Korlantas Brigadir Jenderal (Pol) Didik Purnomo, pengusaha
Sukotjo Bambang, dan Budi Susanto. Ketiganya juga ditetapkan sebagai tersangka oleh
Mabes Polri.
Mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Adnan Buyung Nasution, menyesalkan sikap
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang tidak kunjung menengahi sengketa antara KPK
dan Polri dalam menangani kasus korupsi simulator. "Presiden bisa memerintahkan Kapolri
untuk menyerahkan kasus simulator ke KPK. Ini bukan intervensi hukum," katanya.
(Bil/Faj)
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Kamis, 06-09-2012. Halaman: 3
Kasus simulator
KPK Tunggu Sikap Kejaksaan Agung
Jakarta, Kompas -Komisi Pemberantasan Korupsi menunggu sikap Kejaksaan Agung terkait
sikap Kepolisian Republik Indonesia yang tetap bersikukuh menyidik kasus dugaan korupsi
pengadaan simulator berkendara di Korps Lalu Lintas. Setidaknya ada tiga tersangka dalam
kasus ini yang ditetapkan KPK juga dijadikan tersangka oleh kepolisian.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP di Jakarta, Rabu (5/9), mengatakan, sejauh ini pimpinan
KPK dengan Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo terus berkoordinasi menyelesaikan
sengkarut penanganan kasus ini. Tiga nama yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dan
Polri adalah
mantan Wakil Kepala Korps Lalu Lintas Brigadir Jenderal (Pol) Didik Purnomo dan dua
rekanan dalam pengadaan simulator, Budi Susanto dan Sukotjo Bambang. KPK juga
menetapkan mantan Kepala Korps Lalu Lintas Inspektur Jenderal Djoko Susilo sebagai
tersangka.
KPK tetap mendasarkan penanganan kasus ini pada UU No 20/2002 tentang KPK. Dalam
UU KPK diatur penanganan kasus korupsi jika ada lembaga penegak hukum lain yang
terlibat. Johan mengatakan, KPK menunggu sikap resmi Kejaksaan Agung terhadap
penyidikan yang dilakukan Polri. Sementara itu, Polri akan menyerahkan berkas perkara
penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan simulator ini ke kejaksaan untuk selanjutnya
dilakukan penuntutan.
"Itu melibatkan institusi lain. Kami belum tahu sikap resmi Kejaksaan Agung. Di sisi lain,
pimpinan KPK juga terus menyamakan persepsi dengan Kapolri," kata Johan.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Johan mengatakan, penerimaan atau penolakan kejaksaan atas berkas penyidikan Polri sangat
tergantung cara pandang kejaksaan melihat kasus ini. "Harus ada sikap kejaksaan
menanggapi kasus ini," kata Johan.
Secara terpisah, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman
mengatakan, jawaban Polri pada persidangan gugatan praperadilan terkait penanganan kasus
korupsi simulator tampak ada upaya melokalisir perkara. "Djoko Susilo dibuat tidak bersalah.
Terlihat ada upaya untuk melokalisir perkara dengan mengorbankan anak buah paling bawah,
yaitu Komisaris Legimo, dengan sangkaan memalsu tanda tangan Irjen Djoko Susilo,"
katanya.
Kemarin, KPK kembali memeriksa tiga perwira polisi, yakni Ajun Komisaris Besar Wisnu
Buddhaya, Komisaris Endah Purwaningsih, dan Komisaris Ni Nyoman Suwartini. "Ini
lanjutan karena belum selesai permintaan keterangan sebagai saksi. Mengenai materi, saya
belum tahu. Semua diperiksa untuk tersangka DS. Berapa kali orang diperiksa itu tidak ada
hubungannya dengan status," kata Johan.
Nilai proyek pengadaan simulator roda dua mencapai Rp54,4 miliar, sementara simulator
roda empat Rp142,4 miliar.
(FAJ)
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Sabtu, 08-09-2012. Halaman: 2
Kilas Politik & Hukum: Polisi Sita Bukti Korlantas
Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Agus Rianto, Jumat (7/9), di
Jakarta, mengatakan, penyidik Badan Reserse Kriminal Polri menyita sejumlah barang bukti
di rumah ibu mertua dari Soekotjo Bambang, tersangka kasus korupsi pengadaan alat
simulasi mengemudi di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri. Kuasa hukum Soekotjo, Erick
Paat, mengatakan, ada 135 dokumen dan barang yang disita, di antaranya flash disk, kuitansi,
dan rekening bank.
(FER)
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Senin, 10-09-2012. Halaman: 4
Kasus Simulator
Sukotjo Berharap KPK, Bukan Polri
Jakarta, Kompas -Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo S Bambang yang
dianggap whistle-blower kasus dugaan korupsi alat simulasi ujian SIM, melalui kuasa
hukumnya, Erick S Paat, Minggu (9/9), berharap Komisi Pemberantasan Korupsi menangani
kasusnya. Selama ini, dua institusi, yaitu KPK dan Polri, dua-duanya secara paralel
menangani kasus tersebut.
Polisi makin intensif menangani kasus yang pertama kali dilaporkan Sukotjo ke KPK akhir
2011 lalu. Kamis malam pekan lalu, penyidik Polri menggeledah rumah mertua Sukotjo di
Bandung, Jawa Barat, untuk menyita berbagai dokumen. "Penggeledahan memang
wewenang penyidik, saya hormati proses itu, di situ alamat KTP klien saya," kata Erick.
Secara hukum, Erick menghormati proses yang dilakukan polisi, tetapi ia heran mengapa
kasus ini tidak ditangani KPK mengingat KPK lebih dulu memproses kasus itu. "Sebelum
penggeledahan ini, KPK sudah menyita berbagai bukti dari klien saya. Dari awal memang
KPK yang bergerak, sudah banyak yang disita KPK, kalau tidak salah, lima dus," kata Erick.
Ditanya soal apa keuntungan kliennya sebagai whistle-blower terhadap kasus ini, Erick
menjawab tidak spesifik. "Sebagai whistle-blower, harapan klien saya hanya satu, agar
perkara ini terungkap sehingga siapa-siapa yang terlibat dalam dugaan korupsi itu bisa
diproses semuanya," katanya.
Awalnya, kliennya melaporkan ke KPK atas dugaan suap Rp 2 miliar oleh Budi Susanto,
Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi, kepada mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri
Inspektur Jenderal Djoko Susilo.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Dalam proyek itu, Budi menggandeng Sukotjo sebagai pembuat alat simulasi. Namun, proyek
berjalan tak sesuai harapan. Sukotjo dipidanakan dan akhirnya membeberkan kasus tersebut
untuk menyeret pelaku lain.
Dari pengembangan kasus, KPK menetapkan nama-nama tersangka lain, di antaranya Djoko
Susilo, mantan Wakil Kepala Korps Lalu Lintas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Didik Purnomo,
dan dua rekanan pengadaan alat simulasi, Sukotjo dan Budi.
Polri juga memproses kasus ini dengan tersangka sama dengan KPK, kecuali Djoko Susilo.
Membayangkan kliennya yang akan hilir mudik di dua institusi, Erick berkomentar, "Klien
saya tak mungkin ada di dua institusi untuk kasus yang sama. Seharusnya Polri serahkan
kasus ini ke KPK. Ketentuan ini sudah ada di UU KPK," kata Erick.
Menurut Erick, Polri harus legowo untuk memberikan kasus ini ke KPK. Senin ini, Erick
dipanggil Mabes Polri pukul 09.00. Walau tak tahu posisinya, ia menyatakan akan datang
memenuhi panggilan sebagai saksi untuk kasus tersangka Budi Susanto.
"Tak tahu apa yang akan ditanyakan, tetapi sebenarnya untuk kasus ini saya kan tidak
menyaksikan dan tidak melihat, saya sekadar kuasa hukum Sukotjo," kata Erick.
(AMR)
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Selasa, 11-09-2012. Halaman: 4
Korupsi Simulator
KPK Mendapat Banyak Informasi Menarik
Yogyakarta, Kompas-Komisi Pemberantasan Korupsi mendapatkan banyak informasi
menarik seputar perkembangan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulasi
berkendara di Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia. Informasi tersebut diperoleh
setelah KPK memeriksa perwira polisi yang ikut terlibat dalam pengadaan alat simulasi itu.
Hal tersebut dikemukakan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, Senin (10/9) di
Yogyakarta.
Bambang belum dapat mengungkapkan apa saja informasi menarik itu. Namun, informasi-
informasi tersebut membuat KPK yakin untuk bersandar pada Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang KPK dalam menangani kasus ini.
Sebagaimana diketahui, seusai KPK menggeledah markas Korlantas beberapa waktu lalu,
terjadi ketegangan antara KPK dan Polri. Upaya KPK menyidik kasus korupsi pengadaan
simulator di Korlantas diimbangi Polri dengan melakukan penyidikan serupa. Dalam kasus
ini, KPK menetapkan empat tersangka, yakni mantan Kepala Korlantas Inspektur Jenderal
Djoko Susilo, mantan Wakil Kepala Korlantas Brigadir Jenderal (Pol) Didik Purnomo, serta
dua orang dari swasta yang merupakan rekanan pengadaan alat simulasi, yakni Budi Susanto
dan Sukotjo Bambang. Polisi juga menyidik kasus tersebut.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, pimpinan KPK terus berkoordinasi dengan
Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo untuk menyelesaikan sengkarut penanganan kasus ini.
Senada dengan Bambang, meski koordinasi penanganan kasus ini terus dilakukan dengan
Polri, KPK tetap mendasarkan diri pada UU KPK.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Pasal 50 Ayat 1 UU KPK berbunyi, "Dalam hal suatu tindak pidana korupsi terjadi dan KPK
belum melakukan penyidikan, sedangkan perkara tersebut telah dilakukan penyidikan oleh
kepolisian atau kejaksaan, instansi tersebut wajib memberitahukan kepada KPK paling
lambat 14 hari kerja terhitung sejak tanggal dimulainya penyidikan".
Ayat 2 menyatakan, penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan sebagaimana
dimaksud pada Ayat (1) wajib dilakukan koordinasi secara terus-menerus dengan KPK.
Ayat 3 menyebutkan, dalam hal KPK sudah mulai melakukan penyidikan sebagaimana
dimaksud pada Ayat (1), kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan
penyidikan.
Sementara Pasal 4 dengan tegas menyatakan, dalam hal penyidikan dilakukan secara
bersamaan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan dan KPK, penyidikan yang dilakukan oleh
kepolisian atau kejaksaan tersebut segera dihentikan.
Kuasa hukum Sukotjo Bambang, Erick S Paat, menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Badan
Reserse Kriminal Polri di Jakarta.
Sementara itu, kemarin tim penasihat hukum Djoko Susilo membantah pernyataan Erick Paat
yang dimuat di harian ini halaman 4 tanggal 10 September 2012 berjudul "Kasus Simulator,
Sukotjo Berharap KPK, Bukan Polri". Tim penasihat hukum Djoko Susilo menyatakan,
"Tudingan Sukotjo S Bambang yang menyatakan Budi Susanto pernah memberi suap kepada
klien kami sejumlah Rp 2 miliar adalah tidak benar, fitnah yang tidak berdasar, mengada-ada
dan telah mengakibatkan rusaknya reputasi dan nama klien kami". Juga dinyatakan, dalam
kasus ini, Polri telah lebih dahulu melakukan tahapan pemeriksaan.
(FER/BIL/ABK)
KOMPAS/LUCKY PRANSISKA
Angota polisi, AKBP Wisnu Buddhaya, memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan
Korupsi, Senin (10/9) di Jakarta. Ia bersama tiga perwira polisi lainnya diperiksa sebagai
saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulasi ujian SIM di Korps Lalu Lintas
Mabes Polri dengan tersangka Djoko Susilo.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Kamis, 13-09-2012. Halaman: 5
Korupsi pengadaan simulator
KPK Belum Menentukan Sikap
Yogyakarta, Kompas -Kepolisian RI mempersilakan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk
memeriksa mantan Wakil Kepala Korps Lalu Lintas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Didik
Purnomo di Rumah Tahanan Markas Komando Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Namun, KPK belum menentukan sikap untuk memeriksa tersangka kasus dugaan korupsi
pengadaan alat simulasi berkendara ujian surat izin mengemudi di Korps Lalu Lintas
tersebut.
Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, Rabu (12/9) di Yogyakarta, mengatakan, dirinya
ditelepon Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Sutarman pada Selasa
siang lalu. Pembicaraan telepon dengan Sutarman salah satunya membahas soal pemeriksaan
terhadap Didik.
"Nah, lalu saya sampaikan (pembicaraan telepon dengan Sutarman) itu ke Pak Warih (Warih
Sadono, Direktur Penindakan KPK), supaya diteruskan ke satgas kasus ini untuk
menanganinya," kata Busyro.
Kepada pers di Jakarta, kemarin, Sutarman, mengatakan, Polri mempersilakan KPK
memeriksa Didik sebagai saksi untuk tersangka Inspektur Jenderal Djoko Susilo dalam kasus
dugaan korupsi di Korlantas yang ditangani KPK.
Didik merupakan satu dari tiga orang yang terlibat kasus tersebut dan ditetapkan sebagai
tersangka baik oleh KPK maupun Polri. Dua orang lainnya adalah rekanan pengadaan, yakni
Susanto Budi dan Sukotjo Bambang. Ketiga orang ini ditetapkan sebagai tersangka oleh
KPK.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Namun, belakangan ketiganya juga ditetapkan sebagai tersangka oleh Mabes Polri. Didik
dan Budi langsung ditahan Polri, sementara Sukotjo masih berada di Lembaga
Pemasyarakatan Kebon Waru, Bandung, dalam perkara lain yang terkait kasus ini.
Oleh karena itu, menurut Sutarman, KPK tidak bisa memeriksa Didik sebagai tersangka
dalam kasus dugaan korupsi di Korlantas karena Didik telah ditetapkan sebagai tersangka
kasus yang sama oleh Polri dan sudah diperiksa penyidik Bareskrim Polri. "Orang tidak boleh
dikenakan hukuman dua kali seperti itu," katanya.
Sutarman menjelaskan, dalam penanganan kasus dugaan korupsi di Korlantas Polri, pimpinan
KPK dan Polri sudah sepakat dalam pertemuan koordinasi pada 31 Juli 2012. Dalam
pertemuan itu disepakati KPK memeriksa tersangka Djoko Susilo, sedangkan tersangka lain
diperiksa Bareskrim Polri.
Karena itu, penyidik Bareskrim Polri kemudian menetapkan lima tersangka, yaitu Brigjen
(Pol) Didik Purnomo, AKBP Teddy Rismawan, Kompol Legimo, dan dua orang dari pihak
pemegang kontrak, yaitu Budi Susanto dan Sukotjo Bambang.
Menurut Busyro, untuk Budi dan Sukotjo belum ada pembicaraan lebih lanjut dengan Polri
soal pemeriksaannya.
(Bil/Fer)
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Selasa, 18-09-2012. Halaman: 3
Mou KPK-TNI
Bukan buat Tahan Polisi
Jakarta, Kompas -Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas
menegaskan, kerja sama KPK dengan Tentara Nasional Indonesia untuk menitipkan
tersangka korupsi di rumah tahanan di lingkungan Komando Daerah Militer Jaya tidak
terkait dengan kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulasi mengemudi di Korps Lalu
Lintas Polri. Untuk kasus ini, KPK telah menjadikan Inspektur Jenderal Djoko Susilo
sebagai tersangka.
"Itu tafsir orang saja, belum ada rencana untuk siapa pun," jawab Busyro, Senin (17/9), di
kompleks parlemen, Jakarta, saat ditanya kemungkinan rutan TNI untuk menahan tersangka
kasus korupsi di Korlantas Polri.
KPK meminjam rutan milik TNI karena ada kemungkinan rutan di KPK tidak lagi
mencukupi. Ketika dipakai untuk menitipkan tahanan korupsi, manajemen pengelolaan rutan
akan sepenuhnya dilakukan KPK.
Terkait perseteruan KPK dengan Polri, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris
Jenderal Sutarman menegaskan, Polri bersikukuh pada keputusan antara Kapolri dan Ketua
KPK pada 31 Juli di mana KPK menyidik mantan Kepala Korlantas Polri Inspektur Jenderal
Djoko Susilo. Adapun Polri menyidik penjabat pembuat komitmen.
Sutarman mempersilakan KPK memeriksa tersangka kasus korupsi pengadaan alat simulasi
yang kini ditahan Polri di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, dalam kapasitas sebagai
saksi bagi tersangka Djoko Susilo.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Serahkan kejaksaan
Penyidik Bareskrim Polri menyerahkan berkas pemeriksaan kasus ini dengan
tersangkaBrigadir Jenderal (Pol) Didik Purnomo, Komisaris Legimo, dan pelaku usaha dari
pihak pemegang tender Budi Susanto kepada kejaksaan. "Ini penyerahan tahap pertama," ujar
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen (Pol) Boy Rafli Amar.
Dalam kasus itu, penyidik Bareskrim juga menetapkan dua tersangka lain, yaitu Ajun
Komisaris Besar Teddy Rismawan dan pelaku usaha Sukotjo Bambang. Berkas keduanya
belum diserahkan kepada kejaksaan karena belum selesai.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman membenarkan,
kejaksaan telah menerima tiga berkas kasus simulator. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus
Andhi Nirwanto mengatakan, kejaksaan akan menangani berkas sesuai aturan terkait
hubungan antara penyidik dan penuntut umum dalam penanganan perkara.
Terkait persoalan antara KPK dan Polri dalam kasus simulator, Andhi mengatakan, kejaksaan
menunggu hasil koordinasi dua institusi itu.
(NWO/FER/FAJ)
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
P U S A T I N F O R M A S I K O M P A S
Palmerah Selatan 26 - 28 Jakarta, 10270
Telp. 5347710, 5347720, 5347730, 5302200
Fax. 5347743
KOMPAS Sabtu, 22-09-2012. Halaman: 3
Kasus Korps Lalu lintas
Kejaksaan Tunggu Koordinasi KPK-Polri
JAKARTA, KOMPAS - Kejaksaan Agung menegaskan akan menindaklanjuti berkas kasus
korupsi pengadaan alat simulasi di Korps Lalu Lintas Polri sesuai prosedur. Kejaksaan
Agung tidak dalam posisi menentukan KPK atau Polri yang lebih berwenang menyidik kasus
alat simulasi ini.
"Polri dan KPK sedang berkoordinasi terus memecahkan permasalahan itu. Kami tak di
posisi menyelesaikan sengketa itu. Kami prosedural saja," kata Jaksa Agung Muda Pidana
Khusus Andhi Nirwanto, Jumat (21/9) di Jakarta. Dalam meneliti berkas kasus alat simulasi
ini, Kejagung fokus pada kelengkapan berkas baik material maupun formal. Jika tak lengkap,
berkas akan dikembalikan ke Mabes Polri untuk dilengkapi. Jika dianggap lengkap, berkas
akan dilimpahkan ke tahap penuntutan.
Kejagung telah menerima pelimpahan tiga berkas kasus alat simulasi dari Mabes Polri, Senin
lalu. Tiga berkas atas nama tiga tersangka masing-masing Brigjen (Pol) Didik Pramono,
Komisaris Legimo, dan Budi Santoso.
Sesuai KUHAP, Kejagung sebagai penuntut umum punya waktu 14 hari untuk meneliti
berkas penyidikan sejak diterima. Setelah 14 hari, Kejagung harus sudah menyatakan sikap,
apakah mengembalikan berkas disertai petunjuk atau melanjutkan berkas ke penuntutan.
Andhi mengatakan, berdasar berkas yang diterima, tersangka kasus ini disangkakan Pasal 2
dan Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Seharusnya dihentikan
Anggota Badan Pekerja ICW, Febri Diansyah, mengatakan, Kejagung seharusnya
menghentikan kasus alat simulasi yang di-limpahkan Polri karena KPK lebih berhak
menyidik.
Kasus simulator menjadi masalah karena tiga orang jadi tersangka dalam kasus yang sama
yang ditangani KPK dan Polri. Selama penyidikan, tidak ada titik temu antara KPK dan Polri.
Menurut Febri, berdasarkan Pasal 30 UU No 30/2002 tentang KPK, Kepolisian, dan
Kejaksaan tidak boleh lagi menyidik kasus korupsi yang telah disidik KPK. Selain itu, akan
lebih obyektif jika kasus yang menjerat polisi tidak ditangani polisi karena menimbulkan
konflik kepentingan.
Jika Kejagung meneruskan berkas ke penuntutan, pengadilan tipikor akan menerima dua
berkas atas tersangka dan perkara yang sama.
(FAJ)
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
LAMPIRAN II
Koder 1 : Peneliti
No Judul Artikel Rubrik
Judul Isi Narasumber Distribusi Narasumber
Pro Netral Kontra Pro Netral Kontra Pro Netral Kontra Pro Netral Kontra
1 KPK Tidak Boleh
Dihambat Headline
2 Apresiasi untuk KPK Tajuk
Rencana
3
KPK Dapat Ambil
Alih Penyidikan
Kasus Korlantas
Headline
4
Penyidik KPK
Profesional, Tak
Segan Periksa Djoko
Susilo
Politik &
Hukum
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
LAMPIRAN III
Koder 2 : Gusti Putu Mahardika (Mahasiswa Jurnalistik 2009 Universitas Multimedia Nusantara)
No Judul Artikel Rubrik
Judul Isi Narasumber Distribusi Narasumber
Pro Netral Kontra Pro Netral Kontra Pro Netral Kontra Pro Netral Kontra
1 KPK Tidak Boleh
Dihambat Headline
2 Apresiasi untuk KPK Tajuk
Rencana
3
KPK Dapat Ambil
Alih Penyidikan
Kasus Korlantas
Headline
4
Penyidik KPK
Profesional, Tak
Segan Periksa Djoko
Susilo
Politik &
Hukum
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
LAMPIRAN IV
Koder 3 : Gloria Fransisca Katharina Lawi (Mahasiswi Jurnalistik 2010 Universitas Multimedia Nusantara)
No Judul Artikel Rubrik
Judul Isi Narasumber Distribusi Narasumber
Pro Netral Kontra Pro Netral Kontra Pro Netral Kontra Pro Netral Kontra
1 KPK Tidak Boleh
Dihambat Headline
2 Apresiasi untuk KPK Tajuk
Rencana
3
KPK Dapat Ambil
Alih Penyidikan
Kasus Korlantas
Headline
4
Penyidik KPK
Profesional, Tak
Segan Periksa Djoko
Susilo
Politik &
Hukum
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
LAMPIRAN 5
Tabel Peran Politik Pers Harian Kompas
No Judul Artikel Rubrik
Judul Isi Narasumber Distribusi Narasumber
Pro Netral Kontra Pro Netral Kontra Pro Netral Kontra Pro Netral Kontra
1 KPK Tidak Boleh
Dihambat Headline
2 Rakyat Dukung KPK
Bongkar Kasus SIM
Politik &
Hukum
3 Ditahan Lebih dari 24
Jam
Politik &
Hukum
4 Lagi, Jenderal Jadi
Tersangka Headline
5
Berlari Lebih Cepat,
KPK Mencium Jejak
Jenderal
Politik &
Hukum
6 Apresiasi untuk KPK Tajuk
Rencana
7
Presiden Harus
Dorong Polisi
Serahkan Kasus
Headline
8 Presiden Diminta Headline
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
Mengatasi
9 KPK Tetap Menyidik Politik &
Hukum
10 Perjalanan Masih
Panjang Kolom
11 Tegaskan
Kewenangan KPK Headline
12 Polisi Vs KPK Politik &
Hukum
13 UU KPK Diuji di MK Politik &
Hukum
14 Jalan Buntu KPK-
Polri
Tajuk
Rencana
15 MK Secepatnya Ambil
Putusan
Politik &
Hukum
16 Rivalitas atau
Penegakan Hukum? Opini
17
KPK Dapat Ambil
Alih Penyidikan Kasus
Korlantas
Headline
18 Solusi Konstitusional
Elegan
Tajuk
Rencana
19 Relasi Lembaga
Negara Terhambat
Jajak
Pendapat
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
20
Abraham Samad: KPK
Tidak Akan Pernah
Takut dan Ragu
Fokus
21
Koordinasi
Antarlembaga Hukum
Lemah
Politik &
Hukum
22
KPK Percaya Polri
Tidak Lindungi Djoko
Susilo
Politik &
Hukum
23 Advokat Dukung KPK
Tangani Sepenuhnya
Politik &
Hukum
24 Reformasi Hukum
Gagal? Opini
25 Empat Polisi Mangkir
dari Panggilan KPK
Politik &
Hukum
26 KPK Panggil Lagi
Perwira Polisi
Politik &
Hukum
27 Empat Polisi Akhirnya
Diperiksa KPK
Politik &
Hukum
28
Penyidik KPK
Profesional, Tak
Segan Periksa Djoko
Susilo
Politik &
Hukum
29 KPK Tunggu Sikap
Kejaksaan Agung
Politik &
Hukum
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
30 Polisi Sita Bukti
Korlantas
Politik &
Hukum
31 Sukotjo Berharap
KPK, Bukan Polri
Politik &
Hukum
32
KPK Mendapat
Banyak Informasi
Menarik
Politik &
Hukum
33 KPK Belum
Menentukan Sikap
Politik &
Hukum
34 Bukan Buat Tahan
Polisi
Politik &
Hukum
35 Kejaksaan Tunggu
Koordinasi KPK-Polri
Politik &
Hukum
TOTAL
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
LAMPIRAN VI
TRANSKRIP WAWANCARA
Narasumber: Ignatius Haryanto
Pengamat Media, Dosen Jurnalistik, serta Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pers dan
Pembangunan (LSPP)
Lupita Wijaya (L): Dari penelitian ini saya menemukan 43% itu pro, sedangkan yang
netral 57%. Jadi dia condong ke netral. Nah, tapi isinya pro itu
60%, 40%nya netral. Menurut bapak apa hal ini memang wajar
bagi Kompas?
Ignatius Haryanto (I): Mmm…Kompas memang selalu ingin menjaga keseimbangan,
selalu tidak ingin sangat…sangat kelihatan tampil membela
salah satu pihak, gitu ya. Jadi, kalau tadi digambarkan bahwa
judul memang lebih netral, tetapi isi lebih pro kepada KPK,
dalam arti ya memang itulah gayanya Kompas. Dia tidak ingin
secara langsung, secara eksplisit, dari judul sampai isi
menunjukkan keberpihakkan dia kepada siapa. Seperti itu.. Jadi,
gaya Kompas memang seperti itu, dia tidak ingin dituduh lebih
pro kepada siapa begitu, sehingga condong untuk selalu menjaga
keseimbangan, kira-kira begitu.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
L: Jadi hal ini memang wajar buat koran ini?
I : Wajar, iya.
L: Lalu Pak, mmm… masih dalam topik yang sama antara judul dan isi yang berbeda,
adakah kaitannya dengan ideologi Kompas?
I: Karena ideologi Kompas ya memang hati-hati, tanda kutip dia juga tidak ingin
menyakiti hati orang lain. Mmm… itu omongan dari orang-orang di dalam. Mmm…
petinggi di Kompas juga ya tidak ingin menyakiti hati orang lain secara terbuka,
seperti itu. Kalaupun dia ingin melakukan kritik, kritiknya agak halus lah, begitu ya.
Tidak sangat frontal, tidak model Tempo yang diblejeti, ditelanjangi ya dan lain-lain
seperti itu. Ya tetap kalau Kompas, unsur-unsur bagaimanapun tetap keberimbangan
dari pihak yang lain, dari pihak yang dituduhkan, selalu ada dipastikan selalu ada.
Karena dia tidak ingin jatuh dalam tanda kutip penghakiman.
L: Kalau begitu, peran Kompas yang seperti tadi, itu sudah pas belum dalam konteks
ini?
I: Mmm… Sebenarnya begini, sah-sah saja kalau sebuah media itu punya keberpihakan
kepada salah satu hal atau keberpihakan kepada nilai-nilai tertentu. Dalam hal ini
misalnya kan soal pemberantasan korupsi. Kalau disuruh memilih antara dua
lembaga, KPK dan Kepolisian, sejauh ini kok kita lebih banyak mendengar institusi
polisi yang punya problem terkait masalah korupsi dan lain-lain dibanding dengan
KPK. Nah, dalam arti itu, saya sih merasa bahwa sebenarnya keberpihakan Kompas
perlu ditampilkan dengan lebih eksplisit ya. Artinya, mmm… tetap dengan cara yang
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
elegan, tetap dengan keberimbangan ya, tetapi nggak ada salahnya untuk
menampilkan mmm.. keberpihakannya secara lebih terbuka, begitu.
L: Mmm… Bagaimana pola pikir Bapak dalam memandang ideologi humanis
transendentalnya Jakob Oetama sebagai pendiri Kompas?
I: Ya, humanisme transendental mmm… ya itu konsep yang sangat luas ya. Intinya kan
memang bagaimana hubungan antar manusia ini itu juga sesuatu yang dianggap
religius, sesuatu yang dianggap mmm… ada unsur-unsur yang di luar kemampuan
manusia lah, kira-kira begitu. Nah, itu yang lalu kemudian kalau dalam
terjemahannya seringkali humanisme transendental itu ya diterjemahkan dalam arti
itu. Tidak me..menelanjangi orang dengan sangat terbuka, seperti begitu. Tidak ingin
mempermalukan seseorang gitu ya. Artinya, tidak ingin menyakiti hati orang lah.
Kalau dia ingin mengkritik atau menunjukkan sesuatu yang salah, seperti itu, dengan
cara yang lebih santun, lebih hati-hati, menunjukkan fakta-fakta yang ada di lapangan
dan dibiarkan lalu kemudian silakan biar pembaca yang membuat kesimpulan
terhadap paparan-paparan seperti itu. Tidak dengan sangat jelas, istilahnya, kalau
mungkin meniru modelnya Tempo itu sampai menunjuk-nunjuk wajah orangnya,
“Ini loh yang salah” gitu ya, “Ini loh yang…yang nggak benar karena begini-begini.
Nah, Kompas tidak dengan model yang begitu. Menunjukkan tetapi tetap dengan
santun, tidak membuat orang jadi sakit hati, tidak jadi marah, dan merah telinganya,
begitu. Memang sangat Jawani lah.
L: Dan menurut bapak, itu masih sah-sah saja ya menganut nilai seperti itu, menurut
bapak dalam konteks sekarang ini loh?
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
I: Saya pribadi suka gregetan kadang-kadang (tertawa). Artinya begini, mmm…
persoalan kita yang besar di bangsa ini adalah terkait dengan korupsi, salah satu
halnya. Mmm… Kasihan kalau misalnya kita hanya melihat satu atau dua media saja
yang sangat getol untuk memerangi korupsi yang ada. Padahal, kita tahu masalahnya
sangat besar. Mmm… sedangkan kita juga berharap media dan juga bisa semakin
terlibat memberanas korupsi. Nah, peran kompas kalau di sini, saya merasanya,
Kompas berbuat terlalu sedikit untuk kapasitas yang dia miliki.
L: Harusnya lebih eksplisit lagi ya menyampaikannya?
I: Bisa lebih eksplisit, bisa lebih berani, bisa lebih dalam untuk menggambarkan semua,
dan harusnya bisa juga lebih subjektif.
L: Berarti secara keseluruhan nih, maupun sistemnya, gayanya, terus ideologinya. Ada
nggak kritik lain yang mungkin secara keseluruhan ini terhadap gayanya Kompas?
I: Ya itu sih, budayanya itu.
L: Terlalu berhati-hati?
I: Iya, terlalu berhati-hati (mengangguk)
L: Berarti tepat dong kata Rosihan Anwar soal jurnalisme kepiting?
I: Betul. Dan itu masih dia lakukan. Kalau saya secara internal sudah terang-terangan
saya bilang, “Anda ini masih hidup di zaman masa lalu apa ya? Masih takut-takut
dengan hal-hal yang seperti itu, gitu.” Mmm… karena ya Kompas mungkin punya
semacam trauma-trauma juga ya, terlalu keras dengan satu pihak atau mengalami
kekerasan dari pihak yang lain. Itu yang lalu membuat Kompas juga cukup berhati-
hati, seperti itu ya. Kompas bukan model Tempo yang berani berhadapan dengan
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
pihak manapun di pengadilan, berani untuk dipanggil oleh Dewan Pers, dan mmm…
bersengketa di sana dan lain-lain seperti itu. Kompas memilih jalan-jalan yang “kalau
bisa jangan sampai ke sanalah”.
L: Kalau dari dulu nih, dari pertama Kompas dibangun sampai sekarang itu, ada nggak
sih perubahan prinsip atau pergeseran nilai. Maksudnya sekarang dia lebih beranilah
dibanding dulu?
I: Secara umum sebenarnya beberapa yang ya.. Kompas punya banyak kontribusi juga.
Beberapa hal mmm… inovasi-invoasi dilakukan begitu, tetapi kalau khusus terkait
dengan masalah korupsi dan lain seperti itu, mmm… persoalannya adalah Kompas
tidak, tidak seberani Tempolah. Mohon maaf kalau banyak melakukan perbandingan
ke Tempo karena mmm… ya dua media inilah yang jadi acuan jurnalistik terbaik
sekarang ya, kalau boleh dibilang. Jadi, sayang kalau tadi saya katakan, misalnya
resource yang dimiliki oleh Kompas luar biasa. Dia punya data yang sangat
melimpah di litbang ya dan lain-lain seperti itu. Tapi sebenarnya itu semua bisa
dimanfaatkan dengan lebih luas untuk bisa membuat liputan-liputan yang lebih kuat,
lebih juga, apa ya, secara jurnalistik itu juga bisa sangat dipertanggung jawabkan.
Tapi sayangnya itu tidak dipilih sebagai jalan.
L: Kalau dalam koteks simulator SIM tadi antar Polri dan KPK, kita kembali lagi. Dari
35 berita ini kan saya sudah simpulkan tadi mmm… berapa persen suara pro dan
netral, itu menurut bapak apa sih agenda Kompas. Apa yang ingin disampaikan
Kompas lewat berita itu?
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
I: Kompas pada dasarnya tetap ingin supaya korupsi di sini bisa diselesaikan. Polisi
juga harus mau terbuka untuk mengakui kesalahannya, gitu ya. Cuma mmm… dalam
arti ini, kemajuan yang ditunjukkan oleh Kompas tidak terlalu banyak. Kalaupun
saya memperhatikan berita-berita Kompas secara umum ya. Seringkali Kompas jatuh
hanya pada satu statement saja dari pihak A, pihak B, pihak C, dan lain-lain. Tetapi
akar permasalahannya sendiri bagaimana ini terjadi, dll seperti itu, itu yang tidak
cukup banyak ditampilkan oleh Kompas. Mmm… mereka memang sangat
berlindung kepada sumber-sumber yang resmi. Kompas memang sangat jarang atau
mungkin hampir tidak pernah menggunakan narasumber-narasumber yang
disembunyikan sehingga lalu kemudian mereka menunggu statement-statement
resmi. Sehingga kalau kadang-kadang kita memperhatikan, kadang-kadang boring
juga sih. Hanya ditunggu dari humas Kapolri bilang apa begitu, lalu kemudian humas
Polda bilang apa, humasnya dari Kepolisian Kapolda Bengkulunya gimana, dan lain
seperti itu, sehingga mmm… padahal ada hal yang bisa digali lebih jauh dengan
melihat yang sesungguhnya terjadi itu seperti apa. Nah, membongkar kejadian-
kejadian seperti itu yang agak jarang dilakukan oleh Kompas.
L: Apakah dalam hal konteks Kompas dengan simulator SIM ini, mmm… Kompas juga
berpikiran bahwa sebaiknya simulator SIM itu diserahkan ke KPK? Iya nggak, ada
kecenderungan seperti itu?
I: Iya, itu betul dan memang arahnya ke sana gitu ya. Cuma caranya untuk
menyampaikan ke sana itu dengan cara yang halus, menggunakan mulut orang lain,
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
gitu ya, dan mmm… tidak mau terlalu sangat terang-terangan untuk sampai pada
kesimpulan semacam itu. Itulah Kompas.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
LAMPIRAN VII
TRANSKRIP WAWANCARA
Narasumber: James Luhulima
Redaktur Pelaksana Surat Kabar Harian Kompas
Lupita Wijaya (L): Pak James, berapa oplah Kompas untuk tahun ini?
James Luhulima (J): Rata-rata 500.000-an
L: Saya menemukan kesimpulan bahwa untuk kasus simulator SIM dari Agustus hingga
September itu tentang perebutan antara KPK dan Polri. Nah, saya menemukan hal unik
dari hasil temuan saya. Di judul itu 43% pro, 57% netral. Berarti lebih ke arah netral
kan Pak, sedangkan isinya itu justru lebih ke arah pro. Apakah hal ini memang wajar
bagi Kompas?
J: Hmmm…begini, sebetulnya kan kenapa begitu karena kita pikirannya gini saja, kalau
sekarang polisi yang punya salah lalu dia periksa sendiri, itu kan aneh, kan lebih bagus
kalau orang lain yang menyelidiki. Itu satu. kita untuk alasannya, mungkin bukan polisi
saja, daripada memeriksa dirinya sendiri lebih baik orang lain yang periksa institusinya.
Kedua, polisi kan masih punya PR tuh periksa rekening gendut, nah itu kan tidak
dikerjakan juga. Nah, kita (Kompas) khawatir kalau misalnya kasus ini ditangani polisi,
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
maka nasibnya akan sama seperti kasus rekening gendut itu. Makanya kita (Kompas)
bilang, “sudah kasih saja ke KPK”. Gitu loh. Jadi ini bukan dalam rangka memihak
KPK atau bukan, tapi lebih pada common sense saja. Kan lebih bagus institusi lain yang
memeriksa institusi kita daripada kita memeriksa institusi kita sendiri, kan interested-
nya gitu.
L: Tapi ketidaksamaan antara judul dan isi ini memang hal wajar buat Kompas?
J: Nah, begini, judul itu kan sesuatu yang lain juga ya. Jadi begini, memang di dalam teori
jurnalistik judul itu kan merupakan intisari dari beritanya, tapi kadang-kadang kalau di
dalam pertimbangan koran ada “judul ini laku dijual tidak?” Begitu. Kadang-kadang
judul itu terlalu mirip dengan judul kemarin, itu kan berhari-hari berjalan sehingga kita
kadang-kadang memang memberikan judul yang agak “terkesan” seperti itu, tapi
sebetulnya niatnya bukan apa, karena kalau setiap kali diberitain kan pasti judul terlalu
mirip kalau tidak “disentuh” ya.
L: Jadi memang dalam kasus ini Kompas memang memiliki maksud lebih baik KPK saja
yang menangani kasus ini?
J: Iya.
L: Sebenarnya kaitan judul yang tadi dengan isi yang berbeda, apakah itu ada kaitannya
dengan Kompas sendiri?
J: Tidak. Kalau judul ini lebih pada unsur menarik saja. Tapi isi beritanya, ya. Kalau
berita kan kita bertanggung jawab kepada isinya sesuai dengan visi Kompas. Kalau
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
judul itu ada unsur supaya menarik juga. Jadi bukan melulu isi, tapi ada unsur
menariknya.
L: Ada sekitar 35 artikel berita termasuk opini, editorial, jajak pendapat, dll yang
dikumpulkan untuk penelitian ini. Dan dari 35 artikel itu sebenarnya apakah agenda
yang ingin disampaikan oleh Kompas? Agenda setting-nya seperti apa?
J: Yang tadi itu, jadi lebih baik institusi lain yang periksa. Sebenarnya itu. Kebetulan di
sini kan KPK sehingga kita (Kompas) memusatkan lebih pro KPK ketimbang Polisi.
Tapi sebenarnya bukan institusinya, itu kebetulan saja di sini KPK dan Polisi. Tapi
semangatnya adalah lebih baik orang lain atau lembaga lain yang memeriksa apabila
suatu institusi itu bermasalah.
L: Terus…mmm…ada banyak julukan untuk Kompas sendiri. Dari misalnya Kees De
Jong mengatakan bahwa ideologi Kompas itu humanisme transendental, lalu juga pakar
media Ignatius Haryanto menyebut Kompas terkadang terlalu berhati-hati, lalu Rosihan
Anwar yang menyebut Kompas dengan “jurnalisme kepiting”. Apa tanggapan Bapak
soal ideologi ini?
J: Sebetulnya tidak ada masalah. Kalau ideologinya humanisme transendental betul. Jadi
begini, humanisme transendental itu artinya kemanusiaan yang beriman. Artinya, kita
tidak peduli agamanya, kita tidak peduli mmm…sukunya, tapi kalau manusia disakiti
maka dia akan sakit, kalau dia diperlakukan baik maka dia akan baik. Dasar kita itu,
jadi sebenarnya, kemanusiaan transendental itu. Soal “hati-hati” tadi, itu bukan
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
ideologi. Itu strategi. “Jurnalistik kepiting” itu juga strategi. Kan begini, kita mmm…
ideologi kita adalah humanisme transendental, amanat hati nurani rakyat. Humanisme
transendental itu mmm… apa ya namanya… mmm… istilah dari kemanusiaan seperti
apa yang kita anut. Kan bisa kemanusiaan menurut Kristen, kemanusiaan menurut
Islam, kan beda, ada nuansanya kan. Tapi kita (Kompas) tidak menganut itu. Jadi kita
(Kompas) kemanusiaan atas dasar manusia itu sendiri. Nah itu namanya transendental,
kemanusiaan yang beriman itu. Dalam melaksanakan ini, kita kan harus menjaga
supaya kita survive. Nah dalam melaksanakan tugas ini kalau kita tidak memihak siapa-
siapa, kadang kan bisa menjengkelkan pemerintah. Nah untuk kita perlu survive, kita
punya strategi. Jadi, menurut saya “jurnalisme kepiting” dan tadi “hati-hati” itu bukan
ideologi kita, tapi kita strategi kita dalam mencapai ideologi yang tadi. Jadi ideologi
tetap humanisme transendental yang dalam bahasa awamnya amanat hati nurani rakyat,
itu yang kita perjuangkan. Bagaimana cara berjuangnya, nah itu kita hati-hati dan
“jurnalisme kepiting”. Artinya kita (Kompas) kalau mau memukul orang nggak dari
depan. Kalau kita lemah, kita dipukul orang dari depan, kita dipukul balik, kan susah.
Kalau kita seperti kepiting kan kita gender-gender-gender pas dia lemah, kita ketok,
begitu. Jadi kita tidak dapat serangan frontal. Jadi itu strateginya. Jadi itu bukan
ideologinya. “Jurnalisme kepiting” dan yang disebut Haryanto dengan “hati-hati” itu
bukan ideologi Kompas, tapi itu strategi Kompas dalam menjalankan ideologinya.
L: Dan sampai sekarang juga masih?
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
J: Tetap, tapi yah mungkin sekarang “jurnalisme kepiting”-nya tidak, karena kan
pemerintahan sudah berganti dari Orde Lama ke Orde Baru ke Reformasi. Di reformasi
kita lebih straight forward, lebih terus terang. Bahasa Kompas juga lebih tegas tapi
tetap hati-hati. Jadi, “hati-hati” itu strategi kita sepanjang masa pokoknya. Baik dari
Orde Baru sampai sekarang kita tetap berlaku. Tapi “jurnalisme kepiting” itu hanya
pada waktu zaman Orde Baru. Jadi, waktu menghadapi Soeharto kita pakai strategi itu.
Istilahnya kalau Pak Jacob sendiri menamakannya bukan jurnalisme kepiting, tapi kita
ibarat bola, kalau lagi diinjak kita turun, begitu injakkannya kita rasa tidak ada, yah kita
bulat lagi. Kira-kira seperti itu. Itu strateginya.
L: Jadi kalau untuk strategi sendiri ini dari zaman yang dulu, Orde Baru ke zaman
Reformasi berarti ada perubahan?
J: Ada perubahan di dalam tadi. Jadi kita tidak pakai lagi “jurnalisme kepiting”, tapi kalau
“hati-hati” tetap kita pakai. Baik itu Orde Baru, maupun sekarang. Karena begini,
prinsip dasarnya adalah tidak semua hal baik kita katakan ke orang akan diterima
dengan baik karena itu kita sangat hati-hati menyampaikan. Kita tidak mau
menyinggung orang lah. Di dalam menjalankan misi, kita sebisa mungkin jangan
membuat marah orang karena itu kita hati-hati.
L: Strategi “hati-hati” ini apakah diaplikasikan saat pemberitaan simulator SIM ini?
J: Dalam semua pemberitaan. Caranya kita menguji judul. Kira-kira kalau kita tulis seperti
ini ada yang sakit hati tidak. Kalau kita tulis begini orangnya marah tidak. Kira-kira
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
menyinggung tidak atau kita pakai kata lain. Itu menjadi pertimbangan dasar dalam
bentuk punya integritas untuk berita itu keluar.
L: Itu dalam rapat atau editor yang menimbang?
J: Tidak. Itu sudah inheren. Saya pernah cerita ada desk malam. Nah, desk malam itu yang
menjaga ini. Jadi, berita kalau editor sudah buat, sebelum naik cetak diperiksa oleh desk
malam. Desk malam ini terdiri dari wartawan senior yang diandaikan sudah mengerti
mmm… Kompas seperti apa sehingga mereka punya feel. Kalau ngomong begini
sepertinya terlalu keras, nanti akan diubah. Kehati-hatian itu justru strategi bagian dari
Kompas yang sudah inheren, sudah masuk. Jadi, kita tidak perlu ngomong di rapat. Itu
berjalan saja. Nanti kalau dibaca enak yah dilepas, tapi kalau dibaca lalu dahi kita
berkernyit, nah itu berarti kita mesti mengganti, begitu.
L: Berarti yang desk malam itu berat juga yah, Pak?
J: Iya, karena mereka umumnya wartawan-wartawan senior.
L: Itu ada shift-nya tidak, Pak?
J: Tidak. Mereka kan memang tugas malam saja. Jadi setelah berita dikirim dari reporter,
naik ke editor, dari editor naik ke korektor, dari korektor kembali ke editor. Sebelum
dikirim ke cetak, lewat desk malam itu dulu. Desk malam itu adalah hati nurani Kompas
itu. Kompas-nya di situ. Dia yang menjaga. Yah, diharapkan editor juga. Cuma
umumnya kalau editor masih muda kan. Orang muda kan begitu, suka galak. Nah, ini
yang lebih tua sedikit lebih kalem, mereka yang mengendalikan itu.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013
L: Sebenarnya dari dalam itu, pernah tidak Pak, ada komplain dari editor kalau judulnya
diubah?
J: Yah, pastilah ya, namanya juga anak muda. Dia mau lebih keras, tapi kita bilang
“nggak..nggak..kita memang sengaja” tapi itu garis komando kan. Kalau sudah
diputuskan di atas, dia mesti nurut. Cuma kadang-kadang dia menyampaikan kalau dia
tidak happy.
Peran Politik..., Lupita Wijaya, FIKOM UMN, 2013