lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk …kc.umn.ac.id/3046/4/bab iii.pdf38 bab iii metodologi...
TRANSCRIPT
Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP
Hak cipta dan penggunaan kembali:
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.
Copyright and reuse:
This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.
38
BAB III
METODOLOGI
3.1. Gambaran Umum
Dalam proses perancangan tugas akhir, penulis mengumpulkan data-data sebagai
materi dalam pembuatan karya, seperti observasi visual, dokumentasi lapangan.
Berikut ini merupakan gambaran singkat bagaimana penulis akan merancang
color script melalui eksplorasi warna dan sketsa awal.
3.1.1. Posisi Penulis
Dalam pembuatan film ini, penulis memegang posisi sebagai color key artist pada
tahap pre-produksi, yang bertugas untuk menentukan keseluruhan progresif warna
sepanjang film sebagai pembangun suasana dan mood film. Selain itu, penulis
juga berperan sebagai visual development artist untuk mencari look dan visual
keseluruhan film baik dari environment, properti dan visual style keseluruhan
film. Dalam proses produksi, penulis membantu juga dalam pembuatan animasi
terutama Visual Effect.
3.1.2. Sinopsis
Seorang anak adopsi bernama Agung hidup dengan menderita OCD. Ia bertugas
sehari-hari menjaga ibunya yang terkena PTSD setelah melihat anak kandungnya,
Samuel, meninggal karena kecelakaan beberapa tahun yang lalu. Pada suatu saat,
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
39
sang ibu lupa meminum obat yang digunakan untuk menangkal halusinasi yang
dialaminya, sehingga penyakitnya kambuh.
3.1.3. Storyboard
Dalam perancangan warna, penulis bekerja sama dengan anggota tim yang bekerja
di bidang storyboard. Storyboard ini kelak akan membantu penulis
memperkirakan letak sumber cahaya, mood yang mau disampaikan, apa yang
sedang dilakukan karakter di shot tersebut, bagaimana layout properti dan setting
akan membantu jalan cerita, dan sebagainya. Penulis hanya menjabarkan 3 scene
besar dari film dalam bentuk storyboard.
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
40
Gambar 3.1. Scene 1, Scene 3, dan Scene 10. (atas ke bawah)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
41
Scene 1 sebagai introduksi penonton terhadap suasana tempat Agung dan ibunya
tinggal, Scene 3 menceritakan bagaimana PTSD sang ibu kambuh , dan Scene 10
menceritakan perjuangan Agung untuk menyelamatkan ibunya.
3.2. Tahapan Kerja
Tahapan kerja dari perancangan sebuah color script beriringan dengan proses
pembuatan storyboard oleh tim. Namun dalam proses perancangannya, penulis
berangkat dari alur cerita sebagai dasar utama dalam mencari suasana film.
Setelah cerita awal terbentuk, penulis mulai memperluas kajian visual melalui
data-data berupa literatur dan observasi. Penulis mencari film-film dan animasi
yang mempunyai kaitan topik dengan visualisasi sebuah emosi.
Lalu dalam tahap ini, penulis mulai membuat beberapa sketsa kasar tentang
mood warna yang mau dicapai. Setelah cerita mengalami revisi kedua, penulis
berhasil memetakan tahap progresi emosi dari karakter dalam film. Tiga peta
besar dari keseluruhan film yakni real world,anger, dan death of illusion.
Rumusan
Masalah
Latar Belakang Tujuan
Tinjauan
Literatur
Riset
Pre Produksi
Color Script Visual
Development Gambar 3.2.Skematika Perancangan Kinerja Kelompok
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
42
Dari hasil observasi lapangan, penulis mengumpulkan data visual berupa
foto-foto suasana alam di daerah pegunungan Desa Banaran sebagai referensi
setting waktu untuk film.
3.3. Acuan
Penulis membagi bahasan menjadi 3 topik besar yang dikategorikan dari batasan
Scene yang akan dibahas itu sendiri. Tiap scene akan berisi kajian tentang
pemilihan warna untuk mewakili emosi di adegan tersebut, analisis film, dan teori
yang mendukung pilihan penulis akan warna tersebut.
Dokumentasi
Lapangan
Visual Look
Sketsa Awal
Pemetaan
Emosi
Cerita Awal
Revisi Cerita
Progresif Warna
Finalisasi
Observasi
Visual
Studi Literatur
Gambar 3.3.Sistematika Perancangan Color Script
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
43
3.3.1. Observasi Visual
Penulis menambah referensi dengan mengumpulkan data-data berupa film
pendek, animasi, full feature film, ilustrasi yang ada kaitan dengan penggunaan
emosi manusia khususnya yang berkaitan dengan mental illness.
3.3.1.1. Referensi Media
Dalam hasil analisis penulis terhadap beberapa media berupa film, animasi dan
media lainnya, penulis merangkum sebagian yang penulis ambil sebagai referensi
utama dalam perancangan nantinya.
1. Animasi
a. Coraline
Coraline karya Tim Burton dan Neil Gaiman mengisahkan seorang
anak perempuan yang pemberani dan penuh imajinasi namun
terjebak dalam lingkungan baru yang menurut dia membosankan.
Tiada teman dan orangtua yang tidak pernah mendengarkan dia,
hidup Coraline terasa hambar dan dia bermimpi untuk berpetualang
dan mempunyai hidup yang lebih baik.
Gambar 3.4.Dunia Coraline
( Coraline/Henry Selick, 2009)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
44
Neil Gaiman menerjemahkan hal ini ke dalam pemilihan warna
pudar dan keabu-abuan untuk setting dunia asli Coraline yang
membosankan dan terkesan monoton.
Hal ini yang menjadi landasan film ini, yakni kontras
perbedaan antara dunia asli dan alternatif. Perbedaan kontras ini
ditemukan pada adegan-adegan saat Coraline mulai menjelajah
rumah “baru”nya.
Warna merah sering muncul saat Coraline berinteraksi
dengan ibu yang satunya. Berbanding terbalik dengan dunia
nyatanya, ibunya yang asli jarang menggunakkan tonal warna
Gambar 3.5. Perbedaan warna dan kontras pada dua
dunia
( Coraline/Henry Selick, 2009)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
45
merah yang mencolok, namun pemilihan warnanya lebih ke
saturasi rendah.
Merah mewakili sifat agresif, kuasa dan kekuatan yang
mewakili karakter ibu yang satunya lagi, dengan progresif sifat
obsesifnya terhadap Coraline agar semakin hari dia semakin
nyaman di dunia satunya sehingga dia bisa memakan jiwa
Coraline.
Gambar 3.6. Perbandingan warna Ibu asli dan yang satunya; Aplikasi warna
merah pada karakter Ibu yang satunya.
( sumber : https://roosterillusionreviews.files.wordpress.com/2015/10/coraline-other-
mother-transform.png )
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
46
Oranye memiliki kesan ramah, dan hangat kekeluargaan
seperti yang dikutip oleh Bellantoni dari Edward Lachman (2005).
Adegan makan malam bersama keluarga barunya yang lebih
mendengarkan dan perhatian dengan Coraline dipenuhi warna
hangat dari oranye, berbeda jauh dengan dunia aslinya yang
dipenuhi warna hijau pucat. (Gambar 3.4.)
Warna ungu mempunyai pengaruh besar di bidang non-
fisik yakni lebih secara mentalitas, spiritualitas. (Bellantoni, 2005).
Hal ini tercermin dari beberapa adegan penting di Coraline, yakni
portal pintu kecil yang menghubungkan dua dunia tersebut dan
konten-konten yang berhubungan dengan sesuatu yang magis.
Gambar 3.7. Warna oranye dalam film Coraline.
( Coraline/Henry Selick, 2009)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
47
Pengaplikasian discordance color scheme juga
b. In Between
In Between, sebuah animasi karya Alice Bissonet, mengisahkan
hidup seorang wanita yang mengalami serangan anxiety yang
disimbolisasikan dengan buaya biru yang nakal. Isu tentang mental
illness berupa anxiety ini, uniknya mampu dibawakan dengan
ringan dan menyenangkan.
Gambar 3.8. Asosiasi ungu dan mistikal di dunia asli Coraline
(kiri: Topi ramal Miss Spink saat meramal teh Coraline;kanan: Lorong
ajaib )
( Coraline/Henry Selick, 2009)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
48
Beberapa aspek warna yang menonjol dalam film ini adalah warna
penggunaan dua warna yang berlawanan, yakni warna panas
oranye kuning dan warna dingin dengan biru. Biru sering
diidentikan dengan warna yang menenangkan dan dapat
menurunkan tekanan darah.Oranye dan kuning disini sebagai
warna panas muncul mendominasi saat puncak konflik ketika sang
gadis merasa muak dengan kehadiran si buaya itu yang terus
menghalangi aktivitasnya.
Gambar 3.9. Warna biru dan oranye yang mendominasi shot.
(In Between/ Alice Bissonnet, 2012)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
49
c. Out of Bounds
Dalam film “Out of Bounds” karya Viktoria Piechowitz,
menceritakan kisah seorang pria OCD dan ikan peliharaannya.
Dalam film ini terlihat jelas struggle yang ingin ditunjukkan oleh
filmmaker mengenai pengidap OCD tersebut. Biru disini juga
mendominasi warna ruangan dan properti sekitar si pria, namun
aksen kuning pada helmnya dan rumah tetangga diidentifikasikan
sebagai sesuatu obsesif dan memicu sikap hati-hati dan waspada.
Warna ungu kemudian muncul ketika sang pria mulai jatuh dalam
ilusi OCD-nya karena serangan kepanikan yang berlebihan.
Gambar 3.10.Out of Bounds
( Out of Bounds/Victoria Piechowitz, 2014)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
50
Ditandai dengan distorsi imajiner dari properti dan rumah-rumah di
sekeliling sang karakter, aplikasi warna komplemen ini
mewujudkan perjuangan internal sang karakter dalam mencapai
targetnya.
d. Dream
Dream, sebuah animasi pendek dalamkampanye Wildlife
Conservation Film Festival , bercerita tentang bagaimana satwa-
satwa sekarang terancam keberadaannya karena ulah manusia
terhadap alam sekitar.Dream dipilih karena penggunaan progresif
warna yang efektif untuk menjadi plot utama cerita animasinya.
Dimulai dari sekumpulan binatang yang hidup bebas
ditandai dengan warna-warna pastel, lalu ketika para manusia
datang seketika warna berubah menjadi gelap, saturasi rendah dan
Gambar 3.11. Ungu dan Delusi
( Out of Bounds/Victoria Piechowitz, 2014)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
51
tidak banyak variasi warna. Ketika hewan-hewan tersebut mulai
diburu dan dibunuh, tonal warna berubah menjadi dramatis dengan
banyak penggunaan warna-warna panas sebagai lambang
keagresifan manusia dan nafsu yang besar dalam menempati posisi
diatas rantai makanan.
Dalam color script yang ditemukan, terdapat perubahan
warna dari gelap pudar menuju kuning terang yang mewakili
ketakutan menuju perubahan penuh harapan; dengan kuning
dilambangkan sebagai matahari terbit di belakang karakter manusia
yang kejam.
Gambar 3.12.Color Script untuk animasi Dream
(https://www.behance.net/gallery/44059387/Dream-WCFF)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
52
Gambar 3.14. Adegan penutup yang didominasi warna
monokromatik kuning..
(Guilherme Racz, 2016)
Gambar 3.13. Shot pembuka dengan warna biru dan kontras
yang berbeda saat manusia mulai berburu.
(Guilherme Racz, 2016)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
53
e. The Reward: Tales of Alethrion
Kemudian The Reward: Tales of Alethrion karya Sun Creature
studios yang bercerita tentang petualangan sepasang kekasih dalam
mengelilingi dunia serta tentang pencarian jati diri sebenarnya.
Penggunaan warna kuning tematik disini banyak dijumpai terutama
dengan segala yang berhubungan dengan Alethrion sendiri.
Kepribadian yang haus akan kekuasaan, harta dan kejayaan
membuat dia menjadi obsesif dan gelap mata. Momen ketika
Gambar 3.16. Alethrion yang obsesif akan kekuasaan dan popularitas.
(Sun Creature Studios, 2015)
Gambar 3.15.The Reward: Tales of Alethrion
(Sun Creature Studios, 2015)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
54
Alethrion mendapati bahwa ia telah ditipu oleh penduduk yang ia
bantu, ditandai oleh dominasi warna panas dalam shot.
f. Inside Out
Inside Out (2015) mengisahkan petualangan Riley dan emosi-
emosi yang ada di kepalanya.Dalam wawancara oleh Trevor Hogg
di 3dtotal.com, Ralph Eggleston, yang pernah bekerja dalam
bidang production design di film Wall-E (2008) dan Finding Nemo
(2003), dan Kim White yang juga pernah bekerja dalam Toy Story
3 bertanggung jawab dalam lighting dan cinematography dalam
Inside Out, mereka memberikan beberapa penjelasandalam
pembuatan produksi untuk mendapatkan hasil akhir dunia Riley
baik di real world dan di mind world.
Gambar 3.17. Alethrion murka.
(Sun Creature Studios, 2015)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
55
Ralph menuturkan bahwa untuk memberikan perbedaan
dalam segi visual diantara kedua setting yang berbeda, setting real
world ketika Riley masuk ke dalam kota San Fransisko mempunyai
aspek tingkat cahaya yang terang dan kontras rendah sehingga
banyak warna yang nampak desaturated juga banyak objek-objek
yang keras. Sedangkan di dalam mind world, semua nampak lebih
lembut terutama di dalam headquarter.
Gambar 3.18. Perbandingan Mind World dan Real World.
(http://www.3dtotal.com/interview/601-mindful-pixars-ralph-eggleston-and-
kim-white-discuss-inside-out-by-trevor-hogg-pixar-animation )
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
56
Dalam prosesnya, Kim mengatakan bahwa lighting
digunakan untuk penunjuk perbedaan setting yang terjadi
sepanjang film. Misalnya, pada awal film, dunia asli Riley dibuat
lebih bersaturasi sehingga mendekati keadaan di mind world,
tujuannya agar penonton tahu bahwa saat itu adalah momen-
momen bahagia Riley.
Ketika mulai ada gejolak konflik antara emosi satu dan
yang lain, warna dalam mind world mulai berprogresif ke saturasi
rendah seperti dunia asli Riley, karena keadaan sedang tidak baik
di kedua dunia.Gambar 3.13 adalah saat dimana semua emosi
Gambar 3.19. Progresif warna dunia dari sisi Riley.
(sumber: https://i.ytimg.com/vi/kxudXl6jd6c/maxresdefault.jpg)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
57
Riley berhenti bekerja dan dia memutuskan untuk kabur dari
rumahnya.
g. There’s a Man in the Woods
Animasi karya Jacob Streilein ini menceritakan kisah seorang guru
yang kehilangan pekerjaannya akibat sebuah mitos yang dibuat
oleh salah satu anak didiknya. Dalam film ini, ditemukan banyak
penggunaan warna kuning dan ungu serta merah sebagai warna
skemanya. Kuning disini banyak memiliki interpretasi yang
berbeda-beda, kewaspadaan dan obsesif.
Gambar 3.20. There’s a Man in the Woods
(Man in the Woods/Jacob Streilein, 2014)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
58
h. Wildfire
Film Wildfire karya Hugues Opter juga penulis gunakan sebagai
referensi atas dunia seseorang yang mengidap kelainan khusus.
Dalam film ini sang protagonis, seorang pemadam kebakaran,
menemukan ketertarikan terhadap api saat sedang bertugas.
Gambar 3.22. Film Wildfire
(Wildfire/Hugues Opter, 2015)
Gambar 3.21. Kuning sebagai bentuk kewaspadaan.
(Man in the Woods/Jacob Streilein, 2014)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
59
2. Film
a. A Series of Unfortunate Events
Pada film karya sutradara Brad Siberling, “A Series of Unfortunate
Events”, ketika sang anak-anak diberikan kabar bahwa rumah
beserta orangtua mereka hangus ditelan kebakaran yang tiba-tiba,
warna yang digunakan di shot tersebut mayoritas abu-abu. Dalam
sebuah studi tentang warna dan asosiasinya dengan individu yang
mengalami anxiety dan depresi, abu-abu banyak dipilih sebagai
warna yang mereka asosiasikan dengan mood depresif dan
waswas. Selain itu abu-abu juga dianggap mewakili keadaan
pikiran yang kalut, keputus-asaan dalam hidup, sendu dan hidup
yang monoton dan repetitif. (Carruthers et al, 2010).
Gambar 3.23.Lemony Snickets: A Series of Unfortunate Events
(Brad Silberling, 2004)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
60
b. Melancholia
Film karya Lars Von Trier berjudul Melancholia(2011), yang
menceritakan seorang wanita bernama Justine dan kakaknya Claire
yang mempunyai respon yang berbeda ketika menghadapi akhir
dunia. Film ini merupakan penggambaran dari sebuah penyakit
mental bernama melancholia, dimana sang penderita mengalami
depresi tingkat berat diikuti respon tubuh yang buruk hingga delusi
dan halusinasi.
Pada akhir film, karakter Justin, Claire dan anaknya nampak duduk
berpasrah di bawah tenda. Di satu sisi, biru disini mewakili
Gambar 3.25.Dominasi warna biru menjelang akhir film.
(Melancholia/Lars von Trier, 2011)
Gambar 3.24.Justine dan suaminya, Michael dalam Melancholia
(Melancholia/Lars von Trier, 2011)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
61
perasaan Justine yang damai karena ia akan menemui ajalnya
namun di sisi lain, Claire, merasa tertekan dan stress. Biru dapat
diidentikkan dengan ketidakberdayaan dan pasif. (Bellantoni,
2005)
c. The Fall
The Fall karya Tarsem Singh, menceritakan seorang aktor stunt
bernama Roy yang kakinya sedang lumpuh akibat kecelakaan di
sebuah rumah sakit yang menceritakan kisah fiksi tentang
heroisme, penjahat dan petualangan kepada anak gadis kecil
bernama Alexandria yang sedang juga sedang dirawat akibat
tangannya yang sakit.
Gambar 3.26.The Fall
(https://blackboxblue.files.wordpress.com/2010/12/the-fall-23.jpg)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
62
3.3.2. Dokumentasi Lapangan
Tanggal 23-25 Agustus 2016, penulis dan kedua rekan anggota tim produksi
melakukan riset ke Desa Banaran, Temanggung di Jawa Tengah, Indonesia. Riset
ini yang nantinya akan menjadi materi eksplorasi untuk bahan visual development
dari tampilan visual film, color script hingga penempatan setting.Penulis secara
khusus mengumpulkan beberapa foto dengan latar waktu yang berbeda sebagai
dasar pemilihan warna nanti.
3.3.2.1. Visual Rumah dan Warna Properti
Penulis juga mengumpulkan beberapa foto rumah penduduk yang kelak
digunakan untuk membantu penulis dalam mewujudkan palet warna mood di
rumah Agung.
Gambar 3.27. Beberapa foto saat riset yang diambil pada rentang waktu berbeda
(subuh menuju sore)
(dok. penulis )
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
63
Gambar 3.29. Suasana Rumah penduduk
(dok. Penulis)
Gambar 3.28.Suasana Rumah penduduk
( dok. Penulis)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
64
3.4. Temuan
Sebuah video essay berjudul “Color in Storytelling” oleh Lewis Bond (2015)
membahas mengenai warna dalam kaitannya dengan cara sang filmmaker ingin
menyampaikan cerita sepanjang film. Bond menerangkan bahwa menurut
analisanya penggunaan warna ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Penggunaan Color Scheme untuk harmoni (Balance)
Penggunaan warna-warna yang sesuai dengan standar harmoni color
wheel seperti warna monokromatik, analog, komplementer, triad,
tetrad , dsb bertujuan untuk menciptakan harmoni dalam visual film
dan simbolik untuk cerita yang sedang berjalan. Dalam kasus ini
contoh yang diberikan Bond adalah penggunaan warna analogus oleh
Wes Anderson dalam film Moon Shine Kingdom. Penggunaan warna
analogus dinilai menenangkan dan sesuai dengan tone film yang
bercerita tentang nostalgia. Penggunaan warna komplementer dalam
film juga dapat menandakan harmoni yang indah, namun, Bond
menegaskan bahwa tidak menutup kemungkinan komplementer juga
dapat mewakili plot cerita yang gelap, contohnya dalam film
Apocaplypse Now, yang menggunakkan paduan oranye dan hijau
dengan makna beracun dan mematikan.
2. Penggunaan Color Scheme untuk memecah harmoni (Discordance)
Ketika kita memasukkan suatu warna yang berada di luar harmoni ke
dalam suatu shot, ini yang selanjutnya disebut discordance. Shot
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
65
tersebut nampak kehilangan harmoni warnanya, namun di satu sisi
penonton dapat mengalihkan fokusnya ke objek tersebut bahkan
sebagai penuntun untuk mencapai pesan-pesan tertentu. Dalam film
Sixth Sense , hal ini ditunjukkan pada penggunaan simbolisme warna
merah dengan skema yang mayoritas keabu-abuan.
Hal ini juga ditemukan dalam beberapa shot di film Coraline, dimana
ada kontras antara portal ajaib dan interior rumah Coraline yang
berwarna monoton.
Gambar 3.31. Aplikasi warna discordance.
( Coraline/Henry Selick, 2009)
Gambar 3.30. Aksen merah pada film The Sixth Sense
( sumber: http://nofilmschool.com/sites/default/files/uploads/2014/05/red-
sixth-sense.png )
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
66
Selain data diatas, penulis juga mencari beberapa informasi mengenai
kaitan Obsessive Compulsive Disorder (OCD) dan preferensi warna sang
penderita. Penulis menemukan beberapa kasus yang dimana sang penderita
menolak menggunakan, menyentuh, menerima beberapa objek yang mempunyai
warna yang dihindari penderita. Umumnya preferensi ini disebabkan oleh sugestif
alam bawah sadar sang penderita mengenai asosiasi yang berhubungan dengan
warna tersebut. Misalnya dalam kasus Morgan (2015), salah seorang penderita
OCD, ia menghindari warna biru karena menurutnya biru melambangkan
kesedihan, depresi dan pikiran negatif. Pikiran obsesifnya akan membuat
Morganberpikir akan efek samping apa yang akan ditimbulkan apabila ia
mengenakan warna tersebut, setelah itu kecemasannya akan timbul lalu tindakan
kompulsifnya adalah untuk tidak menggunakan warna itu. Namun terlepas dari
itu, penulis belum menemukan data ilmiah dimana tercantum spesifik mengenai
warna yang banyak dihindari penderita OCD.
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
67
Dalam sebuah blog yang ditulis oleh seorang ilustrator asal Boston, Jen
Betton, beliau membahas tentang color script yang dibuat oleh Dice Tsutsumi
untuk film Horton Hears a Who?Yang menarik disini adalah penggunaan warna
magenta untuk mewakili tingkat kecemasan Horton yang makin memuncak saat
memasuki akhir film.
Gambar 3.32.Color Script dalam film Horton Hears a Who.
(http://jenbetton.blogspot.co.id/2013/01/dice-tsutsumi-colorscript-for-horton.html)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
68
3.5. Studi Perancangan Color Script.
Sebelum masuk dalam tahap perancangan warna untuk scene 1, penulis terlebih
dahulu meriset tentang visual yang akan diaplikasikan dalam film nanti.Berikut
adalah beberapa sketsa kasar yang dibuat penulis dalam eksplorasi mood warna
awal.
Kemudian berbekal acuan di bab sebelumnya dan hasil revisi cerita, penulis
dapat mengkategorikan film menjadi tiga bagian besar. Bagian pertama adalah
introduksi dunia Agung yang penuh rutinitas dan dinamika yang monoton, lalu
Gambar 3.33. Sketsa yang dibuatpenulis
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
69
mulai muncul gelombang emosi akibat kambuhnya PTSD Ibu; mengakibatkan
keadaan rumah menjadi tidak nyaman. Bagian ketiga adalah momen finale
dimana Agung berusaha melawan rasa obsesifnya yang kelak mengakibatkan
bergabungnya dunia ilusi dan real demi menyelamatkan ibunya.
3.5.1. Scene 1
Sebelum masuk dalam tahap perancangan warna untuk scene 1, penulis terlebih
dahulu meriset tentang visual yang akan diaplikasikan dalam film nanti. Referensi
film dipilih dari film yang mempunyai plot cerita yang terdiri dari dua keadaan
dunia sang karakter, real world dan other world. Real World adalah kondisi
dimana sang karakter berada dalam dunia “normalnya” dan segala hal berjalan
secara realistis sedangkan other worldadalah saat dimana semua seperti bentuk
lain dari dunia asli sang karakter, entah itu perwujudan mental, emosi atau pikiran
sang karakter itu sendiri. Dalam film “Keluarga Satu Setengah”, Agung terkadang
mengalami delusi singkat ketika sedang mengalami serangan OCD-nya, oleh
karena itu output shot harus dapat membuat penonton dapat membedakan mana
visual untuk real world dan other world.
3.5.1.1. StoryboardScene 1
Pada scene ini, penonton akan diperkenalkan akan rutinitas Agung sehari-hari,
bermula dari bangun tidur yang harus sesuai dengan jadwal yang dia tentukan,
hingga persiapan berangkat ke sekolah. Disini juga akan dikenalkan tindakan
obsesif dan kompulsif Agung dengan tindakan mengetuk-ngetuk tangannya
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
70
apabila dirasa semua belum tepat pada rutinitasnya. Pada shot 1, film dimulai
dengan dream sequence dari Agung yang berupa sebuah mimpi buruk, lalu Agung
terbangun dari shot 2 sampai terakhir. Rasa tidak nyaman mulai ditunjukkan
ketika shot 3&4 diperlihatkan, menyusul shot 9 dimana Agung mendapati bahwa
lemari bajunya tidak tertutup rapi yang memicu tindakan obsesifnya muncul.
Ketidaknyamanan ini diilustrasikan dalam perubahan warna yang dramatis dan
vivid seperti saat ia sedang bermimpi buruk. Ketika Agung selesai melakukan
tindakan kompulsifnya, jam tangannya tepat berbunyi dan seketika semua kembali
normal karena Agung dapat memulai aktivitas paginya.
Gambar 3.34. Penjabaran shot per shot Scene 1
(dok. Penulis)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
71
3.5.1.2. Eksplorasi Warna
Pada shot awal, penulis ingin mencari mood yang mewakili sebuah rutinitas yang
monoton, di satu sisi dapat membuat Agung merasa paling aman dan tenang
namun di sisi lain warna ini juga bernada sendu.
1. Dalam film The Fall, shot yang bertempat di kamar tempat Roy dirawat
terdiri dari beberapa warna hijau pucat dan beberapa aksen abu-abu dan
putih. Abu-abusering dikonotasikan dengan warna yang hambar, penuh
kebosanan.
Sedangkan ketika penonton dibawa ke dalam dunia imajinasi Alexandria
yang merupakan seorang anak perempuan yang ceria dan masih polos,
penonton disuguhkan dengan warna-warna yang ceria dan kaya.
Gambar 3.35. Roy dan Alexandria sedang berbincang
(The Fall/Tarsem Singh, 2008)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
72
Seperti pada pemilihan warna karakter yang menggunakkan banyak warna
primer seperti kuning, merah, biru.
2. Dalam filmCoraline, kamar tidur juga diimbangi dengan aksen pink pudar
dan warna biru pada selimut. Hal serupa ditunjukkan pada adegan-adegan
dimana penonton disuguhi sebuah dunia alternatif dari dunia Coraline,
yang dimana semua lebih baik dan lebih asyik bagi Coraline. Dunia
dimana semua memperhatikan Coraline dan berjalan seperti yang ia
harapkan.
Gambar 3.36.Imajinasi Alexandria akan tokoh-tokoh dalam kisah Roy.
(http://earnthis.net/wp-
content/uploads/2013/09/b53L0CyQzV4Os2PWrQdrCktPRlP.jpg)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
73
Penulis ingin mengambil sebuah contoh saat Coraline memasuki
ruang kerja Ayahnya dalam tiga momen yang berbeda. Momen pertama
adalah ruang kerja ayahnya yang asli, dimana semua nampak
membosankan dan penuh dengan barang-barang pekerjaan ayahnya
sebagai seorang penulis. Hal ini kemudian berbanding terbalik ketika
Coraline mengunjungi ayah satunya yang dapat bermain musik, berkebun
dan lebih riang dibanding ayah aslinya.
Gambar 3.37. Perbedaan kontras pada kamar tidur Coraline.
( Coraline/Henry Selick, 2009)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
74
Momen ketiga adalah ketika Coraline menyadari bahwa dunia ini
adalah jebakan dan ilusi dari Ibu satunya, mood yang ditampilkan ketika
mengunjungi ayah satunya berbeda dari keadaan sebelumnya.
3. Sebuah iklan animasi Coca Cola yang bercerita tentang petualangan sang
anjing dan majikan yang sedang bosan. Dimana disini juga ditekankan
Gambar 3.38. Perubahan warna pada ruang kerja Ayah Coraline.
( Coraline/Henry Selick, 2009)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
75
penggunaan warna abu-abu/ saturasi rendah untuk menjadi titik kontras
dengan dunia yang ceria dan imajiner ala si anjing.
4. Warna biru dan abu-abu ini juga ditemukan pada film Out of Bounds,
dimana sang karakter yang mengidap OCD tinggal di rumah yang
berwarna biru juga.Biru disini dapat diasosiasikan dengan rasaaman dan
dapat dipercaya.Menurut sebuah studi, warna biru dalam kamar tidur anak
Gambar 3.39. Coca Cola Man and Dog
https://d6u22qyv3ngwz.cloudfront.net/ad/737J/co)ca-cola-man-and-dog-
song-by-bob-gibson-large-2.jpg)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
76
dapat menurunkan detak jantung dan tensi darah, serta dapat mengurangi
perasaan waswas dan agresif pada anak-anak. (Baltzer, 2013).
5. Hal ini juga ditemukan pada film karya sutradara Brad Siberling, “A Series
of Unfortunate Events”, ketika sang anak-anak diberikan kabar bahwa
rumah beserta orangtua mereka hangus ditelan kebakaran yang tiba-tiba,
warna yang digunakan di shot tersebut mayoritas abu-abu.
Dalam sebuah studi tentang warna dan asosiasinya dengan individu yang
mengalami anxiety dan depresi, abu-abu banyak dipilih sebagai warna yang
mereka asosiasikan dengan mood depresif dan waswas. Selain itu abu-abu juga
dianggap mewakili keadaan pikiran yang kalut, keputus-asaan dalam hidup, sendu
dan hidup yang monoton dan repetitif. (Carruthers et al, 2010). Terlihat kontras
yang berbeda antara shot pembuka dan shot penutup yang menandakan adanya
progresif atau perbedaan suasana di film tersebut.
Gambar 3.40.A Series of Unfortunate Events
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
77
Berangkat dari eksplorasi diatas, penulis merancang contoh shot untuk
Scene 1 melalui shot ke- 9 karena di shot ini akan ditampilkan imaji dari dunia
asli dan imajinasi. Pemilihan warna ungu pada objek yang menjadi fokus utama
menjadi tujuan penulis sebab ungu memiliki asosiasi dengan aspek spiritualitas
dan mistik.
Gambar 3.41. Eksplorasi awal untuk perbandingan dunia nyata dan
fantasi.
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
78
Alternatif lainnya dalam shot ini adalah dengan mengurangi efek
bayangan yang membuat shot gelap dan meningkatkan saturasi warna sehingga
lebih mencolok. Disini ditekankan warna kuning yang dapat memicu
ketidaknyamanan terhadap penonton maupun karakter.
Gambar 3.43. Desain awal tentang warna OCD
Gambar 3.42. Alternatif visual warna untuk OCD
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
79
Beberapa sketsa awal mengenai visualisasi dunia melalui perspektif orang
OCD berdasarkan warna juga dibuat dengan menggunakan teori warna dan
asosiasi psikologis umum namun kemudian cerita di revisi kembali maka desain
tersebut tidak digunakan. Kemudian juga ada rancangan desain awal untuk
progression saat Agung memasuki dunia visual OCD-nya.
3.5.2. Scene 3
Dalam perancangan scene 3, penulis memusatkan fokus pada pembangunan
suasana negatif di rumah Agung akibat kambuhnya PTSD Ibu yang Agung belum
sadari. Efek ini tidak dirasakan Agung secara langsung karena ia belum
mengetahui penyebab Ibu bertindak agak aneh namun penulis ingin membawa
penonton untuk merasakan bahwa keadaan karakter saat itu sedang tidak baik.
Progresif warna dikenalkan mulai dari scene ini sebagai awal dinamika emosi di
film penulis.
Gambar 3.44. Konsep Awal Progresif OCD
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
80
3.5.2.1. StoryboardScene 3
Berikut ini adalah storyboard bagi scene 3 yang dirancang salah satu anggota tim
penulis.
Gambar 3.45. Penjabaran shot per shot Scene 3
(dok. Penulis)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
81
Scene dimulai dengan shot 1 dimana Ibu nampak sedang istirahat di sofa ruang
tamu, dan setting waktu saat itu adalah sore dimana Agung sudah pulang sekolah.
Kemudian shot 2 menunjukkan tayangan TV yang menayangkan berita kriminal
yang suaranya menjadi trigger utama sang Ibu dalam PTSD-nya. Shot 3 dan 4
merupakan dramatisasi visual efek asap rokok yang menyelubungi Ibu sehingga
Ibu terbangun di shot 4 lalu mulai mengalami breakdown emosi. Shot 5
menunjukkan Agung di kamarnya sendiri sedang belajar lalu mendengar gerak
gerik Ibunya yang bangun dan berusaha mengecek keadaan pada shot 6.
3.5.2.2. Eksplorasi Warna
Berangkat dari observasi sebelumnya, beberapa hal yang dapat diambil untuk
pengaplikasian warna-warna panas adalah sebagai berikut:
1. Dalam film “Coraline”, adegan saat penggunaan warna panas nampak
di saat Coraline bersikap kurang ajar terhadap Other Mother dan
memancing emosi dan kemarahan sang Ibu. Deep Red umumnya
diasosiasikan dengan kemarahan, kemauan keras, agresif, hawa nafsu.
Gambar 3.46. Other Mother di film Coraline
( Coraline/Henry Selick, 2009)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
82
2. “The Reward” juga menerapkan dominasi warna panas seperti oranye
kemerahan dan kuning sebagai titik mula konflik. Sang kekasih
bertengkar karena mempunyai persepsi yang berbeda.
Pada sebuah jurnal yang diterbitkan Universitas Georgia mengenai
relasi antara emosi dan warna terhadap subjek mahasiswa, ditemukan
asosiasi warna oranye yang mengarah ke stress dan upsettingbehavior,
begitu pula dengan warna merah yang bisa meningkatkan stimulan
agresivitas dan hawa nafsu, kemarahan. (Kaya et al,2004)
3. Hal serupa ditemukan juga dalam In Between, dimana sang karakter
sudah muak dengan tingkah laku sang buaya yang terus menghalangi
goal karakter untuk berkenalan dengan tetangganya. Shot ini
didominasi oleh warna panas seperti kuning, oranye dan merah
kecoklatan.
Gambar 3.47. The Reward Tales of Alethrion.
(Sun Creature Studios, 2015)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
83
Berdasarkan temuan di atas, bentuk visual Scene3 mulai dirancang.
Pertama, dimulai dengan pencarianmood warna yang tepat sebagai mula scene,
dan pada gambar di atas, penulis menggunakan warna coklat sebagai mayoritas.
Namun hal ini dirasa masih kurang mewakili emosi karena masih nampak terlalu
netral. Kemudian penulis mencoba mendramatisasi menggunakan warna merah
tua yang menyelimuti ruangan saat Ibu sedang di dapur. Dibantu dengan nyala
rokok, shot ini lebih baik mewakili ketidakstabilan emosi di ruangan tersebut saat
itu.
Gambar 3.48.Sketsa awal Scene 3
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
84
3.1.1. Scene 10
Dalam scene ini, penulis berusaha mewujudkan visual sebuah dunia yang sedang
bergemuruh. Tindakan obsesif Agung yang belum membaik akibat tidak adanya
tindakan kompulsif yang dilakukan, mengakibatkan kaburnya batas visual Agung
akan dunia di sekitarnya. Oleh karena itu penulis memilih beberapa referensi dari
film yang sekiranya mempunyai pesan yang sama mengenai ilusi dunia lain dan
sesuatu yang merepresentasikan keadaan mental sang karakter.
3.1.1.1. StoryboardScene 10
Ketika Agung terbangun saat subuh dan menyadari bahwa semua tidak sesuai
dengan rutinitas dia, tindakan obsesifnya mulai bereaksi , namun di saat yang
sama ia juga baru menyadari bahwa Ibunya telah kabur dari rumah dan akan
membahayakan diri apabila tidak segera ditemukan Agung. Agung hanya punya
pilihan untuk melakukan tindakan-tindakan kompulsifnya atau bergegas mencari
Ibu sebelum semua terlambat. Pilihan kedua mengakibatkan jalan film dari awal
scene ini mengaburkan batas antar dunia riil dan non riil. Dunia ilusi dimana
semua menjadi vivid dan tidak teratur. Pada shot awal di scene ini, Agung nampak
sedang mengendarai sepedanya dan perlahan dunia berubah menyatu dengan
memori masa kecilnyadi shot 2. Saat ini Agung nampak dikejar lahar yang
mendidih di belakangnya, merupakan lambang visual rasa bersalah dan ketakutan
Agung. Shot lalu diselingi keadaan dimana sebuah truk sedang melaju kencang,
dilanjutkan close-up wajah Agung yang lalu menyatu kembali ke memori saat
Agung melihat kakaknya, Iwan terkapar di tanah bersimbah darah. Darah ini lalu
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
85
akan menjadi transisi menuju shot 8. Agung lalu dengan segala kemampuan yang
tersisa menubrukkan dirinya ke Ibu agar mereka keluar dari jalan. Sejenak setelah
tidak sadarkan diri akibat terbentur, Agung kemudian siuman dan mereka pun
berkonsiliasi, mood akan berubah drastis menjadi penuh harapan sekaligus
matahari terbit.
3.1.1.2. Eksplorasi Warna
Dalam scene ini, penulis melakukan analisa dari acuan-acuan yang mempunyai
kaitan dengan dunia non riil atau ilusi belaka; dunia dimana itu merupakan
perwujudan eksternal dari sesuatu internal seperti mentalitas dan emosi sang
karakter. Adapun beberapa acuan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Gambar 3.49.StoryboardScene 10
(dok.penulis)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
86
1. Dalam film Inside Out, warna ungu terlihat jelas di markas besar para
emosi Riley.Sedangkan pada dunia Riley, warna ungu jarang terlihat
secara mayoritas. Hal ini rupanya juga yang menjadi tujuan utama Ralph
dan Kim berdasarkan temuan yang penulis bahas sebelumnya.
2. Coraline sendiri juga membawa warna ungu dalam setiap shot yang
mengandung aksen mistik, ilusi dan fantasi. Ketika Coraline mendapati
bahwa ia tidak dapat kembali ke dunia aslinya, timbul warna ungu yang
pekat di ruang tamu diikuti warna merah oleh ibu satunya lagi. Warna
ungu juga ditemukan di dunia asli Coraline dalam visual lorong ajaib yang
menghubungkan dunia satu dan yang lain, topi Miss Spink yang dipakai
saat akan meramal teh Coraline.
Gambar 3.50. Inside Out
(http://www.3dtotal.com/interview/601-mindful-pixars-ralph-eggleston-and-kim-white-
discuss-inside-out-by-trevor-hogg-pixar-animation?page=3)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
87
3. Dalam film There’s a Man in the Woods, setiap shot yang menunjukkan
kiasan sang guru dalam mengungkapkan perasaannya juga didominasi
oleh warna ungu dan kuning sebagai komplementer. Terutama di scene
terakhir ketika sang guru nampak berjalan di atas lahar panas, subjek
diberikan warna ungu.
Gambar 3.52. Shot dalam There’s a Man in the Woods
(Man in the Woods/Jacob Streilein, 2014)
Gambar 3.51. Coraline
( Coraline/Henry Selick, 2009)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
88
4. Pada animasi Wildfire, ketika sang protagonis kembali bertugas untuk
memadamkan api dari kebakaran besar di hutan dekat apartemennya,
representasi perasaannya didramatisasi dalam bentuk visual lingkungan
yang berangsur-angsur berubah. Dominasi warna kuning, ungu, magenta
disini sangat kental terlihat.
5. Inspirasivisual lain adalah dari seorang pelukis kontemporer bernama
Keita Morimoto (2014), yang melalui pameran lukisan terbarunya berjudul
Oasis. Ia ingin menggambarkan fantasi dan momen dimana sekumpulan
individu yang bergerak menjauhi realita mereka dan mencoba mencari
utopia sendiri.
Gambar 3.53. Visual di sekitar karakter
(Wildfire/Hugues Opter, 2015)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017
89
Gambar 3.54. Seri Oasis oleh Keita Morimoto.
(http://www.galerieyoun.com/projects/keita-morimoto-oasis-2/)
Perancangan Color..., Raffael Arkapraba Gumelar, FSD UMN, 2017