lirik lagu gundul.docx

39
LIRIK LAGU GUNDUL-GUNDUL PACUL: SEBUAH KAJIAN SEMANTIK BAHASA INDONESIA LIRIK LAGU GUNDUL – GUNDUL PACUL : SEBUAH KAJIAN SEMANTIK BAHASA INDONESIA Sri Utami Rahayu Abstrak.Penelitian ini dilandasi oleh pemikiran bahwa lirik lagu merupakan karya sastra yang menggunakan bahasa sebagai medium dan mencerminkan kehidupan masyarakat. Obyek penelitian ini adalah lirik lagu yang berjudul Gundul-gundul Pacul, lagu ini sangat terkenal dan sudah berumur ratusan tahun, dinyanyikan di berbagai kalangan, biasanya lagu ini dinyanyikan untuk menghibur anak-anak. Bahasa yang terdapat dalam lagu ini tentunya memiliki makna yang perlu diungkap guna mendapat pemahaman terhadapnya. Artikel ini berupa deskripsi dari hasil analisis terhadap lagu Gundul – gundul pacul menggunakan pendekatan semantik. Kata-kata Kunci: lirik lagu Gundul-gundul pacul, semantik Bahasa merupakan sistem atau alat komunikasi yang amat penting bagi manusia dalam perhubungan sehari-hari. Bahasa yang digunakan merupakan sistem lambang yang mengaitkan maksud atau fikiran manusia dengan sesuatu benda yang konkrit ataupun sesuatu yang abstrak. Bahasa merupakan suatu unsur yang dinamik, yakni sentiasa berubah-ubah mengikut situasi dan zaman atau perkembangan semasa. Bahasa dapat dianalisis dan didekati dengan menggunakan pelbagai pendekatan untuk mengkajinya. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengkaji bahasa ialah pendekatan makna. Bidang makna atau semantik merupakan bagian ilmu linguistik yang tidak akan sempurna jika tidak ada kajian makna. Bahasa merupakan media untuk menyampaikan pesan atau informasi dari satu individu kepada individu lain, baik

Upload: tirjo-jo

Post on 06-Feb-2016

86 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

LIRIK LAGU GUNDUL-GUNDUL PACUL: SEBUAH KAJIAN SEMANTIK BAHASA INDONESIA

LIRIK LAGU GUNDUL – GUNDUL PACUL : SEBUAH KAJIAN SEMANTIK

BAHASA INDONESIA

                                     Sri Utami Rahayu       Abstrak.Penelitian ini dilandasi oleh pemikiran bahwa lirik lagu merupakan karya sastra

yang menggunakan bahasa sebagai medium dan mencerminkan kehidupan masyarakat. Obyek penelitian ini adalah lirik lagu yang berjudul Gundul-gundul Pacul, lagu ini sangat terkenal dan sudah berumur ratusan tahun, dinyanyikan di berbagai kalangan, biasanya lagu ini dinyanyikan untuk menghibur anak-anak. Bahasa yang terdapat dalam lagu ini tentunya memiliki makna yang perlu diungkap guna mendapat pemahaman terhadapnya. Artikel ini berupa deskripsi dari hasil analisis terhadap lagu Gundul – gundul pacul menggunakan pendekatan semantik.

       Kata-kata Kunci: lirik lagu Gundul-gundul pacul, semantik 

Bahasa merupakan sistem atau alat komunikasi yang amat penting bagi manusia

dalam perhubungan sehari-hari. Bahasa yang digunakan merupakan sistem lambang yang

mengaitkan maksud atau fikiran manusia dengan sesuatu benda yang konkrit ataupun sesuatu

yang abstrak. Bahasa merupakan suatu unsur yang dinamik, yakni sentiasa berubah-ubah

mengikut situasi dan zaman atau perkembangan semasa. Bahasa dapat dianalisis dan didekati

dengan menggunakan pelbagai pendekatan untuk mengkajinya. Salah satu  pendekatan yang

dapat digunakan untuk mengkaji bahasa ialah pendekatan makna. Bidang makna atau

semantik merupakan bagian  ilmu linguistik yang tidak akan sempurna jika tidak ada kajian

makna.

               Bahasa merupakan media untuk menyampaikan pesan atau informasi dari satu

individu kepada individu lain, baik itu secara lisan maupun tulisan. Pernyataan tersebut

sangat benar, satu orang pun tidak ada yang akan membantah dengan pernyataan tersebut.

Dalam kehidupan sehari-hari hampir semua aktivitas kita menggunakan bahasa, baik

menggunakan bahasa lisan, bahasa tulisan maupun bahasa tubuh.

             Sumarsono (2007:13) mengemukakan masyarakat itu terdiri dari individu-individu,

secara keseluruhan individu saling mempengaruhi dan saling bergantung, maka bahasa yang

sebagai milik masyarakat juga tersimpan dalam diri masing-masing individu. Setiap individu

dapat bertingkah laku dalam wujud bahasa, dan tingkah laku bahasa individual dapat

berpengaruh luas pada anggota masyarakat bahasa lain. Oleh karena itu, individu tetap terikat

pada aturan permainan yang berlaku bagi semua anggota masyarakat. Bahasa berfungsi di

tengah masyarakat dan berupaya menjelaskan kemampuan manusia menggunakan aturan-

aturan berbahasa secara tepat dalam situasi-situasi yang bervariasi. Manusia merupakan

makhluk sosial, melakukan interaksi, bekerja sama, dan menjalin kontak sosial di dalam

masyarakat. Untuk  melakukan hal tersebut, manusia membutuhkan sebuah alat komunikasi

yang berupa bahasa.

 Bahasa merupakan faktor penting untuk menentukan lancar tidaknya suatu

komunikasi. Ketepatan berbahasa tidak hanya berupa ketepatan memilih kata, merangkai

kalimat dan juga ketepatan melihat situasi. Artinya seorang pemakai bahasa selalu harus tahu

bagaimana menggunakan kalimat yang baik, benar dan harus melihat dalam situasi apa dia

berbicara, kapan dia berbicara, dimana dia berbicara, dengan siapa dia berbicara dan untuk

tujuan apa dia berbicara.

                Penelitian terhadap suatu bahasa memilki ranah yang luas.  Untuk memperoleh

kejelasan dalam penelitian ini maka perlu diketahui bahwa penelitian ini memilih salah satu

sub disiplin struktur bahasa, yaitu semantik. Dalam cabang ilmu bahasa, semantik merupakan

ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makna yang berada di luar gramatikal bahasa

yang berbeda dengan morfologi dan sintaksis yang berada pada tataran gramatika bahasa.

Cakupan semantik sangat luas mencakup semua tataran bahasa, baik kata, frase, klausa,

kalimat, paragraf maupun wacana.

              Semantik adalah cabang linguistik yang membahas arti atau makna, baik itu makna

leksikal maupun makna gramatikal (Verhaar, 2006:13). Dijelaskan bahwa semantik sebagai

ilmu yang mempelajari tentang makna atau arti yang ada pada tatabahasa morfologi, sintaksis

maupun leksikon. Semantik dibagi dua antara lain, semantik gramatikal dan semantik

leksikal.  Makna grmatikal adalah makna yang muncul sebagai akibat digabungkannya

sebuah kata dalam suatu kalimat. Makna gramatikal dapat pula timbul sebagai akibat dari

proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi dan komposisi. Sedangkan Makna leksikal

(leksical meaning, sematic meaning, external meaning) adalah makna kata yang berdiri

sendiri baik dalam bentuk dasar maupun dalam bentuk kompleks (turunan) dan makna yang

ada tetap seperti apa yang dapat kita lihat dalam kamus.

              Chaer (2009:2) mengatakan bahwa” kata semantik disepakati sebagai istilah yang

digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik

dengan hal-hal yang ditandainya. Atau dengan kata lain, bidang studi dalam linguistik yang

mempelajari makna atau arti dalam bahasa”. Jadi dengan semantik kita dapat mengetahui apa

yang dimaksud dengan makna?  Bagaimanakah wujud makna? Apakah jenis makna?  Apa

saja yang berhubungan dengan makna? Apakah komponen makna? Apakah makna berubah? 

Mengapa makna berubah?  Apakah setiap kata hanya memiliki satu makna atau lebih?

Bagaimanakah agar kita mudah memahami sebuah kata? Semuanya dapat ditelusuri melalui

disiplin ilmu yang disebut dengan semantik.

               Berkaitan dengan objek dalam analisis ini,  perlu dijelaskan tentang lirik lagu yang

berhubungan dengan karya sastra . Bentuk karya sastra sangat beragam, karya sastra dapat

berbentuk tulisan seperti puisi, prosa, cerpen dan novel. Kaitannya dengan bentuk, karya

sastra juga berhubungan dengan karya seni. Terkadang karya seni menginspirasi karya sastra

dan sebaliknya karya sastra melengkapi karya seni seperti drama, lagu-lagu dan teater. Sastra

dalam lirik dan drama sering memakai musik. Sastra juga bisa dijadikan tema seni lukis atau

seni musik terutama pada seni tarik suara dan musik (Wellek & Warren, 1995:160).

               Penelitian ini menggunakan objek lirik lagu Gundul-gundul Pacul. Lirik lagu

termasuk dalam genre sastra karena lirik lagu adalah karya sastra utama dari puisi yang berisi

curahan perasaan pribadi, susunan kata sebuah nyanyian. Oleh karena itu lirik sama dengan

puisi namun disajikan dengan nyanyian yang diiringi oleh musik dan termasuk dalam genre

sastra imajinatif.

                Setiap lagu pasti mempunyai tujuan tertentu yang ingin disampaikan kepada

masyarakat sebagai pendengarnya. Lirik lagu berisi barisan kata-kata yang dirangkai secara

baik dengan gaya bahasa yang menarik oleh komposer dan dibawakan dengan suara merdu

supaya dapat dinikmati oleh para pendengar dengan baik. Lirik lagu terbentuk dari bahasa

yang dihasilkan dari komunikasi antara pencipta lagu dengan masyarakat penikmat lagu

sebagai wacana tulis karena disampaikan dengan media tulis pada sampul albumnya dapat

juga sebagai wacana lisan melalui kaset. Lirik lagu merupakan ekspresi seseorang dari dalam

batinnya tentang sesuatu hal baik yang sudah dilihat, didengar maupun dialami.

Lirik Lagu Gundul-gundul Pacul

Gundul Gundul Pacul cul..Gembelengan

Nyunggi nyunggi wakul..kul Gembelengan

Wakul nggelimpang Segane dadi sak latar

Wakul nggelimpang Segane dadi sak latar

Terjemahan Lirik Lagu Gundul-gundul Pacul

Gundul Gundul Pacul cul. Gembelengan

Gundul ( botak tanpa rambut ) pacul (cangkul) cul (dari kata ucul yang berarti lepas).

Gembelengan (sombong atau angkuh)

Nyunggi nyunggi wakul..kul Gembelengan

Nyunggi (membawa sesuatu di atas kepala) wakul ( bakul) kul (penekanan dari kata bakul)

Gembelengan (sombong atau angkuh)

Wakul nggelimpang Segane dadi sak latar

Wakul (bakul) nggelimpang (jatuh) segane (nasinya) dadi (jadi) sak latar (berantakan

kemana-mana di tanah)

Wakul nggelimpang Segane dadi sak latar

Wakul (bakul) nggelimpang (jatuh) segane (nasinya) dadi (jadi) sak latar (berantaan

kemana-mana di tanah)

Makna Asosiatif dalam Lirik Lagu Gundul-Gundul Pacul

             Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan dengan adanya

hubungan kata itu dengan keadaan di luar bahasa (Chaer,2009:72). Contoh makna asosiatif

seperti terdapat pada kata “melati” berasosiasi dengan makna  “suci” atau  “kesucian”, kata

“bunglon” berasosiasi  dengan makna” orang yang tidak berpendirian tetap”, kata “merah”

berasosiasi dengan makna “berani” dan sebagainya.

             Leech ( dalam Chaer.2009:73) mengatakan karena makna asosiasi ini berhubungan

dengan nilai-nilai moral dan pandangan hidup yang berlaku dalam suatu masyarakat bahasa

yang berarti juga berurusan dengan nilai rasa bahasa maka dalam makna asosiatif ini

termasuk juga makna konotatif dan makna-makna lain seperti stilistika, makna afektif, dan

makna kolokatif.

 Berdasarkan data yang diperoleh peneliti dalam Lirik Lagu Gundul-Gundul Pacul :

Sebuah Kajian Semantik Bahasa Indonesia,  dapat dipaparkan penjelasan mengenai makna

asosiatif dalam lirik lagu Gundul-gundul Pacul. Berikut deskripsi hasil analisis makna

asosiatif yang terdapat dalam lirik lagu Gundul-gundul pacul.

            Gundul itu kepala tanpa rambut atau botak. Pacul berarti cangkul, gembelenganberarti

congkak, sombong dan atau sembrono, Nyunggi wakul artimya membawa bakul di atas

kepala (seperti perempuan Bali membawa sesaji), wakul nggelimpang segane dadi sak latar

artinya Bakul jatuh nasinya berantakan.

             Berdasarkan data di atas dapat ditemukan kata Gundul atau Kepala yang

diasosiasikan dengan  kehormatan, kemuliaan seseorang. Rambut adalah mahkota

diasosiasikan dengan  keindahan kepala. Maka gundul pada lirik lagu Gundul-gundul pacul di

asosiasikan dengan kehormatan yang tanpa mahkota. Pacul atau Cangkuldiasosiasikan

dengan  rakyat jelata, karena cangkul merupakan alat kerja.

              Gundul pacul diasosiasikan seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang

diberi mahkota tetapi dia adalah pembawa pacul untuk mencangkul, mengupayakan

kesejahteraan bagi rakyatnya.

               Pacul sendiri di kalangan masyarakat jawa mengandung makna sebagai PAPAT

KANG UCUL atau empat yang lepas. Artinya bahwa kemuliaan seseorang akan sangat

tergantung empat  hal, yaitu: bagaimana menggunakan mata, hidung, telinga dan mulutnya.

1. Mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat.

2.Telinga digunakan untuk mendengar nasehat. 

3. Hidung digunakan untuk mencium wewangian kebaikan.

4. Mulut digunakan untuk berkata-kata yang adil.

Jika empat hal itu lepas, maka lepaslah kehormatannya.

              Gundul-gundul Pacul Cul (ucul=lepas) artinya orang yang di kepalanya sudah

kehilangan empat indera tersebut yang mengakibatkan sikap berubah

jadi gembelengan(congkak). Nyunggi-nyungi  wakul kul (menjunjung amanah rakyat) selalu

sambilgembelengan (sombong hati), akhirnya wakul ngglimpang (amanah jatuh tidak bisa

dipertahankan) segane dadi sak latar (berantakan sia-sia, tak bisa bermanfaat bagi

kesejahteraan.

Makna Stilistik dalam Lirik Lagu Gundul-gundul Pacul

Makna stilistik berkenaan dengan gaya pemilihan kata sehubungan dengan social dan

bidang kegiatan di dalam masyarakat (chaer, 2009:73). Jadi makna stilistik berhubungan

dengan pemakaian bahasa yang menimbulkan efek terutama kepada pembaca. Makna stilistik

lebih dirasakan di dalam sebuah karya sastra. Sebuah karya sastra akan mendapat tempat

tersendiri  karena kata yang digunakan mengandung makna stalistika. Makna stalistika lebih

banyak ditampilkan melalui gaya bahasa.

Rangkaian kata dan kalimat dalam bait lirik lagu gundul-gundul pacul berbentuk

simile, simbolik, asosiasi (perumpamaan) dan epos yang terdapat hubungan sebab akibat.

Berupa rangakian cerita yang diawali dengan kepemimpinan yang sombong atau angkuh.

Hingga tak mampu memegang amanat rakyat yang diibaratkan dengan membawa nasi atau

membawa wakul (tempat nasi) di atas kepala namun akhirnya harus jatuh berantakan di atas

tanah.

              Maksud dari cerita yang disampaikan secara ringkas dan  padat tersebut membuat

lirik lagu ini sarat makna stlistika. Gaya bahasa simbolik terdapat pada katagundul sebagai

simbul kepemimpinan yang telah kehilangan kehormatan.  Kata wakul dan sego digunakan

sebagai simbul amanat rakyat. Gaya bahasa asosiasi atau perumpaman terdapat pada kata

“ pacul” yang diumpamakan sebagai sarana atau alat untuk mewujudkan kesejahteraan

rakyat dengan tidak melepaskan empat hal yaitu: 1) Mata digunakan untuk melihat kesulitan

rakyat, 2) Telinga digunakan untuk mendengar nasehat, 3) Hidung digunakan untuk mencium

wewangian kebaikan, dan 4) Mulut digunakan untuk berkata-kata yang adil.  Perumpamaan-

perumpamaan pada uraian di atas adalah perumpamaan-perumpamaan yang memiliki muatan

stilistik.

Makna Afektif dalam Lirik Lagu Gundul-gundul Pacul

Makna afektif makna yang muncul akibat reaksi pendengar atau pembaca terhadap

penggunaan bahasa. Chaer (2009:73) mengungkapkan bahwa “ makna afektif  berkenaan

dengan perasaan pembicara pemakai bahasa secara pribadi, baik terhadap lawan bicara

maupun terhadap objek yang dibicarakan”.

Setelah mendengar lirik lagu ini dinyanyikan maka akan dirasakan makna afektif

diantaranya, ajakan pengarang kepada pendengar untuk menjadi seorang pemimpin yang baik

dan mampu melaksanakan amanat rakyat dengan benar. Pemimpin yang tidak sombong dan

angkuh sehingga kepemimpinannya tidak sia-sia. Jika seorang pemimpin memiliki sikap

sombong atau angkuh maka kepemimpinannya tidak akan berhasil seperti yang terungkap

pada kalimat tempat nasi (bakul) jatuh, nasinya jadi berantakan. Pembaca atau pedengar

secara sadar atau tidak sadar akan merasa diperingatkan untuk berusaha memperbaiki diri

dalam kepemimpinan sehari-hari, baik pemimpin untuk dirinya sendiri, orang lain, keluarga

maupun negara.

Makna kolokatif dalam Lirik Lagu Gundul-gundul pacul

             Makna kolokatif adalah makna yang berhubungan dengan penggunaan beberapa kata

di dalam lingkungan yang sama. Kolokatif dari kata kolokasi (berasal dari bahasa latin

colloco yang berarti ada di tempat yang sama) (chaer, 2009:112).  Misalnya kata layar,

perahu, badai, ombak, dan tenggelam, berada dalam satu lingkungan, yaitu dalam

pembicaraan mengenai laut.         

Makna kolokatif dalam kajian ini dapat dicermati  sebagai

berikut.                                                                                                                                 Kata-

kata yang terdapat dalam lirk lagu Gundul-Gundul Pacul  lebih banyak behubungan dengan

kehidupan manusia secara pribadi dan universal. Seperti kata gundul, pacul, gembelengan

atau congkak, wakul, sego, kata-kata tersebut memberikan gambaran umum yang

berhubungan dengan kegiatan manusia secara pribadi dan secara universal dalam mencapai

kehidupan atau kepemimpinan  yang lebih baik.

              Sasaran penciptaan lirik lagu ini bukan ditujukan pada suatu ruang khusus, artinya

tidak hanya ditujukan sebagai kritik terhadap pejabat atau penguasa pada suatu masa,

keadaan di suatu tempat, sebagian golongan manusia, mungkin gender atau status sosial,

tetapi lebih luas, lirik lagu ini ditujukan kepada setiap pribadi, secara universal hubungan

dengan dirinya sendiri, orang lain  dan terutama  pertanggungjawaban kepada Tuhan atas

kepemimpinannya. Namun secara khusus sebenarnya ditujukan kepada masyarakat jawa

karena lirik lagu ini pada asalnya menggunakan bahasa Jawa.

Makna konotatif dalam lirik lagu Gundul-gundul Pacul

              Sebuah kata mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai “nilai rasa”,

baik positif maupun negative. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki

konotasi (chaer, 2009:65).         

              Makna konotatif  berupa makna yang digunakan untuk mengacu bentuk atau makna

lain yang terdapat di luar leksikalnya. Lirik lagu Gundul-gundul pacul  ini penuh dengan

makna konotatif, hampir dalam setiap barisnya merupakan acuan terhadap makna lain diluar

leksikalnya, seperti yang dijelaskan pada bagian awal tentang makna asosiasi beberapa kata

menjadi acuan meskipun ada kemiripan namun terdapat perbedaan antara makna kias dan

konotatif.  Berikut uraian tentang makna konotatif dalam lirik lagu Gundul-gundul pacul.

               Gundul atau botak membawa cangkul dengan sombong

               Membawa bakul dengan sombong

              Kata dan kalimat dalam kutipan di atas tidak sekedar bermakna bahwa Si gundul 

membawa cangkul dengan sombong  atau membawa bakul dengan sombong  tetapi hanya

sebagai acuan dari masuknya sebuah ajaran pegangan hidup yakni ajaran  yang sangat baik

dan mulai berkembang pesat di tanah Jawa pada saat lirik lagu ini diciptakan sekitar abad 14

oleh Sunan  Kalijogo.

               Kata Membawa bakul tidak hanya membawa  tempat nasi sebagai makna denotasi 

tetapi memiliki makna konotasi sebagai sebagai berikut:

Nyunggi merupakan kata kerja yang menunjukkan membawa suatu benda di atas kepala.

Demikian tinggi perlambang pengembanan suatu amanat yang memang harus diletakkan

tinggi-tinggi melebihi kepala, bagian tubuh yang paling tinggi. Amanat merupakan tugas

kesucian yang harus dijunjung tinggi. Rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi

mengamanatkan kekuasaannya kepada para wakil dan pemimpinnya. Maka menjadi

kewajiban mereka untuk nyunggi, menjunjung tinggi amanat untuk dilaksanakan secara

bersungguh-sungguh dan penuh rasa tanggung jawab.

bakul jatuh nasinya berantakan di tanah

             Kata-kata anak bakul, nasi, jatuh, dan berantakan di tanah, tidak pula sekedar

bermakna denotatif. Pemimpin yang mengkhianati amanat rakyat, ceroboh dan teledor dalam

nyunggi wakul simbol kesejahteraan itu, hanya akan menyebabkan wakul ngglimpang segone

dadi sak latar. Kepemimpinan yang tidak bertanggung jawab, tidak amanah dalam

menjalankan amanat rakyat hanyalah akan menimbulkan malapetaka. Segala potensi dan

sumber daya yang semestinya dapat didayagunakan untuk mensejahterakan rakyat hanya

akan berceceran kemana-mana dan menyebabkan kemubadziran bahkan kerusakan.

Kemakmuran dan kesejahteraan yang diidam-idamkan bukannya tercapai, sebaliknya  segala

tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara menjadi rusak.

               Setiap pemimpin yang memegang amanat nyunggi bakul rakyat,   akan dimintai

pertanggungjawaban kelak oleh Allah SWT. Di tangan pemimpinlah  bakul  sebagai konotasi

kesejahteraan rakyat itu akan tetap kokoh menampung benih kebaikan dan kemakmuran,

ataukah bakul itu akan tumpah menyengsarakan kehidupan rakyat.

Penutup

               Berdasarkan analisis terhadap lagu Gundul-gundul Pacul dengan pendekatan

semantik ini dapat disimpulkan bahwa dalam lirik lagu Gundul-gundul Pacul terdapat makna

asosiatif, makna stilistik, makna kolokatif, makna afektif dan makna konotatif. Makna

asosiatif  terdapat dalam kata-kata gundul, pacul, gembelengan, wakul, sego. Makna stilistik

berupa simbolik-simbolik yang juga berfungsi  memperindah bunyi. Secara utuh lirik lagu ini

berupa epos simile, sebuah cerita dalam perumpamaan. Makna afektif  berupa ajakan,

peringatan untuk berperilaku baik, menjalankan amanah dengan benar dan penuh tanggung

jawab. Makna konotatif hampir terdapat dalam setiap baris lirikm lagu Gundul-gundul Pacul,

kata-kata maupun kalimatnya merupakan acuan dari luar leksikalnya. Yang menceritakan

tentang ajaran hidup sebagai pimpinan yang amanah dan bertanggung jawab kepada rakyat

atau bawahan.. 

DAFTAR RUJUKAN

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: PT Rineka Cipta

 Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum.Jakarta: Rineka Cipta

Chaer, Abdul. 2009.Pengantar Semantik Bahasa Indonesia.Jakarta: Rineka cipta

Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika Kajian Puitika, Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumarsono. 2007. Pengantar Semantik. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.

Verhaar. 2006. Asas-asas Linguistik Umum. Yogjakarta. Gajah Mada University Pres.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1993. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

http://utamiku03.blogspot.com/2013/02/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html

LIRIK LAGU LIR-ILIR: SEBUAH KAJIAN SEMANTIKLIRIK LAGU LIR-ILIR: SEBUAH KAJIAN SEMANTIKHidayatullohMahasiswa Pascasarjana Bahasa Indonesia UNISMA

Abstrak.Penelitian ini dilandasi oleh pemikiran bahwa lirik lagu merupakan karya sastra yang menggunakan bahasa sebagai medium dan mencerminkan kehidupan masyarakat. Obyek penelitian ini adalah lirik lagu yang berjudul Lir-ilir, lirik lagu ini sangat terkenal dan sudah berumur ratusan tahun, dinyanyikan di berbagai kalangan, pernah juga dinyayikan oleh Cak Nun bersama Kiai Kanjeng dalam album Menyorong Rembulan. Bahasa yang terdapat dalam lagu ini tentunya memiliki makna yang perlu diungkap guna mendapat pemahaman terhadapnya. Artikel ini berupa deskripsi dari hasil analisis terhadap lagu Lir-ilir menggunakan pendekatan semantik.Kata-kata Kunci: lirik lagu Lir-ilir, semantik 

Bahasa sebagai milik masyarakat tersimpan dalam diri setiap individu dapat bertingkah laku dalam wujud bahasa dan tingkah laku bahasa individu ini dapat berpengaruh luas pada anggota masyarakat yang lain. Manusia sehingga makhluk sosial dalam berinteraksi tidak bisa lepas dari komunikasi antar manusia yang satu dengan yang lain, sebagai alat komunikasi, bahasa mampu mewakili pesan yang diterima oleh penerima tutur tidak akan sempurna bila tidak ada respon dari orang lain. Dengan memahami fikiran, perasaan dan gagasan orang lain. Bahasa merupakan media untuk menyampaikan pesan atau informasi dari satu individu kepada individu lain, baik itu secara lisan maupun tulisan. Pernyataan tersebut sangat benar, satu orang pun tidak ada yang akan membantah dengan pernyataan tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari hampir semua aktifitas kita menggunakan bahasa, baik menggunakan bahasa lisan, bahasa tulisan maupun bahasa tubuh.Sumarsono (2007:13) mengemukakan masyarakat itu terdiri dari individu-individu, secara keseluruhan individu saling mempengaruhi dan saling bergantung, maka bahasa yang sebagai milik masyarakat juga tersimpan dalam diri masing-masing individu. Setiap individu dapat bertingkah laku dalam wujud bahasa, dan tingkah laku bahasa individual dapat berpengaruh luas pada anggota masyarakat bahasa lain. Oleh karena itu, individu tetap terikat pada aturan permainan yang berlaku bagi semua anggota masyarakat. Bahasa berfungsi ditengah masyarakat dan berupaya menjelaskan kemampuan manusia menggunakan aturan-aturan berbahasa secara tepat dalam situasi-situasi yang bervariasi. Manusia merupakan makhluk sosial, melakukan interaksi, bekerja sama, dan menjalin kontak sosial di dalam masyarakat. Dalam melakukan hal tersebut, manusia membutuhkan sebuah alat komunikasi yang berupa bahasa.Bahasa merupakan faktor penting untuk menentukan lancar tidaknya suatu komunikasi. Ketepatan berbahasa tidak hanya berupa ketepatan memilih kata, merangkai kalimat dan juga ketepatan melihat situasi. Artinya seorang pemakai bahasa selalu harus tahu bagaimana menggunakan kalimat yang baik, benar dan harus melihat dalam situasi apa dia berbicara, kapan dia berbicara, dimana dia berbicara, dengan siapa dia berbicara dan untuk tujuan apa dia berbicara.Penelitian terhadap suatu bahasa memilki ranah yang luas untuk memperoleh kejelasan dalam penelitian ini maka perlu diketahui bahwa penelitian ini memilih salah satu sub disiplin struktur bahasa, yaitu semantik. Dalam cabang ilmu bahasa semantik merupakan ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makna yang berada di luar gramatikal bahasa yang berbeda dengan morfologi dan sintaksis yang berada pada tataran gramatika bahasa. Cakupan semantik sangat luas mencakup semua tataran bahasa, baik kata, frase, klausa, kalimat, paragraf maupun wacana. Dengan demikian, semantik adalah ilmu makna, membicarakan makna bahasa (Pateda, 2010:9).Semantik adalah cabang linguistik yang membahas arti atau makna, baik itu makna leksikal maupun makna gramatikal (Verhaar, 2006:13). Dijelaskan bahwa semantik sebagai ilmu yang mempelajari tentang makna atau arti yang ada pada tatabahasa morfologi, sintaksis maupun leksikon. Semantik dibagi dua antara lain, semantik gramatikal dan semantik leksikal. Oleh karena itu makna gramatikal, makna fungsional, makna struktural, atau makna internal. Makna yang muncul dikarenakan akibat berfungsinya suatu kata dalam kalimat sedangkan makna leksikal yaitu, makna suatu kata terdapat dalam kata yang berdiri sendiri.Pateda (2010:65) berpendapat bahwa semantik merupakan disiplin linguistik yang membahas secara mendalam tentang sistem makna. Melalui objek makna semantik dapat dikaji melalui banyak segi penggunaan teori yang berbeda aliran dalam linguistik. Jadi dengan semantik kita dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan makna, bagaimanakah wujud makna, apakah jenis makna, apa saja yang berhubungan dengan makna, apakah komponen makna, apakah makna berubah, mengapa makna berubah, apakah setiap kata hanya memiliki satu makna atau lebih, bagaimanakah agar kita mudah

memahami sebuah kata, semuanya dapat ditelusuri melalui disiplin ilmu yang disebut dengan semantik.Berkaitan dengan objek dalam analsis ini perlu dijelaskan tentang lirik lagu yang berhubungan dengan karya sastra . Bentuk karya sastra sangat beragam, karya sastra dapat berbentuk tulisan seperti puisi, prosa, cerpen dan novel. Kaitannya dengan bentuk, karya sastra juga berhubungan dengan karya seni kadang karya seni menginspirasi karya sastra dan sebaliknya karya sastra melengkapi karya seni seperti drama, lagu-lagu dan teater. Sastra dalam lirik dan drama sering memakai musik. Sastra juga bisa dijadikan tema seni lukis atau seni musik terutama pada seni tarik suara dan musik (Wellek & Warren, 1995:160). Peneliti dalam penelitian ini menggunakan objek lirik lagu Lir-ilir. Lirik lagu termasuk dalam genre sastra karena lirik lagu adalah karya sastra utama dari puisi yang berisi curahan perasaan pribadi, susunan kata sebuah nyanyian (Nyoman, 2009:425). Oleh karena itu lirik sama dengan puisi namun disajikan dengan nyanyian yang diiringi oleh musik dan termasuk dalam genre sastra imajinatif.Setiap lagu pasti mempunyai tujuan tertentu yang ingin disampaikan kepada masyarakat sebagai pendengarnya. Lirik lagu berisi barisan kata-kata yang dirangkai secara baik dengan gaya bahasa yang menarik oleh komposer dan dibawakan dengan suara merdu supaya dapat dinikmati oleh para pendengar dengan baik. Lirik lagu terbentuk dari bahasa yang dihasilkan dari komunikasi antara pencipta lagu dengan masyarakat penikmat lagu sebagai wacana tulis karena disampaikan dengan media tulis pada sampul albumnya dapat juga sebagai wacana lisan melalui kaset. Lirik lagu merupakan ekspresi seseorang dari dalam batinnya tentang sesuatu hal baik yang sudah dilihat, didengar maupun dialami.

Lirik Lagu Lir-ilirLir-ilir, lir-ilirtandure wis sumilirTak ijo royo-royo tak senggo temanten anyarCah angon-cah angon penekno blimbing kuwiLunyu-lunyu yo penekno kanggo mbasuh dodotiroDodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggirDondomono jlumatono kanggo sebo mengko soreMumpung padhang rembulane mumpung jembar kalanganeYo surako… surak hiyo…

Terjemah Lirik Lagu Lir-ilirSayup-sayup bangun (dari tidur)Pohon sudah mulai bersemi,Demikian menghijau bagaikan gairah pengantin baruAnak penggembala, tolong panjatkan pohon blimbing itu,walaupun licin(susah) tetap panjatlah untuk mencuci pakaianPakaian-pakaian yang koyak(buruk) disisihkanJahitlah, benahilah untuk menghadap nanti soreMumpung terang rembulannyaMumpung banyak waktu luangMari bersorak-sorak ayo…

Makna Asosiatif dalam Lirik Lagu Lir-IlirBerdasarkan data yang diperoleh peneliti dapat dipaparkan penjelasan mengenai makna asosiatif dalam lirik lagu Lir-ilir. Berikut deskripsi hasil analisis makna asosiatif yang terdapat dalam lirik lagu Lir-ilir.Sayup-sayup bangun (tidur)Pohon sudah mulai bersemi,Demikian menghijau bagaikan gairah pengantin baruAnak penggembala, tolong panjatkan pohon blimbing itu,?walaupun licin(susah) tetap panjatlah untuk mencuci pakaianPakaian-pakaian yang koyak(buruk) disisihkanJahitlah, benahilah untuk menghadap nanti soreMumpung terang rembulannyaMumpung banyak waktu luangMari bersorak-sorak ayo… Berdasarkan data di atas dapat ditemukan kata bangun (tidur) yang bermakna baru bangun dari tidur,

kata bangun memiliki asosiasi memulai suatu kegiatan, mengawali hari baru, merencanakan sesuatu dan menciptakan sesuatu yang lebih baik. Dari beberapa asosiasi dapat ditarik kesimpulan bahwa kata bangun memilki kiasan yang mengarah pada sebuah hal baru yang baru lahir dan mulai hidup dan berkembang. Pada baris kedua terdapat kata pohon sebagai kelanjutan dari baris pertama kata pohon berarti tanaman dalam hal ini tidak hidup dengan sendirinya melainkan ada proses penanaman , jenis tanaman juga bermacam-macam dan penanam berharap tanamannya berbuah dan melihat hasilnya , kata pohon memiliki makna kiasan dapat diasosiasiakan dengan hal baik, bermanfaat, dapat tumbuh dan berkembang. Arti lebih dalam terhadap kata bangun (tidur) dan pohon menunjukkan adanya sebuah usaha menanamkan kebaikan (agama) sehingga tumbuh dan berkembang dalam masyarkat.Baris ketiga lirik di atas melanjutkan dengan memberikan penjelasan tentang pohon yang sudah menghijau tampak indah, segar dipandang layaknya pengantin baru kata pohon dan pengantin baru merupakan kata yang bermakna kias. Arti dari kata menghijau dan pengantin baru secara mendalam dapat diartikan sebuah keadaan yang menyenangkan yaitu tanaman yang ditanam telah dengan baik dan subur sehingga menimbulkan perasaan bahagia bagi penanam kebahagian sungguh menyenangkan. Ilmu (agama) dan pelajaran tentang kebaikan telah di dapat dan menunjukkan manfaatnya sehingga manusia menjadi lebik baik dalam bertindak dan melangkah.Kata anak gembala dan pohon belimbing yang terdapat dalam baris keempat lirik lagu di atas juga termasuk kata yang bermakan kias, anak gembala bermakna anak yang merawat binatang ternak, dan pohon belimbing bermakna nama sebuah pohon yang memilki bernama buah belimbing yang berasa asam manis segar dimakan dan bisa digunakan untuk membersihkan sesuatu yang lengket kata majemuk tersebut memiliki makna lain selain makna sebenarnya serta memiliki maksud yang berbeda jika diasosiasikan dengan keadaan lain. Kata anak yang bergabung dengan kata gembala memiliki pengertian bahwa pekerjaan anak atau seseorang itu adalah menggembala, merawat, mengatur, melayani, menjaga. Sedangkan pohon belimbing berasosiai dengan pepohonan yang berbuah dan memilki banyak manfaat untuk kelangsungan hidup manusia. Arti kata anak gembala dan pohon belimbing secara mendalam dapat diartikan sifat merawat, melayani , mengatur dengan baik terus dilakukan setelah mendapatkan ilmu (agama) dan pelajran tentnag kebaikan dan berusaha untuk tersu meningkatkan sampai puncak meskipun harus melangkah perlahan sehingga kelak mencapai hasil yang diinginkan.Baris kelima dalam bait di atas terdapat kata licin dan pakaian. Kata licin dapat dimaknakan sulit, susah, karena dilanjutkan kata panjatlah bermakna menaiki sesuatu yang tinggi dan dilakukan dengan tenaga yang besar berbeda degan kata naik atau terbang, memanjat lebih pelan, berhati-hati dan dilakukan secara perlahan sampai pada tujuan yang diharapkan yakni buah belimbing. Arti kata licin dan pakaian bila diartikan secara mendalam akan berhubungan dengan kalimat sebelumnya, yakni uasaha untuk terus memperbaiki diri memang tidak mudah, banyak godaan, tetapi harus terus ditingkatkan sampai dapat memetik hasil dari kebaikannya sehingga dapt digunakan untuk memperbaiki kekurangan diri bahkan orang lain.Kata pakaian bemakna kain atau sesuatu yang digunakan untuk menutupi tubuh. Dalam lagu ini kata pakaian termasuk kata yang bermakna kias maksud dari kata pakaian bukanlah baju, kemeja, kaos, jaket atau jenis yang lain. Arti kata pakaian jika dipahami secara mendalam akan memilki arti akhlak, perilaku baik terhadap diri sendiri, sesama manusia dan kepada Tuhan.Baris ketujuh dalam bait diatas tedapat kata nanti sore yang bermakna waktu menjelang malam. Dalam lirik lagu ini kata nanti sore memiliki makna kias, waktu sore dapat diasosiaikan dengan waktu akhir, pergantian masa, pergantian generasi, menjelang mati. Arti kata nanti sore berarti masa akhir dari kehidupan yakni kematian menuju alam yang berbeda, dengan membawa bekal kebaikanyang sudah dilakukan dan terus ditingkatkan.Kata rembulan pada baris kedelapan bait diatas juga termasuk kata yang bermakna kias, rembulan bermakna benda langit yang muncul pada malam hari dan bercahaya kekuningan karena pantulan dari cahaya matahari. Dalam kalimat di atas kata rembulan memilki asosiasi cahaya, indah, menerangi bumi pada malam hari.Arti kata rembulan secara mendalam dapat diartikan sebuah anugerah karena telah mencapai waktu malam yang indah yakni kematian yang khusnul khotimah dan diakhirat memperoleh balasan kebaikan dan berhasil menjalan kehidupan dengan baik sehingga bergembira.Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa dalam lirik lagu yang berjudul Lir-ilir menggunakan makna kiasan dalam meyampaikan pesan dan amanat. Adapun kata yang bermakna kias dalam lirik lagu Lir-ilir adalah kata bangun (tidur), Pohon, menghijau, pengantin baru, Anak penggembala, pohon blimbing , licin, panjatlah, pakaian, nanti sore, rembulan.

Makna Stilistik dalam Lirik Lagu Lir-ilir

Rangkaian kata dan kalimat dalam bait lirik lagu lir-ilir berbentuk simile, perumpamaan dan epos yang panjang. Berupa rangakian cerita perjalan suatu kegiatan dari awal bangun tidur sampai pada kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara bertingkat seperti dalam baris ke empat dan kelimat sampai mencapai sebuah klimaks yang ditandai dengan ajakan bersorak.Maksud dari cerita yang disampaikan secara ringkas, padat tersebut membuat lirik lagu ini sarat makna stlistika, metafora-metafora dapat ditemukan seperti yang terdapat dalam uraian di atas pada makna kias, sesungguhnya merupakan perumpamaan-perumpamaan, yang memiliki muatan stilistik.

Makna Afektif dalam Lirik Lagi Lir-ilirMakna afektif makna yang muncul akibat reaksi pendengar atua pembaca terhadap penggunaan bahasa, setelah mendengar lirik lagu ini dinyanyikan maka akan dirasakan makna afektif diantaranya, ajakan pengarang kepada pendengar untuk memperbaiki diri dengan cara merubah sikap, perilaku yang kurang atau tidak baik menjadi perilaku yang baik seperti yang tersirat dalam kalimat Pakaian-pakaian yang koyak (buruk) disisihkan Jahitlah, benahilah untuk menghadap nanti sore. Pembaca atau pedengar secara sadar atau tidak sadar akan merasa diperingatkan untuk berusaha memperbaiki diri dalam kegiatan sehari-hari sampai pada akhir dari kehidupan yaitu mati yang disebut dalam kalimat itu nanti sore.

Makna kolokatif dalam Lirik Lagu Lir-ilirMakna kolokatif wujud dalam kata-kata yang digunakan pengarang untuk menunjukkan suatu lingkungan yang digambarkan pengarang. Kata-kata yang terdpat dalam lirk lagu Lir-ilir lebih banyak behunungan dengan kehidupan manusia secara pribadi dan universal. Sepeti kata pengantin, penggembala, bersorak, panjat, jahit kata-kata tersebut memberikan gambaran umum yang berhubungan dengan kegiatan manusia secara pribadi dan secara universal dalam mencapai kehidupan yang lebih baik.Sasaran penciptaan lirik lagu ini bukan ditujukan pada suatu ruang khusus, artinya tidak hanya ditujukan sebagai kritik terhadap pejabat atau penguasa pada suatu masa, keadaan di suatu tempat, sebagian golongan manusia, mungkin gender atau status social, tetapi lebih luas, lirik lagu ini ditujukan kepada setiap pribadi secara universal hubungan dirinya dengan dirinya sendiri dan Tuhan. Namun secara khusus sebenarnya dutujukan kepada masyarakat jawa karena lirik lagu ini pada asalnya menggunkan bahasa Jawa.

Makna konotatif dalam lirik lagu Lir-ilirMakna konotatif berupa makna yang digunakan untuk mengacu bentuk atau makna lain yang terdapat di luar leksikalnya. Lirik lagu lir-ilir ini penuh dengan makna konotatif, hampir dalam setiap barisnya merupakan acuan terhadap makna lain diluar leksikalnya, seperti yang dijelaskan pada bagian awal tentanag makna asosiasi beberapa kata menjadi acuan meskipun ada kemiripan namun terdapat perbedaan antara makna kias dan konotatif. Berikut uraian tentang makna konotatif dalam lirik lagu Lir-ilir.Pohon sudah mulai bersemiDemikian menghijau bagaikan gairah pengantin baru 

Kata dan kalimat dalam kutipan di atas tidak sekedar bermakna bahwa sebuah pohon atau sejenis pohon sedang bersemi, tetapi hanya sebgai acuan dari masuknya sebuah ajaran pegangan hiudp yakni ajaran agama Islam. Ajaran yang sangat baik dan mulai berkembang pesat di tanah Jawa pada saat lirik lagu ini diciptakan sekitar abad 14.

Anak penggembala, tolong panjatkan pohon blimbing itu,walaupun licin(susah) tetap panjatlah untuk mencuci pakaianPakaian-pakaian yang koyak(buruk) disisihkan

Kata-kata anak gembala, pohon blimbing, licin, pakaian, tidak pula sekedar bermakna denotatif. Anak gembala bermakna secara luas seorang manusia yang memiliki kemampuan menggembala (memimpin, memanajemen, mengatur) dirinya sendiri amupun orang lain. Hendaklah menunaikan ajaran syariat Islam dengan sabar dan berusaha secara terus menerus seperti pada kalimat panjatkan pohon blimbing itu. Walupun licin panjatlah.kemudian setelah mampu menjalani syariat itu diharapkan dapat menghapus dosa-dosa, keburukan-keburukan yang telah dilakukan yang dijelaskan dalam kutipan berikut.untuk mencuci pakaian, 

pakain-pakaian yang sobek (buruk) disisihkan. Jahitlah, benahilah untuk menghadap nanti soreApabila terdapat keburukan, kejelekan dalam diri maka hendkanya segera dibenahi, dengan cara meningkatkan ibadah dan perbuatan baik.

Mumpung terang rembulannyaMumpung banyak waktu luangMari bersorak-sorak ayo…Sebelum habis waktu untuk memperbaiki diri dan keadaan masih baik karena masih ada guru yang mengajarkan dan menjelaskan . sebaiknya manusia segera bersyukur dan bersuka hati dalam menjalankan syariat Islam sehingga kelak akan mendapatkan kebaikan.

PenutupBedasarkan analisis terhadap lagu Lir-ilir dengan pendekatan semantik khususnya jenis semantik asosiatif dapat disimpulkan bahwa dalam lirik lagu Lir-ilir terdapat makna kias, makna konotatif, makna kolokatif, makna afektif. Makna kias terdapat dalam kata-kata bangun (tidur), Pohon, menghijau, pengantin baru, Anak penggembala, pohon blimbing , licin, panjatlah, pakaian, nanti sore, rembulan. Makna stilistik berupa metafora-metafora yang juga berfungsi sebagai makna kias dan memperindah bunyi. Secara utuh lirik lagu ini berupa epos simile, sebuah cerita dalam perumpamaan.makna afetktif berupa ajakan, peringatan untuk berperilaku baik, menjalankan syariat agama Islam secara bertahap sampai pada tingakat yang membawa manusia dalam kebahgiaan. Makna konotatif hampir terdapat dalam setiap baris lirikm lagu Lir-ilir, kata-kata maupun kalimatnya merupakan acuan dari luar leksikalnya. Yang menceritakan tentang ajaran hidup sebagai pegangan dalam mencapai kebahagiaan. 

DAFTAR PUSTAKAChaer, Abdul dan Leonie Agustina. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: PT Rineka CiptaRatna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika Kajian Puitika, Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumarsono. 2007. Pengantar Semantik. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.Verhaar. 2006. Asas-asas Linguistik Umum. Yogjakarta. Gajah Mada University Pres. 

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1993. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.http://bangpek

-kuliahsastra.blogspot.com/2012/02/lirik-lagu-lir-ilir-sebuah-kajian.html

KEINDAHAN YANG MENGANDUNG

NILAI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

 

A. PENGERTIAN KEIDAHAN

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keindahan diartikan sebagai keadaan yang enak

dipandang, cantik, bagus benar atau elok. Keindahan dipelajari sebagai bagian dari estetika,

sosiologi, psikologi sosial, dan budaya. Sebuah “kecantikan yang ideal” adalah sebuah entitas

yang dikagumi, atau memiliki fitur yang dikaitkan dengan keindahan dalam suatu budaya

tertentu, untuk kesempurnaannya.

 

B. UNSUR INTRINSIK

Dapat diartikan dengan nilai yang terkandung dalam suatu keindahan. Contoh Lukisan yang

dibuat oleh tangan manusia memiliki arti dan maksud dari lukisan yang ia buat itu sendiri.

Contoh :  Tarian Damarwulan-minakjinggo suatu tarian yang halus dan kasar dengan segala

macam jenis pakaian dan gerak-geriknya. Tarian itu merupakan nilai ekstrinsik, sedangkan

pesan yang ingin disampaikan oleh tarian itu ialah kebaikan melawan kejahatan merupakan

nilai instrinsik.

 

C. UNSUR EKSTRINSIK

Dapat diartikan sebagai alat bantu untuk menyempurnakan suatu keindahan. Contoh Sebuah

musik jika tidak dibantu dengan nada dan irama yang pas, maka musik itu tidak akan

terdengar indah jika terdengar ditelinga.

 

LANDASAN TEORI2.1 LaguManusia dizaman sekarang ini memerlukan sebuah hiburan salah satunya adalah melalui lagu, dengan lagu manusia akan menjadi tenang menjadi frees dalam berfikir sehingga dapat memulai aktifitas keseharian dengan baik.Setiap lagu pasti mempunyai tujuan tertentu yang ingin disampaikan kepada masyarakat sebagai pendengarnya. Lagu berisi barisan kata-kata yang dirangkai secara baik dengan gaya bahasa yang menarik oleh komposer dan dibawakan dengan suara indah penyanyi.2.1.1 Pengertian LaguLagu adalah salah satu cabang seni yang sangat dekat dengan kehidupan kita. Bahkan sejak kita masih bayi, mugkin kita sudah dikenalkan dengan seni musik oleh ibu kita, yaitu lewat nyanyian-nyanyian sederhana misalnya: lagu Nina Bobo, Pelangi, Pak Pos, dan banyak lagi. Nyanyian-nyanyian itu juga menyemarakkan hidup kita hingga memasuki masa pendidikan prasekolah maupun awal-awal sekolah. Selama pendidikan sekolah formal maupun di lingkungan kita masing-masing, kita pun selalu dikenalkan nyanyian-nyanyian yang makin lama makin rumit seiring dengan makin bertambahnya tingkat pendidikan kita. Lagu yang kita kenal pun bukan lagi hanya sekedar musik vokal, tapi lebih dari itu kita pun mengenal instrumen-instrumen lagu baik itu instrumen ritmis maupun melodis. Dan lagu akan selalu mengiringi hidup kita hingga kita dewasa bahkan hinggga kita kembali kepangkuan-Nya.Lagu yang kita kenal pun tidak terbatas sebagai sarana hiburan saja melainkan juga lagu sebagai salah satu bagian dari sebuah kebudayaan dari suatu bangsa, lagu sebagai salah satu bagian dari ritual keagamaan, lagu sebagai sarana peluap emosi, dan sebagainya. Lebih dari semua hal di atas, lagu adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kebudayaan. Jadi sekali lagi dapat disimpulkan bahwa manusia tidak akan lepas dari lagu.Kesenian, khususnya lagu, merupakan bagian dari kebudayaan. Melalui lagu, manusia mengekspresikan perasaan, harapan, aspirasi, dan cita-cita, yang me-representasikan pandangan hidup dan semangat zamannya. Oleh karena itu, melalui kesenian, kita juga bisa menangkap ide-ide dan semangat yang mewarnai pergulatan zaman bersangkutan. Indonesia sendiri adalah suatu negeri yang kaya dengan berbagai karya seni, khususnya seni musik, yang mewakili pandangan hidup dan semangat zamannya. 2.1.2 Fungsi LaguLagu secara umum sangat penting bagi kehidupan masyarakat, tanpa lagu masyarakat tidak akan pernah merasakan suatu kenyamanan di dalam menjalankan suatu aktifitas, berikut ini fungsi lagu antara lain sebagai berikut :1. Media Hiburan Masyarakat secara umum memahami lagu sebagai media hiburan. Radio, musik rekaman, film, telivisi dan internet memberikan arah yang jelas terhadap citra lagu sebagai media hiburan.2. Media Pengobatan (therapy)Beberapa tabib muslim pada abad ke-9 dan ke-10 telah menggunakan lagu sebagai sarana penyembuh penyakit, baik jasmani maupun rohani. Seorang filusuf Al-farabi, telah menulis risalah tentang pengobatan melalui lagu. Beethoven, tanpa disadarinya juga membuktikan bahwa lagunya telah menjadi alat penyembuh penyakit jiwa.3. Media Peningkatan Kecerdasan (Intelegensi)Otak manusia terbagi menjadi otak kanan dan otak kiri. Keseimbangan dua bagian otak tersebut dapat mempengaruhi kecerdasan manusia. Otak kiri merupakan pengendali fungsi intelektual, sedangkan otak kanan pengendali fungsi spontanitas dan mental. Lagu dapat dijadikan sebagai alat penyeimbangan otak kiri. Daya estetis lagu dapat dimanfaatkan sebagai penambah intelegensi.4. Suasana Upacara KeagamaanLagu keagamaan dapat mengilhami penganut suatu agama untuk selalu mengingatnya, baik dalam upacara adat, upacara pernikahan, maupun upacara kematian.Unsur-unsur yang Membangun Lagu

2.2.1 Unsur-unsur IntrinsikBanyaknya para ahli sastra memberikan pendapatnya tentang adanya unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra memberika gambaran kepada kita bahwa penyikapan yang diambil oleh para ahli sastra itu berbeda-beda. Misalnya, Sudjiman (1988:5-7) dalam bukunya memahami cerita rekaan menyebutkan adanya unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra yaitu : (1) Tokoh caracterzation, (2) Alur dan plot, (3) Latar atau setting, (5) Sudut pandang atau point of view, (6) Tehnik.Sedangkan menurut Aminuddin, (1991 : 67-91) dalam bukunya yang berjudul Pengantar Apresiasi Karya Sastra menyebutkan unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra adalah : (1) Penokohan atau perwatakan, (2) Alur, (3) Tema, (4) Setting, (5) Titik pandang, (6) Gaya.Ahli sastra lain yang juga memberikan pendapatnya tentang unsur-unsur intrinsik karya sastra yaitu Jakob Sumardjo dan Saini K.M. dalam bukunya Apresiasi Kesusastraan, mengemukakan unsur-unsur intrinsik tersebut meliputi : (1) Karakter, (2) Plot, (3) Tema, (4) setting, (5) Point of view, (6) Gaya, (7) Suasana (1988 : 48-109)Menilik pendapat-pendapat ahli sastra mengenai unsur-unsur intrinsik yang membangun sebuah karya sastra, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pada dasarnya unsur-unsur pokok dalam karya sastra itu adalah : (1) Tokoh, (2) Tema, (3) setting, (4) Plot, (5) Sudut pandang.Sedangkan unsur-unsur tambahan yang kadang-kadang tiap pendapat memberikan definisi yang berbeda mengenai ketiga unsur tambahan yaitu : (1) gaya, (2) Tema, (3) Suasana.Sebenarnya masih banyak pendapat yang mengemukakan tentang unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra, tetapi apabila penulis mengutip semua pendapat itu, maka tulisan ini hanya akan berisi pendapat-pendapat tentang unsur-unsur intrinsik saja, padahal tujuan sebenarnya dari tulisan ini buakn semata-mata menitik beratkan pada unsur intrinsik tetapi bahkan sebaliknya, tulisan ini akan mengangkat salah satu dari unsur ekstrinsik yang turut membangun sebuah karya sastra. Uraian tentang unsur-unsur intrinsik akan penulis kupas di bawah ini.2.2.1.1 AlurAlur atau plot dalam karya fiksi pada umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita (Aminuddin, 1991:83).Ada pula yang mengatakan bahwa alur adalah rangkaian peristiwa atau kejadian yang membangun cerita secara utuh dan saling mengait (Syahrul, 1988:46).Sedangkan menurut Sunardjo dan Saini (1988:48) dalam bukunya yang diberi judul Apresiasi Kesusastraan bahwa apa yang disebut plot atau alur dalam cerita memang sulit dicari ia tersembunyi dibalik jalannya cerita. Namun jalannya cerita bukanlah plot, jalan cerita hanyalah manifestasi, bentuk wadah, bentuk jasmaniah dari plot cerita. Disebutkan pula intisari plot adalah konflik.Dari ketiga pendapat yang dikemukakan oleh para ahli sastra itu dapat ditarik kesimpulan bahwa alur adalah rangkaian dalam suatu cerita tetapi bukan semata-mata jalan cerita, melainkan manifestasi cerita.Dalam cerita fiksi urutan tahapan peristiwa beraneka ragam tergantung dari pengarang dalam menekankan cerita atau pengertiannya. Menurut Loban dkk, dalam prosa fiksi tahapan alur terdiri atas (1) eksposisi/pernapasan (2) okomplikasi/mulai timbulnya konflik (3) klimaks/konfliks memuncak (4) revelasi/perpecahan konfliks (5) denoument/penyelesaian yang membahagiakan (happy ending), atau catastrophe (penyelesaian yang menyedihkan, dan solution yakni penyelesaian yang masih tertunda), (Udin, 1988:46).Plot sering juga dikupas menjadi elemen-elemen yaitu :(1) Pengenalan(2) Timbulnya konflik(3) Konflik memuncak(4) Klimaks (5) Pemecahan soal (Sunardjo, 1988:49).Montage dan Hen Shaw menjelaskan bahwa tahapan peristiwa dalam plot tersusun dalam tahapan

eksposition, yaitu tahapan awal yang berisi penjelasan tentang tempat terjadinya peristiwa serta perkenalan dari setiap pelaku yang mendukung cerita, tahap inciting force, yaitu tahap ketika timbul kekuatan, kehendak maupun perilaku yang bertentangan dari pelaku, ricing iction, yaitu situasi panas karena pelaku-pelaku dalam cerita mulai berkonfliks, crisis, yaitu situasi semakin panas dan para pelaku sudah diberi gambaran nasib oleh pengarangnya, klimax, yaitu situasi puncak ketika konflik berada pada kadar yang paling tinggi hingga para pelaku itu mendapat kadar nasibnya sendiri-sendiri, falling action, yaitu kadar konflik sudah menuntun sehingga ketegangan dalam cerita sudah mulai mereda sampai menuju conclusion atau penyelesaian cerita.2.2.1.2 TemaIstilah tema menurut Scharbach berasal dari bahasa latin yang berarti ”tempat meletakkan suatu perangkat”. Disebut tema adalah merupakan ide yang mendasari suatu cerita, sehingga berpesan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya (Aminuddin, 1991:91)Dalam buku Apresiasi Kesusastraan yang dikarang oleh Jacob Sumardjo dan Saini mengungkap tema sebagai ide sebuah cerita, tema tidak selalu berwujud moral.Sedangkan menurut Udin menyebutkan tema adalah ide dasar yang mendasari keseluruan cerita secara utuh. Sedang tema diperoleh setelah pembaca atau kritikus memahami pokok persoalan (subject matter) yang ada dalam cerita (1988:48). Pada dasarnya tema merupakan ide cerita yang menjadi dasar dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakan pengarang.2.2.1.3 Penokohan Masalah penokohan ini merupakan salah satu hal yang kehadirannya dalam sebuah karya fiksi amat penting dan bahkan menentukan, karena tidak akan mungkin ada suatu karya fiksi tanpa adanya tokoh yang diceritakan dan tanpa adanya tokoh yang bergerak dan akhirnya membentuk alur cerita. Pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita yang disebut dengan tokoh. Sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku disebut penokohan (Semi, 1988:37).Lain lagi menurut Syahrul Udin dalam bukunya yang berjudul Pra Pengantar Belajar Sastra menyebutkan yang dimaksud perwatakan atau penokohan adalah semua pelaku-pelaku yang terlibat dalam cerita dengan segala perwatakannya yang saling mengait. Ditinjau dari frekuensi kemunculannya dan tindakan/lakuan yang dilakukan, dikenal tokoh tambahan dan tokoh utama. Sedangkan ditinjau dari perwatakannya, dikenal tokoh protagonis, yaitu tokoh yang memiliki watak baik dan menimbulkan rasa simpati bagi pembaca, dan tokoh antagonis, yaitu tokoh yang memiliki watak buruk yang biasanya tidak disenangi oleh pembaca atau tidak menimbulkan rasa simpati bagi pembaca (1988:47).Dalam memperkenalkan tokoh dan watak tokoh pada fiksi ada dua macam cara yaitu : (1) secara analitik, yaitu pengarang langsung memaparkan tentang watak/karakter tokoh, pengarang menyebutkan bahwa tokoh tersebut keras hati, keras kepala, penyayang, dan sebagainya; (2) secara dramatis, yaitu pengarang menggambarkan watak yang tidak diceritakan secara langsung, tetapi hal itu disampaikan melalui (1) pilihan nama tokoh, (2) penggambaran fisik/postur tubuh, cara berpakaian, tingkah laku terhadap tokoh-tokoh lain, lingkungan dan sebagainya,(3) dialog, baik dialog tokoh yang bersangkutan dalam interaksinya dengan tokoh-tokoh lain (Semi, 1988:41).2.2.1.4 LatarMenurut Semi, yang dimaksud dengan latar atau landas tumpu adalah cerita tentang lingkungan tempat peristiwa terjadi (1988:46).Pendapat di atas sejalan dengan yang dikemukakan oleh Drs. Aminuddin dalam bukunya Pengantar Apresiasi Karya Sastra yang memberikan pengertian setting adalah latar peristiwa dalam karya sastra baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi psikologis (1991:66).Sedangkan menurut Drs. Syahrul Udin, yang dimaksud dengan latar adalah tempat, waktu, peristiwa kejadian yang melatarbelakangi cerita sehingga cerita tampak hidup dan berjalan lancar serta wajar (1988:45). Setting yang di dalam fiksi bukan hanya sekedar background, artinya bukan hanya menunjukkan tempat kejadian dan kapan terjadinya. Pemilihan setting dapat membentuk tema tertentu dan plot tertentu (Sumarjo, 1988:75-76).Uraian mengenai latar/setting yang dikemukakan sekian banyak oleh para ahli di atas pada hakekatnya sama

yaitu menekankan pada tempat cerita atau peristiwa sebuah cerita terjadi baik waktu, maupun kejadian-kejadian lain yang melatarbelakanginya.2.2.1.5 Sudut PandangYang dimaksud sudut pandang adalah cara pengarang memaparkan peristiwa atau kejadian dan tokoh-tokoh yang terlibat dalam cerita (Udin, 1988:49).Semi menyebutkan pusat pengisahan sebagai sudut pandang atau titik pandang yaitu posisi dan penempatan diri pengarang dalam seritanya, atau dari mana ia melihat peristiwa yang terdapat dalam cerita itu (1988:57).Sedangkan Jakob Sumardjo dan saini K.M. dalam bukunya, Apresiasi Kesusastraan mengemukakan pengertian point of view pada dasarnya adalah visi pengarang, artinya sudut pandang yang diambil pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita (1988:82).Titik kisah ini umumnya dapat dibedakan menjadi; (1) pengisah atau pengarang sebagai pelaku atau narrator omniscient; (2) pengarang sebagai observer; (3) pengarang sebagai pengamat yang serba tabu segala perilaku batiniah pelaku-pelaku lainnya atau narrator observer omniscient; (4) pengarang sebagai pelaku tambahan atau ketiga atau sebagai orang pertama narrator the thirdperson omniscient.

2.2.1.6 GayaIstilah gaya berasal dari istilah Style yang berasal dari bahasa latin stilus dan mengandung arti leksikal alat untuk menulis. Dalam karya sastra istilah gaya mengandung pengertian cara orang atau pengarang menyampaikan gagasan dengan menggunakan medium bahasa yang indah dan harmonis serta mampu memuaskan maknanya, serta suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca (Aminuddin, 1991:72).Menurut Atar Semi dalam bukunya Anatoni Sastra menyebutkan gaya penceritaan adalah tingkah laku pengarang dalam menggunakan bahasa. Tingkah laku berbahasa ini merupakan suatu sarana sastra yang amat penting tanpa bahasa, tanpa gaya bahasa, sastra tidak ada (1988:47).Gaya adalah cara khas pengungkapan pengarang, cara bagaimana seseorang pengarang memilih tema, persoalan, meninjau persoalan dan menceritakan dalam sebuah cerita, itulah gaya seorang pengarang. Dengan kata lain, gaya adalah pribadi pengarang itu sendiri (Sumardjo, 1988:92).Pendapat jacob Sumardjo hampir sama yang di kemukakan oleh Udin yang mengemukakan gaya merupakan cara pengarang mengungkapkan pribadinya lewat kata atau kalimat yang menimbulkan efek-efek tertentu bagi pembaca (Udin, 1988:48).2.2.2 unsur-unsur EkstrinsikDalam menciptakan sebuah karya sastra tidak hanya ditentukan oleh unsur-unsur yang secara utuh membangun sebuah karya sastra, tetapi dibangun unsur-unsur luar yang turut menentukan bentuk maupun isi sebuah karya sastra.Menurut Wellek dan waren, bahwa unsur-unsur ekstrinsik yang membangun sebuah karya sastra adalah: (1) Biografi/ psikologi pengarang, (2) Kemasyarakatan dan kesejarahan, (3) ideologi, filsafat, teologi, (4) Semangat zaman, atmosfer, atau iklim intelektual (Udin, 1988:45).Lain lagi menurut (Putu wijaya, 1985:50-51). Dalam bukunya yang berjudul Teori Sastra yang di dalamnya disebutkan adanya unsur-unsur ekstrinsik karya sastra dalam bentuk pertanyaan yang tersusun menjadi enam pertanyaan sebagai berikut: (1) Siapa pegarangnya, (2) Dalam keadaan bagaimana ia mengarang, (3) Mengapa dan kapan ia mengarang, (4) Mengapa karya itu disenangi pembaca, (5) Bagaimana isi cerita dengan selera masyarakat, (6) adakah hubungan dengan baris, penerbit, mutu, atau kadar sastra.Antara dua pendapat yang penulis kemukakan dalam uraian mengenai unsur-unsur ekstrinsik karya sastra yaitu Wellek dan Werren dan Putu Wijaya yang masing-masing memberikan rincian unsur-unsur ekstrinsik yang turut membangun sebuah karya sastra. Walaupun kelihatannya berbeda, karena dua pendapat itu yang pertama menampilkan pertanyaan, yang kedua berupa pertanyaan, tetapi sebenarnya kedua pendapat itu tidak jauh berbeda bahkan hampir sama antara yang satu dengan yang lain. Misalnya pada biografi atau psikologis pengarang dengan siapa pengarangnya, kedua sama-sama membahas tentang seputar keadaan pengarang dan segala segala sesuatu yang berkenaan dengan hidup dan kehidupan pengarang.

Mengenai uraian dari masing-masing unsur ekstrinsik yang dikemukakan dari dua ahli sastra itu akan penulis ambil dari pendapat Wellek dan Werren, hal itu karena menurut pendapat penulis lebih ringkas dan mudah dipahami.2.2.2.1 Sosial2.2.2.1.1 Pengertian Nilai SosialNilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Sebagai contoh, orang menanggap menolong memiliki nilai baik, sedangkan mencuri bernilai buruk. Woods mendefinisikan nilai sosial sebagai petunjuk umum yang telah berlangsung lama, yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. Tak heran apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai. Contoh, masyarakat yang tinggal di perkotaan lebih menyukai persaingan karena dalam persaingan akan muncul pembaharuan-pembaharuan. Sementara pada masyarakat tradisional lebih cenderung menghindari persaingan karena dalam persaingan akan mengganggu keharmonisan dan tradisi yang turun-temurun.Drs. Suparto mengemukakan bahwa nilai-nilai sosial memiliki fungsi umum dalam masyarakat. Di antaranya nilai-nilai dapat menyumbangkan seperangkat alat untuk mengarahkan masyarakat dalam berpikir dan bertingkah laku. Selain itu, nilai sosial juga berfungsi sebagai penentu terakhir bagi manusia dalam memenuhi peranan-peranan sosial. Nilai sosial dapat memotivasi seseorang untuk mewujudkan harapan sesuai dengan peranannya. Contohnya ketika menghadapi konflik, biasanya keputusan akan diambil berdasarkan pertimbangan nilai sosial yang lebih tinggi. Nilai sosial juga berfungsi sebagai alat solidaritas di kalangan anggota kelompok masyarakat. Dengan nilai tertentu anggota kelompok akan merasa sebagai satu kesatuan. Nilai sosial juga berfungsi sebagai alat pengawas (kontrol) perilaku manusia dengan daya tekan dan daya mengikat tertentu agar orang berprilaku sesuai dengan nilai yang dianutnya.2.2.2.1.2 Jenis SosialMenurut Emile Durkheim (1858-1917), sosiologi meneliti lembaga-lembaga dalam masyarakat dan proses-proses sosial. Adapun jenis-jenis sosial meliputi: (a) sosial politik, (b) sosial ekonomi, (c) sosial budaya, (d) sosial agama, (e) sosial hukum dsb.2.2.2.2 Sosial EkonomiSosiologi ekonomi mempelajari berbagai macam kegiatan yang sifatnya kompleks dan melibatkan produksi, distribusi, pertukaran dan konsumen barang dan jasa yang bersifat langka dalam masyarakat.Baik ekonomi maupun sosiologi merupakan disiplin ilmu dengan tradisi ilmu yang mapan. Munculnya ekonomi sebagai disiplin ilmu dapat terlihat dari fenomena ekonomi sebagai suatu gejala bagaimana cara orang atau masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap jasa dan barang langka yang diawali oleh proses produksi, konsumsi dan pertukaran.Dengan sendirinya dalam pemenuhan kebutuhannya atau dalam melakukan tindakan ekonomi, seseorang akan berhubungan dengan institusi-institusi sosial seperti pasar, rumah sakit, keluarga dan lainnya. Smelser kemudian mendefinisikan ilmu ekonomi: “Studi mengenai cara manusia dan masyarakat memilih, dengan atau tanpa memakai uang, untuk menggunakan sumber daya produktif yang dapat mempunyai alternatif untuk menghasilkan berbagai komoditi dan mendistribusikannya untuk konsumsi, sekarang atau masa depan, di antara berbagai orang dan kelompok orang dalam masyarakat.2.2.2.3 Sosial PolitikPerkembangan sosiologi politik salah satunya dapat ditelusuri melalui penyimakan dinamika yang melekat dalam sejarah atau asal mula lahirnya disiplin ilmu tersebut. Berbicara tentang sejarahnya, sosiologi politik sebetulnya lahir dari dinamika tradisi logika dialektik dalam perkembangan scientific, yakni tesis, antitesis, dan sintesis. Sosiologi politik merupakan disiplin ilmu yang muncul dari sintesis ilmu sosiologi dan ilmu politik yang telah berkembang sebelumnya. Bahkan proses sintesis ilmu, seperti penggabungan sosiologi dan politik menjadi sosiologi politik telah menggejala dikalangan ilmuan. Mereka banyak memikirkan cara melihat sesuatu realitas dengan analisis perspektif penggabungan disiplin ilmu. Misalnya, psikologi politik, politik ekonomi,

sosiologi ekonomi, komunikasi politik, sosiologi komunikasi, dan sebagainya (Sahid, 2007:41).2.2.2.4 Pendekatan SosiologisHampir semua manusia pada awalnya merupakan anggota kelompok sosial yang dinamakan keluarga. Walaupun anggota-anggota keluarga tadi selalu menyebar, pada waktu-waktu tertentu mereka pasti akan berkumpul seperti misalnya pada makan pagi, siang dan malam. Setiap anggota mempunyai pengalaman-pengalaman masing-masing dalam hubungannya dengan kelompok-kelompok sosial lainnya di luar rumah. Bila mereka berkumpul, terjadilah tukar menukar pengalaman diantara mereka. Pada saat-saat demikian, yang terjadi bukanlah pertukaran pengalaman semata, tetapi para anggota tersebut mungkin telah mengalami perubaan-perubahan, walaupun sama sekali tidak disadari (Soerjono, 2006:102)

2.2.2.5 Kemasyarakatan dan KesejarahanKehidupan sosial masyarakat baik secara individu maupun kelompok dapat menjadi bahan penciptaan suatu hasil sastra. Comik kehidupan sosial masyarakat yang dapat diangkat menjadi bahan penciptaan itu dapat beraneka ragam. Mungkin berupa adat kebiasaan, pandangan hidup, maupun perilaku suatu masyarakat yang tidak ada hubungannya dengan masalah politik tetapi berhubungan dengan masalah kehidupan sosial (Aminnudin, 1991:188).2.2.2.6 Ideologi, Filsafat, dan TeologiPada dasarnya karya sastra merupakan ideologi, filsafat, dan teologi pengarang yang dituangkan dalam tulisan yang berbentuk karya sastra. Ideologi yang dianutnya ia jabarkan melalui tokoh-tokoh dalam cerita maupun tema yang dipilih. Filsafat dan teologi tentang dirinya dapat lihat melalui karya yang diciptakannya.2.2.2.4 Semangat zaman, Atmosfer, Iklim IntelektualPenciptaan suatu karya sastra sering kali dipengaruhi oleh pandangan tentang kesastraan pada suatu zaman yang dapat dibuktikan dengan adanya perbedaan antara karya sastra yang diciptakan oleh angkatan yang dikelompokkan dan dinamakan Angkatan Pujangga Baru dengan karya sastra dari pengarang yang dikelompokkan dalam angkatan ’45.Pandangan tentang kesastraan itu bukan hanya berpengaruh dalam perwujudan atau pemilihan gagasan yang dituangkan pengarang serta pada cara menyampaikan gagasan, tapi juga akan menentukan bagaimana bentuk karya sastra itu.

Pengertian Sosiologi dan Sosiologi SastraBila ditinjau secara harfiah sosiologi dari kata ” Sozius”, bahasa latin, yang berarti ”kawan” dan ”Logos” yang berarti ”Ilmu menurut aturan dan sistematis”. Menurut pengertian umum sosiologi yaitu ilmu yang mempelajari tentang struktur sosial, ilmu pengetahuan kemasyarakatan yang dikategorikan murni dan absah serta berusaha memberikan pengertian-pengertian yang berkaitan dengan masyarakat.Secara singkat dapat dijelaskan bahwa sosiologi adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat, telaah tentang lembaga dan proses sosial. Sosiologi berusaha mencari tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah perekonomian, keagamaan, politik, dan lain-lain yang kesemua itu merupakan struktur sosial. Kita mendapatkan gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tentang mekanisme sosialisasi, proses pembudayaan yang menempatkan anggota masyarakat di tempatnya masing-masing.Ditinjau dari segi kemasyarakatan, sosiologi yaitu usaha mempertahankan sistem sosial dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya. Ini terlihat pada tataran yang dibentuk kemudian muncul sebagai lembaga hukum yang di dalamnya terdapat norma-norma yang telah disepakati dan harus ditaati oleh masyarakat.Secara singkat obyek sosiologi adalah masyarakat secara keseluruan, serta hubungan antara orang-orang di dalam kelompok. Obyek dan materi itu meliputi gejala dan proses kehidupan dalam kelompok, proses pembentukan masyarakat, dan perkembangan masyarakat, maksudnya karya sastra berarti ciptaan, tindakan sosial masyarakat yang dilahirkan dari hasil pikiran pengarang yang selanjutnya dikomunikasikan kepada orang lain.

Meskipun sudah jelas, bahwa objek utama studi sastra adalah karya sastra, persoalan yang muncul kemudian adalah karya sastra yang mana dan seperti apa yang menjadi obyek studi sastra. Mengenai hal ini, levefere dalam Suwondo (2003:5) menyatakan bahwa karya sastra yang dapat menjadi obyek studi sastra adalah karya yang bernilai, artinya karya tersebut meskipun sederhana, tetapi mampu menguraikan berbagai pengalaman manusia baik dalam dimensi perseorangan maupun dimensi sosial. Selain itu, Budi Darma (1995:59) menjelaskan bahwa karya sastra yang pantas menjadi obyek studi sastra adalah karya sastra yang baik, dalam arti bahwa karya tersebut inspiratif, sublim, menyodorkan pemikiran, membuka kesadaran, menambah wawasan dan mempunyai daya gugah yang tinggi. Menurutnya, karya-karya yang demikian itu mampu menggugah kritikus untuk menulis karangan yang lebih baik.Satu hal yang menjadi persoalan dalam kaitannya dengan obyek studi sastra adalah sifat karya sastra itu sendiri. Karya sastra adalah hasil kegiatan kreatifitas manusia yang berkaitan dengan imajinasi, intuisi, dan abstaksi kehidupan, karya sastra mempergunakan bahasa sebagai mediumnya sehingga studi sastra dan linguistik berkaitan erat (Culler, 1982:2) tetapi studi utama dari studi sastra bukan medium ekspresi bahasanya, melainkan kehidupan yang sudah terabstraksikan dalam karya sastra. Oleh karena itu, dalam studi ilmiah sastra, karya sastra sebagai studi memiliki karakteristik tersendiri yang khas berbeda dengan obyek ilmu-ilmu lain.Dari uraian di atas, jelas bahwa lagu dan hasil kesusastraan lainya erat hubungannya dengan kehidupan sosial yang dipelajari dalam sosiologi. Dalam hubungan tersebut dapat disimpulkan bahwa sosiologi merupakan penjelasan yang bermanfaat terhadap sastra. Dengan kata lain pemahaman tentang sastra belum lengkap dan sempurna, yang masih perlu dijelaskan melalui dimensi-dimensi lain, termasuk dimensi sosial yang terdapat dalam sosiologi.Berkaitan dengan uraian tersebut di atas, berikut ini dikemukakan beberapa pandangan dan pendapat tentang sosiologi dan sosiologi sastra menurut para ahli dan tokoh sastra. Menurut Soekanto (1990:16) secara singkat dikemukakan bahwa sosiologi mempelajari masyarakat dan keseluruhannya dan hubungan-hubungan antara orang-orang dalam masyarakat. Sedangkan menurut Pitirim Sorokin (dalam Soekanto, 1990:20) bahwa sosiologi sastra adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara gejala-gejala sosial (misalnya, antara gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral, hukum dengan ekonomi, gerak masyarakat dengan politik), hubungan timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non sosial, dan ciri-ciri umum semua jenis gejala sosial.Soemardjo dan Sumardi (1964:13) mengatakan sosiologi adalah ilmu yang mempelajri stuktur sosial yaitu keselutuhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok yaitu kaidah-kaidah sosial (norma sosial), lembaga sosial, kelompok-kelompok serta lapisan sosial. Sedangkan proses sosial yaitu pengaruh timbal balik antar berbagai segi kehidupan dalam masyarakat, misalnya antara kehidupan ekonomi dengan kehidupan politik, hukum dengan agama dan sebagainya. Sedangkan Swngewood (dalam Farux, 1994:1) mendefinisikan sosiologi sebagai study ilmiah dan obyektif mengenai manusia dalam masyarakat, study mengenai lembaga-lembaga dan proses sosial. Selanjutnya dikatakan bahwa sosiologi berusaha menjawab pertanyaan mengenai bagaimana masyarakat itu bertahan hidup. Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa sosiologi adalah telaah objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat, telaah lembaga masyarakat dan proses sosial (Damono, 1978:6).Menurut Damono (1978:2) sosiologi adalah pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa sosiologi adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat, telaah tentang lembaga masyarakat dan proses sosial. Hardjana (1994:74) berpendapat bahwa pembahasan secara sosiologis dapat mengembangkan ruangan yang lebih jauh lagi yakni kecenderunganuntuk menafsirkan tokoh-tokoh khayal dengan lingkungannya sebagai identik tidak lain dan tidak bukan adalah mewakili tokoh dalam suatu kelompok sosial tertentu dan lingkungan hidup kelompok tersebut.Menurut Semi (1989:52) yang dimaksud dengan sosiologi sastra adalah suatu telaah yang obyektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat dan tentang kehidupan sosial dan proses sosial. Sosiologi menelaah tentang bagaimana masyarakat itu tumbuh dan berkembang sedangkan menurut Prof Awang Saleh (dalam

Semi, 1989:53) bahwa sosiologi bersifat kognitif sedangkan sastra bersifat afektif. Berbeda halnya dengan pendapat Wellek dan Werren (dalam Semi,1989:53) yang menyatakat bahwa sosiologi sastra adalah telaah sosiologis terhadap karya sastra. Telaah ini meliputi tiga klasifikasi yaitu: (a) Sosiologi pengarang yakni mempermasalahkan tentang status sosial, ideologi, politik dan sebagainya yang menyangkut pengarang, (b) Sosiologi karya sastra, yakni memasalahkan tentang suatu karya yang menjadi pokok sastra tersebut dan apa tujuan atau amanat yang hendak disampaikan, (c) Sosiologi sastra, yang memasalahkan tentang pembaca dan pengaruh sosialnya terhadap masyarakat.Ian Watt (dalam Farux, 1994:4) mengemukakan tiga pendekatan sosiologi sastra yang berbeda, yakni: pertam konteks pengarang, yang berhubungan dengan posisi sosial sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca, kedua sastra sebagai cermin masyarakat, sejauh mana sastra mencerminkan masyarakat pada waktu karya sastra itu ditulis, sejauh mana sifat pribadi pengarang mempengaruhi gambaran masyarakat. Ketiga, fungsi sosial sastra, dalam hubungan ini ada tiga hal yang menjadi perhatian: (a) Sejauh mana sastra dapat berfungsi sebagai perombak masyarakat, (b) sejauh mana sastra hanya berfungsi sebagai penghibur saja dan (c) sejauh mana terjadi sintesis antara kenungkinan a dan b di atas.Secara epistimologi dapat dikatakan bahwa tidak mungkin membangun suatu sosiologi sastra sebagai pendekatan terhadap sastra dengan mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan yang mempunyai lingkup yang luas, beragam dan rumit yang menyangkut tentang pengarang, hasil karya dan pembacanya (Semi, 1989:54).Suatu masyarakat tertentu yang menghidupi seorang pengarang, dengan sendirinya akan melahirkan jenis sastra dan jenis karya tertentu pula. Kecenderungan ini didasarkan atas adanya suatu asumsi bahwa tata kemasyarakatan bersifat normative, maksudnya mengandung unsur-unsur pengaruh yang mau tidak mau harus dipatuhi, sehingga hubungan antar manusia ditentukan atau paling sedikit dipengaruhi oleh tata kemasyarakatan tersebut. Dengan demikian, pandangan hidup, sikap, dan niali-nilai termasuk kebutuhan-kebutuhan seseorang, termasuk pengarang ditinjau dari sumber tata kemasyarakatan yang ada dan berlaku di masyarakat. Dengan sendirinya, masyarakatnya harus merupakan faktor yang menentukan apa yang semestinya ditulis pengarang, bagaimana menulisnya, dan untuk siapa karya sastra ditulis, serta apa dan tujuan maksudnya (Hardjana, Andre.1985:70).Ada anggapan bahwa sastra sebagai karya seni menggambarkan masyarakat cenderung untuk mengalihkan fungsi sastra sebagai propaganda. Hal itu dapat berakibat segi-segi teknik dan seni diabaikan. Ada pula yang beranggapan kalau sastra tidak memperhatikan apa yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat, hal itu dapat menyebabkan sastra kehilangan fungsi sosialnya (Semi, 1988:56).2.4 Definisi KebudayaanKata ”kebudayaan” berasal dari bahasa sansekerta yaitu berbunyi ”buddayah” ialah bentuk jamak dari budhi yang berarti ”budhi” atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan dengan hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal. Dari pengertian kata budhi itulah kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal kemampuan. Ada pendirian lain mengenai asal dari kata ”kebudayaan itu, kata itu adalah suatu perkembangan dari majemuk budhi daya,” artinya daya dari budhi, kekuasaan dari akal (Koentjoroningrat, 1993:9). Dalam suatu kebudayaan juga mengandung suatu sistem, nilai budaya yang terdiri dari konsepsi-konsepsi yaitu yang hidup dalam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai nilai-nilai yang harus mereka anggap amat bernilai budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia (Koentjoroningrat, 1994:25).Menurut Koentjoroningrat (dalam antropologi, 1994:5) kebudayaan adalah keseluruan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.Hal ini juga dipertegas oleh Parsudi, Suparlan dalam buku yang sama bahwa kebudayaan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungan dan pengalamannya serta menjadi landasan bagi terwujudnya perilaku (tingkah laku) manusia.Unsur-unsur kebudayaan pasti ada dalam setiap masyarakat baik yang komplek maupun tidak, dan ada sejumlah nilai-nilai budaya yang satu dengan yang lain saling berkaitan sehingga merupakan suatu sistem, dan

sistem itu sebagai pedoman dari konsep-konsep dalam kebudayaan. Juga memberikan pendorong yang kuat terhadap arah kehidupan warga masyarakat. Kelakuan berpola dari manusia dalam kebudayaan, adanya tiga wujud dari kebudayaan itu adalah: (1) wujud ideal, (2) wujud kelakuan, (3) wujud fisik dari kebudayaan (Koentjoroningrat, 1993:14).Kebudayaan (Culture) berarti keseluruan dari hasil manusia bermasyarakat yang berisi kepandaian, kepercayaan, kesenian, moral, dan adat kebiasaan misalnya didalam kehidupan kampung. Menurut kampung umpamanya dianggap terpuji dan diharuskan datang melayat ke rumah keluarga yang anggotanya meninggal, kecuali ada halangan.2.5 Definisi Nilai SosialSosiologi sastra adalah suatu telaah sosiologis terhadap suatu karya sastra. Telaah sosiologis ini mempunyai tiga klasifikasi, pertama sosiologi pengarang, idiologi politik dari pengarang. Kedua sosiologi karya sastra yang menjadi pokok telaah tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut, dan mudah disampaikan. Ketiga sosiologi sastra yang mempermasalahkan tentang pembaca dan pengaruh sosialnya terhadap masyarakat (Wellek dan Werren:1956 dalam Semi, 1989:53).Dalam kehidupan masyarakat nilai-nilai sosial memainkan peranan penting. Kebanyakan hubungan-hubungan sosial didasarkan bukan saja pada faktor-faktor sosial, tetapi juga pada pertimbangan-pertimbangan nilai. Dube (dalam Soleman, 1990:63). Mengatakan bahwa nilai-nilai juga memberikan perasaan identitas masyarakat dan menentukan seperangkat tujuan yang hendak dicapai.Nilai sosial secara umum dapat dinyatakan sebagai keyakinan relatif kepada yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, kepada apa yang baik dan yang buruk, yang benar dan salah, kepada apa yang seharusnya tidak ada. Pengertian tersebut dipertegas oleh Polka (1985:3), yang menyatakan bahwa nilai valves dimaksudkan sebagai ukuran-ukuran, patokan-patokan, anggapan-anggapan, keyakinan-keyakinan yang dianut oleh orang banyak dalam lingkungan suatu kebudayaan tertentu mengenai apa yang benar, pantas, luhur dan baik untuk dikerjakan, dilaksanakan atau diperhatikan. Nilai sosial ini meliputi beberapa hal diantaranya nilai sosial ekonomi, sosial budaya, sosial politik dan lain-lain.Sosial budaya adalah kebiasaan-kebiasaan atau tradisi-tradisi yang telah mendapat pengakuan dari kelompok masyarakat tertentu yang bersifat positif dan pengakuan itu disepakati secara sadar untuk kelangsungan hidup secara berdampingan maupun kegiatan sosial lainnya.Menurut Robet K.Merton diantaranya segenap unsur-unsur sosial budaya terdapat dua unsur penting yaitu kerangka aspirasi-aspirasi dan unsur-unsur yang mengatur kegiatan-kegiatan untuk mencapai aspirasi tersebut. Dengan kata lain sosial budaya merupaka rangkaian dari pada konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup dalam alam pikiran dari warga masyarakat.2.6 Sistem ReligiKienkegaard (dalam Koentjoroningrat, 1987:233) menggambarkan kehidupan religius sebagai paradoks besar baginya untuk melonggarkan paradoks itu hanya akan mengingkari dan menghancurkan kehidupan religius. Religius tetap sebuah teka-teki, tidak hanya teka-teki teoritis, tetapi juga teka-teki etis. Religi menjanjikan hubungan erat dengan alam, sesama dengan daya daerah diduniawinya dan Maha PenciptaFilsafat kebudayaan tidak melihat masalah religi sebagai sistem teologi melainkan mempersoalkan bentuk imajinasi dan bentuk pemikiran religius simbolnya berubah-ubah dan prinsipnya tetap sama. Bahwa religi telah berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat baik sosial ekonomi dan lainnya tidak biasa dihilangkan dari tinjauan sosilogi. Ternyata bukan masyarakat yang berdasar agama (Shadily, 1993:347).Religi tidak mampu mengembangkan untuk membasmi naluri-naluri kedalam diri manusia. Namun simpati religius berbeda dengan simpati mistis dan magis, simpati religius memberikan tempat perasaan baru yakni individualitas. Individualitas tampak sebagai pengingkaran atau pembatasan terhadap universilitas yang oleh religi dianggap dalil, setiap penentuan ialah penyangkalan. Perkembangan pemikiran dapat dianut menurut tiga arah (1) Psikologi, (2) Sosiologis, (3) Etis.2.7 Pandangan HidupPandangan hidup adalah konsep berupa nilai yang dimiliki seseorang atau golongan dalam suatu masyarakat yang bermaksud menanggapi dan menerangkan segala masalah hidup di alam dunia ini.

Membicarakan tentang pandangan hidup, bahwa sastra mencerminkan dan mengekspresikan hidup. Pengarang tidak bisa mengekspresikan pengalaman dan pandangan hidup tetapi tidak benar kalau pengarang mengekspresikan kehidupan secara menyeluruh. Dengan menyatakan bahwa pengarang harus mengekspresikan kehidupan sepenuhnya mewakili masyarakat dan zamannya kita sudah memaksakan suatu kriteria penilaian tertentu (Wellek, 1995:10).Pengertian pandangan hidup menurut beberapa ahli sosiologi dan antropologi. Menurut Koentjoringrat (Antropologi, 1994:11) bahwa pandangan hidup biasanya mengandung sebagian niali-nilai yang dianut oleh masyarakat.Sedangkan menurut M. Habib Mustofa (Antropologi, 1994:11) menyatakan bahwa pandangan hidup merupakan nilai-nilai luhur yang menjadi acuan dan cita-cita, baik perorangan, kelompok masyarakat, maupun bangsa.Dari pengertian di atas, jadi pandangan hidup tampak dalam pemikiran dan renungan sebelum diwujudkan dalam sebuah perilaku atau sikap. Juga pemikiran yang dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupan. Selain itu dalam pandangn hidup ada perlu diperhatikan yaitu: bahasa, kebudayaan, dan gaya hidup.2.8 Kajian Sosial masyarakatMasyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau dengan kata istilah ilmiah saling berinteraksi yaitu suatu kesatuan manusia dapat mempunyai sarana dan prasarana melalui warga-warganya apa yang dapat saling berinteraksi, juga hendaknya tidak semua kesatuan manusia yang bergaul atau berinteraksi itu masyarakat, karena suatu masyarakat harus mempunyai suatu ikatan yang khusus yaitu pola tingkah laku yang khas mengenai semua faktor kehidupan dalam batas kesatuan. Semua itu harus bersifat mantap dan kontinyu, dengan kata lain pola khas itu harus menjadi adat istiadat yang khas (Koentjoroningrat, 1990:144).2.9 Pendekatan Sosiologi SastraPendekatan sosiologi sastra adalah pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan oleh beberapa penulis. Istilah ini pada dasarnya tidak berbeda pengertian dengan sosiosastra, pendekatan sosiologis atau sosio cultural terhadap sastra. Pendekatan sosiologis ini pengertiannya mencakup berbagai pendekatan, masing-masing didasarkan pada sikap dan pandangan teoritis tertentu, tetapi semua pendekatan itu menunjukkan satu ciri kesamaan yaitu mempunyai kesamaan terhadap sastra sebagai intuisi sosial, yang diciptakan oleh sastrawan sebagai anggota masyarakat (Supardi Djoko Damono, 1978).Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antar masyarakat, antara masyarakat dengan orang seorang termasuk penyair antar manusia dan antar peristiwa yang terjadi dalam batin seorang yang menjadi subyek matter karya sastra, adalah refleksi hubungan seseorang dengan orang lain dan dengan masyarakat. Jika pandangan itu diperluas, yang menjadi bahan sastra juga akan menyangkut masalah yang timbul akibat hubungan orang seseorang atau masyarakat dengan Tuhan Yang Maha tinggi sebagai perwjudan sikap relegiusitas.Dari sisi lain juga dilihat bahwa seseorang peneliti sastra akan berhadapan dengan sebuah struktur kehidupan yang imajinatif yang bermediumkan bahasa, struktur sastra itu sendiri. Struktur sastra di sini adalah susunan penegasan dan gambaran semua materi serta bagian-bagian (elemen-elemen) yang menjadi komponen karya sastra dan merupakan kesatuan yang indah dan tepat (Abrams, 1981). Dengan demikian secara sosiologis antara sastrawan, masyarakat dan karya sastra akan berhubungan erat dan bertemu dalam satu bahasa.Dalam pandangan Wolff (faruk, 1994:3) sosiologi sastra merupakan disiplin yang tanpa bentuk, tidak terdefinisikan dengan baik, terdiri dari sejumlah studi-studi empiris dan berbagai percobaan pada teori yang agak lebih general, yang masing-maing hanya mempunyai kesamaan dalam hal bahwa semuanya berurusan dengan hubungan sastra dengan masyarakat. Ia juga menawarkan studi sosiologi yang lebih verstehen atau fenomenologis yang sasarannya adalah level makna dari karya sastra.Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat. Arenanya, asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan sosial. Kehidupan sosial akan menjadi picu lahirnya karya sastra. Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu yang mampu merefleksikan zamannya.2.10 Biografi/Psikologi Pengarang

Keberadaan sebuah karya sastra tidak mungkin lepas dari pengarang sebagai penciptanya, tetapi juga menyangkut hal-hal mengenai seseorang pengarang baik mengenai ide-idenya, pandangan hidupnya,cita-cita maupun latar belakang sosio budaya yang semua itu amat mempengaruhi karya sastra yang diciptakannya (Mariskan, 1984:82)Iwan Fals yang bernama lengkap Virgiawan Listanto (lahir di Jakarta, 3 September 1961) adalah seorang penyanyi beraliran balada yang menjadi salah satu legenda hidup di Indonesia. Iwan lahir dari Lies (ibu) dan mempunyai ayah Haryoso almarhum (kolonel Anumerta). Iwan menikahi Rosanna (Mbak Yos) dan mempunyai anak Galang Rambu Anarki (almarhum), Annisa Cikal Rambu Basae, dan Rayya Rambu Robbani.Galang mengikuti jejak ayahnya terjun di bidang musik. Walaupun demikian, musik yang ia bawakan berbeda dengan yang telah menjadi trade mark ayahnya. Galang kemudian menjadi gitaris kelompok Bunga dan sempat merilis satu album perdana menjelang kematiannya.Nama Galang juga dijadikan salah satu lagu Iwan, berjudul Galang Rambu Anarki pada album Opini, yang bercerita tentang kegelisahan orang tua menghadapi kenaikan harga-harga barang sebagai imbas dari kenaikan harga BBM pada awal tahun 1981 yaitu pada hari kelahiran Galang (1 Januari 1981).Nama Cikal sebagai putri kedua juga diabadikan sebagai judul album dan judul lagu Iwan Fals yang terbit tahun 1991. Sebelumnya Cikal juga pernah dibuatkan lagu dengan judul Anissa pada tahun 1986. Rencananya lagu ini dimasukkan dalam album Aku Sayang Kamu, namun dibatalkan. Lirik lagu ini cukup kritis sehingga perusahaan rekaman batal menyertakannya. Pada cover album Aku Sayang Kamu terutama cetakan awal, pada bagian penata musik masih tertulis kata Anissa.Galang Rambu Anarki meninggal pada bulan April 1997 secara mendadak yang membuat aktivitas bermusik Iwan Fals sempat vakum selama beberapa tahun. Galang dimakamkan di pekarangan rumah Iwan Fals di desa Leuwinanggung, Cimanggis, Depok Jawa Barat. Sepeninggal Galang, Iwan sering menyibukkan diri dengan melukis dan berlatih bela diri.Pada tahun 2002 Iwan mulai aktif lagi membuat album setelah sekian lama menyendiri dengan munculnya album Suara Hati yang di dalamnya terdapat lagu Hadapi Saja yang bercerita tentang kematian Galang Rambu Anarki. Pada lagu ini istri Iwan Fals (Yos) juga ikut menyumbangkan suaranya.Sejak meninggalnya Galang Rambu Anarki, warna dan gaya bermusik Iwan Fals terasa berbeda. Dia tidak segarang dan seliar dahulu. Lirik-lirik lagunya terkesan lebih dewasa dan puitis. Iwan Fals juga lebih banyak membawakan lagu-lagu bertema cinta baik karangannya sendiri maupun dari orang lain.Pada tanggal 22 Januari 2003, Iwan Fals dianugrahi seorang anak lelaki yang diberi nama Rayya Rambu Robbani. Kelahiran putra ketiganya ini seakan menjadi pengganti almarhum Galang Rambu Anarki dan banyak memberi inspirasi dalam dunia musik seorang Iwan Fals.Lewat lagu-lagunya, ia 'memotret' suasana sosial kehidupan Indonesia di akhir tahun 1970-an hingga sekarang. Kritik atas perilaku sekelompok orang (seperti Wakil Rakyat, Tante Lisa), empati bagi kelompok marginal (misalnya Siang Seberang Istana, Lonteku), atau bencana besar yang melanda Indonesia (atau kadang-kadang di luar Indonesia, seperti Ethiopia) mendominasi tema lagu-lagu yang dibawakannya. Iwan Fals tidak hanya menyanyikan lagu ciptaannya tetapi juga sejumlah pencipta lain.Iwan yang juga sempat aktif di kegiatan olahraga, pernah meraih gelar Juara II Karate Tingkat Nasional, Juara IV Karate Tingkat Nasional 1989, sempat masuk pelatnas dan melatih karate di kampusnya, STP (Sekolah Tinggi Publisistik). Iwan juga sempat menjadi kolumnis di beberapa tabloid olah raga.Kharisma seorang Iwan Fals sangat besar. Dia sangat dipuja oleh kaum 'akar rumput'. Kesederhanaannya menjadi panutan para penggemarnya yang tersebar diseluruh nusantara. Para penggemar fanatik Iwan Fals bahkan mendirikan sebuah yayasan pada tanggal 16 Agustus 1999 yang disebut Yayasan Orang Indonesia atau biasa dikenal dengan seruan Oi. Yayasan ini mewadahi aktivitas para penggemar Iwan Fals. Hingga sekarang kantor cabang OI dapat ditemui setiap penjuru nusantara dan beberapa bahkan sampai ke manca negara.Masa kecil Iwan Fals dihabiskan di Bandung, kemudian ikut saudaranya di Jeddah, Arab Saudi selama 8 bulan. Bakat musiknya makin terasah ketika ia berusia 13 tahun, di mana Iwan banyak menghabiskan waktunya dengan mengamen di Bandung. Bermain gitar dilakukannya sejak masih muda bahkan ia mengamen untuk

melatih kemampuannya bergitar dan mencipta lagu. Ketika di SMP, Iwan menjadi gitaris dalama paduan suara sekolah. Selanjutnya, datang ajakan untuk mengadu nasib di Jakarta dari seorang produser. Ia lalu menjual sepeda motornya untuk biaya membuat master. Iwan rekaman album pertama bersama rekan-rekannya, Toto Gunarto, Helmi, Bambang Bule yang tergabung dalam Amburadul, namun album tersebut gagal di pasaran dan Iwan kembali menjalani profesi sebagai pengamen. Album ini sekarang menjadi buruan para kolektor serta fans fanatik Iwan Fals.Setelah dapat juara di festival musik country, Iwan ikut festival lagu humor. Arwah Setiawan (almarhum), lagu-lagu humor milik Iwan sempat direkam bersama Pepeng, Krisna, Nana Krip dan diproduksi oleh ABC Records, tapi juga gagal dan hanya dikonsumsi oleh kalangan tertentu saja. Sampai akhirnya, perjalanan Iwan bekerja sama dengan Musica Studio. Sebelum ke Musica, Iwan sudah rekaman sekitar 4-5 album. Di Musica, barulah lagu-lagu Iwan digarap lebih serius. Album Sarjana Muda, misalnya, musiknya ditangani oleh Willy Soemantri.Iwan tetap menjalani profesinya sebagai pengamen. Ia mengamen dengan mendatangi rumah ke rumah, kadang di Pasar Kaget atau Blok M. Album Sarjana Muda ternyata banyak diminati dan Iwan mulai mendapatkan berbagai tawaran untuk bernyanyi. Ia kemudian sempat masuk televisi setelah tahun 1987. Saat acara Manasuka Siaran Niaga disiarkan di TVRI, lagu Oemar Bakri sempat ditayangkan di TVRI. Ketika anak kedua Iwan, Cikal lahir tahun 1985, kegiatan mengamen langsung dihentikan.Selama Orde Baru, banyak jadwal acara konser Iwan yang dilarang dan dibatalkan oleh aparat pemerintah, karena lirik-lirik lagunya dianggap dapat memancing kerusuhan. Pada awal karirnya, Iwan Fals banyak membuat lagu yang bertema kritikan pada pemerintah. Beberapa lagu itu bahkan bisa dikategorikan terlalu keras pada masanya, sehingga perusahaan rekaman yang memayungi Iwan Fals enggan atau lebih tepatnya tidak berani memasukkan lagu-lagu tersebut dalam album untuk dijual bebas. Belakangan Iwan Fals juga mengakui kalau pada saat itu dia sendiri juga tidak tertarik untuk memasukkan lagu-lagu ini ke dalam album.Rekaman lagu-lagu yang tidak dipasarkan tersebut kemudian sempat diputar di sebuah stasiun radio yang sekarang sudah tidak mengudara lagi. Iwan Fals juga pernah menyanyikan lagu-lagu tersebut dalam beberapa konser musik, yang mengakibatkan dia berulang kali harus berurusan dengan pihak keamanan dengan alasan lirik lagu yang dinyanyikan dapat mengganggu stabilitas negara. Beberapa konser musiknya pada tahun 80-an juga sempat disabotase dengan cara memadamkan aliran listrik dan pernah juga dibubarkan secara paksa hanya karena Iwan Fals membawakan lirik lagu yang menyindir penguasa saat itu.Pada bulan April tahun 1984 Iwan Fals harus berurusan dengan aparat keamanan dan sempat ditahan dan diinterogasi selama 2 minggu gara-gara menyanyikan lirik lagu Demokrasi Nasi dan Pola Sederhana juga Mbak Tini pada sebuah konser di Pekanbaru. Sejak kejadian itu, Iwan Fals dan keluarganya sering mendapatkan teror. Hanya segelintir fans fanatik Iwan Fals yang masih menyimpan rekaman lagu-lagu ini, dan sekarang menjadi koleksi yang sangat berharga.Saat bergabung dengan kelompok SWAMI dan merilis album bertajuk SWAMI pada 1989, nama Iwan semakin meroket dengan mencetak hits Bento dan Bongkar yang sangat fenomenal. Perjalanan karir Iwan Fals terus menanjak ketika dia bergabung dengan Kantata Takwa pada 1990 yang didukung penuh oleh pengusaha Setiawan Djodi. Konser-konser Kantata Takwa saat itu sampai sekarang dianggap sebagai konser musik yang terbesar dan termegah sepanjang sejarah musik Indonesia. Setelah kontrak dengan SWAMI yang menghasilkan dua album (SWAMI dan SWAMI II) berakhir, dan disela Kantata (yang menghasilkan Kantata Takwa dan Kantata Samsara), Iwan Fals masih meluncurkan album-album solo maupun bersama kelompok seperti album Dalbo yang dikerjakan bersama sebagian mantan personil SWAMI.Sejak meluncurnya album Suara Hati pada 2002, Iwan Fals telah memiliki kelompok musisi pengiring yang tetap dan selalu menyertai dalam setiap pengerjaan album maupun konser. Menariknya, dalam seluruh alat musik yang digunakan baik oleh Iwan fals maupun bandnya pada setiap penampilan di depan publik tidak pernah terlihat merek maupun logo. Seluruh identitas tersebut selalu ditutupi atau dihilangkan. Pada panggung yang menjadi dunianya, Iwan Fals tidak pernah mengizinkan ada logo atau tulisan sponsor terpampang untuk menjaga idealismenya yang tidak mau dianggap menjadi wakil dari produk tertentu.Di luar musik dan lirik, penampilan Iwan Fals juga berubah total. Saat putra pertamanya meninggal dunia Iwan

Fals mencukur habis rambut panjangnya hingga gundul. Sekarang dia berpenampilan lebih bersahaja, rambut berpotongan rapi disisir juga kumis dan jenggot yang dihilangkan. Dari sisi pakaian, dia lebih sering menggunakan kemeja yang dimasukkan pada setiap kesempatan tampil di depan publik, sangat jauh berbeda dengan penampilannya dahulu yang lebih sering memakai kaus oblong bahkan bertelanjang dada dengan rambut panjang tidak teratur dan kumis tebal. Peranan istrinya juga menjadi penting sejak putra pertamanya tiada. Rossana menjadi manajer pribadi Iwan Fals yang mengatur segala jadwal kegiatan dan kontrak. Dengan adanya Iwan Fals Manajemen (IFM), Fals lebih profesional dalam berkarir.BAB IIIHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis menyajikan data yang akan digunakan untuk menganalisis, rumusan masalah yang terdapat dalam bab I yaitu mengenai unsur sosial ekonomi pada analisis unsur ekstrinsik kumpulan lagu Iwan Fals dan unsur sosial politik pada analisis unsur ekstrinsik kumpulan lagu Iwan Fals. Berikut ini merupakan sajian hasil analisis terhadap 25 lagu Iwan Fals yang telah dipilih.