lima tulisan tentang abssbk, tts, das, mas, fktts

66
Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS ♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠ LIMA TULISAN Tentang ABS-SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS ♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠ Tulisan 1: SISTEM KEPEMIMPINAN TTS (TUNGKU NAN TIGO SAJARANGAN) DAN LEMBAGA KOORDINATIF MAS (MAJELIS ADAT DAN SYARAK) Ciputat, 21 Juli 2010 Halaman 2-14 Tulisan 2: CIPTAKAN LEMBAGA DEWAN ADAT DAN SYARAK (DAS) DARI NAGARI KE PROVINSI AGAR ABS-SBK DAPAT TERIMPLEMENTASIKAN Mochtar Naim 1

Upload: augi-jd

Post on 20-Jun-2015

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Penerapan AlQuran dan hadist dalam Rumah Tangga, Kemasyarakatan dan Pemerintahan. Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah.

TRANSCRIPT

Page 1: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠

LIMA TULISANTentang

ABS-SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠♠

Tulisan 1:SISTEM KEPEMIMPINAN TTS

(TUNGKU NAN TIGO SAJARANGAN)DAN LEMBAGA KOORDINATIF MAS

(MAJELIS ADAT DAN SYARAK)

Ciputat, 21 Juli 2010Halaman 2-14

Tulisan 2:CIPTAKAN LEMBAGA

DEWAN ADAT DAN SYARAK (DAS)DARI NAGARI KE PROVINSI

AGAR ABS-SBK DAPAT TERIMPLEMENTASIKAN

Mochtar Naim 1

Page 2: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

Disampaikan padaKongres Kebudayaan Minangkabau

28-30 November 2006Halaman 15-18

Tulisan 3:ADAT BERSENDI SYARAK,

SYARAK BERSENDI KITABULLAH(ABS-SBK)

Dilema yang Dihadapi Masyarakat Minangkabau Moderen

dalam Pengimplementasiannya

Disampaikan pada Kongres Kebudayaan

dan Apresiasi Seni Budaya Minangkabau29-30 November 2006, di Padang

Halaman 19-32

Tulisan 4:DEWAN ADAT DAN SYARAK

JSR No. 32, 20 Desember 2006Halaman 33-35

Tulisan 5:Untuk Tegaknya ABS-SBK

Diperlukan Dewan Adat dan Syarak

Sumbang pikiran dalam rangka menyambut

Mochtar Naim 2

Page 3: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

Kongres Kebudayaan Minangkabau 2010, 7-8 Agustus 2010, di Bukittinggi

Ciputat, 16 Mei 2010Halaman 36-39

Tulisan 1:

SISTEM KEPEMIMPINAN TTS(TUNGKU NAN TIGO SAJARANGAN)DAN LEMBAGA KOORDINATIF MAS

(MAJELIS ADAT DAN SYARAK)

Ciputat, 21 Juli 2010

I

ADA tanggal 16 Mei 2010 saya menulis sebuah esai dengan judul “Untuk Tegaknya ABS-SBK Diperlukan Dewan Adat dan P

Mochtar Naim 3

Page 4: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

Syarak,” dan saya edarkan kepada kawan-kawan di Gebu Minang yang memprakarsai Kongres Kebudayaan Minangkabau (KKM) 2010, serta lain-lainnya. Saya sendiri duduk sebagai Wakil Ketua Steering Committee dari Panitia KKM Gebu Minang itu, sementara Ketua Scnya adalah Sdr Dr Saafrudin Bahar. Dua-dua kami, sejak Seminar Hukum Tanah (1968, di Fak Hukum Unand, Padang), Seminar Islam (1969, di IAIN Imam Bonjol, Padang ) dan Seminar Sejarah dan Kebudayaan Minangkabau (1970, di Batu Sangkar) dulu selalu bekerjasama dan bahu-membahu menggelindingkan seminar-seminar tentang Minangkabau, sampai pula dengan Seminar KKM2010 sekarang ini. Konsep tentang perlunya dijelmakan Dewan Adat dan Syarak (DAS) ini telah saya sampaikan sebelumnya pada Kongres Kebudayaan dan Apresiasi Seni Budaya Minangkabau, 28-30 Nov 2006, di Padang, yang disponsori oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Prov Sumbar. Saya menyampaikan makalah: “Ciptakan Lembaga Dewan Adat dan Syarak (DAS) dari Nagari ke Provinsi agar ABS-SBK dapat Terimplementasikan.” Konsep ini dibahas dan diterima oleh Kongres dan menjadi salah satu dari Keputusan Kongres. Sebagai catatan, termasuk yang hadir dan berpartisipasi dalam Kongres itu adalah wakil-wakil dari LKAAM sendiri.

Mochtar Naim 4

Page 5: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

Siapapun tentu akan bisa melihat kembali dokumen Prosiding Kongres tentang ini. Untuk jelasnya, dokumen makalah tersebut: “Ciptakan Lembaga DAS...” dan cuplikan Keputusan Kongres mengenai ini, lalu makalah saya: “Untuk Tegaknya ABS-SBK...” bersama ini saya lampirkan.

II

Tetapi, panta rei, air mengalir, waktu berlalu, dan realisasinya tak kunjung kelihatan. Makanya wajar kalau saya ajukan konsep ini kembali, sekarang melalui forum Kongres Kebudayaan Minangkabau (KKM) 2010 yang sedang kita persiapkan ini. Konsep ini lalu dibahas dalam rapat-rapat SC KKM2010 dan diterima. Kemudian, dari anggota SC sendiri (Farhan Muin Dt Bagindo, dari LAKM) mengusulkan agar judulnya dirubah menjadi MAS: Majelis Adat dan Syarak. Istilah Majelis, menurutnya, mencontoh Muhammadiyah yang punya Majelis Tarjih, lebih sreg dari Dewan. Saya tidak keberatan, karena esensinya sebagai lembaga komunikasi dan koordinatif tidak berubah. Tapi kemudian, ketika melakukan FGD dengan pimpinan LKAAM Sumbar di Padang bulan Maret 2010, mereka mengajukan keberatan dengan memakaikan istilah ataupun konsep MAS yang dianggap sebagai tandingan atau melemahkan kedudukan lembaga LKAAM. Dengan

Mochtar Naim 5

Page 6: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

semangat bertolak-angsur, istilah MAS lalu diganti lagi dengan Forum Komunikasi TTS. Saya juga secara prinsip tidak keberatan, walau istilah “Forum” menurut hemat saya lebih bersifat ad hoc ketimbang permanen, di samping tidak mengikat, sementara yang kita perlukan adalah lembaga koordinatif yang bersifat permanen dan mengikat yang menjembatani ketiga lembaga kepemimpinan TTS yang berfungsi menurut jalurnya sendiri-sendiri, yaitu kepemimpinan ninik mamak, alim ulama dan cerdik pandai, yang masing-masing mewakili unsur adat, agama dan publik. Kelemahan dari sistem kepemimpinan TTS ini justeru adalah itu, yaitu tidak adanya lembaga komunikatif dan koordinatif yang mempertemukan ketiga unsur kepemimpinan TTS itu. Wajar kalau kita senantiasa tertanya-tanya, kapankah dan dalam bentuk apa ketiga unsur kepemimpinan TTS itu duduk berapat beria-ia, memperkatakan hal-hal yang menyangkut kepentingan bersama, yang lazimnya tidak ada yang masing-masing berdiri sendiri-sendiri: adat sendiri, agama sendiri dan kemaslahatan umum secara bermasyarakat sendiri pula. Dalam kenyataan sosial yang kita hadapi hari-hari, semua itu saling terkait dan saling berjalin-berkelindan, tak obahnya seperti yang dilambangkan oleh TTS itu sendiri, yang satu saling terkait dengan yang lainnya, bagaikan tungku tiga sejarangan, atau tali tiga sepilin itu.

Mochtar Naim 6

Page 7: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

Makanya diperlukan lembaga koordinatif dan komunikatif seperti DAS atau MAS ataupun Forum yang diusulkan yang sekaligus juga merupakan “superbody,” seperti yang diistilahkan oleh ahli hukum adat Bakhtiar Abna SH dari Unand dan yang notabene adalah juga anggota pengurus LKAAM Sumbar. Bayangkan, nyaris dua abad ABS-SBK telah diterima sesudah Sumpah Satia Bukit Marapalam itu sebagai filosofi hidup orang Minang, tetapi mekanisme kelembagaan kepemimpinan TTS yang bersifat komunikatif dan koordinatif sebagai superbody itu tidak pernah terciptakan. Makanya filosofi ABS-SBK itu hanyalah sebuah wacana simbolisme yang abstrak tapi tak pernah terjabarkan apalagi terealisasikan secara struktural-fungsional dalam kehidupan masyarakat riel di Minangkabau. Nyaris dia hanya simbol tapi tak terealisasi dalam kehidupan fungsional-struktural nyata hari-hari. Masing-masing lalu berjalan sendiri-sendiri. Tak ada koordinasi, tak ada sinkronisasi dan integrasi, yang semua itu pada hal adalah conditio sine qua non, mutlak diperlukan, apalagi dalam menghadapi tuntutan masa depan dari negeri dan negara kita yang makin moderen dan canggih ini. Sementara itu dari publik, termasuk wacana-wacana di RN (Rantau Net) dan FB, dan melalui berbagai forum FGD yang diadakan di sedikitnya 13 daerah di Sumbar dan di rantau Jakarta, juga

Mochtar Naim 7

Page 8: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

muncul berbagai saran dengan berbagai pertimbangan, yang intinya sama merasakan perlunya lembaga koordinatif itu tapi dengan nama dan nuansa yang rada berbeda-beda. Dan LKAAM sendiri, sebelum pergantian pengurus dengan yang sekarang ini, juga sepakat menerima terbentuknya Forum Komunikasi TTS itu, seperti juga dengan Kongres Kebudayaan th 2006 sebelumnya itu. Pengurus baru hasil Mubes LKAAM 2010 kemarin, yang sekarang diketuai oleh bekas Sekjen, Sayuti Dt Rajo Pangulu, bagaimanapun, membatalkan dan menolak persetujuan LKAAM sebelumnya, dan bahkan menyatakan tidak ikut mendukung dan tidak ikut berpartisipasi dalam KKM2010 yad. Alasannya, lagi-lagi, walau sekarang hanya Forum, dan tidak lagi Dewan ataupun Majelis, dikuatirkan akan mengurangi hegemoni super power serta fungsi dan wewenang LKAAM sebagai lembaga tertinggi satu-satunya, yang katanya, bukan hanya di bidang adat, tetapi juga agama/syarak dan budaya Minangkabau secara totalitas. LKAAM, dalihnya, berurat di Nagari, berbatang di Kabupaten dan berpucuk di Provinsi. Pertanyaan: setahu saya yang ada di Nagari hanya KAN yang bukan onderbouw dan di bawah naungan LKAAM, dan LKAAM secara struktural-fungsional tidak ada di Nagari. KAN, sebaliknya, adalah lembaga kerapatan adat yang lekat dan inheren ada di Nagari, dan bahagian yang tak

Mochtar Naim 8

Page 9: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

terpisahkan dari Nagari secara non-formal. LKAAM tidak. LKAAM selama ini adalah lembaga LSM dari kelompok profesional ninik mamak yang punya ambisi politik, yang sebelumnya adalah onderbouw dari Golkar, dan kemudian berdiri sendiri, dan yang pernah punya wakilnya di DPRD Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Dan kegiatan LKAAM pun disponsori secara finansial oleh Pemda melalui pos anggaran belanja APBD Sumbar. Dari segi sejarah berdirinya, LKAAM malah dilahirkan atas prakarsa penguasa militer: Pengkowilhan Sumatera yang berpusat di Medan, tahun 1966. Sdr Dr Saafrudin Bahar yang waktu itu aktif di militer di Padang malah juga ikut mempelopori berdirinya LKAAM itu. Karenanya, selama masa Orde Baru, LKAAM adalah bahagian dari perangkat Orde Baru dengan tujuan untuk mengendalikan sisi-sisi adat dan sosial-budaya dari rakyat di Sumatera Barat. Teori antropologinya, katanya, kalau kepalanya dipegang, maka keseluruhan badannya akan ikut nunut dan terkendalikan. Dalam masyarakat sendiri, ternyata tidak semua dan tidak setiap ninik-mamak adalah anggota LKAAM. Tidak sedikit yang karena bukan anggota Golkar tidak masuk LKAAM. Ninik mamak tidak kurangnya ada yang di PPP, PBB, PKB, NU, PAN, Muhammadiyah, dsb, dan belakangan bahkan ada yang menghidupkan kembali: MTKAAM, Majelis Tinggi Kerapatan Adat Alam Minangkabau,

Mochtar Naim 9

Page 10: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

yang sudah ada sejak zaman Belanda dahulu, yang sekarang dipimpin oleh Irfianda Abidin Dt Pangulu Basa, yang ingin menegakkan syariat Islam secara kaffah di semua bidang kehidupan. Sementara adat yang dipakai adalah adat yang sejalan dengan syarak. Yang tidak sejalan, dibuang. Syarak berada di atas adat, dan tidak sejajar. Adat dan syarak tidak sandar bersandar, bagai aur dan tebing. Tapi: Syarak mengata, adat memakai. Di puncaknya: Kitabullah Al Quranul Karim, pedoman hidup tertinggi dari setiap muslim.

III

Masalah kelembagaan lembaga kepemimpinan TTS ini, ternyata, tidak hanya tersekat di bidang adat itu sendiri, tetapi juga tidak kurangnya di bidang syarak/agama dan publik/ kecendekiawanan sekalipun. Malah dalam era emansipasi gender sekarang ini juga dipertanyakan: di mana duduknya Bundo Kanduang dan bahkan Pemuda? Di bidang adat, tidak duduk, bagaimana kaitan struktural-fungsional antara KAN dengan LKAAM dan MTKAAM, tambah lagi dengan lembaga-lembaga adat yang di rantau, seperti LAKM, LK3AM, dsb. Yang terjadi, LKAAM mengkleim KAN sebagai onderbouw LKAAM di Nagari. Sementara rata-rata pimpinan KAN di Nagari tidak pernah merasa demikian. Apalagi

Mochtar Naim 10

Page 11: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

LKAAM maupun tandingannya MTKAAM secara struktural-fungsional tidak ada di Nagari. Di bidang syarak/agama, ada MUI di Kecamatan/ Kabupaten/Kota/Provinsi, dan tidak ada di Nagari. Kalaupun ada adalah Majelis Ulama Nagari, bukan bagian dari MUI. MUI adalah lembaga yang berjaringan secara nasional dan berpusat di Jakarta. MUI di Sumbar tidak merasa memiliki wewenang untuk mencampuri urusan adat dan budaya Minangkabau, seperti yang diutarakan oleh salah seorang anggota pengurusnya. Di bidang keperempuanan, walau masyarakatnya matrilineal, tapi wanitanya tidak punya hak politik dalam ikut mengatur masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Di Minang selama ini berlaku adagium: “Women reign but not rule.” Wanita memiliki singgasana dan harta pusaka, tetapi tidak berkuasa dalam mengatur masyarakat. Yang berkuasa tetap adalah laki-laki, yang diwakili oleh ninik-mamak, alim ulama dan cerdik-pandai itu. Sejauh ini tidak seorangpun wanita Minang yang jadi kepala suku, jadi ninik-mamak, dsb. Makanya sistemnya matrilineal, bukan matriarkal. Nah, bagaimana dengan suasana dan situasi yang telah berubah seperti sekarang ini, di mana sebagai warga negara, wanita diperlakukan sebagai sama dengan pria, tidak kecualinya di Sumbar sendiri yang adalah bahagian yang integral dari Rep Indonesia. Bukankah sekarang

Mochtar Naim 11

Page 12: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

tidak ada halangan bagi wanita untuk menjadi apapun, walau sebagai Presiden sekalipun, seperti yang diperlihatkan contohnya oleh Megawati Sukarnoputeri. Malah di bidang legislatif, ada jatah yang disediakan untuk wanita yang tidak boleh kurang dari 30 %. Bagaimana dengan di Minangkabau yang katanya menghargai dan menjunjung tinggi harkat wanita itu. Sekarang nama Bundo Kanduang hanya dipakai sebagai nama organisasi wanita sebagai sayap kirinya LKAAM dan sendirinya tidak mewakili keseluruhan wanita Minang. Sebab merekapun, seperti pria, juga bergerak di berbagai bidang kegiatan politik, sosial dan budaya, kendati sebagian terbesar dari wanita Minang masih berkutat di sekitar rumah dan sawah ataupun pasar. Dengan kitapun mengakui setiap warga negara punya hak yang sama di muka hukum dan apapun, maka tak kurangnya muncul pula pertanyaan: bagaimana dengan pemuda dalam peranannya sebagai turut menentukan dalam berbagai kegiatan masyarakat, termasuk dalam proses pengambilan keputusan itu sendiri? Ini tentu saja jika kita tidak hanya melihat ke belakang, ke masa lalu, tapi juga ke masa depan. Sudahkah hal-hal seperti ini kita antisipasi jika tujuan kita adalah untuk membawa Minangkabau ini ke era global dan moderen sekarang ini? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini tidak mungkin lagi kita kesampingkan begitu saja tanpa

Mochtar Naim 12

Page 13: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

kita mengangkatkannya ke dalam wacana-wacana diskursus yang bersifat antisipatif dan tanggap ke masa depan itu. Belum pula kita juga harus bicara dan dudukkan pula, siapa itu sesungguhnya yang kita maksud dengan unsur “cerdik pandai” atau “cerdik-cendekia” ataupun “cendekiawan” itu yang juga merupakan unsur tak terpisahkan dari kepemimpinan TTS itu? Sudahkah kita bicarakan dan bahas sisi-sisi ini secara mendalam, ataupun secara mendatar di atas permukaan saja? Apakah sama cerdik pandai itu dengan sarjana, S1, S2 atau S3, yang jumlahnya sekarang sudah hitungan ribuan? Bagaimana dengan mereka-mereka yang tak sempat bersekolah, atau malah ada yang SD saja tak tamat, tapi semua orang mengakui bahwa dia itu cerdik cendekia, intelektul sejati? Sebut saja sejumlah nama: Natsir, Rosihan Anwar, Navis, dan sekian banyak lainnya yang hanya sampai AMS/SMA saja dan tidak pernah masuk universitas, tapi adalah tokoh intelektual kaliber nasional kebanggaan kita. Belum pula Hamka dan sekian banyak hamka-hamka lainnya yang SD saja tak tamat, tapi justeru jadi profesor, doktor, ataupun pemimpin bangsa, dsb. Sebaliknya, apakah sekian banyak sarjana yang sampai bergelar doktor dan profesor sekalipun, adalah cendekiawan-intelektual? Karena sebagian besar sarjana hidupnya jadi pegawai negeri di berbagai bidang profesi dan jabatan,

Mochtar Naim 13

Page 14: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

apakah dapat kita mengatakan bahwa mereka adalah intelektual-cendekiawan, sementara periuk-nasinya diagakkan oleh pemerintah, dan mulutnya dikendalikan oleh sistem kekuasaan etatik yang tidak boleh berlawanan dengan sistem kekuasaan? Siapa lalu yang cerdik-pandai, intelektual-cendekiawan atau cerdik-cendekia itu? Belum terjawab, dan perlu dijawab. Dan apa lalu tugas fungsional mereka sebagai bagian dari kepemimpinan TTS? Belum pula gesekan-gesekan yang suka terjadi antara mereka yang di kampung dan mereka yang di rantau. Sering terjadi, pemikiran-pemikiran bernas yang datang dari rantau tidak terterima oleh orang yang di kampung, karena dianggap mencikaraui. Orang rantau cukup memberi bantuan keuangan kepada kampung, tetapi tidak mencampuri urusan orang di kampung. Dikotomi ranah dan rantau juga terjadi. Orang di rantaupun, sebaliknya, karena merasa sukses hidup di rantau, seberapa tinggipun pangkat dan titel yang didapat di rantau, rasanya belum lengkap kalau gelar datuk tidak mereka dapatkan. Maka banyaklah orang rantau yang mendapatkan gelar datuk, yang entah bagaimana caranya, walau apa itu adat dsb tidak banyak mereka ketahui. Gelar datuk lalu diboyong ke rantau. Dan anak-kemenakan di kampung tetap terbiarkan.

Mochtar Naim 14

Page 15: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

IV

Itu baru aspek sistem kepemimpinan TTS yang kelihatannya sama sekali tidak siap untuk dibenahi dan diselesaikan karena tidak jelasnya ujung pangkal persoalannya. Pertanyaan: Dapatkah semua itu dibawa dan diselesaikan pada forum KKM2010 yad? Belum dan bagaimana pula dengan penjabaran ABS-SBK itu sendiri yang kedudukannya begitu mendasar dan fundamental dalam kehidupan masyarakat Minangkabau, baik ke dalam secara internal antara sesama anggota masyarakat Minang sendiri, maupun ke luar dalam posisi mereka sebagai orang dan warga Indonesia. Menarik untuk dicermati bahwa konsep ABS-SBK ini bukan hanya milik budaya Minangkabau, tetapi budaya Melayu secara keseluruhan, yang orientasi kekuasaannya adalah sentrifugal (diri untuk orang banyak), bukan sentripetal (orang banyak untuk diri), sementara orientasi budayanya adalah sintetik (senyawa), bukan sinkretik (campur-aduk). Masyarakat-masyarakat Melayu luar Jawa umumnya berorientasi sentrifugal dan sintetik, yang relatif sama dengan yang di Minangkabau, sementara masyarakat-masyarakat Melayu yang di Jawa, khususnya Jawa dan Madura, sentripetal dan sinkretik. Konsep ABS-SBK, oleh karena itu, ada di tengah-tengah masyarakat Melayu di luar Jawa,

Mochtar Naim 15

Page 16: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

dan tidak di Jawa. Dengan ABS-SBK di luar Jawa, Islam adalah agama satu-satunya, di mana adat berada di bawah naungan syarak, syarak bersendi Kitabullah. Adagium yang terpakai adalah: Syarak mengata, Adat memakai. Di Jawa, adagiumnya: Sedaya agami sami kemawon. Semua agama sama sahnya, dan sama benarnya. Secara bernegara, dengan falsafah Pancasila, orientasi sinkretik ala Jawa inilah yang dipakai. Karena ABS-SBK dasarnya adalah sintetik dan Islam adalah agama tauhid satu-satunya, maka tidak ada tempat bagi adat untuk berbeda dengan syarak. Adat yang serasi dengan syarak diterima, yang tidak serasi, dibuang. Islam menerima semua yang baik dari manapun datangnya. Makanya ada ungkapan: Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina sekalipun. Karena itu pula, Islam bersifat universal, rahmatan lil ‘alamin. Dengan ABS-SBK, karena itu, syarak harus berlaku di semua segi dan sisi kehidupan: politik, ekonomi, pendidikan, hukum, sosial-budaya, kesenian, olah raga, apapun. Sebagai konsekuensinya, masyarakat Melayu yang ber ABS-SBK adalah masyarakat Islam yang sifatnya kaffah. Dengan kekuasaan politik berada di tangan mereka, maka konsekuensinya adalah juga: negara Islam, seperti Malaysia, Brunai, Sabah, dsb. Karena Islam tidak mengenal ajaran: seperation of church and state, tetapi ajaran holistik, integral dan kaffah, duniyā wal ākhirah.

Mochtar Naim 16

Page 17: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

Di sini orang Minang diuji. Sejauh ini tidak ada masalah. Seperti di Bulu Kumba di Sulawesi Selatan, di Gorontalo, di Kaltim, Ternate, lalu di Aceh, di Riau Daratan, dan di Banten, banyak dari kaidah-kaidah aturan Islam yang diterapkan secara bermasyarakat yang ditujukan kepada pemeluk Islam, negara mentoleransi. Di Sumbar sendiri, belasan dari Perda Kabupaten/Kota menerapkan ajaran Islam, tidak ada masalah. Bahkan negara sendiri, sejak dari awal kemerdekaan sampai hari ini, menerapkan ajaran Islam bagi warganegara yang beragama Islam. Apakah itu di bidang pendidikan agama, di bidang kehakiman dan pengadilan agama, di bidang matrimoni NTR, di bidang puasa dan hari-hari besar Islam, bahkan sekarang di bidang ekonomi, perdagangan, asuransi dan perbankan syariah, yang berkembang demikian cepat, tidak ada masalah. Menarik, hampir semua dari bank-bank, baik pemerintah maupun swasta, mempraktekkan perbankan syariah berdampingan dengan perbankan konvensional. Dan ini sekarang bahkan sudah menjadi gejala dan fenomena global mendunia. Perbankan syariah yang terbesar di dunia sekarang bahkan tidak di negara Islam di Timur Tengah, tapi di Inggeris dan Eropah. Orang Minang, berbeda dengan orang Aceh, Bugis, Melayu, dll, kelihatannya masih separoh hati atau berparoh hati dan masih gugup-gugup untuk menerapkan syariah Islam yang justeru dituntut

Mochtar Naim 17

Page 18: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

oleh ajaran ABS-SBK itu untuk diterapkan secara kaffah dalam kehidupan mereka. Orang Minang masih harus diyakinkan bahwa mempraktekkan ajaran Islam di semua bidang kehidupan dijamin oleh UUD 1945. Pasal 29 ayat (1) mengatakan: “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.” Pasal 29 ayat (2) mengatakan: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Mestinya, kalau orang Aceh berhasil menjadikan daerah Aceh menjadi daerah istimewa, di mana syariat Islam diberlakukan secara kaffah menyeluruh, orang Minang pun punya hak yang sama. Yang diperlukan bagi orang Minang adalah kepercayaan kapada diri dan kemampuan diri untuk melakukan yang terbaik bagi dirinya dan masyarakatnya. ABS-SBK artinya adalah itu. ***

Mochtar Naim 18

Page 19: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

Tulisan 2:

CIPTAKAN LEMBAGA DEWAN ADAT DAN SYARAK (DAS)

DARI NAGARI KE PROVINSIAGAR ABS-SBK DAPAT

TERIMPLEMENTASIKAN

Disampaikan padaKongres Kebudayaan Minangkabau

28-30 November 2006

EBUAH filosofi pedoman hidup: ABS-SBK (Adat Bersendi Syarak, Syarak Bersendi Kitabullah) yang telah diterima oleh rakyat

dan masyarakat di Minangkabau jelas tidak cukup hanya sekadar simbol dan pengakuan saja. ABS-SBK memerlukan penerapan aktual di tengah-

SMochtar Naim 19

Page 20: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

tengah masyarakat yang tersusun secara struktural-institusional dari Nagari sampai ke Provinsi.

Sejauh ini, dengan kita telah kembali ke Nagari, telah ada lembaga adat di setiap Nagari yang bernama KAN (Kerapatan Adat Nagari) di samping lembaga-lembaga lainnya yang menata kehidupan beragama, berbudaya, dsb. Dalam rangka penerapan ABS-SBK secara struktural-institusional itu KAN, dsb, dijadikan sebagai modal dasar dari pembentukan Dewan Adat dan Syarak (DAS) di setiap Nagari. Dalam arti, KAN dan semua lembaga lainnya yang berkaitan dengan penegakan dan penerapan Adat dan Syarak di Nagari dilebur ke dalam DAS itu. Dengan demikian sekaligus kita menghilangkan dikotomi dan polarisasi antara Adat dan Syarak. Dengan lahirnya Dewan Adat dan Syarak, (DAS) permasalahan Adat dan Syarak tidak lagi kita lihat dan tangani secara terlepas-lepas dan tersendiri-sendiri, tetapi secara integral dan kaffah. Sesuai dengan filosofi ABS-SBK itu, antara adat dan syarak tidak bisa dipisah. Adat dan syarak telah bersintesis di mana adat basandi syarak, syarak mangato, adat mamakai.

Karena masalah adat dan syarak tidak hanya ada di tingkat Nagari, tetapi juga di tingkat yang di atasnya sampai ke Provinsi, maka DAS ini juga harus ada di tingkat Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi.

Mochtar Naim 20

Page 21: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

Di Minangkabau sebenarnya di atas Nagari, yang meru-pakan unit kesatuan administratif pemerintahan terendah dalam kerangka NKRI, ada yang bernama supra nagari, atau "Nagari Gadang," yang mencakup sejumlah nagari yang saling berkaitan secara geografis-ekologis dan memiliki kesatuan genealogi, sosial, ekonomi, adat dan budaya. Ambillah contoh seperti nagari-nagari di sekitar Bukittinggi, nagari-nagari yang namanya Banuhampu, Ampek Angkek, Tilatang Kamang, Ampek Koto, Sungai Pua, dsb, adalah sebenarnya Nagari Gadang dimaksud. Rata-rata Nagari Gadang ini sekarang ini identik atau bertumpang-tindih dengan unit administratif pemerintahan Kecamatan. Lalu di atas itu Kabupaten yang juga bertumpang tindih dengan konsep Luhak dan Rantau. Dan di atas itu lagi Provinsi Sumatera Barat.

Dengan mengikuti jalur hirarkis-struktural seperti itu maka DAS ikut berjenjang naik sampai ke tingkat Provinsi. DAS karenanya ada di tingkat Nagari, Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi. DAS di tingkat yang berjenjang itu memiliki yurisdiksi dan ruang lingkup yang jelas. Masalah-masalah yang berkaitan dengan adat dan syarak yang mencakup satu Nagari saja diselesaikan di tingkat Nagari bersangkutan. Masalah-masalah bersama yang ada di Nagari Gadang, dan seterusnya ke tingkat Kabupaten dan Provinsi ditangani pula oleh DAS setingkat.

Mochtar Naim 21

Page 22: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

DAS-DAS yang berjenjang naik yang ada di atas Nagari itu keanggotaan-nya adalah utusan-utusan yang dipilih atau diangkat oleh DAS Nagari dan sekaligus merupakan wakil representatif dari DAS Nagari. Artinya DAS Kecamatan yang identik dengan Nagari Gadang tadi, diisi oleh wakil-wakil yang ditunjuk oleh DAS Nagari. Pada gilirannya DAS Kecamatan menunjuk wakil-wakil di DAS Kabupaten dan DAS Kabupaten menunjuk wakil-wakil yang akan duduk di DAS Provinsi.

Lama masa kerja dari DAS-DAS itu disesuaikan dengan pergantian pemerintahan di Nagari.

Frekuensi persidangan diatur oleh DAS-DAS di tingkat masing-masing itu, yang makin ke atas makin sesekali, dan makin ke bawah makin sering, sesuai dengan tuntutan kebutuhan masing-masing tingkat. Katakanlah misalnya DAS Provinsi bersidang sekali setahun, DAS Kabupaten sekali 6 bulan, DAS Nagari Gadang sekali 3 bulan, dan DAS Nagari Ketek setiap kali diperlukan.

Issu yang dibicarakan adalah semua yang berkaitan dengan masalah adat dan syarak yang produknya ada yang berupa Fatwa, ada yang harus diregulasikan menjadi Perna, Perda, dsb.

Dengan adanya keinginan untuk menghidupkan kembali lembaga beraja-raja di ranah dan di rantau yang pernah ada di masa lalu, seperti yang disuarakan di Kongres Kebudayaan Minangkabau ini, semua itu dibicarakan dan

Mochtar Naim 22

Page 23: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

diputuskan oleh DAS di tingkat Provinsi. Sehingga ide dan keinginan itu tidak hanya dilahirkan secara sendiri masing-masing tetapi melalui proses musyawarah dan mufakat di DAS Minangkabau di tingkat tertinggi di Provinsi.

Demikian juga dengan lembaga-lembaga adat seperti LKAAM dan MTKAAM yang selama ini tidak terkait dengan struktur Nagari, atau bahkan tidak ada di Nagari, juga dibi-carakan keberadaannya di DAS tertinggi itu.

Karena putusan-putusan yang dirumuskan oleh DAS di tingkat masing-masing sendirinya diambil melalui proses musyawarah melalui persidangan-persidangan, maka sarana dan prasarana dan sekaligus pembiayaannya merupakan porsi tanggung-jawab yang harus dipikul oleh lembaga eksekutif dan legislatif dari pemerintahan di tingkat terkait. Misalnya dengan memasukkannya ke dalam APBD masing-masing. ***

Mochtar Naim 23

Page 24: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

Tulisan 3:

ADAT BERSENDI SYARAK, SYARAK BERSENDI KITABULLAH

(ABS-SBK)Dilema yang Dihadapi

Masyarakat Minangkabau Moderendalam Pengimplementasiannya

Disampaikan pada Kongres Kebudayaan dan Apresiasi Seni

Budaya Minangkabau29-30 November 2006, di Padang

Mochtar Naim 24

Page 25: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

BS-SBK adalah sebuah simpul, dan sekaligus simbol, budaya yang dari sana orang bisa melihat bagaimana masyarakat dari budaya

bersangkutan memahami hubungan antara adat dan agama yang mereka anut. Jelas bahwa hubungannya bukanlah hubungan timbal-balik yang setara (kolateral), tetapi hirarkis-vertikal, di mana agama yang dilafalkan sebagai syarak itu diletakkan di atas adat, dan agama pada gilirannya cantelannya adalah kepada kitabullah, Al Qurān, yakni wahyu yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya (Muhammad) sebagai penuntun dan petunjuk (hudan) dalam kehidupan ini. Dan karenanya jelas bahwa yang dimaksud dengan agama atau syarak di sini adalah Islam, dan tidak termasuk agama yang lain-lainnya. Ini sekaligus menangkis upaya pembelokan interpretatif oleh unsur pemangku adat yang berfungsi sebagai pejabat di masa Orde Baru di mana “syarak” dan “kitabullah” diartikan tidak hanya eksklusif Islam tetapi juga agama wahyu lain-lainnya. Motifnya adalah karena kuatir akan berbenturan dengan konsep Pancasila yang sifatnya inklusif, dan takut kalau Sumatera Barat akan mengganjil dari yang lainnya akibat trauma di masa PRRI yang lalu.

A

Dengan itu, sekaligus, budaya Minangkabau tidaklah tergolong kepada yang berorientasi atau dikategorikan sebagai budaya sinkretik, seperti di Jawa, tetapi sintetik. Dengan sinkretisme dipahami

Mochtar Naim 25

Page 26: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

bahwa semua unsur budaya dalam masyarakat yang bisa berbagai dan datang dari lubuk budaya yang berbeda-beda diperlakukan sebagai sama -- bahkan diakui secara inklusif sebagai sama benarnya (sadaya agami sami kemawon) --, sementara sintetisme yang dipahami di sini adalah peleburan atau persenyawaan dari budaya adat yang menjadi satu dengan budaya agama. Dengan demikian bahwa unsur adat yang bersenyawa dengan agama atau syarak itu adalah yang serasi dengan agama, sementara yang berlawanan dibuang. Adat yang bersenyawa dengan agama dinamakan adat yang islami (adat islamiyah), sementara adat yang dibuang karena bertentangan dengan Islam, adat jahili (adat jahiliyah). Dari sana, dan dalam pengimplementasiannya maka muncullah ungkapan-ungkapan seperti: Syarak berbuhul mati, adat berbuhul sintak; syarak mengata, adat memakai; syarak bertelanjang, adat bersesamping; syarak mendaki, adat menurun; yang baik dipakai yang buruk dibuang, dsb.

Kitapun menyadari bahwa walaupun secara konseptual dan per definisi hubungan antara adat dan syarak adalah sedemikian, namun dalam kenyataan sosiologis-historisnya bisa terjadi anomali, ketidak serasian dalam hal pengimplementasiannya. Ini antara lain adalah karena proses persenyawaan antara adat dan syarak tadi dalam pengimplementasiannya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pertama, secara

Mochtar Naim 26

Page 27: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

historis, jauh sebelum Islam masuk dan melakukan penetrasi budaya ke dalam masyarakat Minang, dan Indonesia umumnya, daerah ini telah memiliki budaya primordial yang dalam perjalanan sejarahnya juga telah bertemu dan berkonvergensi dengan budaya-budaya luar yang masuk, seperti Hinduisme, Budhisme, dsb, di samping animisme yang menjadi ciri khas dari budaya primordial itu sendiri. Dengan demikian, sampai sekarangpun masih kita lihat sisa-sisa dari kepercayaan lama yang berbau mistis, tahyul, khurafat, bid’ah, dan syirik sekalipun. Malah, kedua, kecenderungan ke arah yang bersifat kontradiktif dengan prinsip tauhid-monotheisme dalam Islam justeru hidup subur dan dibiarkan dalam alam kemerdekaan ini sebagai akibat dari budaya sinkretisme dan inklusivisme yang lebih dominan dalam kehidupan bernegara dewasa ini.

Karena itu pula, seperti Islam itu sendiri, budaya Minangkabau yang menganut paham sintetisme ini akan berhadapan dengan budaya Indonesia lainnya yang sifatnya sinkretik. Kebetulan sekali bahwa budaya kontemporer yang dominan di Indonesia sekarang ini adalah budaya sinkretik itu, bukan sintetik. Budaya sinkretik yang tadinya berasal dari lubuk budaya Jawa itu, sekarang ini, suka atau tak suka, telah menjadi budaya Indonesia moderen. Simpulnya terbuhul pada simbol budaya “Pancasila” itu sendiri. Ajaran Pancasila yang lahir dari buah pikiran kontemplatif

Mochtar Naim 27

Page 28: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

bapak pendiri negara moderen Republik Indonesia, Sukarno, itu dasarnya adalah sinkretik, seperti dengan budaya asalnya, Jawa, atau kejawen, bukan sintetik; bahkan selama masa Orde Lama dan Orde Baru pernah dimitoskan bersama-sama dengan UUD 1945 -- yang setitik haram dirubah. Dari sila pertama saja orang telah melihat sekali unsur sinkretismenya itu, yakni bahwa yang dimaksud dengan “Ketuhanan Yang Maha Esa,” itu bukanlah hanya Islam yang memang monotheis, berketuhanan YME, tetapi juga yang lain-lainnya yang walau mengenal dan mengakui Tuhan YME, tetapi terdiri dari tiga atau lebih banyak lagi unsur theistik-ketuhanan, yang dalam theologi Islam dikategorikan sebagai politheis atau syirik. Jadi, bukan hanya Islam yang diakui, tetapi juga Kristen, Hindu, Budha, bahkan sekarang Kong Hu Chu sekalipun, yang sebenarnya hanyalah agama-budaya yang kebetulan berasal dari Tiongkok dan lekat dengan tradisi budaya Cina. Kong Hu Chu sejak promotornya Gus Dur diakui karena kebetulan ada sejumlah 3-5 % dari penduduk Indonesia sekarang ini yang dari keturunan Cina, yang kebetulan sekarang bertangan di atas dalam menguasai jentera ekonomi Indonesia, dari hulu sampai ke muara. Di zaman awal kemerdekaan dahulu, di mana Sukarno tidak menginginkan “kuda berkaki tiga,” sehingga Komunisme-Marxisme-Leninisme-Maoisme yang jelas-jelas

Mochtar Naim 28

Page 29: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

atheis, anti-tuhan, juga diakui, berdampingan dengan Islamisme, nasionalisme dan sosialisme.

Cara berpikir gado-gado dalam artian sinkretik seperti inilah di tingkat Indonesia yang lebih luas yang pertama-tama menjadi tantangan bagi konsep budaya ABS-SBK itu. Dengan ditolaknya konsep “negara Islam” di Konstituante di Bandung di penggal kedua 1950-an, yakni karena tidak berhasil menggolkan dua pertiga suara yang diperlukan, seperti juga tidak berhasilnya kelompok ideologi kenegaraan nasionalis-komunis-sosialis-sekuler lain-lainnya, maka dari sana cara berfikir yang sinkretik makin menguat, yang selama masa Sukarno dan Suharto, dan bahkan berlanjut sampai sekarang, makin dominan.

Dengan kekalahan dalam perang ideologi yang dialami oleh kelompok sintetik, di mana budaya Minangkabau menjadi sokogurunya, maka berturut-turut terjadilah proses pelongsoran dan pengeroposan dari budaya sintetik itu sendiri dari dalam. Karena ingin selamat, trauma dengan kekalahan dalam pertarungan fisik yang dialami (PRRI), dan sadar bahwa dirinya adalah penganut aliran sintetik dari kelompok minoritas (dalam artian budaya) dalam berhadapan dengan aliran sinkretik dari kelompok mayoritas, kompromi demi kompromi, dan konsesi demi konsesi, pun dilakukan. Yang terjadi lalu adalah munculnya sikap batin yang bercirikan split-personality, jiwa

Mochtar Naim 29

Page 30: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

terbelah. Orang Minang, seperti juga dikatakan oleh Asrul Sani, lalu memiliki mentalitas skizofrenik. Di satu sisi ingin tetap menjadi dan mempertahankan diri sebagai orang Minang, yang sintetik, yang Islamnya khalis, murni, tetapi di sisi lain, ingin pula tetap menjadi orang Indonesia yang cantelan budayanya, suka-taksuka, sinkretik. Sementara alternatif ketiga tidak ditemukan. Orang Minang tidak memiliki sikap batin seperti yang dimiliki oleh orang Aceh: saya mau yang ini sampai kapanpun, dan saya pertaruhkan semua ini untuk itu. Orang Minang terlalu banyak pertimbangan, sehingga dari maju surut yang lebih -- bagaikan “si ganjur lalai,” seperti dalam cerita Talipuak Layua dalam cerita klasik Minang. Kehi-angan kepribadian menimbulkan sikap mengambang, sukar mengambil keputusan, dan cenderung tidak berpendirian.

Ini juga karena di sisi lain alih generasi telah terjadi. Generasi para pelopor dan para pendiri republik ini telah pergi. Minangkabau sering diidentikkan dengan generasi yang telah pergi itu. Setengah abad waktu telah berlalu. Dan persalinan generasi telah terjadi. Generasi yang sekarang adalah generasi yang ditempa oleh sistem pembentukan wangsa yang seluruhnya indoktriner, regimenter, dan totaliter. Dalam arti, yang ditekankan adalah keseragaman, bukan keragaman, dalam satu sistem komando yang sentralistis dan vertikal dari atas. Dan ketika

Mochtar Naim 30

Page 31: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

tonggak demokrasi-liberal telah dilewati (dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959), masuk ke era demokrasi terpimpin dari Sukarno dan demokrasi Pancasila dari Suharto di zaman Orde Lama dan Orde Baru selama 4 dekade (1959-1998), Indonesia pun ‘maju ke belakang’ dengan menghidupkan kembali budaya feodalisme, paternalisme, nepotisme, bahkan despotisme, dan sentralisme kekuasaan di tangan orang seorang yang merasa bahwa negara itu adalah saya (l’etat c’est moi), seperti di zaman keemasan Majapahit dan Mataram dahulu yang diidolakan itu, dan diperlihatkan khususnya oleh kepemimpinan Sukarno dan Suharto. Walau resminya kecenderungan itu telah berhenti dengan masuknya Indonesia ke era reformasi, tetapi yang bertukar baru hanyalah botolnya, belum isinya: the old wine in the new bottle. Artinya bahwa tantangan terhadap filosofi dan ideologi ABS-SBK tetap berlanjut.

Proses pengindonesiaan dari suku-suku bangsa yang tadinya beragam berjalan secara sistematis dan sistemis terutama melalui jalur pendidikan formal melalui sekolah-sekolah yang diatur dan dikendalikan oleh pusat kekuasaan selama masa kemerdekaan ini yang muaranya melahirkan generasi yang nyaris tidak lagi mengenal budaya-budaya aslinya yang diikat dalam sebuah motto: “Bhinneka Tunggal Ika” -- beragam-ragam tapi satu. Melalui sistem pendidikan yang

Mochtar Naim 31

Page 32: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

bercorak seragam dan indoktriner, dan melalui sistem birokrasi politik yang lebih mengedepankan keseragaman dan terregimentasi secara quasi-militeristik sampai seluruh desa di Indonesia ini yang tadinya sangat beragam lalu diseragamkan seperti model desa di Jawa, maka proses pengindonesiaan dengan orientasi sinkretik lengkaplah sudah.

Dari dalam sendiri, karena proses pembentukan wangsa dan penyeragaman struktur birokrasi politik itu juga berlaku di daerah budaya Minangkabau sendiri, yakni bahwa Sumatera Barat itu sekarang hanyalah bahagian dari Indonesia yang lebih luas, maka konflik ataupun pertarungan budaya itu tidak hanya berlaku di tingkat nasional, tetapi juga di tingkat lokal di daerah. Malah daerah menjadi medan pertarungan dari konflik-konflik budaya yang berlaku secara nasional. Ambil misalnya, sejak dari pertarungan antara dasar negara: Islamisme atau Pancasila sejak 1950-an itu sampai ke masalah-masalah yang lebih sektoral dan operasional sifatnya, seperti polemik antara melenyapkan pelacuran ataupun perjudian dan praktek-praktek pekat (penyakit masyarakat) lain-lainnya, yang sama sekali sesuai dengan ajaran Islam, berhadapan dengan konsep lokalisasi pelacuran dan perjudian serta praktek-praktek maksiat lainnya yang lebih pragmatis, demi pertimbangan ekonomi, kemanusiaan, dsb; polemik mengenai pakaian wanita keluar rumah antara

Mochtar Naim 32

Page 33: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

berjilbab dengan yang tidak; bunga bank dengan praktek-praktek ekonomi kapitalistik seperti yang berlaku selama ini berhadapan dengan sistem bagi hasil (syirkah) dari sistem ekonomi dan perbankan syariat; melaksanakan syariat Islam secara kaffah atau sebagian saja; sampai kepada hal-hal yang mempertentangkan antara adat dan syarak, keimanan monotheistik-eksklusivistik versus kegalauan posmo, pluralisme, inklusivisme, liberalisme, dsb.

ABS-SBK, dalam kancah konflik budaya yang belum kunjung mereda itu, memang tak gampang mengimplementasikannya, karena adanya dua kubu budaya yang saling bertolak-belakang itu, dan adanya dua orientasi yang berbeda dari orang Minang sendiri, yaitu yang pertama sebagai orang Minang yang memang menginginkan terlaksananya konsep ABS-SBK itu, dan kedua sebagai orang Indonesia yang takut kalau ajaran eksklusif seperti itu akan ditolak secara nasional, yang menyebabkan orang Minang tersingkirkan. Orang Mi-nang, hati kecilnya ingin melaksanakan prinsip yang terkandung dalam ABS-SBK itu, tetapi pada waktu yang sama takut akan menjurus kepada pelaksanaan syariat Islam secara kaffah yang ujungnya adalah penjelmaan sebuah masyarakat yang islami ataupun menjurus ke sebuah negara Islam. Konsep masyarakat Islam yang eksklusif, ataupun sebuah negara Islam, di mana ajaran Islam berlaku secara kaffah, adalah

Mochtar Naim 33

Page 34: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

sesuatu yang sampai saat ini masih dianggap sebagai tabu, dan alergik untuk dibicarakan. Dan orang Minang sendiri, berbeda dengan orang Aceh, ataupun Bugis, takut melibatkan diri dalam polemik budaya seperti itu. Sebagian karena trauma di masa lalu sehingga menjadi stigma yang takut untuk diangkatkan dan dibicarakan.

Agar filosofi ABS-SBK itu bisa berjalan secara efektif dalam masyarakat, mau tak mau secara bernegara memang harus dituangkan pengimplementasiannya ke dalam ketentuan perundang-undangan walau hanya berlaku di daerah sendiri dan khusus untuk orang Minang saja. Di Sumatera Barat sendiri walau mayoritas terbesar penduduknya (di atas 90 %) adalah orang Minang dan beragama Islam, tetapi juga dikenal ada penduduk minoritas yang bukan Minang dan bukan pula Islam, seperti orang Mentawai yang Kristen, dan suku lainnya yang menjadi penduduk Sumatera Barat yang tidak beragama Islam. Inipun dipermasalahkan, dan jadi masalah. Sampai saat ini, karenanya, di bidang legislasi belum ada pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota, yang sudah mengeluarkan undang-undang daerah atau perda yang mengatur tentang segi-segi pelaksanaan dari konsep ABS-SBK menurut sisi dan aspeknya masing-masing, yang kalau dijabarkan praktis mencakup keseluruhan sisi kehiupan itu sendiri. Yang ada baru yang berkaitan dengan pekat

Mochtar Naim 34

Page 35: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

(penyakit masyarakat) karena tanpa dikaitkan dengan ABS-SBK pun telah mengganggu ketenteraman dan keamanan masyarakat, seperti yang diterapkan di kota Padang. Kota Padang kebetulan saat ini dipimpin oleh seorang walikota yang cukup punya nyali dan berani mempertaruhkan kedudukannya demi pengimplementasian ajaran ABS-SBK yang diyakininya itu. Tetapi daerah-daerah lain yang juga punya wewenang mengeluarkan peraturan sendiri sebagai konsekuensi dari otonomi yang diberikan kepada daerah-daerah tingkat dua: kabupaten dan kota, tidak punya nyali, baik pihak eksekutif maupun legislatifnya. Sementara unsur masyarakat yang terjalin kepada sistem kepemimpinan “tungku nan tigo sajarangan dan tali nan tigo sapilin,” yakni ninik-mamak, alim-ulama dan cerdik pandai, bungkem seribu bahasa. Terasa ada terkatakan tidak. Komunikasi timbal-balik antara sesama pemimpin informal tersebut kelihatannya tergolong langka. Konsep kerjasama dan keserasian antara sistem kepemimpinan tripartit itu kelihatannya enak untuk didengarkan tetapi mahal dalam pelaksanaannya. Yang jelas sifatnya amorfik, tidak terwujud dalam praktek kenyataannya. Bukan saja cenderung jalan sendiri-sendiri tetapi di antara sesama ninik-mamak, sesama alim-ulama dan sesama cerdik-pandai sekalipun dalam praktek dialog-dialog jarang terjadi. Ini bukan saja karena

Mochtar Naim 35

Page 36: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

secara struktural dan fungsional sifatnya amorfik itu tetapi juga sistem kepemimpinan informal seperti itu dalam praktek tersaingi, malah tersingkirkan, oleh sistem kepemimpinan formal, yang jauh lebih bergigi dan lebih dominan, terutama setelah perubahan demokrasi liberal ke demokrasi terpimpin di zaman Sukarno dan Suharto itu. Dengan sistem kepemimpinan totaliter yang hirarkis-vertikal dari kepemimpinan formal itu memang tidak ada tempat yang tersisa untuk dimainkan oleh kepemimpinan informal-tradisional dari tungku nan tigo sajarangan itu kecuali yang sifatnya seremonial dan simbolik itu. Praktis semua aspek dari fungsi kepemimpinan informal itu turut diambil alih oleh kepemimpinan formal sehingga tidak sedikit dari merekapun yang menyandang gelar-gelar ninik-mamak, alim ulama dan cerdik-pandai itu sendiri. Mereka bahkan seperti berebutan untuk mendapatkan gelar dan menyandang gelar-gelar penghulu dan datuk dari para ninik-mamak, bahkan gelar keulamaan dan kesarjanaan berbagai macam. Banyak dari para pemimpin formal yang rata-rata adalah juga pegawai negeri yang mengambil kuliah-kuliah ekstra di universitas-universitas swasta maupun program extension dari universitas-universitas negeri yang tujuan utamanya lebih pada penambahan deretan gelar kesarjanaan di depan dan ataupun di belakang papan namanya untuk

Mochtar Naim 36

Page 37: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

tujuan peningkatan status sosial dalam masyarakat dan dalam aura kedinasannya. Malah tidak sedikit pula yang ikut-ikut “membeli” gelar kesarjanaan honoris causa yang dijajakan di mana-mana, di dalam maupun di luar negeri.

*Di sisi lain lagi ada gejala-gejala yang berlaku

secara nasional dan yang prakteknya menjalar sampai ke daerah-daerah yang mengarah kepada praktek islamisasi yang di waktu yang lalu hampir tak terbayangkan tetapi sekarang menjadi kenyataan yang berada di hadapan mata sendiri walau rata-rata masih di luar bidang politik. Pertama di bidang ekonomi dan perdagangan, dan kedua di bidang pendidikan. Ketiga bahkan di bidang sosial kemasyarakatan. Di bidang ekonomi dan perdagangan sebuah terobosan meyakinkan telah terjadi sejak dua dekade kemari ini, yaitu masuk dan diterimanya secara terbuka sistem ekonomi dan perbankan syariah, di mana juga termasuk perdagangan (tijarah) dan asuransi (takaful), dan sebentar lagi industri. Masyarakat ekonomi lalu mempunyai dua jalur pilihan: jalur ekonomi kapitalistik-eksploitatif dengan sistem bunga, berorientasi pasar, seperti yang telah melembaga dan membudaya selama ini, atau jalur baru ekonomi syariah yang tidak mengenal bunga atau riba, tetapi mengenal kerjasama dengan pembagian hasil atau keuntungan yang proporsional dan adil.

Mochtar Naim 37

Page 38: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

Dengan masuknya sistem ekonomi syariah yang juga mengglobal sekarang ini masyarakat muslim pun terbelah dua: yang yakin dengan keunggulan sistem ekonomi syariah lalu memakaikannya, dan yang menolak ataupun ragu-ragu, yang belum yakin akan keunggulannya. Yang menarik adalah bahwa walaupun keperansertaannya secara proporsional masih kecil sekarang ini, tapi tingkat kenaikan dan perkembangannya cukup menakjubkan. Dari sesuatu yang ditakutkan dan dijadikan momok selama ini sekarang mulai disukai. Di kalangan pelaku ekonomi yang bukan muslim sekalipun, dengan melihat prospek yang cukup menjanjikan dengan sistem ekonomi syariah ini merekapun tak tanggung-tanggung telah pula ikut memasukinya dengan tak kurangnya juga membuka sistem perbankan yang berorientasi syariah itu. Terbukti dengan dibukanya cabang-cabang dari bank-bank mereka sendiri yang berorientasi syariah. Sekarang di Indonesia sendiri kebanyakan bank-bank dari non-pribumi Cina sekalipun telah membuka cabang syariahnya. Kita bagaimanapun memahami bahwa masuknya mereka ke jalur syariah ini bukan karena motif agama tapi terutama karena perhitungan ekonomi itu sendiri di mana bagian banyak dari nasabah mereka adalah kelompok muslim. Ini juga terbukti, sampai dengan di Singapura sekalipun, bahwa yang pertama

Mochtar Naim 38

Page 39: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

mengeluarkan label “halal” dari barang-barang makanan yang mereka produksi adalah mereka sendiri, karena sadar bahwa captive marketnya adalah kelompok muslim di negara-negara tetangga sekitar mereka. Di Malaysia dan mungkin juga Indonesia sendiri yang turut mendorong dibangunnya banyak mesjid dan bangunan keagamaan lainnya di mana-mana adalah karena dorongan para pedagang Cina yang juga bukan karena motif agama tetapi ekonomi.

Gejala yang sama juga terlihat di bidang pendidikan dan di bidang kemasyarakatan sendiri. Dahulu yang terjadi adalah paralelisme antara jalur pendidikan umum dan agama, yang bagaikan rel kereta api tidak pernah bertemu; apalagi diatur oleh dua instansi pemerintahan yang berbeda (Dep P&K dan Dep Agama). Sekarang terjadi pengintegrasian, di mana di sekolah-sekolah agama mereka mengajarkan vak-vak umum, dan di sekolah-sekolah umum mereka mengajarkan agama. Dan bahkan, karena ternyata sistem pesantren apalagi yang berasrama mampu mengalahkan sekolah-sekolah umum, persentase unggulan makin banyak dihasilkan dari pesantren, sehingga yang masuk ke universitas-universitas unggulan seperti ITB, IPB, UI, UGM, dsb, dan ke luar negeri sekalipun juga banyak yang dari pesantren.

Lalu di bidang kemasyarakatan sendiri, banyak hal telah berubah yang semuanya

Mochtar Naim 39

Page 40: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

bermuara pada makin diterimanya pertimbangan-pertimbangan dan paradigma-paradigma keagamaan yang tadinya secara a priori dianggap sebagai tidak bisa dibawa ke tengah, ketinggalan zaman, surauan, dsb. Di samping juga, seperti dalam wilayah ekonomi tadi, banyak konsep-konsep kemasyarakatan yang berasal dari ajaran agama yang diterima secara terbuka sekarang ini. Misalnya tentang pelaksanaan ajaran berzakat, berinfaq, naik haji, puasa, shalat sekalipun, gerakan berjilbab, dsb. Pemungutan zakat dan infaq yang dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta dan sejumlah perusahaan negara sekarang ini sudah struktural sifatnya, yang langsung diambilkan dari gaji per bulannya. Sekarang ini bukan hanya di tempat-tempat umum, seperti terminal-terminal, pasar-pasar, pompa bensin, tetapi bahkan di rata-rata bangunan pemerintahan dan swasta sekalipun praktis tidak ada lagi yang tidak punya fasilitas untuk shalat walau bangunannya dimiliki oleh bukan Muslim sekalipun. Dan mesjid-mesjid, mushalla-mushalla, kelihatannya menjamur dan ada di mana-mana.

Gerakan berjilbab di lingkungan wanita muslimah sekarang telah menjalar ke mana-mana yang dahulu hanya dipakai oleh kelompok tertentu yang kental agamanya. Di Sumatera Barat sendiri sekarang praktis anak-anak sekolah dari SLP, SLA dan PT rata-rata sudah berjilbab, baik karena

Mochtar Naim 40

Page 41: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

anjuran sekolah maupun karena dorongan dari keluarga dan masyarakat. Di hampir semua perguruan tinggi di Sumbar kebanyakan mahasiswa sudah berjilbab, walau sebagian belum.

Tak terkecualinya juga lafal-lafal salam yang biasa diucapkan dalam pertemuan dan perjumpaan yang formal maupun yang tidak formal, terasa sekali sekarang masuk nuasa agamanya.

Tinggal koridor politik yang belum terbuka dan belum tembus. Dan itu yang menjadi kendala utama dari belum bisa diberlakukannya secara tuntas konsep ABS-SBK walau di daerahnya sendiri di Sumatera Barat. Tetapi pergeseran ke arah yang memungkinkan bagaimanapun terjadi dan sedang terjadi. Pertama karena suasana politik itu sendiri, dari yang seluruhnya tertutup seperti di masa Orde Baru itu ke suasana keterbukaan di zaman reformasi dengan otonomi seluas-luasnya yang diberikan ke daerah. Kata “otonomi seluas-luasnya” inilah sekarang kecenderungannya kembali mengganjal, karena UU No 22 th 1998 telah diganti pula dengan UU No. 32 tahun 2004, yang kelihatannya cenderung bergerak ke arah yang bersifat involusioner, yaitu gerak menyurut ke belakang kembali dengan menguatnya kekuasaan pusat terhadap daerah kembali. Apalagi, seperti sekarang, hanya kabupaten dan kota yang diberi hak otonomi, sementara provinsi tidak, dan desa atau nagari semu sifatnya. Pemerintahan Provinsi sekarang cenderung dalam

Mochtar Naim 41

Page 42: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

hal-hal krusial lebih menempatkan diri sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah pusat daripada merasa memiliki hak untuk memutuskan yang terbaik untuk diri sendiri.

*Gejala-gejala internal maupun eksternal

seperti yang dipaparkan itulah kelihatannya yang menghambat maupun mendorong terlaksananya konsep ABS-SBK yang mau diterapkan di Sumatera Barat. Untuk bisa berlakunya konsep ABS-SBK itu dalam masyarakat di Sumatera Barat, jalan keluarnya tentu saja tidak lain dari menyingkirkan segala hambatan dan kendala-kendala itu dan sebaliknya mendorong ke arah diberlakukan dan diimplementasikannya konsep yang cocok dan serasi untuk daerah itu, dan daerah serupa lainnya di Indonesia ini yang orientasi budayanya sama dengan di Sumatera Barat, yaitu yang berorientasi sintetik itu, yaitu menyatunya konsep adat dan syarak dalam tatanan dan budaya masyarakatnya.

Kendala utamanya seperti diuraikan itu adalah kendala ideologis kenegaraan karena bagaimanapun dengan ABS-SBK keberpihakannya adalah kepada filosofi kenegaraan dan kemasyarakatan yang bersifat sintetik, bukan sinkretik. Tegasnya pelaksanaan ajaran Islam secara kaffah menyeluruh dan terpadu di samping terstruktur dan terlembaga. ***

Mochtar Naim 42

Page 43: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

Tulisan 4:

DEWAN ADAT DAN SYARAK

JSR No. 32, 20 Desember 2006

ALAH satu dari rekomendasi yang disepakati dalam Kongres Kebudayaan dan Apresiasi Seni Budaya Minangkabau 2006 yang

diadakan di Padang pada bulan November yl ialah S

Mochtar Naim 43

Page 44: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

dibentuknya Dewan Adat dan Syarak yang bertingkat sejak dari Nagari sampai ke Provinsi. Dewan Adat dan Syarak (disingkat: DAS) ini melebur lembaga-lembaga adat dan syarak yang ada di nagari, seperti Kerapatan Adat Nagari (KAN), Majelis Ulama Nagari, atau lain-lainnya yang berkaitan dengan adat dan syarak, menjadi satu lembaga yang terintegrasi.

Pikiran ini timbul dengan melihat kenyataan bahwa antara adat dan syarak tidak mungkin dipisahkan antara satu sama lain. Secara konseptual jelas sekali dinyatakan bahwa adat bersendi syarak, syarak bersendi Kitabullah, syarak mengata adat memakai. Secara sosiologikal kitapun melihat bahwa dalam kenyataannya, antara adat dan syarak sudah berjalin berkelindan sehingga tidak mungkin dipisah. Dengan melebur semua lembaga yang menangani masalah adat dan syarak, baik di tingkat nagari maupun sampai ke provinsi, kita sekaligus menciptakan paradigma baru di mana adat dan syarak tidak lagi dilihat secara terpisah-pisah, tidak pula dipertentangkan, tetapi merupakan satu kesatuan yang utuh. Ini juga artinya, karena syarak yang mengata, adat yang memakai, maka yang berlaku adalah adat yang sesuai dan serasi dengan syarak, dan adat yang sudah diislamkan, atau adat islamiyah. Implikasi lainnya adalah bahwa orang Minang, di manapun, tidak mungkin tidak Islam, dan semua tindak-

Mochtar Naim 44

Page 45: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

tanduk dan budi pekerti serta perilakunya haruslah yang islami.

Secara struktural dan terorganisasi sejak dari bawah di nagari sampai ke atas ke tingkat provinsi perlu ada lembaga yang mengembannya yang tidak lagi terpisah-pisah seperti selama ini, tetapi terintegrasi. Dan itulah yang dimaksud dengan DAS (Dewan Adat dan Syarak) itu. Di tingkat nagari, KAN, Majelis Ulama, atau apapun yang mengelola urusan adat dan syarak, dilebur dan diintegrasikan ke dalam DAS itu. Di DAS itulah tungku nan tigo sajarangan, yaitu para ninik-mamak, alim-ulama dan cadiak-pandai serta bundo kanduang, duduk bersama-sama membicarakan, membahas dan mengambil keputusan mengenai hal apapun yang terkait kepada masalah adat dan syarak ini. Di tingkat kecamatan, kabupaten maupun provinsi perlu pula dibentuk DAS yang sama yang ruang lingkupnya adalah kecamatan, kabupaten dan provinsi. Anggota DAS di tingkat kecamatan, kabupaten dan provinsi itu adalah utusan dari nagari-nagari yang ditentukan atau dipilih oleh DAS Nagari. Katakanlah DAS di tingkat kecamatan, kabupaten dan provinsi bersidang beberapa kali dalam setahun, sementara DAS di Nagari lebih sering, sesuai dengan tuntutan kebutuhannya.

Karena DAS secara struktural adalah bagian yang integral dari kelembagaan Nagari, wajar kalau fasilitas atau apapun yang selama ini

Mochtar Naim 45

Page 46: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

diberikan kepada KAN juga diberikan kepada DAS, di samping upaya-upaya lainnya yang dilakukan tersendiri.

Dengan terbentuknya DAS ini yang berjenjang sejak dari Nagari ke Provinsi, konsekuensi logis lainnya adalah bahwa lembaga swadaya seperti LKAAM dan MTKAAM sewajarnya dilikwidasi, atau terus berdiri sebagai LSM.

Yang diharapkan tentunya adalah bahwa rekomendasi dari Kongres Kebudayaan Minangkabau ini tidak tinggal di atas kertas saja, tetapi direalisasikan dalam kenyataan. Sebuah komite kerja (working committee) yang ditunjuk oleh Gubernur untuk menyiapkan segala sesuatunya dalam pembentukan DAS ini agaknya perlu dibentuk, yang hasilnya nanti dibawakan ke DPRD Provinsi untuk disepakati, yang pembentukan dan operasionalisasinya dituangkan dalam Perda Provinsi. ***

Mochtar Naim 46

Page 47: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

Tulisan 5:

UNTUK TEGAKNYA ABS-SBKDIPERLUKAN

DEWAN ADAT DAN SYARAK

Sumbang pikiran dalam rangka menyambut Kongres Kebudayaan Minangkabau 2010,

7-8 Agustus 2010, di Bukittinggi

Mochtar Naim 47

Page 48: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

ADA Kongres Kebudayaan Minangkabau tahun 2006 yl di Padang, saya telah mengusulkan dibentuknya sebuah lembaga

Adat dan Syarak, dengan nama “Dewan Adat dan Syarak” (DAS) yang akan menjadi “superbody” – meminjam istilah Bapak Bachtiar Abna SH -- dari lembaga-lembaga adat dan syarak yang ada. Usulan saya itu diterima oleh Kongres tersebut.

P

Lembaga-lembaga adat dan syarak yang wujudnya berbagai ragam, sebagai pengejawantahan dari filosofi budaya Minang: ABS-SBK itu, dalam praktek berdiri dan berjalan sendiri-sendiri, tanpa koordinasi. Di tingkat Nagari ada KAN, ada MUN, dsb. Di tingkat supra Nagari: di Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi, yang sifatnya LSM berorientasi professi, ada LKAAM, ada tandingannya MTKAAM, di bidang adat. Ada MUI di bidang agama. Ada Bundo Kanduang, ada organisasi-organisasi pemuda, organisasi-organisasi professi kecendekiawanan, dsb. Namun dari semua itu tidak ada koordinasi, sinkronisasi, sinergi, apalagi integrasi dan sintesis antara lembaga-lembaga yang ada itu, baik di tingkat Nagari maupun di atasnya sampai ke provinsi sekalipun. Pada hal, pada tarikan nafas yang sama, praktis tidak ada masalah

Mochtar Naim 48

Page 49: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

kemasyarakatan yang berdiri sendiri-sendiri. Adat sendiri, syarak sendiri, undang sendiri, dsb sendiri. Selalu yang satu saling terkait dan tersangkut dengan yang lainnya. Makanya diperlukan superbody yang melihat masalah apapun secara integral menyeluruh, yang anggota-anggotanya adalah dari organisasi-organisasi massa yang bermacam-macam itu, baik di tingkat Nagari maupun di atasnya sampai ke tingkat Provinsi sekalipun. Sendirinya tidak ada penambahan baru yang akan menjadi organisasi tandingan dari yang telah ada itu. Yang diciptakan itu adalah organisasi superbody yang mengintegrasikan dan mengkoordinasikan derap langkah dari semua itu, agar setiap masalah apapun yang diangkatkan dilihat dari berbagai segi yang berbeda-beda. Ibaratnya, seperti melihat Gunung Merapi, tidak hanya dilihat dari sisi-sisi tertentu saja, tapi dari semua sisi dan semua segi pandang yang berbeda-beda. Kekuatan kita justeru terletak dalam kemampuan kita melihat permasalahan apapun secara integral dari semua segi dan dari berbagai kepentingan. Kendati telah disepakati dalam Kongres tersebut, ternyata tidak ada tindak lanjut pelaksanaan dan pengimplementasiannya. Demikianlah, ABS-SBK yang telah berjalan sejak nyaris dua abad sejak usainya Perang Paderi di penggal pertama abad ke 19 yl, dalam praktek tidak ada juklak atau petunjuk pelaksanaan dan

Mochtar Naim 49

Page 50: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

penjabarannya, dan karenanya, ABS-SBK lebih hanya berupa simbol untuk disebut-sebut tapi tidak pada pelaksanaannya. Sampai saat ini tidak ada gerak inisiatif yang mempersiapkan lahirnya wadah superbody seperti DAS yang diusulkan itu. Hal ini sekaligus menggambarkan betapa masyarakat Minang sampai saat ini lebih terbuai pada ungkapan-ungkapan simbolik tapi tidak bersua dalam sikap dan perbuatan.

*

Dengan mengingat betapa penting dan perlunya wadah superbody yang bersifat koordinatif dan integratif itu diadakan, baik di tingkat Nagari, maupun berjenjang ke atasnya ke tingkat Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi, adalah sebuah keniscayaan jika wadah superbody itu kembali disepakati dan dilahirkan dalam KKM Agustus 2010 yad. Wadah inilah nanti yang akan menindak-lanjuti hasil-hasil keputusan Kongres maupun rekomendasi-rekomendasi yang memerlukan telaahan dan kebijakan lebih jauh. Untuk ini Kongres dapat menunjuk sebuah Panitia Khusus yang terdiri dari berbagai unsur dari TTS (Tungku nan Tigo Sajarangan), plus unsur Bundo Kanduang dan Pemudanya, yang akan mempersiapkan terbentuknya lembaga koordinatif ini, baik di tingkat Provinsi sampai di tingkat Nagari sekalipun. Jika pembentukan lembaga

Mochtar Naim 50

Page 51: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

koordinatif di bidang adat dan syarak ini memerlukan Perda untuk penguatkannya tentu akan lebih baik lagi, sehingga lembaga ini memperoleh kekuatan hukum formal. Dengan mengingat betapa menentukannya lembaga koordinatif ini diciptakan di setiap tingkat kekuasaan, dari Nagari sampai ke Provinsi, yang dibentuk itu bukan hanya sekadar sebuah forum bertemu-temu dari berbagai unsur kepemimpinan TTS itu, yang sifatnya ad hoc, hanya ketika diperlukan, tetapi sebagai sebuah superbody yang permanen dan berwenang untuk mengambil sikap dan keputusan dari hasil musyawarah bersama dari berbagai unsur kepemimpinan TTS itu, yang sifatnya mengikat. Ibaratnya adalah bagaikan lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat ataupun Dewan Rakyat yang sifatnya memutus dan mengikat. Jadi bukan hanya sekadar forum bertukar-pikiran yang diadakan dari waktu ke waktu, yang keputusannya lalu dibawa ke dan ditentukan serta diterapkan oleh lembaga masing-masing. Soal nama, silahkan pilih antara Dewan Adat dan Syarak (DAS), atau Majelis Adat dan Syarak (MAS), tetapi bukan Forum Adat dan Syarak (FAS) yang sifatnya ad hoc itu. Bagaimanapun, bawakanlah konsep ini ke Kongres. Dan biar di Kongres konsep ini dibahas dan diputuskan. ***

Mochtar Naim 51

Page 52: Lima Tulisan Tentang ABSSBK, TTS, DAS, MAS, FKTTS

Lima Tulisan tentang ABS/SBK, TTS, DAS/MAS/FKTTS

Ciputat, 16 Mei 2010

Mochtar Naim 52