leptospirosis

47
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Leptospirosis tersebar di seleruh dunia, di semua benua kecuali benua Amerika, namun terbanyak didapati di daerah tropis. Leptospira bisa terdapat pada binatang piaraan seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut dan binatang pengerat lainnya seperti tupa,musang, kelelawar, dan lain sebagainya. Di dalam tubuh binatang tersebut, leptospira hidup di dalam ginjal atau air kemihnya. Tikus merupakan vektor utama dari L.interohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus, leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang biak di dalam epitel tubulus ginjal tikus dan secara terus-menerus dan ikut mengalir dalam filtrate urine. Penyakit ini bersifat musiman, di daerah beriklim sedang masa puncak insiden dijumpai pada musim panas dan musim gugur karena tempratur adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup leptospira, sedangkan di daerah tropis insidens tertinggi terjadi selama musim hujan.1 Internasional Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai Negara dengan dengan insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga di dunia untuk mortalitas. Di Indonesia, leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Lampung, 1

Upload: fathan-rasyid-al-faruqi

Post on 26-Dec-2015

139 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Definisi, patofisiologi, diagnosis, dan penatalaksanaan Leptospirosis

TRANSCRIPT

Page 1: Leptospirosis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Leptospirosis tersebar di seleruh dunia, di semua benua kecuali benua

Amerika, namun terbanyak didapati di daerah tropis. Leptospira bisa terdapat

pada binatang piaraan seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut dan

binatang pengerat lainnya seperti tupa,musang, kelelawar, dan lain sebagainya. Di

dalam tubuh binatang tersebut, leptospira hidup di dalam ginjal atau air kemihnya.

Tikus merupakan vektor utama dari L.interohaemorrhagica penyebab

leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus, leptospira akan menetap dan

membentuk koloni serta berkembang biak di dalam epitel tubulus ginjal tikus dan

secara terus-menerus dan ikut mengalir dalam filtrate urine. Penyakit ini bersifat

musiman, di daerah beriklim sedang masa puncak insiden dijumpai pada musim

panas dan musim gugur karena tempratur adalah faktor yang mempengaruhi

kelangsungan hidup leptospira, sedangkan di daerah tropis insidens tertinggi

terjadi selama musim hujan.1

Internasional Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai Negara

dengan dengan insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga di dunia untuk

mortalitas. Di Indonesia, leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat,

Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Lampung, Sumatra Selatan, Bengkulu, Riau,

Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat. Pada

kejadian banjir besar di Jakarta tahun 2002, dilaporkan lebih dari seratus kasus

leptospirosis dengan 20 kematian.

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui dan memahami Leptospirosis sampai penanganannya,

terutama dalam aspek farmakoterapi.

1.3 Manfaat

Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang Leptospirosis serta

meningkatan pembelajaran terhadap pola farmakoterapi terhadap pasien

Leptospirosis.

1

Page 2: Leptospirosis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang menyerang manusia dan

hewan. Penyakit ini disebabkan oleh leptospira patogenik dan memiliki

manifestasi klinis yang luas, bervariasi mulai dari infeksi yang tidak jelas sampai

fulminan dan fatal. Pada jenis yang ringan, leptospirosis dapat muncul seperti

influenza dengan sakit kepala dan myalgia. Leptospirosis yang berat, ditandai oleh

jaundice, disfungsi renal dan diatesis hemoragik, dikenal dengan Weil’s

syndrome.

Definisi

Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh

mikroorganisme Leptospira interogans tanpa memandang bentuk spesifik

serotipenya. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh Weil pada tahun 1886

yang membedakan penyakit yang disertai ikterus ini dengan penyakit lain yang

juga mnyebabkan ikterus. Bentuk beratnya dikenal sebagai Weil’s disease.

Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever,

2

Page 3: Leptospirosis

slamp fever, swamp fever, autumnal fever, infectious jaundice, dan lain-lain.

Leptospira acapkali luput didiagnosa karena gejala klinis tidak spesifik, dan sulit

dilakukan konfirmasi diagnosa tanpa uji laboratorium. Kejadian luar biasa

leptospirosis dalam decade terakhir di beberapa negara telah menjadikan

leptospirosis sebagai salah satu penyakit yang termasuk emerging infectious

disease.

Etiologi

Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae,

suatu mikroorganisme spirochaeta. Ciri khas organisme ini yakni berbelit, tipis,

fleksibel, panjangnya 5-15 um, dengan spiral yang sangat halus, lebarnya 0,1-0,2

um. Salah satu ujung organisme sering membengkak, membentuk suatu kait.

Terdapat gerak rotasi aktif, tetapi tidak ditemukan adanya flagella. Spirochaeta ini

demikian halus sehingga dalam mikroskop lapangan gelap hanya dapat terlihat

sebagai rantai kokus kecil-kecil. Dengan pemeriksaan lapangan redup pada

mikroskop biasa morfologi leptospira secara umum dapat dilihat. Untuk

mengamati lebih jelas gerakan leptospira digunakan mikroskop lapangan gelap.

Leptospira membutuhkan membutuhkan media dan kondisi yang khusus untuk

tumbuh dan mungkin membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk membuat

kultur yang positif. Dengan medium Fletcher’s dapat tumbuh dengan baik sebagai

obligat aerob. Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua spesies; L.

interrogans yang patogen dan L. biflexa yang non paogen/saprofit. L. interrogans

dibagi menjadi beberapa serogrup dan serogrup ini dibagi menjadi banyak serovar

menurut komposisi antigennya. Beberapa serovar L. interrogans yang dapat

menginfeksi manusia diantaranya adalah L. icterohaemorrhagiae, L. canicola, L.

pomona, L. javanica, dan lain-lain.

Menurut bebrapa peneliti, yang tersering menginfeksi manusia adalah L.

icterohaemorrhagica dengan reservoar tikus, L. canicola dengan reservoar anjing,

dan L. pomona dengan reservoar sapi dan babi.

3

Page 4: Leptospirosis

Epidemiologi

Dikenal pertama kali sebagai penyakit occupational (penyakit yang

diperoleh akibat pekerjaan) pada beberapa pekerja pada tahun 1883. Pada tahun

1886 Weil mengungkapkan manifestasi klinis yang terjadi pada 4 penderita yang

mengalami penyakit kuning yang berat, disertai demam, perdarahan dan gangguan

ginjal. Sedangkan Inada mengidentifikasikan penyakit ini di jepang pada tahun

1916. Penyakit ini dapat menyerang semua usia, tetapi sebagian besar berusia

antara 10-39 tahun. Sebagian besar kasus terjadi pada laki-laki usia pertengahan,

mungkin usia ini adalah faktor resiko tinggi tertular penyakit occupational ini.

Leptospirosis adalah zoonosis penting dengan penyebaran luas yang

mempengaruhi sedikitnya 160 spesies mamalia. Tikus, adalah reservoir yang

paling penting, walaupun mamalia liar yang lain yang sama dengan hewan

peliharaan dan domestik dapat juga membawa mikroorganisme ini. Leptospira

meningkatkan hubungan simbiosis dengan hostnya dan dapat menetap pada

tubulus renal selama beberapa tahun.

Angka kejadian penyakit tergantung musim. Di negara tropis sebagian

besar kasus terjadi saat musim hujan, di negara barat terjadi saat akhir musim

panas atau awal gugur karena tanah lembab dan bersifat alkalis.

4

Page 5: Leptospirosis

Angka kejadian penyakit Leptospira sebenarnya sulit diketahui. Penemuan

kasus leptospirosis pada umumnya adalah underdiagnosed, unrreported dan

underreported sejak beberapa laporan menunjukkan gejala asimtomatis dan gejala

ringan, self limited, salah diagnosis dan nonfatal.

Di Amerika Serikat (AS) sendiri tercatat sebanyak 50 sampai 150 kasus

leptospirosis setiap tahun. Sebagian besar atau sekitar 50% terjadi di Hawai. Di

Indonesia penyakit demam banjir sudah sering dilaporkan di daerah Jawa Tengah

seperti Klaten, Demak atau Boyolali. Pada beberapa negara berkembang,

leptospirosis tidak dianggap sebagai masalah. Pada tahun 1999, lebih dari 500.000

kasus dilaporkan dari Cina, dengan nilai case fatality rates dari 0,9 sampai 7,9%.

Di Brazil, lebih dari 28.000 kasus dilaporkan pada tahun yang sama.

Beberapa tahun terakhir di derah banjir seperti Jakarta dan Tangerang juga

dilaporkan terjadinya penyakit ini. Bakteri leptospira juga banyak berkembang

biak di daerah pesisir pasang surut seperti Riau, Jambi dan Kalimantan.

Angka kematian akibat leptospirosis tergolong tinggi, mencapai 5-40%.

Infeksi ringan jarang terjadi fatal dan diperkirakan 90% termasuk dalam kategori

ini. Anak balita, orang lanjut usia dan penderita immunocompromised mempunyai

resiko tinggi terjadinya kematian.

Penderita berusia di atas 50 tahun, risiko kematian lebih besar, bisa

mencapai 56 persen. Pada penderita yang sudah mengalami kerusakan hati yang

ditandai selaput mata berwarna kuning, risiko kematiannya lebih tinggi lagi

Paparan terhadap pekerja diperkirakan terjadi pada 30-50% kasus.

Kelompok yang berisiko utama adalah para pekerja pertanian, peternakan, penjual

hewan, bidang agrikultur, rumah jagal, tukang ledeng, buruh tambang batubara,

militer, tukang susu, dan tukang jahit. Risiko ini berlaku juga bagi yang

mempunyai hobi melakukan aktivitas di danau atau sungai, seperti berenang atau

rafting.

Penelitian menunjukkan pada penjahit prevalensi antibodi leptospira lebih

tinggi dibandingkan kontrol. Diduga kelompok ini terkontaminasi terhadap hewan

5

Page 6: Leptospirosis

tikus. Tukang susu dapat terkena karena terkena pada wajah saat memerah susu.

Penelitian seroprevalensi pada pekerja menunjukan antibodi positif pada rentang

8-29%.

Meskipun penyakit ini sering terjadi pada para pekerja, ternyata dilaporkan

peningkatan sebagai penyakit saat rekreasi. Aktifitas yang beresiko meliputi

perjalanan rekreasi ke daerah tropis seperti berperahu kano, mendaki, memancing,

selancar air, berenang, ski air, berkendara roda dua melalui genangan, dan

kegiatan olahraga lain yang berhubungan dengan air yang tercemar. Berkemah

dan bepergian ke daerah endemik juga menambahkan resiko.

Penularan

Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan tanah, air, atau lumpur

yang telah terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira.

Infeksi tersebut terjadi jika terdapat luka/erosi pada kulit ataupun selaput lendir.

Air tergenang atau mengalir lambat yang terkontaminasi urine binatang infeksius

memainkan peranan dalam penularan penyakit ini, bahkan air yang deras pun

dapat berperan. Kadang-kadang penyakit ini terjadi akibat gigitan binatang yang

sebelumnya terinfeksi leptospira, atau kontak dengan kultur leptospira di

laboratorium. Ekspos yang lama pada genangan air yang terkontaminasi terhadap

kulit yang utuh juga dapat menularkan leptospira. Orang-orang yang mempunyai

resiko tinggi mendapat penyakit ini adalah pekerja-pekerja di sawah, pertanian,

perkebunan, peternakan, pekerja tambang, pekerja di rumah potong hewan, atau

orang-orang yang mengadakan perkemahan di hutan, dokter hewan.

6

Page 7: Leptospirosis

Patogenesis

Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir,

memasuki aliran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan

tubuh. Kemudian terjadi respon imunologi baik secara selular maupun humoral

sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibodi spesifik. Walaupun

demikian beberapa organisme ini masih bertahan pada daerah yang terisolasi

secara imunologi seperti di dalam ginjal dimana sebagian mikroorganisme akan

mencapai convoluted tubules, bertahan di sana dan dilepaskan melalui urin.

Leptospira dapat dijumpai dalam air kemih sekitar 8 hari sampai beberapa minggu

setelah infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian.

Leptospira dapat dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman

ini dengan cepat lenyap dari darah setelah terbentuknya aglutinin. Setelah fase

leptospiremia 4-7 hari, mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan

ginjal dan okuler. Leptospiruria berlangsung 1-4 minggu.

Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenese leptospirosis; invasi bakteri

langsung, faktor inflamasi non spesifik, dan reaksi imunologi.

Patologi

Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin

yang bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada bebrapa organ.

Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada

leptospirosis terdapat perbedaan anatara derajat gangguan fungsi organ dengan

kerusakan secara histologik. Pada leptospirosis lesi histologis yang ringan

ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari

organ tersebut. Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada struktur

organ. Lesi inflamasi menunjukkan edema dan infiltrasi sel monosit, limfosit, dan

sel plasma. Pada kasus yang erat terjadi kerusakan kapiler dengan pedarahan yang

luas dan disfungsi hepatoseluler dengan retensi bile. Selain di ginjal, leptospira

juga dapat bertahan pada otak dan mata. Leptospira dapat masuk ke dalam cairan

serebrospinalis pada fase leptospiremia. Hal ini akan menyebabkan meningitis

yang merupakan gangguan neurologi terbanyak yang terjadi akibat komplikasi

7

Page 8: Leptospirosis

leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot

dan pembuluh darah. Kelainan spesifik pada organ :

1. Ginjal

Interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk

lesi pada leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal

ginjal terjadi akibat tubular nekrosis akut. Adanya peranan nefrotoksin, reaksi

imunologis, iskemia ginjal, hemolisis dan invasi langsung mikroorganisme juga

berperan menimbulkan kerusakan ginjal.

2. Hati

Hati menunjukkan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit

fokal dan proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-kasus yang diotopsi,

sebagian ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat

diantara sel-sel parenkim.

3. Jantung

Epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan

miokardium dapat fokal atau difus berupa interstitial edema dengan infiltrasi sel

mononuclear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat

terjadi perdarahan fokal pada miokardium dan endokarditis.

4. Otot rangka

Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa local nekrotis,

vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira

disebabkan invasi langsung leptospira. Dapat juga ditemukan antigen leptospira

pada otot.

5. Mata

Leptospira dapat masuk ruang anterior dari mata selama fase leptospiremia

dan bertahan beberapa bulan walaupun antibody yang terbentuk cukup tinggi. Hal

ini akan menyebabkan uveitis.

8

Page 9: Leptospirosis

6. Pembuluh darah

Terjadi perubahan pada pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis yang

akan menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan/pteki pada mukosa,

permukaan serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit

7. Susunan saraf pusat

Leptospira mudah masuk kedalam cairan cerebrospinal (CSS) dan

dikaitkan dengan terjadinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya

respon antibody, tidak pada saat memasuki CSS. Diduga bahwa terjadinya

meningitis diperantarai oleh mekanisme imunologis. Terjadi penebalan meninges

dengan sedikit peningkatan sel mononuclear arakhnoid. Meningitis yang terjadi

adalah meningitis aseptic, biasanya paling sering disebabkan oleh L. canicola.

Weil Disease

Weil Disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus,

biasanya disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran, demam tipe

kontinua, dan berkurangnya kemampuan darah untuk membeku sehingga terjadi

perdarahan dalam jaringan. Gejala awal dari sindroma Weil lebih ringan dari

9

Page 10: Leptospirosis

leptospirosis. Pemeriksaan darah menunjukkan adanya anemia. Pada kari ke-3

sampai hari ke-6, muncul tanda-tanda kerusakan ginjal dan hati. Penderita akan

merasakan sakit saat berkemih atau air kemihnya berdarah. Kerusakan hati

biasanya ringan dan akan sembuh total.

Penyakit weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis.

Penyebab weil disease adalah serotipe icterohaemorragica, pernah juga dilaporkan

oleh seotipe copenhageni dan bataviae. Gambaran klinis berupa gangguan renal,

hepatik atau disfungsi vaskular.

Gambaran Klinis

Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari.

Leptospirosos mempunyai 2 fase penyakit khas yaitu fase leptospiremia dan fase

imun.

Manifestasi klinis yang sering terjadi ialah demam, menggigil, sakit

kepala, meningismus, anoreksia, mialgia, conjungtival suffusion, mual, muntah,

nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam kulit, fotofobia. Sedangkan

manifestasi klinis yang jarang terjadi ialah pneumonitis, hemoptoe, delirim,

perdarahan, diare, edema, splenomegali, artralgia, gagal ginjal, neuritis,

pankreatitis, parotitis, epididimitis, hematemesis, asites, miokarditis.

10

Page 11: Leptospirosis

Fase Leptospiremia

Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan

serebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala

biasanya di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis dan

pinggang diserai nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti dengan hiperestesi kulit,

demam tinggi yang disertai menggigil, juga didapati mual dengan atau tanpa

muntah disertai mencret, bahkan pada sekitar 25% kasus disertai penurunan

kesadaran. Pada pemeriksaan keadaan sakit berat, bradikardi relatif, dan ikterus

(50%). Pada hari ke 3-4 dapat dijumpai adanya konjungtiva suffusion dan

fotofobia. Pada kulit dapat dijumpai rash yang berbentuk makular, makulopapular,

atau urtikaria. Kadang-kadang dijumpai splenomegali, hepatomegali, serta

limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat ditangani pasien akan

membaik, suhu akan kembali normal, penyembuhan organ-organ yang terlibat dan

fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset. Pada keadaan sakit yang

lebih berat demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas demam selama 1-3 hari,

setelah itu terjadi demam kembali. Keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun.

11

Page 12: Leptospirosis

Fase Imun

Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dapat timbul demam

yang mencapai suhu 40°C disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa

sakit yang menyeluruh pada leher, perut, dan otot-otot kaki terutama otot betis.

Terdapat perdarahn berupa epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati,

uremia dan ikterik. Perdarahan paling jelas terlihat pada fase ikterik, purpura,

ptekie, epistaksis, perdarahan gusi merupakan manifestasi perdarahan paling

sering. Conjungtiva injection dan conjungtival suffusion dengan ikterus

merupakan tanda patognomonis untuk leptospirosis.

Terjadinya meningitis merupakan tanda pada fase ini, walaupun hanya

50% gejala dan tanda meningitis, tetapi pleiositosos pada CSS dijumpai pada 50-

90% pasien. Tanda-tanda meningeal dapat menetap dalam beberapa minggu,

tetapi biasanya menghilang setelah 1-2 hari. Pada fase ini leptospira dijumpai

didalam urin.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN RADIOLOGI

Ditemukannya sedimen urin (leukosit, eritrosit, dan hyalin atau granular)

dan proteinuria ringan pada leptospirosis anikterik menjadi gagal ginjal dan

azotemia pada kasus yang berat. Jumlah sedimen eritrosit biasanya meningkat.

Pada leptospirosis anikterik, jumlah leukosit antara 3000-26000/μL, dengan

pergeseran ke kiri; pada Weil’s sindrome, sering ditandai oleh leukositosis.

Trombositopenia yang ringan terjadi pada 50% pasien dan dihubungkan dengan

gagal ginjal. Pada perbandingannya dengan hepatitis virus akut, leptospirosis

memiliki bilirubin dan alkali phospatase serum yang meningkat sama dengan

peningkatan ringan dari aminotransferase serum (sampai 200/ul). Pada Weil’s

sindrome, protrombin time dapat memanjang tetapi dapat dikoreksi dengan

vitamin K. Kreatin phospokinase yang meningkat pada 50 % pasien dengan

leptospirosis selama minggu pertama perjalanan penyakit, dapat membantu

membedakannya dengan infeksi hepatitis virus.

Bila terjadi reaksi meningeal, awalnya terjadi predominasi leukosit

polimorfonuklear dan diikuti oleh peningkatan sel mononuklear. Konsentrasi

12

Page 13: Leptospirosis

protein pada LCS dapat meningkat dan glukosa pada LCS normal. Pada

leptopirosis berat, lebih sering ditemukan abnormalitas gambaran radiologis paru

daripada berdasarkan pemeriksaan fisik berupa gambarab hemoragik alveolar

yang menyebar. Abnormalitas ini terjadi 3-9 hari setelah onset. Abnormalitas

radiografi ini paling sering terlihat pada lobus bawah paru.

Diagnosis

Pada umumnya diagnosis awal leptospirosis sulit karena pasien biasanya

datang meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza, sindroma syok toksik,

demam yang tidak diketahui asalnya dan diatesis hemoragik, bahkan beberapa

kasus datang dengan pankreatitis. Pada anamnesis penting diketahui tentang

riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk kelompok risiko tinggi. Gejala atau

keluhan didapati demam yang muncul mendadak, sakit kepala terutama di bagian

frontal, nyeri otot, mata merah/fotofobia, mual atau muntah. Pada pemeriksaan

fisik dijumpai demam, bradikardia, nyeri tekan otot, hepatomegali, dan lain-lain.

Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa dijumpai leukositosis, normal,

atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap darah yang

meninggi. Pada urin dijumpai proteinuria, leukosituria, dan cast. Bila organ hati

terlibat, bilirubin direk meningkat tanpa peningkatan transaminase. BUN, ureum

dan kreatinin juga bisa meninggi bila terjadi komplikasi pada ginjal.

Trombositopenia terdapat pada 50% kasus. Diagnosa pasti dengan isolasi

leptospira dari cairan tubuh dan serologi.

Kultur

Dengan mengambil specimen dari darah atau CSS selama 10 hari pertama

perjalanan penyakit. Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan mengambil

specimen pada fase leptospiremia serta belum diberi antibiotic. Kultur urine

diambil setelah 2-4 minggu onset penyakit. Kadng-kadang kultur urin masih

positif selama memerapa bulan atau tahun setelah sakit. Untuk isolasi leptospira

dari cairan atau jaringan tubuh, digunakan medium Ellinghausen-McCullough-

Johnson-Harris; atau medium Fletcher dan medium Korthof. Spesimen dapat

dikirim ke laboratorium untuk dikultur , karena leptospirosis dapat hidup dalam

13

Page 14: Leptospirosis

heparin, EDTA atau sitrat sampai 11 hari. Pada specimen yang terkontaminasi,

inokulasi hewan dapat digunakan.

Serologi

Jenis uji serologi dapat dilihat pada table 3 pemeriksaan untuk mendeteksi

adanya leptospira dengan cepat adalah dengan pemeriksaan Polymerase Chain

Reaktion (PCR), silver stain, atau fluroscent antibody stain, dan mikroskop

lapangan gelap.

DIAGNOSIS BANDING

Leptospirosis harus dibedakan dengan demam yang lain dihubungkan

dengan sakit kepala dan nyeri otot,seperti dengue, malaria, demam enterik,

hepatitis virus, dan penyakit rickettsia.

Dengue Fever

Hantavirus Cardiopulmonary Syndrome

Hepatitis

Malaria

Meningitis

Mononucleosis, influenza

Enteric fever

Rickettsial disease

Encephalitis

Primary HIV infection

Pengobatan

Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan

mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat

penting pada leptospirosis. Gangguan fungsi ginjal umumnya dengan spontan

akan membaik dengan membaiknya kondisi pasien. Namun pada beberapa pasien

membutuhkan tindakan hemodialisa temporer.

14

Page 15: Leptospirosis

Pemberian antibiotic harus dimulai secepat mungkin, biasanya pemberian

dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Berbagai jenis antibiotik pilihan, seperti :

Untuk kasus leptospirosis berat, pemberian intra vena penicillin G,

amoxiciliin, ampisilin atau eritromisin dapat diberikan. Sedangkan untuk kasus-

kasus ringan dapat diberikan antibiotika oral tetrasiklin, doksisiklin, ampisilin

atau amoksisilin maupun sefalosporin. Sampai saat ini penisilin masih merupakan

antibiotika pilihan utama, namun perlu diingat bahwa antibiotika bermanfaat jika

leptospira masih di dalam darah (fase leptospiraemia). Pada pemberian penisilin,

dapat muncul reaksi Jarisch- Herxherimer 4 sampai 6 jam setelah pemberian intra

vena, yang menunjukkan adanya aktivitas anti-leptospira. Tindakan suportif

diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul.

Keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa diatur sebagaimana pada

penanggulangan gagal ginjal secara umum. Kalu terjadi azotemia/uremia berat

sebaiknya dilakukan dialysis.

PROGNOSIS

Prognosis penderita dengan infeksi ringan sangat baik tetapi kasus yang

lebih berat seringkali lebih buruk. Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal,

karena pada kasus dengan ikterus angka kematian mencapai 5% pada umur di

15

Page 16: Leptospirosis

bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai 30-40%. Sedangkan leptospirosis

selama kehamilan dapat meningkatkan mortalitas fetus.

Komplikasi

Komplikasi meliputi meningitis, fatigue berlebihan, gangguan

pendengaran, distress respirasi, azotemia, dan renal interstitial tubular necrosis

yang akhirnya menyebabkan gagal ginjal dan kadang juga gagal hati. Bentuk berat

dari penyakit ini disebut Weil’s disease. Masalah kardiovascular juga dapat

terjadi.

Pada hati : kekuningan yang terjadi pada hari ke 4 dan ke 6.

Pada ginjal : gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian.

Pada jantung : berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan gagal

jantung yang dapat mengikabatkan kematian mendadak.

Pada paru-paru : batuk darah, nyeri dada, sesak nafas.

Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah dari saluran

pernafasan, saluran pencernaan, ginjal, saluran genitalia, dan mata

(konjungtiva).

Pada kehamilan : keguguran, prematur, bayi lahir cacat dan lahir mati.

Pencegahan

Pencegahan leptospirosis khususnya didaerah tropis sangat sulit.

Banyaknya hospes perantara dan jenis serotype sulit untuk dihapuskan. Bagi

mereka yang mempunyai risiko tinggi untuk tertular leptospirosis harus diberikan

perlindungan berupa pakaian khusus yang dapat melindunginya dari kontak

dengan bahan-bahan yang telah terkontaminasi dengan kemih binatang reservoir.

Pemberian doksisiklin 200 mg perminggu dikatakan bermanfaat untuk

mengurangi serangan leptospirosis bagi mereka yang memiliki risiko tinggi dan

terpapar dalam waktu singkat. Penelitian terhadap tentara Amerika di hutan

Punama selama 3 minggu, ternyata dapat mengurangi serangan leptospirosis dari

4-2% menjadi 0,2% san efikasi pencegahan 95%.

16

Page 17: Leptospirosis

Vaksinasi terhadap hewan-hewan tersangka reservoir sudah lama

direkomendasikan, tetapi vaksinasi terhadap manusia belum berhasil dilakukan,

masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Sementara itu, cara-cara yang dapat

dilakukan oleh masyarakat agar terhindar dari penyakit ini, diantaranya:

Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus.

Mencuci tangan, dengan sabun sebelum makan.

Mencuci tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah

bekerja di sawah/ kebun/ sampah/ tanah/ selokan dan tempat tempat yang

tercemar lainnya.

Melindungi pekerja yang beresiko tinggi terhadap Leptospirosis ( petugas

kebersihan, petani, petugas pemotong hewan dan lain lain ) dengan

menggunakan sepatu bot dan sarung tangan.

Menjaga kebersihan lingkungan.

Menyediakan dan menutup rapat tempat sampah.

Membersihkan tempat tempat air dan kolam kolam renang.

Menghindari adanya tikus didalam rumah atau gedung.

Menghindari pencemaran oleh tikus.

Melakukan desinfeksi terhadap tempat tempat tertentu yang tercemar oleh

tikus.

Meningkatkan penangkapan tikus.

17

Page 18: Leptospirosis

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Anamnesis

Identitas pasien

Nama : Tn. A

Usia : 45 Tahun

Alamat : Jl. Raya Ngantang

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Pemerah Susu sapi

Status : Kawin

Agama : Islam

Tanggal Periksa : 10 Maret 2014

Keluhan Utama : Demam

Riwayat Penyakit sekarang : Pasien datang ke UGD RSI diantar oleh

istrinya dengan keluhan demam sejak ± 5 hari yg lalu. Demam disertai

menggigil. Selain itu juga disertai nyeri kepala, rasa tidak enak pada

seluruh badannya. Nyeri kepala dirasakan terutama pada bagian dahi.

Nyeri lainnya dirasakan terutama pada paha, betis, dan pinggang. Selain

itu, pasien juga mengeluh mual-mual dan matanya merah.

Riwayat Pengobatan : Paracetamol diberikan adiknya yang

bekerja sebagai dokter tapi panasnya timbul lagi.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat MRS : disangkal

Riwayat Sakit Serupa : disangkal

Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Infeksi TBC : disangkal

Riwayat Alergi Obat : disangkal

Riwayat Alergi Makanan : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

18

Page 19: Leptospirosis

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat Jantung : disangkal

Riwayat Penyakit Tumor : disangkal

Riwayat Sakit Serupa : disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi : Pasien berasal dari keluarga menengah,

pasien tinggal bersama istri dan kedua anaknya. Pasien bekerja sebagai

pemerah susu di peternakan sapi milik majikannya, setiap hari selalu

bersinggungan dengan sapi. Istrinya hanya seorang IRT biasa.

Riwayat Gizi: Pola makan pasien sehari 3 kali, yang terdiri dari nasi,

sayur, tahu tempe, ayam, daging sapi kadang-kadang.

3.2 Pemeriksaan fisik

Keadaan Umum : Tampak Lemas, Compos mentis GCS(456)

Vital sign

- TD : 90/70

- Nadi : 80x/menit

- RR : 20x/menit

- Suhu : 38 oC

- BB : 57 kg

- TB : 165 cm

Kulit : Putih, Ptekie (-), ekimosis (-), purpura (-), Rash (-)

Kepala : Normocephal, rambut tidak rontok

Mata : : Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-),

conjuntival injection (+/+).

Hidung : Epistaksis (-/-)

Telinga : Daun telinga simetris, membran tympani (intak),

nyeri tekan mastoid (-/-), sekret (-/-).

Mulut : Simetris, mulut kering (-), sianosis (-), bibir kering

(-), lidah kotor (-),tepi lidah hiperemis (-), gusi berdarah (-).

Tenggorokan : Tonsil membesar (-/-), pharing hiperemis (-)

Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran KGB (-)

19

Page 20: Leptospirosis

Thorax : bentuk normochest, retraksi interkostal (-),

retraksi subkostal (-)

Cor

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi

Batas kiri atas : ICS II Linea para sternalis sinistra

Batas kanan atas : ICS II Linea para sternalis dekstra

Batas kiri bawah : ICS V mid clavicula line parasternalis

sinistra

Batas kanan bawah: ICS IV linea para sternalis dekstra

Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising

(-) Suara tambahan jantung : (-)

Pulmo :

Statis (depan dan belakang)

Inspeksi : bentuk normal, simetris

Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler

wheezing ronkhi

- -

-

- -

Dinamis (depan dan belakang)

Inspeksi : pergerakan dada kanan sama dengan dada kiri,irama

regular, otot bantu nafas (-), pola nafas abnormal (-), usaha bernafas

normal.

Abdomen :

Inspeksi : datar/sejajar dinding dada, venektasi (-), massa (-), bekas

jahitan (-)

Auskultasi : peristaltik (+) normal, BU normal

20

- -

-

- -

Page 21: Leptospirosis

Palpasi : nyeri epigastrium (-), hepar dan lien tdk teraba, turgor

baik, massa (-), asites (-)

Perkusi : timpani seluruh lapangan perut

Ektremitas

palmar eritema (-/-)

Akral Hangat

Odema

3.3 Diagnosis banding

Leptospirosis Dengue Fever Meningitis Malaria Encephalitis

3.4 Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan:

Leukositosis

trombositopenia ringan

albuminuria,

hematuria

serologi positif leptospirosis

3.5 Resume

Pasien datang ke UGD RSI diantar oleh istrinya dengan keluhan demam

sejak ± 5 hari yg lalu. Demam disertai menggigil. Selain itu juga disertai nyeri

kepala, rasa tidak enak pada seluruh badannya. Nyeri kepala dirasakan terutama

pada bagian dahi. Nyeri lainnya dirasakan terutama pada paha, betis, dan

pinggang. Selain itu, pasien juga mengeluh mual-mual dan matanya merah. Pada

pemeriksaan fisik Tn.A tampak lemas dan tekanan darah 90/70mmHg, Suhu: 38o

C, conjunctiva injection (+/+). Pada pemeriksaan penunjang didapatkan

21

+ +

+ +

- -

- -

Page 22: Leptospirosis

Leukositosis, trombositopenia ringan, albuminuria, hematuria, serologi positif

leptospirosis

3.6 Diagnosa Kerja

Leptospirosis Ringan-Sedang

3.7 Penatalaksanaan

1. Non Farmakologi

a. Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakitnya

b. Memberikan edukasi tentang penularan penyakit pasien

c. Edukasi tentang pencegahan

d. Tirah baring

2. Farmakologi

a. Dosisiklin 2x100 mg selama 7 hari

b. Asam mefenamat prn (1-3) x 500 mg

c. Infus Ringer Asering

22

Page 23: Leptospirosis

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Identifikasi Masalah

Demam tinggi sejak 5 hari yang lalu disertai menggigil (38 C)

Nyeri kepala terutama dibagian dahi

Rasa tidak nyaman pada seluruh badan (nyeri pada paha, betis, dan

pinggang)

Mual-mual

Mata merah (conjunctiva injection)

Tensi rendah (90/70 mmHg)

Leptospirosis

4.2. Tujuan Terapi

Menghilangkan penyebab penyakit leptospirosis yaitu bakteri L.

Interogans. Untuk tujuan terapi ini digunakan kelas obat

antibakteri/antibiotic

Mengurangi gejala-gejala (demam, nyeri kepala, nyeri otot). Untuk tujuan

terapi ini digunakan kelas obat antipiretik, analgetik, antiinflamasi.

Menaikkan tekanan darah, dan pengobatan suportif. Untuk tujuan terapi

ini digunakan cairan infuse.

4.3. Antibiotik

Pada kasus Leptospirosis, antibiotik yang disarankan oleh WHO untuk

mengeradikasi penyebab penyakit adalah sebagai berikut:

Leptospirosis ringan:

23

Page 24: Leptospirosis

Doksisiklin 100 mg 2x sehari 7-10 hari, atau

Ampisilin 500-750 mg 4x sehari 7-10 hari, atau

Amoksisilin 500 mg 4x sehari 7-10 hari, atau

Azythromicin 500 mg/ hari selama 3 hari

Leptospirosis sedang/berat:

Penisilin G 1,5 juta unit/6 jam (IV), atau

Ampisilin 1 g/ 6 jam (IV) selama 7 hari, atau

Ceftriakson 1 g/ hari (IV) selama 7 hari, atau

Cefotaksim 1 g/ 6 jam (IV) selama 7 hari, atau

Eritromisin 500mg/6 jam (IV) selama 7 hari

Profilaksis:

Doksisiklin 200 mg/ minggu untuk orang orang yang terpapar dalam

jangka pendek

Pada kasus ini, yang dipilih adalah doksisiklin 100 mg, 2x sehari. Dipilih

doksisiklin karena merupakan antibiotik first line pada kasus leptospirosis ringan,

dan pada pasien ini masih termasuk kategori ringan.

A. Doksisiklin

Obat : antibiotik

Golongan : tetrasiklin

Nama obat : doksisiklin

Contoh dari golongan yang sama :

1. Klortetrasiklin

2. Oksitetrasiklin

3. Tetrasiklin

4. Demeklosiklin

5. Minosiklin

Obat Generik : Doxycycline / Doksisiklin

Obat Bermerek : Dohixat, Dotur, Doxacin, Doxicor, Dumoxin, Interdoxin,

Siclidon, Viadoxin, Vibramycin

Komposisi

24

Page 25: Leptospirosis

Tiap kapsul Doxycycline mengandung doksisiklin hcl yang setara dengan

doksisiklin 100 mg.

Farmakodinamik

Doksisiklin adalah antibiotik golongan tetrasiklin. Doksisiklin bekerja

secara bakteriostatik dengan mencegah sintesa protein mikroorganisme pada

ribosomnya. Doksisiklin mempunyai spektrum kerja yang luas terhadap bakteri

gram positif dan gram negatif.

Farmakokinetik

Absorbsi

Absorbsi kira-kira 30-80% diserap lewat saluran cerna, baik diberikan 2

jam sebelum atau sesudah makan, karena potensi golongan tetrasiklin membentuk

kelat (komplek obat dengan zat lain yang sukar diserap misalnya kalsium,

magnesium, besi, almunium) yang terdapat dalam susu atau antasida.

Distribusi

Dalam plasma terikat dengan protein plasma dalam jumlah yang berfariasi.

Masa paruh doksisiklin tidak berubah pada insufisiensi ginjal, sehingga obat ini

aman diberikan pada pasien gagal ginjal. Pada CSS kadarnya hanya 10-20%,

golongan tetrasiklin dapat menembus sawar darah uri.

Metabolisme: metabolisme di hepar

Ekskresi

Ekskresi obat di ginjal

Indikasi

Indikasi Doksisiklin adalah :

Infeksi saluran pernafasan

Infeksi saluran pencernaan (temasuk infeksi bakteri vibrio kolera)

Infeksi pada saluran kemih dan kelamin

Infeksi jaringan lunak dan kulit, Infeksi telinga, hidung, dan

tenggorokan

Kontraindikasi

25

Page 26: Leptospirosis

Doksisiklin jangan diberikan kepada penderita yang hipersensitif atau

alergi terhadap antibiotik doksisiklin atau tetrasiklin.

Dosis dan aturan pakai

Tanyakan kepada dokter anda mengenai dosis dan aturan pakai

Doksisiklin.

Dosis Doksisiklin yang umum diberikan :

Dewasa dan anak lebih dari 8 tahun dengan berat badan 45 kg atau lebih :

Hari pertama 200 mg dibagi dalam 2 dosis setiap 12 jam dilanjutkan

dengan 100 mg/hari. Pengobatan harus dilanjutkan minimal 1-2 hari

setelah tanda-tanda dan gejala infeksi menghilang.

Anak-anak kurang lebih dari 8 tahun dengan berat badan kurang dari 45 kg

: hari pertama 4,4 mg/kgBB/hari terbagi dua dosis setiap 12 jam,

selanjutnya 2,2 mg/kgBB 1 kali sehari atau dalam 2 dosis setiap 12 jam.

Untuk infeksi berat dapat diberikan 2,2 mg/kgBB setiap 12 jam.

Untuk infeksi streptokokus, lama terapi sedikitnya 10 hari. Untuk pasien

dengan kerusakan ginjal, tidak boleh melebihi dosis yang disarankan. Acute

gonococcal anterior urethritis pada laki-laki dosis tunggal 300 mg atau 100 mg 2

kali sehari selama 2 – 4 hari.

Efek samping

Efek samping Doksisiklin yang dapat terjadi :

Beberapa pasien yang peka dapat mengalami fotosensitivitas, alergi

kulit pada waktu terkena sinar matahari.

Reaksi hipersensitif / alergi seperti : ruam kulit dan gatal-gatal.

Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, dan diare.

Dapat terjadi anemia hemolitik, trombositopenia.

Peringatan dan perhatian

Doksisiklin jangan diberikan kepada wanita hamil dan menyusui, anak

kecil di bawah 8 tahun.

26

Page 27: Leptospirosis

Seperti pada penggunaan antibiotik lainnya, terjadinya pertumbuhan yang

berlebihan dari mikroorganisme yang resisten yang dapat menyebabkan

glositis, stomatitis, vaginitis, stafilokokal enteritis, sehingga pengobatan

harus segera dihentikan.

Interaksi obat

Penisilin, sefalosporin dan aminoglikosida bersifat antagonis terhadap

doksisiklin.

Kation polivalen (Ca, Mg, Al) mengurangi absorpsi dari doksisiklin

(membentu chelat), juga obat yang mengandung besi secara oral, sehingga

harus diberikan 2 jam sesudah atau sebelum pemberian doksisiklin.

Fenitoin, fenobarbital dan karbamazepin dapat mempersingkat masa paruh

doksisiklin dalam plasma.

Kemasan

Doksisiklin Kapsul, dus, isi 10 strip @ 10 kapsul

4.4. Antipiretik, antiinflamasi, analgetik

Beberapa obat yang memiliki efek antipiretik, antiinflamasi, dan analgetik

yang bisa digunakan adalah:

Paracetamol tablet 500 mg prn (1-4) x sehari, atau

Asam mefenamat tablet 500 mg prn (1-4) x sehari pc, atau

Ibuprofen tablet 400 mg prn (1-4) x sehari pc

Pada pasien ini, dipilih obat asam mefenamat karena memiliki efek

antiinflamasi dan analgetik yang cukup kuat, sedangkan antipiretiknya sedikit

lemah. Namun tetap dipilih karena jika bakteri penyebab sudah dapat dieradikasi

maka keluhan dengan sendirinya akan berkurang.

A. Asam Mefenamat

Obat Generik :

Mefenamic Acid / Asam Mefenamat

27

Page 28: Leptospirosis

Obat Bermerek :

Analspec, Asimat, Benostan, Cetalmic, Corstanal, Datan, Dogesic, Dolos,

Dystan, Fargetix, Femisic, Fensik, Gitaramin, Hexalgesic, Lapistan, Licostan,

Mectan, Mefast, Mefinal, Mefinter, Mefix, Menin, Molasic, Nichostan, Opistan,

Ponalar, Poncofen, Pondex, Ponsamic, Ponstan, Ponstelax, Stanza, Topgesic,

Tropistan

KOMPOSISI / KANDUNGAN

Asam Mefenamat 250 mg : Tiap tablet mengandung Asam Mefenamat 250 mg.

Asam Mefenamat 500 mg : Tiap tablet mengandung Asam Mefenamat 500 mg.

FARMAKOLOGI 

Cara Kerja Asam mefenamat adalah seperti OAINS (Obat Anti-Inflamasi

Non-Steroid atau NSAID) lain yaitu  menghambat sintesa prostaglandin dengan

menghambat kerja enzim cyclooxygenase (COX-1 & COX-2). Asam mefenamat

mempunyai efek antiinflamasi, analgetik (antinyeri) dan antipiretik.

INDIKASI / KEGUNAAN

Indikasi Asam Mefenamat adalah untuk menghilangkan nyeri akut dan

kronik, ringan sampai sedang sehubungan dengan sakit kepala, sakit gigi,

dismenore primer, termasuk nyeri karena trauma, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri

sehabis operasi, dan nyeri pada persalinan.

KONTRAINDIKASI

Pada penderita tukak lambung, radang usus, gangguan ginjal, asma dan

hipersensitif terhadap asam mefenamat.

Pemakaian secara hati-hati pada penderita penyakit ginjal atau hati dan

peradangan saluran cerna.

DOSIS DAN ATURAN PAKAI

Dewasa dan anak di atas 14 tahun : Dosis awal yang dianjurkan 500 mg

kemudian dilanjutkan 250 mg tiap 6 jam.

28

Page 29: Leptospirosis

Dismenore : Asam Mefenamat 500 mg 3 kali sehari, diberikan pada saat

mulai menstruasi ataupun sakit dan dilanjutkan selama 2-3 hari.

Menoragia : Asam Mefenamat 500 mg 3 kali sehari, diberikan pada saat

mulai menstruasi dan dilanjutkan selama 5 hari atau sampai perdarahan

berhenti.

EFEK SAMPING

Gangguan saluran cerna, antara lain iritasi lambung, kolik usus, mual,

muntah dan diare, rasa mengantuk, pusing, sakit kepala, penglihatan

kabur, vertigo, dispepsia.

Pada penggunaan terus-menerus dengan dosis 2000 mg atau lebih sehari,

asam mefenamat dapat mengakibatkan agranulositosis dan anemia

hemolitik.

INTERAKSI OBAT

Obat yg terikat pada protein plasma : menggeser ikatan dengan protein

plasma, sehingga dapat meningkatkan efek samping (contoh : hidantoin,

sulfonylurea).

Obat antikoagulan & antitrombosis : sedikit memperpanjang waktu

prothrombin & Waktu thromboplastin parsial. Jika Pasien menggunakan

antikoagulan (warfarin) atau zat thrombolitik (streptokinase), waktu

prothrombin harus dimonitor.

Lithium : meningkatkan toksisitas Lithium dengan menurunkan eliminasi

lithium di ginjal.

Obat lain yang juga memiliki efek samping pada lambung : kemungkinan

dapat meningkatkan efek samping terhadap lambung.

PERINGATAN DAN PERHATIAN

Terhadap Kehamilan : Tidak direkomendasikan untuk digunakan oleh

wanita hamil. Terutama pada akhir masa kehamilan atau saat melahirkan

karena efeknya pada sistem kardiovaskular fetus (penutupan prematur

duktus arteriosus) & kontraksi uterus.

Terhadap Ibu Menyusui : Didistribusikan melalui air susu ibu, sehingga

tidak direkomendasikan untuk digunakan oleh ibu yg sedang menyusui.

29

Page 30: Leptospirosis

Terhadap Anak-anak : Belum ada studi ttg keamanan & efikasi

penggunaan asam mefenamat pada pasien anak dibawah 14 tahun. Belum

ada studi tentang keamanan untuk anak

Terhadap Hasil Laboratorium : Dapat menyebabkan reaksi false-positif

tes urin menggunakan tes tablet diazo.

KEMASAN

Asam Mefenamat 250 mg, kotak, 10 strip x 10 tablet.

Asam Mefenamat 500 mg, kotak, 10 strip x 10 tablet.

4.5. Cairan infus

Pada pasien ini diberikan cairan Ringer Asering sebagai pengobatan suportif dan menaikan tekanan darah.

Umunya kehilangan air dan elektrolit diganti dengan cairan isotonik

(misalnya: ringer laktat, ringer asetat atau normal salin)

Indikasi:

Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi:

gastroenteritis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok

hemoragik, dehidrasi berat, trauma.

Komposisi:

Setiap liter asering mengandung:

-          Na 130 mEq

-          K 4 mEq

-          Cl 109 mEq

-          Ca 3 mEq

-          Asetat (garam) 28 mEq

Keunggulan:

Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien

yang mengalami gangguan hati.

Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat

lebih baik dibanding RL pada neonatus.

Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral

pada anestesi dengan isofluran.

30

Page 31: Leptospirosis

M. Fathan Rasyid Al-FaruqiSP/SIP 209.121.0003

Alamat : Jl.Tlogo Suryo no. 9 MalangJam praktek 18.00-21.00

Tlp: 085791297784

Malang, 10 Maret 2014R/ Doksisiklin cap mg 100 No. XV S 2 dd cap 1 pc R/ Asam Mefenamat tab mg 500 No. XX S prn (1-4) dd tab 1 pcR/ Ringer Asering Inf 500 ml fl No. I Cum infuse set No. I Abocath no 22 No.I S i mm

Pro : Tn. ABB: 57 kgUsia :45 tahunAlamat : Ngantang

Mempunyai efek vasodilator

4.6. Penulisan Resep

31

Page 32: Leptospirosis

BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

Tn. A didiagnosis leptospirosis ringan. Tujuan terapi leptospirosis adalah untuk mengeradikasi bakteri penyebab dengan kelas obat antibakteri/antibiotic, dalam hal ini yang digunakan adalah doksisiklin 100 mg 2x sehari yang merupakan first line untuk kasus leptospirosis ringan. Tujuan terapi selanjutnya adalah untuk mengurangi gejala-gejala pada pasien, dipilih kelas obat antipiretik, antiinflamasi, dan analgetik, dalam hal ini dipilih asam mefenamat 500 mg prn (1-4)x sehari. Tujuan selanjutnya adalah sebagai terapi suportif dan menaikkan tekanan darah, dipilih cairan infus Ringer Asering.

32

Page 33: Leptospirosis

DAFTAR PUSTAKA

1. Zein, Umar. Leptospirosis. Dalam buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III edisi

IV. Jakarta : pusat penerbitan Departemen ilmu penyakit dalam FKUI. 2006. Hal

1823-5.

2. Anonim. Leptopsirosis, diunduh dari http://medicastore.com/penyakit/190/

Leptospirosis.html

3. Cunha, John P. Leptospirosis. http://www.medicinenet.com/leptospirosis/

page2.htm

4. Dugdale, David C. Leptospirosis. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/

ency/article/001376.htm

33