lembaga pemasyarakatan kelas ii a wanita di …eprints.ums.ac.id/47641/24/naspubfix.pdftidak...

16
LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A WANITA DI YOGYAKARTA (Penekanan pada Arsitektur Bioklimatik) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Strata I pada Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Oleh: HASMA AULIA GOESMAN D300 150 015 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016

Upload: dodieu

Post on 02-Mar-2019

246 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A WANITA

DI YOGYAKARTA

(Penekanan pada Arsitektur Bioklimatik)

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Strata I pada

Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik

Oleh:

HASMA AULIA GOESMAN

D300 150 015

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2016

Typewritten text
ii
Typewritten text
iii

1

LEMBAGA PEMESYARAKATAN KELAS II A WANITA

DI YOGYAKARTA

(Penakanan pada Arsitektur Bioklimatik)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

ABSTRAK

Lembaga Pemasyarakatan adalah sebuah hunian yang dihuni oleh individual yang

memiliki satu atau beberapa kasus masalah kejahatan, sehingga individual tersebut harus

bertempat tinggal “sementara” di dalam Lembaga Pemasyarakatan tersebut. Individual

tersebut biasa disebut narapidana atau tahanan. Lembaga Pemasyarakatan itu sendiri

dibangun dengan tujuan untuk melindungi dan menjamin hak asasi individual yang berada

di dalamnya. Dengan adanya bangunan Lembaga Pemasyarakatan ini pada akhirnya akan

menunjang keamanan dan keselamatan individual yang di dalam dan di lingkungan

sekitarnya, yaitu masyarakat setempat. Yogyakarta merupakan Ibukota dari Kota Daerah

Istimewa Yogyakarta, di mana kota tersebut berada di bawah pimpinan kesultanan

Yogyakarta. Yogyakarta merupakan daerah yang memiliki iklim dan cuaca yang cukup

bagus untuk dibangun bangunan sosial seperti Lembaga Pemasyarakatan agar tercipta

bangunan yang tidak terkesan menyeramkan namun juga memberikan kenyamanan pada

penghuninya yang akan berpengaruh juga pada pandangan lingkungan sekitarnya.

Mengingat Yogyakarta tidak memiliki Lembaga Pemasyarakatan yang dikhususkan untuk

wanita, maka perencanaan ini dirasa akan tepat dengan melihat kondisi sekitar lingkungan

daerah Yogyakarta. Konsep desain tampilan fisik bangunan baik eksterior maupun interior

nantinya akan ditekankan pada bangunan yang menghubungkan pada kondisi iklim dengan

aktivitas keseharian manusia itu sendiri.

Kata Kunci: Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita, Arsitektur Bioklimatik,

D.I Yogyakarta.

ABSTRACT

Prison is a dwelling inhabited by individuals who have one or more cases of the problem

of crime, so that the individual must be stay "temporary" in the Correctional Institution.

The so-called individual prisoners or detainees. Penitentiary itself is built with the aim to

protect and guarantee the individual rights that are in it. With the building Penitentiary

This will ultimately support the security and safety of individuals within and in the

surrounding environment, especially for the local community. Yogyakarta is the capital city

of the city of Yogyakarta, where the city was under the leadership of Yogyakarta.

Yogyakarta is an area that has the climate and the weather was good enough to socially

constructed buildings such as the Correctional Institution in order to create a building that

does not seem creepy but also provide comfort to occupants who will also affect the view

of the surrounding environment. Given Yogyakarta does not have Penitentiary devoted to

women, the plan is deemed to be appropriate to look at the environmental conditions around

the Yogyakarta area. The design concept of the physical appearance of the building exterior

and interior of the building will be emphasized in linking to the climatic conditions with the

daily activities of the man himself.

2

Keywords: Woman Penitentiary Class II A, bioclimatic architecture, D.I

Yogyakarta.

1. PENDAHULUAN

Negara Indonesia adalah negara hukum, yaitu setiap warga negaranya memiliki

hubungan erat dengan kehidupan bermasyarakat yang diatur dalam suatu dasar

hukum dan perundangan untuk mewujudkan kesejahteraan dan kedamaian dalam

bemasyarakat. Hukum tersebut dibuat untuk mengatur kehidupan masyarakat dan

bersifat memaksa, artinya bahwa setiap warga negara harus mau mematuhi setiap

aturan-aturan yang ada. Dengan begitu, setiap warga negara yang melanggar aturan

akan dikenakan sanksi dari apa yang sudah diperbuatnya. Tindak kejahatan tidak

hanya dilakukan oleh laki-laki saja, namun wanita juga dapat melakukan tindak

kejahatan. Wujud hukuman biasanya berupa denda atau pidana penjara. Pidana

penjara merupakan salah satu jenis pidana pokok yang berwujud pengurangan

ataupun perampasan kemerdekaan seseorang. Dikatakan perampasan karena pada

umumnya pelaksanaan pidana penjara membatasi kebebasannya untuk dijalankan

di dalam gedung penjaram, yang di Indonesia dikenal dengan istilah Lembaga

Pemasyarakatan. Dalam hal ini pemerintah juga harus memperhatikan Lembaga

Pemasyarakatan yang dikhususkan untuk wanita. Di beberapa kota di Indonesia

tidak terdapat Lembaga Pemasyarakatan khusus wanita, seperti di D.I Yogyakarta.

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan beberapa uraian di atas maka permasalahan dari konsep perencanaan

dan perancangan Lembaga Pemasyarakatan wanita adalah sebagai Berikut :

1. Bagaimana penataan ruang yang sesuai untuk Lembaga Pemasyarakatan

Kelas II A Wanita?

2. Bagaimana wujud rancangan pengembangan bangunan Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II A Wanita dengan penerapan arsitektur bioklimatik?

3. Di manakah lokasi yang tepat untuk pembangunan Lembaga Pemasyarakatan

Kelas II A Wanita ?

3

2. METODE PENELITIAN

Metode pembahasan yang digunakan dalam perencanaan dan perancangan ini

adalah:

1. Survey lapangan sebagai pengamatan langsung terhadap obyek studi banding

bertujuan mendapatkan data primer sebagai acuan perencanaan dan

perancangan yang nantinya akan dilakukan.

2. Studi literature dilakukan untuk mendapatkan data sekunder, seperti studi

kepustakaan mengenai Lembaga Pemasyarakatan, standart ruang, penekanan

desain serta pengumpulan data informasi dan peta dari instasi terkait, serta

literature yang berasal dari internet.

3. Wawancara dilakukan dengan pihak terkait untuk mengetahui kondisi

lapangan secara nyata dan sekaligus melengkapi data primer mengenai pokok

pembahasan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. GAGASAN PERENCANAAN

Berdasarkan tinjauan dari bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa perencanaan

Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Wanita yang direncanakan nantinya akan

menjadi perhatian khusus, karena di Yogyakarta sendiri sudah harus memiliki Lapas

khusus wanita, dengan penataan yang aman serta lokasi yang tepat untuk menunjang

bangunan Lapas tersebut. Nantinya Lapas ini akan memperhatikan klasifikasi

bangunan seperti; lokasi dan lingkungan, kontrol keamanan, sistem hunian, klinik

kesehatan, ruang kunjungan, area olahraga, dapur dan laundry, kantor

administrasi, dan kantor kepegawaian.

3.2. KONSEP PERANCANGAN

3.2.1 KONSEP BANGUNAN

Bentuk bangunan harus dapat mencerminkan eksistensinya terhadap keadaan kota

(urban social). Karena bangunan mempunyai peranan penting terhadap kawasan

kota, maka bangunan harus dapat memberikan makna terhadap siapa saja yang

melihatnya. Konsep bentukan massa bangunan yang digunakan langsung oleh para

narapidana adalah persegi panjang yang disusun secara simetris. Sedangkan untuk

bangunan pada area perkantoran dan pembinaan dapat menggunakan bangunan

4

geometri agar tetap tercipta kesan formal dan kaku karena fungsi bangunan yang

merupakan bangunan formal milik pemerintah. Dengan dasar pertimbangan sebagai

berikut:

1. Menyesuaikan dengan karakter yang diinginkan

2. Kemudahan layout ruang

3. Tingkat kenyamanan dan keamanan

4. Menyesuaikan dengan fungsi bangunan

5. Menyesuaikan dengan pengguna bangunan

3.2.2 KONSEP PENEKANAN ARSITEKTUR BIOKLIMATIK

Tampilan eksterior pada bangunan Lembaga Pemasyarakatan ini pada umumnya

akan tampak seperti Lapas pada umumnya (sebagai bangunan pemerintahan).

Namun untuk memberikan kesan sejuk dan tidak monoton, maka fasad pada Lapas

nantinya akan terlihat lebih modern dan hemat energi dengan menerapkan bangunan

arsitektur bioklimatik. Meminimalisir penggunaan benda-benda elektronik dan

lebih memanfaatkan kondisi alam sekitar bangunan.

Pada interior Lapas ini juga akan memunculkan konsep warna dan material, yang

digunakan adalah warna pastel yang disesuaikan dengan jenis ruang dan kebutuhan

yang ada pada bangunan. Penggunaan warna pastel sebagai salah satu aplikasi

konsep bangunan yang dikhususkan untuk wanita. Warna pastel adalah warna yang

soft dan tidak berlebihan. Sedangkan materialnya akan menyesuaikan dengan

kondisi iklim site setempat agar bangunan itu sendiri menajadi bangunan yang

tanggap terhadap iklim, dengan dasar pertimbangan:

1. Karakter masing-masing ruang.

2. Suasana yang ingin ditampilkan.

3. Luasan tiap ruang.

4. Pemakaian bahan dalam ruang.

5. Pemilihan ruang untuk masing-masing ruang.

Bentuk interior pada bangunan akan sangat berpengaruh pada suasana yang ingin

ditampilkan. Tujuan yang ingin dicapai adalah memberi suasana yang nyaman bagi

pengunjung.

Aspek Analisa Pendekatan Aplikasi Penerapan pada Bangunan

Bentuk banguna n

Menerapkan konsep bangunan persegi panjang yang disusun secara simetris.

- Menyesuaikan dengan karakter yang diinginkan - Kemudahan layout ruang

Gambar Error! No text Gambar 2 bangunan simetris

of specified style in Sumber: analisa pribadi, 2016

document.1 Bentuk

bangunan Lapas

Sumber: analisa pribadi,

2016

Gambar 3 konsep Bentuk Masa

Sumber: analisa pribadi, 2016

Fasad

Banfuna

n Utama

Bentuk bangunan utama

akan memiliki fasad

persegi panjang dengan

model formal.

Gambar 4 Fasad Bangunan Utama Blok Hunian

Sumber: analisa pribadi, 2016

5

6

Aspek Analisa Pendekatan Aplikasi Penerapan pada Bangunan

Kawasan

/ tata

massa

Bentuk kawasan di

rencanakan sedemikian

rupa agar hubungan

antara bangunan Lapas

dengan lingkungan

sekitarnya dapat

membuat rasa aman dan

nyaman.

Gambar 5 Pengolahan kawasan Sumber: analisa pribadi, 2016

Interior Menerapkan konsep utama modern formal

layaknya bangunan

pemerintahan.

- materialnya akan menyesuaikan dengan kondisi

iklim site setempat agar bangunan itu sendiri

menajadi bangunan yang tanggap terhadap iklim

- Bangunan Lapas ini juga akan menggunakan material besi dan baja untuk bahan sebagai pembuatan pintu, dan benda pengaman lainnya. Kawat berduri juga akan digunakan pada barrier (pembatas). Material ini digunakan agar dapat meredam kebisingan dan menjaga keamanan.

3.3. KUTIPAN DAN ACUAN

3.3.1. STUDI LITERATUR

3.3.1.1 Lembaga Pemasyarakatan

Dari pengertian berbagai literatur tentang pengertian Lembaga Pemasyarakatan

(Lapas) yang telah dikumpulkan, maka dapat disimpulkan Lembaga

Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan

Anak Didik Pemasyarakatan. (Pasal 1 Angka 3 UU Nomor 12 Tahun 1995 Tentang

Pemasyarakatan). Sebelum dikenal istilah lapas di Indonesia, tempat tersebut di

sebut dengan istilah penjara. Lembaga Pemasyarakatan merupakan Unit Pelaksana

Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak

Asasi Manusia yang dahulu Departemen Kehakiman.

3.3.1.2 Arsitektur Bioklimatik

Istilah bioklimatik merupakan salah satu wujud upaya arsitek untuk mewujudkan

rancangan yang ramah terhadap lingkungan, tidak jauh berbeda dengan beberapa

istilah lain seperti green architecture atau ecological architecture. Bioklimatik

7

secara khusus merupakan suatu rancangan yang tanggap terhadap alam terutama

iklim. Dengan demikian diharapkan rancangan yang dibangun dengan tema

bioklimatik dapat beradaptasi terhadap iklim dimana bangunan tersebut dibangun.

Dalam hal ini bioklimatik merupakan konsep yang tidak jauh dari penerapan hemat

energi. Penghematan energi pada bangunan dapat dilakukan dengan menggunakan

interaksi terhadap potensi-potensi kondisi iklim lingkungan sekitar. Desain

bangunan yang mengacu kepada interaksi terhadap bangunan sekitar, dengan

sendirinya lebih bersifat kontekstual. Penghematan penggunaan energi dalam suatu

bangunan tentunya akan memperkecil biaya operasional (operating cost) yang dapat

meningkatkan keuntungan ekonomis bagi pemilik bangunan itu sendiri. Selain

itu juga sedikit meringankan penggunaan energi secara global. Pendekatan

bioklimatik desain diterapkan untuk mengurangi ketergantungan bangunan terhadap

sumber-sumber energi yang tidak dapat diperbarui sehingga menciptakan bangunan

yang hemat energi selama masa operasional. Terdapat dua sumber energi alami yang

akan digunakan, yaitu memanfaatkan energi matahari sebagai pencahayaan alami

pada siang hari dan penghawaan alami pada bangunan sehingga dapat mengurangi

penggunaan cahaya buatan dan penghawaan buatan pada bangunan.

STUDI KOMPARASI

3.3.2.1 Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Bulu Semarang

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Semarang merupakan salah satu Unit

Pelaksana Teknis (UPT) dibidang pemasyarakatan pada wilayah kerja Kantor

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Tengah. Dalam sejarah

berdirinya Lapas Kelas II A Wanita Semarang telah dibangun sejak jaman

penjajahan Belanda tepatnya pada tahun 1894 dan dikenal dengan nama Penjara

Wanita Bulu, dengan system kepenjaraan. Kemudian pada tanggal 27 April 1964

nama Penjara Wanita Bulu dirubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan Wanita Bulu

dengan sistem Pemasyarakatan dibawah Direktorat Jendral Bina Tuna Warga.

Perubahan terakhir menjadi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Semarang

sampai sekarang dibawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum

Hukum dan HAM. Bangunan Lapas Kelas II A Wanita Semarang termasuk

8

bangunan bersejarah dan diberikan status sebagai Benda Cagar Budaya tidak

Bergerak di kota Semarang yang harus dilestarikan, sebagaimana dinyatakan

didalam UU RI No. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya tidak Bergerak.

Dalam upaya peningkatan kinerja pemasyarakatan dan pelayanan publik, Lapas

Kelas II A Wanita Semarang ditunjuk sebagai Pilot Project dalam

mengimplementasikan system Pemasyarakatan dan ketentuan-ketentuan yang diatur

dalam SMR (Standart Minimum of Rule of Presioner) dan terpenuhinya hak- hak

narapidana melalui implementasi Standard Minimum perlakuan tahanan dan

berjalannya partisipasi publik yang efektif.

Bangunan dan sarana dan prasana Lembaga Pemasyarakatan Wanita

Semarang, meliputi :

1. Perkantoran

Perkantoran terdiri dari kantor Bimbingan Anak Didik (Binadik), Bimbingan

Kemasyarakatan dan Perawatan (Bimkeswat), Registrasi, Kegiatan Kerja dan

Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP), Kantor Kalapas,

Bagian TU, Kamtib dan Balai Pertemuan (BP)

2. Sembilan Blok

Delapan blok untuk ruang hunian dan satu blok untuk Rumah Sakit. Satu blok

berisi 12 sel.

3. Pada Lembaga Pemasyarakatan Wanita Semarang ini dibagi menjadi 2 blok

seusai dengan tindak pidana yang dilakukan:

a. Blok pidana umum : tindak kriminal, seperti mencuri, merampok, dan

tindak kriminal lainnya.

b. Blok pidana khusus : narkotika, tipikor (tindak pidana korupsi),

trafficking, money laundry, kepabeanan (bea cukai), Illegal Logging, dan

sebagainya.

4. Sarana dan Prasarana penunjang lainnya.

9

Gambar 6 Lapas II A Wanita Bulu Semarang

Sumber: http://www.lapaswanitasemarang.com Mei 2016

4. KESIMPULAN

Berdasarkan pengamatan serta analisis dari perencanaan dan perancangan Lembaga

Pmesayarakatan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa dalam bidang

perancangan arsitektur, jaminan terhadap pencapaian standar kenyamanan,

keselamatan, dan keamanan di dalam dan disekitar bangunan menjadi titik tolok

kualitas hasil rancangan. Berkaitan dengan aspek penghematan energi bangunan,

jenis kenyamanan yang berhubungan adalah kenyamanan termis dan kenyamanan

penerangan (pencahayaan).

Pada bioklimatik, penampilan bentuk arsitektur sebagian besar dipengaruhi oleh

lingkungan setempat, seperti:

a. Meminimalkan ketergantungan pada sumber energi yang tidak dapat

diperbarui.

b. Penghematan energi dari segi bentuk bangunan, penempatan bangunan dan

pemilihan material.

c. Mengikuti pengaruh dari budaya setempat.

Sedangkan pada konsep eksterior dan interior bangunan akan memperhatikan unsur

berikut:

Bioklimatik

Fasad (eksterior) Pemilihan material yang tepat untuk bangunan Lapas,

memanfaatkan iklim untuk hemat energi.

10

Interior Ekspose material, berhubungan dengan ruang luar

seperti vegetasi, kolam, dan sebagainya.

5. DAFTAR PUSTAKA

6. Ardoko, P. (Pemain). (2011, September 20). Pokok-pokok Pedoman

Pemikiran dalam Rancang Bangunan UPT.Pemasyarakatan. Preseden

Seminar LAPAS IDEAL. Surabaya, Jawa Timur.

7. Blau, P. M., & W, R. S. (1962). Formal Organization: A Comparative

Approach. San Francisco: Chandler Publishing Co.

8. Bosworth, M. (1998). The U.S Federal Prison System. A profile of female

offenders. Washington, DC: U.S Departement of Justice.

9. BPKP. (2016, Juli). bpkp diy. Diambil kembali dari Profil Kota Yogyakarta.

10. BPKP. (2016, Juli). BPKP DIY. Diambil kembali dari Profil Kota

Yogyakarta: http://www.bpkp.go.id/diy/konten/824/Profil-Kota-

Yogyakarta

11. Ciptakarya,PU. (2016, Juli). Cipta Karya, PU. Diambil kembali dari Profile

Kota Yogyakarta:

http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/diy/yogyakarta.pdf

12. DPPKA. (2016, Juli). DPPKA DIY. Diambil kembali dari Info Kota

Yogyakarta: http://www.bpkp.go.id/diy/konten/824/Profil-Kota-

Yogyakarta

13. Ernst, N. (2002). Data Arsitek (Jilid 2). Jakarta: Erlangga.

14. Frick, H. S. (1998). Dasar Dasar Eko-Arsitektur. Yogyakarta.

15. GBHN. (2016, Juni). Google. Diambil kembali dari GBHN tentang

Lembaga Pemasyarakatan: http://google.co.id

11

16. Hamzah, A. (1983). Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia (dari

retrobusi ke reformasi). Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

17. Harsono, C. I. (1995). Sitem Baru Pembinaan Narapidana. Jakarta:

Djambatan.

18. Ibid. (t.thn.). Sistem Keamanan Lembaga Pemasyarakatan. 21.

19. Istianah. (2000). Pelaksanaan Pembinaan Anak Didik di Lembaga

Pemasyarakatan. 21.

20. Kansil, C. (1986). cetakan ke-3. Hukum Tata Pemerintahan Indonesia.

Jakarta: Ghalia Indonesia.

21. KBBI. (2016, Juni). Penekanan. Diambil kembali dari KBBI: kbbi.web.id/

22. Lie, S. (2011, Januari 31). Chapter II. Diambil kembali dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/50169/4/Chapter%20II.pd

f

23. Lippsmeier, G. (1994). Tropenbau Building in the Tropics. Jakarta:

Erlangga.

24. Mangunwijaya. (1997). Fisika Bangunan. Jakarta: Erlangga.

25. Moeljanto, P. (1982). Asas Asas Hukum Pidana. Yogyakarta: Gajah Mada

Press.

26. Sudjana, H. D. (1992). Pengantar Manajemen Pendidikan Luar Sekolah.

Bandung: Nusantara Press.

27. UI, T. P. (1988). Aspek aspek yang Mempengaruhi Penerimaan Bekas

Nrapidana dalam Masyarakat. Jakarta: Laporan Penelitian Badan

Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman.

28. Wikipedia. (2016, Juni). Lembaga Pemasyarakatan. Diambil kembali dari

Wikipedia: https://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Pemasyarakatan

12

29. Wikipedia. (2016, Juni). Pengertian Arsitektur. Diambil kembali dari

Wikipedia: http://wikipedia.com

30. Wikipedia. (2016, Juni). Wikipedia. Diambil kembali dari Wikipedia:

http://www.wikipedia.com

31. Yeang, K. (1994). Biolimatic Skyscapers. London: Arthemis London

Limited.

32. Yeang, K. (1996). The Skyscraper Bioclimatically Considered. Academy

EditionS.