legenda dewi sekartaji dan jaka kembang kuning
DESCRIPTION
Legenda Dewi Sekartaji Dan Jaka Kembang KuningTRANSCRIPT
Dewi Sekartaji dan Jaka Kembang Kuning (KEDIRI)Cerita Wayang Beber
Di pendapa keraton Kediri, Prabu Lembu Amijaya berkeluh kesah karena putrinya Dewi
Sekartajimeninggalkannya. Raja mengumumkan bahwa barangsiapa berhasil menemukan putri itu, akan
dinikahkan dengannya. Jaka Kembang Kuning (Panji Asmara Bangun) dari Jenggala berangkat untuk
mencari Dewi Sekartaji, begitu pula halnya dengan Prabu Klana Gendingpita dari kerajaan asing. Setelah Jaka
Kembang Kuning mengalami pertikaian dengan sejumlah ksatria serta perjumpaan Dewi Sekartaji dengan
salah seorang mentri kerajaan, secara kebetulan keduanya bertemu dipasar, dimana Jaka Kembang Kuning
menyamar menjadi pemusik.
Di kerajaan Kediri Prabu Brawijaya sedang mengadakan pertemuan dengan para punggawa kerajaan, masing-
masing patih Tandamantri Arya Jeksanegara, Raden Gandarepa, dan utusan dari Kademangan Kuning
yang bernama Jaka Kembang Kuning. Prabu Brawijaya sedang bersedih hati karena putri kesayangannya
yang bernama Dewi Sekartaji meninggalkan kerajaan tanpa memberi tahu siapapun. Jaka Kembang Kuning
menawarkan diri untuk mencari Dewi Sekartaji hingga ketemu. Prabu Brawijaya menyetujui kesanggupan Jaka
Kembang Kuning dan memintanya untuk segera berangkat. Pada saat yang bersamaan datang Prabu Klana
Gendingpita dari Kerajaan Surateleng (sabrang) mengajukan lamaran pada Prabu Brawijaya agar ia
dinikahkan dengan Dewi Sekartaji. Prabu Brawijaya berjanji akan menerima lamaran itu setelah Dewi Sekartaji
dapat ditemukan. Prabu Klana diminta untuk menunggu di Teratebang (tempat peristirahatan bagi tamu-tamu
kerajaan Kediri).
Di Hargalawu Jaka Kembang Kuning yang diikuti oleh kedua Punakawannya (Tawangalun dan Nalederma)
dalam perjalanan mencari Dewi Sekartaji bertemu dengan tiga orang ksatria, masing-masingGanggawercitra,
Jaladara, dan Gendrayuda. Ketiga kesatria ini mengajukan keinginannya pada Jaka Kembang Kuning agar
dirinya dijadikan sebagai abdi. Jaka Kembang Kuning mengetahui bahwa sebenarnya ketiga kesatria itu
adalah pengikut Prabu Klana yang disuruh untuk memata-matai Jaka Kembang Kuning yang dapat
mengancam keselamatan jiwanya. Jaka Kembang Kuning menolak keinginan ketiga kesatria itu dan
menyarankan agar mengabdikan diri pada Raden Gandarepa salah satu putra Prabu Brawijaya di Kediri.
Saran Jaka Kembang Kuning diterima dan masing-masing melanjutkan perjalanannya.
Di Katumenggungan Palohamba, Tumenggung Conaconi memberitahukan mimpinya yaitu
kejatuhan bulan (wahyu sakembaran) pada istrinya. Tumenggung ini mempunyai anak pungut yang
sebenarnya Dewi Sekartaji dari Kerajaan Kediri. Pada saat itu Dewi Sekartaji berpamitan pada Tumenggung
Conaconi untuk berbelanja di pasar Katumenggungan. Setelah diberi beberapa nasihat oleh Tumenggung
Conaconi beserta istrinya, Dewi Sekartaji diperbolehkan berangkat ke pasar.
Di pasar Katumenggungan Jaka Kembang Kuning, Naledarma, dan Tawangalun sedang mengadakan
tontonan terbangan di antara kerumunan orang-orang di pasar. Dari kejauhan Jaka Kembang Kuning melihat
kehadiran Dewi Sekartaji di tempat itu. Demikian juga Dewi Sekartaji melihat Jaka Kembang Kuning yang
sebenaranya adalah Panji Asmarabangun kekasihnya. Dewi Sekartaji jatuh pingsan dan segera dibawa ke
Katumenggungan Palohamba oleh beberapa temannya. Sementara Jaka Kembang Kuning kembali ke
kademangan Kuning.
Di Kademangan Kuning, Ki Demang Kuning sedang menerima kedatangan Jaka Kembang Kuning, Naledarma
dan Tawangalun. Mereka melaporkan perihal yang dialami selama berada di pasar Katumenggungan.
Menanggapi laporan itu Demang Kuning menyuruh Tawangalun untuk menyampaikan berita bahwa Dewi
Sekartaji berada di Katumenggungan Palohamba pada Prabu Brawijaya di Kediri, dan Naledarma disuruh
menyampaikan kendhaga kepada Dewi Sekartaji.
Di Pangreburan (Taman sari Kerajaan Kediri), Dewi Retnamindaka salah satu abdi kepercayaan Prabu
Brawijaya yang melayani Dewi Sekartaji sedang menerima kedatangan Dewi Retno Tenggaron (adik dari
Prabu Klana). Retno Tenggaron mewakili kakaknya menyampaikan berbagai perhiasan sebagai tanda lamaran
pada Dewi Sekartaji, tetapi ditolak oleh Retno Mindaka. Merasa tersinggung Retno Tenggaron mengancam
Mindaka dan akhirnya terjadi pertengkaran yang berkembang menjadi pertempuran. Peperangan ini
dimenangkan oleh Retno Mindaka, Retno Tenggaron melarikan diri.
Di Teratebang Raden Gandarepa, Patih Sedahrama, dan beberapa prajurit sedang mengatur barisan
prajuritnya, datang Tawangalun yang hendak menyampaikan pesan Demang Kuning kepada Prabu Brawijaya.
Patih Sedahrama dan Gandarepa mengantarkan Tawangalun menghadap Raja Kediri.
Di Kerajaan Kediri Prabu Brawijaya sedang menerima kedatangan Prabu Klana yang mendesak agar segera
dinikahkan dengan Dewi Sekartaji dan belum mendapatkan kepastian. Pembicaraan mereka terhenti dengan
kedatangan Gandarepa dan Sedahrama yang mengantarkan Tawangalun. Setelah Tawangalun
menyampaikan pesan Demang Kuning, Prabu Brawijaya memutuskan bahwa Prabu Klana akan segera
dinikahkan dengan Sekartaji asal dapat mengalahkan Tawangalun, Prabu Klana menyanggupi.
Di Pesanggrahan Prabu Klana dan Patih Kebolorodan membicarakan perihal
tantangan untuk mengalahkan Tawangalun sebagai salah satu syarat untuk dapat meperistri Dewi Sekartaji.
Tidak lama kemudian datang Retno Tenggaron melaporkan bahwa dirinya telah dipermalukan oleh Retno
Mindaka dan lamaran Prabu Klana ditolak. Prabu Klana marah dan akan menuntut balas atas perlakuan pada
adiknya. Untuk memenuhi tantangan Prabu Brawijaya, Patih Kebolorodan yang disuruh untuk maju ke medan
perang melawan Tawangalun.
Di kademangan Kuning Jaka Kembang Kuning mohon diri pada Demang Kuning untuk menyusul Tawangalun
yang telah beberapa waktu belum kembali dari Kediri. Demang Kuning mengijinkan permintaan Jaka Kembang
Kuning.
Di alun-alun Kediri Patih Kebolorodan berperang melawan Tawangalun dengan disaksikan oleh para
punggawa dan prajurit Kediri serta pengikut Prabu Klana. Pertarungan itu dimenangkan oleh Patih
Kebolorodan, sementara Tawangalun mencari pertolongan ke luar arena pertarungan. Jaka Kembang Kuning
bersama Naledarma yang datang menyusul telah kembali dan segera memberi pertolongan pada Tawangalun.
Jaka Kembang Kuning meminta Naledarma untuk melanjutkan pertarungan melawan Kebolorodan. Akirnya
Kebolorodan dapat dibunuh oleh Naledarmo. Setelah Tawangalun merasa sembuh dari lukanya, Patih
Sedahrama menghadiahi sebuah keris (Pasopati) dengan maksud jika Prabu Klana datang menyerang Kediri
Tawangalun harus ikut membantu menghadapinya.
Di Pesanggrahan, Prabu Klana dan Retno Tenggaron sedang berupaya mencari jalan untuk dapat membalas
sakit hatinya pada Retno Mindaka dan bisa menemui Dewi Sekartaji di Keputren Kediri. Kesepakatan yang
diperoleh, Prabu Klana akan berganti wujud sebagai Raden Gandarepa (kakak Sekartaji) agar tujuannya
tercapai .
Di Tamansari Kerajaan Kediri Dewi Sekartaji yang baru saja kembali dari Kademangan Palohamba menerima
kedatangan Gandarepa (tiruan) yang minta untuk dilayani. Karena gerak-gerik Gandarepa yang mencurigakan,
Sekartaji tidak mau memenuhinya. Tidak lama kemudian datang Raden Gandarepa yang asli. Dewi Sekartaji
segera dapat mengetahui saudaranya yang sebenarnya dan minta pertolongan agar musuh yang ada ditempat
itu segera diusir, akhirnya terjadi peperangan. Gandarepa palsu dapat dikalahkan dan kembali ke wujud
aslinya, Prabu Klana segera lari ke alun-alun.
Di alun-alun Kediri Prabu Klana yang dikejar Prabu Gandarepa menemui para pengikutnya. Sementara
Tawangalun telah siap melakukan pertarungan melawan Prabu Klana dan pengikutnya. Pada akhir
pertarungan Tawangalun dapat membunuh Prabu Klana dengan keris Pasopati, sedangkan Retno Tenggaron
dan para tawanan lainnya segera dibawa menghadap Prabu Brawijaya.
Di Kerajaan Kediri Prabu Brawijaya menerima para tawanan dan laporan tentang berbagai kejadian sejak
hilangnya Dewi Sekartaji sampai terbunuhnya Prabu Klana. Prabu Brawjaya memutuskan untuk menikahkan
Dewi Sekartaji dengan Jaka Kembang Kuning dan segera mempersiapkan pesta perkawinan. Setelah segala
persiapan selesai segera dilaksanakan upacara pernikahan antara Jaka Kembang Kuning dan Dewi Sekartaji