learning objectiv 4

9
LEARNING OBJECTIVE 1. Mengetahui prosedur karantina orangutan. 2. Mengetahui manajemen pemiliharaan orang utan beserta behaviour. 3. Mengetahui penyakit pada orang utan seperti Balantidium dan Strongyloides. PEMBAHASAN 1. Prosedur karantina orangutan Dalam upaya untuk melestarikan orangutan dan satwa yang dilindungi lainnya, maka dilakukan berbagai kegiatan penyelamatan orangutan dan satwa yang dilindungi di Indonesia, mulai dari penertiban dan penegakan hukum atas penguasaan dan perdagangan orangutan dan satwa yang dilindungi lainnya, evakuasi, reintroduksi, sampai dengan pelepasannya ke habitat yang ditunjuk/ditetapkan serta pemeliharaan, pengamanan dan penguatan status kawasan yang ditetapkan untuk pelepasliaran. Kegiatan penegakan hukum dilaksanakan oleh instansi yang berwenang, dalam hal ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam beserta aparaturnya sampai pada tingkat yang paling bawah yaitu Balai/Unit Konservasi Sumber Daya Alam (Balai/Unit KSDA) dan atau Balai/Unit Taman Nasional sebagai kekuatan inti dalam pelaksanaan penerbitan dilakukan oleh tim Direktorat Jenderal PHKA yang terdiri dari berbagai unsur terkait dalam bentuk Page | 1

Upload: andry-lavmi-bj

Post on 15-Nov-2015

223 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

dokter hewan, veterinary, satwa liar

TRANSCRIPT

LEARNING OBJECTIVE1. Mengetahui prosedur karantina orangutan.2. Mengetahui manajemen pemiliharaan orang utan beserta behaviour.3. Mengetahui penyakit pada orang utan seperti Balantidium dan Strongyloides.

PEMBAHASAN1. Prosedur karantina orangutanDalam upaya untuk melestarikan orangutan dan satwa yang dilindungi lainnya, maka dilakukan berbagai kegiatan penyelamatan orangutan dan satwa yang dilindungi di Indonesia, mulai dari penertiban dan penegakan hukum atas penguasaan dan perdagangan orangutan dan satwa yang dilindungi lainnya, evakuasi, reintroduksi, sampai dengan pelepasannya ke habitat yang ditunjuk/ditetapkan serta pemeliharaan, pengamanan dan penguatan status kawasan yang ditetapkan untuk pelepasliaran. Kegiatan penegakan hukum dilaksanakan oleh instansi yang berwenang, dalam hal ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam beserta aparaturnya sampai pada tingkat yang paling bawah yaitu Balai/Unit Konservasi Sumber Daya Alam (Balai/Unit KSDA) dan atau Balai/Unit Taman Nasional sebagai kekuatan inti dalam pelaksanaan penerbitan dilakukan oleh tim Direktorat Jenderal PHKA yang terdiri dari berbagai unsur terkait dalam bentuk Gugus tugas yang dibentuk dan diturunkan ke lapangan sewaktu-waktu diperlukan. Dasar hukum penegakan hukum terhadap penguasaan/perdagangan orangutan atau satwa yang dilindungi lainnya ialah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumbor Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Peraturan Pemerintah Nomor 7 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar, Peraturan Pemerintah Nomor 8 tentang Pemanfaatan tumbuhan dan Satwa. Keputusan Presiden Nomor 43 tahun 1978 tentang Pengesahan CITES, serta peraturan pelaksanaannya (Wardojo, 2001).Proses karantina, dilakukan untuk pemeriksaan terhadap penyakit menular. Hal ini dilakukan supaya tidak terjadi pemindahan penyakit dari satu daerah ke daerah yang lain yang akan membahayakan populasi orangutan. a. Tindakan Masuk Pengambilan darah untuk pemeriksaan terhadap penyakit Hepatitis A, B dan C, dan TBC. 1) Pengambilan sampel feses untuk pemeriksaan parasit. 2) Pemeriksaan fisik, meliputi: - penimbangan berat badan - pengukuran lingkar kepala, panjang tangan atas-bawah dan panjang kaki - pemeriksaan gigi dan susunannya untuk perkiraan umur - pemeriksaan sistem organ (inspeksi, palpasi atau auskultasi) 3) Pengambilan sampel rambut 4) Pengambilan sidik jari 5) Pengambilan foto 6) Pemasangan penanda/microchip. 7) Treatment parasit ekto dan endo. b. Tindakan dalam Kandang Isolasi Selama menunggu hasil pemeriksaan (1-2 minggu) orangutan dimasukan dalam kandang Isolasi. Untuk orangutan yang sehat dari hasil pemeriksaan kesehatannya, maka siap untuk di relokasi. Sedangkan untuk orangutan yang positif terinfeksi penyakit menular maka harus tertahan di kandang isolasi untuk mendapatkan pengobatan atau pemulihan kesehatan. Dalam tahap ini juga dilakukan perbaikan terhadap gizi sebelum ditranslokasi karena banyak orangutan hasil rescue kondisi gizinya sangat memprihatinkan (malnutrisi/sangat kurus).(Hasan, 2014)

2. Manajemen pemeliharaan orang utan dan behaviournya :Orangutan berbeda dari primate lain yang bersifat social, mereka cenderung individual dengan area yang luas. Orangutan jantan dewasa tidak begitu suka dengan adanya orangutan jantan dewasa lain. Betina dewasa lebih tleran, dan mau berbagi buah pada pohon yang sama. Tapi hal ini juga bervariasi tiap individu (Grizimeck, 2004)Termasuk jenis primate yang paling arboreal dan suka bergelantungan. Orangutan membuat sendiri sarangnya yang berada di pohon, dan hampir tidak pernah membuat sarang di tanah. Sarang dibuat setiap sore. Orangutan utamanya memakan buah-buahan, tapi beberapa jenis tumbuhan ada juga yang dimakan. Makan daging pernah dilaporkan, tetapi sangat jarang terjadi. Menggunakan alat untuk mengekstrak makanan, dapat dilakukan dengan measukan alat ke batang pohon, membuka dan mengambil madu dan insekta. Alat juga digunakan untuk menghilangkan biji dari buah (Ankle-Simons, 2011; Grizimeck, 2004).

Konservasi yang dilakukan dapat berupa konservasi ex-situ maupun konservasi in-situ. Konservasi in-situ (dalam kawasan) adalah perlindungan populasi dan komunitas alami. Konservasi ex-situ adalah kegiatan konservasi di luar habitat aslinya, dimana fauna tersebut diambil, dipelihara pada suatu tempat tertentu yang dijaga keamanannya maupun kesesuaian ekologinya. Konservasi ex-situ tersebut dilakukan dalam upaya pengelolaan jenis satwa yang memerlukan perlindungan dan pelestarian (Mawarda, 2010).Pada dasarnya sistim pengandangan primata dibagi atas dua bagian yakni (Bismark,1984 dalam Ginting, 2006) :1. Sistem pengandangan dalam bangunan yang tertutup (indoor enclosures).Pada sistem ini, satwa ditempatkan dalam bangunan yang tertutup, sehingga sama sekali tidak terpengaruh cuaca dan lingkungan luar. Sistim tertutup ini diperlengkapi dengan air-conditioning dan heater untuk menjaga agar temperatur tidak berfluktuasi terlalu banyak. Selain itu ruangan dilengkapi dengan alat pengatur kelembaban udara. Kelembaban udara yang dianjurkan adalah 40 70 % dengan fluktuasi seminim mungkin. Sistim tertutup ini biasanya digunakan untuk mengkarantinakan satwa primata dan juga dalam berbagai macam riset yang mensyaratkan satwa tersebut dikandangkan secara individual atau berkelompok, dimana tidak terdapat kemungkinan kontaminasi dari luar atau sebaliknya satwa menularkan penyakit ke luar. Sistim tertutup ini dibagi atas dua bagian :a. Sistim kandang satu persatu (individual cage) Pada sisitim ini satwa dikandangkan satu persatu. Ukuran kandang yang dipergunakan disesuaikan dengan berat badan satwa.b. Sistim kelompok (gang cage) Dalam sistim ini, satwa ditempatkan dalam satu kandang yang cukup besar dan dapat menampung cukup satwa. Sistim ini sudah tidak dipakai lagi untuk satwa yang belum lepas karantina. 2. Sistim pengandangan dalam alam terbuka (outdoor enclosures)Tujuan sistim pengandangan ini ialah agar satwa ditempatkan pada satu bangunan/kandang di udara terbuka. Sistim ini biasanya dipakai untuk mengembangbiakkan satwa tersebut. Secara lebih terperinci sistim ini dibagi atas lima bagian, yaitu a. Sistim setengah tertutup (semi closed)Satwa ditempatkan dalam satu kandang yang setengah terbuka. Udara dapat keluar masuk dengan bebas. Sinar mataharipun dapat masuk ke dalam ruangan ini. Apabila cuaca buruk maka satwa dapat berlindung pada bagian yang tertutup.b. Sistim terbuka dengan disediakan tempat berteduh (Open corral with rainshed)Pada sistem ini, satwa ditempatkan dalam suatu daerah yang luas (minimum 2,5 acre) tanpa adanya penghalang yang permanen. Di dalam kandang hanya dibuatkan beberapa panggung dan tonggak kayu untuk satwa berlindung dari hujan, terik matahari dan untuk bermain-main.c. Sistim terbuka setengah bebas (semi free ranging)Pada prinsipnya sama dengan sistim terbuka tetapi arealnya lebih luas. Makanan sepenuhnya tergantung pada manusia.d. Sistim terbuka setengah alam (semi natural free ranging)Pada sistim ini satwa ditempatkan pada daerah yang luas dimana makanan dari satwa sebagian didapat dari alam.e. Sistim pemeliharaan di alam bebas ( natural free ranging )Pada sistim ini satwa dilepaskan di alam bebas dimana ketergantungan satwa pada manusia sama sekali tidak ada. Seluruh makanan berasal dari alam bebas. Manusia hanya memonitor pertumbuhan populasi tersebut dan akan mengurangi jumlahnya apabila populasinya dianggap sudah terlalu padat

3. Penyakit pada orangutan3.1. BalantidiasiEtiologi. Disebabkan oleh Balantidium colli. Merupakan protozoa yang berlokasi di caecum dan kolon. Ukurannya bervariasi. Trophozoit dapat memiliki pajang 150 u dan120 u atau ovoid, diameter 40-60 u, dengan sedikit berwarna hijau kekuningan. Tropozoit diselubungi oleh cilia (Griffiths, 1978). Bersifat motil, cyst berbentuk bola atau ovoid, diameter 40-60 um (Taylor et al., 2007)Patogeneisis. Penularan terjadi karena memakan cyst atau trophozoit. Merupakan parasit komensa di babi, tetapi pada primate bersifat pathogen menyebabkan diare atau disentri dan ulserasi pada mukusa siliaris. Gejala klinis. Diare, lethargi (Bowman, 2009). Diagnosa. Pemeriksaan mikroskopis pada usus, pemeriksaan histolohi pada usus yang lesi (Taylor et al., 2007). Pemeriksaan feses terlhat tropozoit padakolong feses diare dan cyst pada fese padat (Bowman, 2009).

Gambar.3.1. Tropozoit Balantidium coli pada kolon (Neafie et al., 2011).

Terapi dan pencegahan. Tetracycline 500 mg 4 x sehari selama 10 hari, metronidazole 500 mg 2 x sehari selam 5 hari, iodoquinol 650 mg 3 x sehari selama 20 hari. Sanitas dan pemberian air yang bersih dapat mencegah (Neafie et al., 2011).

3.2. StrogyloidosisEtiologi. Disebabka oleh Strongyloides spp. menyerang orangutan pada umur kurang dari 5 tahun. Bersifat zoonosis. Masa inkubasi 1-2 minggu (Anonim, 2013). Patogenesis, larva atau ova dikeluarkan bersama feses, berkembang dilikungan menjadi larva infekti, yang dapat mempenetrasi kulit. Dapat bermigrasi ke usus lalu paru-paru; beberapa ada yang bisa transmamamri, dan adanya menepakan autoinfeksi pada usus dan memproduksi hyperifeksi pada pulmo (Anonim, 2013). Gejala Klinis. Lethargi, diare, nausea. Bersifa subklinis pada hewan dewasa. Pada hewan muda dapat menimbulkan kematian mendaak. Gejala klinis lain adalah rasa sakit pada abdmen, diare, konstipasi, batuk, dyspnea, dan adanya ruam (Anonim, 2013)..Diagnosa. Pemeriksaan feses, ELISA (Anonim, 2013)..Pengobatan dan pencegahan. Pengobatan dilakukan dengan pemberian 2 dosis ivermectin selama satu minggu. Benzimidazoles setiap hari selama 2 minggu. Secara ruitn membersihkan feses, pemebrian antihelmin secara rutin (Anonim, 2013)..Page | 5