lbm 1 uro

55
STEP 7 1. Anatomi ginjal? (Sertakan gambar) 1 Anatomi Ginjal 1. Lokasi dan deskripsi Ginjal berwarna coklat-kemerehan dan terletak di belakang peritoneum, tinggi pada dinding posterior abdomen di samping kanan dan kiri kolumna vertebralis, dan sebagian besar tertutup arkus kostalis. ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri karena pada ginjal kanan ada lubus hepar kanan yang besar. Bila diafragma berkontraksi pada waktu respirasi, kedua ginjal turun ke arah vertikal sampai sejauh 1 inchi ( 2,5 cm ). Pada kedua margo medialis ginjal yang cekung, terdapat celah vertikal yang dibatasi oleh pinggir – pinggir substansi ginjal yang tebal dan disebut hilum renale. Hilum renale meluas ke suatu ruangan yang besar disebut sinus renalis. Hilum renale dilalui dari depan kebelakang oleh vena renalis, dua cabang arteria renalis, ureter, dan cabang ketiga arteria renalis ( V.A.U.A ). Pembuluh limfatik dan serabut – serabut simpatis juga melalui hilum ini. Ginjal mempunyai selubung diantaranya 1. Capsula fibrosa meliputi dan melekat dengan erat pada permukaan ginjal. 2. 2. Capsula adiposa meliputi kapsula fibrosa 3. 3. Fascia renalis marupakan kondensasi jaringan ikat yang terletak diluar kapsula adiposa serta meliputi ginjal dan kelenjar suprarenalis. Dilateral fascia ini melanjutkan diri sebagai fascia tranversalis. 4. 4. Corpus adiposum pararenale terletak diluar fascia renalis dan sering didapatkan dalam jumlah besar. Korpus ini membentuk sebagian lemak retroperitoneal. Gambar 2.1 Lokasi dan deskripsi ginjal

Upload: rahmayuni-fitrianti

Post on 24-Dec-2015

36 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

lbm 1 uro

TRANSCRIPT

Page 1: lbm 1 uro

STEP 7

1. Anatomi ginjal? (Sertakan gambar)

1 Anatomi Ginjal

1. Lokasi dan deskripsi

Ginjal berwarna coklat-kemerehan dan terletak di belakang peritoneum, tinggi pada dinding posterior abdomen di samping kanan dan kiri kolumna vertebralis, dan sebagian besar tertutup arkus kostalis. ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri karena pada ginjal kanan ada lubus hepar kanan yang besar. Bila diafragma berkontraksi pada waktu respirasi, kedua ginjal turun ke arah vertikal sampai sejauh 1 inchi ( 2,5 cm ).

Pada kedua margo medialis ginjal yang cekung, terdapat celah vertikal yang dibatasi oleh pinggir – pinggir substansi ginjal yang tebal dan disebut hilum renale. Hilum renale meluas ke suatu ruangan yang besar disebut sinus renalis. Hilum renale dilalui dari depan kebelakang oleh vena renalis, dua cabang arteria renalis, ureter, dan cabang ketiga arteria renalis ( V.A.U.A ). Pembuluh limfatik dan serabut – serabut simpatis juga melalui hilum ini.

Ginjal mempunyai selubung diantaranya

1. Capsula fibrosa meliputi dan melekat dengan erat pada permukaan ginjal.2. 2.      Capsula adiposa meliputi kapsula fibrosa3. 3.      Fascia renalis marupakan kondensasi jaringan ikat yang terletak diluar kapsula

adiposa serta meliputi ginjal dan kelenjar suprarenalis. Dilateral fascia ini melanjutkan diri sebagai fascia tranversalis.

4. 4.      Corpus adiposum pararenale terletak diluar fascia renalis dan sering didapatkan dalam jumlah besar. Korpus ini membentuk sebagian lemak retroperitoneal.

 

Gambar 2.1 Lokasi dan deskripsi ginjal

1. Struktur ginjal

Masing – masing ginjal memiliki korteks ginjal di bagian luar yang berwarna coklat gelap dan medula ginjal di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan korteks. Medula ginjal terdiri atas selusin pyramides renales yang masing – masing mempunyai basis yang menghadap ke korteks ginjal, dan apeksnya yaitu papilla renalisyang menonjol ke medial. Bagian korteks yang menonjol kemedula diantara pyramides renalisyang berdekatan disebut columnae renales. Bagian bargaris-garis yang membentang dari basis pyramides renalis sampai korteks disebut radii medulares.

Sinus ginjal merupakan ruangan di dalam hilum, berisi pelebaran diatas ureter yang disebut pelvis renalis. Pelvis renalis  terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majoryang masing –

Page 2: lbm 1 uro

masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minor. Setiap kaliks minor diinvaginasi oleh apeks piramid renalis yang disebut papilla renalis.

Hubungan dengan organ lain ginjal kanan ke anterior berhubungan dengan glandula suprarenalis, hepar, pars desenden doudenum, dan flexura coli dextra. Sedangkan ke posteriornya berhubungan dengan diafragma, recessus costodiafragma, costa XII,  m. Psoas major, m. Qudratus lumborum, dan m. Transversus abdominis. N. Subcostalis (T12), n. Iliohypogastricus, dan n. Ilioinguinal (L1) berjalan ke bawah dan ke lateral.

Pada ginjal sinistranya ke anterior berhubungan dengan glandula suprarenal, lien, gaster, pancreas, fluxura coli sinistra, dan lengkungan – lengkungan jejenum. Sedangkan ke posteriornya berhubungan dengan diafragma, recessus costodiafragma, costa XI dan XII, m. Psoas, m. Quadratus lumborum, dan m. Transversus abdominis. N. Sobcostalis (T12), n. Iliohipogastricus dan n. Ilioinguinal (L1) berjalan kebawah dan ke lateral.

Gambar 2.2 Struktur ginjal

1. Vaskularisasi

Arteria renalis berasal dari aorta abdominal setinggi vertebra lumbalis II. Masing – masing arteria renalis biasanya bercabang menjadi 5 arteria segmentalis yang masuk ke dalam hilum renalis, empat di depan dan 1 di belakang pelvis renalis. Arteria ini mendarahi segmen atau area renalis yang berbeda. Arteria lobaris berasal dari arteria segmentalis, masing – masing 1 buah untuk satu piramid renalis. Sebelum masuk substansia renalis, setiap arteria lobaris mempercabangkan dua atau tiga arteria interlobularis. Arteria interlobaris berjalan menuju korteks dan medula renalis, arteria  interlobaris bercabang menjadi arteria arcuata yang melengkung diatas basis piramid. Arteria arcuata mempercabangkan sejumlah arteria interlobularis yang berjalan ke atas di dalam korteks. Arteriol afferanglomerulus merupakan cabang arteria interlobularis.

Vena renalis keluar dari hilum di depanarteria renalis dan mengalirkan darah ke vena cava inferior.

1. Pembuluh limfe

Nodi aortici lateralis di sekitar pangkal arteria renalis.

1. Inervasi

Serabut plexus renalis. Serabut – serabut aferen yang berjalan melalui plexus renalis masuk ke medula spinalis melalui nervi thoracici X, XI, dan XII. (Snell, 2006)

Gambar 2.3 Vaskularisasi

Page 3: lbm 1 uro

2. Fisiologi ginjal dan pembentukan urin?

Fisiologi Ginjal dalam pengeluaran Urine

Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 parameter

penting, yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas ekstrasel.

Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan

keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel

dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Pada saat seseorang

dalam keadaan kekurangan cairan, berarti asupan air berkurang maka

harus ada keseimbangan antara air yang keluar dan yang masuk kedalam tubuh.

Mekanisme homeostasis pada pengaturan eliminasi urine dapat dilakukan melalui dua

mekanisme:

Mekanisme renin – angiotensinogen- ADH

Hormon renin di produksi pada bagian glomerulus ginjal, Ketika aliran darah ke glomerulus

menurun, sel jugstaglomerulus akan mensekresikan hormon renin ke dalam aliran darah

menuju hepar. Di dalam hepar, hormon renin akan mengubah angiotensinogen menjadi

angiotensin I. Lalu angiotensin I menuju ke paru-paru, dan dikonversi menjadi angiotensin II

oleh ACE. Angiotensin II menstimulus hypotalamus untuk mensekresikan ADH pada

hypofisis posterior, kemudian hormon ADH ini menuju ke tubulus ginjal dan akan

meningkatkan penyerapan air pada tubulus ginjal. Sehingga sedikit urine yang akan

dikeluarkan karena banyak zat-zat dan cairan yang diserap oleh tubuh sehingga urine akan

terlihat pekat atau berwarna lebih kekuningan.

Begitupula apabila tubuh kelebihan cairan maka hormone ADH yang diproduksi pada

kalenjer hipofisis akan menurun sehingga sedikit air yang akan diserap oleh ginjal. Itulah

yang menyebabkan urine akan menjadi lebih encer dibanding yang orang yang kekurangan

cairan.

Peranan Vasopresin/ Antidiuretik hormon (ADH)

Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel akan merangasng osmoreseptor di hypotalamus.

Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hipothalamus yaitu nervus vagus dan nervus

glossofaringeus yang mensintesis vasopresin. Vasopresin akan dilepaskan oleh hypofisis

Page 4: lbm 1 uro

posterior ke dalam darah dan akan berikatan dengan reseptornya di duktus koligentis. Ikatan

vasopresin dengan reseptornya di duktus koligentifus memicu terbentuknya aquoporin yaitu

kanal air di membrane bagian apeks di duktus koligentifus. Pembentukan aquoporin ini

memungkinkan terjadinya reabsorpsi cairan ke vasa recta. Hal ini menyebabkan urine yang di

bentuk di duktus koligentifus menjadi sedikit dan hyperosmotik (pekat) sehingga cairan dalam

tubuh tetap dipertahankan.

Mekanisme renin- angiotensin- aldosteron

Ginjal mensekresikan hormon

renin sebagai respon terhadap

penurunan NaCl. Renin

mengaktifkan angiotensinogen, suatu

protein plasma yang diproduksi oleh

hati, menjadi angiotensin I.

Angiotennsin I diubah menjadi

angiotensin II oleh angiotensin

converting enzyme yang diproduksi

oleh paru. Angiotensin II merangsang

korteks adrenal untuk mengsekresikan hormon aldosteron, yang merangsang reabsorpsi Na+

oleh ginjal. Retensi Na+ menimbulkan efek osmotik yang menahan lebih banyak H2O di

cairan ekstrasel.

Di tubulus proksimal dan lengkung henle, persentasi reabsorpsi Na+ yang difiltrasi bersifat

konstan berapapun beban Na+. Reabsorpsi sejumlah bagian kecil di bagian distal tubulus

berada di bawah kontrol hormon aldosteron. Tingkat reabsorpsi terkontrol ini berbanding

terbalik dengan besar beban Na+ di tubuh. Apabila terlalu banyak terdapat Na+ hanya sedikit

dari Na+ ini yang di reabsorpsi. Di pihhak lain apabila terjadi kekurangan Na+, sebagian besar

Na+ direabsorpsi sehingga kandungan Na+ dalam urin sedikit. Hormon aldosteron juga

merangsang sintesis protein-protein baru di dalam sel-sel tubulus ginjal. Protein-protein

tersebut disebut aldosterone inducet proteins yang meningkatkan reabsorpsi Na+ dengan dua

cara. Pertama, mereka terlibat dalam pembentukan saluran Na+ di membran luminal sel

tubulus distal dan pengumpul, sehingga meningkatkan perpindahan pasif Na+ dari lumen ke

Page 5: lbm 1 uro

dalam sel. Kedua, mereka menginduksi sintesis pembawa Na+-K+ ATPase, yang disisipkan ke

dalam membran basolateral sel-sel tersebut. Hasil akhirnya adalah peningkatan reabsorpsi

Na+.

Kerja Hormon ADH

Hormone Aldosteron

ADH kapan dikeluarkan? Menyebabkan apa?

Peningkatan osmolaritas CES

Osmoreseptor diHypotalamus

Mengirim pesan keKalenjer hipofisis

Melepaskan Hormon ADH/vasopresin

Ginjal akan reabsorpsi cairan

Urine akan menjadi sedikit

Penurunan suplai darah Renin

Angiotensinogen (sintesis oleh hati) Angiotensin I

Angiotensin II & III

Paru-paru

Vasokontriksi pembuluh darah dan pelepasan H. aldosteron

Retensi air, peningkatan volume darah.

Mengatur keseimbangan kalium dan retensi natrium

Page 6: lbm 1 uro

Tekanan osmotik dan tekanan onkotik?Tekanan hidrostatikhormon apa saja, dibentuk oleh apa?

  Mekanismenya sebagai berikut :

1. 1.      Filtrasi Glomerular

Pembentukan kemihdimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.

Gambar 2.13 Gambar filtrasi pada korpuskel ginjal

2. Reabsorpsi

Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.

3.  Sekresi

Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen.

Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).

Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti

Page 7: lbm 1 uro

mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik. (Guyton,1997)

Gambar 2.13 Mekanisme fungsi ginjal

3. Bagaimana mekanisme miksi?

Mikturisi

Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan urin. Mikturisi melibatkan 2 tahap utama, yaitu:

1. Kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan pada dindingnya meningkat melampaui nilai ambang batas (Hal ini terjadi bila telah tertimbun 170-230 ml urin), keadaan ini akan mencetuskan tahap ke 2.2. Adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akan mengosongkan kandung kemih.

Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord (tulang belakang) Sebagian besar pengosongan di luar kendali tetapi pengontrolan dapat di pelajari “latih”. Sistem saraf simpatis : impuls menghambat Vesika Urinaria dan gerak spinchter interna, sehingga otot detrusor relax dan spinchter interna konstriksi. Sistem saraf parasimpatis: impuls menyebabkan otot detrusor berkontriksi, sebaliknya spinchter relaksasi terjadi MIKTURISI (normal: tidak nyeri).

1. Urin sekitar 300-400 ml peregangan otot vesica urinaria medulla spinalis s2,3,4 otak saraf parasimpatis (melalui N. splanchnicus pelvicus) dinding vesica urinaria

2. Diagfrahma dan dinding anterior abdomen kontraksi tekanan intraabdomen M.pubococcygeus relaksasi cervix vesicae kontraksi M.destruksor vesicae memendekkan uretra melebarkan dan membuka OUI urin keluar dari vesica urinaria

Page 8: lbm 1 uro

3. Kontraksi m.pubococcygeus mengangkat cervix vesicae M.struksor dan otot uretra relaksasi urethra memanjang OUI menyempit dan menutup pengeluaran urun berhenti.

proses pembentukan urin ? Fisiologi miksi

Page 9: lbm 1 uro

Berkemih ( proses miksturisi ) adalah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi urin

Page 10: lbm 1 uro

Miksturisi melibatkan 2 tahap utama Pertama, kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan pada dindingnya meningkat melampaui ambang batas , keadaan ini menctuskan Tahap kedua, adanya reflex saraf ( reflek mikturisi)yang akan mengosongkan kandung kemih , jika gagal setidaknya akan menyebabkan keinginan berkemih yang disadariMeskipun reflex mikturisi adalah reflek medulla spinalis yg bersifat autonom, reflex ini dapat dihambat atau difasilitasi oleh pusat korteks serebri atau batang otak

Refleks diawali dengan peregangan VU waktu terisi urine sebanyak 300-500ml impuls afferent berjalan menuju n. splanicus pelvicus dan msk ke segmen sacralis 2,3,4 medulla spinalis impuls effern meninggalakan medulla spinalis, dari segmen yg sama dan berjalan melalui serabut saraf preganglion parasimpatis ke n. splanicus pelvicus dan plexus . hypogastricus inferior menuju dinding VU , dimana mereka bersinaps di postganglion Otot detrusor berkontraksi dan sphingter vesicae dibuat melemas impuls eferen berjalan ke sfingter urethra melalui n. pudendus sacral 2,3,4 dan impuls afferent berjalan ke medulla spinalis dari urethra dan memperkuat refleksSumber : Buku Ajar Fisiologi , Guyton and Hall, Ed. 11. EGC

4. Histologi ginjal?

2 Histologi Ginjal

1. Ginjal

Ginjal manusia berbentuk seperti kacang merah, dangan panjang antara 10-12 cm dan tebal 3,5-5 cm, terdapat dibagian posterior abdomen bagian atas, pada masing –  masing ginjal sisi vertebra lumbal atas. Ginjal dibungkus oleh simpai jaringan fibrosa yang tipis yang dapat dilepaskan dengan mudah dari parenkim di bawahnya, suatu petunjuk bahwa tidak ada septa.(parparo, 1989)

Ginjal dibagi menjadi 2 bagian korteks dan medula, pada korteks terdapat malpighi piramid/ dasar piramid dan kapsula bowman. Jaringan korteks diantara piramid – piramid membentuk kolum bertini ginjal. Koretks terdiri atas nefron, pada manusia ginjal terdiri atas banyak lobulus

Page 11: lbm 1 uro

ang masing – masing dengan piramid medula dan jaringan kortex yang sesuai. Lobulus ginjal terdiri atas medulary ray dan jaringan korteks yang mengelilingi. (dr. Elitha, 2008)

Pada medula, teridiri atas struktur kerucut (piramid) malpighi (piramid medula)yang dasarnya berada di korteks dan puncaknya kearah kaliks, penonjolan ini disebut papila ginjal yang ditembus oleh 10 – 12 lubang muara duktus koligens membentuk area kribosa. (dr. Elitha, 2008)

Gambar 2.4 Korteks dan Medula pada ginjal

1. Nefron

Setiap ginjal terdiri atas 1-4 juta nefron. Setiap nefron terdiri atas korpuskel ginjal, tubulus kontortus proksimal, ansa henle, dan tubulus kontortus distal.

Gambar 2.5 Nefron

1. Korpuskel ginjal

Kapsula bowman merupakan pelebaran nefron dibatasi epitel yang diinvaginasi oleh jumbai kapiler glomerulus sampai mendapatkan bentuk seperti cangkir yang berdinding ganda. Terdapat rongga berupa celah yang sempit disebut rongga kapsula, diantara lapisan luar atau parietal (epitel kapsula) dan lapisan visceral (epitel glomerulus) yang melekat erat pada jumbai kapiler. Seluruh korpuskel ginjal yaitu kapsula bowman dan glomerulus kapiler. Korpuskel ginjal mempunyai polus vaskular tempat arteriol aferen dan eferen masuk dan keluar glomerulus dan tempat lapisan parietal kapsula membalik untuk melapisi pembuluh darah sebagai lapisan visceral. Korpuskel ginjal juga mempunyai polus urinari pada sisi sebelahnya, tempat rongga kapsula berhubungan dengan lumen tubulus kontortus proksimal dan tempat epitel parietal (gepeng) melanjutkan diri pada epitel kuboid atau silindris rendah tubulus kontortus proksimal.

Lapisan parietal kapsula bowman tersusun dari epitel selapis gepeng denga inti agak menonjol ke rongga kapsula. Organel sitoplasma kurang berkembang pada polus urinari, sel – sel gepeng ini bertambah tinggi melebihi 4-5 sel untuk berhubungan dengan epitel silindris rendahyang melapisi dinding tubulus kontortus proksimal. Lapisan visceral epitel melekat erat pada kapiler glomerulus dengan inti sel – sel epitel ini pada sisi kapsula lamina basal, akan tetapi tidak membentuk lembaran yang utuh dan selnya telah mengalami perubahan.

Sel ini disebut podosit dan pada dasarnya berbentuk seperti bintang dengan badan selnya yang hampir tidak pernah melekat pada lamina basal kapiler glomerulus. Dari prosesus primer meluas banyak prosesus sekunder yang kecil yang melekat pada permukaan luar (kapsula) lamina basal kapiler. Prosesus sekunder yang saling berdekatan saling berselang-seling dalam susunan yang rumit dengan sistem celah yang disebut “celah filrasi”.

Glomerulus adalah masa kapiler yang berbelit–belit yang terdapat sepanjang perjalanan arteriol dengan sebuah arteriol aferen memasuki glomerulus dan sebuah arteriol eferen yang meninggalkan glomerulus. Diameter arteriol lebih besar daripada diameter arteriol eferen dan

Page 12: lbm 1 uro

akibatnya glomerulus merupakan sebuah sistem yang bertekanan relatif tinggi, membantu pembentukan cairan dalam jalinan kapiler.

Waktu memasuki korpuskel ginjal, arteriol aferen bercabang menjadi 3 sampai 5 buah cabang. Dari sini kapiler timbul dan mengalir kecabang-cabang primer atau cabang arteriol eferen. Jadi sekelompok kapiler dapat disebut lobulus glomerulus, dengan sejumlah anastomosis diantara kapiler – kepiler suatu lobulus dan bahkan antara lobulus yang bersisian. Epitel parietal yaitu podosit mengelilingi sekelompok kecil kapiler dan diantara ansa kapiler dekat arteriol aferen dan eferen terdapat tungkai dengan daerah bersisian dengan lamina basal kapiler yang tidak dilapisi endotel. Dalam daerah seperti itu terletak sel masangial. Sel ini berbentuk bintang mirip perisit yang dijumpai di tempat laindengan cabang – cabang sitoplasma yang kadang–kadang meluas di antara endotel dan lamina basal. Juga terdapat kesamaan antara sel mesangial dan sel juxtaglomerular, baik secara struktural maupun fungsinya. Keduanya berfungsi menyingkirkan protein besar dari lamina basal yang mungkin tidak statistik, dengan menambahkan bahan baru dari luar dan membuang bahan lama di bagian dalam oleh sel mesangial. Juga dikatakan bahwa sel mesangial dapat dikatakan berkerut bila dirangsang oleh angiotensin, denga akibat mengurangnya alirandarah dalam kapiler glomerulus.(parparo,1989)

Gambar 2.6 Korpuskel Ginjal

1. Tubulus kontortus proksimal (TKP)

Tubulus kontortus porksimal mulai dari polus urinarius korpuskel ginjal, panjangnya hampir 14 mm dengan diameter luar 50 – 60 mikrometer. Sesuai dengan namanya, tubulus ini jalannya sangat berkelak–kelok dan selalu membentuk lengkungan yang menghadap kepermukaan kapsula ginjal, disamping banyak sekali putaran dan kelokan yang kecil. Tubulus ini berakhir sebagai saluran yang lurus da berjalan menuju berkas medular yang paling dekat tempat tubulus melanjutkan diri dengan ansa henle. Sebagai bagian nefron yang paling panjang dan paling lebar. Di dalam filtrat glomerulus mulai berubah menjadi kemih oleh absorpsi beberapa zat dan penambahan (sekrsi) zat lainnya.

Pada pangkalnya terdapat bagian sempit yang disebut leher, tempat terjadinya peralihan yang mendadak dari epitel gepeng (parietal) kapsula bowman ke epitel silindris rendah tubulus proksimal. Sel-sel tubulus proksimal bersifat eosinofilik denga batas sikat (brush border) dan garis – garis basal (basal striations) dan lumen biasanya nyata lebar. Batas sel tak jelas karena sistem interdigitasi yang rumit dari membran plasma lateral sel – sel yang bersisian. Interdigitasi lipatan – lipatan yang serupa juga tampak dengan mitokondria yang memanjang di dalam tempat yang terbentuk tadi, yang menyebabkan gambaran bergaris – garis basal. Inti besar, bulat, dan terletak di pusat seringkali dengan anak inti yang menonjol, dan sebuah aparat golgi yang terletak supranuklir. Walaupun mungkin terdapat 6–12 sel di sekeliling tubulus kontortus proksimal, jarang tampak lebih dari 4  sampai 5 inti sebab sel lebih besar dibandingkan dengan tebalnya potongan.

Batas brush border terdiri atas mikrovili yang panjang dan sangat padat dengan glikokaliks ekstrasel yang positif terhadap fosfatase alkali dan tempat terdapatnya adenosin triposfat (ATP-ase), dan tempat glukosa dan asam amino diabsorpsi ditubulus proksimal oleh sebuah aparat

Page 13: lbm 1 uro

endositik. Protein masuk  sumur tubular yang kecil yang terdapat diantara pangkal mikrovilus, bersenyawa dengan glikokaliks dan dari invaginasi tubular apikal ini dilepaskan  vesikel kecil, berisikan protein dan masuk dalam sitoplasma apikal, menyatu membentuk vakuol – vakuol yang lebih besar. Protein dipekatkan di dalam vakuol ini yang kemudian menyatu dengan lisosom. Protein diuraikan oleh kegiatan lisosom menjadi asam amino yang kemudian menuju kapiler peritubular. Badan sisa plasma yang luas sebagai akibat interdigitasi lateral dan basal. Ion klorida dan air mengikuti dengan pasif.

Seperti telah disebutkan glukosa, asam amino dan protein seperti juga bikarbonat diresorpsi. Biasanya semua glukosa diresorpsi, akan tetapi bila kadar dalam darah tinggi (misalnya pada diabetes) kemampuan resorpsi terlampaui dan glukosa terdapat dalam kemih. Disamping itu beberapa bahan terdapat dalam kemih sebagai akibat proses sekresi, misalnya bahan organik (termasuk penisilin) dan zat warna misalnya “iodopyracet” (diodrast) dan merah fenol yang biasanya digunakan untuk menilai fungsi tubulus. (parparo,1989)

Gambar 2.7 Tubulus kontortus proximal

1. Ansa henle

Ansa henle adalah struktur berbentuk U terdiri atas atas ruas tebal desenden dengan struktur yang mirip tubulus kontortus proksimal, ruas tipis desenden, ruas tipis asenden dan ruas tebal asenden yang strukturnya mirip tubulus kontortus proksimal. Di medula bagian luar, ruas tebal desenden dengan garis tengah luar sekitar  60 mikrometer, secara mendadak menipis sampai sekitar 12 mikrometer dan berlanjut sebagai ruas tipis desenden. Lumen ruas nefron ini lebar karena dindingnya terdiri atas sel epitel gepeng yang intinya hanya sedikit menonjol kedalam lumen.

Lebih kurang sepertujuh dari semua nefron terletak dekat batas korteks-medula dan karenanya disebut nefron juxtamedula, nefron lainya disebut nefron kortikal. Semua nefron turut serta dalam proses filtrasi, absorpsi dan sekresi. Akan tetapi, nefron jukstamedula terutama penting untuk mempertahankan gradien hipertonik dalam intertisium medula-dasar kesanggupan ginjal menghasilkan urin hipertonik. Nefron jukstamedula memiliki lengkungan henle yang sangat panjang, yang masuk jauh ke dalam medula. Lengkungan ini terdiri atasruas tebal desenden yang pendek, ruas tipis desenden dan asenden yang panjang, dan ruas tebal asenden. Sebaliknya nefron kortikal memiliki ruas tipis desenden yang sangat pendek, tanpa ruang tipis asenden. (junquira, 1998)

(a)                                                    (b)

Gambar 2.8 (a) segmen tipis, (b) Segmen tebal

1. Tubulus kontortus distal ( TKD )

Didaerah mekula densa nefron melanjutkan diri sebagai tubulus kontortus distal yang menempuh perjalanan pendek berkelok-kelok di korteks dan berakhir dekat sebuah berkas medula dengan melanjutkan diri kedalam duktus koligens. Tubulus kontortus distal lebih pendek dari tubulus

Page 14: lbm 1 uro

kontortus proksimal sehingga pada sediaan tampak dalam jumlah yang lebih kecil dan tidak mempunyai brush border. Biasanya 6-8 inti tampak pada potongan melintang.

Dengan mokroskop elektron sel-sel tampak kuboid dengan inti ditengah atau di apeks, sedikti mikrovilus yang pendek dan vakuol apikal. Di dalam sitoplasma bagian basal terdapat interdigitasi tonjolan-tonjolan sel lateral yang rumit mirip dengan yang tampak pada tubulus proksimal dengan mitokondria yang besar, tersusun radier dalam kompartemen yang terbentuk. Hal ini memberikan gambaran bergaris pada bagian basal sel dan merupakan mekanisme pompa natrium yang aktif dari cairan tubular.

Setiap tubulus kontortus distal dihubungkan oleh saluran penghubung pendek ke duktus kolagens yang kecil. Nefron dan duktus koligens berbeda asal embriologinya.(Parparo,1989)

Gambar 2.9 Tubulus kontortus distal

1. Duktus kolektivus/ koligens

Dutus koligen baukan merupakan bagian dari nefron. Setiap tubulus kontortus distal berhubungan dengan duktus koligens melalui sebuah cabang samping duktus koligens yang pendek yang terdapat dalam berkas medular, terdapat beberapa cabang seperti itu. Duktus koligens berjalan dalam berkas medula menuju ke medula. Di bagian medula yang lebih ke tengah beberapa duktus koligens bersatu membentuk duktus yang besar yang bermuara ke apeks papila. Saluran ini disebut duktus papilaris (bellini) dengan diameter 100-200 mikrometer atau lebih. Muara ke permukaan papila sangat besar, sangat banyak dan sangat rapat, sehingga papila tampak seperti tapisan (area kribosa).

Sel-sel yang melapisi saluran ini bervariasi ukuran mulai dari kuboid rendah dibagian proksimal sampai silindris tinggi di duktus papilaris utama. Batas sel teratur dengan sedikit interdigitasi dan umumnya sel tampak pucat dengan beberapa organel. Tipe sel kedua, sel gelap atau interkalaris mengandung lebih banyak mengandung mitokondria dengan gelembung apikal, permukaan apikal memperlihatkan lipatan (mikroplika). Sel ini ditemukan di duktus papilaris. Pada duktus koligens yang besar ribosom bebas tampak menonjol dan rongga intraselular yang lebar, dan ke dalamnya menonjol juluran mirip pseudopodia dari sel yang bersisian. Duktus koligens menyalurkan kemih dari nefron ke pelvis ureter dengan sedikit absorpsi air yang dipengaruhi oleh hormon anti-diuretik (ADH).(Parparo,1989)

Gambar 2.10 Duktus Koligens

1. Apartus juxtaglomerular

Aparat juxtaglomerular (AJG) merupakan pengkhususan arteriol aferen glomerular dan tubulus kontortus distal  dari nefron yang sama dan berperan dalam pengaturan sistem tekanan darah melalui mekanisme renin-angitensin-aldosteron.

Page 15: lbm 1 uro

Aparat juxtaglomerular dibentuk dari 3 komponen yaitu makula densa dari tubulus kontortus distal, sel juxtaglomerular penghasil renin dari arteriol aferan, dan sel mesangial ekstraglomerular.

Makula densa. sekembalinya dari medula renalis ke korteks, segmen tebal menaik ansa henle menjadi bagian pertama tubulus kontortus distal dan terletak pada sudut antara arteriol aferen dan eferan di kutub vaskular glomerulus. Makula densa adalah satu daerah dipadati sel khusus pada tubulus kontortus distal tempat ia berbatasan dengan kutub vaskular glomerulus. Dibandingkan dengan sel pelapis tubulus kontortus distal lain, sel makula densa lebih tinggi denga inti lebih besar dan jelasyang terletak ke arah permukaan lumen, dengan sitoplasma basal dipenuhi mitokondria. Membran basal diantara makula dan sel di bawahnya sangatlah tipis.

Sel makula densa diduga peka terhadap konsentrasi ion natrium cairan dalam tubulus kontortus distal, penurunan tekanan darah sistemik mengakibatkan turunya produksi filtrat glomerulus dan karenanya menurunkan konsentrasi ion natrium dalam cairan tubulus distal.

Sel juxtaglomerular merupakan sel otot polos khusus dari dinding arteriol aferen yang membentuk kelompok mengelilinginya tepat sebelum memasuki glomerulus. Sitoplasma sel juxtaglomelular berisi granul-granul bermembran yang imatur dan matur dari enzim renin.

Sel mesangial ekstraglomerulardisebut juga sel Goormaghtighatau sel lacis, yang membentuk masa kerucut. Apeksnya menyelubung dengan mesangium glomerulus, di lateral berbatasan dengan arteriol aferen dan eferen dan dasarnya berbatasan dengan makula densa. Sel lacis berbentuk gepeng dan panjang dengan banyak prosesus sitoplasma halus memanjang dari ujungnya dan dikelilingi oleh suatu jalinan (lacis) bahan mesangial. Walaupun lokasi utamanya adalah di aparat juxtaglomerular, fungsi sel mesangial ekstraglomerular belumlah jelas, dulu diduga berfungsi mensekresi hormon eritoprotein  yang merangsang produksi sel darah merah dalam sumsum tulang. (burkitt, 1995)

Gambar 2.11 Aparatus Juxtaglomerulus

1. sirkulasi darah dalam ginjal

Setipa ginjal memerima darah dari arteri renalis, yang umumnya bercabang dua sebelum memasuki organ ini. Satu cabang menuju ke bagian anterior dan satu cabang lagi menuju ke bagian posterior. Sewaktu masih di hilum, cabang-cabang ini menjadi arteri yang membentuk lagi menjadi arteri interlobaris yang terletak diantara piramid renal. Pada daerah batas korteks-medula arteri interlobaris menjadi arteri arkuata. Arteri interlobularis bercabang secara tegak lurus dari arteri arkuata dan berjalan dalam korteks tegak lurus terhadap kapsula renal. Arteri interlobularis membentuk batas lobulus renal, yang terdiri atas sebuah berkas medula dan labirin korteks berdekatan. Dari arteri interlobularis muncul arteriol aferen, yang mensuplai darah pada kapiler glomerulus. Darah mengalir dari kapiler ini ke dalam arteriol eferen, yang dengan segera bercabang lagi menjadi jalinan kapiler peritubular yang mensuplai tubulus proksimal dan distal dan juga membawa pergi ion-ion yang diabsorpsi dan materi berbobot molekul rendah. Arteriol-arteriol eferen yang berhubungan dengan nefron juxtamedulus membentuk pembuluh kapiler panjang dan halus.       Pembuluh – pembuluh ini, yang berjalan lurus ke dalam medula dan

Page 16: lbm 1 uro

kemudian berbalik ke arah batas korteks-medula, disebut vasa rekta (pembuluh lurus). Pembuluh desenden adalah kapiler jenis kontinu, sedangkan pembuluh asenden mempunyai endotel bertingkap. Pembuluh-pembuluh ini, dengan darah yang telah disaring melalui glomerulus, membawa makanan dan oksigen ke medula. Karena stukturnya yang melengkung, maka pembuluh ini tidak menghilangkan gradien osmotik tinggi yang terjadi dalam intestinum oleh ansa henle.

Kapiler korteks bagian luar dan kapsula ginjal berkonvergensi membentuk vasa stelata disebut demikian karena konfigurasinya bila di pandang dari permukaan ginjal, yang mengalir ke dalam vena interlobularis.

Vena menempuh jalan yang sama yang dilalui arteri. Darah dari vena interlobularis mengalir ke dalam vena arkuata dan dari situ ke vena interlobaris. Vena interlobaris berkonvegensi membentuk vena renalis, yang mengalirkan darah keuar ginjal. (Junquira,1998)

Gambar 2.12 Sirkulasi peredarahan darah ginjal

5. Hubungan dari sakit ginjal yang diderita pasien terhadap bengkak yang dialami pasien?

Penyebab Edema

Ada lima mekanisme yang berhubungan secara umum : penurunan tekanan osmotic koloid, peningkatan tekanan hidrostatik kapiler, peningkatan permeabilitas kapiler, obstrukso limfatik, dan kelebihan natrium dan air tubuh. Beberapa bentuk edema diakibatkan oleh lebih dari satu mekanisme.

Penurunan tekanan osmotic koloid. Bila protein plasma di dalam darah menipis, kekuatan ke dalam menurun, yang memungkinkan gerakan ke dalam jaringan. Ini menimbulkan akumulasi cairan dalam jaringan dengan penurunan volume plasma sentral. Ginjal berespons terhadap penurunan volume sirkulasi melalui aktivasi system aldosteron-renin-angiotensin, yang mengakibatkan reabsorbsi tambahan terhadap natrium dan air. Volume intravaskuler meningkat sementara. Namun, karena defidit protein plasma belum diperbaiki, penurunan tekanan osmotic koloid tetap rendah dalam proporsi terhadap tekanan hidrostatik kapiler. Akibatnya cairan intravaskuler bergerak kedalam jaringan, memperburuk edema dan status sirkulasi.

Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler. Penyebab paling umum dari peningkatan tekanan kapiler adalah gagal jantung kongestif dimana peningkatan tekanan vena sistemik dikombinasi dengan peningkatan volume darah. Manifestasi ini adalah karakteristik untuk gagal ventrikel kanan, atau gagal jantung kanan. Bila tekanan ini melebihi 30mmHg terjadi edema paru. Penyebab lain dari peningkatan tekanan hidrostatik adalah gagal ginjal dengan peningkatan volume darah total, peningkatan kekuatan gravitasi akibat dari berdiri lama, kerusakan sirkulasi vena, dan obstruksi hati. Obstruksi vena biasanya menimbulkan edema local daripada edema umum karena hanya satu vena atau kelompok vena yang terkena.

Page 17: lbm 1 uro

Peningkatan permeabilitas kapiler. Kerusakan langsunga pada pembuluh darah, seperti pada trauma luka bakar, dapat meyebabkan peningkatan permeabilitas hubungan endothelium. Edema local dapat terjadi pada  respons terhadap allergen, seperti sengatan lebah. Pada individu tertentu, allergen ini dapat mencetuskan respons anafilaktik dengan edema luas yang ditimbulkan oleh reaksi tipe histamine. Inflamasi menyebabkan hyperemia dan vasodilatasi, yang menyebabkan akumulasi cairan, protein, dan sel pada area yang sakit. Ini mengakibatkan pembengkakan edema (eksudasi) area yang terkait.

Obstruksi limfatik. Penyebab paling umum dari obstruksi limfatik adalah pengangkatan limfonodus dan pembuluh darah melalui pembedahan untuk mencegah penyebaran keganasan. Terapi radiasi, trauma, metastasis keganasan, dan inflamasi dapat juga menimbulkan obstruksi luas pada pembuluh darah. Obstruksi limfatik menimbulkan retensi kelebihan cairan dan protein plasma dalam cairan interstisial. Pada saat protein mengumpul dalam ruang interstisial, lebih banyak air bergerak ke dalam area. Edema biasanya lokal.

Kelebihan air tubuh dan natrium. Pada gagal jantung kongestif, curah jantung menurun pada saat kekuatan kontraksi menurun. Untuk mengkompensasi, peningkatan jumlah aldosteron menyebabkan reytensi natrium dan air. Volume plasma meningkat, begitu juga tekanan kapiler intervaskular vena. Jantung yang gagal ini tidak mampu memompa peningkatan aliran balik vena ini, dan cairan dipaksa masuk ke dalam interstisial.

Jenis Edema

Edema pitting mengacu pada perpindahan air interstisial oleh tekanan jari pada kulit, yang meninggalkan cekungan. Setelah tekanan dilepas, memerlukan beberapa menit bagi cekungan ini untuk kembali pada tekanan semula. Edema pitting sering terlihat pada sisi dependen, seperti sacrum pada individu yang tirah baring. Begitu juga tekanan hidrostatik gravitasi meningkatkan akumulasi cairan di tungkai dan kaki pada individu yang berdiri. Edema non pitting terlihat pada area lipatan kulit yang longgar seperti ruang periorbital pada wajah. Edema non pitting dapat terjadi setelah thrombosis vena, khusunya vena supervisial. Edema persisten menimbulkan perubahan trofik pada kulit.

    Mekanisme terjadinya oedema

1)      Adanya kongesti

Pada kondisi vena yang terbendung (kongesti), terjadi peningkatan tekanan hidrostatik intra

vaskula (tekanan yang mendorong darah mengalir di dalam vaskula oleh kerja pompa jantung)

menimbulkan perembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini akan

mengisi pada sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga badan (terjadi edema).

2)      Obstruksi limfatik

Page 18: lbm 1 uro

Apabila terjadi gangguan aliran limfe pada suatu daerah (obstruksi/penyumbatan), maka cairan

tubuh yang berasal dari plasma darah dan hasil metabolisme yang masuk ke dalam saluran limfe

akan tertimbun (limfedema). Limfedema ini sering terjadi akibat mastek-tomi radikal untuk

mengeluarkan tumor ganas pada payudara atau akibat tumor ganas menginfiltrasi kelenjar dan

saluran limfe. Selain itu, saluran dan kelenjar inguinal yang meradang akibat infestasi filaria

dapat juga menyebabkan edema pada scrotum dan tungkai (penyakit filariasis atau kaki

gajah/elephantiasis).

3)      Permeabilitas kapiler yang bertambah

Endotel kapiler merupakan suatu membran semi permeabel yang dapat dilalui oleh air dan

elektrolit secara bebas, sedangkan protein plasma hanya dapat melaluinya sedikit atau terbatas.

Tekanan osmotic darah lebih besar dari pada limfe. Daya permeabilitas ini bergantung kepada

substansi yang mengikat sel-sel endotel tersebut. Pada keadaan tertentu, misalnya akibat

pengaruh toksin yang bekerja terhadap endotel, permeabilitas kapiler dapat bertambah.

Akibatnya ialah protein plasma keluar kapiler, sehingga tekanan osmotic koloid darah menurun

dan sebaliknya tekanan osmotic cairan interstitium bertambah. Hal ini mengakibatkan makin

banyak cairan yang meninggalkan kapiler dan menimbulkan edema. Bertambahnya permeabilitas

kapiler dapat terjadi pada kondisi infeksi berat dan reaksi anafilaktik.

a)     Hipoproteinemia

Menurunnya jumlah protein darah (hipoproteinemia) menimbulkan rendahnya daya ikat

air protein plasma yang tersisa, sehingga cairan plasma merembes keluar vaskula sebagai

cairan edema. Kondisi hipoproteinemia dapat diakibatkan kehilangan darah secara kronis oleh

cacing Haemonchus contortus yang menghisap darah di dalam mukosa lambung kelenjar

(abomasum) dan akibat kerusakan pada ginjal yang menimbulkan gejala albuminuria

(proteinuria, protein darah albumin keluar bersama urin) berkepanjangan. Hipoproteinemia ini

biasanya mengakibatkan edema umum

b)     Tekanan osmotic koloid

Tekanan osmotic koloid dalam jaringan biasanya hanya kecil sekali, sehingga tidak dapat

melawan tekanan osmotic yang terdapat dalam darah. Tetapi pada keadaan tertentu jumlah

protein dalam jaringan dapat meninggi, misalnya jika permeabilitas kapiler bertambah. Dalam

hal ini maka tekanan osmotic jaringan dapat menyebabkan edema. Filtrasi cairan plasma juga

mendapat perlawanan dari tekanan jaringan (tissue tension). Tekanan ini berbeda-beda pada

Page 19: lbm 1 uro

berbagai jaringan. Pada jaringan subcutis yang renggang seperti kelopak mata, tekanan

sangat rendah, oleh karena itu pada tempat tersebut mudah timbul edema.

c)      Retensi natrium dan air

Retensi natrium terjadi bila eksresi natrium dalam kemih lebih kecil dari pada yang masuk

(intake). Karena konsentrasi natrium meninggi maka akan terjadi hipertoni. Hipertoni

menyebabkan air ditahan, sehingga jumlah cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler (cairan

interstitium) bertambah. Akibatnya terjadi edema. Retensi natrium dan air dapat diakibatkan oleh

factor hormonal (penigkatan aldosteron pada cirrhosis hepatis dan sindrom nefrotik dan pada

penderita yang mendapat pengobatan dengan ACTH, testosteron, progesteron atau estrogen).

Bagaimana membedakan oedem yang disebabkan oleh kelainan ginjal dan kelainan organ lain?Proteinuria.Px kadar albumin. Pada kelainan jantung : dimulai dari ekstremitas superior

Indikator terfiltrasi dan tidak terfiltrasi adalah besarnya molekul. Molekul kecil lolos.

Proteinuria dibagi menjadi 2 : selektif (molekul kecil : albumin) dan non selektif (molekul besar : imunoglobulin)

Hiperkolesterolemia juga berarti sakit apa?

Sindrom nefrotikGlomerulo nefritisGlomerulo .... ?

Sindrom nefrotik adalah penyakit ginjal yang umum terjadi pada anak. Anak dengan NS mempunyai ginjal yang bocor yang memungkinkan protein untuk bocor ke urin. Hal ini menyebabkan level protein di darah menurun, menyebabkan cairan menumpuk di tubuh dan terjadi edem. Area edem meliputi abdomen, genital, dan kaki.

Page 20: lbm 1 uro

NS merupakan sindrom klinis proteinuria dengan : edem hipoalbminemis <25 g/l, proteinuria >40 mg/m2/jam, hiperkolesterolemia dengan total kolesterol >200 mg/dl, kreatinin pada urin pagihari mg/mmol (>3,5 mg/mg).

B.      EtiologiPermukaan membran glomerolus mengalami penurunan selektivitas :

-          Penyebab primer : NS komplikasi, NS kongenital (mutasi genetik)-          Penyebab sekunder : Glomerulopati, SLE, sickle cell, DM, HIV, hepatitis, obesitas, post-

streptococcal, -          IdiopatikC.      Epidemiologi dan Faktor risiko

Epidemiologi :Kasus NS terjadi sekitar 0,01% pada anak, biasanya pasien adalah anak berumur dibawah 4 tahun. Kebanyakan NS adalah idiopatik,yang berarti penyebabnya tidak diketahui. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan NS adalah kanker, infeksi, dan lain-lain.

D.      Patofisiologi dan patogenesisHukum hemodinak kapiler Starling

-          Net filtration = perbedaan antar gradien tekanan hidrostatik dan gradien tekanan onkotik.-          Keseimbangan akan menyebabkan peningkatan volum cairan jika : Tekanan hidrostatik meningkat (menjadikan kerusakan vena) Tekanan onkotik meningkat (hipopreoteinemia) Permeabilitas kapiler meningkat (luka bakar, sepsis)-          Penyakit : Glomerular protein loss, hipoalbuminemia, peningkatan tekanan onkotik, edema,

hipovolemia, aktivasi renin-angiotensin, retensi sodium/air.-           E.       Manifestasi Klinis-          Edem (periorbital, scrotal/labia, pretibial)-          Abdominal pain-          Takipneu/nyeri dada (efusi pleura, edem pulmo)-          Pengeluaran urin rendah-          Konstipasi, diare, mual, muntah, tanda-tanda mirip SLE

6. Mengapa bengkak bermula dari kelopak mata diikuti seluruh tubuh?

Page 21: lbm 1 uro

Oedema di sekitar mata disebut priorbital oedema atau kantung mata. Periorbital jaringan yang paling trasa bengkak segera setelah bangun, mungkin karena redistribusi gravitasi cairan dalam posisi horizontal.

Tekanan osmotic koloid

Tekanan osmotic koloid dalam jaringan biasanya hanya kecil sekali, sehingga tidak dapat

melawan tekanan osmotic yang terdapat dalam darah. Tetapi pada keadaan tertentu jumlah

protein dalam jaringan dapat meninggi, misalnya jika permeabilitas kapiler bertambah. Dalam

hal ini maka tekanan osmotic jaringan dapat menyebabkan edema. Filtrasi cairan plasma juga

mendapat perlawanan dari tekanan jaringan (tissue tension). Tekanan ini berbeda-beda pada

berbagai jaringan. Pada jaringan subcutis yang renggang seperti kelopak mata, tekanan

sangat rendah, oleh karena itu pada tempat tersebut mudah timbul edema.

7. Apa hubungan sakit ginjal pasien dengan tekanan darah tinggi?

8. Obat apa yang diberikan dokter sehingga menyebabkan urin menjadi banyak?Diuretik. Mekanisme

1. Apa saja penyebab proteinuria?

Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus (MBG) mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada SN kedua mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu. Selain itu konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui MBG.

Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria Proteinuria selektif apabila yang keluar terdiri dari molekul kecil misalnya albumin. Sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul besar seperti imunoglobulin. Selektivitas proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur MBG.

Page 22: lbm 1 uro

Pada SN yang disebabkan oleh GNLM ditemukan proteinuria selektif. Pemeriksaan mikroskop elektron memperlihatkan fusi foot processus sel epitel viseral glomerulus dan terlepasnya sel dari struktur MBG. Berkurangnya kandungan heparan sulfat proteoglikan pada GNLM menyebabkan muatan negatif MBG menurun dan albumin dapat lolos ke dalam urin. Pada GSFS, peningkatan permeabilitas MBG disebabkan oleh suatu faktor yang ikut dalam sirkulasi. Faktor tersebut menyebabkan sel epitel viseral glomerulus terlepas dari MBG sehingga permeabilitasnya meningkat. Pada GNMN kerusakan struktur MBG terjadi akibat endapan komplek imun di sub-epitel. Komplek C5b-9 yang terbentuk pada GNMN akan meningkatkan pemeabilitas MBG, walaupun mekanisme yang pasti belum diketahui.

a. Proteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular).

b. Perubahan integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin.

c. Derajat proteinuri tidak berhubungan langsung dengan keparahan kerusakan glomerulus.

d. Pasase protein plasma yang lebih besar dari 70 kD melalui membrana basalis glomerulus normalnya dibatasi oleh charge selective barrier (suatu polyanionic glycosaminoglycan) dan size selective barrier.

e. Pada nefropati lesi minimal, proteinuri disebabkan terutama oleh hilangnya charge selectivity sedangkan pada nefropati membranosa disebabkan terutama oleh hilangnya size selectivity.

1. Patofisiologis proteinuriaProteinuria dapat meningkat melalui salah satu cara dari ke 4 jalan di

bawah ini ;Perubahan permeabilitas glomerolus yang mengikuti peningkatan filtrasi dari protein plasma normal terutama albumin.Kegagalan tubulus mereabsorbsi sejumlah kecil protein yang normal difiltrasi.Filtrasi glomerolus dari sirkulasi abnormal,low Molekular weigh protein (LMWP) dalam jumlah yang melebihi kapasitas reabsorbsi tubulus.Sekresi yang meningkat dari makuloprotein uroepitel dan sekresi IgA (immunoglobulin a) dalam respon untuk inflamasi.

IPD

Page 23: lbm 1 uro

2. Apa saja pemeriksaan laboratorium urin rutin serta pemeriksaan lain untuk menegakkan diagnosis?

Fisik : warna, turbiditas, odor, densitas relativeKimia : pH, Hb, Glukosa, Protein, Leukosit esterase, Nitrit, KetonMikroskopik : sel, lipid, silinder, Kristal, organism

Gambaran pemeriksaan labMetode Dipstik Metode Asam SulfosalisiSamar : 10-30 mg% Samar : 20 mg%+ : 30 mg% + : 50 mg%++ : 100 mg% ++ : 200 mg%+++ : 500 mg% +++ : 500 mg%++++ : > 2000 mg% ++++ : > 1000 mg% pemeriksaan urin gula darah serum albumin profil lemak fungsi ginjal pem serologi USG Biopsi ginjalSumber : IPD , FKUI

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium. GN ditandai dengan proteinuria, hematuria, penurunan fungsi ginjal dan perubahan ekskresi garam dengan akibat edema, kongesti aliran darah dan hipertensi.

Mencari tau informasi riwayar GN dalam keluarga, penggunaan obat antiinflamasi non-steroid, preparat emas organik, heroin, imunosupresif seperi sikloporin atau takrolimus dan riwayat infeksi streptokokus endokarditis atau virus. Edema tungkai dan kelopak mata merupakan gejala klinik GN.

Px urin, gula darah, serum albumin, profil lemak dan fungsi ginjal diperlukan untuk membantu dx GNIPD

3. Apa interpretasi proteinuria +++?

4. DD (Indonesia Raya)?

GLOMERULONEFRITIS

Page 24: lbm 1 uro

1. Etiologiinfeksi Streptococcusprimer : akibat kelainan ginjalsekunder : akibat dari penyakit sistemik mis : DM, SLE, multipel mieloma, atau amilioidosisherediter : sindrom alport

Penyebab lain kemungkinan karena factor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan factor alergi mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah infeksi kuman streptococcus.( http://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-akut.html )

2. Klasifikasi klinis (5), lesi (9), etio & pathogenesis (6), imunologi (3)- GN primer : bila penyebabnya berasal dari ginjal itu sendiri- GN sekunder bila penyebabnya berasal dari penyakit sistemik itu

sendiri, seperti Lupus, mieloma multipel, amiloidosisKlasifikasi berdasarkan sindrom klinik:

- Nefritik lokal ditandai dengan hematuri, red cell cast, proteinuria < 1,5 g/24 jam

- Nefritik difus proteinuria lebih berat tetapi belum mencapai stadium nefrotik, edema, hipertensi, dan gangguan fungsi ginjal.

- Sindrom nefrotik ditandai dengan edem anasarka, proteinuria masif, hiperlipidemia, hipoalbuminemia, pada px urin ditemukan lipiduria dan red cell cast.

- GN pola non spesifik

Klasifikasi glomerulopathy1. Klasifikasi klinis2. Klasifikasi lesi histopatologi 3. Klasifikasi berdasar etiologi&patogenesis4. Klasifikasi berdasar proses imunologi

Klasifikasi klinis:1. Kelainan urine tanpa keluhan2. Sindroma nefrotik3. Sindroma nefritik akut4. Sindroma nefritik kronik5. Sindroma RPGN (Rapid Progressive Glomerulonephritis)

Klasifikasi lesi histopatologisa. Lesi minimalb. Lesi glomerulosklerosis fokal segmentalc. Lesi mesangioproliferatif (IgM)

Page 25: lbm 1 uro

d. Lesi mesangioproliferatif (IgA) (penyakit Berger)e. Lesi proliferatif akutf. Lesi membranoproliferatifg. Lesi membranosah. Lesi bulan sabit (crescentic)i. Lesi glomerulosklerosis

Klasif. Etiologi& patogenesaa. Kelainan imunologib. Kelainan metabolik:

- nefropati diabettik- nefropati as. Urat- amiloidosis primer/sekunder

c. Kelainan vaskulerd. Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC)e. Kel. Herediter: sindr.Alport, peny.Fabryf. Patogenesis tak diketahui: lipoid nefrosis

Klasif. imunologia. peny. Kompleks immun:

1) Circulating immune complex: Nephropathy Berger Henoch-Schonlein Purpura Nefritis Lohlein (endokar.bakteri)

2) Pembentukan komplek imun insitu: Glom. Post Streptococcus infection Glom. Membranosa

b. peny.AGBM: sindroma Goodpasteur

BERDASARKAN MEKANISME KEKEBALAN PATOGENIK DAN POLA IMUNO FLOURENSI1) Komplek imun, granuler

Antibodi terhadap antigen non glomeruler eksogen maupun endogen berperan dalam pembentukan komplek ag dan ab dalam sirkulasi dan secara pasif terperangkap GBN fiksasi komplemen dan pelepasan mediator imunologik mengakibatkan cidera glomerolus terdapat deposit di sepanjang ermukaan epitel yang tampaknya memiliki pola granuler atau berbongkah, jenis ini menyertai GN pasca streptococus, GN membranosa idiopatik, GN penyakit serum, endokarditis bacterial akut, malaria dan purpura anfilaktoid.

2) Nefrotoksik (anti GBM, linear)Bentuk antibody yang bereaksi dengan GBM pasien sendiri sebagai anti gen nya (anti GBM/ anti body anti ginjal. Penyakit auto imun sejati berbeda dengan GN kompleks imun, yaitu GBM hanya berperan seperti pendamping yang tak berdosa, endaan imun berperan sebagai endapan subendotel dan menyebabkan gambaran

Page 26: lbm 1 uro

linear seperti pita pada mokroskop, disertai GN progresif cepat dan sindrome good pastor

3. Pathogenesisproses imunologik diatur oleh berbagai faktor imunogenetik yang menentukan bagaimana individu merespon suatu kejadian.ada 2 mekanisme :a. circulating imune complex

Apabila Ag dari luar memicu terbentuknya antibodi spesifik kemudian membentuk kompleks imun Ag-Ab yang ikut dalam sirkulasi kompleks imun akan mengaktivasi sistem komplemen yang akan berikatan dengan kompleks Ag-Ab kompleks imun yang mengalir dalam sirkulasi akan terjebak pada glomerulus dan mengendap di subendotel glomerulus menyebabkan kerusakan glomerulus dapat terjadi inflamasi

b. terbentuknya deposit kompleks imun secara in situApabila Ab berikatan secara langsung dengan Ag yang

merupakan komponen glomerulus.Keruskaan glomerulus tidak hanya disebabkan oleh endapan

kompleks imun tapi jua karena proses inflamasi, sel inflamasi, mediator inflamasi, komplemen yang berperan pada kerusakan golmerulus. IPD , FKUI

4. Manifestasi klinisa. sindrom kelainan urin asimtomatikb. sindrom nefritik c. glomerulonefritis progresif cepatd. sindrom nefrotik : edem anasarka, proteinuria massif > 3,5 g/hari,

hipoalbuminemia < 3,5 g/dl, hiperkolesterolemia dan lipiduriae. GN kronik : proteinuria persisten dg atau tanpa hematuria, serta

penurunan fungsi ginjal progresif lambat

Tanda utama kelainan glomerulus adalah proteinuria, hematuria, sembab, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal, yang dapat terlihat secara tersendiri atau secara bersama seperti misalnya pada sindrom nefrotik, gejala klinisnya terutama terdiri dari proteinuria massif dan hipoalbuminemia, dengan atau tanpa sembab.( http://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-

akut.html )

5. DDpeny jantung hipertensi

Page 27: lbm 1 uro

sindrom RPGM

6. Diagnosis pemeriksaan urin gula darah serum albumin profil lemak fungsi ginjal pem serologi USG Biopsi ginjalSumber : IPD , FKUI

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium. GN ditandai dengan proteinuria, hematuria, penurunan fungsi ginjal dan perubahan ekskresi garam dengan akibat edema, kongesti aliran darah dan hipertensi.

Mencari tau informasi riwayar GN dalam keluarga, penggunaan obat antiinflamasi non-steroid, preparat emas organik, heroin, imunosupresif seperi sikloporin atau takrolimus dan riwayat infeksi streptokokus endokarditis atau virus. Edema tungkai dan kelopak mata merupakan gejala klinik GN.

Px urin, gula darah, serum albumin, profil lemak dan fungsi ginjal diperlukan untuk membantu dx GNIPD

7. PenatalaksanaanPengobatan terpenting adalah suportif, hipertensi dapat diatasi

secara efektif dengan vasodilator perifer (hidralasin, nifedipin). Diuretik diperlukan untuk mengatasi retensi cairan dan hipertensi. Sebagian pasien hanya memerlukan terapi anti hipertensi jangka pendek (beberapa hari sampai beberapa minggu). Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedative untuk menenangkan pasien sehingga dapat cukup beristirahat. Pasien dengan gejala encelopati hipertensif memerlukan terapi anti hipertensi yang agresif, diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgBB secara intramuskuler. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian maka selanjutnya reserpin diberikan per oral dengan dosis 0,03 mg/kgBB/hari.

Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialysis peritoneum atau hemodialisis. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomeruloefritis akut tetapi akhir-akhir ini pemberian furosemid (lasix) 1mg/kgBB/kali secara intra vena dalam 5-10 menit berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.

Pemberian penicillin pada fase akut akan mengurangi menyebarnya infeksi streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian antibiotika ini

Page 28: lbm 1 uro

dianjurkan hanya untuk 10 hari. Pasien glomerulonefritis akut dengan gagal ginjal akut memerlukan terapi yang tepat, pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit. Kortikosteroid dan imunosupresan tidak diberikan oleh karena tidak terbukti berguna untuk pengobatan.

Pada Fase akut diberikan makanan rendah protein (1g/kgBB/hari) dan rendah garam (1g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi, dan oliguria maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.(http://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-akut.html )

8. Komplikasia. Glomerulonefritis kronik sebagai kelanjutan dari glomerulonefritis akut

yang tidak mendapat pengobatan secara tuntas.b. Gagal ginjal akut dengan manifestasi oliguria sampai anuria yang

dapat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufiiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia. Walaupun oliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan peritoneum dialysis (bila perlu).

c. Enselopati hipertensi merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan karena spasme pembuluh darah local dengan anoksia dan edema otak.

d. Gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, terdapatnya ronkhi basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang buka saja disebabkan spasme pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.

e. Anemia yang timbul karena adanya hipovolemia disamping sintesis eritropoetik yang menurun.

(http://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-akut.html )

9. PrognosisSebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% diantaranya

mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7 – 10 setelah awal penyakit dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3 – 4 minggu.

Potter dan kawan-kawan menemukan kelainan sediment urine yang menetap (proteinuria dan hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad.Gejala fisis menghilang dalam

Page 29: lbm 1 uro

minggu ke 2 atau ke 3, kimia darah menjadi normal pada minggu ke 2 dan hematuria mikroskopik atau makroskopik dapat menetap selama 4-6 minggu. LED meninggi terus sampai kira-kira 3 bulan, protein sedikit dalam urine dan dapat menetap untuk beberapa bulan.

Eksaserbasi kadang-kadang terjadi akibat infeksi akut selama fase penyembuhan, tetapi umumnya tidak mengubah proses penyakitnya. Penderita yang tetap menunjukkan kelainan urine selama 1 tahun dianggap menderita penyakit glomerulonefritis kronik, walaupun dapat terjadi penyembuhan sempurna. LED digunakan untuk mengukur progresivitas penyakit ini, karena umumnya tetap tinggi pada kasus-kasus yang menjadi kronis. Diperkirakan 95 % akan sembuh sempurna, 2% meninggal selama fase akut dari penyakit ini dan 2% menjadi glomerulonefritis kronis.(http://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-

akut.html )

SINDROMA NEFRITIS

1. Etiologi Sindroma nefrotik bisa terjadi akibat berbagai glomerulopati atau

penyakit menahun yang luas. Sejumlah obat-obatan yang merupakan racun bagi ginjal juga bisa

menyebabkan sindroma nefrotik, demikian juga halnya dengan pemakaian heroin intravena.

Sindroma nefrotik bisa berhubungan dengan kepekaan tertentu. Beberapa jenis sindroma nefrotik sifatnya diturunkan. Sindroma nefrotik yang berhubungan dengan infeksi HIV (human

immunodeficiency virus, penyebab AIDS) paling banyak terjadi pada orang kulit hitam yang menderita infeksi ini.

Sindroma nefrotik berkembang menjadi gagal ginjal total dalam waktu 3-4 bulan.

Penyebab sindroma nefrotik: a) Penyakit

Amiloidosis Kanker DiabetesGlomerulopati Infeksi HIV Leukemia Limfoma Gamopati monoklonal Mieloma multipel Lupus eritematosus sistemik

Page 30: lbm 1 uro

b) Obat – obatan - Obat pereda nyeri yang menyerupai aspirin - Senyawa emas - Heroin intravena - Penisilamin

c) Alergi - Gigitan serangga - Racun pohon ivy - Racun pohon ek- Cahaya Matahari

Sebab yang pasti belum diketahui. Akhir – akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen – antibodi. Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi: 1) Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.

2) Sindrom nefrotik sekunder, disebabkan oleh: a. Malaria kuartana atau parasit lainnya. b. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata,

purpura anafilaktoid. c. Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis,

trombosis vena renalis. d. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam

emas, sengatan lebah, air raksa. e. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis

membranoproliferatif hipokomplementemik. 3) Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui penyebabnya)

Berdasarkan histopatologi yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop electron, Churg dan kawan-kawan membagi dalam 4 golongan, yaitu : a) Kelainan minimal

Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan mikroskop electron tampak foot processus sel epitel berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG atau immunoglobulin beta-IC pada dinding kapiler glomerulus. Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak daripada orang dewasa. Prognosis lebih baik dibandingkan dengan golongan lain.

b) Nefropati membranosa

Page 31: lbm 1 uro

Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak. Prognosis kurang baik.

c) Glomerulonefritis proliferatif difus Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltasi sel polimorfonukleus. Pembengkakkan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang timbul setelah infeksi dengan Streptococcus yang berjalan progresif dan pada sindrom nefrotik.prognosis jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan setelah pengobatan yang lama.

d) Glomerulosklerosis fokal segmental Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering ditandai dengan atrofi tubulus. Prognosis buruk.

2. Factor resikoSindroma ini bisa terjadi pada segala usia. Pada anak-anak, paling sering timbul pada usia 18 bulan sampai 4 tahun, dan lebih banyak menyerang anak laki – laki.

3. Manifestasi klinisGejala awalnya bisa berupa : - berkurangnya nafsu makan - pembengkakan kelopak mata - nyer perut - pengkisutan otot - pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air - air kemih berbusa.

Perut bisa membengkak karena terjadi penimbunan cairan dan sesak nafas bisa timbul akibat adanya cairan di rongga sekitar paru-paru (efusi pleura).

Gejala lainnya adalah pembengkakan lutut dan kantung zakar (pada pria). Pembengkakan yang terjadi seringkali berpindah-pindah; pada pagi hari cairan tertimbun di kelopak mata dan setalah berjalan cairan akan tertimbun di pergelangan kaki.

Pengkisutan otot bisa tertutupi oleh pembengkakan. Pada anak-anak bisa terjadi penurunan tekanan darah pada saat penderita berdiri dan tekanan darah yang rendah (yang bisa menyebabkan syok). Tekanan darah pada penderita dewasa bisa rendah, normal ataupun tinggi.

Produksi air kemih bisa berkurang dan bisa terjadi gagal ginjal karena rendahnya volume darah dan berkurangnya aliran darah ke ginjal. Kadang gagal ginjal disertai penurunan pembentukan air kemih terjadi secara tiba-tiba.

Page 32: lbm 1 uro

Kekurangan gizi bisa terjadi akibat hilangnya zat-zat gizi (misalnya glukosa) ke dalam air kemih. Pertumbuhan anak-anak bisa terhambat. Kalsium akan diserap dari tulang. Rambut dan kuku menjadi rapuh dan bisa terjadi kerontokan rambut. Pada kuku jari tangan akan terbentuk garis horisontal putih yang penyebabnya tidak diketahui.

Lapisan perut bisa mengalami peradangan (peritonitis). Sering terjadi infeksi oportunistik (infeksi akibat bakteri yang dalam keadaan normal tidak berbahaya). Tingginya angka kejadian infeksi diduga terjadi akibat hilangnya antibodi ke dalam air kemih atau karena berkurangnya pembentukan antibodi.

Terjadi kelainan pembekuan darah, yang akan meningkatkan resiko terbentuknya bekuan di dalam pembuluh darah (trombosis), terutama di dalam vena ginjal yang utama. Di lain fihak, darah bisa tidak membeku dan menyebabkan perdarahan hebat.

Tekanan darah tinggi disertai komplikasi pada jantung dan otak paling mungkin terjadi pada penderita yang memiliki diabetes dan penyakit jaringan ikat.

4. DD Penyakit dg edema dan hipoalbuminemi lain: Penyakit hati kronis Malnutrisi Gagal jantung

5. Dx Pemeriksaan laboratorium terhadap air kemih menunjukkan kadar

protein yang tinggi. Konsentrasi albumin dalam darah adalah rendah karena protein

vital ini dibuang melalui air kemih dan pembentukannya terganggu. Kadar natrium dalam air kemih adalah rendah dan kadar kalium

dalam air kemih adalah tinggi. Konsentrasi lemak dalam darah adalah tinggi, kadang sampai 10

kali konsentrasi normal. Kadar lemak dalam air kemih juga tinggi. Bisa terjadi anemia.

Faktor pembekuan darah bisa menurun atau meningkat. Analisa air kemih dan darah bisa menunjukkan penyebabnya. Jika penderita mengalami penurunan berat badan atau usianya

lanjut, maka dicari kemungkinan adanya kanker. Biopsi ginjal terutama efektif dalam mengelompokkan kerusakan

jaringan ginjal yang khas.

5. Penatalaksanaana. Penanggulangan sebaiknya penderita dirawat untuk evaluasi

diagnostik dan rencana terapi. Karena pengobatannya meliputi1) Dietetik

Page 33: lbm 1 uro

Rendah garam Protein sesuai kebutuhan Kalori berasal dari lemak kurang dari 35%

2) Diuretik (untuk mengeluarkan cairan sehingga kencing jadi banyak) dan albumin diberikan bila kadar albumin darah sangat rendah.

3) Kortikosterroid (prednison / prednisolon)Tahap I selama 4 minggu diberikan tiap hari sehari tiga kali.Tahap II selama 4 minggu diberikan selang sehari, sehari sekali.Tahap III selama 4 minggu dosis obat bertahap dikurangi sampai stop.

b. Penatalaksanaan Tentukan etiologinya. Edema tirah baring, pakai stoking yang menekan,

Diuretic Perhatikan dan catat keseimbangan pasien. Pengwasan terhadap kalium, plasma, natrium plasma,

kraetinin, dan urea. Memperbaiki nutrisi makanan tinggi kalori dan rendah garam Mencegah infeksi antibiotic profilaksis Obat antikoagulasipasien SN berat

KAPITA SELEKTA jilid 1

1) Istirahat sampai edema tinggal sedikit.2) Makanan yang cukup protein sebanyak 2-3 gram/KgBB/hari, dengan

garam minimal (±1 gr/hari) bila edema masih berat Bila edema berkurang dapat diberi garam sedikit.

3) Diuretikum ( furosemid 1 mg/kgbb/kali ).4) Kortikosteroid, cara pengobatan sebagai berikut : (ISKDC)

o Prednisone 2 mg/kgBB/hari (maks 80 mg/hari) dibagi 3 dosis selama 4 minggu, program berikutnya dengan cara pemberian berselang (alternate day therapy) atau 3 hari berturut-turut dalam seminggu (intermitten dose) 2/3 dosis penuh, selama 4 minggu. Kemudian dihentikan tanpa tapering off lagi. Bila terjadi relaps diberikan prednisone dosis penuh seperti terapi awal sampai terjadi remisi (maksimal 4 minggu), kemudian dosis diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh.Bila terjadi relaps sering atau resisten steroid, lakukan biopsy ginjal.

5) Antibiotika hanya diberikan bila ada infeksi namun oleh beberapa ahli ginjal dianjurkan pemberian penisilin harian per oral sebagai profilaksis infeksi pneumokok.

Page 34: lbm 1 uro

6. Komplikasia) Kelainan Koagulasi dan Tendensi Trombosis

Beberapa kelainan koagulasi dan sistem fibrinolitik banyak ditemukan pada pasien SN. Angka kejadian terjadinya komplikasi tromboemboli pada anak tidak diketahui namun lebih jarang daripada orang dewasa. Diduga angka kejadian komplikasi ini sebesar 1,8 % pada anak. Pada orang dewasa umunya kelainannya adalah glomerulopathi membranosa (GM) suatu kelainan yang sering menimbulkan trombosis. Secara ringkas kelainan hemostasis SN dapat timbul dari dua mekanisme yang berbeda : 1) Peningkatan permeabilitas glomerulosa mengakibatkan :

meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein didalam urin seperti anti thrombin III, protein S bebas, plasminogen dan anti plasmin. Hipoalbunemia menimbulkan aktivasi trombosit lewat tromboksan A2, meningkatnya sintesis protein prokoagulan karena hiporikia dan tertekannya fibrinolisis.

2) Aktivasi sistem hemostatik didalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringan monosit dan oleh paparan matrik subendotel pada kapiler glomerulus yang selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin dan agregasi trombosit.

b) Kelainan Hormonal dan MineralGangguan timbul karena terbuangnya hormone-hormon yang

terikat pada protein. Thyroid binding globulin umumnya berkaitan dengan proteinuria.

Hipokalsemia bukan hanya disebabkan karena hipoalbuminemia saja, namun juga terdapat penurunan kadar ionisasi bebas, yang berarti terjadi hiperkalsiuria yang akan membaik bila proteinuria menghilang. Juga terjadi penurunan absorpsi kalsium dalam saluran cerna yang terlihat dengan adanya ekskresi kalsium dalam feses yang sama atau lebih besar dari intake. Adanya hipokalsemia, hipokalsiuria dan penurunan absorpsi kalsium dalam saluran cerna diduga karena adanya kelainan metabolisme vitamin D. Namun demikian, karena gejala-gejala klinik berupa gangguan tulang jarang dijumpai pada anak, maka pemberian vitamin D rutin tidak dianjurkan.

c) Ganggguan Pertumbuhan dan Nutrisi Sejak lama diketahui bahwa anak-anak dengan sindrom nefrotik

mengalami gangguan pertumbuhan. Ganguan pertumbuhan pada anak dengan sindrom nefrotik adalah disebabkan karena malnutrisi protein kalori, sebagai akibat nafsu makan yang berkurang, terbuangnya protein dalam urin, malabsorbsi akibat sembab mukosa saluran cerna serta terutama akibat terapi steroid.

Terapi steroid dosis tinggi dalam waktu lama menghambat maturasi tulang, terhentinya pertumbuhan tulang linear dan menghambat absorbsi kalsium dalam intestinum, terutama bila

Page 35: lbm 1 uro

dosis lebih besar dari 5 mg/m2/hari. Kortikosteroid mempunyai efek antagonis terhadap hormone pertumbuhan endogen dan eksogen dalam jaringan perifer melalui efek somatomedin. Cara pencegahan terbaik adalah dengan menghindari pemberian steroid dosis tinggi dalam waktu lama serta mencukupi intake kalori dan protein serta tidak kalah pentingnya adalah juga menghindari stress psikologik.

d) Infeksi Kerentanan terhadap infeksi meningkat karena rendahnya kadar

immunoglobulin, defisiensi protein, defek opsonisasi bakteri, hipofungsi limpa dan terapi imunosupresan. Kadar Ig G menurun tajam sampai 18 % normal. Kadar Ig M meningkat yang diduga karena adanya defek pada konversi yang diperantarai sel T pada sintesis Ig M menjadi Ig G. defek opsonisasi kuman disebabkan karena menurunnya faktor B ( C3 proactivator ) yang merupakan bagian dari jalur komplemen alternatif yang penting dalam opsonisasi terhadap kuman berkapsul, seperti misalnya pneumococcus dan Escherichia coli. Penurunan kadar faktor B ( BM 80.000 daltons ) terjadi karena terbuang melalui urine. Anak-anak dengan sindrom nefrotik berisiko menderita peritonitis dengan angka kejadian 5 %. Kuman penyebabnya terutama Streptococcus pneumoniae dan kuman gram negatif. Infeksi kulit juga sering dikeluhkan. Tidak dianjurkan pemberian antimikroba profilaksis.

e) Anemia Biasanya terjadi anemia hipokrom mikrositer, anemia yang khas

defisiensi besi, tetapi resisten terhadap terapi besi. Sebabnya adalah meningkatnya volume vaskuler, hemodilusi dan menurunnya kadar transferin serum karena terbuang bersama protein dalam urine.

f) Gangguan Tubulus Renal Hiponatremia terutama disebabkan oleh retensi air dan bukan

karena defisit natrium, karena meningkatnya reabsorbsi natrium di tubulus proksimal dan berkurangnya hantaran Na dan H2O ke pars asenden Ansa Henle. Pada anak dengan sindrom nefrotik terjadi penurunan volume vaskuler dan peningkatan sekresi renin dan aldosteron sehingga sekresi hormone antidiuretik meningkat. Angiotensin II meningkat akan menimbulkan rasa haus sehingga anak akan banyak minum meskipun dalam keadaan hipoosmolar dan adanya defek ekskresi air bebas.

Gangguan pengasaman urine ditandai oleh ketidakmampuan manurunkan pH urine setelah pemberian beban asam. Diduga defek distal ini disebabkan oleh menurunnya hantaran natrium ke arah asidifikasi distal. Keadaan tersebut dapat dikoreksi dengan pemberian furosemide yang meningkatkan hantaran ke tubulus distal dan menimbulkan lingkaran intraluminal yang negatif yang diperlukan agar sekresi ion hydrogen menjadi maksimal.

Page 36: lbm 1 uro

Disfungsi tubulus proksimal ditandai dengan adanya bikarbonaturia dan glukosuria. Disfungsi tubulus proksimal agak jarang ditemukan.

g) Gagal Ginjal Akut Dapat terjadi pada sindrom nefrotik kelainan minimal atau

glomerulosklerosis fokal segmental dengan gejala-gejala oliguria yang resisten terhadap diuretik. Dapat sembuh spontan atau dialysis. Penyebabnya bukan karena hipovolemia, iskemi renal ataupun akibat perubahan membran basal glomerulus, tetapi adalah karena sembab interstitial renal sehingga terjadi peningkatan tekanan tubulus proksimal yang mengakibatkan penurunan laju filtrasi glomerulus. Adanya gagal ginjal akut pada sindrom nefrotik harus dicari penyebabnya. Apakah bukan karena nefritis interstitial karena diuretic, nefrotoksik bahan kontras radiologi, nefrotoksik antibiotik atau nefritis interstitial alergi karena antibiotik atau bahan lain.

www.klinikmedis.com

7. Prognosis Prognosisnya bervariasi, tergantung kepada penyebab, usia

penderita dan jenis kerusakan ginjal yang bisa diketahui dari pemeriksaan mikroskopik pada biopsi.

Gejalanya akan hilang seluruhnya jika penyebabnya adalah penyakit yang dapat diobati (misalnya infeksi atau kanker) atau obat-obatan.

Prognosis biasanya baik jika penyebabnya memberikan respon yang baik terhadap kortikosteroid.

Anak – anak yang lahir dengan sindroma ini jarang yang bertahan hidup sampai usia 1 tahun, beberapa diantaranya bisa bertahan setelah menjalani dialisa atau pencangkokan ginjal.

Prognosis yang paling baik ditemukan pada sindroma nefrotik akibat glomerulonefritis yang ringan; 90% penderita anak-anak dan dewasa memberikan respon yang baik terhadap pengobatan.

Jarang yang berkembang menjadi gagal ginjal, meskipun cenderung bersifat kambuhan. Tetapi setelah 1 tahun bebas gejala, jarang terjadi kekambuhan.

Sindroma nefrotik akibat glomerulonefritis membranosa terutama terjadi pada dewasa dan pada 50% penderita yang berusia diatas 15 tahun, penyakit ini secara perlahan akan berkembang menjadi gagal ginjal.

50% penderita lainnya mengalami kesembuhan atau memiliki proteinuria menetap tetapi dengan fungsi ginjal yang adekuat.

Pada anak – anak dengan glomerulonefritis membranosa, proteinuria akan hilang secara total dan spontan dalam waktu 5 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis.

Page 37: lbm 1 uro

Sindroma nefrotik familial dan glomerulonefritis membranoproliferatif memberikan respon yang buruk terhadap pengobatan dan prognosisnya tidak terlalu baik. Lebih dari separuh penderita sindroma nefrotik familial meninggal dalam waktu 10 tahun.

Pada 20% pendeita prognosisnya lebih buruk, yaitu terjadi gagal ginjal yang berat dalam waktu 2 tahun.

Pada 50% penderita, glomerulonefritis membranoproliferatif berkembang menjadi gagal ginjal dalam waktu 10 tahun. Pada kurang dari 5% penderita, penyakit ini menunjukkan perbaikan.

Sindroma nefrotik akibat glomerulonefritis proliferatif mesangial sama sekali tidak memberikan respon terhadap kortikosteroid.

Pengobatan pada sindroma nefrotik akibat lupus eritematosus sistemik, amiloidosis atau kencing manis, terutama ditujukan untuk mengurangi gejalanya. Pengobatan terbaru untuk lupus bisa mengurangi gejala dan memperbaiki hasil pemeriksaan yang abnormal, tetapi pada sebagian besar penderita terjadi gagal ginjal yang progresif. Pada penderita kencing manis, penyakit ginjal yang berat biasanya akan timbul dalam waktu 3 – 5 tahun.

Prognosis pada sindroma nefrotik akibat infeksi, alergi maupun pemakaian heroin intravena bervariasi, tergantung kepada seberapa cepat dan seberapa efektif penyebabnya diatasi.

5. Apa saja manifestasi klinis dari sakit ginjal?

6. Terapi?

1. Pengobatan Dietetik

Pemberian diit tinggi protein tidak diperlukan bahkan sekarang dianggap kontra indikasi karena kana menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan terjadinya skerosis glomerulus. Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA (Recommended Dailiy Allowances) yaitu 2 gram/kgBB/hari. Diit rendah protein akan menyebabkan mallnutrisi energi protein (MEP) dan hambatan pertumbuhan anak. Diit rendah garam (1-2 gram/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edem.

Diuretik

Page 38: lbm 1 uro

Restriksi cairan diperlukan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop diuretik seperti furosemid 1-2mg/kgBB/hari, bila diperlukan dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hamat kalium) 2-3 mg/kgBB/hari. Pada pemakaian diuretik lebih lama dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit darah (kalium dan natrium).

Bila pemberian diuretik tidak berhasil mengurangi edema (edema refrakter), biasanya disebabkan oleh hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (kadar albumin ≤1gram/dl), dapat diberikan infus albumin 20-25% denagn dosis 1 gram/kgBB selama 4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial, dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgBB. Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma sebanyak 20 ml/kgBB/hari secara perlahan-lahan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan albumin dan plasma dapat diberikan selang sehari untuk memberrikan kesempatan pergeseran dan mencegah overload cairan

Antibiotik profilaksisDi beberapa negara, pasien SN dengan edema dan ascites diberikan antibiotik profilaksis dengan penicilin oral 125-250 mg, 2 kali sehari, sampai edema berkurang. Di Indonesia tidak dianjurkan pemberian antibiotik profilaksis, tetapi perlu dipantau secara berkala, dan bila ditemukan tanda-tanda infeksi segera diberikan antibiotik

Pengobatan Dengan Kortikosteroida. Pengobatan inisial

Sesuai dengan ISKDC (International Study on Kidney Diseasein Children) pengobatan inisial SN dimulai dengan pemberian prednison dosis penuh (full dose) 60 mg/m2LPB/hari atau 2mg/kgBB/hari (maksimal 80mg/hari), dibagi 3 dosis, untuk menginduksi remisi. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan). Prednison dosis penuh inisial diberikan selama 4 minggu. Setelah pemberian steroid 2 minggu pertama, remisi telah terjadi pada 80% kasus, dan remisi mencapai 94% setelah pengobatan steroid 4 minggu. Bila terjadi remisi pada 4 minggu pertama, maka

Page 39: lbm 1 uro

pemberian steroid dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40mg/m2LPB/hari (2/3 dosis awal) secara alternating (selang sehari), 1 kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid

b. Pengobatan relapsDiberikan prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan prednison dosis alternating selama 4 minggu. Pada SN yang mengalami proteinuria ≥ 2+ kembali tetapi tanpa edema, sebelum dimulai pemberian prednison, terlebih dahulu dicari pemicunya, biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila ada infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila setelah pemberian antibiotik kemudian proteinuria menghilang tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria ≥ 2+ disertai edema, maka didiagnosis sebagai relaps

Jumlah kejadian relaps dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan inisial, sangat penting, karena dapat meramalkan perjalanan penyakit selanjutnya. Berdasarkan relaps yang terjadi dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan steroid inisial, pasien dapat dibagi dalam beberapa golongan :

Tidak ada relaps sama sekali (30%) Relaps jarang : jumlah relaps <> Relaps sering : jumlah relaps ≥ 2 kali (40-50%) Dependen steroid.

c. Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroidBila pasien telah dinyatakan sebagai SN relaps sering atau dependen steroid, setelah mencapai remisi dengan prednison dosis penuh, diteruskan dengan steroid alternating dengan dosis yang diturunkan perlahan / bertahap 0,2 mg/kgBB sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1-0,5 mg/kgBB alternating. Dosis ini disebut dosis threshold dan dapat diterukan selama 6-12 bulan, kemudian dicoba dihentikan

Page 40: lbm 1 uro

Bila terjadi relaps pada dosis prednison rumat >0,5 mg/kgBB alternating, tetapi <1,0>2.

Bila ditemukan keadaan dibawah ini:

a. Terjadi relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgBB dosis alternating atau

b. Pernah relaps dengan gejala berat, seperti hipovolemia, trombosis, sepsis.

c. Diberikan CPA dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari, dosis tunggal, selama 8-12 minggu

d. Pengobatan SN resisten steroidPengobatan SN resisten steroid (SNRS) sampai sekarang belum memuaskan. Sebelum pengobatan dimulai, pada pasien SNRS dilakukan biopsi ginjal untuk melihat gambaran patologi anatomi ginjal, karena gambaran patologi anatomi tersebut mempengaruhi prognosis. Pengobatan dengan CPA memberikan hasil yang lebih baik bila hasil biopsi ginjal menunjukkan SNKM daripada GSFS. Dapat juga diberikan Siklosporin (CyA), metil prednisolon puls, dan obat imunosupresif lain 2.