lapkas bedah uro

Upload: novenda-agryanto-heryanto-putra

Post on 14-Jan-2016

229 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

laporan kasus bedah urologi

TRANSCRIPT

BAB I

BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA

DISUSUN OLEH :

KHAIRUL SALEH PULUNGAN (1407101030046) NOVENDA AGRYANTO HP (1407101030143)BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN

BANDA ACEH

2015 BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIAANATOMI KELENJAR PROSTAT

Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli buli, di depan rectum dan membungkus uretra posterior. Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya 2 cm dan panjangnya 3 cm dengan lebarnya 4 cm, dan berat 20 gram. Prostat berbentuk seperti pyramid terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Secara histopatologik kelenjar prostat terdiri atas komponen kelenjar dan stroma. Komponen stroma ini terdiri atas otot polos, fibroblast, pembuluh darah, saraf, dan jaringan penyanggah yang lain.

Gambar 1. Anatomi Prostat

Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah, bulat dan kecil.

Gambar 2. Anatomi Kelenjar Prostat Potongan Longitudinal

Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan 25% dari seluruh volume ejakulat.

Batas-batas prostata. Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria, otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain. b. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma urogenitalis. Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior.

c. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis, dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada cavum retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan permukaan posterior os pubis dan ligamentumpuboprostatica. Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi vascia pelvis.

d. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah menuju corpus perinealis.

e. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator ani waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus ejaculatorius menembus bagian atas permukaan prostat untuk bermuara pada uretra pars prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus prostaticus.DEFINISI

BPH adalah diagnosis klinis menggambarkan gejala BAK disebabkan oleh obstruksi prostat, meskipun beberapa pasien dengan BPH mempunyai pembesaran kelenjar yang minimal, dan beberapa pasien dengan prostat yang besar tidak memiliki gejala.ETIOLOGI

BPH terjadi karena proliferasi stroma dan epithelial dari glandula prostat yang sering didapatkan gejala voiding.

Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer.

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hyperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron ( DHT ) dan proses aging ( menjadi tua ). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah :

1. Teori dihidrotestosteron

2. adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron

3. interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat

4. berkurangnya kematian sel ( apoptosis )

5. teori stem sel

1. Teori Dihidrotestosteron

Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosterone di dalam sel prostat oleh enzim 5- reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen ( RA ) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5- reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.

2. Ketidakseimbangan Antara Estrogen testosteron

Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen dan menurunkan jumlah kematian sel sel prostat ( apoptosis ). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat menjadi lebih besar.

3. Interaksi Stroma Epitel

Cunha ( 1973 ) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel sel stroma melalui suatu mediator ( growth factor ) tertentu. Setelah sel sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel sel epitel maupun sel stroma.

4. Berkurangnya Kematian Sel Prostat

Program kematian sel ( apoptosis ) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologi untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel sel di sekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.

Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat.

5. Teori Sel Stem

Untuk mengganti sel sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. terjadinya proliferasi sel sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma atau sel epitel.PATOFISIOLOGI

Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi serta iritasi. Gejala dan tanda obstruksi saluran kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah dan rasa belum puas sehabis miksi. Gejala iritasi disebabkan hipersensitivitas otot detrusor berarti bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala dan tanda ini diberi skor untuk menentukan berat keluhan klinis.

Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih di dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urin terus terjadi, pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intra vesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi menjadi lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. pada waktu miksi, penderita harus selalu mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid.

Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks, dapat terjadi pielonefritis.

Hiperplasia Prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesikal

Buli buli Ginjal dan ureter

Hipertrofi otot detrusor - Refluks vesiko-ureter

Trabekulasi

- Hidroureter

selula

- Hidronefrosis

divertikel buli buli

- Pionefrosis pilonefritis

- Gagal ginjal GEJALA KLINISBiasanya gejala gejala pembesaran prostat jinak, dikenal sebagai Lower Urinary Tract Symptoms ( LUTS ), dan dapat dibedakan menjadi :

1. Gejala iritatif Frekuensi: sering miksi

Frekuensi terutama terjadi pada malam hari ( nokturia ) karena hambatan normal dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama tidur.

Nokturia : terbangun untuk miksi pada malam hariNokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.

Urgensi : perasaan miksi yang sangat mendesak Disuria: nyeri pada saat miksi

Urgensi dan disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh ketidaksatabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.

2. Gejala obstuktif

Pancaran melemah

Rasa tidak lampias sehabis miksi

Terminal dribbling : menetes setelah miksi

Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urin yang banyak dalam buli buli.

Hesitancy : bila mau miksi harus menunggu lama

Terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra.

Straining: harus mengedan jika miksi

Intermittency: kencing terputus putus

Terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi

Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen karena overflow.Keluhan ini biasanya disusun dalam bentuk score symptom. Terdapat beberapa jenis klasifikasi yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis dan menentukan tingkat beratnya penyakit, diantaranya adalah score internasional gejala-gejala prostat WHO ( Internasional Prostate Symptom Score, IPSS) dan score Madsen Iversen. Skor Madsen IversenPertanyaan01234

PancaranNormalBerubah ubahLemahMenetes

Mengedan pada saat berkemihTidakYa

Harus menunggu saat akan miksiTidakYa

BAK terputus putusTidakYa

Miksi tidak lampiasTidak tahuBerubah ubahTidak lampias1x retensi> 1x retensi

InkontinensiaYa

BAK sulit ditundaTidak adaRinganSedangBerat

Miksi malam hari0 123-4>4

BAK siang hari> 3 jam sekaliSetiap

2 3 jam sekaliSetiap

1 2 jam sekali< 1 jam sekali

Skor Internasional gejala gejala prostat WHO ( Internasional Prostate Symptom Score, IPSS )Keluhan pada bulan terakhirTidak sama sekali< 1 - 5x> 5 - < 15x15x> 15xHampir selalu

Adakah anda merasa buli buli tidak kosong setelah BAK0

Berapa anda hendak BAK lagi dalam waktu 2 jam setelah BAK012345

Berapa kali terjadi air kencing berhenti sewaktu BAK012345

Berapa kali anda tidak dapat menahan keinginan BAK012345

Berapa kali arus air seni lemah sekali sewaktu BAK012345

Berapa kali terjadi anda mengalami kesulitan memulai BAK (harus mengejan)012345

Berapa kali anda bangun untuk BAK diwaktu malam0 1x2x3 x4 x5 x

Andaikata hal yang anda alami sekarang akan tetap berlangsung seumur hidup, bagaimana perasaan andaSangat senangCukup senangBiasa sajaAgak tidak senangTidak menyenangkanSangat tidak menyenangkan

Jumlah nilai :

0 = baik sekali

1 = baik

2 = kurang baik

3 = kurang

4 = buruk

5 = buruk sekali

Sistem skoring I-PSS terdiri dari tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan dihubungkan dengan keluhan miksi diberi nilai dari 0 sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 sampai 7.

Dari skor I-PSS dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu (1) ringan : skor 0-7, (2) sedang : skor 8-19, (3) berat : skor 20-35.

Mild or No Symptoms. Skor IPSS 7 atau di bawah 7, pada umumnya memilih watchfull waiting sekalipun prostat mereka membesar. Perlu diingat, bagaimanapun obstruksi traktus urinaria dapat memperlihatkan pembesaran prostat sekalipun tidak mempunyai gejala, maka ada beberapa resiko dengan pilihan ini, walaupun itu kecil.

PEMERIKSAAN KLINIS Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination ( DRE )Merupakan pemeriksaan yang sangat penting, DRE dapat memberikan gambaran tonus sfingter ani, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan tentu saja meraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :

Konsistensi pada pembesaran prostat kenyal

Adakah asimetri

Adakah nodul pada prostat

Apakah batas atas dapat diraba dan apabila batas atas masih dapat diraba biasanya besar prostat diperkirakan < 60 gr.Pada BPH akan ditemukan prostat yang lebih besar dari normal atau normal ( ingat tidak ada korelasi antara besar prostat dengan obstruksi yang ditimbulkannya ), permukaan licin dan konsistensi kenyal.

Pada akut retensi, buli-buli penuh ( ditemukan massa supra pubis ) yang nyeri dan pekak pada perkusi.

Derajat berat hipertrofi prostat berdasarkan gambaran klinis

DerajatColok DuburSisa Volume Urin

IPenonjolan prostat, batas atas mudah diraba< 50 ml

IIPenonjolan prostat jelas, batas atas dapat dicapai50 100 ml

IIIBatas atas prostat tidak dapat diraba> 100 ml

IVRetensi urin total

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium:

a. Sedimen urin

Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein atau glukosa.

b. Kultur urin

Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan

c. Faal ginjal

Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas. Elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk insufisiensi ginjal kronis pada pasien yang memiliki postvoid residu (PVR) yang tinggi.

d. Gula darah

Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik)

e. Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)

Pemeriksaan Prostat Spesifik Antigen ( PSA ) dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4 10 ng/ml, hitunglah Prostate Spesifik Antigen Density ( PSAD ) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml.

2. Pemeriksaan Patologi Anatomi

BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma di prostat. Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir murni, meskipun kebanyakan menunjukkan pola fibroadenomyomatous hyperplasia

Gambar 7. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat Hiperplasia

3. Pencitraan pada Benigna Prostat Hiperplasia:

a. Foto polos

Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala menunjukan bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda suatu retensi urine.b. Pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS)

Adalah tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini, probe dimasukkan ke dalam rektum mengarahkan gelombang suara di prostat. Gema pola gelombang suara merupakan gambar dari kelenjar prostat pada layar tampilan. Untuk menentukan apakah suatu daerah yang abnormal tampak memang tumor, digunakan probe dan gambar USG untuk memandu jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai. Jarum mengumpulkan beberapa potong jaringan prostat untuk pemeriksaan dengan mikroskop. Biopsy terutama dilakukan untuk pasien yang dicurigai memiliki keganasan prostat.

Transrektal ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan untuk pengukur volume prostat, caranya antara lain :

Metode step planimetry. Yang menghitung volume rata-rata area horizontal diukur dari dasar sampai puncak.

Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi (H/height) ,lebar (W/width) dan panjang (L/length) dengan rumus : (H x W x L).

DIAGNOSIS BANDING

Proses miksi bergantung pada kekuatan kontraksi detrusor, elastisitas leher kandung kemih dengan tonus ototnya dan resistensi uretra. Setiap kesulitan miksi disebabkan oleh salah satu dari ketiga faktor tersebut. Kelemahan detrusor dapat disebabkan oleh kelainan saraf ( kandung kemih neurologik ), misalnya pada lesi medula spinalis, neuropatia diabetes, bedah radikal yang mengorbankan persarafan di daerah pelvis, penggunaan obat penenang, obat penghambat reseptor ganglion da parasimpatolitik. Kekakuan leher vesika disebabkan oleh proses fibrosis, sedangkan resistensi uretra disebabkan oleh pembesaran prostat jinak atau ganas, tumor di leher kandung kemih, batu di uretra atau striktur uretra. Kelainan tersebut dapat dilihat dengan sistokopi.

Diagnosa banding BPH

KondisiGejala

Diabetes mellitusFrekuensi, aliran dan volume urin normal

Sistitis , kanker buli, batu buliGejala iritasi

Prostatitits

Divertikulum buli

Kondisi neurologis (injuri medulla spinalis, kelainan medulla spinalis dsb)

Riwayat minum obat (antikolinergik, antidepresan, dekongestan, tranquilezer)Gejala iritasi dan obstruksi

Kanker prostat

Striktur uretra

Kontraktur/striktur buliGejala obstruksi

PENATALAKSANAAN

Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik. Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah.

Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2) meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan endourologi yang kurang invasif.

ObservasiMedikamentosaOperasiInvasive minimal

Watchful waiting Penghambat adrenergik Prostatektomi terbuka TUMT

TUBD

Stent uretra

TUNA

Penghambat reduktese Endourologi

Fisioterapi 1. TURP

2. TUIP

3. TULP

Elektovaporasi

Hormonal

Tabel 3. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna

Penatalaksanaan Benigna Prostat HiperplasiaPenatalaksanaan Nilai indeks gejala BPHEfek samping

Wactfull waitingGejala hilang/timbulRisiko kecil , dapat terjadi retensi urinaria

Penatalaksanaan medis

Alpha-blockersSedang 6-8Gaster/usus halus-11%

Hidung berair-11%

Sakit kepala-12%

Menggigil-15%

5 alpha-reductase inhibitorsRingan 3-4Masalah ereksi-8%

Kehilangan hasrat sex-5%

Berkurangnya semen-4%

Terapi kombinasiSedang 6-7Kombinasi

Terapi invasi minimal

Transuretral microwave heatSedang-berat 9-11Urgensi/frekuensi-28-74%

Infeksi-9%

Prosedur kedua dibutuhkan-10-16%

TUNASedang 9Urgensi/frekuensi-31%

Infeksi-17%

Prosedur kedua dibutuhkan-23%

Operasi

TURP, laser & operasi sejenisBerat 14-20Retensi urinaria-1-21%

Urgensi&frekuensi-6-99%

Gangguan ereksi-3-13%

Operasi terbukaBerat Inkontinensia 6%

Penatalaksaan Berdasarkan Nilai Indeks Gejala Benigna Prostat HiperplasiaDAFTAR PUSTAKA

Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. Schwartzs Principles of Surgery. 9th Edition. Singapore : The McGraw-Hill Companies,Inc;2010.

Mansjoer, Arif, Suprohaita, Wardhani, Wahyu Ika. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid Dua. Jakarta : Media Aesculapius; 2000.

Purnomo, Basuki B. Dasar Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto.

Ramon P, Setiono, Rona, Buku Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran ; 2002: 203-7

Sabiston, David. Sabiston : Buku Ajar Bedah. Alih bahasa : Petrus. Timan. EGC. 1994.

Samsuhidajat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, 2003.

Sapardan Subroto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Riwayat

Pemeriksaan fisik & DRE

Urinalisa

PSA (meningkat/tidak)

Retensi urinaria+gejala yang berhubungan dg BPH

Hematuria persistent

Batu buli

Infeksi saluran urinaria berulang

Insufisiensi renal

Indeks gejala AUA

Gejala ringan

(AUA7)/

tdk ada gejala

Gejala sedang

/berat (AUA8)

Tes diagnostic

Uroflow

Residu urin postvoid

Operasi

Pilihan terapi

Terapi invasif

Terapi non-invasif

Tes diagnostic

Pressure flow

Uretrosistoskopi

USG prostat

Terapi medis

Watchful waiting

PAGE 17