latar belakang - qycha.files.wordpress.com · web viewmeskipun hadits-hadits tersebut...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam mempunyai dua sumber hukum sebagai undang-undang dalam menjalani
kehidupan. Sumber hukum tersebut adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits. Seluruh umat Islam
telah memahami bahwa Hadits merupakan pedoman hidup yang utama setelah Al-Qur’an.
Tingkah laku manusia yang tidak ditentukan hukumya, tidak diterangkan cara
mengamalkannya, tidak diperincikan menurut petunjuk dalil yang masih utuh, tidak
dikhususkan menurut petunjuk ayat yang masih mutlak dalam Al-Qur’an, hendaklah
dicarikan penyelesaiannya dalam Hadits.
Namun banyak sekali masyarakat terjebak dalam pemikiran yang salah ketika
menghukumi atau memandang suatu amalan karena setelah dipilih dan dipilah ternyata
tidak semua hadits yang beredar merupakan hadits shahih. Bahkan banyak yang lemah
dan atau palsu.
Maka dari itu, sangat penting untuk mengetahui kedudukan suatu hadits agar tidak
salah kaprah dalam beramal serta tidak terjerumus dalam bid’ah. Dalam makalah ini akan
menjabarkan tentang klasifikasi hadits ditinjau dari segi persambungan sanad, kuantitas
rawi serta kualitas rawi. Sehingga diharapkan agar dapat mengenal dan mengetahui
bahwa kedudukan suatu hadits itu shahih atau dha’if dan periwayatannya mutawatir atau
ahad.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja klasifikasi hadits ditinjau dari segi persambungan sanad?
2. Apa saja klasifikasi hadits ditinjau dari segi kuantitas sanad?
3. Apa saja klasifikasi hadits ditinjau dari segi kualitas sanad?
Page | 1
BAB II
PEMBAHASAN
Hadits merupakan pedoman bagi umat Muslim setelah Al-Qur’an. Namun
tidak semua hadits yang ada bisa dipakai dalam berhujjah ataupun dalam pengambilan
hukum agama. Oleh karena itu, mengetahui klasifikasi/pembagian tiap hadits adalah
sangat penting agar tidak keliru dalam beramal dan memahami agama Islam. Berikut
pembahasan tentang klasifikasi hadits ditinjau dari segi persambungan sanad,
kuantitas rawi serta kualitas rawi.
1. Hadits-Hadits yang Bersambung Sanadnya
a. Pengertian Hadits Musnad
Hadits Musnad, ialah: tiap-tiap hadits marfu’ yang sanadnya muttashil.
Sebagian ulama menamai musnad segala hadits muttashil, walaupun mauquf
atau maqthu’. Sebagian ulama yang lain menamai musnad, segala hadits
marfu’, walaupun mursal, mu’dhal ataupun munqathi’1.
Pendapat yang pertama itulah yang terkenal dan kuat.
b. Pengertian Hadits Muttashil/Maushul
Hadits muttashil/maushul ialah: hadits yang bersambung-sambung sanadnya.
Persambungan sanad itu dinamai ittishal. Maka hadits yang muttashil itu ada
yang mauquf, ada yang maqthu’2.
2. Pembagian Hadits Berdasarkan Kuantitas Rawi
Hadits ditinjau dari segi sedikit-banyaknya rawi yang menjadi sumber berita
terbagi pada dua macam, yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad.
a. Pengertian Hadits Mutawatir
Mutawatir menurut bahasa adalah isim fa’il musytaq dari At-tawatur artinya
At-tatabu’ (berturut-turut)3.
Adapun hadits mutawatir menurut istilah ulama hadits adalah4:
هو خبر عن محسوس رواه عدد جم يجب في العادة.إحالة اجتماعهم و تواطئهم على الكذب
1 T.M. Hasbi Ash-Shiedieqy. Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra. 1999. Hal 195.2 Ibid. Hal 1953 Mahmud Ath-Thahhan. Taisir Mushthalah Hadits. t.t. Hal 19. 4 Fatchur Rahman. Ikhtisar Mushthalah Hadits. Bandung: PT. Al-Ma’arif. 1974. Hal 78.
Page | 2
“Suatu hadits yang didasarkan pada pancaindra yang dikabarkan oleh
sejumlah orang yang mustahil menurut adat mereka bersepakat untuk
mengkabarkan berita itu dengan dusta”.
Syarat-syarat hadits mutawatir5:
1. Pewartaan yang disampaikan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan
tanggapan pancaindra, yakni warta yang mereka sampaikan itu harus
benar-benar hasil pendengaran atau penglihatan sendiri.
2. Jumlah rawinya harus mencapai kuantitas tertentu sehingga tidak mungkin
mereka sepakat untuk berdusta. Para ulama berbeda-beda pendapat
tentang batasan yang diperlukan:
a) Abu At-Thayyib menentukan sekurang-kurangnya 4 orang, karena
diqiyaskan dengan banyaknya saksi yang diperlukan hakim untuk
tidak memberi vonis kepada terdakwa.
b) Ashhabu Asy-Syafi’i menentukan minimal 5 orang, karena
mengqiyaskan dengan jumlah para Nabi yang mendapat gelar ulul
‘azmi.
c) Sebagian ulama menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang,
berdasarkan ketentuan yang telah difirmankan Allah dalam Qs. Al-
Anfal: 65 tentang sugesti Allah kepada orang-orang mukmin yang
pada tahan uji yang hanya dengan berjumlah 20 orang saja mampu
mengalahkan orang kafir sejumlah 200 orang.
d) Ulama lain menetapkan jumlah tersebut sekurang-kurangnya 40 orang
karena mereka mengqiyaskan dengan firman Allah Qs. Al-Anfal:64
(yang mana keadaan orang mukmin pada waktu itu baru 40 orang).
Jumlah rawi-rawi sebagaimana yang telah mereka kemukakan
untuk mempertahankan pendapatnya adalah lemah serta menyimpang
dari inti pokok persoalannya. Sebab persoalan prinsip yang dijadikan
ukuran untuk menetapkan sedikit atau banyaknya jumlah rawi-rawi
tersebut bukan terbatas pada jumlah, tetapi diukur kepada tercapainya
ilmu Adl-Dlarury.
3. Adanya keseimbangan jumlah antara para rawi dalam thabaqah pertama
dengan jumlah rawi dalam thabaqah berikutnya. 5 Fatchur Rahman. Ikhtisar Mushthalah Hadits. Bandung: PT. Al-Ma’arif. 1974. Hal 78.
Page | 3
Klasifikasi Hadits Mutawatir
Para ulama membagi hadits mutawatir kepada dua bagian yaitu
Mutawatir Lafzhi dan Mutawatir Ma’nawy.
- Hadits Mutawatir Lafzhi adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang
banyak yang susunan redaksi dan maknanya sesuai benar antara riwayat
yang satu dan lainnya6,
واة فيه ولو حكما/هو ما تواتر لفظه و في فقت ألفاظ الر ما اتمعناه.
(Hadits yang sama bunyi lafadz, hukum dan maknanya)
Contoh:
ار )رواه البخارى( من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من الن“Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia
mengambil tempat duduknya dari neraka”.
Menurut Abu Bakar Al-Bazzar, hadits tersebut diriwayatkan oleh
42 orang sahabat. Sebagian ulama mengatakan bahwa hadits tersebut
diriwayatkan oleh 62 orang sahabat dengan lafadz dan makna yang sama.
Hadits tersebut terdapat pada sepuluh kitab hadits, yaitu Al-Bukhari,
Muslim, Ad-Darini, Abu Dawud, Ibn Majah, At-Tirmidzi, At-Thayasili,
Abu Hanifah, Ath-Thabrani dan Al-Hakim.
- Hadits Mutawatir Ma’nawi adalah hadits yang lafadz dan maknanya
berlainan antara satu riwayat dan riwayat lainnya, tetapi terdapat
persesuaian makna secara umum (kulli)7,
ي .ما اختلفوا في لفظه و معناه مع رجوعه لمعنى كل
Misalnya hadits tentang mengangkat tangan8:
6 Agus Solahudin dan Agus Suyadi. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia. 2009. Hal 130.7 Ibid. Hal 131.8 ibid. Hal 132
Page | 4
م ال يرفع يديه في شيء بي صلى الله عليه و سل كان النى يرى بياض ه يرفع حت من دعلئه إال في اإلستسقاء و إن
.إبطيه ) رواه البخارى(“Nabi SAW tidak mengangkat kedua tangannya dalam do’a-do’a beliau, kecuali
dalam shalat istisqa’, dan beliau mengangkat tangannya hingga tampak putih-putih
kedua ketiaknya” (HR. Bukhari).
Hadits yang semacam itu, tidak kurang dari 30 buah dengan redaksi yang berbeda-
beda. Antara lain hadits-hadits yang ditakhrijkan oleh Imam Ahmad, Al-Hakim dan
Abu Dawud yang berbunyi9:
كان يرفع يديه حدو منكبيه“Adalah Rasulullah SAW mengangkat tangan, sejajar dengan kedua pundak Beliau”.
Meskipun hadits-hadits tersebut berbeda-beda redaksinya, namun karena mempunyai
kadar mustarak (titik persamaan) yang sama, yakni keadaan Beliau mengangkat
tangan di waktu mendo’a, maka disebut Hadits Mutawatir Ma’nawi.
a. Pengertian Hadits Ahad
Hadits Ahad adalah hadits yang jumlah rawinya tidak sampai pada jumlah
mutawatir, tidak memenuhi syarat mutawatir dan tidak pula sampai pada derajat
mutawatir10. Ulama muhadditsin menta’rifkannya dengan:
واتر. هو ال ينتهي إلى الت“Hadits yang tidak mencapai derajat mutawatir”.
ما لم تبلغ نقلته في الكثرة مبلغ الخبر المتواتر سواء كان المخبر واحدا أو اثنين أو ثالثة أو أربعة أو خمسة
تي ال تشعر بأن الخبر دخل إلى غير ذلك من األعداد ال.بها في خبر المتواتر
9 Fatchur Rahman. Ikhtisar Mushthalah Hadits. Bandung: PT. Al-Ma’arif. 1974. Hal 83.10 Agus Solahudin dan Agus Suyadi. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia. 2009. Hal 133.
Page | 5
“Hadits yang tidak sampai jumlah rawinya kepada jumlah hadits mutawatir, baik
rawinya itu seorang, dua, tiga, empat, lima atau seterusnya dari bilangan-bilangan
yang tidak memberi pengertian bahwa hadits itu dengan bilangan tersebut masuk ke
dalam hadits mutawatir”.
Klasifikasi Hadits Ahad
Karena jumlah rawi dari masing-masing thabaqah mungkin satu orang, dua
orang, tiga orang atau malah lebih banyak namun tidak sampai pada tingkat
mutawatir, maka hadits ahad ini dapat dibagi dalam tiga macam, yaitu masyhur,
‘aziz dan gharib.
Hadits Masyhur
Menurut bahasa, masyhur adalah muntasyir, yaitu sesuatu yang sudah
tersebar, sudah populer11. Adapun menurut istilah, hadits masyhur adalah12,
ما رواه ثالثة فأكثر – في كل طبقة – ما لم يبلغ حدواتر. الت
“Hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih –pada setiap thabaqah-
tidak mencapai derajat mutawatir”.
Istilah ‘masyhur’ yang digunakan pada suatu hadits kadang-kadang
bukan untuk memberikan sifat-sifat hadits menurut ketetapan banyaknya rawi
yang meriwayatkan suatu hadits tetapi digunakan juga untuk memberikan sifat
suatu hadits yang mempunyai ketenaran atau kepopuleran di kalangan para
ahli ilmu tertentu atau kalangan masyarakat ramai. Dari segi ini, masyhur
terbagi menjadi13:
(a) Masyhur di kalangan para muhaditsin dan lainnya ( golongan ulama ahli
ilmu dan orang umum), seperti hadits,
المسلم من سلم المسلمون من لسانه و يده )رواهالبخارى و مسلم(.
11 Agus Solahudin dan Agus Suyadi. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia. 2009. Hal 134.12 Mahmud Ath-Thahhan. Taisir Mushthalah Hadits. t.t. Hal 22.13 Agus Solahudin dan Agus Suyadi. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia. 2009. Hal 134.
Page | 6
“Seorang muslim adalah orang yang menyelamatkan sesama muslim lainnya
dari gangguan lidah dan tangannya”.
(b) Masyhur di kalangan ahli-ahli ilmu tertentu, misalnya hanya masyhur di
kalangan ahli hadits saja, ahli fiqh saja, ahli tasawuf saja dan sebagainya.
Contoh hadits yang masyhur di kalangan ulama fiqh:
جد ) رواه الaدراقطنى aجد إال في المس aال صالة لجار المس عن أبى هريرة(
“Tidaklah sah shalat bagi orang yang berdekatan dengan masjid, selain
shalat di dalam masjid”.
Contoh hadits yang masyhur di kalangan ulama ushul fiqh:
سيان و ما استكرهوا عليهم رفع عن أمتي الخطاء و الن) رواه الطبراني عن ابن عباس(
“Terangkatlah (dosa) dari umatku; kekeliruan, lupa dan perbuatan yang
mereka lakukan karena terpaksa”.
(c) Masyhur di kalangan masyarakat umum, seperti hadits
ائل حق و إن جاء على فرس ) رواه أحمد و للسالنسائى عن أبى هريرة(
“Bagi si peminta-minta ada hak, walaupun datang dengan kuda”.
Hadits Aziz
Aziz menurut bahasa adalah Asy-Safief (yang mulia), An-Nadir (yang
sedikit wujudnya), Ash-Shab’bul ladzi yakadu la yuqwa ‘alaih (yang sukar
diperoleh), dan Al-Qawiyu (yang kuat)14.
Adapun menurut istilah, hadits Aziz adalah,
ما رواه إثنان ولو كان في طبقة واحدة، ثم رواه بعد ذلكجماعة.
14 Agus Solahudin dan Agus Suyadi. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia. 2009. Hal 136.
Page | 7
“Hadits yang diriwayatkan oleh dua orang, walaupun dua orang rawi tersebut
terdapat pada satu thabaqah saja, kemudian orang-orang meriwayatkannya”.
Contoh:
ه من والaaده و aaه من نفسaa aaون أحب إلي ى أك aaؤمن أحaaدكم حت ال ياس أجمعين ) متفق عليه(. ولده و الن
“Tidak sempurna iman seseorang darimu sehingga Aku lebih dicintainya
daripada dirinya sendiri, orang tuanya, anak-anaknya dan manusia
seluruhnya”.
Menurut ta’rif tersebut, yang dikatakan hadits ‘Aziz itu bukan hanya
saja yang diriwayatkan oleh dua orang rawi pada setiap thabaqah, tetapi selagi
pada salah satu thabaqah saja didapati dua orang rawi, sudah bisa dikatakan
hadits ‘Aziz. Dengan demikian, hadits ‘Aziz itu dapat berpadu dengan hadits
masyhur15. Sebagaimana hadits masyhur, hadits ‘aziz pun ada yang shahih,
hasan dan dhaif.
Hadits Gharib
Gharib menurut bahasa adalah (1) ba’idun ‘anil wathani (yang jauh
dari tanah), dan (2) kalimat yang sukar dipahami16.
Adapun menurut istilah:
aaه من د ب فaaر ما انفرد بروايته شخص في أي موضع وقع التند. الس
“Hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam
meriwayatkan, dimana saja penyendirian itu terjadi”.
Penyendirian rawi dalam meriwayatkan hadits itu dapat mengenai
orangnya, yakni tidak ada orang lain yang meriwayatkan selain rawi itu
sendiri. Juga dapat mengenai sifat atau keadaan rawi. Artinya sifat atau
keadaan rawi itu berbeda dengan sifat dan keadaan rawi-rawi lain yang juga
15 Fatchur Rahman. Ikhtisar Mushthalah Hadits. Bandung: PT. Al-Ma’arif. 1974. Hal 93.16 Agus Solahudin dan Agus Suyadi. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia. 2009. Hal 137.
Page | 8
meriwayatkan hadits tersebut. Ditinjau dari segi bentuk penyendirian rawi,
hadits gharib terbagi kepada dua macam:
(a) Gharib Muthlaq (Fard)
Adalah hadits yang rawinya menyendiri dalam meriwayatkan hadits
itu. Penyendirian rawi hadits gharib muthlaq itu berpangkal pada tempat
ashlus sanad, yakni tabi’in bukan sahabat. Karena jika yang menyendiri
adalah seorang sahabat, sudah tidak perlu diperbincangkan lagi, sahabat Nabi
SAW adalah adil semuanya17.
Contoh hadits gharib muthlaq:
م بي صلى الله عليه و سل عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النعبة من اإليمaaان aaاء شaa عبة و الحي aaون ش ت aaقال: اإليمان بضع و س
) رواه البخارى(“Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi SAW telah bersabda: Iman itu bercabang-
cabang menjadi 60 cabang dan malu itu salah satu cabang dari iman” (H.R
Bukhari)
(b) Gharib Nisby
Adalah apabila penyendirian itu mengenai sifat-sifat atau kedudukan
tertentu seorang rawi. Penyendirian rawi tersebut mempunyai beberapa
kemungkinan, antara lain18:
Sifat keadilan dan ke-dhabit-an (ke-tsiqah-an) rawi.
Kota atau tempat tinggal tertentu
Meriwayatkannya dari orang tertentu
Apabila penyendiriannya itu ditinjau dari segi letaknya, maka terbagi
menjadi tiga bagian19:
Gharib pada sanad dan matan
Gharib pada sanadnya saja
17 Fatchur Rahman. Ikhtisar Mushthalah Hadits. Bandung: PT. Al-Ma’arif. 1974. Hal 97.18 Ibid. Hal 99.19 Agus Solahudin dan Agus Suyadi. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia. 2009. Hal 139.
Page | 9
Gharib pada sebagian matannya
3. Pembagian Hadits Berdasarkan Kualitas Rawi
Hadits ditinjau dari segi kualitas rawi yang meriwayatkannya, terbagi dalam
tiga macam, yaitu:
1. Hadits Shahih
Shahih menurut lughah adalah lawan dari “saqim”, artinya sehat
lawan dari sakit, haq lawan dari bathil20. Dalam definisi lain, hadits shahih
adalah:
ل و ال شاذ ند غير معل صل الس .ما نقله عدل تام الضبط مت
“Hadits yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi-rawi yang adil, sempurna,
tidak ber-‘illat, dan tidak janggal”.
Menurut ta’rif muhadditsin tersebut, bahwa suatu hadits dapat
dinilai shahih apabila memenuhi syarat: 1. Rawinya bersifat adil, 2.
Sempurna ingatannya (dhabit), 3. Sanadnya bersambung, 4. Tidak
ber’illat, dan 5. Tidak Syadz (janggal)21.
Hadits shahih terbagi menjadi dua bagian:
a. Shahih lidzatihi
b. Shahih lighairihi
Shahih lidzatihi adalah hadits shahih yang memenuhi syarat-
syaratnya secara maksimal, seperti yang telah disebutkan. Adapun hadits
shahih lighairihi adalah hadits shahih yang tidak memenuhi syarat-
syaratnya secara maksimal.
2. Hadits Hasan
Hasan menurut lughah adalah sifat musyabbahah dari ‘Al-Husna’,
artinya bagus.
Menurut jumhur muhadditsin, hadits hasan adalah22:20 Agus Solahudin dan Agus Suyadi. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia. 2009. Hal 141.21 Fatchur Rahman. Ikhtisar Mushthalah Hadits. Bandung: PT. Al-Ma’arif. 1974. Hal 118.22 Ibid. Hal 135.
Page | 10
ل ال شاذ ند غير معل صل الس .ما نقله عدل قليل الضبط مت
“Hadits yang dinukilkan oleh seorang adil, (tapi) tak begitu kokoh
ingatannya, bersambung sanadnya dan tidak terdapat ‘illat serta
kejanggalan pada matannya”.
Sebagaimana hadits shahih, hadits hasan pun terbagi atas hasan
lidzatihi dan hasan lighairihi. Hadits yang memenuhi syarat-syarat hadits
hasan disebut hasan lidzatihi. Adapun hasan lighairihi adalah hadits
dha’if yang bukan dikarenakan rawinya pelupa, banyak salah dan orang
fasik, yang mempunyai muttabi’ atau syahid. Hadits dha’if yang karena
rawinya buruk hafalannya (su’u al-hifdzi), tidak dikenal identitasnya
(mastur) dan mudallis (menyembunyikan cacat) dapat naik menjadi hasan
lighairihi karena dibantu oleh hadits-hadits lain yang semisal dan semakna
atau karena banyak rawi yang meriwayatkannya23.
3. Hadits Dha’if
Dha’if menurut lughah adalah lemah, lawan dari qawi (yang kuat).
Adapun menurut muhaditsin24:
هو كل حديث لم تجتمع فيه صفات القبول. و قال أكثرالعلماء هو ما لم يجمع صفة الصحيح و الحسن.
“Hadits dha’if adalah semua hadits yang tidak terkumpul padanya sifat-
sifat bagi hadits yang diterima dan menurut pendapat kebanyakan ulama;
hadits dha’if adalah yang tidak terkumpul padanya sifat hadits shahih dan
hasan”.
Para ulama muhaditsin mengemukakan sebab-sebab tertolaknya
hadits dari dua jurusan, yakni dari jurusan sanad dan jurusan matan.
Sebab-sebab tertolaknya hadits dari jurusan sanad adalah25:
- Putus sanadnya. (Diantaranya: Al-Mu’allaq, Al-Mu’dhal, Al-Munqathi’,
Al-Mudallas, Al-Mursal, Al-Mursalul Jali, Al-Mursalul Khafi, Al-
Mu’anan, Al-Mu’an’an).
23 Agus Solahudin dan Agus Suyadi. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia. 2009. Hal 146.24 Ibid. Hal 148.25 A. Qadir Hasan. Ilmu Mushthalah Hadits. Bandung: Diponegoro. 1996. Hal 91.
Page | 11
- Terwujudnya cacat seorang rawi atau beberapa rawinya. (Diantaranya: Al-
Maudhu’, Al-Matruk, Al-Munkar, Al-Ma’ruf, Al-Ma’lul/Mu’allal, Al-
Mudraj, Al-Maqlub, Al-Munqalib, Al-Masruq, Al-Mudltharib, Al-
Mubham, Al-Majhul, Asy-Syadz, Al-Mushahhaf, Al-Muharraf, Al-Muhmal,
dll).
Adapun cacat pada keadilan dan kedhabitan rawi itu ada sepuluh
macam, yaitu sebagai berikut: dusta, tertuduh dusta, fasik, banyak salah,
lengah dalam menghafal, menyalahi riwayat orang kepercayaan, banyak
waham (purbasangka), tidak diketahui identitasnya, penganut bid’ah, tidak
baik hafalannya26.
Hadits dha’if yang disebabkan suatu hadits yang terdapat pada matan
adalah27:
- Hadits Mauquf
- Hadits Maqthu’
26 Fatchur Rahman. Ikhtisar Mushthalah Hadits. Bandung: PT. Al-Ma’arif. 1974. Hal 168.27 Ibid. Hal 168.
Page | 12
Skema Pembagian Hadits28:
عند المحدثينعند المحدثين و غيرهمعند العامة
ما انفرد به ثقة ما انفرد به جماعة من
بلد معين ما انفرد به فالن عن
فالن
28 Fatchur Rahman. Ikhtisar Mushthalah Hadits. Bandung: PT. Al-Ma’arif. 1974. Hal 85.
Page | 13
الحديثاآلحد المتوا
المعنتروى
اللفظى
الغريب العزيز المشهور
المطلق
نسبي
ضعيف حسن
صحيح
ابوعائشةعليعمرأبو بكرهريرة
الطبقة األولى عبيدة ابن يزيدقيسابو سلمةعروة
السبائب ابن سريناسماعيلالطبقة الثانية يحيىهشام
الطبقة الثالثة
البخارى مسلم ابو داودالترمذي النسائى
KESIMPULAN
Pembagian hadits berdasarkan klasifikasinya masing-masing adalah:
A. Ditinjau dari segi persambungan sanad ada dua:
Hadits Musnad
Hadits Muttashil/Maushul
B. Ditinjau dari segi kuantitas sanad (sedikit-banyaknya) rawi yang menjadi sumber
berita terbagi pada dua macam:
Hadits Mutawatir
Hadits Ahad
C. Ditinjau dari segi kualitas sanad terbagi dalam tiga macam:
Hadits Shahih
Hadits Hasan
Hadits Dha’if
Page | 14
DAFTAR PUSTAKA
Rahman, Fatchur. Ikhtisar Mushthalah Hadits. Bandung: PT Al-Ma’arif,
1974.
Solahudin, Agus dan Suyadi, Agus. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia.
2009.
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Teungku. Sejarah & Pengantar Ilmu
Hadits. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1999.
Thahhan, Muhammad. Taisir Mushthalah Hadits.
Qadir Hassan, Ahmad. Ilmu Mushthalah Hadits. Bandung: Diponegoro. 1996.
Page | 15