latar belakang penelitian 1

101
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya tidak dapat melepaskan diri dari sejarah, sebab sejarah merupakan petunjuk dalam perjalanan menyongsong kehidupan sekarang dan kehidupan akan datang. Sejarah membantu dalam memahami dan merekontruksi peristiwa. Peristiwa yang terjadi pada masa lampau baik sejara individual maupun kelompok, yang kemudian dijadikan pedoman dalam melaksanakan kegiatan dimasa kini. Dalam perspektif kesejarahan, pembangunan disegala bidang kehidupan yang sedang giat-giatnya dilaksanakan, merupakan mata rantai perjalanan sejarah bangsa indonesia pada masa lampau. Dengan demikian, pembangunan yang tengah dilaksanakan itu merupakan rangkaian perjalanan masa lampau dari bangsa kita yang bukan hampa akan nilai-nilai sejarah. Kitapun diperhadapkan dengan realitas kehidupan masa lampau yang dapat dipersaksikan hingga masa kini perlu kiranya 1

Upload: rismasaoprejudicadas-porvoce

Post on 31-Jul-2015

801 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia pada dasarnya tidak dapat melepaskan diri dari sejarah, sebab

sejarah merupakan petunjuk dalam perjalanan menyongsong kehidupan sekarang

dan kehidupan akan datang. Sejarah membantu dalam memahami dan

merekontruksi peristiwa. Peristiwa yang terjadi pada masa lampau baik sejara

individual maupun kelompok, yang kemudian dijadikan pedoman dalam

melaksanakan kegiatan dimasa kini.

Dalam perspektif kesejarahan, pembangunan disegala bidang kehidupan

yang sedang giat-giatnya dilaksanakan, merupakan mata rantai perjalanan sejarah

bangsa indonesia pada masa lampau. Dengan demikian, pembangunan yang

tengah dilaksanakan itu merupakan rangkaian perjalanan masa lampau dari bangsa

kita yang bukan hampa akan nilai-nilai sejarah. Kitapun diperhadapkan dengan

realitas kehidupan masa lampau yang dapat dipersaksikan hingga masa kini perlu

kiranya diungkapkan secara jelas melalui penelitian ilmiah. Oleh karena itu,

kehadiran ilmu sejarah sangat penting untuk mengungkapkan dan menuntun

pemahaman kita tentang berbagai aktivitas manusia baik dari segi ekonomi,

sosial-budaya dan segi politik maupun pertahanan keamanan.

Khusus bidang pertahanan dan keamanan sebagai unsur penting dalam

perkembangan kehidupan suatu masyarakat manusia, baik secara individual

maupun secara kolektif. Hal ini merupakan salah satu segi kehidupan manusia

yang perlu dikaji ulang agar diperoleh pengetahuan tentang berbagai usaha

1

Page 2: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

menangkal berbagai serangan, tantangan dan hambatan yang dapat mengacaukan

kehidupan masyarakat.

Sudah merupakan suatu hal yang tidak dapat dipungkiri, bahwa setiap

orang selalu berusaha untuk melindungi diri demikian pula suatu bangsa, negara

maupun kerajaan pada masa lampau, selalu berusaha mempertahankan diri dengan

sistem pertahanan dan keamanan yang sebaik-baiknya.

Dalam upaya mempertahakan diri tersebut maka setiap bangsa, negara

atau kerajaan di dunia ini tentu saja akan mempunyai pola sistem pertahanan dan

keamanan yang berbeda-beda tergantung pada situasi dan kondisi geografis dan

karakter pimpinan yang sedang memegang tampuk pemerintahan.

Demikian pula Bangsa Indonesia dengan sistem pertahanan dan keamanan

yang dikembangkannya mempunyai perbedaan yang mencolok dengan bangsa-

bangsa lain di dunia. Dalam uapaya memperkuat sistem pertahanan dan keamanan

khususnya dalam menangkal musuh atau serangan bangsa lain, maka bangsa

Indonesia sangat memperhatikan kondisi geografis disamping kekuatan-kekuatan

lain yang kesemuanya terwujud dalam sistem pertahanan keamanan rakyat

semesta.

Kepulauan Indonesia yang terletak antara benua Asia dan Australia sering

diumpamakan sebagai sebuah jembatan diantara kedua benua tersebut. Kepulauan

Indonesia terletak antara 60 garis lintang utara dan 110 garis Lintang Selatan serta

950 dan 1450 garis Bujur Timur, merupakan gugus kepulauan terbesar di dunia.

Daratan Indonesia kurang lebih 1.904.000 kilo meter persegi, dibagi menjadi

empat satuan geografis. Satuan pertama, meliputi kepulauan Sumatra Barat, yaitu

2

Page 3: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi, termasud pulau-pulau kecil di

sekitarnya. Satuan kedua meliputi, kepilauan Sunda Kecil, yaitu pulau-pulau

disebelah tenggara, dari Lombok sampai timur (Djuliati, Suroyo, 2007: 23-24)

Sehingga sejarah maritim memegang peranan penting dalam upaya

menelusuri hubungan lintas budaya antara satu komunitas dengan komunitas lain,

baik antardaearah maupun antarpulau, yang menjadi dasar bagi proses integrasi;

dan dalam perjalanan waktu menjadi satu bangasa Indonesia (dahulu disebut

Nusantara) merupakan gugusan kepulauan yang menempatkan laut sebagai

penghubung, dan bukan sebagai pemisah (Djuliati, Suroyo, 2007)

Pada masa lampau di Indonesia terdapat banyak kerajaan-kerajaan yang

tersebar diberbagai daerah. Tercatat dalam sejarah bahwa di Indonesia terdapat

banyak kerajaan-kerajaan besar maupun kerajaan kecil. Diketahui dalam sejarah

bahwa dua kerajaan besar yaitu Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Kedua

kerajaan itu memiliki kontribusi yang besar dalam perjalanan sejarah bangsa

Indonesia karena dua cikal-bakal Negara Indonesia adalah berasal dari kedua

kerajaan tersebut. Kerajaan Sriwijaya tercatat dalam perkembangannya banyak

menguasai beberapa daerah kekuasaan. Hal itu dikarenakan selain kerajaan

Sriwijaya memiliki pasukan yang hebat juga peran seorang raja yang dibantu oleh

beberapa penjabat kerajaan salah satunya adalah peran mentri (Senopati). Hal

tersebut juga terjadi pada sistem pemerintahan kerajaan Majapahit yang berkuasa

hampir seluruh wilayah di Nusantara pada masa lalu karena peran raja dan peran

para pejabat atau perdana mentri (Senopati).

3

Page 4: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

Dengan latar belakang kebesaran dan kejayaan yang pernah diraih oleh

Kerajaan tersebut, dan sebagai suatu episode dalam mata rantai sejarah masa lalu

Nusantara, maka sudah tentu kronologis peristiwa maupun Kerajaan tersebut

sangat penting diungkapkan keberadaannya dan keterkaitannya dengan Sejarah

Nasional, teristimewa dalam kaitannya dengan soal peranan dan nilai-nilai

kepemimpinan dari para pemimpinnya.

Dengan kajayan sejarah maritim diawali dari masa kerajaan maritim

Sriwijaya hingga kerajaan-kerajaan Aceh, Goa/Makassar, dan Ternate terlihat

sebuah benang merah hubungan pelayaran dan perdagangan antar pulau; diikuti

dengan hubungan ekonomi, sosial, budaya, serta pasang surut kekuasaan politik.

Sehingga proses tersebut menghasilkan integrasi yang bersifat regional, sebuah

embrio menuju integrasi nasional pada masa Indonesia merdeka.

Nilai-nilai kepemimpinan dan kesejarahan lainnya dari para pemeran

sejarah Kerajaan tersebut terasa penting untuk diangkat kepermukaan khususnya

kerajaan Konawe. Sejarah Kerajaan Konawe beserta para tokoh-tokoh

pemerannya telah banyak diungkapkan oleh penulis Sejarah Lokal di daerah ini,

namun upaya-upaya tersebut masih perlu untuk ditingkatkan baik dari segi

kuantitas maupun kualitas penelitiannya. Salah satu aspek kesejarahan Kerajaan

Konawe yang nampaknya masih perlu untuk ditingkatkan intensitas penelitiannya

adalah peranan dari segi-segi kepemimpinan dari beberapa tokoh legendaris

Kerajaan Konawe lainnya selain seperti Raja Tebawo dan Raja Lakidende sudah

diketahui tokoh-tokoh tersebut sangat besar fungsi dan peranan mereka dalam

mendukung keberhasilan Raja dalam memimpin Kerajaan.

4

Page 5: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

Istilah Sulawesi tenggara sebagai kawasan secara historis dibentuk oleh

posisi geografis dan peran kekuasaan lembaga kerajaan (Rabani, 2010: 15). Pada

masa lampau pernah ada beberapa kerajaan diantaranaya seperti Kerajaan Buton,

Kerajaan Muna, kerajaan Konawe, dan Kerajaan Mekongga. Pada masing-masing

kerajaan tersebut, dapat kita amati ketika raja dalam menjalankan

pemerintahannya di bantu oleh beberapa penjabat kerajaan. Kerajaan atau

kesultanan Buton, raja dibantu oleh beberapa orang mentri (bonto/bontona),

sedangkan pada kerajaan Mekongga raja biasa dibantu oleh tangan besi raja

(Kapita), begitu pula di kerajaan Konawe, yang dibantu oleh “Siwole Mbatohu

dan Opitu Dula batuno Konawe” atau yang disebut Empat Sisi Wilayah Besar dan

Tujuh Dewan Kerajaan Konawe (Basrin Melamba, 2011: 49).

Dibeberapa daerah di kenal jabatan yang mempunyai masalah pertahanan

dan keamanan di laut seperti di Buton di kenal Kapita Lao, sedangkan di Kerajaan

Konawe Sejak zaman mokole Tebawo kerajaan Konawe telah membentuk

panglima angkatan laut yang disebut Kapita Lau atau juga lebih dikenal Kapita

Bondoala. Berkedudukan di Pu’usambalu Sambara/Sampara. Pada zaman itu

dijabat oleh Haribau dengan gelar Kapita Bondoala (Basrin Melamba, 2011: 54)

Aspek permasalahan dan kajian Peran Kapita Lau mengingat luasanya

ruang lingkup permasalahan serta untuk menghindari terjadinya tumpang tindih

dalam pembahasan masalah penelitian ini, oleh karena itu untuk membatasi dan

menghindari permasalahan itu, tulisan ini membatasi pembahasan dari tahun

1725-1904. Penetapan temporal tahun 1725-1904 karena pada kurun waktu

tersebut dibentuknya suatu jabatan dimana Kapita Lau (Panglima Angkatan Laut)

5

Page 6: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

yang memiliki peran yang cukup besar di Kerajaan Konawe. Batasan Spasial

(tempat) dalam penelitian ini mencakup lokalitas kawasan Konawe dengan spasial

penelitian pada kelurahan Sampara Kec. Sampara Kabupaten Konawe yang

merupakan tempat kedudukan Kapita Lau (Panglima Angkatan Laut). Sedangkan

batasan tematis dalam penelitian ini adalah sesuai dengan permasalahan dalam

penelitian ini.

B. Rumusan Masalah

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah dalam penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut:

a. Bagaimana latar belakang terbentuknya Kapita Lau di Kerajaan Konawe?

b. Bagaiman peranan Kapita Lau di Kerajaan Konawe?

c. Bagaimana struktur pemerintahan kerajaan Konawe?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

Adapun tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Untuk mengetahui latarbelakang terbentuknya Kapita Lau di Kerajaan

Konawe

b. Untuk mengetahui peran dan fungsi Kapita Lau terhadap Kerajaan

Kanawe

c. Untuk mengetahui sturktur pemerintahan Kerajaan Konawe

6

Page 7: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang disusun dalam bentuk karya tulis ilmiah ini

diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

Bermanfaat sebagai bahan masukan untuk memperkaya khazanah ilmu

pengetahuan tentang sejarah lokal daerah Sulawesi Tenggara khususnya

peran Kapita Lau di Kerajaan Konawe

b. Manfaat Praktis

1. Bagi kalangan pemerintah, yaitu sebagai bahan masukan dan

sumbangan pemikiran melalui istansi terkait untuk dijadikan bahan

dokumen dalam upaya melestarukan nilai-nilai sejarah yang

terkandung dalam Sejarah Lokal Sulawesi Tenggara umumnya dan

Sejarah Konawe Khususnya sebagai bagian dari Kebudayaan

Nasional.

2. Bagi kalangan akademis, yaitu sebagai bahan masukan dan

sumbangan pemikiran serta bahan perbandingan dalam penelitian

tentang sejarah lokal/daerah yang telah ada sebelumnya, khususnya

yang berkaitan tentang sejarah masa lalu Kerajaan Konawe.

3. Bagi kalangan masyarakat, sebagai bahan informasi kepada

masyarakat luas, khususnya masyarakat Konawe tentang Peran

Kapita Lau di Kerajaan Konawe.

7

Page 8: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Kemaritiman

Laut tidak hanya sebagai alat pemersatu bangsa, tetapi ia juga telah

memainkan peranan yang besar dalam sejarah pertumbuhan masyarakat dan

bangsa Indonesia. Lewat laut pula berbagai peradaban dan kebudayaan dari

berbagai belahan dunia, seperti India, Cina, Arab, dan kemudian dari Eropa masuk

kenegara ini. Di samping itu, Laut juga menjadi lahan tempat sebagian besar

orang Indonesia, langsung atau tidak langsung mencari nafkah.

Menurut Gusti Asnan (2007: 6) dunia maritim adalah sebuah dunia yang

luas, dalam, sukar ditebak sebab ia bisa tenang memberikan kedamaian dan rezeki

bagi anak manusia. Hal ini seperti yang dikemukakan A.B. Lapian (dalam Gusti

Asnan, 2001: 7) bahwa ada tujuh aspek maritim yang berlaku didalam masyarakat

di berbagai pelosok dunia, yaitu perdagangan, pelayaran, perkapalan, tradisi

bahari, mitologi laut, perompakan dan perikanan. Sedangkan Baharuddin Lapo

Menambahkan satu aspek lagi, yakni hukum laut (Gusti Asnan, 2007: 6)

Seperti yang dikemukakan oleh Suwardi dalam bukunya yang bejudul

Mengabdi pada Ilmu dan profesi sejarah (2008: 123) mengenai Bugis dalam

sejarah di kepulauan ini, jika dikaitkan dengan kemaritiman dam migrasi. Orang

Bugis sepertinya tidak bisa dilepaskan dengan laut.

Indonesia adalah negara kepulauan yang terbentang dari sabang hingga

merauke. Batas wilayah laut Indonesia pada awal kemerdekaan hanya selebar 3

8

Page 9: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

mil laut dari garis pantai (Coastal baseline) setiap pulau, yaitu perairan yang

mengelilingi Kepulauan Indonesia bekas wilayah Hindia Belanda (Territoriale

Zee en Maritime Kringen Ordonantie tahun 1939 dalam Soewito et al 2000).

Namun ketetapan batas tersebut, yang merupakan warisan kolonial Belanda, tidak

sesuai lagi untuk memenuhi kepentingan keselamatan dan keamanan Negara

Republik Indonesia. Atas pertimbangan tersebut, maka lahirlah konsep Nusantara

(Archipelago) yang dituangkan dalam Deklarasi Juanda pada tanggal 13

Desember 1957. Isi pokok dari deklarasi tersebut “Bahwa segala perairan di

sekitar, diantara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk daratan

Negara Republik Indonesia tanpa memandang luas atau lebarnya adalah bagian-

bagian yang wajar dari wilayah daratan Negara Republik Indonesia, dan dengan

demikian merupakan bagian dari perairan nasional yang berada di bawah

kedaulatan mutlak Negara Republik Indonesia”.

Melalui Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) pada tahun 1982,

yang hingga kini telah diratifikasi oleh 140 negara, negara-negara kepulauan

(Archipelagic states) memperoleh hak mengelola Zona Ekonomi Eksklusif seluas

200 mil laut diluar wilayahnya. Sebagai negara kepulauan, Indonesia mempunyai

hak mengelola (yurisdiksi) terhadap Zona Ekonomi Eksklusif, meskipun baru

meratifikasinya. Hal itu kemudian dituangkan dalam Undang-Undang No. 17

tanggal 13 Desember 1985 tentang pengesahan UNCLOS (United Nations

Convention on the Law of the Sea). Penetapan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

(ZEEI) mencapai jarak 200 mil laut, dikukur dari garis dasar wilayah Indonesia ke

arah laut lepas. Ketetapan tersebut kemudian dikukuhkan melalui Undang-Undang

9

Page 10: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

Nomor 5/1983 tentang Zona Ekonomi Eklsklusif Indonesia. Konsekuensi dari

implementasi undang-undang tersebut adalah bahwa luas wilayah perairan laut

Indonesia bertambah sekitar 2,7 juta Km2, sehingga menjadi sekitar 5,8 juta Km2.

Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982) melahirkan

delapan zonasi pegaturan (regime) hukum laut yaitu, 1) Perairan Pedalaman

(Internal waters), 2) Perairan kepulauan (Archiplegic waters) termasuki ke

dalamnya selat yang digunakan untuk pelayaran internasional, 3) Laut Teritorial

(Teritorial waters), 4) Zona tambahan ( Contingous waters), 5) Zona ekonomi

eksklusif (Exclusif economic zone), 6) Landas Kontinen (Continental shelf), 7)

Laut lepas (High seas), 8) Kawasan dasar laut internasional (International sea-bed

area). (Sumber : Keanekaragaman Hayati Laut : Aset Pembangunan Berkelanjutan

Indonesia, Rokhmin Dahuri, 2003)

Konvensi Hukum Laut 1982 mengatur pemanfaatan laut sesuai dengan

status hukum dari kedelapan zonasi pengaturan tersebut. Negara-negara yang

berbatasan dengan laut, termasuk Indonesia memiliki kedaulatan penuh atas

wilayah perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial; sedangkan

untuk zona tambahan, zona ekonomi eksklusif dan landasan kontinen, negara

memiliki hak-hak eksklusif, misalnya hak memanfaatkan sumberdaya alam yang

ada di zona tersebut. Sebaliknya, laut lepas merupakan zona yang tidak dapat

dimiliki oleh negara manapun, sedangkan kawasan dasar laut Internasioal

dijadikan sebagai bagian warisan umat manusia.

10

Page 11: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

Seperti dalam pepata Melayu mengatakan: “Kalua tak ada laut, hampalah

perut” “kalau tak ada hutan, binasalah badan” “kalau binasa hutan yang lenbat,

rusak lembaga hilanglah adat” (Suardi MS, 2008: 81)

B. Konsep Peranan

Istilah peranan dapat diartikan sebagai serangkaian aksi-aksi yang

dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang yang diberi tugas dan kekuatan

untuk menjadi “bapak masyarakat” dalam menjalankan fungsi-fungsi kepercayaan

dan wewenang yang diberikan kepadanya. Peranan juga lebih cenderung dimaknai

sebagai suatu perilaku seseorang dalam suatu kegiatan atau aktifitas tertentu.

Peranan ialah perilaku yang diharapkan oleh orang lain dari seseorang

yang menduduki status tertentu. Peranan-peranan yang tepat dipelajari sebagai

bagian dari proses sosialisasi dan kemudian diambil alih oleh individu (Cohen,

1983: 82).

Dengan demikian, peran adalah suatu pola tindakan sebagai suatu respon

yang ditampilkan oleh seseorang atau sekelompok orang, dimana tindakan ini

membawa suatu efek atau dampak. Senada dengan itu, Koentjaraningrat dalam

Saragih (1990: 172) bahwa peran adalah ciri khas yang ditampilkan atau

dipentaskan oleh individual dalam kedudukannya dimana ia berhadapan dengan

individu-individu lain dalam kedudukannya. Selanjutnya peranan dirumuskan

sebagai suatu rangkaian perilaku yang teratur, yang ditimbulkan karena suatu

jabatan tertentu atau karena adanya suatu organisasi.

Sejalan dengan itu maka peranan pada hakekatnya dapat diartikan sebagai

wujud pelaksanaan dari fungsi dan status seseorang atau sekelompok orang yang

11

Page 12: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

menonjol dalam suatu kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu. Pendapat Gros

Etol yang dikutip oleh Paulus Wirutomo (1982: 99) mengemukakan pengertian

peranan sebagai perangkat harapan-harapan yang dikenakan kepada individu yang

meliputi kedudukan sosial tertentu. Harapan-harapan tersebut merupakan

hubungan dari norma-norma dalam masyarakat. Maksudnya kita diwajibkan

melakukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat dalam pekerjaan kita,

didalam keluarga kita dan di dalam peranan-peranan lainnya.

Selanjutnya Merton dalam Saragih (1990: 32) berpendapat bahwa peran

(role zet) yang dimainkan seseorang akan mencakup beberapa hal, yaitu (1) posisi

dan status seseorang dalam struktur sosial tertentu, (2) presepsi bagaimana

seseorang dalam memandang peranannya, dan (3) tata cara memainkannya dan

berbagai harapan yang muncul dalam masyarakat terhadap peran yang dimainkan.

Status ialah kedudukan sosial individu dalam suatu kelompok atau biasa

juga diartikan sebagai suatu tingkat sosial dari suatu kelompok dibandingkan

dengan kelompok-kelompok lainnya. Kedudukan status individu akan

menentukan hak-hak dan hak-hak istimewa seseorang dalam masyarakat (Cohen,

1983: 82).

Bertolak dari berbagai konsep peranan diatas, maka dalam kaitannya

dengan peranan Kapita Lau di Kerajaan Konawe sebagai panglima angkatan laut

dengan menampilkan kinerja yang diharapkan dalam melaksanakan tugas-

tugasnya dengan baik.

12

Page 13: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

C. Konsep Pertahanan dan Keamanan

Sistem pertahanan dan keamanan baik ditinjau secara individu kelompok

bahkan pada seluruh Negara memiliki arti penting bagi kelangsungan kehidupan

manusia. Mereka berusaha untuk berbuat baik, dari segi lahiriah dan batiniah

untuk mempertahankan diri atas berbagai ancaman yang datang dari luar maupun

dari dalam. Dari pernyataan tersebut maka pertahanan merupakan salah satu

upaya pencapaian ketahanan nasional suatu bangsa.

Ketahanan nasional adalah kondisi dimana suatu bangsa selalu dinamis

yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mampu menyeimbangkan ketahanan

nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan,

dan gangguan baik dari dalam maupun dari luar yang langsung maupun tidak

langsung yang membahayakan integritas, identitas serta kelangsungan hidup

bangsa dan Negara (Surbakti Akhadiat, 1984: 42).

Berdasarkan pendapat diatas dapat memberikan pemahaman bahwa

pertahanan dan keamanan suatu bangsa atau kerajaan mutlak diperlukan adanya,

karena pertahanan dan keamanan dapat memegang peranan yang sangat penting

dan cukup strategis dalam pemerintahan suatu Negara atau kerajaan. Demikian

pula dengan keberadaan Kapita Lau di Kerajaan Konawe mempunya peranan

yang sangat penting dan cukup strategis dalam meningkatkan sistem pertahanan

dan keamanan Kerajaan Konawe, baik dalam bidang kelautan, maupun dalam

bidang sosial budaya, sebagaimana Tugas Kapita Lau (panglima angkatan laut)

yang menjunjung tinggi stabilitas keutuhan Kerajaan Konawe.

13

Page 14: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

D. Teori Kepemimpinan

Kepemimpinan mengandung suatu pengertian kemampuan seseorang

untuk menuntun atau membimbing orang lain baik secara individu maupun secara

kelompok. Oleh karena itu kepemimpinan muncul bersamaan dengan lahirnya

kelompok atau organisasi. Sehubungan dengan itu Pamudji (1986: 152)

mengemukakan bahwa seorang pemimpin menggerakkan pengikut dengan

harapan bahwa ia berhasil mencapai tujuan organisasi akan dapat menguntungkan

sehingga setiap anggota masyarakat akan terjadi suatu interaksi. Sejalan dengan

itu Yayat Hayati (2008: 2) mengemukakan bahwa dalam setiap organisasi terdapat

tiga unsur dasar yaitu:

a) orang-orang (sekumpulan orang)

b) kerja sama

c) serta tujan yang akan dicapai

Seorang pemimpin harus ditopang oleh unsur-unsur yang bersumber dari

dalam dirinya (bakat atau sifat) dan kondisi sosial sekitarnya. Kedua unsur akan

bersatu dan berproses sampai tampilnya seseorang menjadi pemimpin. Sejalan

dengan itu munculnya seorang pemimpin dalam suatu masyarakat yang

membangun karena ia memiliki sifat-sifat karismatik, yaitu timbul karena

kesaktian atau kekuatan yang dianggap luar biasa, yang menurun sebagai warisan

dari leluhurnya. Sejalan dengan itu Uchajana (1986: 32) mengemukakan bahwa,

sebuah kepemimpinan tradisional adalah pemimpin yang tumbuh berdasarkan

sejarah.

14

Page 15: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

Selanjutnya Kartono (2003: 49) mengemukakan bahwa “kepemimpinan”

adalah kegiatan mempengaruhi orang orang agar mereka mau melakukan kerja

sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan, kepemimpinan adalah kegiatan

yang mempengaruhi orang-orang agar mereka berusaha mencapai tujuan-tujuan

kelompok, kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia,

dan kemampuan kemampuan untuk membimbing orang. Sejalan dengan itu

Suradinata (1995: 11) mengemukakan, kepemimpinan adalah kemampuan

seorang pemimpin untuk mengendalikan, mempengaruhi pikiran, atau tingkah

laku orang lain dan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Selanjutnya Pasolong (2010: 5) mengemukakan bahwa, kepemimoinan

adalah cara atau teknik yang di gunakan pemimpin dalam mempengaruhi pengikut

atau bawahannya dalam melakukan kerja sama mencapai tujuan yang telah

ditentukan.

Dari uraian di atas dapat member pemahaman bahwa kepemimpinan lahir

sebagai ekspresi kharismatik dari sifat yang dimiliki oleh seseorang, sehingga

mampu memberikan gemah kepada orang lain untuk tunduk dan patut terhadap

segala tindakannya. Kharismatik yang dimilikinya dapat dijadikan sebagai suatu

kekuatan yang mempengaruhi orang yang dipimpinnya, sehingga menjadikan

pemimpin itu semakin memperkokoh kekuasaannya, dan semakin kuat kekuasaan

seseorang semakin tinggi pula kualitas kepemimpinan yang dimilikinya.

E. Konsep Kepemimpinan Tolaki

Dengan demikian terjadinya kepemimpinan disebabkan oleh adanya

interaksi antara satu dengan yang lain dalam suatu organisasi. Sejalan dengan itu

15

Page 16: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

Mokodompit (1973: 1) bahwa kepemimpinan merupakan hasil organisasi sosial

masyarakat. Kepemimpinan sangat erat kaitannya dengan usaha seseorang untuk

mengontrol atau mengawasi orang lain.

Sondang P. Siagian (2003: 43) mengemukakan bahwa seorang pemimpin

yang demokratik, dihormati dan disegani dan bukan ditakuti karena karena

perilakunya dalam kehidupan organisasional mendorong para bawahannya

menumbuhkan dan mengembangkan daya inovasi dan kreativitasnya. Efektivitas

kepemimpinan dari para pemimpin yang bersangkuntan merupakan suatu hal yang

sangat didambakan oleh oleh semua pihak organisasi atau didalam kepemimpinan

suatu Kerajaan. Selanjutnya Uchjana (1981: 1) menjelaskan bahwa kepemimpinan

merupakan proses kegiatan seseorang dalam memimpin, membimbing,

mempengaruhi atau mengontrol perasaan atau tingkah laku orang lain.

Kepemimpinan tradisional hanya dijumpai pada masyarakat besar maupun pada

masyarakat kecil, contohnya kepemimpinan tradisional Kapita Lau (panglima

angkatan laut) di Kerajaan Konawe.

Sejalan dengan itu, Abdurrauf (1993: 189-191) mengemukakan bahwa

Adapun dasar dan tujuan kepemimpinan Tradisional Orang Tolaki. Secara ideal

dasar kepemimpinan tradisional orang tolaki adalah: (1) petono’a (kemanusiaan),

yakni kemanusiaan menurut pe’oliwi ari ine mbue (ajaran dari pesan-pesan

leluhur), (2) ponano ana niowai, tono nggapa, rome-romeno wonua (kehendak

orang banyak), dan (3) medulu, mepoko’aso (kesatuan dan persatuan). Secara

konstitusional dasar kepemimpinan itu adalah ajaran adat, yang tercakup dalam

Kalo sebagai pu’uno o sara (adat pokok orang tolaki). Kalo sebagai adat pokok

16

Page 17: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

adalah sumber dari segala adat-istiadat orang tolaki yang berlaku dalam semua

aspek kehidupan mereka (Abdurrauf, 1993: 191)

Adapun tujuan kepemimpinan dalam masyarakat Tolaki tersebur di atas

adalah mewujudkan masyarakat yang bersatu, makmur, dan sejahtera. Orang

Tolaki menggambarkan wujud masyarakat yang bersatu sebagai suatu masyarakat

di mana hubungan antara orang seorang, keluarga dengan keluarga, dan golongan

dengan golongan senantiasa terjalin suasana yang disebut medudulu (saling

bersatu), mete’alo-alo (saling menanam budi), samaturu (saling ikut serta dalam

usaha kepentingan bersama), mombeka pona-pona ako (saling harga menghargai),

dan mombekamei-meiri’ako (saling kasi mengkasihi). Mereka juga

menggambarkan wujud masyarakat yang makmur melalui apa yang disebut

suasana mondaweako (padi melimpah), kiniku nebanggona (banyak kerbau,

ternak melimpah), olo waworaha (banyak kebun tanaman jangka panjang),

tapohiu o epe (banyak areal tanaman sagu), kadu mbinokono (cukup barang-

barang pakaian dan perhiasan), melaika’aha (mempunyai rumah yang besar),

ndundu karandu tumotapa rari (bunyi gong di tengah malam, tawa dan teriakan

yang ramai dalam pesta).

Dalam usaha mewujudkan ketiga tujuan kepemimpinan dalam masyarakat

Tolaki, seorang pemimpin tradisional orang tolaki harus mampuh menjalankan

tiga prinsipkepemimpinan yang disebut: mo’ulungako (mengajak orang banyak

yang dipimpinnya), mohiasako (menggerakkan tenaga orang banyak yang

dipimpinnya), dan momboteanako (mengmbala orang banyak yang dipimpinnya).

Sebagai seorang pemimpin yang mengajak orang banyak, maka ia adalah seorang

17

Page 18: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

yang disebut positaka (tauladan yang baik bagi orang banyak); demikuan sebagai

seorang pemimpin yang menggerakkan orang banyak, maka ia adalah seorang

yang disebut pohaki-haki (pemberi semangat bagi orang banyak), dan begitu pula

sebagai seorang pemimpin mengembala orang banyak, maka ia adalah seorang

yang disebut tani’ulu (pemegang tali kendali) (Abdurrauf, 1993: 189-191)

F. Penelitian Terdahulu (Historiografi)

Pada penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Abdul Kadir

Laossong dengan judul skripsi Peranan Barata Lohia Terhadap Kerajaan Muna.

Dalam penelitiannya mengemukakan bahwa kerajaan Muna pada zaman dahulu

merupakan salah satu kerajaan yang ada di Nusantara yang memiliki sistem

pertahanan keamanan yang strategis disebut Barata. Barata tersebut merupakan

basis pertahanan yang ada di lingkungan kerajaan Muna. Barata-barata tersebut

terdiri dari Barata Lohia, Barata Lahontohe, dan Barata Wasolangka. Ketiga

Barata tersebut merupakan tempat yang sangat strategis dan memiliki daya

pendukung di bidang pertahanan keamanan dalam menjaga integrasi kerajaan

Muna.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Alimudin dengan judul skripsi

Peran Bontona Pada Masa Kesultanan Buton (1538-1960). Dalam penelitiannya

mengatakan bahwa Bantona Siompu awalnya adalah sebuah kerajaan kecil

disekitar wilayah Kerajaan Buton. Namun kemudian Bantona Siompu bergabung

menjadi anggota Siolimbona dan menyatakan bernaung dibawa kekuasaan

kerajaan Buton disebabkan adanya ancaman besar dari bajak laut Tobelo.

18

Page 19: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

Bergabungnya Kerajaan Siompu di bawah pemerintahan kerajaan Buton

membuat status siompu berubah dari kerajaan menjadi Kadie atau wilayah bagian

kekuasaan Buton yang dikepalai oleh seorang Bonto. Setelah Siompu bergabung

di Kerajaan Buton kemudian menambah eksistensi Buton menjadi semakin kuat

untuk membendung serangan bajak laut Tobelo.

Hal ini membuat Siompu memegang peranan penting dalam

mempertahankan keutuhan wilayah kerajaan Buton. Peranan Bontona Siompu

diantaranya dalam pemerintahan sebagai kepala kadie, dalam bidang pertahanan

yaitu membantu Matana Surumba Wabula di daerah pertahanan bagian selatan,

dibidang pelayaran dan perdagangan mengurus kegiatan izin pelayaran dan

perdagangan, sedangkan dibidang sosial dan budaya sebagai tokoh masyarakat

Siompu yang mengurus tentang pendidikan, agama dan ekonomi masyarakat.

Dengan bertolak pada penelitian yang telah dilakukan oleh Abdul Kadir

Lassong dan Alimudin telah banyak memberikan motivasi bagi peneliti untuk

mengungkapkan sejarah Kapita Lau di Kerajaan Konawe dan historiografi tentang

Panglima Angkatan Laut belum banyak diungkapkan. Hal ini yang mendorong

penulis untuk menelitinya.

19

Page 20: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

20

Page 21: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Kab. Konowe dan waktu penelitian

pada bulan Maret 2012 sampai selesai

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

struktural yang mempelajari dua domain yaitu domain peristiwa (iven) dan

domain strukturis.

C. Langkah – langkah Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah Ernest

Bernheim yang dikutip oleh Helius Sjamsuddin dan Ismaun (1996: 19) yaitu (1)

Heuristiek, yaitu mencari, menemukan dan mengumpulkan sumber-sumber

sejarah, (2) Kritiek, yaitu menganalisis secara kritis sumber-sumber sejarah, (3)

Auffassung, yaitu penanggapan terhadap fakta-fakta sejarah yang dipungut dari

dalam sumber sejarah, dan (4) Darstellung, yaitu penyajian cerita yang

memberikan gambaran sejarah yang terjadi pada masa lampau. Adapun tahapan

kerjanya adalah sebagai berikut:

a. Pengumpulan sumber (Heuristik)

Dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk mendapatkan dan

mengumpulkan sumber yang berkaitan dengan peran Kapita Lau di Kerajaan

21

Page 22: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

Konawe. Dalam kegiatan ini, pengumpulan data dilakukan dengan langkah

sebagai berikut:

1. Penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu mengkaji beberapa buku,

makalah, disertasi serta laporan hasil penelitian yang ada lerevansinya

dengan judul dan masalah dalam penelitan ini.

2. Penelitian lapangan (Field Research), yaitu mengadakan penelitian secara

langsung dilokasi penelitian guna menghimpun data atau informasi yang

berkaitan erat dengan topik. Kajian dalam penelitian ini menggunakan

beberapa Tradisi Liasan (Oral Tradition) yang dilakukan dengan cara,

yaitu dengan melakukan wawancara kepada orang (informan) yang benyak

megetahui tentang obyek yang diteliti dalam hal ini mengenai latar

belakang Kapita Lau dan peranannya di Kerajaan Konawe pada tahun

1725 – 1904.

b. Kritik

Setelah sumber terkumpul, maka tahap berikutnya adalah verifikasi atau

kritik atau keabsahan sumber tersebut. Verivikasi sumber lilakukan dengan dua

cara yaitu sebagai berikut:

1) Kritik ekstern (autentisitas), yaitu dimaksudkan sebagai kritik terhadap

keaslian sumber data yang diperoleh. Dalam hal ini dilakukan analisis

terhadap suatu sumber data dengan meneliti penampilan luarnya seperti

kertasnya, gaya tulisannya, tintannya, bahasa, kalimat, kata-kata, dan segi

penampilan luar lainnya

22

Page 23: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

2) Kritik intern, (Kredibilitas sumber), yaitu dimaksudkan sebagai kritikan

terhadap kebenaran isi sumber itu, apakah informasi (data) yang diberikan

oleh sumber itu dapat diterima kebenarannya ataukah tidak. Dalam hal ini

dilakukan analisis mengenai hubungan antara fakta sejarah yang termuat

dalam sumber itu sendiri

c. Auffassung (Intepretasi)

Setelah data lolos dari proses kritik atau penilaian, maka ditemukan

sejumlah keterangan atau informasi tentang masalah yang diteliti. Langkah

berikutnya setelah kritik sumber tersebut adalah interpretasi, yang dilakukan

dengan dua cara yaitu:

1. Analisis, yaitu menguraikan, dimana keterangan atau informasi yang

diperoleh tersebut diuraikan terlebih dahulu kemudian dari uraian tersebut

dapat disusun beberapa fakta sejarah

2. Sintesis, yaitu menyatukan, dimana setelah fakta sejarah ditemukan

tindakan selanjutnya adalah fakta sejarah tersebut dihubungkan dan

dikombinasikan antara satu dengan yang lain hingga menjadi satu kesatuan

yang utuh. Penafsiaran data ini sangat penting untuk memperoleh suatu

kesimpulan akhir yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

d. Darstellung (Tahapan penulisan)

Tahapan terakhir dari rangkaian metode penelitian sejarah adalah tahap

penulisan (Darsellung) yaitu kegiatan menyusun atau penulisan terhadap data dan

fakta yang telah lolos seleksi dan sudah melewati tahap penafsiran sehingga dapat

menjadi suatu karya ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.

23

Page 24: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

2.   Sumber Data Penelitian

Sumber data penelitian yang digunakan penulis mengacu pada tiga

kategori sumber yaitu sebagai berikut:

a. Sumber tertulis, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk buku, arsip,

skripsi serta laporan hasil penelitian yang relevan dan mendukung

perolehan data hasil penelitian ini. Sumber-sumber tertulis tersebut

diperoleh di perpustakaan daerah maupun di tempat penelitian ini.

b. Sumber lisan, yaitu data yang diperoleh melalui studi keterangan lisan

(studi lisan) berupa cerita rakyat (folklore), nyanyian rakyat (folksong) dan

kepercayaan rakyat (folkbelieve) dengan para informan yang dianggap

memiliki kemampuan untuk memberikan keteranagan terhadap masalah

yang diteliti.

c. Sumber visual, yaitu data yang diperoleh melalui hasil pengamatan

langsung terhadap berbagai sarana pendukung yang berkaitan dengan

peranan Kapita Lau di Kerajaan Konawe.

24

Page 25: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Keadaan Geografis Kerajaan Konawe

Berbicara mengenai suatu peristiwa sejarah, kita tidak dapat melepaskan dari

letak geografis, karena letak suatu tempat adalah komponen dari suatu peristiwa

sejarah itu sendiri. Dengan mengetahui letaknya akan lebih mudah mengetahui

kondisi suatu daerah dan mempermudah pula dalam memahami peristiwa yang

terjadi di daerah tersebut.

Daerah konawe adalah merupakan suatu wilahyah kerajaan yang terletak di

daratan Sulawesi Tenggara yang sekaran ini sebagian besar menjadi daerah

Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara, dan Kota Kendari. Adapun

batas-batas administrasi wilayah kerajaan Konawe sebagai berikut:

a. Sebalah utara berbatasan wilayah kerajaan Luwu dan kerajaan Bungku.

b. Seblah Timur berbatasan dengan Laut Banda dan Kesultanan Buton

c. Seblah Selatan berbatasan dengan selat Tiworo dengan kerajaan Muna

d. Seblah Barat berbatasan dengan Teluk Bone dan Kerajaan Mekongga

Jika ditinjau dari segi pertahanan, maka letaknya sangat strategis karena

letaknya berada di tengah-tengah kekuatan politik kerajaan lain, sedangkan Ibu

Kota Kerajaan Konawe di Unaaha terletak di tengah-tengah wilayah pada daratan

yang luas yang diapit oleh dinding alam berupa hutan dan pegunungan.

Pada masa pemerintahan Mokole Tebawo abad XVII, di tetapkan suatu

perangkat penguasaan batas-batas wilayah kerajaan yang disebut “Siwole

Mbatohu” yang meliputi:

25

Page 26: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

a. Tambo I’Losoanao Oleo atau Gerbang Timur adalah wilayah Ranomeeto.

b. Tampo I’Tepuliano Oleo atau gerbang Barat adalah wilayah Wawo

Latoma.

c. Bharata I Hana atau Bintara kanan adalah wilayah Tonga Una.

d. Barata I Moeri atau Bintara kiri adalah wilayah Asaki/Lambuya.

Bagian wilayah tersebut nampaknya merupakan suatu strategi pertahanan

keamanan yang sangat cermat dan tepat, hal ini tentunya merupakan suatu

pemikiran yang dinilai tidak ketinggalan dalam alam kemajuan sekarang ini.

Dari segi letak geografis, lalulintas perekonomin dan perdagangan wilayah

kerajaan Konawe sangat menguntungkan karena mempunyai garis pantai yang

strategis dibagian Timur, selatan maupun Barat. Bandar-bandar tersebut banyak

dikunjungi para pedagang dari luar (dari kesultanan Ternate, Buton, Muna/Tiworo

di Timur dan dari kerajaan Bone, Luwu, Goa di Barat) yang memperdagangkan

hasil hutan, hasil Laut dan hasil pertanian. Dengan demikian posisi kerajaan

Konawe cukup strategis meskipun letak ibukotanya di Unaaha agak jauh dari

pantai (Tamburaka, 2003: 193-194).

B. Keadaan Demgrafis Kerajaan Konawe

Penduduk asli daerah konawe belum ada kesepakatan para ahli, cerita rakyat

setempat mengungkpkan bahwa sebenarnya nenek moyang mereka adalah

pendatang-pendatang dari luar berdasarkan tradisi masyarakat di Sulawesi

Tenggara tentang kedatangan nenek moyang mereka mengungkapkan dua versi.

Versi daratan menyatakan bahwa nenek moyang mereka berasal dari langit

26

Page 27: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

(Tolaki Mornene), dan persi kepulauan menyatakan bahwa keluar dari bambu.

Belum dapat dipastikan kapan wilayah ini di huni oleh manusia, tetapi ada bekas-

bekas yang mnunjukkan bahwa wilayah ini telah dihuni oleh manusia sejak zaman

prasejarah.

Sementara itu, versi Mekongga dalam buku Burhanuddin (1977: 4)

mengungkapkan bahwa, dahulu daratan Sulawesi Tenggara pernah dihuni oleh

orang-orang kecil, kemudian dihuni oleh orang-orang yang bertubuh besar.

Meskipun demikian, berdasarkan pengamatan atas penduduk Sulawesi Tenggara

sekarang ini, maka dapat diduga bahwa penduduk daratan pada waktu itu dominan

ciri Mongoloid, sedangkan daerah kepulauan mempunyai cirri Austro-

Melanosoid. Sejalan dengan itu Rustam E. Tamburaka (1989: 4) mengemukakan

bahwa Sulawesi Tenggara merupakan pertemuan ras-ras dalam proses

persebaran/perpindahan bangsa-bangsa prasejarah yaitu ras Mongoloid dari Utara,

Austo-Melanosoid dari Timur, dan ras Proto-Melayu dari Barat/Utara. Oleh

karena itu, daratan Sulawesi Tenggara dan pulu-pulau sekitarnya memiliki

kekhasan baik kehidupan manusianya, maupun flora dan faunanya.

Suku tolaki dan mornene mempunyai cirri fisik dan budaya mirip dengan

suku-suku yang ada di Sulawesi Tengah dan mungkin juga dengan Sulawesi

Utara, sehingga dapat dikatakan bahwa nenek moyng mereka datang di Sulawesi

Tenggara secara bergelombang.

Tamburaka (1989: 6) mengemukakan bahwa, suku Mornene dilihat dari ciri-

ciri antropologisnya, banyak persamaan suku Tolaki, diduga berasal dari Asia

27

Page 28: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

Timur atau Hindia. Suku Mornene tersebut termaksud rumpun bangsa Melayu

Tua yang datang dari Hindia Belakang pada gelombang ketiga.

Secara umum penyebaran penduduk di Nusantara ini menurut para ahli

bahwa mereka datang secara bergelombang dari Gobi, Yunani, dan Indocina

melalui Sememnanjung Malaka dan seterusnya menyebar ke Selatan dan Timur

yang diantaranya kemudian suku-suku bangsa yang mendiami Sulawesi Tenggara.

Jika dilihat dari cirri-ciri antropologisnya, repalikx indeks, mata agak sipit,

rambut hitam lurus, warna kulit kuning langsat, tinggi badan rata-rata 160 cm.

suku Tolakimemiliki kesamaan dengan ras Mongoloid, diduga berasal dari Asia

Timur, untuk kemudian tersebar tersebar ke Selatan melalui kepulauan Riukyu,

Taiwan, Fhilipina, Sangir-talaud, pantai Timur Sulawesi samapai ke Sulawesi

Tenggara. Ada mengatakan bahwa perpindahan pertama berasal dari Yunan

(perbatasan Cina an vietnam) keselatan melalui Filipina, Sulawesi Utara ke pasir

Timur dan Halmahera. Pada saat memasuki daratan Sulawesi Tenggara masuk

melalui muara sungai Laasolo dan Konawe’eha yang dinamakan Andolaki

(Tamburaka, 1995: 4).

Proses perpindahan penduduk itu disebabkan oleh peperangan atau penyakit

menular, akhirnya mereka menyebar ke Utara dan mendesak suku-suku bangsa di

Sulawesi Tengah (Tomapu, Tokulawi, Tobada) untuk menduduki tempatnya yang

sekarang. Gelombang penyebaran ini di perkirakan terjadi antara abad IX-XI.

Proses persebaran mereka di Sulawesi Tenggara yang sebelumnya mendiami

sekitar danau Matana, Danau Towuti, dan pada bagian Selatan pada kedua danau

tersebut pada negeri-negeri seperti, Rahambu’u, Alaaka, Andolaki,

28

Page 29: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

Wutamendonga, Tongauna. Negeri-negeri tersebut terletak di hulu Sungai

Konawe’eha dan Sungai Lasolo sekarang (Monografi, 1977: 9)

Seorang bekebangsaan Belanda Alber C. Kruyt (1921: 21) mengatakan

bahwa, suku Tolaki mempunyai pertalian erat dengan suku-suku Moti i Malili.

Hampir dapat dipastikan bahwa dalam perpindahannya dari Utara menuju ke

Selatan menempati dan menduduki tempat yang sekarang ini menyusuri Sungai

Lasolo yang sumber-sumbernya terdapat di danau Towuti.

Dari tempat tersebut (Rahambuu) kemidian mereka terbagi dua

serombongan mengikuti lereng pegunungan Mekongga lalu membelok ke arah

Barat Daya, tibalah di tempat-tempat baru yang kemudian dikenal dengan nama

sebagai: Lombo, Laloeha, Silea, dan Puuehu. Mereka inilah yang berkembang

menjadi suku Tolaki Mekongga. Satu rombongan lagi menyusuri lereng Timur

pegunungan Mekongga lau menempati suatu tempat dibagian udik suangai besar

yang mengalir dari kaki pegunungan Mekongga (Chalik, 1986: 6)

Keberadaan mereka disuatu tempat dimana mereka melakukan konsolidasi,

tempat dimana kemudian dinamakan Andolaki, artinya temapat pemukiman orang

Tolaki. Rombongan inilah yang kemudian selanjutnya berjalan mengikuti Sungai

Konaweeha sambil mendesak penduduk lama yaitu Mornene. Pada akhirnya

tibalah mereka disuatu padang laus pada daratan yang ada disekitarnya, akhirnya

terjadilah peperangan antara Mokole Padangguni dengan Mokole Besulutu.

Dalam peperangan yang berlangsung lama itu, pada akhirnya Besulutu

menyatakan takluk dan Totongano Wonua kemudian memusatkan kedudukannya

di Unaaha dan dia menganggap dirinya sebagai pembentuk masyarakat Konawe.

29

Page 30: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

Rupanya organisasi Tolaki ini telah muncul sejak masa bercocok tanam. Seperti

yang dikemukakan oleh Lakebo (1986: 52) bahwa pemimpin mereka disebut

Toono Motuo (orang yang di tuakan), dia dibantu oleh seorang yang bernama Pue

atau Nenek yang bertugas sebagai dukun dan memimpin upacara yang

berhubungan dengan masalah-masalah bercocok tanam.

Dari segi mata pencaharian penduduk, menunjukkan bahwa umumnya

mereka dari kehidupan bercocok tanam dengan bertani ladang dengan menanam

tanaman seperti Durian, Langsat, Sagu, Padi, dan berternak hewan seperti Kerbau.

C. Keadaan Sosial Budaya

1. System kekerabatan

Dikalangan masyarakat Suku Tolaki keluarga batih disebut merapu artinya

membentuk rumah tangga baru. Relasi kekerabatan karena keturunan orang

Tolaki di kerajaan Konawe menyebut “Meohai”, hubungan karena perkawinan

disebut penetono, sedangkan hubungan orang tua disebut To’ono motuo.

Hubungan antara anggota keluarga dalam sistem kekerabatan oaring tolaki

diatur berdasarkan norma-norma sosial sebagaimana yang tercermin dalam makna

dari istilah Ama (ayah), Ina (ibu) dan ana (anak) yang masing-masing mempunyai

hubungan timbal balik dalam kehidupan meraka.

Sistem kekerabatan dalam rumah tangga orang Tolaki, ama (ayah) berarti

orang yang berperan sebagai pelindung, pemelihara, dan penanggungjawab anak

dalam memenuhi kebutuhannya sejak kecil sampai memasuki jenjang perkawinan.

Demikian pula istilah ina (ibu) adalah orang yang berperan sebagai pengasih dan

30

Page 31: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

penyayang kepada anak sejak kecil hingga dewasa, berperan sebagai pembantu

kelak masa tua dan sebagai penerus nama baik dari pada keluarg.

Dalam kehidupan masyarakt Tolaki mereka sangat memperhatikan nilai-

nilai kemanusian, hal ini dapat dilihat dengan banyaknya anggota keluarga yang

berdiam dalam suatu rumpun keluarga tertentu. Sejalan dengan itu Abdurrauf

(1993: 118) mengemukakan bahwa suatu rumah tangga orang tolaki tidak hanya

terdiri dari ayah, ibu, dan sejumlah anak-anak tetapi juga terdiri dari ipar-ipar

yang belum kawin, paman, serata mertua dan juga yang yatim piatu. Sehingga

dengan adanya pola hubungan sosial tersebut maka tidak mengherankan apabila

rumah-rumah orang Tolaki memiliki ukuran yang lebih besar jika dibandingkan

dengan kelompok masyarakat lainnya.

Apabila dilihat dari pranata sosial dikalangan suku Tolaki dibandingkan

dengan suku bangsa lain khususnya dikalangan orang-orang Bugis, maka hal itu

menunjukkan sautu persamaan yang bersifat asasi dalam kehidupannya.

Kalo merupakan sarana yang digunakan dalam kelompok masyarakat Tolaki

yang bertujuan untuk mewujudkan hubungan tibal balik dari kelompok-kelompok

kekerabatan mereka, dalam rangka mewujudkan dan memupuk rasa persatuan dan

kesatuan dikalangan para kerabat.

Kalo pada tingkat norma-norma sosial merupakan suatu nilai budaya yang

berfungsi mempersatukan pranata-pranata yang ada dalam kehidupan orang-orang

Tolaki di Kerajaan Konawe.

Kalo dalam beberapa sector kehidupan orang Tolaki merupakan ketentuan

adat yang harus ditaati dan bagi mereka yang melanggar ketentuan adat tersebut,

31

Page 32: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

maka konsekwensinya hukum yang dijatuhkan kepadanya dapat berwujud sebagai

sanksi batin maupun sanksi fisik, sehingga bagi kelompok yang melanggar hukum

(adat) tersebut akan kehilangan kehormatan dilingkungan masyarakat.

2. Sistem Pelapisan Sosial

Pada masa lalu dimasa pemerintahan kerajaan Konawe masayrakat suku

Tolaki menganut dua system pelapisan sosial resmi dan tak resmi. Khusus untuk

pelapisan sosial resmi, masyarakat suku Tolaki digolangkan atas tiga lapisan

golongan yaitu:

a. Golongan Bangsawan (anakia)

b. Golongan Penghulu (to’ono motuo)

c. Golongan orang banyak atau rakyat biasa (To’ono dadio)

Dasar-dasar pelapisan resmi tersebut maka dasar munculnya pelapisan

tersebut adalah berdasarkan faktor keturunan artinya kedudukan seseorang dalam

struktur pelapisan sosial tersebut tergantung dari asal-usul keturunannya.

Disamping keturunan, faktor keaslian sebagai penduduk setempat juga menjadi

salah satu dasar pelapisan sosial, karena antara penduduk asli yang disebut

mbuwonua dengan pendatang to’ono leu ada pembedaan stratifikasi yang

menjolok dengan kata lain penduduk asli dianggap memiliki kedudukan yang

lebih tinggi dalam segala aktivitas sosial dibandingkan dengan pendatang.

Adapun klasifikadi dari golongan anakia tersebut terbagi atas:

1. Anakia mbatola yaitu mereka yang memegang tampuk

pemerintahan dalam kerajaan yang berketurunan sangia.

32

Page 33: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

2. Anakia wulaa atau wula motaha yang artinya emas murni yaitu

bapaknya adalah keturunan bangsawan tulun.

3. Anakia wisole yaitu mereka yang berketurunan bangsawan akan

tetapi telah mengalami krisis kewibawaan karena memiliki sifat-

sifat tidak terpuji, miskin atau melarat.

4. Anakia ndina’asi yaitu meskipun ayahnya berasal dari golongan

bangsawan murni namun ia lahir dari perkawinan yang tidak wajar

dari ibunya yang berstatus hamba budak di dalam rumah raja

sehingga tidak dinikahi secara resmi.

5. Anakia sukara, yaitu mere yang lahir dari ayah turunan anakia

keempat dengan golongan budak yang merdeka.

Khusus dari golongan kelas menengah (golongan penghulu) atau (To’ono

motua) mereka ini dalam sistem sosial orang Tolaki dipandang tidak mempunyai

pembagian kelas seperti pada golongan bangsawan, tetapi mereka mempunyai

status sebagai keturunan memimpin didalam struktur pemerintahan kerajaan

tingkat onapo atau kombo atau tugas besar mewakili raja atau Mokole atau utusan

kepercayaan raja dalam suatu bidang pekerjaan yang memerlukan keberanian,

ketangguhan, dan ketegaran seperti sebagai panglima perang, juru bicara adat,

utusan raja dan sebagainya.

Adapun dari golongan ketiga (orang kebanyakan), status sosialnya terdiri

atas :

33

Page 34: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

1.) Susunan ndono motuo artinya orang kebanyakan tapi punya hubungna

darah salah satu sisi orang tuanya dengan golongan penghulu diatas.

2.) Ata wonua yakni mereka yang diperbudak dan termasuk golongan

biasa karena ditawan oleh kerajaan (meskipun mereka golongan

kerajaan di negerinya)

3.) Ata inoli yakni dibeli atau sebagai pembayar hutang dari seseorang raja

kepaa raja lainnya.

4.) Ata Mbinehua yakni mereka yang karena diserahkan oleh seseorang

raja kepada sesama raja atau sebab tertentu misalnya kalah judi atau

ada hal lainnya.

5.) To’ono biasa artinya mereka yang tidak termaksud kepada salah satu

golongan diatas, maupun golongan menengah atau golongan raja

(orang kebanyakan yang juga bukan budak).

Ketiga golongan yang disebutkan di atas, dalam kegiatan kemasyarakatan

diberikan gelar menurut jabatannya yaitu:

a. Mokole atau jabatan raja

b. Pu’u tobu bagi mereka yang menjabat selaku penguasa wilayah dalam

kerajaan.

c. To’ono motuo bagi mereka yang menjabat selaku pimpinan masyarakat

dalam komunitas yang kecil misalnya kampong, nggalo, puutobu an

sebagainya.

3. Agama dan Kepercaan

34

Page 35: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

Sebelum masuknya agama Islam, dan Kristen, suku Tolaki telah menganut

kepercayaan yang percaya kepada dewa-dewa (sangia) yang dianggap menguasai

alam dan kehidupan manusia.

Mereka juga percaya kepada mahluk-mahluk halus, arwah nenek moyang

dan kepercayaan kepada kekuatan sakti, dikalangan masyarakat Tolaki disebut

sangia. Ada tiga sangai pencipta alam, sangia wonua (dewa negeri), sangia

mokora (dewa pemelihar alam).

Disamping ketiga sangia tersebut masyarakat Tolaki percaya pula akan

adanya sangi-sangia yang lainnya yaitu:

1. Sangia ilosoano oleo yang berkuasa diufuk timur

2. Sangia itepuliano oleo yang berkuasa diufuk barat

3. Sangia I puri wuta yang berkuasa diperut bumi

4. Sangia ipuri tahi yang berkuasa didasar laut

5. Sangia ilahuene yang berkuasa diatas langit

6. Sangia mbongae yang membawa penyakit terhadap manusia

7. Sangia mbae atau sangia sanggoleo mba yang menghidupkan dan

memelihara padi-padian dan sebagainya.

Kepercayaan diatas itu termaksud kepercayaan animism dan dinamisme

yang sampai sekarang masi sering dijumpai dalam masyarakat suku Tolaki.

Dewasa ini penduduk Tolaki pada umumnya sudah menganut agama islam sejak

Mokole Lakidende II, agama Kristen sejak abad ke-19 Hindu dan Budha.

35

Page 36: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

D. Struktur Organisasi Pemerintahan Kerajaan Konawe

Sejak diangkatnya raja Tebawo pada abad XVII, maka Ia langsung

melakukan pembenahan terhadap Kerajaan Konawe yang telah mengalami

kehancuran akibat perang saudara antara kerajaan-kerajaan kecil Tolaki seperti

Besulutu, Abuki, dan Wawolesea. Ketiga kerajaan itu berhasil dipersatukan

(Arsamid Al-Ashur, 2003: 2)

Sejalan dengan itu Basrin Melamba didalam bukunya yang berjudul Tolaki

di Konawe (2001: 48) mengemukkan bahwa dengan menerapkan suatu struktur

dan sistem pemerintahan baru yaitu Siwole Mbatohuu dan Opitu Dula Batuno

Wuta Konawe (Empat sisi Wilayah besar dan 7 dewan kerajaan Konawe). Siwole

Mbatohu yang memiliki arti, yaitu talam atau wadah tempat menyimpan Kalo

berbentuk persegi empat dengan empat sudut yang melambangkan daerah

kekuasaan daerah kekuasaan Kerajaan Konawe yang membagi wilayah Konawe

terdiri dari empat wilayah kekuasaan. Dalam pelaksanaannya Sabandara

Buburanda ditugaskan di wilayah Barat untuk memerintah dan menjaga daerah

Konawe dari daerah barat dari ekspansi Luwu.

Kekuasaan Kerajaan Konawe merupakan lingkaran konsentrik, mulai dari

tingkatan Wonua atau negeri yang berpust di istana Kerajaandi Unaaha dipegang

langsung oleh Mokole. Dibantu oleh pejabat Siwole Mbatohu di empat penjuru

daerah kekuasaan kerajaan. Sesudah Wonua yaitu wilayah O’tobu dipimpin oleh

seorang Puutobu.

Pada zaman raja Tebawo, O’tobu di daerah ini berjumlah 30 (tiga puluh)

wilayah Tobu dan wilayah pada tingkat O’napo yang dipimpin oleh Kapala Napo

36

Page 37: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

dengan gelar Tonomotuo, semacam wilayah pemerintahan tingkat desa pada

zaman Belanda menjadi Kambo yang dipimpin oleh kapala Kambo atau kepala

kampung. Setelah mokole Tebawo naik tahta dibentuknya tanah kerajaan Konawe

yang sangat luas sebagai suatu bentuk persegi empat, yang perlu mendapat

pelayanan dari pemerintah pusat kerajaan untuk menjamin ide tersebut maka pada

tahun 1609 dibentuklah perangkat penguasa wilayah di empat penjuruh di

kerajaan Konawe dikenal dengan sebutan Siwole Mbatohuu.

Dapat dijelaskan bahwa ketiga Puluh (30) wilayah daerah bawahan

Pu’utobu adalah sebagai berikut:

1. Ranomeeto membawahi Pu’utobu-pu’utobu:

a. Poasia

b. Moramo

c. Kolono

d. Laeya

e. Wawanii

f. Konda

2. Latoma membawahi Pu’utobu-pu’utobu:

a. Arombu

b. Pu’ulemo Ue’esi

c. Asera

d. Lalowata

3. Tongauna membawahi pu’utobu-pu’utobu:

a. Toriki

37

Page 38: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

b. Anggaberi

c. Lasolo

4. Asaki membawahi pu’utobu-pu’otobu:

a. Puriala

b. Rate-rate

c. Andoolo

d. Lalohao

e. Angata

5. Uepay, membawahi pu’utobu-pu’utobu:

a. Anggopiu

b. Mooreha

c. Tudaone

6. Sambara, membawahi pu’utobu-pu’utobu:

a. Limbo

b. Rawua

c. Besu

7. Kasipute, membawahi pu’tobu-pu’utobu:

a. Palrahi

b. Anggotoa

c. Ksipute

d. Teteona

Disamping itu ada satu daerah khusus (Abuki) membawahi

pu’utobu-pu’utobu:

38

Page 39: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

a. Asolu

b. Unaasi (Lasada)

c. Walay.(Chalik,dkk. 19978:20-21)

Pembagian wilayah pu’utobu tersebut diatas, menurut Muslimin Su’7ud

(1989:93) hanya dilihat dari segi lokasi/letak geografis yaitu tempat dimana

pejabat dewan adat kerajaan bermukim namun dilihat dari segi hirarki jabatan dan

tanggung jawab pelaksanaan tugasnya, sesuai yang ditentukan/ditetapkan Sidang

Dewan Adat Kerajaan yang dimaksud ke 30 wilayah pu’utobu yang secara

organisatoris bertanggung jawab melalui ke empat pejabat penguasa wilayah

masing-masing, (Ranomeeto, Latoma, Tnngauna danAsaki) dan bukan melalui

dewan adat kerajaan, maka susuann dan pembagiannya adalah sebagai berikut:

1. Wilayah Gerbarg Timur kerajaan (Ranomeeto) membawahi pu’utobu-

pu’utobu:

a. Poasia

b. Morammo

c. Kolono

d. Laeya

e. Wawonii

f. Konda

g. Andaroa (Sambara)

h. Besu (Sambara)

i. Lemo (Sambara)

39

Page 40: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

2. Wilayah Gerbang Barat kerajaan (Latoma) membawahi pu’utobu-

pu’utobu:

a. Arombu

b. Waworaha

c. Pu’ulemo (Kolaka Utara)

d. Ue’esi

e. Lawata (Lalowata)

f. Laloeha (Kolaka)

3. Wilayah sayap kanan kerajaan (Tongauna) membawahi Pu’utobu-

pu’utobu:

a. Toriki

b. Anggaberi

c. Kasipute

d. Anggotoa

e. Wawotobi

f. Teteona

g. Lasolo/Andumowu

4. Wilayah sayap kiri (asaki) membawahi Pu’utobu-pu’utobu:

a. Puriala

b. Angata

c. Lalohao

d. Rate-rate

e. Tinondo

40

Page 41: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

f. Morehe

g. Kowioha.

(Su’ud, 1989: 72-73)

Menurut Muslimin Su’ud selanjutnya, bahwa ke—30 pejabat Pu’utobu

diatas, sepanjang menyangkut tugas penyelenggaraan urusan pemerintahan,

mereka hanya bertanggungjawab kepada raja/garing mokole melalui ke-4

penguasa dimasing-masing wilayahnnya (Sapati, Sabandara, Ponggawa, dan

Inowa),

Pada dasarnya konsep Siwole Mbatohuu sesungghnya telah dipersiapkan

sebelum Sangi Inato dilantik menjadi Mokole atau Raja oleh pendahulunya yaitu

Mokole Melamba dengan gelar Letengapa, Lolamoa, Sangia Nggondombara,

Tawe eha yang memerintah pada tahun 1539-1602. Konsep awal Siwole Mbatohu

pada masa raja Melamba dalam membentuk struktur yag belum lengkap sebagai

berikut:

1. Pembagian pusat-pusat pemerintahan dibawah pimpinan beberapa Mokole

atau raja yaitu:

a. Pemerintahan pusat dipegang oleh Mokole I’Larisomba atau anakia

Meita.

b. Pemerintahan daerah/wilayah dipegang oleh Ndotongano Wonua.

c. Pemerintahan daerah kerajaan Konawe, dipegang oleh anangguro

Metipu Wuta I’Konawe, Wonua ngguluku Lipu I’Loronii I’Unaaha

2. Wilayah-wilayah kekuasaan atau kerajaan Lokal meliputi:

41

Page 42: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

a. Wulele Ngasu Dewa, Wuanggasu Wula ( turunan kayu jawa, tunas

ayau buah negeri emas) yang berpusat di Mowewe.

b. Pano dewa wulaa (sisa pengaruh kerajaan jawa terdampar) yang

berpusat di andoolo).

c. Tolalo nggasu wulaa (Turunan Raja Pulau emas yang mengasingkan

diri) yang berpusat di abuki (Alosika) yang dibantu turunan

to’onomotuo (tetua adat setempat) di Walay.

d. Meosadaki isi Peopati Mohewu (putri raja yang mungil tetapi cantik)

berkedudukan di Puriala.

e. Tamburu nggasu dawa, pala-malamba mengga (beduk yang tebuat dari

kayu jawa yang menyala-nyala) bepusat atau berkedudukan di Asolu.

f. Polia-lia langi ana somba wulaa (turunan cucu bangsawan dari pulau

emas yang bertingkat atau berstatus) berkedudukan di Arombu.

g. Tundu mbassi nununggu (pelabuhan laut) di daerah Lasolo dan lembo

daerah Mboo.

Astruktur pementahan di atas merupakan cikal bakal Siwole Mbatohuu dan

O Pitu Dula Batuno Konawe tergambar bahwa kondisi pemerintahan wilayah

Kerajaan Konawe pada periode sebelum Sangia Inato, yaitu:

a. Bahwa kerajaa Konawe pada saat itu berstatus berstatus sebagai

kerajaan vasal atau vasal staat dari suatu kerajaanluar Konawe berpusat

42

Page 43: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

dijawa menurut prediksi kerajaan Majapahit, ataukah di Sulawesi

Selatan yang diduga berpusat dio Bone dan kedatuan Luwu.

b. Bahwa para bangsawan atau anakia kerajaan Konawe pada periode itu

memiliki relasi geneologi dengan raja-raja di Jawa.

c. Bahwa keturunan bangsawan tersebut memiliki daerah kekuasaan yang

terpisah dengan pusat pemerintahan di Unaaha di bawah Mokole Sangia

Mbinauti.

Pada perkembangan selanjutnya, keenam tahun menjelang pelantikan

Mokole Tebawo dengan gelar Sangi Inato, Sangia Mbinauti (raja yang dipayungi)

bernama Mokole Maago, menyempurnakan lagi konsep tersebut menjadi konsep

persiapan “Siwole Mbatohu Opitu Dula Batuno Konawe” yang lebih sempurna

dan lengkap dengan struktur sebagai berikut:

1. Mokole atau Sangia berpusat di Inolobu Nggadue Unaaha.

2. Inae Sinumo Wuta Mbinotiso Towu Tinorai (pengganti Mokole atau

Sangia) berkedudukan di Abuki.

3. Sulemandara (perdana mentri) berkedudukan di Puu’osu.

4. Opitu Dula Batuno Konawe (tujuh kementrian kerajaan) yang tersiri dari:

a. Pelapi Wungguaro (komandan pengawal kerajaan) berkedudukan di

Tuoy.

b. Tusa Wuta (penjabat yang membidangi pertanian) di Wawotobi ke

Kasipute.

c. Bite Kinalumbi (pengadilan) di Anggotoa.

43

Page 44: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

d. Kotu Bitara (hakim pemutus perkara) berkedudukan di Wonggeduku.

e. Putumbu Laradati (kejaksaan) di Lalosabila atau Tuoy.

f. Bite Metado (penjabat penghubung seperti Mokole, dewan Kerajaan

para Mentri) berkedudukan di Tudaone.

g. Tugas Laradati (penjabat bagian intelejen atau kepolisian)

berkedudukan di Unaasi/Palarahi.

h. Kapia Anamolepo (panglima angkatan darat) berkedudukan di Uepai.

i. Kapita Lau (panglima angkatan laut) berkedudukan di Puu Sambalu,

Sambara atau Pohara .

j. Tu’oy (secretariat kerajaan meliputi pengawal dan urusan rumah

tangga kerajaan) berkedudukan di Toriki Anggaberi dan Tuoy.

Pemberlakuan konsep tersebut hanya hanya berlangsung selama kurang

lebih dua belas tahun, selanjutnya diadakan perubahan, melalui musyawarah atas

usul Lelesuwa sebagai Kotubitara. Maka ditetapkan konsep struktur baru kerajaan

Konawe Siwole Mbatohuu O’pitu Dula Batuno Wuta Konawe konsep ini dianggap

lebih baik dan sempurnah khususnya tentang pembagian kekuasaan dan

wewenang.

Dalam konsep struktur pemerintahan Siwole Mbatohu dan O’pitu Dula

Batuno Konawe dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Struktur tingkat kerajaan (wonua) atau negeri yang terdiri dari:

a. Mokole sebagai raja atau sebagai kepala negeri atau pemerintah

tertinggi.

44

Page 45: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

b. Dewan kerajaan yang disebut “Opitu dula Batuno Konawe” yang

disebut Anakia Momboindi Parenda Mokole yang aparatnya terdiri dari

1) Sulewata Mandara atau Sulemandara, selaku perdana mentri yang

dijabat pertama kali oleh Sulemandara Kalenggo. Jabatan ini

dikenal juga dengan sebutan Lopa-lopa Wula, Palako Lumeledo,

Metemba Nggolo Sara, Pebite Ngginalumbi, Sumusule Wonua,

Mandara Hii Wuta Konawe yang berkedudukan di Pu’Osu.

2) Pembantu Mokole di wilayah bagian timur dengan gelar sapati,

merangkap sebagai pemimpin wilayah kerajaan Konawe bagian

Timur yang disebut “Motombi-tombi Nggilo, Mebandera Wulaa,

Tambo I’Losoanao Oleo” yang pertama dijabat oleh Sapati

Sorumba.

3) Pembantu Mokole di wilayah Barat penjabatnya bergelar Sabandara

atau Sabannara (Syabandar), sekaligus sebagai pimpinan wilayah

bagian Barat yang disebut Taune Napo Wulaa, Ore-ore Mebubu,

Tampo Itepiliano Oleo yang dijabat pertama kali oleh Sabandara

Buburanda.

4) Pembantu mokole di wilayah Utara (Sisi Kanan) yang disebut

ponggawa, merangkap sebagai pemimpin wilayah di bagian Utara

(sisi kanan) kerajaan Konawe yang disebut Melingge-lingge Bara

Metuka Ndambosisi, Tambosisi Ruromoro Opua Mepambai Barata

I’Hana yang dijabat pertama kali oleh Ponggawa Paluwu.

45

Page 46: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

5) Pembantu raja diwilayah bahagian Selatan (Sisi Kiri) kerajaan

Konawe yang disebut atau bergelar I’Nowa merangkap sebagai

kepala wilayah bagian Selatan (kiri) yang disebut Tetoremba-remba

Nggilo, Toko Wula Wulaa, Merembirembi Eno Mekalambi Wulaa,

Simburu Nggati Nggilo Patirangga Wulaa Rahambaha

Monggasono Wuta Konawe Barata I’Moeri yang disebut atau

bergelar Kapita Anamolepo Wuta I Asaki dengan pimpinan pertama

Taridala.

6) Panglima angkatan darat Kerajaan Konawe yang digelar Kapita

Anamolepo, berkedudukan di Uepai yang pertama kali dijabat oleh

Kapita Anamolepo Taridala.

7) Panglima angkatan Laut Kapita Sambara Wuta Konawe, kerajaan

Konawe yang bergelar Tanoopa Moloro, Tadohopa Nduosa,

Lomalaea Ndahi Membandera Waea Kapita Lau, berkedudukan di

Puusambalu Sambara atau Sampara (wilayah bagian Timur kerajaan

Konawe) yang dijabat pertama kali oleh Kapita Lau Haribau.

Para penjabat tersebut dibantu oleh beberapa penjabat yang berstatus mentri

muda, sedangkan pejabat tersebut berstatus sebagai pejabat tingkat Wonua mereka

memiliki otoritas atau wewenang yaitu:

a. Mentri sekertaris kerajaan bergelar Tu’oy yang pertama kali di jabat

oleh Tuoy Podada berkedudukan di Tu’oy

46

Page 47: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

b. Iwoy Solombule, Waa Solo Mbendua, uha Bite Metado, Pesurino Wuta

Konawe. Mentri urusan peertanian kerajaan yang bergelar Tusawuta,

berkedudukan di Kasipute yang dijabat pertamakali oleh Anakia

Ndusawuta Latuo gelar Tawe Terumba Raha Mboluloaa.

c. Mentri urusan kehakiman atau begian peradilan pada tingkat kerajaan

yang bergelar Kotubitara berkedudukan di Wonggeduku, yang pertama

kali dijabat oleh Kotubitara Lelesuoa.

d. Owati Anggotoa oleh Tainoa berkedudukan sebagai hakim.

Keempat pejabat tersebut bertanggung jawab atau berada dalam koordinasi

dengan Sulemandara atau sebagai ketua dewan kerajaan Opitu Dula Batuno

Konawe (Basrin, Melamba, 2011: 48-55)

Berdasarkan bentuk-bentuk tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa

dengan diterapkannya system dan struktu organisasi Siwole Mbatohu dan Opitu

Dula Batu, maka penyelenggaraan administrasi pemerintahan kerajaan yang

dipimpin oleh raja Tebawo dapat berjalan lancer dan mampu menciptakan

stabilitas keamanan selama masa pemerintahannya bahkan dapat menjadikan

kerajaannya yang mekmur, kuat dan tersohor yang sekaligus menjadikan namanya

sebagai salah satu seorang raja Konawe yang terkenal dimana-mana yang atas

dasar itu sepeninggal belia, Ia diberikan gelar dengan sebutan “Tebawo” (yang

tersohor diman-mana)

47

Page 48: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

BAB VI

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Terbentuknya Kapita Lau Di Kerajaan Konawe

Hampir setiap kerajaan tradisional di Nusantara pada masa lalu kita temukan

pengawal pribadi raja seperti dikerajaan Mataram, Demak, Buton, Ternate, dan

48

Page 49: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

sebagainya. Termaksud di Kerajaan Konawe terdapat pengawal raja yang disebut

Kapita Lau yang pertama kali di jabat oleh Ndawuto berkedudukan di

Sambara/Sampara.

Dimana jabatan Kapita Lau ini muncul pada zaman pemerintahan Mokole

Tebawo, kerajaan Konawe telah membentuk Panglima Angkatan Laut (Kapita

Lau) atau juga lebih dikenal Kapita Bondoala. Berkedudukan dipu’usambalu

Sambara/Sampara. Pada saat itu dijabat oleh Haribau dengan gelar Kapita

Bondoala.

Kapita Bondoala merupakan gelar Kapita Lau (Panglima angkatan laut)

Kerajaan Konawe yang diberikan oleh masyarakat Konawe setelah ia kembali dari

peperangan bersama Buton, Bone (Arung Palaka) dan lain-lain melawan Gowa

dan berhasil menduduki salah satu wilayah kerajaan Gowa yang bernama

“Bontoala” pada tahun 1667 (Basrin, dkk, 2011: 58).

Pada waktu Mokole Lakidende II dengan gelar Sangia Nginoburu, mengirim

utusan ke Bone untuk membantu raja Bone melawan Belanda pada perang Bone

pertama oleh raja Lakidende kemudian menunjuk Tosugi dari Anggaberi untuk

memimpin rombongan tersebut yang dibantu oleh Haribau putra Ndawuto dari

Sambara, menunjuk La Besi dan La Taripa selaku juru bahasa. Ekspedisi ini Bone

waktu itu dipimpin oleh seorang Ratu perempuan yang bernama Imanung Arung

Data Matinrowe Wikesi.

Sekembalinya mereka dari Bone maka Tosugi berganti nama menjadi

Pakandreate dan Haribau bergelar Kapita Bondoala. Dan La Besi oleh raja

49

Page 50: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

Lakidende memperkenenkan menyebarkan islam di bagian Timur kerajaan

konawe di lembah aliran suangai Andabia dan Anggasuru yang dibantu oleh

putaranya yang bernama Bakealu.

Sejalan dengan itu seperti dalam bukunya Arsamid yang berjudul Sejarah

Pemerintahan Kabupaten Konawe (2003: 7) yang mengemukakan bahwa, jabatan

Kapita Lau ini berada dibawah pejabat Sulemandara , kemudian lebih

disempurnakannya melalui sidang dewan kerajaan. Seluruh wilayah kerajaan

Konawe dibagi dalam empat (4) bagian wilayah besar yang disebut Siwole

Mbatohu’u (penguasa wilayah besar dan menjadi dewan pertimbangan Mokele),

masing-masing:

1. Tambo Ilosoano Oleo, yaitu gerbang Timur bepusat di Ranome’eto,

pimpinannya bergelar Sapati.

2. Tambo Itepuli’ano Oleo, yaitu gerbang Barat berpusat di Wowa Latoma,

pimpinannya bergelar Sabandara.

3. Barata Ihana, yaitu Bintara Kanan berpusat di tonga’una, pimpinannya

bergelar Ponggawa.

4. Barata Imoeri, yaitu Bintara Kiri berpusat di Asaki (Lambuya),

pimpinannya bergelar Inowa.

Selain itu ditetapkan pula 7 (tujuh) pejabat fungsional kerajaan yang disebut Opitu

Dula Batu, masing-masing:

1. Sulemandara, perdana mentri dan urusan Luar Negeri, berkedudkan di

puu’osu.

50

Page 51: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

2. Tutuwi Motaha, Mentri Pertahanan berkedudukan di Anggaberi.

3. Tusawuta, Mentri Pertahanan berkedudukan di Kasipute.

4. Petumbu Lara Dati, Mentri Kehakiman berkedudukan di

Tuda’one/konawe.

5. Bite Kinalumbi, Mentri Penerangan berkedudukan di Kasipute.

6. Kapita Anamolepo, Mentri Panglima Angkatan Darat berkedudukan di

Uepay.

7. Kapita Lau/Kapita Bondoala, Mentri Panglima Angkatan Laut, yang

berkedudukan di Sambara.

B. Struktur Pelaksanaan Tugas Kapita Lau Di Kerajaan Konawe

Sejalan dengan fungsi dan kedudukan kapita Bondoala dalam sistem

pemerintahan kerajaan Konawe dimasa pemerintahan raja Tebawo, untuk menjaga

masuknya musuh, baik yang datang melalui darat maupun memalalui laut, yang

menjaga keamanan di Timur jauh dari kerajaan dan di Barat jauh dari kerajaan di

tetapkan dua panglima perang, yakni Panglima Perang di Darat yang disebut

Kapita Ana Molepo (Kapten Anak Muda) yang berkedudukan di Ue’pay.

Panglima Perang dilaut yang disebut Kapita Lau (Kapten Laut) yang

berkedudukan di Pulusabila, Sampara, Tarimana (Dalam Basrin Melamba, dkk,

2011: 83).

Kapita yaitu merupakan tangan besi Mokole atau merupakan tangan kanan

yang menjadi kepercayaan raja sebagai wakil yang menjabat jabatan panglima

perang, yang di jabat oleh golongan bangsawan Tulen (Anakia Songo). Kapita

bertugas memerangi dan menghancurkan musuh-musuh baik dari dalam negeri

51

Page 52: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

maupun dari luar Kerajaan dalam menjalankan tugasnya Kapita diabantu oleh

Tamalaki sebagai prajurit-prajurit yang gagah berani dan Tadu yang mengatur

strategi perang.

Tamalaki merupakan prajurit-prajurit yang gagah berani, sebagai penjaga

keamanan dan pertahanan kerajaan dalam keadaaan bahaya maupun dalam

keadaan aman. Menjaga keselamatan Raja, terutama dalam melakukan perjalanan

Dinas kedaerah-daerah dan melindungi rakyat dari perlakuan sewenang-wenang

oleh pejabat-pejabat yang ada dalam kerajaan Kerajaan Konawe. Tamalaki ini ada

dari golongan bangsawang maupun dari golongan To-nonggapa, bahkan dari

golongan budak pun, apabila dapat memiliki keberanian dan telah bebas status

ata-nya itu.

Selanjutnya, O’tadu merupakan seorang yang mempunyai keahlian strstegi

perang, ahli nujum dan ahli siasat perang agar dengan mudah mengalahkan dan

menghancurkan musuh-musuh kerajaan Konawe. Tugas lainnya menentukan

waktu-waktu mana yang baik dan buruk untuk berangkat berlayar, musim

berburu, musim berladang, dan sebagainya. Dalam dokumen tanggal 28-9-1946,

telah dikemukakan dua orang Kapita, yaitu Kapita Lau dan Kapita Ana Molepo

masing-masing dijabat oleh Haribau sebagai Panglima Perang Laut.

Konsep Tambo I losoano Oleo adalah pintu terbitnya matahari, yaitu

wilayah kekuasaan sebelah Timur Kerajaan Konawe, yang dikuasai oleh seorang

raja yang bergelar Sapati. Sapati ini dikenal dengan nama samarannya kowuna

nggona I’a Ranomeeto, sebagai wilayah kecamatan Ranomeeto sekarang ini.

52

Page 53: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

Pemerintahan Sapati kowuna nggona I’a, berkedudukan di Putu Mbopondi,

Ranomeeto, dengang pejabat-pejabatnya yang mulai dari sebagai berikut:

1. Sorumba

2. Melamba

3. Malandeo

4. Tebau

5. Wemaho

6. Mangu

7. Sao-sao dan

8. Tekaka

Pemerintahan daerah Sapati Ranomeeoto, dengan kerja sama Kapita Lau

(Bontoala) di Sampara, membawahi beberapa pemerintahan wilayah (Putobu)

yaitu:

1. Sampara

2. Poasia

3. Moramo

4. Kolono

5. Laeya dan

6. Wowonii

Wilayah-wilayah tersebut berada dalam kekuasaan dan tanggungjawab Sapati

Ranomeeto untuk menjalankan pemerintahan dengan baik sesuai instruksi-

instruksi yang diberikan oleh Mokole sebagai pimpinan yang tertinggi dalam

kerajaan Konawe.

53

Page 54: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

Sistem pemerintahan yang didasarkan atas musyawarah, kegotongroyongan

sangat diutamakan dimana hubungan persahabatan dengan Bone dilaksanakan

oleh Pakandeate dan Haribau.

Pada tahun 1905 Saranani mangkat dengan meninggalkan satu orang istri

yakni Balea dan 4 orang anak masing-masing tiga orang putra dan satu orang

putri. Setelah mangkatnya Saranani maka kepemimpinan Anggaberi menjadi

Tutuwi Motaha dari Pakandeate beralih ke keturunan Rakawula. Akan tetapi pada

tahun tersebut jabatan Tutuwi Motaha sudah tidak berfungsi lagi menjadi

panglima kerajaan Konawe seperti pada masa-masa pemerintahan raja-raja

konawe dulu. Hal ini disebabkan oleh para bangsawan pada masing-masing

daerah tidak lagi mengakui akan eksistensi Mokole atau raja apalagi setelah

Saranani mangkat pada tahun 1904.

Keadaan ini berlangsung hingga berkuasanya pemerintahan Hindia Belanda

pada tahun 1905. Diamana posisi pejabat mengalami perubahan adalah sebagai

berikut:

1. Sapati Ranomeeto dijabat oleh Maho putri Tebawo

2. Sabandara Latoma di jabat Tanggapili

3. Ponggawa I una dijabat oleh Lagarai

4. Inowa Asaki dijabat oleh Apaa Tawe Simbau.

Adapun pergeseran posisi pejabat Pitu Dula Batuno Konawe antara lain

sebagai berikut:

1. Tutuwi Motaha di jabat oleh Sariah.

2. Kotu Bitara atau Wati dijabat oleh Ram.

54

Page 55: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

3. Kapita Ana Molepo

4. Kapita Bondoala di jabat oleh Rambi

5. Pabitara

6. Rakahi Mbetumbu di jabat oleh Eha (Basrin, dkk, 2011: 208-213)

Sehingga keadaan tersebut diatas bertambah rumit karena wilayah Konawe

bagianTimur yaitu wilayah Ranomeeto telah memisahkan diri dan mendirikan

kerajaan baru yang bernama Laiwoi yang dipimpin pertama kali oleh Lamangu

yang mengadakan perjanjian pertama dengan Belanda yang disebut Long

Contract.

Demikian sejarah Kapita Lau di Kerajaan Konawe sejak tahun 1725-1904.

C. Peranan dan Fungsi Kapita Lau di Kerajaan Konawe

Dalam bagian ini akan dijelaskan mengenai fungsi dan peranan Kapita

Lau di Kerajaan Konawe hingga datangnnya orang-orang Tiworo yang berasal

dari pulau Maginti Masudu (masa itu kampung termasuk dalam wilayah kerajaan

Muna), dan kampung Wandoke. Mereka tersebar dibeberapa kampong di konawe

diantaranya kampong Lalonggaluku di kecamatan Bondoala, di Hongoa dan

Wukusao dikecamatan Pondidaha, dikampung Parauna dikecamatan Anggaberi

semuanya berada dikabupaten Konawe.

Pada masa kerajaan Konawe pada tahun 1731 tibalah rombongan utusan

Sultan Buton dari kepulauan Tiworo dikerajaan Konawe. Rombongan ini

dipimpin oleh La Besi sebagai Imam(Imamu), Lataripa sebagai juru bicara, La

55

Page 56: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

goha sebagai Moji(Modi), La Pepera sebagai Doja (Doda), dan seorang

bangsawan Buton yang bernama Wa Ode Ndoke, beserta 40 orang pengikutnya.

Adapun tujuan utusan Sultan Buton tersebut datang di Kerajaan Konawe adalah

untuk menyampaikaan syiar dakwah dan sekaligus mengislamkan Raja atau

Mokole Konawe serta seluruh rakyat di Kerajaan Konawe.

Sebelum rombongan La Besi tiba di Unaaha Ibukota Kerajaan Konawe,

perjalanan mereka melalui laut menyusuri sungai Konaweeha dengan

menggunakan perahu, dengan iringi 7 buah perahu. Ketika mereka melewati

Sambara (Sampara), rombongan tersebut dilihat oleh Ndawuto, ayah Haribau yan

pada waktu itu menjabat sebagai Kapita Lau(sebelum menjadi kapita Bondoala).

Yang kemudian timbul kekwatiran Ndawuto terhadap mereka yang disangkanya

adalah musuh yang akan mengadakan perlawanan terhadap Mokole Lakidende di

Unaaha dan seluruh rakyat Kerajaan.

Olehnya itu, Kapita Lau kemudian memerintahkan Tamalakinya yang

bernama Mengguri untuk mencegah dan menahan rombongan La Besi tersebut.

Setelah La Besi dan rombongannya berhenti maka naiklah La Besi, La Taripa dan

Wa Ode Ndoke di rumah Kapita Lau yang diterima oleh Kapita dengan

menyuguhkan Sirih Pinang sebagai penghargaan Kapita Terhadap tamunya

tersebut. Setelah mereka beristrahat sejenak maka segeralah La Besi

menyampaikan maksud dan tujuannya mengadakan perjalanan menuju Unaaha

untuk menemui raja Konawe dan sekaligus mengislamkannya atas pesan dari

Sultan Buton. Setelah mendengar dari penjelasan La Besi kepada Kapita, oleh

Kapita menyampaikan kepada La Besi kalu maksud untuk mengislamkan raja

56

Page 57: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

kiranya tidak boleh membawa banyak pengikut atau rombongan, yang nanti oleh

Mokole salah sanggkah bahwa dikiranya musuh yang hendak datang untuk

Momuho (berperang), (Wawancara Arsamid, 16 April 2012)

Selanjutnya, La Besi tersebut memutuskan dan menetapkan 15 (lima

belas)orang pengikutnya untuk tinggal di Sambara/Sampara, yang kemudian oleh

Kapita Lau yang berkedudukan di Pu’usambalu memberikan sebuah tempat untuk

mereka tempati dan membuka hutan menjadi tempat tinggal mereka yang

sekarang menjadi sebuah kampong yang disebut Lalonggaluku.

La Besi dan rombongannya melanjutkan perjalanan mereka, namun

sebelum tiba di Ibukota kerajaa Konawe di Unaaha, setelah mereka tiba di Amesiu

(Pondidiaha), mereka ditahan lagi oleh Nanggoleo seorang tamalakinya

Latalambe (Tawe Tundu O’luto), putra dari pada Sulemandara Kalenggo (Tawe

Puosu), lalu La Besi dan rombongannya kemudian singgah di Pondidaha dan

menyampaikan maksud serta tujuan mereka menuju Unaaha.

Latalambe berpendapat yang sama dengan Ndawuto dari Sambara bahwa

La Besi tidak diperkenankan atau diizinkan untuk membawah seluruh

pengikutnya ke ibukota kerajaan, sebab akan disangka oleh Mokole mereka akan

mengadakan peperangan, selanjutnya La Besi menyimpan pengikutnya 20 orang

di Pondidaha. Oleh Latalambe 20 oarang inillah yang kemudian dibagi-bagi untuk

menempati wilayah-wilayah dilingkungan Pondidaha yang belum berpenghuni

seperti Hongoa, Wawoone, Wukusao, Lahututu, dan Sabulakoa. Sehingga pada

saat ini keturunan merekalah yang berkembang dan menempati daerah-daerah

tersebut.

57

Page 58: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

Selanjutnya rombongan La Besi meneruskan perjalanan mereka dan

sampai di Unaaha yang kemudian mereka menambatkan perahunya dipinggir

sungai Konaweeha yang ada dekat Unaaha, tempat mereka berlabu dengan

menggunakan perahunya kemudian disebut dengan nama Rahabangga atau

pelabuhan perahu. Lalu merekka naik beserta seluruh rombongannya di istana

Raja Konawe (Laika Mbinati Pati) yang pada waktu itu kerajaan Konawe sedang

dipimpin oleh Mokole Lakidende. Kemudian raja mennyambutnya dengan

menyuguhkan sirih Pinang atau melaksanakan adat penyambutan tamu raja berupa

Mowule-wule, dan mereka melepas lelah sejenak setelah itu kemudian La Besi

dengan perantaraan La Taripa menyampaikan maksud dan tujuan kedatngan

mereka di istanah raja Konawe yaitu menyampaikan ajakan sultan Buton kepada

Mokole Konawe kiranya mau menerima ajaran agama Islam, dan memeluknya

Islam, sebagai agama yang diyakini kebenarannya dan dianut oleh raja dan rakyat

kesultanan Buton.

Setelah raja dan seluruh petinggi kerajaan Konawe berkumpul dan

mengadakan rapat, segeralah La Besi menyampaikan tentang Islam antara lain

melarang pemeluknya untuk memakan daging Babi, karena pada waktu itu

sebelum islam datang di Konawe maka masyarakat Konawe masi memakan Babi

dengan istilah Meota’inah. Selanjutnya, bila terdapat orang meninggal dunia

jenasahnya sudah harus dikuburkan/dikebumikan.

Olehnya itu, tidak mengherankan jika raja-raja yang memerintah sebelum

raja Lakidende kuburan atau makam mereka tidak ada karena pada saat itu

58

Page 59: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

sebelum islam datang jenasah orang-orang meninggal masih dimasukkan kedalam

Gua.

Setelah raja Lakidende dan seluruh petinggi kerajaan Konawe memeluk

Islam lalu raja memberikan La Besi sebuah tempat didekat ibukota Unaaha yaitu

di Parauna untuk ditempati beserta rombongannya. Juga raja Lakidende

memberikan kebebasan kepada La Besi untuk melepas Kerbau gembalaannya

mulai dari Longgida Pea’a sampai Nambea Boru, adapun Longgida Pea’a masuk

dalam wilayah kekuasaan Wati Anggotoa dan Nambea Boru masuk dalam

wilayah kekuasaan Ponggawa Tongauna.

Pada tahun ke tiga kedatangan La Besi yaitu tahun 1734 mereka membuka

hutan di Kamausu untuk dijadikan lahan pertanian dan pemukiman mereka yang

mena sekarang disebut Sepermori di waktu membuka hutan disinilah Ia

menemukan Toono Nggono Wuwuyang kemudian dipersembahkannya kepada

raja Lakidende, Sepemori sekarang terdapat makam Wa Ode Ndoke dan

suaminya.

Pada waktu Mokole Lakidende II dengan gelar Sangia Nginoburu,

mengirim utusan ke Bone untuk membantu raja Bone melawan Belanda pada

perang Bone pertama oleh raja Lakidende kemudian menunjuk Tosugi dari

Anggaberi untuk memimpin rombongan tersebut yang dibantu oleh Haribau putra

Ndawuto dari Sambara, menunjuk La Besi dan La Taripa selaku juru bahasa.

Ekspedisi ini Bone waktu itu dipimpin oleh seorang Ratu perempuan yang

bernama Imanung Arung Data Matinrowe Wikesi.

59

Page 60: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

Sekembalinya mereka dari Bone maka Tosugi berganti nama menjadi

Pakandreate dan Haribau bergelar Kapita Bondoala. Dan La Besi oleh raja

Lakidende memperkenenkan menyebarkan islam di bagian Timur kerajaan

konawe di lembah aliran suangai Andabia dan Anggasuru yang dibantu oleh

putaranya yang bernama Bakealu.

Selang beberapa tahun kedatangan mereka dari Bone maka raja Lakidende

Mangkat dan jenasahnya di urus oleh La Besi secara islam dan menguburkannya

pula. Olehnya itu, raja Lakidende diberi gelar “Sangi Ngginoburu” artinya dewa

yang dikuburkan karena raja Lakidende inilah yang pertama di kuburkan. Sampai

hari ini, keturunan La Besi dari Parauna yang senantiasa diperkenankan untuk

melaksanakan ritual keagaamaan di makam raja Lakidende berupa “Mobubusi

Koburu” harus berasal dari turunan tiworo.

Adapun Fungsi dan kedudukan kapita Bondoala dalam sistem

pemerintahan kerajaan Konawe dimasa pemerintahan raja Tebawo adalah sebagai

berikut:

b. Sebagai panglima angkatan laut kerajaan Konawe digelar sebagai Kapita

Lau yang memiliki pasukan angkatan laut kurang lebih 1000 orang,

berkedudukan dipu’usambalu (pohara) sambara, dengan pusat pertahanan

Lalimbue

c. Selain sebagai Panglima Angkatan Laut kerajaan, juga merangkap sebagai

anggota dewan adat kerajaan (opitu dulu batuno konawe)

Sejalan dengan itu, Basrin Melamba (2011: 54) mengemukakan bahwa Panglima

angkatan laut Kapita Sambara Wuta Konawe, kerajaan Konawe yang bergelar

60

Page 61: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

“Tanoopa Moloro, Tadohopa Nduosa, Lamalaea Ndahi Membandera Waea

Kapita Lau”, berkedudukan di Puu Sambalu.

61

Page 62: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Jabatan Kapita Lau ini muncul pada zaman pemerintahan Mokole

Tebawo, kerajaan Konawe telah membentuk Panglima Angkatan Laut

(Kapita Lau) atau juga lebih dikenal kapita Bondoala. Ia masuk dalam

struktur Opitu Dula Batuno Konawe, berkedudukan di Pu’usambalu

Sambara/Sampara yang pertama kali dijabat oleh Haribau dengan gelar

Kapita Bondoala. Pada masa Mokole Lakidende II dengan gelar Sangia

Ngginoburu, raja ,mengirim Haribau dan Tosugi ke Bone untuk

membantu raja Bone melawan Belanda pada perang Bone.

2. Struktur pelaksanaan tugas Kapita Lau di Kerajaan Konawe yaitu

merupakan tangan besi Mokole atau tangan kanan yang menjadi

kepercayaan raja sebagai wakil yang menjabat jabatan Panglima Perang.

Adapun wilayah-wulayah pemerintahan Kapita Lau (Bontoala) di

Sampara yaitu:

a. Sampara

b. Poasia

c. Moramo

d. Kolono

e. Laeya

62

Page 63: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

Wilayah tersebut berada dalam kekuasaan dan tanggung jawab Sapati

Ranomeeto dan Kapita Lau untuk menjalankan pemerintahan dengan

baik.

3. Peran dan fungsi Kapita Lau di kerajaan Konawe yaitu:

a. Berfungsi sebagai panglima angkatan laut kerajaan Konawe digelar

sebagai Kapita Lau yang memiliki pasukan angkatan Laut ± 1000

orang, berkedudukan di Pu’usambalu, Sambara (yang sekarang ini

disebut Pohara).

b. Bersama Tosugi dari Anggaberi pernah memimpin rombongan ke

Bone untuk membantu raja Bone melawan Belanda. Ekspedisi Bone

waktu itu dipimpin oleh seorang Ratu Perempuan yang bernama

Imanung Arung Data Matinrowe Wikesi, dan berhasil memenangkan

perang tersebut sehingga Haribau diberi gelar Kapita Bondoala,

Sambara/Sampara.

B. Saran-Saran

Berdasarkan pada pokok-pokok pikiran diatas maka dapat dirumuskan

beberapa saran, berkenaan dengan masalalu bahwa perang penting searang

pengawal raja menduduki posisi penting bagi kelangsungan kepemimpinan

dan ketahanan seorang raja. Maka jika dilihat kondisi kekinian maka peran-

peran tersebut masih berkesinambungan untuk itu Negara harus

memperbaiki sistem pengawal pejabat sekarang ini.jabatan pengawal raja

memperlihatkan kesinambungan fungsi dan perannya guna mengatur kondisi

dalam menjaga keselamatan pemimpinnya

63

Page 64: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

C. Implikasi Hasil Penelitian Terhadap pembelajaran Sejarah dan muatan

Lokal di Sekolah

Pembangunan diberbagai sektor pada era reformasi sekarang ini

Nampak mengalami peningkatan yang cukup signifikan hal ini disebabkan

oleh tuntutan kebutuhan yang makin hari makin diraskan oleh masyarakat.

Dengan makin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi menjadikan

manusia sebagian besar melupakan masa lamapau. Masa lampau itu adalah

sesuatu yang kuno yan tidaka pantas lagi untuk dilakukan pada masa

sekarang. Padahal apa yang terjadi pada masa lampau itu dapat dijadikan

sebagai pengalaman dalam menjalani hidup di masa kini dan masa yang

akan datang kesalahan-kesalahan yan terjadi dimasa lampau tidak trulang

lagi dimasa kini dan masa yang akan datang.

Perkembangan zaman yang begitu pesat baik dalam segi

pengetahuan maupun teknologi brdampak pula pada dunia pendidikan

dewasa ini. Seiring dengan tuntutan zaman tersebut para pendidik(guru)

diharapakan dapat dituntut untuk senantiasa memiliki budi pekerti luhur,

disiplin, mandiri dan profesional, karena apa yang dilakukan guru disekolah

dapat dijadikan panutan oleh murid-muridnya untuk itu para pendidik (guru)

diharpkan mampu menjadi teladan bagi muridnya.

Penulisan peranan seorang tokoh dalam masyrakat sekitarnya bisa

dijadikan contoh bagi peserta didik sehingga mereka bisa lebih dekat

mengenal tokoh sejarah didaerah mereka terlebih dahulu sebelum mengenal

tokoh sejarah didaerah lain (Nasional). Dalam hal ini dengan memahami

64

Page 65: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

nilai-nilai sejarah yang tertanam dalam kehidupan masyarakat baik aspek

politik, ekonomi maupun sosial budaya mempunyai daya tarik yang sangat

penting dalam memperluas wawasan dan pengetahun kita serta dapat

mempertebal rasa kecintaan terhadap bangsa dan Negara.

Bila kita melihat kembali bagaimana peranan seorang tokoh dalam

hal ini Haribau (kapita Lau) dalam upaya mempertahankan dan menjaga

keamanan kerajaan serta memperluas kekuasaannya yang tentu saja tanpa

melupakan kesejahteraan rajanya karena segala yang dilakukan oleh Haribau

(Kapita Lau) adalah semata-mata dari kemaslahatan kerajaan. Apa yang

diciptakan oleh para leluhur kita diamas lamapau yang juga menjadi ciri

khas dari sebuah daerah itu terlepas dari keuletan, kedisiplinan, serta

kepatuhan mereka pada aturan yang telah dibuat.

Implikasi hasil penelitian terhadap pembelajaran sejarah disekolah

dapat di ajarkan pada tingkat SMP Kelas VII Semester I berdasarkan

kurikulum berbasis kompetenasi (KBK) dengan kompetensi dasar yaitu:

kemampuan menguraikan proses perkembangan Agama, mengharagai

peninggalan-peninggalan sejarahnya. Dengan indikatornya yaitu : a)

menyusun kronologi perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, b)

mengidentifiaksi persamaan dan perbedaan bentuk dan ciri-ciri peninggalan

sejarah yang bercorak Islam di berbagai daerah. Dari enam kali pertemuan

materi ini dibahas pada pertemuan ke-4 dan ke-5.

Adapun strategi yang diterapkan guru dalam mengajarkan materi ini

adalah dengan menggunakan metode ceramah, studi lapangan, diskusi

65

Page 66: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

kelompok dan Tanya jawab. Hal ini dimaksud agar siswa tidak hanya

memperoleh pengetahuan itu dari guru tapi juga dapat memperoleh

pengetahuan itu dengan cara pengalaman studi lapangan diskusi dan tanya

jawab. Namun dalam proses diskusi, guru tetap mengontrol dan juga

mengarahkan siswa jika mereka mengalami kesulitan dalam diskusi

sehingga ada kerja sama antara guru dan siswa.

Relevansi dengan pengajaran sejarah di SMP adalah konsep mata

pelajaran sejarah yang menanamkan pengetahuan kepada siswa yang seperti

menyangkut sikap dan tingkah laku dalam bermasyarakat. Sikap-sikap yang

seperti ini bisa dijadikan sebagai panutan seperti sikap dan kearifan Haribau

(Kapita Lau) dalam pembinaan sosial, politik, Agama dan budaya dalam

kerajaan Konawe yang tercermin saat beliau memerintah. Sehubungan

dengan ini maka nilai yang dapat dipetik dari penelitian ini dunia pendidikan

akhlak yang dimiliki dalam kehidupan nantinya akan direalisasikan kepada

peserta didik yang masih duduk dibangku-bangku sekolah.

Guru didalam menerapkan metode pembelajaran sejrah tidak harus

fakum tetapi guru tersebut harus relative dalam membawa pemikiran siswa

pada masalah yang sedang dijelaskan dan untuk mempermudah hal itu maka

guru dapat menggunakan metode karya wisata, dimana siswa diajak

mengunjungi tempat-tempat bersejarah (situs sejarah) yang berkaitan dengan

materi yang dibawakan dan dari kunjungan tersebut siswa mendapat banyak

manfaat seperti: siswa bisa rekreasi tapi sekaligus juga belajar karena siswa

66

Page 67: LATAR BELAKANG PENELITIAN 1

tidak saja mengetahui teori dan materi yang dijelaskan tapi juga praktenya

dengan melihat langsung objek yang dibahas.

Dengan demikian maka pengajaran sejarah merupakan dasar bagi

pendidik dalam masalah pembangunan jiwa generasi muda dengan

membangkitkan kesadaran bahwa mereka adalah generasi penerus cita-cita

bangsa. Peranan seorang tokoh Haribau (Kapita Lau) merupakan asset

sejarah lokalyang perlu diketahui oleh generasi muda sekarang.

67