lap.tut.sken.2.klp.5

66
Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan hidayah-Nyalah kami dapat menyelesaikan laporan tutorial scenario 2 sebagai hasil diskusi kami yang berkaitan dengan kegiatan tutorial pada Blok XVI semester VI yang berjudul “Muntah Lagi ..Muntah Lagi”. Di sini kami membahas masalah yang berkaitan dengan kehamilan dengan penyulit, yaitu Hipertensi Dalam Kehamilan. Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan dalam menggali semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan scenario 2 serta learning objective yang kami cari. Karena ini semua disebabkan oleh keterbatasan kami sebagai manusia. Tetapi, kami berharap laporan ini dapat memberi pengetahuan serta manfaat kapada para pembaca. Mataram, Maret 2010 Kelompok 5 2 | Page

Upload: dithasani

Post on 28-Oct-2015

28 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan

hidayah-Nyalah kami dapat menyelesaikan laporan tutorial scenario 2 sebagai hasil diskusi kami

yang berkaitan dengan kegiatan tutorial pada Blok XVI semester VI yang berjudul “Muntah Lagi

..Muntah Lagi”. Di sini kami membahas masalah yang berkaitan dengan kehamilan dengan

penyulit, yaitu Hipertensi Dalam Kehamilan.

Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan dalam menggali

semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan scenario 2 serta learning

objective yang kami cari. Karena ini semua disebabkan oleh keterbatasan kami sebagai manusia.

Tetapi, kami berharap laporan ini dapat memberi pengetahuan serta manfaat kapada para

pembaca.

Mataram, Maret 2010

Kelompok 5

2 | P a g e

Daftar Isi

Kata pengantar .......................................................................................................... 2

Daftar Isi .................................................................................................................. 3

Skenario 2................................................................................................................ 4

Mapping concept ...........................................................................................……... 5

Learning Objective .................................................................................................... 6

Hipertensi dalam Kehamilan

a. Definisi……………………………………………………………………... 7

b. Epidemiologi………………………………………………………………... 7

c. Klasifikasi…………………………………………………………………… 7

d. Factor resiko………………………………………………………………… 8

e. Patofisiologi………………………………………………………………… 8

f. Manifestasi Klinis…………………………………………………………… 17

g. Penegakkan Diagnosis……………………………………………………..... 19

h. Tatalaksana………………………………………………………………….. 22

i. Komplikasi…………………………………………………………………... 31

j. Prognosis…………………………………………………………………….. 31

k. Pencegahan…………………………………………………………………... 32

Sistem Rujukan………………………………………………………………………. 33

Kegawatdaruratan pada kehamilan…………………………………………………… 35

Kesimpulan…………………………………………………………………………… 45

3 | P a g e

Daftar Pustaka ............................................................................................................... 46

4 | P a g e

SKENARIO

Muntah lagi...Muntah lagi...

Ny . Susi, 29 tahun, G2P1A0, umur kehamilan 30 minggu, datang ke Poli

Kandungan RSU Provinsi NTB dengan keluhan pusing dan muntah-muntah

sejak 2 hari yang lalu. Dari buku ANC yang dibawanya, tampak bahwa Ny. Susi

pernah sekali memeriksakan kehamilannya di puskesmas, yaitu saat umur

kehamilannya 8 minggu. HPHT 15-9-2009. TP: 22-6-2010. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan TD : 180/110 mmHg. RR : 20 x/menit. nadi : 104x/menit, teratur.

Suhu axiller : 37 drjt C. Abd : Fundus uteri teraba 3 jari atas pusat, nyeri tekan (-).

Didapatkan edema pada kedua kaki. Riwayat hipertensi tidak diketahui. Anak

pertama lahir normal dan hampir tidak ada keluhan selama kehamilan terdahulu.

Oleh dokter IGD, Ny. Susi diharuskan rawat inap dan dikonsulkan ke dokter

spesialis kandungan.

5 | P a g e

MAPPING CONCEPT

6 | P a g e

Kehamilan dengan Penyulit

Tanda dan Gejala :

- BP meningkat- Pusing- Mual dan Muntah

Faktor Resiko

Hipertensi Dalam Kehamilan

DDDiagnosis Kerja

Penegakkan Diagnosis

Prinsip terapi

Sistem Rujukan

LEARNING OBJECTIVE

1. Penjelasan Gejala di Skenario : mual dan muntah trimester akhir, pusing, dan tekanan

darah meningkat

2. Hipertensi Dalam Kehamilan :

- Definisi

- Klasifikasi

- Etiologi

- Faktor Resiko

- Patofisiologi

- Manifestasi Klinis

- Diagnosis

- Terapi

- Komplikasi

- Prognosis

- Pencegahan

3. Sistem Rujukan

4. Apakah seseorang yang pernah mengalami hipertensi gestasional pada kehamilan

sebelmunya dapat mengalami hipertensi gestasional pada kehamilan berikutnya?

5. Kegawatdaruratan pada kehamilan.

7 | P a g e

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

DEFINISI

Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vascular yang terjadi sebelum

kehamilan atau pada masa nifas. Ditandai dengan hipertensi dan sering disertai proteinuria,

edema, kejang, koma atau gejala lain.

EPIDEMIOLOGI

Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan merupakan salah satu

dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia mortalitas dan

morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain oleh

etiologi tidak jelas, juga oleh perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non-

medik dan system rujukan yang belum sempurna.

KLASIFIKASI

Berdasarkan “Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group

on High Blood Pressure in Pregnancy” tahun 2001:

A. Hipertensi Kronik

Adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang

pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap

sampai 2 minggu pasca persalinan.

B. Preelampsia-eklampsia

Preeclampsi adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan di sertai dengan

proteimuria.

Eklampsi adalah preeklampsi yang disertai dengan kejang dan atau koma.

8 | P a g e

C. Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia

Hipertensi kronik yang disertai tanda-tanda preeclampsia atau hipertensi kronik disertai

proteinuria.

D. Hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension)

Adalah hipertensi yang timbul pada saat kehamilan tanpa disertai proetinuria dan

hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan dengan tanda-

tanda preeclampsia tetapi tanpa proteinuria.

FAKTOR RESIKO

Primigravida-primipaternitas

Hiperplasentosis, misalnya : mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes mellitus,

hidrops fetalis, bayi besar

Umur yang ekstrim

Riwayat keluarga pernah preeclampsia / eklampsia

Penyakit-penakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil

Obesitas

Wanita nullipara

Multifetal gestation

Riwayat hipertensi kronis

Obesitas

Etnik Amerika-Afrika

PATOFISIOLOGI

Penyebab hipertensi dalam kehamilan sampai saat ini belum diketahui pasti. Beberapa penjelasan

mengenai patogenesisnya masih berupa teori. Teori-teori yang saat ini banyak dianut adalah:

1. Kelainan vaskuler endotel

9 | P a g e

Pada kehamilan normal, dengan alasan yang belum jelas, terjadi invasi tropoblas ke

lapisan otot polos vaskuler, sehingga lapisan otot beregenerasi dan arteri spiralis dapat

berdilatasi.

Dilatasi lumen dan matriks di sekitar vaskuler memberi efek menurunkan tekanan

darah, penurunan resistensi vaskuler, dan peningkatan aliran darah ke jaringan

plasenta, dan janin remodeling arteri spiralis.

Pada HDK tidak terjadi invasi tropoblas ke lapisan otot vaskuler & matriks sekitarnya

lapisan myoepitel tetap keras dan kaku tidak terjadi vasodilatasi/relatif

vasokonstriksi efek remodeling arteri spiralis yang normal tidak terjadi

peningkatan tekanan darah, aliran darah uteroplasenta menurun iskemia plasenta.

2. Iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel

Iskemia plasenta, dan pembentukan oksidan/radikal bebas

o Plasenta yang mengalami iskemia akan menghasilkan radikal bebas/oksidan,

salah satu yang dihasilkan adalah radikal hidroksil, yang bersifat toksis terhadap

membran sel endotel rusak membran sel merubah lemak tak jenuh menjadi

lemak peroksida merusak membran sel, nukleus, dan protein sel endotel.

Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan

o Peroksida lemak sebagai bahan oksidan akan beredar dalam darah sebagai bahan

toksin, yang paling mudah terpengaruh oleh bahan ini adalah sel endotel, karena

sel endotel adalah yang paling dekat dengan aliran darah, dan mengandung

banyak asam lemak yang dengan mudah dapat diubah menjadi lemak peroksida

oleh oksidan hidroksil yang dihasilkan plasenta iskemik.

Disfungsi sel endotel

o Endotel terpapar peroksida lemak kerusakan sel endotel, dimulai dari

membran sel terganggunya fungsi endotel, yang mengakibatkan:

Gangguan metabolisme prostaglandin yang normalnya adalah vasodilator

kuat.

Agregasi trombosit ke daerah endotel yang mengalami kerusakan.

Agregasi trombosit memproduksi tromboksan, yang adalah

vasokonstriktor kuat.

Peningkatan permeabilitas kapiler

10 | P a g e

Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, misalnya endotelin.

Peningkatan faktor-faktor koagulasi

3. Intoleransi imunologis ibu-janin

Pada kehamilan normal, tubuh ibu menerima hasil konsepsi, yang adalah benda asing,

dengan baik. Disebabkan oleh adanya HLA-G, yang memodulasi sistem imun,

sehingga tidak bereaksi terhadap hasil konsepsi.

Pada terjadinya hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G.

Berkurangnya LHA-G di sel desidua di daerah plasenta, menghambat invasi tropoblas

dalam desidua, yang penting dalam memudahkan vasodilatasi pembuluh darah dan

matriks di sekitarnya.

4. Adaptasi kardiovaskuler genetik

Pada kehamilan normal, pembuluh darah tidak peka terhadap bahan-bahan

vasopressor, akibat adanya perlindungan dari sintesis prostaglandin oleh sel endotel.

Pada HDK, endotel kehilangan daya refrakternya terhadap bahan vasopressor,

sehingga terjadi peningkatan kepekaan terhadap rangsangan dari bahan-bahan tersebut,

hingga dalam tahap pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap rangsangan bahan

vasopressor.

5. Teori genetik

Terdapat penelitian bahwa resiko HDK diturunkan dalam gen tunggal pada ibu.

6. Defisiensi gizi

Penelitian lama menyebutkan bahwa terdapat hubungan adanya defisiensi gizi

terhadap terjadinya HDK.

Penelitian terbaru menyebutkan konsumsi minyak ikan dapat menurunkan resiko.

Penelitian lainnya juga menyebutkan, wanita yang mengkonsumsi kalsium selama

kehamilan, memiliki resiko lebih rendah mengalami HDK, dan angka kejadian

preeklamsia lebih rendah pada wanita hamil yang diberi suplemen kalsium daripada

hanya glukosa.

7. Inflamasi

Teori ini didasari pada fakta bahwa lepasnya debris fibroblas akan merangsang

terjadinya inflamasi.

11 | P a g e

Pada kehamilan normal, hal ini juga terjadi, namun dalam batas wajar, sehingga proses

inflamasi yang terhadi tidak menimbulkan masalah.

Disfungsi endotel aktivasi leukosit yang sangat tinggi pada aliran darah ibu

inflamasi yang bersifat sistemik HDK

Perubahan system dan organ pada Preeklampsia

Volume plasma

Pada hamil normal volume plasma meningkat dengan bermakna (disebut hipervolemia),

guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin. Peningkatan tertinggi volume plasma pada hamil

normal terjadi pada umur kehamilan 32-34 minggu. Sebaliknya, oleh sebab yang tidak jelas pada

preeklampsia terjadi penurunan volume plasma antara 30%-40% disbanding hamil normal,

disebut hipovolemia. Hipovolemia diimbangi dengan vasokonstriksi sehingga terjadi hipertensi.

Volume plasma yang menurun memberi dampak yang luas pada organ-organ penting.

Preeklampsia sangat peka terhadap pemberian cairan intravena yang terlalu cepat dan

banyak. Demikian sebaliknya preeklampsia sangat peka terhadap kehilangan darah waktu

persalinan. Oleh karena itu, observasi cairan masuk atau ataupun keluar harus ketat.

Hipertensi

Hipertensi merupakan tanda terpenting guna menegakkan diagnosis hipertensi dalam

kehamilan. Tekanan diastolik menggambarkan retensi perifer, sedangkan tekanan sistolik,

menggambarkan besaran curah jantung.

Pada preeklampsia peningkatan rektivitas dimulai umur kehamilan 20 minggu, tetapi

hipertensi dideteksi umumnya pada trimester II. Tekanan darah yang tinggi pada preeklampsia

bersifat labil dan mengikuti irama sirkardian normal. Tekanan darah menjadi normal beberapa

hari pascapersalinan, kecuali beberapa kasus preeklampsia berat kembalinya tekanan darah

normal dapat terjadi 2-4 minggu pascapersalinan.

12 | P a g e

Tekanan darah bergantung terutama pada curah jantung, volume plasma, resistensi

perifer, dan viskositas darah.

Timbulnya hipertensi adalah akibat vasospasme menyeluruh dengan ukuran tekanan

darah ≥140/90 mmHg selang 6 jam. Tekanan diastolic ditentukan pada hilangnya suara

Korotkoff’s phase V. Dipilihnya tekanan diastolic 90 mmHg yang disertai proteinuria,

mempunyai korelasi dengan kematian perinatal tinggi. Mengingat proteinuria berkorelasi dengan

nilai absolute tekanan darah diastolic, maka kenaikan (perbedaan) tekanan darah tidak dipakai

sabagai kriteria diagnosis hipertensi, hanya sebagai tanda waspada.

Mean Arterial Blood Pressure (MAP) tidak berkorelasi dengan besaran proteinuria. MAP

jarang dipakai oleh sebagian besar klinisi karena kurang praktis dan sering terjadi kesalahan

pengukuran.

Fungsi Ginjal

Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh hal-hal berikut

Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia sehingga terjadi oliguria,

bahkan anuria.

Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membrane

basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria.

proteinuria terjadi jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai preeklampsia

tanpa proteinuria, karena janin lebih dulu lahir.

Terjadi Glomerular Capillary Endotheliosis akibat sel endotel glomerular membengkak

disertai deposit fibril.

Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian besar kedua korteks

ginjal mengalami nekrosis, maka terjadi “nekrosis korteks ginjal” yang bersifat

ireversibel.

Dapat terjadi kerusakan intrinsic jaringan ginjal akibat vasospasme pembuluh darah.

Dapat dilatasi dengan pemberian DOPAMIN agar terjadi vasodilatasi pembuluh darah

ginjal.

13 | P a g e

Proteinuria

- Bila proteinuria timbul:

Sebelum hipertensi, umumnya merupakan gejala penyakit ginjal.

Tanpa hipertensi, maka dapat dipertimbangkan sebagai penyulit kehamilan.

Tanpa kenaikan tekanan darah diastolik ≥90 mmHg.

- Proteinuria merupakan syarat untuk diagnosis preeklampsia, tetapi proteinuria umumnya

timbul jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai preeklampsia tanpa

proteinuria, karena janin sudah lahir lebih dulu.

- Pengukuran proteinuria, dapat dilakukan dengan (a) urin dipstick: 100mg/l atau + 1,

sekurang-kurangnya diperiksa 2 kali urin acak selang 6 jam dan (b) pengumpulan

proteinuria dalam 24 jam. Dianggap patologis bila besaran proteinuria ≥300 mg/24 jam.

Asam Urat serum: umumnya meningkat ≥5 mg/cc.

Hal ini disebabkan oleh hipovolemia, yang menimbulkan menurunnya aliran darah ginjal dan

mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus, sehingga menurunnya sekresi asam urat.

Peningkatan asam urat dapat terjadi juga akibat iskemia jaringan.

Kreatinin

Sama halnya dengan kadar asam urat serum, kadar kreatinin plasma pada preeklampsia juga

meningkat. Hal ini disebabkan oleh hipovolemia, maka aliran darah ginjal menurun,

mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus, sehingga menurunnya sekresi kreatinin,

disertai peningkatan kreatinin plasma. Dapat mencapai kadar kreatinin plasma ≥ 1mg/cc, dan

biasanya terjadi pada preeklampsia berat dengan penyulit pada ginjal.

Oliguria dan anuria

Oliguria dan anuria terjadi karena hipovolemia sehingga aliran darah ke ginjal menurun yang

mengakibatkan produksi urin menurun (oliguria), bahkan dapat terjadi anuria. Berat

ringannya oliguria menggambarkan berat ringannya hiovolemia. Hal ini berarti

menggambarkan pula berat berat ringannya preeklampsia.

14 | P a g e

Pemberian cairan intravena hanya karena oliguria tidak dibenarkan.

Elektrolit

- Kadar elektrolit total menurun pada waktu hamil normal. Pada preeklampsia kadar

elektrolit total sama dengan hamil normal, kecuali bila diberi diuretikum banyak, restriksi

konsumsi garam atau pemberian cairan oksitosin yang bersifat antidiuretik

- Preeklampsia berat yang mengalami hipoksia dapat menimbulkan gangguan

keseimbangan asam basa. Pada waktu terjadi kejang eklampsia kadar bikarbonat

menurun, disebabkan timbulnya asidosis laktat dan akibat kompensasi hilangnya karbon

dioksida.

- Kadar natrium dan kalium pada preeklampsia sama dengan hamil normal, yaitu sesuai

dengan proporsi jumlah air dalam tubuh, sehingga tidak terjadi retensi natrium yang

berlebihan. Ini berarti pada preeclampsia tidak diperlukan restriksi konsumsi garam.

Tekanan osmotic koloid plasma/ tekanan onkotik

Osmolaritas serum dan tekanan onkotik menurun pada umur kehamilan 8 minggu. Pada

preeklampsia tekanan onkotik makin menurun karena kebocoran protein dan peningkatan

permeabilitas vascular.

Koagulasi dan fibrinolisis

Gangguan koagulasi pada preeklampsia, misalnya trombositopenia, jarang yang berat, tetapi

dijumpai. Pada preeklampsia terjadi peningkatan FDP, penurunan antitrombin III, dan

peningkatan fibronektin.

Viskositas darah

15 | P a g e

Ditemukan oleh volume plasma, molekul makro; fibrinogen dan hematokrit. Pada preeklampsia

viskositas darah meningkat, mengakibatkan meningkatnya resistensi perifer dan menurunnya

aliran darah ke organ.

Hematokrit

Pada hamil normal hematokrit menurun karena hipervolemia, kemudian meningkat lagi pada

trimester III akibat peningkatan produksi urin. Pada preeklampsia hemtokrit meningkat karena

hipovolemia yang menggambarkan beratnya preeklampsia.

Edema

Dapat terjadi pada kehamilan normal. Edema yang terjadi pada kehamilan mempunyai banyak

interpretasi, misalnya 40% edema dijumpai pada hamil normal. 60% edema dijumpai dengan

hipertensi, dan 80% edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi dan proteinuria.

Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endothel kapilar. Edema yang

patologik adalah edema yang nondependent pada muka dan tangan, atau edema generelisata, dan

biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat.

Hematologic

Disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme, hipoalbuminemia hemolisis mikroangiopatik

akibat spasme arteriole dan hemolisis akibat kerusakan endotel arteriole. Perubahan tersebut

dapat berupa peningkatan hematokrit akibat hipovolemia, peningkatan viskositas darah,

trombositopenia, dan gejala hemolisis mikroangiopatik.

Hepar

16 | P a g e

Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Bila terjadi perdarahan

pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar.

Perdarahan ini dapat meluas hingga di bawah kapsula hepar dan disebut subskapular hematoma.

Subkaspular hematoma menimbulkan rasa nyeri di daerah epigastrium dan dapat menimbulkan

ruptur hepar, sehingga perlu pembedahan.

Neurologic

Perubahan neurologic dapat berupa:

- Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik edema

- Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus. Gangguan

visus dapat berupa: pandanngan kabur, skotomata, amaurosis yaitu kebutaan tanpa jelas

adanya kelainan dan ablasio retinae (retinal detachment).

- Hiperrefleksi sering dijumpai pada preeclampsia berat, tapi bukan factor prediksi

terjadinya eklampsia

- Dapat timbul kejang eklamptik. Penyebab kejang eklamptik ialah edema serebri,

vasospasme serebri dan iskemia serebri

- Perdarahan intracranial meskipun jarang, dapat terjadi pada preeklampsia berat dan

eklampsia

Kardiovaskular

Perubahan kardiovaskular disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload akibat hipertensi dan

penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.

Paru

17 | P a g e

Penderita preeklampsia berat mempunyai risiko besar terjadinya edema paru. Edema paru dapat

disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan endotel pada pembuluh darah kapilar paru, dan

menurunnya dieresis.

Dalam menangani edema paru, pemasangan Central Venous Pressure (CVP) tidak

menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari pulmonary capillary wedge pressure.

Janin

Preeklampsia dan eklampsia member pengaruh buruk pada kesehatan janin yang disebabkan oleh

menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan sel endotel

pembuluh darah plasenta.

Dampak preeklampsia dan eklampsia pada janin adalah:

Intrauterine growth restriction (IUGR) dan oligohidramnion.

Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung akibat intrauterine growth

restriction, prematuritas, oligohidroamnion,dan solusio plasenta.

MANIFESTASI KLINIS

a. Hipertensi Gestasional

Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg

Proteinuria (-)

Kadang ditemukan gejala pre eklampsia seperti nyeri epigastrium, nyeri kepala,

dan trombositopenia

b. Pre eklampsia

18 | P a g e

Secara teoritik urutan-urutan gejala yang tibul pada preeclampsia ialah edema, hipertensi,

dan terahir proteinuria. Dari gejala-gejala klinik dapat dibagi menjadi : preeclampsia

ringan dan preeclampsia berat.

Abnormalitas Pre eklampsia Ringan Pre eklampsia Berat

Tekanan darah diastolic < 100 mmHg ≥ 110 mmHg

Proteinuria 1+ Persisten 2+ atau lebih

Nyeri Kepala - Ada

Gangguan penglihatan - Ada

Nyeri epigastrium - Ada

Oliguria - Ada

Kejang ( eklampsia) - Ada

Kreatinin Serum Normal Meningkat

Trombositopenia - Ada

Peningkatan enzim hati Minimal Marked

Restriksi pertumbuhan fetus - Nyata

Edema pulmo - Ada

c. Eklampsia

Merupakan kasus akut pada penderita eklampsia yang disertai:

Kejang menyeluruh

Kejang dimulai dengan kejang tonik yang berlangsung 15-30 detik. Tanda kejang

tonik adalah dengan dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari otot-otot

muka khususnya sekitar mulut, yang beberapa detik kemudian disusul kontraksi

otot-otot tubuh yang menegang, sehingga seluruh tubuh menjadi kaku.

Kejang tonik ini segera disusul dengan kejang klonik, yang dimulai dengan

terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai pula

dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata.

Koma

19 | P a g e

Terjadi setelah kejang, berlangsung sangat bervariasi dan apabila tidak diberi

obat-obat antikejang akan segera disusul dengan episode kejang berikutnya.

Frekuensi napas meningkat,dapat mencapai 50x/menit akibat terjadinya

hiperkardia atau hipoksia. Pada bebera kasus dapat menimbulkan sianosis.

d. Hipertensi Kronik

Tekanan darah sistolik >200 mmHg, diastolic >130 mmHg

Proteinuria

Oliguria

Gangguan ginjal

Retriksi pertumbuhan fetus

e. Hipertensi Kronik dengan Superimposed Pre eklampsia

Proteinuria

Gejala-gejala neurologic

Nyeri kepala hebat

Gangguan visus

Edema anasarka

Oliguria

Edema paru

Kenaikan serum kreatinin

Trombositopenia

Kenaikan enzim hati

PENEGAKKAN DIAGNOSIS

Salah satu hal yang perlu perlu diperhatikan yaitu pengukuran tekanan darah perlu dilakukan

dengan cara yang tepat yaitu dengan cara pengukuran dengan melakukan pengukuran dua kali

dengan interval 4 jam dan pasien diusahakan dalam kondisi setenang mungkin.

20 | P a g e

Berikut merupakan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk melakukan diagnosis masing-

masing jenis hipertensi tersebut

1) Hipertensi gestasional

Pada hipertensi gestasional dapat dijumpai beberapa tanda yaitu dari anamnesa

ditemukan gejala-gejala hipertensi pada umumnya seperti rasa tidak nyaman pada

epigastrium dan lebih sering tanpa gejala-gejala yang begitu berarti. Akan tetapi pada

pemeriksaan fisik dapat ditemukan peningkatan tekanan darah >140mmHg untuk sistolik

dan >90mmHg untuk tekanan diastolik. Pada hiertensi gestasional diagnosis baru bias

ditegakkan jika keluhan hipertensi atau tekanan darah turun setelah minggu ke-12

postpartum.

2) Preeklamsia

Dari anamnesa pasien sering kali dating dengan keluhan sakit kepala, selain itu keluhan

yang bisa timbul pada preeklamasia yaitu gangguan pengluhatan, nyeri abdomen pada

kuadran kanan atas, mual muntah, dan oligouria atau anuriatapi keluhan-keluhan tersebut

biasa ditemukan pada preeklamsia yang lebih para. Pada pemeriksaan fisik dapat

ditemukan peningkatan tekanan darah >140/90 mmHg atau >30mmHg untuk tekanan

sistolik dan >15 untuk tekan diastolic. Selain itu, temuan yang yang paling penting pada

preeklamsia yaitu adanya proteinuria > 0,3gm/L dalam 24 jam atau >1gm/L dalam 2 kali

pengambilan random dengan jarak 6jam.

3) Eklamsia

Dalam melakukan diagnosis eklamsia, gejala yang dapat ditemukan sama seperti pada

preeklamsia. Pada eklamsia, tanda yang paling khas ditemukan pada pasien yaitu adanya

21 | P a g e

kejang pada pasien dan termasuk kegawatan pada kehamilan. Selain itu dapat ditemukan

gejala berikut :

4) Hipertensi kronis

Hipertensi kronis dapat ditegakkan bila pada anamnesis ditemukan gejala-gejala umum

hipertensi, selain itu pada pengukuran terkanan darah ditemukan peningkayan darah lebih

dari >140/90mmHg pada dua kali pemeriksaan dengan interval 4 jam dan pasien dalam

keadaan tenang. Selain itu, ciri yang khas dari hipertensi kronos dibandinkan hipertensi

jenis lainnya yaitu, hipertensi ini terjadi pada usia kehamilan <20 minggu dan menetep

setelah 12 minggu postpartum sertas tidak disertai proteinuria.

5) Superimposed preeklamsia pada hipertensi kronis

Pada kasus ini, keluhan hipertensi yang terjadi sama seperti pada hipertensi kronis. Akan

tetapi dalam perjalanannya mengalami perkembangan menjadi preeklamsia yang ditandai

dengan adanya proteinuria.

TATALAKSANA

I.Tatalaksana Hipertensi Gestasional

Pada wanita hamil yang telah terdiagnosa dengan hipertensi gestasional, sebagian besar tidak

membutuhkan penanganan medis (pengobatan) karena hanya menderita hipertensi yang ringan. Namun

sekitar 46% pasien yag terdiagnosa dengan hipertensi gestasional, berkembang menjadi preeklamsia yang

22 | P a g e

ditandai dengan timbulnya proteinuria. Bila telah terjadi keadaan yang demikian maka tatalaksana pasien

disamakan dengan pasien preeklamsia lainnya.

II.Tatalaksana Preeklamsia Ringan

Rawat Jalan (Ambulatoir)

Ibu hamil dengan preeklamsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan. Dianjurkan ibu hamil

banyak istirahat (berbaring/ tidur miring), tetapi tidak mutlak harus tirah baring.

Pada umur kehamilan diatas 20 minggu, tirah baring dengan posisi miring, dapat menghilangkan

tekanan rahim pada vena kava inferior, sehingga meningkatkan aliran darah balik dan akan menambah

curah jantung. Hal ini berarti pula meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital. Peningkatan aliran

darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi glomerulus dan meningkatkan diuresis. Diuresis dengan

sendirinya meningkatkan ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas akrdiovaskuler, sehingga mengurangi

vasospasme. Peningkatan curah jantung akan meningkatkan pula aliran darah rahim, menambah

oksigenasi plasenta, dan memperbaiki kondisi janin dalam rahim.

Pada preeklamsia tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang fungsi ginjal masih normal.

Pada preeklamsia, ibu hamil umumnya masih muda, berarti fungsi ginjal masih bagus, sehingga tidak

diperlukan restriksi garam.Diet yang mengandung 2 g natrium atau 4-6 g NaCL (garam dapur) adalah

cukup. Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam lewat ginjal, tetapi pertumbuhan janiin justru

membutuhkan lebih banyak konsumsi garam. Bila konsumsi garam hendak dibatasi, hendaknya

diimbangi dengan konsumsi cairan yang banyak, berupa susu atau air buah.

Diet yang diberikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, garam secukupnya dan roboransia

prenatal.

Tidak diberikan obat-obatan diuretik, antihipertensi, dan sedatif. Dilakukan pemeriksaan

laboratorium Hb, hematokrit, fungsi hati, urin lengkap, dan fungsi ginjal.

Rawat Inap (Di Rawat di RS)

Pada keadadaan tertentu ibu haml dengan preeklamsia ringan perlu dirawat dirumah sakit.

Kriteria preeklamsia ringan dirawat dirumah sakit adalah bila tidak ada perbaikan (tekanan darah, kadar

proteinuria selama 2 minggu) dan adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklamsia berat.

Selama dirumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorik. Pemeriksaan kesejahteraan

23 | P a g e

janin, berupa pemeriksaan USG, dan Doppler khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah

cairan amnion. Pemeriksaan nonstress test dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi dengan bagian mata,

jantung dan lain-lain.

Perawatan Obstetrik

Pada kehamilan preterm (<37 minggu), bila tekanan darah mencapai normotensif, selama

perawatan, persalinan ditunggu sampai aterm. Sementara itu, pada kehamilan aterm (>37 minggu),

persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi

persalinan pada taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat dilakukan secara spontan, bila perlu

memperpendek kala II.

III.Tatalaksana Preeklampsia Berat

Medikamentosa

Penderita preeklamsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan

tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting pada preeklamsia berat adalah pengelolaan

cairan, karena penderita preeklamsia dan eklamsia mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru

dan oliguria. Sebab dari ekdua keadaan tersebut belum jelas, tetapi faktor yang sangat memnentukan

terjadinya edema paru dan oliguria adalah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan

gradien tekanan onkotik koloid (pulmonary capillary wedge pressure).

Oleh karena itu, monitoring monitoring input cairan (melalui oral ataupun infus) dan outpu cairan

(melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah

cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan. Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan

koreksi cairan, yaitu dapat diberikan berupa 5% Ringer-dekstrose atau cairan garam faali, dengan jumlah

tetesan 125 cc/jam atau infus dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer laktat (60-

125 cc/jam) 500 cc.

Pasien juga dipasangi kateter foley untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi bila

produksi urin <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24 jam. Diberikan antasida untuk menetralisir asam

lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari aspirasi asam lambung yang sangat asam.

Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.

Pemberian obat antikejang

24 | P a g e

Obat antikejang adalah:

MgSO4

Diazepam

Fenitoin

Obat antikejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah magnesium sulfat (MgSO47H2O).

Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan

menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps,

sehingga pada pemberian magnesium sulfat, akan menggeser kalsium yang mengakibatkan aliran

rangsang tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium). Kada kalsium

yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat menjadi pilihan

pertama untuk kejang pada preeklamsia atau eklamsia. Cara pemberian magnesium sulfat antara lain:

Loading dose: inititial dose

4 gram MgSO4: intravena, (40% dalam 10 cc) selama 15 menit

Maintenance dose:

Diberikan infus 6 gram dalam larutan ringer/ 6 jam; atau diberikan 4-5 gram i.m. Selanjutnya

maintenance dose diberikan 4 gram i.m tiap 4-6 jam.

Syarat-syarat pemberian MgSO4:

o Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas

10% = 1 g(10% dalam 10 cc) diberikan i.v. 3 menit.

o Reflek patella (+) kuat

o Frekuensi nafas >16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distress pernafasan.

Magnesium sulfat dihentikan bila:

o Ada tanda-tanda intoksikasi

o Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir

Dosis terapeutik dan toksis MgSO4

o Dosis terapeutik: 4-7 mEq/L (4,8-8,4 mg/dl)

o Hilangnya reflek tendon: 10 mEq/L (12 mg/dl)

o Tehentinya pernafasan: 15 mEq/L (18 mg/dl)

o Terhentinya jantung: >30 mEq/L (>36 mg/dl)

25 | P a g e

Diuretik tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru, payah jantung kongestif atau

anasarka. Diuretik yang dipakai adalah furosemida.

Pemberian obat antihipertensi

Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas (cut off) tekanan darah

untuk pemberian antihipertensi. Beberapa sumber menggunakan cut off ≥160/110 mmHg, ada pula yang

menentukan cut off >126mmHg.

Sedangkan RSU Dr. Soetomo Surabaya menetapakan batas tekanan darah untuk pemberian

antihipertensi adalah bila tekanan sitolik ≥180 mmHg atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan darah

diturunkan secara bertahap, yaitu penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan

mencapai < 160/105 mmHg.

Jenis antihipertensi yang sering digunakan di Indonesia adalah Nifedipin, dosis awal :10-20 mg,

diulangi 30 menit bila perlu. Dosis maksimum 120 mg per 24 jam. Nifedipin tidak boleh digunakan

sublingual karena efek vasodilatasi sangat cepat, sehingga hanya boleh diberikan per oral.

IV.Tatalaksana Eklampsia

Perawatan dasar eklamsia yang utama adalah terapi supotif untuk stabilisasi fungsi vital, yang

harus selalu diingat adalah ABC, mengatasi dan mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia,

mencegah trauma pada saat pasien kejang, mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu krisis

hipertensi, melahirkan janin pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat.

Perawatan medikamentosa dan perawatan suportif eklamsia, merupakan perawatan yang sangat

penting. Tujuan utama pengobatan medikamentosa eklamsia adalah mencegah dan menghentiukan

kejang, mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya hipertensi krisis, mencapai stabilisasi ibu seoptimal

mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada saat dan dengan cara yang tepat.

Medikamentosa

Obat antikejang

Obat antikejang yang menjadi pilihan pertama adalah magnesium sulfat. Bila dengan jenis obat

ini kejang masih sukar diatasi, dapat dipakai obat jenis lain, misalnya tiopental. Sedangkan diazepam

penggunaannya harus diberikan oleh mereka yang berpengalaman.

Magnesium sulfat (MgSo4)

26 | P a g e

Pemberian magnesium sulfat pada eklamsia dasarnya sama dengan pembeeriannya pada pasien

preeklamsia berat. Pengobatan suportif terutama ditujukan untuk gangguan fungsi organ-organ penting.

Pada penderita yang mengalami kejang dan koma, nursing care sangat penting, misalnya meliputi cara

perawatan penderita dalam suatu kamar isolasi, mencegah aspirasi, mengatur infus penderita, dan

monitoring produksi urin.

Perawatan pada waktu kejang

pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertolongan adalah mencegah penderita

mengalami trauma akibat kejang-kejang tersebut. Untuk mencegah trauma, pasien dirawat di kamar

isolasi cukup terang, tidak dikamar gelap, sehingga bila terjadi sianosis segera dapat diketahui. Penderita

dibaringkan di tempat tidur yang lebar, dengan rail tempat tidur harus dipasang dan harus dikunci dengan

kuat. Diperlukan juga untuk memasukkan sudap lidah ke dalam mulut. Kepala pasien direndahkan dan

daerah orofaring dihisap. Hendaknya dijaga agar kepala dan ekstremitas penderita yang sedang kejang

tidak terlalu kuat menghentak-hentak benda keras di sekitarnya. Fiksasi badan pada tempat tidur harus

cukup kendor, guna menghindario fraktur. Bila penderita kejang-kejang, segera beri oksigen.

Perawatan koma

Tindakan pertama pada penderita yang jatuh koma adalah menjaga dan mengusahakan agar jalan

nafas atas tetap terbuka, yaitu dengan manuver head tilt-neck lift, yaitu kepala direndahkan dan daerah

leher dalam posisi ekstensi ke belakang atau jaw-thrust, yaitu mandibula kiri dan kanan diekstensikan ke

atas sampbil mengangkat kepala ke belakang yang dapat dilanjutkan dengan pemasangan oropharyngeal

airway.

Selain itu, semua benda yang ada dalam rongga mulut dan tenggorokan, baik berupa lendir

maupun sisa makanan, harus segera dihisap secara intermiten, untuk mencegah terjadinya aspirasi bahan

lambung. Selain itu perlu juga monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan memakai GCS dan

kemungkinan pemasangan NGT.

Perawatan edema paru

Bila terjadi edema paru, pemderita sebaiknya dirawat di ICU karena membutuhkan perawatan

animasi dengan respirator.

Perawatan obstetrik

Sikap terhadap kehamilan adalah semua kehamilan dengan eklamsia harus diakhiri, tanpa

memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Persalinana diakhiri bila sudah mencapai stabilisasi

hemodinamik dan metabolisme ibu

27 | P a g e

V. Tatalaksana Hipertensi Kronik

1. Pasien dengan tekanan darah sistolik kurang dari 150 mmHg atau diastolik kurang dari

90 mmHg dan tidak ditemukan bukti keterlibatan end organ dapat ditatalaksansi dengan

terapi nonfarmakologi yang meliputi :

Perubahan diet, meliputi pembatasan asupan garam sampai 2,4 g/hari, diet DASH

dengan mengkonsumsi lebih banyak buah dan sayur, susu rendah lemak, dan

mengurangi konsumsi lemak total terutama lemak jenuh.

Penghentian merokok dan konsumsi alkohol

Mengurangi aktivitas fisik dengan tujuan untuk mengurangi aliran darah

uteroplasenta guna mengurangi resiko pre-eklamsia.

Penurunan berat badan tidak dianjurkan selama kehamilan, walaupun pada pasien

obesitas.

Sonography pada usia kehamilan 18 minggu, kemudian setiap 4-6 minggu untuk

mengikuti pertumbuhan fetus. Sonogram dapat lebih sering dilakukan jika

terdapat indikasi, namun tidak boleh lebih seringf dari setiap 3 minggu sekali.

Tes antepartum, dimulai pada minggu 32 kehamilan (dapat dilakukan lebih awal

jika hipertensi bertambah berat atau dicurigai terjadinya IUGR)

2. Pasien dengan tekanan darah sistolik lebih dari 150 mmHg atau diastolik lebih dari 90

mmHg atau ditemukan bukti keterlibatan end organ dapat ditatalaksansi dengan terapi

farmakologi yang meliputi :

Dianjurkan untuk memulai terapi dengan single agent

Obat-obat yang digunakan meliputi :

o Methyldopa (aldomet). Methyldopa merupakan obat inhibitor adrenergik

yang bekerja secara sentral sehingga dapat menurunkan resistensi vaskular

dan aman digunakan pada kehamilan. Obat ini dapat menyebabkan

gangguan hati, jadi harus dilakukan pemantauan enzim hati setidaknya

setiap trimester. Dosis : 250 mg 3x/hari sampai 2 g/hari dibagi jadi 4

dosis.

28 | P a g e

o Hydralazine. Obat ini sering digunakan sebagai agne kedua ketika dosis

maksimum methyldopa sudah tercapai. Hydralazine tidak boleh digunakan

sebagai obat oral lini pertama. Obat ini bekerja sebagai vasodilator dan

dapat digunakan dalam kombinasi dengan methyldopa atau beta-bloker.

Hydralazine dapat menyebabkan lupus-like syndome tapi hanya

digunakan dalam dosis yang lebih dari 200 mg/hari selama lebih dari 6

bulan. Dosis : dimulai dari 10 mg diberikan 4 kali sehari dan dapat

ditingkatkan sampai maksimal 200 mg/hari.

o Labetolol. Dapat diberikan pada pasien yang tidak bisa mendapat terapi

methyldopa atau pada pasien yang tidak efektif diterapi dengan

methyldopa. Labetolol merupakan penyakat reseptor alpha dan beta dan

penggunaannya dikontra indikasikan bagi pasien dengan gagal jantung.

Obat ini dapat digunakan sebagai monoterapi atau dikombinasi dengan

hydralazine atau diuretik. Penggunaan labetolol pada kehamilan

dihubungkan dengan IUGR. Dosis : dosis inisial 200 mg 2-3x/hari, dosis

terapetik biasanya adalah 1600 mg/hari dan dosis maksimum 2400

mg/hari.

Kadang-kadang untuk mendapatkan kontrol tekanan darah yang adekuat,

beberapa pasien dapat melanjutkan obat antihipertensi yang ia gunakan sebelum

hamil, kecuali nifedipin dan ACE inhibitor.

o Diuretik. Diuretik thiazide tidak boleh dimulai pada akhir masa

kehamilan. Pasien dengan hipertensi kronik yang telah diterapi dengan

diuretik sebelum hamil dapat mengalami diretic-dependent sehingga

pengguanaan diuretik harus dilanjutkan selama kehamilan.

o Klonidine. Klonidine dapat digunakan secara aman selama kehamilan.

Klonidine withdrawal dapat mengakibatkan hipertensi akut sehingga

pasien yang menggunakan klonidine sebelum hamil penggunaan klonidine

dapat diteruskan.

o Nifedipine. Obat ini meupakan penghambat kanal kalsium dan telah

dibuktikan bersifat teratogenik pada hewan, namun dapat digunakan pada

kehamilan trimester 3 pada manusia. Nifedipine digunakan sebagai agen

29 | P a g e

tocolytic dan tidak boleh diberikan dalam 6 jam setelah pemberian

MgSO4 karena dapat menyebabkan edema paru dan hipotensi. Obat ini

juga tidak boleh digunakan bersama dilatn karena dapat mengakibatkan

hipotensi akut. Sebaiknya obat ini digunakan saat postpartum karena telah

diketahui dapat memicu fetal distress.

o ACE inhibitor. ACE inhibitor dikontraindikasikan setelah trimester

pertama. Obat ini dihubungkan dengan kematian fetal in utero, malformasi

fetal, dan neonatal renal failure.

3. Penatalaksanaan krisis hipertensi pada kehamilan meliputi :

Terapi krisis hipertensi pada kehamilan sama dengan penanganan pada pasien

pre-eklamsia.

Sodium nitroprusside dapat menyebabkan keracunan thyocyanate dan cyanide

pada fetus dan hanya boleh digunakan pada saat terakhir kehamilan dan tidak

lebih dari 30 menit sebelum melahirkan.

Ketika tidak ada magnesium sulfate, nifedipine dapat diberikan tapi dapat

menyebabkan penurunan tekanan darah yang akut.

30 | P a g e

Bagan algoritme penanganan hipertensi kronik pada kehamilan (dikutip dari CMDT obstetric and

gynecology)

31 | P a g e

TDS ≥140 mmHg atau TDD ≥90 mmHg pada dua kali pemeriksaan

Terapi nonfarmakologi

Tidak Ya

TDS ≥150 mmHg

atau

TDD ≥90 mmHg

TDS ≥150 mmHg

atau

TDD ≥90 mmHg

*gangguan fungsi ginjal

Proteinuria (>300 mg/24jam, >1+ dip, >30 mg/dL)

Clcr <110 ml/mnt, serum kreatinin >0,8 mg/dL

Keterlibatan jantung

Hipertrofi ventrikel kiri

Keterlibatan mata

Retinopathy

Keterlibatan end organ*

Terapi farmakologi

VI. Tatalaksana Preeklampsia pada Hipertensi Kronik (Superimposed)

Terapi superimposed pre-eklamsia dengan hipertensi kronik sama dengan terapi pre-klamsia dan jika

sudah selesai kehamilan maka terapi hipertensi kroniknya dilanjutkan.

KOMPLIKASI

- Pertumbuhan janin terganggu

- Intra uterine growth retardation

- Fetal death

- Terminasi kehamilan

- Hipertensi pada kehamilan dapat berkembang menjadi hipertensi kronik yang selanjutnya

dapat mengganggu sistem kardiovaskular ibu.

PROGNOSIS

Eklampsia

- Bila penderita tidak terlambat dalam pengobatan maka gejala perbaikan akan tampak jelas setelah

kehamilannya diakhiri. Diuresis terjadi setelah 12 jam postpartum, hal ini merupakan gejala

pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam kemudian.

- Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya.

- Prognosis janin: sering terjadi kematian intrauterin atau pada masa neonatal.

Hipertensi Kronik

32 | P a g e

- Jika wanita hamil mendapat monoterapi untuk hipertensinya dan hipertensinya terkendali

hipertensi kronik tidak berpengaruh buruk terhadap kehamilan, meski tetap ada risiko terjadi

solusio plasenta dan superimposed preeklampsia

PENCEGAHAN

Pencegahan nonmedikal

- Ialah pencegahan tanpa memberikan obat

- Cara paling sederhana ialah dengan tirah baring. Di Indonesia tirah baring masih

diperlukan meskipun tidak terbukti mencegah preeklampsi dan persalinan preterm.

- Restriksi garam tidak terbukti dapat mencegah preeklampsia

- Diet yang baik mengandung tambahan: minyak ikan dengan asam lemak tidak jenuh;

antioksidan seperti vitamin C dan E, beta-karoten, N-asetilsistein, CoQ10, asam lipoik;

zink, magnesium, dan kalsium.

Pencegahan medikal

- Ialah pencegahan dengan pemberian obat, namun belum ada bukti yang kuat dan

sahih.

- Antihipertensi tidak terbukti mencegah preeklampsia. Diuretik dapat memperberat

hipovolemia.

- Obat yang diberikan : kalsium 1500 – 2000 mg/hari, atau zink 200 mg/hari, atau

magnesium 365 mg/hari, atau aspirin dosis rendah <100 mg/hari, atau dipiridamole.

Selain itu dapat pula diberikan obat-obat antioksidan seperti vitamin C. Tetapi

beberapa penelitian RCT menunjukkan pemberian aspirin dosis rendah tidak efektif

mencegah preeklampsia.

- Antioksidan terbukti mampu mengurangi kerusakan sel endotel pasien

33 | P a g e

SISTEM RUJUKAN

Prinsip Rujukan

Pada pasien Preeklamsi Berat dan Eklampsi memiliki indikasi mutlak untuk dilakukan rujukan

ke fasilitas yang lebih lengkap, agar pasien dapat tertolong dengan segera. Indikasi tersebut

adalah jika:

1. Terdapat Oliguria (<400 ml/24 jam)

2. Terdapat sindrom HELPP

3. Koma berlanjut lebih dari 24 jamsesudah kejang

Penanganan Hipertensi dalam Kehamilan Pada Berbagai Tingkat Pelayanan

Hipertensi

Karena

Kehamilan

Preeklamsi

Ringan

Preeklamsi

Berat/Eklamsi

Hipertensi

Kronik

Polindes Rawat jalan

1x seminggu

Pantau TD,

proteinuria,

kesejahteraan

janin

Tunggu

persalinan

aterm

Rawat jalan

Istirahat

baring

Diet biasa

Tak perlu

obat-obatan

Bila tidak ada

perbaikan,

rujuk

Pastikan

gejala dan

tanda

preeklamsi

berat.

Nifedipin 10

mg dan

MgSO4 40 g

IV dalam 10

menit.

Siapkan

peralatan

untuk kejang

Kateter urine

Rawat jalan

Istirahat

cukup

Bila TD > 160

mmHg beri

antihipertensi

Tidak ada

perbaikan

rujuk

34 | P a g e

Rujuk ke RS

Puskesmas Idem

Jika keadaan

memburuk

tangani

sebagai

preeklamsi

Idem

<36 minggu

rawat jalan 1x

semingg

Tidak ada

perbaikan

rawat atau

rujuk ke RS

Idem

Rujuk RS

Idem

Bila TD

>160/110

mmHg beri

antihipertensi

Pikirkan

superimposed

preeklamsi

Rumah Sakit Kendalikan

hipertensi

seperti pada

preeklamsi

Terminasi

kehamilan

jika terjadi

preeklamsi

berat

Evaluasi

seperti diatas

Bila terdapat

preeklamsi

berat, atau

tanda-tanda

pertumbuhan

janin

terhambat

terminasi

Idem

Penanganan

kejang

dengan

MgSO4 dosis

awal dan

dosis

pemeliharaan

Antihipertens

i

Persalinan

segera

Perawatan

postpartum

Jika tidak ada

komplikasi

tunggu aterm

Jika terdapat

preeklamsi,

pertumbuhan

janin

terhambat,

atau gawat

janin

terminasi

kehamilan

35 | P a g e

KEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN

Kegawatdaruratan obstetri merupakan kasus obstetri yang perlu ditangani dengan cepat untuk

mencegah kecacatan permanen dan kematian dari ibu dan janin yang dikandungnya. Dalam

kegawatdaruratan obstetri terdapat empat kasus utama yang sering kali menyebabkan kematian

ibu atau janinnya, yaitu:

Perdarahan

Infeksi, dan sepsis

Hipertensi, preeklampsia, dan eklampsia

Persalinan yang terhambat (distosia)

Dalam praktik klinisnya terdapat beberapa tanda dan gejala yang menjadi manifestasi klinis yang

khas dari kasus-kasus tersebut. Beberapa contoh manifestasi klinis pada kegawatdaruratan

obstetri Seperti :

Kasus perdarahan, dapat menunjukkan manifestasi klinis mulai dari perdarahan berwujud

bercak, merembes, profus (perdarahan masif) hingga shock hipovolemi et kausa

hemoragik.

Kasus infeksi dan sepsis, dapat menunjukkan manifestasi klinis dari pengeluaran sekret

pervaginam yang berbau, air ketuban hijau, demam hingga terjadi shock sepsis.

Kasus hipertensi, preeklampsia atau eklampsia, dapat menunjukkan manifestasi klinis

mulai dari keluhan sakit kepala, pusing, bengkak (edema), penglihatan kabur sampai

retinopati, kejang-kejang, pingsan sampai koma.

Kasus persalinan yang terhambat (distosia), manifestasi klinis yang lebih mudah dikenali

jika kemajuan persalinan yang tidak berlangsung sesuai batas wakktu yang normal.

Tetapi kasus persalinan macet ini dapat diakibatkan oleh ruptura uteri.

Kasus kegawatdaruratan lainnya akan menunjukkan manifestasi klinis sesuai

penyebabnya.

Penilaian pasien

Primary Survei:

36 | P a g e

o Airways: bebaskan jalan nafas, lakukan intubasi bila diperlukan.

o Breathing: nilai pernafasan dan stabilkan pernafasan pasien,berikan oksigen.

o Circulation: pertahankan sirkulasi pasien. Raba nadi dan periksa tekanan darah.

o Disability : apakah keadaan pasien, kesadaran dan espon pasien (nilai dengan Glasgow

Comma Scale)

o Exposure : nilai tempat terjadinya cedera atau abnomalitas pada pasien.

Penilaian klinis lengkap:

Anamnesis:

o Keluhan utama

o Riwayat penyakit saat ini, termasuk penanganan dan obat-obatan yang sudah

diberikan.

o Riwayat haid dan hari pertama haid terakhir.

o Riwayat kehamilan saat ini.

o Riwayat kehamilan sebelumnya, persalinan, nifas dan termasuk keadaan anaknya.

o Riwayat penyakit yang terdahulu dan riwayat penyakit keluarga.

o Riwayat pembedahan.

o Riwayat alergi

Pemeriksaan fisik umum:

o Penilaian keadaan umum dan kesadaran.

o Penilaian tanda vital

o Pemeriksaan kepala leher.

o Pemeriksaan dada (jantung dan paru).

o Pemeriksaan perut (ada nyeri, kembung, adanya cairan dalam peritoneum, akut

abdomen)

o Pemeriksaan extremitas (adanya deformitas, edema atau perdarahan)

Pemeriksaan obstetri:

o Pemeriksaan vulva dan perineum

o Pemeriksaan vagina

o Ada tidaknya kelainan di daerah introitus vagina (kista/abses Bartholini)

37 | P a g e

o Ketegangan (kuatnya) dinding vagina

o Ada tidaknya sistokel atau rektokel

o Permukaan dan keadaan rugae (ulkus, tumor, fistula)

o Ada tidaknya kongenital (atresia, stenosis, septum)

o Penonjolan pada fornises atau kavum Douglasi

Pemeriksaan Serviks Uteri

o Permukaan (sikatriks, ulkus, tumor)

o Besar dan bentuk serviks uteri

o Konsistensi (kenyal, lunak, keras, tanda Hegar)

o Mudah atau sukar digerakkan

o Sakit pada pergerakan (arah pergerakan, slinger pain)

Pemeriksaan rahim

o Ukuran dan dimensi uterus

o Posisi dan kedudukan uterus (anteversi, retroversi, antefleksi, retrofleksi, sinistro

atau dekstroposisi)

o Konsistensi (kenyal, padat)

o Permukaan uterus (rata, berbenjol-benjol)

o Mobilitas uterus

o Ada tidaknya pertumbuhan tumor (bentuk, ukuran, konsistensi)

Parametrium

Struktur adneksa (tuba, ovarium)

Ruang di parametrium (longgar, memendek)

Ada tidaknya sakit pada perabaan

Ada tidaknya tumor (lokasi, ukuran, permukaan, konsistensi, mobilitas, hubungan

dengan alat sekitarnya)

Adanya infiltrasi keganasan

Pemeriksaan janin:

o Didalam atau diluar rahim

o Jumlah janin

o Presentasi dan turunnya presentasi seberapa jauh.

38 | P a g e

Penurunan bagian terbawah dengan metode lima jari (perlimaan) adalah:

5/5 jika bagian terbawah janin seluruhnya teraba di atas simfisis pubis

4/5 jika sebagian (1/5) bagian terbawah janin telah memasuki pintu atas panggul

3/5 jika sebagian (2/5) bagian terbawah janin telah memasuki rongga panggul

2/5 jika hanya sebagian dari bagian terbawah janin masih berada diats simfisi dan (3/5)

bagian telah turun

o melewati bidang tengah rongga panggul (tidak dapat digerakkan)

1/5 jika hanya 1 dari 5 jari masih dapat meraba bagian terbawah janin yang berada diatas

simfisis dan 4/5

o bagian telah masauk ke dalam rongga panggul

0/5 jika bagian terbawah janin sudah tidak dapat diraba dari pemeriksaan luar dan seluruh

bagian terbawah

janin sudah masuk ke dalam rongga panggul

o Posisi janin, moulage, caput sucsedanium

o Bagian kecil janin disamping presentasi (tangan, kaki, tali pusat, dan lain-lain)

o Anomali kongenital pada janin

o Taksiran berat janin

o Janin mati atau hidup, ada gawat janin atau tidak.

Pemeriksaan panggul:

o Pemeriksaan panggul atas:

Promontorium teraba atau tidak

Ukuran konjugata diagonalis dan konjugata vera

Penilaian linea inominata teraba sebagian atau seluruhnya.

o Penilaian ruang tengah panggul

Penilaian tulang sakrum (cekung atau datar)

Penilaian dinding samping (lurus atau konvergensi)

Penilaian spina isiadika (runcing atau tumpul)

Ukuran dan jarak antara spinaisiadika (distansia interspinarum)

o Penilaian pintu bawah panggul

39 | P a g e

Arkus pubis (lebih besar atau kurang dari 90o)

Penilaian tulang koksigis (kedepan atau tidak)

o Penilaian tumor jalan lahir

o Penilaian panggul (luas, sedang, sempit, atau panggul patoligis)

Penilaian rasio feto-pelvik (disproporsi sefalopelvik)

Pemeriksaan Laboratorium:

o Pemeriksaan golongan darah dan cross match

o Pemeriksaan darah lengkap:

Hemoglobin > 10gr/dl

Hematokrit > 30%

Leukosit ±10.000/mm3

Jika leukosit > 15.000/mm3 ada tanda-tanda Systemic Inflamatory

Response Syndrome (SIRS) dengan dua dari tanda berikut:

Suhu tuubuh meningkat

Frekuensi jantung bertambah (takikardi) disertai penurunan

tekanan darah

Takipneu.

Trombosit >150.000/mm3

o Pemeriksaan ureum(<26mg/dl) dan kreatinin (<1,4 mg/dL) untuk menilai

fungsi ginjal.

o Pemeriksaan pH darah dan keseimbangan elektrolit

o Pemeriksaan protrombin time (PT), partial tromboplastin time(PTT), dan

fibrinogen

o Pemeriksaan fungsi hati, serum aminotransferase, bilirubin, fosfatase dan

lipase dalam darah untuk menilai kerusakan organ

o Kultur darah.

o Pemeriksaan urinalisa, berat jenis urin sekitar 1020 dan volumenya 30ml/jam.

Nilai ada tidaknya proteinuria,hematuria, sanduria dan infeksi saluran kemih.

40 | P a g e

Prinsip penanganan kegawatdaruratan obstetrik

Posisikan pasien dan bebaskan jalan nafas. Perlu diperhatikan pada pemposisian pasien,

pada pasien dengan kemungkinan syok kardiogenik atau dekompensasi kordis, posisi

berbaring akan meningkatkan sesak nafaspada pasien akibat ortopneu atau peningkatan

aliran balik vena, sedangkan pada kehamilan pada trimester 2 dan 3 posisi berbaringa

akan menyebbabkan aliran balik terganggu bahkan uterus dapat menekan diafragma

sehingga menghalangi pernafasan. Pada kasus tersebut pasien sebaiknya di posisikan

setengah duduk atau duduk tegak. Sedangkan pada kasus shock hipovolemik, berbaring

dan meninggikan posisi kaki akan membantu meningkatkan aliran balik ke jantung

sehingga meningkatkan stroke volume.

Pemberian oksigen diberikan dalam kecepatan 6-8 L per menit. Hal ini dilakukan untuk

SO2 diatas 90% sehingga menjaga suplai oksigen untuk ibu dan janinnya tercukupi. Jika

terjadi hambatan pemberian intubasi dan ventilasi tekanan positif dapatt dilakukan.

Pemberian cairan intravena. Cairan yang umumnya diberikan biasanya NaCl 0,9% (ringer

lactat), hal ini bertujuan untuk mencegah shock hipovolemik. Namun jika diberikan

berlebihan akan meningkatkan aliran balik kejantung sehingga dapat menimbulkan payah

jantung. Pada kasus dekompensasi kordis, cairan berlebih akan menyebabkan fibrilasi,

atau peningkatan cairan transudasi di paru (edema paru) sehingga menimbulkkan sesak.

Pada kasus shock sepsis, dilatasi dari pembuluh darah akan terjadi sehingga diperlukan

pemberian cairan secara cepat namun bila berlebih akan menyebabkan peningkatan

transudasi cairan karena kebocoran pembuluh darah.

Pemberian transfusi darah. Transfusi darah diperlukan untuk mengatasi shock dan

meningkatkan transport O2 ke jaringan dan organ vital seperti jantung dan otak.

Pemberian darah juga bberesiko menyebabkan transfusi mikroorganisme seperti HIV,

HBV dan lainnya, reaksi alergi hingga shock anafilaktik, DIC, dan terjadinya kelebihan

volume darah intra vaskular.

41 | P a g e

Pasang kateter kandung kemih untuk memonitor fungsi ginjal dan ekskresi urin,

normalnya urin diproduksi minimal 30ml/jam atau 100ml/4 jam dengan berat jenis 1020.

Jika kurang maka pasien mengalami shock hipovolemik.

Pemberian antibiotika broad spectrum diberikan karena kurangnya kemampuan

identifikasi bakteri yang cepat, tepat dan sensitif. Indikasi pemberian antibiotika jika

ditemukan tanda-tanda infeksi. Profilaksis antibiotik diberikan sebelum pembedahan.

Penggunaan antibiotika perlu dipertimbangkan dengan matang dan dimonitor dengan

ketat untuk mencegah efek samping antibiotika pada ibu atau janinnya.

Pemberian analgesik jangan sampai menyembunyikan gejala yang sesungguhnya, agar

mempermudah diagnosis. Penggunaan obat narkotik dan sedasi perlu dikontrol karena

dapat menyebabkan distres pernafasan.

Penanganan masalah utama.

Rujukan dilakukan bila fasilitas kesehatan yang dimiliki masih kurang. Siapkan pasien

untuk transportasi, stabilkan keadaan umum pasien. Hubungi pihak fasilitas kesehatan

tujuan rujukan untuk menginformasikan rujukan dan memastikan rujukan diterima

sehingga penanganan selanjutnya akan disiapkan. Surat pengantar rujukan disertakan

bersama pasien.

Shock hipovolemik

Klasifikasi

Derajat Jumlah perdarahan Gejala klinis

I 10-15% Tekanan darah dan nadi normal

II 20-25%

Takikardi

Takipneu

Tekanan nadi < 30 mmhg

Pengisian kapiler melambat

III 30-35% Kulit dingin, berkerut, pucat

Tekanan darah menurun drastis

42 | P a g e

Oliguria (urin <30ml/jam)

Asidosis metabolik (pH<7,5)

Kesadaran menurun

IV 40-45%

Nadi karotis saja yang teraba

Hipotensi berat

Syok irreversibel

Fase syok: kehilangan darah atau cairan tubuh berlebih mengakibatkan

berkurangnya aliran balik ke jantung dan menurunnya kardiak output. Pada

wanita hamil perdarahan sekitar 500-1000 ml masih dapat dikompensasi oleh

tubuh karena adanya respon adaptasi saat hamil. Jika perdarahan atau kehilangan

carian tterus berlanjut maka terjadi fase berikutnya.

Fase kompensasi: pada fase ini tubuh berusaha meningkatkan tekanan darah

sehingga memrlukan aliran darah yang adekuat untuk itu terjAdi respon saraf

simpatis sehingga terjadi vasokonstriksi, takikardi dan takipneu. Aliran darah ke

organ vital seperti jantung dan otak dipertahankan alirannya sedangkan organ

yang lebih perifer dan kurang vital dikurangi.

Fase dekompensasi: tubuh yang mengalami perdarahan > 1000ml dan terus

bertambah tanpa penanganan yang adekuat akan memperburuk keadaan dan tubuh

akan kesulitan untuk mengkompensasi kehilangan darah.

Fase kerusakan jaringan: pada keadaan ini kompensasi dari tubuh tak lagi

memungkiinkan. Terjadi asidosis metabolit akibat kurangnya bikarbonat yang ada

didarah. Vasodilatasi general akibat dari penumpukan metabolit ekskresi dan

Reactive Oxygen Spesies(ROS) yang juga menyebabkan koagulasi intravaskular.

Ppada vase ini ancaman kerussakan jaringan terutama otak dan jantung meningkat

pesat.

Penanaganan : pada survei primer pastikan

ABCDE( airways,breathing,circulation,dissability,exposure) dengan baik.

Posisikan pasien untuk membantu pernafasan dan kompensasi tubuhnya. Posisi

Tidur (supine) untuk meningkatkan aliran darah ke jantung bila perlu tinggkan

43 | P a g e

kaki pasien (trendenburgh), pasien pada kehamilan ttrimester 2-3 posisi setengah

duduk lebih membantu. Berikan cairan 2 akses dengan kanul IV ukuran besar,

untuk mengembalikan volume darah, dan siapkan untuk transfusi darah (whole

blood). Penggunaan cairan ringer laktat atau glukosa 5% yang berlebihan beresiko

menyebabkan edema paru dan pada pasien dengan dekompensasi kordis dapat

meningkatkan kerja jantung.

Penggunaan Obat: analgesik seperti morfin (10-15mg) dapat meningkatkan

distres pernafasan. Kortikosteroid seperti hidrokortisone (1mg) atau

dexamethasone (20mg) diberikan secara IV untuk menurunka resistensi perifer

dan kerja jantung. Sodium bikarbonat (100 mEq per IV) diberikan bila terjadi

asidosis. Vasopressor seperti dopamin (2,5MG/Kgbb/Jam) atau isoprealin

diberikan untuk menigkatkan tekanan darah danperfusi jaringan.

Shock septik

Shock septik dalam obstetrik biasanya disebabkan oleh:

o Abortus septik

o Ketuban pecah lama, korioamnionitis

o Infeksi pasca persalinan

o Trauma

o Sisa plasenta yang tertinggal saat persalinan

o Sepsis puerperalis

o Pielonefritis akut

Gejala klinis:

o Fase reversibel:

o Fase panas ditandai dengan demam tinggi dan menggigil, hipotensi, takikardia,

kulit terlihat memerah dan panas. Pasien biasanya masih sadar. Pemeriksaan

laboratorium menunjukkan leukositosis.

44 | P a g e

o Fase dingin ditemukan gejala kulit dingin dan keriput, sianosis, purpura,

penurunan kesadaran progresif. Pada vase ini terjadi vasodilatasi general akibat

mediator inflamasi yang diprduksi berlebihan dan ROS selanjutnay terjadi

vaskular leakage dan odema pada seluruh tubuh akibat difusi cairan intravaskular

kedalam jaringan.

o Fase reversibel: akibat kurangnya volume vaskular maka terjadi hipotensi dan penurunan

curah jantung. Pada kondisi ini terjadi hipoksemia yang nantinya menyebabkan hipoksia

jaringan dan nekrosis yang meluas dengan cepat karena disertai infeksi yang general.

Tatalaksana :

o Berikan cairan yang adekuat dengan RL atau D5%, whole blood, atau koloid. Kontrol

CVP untuk menghindari overload cairan.

o Berikan hirokortison 1mg/6jam atau dexametason 20mg diikuti dosis pemeliharaan

200mg/hari untuk menekan inflamasi, meningkatkan perfusi jaringan dan kerja jantung.

o Berikan beta adrenergis agonis untuk meningkatkan stroke volume dan frekuensi jantung.

o Berikan oksigen 6-8 L per menit.

o Pemberian aminofilin untuk mengurangi respiration distress syndrome.

o Eradikasi antibiotik:

o Antibiotik broad spectrum Diberikan melalui IV hingga ditemukan antibiotik yang sensitif

pada hasil kultur.

Regimen Antibiotika Kerja Dosis

Regimen 1 ampisilin atau

cepalosporin

Gram (+) dan

Gram (-)

o 500-1000mg/

6jam

gentamisin Gram (-) basil

aerobik

o 80mg/8jam

Metronidazol Anaerob 500mg/8jam

Regimen 2 Klindamisin Gram (+) dan

Gram (-) aerobik

600mg/6jam

Gentamisin Gram (-) basil 80mg/8jam

45 | P a g e

aerobik

KESIMPULAN

Pada scenario 2 ini pesien mengeluhkan pusing dan muntah-muntah sejak 2 hari yang

lalu.Diketahui ibu sekarang berstatus hamil yang kedua kalinya, pernah melahirkan 1 kali, dan

tidak pernah mengalami abortus sebelumnya. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah

meningkat dan edema pada kedua kaki.

Muntah adalah gejala umum dialami pada pasien yang hamil disebabkan karena peningkatan dari

kadar estrogen dan progesterone selama hamil. Sedangkan keluhan pusing disebabkan oleh

tekanan darah yang meningkat sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak. Untuk edemanya

46 | P a g e

sendiri merupakan keluhan yang timbul disebabkan karena penurunan tekanan onkotik akibat

hilangnya protein yang keluar melalui urin (proteinuria). Adanya vasospasme menyeluruh

(akibat hipovolemia) yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah menyebabkan penurunan

aliran darah ke ginjal. Akibatnya, terjadi kerusakan sel glomerulus sehingga meningkatnya

permeabilitas membrane basalis dan terjadi kebocoran.

Berdasarkan gejala dan tanda tersebut maka kami menyimpulkan pasien mengalami hipertensi

dalam kehamilan.

Daftar Pustaka

47 | P a g e

Angsar, Muh. Dikman. 2009. Hipertensi dalam Kehamilan. Dalam: Ilmu Kebidanan Sarwono

Prawirohardjo, Saifuddin (editor ketua). Edisi 4. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo:

Jakarta. Bab 40.

CMDT gynecology and obstetrics

Cunningham, F. Gary et al (editor). 2007. Hypertensive Disorder in Pregnancy. In: Williams

Obstetrics, 21st Edition. McGraw-Hill: New York. Chapter 34.

Cunningham, Gary dkk. 2007. Obstetri William.edisi 22. McGraw-Hill: New York

Fortner, Kimberly el al. 2007. The John Hopkins of Gynecology and Obstetrics. 3rd edition.

Lippincott William and Wilkins.

Verney, Helen. et all. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4, vol.1. Jakarta : EGC

48 | P a g e