laporan utama - kementerian keuangan ri · mindset, pola kerja dan spirit dalam pelaksanaan tugas....

11
Edisi XXXIII/2017 Chief Change Management Officer II, CTO: Bekerja untuk Kebanggaan Keluarga profil laporan utama Efisiensi Untuk Membangun Negeri mengawal perubahan laporan khusus Pertama Kalinya, LKPP Raih WTP

Upload: dangnhi

Post on 02-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: laporan utama - Kementerian Keuangan RI · mindset, pola kerja dan spirit dalam pelaksanaan tugas. Konsep work-life-balance juga perlu dioptimalkan melalui pemanfaatan jam kerja secara

1Buletin Kinerja Edisi XXXIII/2017

Edisi XXXIII/2017

Chief Change Management Officer II , CTO:

Bekerja untukKebanggaan Keluarga

profil

laporan utama

Efisiensi Untuk Membangun

Negeri

mengawal perubahan

laporan khusus

Pertama Kalinya, LKPP Raih WTP

Page 2: laporan utama - Kementerian Keuangan RI · mindset, pola kerja dan spirit dalam pelaksanaan tugas. Konsep work-life-balance juga perlu dioptimalkan melalui pemanfaatan jam kerja secara

2 Buletin Kinerja Edisi XXXIII/2017 3Buletin Kinerja Edisi XXXIII/2017

Berkinerja Secara Efisien

BULAN suci Ramadan baru berlalu. Namun, makna dari momentum Ramadan perlu terus diresapi dalam keseharian kita termasuk saat bekerja. Perintah untuk meningkatkan ibadah dalam bulan suci dapat dimaknai bahwa kita harus terus meningkatkan produktivitas kita agar kinerja kita semakin baik. Di sisi lain, perintah untuk menahan diri dan menjauhi sifat boros, dapat dimaknai bahwa kita harus terus mengedepankan efisiensi dalam bekerja. Sikap mawas diri perlu direfleksikan dalam upaya peningkatan budaya risiko dan selalu waspada untuk memitigasi seluruh risiko yang berpotensi menghambat pencapaian kinerja.

Oleh karenanya, budaya sadar kinerja dan risiko perlu terus ditingkatkan di Kementerian Keuangan. Di sisi lain, upaya untuk melakukan efisiensi dalam bekerja juga perlu terus dikedepankan. Salah satu upaya peningkatan budaya kinerja yang telah dilakukan Kementerian Keuangan saat ini adalah melalui penyempurnaan sistem yang mampu mengedepankan penilaian kinerja individu yang lebih baik dan fair, serta mendorong peningkatan kualitas kontrak kinerja.

Dari sisi peningkatan kinerja, salah satu prestasi yang patut kita banggakan belum lama ini adalah peningkatan kualitas laporan keuangan baik LKPP, LK BA BUN, maupun LK BA 15, yang seluruhnya telah mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Selain itu, peringkat “investment grade” yang diberikan oleh lembaga rating Internasional kepada republik tercinta juga merupakan prestasi yang patut kita syukuri. Semua ini tentunya diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi iklim investasi di negeri kita, dan dapat memberikan kontribusi yang maksimal dalam upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.

Salah satu upaya peningkatan budaya yang saat ini yang sedang digalakkan di Kementerian Keuangan adalah gerakan efisiensi. Instruksi Menteri Keuangan Nomor 346/IMK.01/2017 diharapkan mampu mendorong perubahan mindset, pola kerja dan spirit dalam pelaksanaan tugas. Konsep work-life-balance juga perlu dioptimalkan melalui pemanfaatan jam kerja secara efektif baik penyelesaian pelaksanaan tugas maupun pengelolaan rapat yang lebih efektif.

Efisiensi dalam pelaksanaan anggaran juga harus diutamakan terutama terkait dengan belanja barang. Perjalanan dinas yang diprioritaskan pada kegiatan lebih produktif diharapkan dapat mendorong peningkatan kinerja. Pembatasan pelaksanaan “Rapat Dalam Kantor” (RDK) juga akan mendorong efisiensi dan mendukung konsep work-life-balance. Demikian halnya dengan pembatasan pemberian honorarium tim terkait dengan pelaksanaan tugas dan fungsi, yang dapat mendorong penghematan anggaran. Program efisiensi ini juga sekaligus mendukung pelaksanaan Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 4 Tahun 2017.

Yang paling penting, komitmen bersama dari seluruh level agar gerakan efisiensi dapat berjalan optimal namun tidak mengurangi capaian dan kualitas kinerja Kementerian Keuangan. Ke depan, kualitas pelaksanaan anggaran Kementerian Keuangan diharapkan dapat menjadi role model bagi institusi lain. Saat ini, kita sudah berada di pertengahan tahun 2017. Sisa waktu yang ada harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk mendongkrak pencapaian kinerja yang masih belum optimal. Semoga rencana yang telah ditetapkan dapat membuahkan hasil yang memuaskan.

PADA bulan Juni lalu, saya mencoba melakukan survei sederhana melalui akun media sosial untuk mengetahui pandangan rekan-rekan saya mengenai Pegawai Negeri Sipil/Aparatur Sipil Negara (PNS/ASN). Berbagai respon dari rekan mewarnai survei, baik respon positif maupun yang bernada negatif. Beberapa pernyataan negatif yang muncul diantaranya PNS sering memposisikan diri sebagai penguasa, lambat, beban kerja sedikit, dan lain-lain. Padahal disisi lain ternyata posisi sebagai PNS/ASN menjadi primadona, banyak dari mereka beranggapan bahwa PNS/ASN itu hidupnya sejahtera, mapan, dengan gaji (pendapatan) yang menggiurkan, dan jaminan kehidupan yang layak (pensiun).

Melihat fenomena ini, saya melihat, masyarakat pada umumnya perlu mengetahui lebih lanjut bagaimana upaya pemerintah untuk terus berusaha menjadi lebih baik.

Upaya Pemerintah

Banyaknya upaya perubahan yang dilakukan pemerintah dalam rangka memperbaiki citra PNS/ASN ternyata belum membuahkan hasil maksimal. Upaya perubahan telah dimulai pada era Refomasi, ditandai dengan diterbitkannya TAP MPR No.XI/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang kemudian diperkuat dengan UU No.28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.

Pada periode tahun 2002-2006 khususnya di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), telah digulirkan program Reformasi Birokrasi (RB), yang ditandai dengan dilakukannya berbagai pembaharuan. Selanjutnya pada tahun 2007 Kemenkeu kembali melanjutkan RB secara masif melalui tiga pilar (Organisasi, Proses Bisnis, dan SDM).

Dalam rangka mengakselerasi upaya perubahan yang telah diinisasi pada level nasional, Presiden RI menetapkan Perpres No.81/2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, yang pada prinsipnya bertujuan untuk: mengurangi dan pada akhirnya menghilangkan setiap penyalahgunaan kewenangan publik, menjadikan negara yang memiliki most-

improved bureaucracy, meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat, meningkatkan mutu perumusan dan pelaksanaan kebijakan/program instansi, meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan tugas, serta menjadikan birokrasi Indonesia antisipatif, proaktif, dan efektif. Tidak berhenti disitu, dalam berbagai kesempatan Presiden Joko Widodo, menyampaikan perlunya perubahan baik dari sisi mindset, efisiensi birokrasi, serta budaya kerja.

1. Mengubah mindset cara

berfikir dan cara pandang.

Era birokrat priyayi sudah

selesai, birokrat harus

melayani rakyat

2. Efisiensi Birokrasi (organisasi

yang ramping)

3. Kultur dan budaya kerja yang

lebih disiplin, bertanggung

jawab, mengedepankan

kebersamaan dan gotong

royong

(Arahan Presiden pada Rapat

Bersama Kemenpan-RB, 2014)

Baru-baru ini, dalam rangka memperkuat inisiatif strategis Program Transformasi Kelembagaan, Kemenkeu melalui KMK Nomor 974/KMK.01/2017 tentang Implementasi Inisiatif Strategis Program RBTK Kemenkeu, telah menetapkan tambahan inisiatif strategis yang berorientasi pada outcomes dan berdampak nasional. Salah satu Inisiatif Strategis yang menjadi Jiwa Reformasi adalah Penguatan Budaya Organisasi Kemenkeu, dengan target output sebagai berikut: a. Meningkatnya Indeks Efisiensi

Birokrasib. Meningkatnya Nilai Pembangunan

Integritas c. Terwujudnya inspirasi program

budaya Kemenkeu untuk instansi pemerintah lainnya

d. Meningkatnya Indeks Persepsi Kesehatan Organisasi

e. Meningkatnya Indeks Persepsi Publik.

editorial

Redaksi menerima tulisan/artikel untuk dimuat dalam buletin ini. Artikel ditulis dalam huruf Arial

11 spasi 1,5 maksimal 3 halaman. Tulisan artikel dapat dikirim ke email

redaksi. Setiap tulisan yang masuk menjadi milik redaksi. Redaksi berhak

mengubah/mengedit setiap tulisan yang dimuat. Bagi tulisan/artikel

yang dimuat, akan diberikan souvenir menarik.

redaksi

Diterbitkan Oleh:Biro Perencanaan dan Keuangan Sekretariat JenderalKementerian Keuangan

PelindungMenteri Keuangan

PengarahSekretaris JenderalKementerian Keuangan

Penanggung JawabKepala Biro Perencanaandan Keuangan

RedakturHerry Hernawan, Rizwan Pribhakti, Dianita Suliastuti, Suci Putri Ayu, Susmianti, Rachmad Arijanto, Moch. Asep Kurniawan

Penyunting/EditorR. Aji Setiantoko, Agus Dwiatmoko, Hening Indreswari, Azharuddin, Misnilawaty Sidabutar, Abdul Muta’alii, Mei Chrissye Darliyanti, Rizki Pramita Sari

Kontributor TetapManajer Kinerja Organisasi, Manajer Kinerja Pegawai

Desain Grafis & FotograferVenggi Obdi Ovisa, Resha Aditya Pratama,Langgeng Wahyu Pamungkas

Pencetakan dan DistribusiBiro Komunikasi dan Layanan Informasi

Alamat Redaksi:Gedung Djuanda I Lt. 9Jl Dr. Wahidin Raya No. 1Jakarta 10710 Kotak Pos 21Telp. 021 3449230 pst 6252Fax. 021 3852146Website: www.kemenkeu.go.id/emagazineEmail: [email protected]; [email protected]

laporan utama

TEKS: I Made Edi Juliana, Change Management Analyst I, CTO

Efisiensi Untuk Membangun NegeriTEKS: Rachmad Arijanto

Page 3: laporan utama - Kementerian Keuangan RI · mindset, pola kerja dan spirit dalam pelaksanaan tugas. Konsep work-life-balance juga perlu dioptimalkan melalui pemanfaatan jam kerja secara

4 Buletin Kinerja Edisi XXXIII/2017 5Buletin Kinerja Edisi XXXIII/2017

Gerakan Efisiensi

Salah satu target output dari inisiatif Penguatan Budaya Organisasi Kemenkeu adalah meningkatnya Indeks Efisiensi Birokrasi. Untuk mencapai target ini, Menteri Keuangan telah menetapkan Instruksi Menteri Keuangan nomor IMK-346/IMK.01/2017 tentang Gerakan Efisiensi

Sebagai Bagian Implementasi Penguatan Budaya

Kementerian Keuangan.Dikeluarkannya Instruksi ini menandakan

bahwa Kemenkeu tidak berpuas diri dengan pencapaian yang sudah dicapai selama ini, Kemenkeu terus dan senantiasa melakukan

perbaikan sesuai dengan semangat nilai kesempurnaan. Gerakan Efisiensi merupakan upaya konkrit dalam melaksanakan RB sesuai arahan Presiden dan Grand

Design RB 2010-2025. Melalui Gerakan ini, diharapkan Kemenkeu menjadi inspirasi bagi bangsa dalam meningkatkan pengelolaan keuangan negara yang efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Cakupan Gerakan Efiesiensi:

Gerakan Efisiensi mencakup dua hal, yaitu upaya-upaya efisiensi pelaksanaan tugas dan upaya-upaya efisiensi anggaran birokrasi.

Efisiensi Pelaksanaan Tugas

Work-life Balance

Percepatanpelaksanaan tugas

PembahasanKebijakan yang efektif

Pemanfaatan jam kerja secara efektif dan meminimalisir jam lembur, dengan tetap memperhatikan tanggung jawab dan

penyelesaian pelaksanaan tugas

Percepatan penyelesaian pelaksanaan tugas antara lain melalui percepatan proses untuk berkas masuk/keluar pada

level unit eselon I, II, III, dan IV

Pengelolaan rapat pembahasan yang tepat waktu dan terstandardisasi (antara lain kejelasan durasi rapat, tujuan rapat, dan penetapan peserta rapat yang

berkompeten)

Efisiensi Anggaran Birokrasi

“Setiap rupiah yang kita belanjakan

secara tidak efisien akan

menghilangkan kesempatan untuk

membangun Republik”

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati

Executive Gathering Kemenkeu, 10 Januari 2017

Mengapa Efisiensi?

Jika dilihat realisasi Belanja Birokrasi Kemenkeu Tahun Anggaran 2016, kita masih memiliki ruang untuk melakukan efisiensi terutama pada belanja birokrasi. Harapannya anggaran tersebut dapat dialokasikan kepada program nasional lainnya yang lebih mendesak seperti penambahan sarana pendidikan dan sarana trasportasi seperti Kartu Indonesia Pintar, penambahan ruang kelas, dan jembatan gantung.

Jika kita berhemat 10% saja dari total Belanja Birokrasi, maka lebih dari 600 ribu siswa SD mendapatkan dana Kartu Indonesia Pintar. Jika kita berhemat 20%, maka lebih dari 5600 ruang kelas yang bisa direhabilitasi. Jika berhemat 30%, maka 350 Jembatan gantung bisa dibuat.

Dapat dibayangkan betapa besar kontribusi yang bisa kita berikan dengan melakukan sedikit penghematan.

Mari berkontribusi untuk mensukseskan Gerakan Efisensi ini, karena inisiatif yang baik ini hanya bisa jalan jika dilaksanakan oleh seluruh jajaran pegawai Kementerian Keuangan.

Dengan melakukan perubahan sikap, perubahan cara berpikir, diharapkan citra PNS/ASN dimata publik semakin baik.

Perubahan ini merupakan

perubahan budaya dan nilai,

Dia hanya bisa jalan apabila

kita semua: Anda, Saya, Kita,

semua ikut berkontribusi

dengan mengubah sikap,

mengubah cara berpikir.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati

pada video “Gerakan Efisiensi”

Efisiensi Perjadin

Pembatasan frekuensi dan jumlah peserta perjalanan dinas: 1.  Perjalanan Dinas hanya

dilakukan untuk kegiatan yang tidak terhindarkan

2.  Untuk kegiatan-kegiatan monitoring dan evaluasi sedapat mungkin menggunakan sarana teknologi informasi untuk berkomunikasi antar wilayah

Honor Tim & Narasumber yang Rasional

Pembatasan pemberian honorarium tim kerja dan narasumber bagi Pegawai Negeri Sipil/Aparatur Sipil Negara di lingkungan Kementerian Keuangan khususnya tim kerja dan narasumber yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi yang bersangkutan

Pembatasan RDK

Pembatasan frekuensi dan jumlah peserta Rapat Dalam Kantor di Luar Jam Kerja (RDK) dan menginisiasi kemungkinan penghapusan RDK

Pengurangan Snack Rapat

Pembatasan pemberian kudapan (makanan kecil/snacks) dengan alternatif kudapan/buah lokal yang tidak disajikan per individu (self service)

Pembatasan Makan Siang

Pembatasan pemberian makan siang dalam acara rapat yang hanya melibatkan Pegawai Negeri Sipil/Aparatur Sipil Negara, mengingat kepada yang bersangkutan telah diberikan uang makan

Go Green

Penggunaan Air, Listrik, Alat Tulis Kantor (ATK), dan internet yang efisien

Efisiensi Pengadaan Barang/Jasa

Baik dalam hal teknis pelaksanaan tahapan proses pengadaan (efisiensi waktu pengadaan, optimalisasi pengadaan secara elektronik, dan sebagainya) maupun efisiensi atas realisasi penggunaan anggaran

laporan utama laporan utama

FOTO: Dok. Biro KLI

Page 4: laporan utama - Kementerian Keuangan RI · mindset, pola kerja dan spirit dalam pelaksanaan tugas. Konsep work-life-balance juga perlu dioptimalkan melalui pemanfaatan jam kerja secara

6 Buletin Kinerja Edisi XXXIII/2017 7Buletin Kinerja Edisi XXXIII/2017

laporan khusus

TEKS: Joko Supriyanto, Kepala Seksi Dukungan Pengembangan Standar Akuntansi Pemerintahan, Direktorat APK, DJPB

Pertama Kalinya, LKPP Raih Opini WTP

PENYUSUNAN Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) merupakan bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 36 ayat (1) dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 70 ayat (2) mengamanatkan pemerintah untuk menerapkan akuntansi berbasis akrual dalam menyusun dan menyajikan laporan pendapatan dan belanja selambat-lambatnya pada Tahun Anggaran 2008. Sejak terbitnya paket UU di bidang keuangan negara tersebut, pemerintah menyiapkan langkah-langkah untuk menerapkan akuntansi pemerintahan berbasis akrual di Indonesia.

Pada tahun 2005, pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang mengatur pengakuan pendapatan dan belanja menggunakan basis kas, sedangkan pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas menggunakan basis akrual. SAP tersebut digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) dan LKPP sebagai bentuk pertanggungjawaban APBN sejak tahun 2005. Basis yang secara umum digunakan dalam praktik akuntansi pemerintahan saat itu hingga akhir tahun 2014 adalah basis Kas Menuju Akrual (Cash Towards

Accrual/CTA), meskipun tidak menghalangi entitas pemerintah untuk mulai mempersiapkan maupun mulai menerapkan basis Akrual.

Sebagaimana diketahui bahwa Tahun 2014 merupakan tahun terakhir penerapan akuntansi pemerintahan menggunakan basis kas menuju akrual. Pada saat itu, pemerintah bekerja keras untuk memastikan bahwa penerapan basis CTA pada tahun terakhir tersebut mendapatkan opini terbaik (Wajar Tanpa Pengecualian/WTP), namun ternyata Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tetap memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas LKPP.

laporan khusus

Akuntansi Pemerintahan berbasis Akrual

Pemerintah menerbitkan PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang SAP sebagai pengganti PP Nomor 24 Tahun 2005. PP Nomor 71 Tahun 2010 tersebut memberlakukan SAP berbasis akrual baik untuk pendapatan, belanja, pembiayaan, pendapatan (LO), beban, aset, kewajiban, dan ekuitas paling lambat Tahun 2015. Oleh karena itu, sejalan dengan amanat reformasi keuangan negara dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004, serta sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, mulai tahun 2015 penyusunan LKKL diwajibkan untuk menggunakan SAP berbasis akrual. Hal ini mengacu kepada praktik akuntansi pemerintahan di berbagai negara yang sudah mengarah kepada akuntansi berbasis akrual. Pemerintah sesuai dengan PP 71 Tahun 2010 harus menyiapkan penerapan basis akrual agar dapat terlaksana pada tahun 2015.

Penggunaan basis akrual merupakan salah satu ciri dari praktik manajemen keuangan modern (sektor publik) yang bertujuan untuk memberikan informasi yang lebih transparan mengenai biaya pemerintah dan meningkatkan kualitas pengambilan keputusan di dalam pemerintah dengan menggunakan informasi yang lebih luas. Salah satu hasil studi yang dilakukan oleh IFAC Public Sector Committee (2002) menyatakan bahwa penggunaan akuntansi berbasis akrual bermanfaat dalam mengevaluasi kinerja pemerintah terkait biaya jasa layanan, efisiensi, dan pencapaian tujuan. Hal ini dikarenakan basis akrual mengakui, mencatat, dan menyajikan Laporan Keuangan atas transaksi ekonomi dan peristiwa lainnya pada saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa memperhatikan waktu kas atau setara kas diterima atau dibayarkan.

Perkembangan Opini Badan Pemeriksa Keuangan

Opini BPK merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam Laporan Keuangan. Opini ditetapkan berdasarkan 4 kriteria, yakni (1) kesesuaian

dengan standar akuntansi pemerintahan, (2) kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), (3) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan (4) efektivitas sistem pengendalian intern. Terdapat empat jenis opini yang diberikan oleh BPK, yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Wajar (TW), dan Tidak Menyatakan Pendapat (TMP).

Walaupun BPK menyatakan opini atas LKPP tahun 2009 adalah WDP, dengan rincian 42 Kementerian Negara/Lembaga (K/L) beropini WTP, 24 K/L meraih opini WDP dan 7 K/L memperoleh opini TMP, namun hal ini merupakan peningkatan opini atas LKPP dari lima tahun sebelumnya (2004 – 2008), yang selalu memperoleh opini TMP atau disclaimer. Opini WDP atas LKPP tersebut bertahan hingga tahun 2014. Namun demikian, secara bertahap terdapat peningkatan kualitas opini atas LKKL yang memperoleh WTP dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2014.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas LKPP sebagaimana telah diakui oleh BPK yaitu perbaikan pada mekanisme rekonsiliasi penerimaan perpajakan antara SAI dan SAU, mekanisme penetapan dan penagihan PBB Migas, sistem penganggaran sesuai dengan jenis belanja dan kegiatan, pengelolaan piutang pajak, pengelolaan aset tetap (inventarisasi, penilaian dan penyusutan), pencatatan hibah langsung, dan kebijakan perhitungan selisih kurs.

Namun demikian, terdapat beberapa permasalahan yang menyebabkan belum diberikannya opini WTP oleh BPK, antara lain: terdapat suspen belanja negara, ketidakpatuhan dalam pengadaan barang dan jasa, permasalahan pengelolaan bansos, permasalahan pencatatan dan pelaporan persediaan, dan permasalahan pengelolaan aset pada beberapa K/L.

Najmudin
Highlight
Najmudin
Highlight
Page 5: laporan utama - Kementerian Keuangan RI · mindset, pola kerja dan spirit dalam pelaksanaan tugas. Konsep work-life-balance juga perlu dioptimalkan melalui pemanfaatan jam kerja secara

8 Buletin Kinerja Edisi XXXIII/2017 9Buletin Kinerja Edisi XXXIII/2017

laporan khususlaporan khusus

Upaya Peningkatan Kualitas Laporan Keuangan

Sebagai tindak lanjut atas hasil pemeriksaan BPK dan sebagai upaya untuk menghasilkan Laporan Keuangan berbasis akrual yang berkualitas, Pemerintah Pusat melakukan beberapa langkah strategis terkait bidang akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah. Pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas LKPP dan pengelolaan keuangan negara, dengan melakukan perbaikan, antara lain:

1. Penyusunan regulasi terkait Akuntansi dan Pelaporan Keuangan berbasis akrual.

Sejak tahun 2013 Kementerian Keuangan telah menyiapkan regulasi untuk implementasi akuntansi dan pelaporan keuangan berbasis akrual. Regulasi yang ditetapkan dalam PMK antara lain mengatur tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, Bagan Akun Standar, Jurnal Standar Akuntansi Pemerintah Pusat, Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat dan tentang Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual pada Pemerintah Pusat.

2. Pembentukan taskforce peningkatkan kualitas LKBUN dan LKKL yang masih mendapat opini audit WDP atau TMP.

Kementerian Keuangan membentuk Tim taskforce untuk menyelesaikan permasalahan penyebab kualifikasi LKKL, LKBUN maupun LKPP dan ditindaklanjuti oleh masing-masing unit penanggungjawab.

3. Implementasi SPAN

SPAN adalah sistem terintegrasi seluruh proses yang terkait dengan pengelolaan APBN yang meliputi modul penganggaran, modul komitmen, modul pembayaran, modul penerimaan, modul kas, dan modul akuntansi dan pelaporan. SPAN bertujuan untuk meningkatkan efektifitas, efisiensi, akuntabilitas, dan transparansi di dalam pengelolaan keuangan negara.

4. Pengembangan Aplikasi SAIBA

Aplikasi SAIBA memiliki peran penting dalam penerapan akuntansi berbasis akrual pertama kali. Tahun 2014 merupakan tahap ujicoba aplikasi SAIBA, yang secara resmi digunakan mulai tahun 2015. Uji coba dilakukan pada satuan kerja Kanwil DJPB dan KPPN yang berada di lingkup masing-masing Kanwil.

5. Implementasi Single Database dalam penyusunan LKKL melalui Aplikasi eRekon&LK.

Aplikasi eRekon&LK mulai pertengahan tahun 2016, yang digunakan melakukan rekonsiliasi antara Satker dengan KPPN atas transaksi pagu anggaran, Realisasi Pendapatan dan Belanja. Selain itu, eRekon&LK juga merupakan media kompilasi data tingkat wilayah, eselon I dan K/L. Dengan demikian, proses rekonsiliasi hanya dilakukan satu kali

dan sekaligus menggabungkan Laporan Keuangan. Dengan penerapan eRekon&LK, ini penyelesaian LKKL maupun LKPP dapat dilakukan lebih cepat karena tidak memerlukan kompilasi ulang atas data yang telah diupload oleh satuan kerja.

6. Upaya minimalisasi terjadinya suspen

Suspen atas transaksi pendapatan maupun belanja merupakan perbedaan pencatatan antara data Kementerian Keuangan dengan data K/L. Jika terdapat perbedaan harus dapat segera ditelusuri dan dilakukan perbaikan dimana terdapat kesalahan pencatatan. Dengan aplikasi eRekon&LK setiap KPPN dan Satker dapat memantau dan mengetahui data suspen masing-masing, sehingga dapat segera ditindaklanjuti.

7. Penyelenggaraan program pelatihan akuntansi dan pelaporan keuangan berbasis akrual bagi pejabat/pegawai di K/L.

Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) Kementerian Keuangan melalui program PPAKP, sejak 2014 menyelenggarakan diklat Akuntansi dan Aplikasi berbasis Akrual dengan penekanan pada Aplikasi SAIBA dan telaah atas Laporan Keuangan. Peserta yang dilatih adalah penyusun Laporan Keuangan pada K/L, pereviu Laporan Keuangan K/L, dan petugas rekonsiliasi pada KPPN dan Kanwil DJPB.

8. Pendampingan Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga

Tahun pertama penerapan SAP berbasis akrual di lingkungan Pemerintah Pusat dapat berjalan dengan baik mulai dari penetapan regulasi, penggunaan sistem aplikasi, hingga dari sisi sumber daya manusia yang salah satunya melalui pendampingan pada saat penyusunan laporan keuangan.

9. Pembinaan Teknis Implementasi Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada seluruh instansi Pemerintah Pusat secara intensif.

Sebagai Pusatnya Akuntansi Pemerintahan, Kementerian Keuangan telah membentuk Tim Pembinaan Sistem Akuntansi berbasis Akrual, yang bertugas untuk melakukan pembinaan SAIBA dan Penyusunan LKKL pada tingkat K/L dan eselon I.

10. Penyelenggaraan Klinik Akuntansi.

Klinik akuntansi ini didedikasikan kepada Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah untuk belajar dan berkonsultasi terkait implementasi akuntansi berbasis akrual dengan fasilitas yang memadai.

11. Rekonsiliasi Tiga Tihak (Tripartit)

Rekonsiliasi tiga pihak ini bertujuan untuk memperoleh kesepakatan angka-angka yang akan disajikan dalam Laporan Keuangan pada K/L dan LK BUN, yang melibatkan BPK, Kementerian Keuangan, dan K/L atas hal hal yang belum disepakati, dibahas bersama sesuai prinsip-prinsip akuntansi yang berterima umum.

LKPP Tahun 2016 Meraih Opini WTP

Atas dasar kesimpulan audit oleh BPK bahwa LKPP tahun 2016 yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Operasional (LO), Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), Laporan Arus Kas (LAK), dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LPSAL) telah disajikan secara wajar dan telah diungkapkan secara memadai dalam Catatan Atas Laporan Keuangan, akhirnya untuk pertama kalinya, BPK memberikan Opini WTP atas LKPP dan LK BUN Tahun 2016. Opini WTP tersebut didasarkan pada hasil pemeriksaan atas 87 LKKL dan LK BUN. Sebanyak 74 LKKL atau 84% memperoleh opini WTP. BPK juga memberikan opini WDP pada 8 LKKL (9%) dan 6 LKKL (7%) opini disclaimer.

Opini WTP menunjukkan kualitas tertinggi atas Laporan Keuangan, namun opini tersebut bukanlah tujuan akhir dari penyajian LKPP. Tujuan penyusunan Laporan Keuangan adalah menyediakan informasi yang dapat bermanfaat dalam pengambilan keputusan manajemen. Dengan informasi yang berkualitas (relevan, andal, dapat dipahami dan dapat dibandingkan) nilai manfaat atas Laporan Keuangan pun semakin baik. Masih banyak perbaikan yang harus dilakukan sesuai dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas LKKL, LKBUN dan LKPP tahun 2016 untuk memperkuat sistem pengendalian internal, kepatuhan atas ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maupun perbaikan internal yang akan dilakukan Kementerian Keuangan agar Opini WTP dapat terus dipertahankan. (mjk).

Page 6: laporan utama - Kementerian Keuangan RI · mindset, pola kerja dan spirit dalam pelaksanaan tugas. Konsep work-life-balance juga perlu dioptimalkan melalui pemanfaatan jam kerja secara

10 Buletin Kinerja Edisi XXXIII/2017 11Buletin Kinerja Edisi XXXIII/2017

Chief Change Management Officer II, CTO:

Bekerja untuk Kebanggaan Keluarga

profil

TEKS: Hening Indreswari, Suci Putri Ayu

RAMAH dan penuh semangat. Begitulah kesan yang didapat tim Buletin Kinerja saat berbincang dengan Chief Change Management Officer II, CTO. Ditemui di sela-sela kesibukannya, Wempi Saputra berbagi segudang pengalaman selama berkarir di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Kewajiban Moral untuk Menyelesaikan Studi

Sebaik-baiknya

Sebagai satu-satunya anak laki-laki dalam keluarga, pria keturunan Palembang-Bengkulu ini mendapat porsi kesempatan paling besar untuk menikmati pendidikan dari kedua orang tuanya. Kesempatan ini sekaligus menjadi tanggung jawab yang harus diemban untuk menjadi bekal di masa depan. Hal ini kemudian menjadi pemicu semangat belajar hingga dapat meraih gelar valedictorian (gelar yang diberikan kepada lulusan terbaik pada suatu institusi pendidikan) dalam setiap jenjang pendidikan yang ditempuhnya.

Pria yang akrab disapa Wempi ini menghabiskan masa kecil hingga sekolah menengah atas di kota kelahirannya, Palembang, sebelum akhirnya menyelesaikan masa studi Diploma III Kepabeanan dan Cukai di Jakarta dan menempuh karir di Kemenkeu. Mengawali karir di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada tahun 1994, pria yang selalu terlihat bugar ini melanjutkan pendidikan Strata I di Universitas Indonesia melalui beasiswa Exxon-Mobil. Kemudian, ia berhasil mendapatkan beasiswa dari Japan-World

Customs Organization dan menyelesaikan pendidikan S2 pada National Graduate Institute for Policy Studies (GRIPS), Jepang pada tahun 2003. Tak berhenti sampai di sana, tingginya semangat dalam belajar, berhasil mengantarkan ayah dua anak ini meraih gelar Doctor

of Economics di Nagoya University, Jepang pada tahun 2012 melalui beasiswa Monbukagakusho. Kesempatan yang langka, dimana dari sekian banyak pendaftar, hanya 70 mahasiswa Indonesia yang diterima untuk strata D2 hingga S3, hanya dua orang yang berasal dari Kemenkeu, ungkapnya. Studi doktoral yang full

berbahasa Jepang tidak menjadi hambatan dalam menyelesaikan disertasinya tentang Fiscal Federalism and

Unitary System. Walaupun berangkat dari level praktisi, menurutnya sebagai seorang birokrat di Kemenkeu, diperlukan kerangka pikir fiscal, administrative dan political view yang komprehensif khususnya jika sudah masuk dalam level perumusan kebijakan fiskal nasional, sehingga bukan hanya tataran kebijakan fiskal yang dilihat, tetapi bagaimana konstelasi kebijakan di sektor lain yang mempengaruhi.

Multiple Roles dalam Mengawal Program Reform

Kemenkeu

Pendidikan yang cukup matang dan keragaman disiplin ilmu yang dikuasai, dijadikan bekal dalam mengemban amanah selama bekerja di Kemenkeu. Setelah lebih dari 17 tahun berkarir di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, tahun 2012 menjadi awal karirnya di Sekretariat Jenderal sebagai Kepala Bidang Program dan Kegiatan I, Pushaka. Dua tahun berselang, ia mendapat kepercayaan menjadi Chief Change

Management Officer II pada Central Transformation Office (CTO), dengan portfolio Penganggaran, Perbendaharaan, Kekayaan Negara dan Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. Selain itu, setahun terakhir ia juga melaksanakan tugas Chief Change Management Office I, dengan portfolio Perpajakan, Kepabeanan dan Cukai dan Sentral.

Menjalani peran utama sebagai Chief Change

Management Officer, ia bertugas mengawal implementasi inisiatif Transformasi Kelembagaan Kemenkeu yang telah ditetapkan, berupaya melibatkan pemangku kepentingan dan mengomunikasikan perubahan, sehingga semangat serta momentum kepemilikan inisiatif menjadi lebih optimal. Tahun 2014, Kemenkeu telah merumuskan 87 inisiatif strategis Program Transformasi Kelembagaan yang difokuskan dalam 5 tema: penganggaran, perbendaharaan, perpajakan, kepabeanan dan cukai, dan sentral. Tantangan terbesar dari implementasi inisiatif ini adalah upaya untuk meningkatkan kualitas hasil (outcomes) dari masing-masing inisiatif sehingga dapat berdampak nyata kepada pengguna jasa, masyarakat dan menjadi terobosan nasional. Disisi lain, masih perlu ditingkatkannya ownership dalam mengelola 87 inisiatif strategis yang

FOTO: Bayu Prasetyo

profil

Keberhasilan Seseorang

merupakan Kontribusi dari

Orang-orang di Sekitarnya

~ Wempi Saputra

tersebar pada seluruh unit eselon I sehingga jiwa dan semangat transformasi menjadi bagian integral dalam pelaksanaan tugas sehari-hari. Sebagai institusi publik, Kemenkeu telah dinilai cukup leading dalam pelaksanaan program reformasi birokrasi pada level nasional. Hal ini terlihat dari beberapa indikator, diantaranya dalam hal perubahan struktural dalam kebijakan pengelolaan keuangan negara dalam kurun waktu tahun 2002-2004, seperti penetapan paket UU terkait keuangan negara, perbendaharaan negara dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara, modernisasi Kantor Pajak, Bea dan Cukai, serta Perbendaharaan. Sistem pengelolaan kinerja Kemenkeu juga dijadikan benchmark di Indonesia. Hal ini tidak lepas dari konsistensi Kemenkeu dalam implementasinya. Selain itu, dari sisi budaya, Kemenkeu juga lebih unggul dibandingkan institusi

lainnya. Lebih lanjut, pria penikmat film “Habibie dan Ainun” ini menuturkan dalam konteks Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (RBTK), perlu adanya semangat yang konsisten dalam peningkatan kualitas inisiatif yang telah disusun dari output bases menjadi outcome based. Hal ini sejalan dengan arahan Menteri Keuangan yang diwujudkan dalam 20 inisiatif strategis yang lebih bersifat outcome based. Kedua inisiatif strategis ini baik 87 inisiatif strategis maupun 20 inisiatif strategis harus saling mendukung satu sama lain. Meskipun masih bersifat output based, implementasi 87 inisiatif strategis ini tetap dimonitor karena menjadi benchmark bagi Kementerian/Lembaga lain. Selain itu, output dari 87 inisiatif strategis ini merupakan bagian dari penilaian Kementerian PAN-RB dalam rangka evaluasi program reformasi birokrasi dan implementasi SAKIP di lingkungan Kemenkeu.

Page 7: laporan utama - Kementerian Keuangan RI · mindset, pola kerja dan spirit dalam pelaksanaan tugas. Konsep work-life-balance juga perlu dioptimalkan melalui pemanfaatan jam kerja secara

12 Buletin Kinerja Edisi XXXIII/2017 13Buletin Kinerja Edisi XXXIII/2017

Peran kedua yang diembannya adalah sebagai Ketua Sekretariat Bersama Joint Team Reformasi Perpajakan dan Penguatan Reformasi Kepabeanan dan Cukai. Program reformasi pajak dan bea cukai memiliki inisiatif khusus, terdapat 21 inisiatif pada reformasi pajak dan 19 inisiatif pada reformasi bea dan cukai, yang sebagiannya terkait dengan 87 dan 20 inisiatif strategis diatas. Ruh yang ingin dicapai adalah tercapainya target pajak dan bea cukai tahun 2017 sebesar 1.307,64 T, inilah yang dimaksud dengan outcome based dalam reformasi pajak dan bea cukai (optimalisasi penerimaan), disamping capaian dalam bentuk penyempurnaan organisasi dan proses bisnis, modernisasi sistem IT dan manajemen SDM tetap diupayakan.

profil

FOTO: Bayu Prasetyo

profil

Bagian terpenting dari pengelolaan implementasi program reform Kemenkeu (program RBTK serta program Reformasi Pajak dan Bea Cukai) adalah sinkronisasi antar masing-masing inisiatif sehingga tidak terjadi reform fatigueness, tercapainya outcome based yang telah ditetapkan, serta menjadi terobosan nasional yang akan meningkatkan branding Kemenkeu. Misalnya, memperbaiki sistem penanganan gaji dalam SPAN, dimana hal ini dapat meningkatkan akuntabilitas dan efisiensi pengelolaan salah satu belanja birokrasi.

Selain kedua peran di atas, pria penggemar karya Agatha Christie ini ditunjuk sebagai PPK penyiapan Annual Meetings IMF-World Bank (AM 2018) dan sebagai anggota Organizing Committee untuk Annual Meetings 2017 dan Spring Meetings 2018. Pada penyelenggaraan kegiatan AM 2018 ini, Kemenkeu

bekerja sama dengan Bank Indonesia dan Kemenko Kemaritiman sebagai bagian dari Panitia Nasional. Untuk mengoptimalkan branding Indonesia menuju event tersebut, Indonesia menetapkan program Voyage to Indonesia (VTI) yang memiliki platform

Indonesia yang Reform, Resilience and Progressive.

Pria kelahiran Palembang 43 tahun silam ini mengungkapkan bahwa masing-masing peran yang diampunya saat ini memiliki kesan tersendiri. Kesempatan untuk memberikan kontribusi pemikiran dan berdialog langsung dengan pimpinan, sehingga dapat mengetahui bagaimana policy making di Kemenkeu yang kemudian berdampak nasional, merupakan hal yang sangat berkesan selama berkecimpung dalam RBTK. Adapun hal yang beliau syukuri dalam penugasannya pada Sekretariat Bersama Joint Team Reformasi Pajak dan Bea Cukai adalah transfer

knowledge langsung dari para pimpinan. Begitu pula halnya terkait penunjukkannya sebagai PPK dan organizing committee kegiatan annual meetings IMF-World Bank, pengalaman berkesan yang didapat adalah dapat mempelajari secara detail manual requirement dan framework penyelenggaraan pertemuan finansial dan moneter terbesar di dunia, yang keberhasilan penyelengaraannya pada akhirnya akan mengharumkan nama negara di dunia internasional.

Disinggung mengenai gerakan efisiensi birokrasi, tidak lepas dari program budaya organisasi Kemenkeu yang merupakan core dalam reformasi birokrasi. Efisiensi birokrasi merupakan bagian dari penguatan budaya organisasi Kemenkeu yang termasuk dalam 20 inisiatif strategis RBTK. Hasil yang diharapkan adalah meningkatnya Indeks Efisiensi Birokrasi. Untuk mencapai target ini, Menteri Keuangan telah menetapkan Instruksi Menteri Keuangan nomor IMK-346/IMK.01/2017 tentang Gerakan Efisiensi Sebagai Bagian Implementasi Penguatan Budaya Kemenkeu. Dengan adanya gerakan efisiensi birokrasi, perilaku inefisiensi yang masih terjadi dapat dihilangkan.

Selain itu, hal ini dapat menjadi branding nasional Kemenkeu sehingga dapat dijadikan role model bagi instansi lain. Kemenkeu sudah melakukan gerakan efisiensi belanja yang bersifat konsumtif menjadi lebih produktif. Sehingga akhirnya hal ini dapat menjadi perilaku (ethics) kita sehari-hari, nantinya pada saat kita menyusun anggaran, set of systems dan set of culture kita sudah menyatu.

Dengan berbagai peran yang dijalaninya, kecakapan dalam mengatur waktu menjadi sangat penting dalam pelaksanaan tugas di kantor. Berangkat pukul 04.15 pagi, dan sampai di kantor pukul 05.30 merupakan kebiasaan yang konsisten ia lakukan agar dapat optimal malaksanakan tugas. Untuk mengoptimalkan pelaksanaan tugas, ia membagi waktu sehari menjadi tiga bagian. Pagi hari ia manfaatkan sebagai sarana diskusi serta menyelesaikan pekerjaan yang bersifat pending. Siang hari digunakan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan current. Sedangkan sore hari digunakan untuk menyiapkan hal-hal yang akan dilakukan keesokan harinya. Tak jarang ia pulang cukup larut untuk menyelesaikan beberapa tugas kantor yang tertunda.

Bekerja untuk Kebanggaan Keluarga

Sibuk dengan segudang pekerjaan, protes tak jarang datang dari keluarga tercinta. Namun, tambahnya, quality of time adalah tentang pengertian dari keluarga. “Pencapaian dalam hidup ini adalah bagaimana membuat keluarga bangga dengan apa yang telah dilakukan” lanjutnya, meskipun butuh pengorbanan terutama waktu. Salah satu prinsip yang ia pegang adalah “keberhasilan kita selama ini bisa jadi karena dikabulkannya doa-doa dari keluarga kita”. Oleh karenanya, waktu akhir pekan ia manfaatkan sepenuhnya untuk keluarga. Berkunjung ke sanak famili termasuk menjenguk putra pertamanya, yang sedari dini sudah diajarkan mandiri dan dikenalkan dengan ilmu agama dengan bersekolah di pondok pesantren, adalah hal yang kerap dilakukan pada akhir pekan.Untuk mengimbangi kesibukannya dalam bekerja, ia menikmati traveling. Traveling baginya bukan sekedar bertualang, tetapi lebih pada kontemplasi. “Melalui kontemplasi, kita dapat menikmati sesuatu serta merenungkan konsep kehidupan, sehingga kita dapat memahami bahwa pada saat kita sendiri kita bukanlah siapa-siapa” ungkapnya. Hal ini sejalan dengan pemahaman bahwa keberhasilan yang diraih saat ini tidak lepas dari kontribusi yang didapat dari orang-orang di sekitar. Sekedar menonton film di waktu luang, yang menurutnya merupakan salah satu kegiatan relaksasi namun sarat dengan pesan yang dapat diambil, tak jarang pula dilakukannya bersama keluarga.

“in a matter of style we flow with the

current, in a matter of principle we

stand like a rock”

~ Wempi Saputra

Hobi lain yang ia tekuni adalah membaca, selain menggemari dua jenis bacaan yang bertolak belakang seperti karya Agatha Christie dan Wiro Sableng, seiring bertambahnya kedewasaan, ia mulai menikmati bacaan-bacaan berbobot, karya-karya seperti Negara Gagal, Bagaimana Amerika Mengatur Dunia, dan Bagaimana Konstelasi Kebijakan Fiskal. Hal ini membantunya dalam bekerja dengan strategic thinking, karena meskipun memiliki pendidikan yang tinggi namun jika seorang individu tidak memiliki kemampuan strategic thinking,

maka pekerjaan yang dilakukannya hanyalah akan bersifat rutin semata. Kemampuan yang tidak diajarkan di sekolah ini, juga dapat diperoleh dengan mengamati bagaimana pimpinan kita berdiskusi dengan bawahan dalam menyelesaikan suatu masalah yang awalnya tidak dikuasai namun pada akhirnya dapat menguasai dan memberikan clear direction bagaimana menyelesaikan masalah tersebut.

Motto, Prinsip dan Tips dalam Bekerja

Di akhir wawancara, pria yang aktif berorganisasi semasa kuliah ini menuturkan bahwa mottonya dalam bekerja terinspirasi dari seniornya, adalah “we are talking about progression, not about

perfection”. Tidak perlu menunggu kesempurnaan untuk mengerjakan sesuatu, intervensi dari pimpinan pasti akan kita dapatkan untuk improvement. Selain itu, dalam bekerja ia memiliki beberapa prinsip utama, yaitu “serve only one master”, yang kita layani adalah pimpinan institusi bukan pribadi maupun personalnya, jangan ada agenda lain dibalik itu, tugas kita adalah menyampaikan data dan fakta selengkap-lengkapnya, masalah keputusan yang diambil kita serahkan kepada pimpinan kita. Prinsip lainnya adalah “in a matter of style we flow with

the current, in a matter of principle we stand like a rock”.

Jangan habiskan waktu untuk berdebat atas masalah kecil seperti preferensi warna atau gaya, namun jika sudah menyangkut prinsip atau konten kita harus benar-benar menyampaikan data dan fakta yang kita miliki dan informasi selengkap mungkin,.

Ia berpesan agar kita bekerja professional sebaik mungkin, dan pastikan bahwa kita selalu netral, tidak memilih sudut pada saat pimpinan berseberangan pendapat. Begitu pula ketika bekerja dalam tim. Agar dapat berjalan dengan baik, masing-masing pihak harus memiliki peran yang jelas. “everybody need a

space”, ujarnya. Atasan membutuhkan “space” untuk memberikan arahan (hal yang tidak kita miliki namun dimiliki atasan adalah wisdom dan helicopter view), peers membutuhkan “space” dalam hal memberikan ide atau saran, dan bawahan membutuhkan “space” untuk didengarkan ide atau bahkan keluhannya. Ketiga hal itulah yang dapat menciptakan kepercayaan tim dalam bekerja.

Page 8: laporan utama - Kementerian Keuangan RI · mindset, pola kerja dan spirit dalam pelaksanaan tugas. Konsep work-life-balance juga perlu dioptimalkan melalui pemanfaatan jam kerja secara

14 Buletin Kinerja Edisi XXXIII/2017 15Buletin Kinerja Edisi XXXIII/2017

Daftar Pemenang Kuis Buletin

Kinerja Edisi XXXII

1. Wardah Adina, Biro Umum;

2. Fatmawati, KPPN Tarakan;

3. Sam Junaib, KPPN Manokwari;

4. Robi Gunawan, KPP PMA Satu;

5. Achmad Fauzi, KPKNL Mataram.

Hitunglah jumlah bujur sangkar di bawah ini, kirimkan jawaban beserta identitas (nama, jabatan, unit kerja, alamat) Anda ke [email protected] dengan subject/perihal email “Jawaban Quiz Buletin Kinerja XXXIII” atau dikirim ke

Bagian Pengelolaan Kinerja dan Risiko, Biro Perencanaan dan Keuangan, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan d/a:

Gedung Djuanda I Lantai 9, Jl. Dr. Wahidin Raya No. 1 Jakarta 10710. Jawaban dapat kami terima paling lambat pada tanggal 5 Oktober 2017.

Jawaban Kuis Buletin Kinerja

Edisi XXXII

1. Bebek dikunci stang;

2. Karena ada huruf “B”nya, coba kalau nggak ada,

berani makan?;

3. Ada 8, karena yang 2 sedang main di kali.

klinik kinerjaselingan

Kuis

TEKS: Mei Chrisye Darliyanti, Rachmad Arijanto

Indikator Risiko Utama

INDIKATOR RISIKO UTAMA (IRU) adalah suatu ukuran yang dapat memberikan informasi sebagai sinyal awal tentang adanya peningkatan besaran risiko pada setiap risiko utama (risiko yang berada di luar area penerimaan risiko dan perlu ditangani yaitu besaran risiko 12-25).

IRU ditetapkan pada tahapan evaluasi risiko setelah ditentukannya risiko utama dan penetapan prioritas risiko. IRU dapat ditetapkan dari penyebab antara atau akar masalah (chain

of events) yang menyebabkan terjadinya risiko. Pemilihan IRU mempertimbangkan hal sebagai berikut:

(a) Indikator dapat memberikan informasi yang signifikan terhadap kejadian Risiko secara dini.

(b) Indikator dapat diukur dan tersedia data/informasi yang relevan.

(c) Manfaat informasi yang diperoleh lebih tinggi dari biaya pengukurannya.

Setiap IRU mempunyai batasan nilai sesuai karakteristiknya. Batasan ini digunakan untuk menentukan status kemungkinan terjadinya Risiko sesuai nilai aktual IRU. Batasan IRU terdiri dari batas aman, batas atas, dan batas bawah.

Beberapa pertanyaan terkait IRU yang sering muncul dalam implementasi di lapangan, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Apabila dalam satu risiko memiliki lebih dari satu penyebab risiko, maka penyebab risiko mana yang dijadikan acuan dalam menetapkan IRU?

Masing-masing penyebab risiko dianalisis untuk menentukan berapa level kemungkinan terjadinya risiko. Setelah itu, masing-masing level kemungkinan tersebut dikombinasikan dengan level dampak dan ditentukan besaran risikonya masing-masing. Jika hasil analisis menunjukkan besaran risiko 12 ke atas dan perlu dilakukan penanganan risiko, maka masing-masing penyebab risiko yang menentukan besaran risiko lebih dari 12, perlu ditetapkan IRU nya. Sedangkan hasil kombinasi yang menunjukkan besaran risiko di bawah 12, tidak perlu ditetapkan IRU nya.

2. Apakah IRU dapat mengunakan narasi kalimat atau harus berupa ukuran?

IRU merupakan suatu alat ukur sehingga narasinya juga sudah mencerminkan pengukuran, bukan kalimat biasa.

3. Apakah target yang ditetapkan dalam IRU merupakan target triwulanan atau tahunan?

Batas aman, bawah atau atas IRU merupakan proyeksi target dalam setahun yang harus dimonitor sesuai periode pelaporannya. Periode pelaporan IRU sedapat mungkin dibuat triwulanan agar dapat dijadikan sebagai early warning

4. Beberapa kesalahan yang sering ditemukan dalam profil risiko dan perlu mendapat perhatian adalah penetapan IRU tidak berdasarkan akar masalah, namun kadang menggunakan IKU yang terdapat pada sasaran tersebut.

Page 9: laporan utama - Kementerian Keuangan RI · mindset, pola kerja dan spirit dalam pelaksanaan tugas. Konsep work-life-balance juga perlu dioptimalkan melalui pemanfaatan jam kerja secara

16 Buletin Kinerja Edisi XXXIII/2017 17Buletin Kinerja Edisi XXXIII/2017

ragam kinerja

5. Melakukan pengelolaan portofolio utang secara aktif antara lain melalui buyback dan debt switch untuk meningkatkan likuiditas dan stabilitas pasar serta implementasi Asset Liabilitiy Management (ALM) dalam upaya untuk menjaga keseimbangan makro;

6. Mengarahkan pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif antara lain melalui pengadaan pinjaman kegiatan dan penerbitan sukuk berbasis proyek dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan pendanaan pembangunan dalam jangka menengah;

7. Mengoptimalkan penggunaan pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri untuk mendukung pembiayaan belanja modal APBN dan pemanfaatan fasilitas pinjaman sebagai alternatif instrumen pembiayaan.

Strategi pengelolaan portofolio utang Pemerintah telah berjalan efektif yang terlihat pada saat terjadi perubahan horison investor SBN dengan meningkatkan investasi dalam jangka pendek. Peningkatan permintaan investor dimaksud sejalan dengan upaya Pemerintah untuk menurunkan biaya utang dalam jangka panjang melalui shortening

duration, dimana Pemerintah berencana akan meningkatkan penerbitan SBN jangka pendek untuk mendukung pemenuhan pembiayaan tahun 2017. Kesesuaian antara penerbitan SBN jangka pendek dengan horison investasi dari investor diharapkan dapat mendorong peningkatan likuiditas pasar SBN dalam jangka panjang.

Upaya dan strategi yang dilakukan Pemerintah dari sisi pembiayaan telah membuahkan hasil yang cukup memuaskan dimana indikator-indikator utang Pemerintah

menunjukkan kinerja yang memuaskan dan hal tersebut merupakan salah satu penilaian yang membuat S&P menaikkan peringkat kredit Indonesia menjadi BBB- pada tanggal 19 Mei 2017.

Dengan adanya kenaikan peringkat kredit ini diharapkan akan banyak potensi keuntungan, baik dari sektor keuangan dan fiskal maupun dari sektor riil. Pertama, peningkatan peringkat bisa menarik potensi tambahan capital inflow yang bisa berdampak positif pada peningkatan cadangan devisa dan penguatan nilai tukar. Kedua, adanya potensi penurunan beban biaya utang Pemerintah yang kemudian akan memberikan ruang fiskal yang lebih besar pada anggaran negara. Hal ini juga bisa berpengaruh terhadap penurunan biaya utang BUMN dan swasta serta imbal hasil instrumen keuangan domestik karena harga surat utang pemerintah menjadi acuan atau rujukan karena sifatnya yang risk-free. Ketiga, basis investor akan semakin luas karena beberapa investor asing mensyaratkan investasinya hanya pada investasi atau surat berharga dengan peringkat minimal investment grade dari ketiga lembaga pemeringkat Internasional utama. Selain itu, dalam jangka yang lebih panjang, kenaikan peringkat kredit ini bisa juga diharapkan memberikan dampak peningkatan pertumbuhan ekonomi terutama dari peningkatan investasi.

Akan tetapi kenaikan peringkat kredit ini di sisi lain juga memberikan tantangan bagi Pemerintah untuk tidak terlena dengan pujian. Pemerintah tetap perlu secara terus menerus meningkatkan pengelolaan perekonomian, sosial dan politik ke arah yang lebih baik sehingga dampak positif kenaikan peringkat kredit dapat terus dijaga secara berkelanjutan.

1Direktorat Strategi dan Portofolio Pembiayaan, DJPPR, Strategi Pengelolaan Pembiayaan Tahunan Melalui Utang 2017

TEKS: Subdirektorat Analisis dan Risiko & Subdirektorat Hubungan Investor, Direktorat SPP, DJPPR

ragam kinerja

Strategi Peningkatan Peringkat Kredit Indonesia dari sisi Pembiayaan APBN

Pada tanggal 19 Mei 2017 Standard and

Poor’s (S&P) secara resmi mengumumkan kenaikan peringkat kredit Indonesia dari BB+ (stable) menjadi BBB- (investment grade/layak investasi). Kenaikan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu yang terpenting adalah reformasi dan perbaikan kebijakan fiskal yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.

Reformasi dan perbaikan kebijakan fiskal ini sebenarnya telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia secara terus menerus selama beberapa tahun ini. Namun upaya ini belum membuat S&P meningkatkan peringkat kredit Indonesia menjadi layak investasi meskipun lembaga pemeringkat lainnya telah menaikkan peringkat kredit Indonesia menjadi layak investasi, yaitu Moody’s pada Januari 2012, Fitch pada Desember 2011, Rating &

Investment (R&I) pada Oktober 2012, dan Japan Credit

Rating Agency (JCRA) pada Juli 2010. Pada tahun 2016, meskipun S&P melihat

reformasi dan kebijakan fiskal telah banyak diperbaiki dan ditingkatkan, tetapi karena alasan yang bersifat siklikal dan struktural, hasilnya masih belum menunjukkan kinerja yang diharapkan. Selain itu, seperti yang dipaparkan dalam laporan rating pada Juni 2016, kondisi kredit sektor swasta yang tidak kondusif juga menjadi hambatan peningkatan peringkat kredit Indonesia.

Terlepas dari penilaian peringkat tersebut, Pemerintah secara konsisten telah mengambil langkah-langkah perbaikan kebijakan fiskal, diantaranya berusaha lebih realistis dalam menjalankan anggaran dan belanjanya lewat penetapan APBN-P 2016 serta APBN 2017 dengan cara memotong pengeluaran Pemerintah yang tidak produktif untuk meminimalisir risiko adanya kenaikan defisit fiskal.

Sebagai tindak lanjut kebijakan Pemerintah tersebut, pada tahun 2017, Pemerintah menetapkan defisit APBN 2017 sebesar 2,41% dari PDB atau diperkirakan sebesar Rp330.167,8

miliar. Pembiayaan defisit anggaran mengutamakan sumber-sumber di luar utang. Namun, keterbatasan sumber penerimaan pembiayaan non-utang serta tingginya kebutuhan pengeluaran pembiayaan non-utang dalam beberapa tahun terakhir (khususnya kebutuhan investasi Pemerintah) membuat Pemerintah tetap menggunakan utang sebagai salah satu sumber pembiayaan defisit.

Kebutuhan pembiayaan utang yang tinggi tersebut dihadapkan pada kondisi perekonomian dan pasar keuangan global yang kurang menguntungkan, yang ditandai dengan moderasi pertumbuhan ekonomi global dan potensi peningkatan suku bunga. Kebijakan ekonomi Pemerintahan baru Amerika Serikat juga diyakini akan berdampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi global, misalnya rencana kebijakan pengetatan impor untuk melindungi kepentingan Amerika Serikat dalam perdagangan internasional.

Melihat tantangan-tantangan tersebut, Pemerintah kemudian membuat strategi pengelolaan portofolio utang untuk meminimalisir risiko akibat penggunaan utang sebagai salah satu sumber pembiayaan defisit, diantaranya1:1. Mengendalikan rasio utang terhadap PDB pada

level yang aman dengan mempertimbangkan kemampuan membayar kembali;

2. Meningkatkan optimalisasi biaya utang untuk mendukung kesinambungan fiskal melalui optimalisasi pinjaman tunai dan shortening

duration portofolio utang; 3. Mengoptimalkan bauran mata uang

(currency mix) dalam penerbitan SBN dengan mengutamakan penerbitan dalam mata uang Rupiah, sedangkan penerbitan SBN dalam valuta asing dilakukan sebagai komplementer;

4. Mengoptimalkan peran serta masyarakat dalarn rangka pemenuhan kebutuhan pembiayaan dan melakukan pendalaman pasar SBN domestik;

Page 10: laporan utama - Kementerian Keuangan RI · mindset, pola kerja dan spirit dalam pelaksanaan tugas. Konsep work-life-balance juga perlu dioptimalkan melalui pemanfaatan jam kerja secara

18 Buletin Kinerja Edisi XXXIII/2017 19Buletin Kinerja Edisi XXXIII/2017

lensa peristiwakata mereka

Snack Corner sebagai langkah awal dalam rangka menindaklanjuti Instruksi

Menteri Keuangan Nomor 346/IMK.01/2017 tentang Gerakan Efisiensi

Sebagai Bagian Implementasi Penguatan Budaya Kementerian Keuangan

Snack Corner Biro Cankeu.FOTO: Dok. Biro Cankeu

Snack Corner Biro OrgantaFOTO: Dok. Biro Organta

Gerakan Efisiensi

Kawas Rolant TariganPelaksana Seksi Penjaminan Kualitas Layanan, KLIP DJP

Deni HaryonoKepala Subbagian Penyusunan Anggaran Bagian Keuangan, Setditjen Perbendaharaan

GERAKAN efisiensi sangat baik diterapkan tidak hanya di Kemenkeu tetapi juga oleh seluruh Kementerian/Lembaga. Dengan menjadikan efisiensi sebagai budaya, harapannya setiap pegawai dapat melaksanakan tugas secara efisien dan efektif di tengah keterbatasan sumber daya yang ada saat ini. Gerakan efisiensi ini memperkuat surat edaran Dirjen Perbendaharaan nomor SE-18/PB/2017 tentang program perbendaharaan go green yang telah dijalankan sebelumnya di DJPB. Selanjutnya, untuk menindaklanjuti Instruksi Menteri Keuangan, DJPB telah menerbitkan surat edaran mengenai gerakan efisiensi di beberapa area seperti pengelolaan jam lembur, perjalanan dinas, penyelenggaraan rapat, pembatasan pemberian kudapan dan makan siang, pemberian honorarium tim, penggunaan air, listrik, ATK, internet, pengadaan barang /jasa. Selain itu, internalisasi gerakan efisiensi juga terus digalakkan baik secara formal maupun non formal dengan melibatkan seluruh pimpinan dan change agent yang ditunjuk. Walaupun telah tersosialisasikan, keberhasilan implementasi gerakan efisiensi sangat bergantung pada komitmen dan kesadaran seluruh jajaran pimpinan dan pegawai.

Entry Meeting Reviu Pengelolaan Kinerja Lingkup Direktorat Jenderal PerbendaharaanDirjen Perbendaharaan mendukung penuh pelaksanaan reviu dalam rangka peningkatan kualitas pengelolaan kinerja Kementerian KeuanganJakarta, 12 Juli 2017 FOTO: Dok. DJPB

BICARA gerakan efisiensi birokrasi di Kemenkeu, saya mensyukuri dua hal: Pertama, sebagai Duta Transformasi yang mendapatkan informasi ini langsung dari Menteri dan para pimpinan, saya menangkap jelas kegelisahan hati mereka terhadap kondisi bangsa, sehingga akhirnya menelurkan program ini. Sebagai staf yang tergolong muda, saya telah lama menunggu momentum ini karena ikut merasakan minimnya semangat efisiensi kerja. Hal ini yang coba saya tularkan secara menyala-nyala dalam tiga kali sosialisasi yang saya lakukan di kantor. Ini uang negara, bukan untuk diboroskan, tetapi untuk dikelola secara efisien. Bukan lagi masalah ada anggaran atau tidak, tapi apakah ini patut atau tidak. Kedua, saya bekerja di Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan (KLIP) DJP/ Kring Pajak, minimal dengan 3 keunikan: pertama, KLIP adalah UPT yang secara mandiri mengelola kinerja dan keuangan sehingga tidak terlalu banyak tantangan dalam penghematan anggaran. Kedua, single core business kami adalah pelayanan via telepon dan media sosial sehingga minim pemborosan dalam hal perjalanan dinas. Ketiga, mayoritas staf di KLIP homogen berusia muda dengan semangat perubahan yang membara sehingga mudah untuk berbenah. Namun demikian, suara-suara keraguan dari pegawai akan keberhasilan program ini pasti akan selalu ada. Karena ini adalah bagian dari diskusi berisi, tanda peduli, dan harapan bahwa Kemenkeu mempelopori untuk Indonesia yang lebih baik lagi.

Page 11: laporan utama - Kementerian Keuangan RI · mindset, pola kerja dan spirit dalam pelaksanaan tugas. Konsep work-life-balance juga perlu dioptimalkan melalui pemanfaatan jam kerja secara

20 Buletin Kinerja Edisi XXXIII/2017