laporan tahun terakhir penelitian dosen...
TRANSCRIPT
LAPORAN TAHUN TERAKHIRPENELITIAN DOSEN PEMULA
KAJIAN UNSUR BUDAYA LAMPUNGDAN IMPLIKASINYA PADA PELAKSANAAN KONSELING LINTAS
BUDAYA
Tahun ke I dari rencana I tahun
TIM PENELITIAgus Wibowo, M.PdNIDN. 0222118203
Mudaim,M.SiNIDN: 0210117902
Di biayai oleh:Direktorat Riset dan Pengabdian Mayarakat Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan
Pengembangan riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Program Penelitian No:
2581/SP2H/K/2/KM/2017
Universitas Muhammadiyah MetroOktober 2017
LAPORAN TAHUN TERAKHIRPENELITIAN DOSEN PEMULA
KAJIAN UNSUR BUDAYA LAMPUNGDAN IMPLIKASINYA PADA PELAKSANAAN KONSELING LINTAS
BUDAYA
Tahun ke I dari rencana I tahun
TIM PENELITIAgus Wibowo, M.PdNIDN. 0222118203
Mudaim,M.SiNIDN: 0210117902
Di biayai oleh:Direktorat Riset dan Pengabdian Mayarakat Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan
Pengembangan riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Program Penelitian No:
2581/SP2H/K/2/KM/2017
Universitas Muhammadiyah MetroOktober 2017
LAPORAN TAHUN TERAKHIRPENELITIAN DOSEN PEMULA
KAJIAN UNSUR BUDAYA LAMPUNGDAN IMPLIKASINYA PADA PELAKSANAAN KONSELING LINTAS
BUDAYA
Tahun ke I dari rencana I tahun
TIM PENELITIAgus Wibowo, M.PdNIDN. 0222118203
Mudaim,M.SiNIDN: 0210117902
Di biayai oleh:Direktorat Riset dan Pengabdian Mayarakat Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan
Pengembangan riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Program Penelitian No:
2581/SP2H/K/2/KM/2017
Universitas Muhammadiyah MetroOktober 2017
ii
iii
RINGKASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai budaya lokal sukulampung yang menjadi pegangan dalam kehidupan sosialkemasyarakatan, dan merumuskani implikasi nilai-nilai budaya sukulampung terhadap konseling lintas budaya. Metode penelitian yangdigunakan adalah deskripsi kualitatif, informan penelitian adalah tokohadat lampung yang berada di Lampung Tengah, Lampung Timur, danBandar Lampung. Pengumpulan data menggunakan wawancara danobservasi. Data dianalisis secara kualitatif dengan tahapan mereduksidata, display data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitianmenunjukkan karakter suku lampung berdasarkan nilai kearifan lokalyang dianutnya yaitu tidak mau tertinggal dari orang lain, terbuka dansuka berbaur, saling menolong, dan sangat menghormati orang memilikiperan dan status (gelar) adat. Implikasi terhadap konseling lintas budayayaitu: 1) dalam konseling lintas budaya, hendaknya konselor beranibersikap terbuka untuk menggunakan teknik “contoh pribadi”, 2)Konselornya hendaknya memberikan stimulus dengan cara memberikancontoh-contoh kesuksesan orang lain atau tokoh-tokoh yang sukses, dan3) melibatkan tokoh adat dalam upaya pengentasan masalah konseli yangmemiliki masalah terkait dengan nilai budayanya
Kata Kunci: Unsur Budaya Lampung, Konseling Lintas Budaya
iv
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur selalu dipanjatkan kepada Allah SWT atas
karunia dan hidayahnya sehingga tim penelitian dosen pemula (PDP) dengan judul
penelitian Kajian Unsur Budaya Lampung Dan Implikasinya Terhadap
Pelaksanaan Konseling Lintas Budaya telah berhasil melaksanakan penelitian dan
juga menyelesaikan laporan peneltian. Penelitian ini semoga menjadikan bahan
pengembangan terhadap ilmu konseling lintas budaya, secara spesifik konseling
lintas budaya pada suku lampung
Karakteristik budaya suku lampung dengan berbagai persepsi dari
masyarakat tentang eksistensi dan dinamikanya menjadikan ketertarikan peneliti
untuk melakukan kajian lebih mendalam. Dalam kesempatan ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu
terselesaikannya penelitian dan laporan penelitian, yaitu kepada:
1. Dirjen DRPM Ditjen Penguatan Risbang Kemenristekdikti
2. Kepala LPPM UM Metro, Prof. Dr. Juhri AM, M.Pd
3. Rektor UM Metro, Prof., Dr.Karwono, M.Pd
4. Kepala kampung Gunung Tiga Lampung Timur
5. Kepala Kampung Tanggul Angin Lampung Tengah
6. Kepala Kelurahan Labuhan Bandar Lampung
7. Dan seluruh tenaga pendukung penelitian dari mahasiswa BK UM Metro
Semoga penelitian ini menjadikan bagian yang bermanfaat dalam
pengembangan ilmu bimbingan dan konseling dan menjadi salah satu
referensi bagi para praktisi konseling.
Akhirnya, demi suatu kesempurnaan saran dan kritik yang bersifat
membangun atas hasil penelitian, kamu sangat mengharapkan saran dan
masukan dari semua pembaca
Metro, 30 Oktober 2017
Ketua Tim Peneliti
Agus Wibowo, M.Pd
v
DAFTAR ISI
Halaman Judul…………………………………………………………........ i
Halaman Pengesahan………………………………………………............. ii
Ringkasan..…………………………………………………………………... iv
Prakata................................................................................................. .... iv
Daftar Isi……………………………………………………………….......... v
Daftar Tabel........................................................................................ ..... vii
Daftar Gambar............................................................................................... viii
Daftar Lampiran................................................................................... ...... ix
BAB I. PENDAHULUAN……………………..…………………………… 1
A. Latar Belakang Masalah……………………….…………………. 1
B. Rumusan Masalah………………………………………………… 2
C. Luaran Yang Diharapkan………………..……………………….. 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA..…………………………………………. 3
A. Unsur Budaya Lampung…………………………………………. 3
B. Konseling Lintas Budaya………………………………………… 4
C. Roadmap Penelitian…………………………………………….... 7
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT................................................... ..... 8
BAB IV. METODE PENELITIAN……………………………………….. 9
A. Pendekatan Penelitian…………………………………………… 9
B. Lokasi Penelitian………………………………………………... 9
C. Informan……………………………………………................. 9
D. Teknik Pengumpulan Data…………………………………….... 9
E. Teknik Keabsahan Data……………………………………….... 10
F. Teknik Analisis Data…………………………………………… 10
BAB V. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI............................. ..... 11
A. Hasil Penelitian................................................................. ..... 11
B. Luaran yang dicapai........................................................... ..... 16
vi
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN................................................ ...... 18
A. Kesimpulan.............................................................................. ...... 19
B. Saran....................................................................................... ...... 19
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. ....... 20
LAMPIRAN............................................................................................ ...... 21
vii
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
1. Data Statistik Kriminal Anak yang Berkonflik dengan
Hukum Provinsi Lampung Tahun 2013................................... 1
2. Rencana Target Luaran............................................................ 2
3. Kisi-kisi Instrumen........................................................................... 10
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.Peta Rencana Penelitian.................................................... ........ 7
ix
DAFTAR LAMPIRAN
1. Instrumen penelitian.............................................................. ......... 212. Personalia Penelitian............................................................. .......... 223. Artikel Ilmiah........................................................................ ......... 234. Luaran Lain ........................................................................ ......... 34
1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pandangan negatif masyarakat terhadap suku Lampung akhir-akhir ini
mencapai titik yang sangat tinggi. Pada tahun 2013 terjadi 115 tindak kriminal di
Propinsi Lampung yang dilakukan oleh anak-anak dan remaja, secara rinci terlihat
pada tabel berikut:
Tabel 1 : Data Statistik Kriminal Anak yang Berkonflik dengan Hukum Provinsi
Lampung Tahun 2013.
No Jenis Kasus BanyaknyaKasus
Persentase
1 Pencurian 74 64,3 %2 Penyalahgunaan
Narkoba15 16,1 %
3 Penganiayaan 9 6,8 %4 Pemerkosaan 8 6,0 %5 Lainnya 9 6,8 %
JUMLAH 115 100%Sumber: Direktorat Jendral Pemasyarakatan (Ditjenpas) Tahun 2013
Selain penegakkan hukum, upaya preventif melalui proses pendidikan
yang benar, dan memperhatikan nilai budaya dari masyarakat Lampung menjadi
suatu keharusan untuk dilakukan. Proses pendidikan tersebut salah satunya
dilakukan melalui konseling lintas budaya. Atkinson, dkk (dalam Supriatna, 2009)
menjelaskan konsep Konseling lintas budaya adalah hubungan konseling yang
melibatkan para peserta yang berbeda etnik atau kelompok-kelompok minoritas;
atau hubungan konseling yang melibatkan konselor dan konseli yang secara rasial
dan etnik sama, tetapi memiliki perbedaan budaya yang dikarenakan variabel-
variabel lain seperti seks orientasi seksual, faktor sosio-ekonomik, dan usia.
Konselor sebagai pelaksana konseling lintas budaya mutlak diberikan
pemahaman akan unsur-unsur budaya Lampung, sehingga dalam praktik
konseling lintas budaya terhadap konseli/ remaja Lampung dapat berjalan secara
efektif. Hal tersebut disebabkan konselor dalam proses konseling dengan konseli
yang bersuku Lampung telah memahami kaarakter, nilai yang dianut, serta
pedoman suku Lampung. Berkenaan dengan hal tersebut, sangat penting
2
dilakukan penelitian yang mengkaji unsur-unsur budaya Lampung, serta
implikasinya terhadap konseling lintas budaya.
Tabel 2. Rencana Target Capaian
No Jenis Luaran IndikatorCapaian
1 Publikasi ilmiah di jurnal nasional (ber ISSN) Submitted2 Pemakalah dalam temu
ilmiahNasional DraftLokal Tidak ada
3 Bahan ajar Tidak ada4 Luaran lainnya jika ada (Teknologi Tepat Guna,
Model/Purwarupa/Desain/Karya seni/RekayasaSosial)
Tidak ada
5 Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) 3
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apa saja nilai-nilai budaya lokal suku Lampung yang menjadi
pegangan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan?
2. Apa implikasi nilai-nilai budaya suku Lampung terhadap pelaksanaan
konseling lintas budaya?
1.3 Luaran Penelitian
Luaran penelitian adalah publikasi ilmiah pada jurnal nasional ber- e ISSN
tidak terakreditasi “jurnal Guidena”. Namun untuk meningkatkan kualitas
luaran, maka artikel ilmiah dipublikasikan dijurnal terakreditasi “Jurnal
Humanitas”
3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
11.1 Unsur - Unsur Budaya Lampung
Budaya Lampung merupakan pengertian, pendapat atau paham, pandangan
hidup, rancangan cita-cita yang telah ada dipikiran masyarakatnya (Nurdin,
2009). Budaya lokal Lampung merupakan ciri khas yang melekat dan diikuti
oleh masyarakat suku Lampung. Sikap loyalitas pengikut budaya Lampung
disebabkan adanya sejarah panjang dari terbentuknya budaya tersebut, serta
kebermanfaatan nilai-nilai budaya untuk kelestarian budaya Lampung.
Nurdin (2009) menjelaskan bahwa sebagai budaya lokal, budaya Lampung
yang Islami memang meliki nilai universal, disamping nilai lokalnya.
Diantaranya nilai keuniversalnya itu terletak pada nilai spiritualnya yang
religius Islami. Nilai yang religius itu ternyata di dalamnya ada juga
ditemukan ada budaya-budaya suku bangsa di daerah lain, yang tidak terbatas
pada budaya Melayu dan Jawa. Merujuk kepada pengertian tersebut,
pandangan sifat keras dan kejam yang melekat pada masyarakat suku
Lampung sebenarnya tidak ada.
Namun, munculnya persepsi negatif terhadap sifat suku Lampung salah
satunya diduga akibat adanya pemahaman yang salah akan nilai-nilai budaya
yang dianut. Pada dasarnya, nilai budaya dibentuk untuk menjadi pedoman
bagi masyarakat dalam berperilaku sosial, baik dengan dirinya, dan
lingkungan sosial kemasyarakat.. Menurut kitab Kuntara Raja Niti
(Hafidudin,2014), orang Lampung memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a. piil pesanggiri (malu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta
memiliki harga diri),
b. juluk-adok (mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang
disandangnya)
c. nemui-nyimah (saling mengunjungi untuk bersilaturahmi serta ramah
menerima tamu)
d. nengah-nyampur (aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak
individualistis)
4
e. sakai-sambaian (gotong-royong dan saling membantu dengan
anggota masyarakat lainnya).
Sifat-sifat di atas dilambangkan dengan ‘lima kembang penghias sigor’
pada lambang Provinsi Lampung. Sifat-sifat orang Lampung tersebut juga
diungkapkan dalam adi-adi (pantun): Tandani hulun Lampung, wat piil-
pesanggiri Mulia hina sehitung, wat malu rega diri Juluk-adok ram pegung,
nemui-nyimah muwari Nengah-nyampur mak ngungkung, sakai-sambaian
gawi. Selain falsafah tersebut, masyarakat Lampung terkenal dengan
pedoman hidup, yaitu piil pesenggiri. Piil pesenggiri bagi masyarakat, dalam
pandangan Saputro (2011), memiliki makna sebagai cara hidup (way of life).
Setiap gerak dan langkah kehidupan orang Lampung dalam sehari-hari
dilandasi dengan kebersihan jiwa
11.2 Konseling Lintas Budaya
Konseling lintas budaya (cross-cultural counseling) adalah konseling yang
melibatkan konselor dan konseli yang berasal dari latar belakang budaya yang
berbeda (Supriadi,2001). Selain ditinjau dari subjek/pelaku proses konseling,
Wohl (dalam Supriadi, 2001) konseling lintas budaya meliputi isu atau kondisi
dimana penerapan dan implikasi teori-teori, pendekatan dan prinsip konseling
yang berasal dari suatu konteks budaya tertentu ke dalam konteks budaya lain.
Gibson dan Mitchell (2011) menjelaskan bahwa konseling lintas budaya
dimaknai bahwa konselor adalah pribadi yang unik diantara banyak budaya
dan latar belakang yang membentuk suatu populasi. Sedangkan Burn ( dalam
Supriatna, 2009) menjelaskan cross cultural counseling is the process of
counseling individuals who are of different culture/cultures than that of the
therapist. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka konseling lintas
budaya dimaknai sebagai proses pemberian bantuan melalui wawancara
konseling yang dilakukan konselor yang memiliki perbedaan budaya dengan
konseli.
5
Model Model Konseling Lintas Budaya
Pelaksanaan konseling lintas buday secara umum dilakukan melalui tiga
model (Palmer and Laungani, 2008), yaitu:
a. Model Berpusat pada Budaya (Culture Centred Model)
Model ini menekankan adanya pemahaman yang utuh dan benar dari
kedua belah pihak; konselor dan konseli, dalam memandang budyaya
mereka masing-masing. Model ini menekankan konselor dan konseli
untuk intropeksi dan mengevaluasi budaya mereka, sehingga terjadi
kelerasan da kepahaman akan penilaian terhadap budaya masing-masing.
b. Model Integratif (Integrative Model)
Model integratif menekankan terhadap adanya pemahaman konselor
terhadap variabel-variabel yang mempengaruhi ketaatan nilai budaya
konseli. Variabel yang dimaksud, seperti 1) Reaksi terhadap tekanan-
tekanan rasial (reactions to racial oppression), 2) Pengaruh budaya
mayoritas (influence of the majority culture), 3) Pengaruh budaya
tradisional (influence of traditional culture), dan 4) Pengalaman dan
anugrah individu dan keluarga (individual and family experiences and
endowments). Model ini melihat pemahaman konselor terhadap budyanya,
dan variabel mana yang dominan mempengaruhinya
c. Model Etnomedikal (Ethnomedical Model)
Model ini merupakan alat konseling transkultural yang berorientasi pada
paradigma memfasilitasi dialog terapeutik dan peningkatan sensitivitas
transkultural. Pada model ini menempatkan individu dalam konsepsi sakit
dalam budaya dengan sembilan model dimensional sebagai kerangka
pikirnya.
1) Konsepsi sakit (sickness conception)
Seseorang dikatakan sakit apa bila :
a) Melakukan penyimpangan norma-norma budaya
b) Melanggar batas-batas keyakinan agama dan berdosa
c) Melakukan pelanggaran hukum
d) Mengalami masalah interpersonal
6
2) Causal/healing beliefs
a) Menjelaskan model healing yang dilakukan dalam konseling
b) Mengembangkan pendekatan yang cocok dengan keyakinan
c) konseli
d) Menjadikan keyakinan konseli sebagai hal familiar bagi
konselor
e) Menunjukkan bahwa semua orang dari berbagai budaya perlu
f) berbagi (share) tentang keyakinan yang sama
3) Kriteria sehat (wellbeing criteria)
Pribadi yang sehat adalah seseorang yang harmonis antara dirinya
sendiri dengan alamnya. Artinya, fungsi-fungsi pribadinya adaftif dan
secara penuh dapat melakukan aturan-aturan sosial dalam
komunitasnya.
a) Mampu menentukan sehat dan sakit
b) Memahami permasalahan sesuai dengan konteks
c) Mampu memecahkan ketidakberfungsian interpersonal
d) Menyadari dan memahami budayanya sendiri
4) Body function beliefs
a) Perspektif budaya berkembang dalam kerangka pikir lebih
bermakna
b) Sosial dan okupasi konseli semakin membaik dalam kehidupan
sehari-hari
c) Muncul intrapsikis yang efektif pada diri konseli
5) Health practice efficacy beliefs
Ini merupakan implemetasi pemecahan masalah dengan pengarahan
atas keyakinan-keyakinan yang sehat dari konseli.
7
11.3 Roadmap Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah pijakan awal untuk pengembangan
penelitian selanjutnya. Berikut roadmap penelitian dalam jangka waktu tiga tahun
(2015-2018) :
Gambar 1. Peta rencana penelitian
Studi Unsur Unsur BudayaLampung dan Implikasinyaterhadap Konseling LintasBudaya
ModelKonseling LintasBudayaBerbasis NilaiKearifan Lokal
Pengembangan ModelKonseling Lintas BudayaBerbasisKearifan Lokal SukuLampung
I Pengembangan ModelKonseling Lintas BudayaBerbasis Nilai Kearifan Lokal
2017
2018
2019
8
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Secara rinci yang menjadi tujuan dan manfaat penelitian yang dilakukan
akan diuraikan sebagai berikut:
III. 1Tujuan Penelitian
Penelitian ini adalah terkait dengan nilai kearifan lokal suku Lampung dan
implikasinya pada pelaksanaan konseling lintas budaya. Adapun tujuan
penelitian adalah:
1. Mengetahui nilai-nilai budaya lokal suku Lampung yang menjadi
pegangan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan
2. Mengetahui implikasi nilai-nilai budaya suku Lampung terhadap
pelaksanaan konseling lintas budaya
III. 2 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitia yang dilakukan yaitu:
1. Memahami karakter dari suku Lampung. Melalui pemahaman akan
karakter suku Lampung, maka akan menjadikan konselor dalam
melaksanakan konseling lintas budaya terhadap konseli yang
berasala dari suku Lampung mampu memahami nilai-nilai yang
menjadi dasar pembentukan kepribadian konseli, sehingga konselor
dapat memilik pendekatan dan teknik yang tepat sesuai dengan
karakter konseli bersuku Lampung.
2. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi para praktisi
konseling untuk menambah wawasan tentang pelaksanaan konseling
lintas budaya
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pijakan pengembangan
konseling lintas budaya berbasis nilai kearifan lokal suku Lampung.
9
BAB IV. METODE PENELITIAN
IV.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan yaitu kualitatif. Aspek yang
akan diteliti adalah: 1) nilai-nilai budaya lokal suku Lampung yang menjadi
pegangan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, 2) cara pandang dan
penafsiran suku Lampung terhadap nilai-nilai budayanya. Setelah data
terkait aspek tersebut diperoleh dan dianalisis, maka akan dirumuskan
implikasi nilai-nilai budaya suku Lampung terhadap konseling lintas
budaya.
IV.2 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di daerah yang masih banyak penduduk asli suku
Lampung, dan mentaati nilai-nilai budaya Lampung, yaitu Lampung tengah,
Lampung timur, dan Bandar Lampung
IV.3 Informan Penelitian
Informan penelitian adalah seseorang yang dapat memberikan informasi
untuk menjawab permasalahan penelitian. Informan penelitian yaitu tokoh
adat Lampung yang berasal dari kabupaten Lampung Tengah, Lampung
Timur, dan Bandar Lampung. Untuk menentukan informan penelitian
digunakan teknik snowball sampling. Informan penelitian adalah seseorang
yang dapat memberikan informasi untuk menjawab permasalahan penelitian.
Informan penelitian yaitu tokoh adat Lampung yang berasal dari kabupaten
Lampung Tengah, Lampung Timur, dan Bandar Lampung. Untuk menentukan
informan penelitian digunakan teknik snowball sampling.
IV.4 Teknik Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data dilakukan dengan cara: (a) mencatat data pada
kartu data, mencatat dan menangkap keseluruhan inti sari data kemudian
mencatat pada kartu data, dengan menggunakan kalimat yang disusun oleh
peneliti sendiri. (b) Mencatat data secara quotasi, yaitu mencatat data dari
sumber data secara langsung dan secara persis. (c) Mencatat data secara
sinoptik, yaitu mencatat data dari sumber data dengan membuat ikhtisar atau
10
summary. Selain itu, data diorganisir dengan cara memberikan kode pada
setiap sub-sistem data, sesuai dengan klasifikasi. Alat bantu yang digunakan
untuk melakukan mengumpulkan data yaitu pedoman wawancara
Tabel 3. Pedoman wawancara PenelitianNO Fokus Indikator1 Lokal wisdom atau
kearifan lokal sukulampung
Nilai nilai Local wisdom sukuLampungpiil pesanggirijuluk-adok/ bejuluk beadeknemui-nyimahnengah-nyampursakai-sambaian
2 Implementasi localwisdom dalam tatakehodupanmasyarakatLampung
Cara pandang dan Peanfsiranterhadap nilai kearifan lokal sukulampung
Penerapan dalam tata kehidupansuku lampung
IV.5 Teknik Keabsahan Data
Pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini mengunakan
triangulasi. Triangulasi dalam penelitian kualitatif merupakan bagian dari
pembahasan tentang dependabilitas. Untuk memeriksa keabsahan data maka
dilakukan triangulasi sumber. Teknik yang dikgunakan dengan
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi
yang diperoleh melalui waktu dan alat berbeda (Patton, 1987). Kegiatannya
dilakukan dengan jalan: (1) Memandingkan data hasil pengamatan dengan
hasil wawancara (2) membandikan apa yang dikatakan oleh sumber data
dengan sesuatu yang terjadi (3) membandingkan hasil wawancara dengan isi
suatu dokumen. Dalam penelitian yang dilakukan, teknik untuk menguji
keabsahan data yang digunakan yaitu menggunakan triangulasi sumber.
Teknik yang digunakan yaitu dengan membandingkan setiap informasi yang
diperoleh pada suatu sumber data atau informan dengan informasi yang
diperoleh dari sumber yang lain.
11
IV.5 Teknik Analisis Data
Pengolahan data melalui tahapan: (1) Reduksi data, yaitu data kualitatif
dari kepustakaan berupa data data verbal, dalam suatu uraian yang panjang
dan lebar, yang kemudian diseleksi dan direduksi tanpa mengubah esensi
maknanya, serta ditentukan maknanya sesuai dengan ciri-ciri objek formal
filosofis. (2) Klasifikasi data,dilakukan setelah direduksi dan kemudian
dilakukan klasifikasi data. Klasifikasi itu dilakukan dengan cara
mengelompokkan berdasar objek formal penelitian, aksiologi, epistemologi
dalam filsafat budaya Lampung, ontologi dan lainnya. (3) Display data, yang
mengorganisasikan data-data sesuai dengan peta penelitian. Display data dapat
juga dilakukan dengan membuat networks atau skematisasi yang terkait
dengan konteksnya.
12
BAB V HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI
V.1 Hasil Penelitian
Setelah melakukan kegiatan pengumpulan data penelitian dan melakukan
analisis terhadap data yang terkumpul, maka hasil penelitian disajikan sebagai
berikut:
1. Nilai-Nilai Budaya Lokal Suku Lampung Yang Menjadi Pegangan
Dalam Kehidupan Sosial Kemasyarakatan
Suku lampung adalah salah satu suku yang memiliki nilai adat
istiadat yang sangat besar, bahkan suku lampung merupakan suku yang
sampai saat ini memegang teguh nilai adat dan budayanya. Menurut
informan penelitian, nilai budaya lokal (lokal wisdom) merupakan
pegangan hidup yang selalu dianut dalam berkehidupan masyarakat suku
Lampung. Informan penelitian menjelaskan bahwa ”beberapa nilai
kearifan lokal yang dipegang oleh suku Lampung Dalam suku lampung,
nilai kearifan lokal yang dianut yaitu Piil pesenggiri, nemu-nyimah, sakai
sambayan, dan juluk adok juluk adok”keseluruhan nilai tersebut
merupakan warisan budaya leluhur yang menjadikan pedoman hidup bagi
masyarakat lampung.
Lebih lanjut disebutkan oleh informan untuk menjaga kelestarian
nilai luhur budaya lampung, maka dilakukan upaya pengenalan dan
pembelajaran terhadap nilai lokal semenjak dari kecil. Penjelasan yang
diberikan oleh informan adalah yaitu:
Suku lampung mulai dari kecil diajarkan tentang adat lampungdengan tujuan agar anak suku lampung sudah mengenalkebiasaan, tuntunan, dan aturan yang berlaku dalam kehidupansosial, mulai dari hubungan sosial dengan keluarga, masyarakat,dan lain lain
Mayarakat lampung harus berpegah teguh terhadap nilai luhur yang
mereka anut, oleh karena itu sejak masih kecil anak-anak atau generasi
muda suku lampung harus diperkenalkan oleh nilai-nilai lokal suku
lampung.
13
Implementasi nilai kearifan lokal suku lampung diberlakukan pada
setiap sendi kehidupan masyarakat. Baik dalam kehidupan sosial pada
satuan keluarga, hingga acara-acara adat. Dalam suku lampung, nilai
kearifan lokal meerupakan pedoman dasar yang mengatur hubungan sosial
antara masyarakat satu dengan yang lainnya. Hal ini disebebakan karena
suku lampung dalam pola sistem kemasyarakatan tidak mengenal sistem
kasta. Hal itu sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh informan penelitian,
yaitu:
Masyarakat lampung tidak membedakan kasta atau status sosial
dalam masyarakat, hal tersebut ditandai dengan acara
nanjar/acara tanjaran, dimana semua memiliki kedudukan sama
Dijelaskan bahwa dalam suatu acara adat atau “begawai adai” masyarakt
lampung, terjadi suatu kebiasaan untuk melakukan acara jamuan atau
makan besama dengan cara menggelar semua sajian makanan dibawah
(tidak diletakkan dimeja-meja khusus). Sehingga semua masyarakat
lampung, tidak perduli pangkat, status sosial, jabatan dan lain-lain
melakukan makan bersama sama dibawah/ lantai dengan duduk bersama-
sama antara satu dengan yang lainnya. Nilai acara nanjar ini bermakna
bahwa masyarakat lampung mengakui bahwa semua orang itu sama hak
dan kewajibannya. Sehingga nilai kebersamaam dan gotong royong adalah
hal dasar yang harus dijaga dan dilestarikan.
Disebutkan oleh salah satu informan penelitian yang merupakan
tokoh adat Lampung dari kabupaten lampung timur, nilai luhur yang
menjadi pedoman bagi masyarakat lampung salah satunya adalah Piil
Pesenggiri. Menurut tokoh Lampung, Piil Pesenggiri adalah nilai luhur
masyarakat lampung yang membentuk karakter suku lampung untuk selalu
termotivasi hidup lebih baik dari orang lain. Piil pesenggiri dimaknai
sebagai bentuk harga diri bagi suku lampung yang meletakkan nilai
kehormatan dan martabat harus bisa lebih baik dari yang lain. Disebutkan
oleh informan, yaitu:
14
Piil pesenggiri dimaknai sebagai suatu sikap masyarakatlampung yang selalu ingin lebih baik. Piil pesenggiri memilikipandangan filosofi bahwa jika orang lain bisa dan mampu makahal tersebutpun pasti bisa saya dapatkan dan bisa saya lakukan.
Nilai pesenggiri menjadikan suku lampung selalu berusaha
bagiamana mereka tidak tertinggal dari orang lain. Selain piil
pesenggiri, nilai luhur yang menjadi pembentuk karakter suku lampung
adalah Nengah Nyappur. Nengah nyampur dimaknai sebagai karakter
suku lampung yang suka bergaul, terbuka terhadap informasi dan orang
lain. Nengah nyappur secara sederhana dijelaskan oleh Informan
penelitan yaitu bergerak kedalam kerumunan dan bercampur dengan
orang lain. Nilai nengah nyappur membentuk karakter suku lampung
untuk dapat hidup berpartisipasi dengan orang lain, membuka diri untuk
mencapai suatu kemajuan. Orang lampung memiliki karakter mudah
berbaur, dan bergaul, hal tersebut nampak dari nilai-nilai nengah
nyampur. Nilai nengah nyampur mendorong masyarakt lampung untuk
bisa bergaul dengan sesama.
Selanjutnya, nilai kearifan lokal suku lampung yang menjadi dan
membentuk karakter suku lampung adalah Bejuluk adok. Bejuluk adok
adalah pemberian gelar kepada orang lampung yang memiliki syarat
tertentu dan melalui proses atau rangkaian upacara adat. Selain gelar
secara adat, dalam suku lampung juga terdapat bejuluk (panggilan)
yang khas dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Nilai bejuluk adok
berimplikasi terhadap peran dan tanggungjawab individu suku lampung
pada peran sosial kemasyarakan adat istiadat lampung. Selain itu suku
lampung juga sangat menghormati tamu atau keluarga yang berkunjung
atau bersilaturahmi. Dalam adat suku lampung, tamu hendaknya
diperlakukan secara terhormat dan dijamu secara baik, ramah dan
bermurah hati. Karakter ini terdapat dalam nilai Nemu Nyimah.
Menurut informan, nemu nyimah adalah adalah nilai yang mencirikan
suku lampung murah hati, ramah tamah terhadap semua orang baik
dalam satu suku ataupu yang berasal dari luar suku.
15
Informan penelitian juga menjelaskan bahwa suku lampung adalah
suku yang suka bergotong royong dan saling tolong menolong. Karakter
suku lampung yang suka bergotong royong nampak pada nilai sakai
sambayan. Sakai sambaya adalah tuntunan serta pola hidup untuk saling
menolong, bahu membahu, serta saling memberi kepada pihak yang
memerlukan. Bentuk sakai sambayan bukan sekedar dalam hal materi,
namun juga meliputi pikiran, moral, tenaga, spritual, dan lain –lain yang
dapat bermanfaat bagi orang lain.
2. Implikasi Nilai-Nilai Budaya Suku Lampung Terhadap Pelaksanaan
Konseling Lintas Budaya
Karakter suku lampung berdasarkan nilai kearifan lokal yang
dianutnya yaitu tidak mau tertinggal dari orang lain, terbuka dan suka
berbaur, saling menolong, dan sangat menghormati orang memiliki peran
dan status (gelar) adat. Berdasarkan karakter tersebut, maka impilkasi
terhadap pelaksanaan konseling lintas budaya terhadap suku lampung
adalah:
a. Implikasi terhadap Konselor
Setiap karakter individu tidak lepas dari nilai budaya yang
dianutnya, begitupun suku lampung. Oleh karena itu, ketika
melakukan konseling terhadap suku lampung yang pada
prinsipnya karakternya terbentuk dari nilai budaya yang dianut,
maka bebera hal yang harus dilakukan oleh konselor yaitu;
1) Dalam konseling lintas budaya, hendaknya konselor berani
bersikap terbuka untuk menggunakan teknik “contoh pribadi”.
Hal ini lebih disukai oleh konseli bersuku lampung, yang
mereka akan sangat terbuka untuk membuka diri dan
masalahnya ketika konselorpun melakukan hal yang sama
2) Konselornya hendaknya memberikan stimulus yang
memotivasi konseli untuk maju dan terentaskan masalah yang
dialami dengan cara memberikan contoh-contoh kesuksesan
orang lain atau tokoh-tokoh yang sukses
16
3) Ketika berhadapan dengan masalah yang menyangkut konflik
budaya, hendaknya konselor melibatkan tokoh adat sebagai alih
tangan kasus, dan atau konselor bekerjasama dengan tokoh adat
untuk menyelesakan masalah konseli melalui konferensi kasus,
dan layanan konsultasi.
b. Implikasi terhadap metode dan teknik konseling lintas budaya
Selain dari komponen konselor, adanya karakter terbuka, karakter
yang menjunjung tinggi sifat kebersamaan dan gotong royong,
maka implikasi pada sisi metode teknik dalam melakukan
konseling lintas budaya dengan konseli yang bersuku lampung,
yaitu:
1. Gunakan keterampilan 3M yang baik, yaitu mendengar,
mehamai, dan merespon. Keterampilan ini akan menjadikan
sikap keterbukaan konseli lampung akan semakin baik,
sehingga masalah yang dialami bisa terungkap dengan lebih
banyak dan lebih mendalam.
2. Karakter nengah-nyappur hendaknya menjadikan pegangan
bagi konselor untuk membangun rapport yang baik dengan
mengintensifkan teknik-teknik “contoh pribadi”, sebagai
bagian terapis untuk mengembangkan wawasan konseli dan
orientasi dalam menemukan suatu pentokohan yang bisa
menjadi contoh dalam kehidupan.
3. Sesuai dengan karaktersitik yang dimiliki oleh suku lampung,
penggunaan model konseling yang paling tepat yaitu dengan
model Model Etnomedikal (Ethnomedical Model). Melalui
model ini, konselor dapat mengidentifikasi kesalahsuaian
perilaku konseli dengan membandingkan nilai-nilai yang
menjadi acuan hidup suku lampung.
17
V. 2 Luaran Yang Dicapai
Luaran penelitian yang dicapai, yaitu :
1. Artikel ilmiah yang akan dipublikasikan di jurnal nasional terakreditasi
Humanitas dengan alamat online jurnal systemnya yaitu:
,”jurnal.uad.ac.id/index.php/HUMANITAS/author/index
2. Draft teknologi tepat guna, “Panduan Praktis Pelaksanaan Konseling
Lintas Budaya Dengan Konseli Berkaraktersitik Budaya Lampung “.
18
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
VI.1 Kesimpulan
Berdasarkan deskripsi data penelitian dan analisis data yang telah
dilakukan, maka simpulan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Karakter suku lampung berdasarkan nilai kearifan lokal yang dianutnya
yaitu tidak mau tertinggal dari orang lain, terbuka dan suka berbaur,
saling menolong, dan sangat menghormati orang memiliki peran dan
status (gelar) adat.
2. Impilkasi terhadap pelaksanaan konseling lintas budaya terhadap suku
lampung adalah:
a. Dalam konseling lintas budaya, hendaknya konselor berani
bersikap terbuka untuk menggunakan teknik “contoh pribadi”.
Hal ini lebih disukai oleh konseli bersuku lampung, yang
mereka akan sangat terbuka untuk membuka diri dan
masalahnya ketika konselorpun melakukan hal yang sama
b. Konselornya hendaknya memberikan stimulus yang
memotivasi konseli untuk maju dan terentaskan masalah yang
dialami dengan cara memberikan contoh-contoh kesuksesan
orang lain atau tokoh-tokoh yang sukses
c. Ketika berhadapan dengan masalah yang menyangkut konflik
budaya, hendaknya konselor melibatkan tokoh adat sebagai alih
tangan kasus, dan atau konselor bekerjasama dengan tokoh adat
untuk menyelesakan masalah konseli melalui konferensi kasus,
dan layanan konsultasi.
19
VI.2 Saran
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, maka dirumuskan saran penelitian
sebagai berikut:
1 Konselor hendaknya meningkatkan pemahaman nilai kearifan lokal suku
lampung, agar proses konseling yang dilakukan sesuai dengan
karaktersitik dan keyakinan yang dianut oleh konseli bersuku lampung
2 Pelaksanaan konseling dengan suku lampung hendaknya dilakukan secara
lebih hangat, suasana akrab, dan konselor lebih meningkatkan wawasan
tentang referensi orang-orang atau tokoh sukses untuk dijadikan stimulus
konseli dalam memecahkan masalahnya.
20
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jendral Pemasyarakatan (Ditjenpas). 2013. Data Statistik KriminalAnak yang Berkonflik dengan Hukum Provinsi Lampung Tahun 2013.Jakarta
Gibson dan Mitchell 2011. Bimbingan Dan Konseling. Alih Bahasa Yudi Santosa.Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Hafidudin.2014. Memahami Falsafah Hidup Orang Lampung. Jurnal PenelitanGeografi. Vol 2, No 1 . FKIP: UNILA
Nurdin, A.Fauzie. 2009, Budaya Muakhi dan Pembangunan Daerah MenujuMasyarakat Bermartabat, Yogyakarta: Gama Media
Palmer, Stephen & Laungani, Pittu. 2008. Counseling in a Multicultural Society.London : Sage Publisher.
Patton, M.Q. 1987. Creative evoluation . Beverly Hill, CA: Sage.
Saputro. 2011. Piil Pesenggiri: Etos dan Semangat KeLampungan. BandarLampung: Jung Foundation Lampung Heritage dan Dinas PendidikanLampung
Supriadi, Dedi. 2001. Konseling Lintas –Budaya: isu-Isu Dan Relevansi DiIndonesia. UPI: Bandung
Supriatna, mamat. 2009. Materi PLPG Sertifikasi Guru. FIP. UPI Bandung
21
Lampiran 1. Instrumen penelitian
NO Fokus Indikator Pertanyaan yangdikembangkan
1 Lokal wisdomatau kearifanlokal sukulampung
Nilai nilai Localwisdom suku Lampung
nilai-nilai budaya lokalsuku lampung yangmenjadi pegangandalam kehidupan sosialkemasyarakatan
piil pesanggiri makna piil pesanggiri(malu melakukanpekerjaan hina menurutagama serta memilikiharga diri)
juluk-adok/ bejulukbeadek
makna juluk-adok/bejuluk beadek(mempunyaikepribadian sesuaidengan gelar adat yangdisandangnya)
nemui-nyimah makna nemui-nyimah(saling mengunjungiuntuk bersilaturahmiserta ramah menerimatamu)
nengah-nyampur makna nengah-nyampur (aktif dalampergaulanbermasyarakat dantidak individualistis)
sakai-sambaian sakai-sambaian(gotong-royong dansaling membantudengan anggotamasyarakat lainnya)
2 Implementasilocal wisdomdalam tatakehodupanmasyarakatLampung
Cara pandang danPanfsiran terhadap nilaikearifan lokal sukulampung
cara pandang danpenafsiran sukulampung terhadap nilai-nilai budaya sukulampung
Penerapan dalam tatakehidupan sukulampung
penerapan nilai budayadalam pergaulan dantata kehidupan sukulampung
22
Lampiran 2. Personalia Pelaksana Penelitian
No Nama/NIDN InstansiAsal
Bidang Ilmu Alokasiwaktu(jam/minggu)
Tugas
1 AgusWibowo,M.Pd0222118203
UniversitasMuhammadiyah Metro
BimbingandanKonseling
10Jam/minggu
1. Mengkordinirsemua tugasanggota,membuat petakonseppenelitian,danBertanggungjawabterhadappenyusunandan validasiinstrumen,analisi data,dan pelaporan
2. Melakukanobserver daninterviewerpengumpulananalisis data
2 Mudaim, M.SiNIDN.0210117902
UniversitasMuhammadiyah Metro
PsikologiPendidikan
10Jam/minggu
1. Bertanggungjawabterhadapkordinasidengan pakaratau ahli
2. Bertanggungjawabterhadapadministrasi,akomodasi,ATK, dansuratmenyurat
3. Mengkordinirkegiatanseminar, draftlaporankegiatan dankeuangan
23
Lampiran 3. Artikel Ilmiah
24
THE STUDY OF VALUE LAMPUNG CULTURAL AND IMPLICATIONS FORCOUNSELING CROSS-CULTURAL
Agus WibowoUniversitas Muhammadiyah Metro, Jalan Ki hajar dewantar No 116 Kota
Metro LampungE-mail: [email protected]
Abstract: The research aim to describe of Lampung local wisdom andformulated of implication multicultural counseling for Lampungcounselee. The research method used is qualitative. informants aretraditional lampung figures. The research location on Lampung Tengah,Lampung Timur, and Bandar Lampung. Data collection using interviewsand observation. The data were analyzed qualitatively by reducing thedata, display data, and drawing conclusions. The result shows that thecharacter of Lampung Society is based on the value of local wisdom isthe lampung society alway to be same or equal life from others,openess, good interaction to other , help each other, and respect peoplewith other. Implications for cross-cultural counseling are: 1) in cross-cultural counseling, the courageous counselor should be open to usingthe "private sample" technique; 2) The counselor should provide thestimulus by giving examples of successful figures, and 3) counselor hascolaborate with traditional leader when counselee have case aboutcultural value problems.
Key Words: Counseling, Value of lampung cultural
PENDAHULUAN
Pandangan negatif masyarakat terhadap suku Lampung akhir-akhir ini mencapai
titik yang sangat tinggi. Pada tahun 2013 terjadi 115 tindak kriminal di Propinsi
Lampung yang dilakukan oleh anak-anak dan remaja, secara rinci terlihat pada
tabel berikut:
Tabel 1 : Data Statistik Kriminal Anak yang Berkonflik dengan Hukum ProvinsiLampung Tahun 2013.
No Jenis Kasus BanyaknyaKasus
Persentase
1 Pencurian 74 64,3 %2 Penyalahgunaan Narkoba 15 16,1 %3 Penganiayaan 9 6,8 %4 Pemerkosaan 8 6,0 %5 Lainnya 9 6,8 %
JUMLAH 115 100%Sumber: Direktorat Jendral Pemasyarakatan (Ditjenpas) Tahun 2013
25
Selain penegakkan hukum, upaya preventif melalui proses pendidikan
yang benar, dan memperhatikan nilai budaya dari masyarakat Lampung menjadi
suatu keharusan untuk dilakukan. Proses pendidikan tersebut salah satunya
dilakukan melalui konseling lintas budaya. Atkinson, dkk (dalam Supriatna, 2009)
menjelaskan konsep Konseling lintas budaya adalah hubungan konseling yang
melibatkan para peserta yang berbeda etnik atau kelompok-kelompok minoritas;
atau hubungan konseling yang melibatkan konselor dan konseli yang secara
rasial dan etnik sama, tetapi memiliki perbedaan budaya yang dikarenakan
variabel-variabel lain seperti seks orientasi seksual, faktor sosio-ekonomik, dan
usia.
Konselor sebagai pelaksana konseling lintas budaya mutlak diberikan
pemahaman akan unsur-unsur budaya Lampung, sehingga dalam praktik
konseling lintas budaya terhadap konseli/ remaja Lampung dapat berjalan secara
efektif. Hal tersebut disebabkan konselor dalam proses konseling dengan konseli
yang bersuku Lampung telah memahami kaarakter, nilai yang dianut, serta
pedoman suku Lampung. Nilai luhur (local wisdom) yang dianut masyarakat suku
Lampung menurut kitab Kuntara Raja Niti (Hafidudin,2014), orang Lampung
memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
f. piil pesanggiri (malu melakukan pekerjaan hina menurut agama
serta memiliki harga diri),
g. juluk-adok (mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang
disandangnya)
h. nemui-nyimah (saling mengunjungi untuk bersilaturahmi serta
ramah menerima tamu)
i. nengah-nyampur (aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak
individualistis)
j. sakai-sambaian (gotong-royong dan saling membantu dengan
anggota masyarakat lainnya).
26
Sifat-sifat di atas dilambangkan dengan ‘lima kembang penghias sigor’ pada
lambang Provinsi Lampung. Berkenaan dengan hal tersebut, sangat penting
dilakukan penelitian yang mengkaji unsur-unsur budaya Lampung, serta
implikasinya terhadap konseling lintas budaya.
Berdasarkan fenomana dan realita yang di uraikan tersebut, di atas maka akan
dilakukan penelitian dengan rumusan masalah yaitu: 1) Apa saja nilai-nilai
budaya lokal suku Lampung yang menjadi pegangan dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan?, dan 2) Apa implikasi nilai-nilai budaya suku Lampung
terhadap pelaksanaan konseling lintas budaya?. Tujuan dari penelitian ini adalah
: 1) Mengetahui nilai-nilai budaya lokal suku Lampung yang menjadi pegangan
dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, dan 2) Mengetahui implikasi nilai-nilai
budaya suku Lampung terhadap pelaksanaan konseling lintas budaya.
METODE
Pendekatan penelitian yang digunakan yaitu kualitatif. Aspek yang akan
diteliti adalah: 1) nilai-nilai budaya lokal suku Lampung yang menjadi pegangan
dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, 2) cara pandang dan penafsiran suku
Lampung terhadap nilai-nilai budayanya. Setelah data terkait aspek tersebut
diperoleh dan dianalisis, maka akan dirumuskan implikasi nilai-nilai budaya suku
Lampung terhadap konseling lintas budaya. Proses pengumpulan data
dilakukan dengan cara: (a) mencatat data pada kartu data, mencatat dan
menangkap keseluruhan inti sari data kemudian mencatat pada kartu data,
dengan menggunakan kalimat yang disusun oleh peneliti sendiri. (b) Mencatat
data secara quotasi, yaitu mencatat data dari sumber data secara langsung dan
secara persis. (c) Mencatat data secara sinoptik, yaitu mencatat data dari
sumber data dengan membuat ikhtisar atau summary. Selain itu, data diorganisir
dengan cara memberikan kode pada setiap sub-sistem data, sesuai dengan
klasifikasi. Alat bantu yang digunakan untuk melakukan mengumpulkan data
auaitu pedoman observasi dan pedoman wawancara.
27
Pengolahan data melalui tahapan: (1) Reduksi data, yaitu data kualitatif dari
kepustakaan berupa data data verbal, dalam suatu uraian yang panjang dan
lebar, yang kemudian diseleksi dan direduksi tanpa mengubah esensi maknanya,
serta ditentukan maknanya sesuai dengan ciri-ciri objek formal filosofis. (2)
Klasifikasi data,dilakukan setelah direduksi dan kemudian dilakukan klasifikasi
data. Klasifikasi itu dilakukan dengan cara mengelompokkan berdasar objek
formal penelitian, aksiologi, epistemologi dalam filsafat budaya Lampung,
ontologi dan lainnya. (3) Display data, yang mengorganisasikan data-data sesuai
dengan peta penelitian. Display data dapat juga dilakukan dengan membuat
networks atau skematisasi yang terkait dengan konteksnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Nilai-Nilai Budaya Lokal Suku Lampung Yang Menjadi Pegangan Dalam
Kehidupan Sosial Kemasyarakatan
Suku lampung adalah salah satu suku yang memiliki nilai adat
istiadat yang sangat besar, bahkan suku lampung merupakan suku yang
sampai saat ini memegang teguh nilai adat dan budayanya. Menurut
informan penelitian, nilai budaya lokal (lokal wisdom) merupakan
pegangan hidup yang selalu dianut dalam berkehidupan masyarakat suku
Lampung. Disebutkan oleh salah satu informan penelitian yang
merupakan tokoh adat Lampung dari kabupaten lampung timur, nilai
luhur yang menjadi pedoman bagi masyarakat lampung salah satunya
adalah Piil Pesenggiri. Menurut tokoh Lampung, Piil Pesenggiri adalah
nilai luhur masyarakat lampung yang membentuk karakter suku lampung
untuk selalu termotivasi hidup lebih baik dari orang lain. Piil pesenggiri
dimaknai sebagai bentuk harga diri bagi suku lampung yang meletakkan
nilai kehormatan dan martabat harus bisa lebih baik dari yang lain.
Disebutkan oleh informan, yaitu: Piil pesenggiri dimaknai sebagai suatu
sikap masyarakat lampung yang selalu ingin lebih baik. Piil pesenggiri
28
memiliki pandangan filosofi bahwa jika orang lain bisa dan mampu maka
hal tersebutpun pasti bisa saya dapatkan dan bisa saya lakukan.
Nilai pesenggiri menjadikan suku lampung selalu berusaha
bagiamana mereka tidak tertinggal dari orang lain. Nilai Piil pesenggiri
bagi masyarakat, dalam pandangan Saputro (2011), memiliki makna
sebagai cara hidup (way of life). Setiap gerak dan langkah kehidupan
orang Lampung dalam sehari-hari dilandasi dengan kebersihan jiwa
Selain piil pesenggiri, nilai luhur yang menjadi pembentuk karakter
suku lampung adalah Nengah Nyappur. Nengah nyampur dimaknai
sebagai karakter suku lampung yang suka bergaul, terbuka terhadap
informasi dan orang lain. Nengah nyappur secara sederhana dijelaskan
oleh Informan penelitan yaitu bergerak kedalam kerumunan dan
bercampur dengan orang lain. Nilai nengah nyappur membentuk karakter
suku lampung untuk dapat hidup berpartisipasi dengan orang lain,
membuka diri untuk mencapai suatu kemajuan. Orang lampung memiliki
karakter mudah berbaur, dan bergaul, hal tersebut nampak dari nilai-nilai
nengah nyampur. Nilai nengah nyampur mendorong masyarakt lampung
untuk bisa bergaul dengan sesama.
Selanjutnya, nilai kearifan lokal suku lampung yang menjadi
dan membentuk karakter suku lampung adalah Bejuluk adok. Bejuluk
adok adalah pemberian gelar kepada orang lampung yang memiliki
syarat tertentu dan melalui proses atau rangkaian upacara adat. Selain
gelar secara adat, dalam suku lampung juga terdapat bejuluk
(panggilan) yang khas dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Nilai
bejuluk adok berimplikasi terhadap peran dan tanggungjawab individu
suku lampung pada peran sosial kemasyarakan adat istiadat lampung.
Selain itu suku lampung juga sangat menghormati tamu atau keluarga
yang berkunjung atau bersilaturahmi. Dalam adat suku lampung, tamu
hendaknya diperlakukan secara terhormat dan dijamu secara baik,
ramah dan bermurah hati. Karakter ini terdapat dalam nilai Nemu
29
Nyimah. Menurut informan, nemu nyimah adalah adalah nilai yang
mencirikan suku lampung murah tai, ramah tamah terhadap semua
orang baik dalam satu suku ataupu yang berasal dari luar suku.
Informan penelitian juga menjelaskan bahwa suku lampung
adalah suku yang suka bergotong royong dan saling tolong menolong.
Karakter suku lampung yang suka bergotong royong nampak pada nilai
sakai sambayan. Sakai sambaya adalah tuntunan serta pola hidup
untuk saling menolong, bahu membahu, serta saling memberi kepada
pihak yang memerlukan. Bentuk sakai sambayan bukan sekedar dalam
hal materi, namun juga meliputi pikiran, moral, tenaga, spritual, dan
lain –lain yang dapat bermanfaat bagi orang lain.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka disimpulkan
bahwasanya suku masyarakat Lampung memiliki karakter terbuka,
ramah, selalu berkeinginan maju. Hal tersebut seperti yang dijelaskan
oleh Nurdin (2009) menjelaskan bahwa sebagai budaya lokal, budaya
Lampung yang Islami memang meliki nilai universal, disamping nilai
lokalnya. Diantaranya nilai keuniversalnya itu terletak pada nilai
spiritualnya yang religius Islami. Nilai yang religius itu ternyata di
dalamnya ada juga ditemukan ada budaya-budaya suku bangsa di
daerah lain, yang tidak terbatas pada budaya Melayu dan Jawa.
Merujuk kepada pengertian tersebut, pandangan sifat keras dan kejam
yang melekat pada masyarakat suku Lampung sebenarnya tidak ada.
Terjadinya pandangan negatif tersebut muncul karena adanya segelitir
masyarakat Lampung yang tidak memahami nilai budaya adatnya.
B. Implikasi Nilai-Nilai Budaya Suku Lampung Terhadap Pelaksanaan
Konseling Lintas Budaya
Karakter suku lampung berdasarkan nilai kearifan lokal yang
dianutnya yaitu tidak mau tertinggal dari orang lain, terbuka dan suka
berbaur, saling menolong, dan sangat menghormati orang memiliki
30
peran dan status (gelar) adat. Karakter tersebut merupakan informasi
yang sangat penting dalam pelaksanaan konseling lintas budaya. Hal
tersebut dikarenakan konselor konseling lintas budaya memiliki latar
belakang budaya. Hal tersebut seperti yang jelaskan oleh Burn ( dalam
Supriatna, 2009) menjelaskan cross cultural counseling is the process of
counseling individuals who are of different culture/cultures than that of
the therapist. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka konseling
lintas budaya dimaknai sebagai proses pemberian bantuan melalui
wawancara konseling yang dilakukan konselor yang memiliki perbedaan
budaya dengan konseli. yang berbeda dengan konseli. Berdasarkan
karakter tersebut, maka impilkasi terhadap pelaksanaan konseling lintas
budaya terhadap suku lampung adalah:
c. Dalam konseling lintas budaya, hendaknya konselor berani
bersikap terbuka untuk menggunakan teknik “contoh pribadi”.
Hal ini lebih disukai oleh konseli bersuku lampung, yang
mereka akan sangat terbuka untuk membuka diri dan
masalahnya ketika konselorpun melakukan hal yang sama
d. Konselornya hendaknya memberikan stimulus yang
memotivasi konseli untuk maju dan terentaskan masalah yang
dialami dengan cara memberikan contoh-contoh kesuksesan
orang lain atau tokoh-tokoh yang sukses
e. Ketika berhadapan dengan masalah yang menyangkut konflik
budaya, hendaknya konselor melibatkan tokoh adat sebagai
alih tangan kasus, dan atau konselor bekerjasama dengan
tokoh adat untuk menyelesakan masalah konseli melalui
konferensi kasus, dan layanan konsultasi.
31
SIMPULAN
Berdasarkan deskripsi data penelitian dan analisis data yang telah
dilakukan, maka simpulan penelitian adalah sebagai berikut:Kesimpulan
penelitian adalah:
3. Karakter suku lampung berdasarkan nilai kearifan lokal yang
dianutnya yaitu tidak mau tertinggal dari orang lain, terbuka dan
suka berbaur, saling menolong, dan sangat menghormati orang
memiliki peran dan status (gelar) adat.
4. Impilkasi terhadap pelaksanaan konseling lintas budaya terhadap
suku lampung adalah:
d. Dalam konseling lintas budaya, hendaknya konselor berani
bersikap terbuka untuk menggunakan teknik “contoh pribadi”.
Hal ini lebih disukai oleh konseli bersuku lampung, yang mereka
akan sangat terbuka untuk membuka diri dan masalahnya
ketika konselorpun melakukan hal yang sama
e. Konselornya hendaknya memberikan stimulus yang memotivasi
konseli untuk maju dan terentaskan masalah yang dialami
dengan cara memberikan contoh-contoh kesuksesan orang lain
atau tokoh-tokoh yang sukses
f. Ketika berhadapan dengan masalah yang menyangkut konflik
budaya, hendaknya konselor melibatkan tokoh adat sebagai
alih tangan kasus, dan atau konselor bekerjasama dengan
tokoh adat untuk menyelesakan masalah konseli melalui
konferensi kasus, dan layanan konsultasi.
32
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jendral Pemasyarakatan (Ditjenpas). 2013. Data Statistik KriminalAnak yang Berkonflik dengan Hukum Provinsi Lampung Tahun 2013.Jakarta
Gibson dan Mitchell 2011. Bimbingan Dan Konseling. Alih Bahasa Yudi Santosa.Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Hafidudin.2014. Memahami Falsafah Hidup Orang Lampung. Jurnal PenelitanGeografi. Vol 2, No 1 . FKIP: UNILA
Nurdin, A.Fauzie. 2009, Budaya Muakhi dan Pembangunan Daerah MenujuMasyarakat Bermartabat, Yogyakarta: Gama Media
Palmer, Stephen & Laungani, Pittu. 2008. Counseling in a Multicultural Society.London : Sage Publisher.
Patton, M.Q. 1987. Creative evoluation . Beverly Hill, CA: Sage.
Saputro. 2011. Piil Pesenggiri: Etos dan Semangat KeLampungan. BandarLampung: Jung Foundation Lampung Heritage dan Dinas PendidikanLampung
Supriadi, Dedi. 2001. Konseling Lintas –Budaya: isu-Isu Dan Relevansi DiIndonesia. UPI: Bandung
Supriatna, mamat. 2009. Materi PLPG Sertifikasi Guru. FIP. UPI Bandung
33
Lampiran 4. Prosiding Seminar Nasional
Abstrak
Saat ini lampung bagi sebagain orang diidentikan dengan daerah yangsuka kekerasan an tindak kriminal. Penyebab kondisi ini salah satunyadiduga para generasi muda lampung salah memaknai nilai kearifanlokal, sehingga remaja akan melakukan sesuatu apapun asal demiharga diri. Kondisi yang terjadi saat ini bagi suku lampung sebenarnyasangat bertentangan dengan nilai budaya dan karakter suku lampungyang sebenarnya, yaitu ramah tamah, suka bergaul, tolong menolong,toleransi, dan berkeinginan untuk maju. Upaya untuk membangunkarakter remaja lampung salah satunya dilakukan melalui konselinglintas budaya. Melalui konseling lintas budaya, konselor akanmengidentifikasi masalah pemahaman dan penafsiran nilai budayaoleh remaja yang mengakibatkan disorientasi nilai pada perilakuremaja lampung. Untuk mencapai efektifitas konselinb lintas budaya,konselor hendaknya Meningkatkan pemahaman secara filosofi tentangnilai kearifan lokal suku lampung, 2) Menginternalisasikan nilai kearfianlokal Lampung dalam sikap, perilaku saat konseling dengan remajalampung, dan 3) sikap keterbukaan konselor, serta penggunaan teknik“pemberian contoh” secara tepat saat konseling
Kata kunci: Nilai Kearifan lokal, Lampung, Konselor
34
abstract
At the time lampung for some people identified with areas that likeviolence an act of crime. The cause of this condition one of themallegedly the young generation of lampung misunderstood the value oflocal wisdom, so that teenagers will do anything for the sake of self-worth. This condition is very contrary to the cultural values andcharacter of the Lampung which is friendly, sociable, helpful, tolerant,and have good motivation for success. The solution to build thecharacter of lampung generations is cross-cultural counseling. Throughcrosscultural counseling, counselors will identify the case ofunderstanding and interpretation of cultural values by adolescents, andstudy for case disorientation of values about behavior Lampungadolescents. To achieve the effectiveness of a cross-culturalcounselling, the counselor must improve the philosophicalunderstanding of the local wisdom of the lampung, 2) internalize thelocal value of Lampung to behavior and attitude of counselor whencounseling process with with adolescent lampung, and 3) thecounselor's must can be openness with counsellee perceptions and theuse of "give sample technique" .
Key word: Local wisdom, Lampung, Counselor
1. PENDAHULUANSuku lampung adalah salah satu suku bangsa yang memegang erat
nilai-nilai luhur budayanya. Nilai-nilai budaya budaya lampung oleh para
masyarakat lampung dijadikan sebagai pedoman hidup dalam berinteraksi sosial
kemasyarakatan, dan menjadi nilai luhur yang digunakan sebagai solusi ketika
ada permasalahan-permasalahan adat, sosial, kemasyarakatan, dan
permasalahan-permasalahan lain baik sesama suku lampung, dan atau dengan
suku lainnya. Suku lampung merupakan masyarakat pribumi propinsi lampung,
dan hidup bersama-sama dengan suku-suku lain, seperti suku jawa, palembang,
sunda, batak, dan lain-lain sebagai suku atau masyarakat pendatang.
Penghargaan dan pengamalan nilai kearifan lokal suku lampung menjadikan
suku lampung dapat hidup berdampingan dengan suku-suku pendatang. Sejak
dahulu antara suku lampung sebagai masyarakat pribumi dengan suku-suku lain
sebagai masyarakat pendatang dapat hidup dengan toleransi, tenggang rasa,
saling menghargai, dan menghormati serta terjalin sikap tolong menolong.
35
Akan tetapi, realitas yang sangat miris adalah saat inn Lampung
diidentikkan sebagai daerah rawan, daerah yang rawan tindakan kriminalitas.
Merujuk kepada data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (2016) terlihat bahwa
tindak kriminal dan konflik mewarnai kehidupan masyarakat lampung. Hal
tersebut terlihat dari tabel berikut:
Tabel 1. Data kriminalitas di setiap propinsi di Indonesia
Sumber: BPS 2016. Statistik Kriminalitas
Merujuk kepada data diatas, terlihat bahwa permasalahan kriminalitas di
Propinsi Lampung sangatlah memperihatinkan. Hal tersebut sangat berbanding
terbalik dengan tatanan nilai kearifan lokal suku lampung yang suka berbaur dan
terbuka kepada orang lain. Fakta lain yang cukup mengejutkan adalah konflik
massa yang terjadi dilingkungan masyarakat lampung cukup memperihatinkan.
Berikut data yang diungkapkan oleh BPS (2016) :
Sumber :BPS 2016. Statistik Kriminal
Kondisi di atas menggambarkan bahwa nilai toleransi dan tegang rasa
yang selama ini ada dan berkembang dalam diri masyarakat lampung sudah
mulai memudar. Cukup besarnya konflik horizontal masyarakat di propinsi
35
Akan tetapi, realitas yang sangat miris adalah saat inn Lampung
diidentikkan sebagai daerah rawan, daerah yang rawan tindakan kriminalitas.
Merujuk kepada data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (2016) terlihat bahwa
tindak kriminal dan konflik mewarnai kehidupan masyarakat lampung. Hal
tersebut terlihat dari tabel berikut:
Tabel 1. Data kriminalitas di setiap propinsi di Indonesia
Sumber: BPS 2016. Statistik Kriminalitas
Merujuk kepada data diatas, terlihat bahwa permasalahan kriminalitas di
Propinsi Lampung sangatlah memperihatinkan. Hal tersebut sangat berbanding
terbalik dengan tatanan nilai kearifan lokal suku lampung yang suka berbaur dan
terbuka kepada orang lain. Fakta lain yang cukup mengejutkan adalah konflik
massa yang terjadi dilingkungan masyarakat lampung cukup memperihatinkan.
Berikut data yang diungkapkan oleh BPS (2016) :
Sumber :BPS 2016. Statistik Kriminal
Kondisi di atas menggambarkan bahwa nilai toleransi dan tegang rasa
yang selama ini ada dan berkembang dalam diri masyarakat lampung sudah
mulai memudar. Cukup besarnya konflik horizontal masyarakat di propinsi
35
Akan tetapi, realitas yang sangat miris adalah saat inn Lampung
diidentikkan sebagai daerah rawan, daerah yang rawan tindakan kriminalitas.
Merujuk kepada data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (2016) terlihat bahwa
tindak kriminal dan konflik mewarnai kehidupan masyarakat lampung. Hal
tersebut terlihat dari tabel berikut:
Tabel 1. Data kriminalitas di setiap propinsi di Indonesia
Sumber: BPS 2016. Statistik Kriminalitas
Merujuk kepada data diatas, terlihat bahwa permasalahan kriminalitas di
Propinsi Lampung sangatlah memperihatinkan. Hal tersebut sangat berbanding
terbalik dengan tatanan nilai kearifan lokal suku lampung yang suka berbaur dan
terbuka kepada orang lain. Fakta lain yang cukup mengejutkan adalah konflik
massa yang terjadi dilingkungan masyarakat lampung cukup memperihatinkan.
Berikut data yang diungkapkan oleh BPS (2016) :
Sumber :BPS 2016. Statistik Kriminal
Kondisi di atas menggambarkan bahwa nilai toleransi dan tegang rasa
yang selama ini ada dan berkembang dalam diri masyarakat lampung sudah
mulai memudar. Cukup besarnya konflik horizontal masyarakat di propinsi
36
lampung dapat ditengarai terjadi antara suku pribumi dengan suku-suku
pendatang (namun sudah lama menetap di Lampung). Suatu kondisi yang
sangat miris dan menyedihkan. Salah satu aspek fundamentasl penyebab
tingginya angka kriminalitas pada suku lampung adalah memudarnya
pemahaman dan implementasi nilai kearifan lokal suku lampung, yang
menyebabkan kesalahan dalam memaknai nilai kearifan lokal tersebut. Banyak
remaja lampung yang kehilangan identitas dirinya, serta salah dalam memahami
landasan nilai budayanya. Berkenaan dengan hal tersebut, memberikan
pemahaman akan identitias suku lampung, membangun karakter remaja
lampung berbasis nilai kearifan lokal adalah suatau hal yang sangat penting, dan
salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui konseling lintas budaya.
Berdasarkan uraian di atas, maka makalah ini akan membahas
bagaimana meningkatkan kapasitas konselor lintas budaya melalui pemahaman
nilai kearifan lokal lampung dalam pelaksaanaan konseling lintas budaya. Tujuan
dari pembahasan makalah adalah: 1) memberikan pemahaman akan
karakteristik nilai kearifan lokal lampung yang membentuk kepribadian dan
karakter suku lampung, serta 2) upaya meningkatkan kapasitas konselor lintas
budaya berbasis nilai kearifan lokal suku lampung.
2. METODEMetode yang digunakan dalam menjawab pertanyaan serta mencapai tujuan dari
pembahasan makalah adalah dengan study literasi/kajian pustaka. Pustaka yang
menjadi rujukan pembahasan dan pencapaian tujuan makalah adalah terkait
dengan nilai kearifan lokal lampung, konelor lintas budaya. Literasi yang
digunakan dan dirujuk sebagai analisa dan pembahasan tema/topik adalah
bersumber dari buku, jurnal, media sosial, dan beberapa regulasi yang terkait
dengan topik pembahasan
3. HASIL DAN PEMBAHASAN3.1 Nilai Kearifan Lokal (Local Wisdom) LampungNilai kearifan lokal adalah seperangkat nilai luhur yang menjadi pegangan
masyarakat adat untuk menjaga kelestarian generasinya. Lokal wisdom atau nilai
kearifan lokal adalah sepertangkat nilai yang tumbuh dan menjadi pegangan dan
bersumber dari akal budi yang digunakan dalam bertindak dan bersikap untuk
37
merespon suatau objek atau peristiwa pada ruang dan waktu tertentu.
Wikantoyoso (2009 ) menyebutkan bahwa nilai kearfian lokal adalah normal yang
berlaku di masyarakat serta diyakini kebenaranya dan menjadi acuan dalam
berperilaku sehari hari. Dalam masyarakat lampung, perilaku sehari-hari dan
dalam bertindak mengacu pada nilai kearifan lokal yang secara turun temurun
dijalankan dan membentuk karakter suku lampung. Nilai kearifan lokal suku
lampung, yaitu:
a. Piil Pesenggiri
Piil pesenggiri dimaknai sebagai harga diri. Bagi suku lampung falsafah
piil pesenggiri merupakan suatu nilai yang menjadi prinsip bahwa orang
lampung harus selalu berusaha maju dan tidak boleh tertinggal dari
orang lain. Syani (2016) menjelaskan bahwa Piil Pesenggiri merupakan
harga diri yang berkaitan dengan perasaan kompetensi dan nilai
pribadi, atau merupakan perpaduan antara kepercayaan dan
penghormatan diri. Seseorang yang memiliki Piil Pesenggiri yang kuat,
berarti mempunyai perasaan penuh keyakinan, penuh tanggungjawab,
kompeten dan sanggup mengatasi masalah-masalah kehidupan.
b. Juluk-Adek
Juluk-adek adalah panggilan atau gelar adat. Nilai juluk-adek
menunjukan peran sosial individu sesuai dengan gelarnya, baik dalam
hubungannya dengan acara adat ataupun sosial kemayarakatan.
c. Nemui Nyimah
Nemui-nyimah diartikan sebagai sikap santun, pemurah, terbuka
tangan, suka memberi dan menerima dalam arti material sesuai dengan
kemampuan.
d. Nengah-nyappur
e. Nengah-nyappur merupakan nilai yang menunjukkan bahwa orang
lampung suka bergaul, bersahabat dengan siapa saja, tenggang rasa
(toleransi) yang tinggi antar sesamanya.
f. Sakai sambaiyan
Sakai sambayan dimaknai dengan perilaku yang suka tolong menolong
dan gotong royong. Sakai sambayan adalah sifat suku lampung yang
38
suka berpartisipasi dan saling membantu baik sesama suku maupun
dengan suku lain.
Merujuk kepada nilai kearifan suku lampung maka kesan suka kekerasan
dalam memecahkan masalah, suku yang dekat dengan konflik dan kriminalitas
adalah sesuatu hal yang sebenarnya tidak ada satupun rujukan nilai lokal
lampung yang mengajarkan hal tersebut. Secara umum disimpulkan bahwa
karakter suku lampung adalah suku yang terbuka dengan semuanya, toleransi,
ramah tamah, dan memiliki prinsip hidup yang ingin untuk selalu maju.
3.2 Peningkatan Kapasitas Konselor Lintas Budaya melalui pemahamannilai kearifan lokal suku lampung
Mardihartono (Basri, 2016) menjelaskan bahwa dalam masyarakat
Lampung sekarang ini pemahaman dan aplikasi nilai-nilai kearifan lokal piil
pesenggiri kurang menyentuh hal yang substansial dan pada posisi yang benar
Boleh jadi, telah terjadi pendangkalan makna terhadap kekayaan nilai pada keari-
fan lokal tersebut. Lebih lanjut disebutkan oleh Mardihartono bahwa piil
pesenggiriini diterjemahkan sangat sempit, sehingga piil pesenggiriitu hanya
harga diri yang tak jarang berhubungan dengan konflik fisik. Mestinya tidak
demikian. Konflik harusnya tidak akan terjadi karena individu mempunyai harga
diri dan martabat. Kalau individu berkonflik yang mengorbankan orang lain
apalagi masyarakat luas, sebenarnya secara itu tidak punya harga diri.
Pemahaman dan pemaknaan yang salah terhadap nilai lokal suku lampung
disebabkan karena pengenalan, penanaman, dan pengajaran nilai lokal oleh
orang tua dan para tokoh adat sangatlah minim. Sehingga remaja hanya
memahami secara setengah-setengah dan itupun pemaknaan yang salah.
. Salah satu upaya untuk menanamkan nilai-nilai kearifan lokal suku
lampung pada remaja yaitu melalui konseling lintas budaya. Melalui konseling
lintas budaya, konselor akan mengidentifikasi masalah identitas diri remaja
lampung terkait dengan nilai budayanya, lalu membangun kembali kedirian dari
remaja lampung didasarkan oleh nilai kearifan lokal suku lampung. Gibson &
Mitchell (2011) menjelaskan konseling sebagai hubungan antar- manusia dan
profesi penolong harus dapat memberikan pengaruh nasional yang signifikan dan
positif, secara spesifik konseling lintas budaya harus memiliki orientasi
39
multibudaya dan konseling bisa efektif untuk menghadapi berbagai masalah
untuk budaya apapun. Upaya untuk mereduksi perilaku kriminalitas dan tindak
kekerasan yang diakibatkan oleh lunturnya nilai kearifan lokal lampung serta
penafsiran yang salah terhadap nilai kearifan lokal suku lampung, maka
diperlukan konseling lintas budaya yang dilakukan oleh konselor yang memiliki
pemahaman utuh, integritas, dan menjadikan nilai kearifan lokal lampung
sebagai bagian media untuk merubah penafsiran negatif remaja lampung
terhadap nilai loka lampung. Proses untuk mencapai kondisi tersebut hanya
dapat dilakukan oleh konselor yang memiliki kapasitas pemahaman yang baik
terhadap nilai budaya lampung.
Peningkatan kapasitas konselor lintas budaya dalam mengidentifikasi
masalah remaja lampung dan membangun kembali karakter remaja lampung
sesuai dengan nilai kearifan lokal, dapat dilakukan dengan:
1. Meningkatkan pemahaman secara filosofi tentang nilai kearifan lokal
suku lampung. Dengan demikian akan mampu secara efektif
memahami karakter remaja lampung, serta akhirnya akan mampu
membangun kembali karakter remaja lampung.
2. Menginternalisasikan nilai kearfian lokal Lampung dalam sikap,
perilaku saat konseling dengan remaja lampung.
3. Wujud karakter suku lampung yang terbuka dan mudah bergaul, serta
menjadikan nilai harga diri di atas segalanya, hendaknya berimplikasi
pada sikap keterbukaan konselor, serta penggunaan teknik
“pemberian contoh” secara tepat.
Pengembangan kemampuan konselor dalam memahami karakter suku
lampung serta kemampuan untuk mengimplementaskan pemahamahan tersebut
dalam proses konseling lintas budaya akan menjadikan konseli bersuku lampung
dapat memahami disorientasi karakter dirinya selama ini, serta mampu
mengintervensi konseli dalam membangun kembali karakter sesuai dengan nilai
lokal suku lampung dengan pemaknaan yang benar
40
4. SIMPULAN DAN SARANBerdasarkan pembahasan yang telah dilakukan maka dirumuskan beberapa
kesimpulan, yaitu:
1. Pada remaja lampung saat ini secara mayoritas terjadi kesalahan
pemaknaan nilai kearifan lokal, sehingga berakibat pada disorientasi
nilai kearifan lokal pada remaja lampung
2. Sejatinya karakter suku lampung berdasarkan nilai kearifan lokal adalah
suku yang terbuka dengan semuanya, toleransi, ramah tamah, dan
memiliki prinsip hidup yang ingin untuk selalu maju.
3. Peningkatan kapasitas konselor untuk melaksanakan konseling pada
konseli bersuku lampung terletak pada peningkatan pemahaman nilai
budaya lampung, penerapan nilai budaya dalam sikap dan tingkah laku
saat konseling, serta menginternalisasikan nilai kearifan lokal sebagai
materi dan pengembangan teknik konseling.
Saran yang diberikan kepada para konselor lintas budaya dalam
melaksanakan konseling lintas budaya pada konseli bersuku lampung yaitu:
1. Hendaknya sebelum melakukan konseling, perlu dilakukan
identifikasi dan analisis pemahaman konseli terhadap nilai
budayanya. Karena hal tersebut bisa jadi adalah pemicu munculnya
permasalahan yang dihadapi konseli
2. Menjalin komunikasi dan kerjasama dengan para tokoh adat, hal ini
sangat penting ketika masalah konseli terkait erat dengan
permasalahan atau konflik pribadi yang berkaitang dengn nilai adat
budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik.2016. Statistik Kriminal. Jakarta: BPS
Basri, Hasan. 2016. Kearifan Lokal Bisa Menyejukkan Lampung (PerspektifKomunikasi Lintas Budaya). Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 7, Nomor 1,Maret 2016, Hlm. 63-70
Gibson, Robert L & Mitchell, Mariana H. 2011. Bimbingan Dan Konseling.Jakarta: Pustaka Pelajar
41
Syani, Abdul. 2016. Kearifan Lokal Lampung Dan Implementasinya DalamKehidupan Kampus. Makalah. Disampaikan Pada Seminar/LokakaryaPada Kegiatan Diklat Bidik Misi Di Universitas Lampung, Tanggal 27November 2016
Wikantoyoso.2009. Kearifan Lokal Dalam Perencanaan Dan Perancangan Kota;Untuk Mewujudkan Arsitektur Kota Berkelanjutan. Malang: Grup ArsitekturDan Konservasi Kota
42
Lampiran 5. Teknologi tepat Guna
i
PANDUAN PRAKTISKONSELING LINTAS BUDAYA
PADA KONSELIBERKARAKTERISTIK BUDAYA
LAMPUNG
Oleh:Agus Wibowo, M.Pd
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2017
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahhirobbil’alamin, segala puji syukur tidak henti-hentinya selalu kita
panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan sekalian alam, karena atas kehendak dan
hidayahnya penulis dapat menyusun sebuah panduan yang insyaallah bisa
bermanfaat bagi pra konselor dalam melaksanakan proses konseling, khususnya
dengan konseli yang memiliki karakteristik budaya lampung.
Panduan praktis ini disusun berdasarkan hasil riset yang telah penulis
lakukan terhadap suku lampung dan nilai-nilai budaya yang dipegang teguh oleh
suku lampung dalam berkehidupan sosial kemasyrakatan. Berbagai tuntutan dan
eksistensi konselor saat ini yang semakin tinggi diakibatkan adanya dampak
teknologi yang menjadikan generasi muda telah hilang karakter budaya lokal, harus
dijawab dengan komselor yang memiliki kapasitas dan kompetensi yang tinggi
dalam memahami karakter konseli.
Panduan ini disusun dengan sederhana dalam rangka untuk mempermudah
para konselor dalam memahami dan mempraktikkan, serta dilengkapi dengan kajian
yang komprehensif tentang teori konseling lintas budaya, serta nilai-nilai lokal
budaya lampung. Akan tetapi, demi kesempurnaan panduan ini, penulis sangat
mengharapkan kritikan yang membangun untuk kesempurnaan panduan ini.
Mudah-mudahan panduan ini bermanfaat bagi kita semua.
Penulis,
Agus Wibowo, M.Pd
iii
DAFTAR ISI
SAMPUL................................................................................................................................................. i
KATAPENGANTAR............................................................................................................................ ii
DAFTARISI...................................................................................................................... .................... iii
KONSELING LINTAS BUDAYA
1. Konsep Konseling Lintas Budaya................................................................ 12. Urgensi konseling Lintas Budaya dalam era globalisasi.............................. 2
3. Konselor Konseling Lintas Budaya.............................................................. 3
Teknik Konseling Lintas Budaya Suku Lampung.............................................. 5
1. Nilai Kearifan Lokal Suku Lampung ............................................................ 52. Teknik Konseling Lintas Budaya dengan suku Lampung ........................... 7
Daftar Pustaka................................................................................................. .......10
1 Agus Wibowo. Panduan Konseling Dengan Suku LampungKONSELING LINTAS BUDAYA
A. Konsep Konseling Lintas BudayaKonseling lintas budaya (cross-cultural counseling) adalah konseling yang
melibatkan konselor dan konseli yang berasal dari latar belakang budaya yang
berbeda (Supriadi,2001). Selain ditinjau dari subjek/pelaku proses konseling,
Wohl (dalam Supriadi, 2001) konseling lintas budaya meliputi isu atau kondisi
dimana penerapan dan implikasi teori-teori, pendekatan dan prinsip konseling
yang berasal dari suatu konteks budaya tertentu ke dalam konteks budaya lain.
Gibson dan Mitchell (2011) menjelaskan bahwa konseling lintas budaya dimaknai
bahwa konselor adalah pribadi yang unik diantara banyak budaya dan latar
belakang yang membentuk suatu populasi. Sedangkan Burn ( dalam Supriatna,
2009) menjelaskan cross cultural counseling is the process of counseling
individuals who are of different culture/cultures than that of the therapist.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka konseling lintas budaya
dimaknai sebagai proses pemberian bantuan melalui wawancara konseling yang
dilakukan konselor yang memiliki perbedaan budaya dengan konseli.
Multi budaya dapat diartikan sebagai suatu kondisi masyarakat yang
majemuk, menghargai pluralisme dan memungkinkan keberagaman tetap lestari,
dengan arti lain masyarakat yang menerima integrasi sebagai cara-cara yang
umum untuk menghadapi keberagaman budaya, tetapi tetap memperlihatkan jati
diri mereka.
Konseling multi budaya menurut Von Tress menyatakan dimana penasehat
dan kliennya adalah berbeda secara kultural oleh karena sosialisasi berbeda
dalam memperoleh budayannya, sub kultur, racial ethnic, atau lingkungan sosial
ekonomi. Sementara APA (Sue, Dkk 1982) menggambarkan konseling atau
terapi antara budaya sebagai hubungan konseling dimana dua atau lebih peserta
berbeda berkenaan dengan latar belakang budaya, nilai-nilai, dan gaya hidup.
Dengan demekian, konseling multikultural adalah proses konseling yang
dilaksanakan oleh konselor dan konseli yang memiliki karaktersitik dan latar
belakang budaya yang berbeda.
Konseling multi budaya meliputi situasi dimana:
2 Agus Wibowo. Panduan Konseling Dengan Suku Lampung antara konselor dan klien adalah individu minoritas tetapi dari kelompok
minoritas berbeda,
konselor adalah seorang minoritas tapi klien bukanlah atau sebaliknya
konselor dan klien sesuai rasnya, secara etnis serupa, namun memiliki
keanggotaan kelompok budaya berbeda berdasarkan misalnya variabel jemis
kelamin, orientasi seksual, faktor sosial ekonomi, orientasi religius, atau usia.
B. Urgensi konseling Lintas Budaya dalam era globalisasiSaat ini, banyak permaasalahan yang muncul pada diri individu disebabkan
oleh faktor-faktor eksternal, utamanya terkait dengan intoleransi. Pandangan
yang lebih meninggikan nilai budaya sendiri dibandingkan dengan budaya orang
lain merupakan penyebab dasar sering terjadinya permasalahan sosial pada diri
individu. Oleh karena itu, beberapa hal yang penting untuk dipahami terkait
dengan pentingnya nilai budaya bagi masyarakat di globalisasi adalah sebaai
berikut:
1. Saat ini semakin sering munculnya persoalan-persoalan yang bersumber
dari keragaman budaya konseli (peserta didik)
2. Individu yang menjadi subjek pendidikan beragam karakteristik dan
pelbagai latar belakang dirinya
3. Guru BK, bahkan sistem persekolahan di Indonesia belum secara sengaja
disiapkan untuk menghadapi persoalan yang bersumber dari keragaman
budaya konseli (peserta didik).
4. Manusia adalah mahluk sosial, dan juga mahluk berbudaya.- Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkaan orang lain,sehingga
memerlukan interaksi dengan individu lain. Selain itu manusia juga
dibentuk oleh lingkungan sosial dimana ia berada- Sebagai mahluk berbudaya, manusia memiliki nilai-nilai, norma, dan
konsep-konsep yang dianut.
5. Perkembangan dan Arus globalisasi yang berdampak besar terhadap
berbagai tatanan kehidupan, termasuk pendidikan
6. Orientasi nilai budaya yang berupa sikap kekeluargaan dan gotong royong
yang sangat kuat dalam masyarakat Indonesia
3 Agus Wibowo. Panduan Konseling Dengan Suku Lampung
C. Konselor Konseling MultikulturalKonselor multikultural, harus memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap nilai
budaya, yang dipegang oleh konseli. Berikut adalah faktor yang harus
diperhatikan oleh konselor untuk memahami nilai-nilai budaya yang dipegang
oleh konseli:
1. Perluya Memahami Keanekaragaman Klien Dalam Suatu Masyarakat Plural
Kita banyak menghadapi suatu kenyataan, bahwa didalam kebudayaan
Nasional ternyata terdapat keragaman budaya, atau dalam suatu bangsa
sering terdiri dari sub budaya-sub budaya. Kasus seperti ini akan kita jumpai
di indonesia yang terdiri dari banyak etnis atau suku, sehingga kemungkinan
akan muncul pluraliralitas budaya.
2. Individu tumbuh bersama dengan budayanya
Konselor seharusnya ingat bahwa kebudayaan klien adalah multicultural
dalam perasaan atau pikiran (sense) mereka yang telah dipengaruhi oleh
sedikitnya lima kultur yang saling terjalin satu sama lain.
3. Perbedaan karakter dan latar belakang budaya yang berbeda, memerlukan
pemahaman dan treatment yang berbeda.
4. Memperoleh suatu gambaran seseorang yang secara kultural berbeda
memerlukan suatu usaha untuk memahami kultur yang dimiliki orang itu dan
bagaimana orang itu berhubungan dengan kultur tersebut.
5. Konselor multikultural harus meningkatkan:
Kesadaran diri dan pengertian/pemahaman tentang sejarah kelompok
budayanya sendiri dan mengalami.
Kesadaran diri dan pengertian/pemahaman tentang pengalaman diri
sendiri di lingkungan arus besar kulturnya.
Kepekaan perceptual ke arah kepercaayaan diri sendiri pribadi dan
nilai-nilai yang dimilikinya.
Kesadaran dan pengertian/pemahaman tentang sejarah dan
pengalaman kelompok budaya dimana klien mungkin mengidentifikasi
atau sedang berhadapan.
4 Agus Wibowo. Panduan Konseling Dengan Suku Lampung kesadaran perseptual dan pemahaman akan pengalaman dalam
lingkungan budaya, dimana klien mungkkin mengidentifikasi atau
sedang berhadapan.
Kepekaan perseptual kearah kepercayaan pribadi klien dan nilai-
nilainya.
Untuk itu, dalam pelaksanaan konseling lintas budaya, konselor harus
meningkatkan kapasitasnya, antara lain:
Teknik konselor harus dimodifikasi ketika konseling secara budaya berbeda
Konselor yang secara budaya sensitif disiapkan untuk menyesuaikan dengan
perbedaan dan berbagai kesulitan yang di antisipasi sepanjang proses
konseling karena jarak antara latar belakang budaya konselor dan lkien
meningkat.
Konsepsi tentang proses membantu adalah budaya, seperti model atau gaya,
self –reparation dan mengkomonikasikan distress/ kesusahan.
keluhan dan gejala berbeda dalam frekuensi dan kejadiannya pada berbagai
kelompok budaya.
harapan dan norma-norma budaya konselor dan klien mungkin beragam.
Konselor yang secara kultural efektif mengenali nilai-nilai dan asumsi mana
yang mereka pegang mengenai perilaku manusia yang diinginkan atau tidak
diinginkan
Konselor yang secara kultural efektif adalah mereka yang menyadari
kharakteristik umum konseling yang melintasi pikiran/anggapan yang
diperoleh dari sekolah.
Konselor yang secara kultural efektif bisa berbagai pandangan dunia dengan
klien mereka tanpa meniadakan hak kekuasaan mereka.
Konselor yang secara kultural efektif sungguh-sungguh eklektik dalam
konseling mereka.
5 Agus Wibowo. Panduan Konseling Dengan Suku LampungTEKNIK KONSELING LINTAS BUDAYA SUKU LAMPUNG
A. Nilai Kearifan Lokal suku LampungSuku lampung adalah salah satu suku yang memiliki nilai adat istiadat yang
sangat besar, bahkan suku lampung merupakan suku yang sampai saat ini
memegang teguh nilai adat dan budayanya. Menurut informan penelitian, nilai
budaya lokal (lokal wisdom) merupakan pegangan hidup yang selalu dianut
dalam berkehidupan masyarakat suku Lampung. Beberapa nilai kearifan lokal
yang dipegang oleh suku Lampung yaitu lampung, nilai kearifan lokal yang
dianut yaitu Piil pesenggiri, nemu-nyimah, sakai sambayan, dan juluk adok juluk
adok”keseluruhan nilai tersebut merupakan warisan budaya leluhur yang
menjadikan pedoman hidup bagi masyarakat lampung.
Untuk menjaga kelestarian nilai luhur budaya lampung, maka dilakukan upaya
pengenalan dan pembelajaran terhadap nilai lokal semenjak dari kecil. Suku
lampung mulai dari kecil diajarkan tentang adat lampung dengan tujuan agar
anak suku lampung sudah mengenal kebiasaan, tuntunan, dan aturan yang
berlaku dalam kehidupan sosial, mulai dari hubungan sosial dengan keluarga,
masyarakat, dan lain lain
Masyarakat lampung harus berpegah teguh terhadap nilai luhur yang mereka
anut, oleh karena itu sejak masih kecil anak-anak atau generasi muda suku
lampung harus diperkenalkan oleh nilai-nilai lokal suku lampung. Implementasi
nilai kearifan lokal suku lampung diberlakukan pada setiap sendi kehidupan
masyarakat. Baik dalam kehidupan sosial pada satuan keluarga, hingga acara-
acara adat. Dalam suku lampung, nilai kearifan lokal meerupakan pedoman
dasar yang mengatur hubungan sosial antara masyarakat satu dengan yang
lainnya. Hal ini disebebakan karena suku lampung dalam pola sistem
kemasyarakatan tidak mengenal sistem kasta. Masyarakat lampung tidak
membedakan kasta atau status sosial dalam masyarakat, hal tersebut ditandai
dengan acara nanjar/acara tanjaran, dimana semua memiliki kedudukan
sama.Dalam suatu acara adat atau “begawai adai” masyarakt lampung, terjadi
suatu kebiasaan untuk melakukan acara jamuan atau makan besama dengan
cara menggelar semua sajian makanan dibawah (tidak diletakkan dimeja-meja
6 Agus Wibowo. Panduan Konseling Dengan Suku Lampungkhusus). Sehingga semua masyarakat lampung, tidak perduli pangkat, status
sosial, jabatan dan lain-lain melakukan makan bersama sama dibawah/ lantai
dengan duduk bersama-sama antara satu dengan yang lainnya. Nilai acara
nanjar ini bermakna bahwa masyarakat lampung mengakui bahwa semua orang
itu sama hak dan kewajibannya. Sehingga nilai kebersamaam dan gotong
royong adalah hal dasar yang harus dijaga dan dilestarikan.
Nilai luhur yang menjadi pedoman bagi masyarakat lampung salah satunya
adalah Piil Pesenggiri. Piil Pesenggiri adalah nilai luhur masyarakat lampung
yang membentuk karakter suku lampung untuk selalu termotivasi hidup lebih
baik dari orang lain. Piil pesenggiri dimaknai sebagai bentuk harga diri bagi suku
lampung yang meletakkan nilai kehormatan dan martabat harus bisa lebih baik
dari yang lain. Piil pesenggiri dimaknai sebagai suatu sikap masyarakat lampung
yang selalu ingin lebih baik. Piil pesenggiri memiliki pandangan filosofi bahwa
jika orang lain bisa dan mampu maka hal tersebutpun pasti bisa saya dapatkan
dan bisa saya lakukan. Nilai pesenggiri menjadikan suku lampung selalu
berusaha bagiamana mereka tidak tertinggal dari orang lain. Selain piil
pesenggiri, nilai luhur yang menjadi pembentuk karakter suku lampung adalah
Nengah Nyappur. Nengah nyampur dimaknai sebagai karakter suku lampung
yang suka bergaul, terbuka terhadap informasi dan orang lain. Nengah nyappur
secara sederhanadimaknai bahwa “ bergerak kedalam kerumunan dan
bercampur dengan orang lain”. Nilai nengah nyappur membentuk karakter suku
lampung untuk dapat hidup berpartisipasi dengan orang lain, membuka diri
untuk mencapai suatu kemajuan. Orang lampung memiliki karakter mudah
berbaur, dan bergaul, hal tersebut nampak dari nilai-nilai nengah nyampur. Nilai
nengah nyampur mendorong masyarakt lampung untuk bisa bergaul dengan
sesama.
Nilai kearifan lokal suku lampung yang menjadi dan membentuk karakter suku
lampung adalah Bejuluk adok. Bejuluk adok adalah pemberian gelar kepada
orang lampung yang memiliki syarat tertentu dan melalui proses atau rangkaian
upacara adat. Selain gelar secara adat, dalam suku lampung juga terdapat
bejuluk (panggilan) yang khas dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Nilai
bejuluk adok berimplikasi terhadap peran dan tanggungjawab individu suku
lampung pada peran sosial kemasyarakan adat istiadat lampung. Selain itu suku
lampung juga sangat menghormati tamu atau keluarga yang berkunjung atau
7 Agus Wibowo. Panduan Konseling Dengan Suku Lampungbersilaturahmi. Dalam adat suku lampung, tamu hendaknya diperlakukan
secara terhormat dan dijamu secara baik, ramah dan bermurah hati. Karakter ini
terdapat dalam nilai Nemu Nyimah. Nemu nyimah adalah adalah nilai yang
mencirikan suku lampung murah hati, ramah tamah terhadap semua orang baik
dalam satu suku ataupu yang berasal dari luar suku.
Suku lampung adalah suku yang suka bergotong royong dan saling tolong
menolong. Karakter suku lampung yang suka bergotong royong nampak pada
nilai sakai sambayan. Sakai sambaya adalah tuntunan serta pola hidup untuk
saling menolong, bahu membahu, serta saling memberi kepada pihak yang
memerlukan. Bentuk sakai sambayan bukan sekedar dalam hal materi, namun
juga meliputi pikiran, moral, tenaga, spritual, dan lain –lain yang dapat
bermanfaat bagi orang lain.
B. Teknik Konseling Dengan Suku Lampung
1. Pendekatan Konseling Lintas Budaya
Dalam pelaksanaan konseling lintas budaya, dikenal tiga pendekatan umum,
yaitu:
a. Culture centered model
Model ini didasarkan pada asumsi bahwa sering kali terjadi
ketidaksejalanan antara asumsi konselor dengan kelompok-kelompok
konseli tentang budaya, bahkan dalam budayanya sendiri. Konseli tidak
mengerti keyakinan-keyakinan budaya yang fundamental konselornya
demikian pula konselor tidak memahami keyakinan-keyakinan budaya
konselinya. Atau bahkan keduanya tidak memahami dan tidak mau
berbagi keyakinan-keyakinan budaya mereka.
Fokus utama model ini adalah pemahaman yang tepat atas nilai-nilai
budaya yang telah menjadi keyakinan dan menjadi pola perilaku individu.
Dalam konseling ini penemuan dan pemahaman konselor dan konseli
terhadap akar budaya menjadi sangat penting. Dengan cara ini mereka
dapat mengevaluasi diri masing-masing sehingga terjadi pemahaman
terhadap identitas dan keunikan cara pandang masing-masing.
8 Agus Wibowo. Panduan Konseling Dengan Suku Lampungb. Integrative model
Asumsi yang mendasari konseling model integratif, yakni sebagai berikut :
1. Reaksi terhadap tekanan-tekanan rasial (reactions to racial
oppression).
2. Pengaruh budaya mayoritas (influence of the majority culture).
3. Pengaruh budaya tradisional (influence of traditional culture).
4. Pengalaman dan anugrah individu dan keluarga (individual and
familyexperiences and endowments).- Kekuatan model konseling ini terletak pada kemampuan
mengakses nilai-nilai budaya tradisional yang dimiliki individu dari
berbagai varibelnya- kunci keberhasilan konseling adalah asesmen yang tepat terhadap
pengalaman-pengalaman budaya tradisional sebagai suatu sumber
perkembangan pribadi.
c. Ethnomedical model.
Model ini merupakan konseling transkultural yang berorientasi pada
paradigma memfasilitasi dialog terapeutik dan peningkatan sensitivitas
transkultural. Pada model ini menempatkan individu dalam “konsepsi
sakit” dalam budaya
Dalam penggunaan pendekatan tersebut, secara spesifik konselor yang
melaksanakan konseling dengan suku lampung, harus memiliki teknik khusus
yaitu:
Memberikan penghargaan terhadap apa yang dianut konseli,baik verbal
maupun nonverbal
Empati
Tidak menggeneralisasikan pandangan yang dianut terhadap suatu kepada
setiap konseli
Menolak menghakimi dan mengingatkan sampai dia memiliki cukup informasi
dan memahami dunia klien.
9 Agus Wibowo. Panduan Konseling Dengan Suku Lampung Kemampuan mereaksi terhadap sesuatu yang baru, perbedaan dan waktu,
situasi yang tidak dapat diramalkan dengan sedikit ketidaknyamanan atau
iritasi.
Memiliki kesabaran dan ketabahan ketika tidak memungkinkan untuk
mengerjakan suatu dengan segera.
Gunakan keterampilan 3M yang baik, yaitu mendengar, mehamai, dan
merespon. Keterampilan ini akan menjadikan sikap keterbukaan konseli
lampung akan semakin baik, sehingga masalah yang dialami bisa terungkap
dengan lebih banyak dan lebih mendalam.
Karakter nengah-nyappur hendaknya menjadikan pegangan bagi konselor
untuk membangun rapport yang baik dengan mengintensifkan teknik-teknik
“contoh pribadi”, sebagai bagian terapis untuk mengembangkan wawasan
konseli dan orientasi dalam menemukan suatu pentokohan yang bisa menjadi
contoh dalam kehidupan.
Sesuai dengan karaktersitik yang dimiliki oleh suku lampung, penggunaan
model konseling yang paling tepat yaitu dengan model Model Etnomedikal(Ethnomedical Model). Melalui model ini, konselor dapat mengidentifikasi
kesalahsuaian perilaku konseli dengan membandingkan nilai-nilai yang
menjadi acuan hidup suku lampung.
10 Agus Wibowo. Panduan Konseling Dengan Suku LampungDirektorat Jendral Pemasyarakatan (Ditjenpas). 2013. Data Statistik Kriminal Anak yang
Berkonflik dengan Hukum Provinsi Lampung Tahun 2013. JakartaGibson dan Mitchell 2011. Bimbingan Dan Konseling. Alih Bahasa Yudi Santosa. PustakaPelajar: YogyakartaHafidudin.2014. Memahami Falsafah Hidup Orang Lampung. Jurnal Penelitan Geografi.Vol 2, No 1 . FKIP: UNILANurdin, A.Fauzie. 2009, Budaya Muakhi dan Pembangunan Daerah Menuju MasyarakatBermartabat, Yogyakarta: Gama MediaPalmer, Stephen & Laungani, Pittu. 2008. Counseling in a Multicultural Society. London :Sage Publisher.Patton, M.Q. 1987. Creative evoluation . Beverly Hill, CA: Sage.Saputro. 2011. Piil Pesenggiri: Etos dan Semangat KeLampungan. Bandar Lampung: JungFoundation Lampung Heritage dan Dinas Pendidikan LampungSupriadi, Dedi. 2001. Konseling Lintas –Budaya: isu-Isu Dan Relevansi Di Indonesia. UPI:BandungSupriatna, mamat. 2009. Materi PLPG Sertifikasi Guru. FIP. UPI Bandung