obat terakhir raditya

Upload: edi-s-mulyanta

Post on 19-Jul-2015

741 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Obat Terakhir Raditya

Awalan yang menyakitkanHari itu tanggal 7 Februari 2012, tidak ada hal yang menarik di pagi-pagi buru-buru berangkat ke kantor sembari mengantar anakku yang pertama masuk sekolah seperti biasa. Hati tidak enak karena anakku yang kedua panas sudah 4 hari ini. Setiap anak panas, hatiku selalu tidak nyaman, dan pikiran menjadi tidak begitu fokus bekerja, entah mengapa apabila anak sakit selalu ada rasa ketakutan yang menjadi-jadi entah kenapa. Nanti siang jadwal periksa anakku, karena sudah 4 hari panas dan tidak kunjung sembuh, yang kutakutkan adalah anakku kena demam berdarah, atau harus mondok1 di rumah sakit sebuah kata yang1

Opname:rawat inap

P a g e |1

sangat tidak aku sukai. Anakku yang kedua ini pernah opname di rumah sakit cukup lama karena kena diare, kemudian pernah juga mondok karena kena demam berdarah, sehingga kata rumah sakit merupakan dua kata momok yang selalu membuat aku paranoid mendengarnya. Setelah aku larut dalam pekerjaan, jam 14.00 handphone berdering dan kuamati... hmmm dari istriku.. oya ini hasil pemeriksaan pasti akan dikabarkan istri saya. Tanpa panjang lebar aku angkat HP ku dan aku dengarkan dengan seksama kata-kata istriku. Agak lama sekali aku hanya mengucapkan kata halo berkali-kali tanpa jawaban dari istriku, hanya isak tangis yang ditahan untuk meminta aku segera ke rumah sakit. Tanpa memerdulikan pekerjaan yang belum aku selesaikan, langsung aku cabut dari kantor segera menuju ke rumah sakit Panti Rapih2, yang cukup dekat dari kantor. Hatiku penuh tanya, mengapa istriku tampak sangat terpukul dengan keadaan anakku. Setengah berlari akupun mencari tempat praktek dokter anak langganan istriku, di lantai 3 Panti Rapih. Beberapa ruang aku masuki, dan ternyata istriku sedang di sebuah ruangan khusus bersama anakku. Kenapa mami3.. ada apa tanyaku mencoba tenang. Pak... Radit Pak.. Radit.terkena leukimia pak... !!! teriak istriku saat melihat aku masuk ke ruangan. Terlihat anakku menahan tangis, karena melihat ibunya histeris menangisi keadaan anaknya. Akupun tidak kuasa menahan terkejutku, akan tetapi penguasaan diriku cukup baik sehingga sebesar apapun terpaan cobaan tampaknya aku bisa lebih tenang dibanding istri saya.2 3

Salah satu rumah sakit di Jogjakarta Panggilan di rumah kepada istriku

P a g e |2

Ibu nggak usah nangis aku pasti sembuh kata anakku menahan tangisnya Bapak dapat menunggu dokter Noor menjelaskan nanti setelah pasien yang lain selesai pak ujar perawat yang menemani istri saya. Anakku tanpa dosa memandang ibunya, dan bapaknya bergantiganti sambil sesekali menahan tangis melihat ibunya yang tak kuasa menangisinya. Setelah pasien terakhir dilayani oleh dokter Noor, seorang dokter anak langganan anakku sejak kecil, akhirnya aku diberi penjelasan tentang hasil lab test darah anak saya. Diperlihatkan satu lembar hasil lab, dan dijelaskan oleh dokter Noor bahwa lekosit atau sel darah putih anakku sangat tinggi sekali, yaitu berkisar antara 177.000 sedangkan normalnya adalah 4000 - 10.000. Hal ini menandakan anakku terindikasi terkena leukimia yang cukup berat. Anak bapak saya rujuk ke Sardjito pak, karena di sana ada penanggulangan kanker anak yang ditangani oleh Prof. Sutaryo ahlinya. Bapak dapat konsultasi terlebih dahulu nanti malam di ruang prakteknya di sekitar Amplaz4 praktiknya dokter Noor menjelaskan dengan gamblang. Ibu harus tabah, jangan menangis di depan anak, nanti anak ibu akan putus asa dan tidak semangat lagi sambil memandang memelas ke istriku, dokter Noor mencoba memberi semangat ketabahan pada istriku. Tampak dokter Noor menyimpan keharuan yang dalam, saat melihat keadaan dan ketabahan anakku menghadapi sakit yang tidak ia sadari bahayanya. Iya..iya dokter terimakasih nasehatnya kata istriku sambil terisak. Tabah ya bu... suster yang mengantar kami menimpali untuk menguatkan hati kami.4

Amplaz: Ambarukmo Plaza

P a g e |3

Ibu mbayar dulu ya .. sebentar kata istriku kepada anakku sambil jalan ke arah kassa. Tanpa kuasa ternyata istriku pingsan setelah berada di depan kassa. Dengan terpaksa aku tinggalkan anakku sendirian di bangku tunggu untuk mengurusi istriku yang pingsan menanggung beban yang cukup berat penyakit anakku. Dengan bantuan suster, istriku aku bopong ke salah satu ruang perawatan sambil diberikan oksigen.

ibu harus tabah.. akhirnya dokter Noor kembali memberikan nasehat ke istri saya, saat beliau dilapori suster tentang keadaan istriku. Ibu jangan menangis di depan anak, anak akan bingung nanti bu sambil menahan tangis dokter Noor juga mencoba menenangkan istriku. Tampak anakku cukup tabah, walaupun dia sendiri tidak mengetahui dengan persis bagaimana keadaan penyakit yang dieritanya. Setelah istriku merasa cukup kuat, dan kamipun

P a g e |4

mencoba untuk pulang ke rumah. Malamnya, kami pun mencari praktek Prof. Sutaryo yang disarankan dokter Noor, untuk konsultasi tentang data darah anakku. Istriku dengan mata sembab terus menangisi nasib kami yang terbeban berat, terlebih lagi anakku yang terindikasikan penyakit Leukemia. Setelah giliran kami untuk konsultasi, Prof. Sutaryo pun dengan tersenyum mengatakan Kasus leukemia ini menyenangkan bapak, dan ibu sayapun terperangah mendengarkan penjelasannya. Dari 10 penderita, 8-9 sembuh bapak dan ibu, jadi bapak dan ibu jangan khawatir bagaikan air yang sejuk kata-kata Prof. Sutaryo betul-betul membuat kami menangis bahagia. Aku pegang tangan istriku, dan mengucap syukur bahwa penyakit anakku ini dapat disembuhkan. Malam ini langsung ke Sardjito, dan akan dirawat dengan segera di bangsal Estella5, bapak dan ibu, biar langsung bisa ditangani Kata Prof. Taryo mantap. Saya memerlakukan pasien Leukemia sangat kejam bapak dan ibu, artinya apa.pasien leukemia hanya bisa ditunggui oleh satu orang penunggu, baik ibu saja atau bapak saja, untuk mempercepat proses sembuhnya sambil menuliskan rujukan ke RS. Sardjito Prof. Taryo panggilan akrab Prof. Sutaryo yang sederhana menjelaskan. Kata-kata positif dan penuh semangat telah membangkitkan semangat kami untuk segera masuk ke Bangsal Estella seperti yang disarankan Prof. Taryo. Bapak bekerja di mana? tanya prof. Taryo Saya bekerja di penerbitan pak jawabku lugu Ada jaminan pengobatan tidak di sana? sambil melirik ke arahku Prof. Taryo mencoba menebak. Sepertinya tidak ada pak jawabku mantab, karena tanggungan5

Bangsal khusus untuk rawat inap kanker anak di RSUP Sardjito

P a g e |5

jaminan kesehatan keluarga dari perusahaan pasti tidak ada. ya.. coba nanti saya akan bicara dengan pemiliknya Kata Prof. Taryo.

Malam itu jam 24.00 kamipun bersiap untuk menuju UGD Sardjito untuk mempercepat proses kesembuhan anakku. Sesuai dengan petunjuk Prof. Taryo kami langsung ke UGD dan mendapat berbagai tindakan, serta wawancara yang cukup panjang. Proses foto toraks, dan proses pencarian kamar cukup memakan energi. Kami menginginkan kelas 3, kelas yang mampu kami bayar. Sedangkan kamar kelas 3 sudah penuh sehingga ditawarkan untuk kelas 2 sementara menunggu kelas 3 ada yang kosong. Di tengah proses rawat inap yang cukup ribet, kami diberikan penjelasan dokter tentang penyakit anakku. Kegawatan penyakit ini tampak sekali dari cara penjelasan dokter yang cukup hati-hati. Akupun tidak berpikir apa-apa tentang penyakit anakku ini, akan tetapi dari penjelasan dokter jaga, tampak sekali kekhawatiran dokter tersebut terhadap kondisi anakku. Bapak, dan Ibu, akan saya jelaskan kondisi adik saat ini pak dan bu. Kondisi adik tampaknya sehat-sehat saja, akan tetapi di dalam tubuhnya terdapat kejadian yang cukup luar biasa bapak dan ibu demikian introduction dokter jaga tentang diagnosis anak saya.

P a g e |6

Kondisi adik, saat ini dapat dikatakan cukup gawat dan kritis, karena sel darah putih adik sangat jauh di atas ambang normal, bahkan dapat dikatakan hyper jumlah darah putihnya. Dalam istilah kedokteran disebut Hyper leukocite Jika tidak ditangani, maka sel darah putih akan menguasai tubuh adik, dan darah akan mengental serta akan menumpuk pada bagian-bagian vital, di saluran otak, saluran pernafasan, sehingga dapat menyebabkan kematian. Maaf saya perlu menjelaskan halhal yang urgent ini kepada bapak-ibu tentang kondisi pasien yang sebenarnya, bukan menakut-nakuti. Mendengar penjelasan demikian kamipun tertunduk menahan air mata yang tak kuasa kami bendung. Penjelasan Prof. Taryo sungguh bertolak belakang dengan dokter jaga ini, akan tetapi keyakinan kami masih ada dan percaya pada penjelasan Prof. Taryo sebelumnya dibanding dokter yang menjelaskan kepada kami ini. Kamipun di antar ke ruangan bangsal Kartika, yang cukup sederhana karena satu kamar untuk 3 pasien dan 3 penunggu. Melihat kondisi kamar yang kurang kondusif, istrikupun menawarkan kepadaku untuk berpindah sementara di ruang yang lebih baik di kelas 2, untuk menunggu tindakan selanjutnya. Akupun menyetujuinya sehingga kamipun berpindah ke bangsal Estella di kelas 2. Dalam kondisi lelah fisik dan psikis, kamipun memasuki ruangan yang cukup lega dengan kamar mandi di dalam, dan satu kamar berisi 2 pasien cukup membuat kami terhibur. Karena ketentuan rumah sakit tentang penunggu harus satu orang, akupun mencari tempat untuk tidur sebentar dan menunggu hingga besuk pagi proses selanjutnya dari pemeriksaan anak saya. Di bawah tangga, akupun merebahkan diri dengan rasa yang tidak karuan, ngelangut dan terasa hampa sendirian menanggung beban. Akupun menghibur diri, mungkin ini hanya mimpi burukkuP a g e |7

yang akan hilang setelah aku bangun dari lelap tidurku. Setiap aku terpejam dan bangun lagi, ternyata aku masih pada tempat yang sama, di bawah tangga dan sendirian kedinginan, mengapa aku tidak bangun-bangun dari mimpiku hari ini. Akupun masih mencoba menghibur diri, bahwa kejadian ini hanya mimpi belaka dan sebentar lagi akupun akan bangun kembali ke aktifitas rutin biasanya. Malam semakin larut, burung-burung malam pun mengeluarkan suara-suara aneh membuat aku semakin yakin bahwa aku tidak mimpi buruk akan tetapi sebuah kenyataan yang harus dihadapi bahwa anakku terkena leukimia akut dan sedang menjalani pengobatan. Panas anakku masih tinggi sekali pada pagi hari, dan anakku sudah mulai gelisah karena jarum infus telah masuk di tangannya dengan proses yang tentu cukup membuat anakku ketakutan luar biasa. Di suntik adalah kata yang menakutkan bagi anakku. Pada malam itu telah dilakukan 2 kali penyuntikan jarum ke tubuh anakku. Suntikan pertama adalah memasukkan jarum infus dan suntikan kedua adalah cek darah, sehingga total dalam satu hari anakku telah disuntik 3 kali. Padahal anakku paling takut melihat jarum suntik, sehingga trauma ini menjadi semakin nyata akibatnya pada anakku. Ia sering menangis ketakutan disuntik dan tidur selalu tidak tenang karena takut pada jarum suntik.

Hari-hari awal di EstellaHari pertama, anakku mulai kangen rumah dan selalu pengen pulang. Istriku sudah tidak tahan jika anakku mulai rewel menangis dan ingin pulang. Akhirnya aku yang menunggu selama Radit dalam perawatan. Pekerjaan aku tinggalkan sementara, karena support kepada psikis anakku diperlukan. Suntik adalah ketakutan pertama anakku, dan nafsu makan melorot drastis serta ditambah dengan radang pada tenggorokan menjadikan asupanP a g e |8

makanan yang masuk ke lambungnya hanya sedikit sekali pada hari pertama ini. Pak... aku pengen pulang pak.... itu kata pertama setiap pagi yang aku dengarkan. Aku tak kuasa menahan beban ini akan tetapi tetap aku katakan pada anakku tentang kepastian pulang secepatnya setelah penyakitnya sembuh. Aku takut disuntik pak... aku nggak mau disuntik pak... sakiiiit sekali pak rengek anakku apabila rasa takut disuntik sudah menjalar menguasai pikirannya. Tidak apa-apa nak.. suntik untuk sembuh.. nanti pasti sembuh Kataku menguatkan anakku. Langkah pertama untuk menanggulangi penyakit ini adalah kepastian pembiayaannya. Berkali-kali dokter mengatakan coba diurus asuransi, jaminan kesehatan, atau adakah pembiayaan dari kantor tempat aku bekerja. Dokter mengatakan bahwa penyakit anakku tergolong penyakit katastropis, artinya membutuhkan biaya yang sangat besar dan waktu yang lama. Penyakit berjenis katastropis ini mendapat tanggungan pemerintah sehingga disarankan untuk mencari Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), yang akan menjamin semua pembiayaan, atau Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), atau Jaminan Kesehatan Sosial (Jamkesos). Jika tidak dapat mengurus semua jaminan tersebut, maka keluarga pasien akan melalui jalur umum dengan membayar sendiri semua biaya pengobatan rawat inap, dan semua obat dan tindakannya. Aku baru sadar pada pertanyaan prof. Taryo saat aku dan istriku berkonsultasi di tempat praktiknya tentang pembiayaan ini. Ternyata ada hubungannya dengan penyakit anakku yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Usaha untuk mencari Jaminan, merupakan usaha yang sungguh sangat berat dan panjang prosesnya. Untunglah keluargaku dan

P a g e |9

istriku cukup kompak untuk saling membantu mencari informasi tentang jaminan kesehatan yang masih ada, mengingat jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) yang dikeluarkan pemerintah tampaknya sudah dihentikan. Akupun berpikir untuk menjual semua asset yang aku punya seperti tanah, rumah, dan barang yang lain untuk memersiapkan pembiayaan anakku sampai sembuh. Semua akan aku gunakan untuk kesembuhan anakku. Angin segar menerpa kami, setelah pengajuan permohonan Jaminan Kesehatan Daerah Kota tempat anakku berada ternyata masih bisa diurus dan berhasil didapat. Kepastian pembagian pembiayaan masih belum jelas, banyak yang menyangsikan besaran bantuannya, ada pula yang mengatakan sudah lumayan ada Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) daripada tidak sama sekali. Informasi besar bantuan masih simpang siur, ada yang tergantung daerahnya, ada yang tergantung penyakitnya, ada yang mengatakan besaran di Kota Jogjakarta hanya sampai 15 juta. Semua masih membikin bingung keluargaku yang tidak siap menghadapi hal-hal baru tentang pembiayaan Jaminan Kesehatan yang informasinya dahulu tidak kami hiraukan. Istriku dan keluarganya ternyata cukup sigap untuk mencari berbagai alternatif pembiayaan, seperti dari koran, dari LSM tertentu, maupun dari Yayasan Kanker Indonesia. Aku sudah bisa membayangkan betapa kekayaan di sini tidak ada artinya. Semua asset yang aku punya pasti akan tersedot habis untuk membiayai kesembuhan anakku. Inilah yang disebut dengan katastropis, penyakit yang memelaratkan keluarga penderita. Keingingan, dan kangen pulang anakku semakin bertambah setiap harinya. Hal ini tentu dapat aku pahami karena anakku paling suka di rumah dan jarang sekali bermain keluar. Dia sangat nyaman sekali di rumah apalagi setelah aku buatkan rumah di sisi belakang

P a g e | 10

rumah lama untuk kedua anakku. Rumah menjadi istananya, yang sungguh sangat dia kangeni jika berada jauh dari rumahnya. Pak.. aku pengen pulang pak.. di sini nggak enak pak... Sambil menangis kata-kata ini yang selalu setiap pagi keluar sambil menangis. Sabar dik.. sembuh dulu baru pulang.. ayo berdoa biar sembuh sakitmu kataku, dan anakku biasanya terus memejamkan mata sambil mendengarkan doaku. Dik.. pusing nggak, sesak nafas nggak, mata berkunang-kunang nggak, telinga berdenging nggak? tanya dr. Deni yang merawat anakku. Pertanyaan ini selalu ditanyakan saat memeriksa anakku, sehingga tampaknya urutan pertanyaan ini menjadi default awal dr. Deni ketemu Radit anakku. Dr. Deni sosok dokter muda yang cekatan sedang mengambil spesialis anak. Dokter inilah yang telah begitu baik selalu menyambangi anakku dan bercanda bersenda gurau dengan anakku sehingga terkadang lupa terhadap kangen pulangnya. Suatu saat aku dan istriku bertanya kepada salah satu suster kepala yang membantu dr Deny, apakah kelas 3 sudah ada kamarnya. Ternyata jawaban suster kepala cukup ketus dengan mengatakan bahwa di kelas 2 nanti aku tetap dianggap sebagai pasien umum, bukan pasien tanggungan Jamkesda. Suster kepala yang seharusnya menjelaskan dengan santun, aku dengar cukup keras dan kaku jawabannya. Walaupun demikian aku masih berpikir positif bahwa mungkin karena seringnya pasien protes ke dirinya menjadikan penjelasan ketus yang kami terima. Sebagai pasien baru, tentu prosedur dan tatacara rumah sakit belum kami pahami dengan jelas. Belum lagi kebingungan dengan kondisi anakku yang harus aku layani dalam penderitaannya, wajar jika kami kebingungan. Sudah berapa hari di kelas 2, aku sampai lupa. Yang jelas saat akan

P a g e | 11

berpindah ke kelas 3, sesuai dengan Jaminan Kesehatan yang aku punyai, penjelasan penyakit oleh dokter yang bersangkutanpun diperlukan sehingga aku dengan istri dipanggil dan diberikan edukasi penjelasan tentang penyakit anakku yang telah disimpulkan dari hasil test darah. Begini bapak ibu, dari team dokter telah menegakkan diagnosis pada adik, bahwa dari data yang telah dikumpulkan dari test darah, adik ini menderita leukimia berjenis Acute Myelogenous Leukemia atau AML jenis M1 Setelah pemeriksaan ditegakkan diagnosisnya, langkah selanjutnya adalah penentuan protokol apa yang dapat digunakan untuk menyembuhkan leukimia adik Nanti akan ada proses kemoterapi, yang digunakan untuk membasmi penyakit adik dalam jangka waktu tertentu Setelah penjelasan tersebut, istriku kembali menangis. Mengapa Radit yang sakit pak.... kok musibah bertubi-tubi menimpa kita to pak.... tanyanya dalam derai air mata. Terus terang akupun tidak dapat menjawab pertanyaan ini. Dalam waktu-waktu terakhir ini memang beban keluargaku cukup berat, dari permasalahan keluarga mertuaku, kecelakaan tetangga yang tertimpa pohon dari rumahku, hingga anakku sakit seperti ini. Tampaknya cobaan kok tidak berhenti-berhenti. Raditya pun dipindah ke kelas 3 sesuai dengan jaminan yang meng-covernya, sehingga dalam ruangan nanti ada 3 pasien dan 3 penunggu tentunya resiko anakku terkena infeksi menjadi lebih besar. Permasalahan pertama adalah, Radit tidak suka ruangan yang ribut. Karena banyak balita yang sakit di ruangan ini mejadikan anakku tidak dapat tidur dengan tenang. Stress ini semakin menjadi-jadi sehingga kangen pulangnya berjangkit setiap waktu. Dan akupun tidak dapat dengan mudah menghiburnya kecuali mengajaknya berdoa yang dapat

P a g e | 12

mengalihkan perhatiannya. AML terjadi dengan peluang kurang lebih 4 orang dalam setiap 100.000 orang, sehingga penyakit Radit betul-betul membuat kami shock, mengapa terjadi pada kami.... ? Nafsu makan Radit semakin merosot, ditambah gusi dan giginya yang sakit sehingga otomatis sangat susah sekali untuk mengunyah makanan. Tampak perlahan tubuh Radit semakin kurus, menjadikan istriku semakin tidak tega untuk menungguinya. Setiap hari Radit mengeluh ingin makan tapi mulutnya sakit, dan tulang-tulang kakinya semakin tidak enak dan meminta dipijitin setiap waktu. Ditambah dengan panas Radit yang tidak turun-turun pasti menyiksa tubuhnya anakku ini. Hari-hari menunggui Radit terasa perlahan dan menyakitkan, ingin rasanya aku menanggung sakit yang diderita anakku. Setiap hari aku berusaha seolah-olah membuang rasa sakit Radit saat berdoa, dengan berpura-pura mengambil sakit di tubuhnya dan aku buang dan aku kembalikan kepada Tuhan yang memberikan sakit ini. Radit tampaknya terhibur dengan cara penyembuhanku yang ala kadarnya ini. Akan tetapi kembali rasa sakit anakku selalu menyerang setiap saat, panas tubuh yang tidak turun-turun, linu kaki yang amat sangat menyiksa, belum keluhan sakit gusi, serta tenggorokan yang perih untuk menelan rasanya lengkap sudah penderitaan anakku. Aku pengen pulang pak.... aku pengen pulang... kembali pagi itu rengekan anakku tak mampu membetengi kangennya terhadap rumah. Radit sangat ketakutan diambil darahnya, sehingga hari itu betul-betul aku harus ekstra menghiburnya. Suntik tidak sakit, hanya untuk sembuh Radit demikian selogan yang aku berikan kepada Radit. Berkali-kali aku ucapkan Suntik tidak sakit, hanya untuk sembuh Radit Suntik tidak sakit, hanya untuk sembuh Radit Suntik tidak sakit, hanya untuk sembuh Radit Suntik tidak sakit, hanya untuk sembuh Radit. DanP a g e | 13

mantra ini cukup mudah dihapalkan anakku untuk mengurangi rasa tegangnya terhadap suntik pengambilan darah atau penggantian infus. Radit telah berpindah ke kelas 3 sehingga keributan di samping tempat tidur anakku, semakin banyak dan tidak terkontrol. Stress Radit bertambah-tambah karena di samping anakku ada anak Balita kena Down Syndrom dan Leukimia yang sering menangis dan berteriak-teriak. Setiap kali tangisan Ainun nama anak di samping Raditya, anakku selalu ikutan menangis dan kerinduan terhadap rumah menjadi-jadi. Pak...... aku pengen pulang pak, ternyata sakit tidak enak pak... kata Radit sambil menahan tangisnya. Iya dek... sakit tidak enak, Radit harus sembuh .. aku menghiburnya. Pak... aku mau terus terang pak.. Kata Radit dalam tangisnya Terus terang apa dek.... kataku Aku pernah berdoa kepada Tuhan untuk minta sakit... kata Radit Lho.. kok minta sakit.. kataku Habis aku sering dimarahi bapak sama ibu..... kalau sakit kan aku tidak dimarahi... kata Radit Tak kuasa aku menahan haru, walaupun tidak sempat keluar air mata. Rasa sesal kembali bertumpuk karena aku memang sering kali memarahinya. Dalam marah ada rasa sesal, dan Radit tahu itu, karena aku punya selogan. Bapak marah karena Radit nakal itu sudah sering aku katakan kepada anakku. Tampaknya Radit belum bisa menerima logika marah bapak dan ibunya, sehingga dia berpikiran jika sakit maka bapak-ibunya akan menyayanginya. Aku menyesal pak minta sakit kepada Allah, ternyata sakit tidak enak... aku pengen pullllaaaaang paaaak sambil berteriak lirih anakku menangis. Bapak sayang Radit.... kamu tahu to... dik kataku kepada RaditP a g e | 14

dan dijawab anggukan lemah. Kamu pasti sembuh.. katakan pada Radit.. aku pasti sembuh... aku pasti sembuh... aku pasti sembuh kataku menyemangati Radit. Aku pasti sembuh....aku pasti sembuh... aku pasti sembuh kembali kobar semangat sembuh anakku timbul sambil berkali-kali mengatakan mantra baru buatnya. Hari itu aku berdoa buat Radit, untuk memaafkan kekhilafannya meminta sakit kepada Allah, dan Radit cukup lega mendengarkan doa saya, sambil mengambil dan menarik sakitnya dan mengembalikannya kepada Yang Maha Kuasa. Ya Allah, maafkanlah kehilafan Raditya, karena minta sakit kepadamu ya Allah, lepaskanlah sakit-sakit Raditya.. dan sembuhkanlah seperti sedia kala ya Allah.. hanya engkau yang mempunyai kehendak untuk memberikan sakit kepada Raditya dan hanya engkau yang mampu mengambilnya kembali... sehingga saya bapak Radit ingin sakit ini aku kembalikan kepadaMu ya Allah. Sambil memegang tubuhnya Radit aku mencoba berdoa sehingga anakku lebih tenang dalam doa ku. Ketakutan Radit menjadi-jadi saat proses penggantian infus dan pengambilan sampel darah hari ini. Tampak kepasrahan yang dipaksakan dalam ratap tangisnya yang tak mampu aku gambarkan. Ini jarumnya paling kecil kok mas Radit... hibur perawat yang akan mengganti infusnya. Tanpa menghiraukan hiburan dari para perawat tersebut Radit masih juga sangat tegang dalam tangisnya, sehingga seluruh tubuhnya basah oleh keringat menjadikan plester perekat agak susah merekat di tangannya. Jiwit6 pak.. yang keras... paaaak.... jiwit yang keras... pinta Radit6

Bahasa Jawa yang artinya Cubit

P a g e | 15

saat jarum suntik masuk ke pembuluh darahnya. Tak kuasa menahan haru aku cubit lembut di lengannya, dan Raditpun berteriak untuk lebih keras mencubit di lengannya untuk membantu menghilangkan rasa sakit saat jarum masuk di tangannya. Selesai penggantian infus dan pengambilan darah.... Radit kembali menangis... karena teringat kata-kata perawat. Ini nanti setiap hari atau dua hari sekali diambil darahnya ya pak untuk memantau perkembangan lekositnya, dan empat hari sekali diganti infusnya ya... kata perawat. Pak.... setiap hari aku disuntik... aku nggak mau pak.... pulang saja... aku pengen pulang pak...aku pengen pulang.. isak Radit dalam kepasrahannya. Ingat Radit... Suntik tidak sakit... untuk sembuh Radit... kembali aku ingatkan mantra tersebut. Tapi sakit pak..... kata anakku tenggelam dalam tangisnya. Siang itu Radit agak tenang..ditunggui ibu mertuaku saat aku dan istriku dipanggil dr. Denny untuk menjelaskan kondisi terakhir Radit. Penjelasan dokter ini penting untuk diketahui pihak keluarga tentang kondisi pasien. Istilah yang diberikan untuk penjelasan ini adalah Edukasi untuk keluarga pasien tentang penyakit serta penjelasan tentang penegakan diagnosa anakku. Sebelum diberi penjelasan tentang kondisi anak saya, istriku sudah sangat down melihat wajah dr. Deni yang terkesan serius. Mohon maaf pak dokter, penjelasan dokter saya rekam saja ya... kata istriku sambil me-record penjelasan dr. Deny. O... silahkan... nanti saya jadi terkenal ada videonya..h.ehe.he.. kelakar dr. Deni meredakan suasana. Baik bapak ibu, kali ini akan saya jelaskan kondisi adik Raditya sampai hari ini dan tindakan apa yang akan kami lakukan nanti setelah penegakan diagnosis adik. Kemarin mungkin sudah diedukasi ya bapak ibu saat masih di bangsal kelas 2, bahwa adikP a g e | 16

Raditya ini menderita Acute Myelogenous Leukemia atau AML jenis M1. Jumlah sel darah putih atau lekosit adik hingga saat ini sudah meningkat sangat tinggi sekali yaitu 335.000, dimana normalnya adalah 4.000-15.000 saja, jadi sudah terjadi hyperlekosit atau jumlahnya sudah sangat mengkhawatirkan sekali. Nilai hematokrit atau kekentalan darah adik adalah 26,1 dimana normalnya berkisar 50 sehingga kami selalu menanyakan ke adik apakah pusing, pandangan kabur, telinga berdenging. Kami khawatir kekentalan darahnya akan menyumbat di area-area vital adik. Aku jadi teringat dr. Deni ini tidak pernah lupa menanyakan kepada anakku apakah telinga berdenging, pusing, dan pandangan kabur. Selalu menjadi pembuka dari pembicaraan dengan Radit setiap dr. Deni mengunjunginya. Kami ini berkejaran dengan waktu pak, dan bu. Sehingga kami harus cepat dan tepat menangani adik Raditya. Penyakit adik ini cukup rumit penanganannya sehingga mohon bersabar bapak dan ibu dalam menjalani perawatan di sini. Lekosit yang tinggi ini tidak berguna di tubuh adik, sehingga perlu dikurangi dengan cara memasukkan obat yang cukup keras untuk menghilangkan lekosit tersebut dengan cara kemoterapi. Kemoterapi ini seperti bom atom, yang akan merusak tidak hanya sel darah putih saja, akan tetapi sel darah merah dan pendukung yang lain akan ikut habis. Sehingga setalah kemoterapi nanti akan banyak pengobatan antibiotik, transfusi trombocit, transfusi darah merah, dan lain-lain untuk menggantikan yang telah dihilangkan selama proses kemoterapi. Protokol atau urutan proses tatacara pengobatan telah kami pilih, dan bapak ibu dapat menyetujui proses kemoterapi selanjutnya untuk kesembuhan Radit. Bapak dan ibu dapat pula tidak menyetujuinya, karena hal itu adalah hak bapak dan ibu. Penyakit ini cukup gawat ya bapak dan ibu, kami bukan menakutP a g e | 17

nakuti orang tua akan tetapi kami berterus terang supaya bapak dan ibu dapat memahami resiko pengobatan dan proses pengobatannya ini mungkin berhasil dan mungkin juga bisa tidak. Akan tetapi kami akan berusaha sekuat tenaga walaupun rumit, untuk dapat menyembuhkan adik seperti sedia kala. Karena bapak dan ibu menggunakan jaminan kesehatan daerah, maka bapak dan ibu harus tahu bagaimana tata cara pengambilan obat, yang akan digunakan selama proses pengobatan adik. Mohon bapak, dan ibu sabar serta tabah dalam menghadapi cobaan Tuhan ini. Sehingga dapat mengantarkan kembali Raditya ke arah kesembuhan. Sambil menyodorkan lembar persetujuan proses pengobatan, dr. Deni memberikan kesempatan untuk kami bertanya. Kamipun terdiam hanya titik-titik airmata di sudut mata istriku, tampaknya sudut mata istriku sudah tidak kuasa untuk menampung kembali butiran air sehingga harus dengan segera mengalir membasahi pipi istriku dengan deras. Akupun dengan tangan bergetar akhirnya menandatangani proses selanjutnya dari diagnosis anakku untuk segera melakukan proses kemoterapi. Karena ketidak tegaan istriku dalam melihat penderitaan anakku, akhirnya hampir 24 jam Raditya aku urus sendiri dari bangun tidur hingga tidur lagi 24 jam aku jagai, dan istriku mensupport dari luar. Support istri adalah dalam hal proses pengambilan obat yang ternyata luar biasa sulit dan birokratif serta membutuhkan kesabaran, waktu, dan tenaga yang tidak kalah beratnya dengan menunggui Radit dalam kesakitan. Hari-hari Radit dipenuhi dengan panas badan yang tinggi, nafsu makan yang melorot drastis, kesakitan di tulang kakinya. Tidak heran Raditya tampak semakin kurus dan ditambah rasa kangen dengan suasanya rumah yang setiap hari tampak menghimpit keinginannya untuk pulang.Pulang ke rumah adalah sesuatu yang

P a g e | 18

sangat diharapkan Radit, sehingga kata yang terucap selalu berkaitan dengan keingingan yang sangat untuk kembali ke rumah. Pak aku kangen minum Pure It di rumah..... kata-kata yang cukup membebaniku saat aku beri minum Radit air putih. Karena kekangenan Radit menjadikan semua isi rumah betul-betul dikangeni anakku. Pure It adalah penjernih air yang aku tempatkan di rumah belakang, rumah Radit dan kakaknya Dita. Rumah yang aku bangun karena rasa kasih sayangku dan istriku pada kedua anakku, sehingga rumah mungil di belakang merupakan istananya Radit. Setiap sudut saat sakit ini begitu menyiksa batinnya, karena keinginannya untuk pulang. Sembuh dulu ya baru pulang... kataku menghibur Radit. Kata pulang mengapa begitu menyiksa batinku. Akan tetapi hanya aku pendam sendiri saja, setiap kali Radit minta Pulang menjadikan hati ini semakin nelangsa saja. Aku pengen sekolah lagi pak... tangis Radit Iya pasti nanti sembuh terus sekolah... ingat Prof. Taryo kemarin kan... kataku mengingatkan kata-kata prof. Taryo untuk tetap semangat sembuh. Ayo berdoa biar diberi kesehatan sama Allah kataku sambil mulai berdoa, di mana saat berdoa ini betul-betul dinikmati Radit. Ya Allah, kuatkanlah Radit dalam menghadapi penyakit ini ya Allah, berikanlah kesehatan kembali seperti sedia kala, sehingga Radit dapat pulang kembali ke rumah dalam keadaan sehat, kembali ke sekolah berkumpul dengan teman-teman kembali ya Allah. Ya Allah, hilangkanlah penyakit-penyakit yang menyakiti Radit ya Allah, sehatkanlah kembali darah-darahnya sehingga dapat menguatkan kembali tubuh Radit ya Allah. Engkaulah yang menguasai segala hal ya Allah, sehingga cabutlah, tariklah semua kesakitan yang ada pada tubuh Radit ya Allah Amin... Kata Radit dalam pejaman mataP a g e | 19

Ya Allah maafkanlah kekhilafan Radit, yang meminta sakit darimu ya Allah, cabutlah pernyataan Radit ini, Radit tidak ingin sakit ya Allah, maka tariklah kembali sakit yang dimintanya ya Allah, sehingga Radit akan seperti sediakala kembali ya Allah. Ya Allah engkau maha penyayang ya Allah, dengarkanlah doa kami ya Allah, dan kabulkanlah permintaan kami.... Amin... kembali Radit berucap sambil membasuhkan doanya ke muka nya yang semakin pucat. Doa inilah yang paling membuat Radit sedih, karena beranggapan bahwa sakitnya ini adalah buah dari doa permintaan sakitnya kepada Allah. Doa minta sakitmu sudah dibatalkan Radit.. jangan sedih kataku menghibur kegalauan hatinya. Tapi aku masih sakit pak...... kata Radit memegang kakinya, biasanya ia minta dipijitin bagian kakinya yang sakit. Aku tanyakan kepada dokter tentang sakit di kakinya ini, yang ternyata memang bawaan dari Leukimia Radit.

Ainun meninggalMalam itu begitu berat, saat anak di sebelah Radit yang bernama Ainun begitu rewel dan ribut, menjadikan Raditya tidak bisa tidur dan berkali-kali menangis marah kerena selalu terganggu dengan rengekan Ainun. Aku lihat Ainun sudah sangat kepayahan dalam mengambil nafas, dan ternyata betul bahwa Ainun sudah sangat kepayahan dalam bernafas. Ainun harus menggunakan alat pacu pernafasan untuk membantu nafasnya yang tersengal-sengal kepayahan. Aku mendengar dari dokter yang memeriksanya, mengatakan bahwa Ainun ini sudah kepayahan dalam mengambil udara melalui paru-parunya, harus dibantu dengan alat pacu nafas yang secara elektronis akan membantu Ainun dalam bernafas. Aku dengar pula berapa harga sewa pacu nafas ini dalam seharinya, yaitu Rp. 2 juta jumlah yang tidak sedikit. Karena orang tuanya

P a g e | 20

merasa tidak mampu, akhirnya dokter memberikan lembaran pernyataan bahwa orang tuanya tidak mampu membiayai sewa alat pacu nafas, sehingga menanggung segala resiko jika terjadi hal yang tidak diinginkan. Akupun menjadi miris melihat keadaan ini, yang mungkin dapat terjadi pada anakku. Karena keterbatasan biaya akhirnya menyerah pada keadaan dan hanya berharap mukjizat. Pagi-pagi sekali, ternyata dugaan dokter benar, bahwa Ainun sudah malas bernafas, sehingga dipanggil di pangkuan -Nya subuh dini hari. Kenapa dik Ainun pak... tanya Radit.. saat melihat tubuh Ainun yang sudah ditutup selimut warna cokelat muda dari rumah sakit. Sudah meninggal dik.. kataku. O... jawab Radit singkat. Tanpa banyak cakap, aku hanya melihat orang tua Ainun yang menangis dan memberesi semua pakaian dan barang untuk pulang. Akupun asyik memandiin Radit, saat Ainun tidak ada. Dan Radit asyik dengan film Sponge Bob yang disukainya. Aku nggak suka ditunggui Uti (Mbah Putri)...pak Kata Radit Lho kenapa nggak suka ditunggui Uti? tanyaku pelan Uti itu kaya Squidward... kata Radit tanpa ekspresi masih melihat tayangan Spong Bob. Squidward tokoh sedikit antagonis di Sponge Bob yang selalu berpamrih dalam segala hal dan tidak puas dengan keadaannya. Jangan gitu ah... aku menghibur Radit. Hari ini ada visite dari team dokter yang menangani penyakitnya Radit. Dokter Mulat yang berbicara dengan saya, mengatakan bahwa lekosit Radit masih tinggi, nanti akan dikonsultasikan terlebih dahulu dengan team dokter di Belanda. O ya... bangsal Estella di Sardjito ini merupakan bantuan dari pemerintahan Belanda melalui Estella Fonds.Sehingga tampaknya perkembangan pasien terkadang dikonsultasikan ke sana dahulu ke team dokter di Belanda.P a g e | 21

Radit tidak bisa makan dokter, karena gusinya tampaknya bengkak dan giginya ada yang berlubang kataku pada dokter Mulat. Iya gak papa.. nanti pasti bisa makan ya dik... untuk kemoterapinya nanti saya nunggu email dari Belanda dulu ya.. karena kondisi Radit masih panas, dan lekositnya tinggi sekali, apakah dari Belanda menentukan dosis kemonya setengah dulu atau langsung full kata dokter Mulat sambil memeriksa kondisi gusi Radit yang mulai menghitam, dan kemudian berbicara pada team dokter yang membantunya. Keinginan makan Radit sebenarnya masih tinggi, akan tetapi setelah mengunyah beberapa kali kemudian dihentikannya karena sakit giginya. Hal ini yang terkadang membuat aku bingung ingin membantu tapi tidak bisa. Makanan dari rumah sakit hampir tidak tersentuh Radit sama sekali, sehingga aku berusaha untuk mencari tahu makanan apa yang disukai Radit. Makanan yang paling disukai Radit, tanpa sengaja aku temukan yaitu Tahu dengan isi Bakso, yang betul-betul dihabiskannya kecuali kulit tahu yang cukup keras yang tidak dapat dikunyah Radit. Untuk buah aku cobakan anggur hijau, ternyata disukainya juga. Aku cukup senang Radit makan banyak hari ini, walaupun terkadang nafsu makannya mendadak hilang tanpa sebab. Radit biasanya cukup gemuk, saat sakit saat ini terlihat begitu kurus, dan semakin kurus karena hampir beberapa hari tidak makan sesuai dengan porsinya yang terkadang banyak. Berat tertinggi Radit sebelum sakit sekitar 35 Kg, dan saat masuk rumah sakit adalah 32,5 Kg, dan setiap hari pasti berat badan Radit menyusut dengan cepat, terlhat dari tubuhnya yang semakin tipis, dan terkesan ringkih, cukup membuat hati ini perih.

P a g e | 22

Kamu sayang bapak nggak... tanyaku pada Radit Sayang.... jawab Radit.. Maaf bapak sering memarahimu ya dek...kataku memelas Nggak pa pa.. kan Radit nakal kata Radit cukup dewasa dalam menjawabnya. Radit pengen apa... mainan Game apa.. tanyaku Ngak pak... ya kalau ada aku mau jawab Radit sedikit ragu-ragu akan tawaranku. Ya entar aku carikan PSP (play station portable).. seperti punya temennya Radit kataku... Boleh pak.... bapak punya uang nggak, kalau nggak punya pake tabunganku saja kata Radit sedikit berbinar matanya. Punya kok ntar aku beliin kataku.. Dalam hatiku masih berpikir biaya darimana untuk segala urusan Radit, masih cukup gelap aku pikirkan. Yang jelas aku masih ada simpanan untuk membeli PSP buat Radit kalau memang dibutuhkan, walaupun mungkin biaya untuk perawatan Radit tentu akan menghabiskan banyak tabungan yang selama ini aku coba kumpulkan. Aku coba hubungi temanku di Semarang untuk

P a g e | 23

meminjamkan PSP, ternyata tanpa hasil. Aku putuskan untuk bertanya pada teman-teman ternyata tidak menyarankan PSP karena cukup mahal dan rumit instalasinya nanti. Sudah terlanjur janji dengan Radit, segala pikiranku dipenuhi dengan bagaimana membelikan PSP buat Radit.

Panas Radit naik turun, sebelum mulai kemoterapi, dan dokter Deni sudah mengisyaratkan bahwa kemoterapi akan segera dijalankan dengan dosis penuh, karena berkejaran dengan jumlah lekosit yang telah mencapai 350 rb dan cukup membahayakan. Proses pengambilan obat Istriku, ternyata tidak aku pahami rumitnya. Proses yang berbelit berpacu dengan waktu, serta pelayanan dari rumah sakit yang tidak sepenuhnya profesional, menjadikan proses amprah (birokrasi pencarian obat untuk bantuan jaminan kesehatan yang ditanggung pemerintah) menjadi cukup berbelit dan menghabiskan energi psikis dan fisik. Apalagi waktu pelayanan hanya sampai jam 15.00 di luar itu tidak dilayani atau dilayani hari berikutnya. Nasib sial sering terjadi dimana permintaan obat dari dokter adalah hari Jumat, sementara prosesP a g e | 24

birokrasi amprah tidak bisa dilakukan dengan segera. Pasien harus rela menunggu hingga hari Senin, apabila tidak dapat mengejar deadline waktu pengambilan obat. Apabila dokter bersikeras untuk cepat memasukkan obat, tidak ada jalan lain adalah dengan membeli sendiri obat tersebut di luar rumah sakit. Obat yang dibeli sendiri terkadang tidak mendapat ganti jaminan, menurut keterangan beberapa penunggu pasien, sehingga cukup membuat frustrasi para penunggu pasien. Setiap hari Radit menanyakan PSP-nya apa sudah dibeli, akan menjadi terharu dan trenyuh7 mengapa aku terlanjur menjanjikan barang yang ternyata harganya jauh dari perkiraanku. Ya sedang dikirim temen bapak nanti ya dek... sabar ya kataku agak berbohong Ya pak.... kata Radit cukup sabar di tengah sakit nya yang tidak segera berkurang. Tempat tidur Ainun telah kosong dan diganti dengan pasien baru yang lain, dengan perangai yang baru pula. Ke dua pasien samping Radit, bisa makan dengan baik sehingga membuat Radit iri, mengapa mereka boleh makan semuanya, akan tetapi Radit kok tidak diperbolehkan. Radit kan masih sakit giginya, makannya harus diatur ya kataku dengan penuh perasaan. Radit pengen mie ayam, bakso.... seperti dek Dimas sama mbak Ratih itu kata Radit menunjuk pada anak di samping nya. Ya.. entar aku tanyakan dokter ya.. boleh nggak ya... kataku pelan. Mau bubur sumsum pa dek? tanyaku He..eh dah gak papa pak.. dengan nada agak terpaksa. Radit tidak suka bubur, akan tetapi untuk bubur sum sum agak sedikit mau dia.7

Terharu

P a g e | 25

Makan yang banyak dek supaya tubuhnya tambah kuat, sembuh terus pulang aku menyemangati. Kata-kataku tampaknya mengingatkan kembali untuk pulang, mejadikan aku semakin salah tingkah saja. Pak kapan aku boleh pulang ya... minggu depan pulang ya.. pulang... pak.. pulang.. aku kangen banget sama rumah pak... kata Radit kembali merengek pulang. Di rumah tidak ada dokter dik yang menangani dan mengobatimu, ibu dan bapak ada di sini kok nemanin adik.. kataku menyemangatinya kembali. Bapak sama ibu kalau mau di sini gak papa.. aku mau pulang kembali tampaknya kerinduan Radit terhadap rumah sudah tidak tertahankan lagi, menjadikan akupun terhanyut dan menyesali mengapa penyakit ini ada pada keluargaku. Mengapa? tanda tanya besar ku samatkan di kepalaku. Mengapa anakku yang menanggung penderitaan yang tak tertahankan ini? dosa apa anakku? mengapa ia harus sakit sedemikian beratnya.... Semangatku naik turun apabila merasakan keadaan anakku, terkadang aku melihat anak-anak yang lain dapat berjalan, walaupun dengan infus di tangan masih bisa bermain dan menikmati masa kecilnya di lingkungan bangsal Estella, menimbulkan harapanku untuk kesembuhan anakku. Terkadang kejenuhan begitu menyiksa, apalagi saat sendirian Radit sedang tidur yang tidak lelap karena menahan sakit tubuhnya kelelahan dalam kesakitan. Aku dapat memahami istriku jika ia tidak tega melihat sosok darah dagingnya terbaring lemas tanpa daya, dengan tubuh yang semakin mengurus, cekung matanya, kering bibirnya... oooh luar biasa sesaknya di dada. Aku berhadap mimpi buruk ini segera berakhir.... itu saja yang ada dalam hati. Setiap tengah malam, aku harus menunggui Radit untuk buang air kecil dan diperiksa PH..nya jika di bawah 6 maka aku harusP a g e | 26

meminumkan obat. Meminumkan obat merupakan hal yang sulit bagi Radit, sehingga 2 butir obat harus dikunyah terlebih dahulu oleh Radit baru ditelan, terkadang gigi Radit sakit untuk mengunyah, sehingga butuh waktu yang agak lama meminumkan obat ini. Setelah jam 01.00 malam biasanya semua perawat sudah tidur, dan Radit terkadang sudah mulai tidur, sayapun mempersiapkan alas untuk tidur di lantai, dan menyongsong pagi tanpa harap. Kalau terlalu capek, akupun terkadang tertidur pulas, lupa kalau Radit terkadang minta pipis. Pernah satu kali Radit pengen pipis akan tetapi aku kelelahan, akhirnya Radit dengan santun membangunkan bapaknya menggunakan kakinya yang turun dengan susah payah. Aku menjadi sangat terharu dan berjanji kepada Radit untuk tidak tidur terlalu lelap. Radit sungguh anak yang baik, tidak mau merepotkan bapaknya meskipun biasanya hal ini akan dilaporkan ke ibunya, sehingga ibunya Radit menegorku untuk tidak tidur saat menunggui Radit. Terkadang aku menggunakan tali charger HP, untuk memudahkan Radit membangunkan aku, jika aku tertidur. Caranya dengan mengikatkan tali charger HP ke tanganku, sehingga saat Radit ingin pipis, tinggal menarik kabel charger tersebut. Biasanya aku langsung tergagap bangun, terkadang Radit minta maaf karena mengagetkan aku, sungguh sangat mengharukan sikapnya. Maaf ya pak.. nggak usah terburu-buru Dadit pengen pipis kata Radit pelan. O.. iya..iya dek .. kataku dalam kegugupan mengambil pispot. Bapak capek ya mengurusi Radit... kata Radit dengan polos O.. tidak dik....Bapak kan sayang Radit.. kataku sambil menghela nafas menyadari ketololanku tertidur meninggalkan Radit sendirian. Terkadang tidur menjadi sangat sulit sekali, sehingga denganP a g e | 27

terpaksa aku nyalakan TV walaupun pelan untuk membunuh sepi. Kalau tubuh sudah terlalu lelah, tidur lelapun tidak bisa dilakukan karena Radit terkadang minta pipis. Aku jadi teringat Radit ini baru saja supit, dan penyakit ngompolnya sudah sembuh, sehingga Radit baru saja menikmati tidak ngompol. Usia Radit 9 tahun, dan masih sangat tergantung istriku dalam kesehariannya, dari bangun tidur, makan, mandi, berangkat sekolah, pulang sekolah, mandi sore, hingga belajar masih sangat tergantung pada istri saya. Ke manapun pergi, Radit selalu ikut karena ia takut jika di rumah sendirian. Pernah Radit bercerita kepada saya, bahwa ia merasa dipanggil-panggil oleh suara-suara yang ada di rumah. Aku terkadang menjelaskan bahwa itu hanya gema dik, kebetulan rumah ini berseberangan dengan rumah tetangga lain. Gema ini juga sudah pernah aku praktikkan waktu satu keluarga tamasya ke Bandung untuk melihat teknologi tepat guna. Sejak ia merasa dipanggil-panggil namanya, Radit menjadi takut sendirian di Rumah dan saat tidur juga takut di kamar sendiri. Aku terkadang menyesal mengapa aku paksakan Radit tidur di kamarnya sendiri. Radit sangat menyayangi oomnya yang tinggal di Bandung, sehingga oom nya dengan sedikit waktu Jumat hingga Minggu menunggui Radit. Terlihat Radit cukup bahagia ditunggui oomnya sehingga aku dapat berharap semoga ada kabar baik buat Radit. Hal yang membahagiakan Radit adalah dibelikan guling oleh istriku dan diberi sarung guling kesayangannya. Radit sangat suka guling, sehingga saat pindah ke kelas 3, guling tidak disediakan sehingga cukup mengganggu Radit, karena kebiasaan setiap hari selalu setia mendekap guling dan memainkan tali ujung guling. Saat tidak ada guling, Radit selalu mendekap bantal yang aku gunakan untuk tidur menunggui Radit. Usut punya usut ternyata sarung bantal tersebut mengingatkan Radit pada sarung bantal di rumah. Saking

P a g e | 28

kangennya pada rumah, bantal itu ia peluk dari sore hingga pagi... dan aku tidur tanpa bantal. Rasa trenyuh.. waktu malam melihat Radit tenang dalam pelukan bantal rumah, sungguh merupakan saat yang tidak dapat aku lupakan. Aku sayaaaang banget sama kamu dik..... sambil mengusap kepala Radit... akupun beranjak tidur di lantai. Saat oomnya Radit akan kembali ke Bandung.. merupakan saat berat bagi Radit.. karena oomnya akan berangkat kembali ke Bandung. Tampaknya kondisi Radit cukup drop, dari pagi hingga malam, karena memikirkan oomnya mau pulang. Oom nanti pamit dulu.. sebelum pulang ya kata Radit padaku Oo pasti dek.. oom pamit dulu sebelum ke Bandung.. om kan kerja.. kasian kalau nanti gak bisa kerja oom.. kataku menjelaskan. Aku tahu oomnya pasti tidak tega melihat kondisi Radit yang sedemikian parah, akan tetapi tuntutan kerjaannya harus meninggalkan Radit. Saat oom nya Radit mau pulang, kondisi Radit cukup menurun dan terlihat kelelahan menahan sakit, sehingga beberapa kali tertidur untuk melupakan rasa sakitnya. Saat oomnya Radit mau pulang, justru Radit sedang tertidur.. sehingga oomnya hanya titip pamit ke saya. Titipan pamit yang berat untuk aku katakan kepada Radit setelah bangun nanti. Oom sudah pulang to kok tidak pamit tadi tampak rasa kecewa yang mendalam Radit Radit baru tidur tadi...kataku tidak tega melihat tatapan mata kosong Radit. Lho HP nya kan aku bawa.. terkaget Radit mengharapkan HP oomnya masih ada di sampingnya, dan masih saja berharap oom nya belum pulang. Tadi sudah diambil oom kataku menahan haru.

P a g e | 29

Ya sudah. Kapaaaaan oom ketemu lagi ya. Kata Radit menghela napas. Dan panas Radit pun meninggi seharian. Hari itu Radit mendapat beberapa surat dari teman bapak dan dari teman sekolahannya. Surat ternyata menghibur Radit cukup lumayan, untuk melupakan rasa sakitnya. Surat dari temanku di kantor entah mengapa cukup lama dibaca Radit.

KemoterapiAku cukup suntuk karena kabar baik yang aku tunggu terkadang tidak muncul, bahkan adanya kabar yang kurang mengenakkan perkembangan kesehatan anak saya. Rasa optimis selalu muncul, walaupun pesimis pasti selalu ada setiap melihat perkembangan anakku yang datar saja tanpa kemajuan berarti. Harapanku semoga setelah kemoterapi anakku membaik dan diperbolehkan pulang selama 3 minggu pada jadwal protokol yang aku terima.

P a g e | 30

Total waktu yang dibutuhkan perawatan AML ini adalah 14 minggu jika lancar. Protokol AML merupakan jadwal pengobatan yang dipadatkan, karena kondisi pasien yang cukup cepat perkembangan lekositnya. Atas email dari Belanda, kemoterapi Radit harus segera dilakukan dengan dosis full, walaupun keadaan Radit tampaknya masih belum fit benar untuk melakukan kemoterapi. Suhu tubuh Radit yang naik turun setiap hari membuat akupun sedikit khawatir. Obat kemoterapi telah didapat sehingga tampaknya infus kemoterapi segera dimasukkan. Periode suntik ambil darah, ganti infus, tusuk jari untuk ambil darah, test alergi yang cukup menyakitkan tampaknya cukup meyiksa Radit. Setiap kali ada perawat yang lewat membawa peralatan suntik, Radit pasti ketakutan tidak karuan. Penderitaan Radit tampaknya akan bertambah dengan pengambilan sampel melalui sumsum pinggangnya atau disebut BMP(Bone Marrow Puncture). Saat proses BMP tampaknya Radit belum menyadari akan dilakukan penyuntikan, kemudian setelah masuk ruang tindakan Radit mulai sadar dan meronta ketakutan. Bius tampaknya membuat Radit mengantuk, dan setengah tidak sadar Radit mulai dilakukan proses BMP. Proses BMP cukup cepat, dan Radit segera dibawa keluar ruang Tindakan dan kembali ke bangsalnya, dengan kesadaran yang belum pulih karena terlihat kebingungan Radit saat mendapati bapaknya sudah di bangsalnya kembali. Tadi aku diapain pak... kayaknya tadi bapak menggendong Radit..., terus aku lupa.. kok sudah ada di sini lagi kata Radit kebingungan. Tadi kamu diobati.. nggak pa pa biar cepet sembuh ya.. kataku menjelaskan

P a g e | 31

Nggak aku tadi sama bapak di ruangan sana.. diapain pak... terus tiba-tiba kok sudah ada di sini kata Radit tidak percaya penjelasanku. Sudah yang penting cepat sembuh ya...kataku menutup pembicaraan tentang proses BMP. Kok aku bingung ya tadi aku di ruangan itu.. terus tiba-tiba kok sudah ada di sini. Aaaah bingung aku kata Radit kebingungan sendiri. Setelah obat bius Radit berangsur menghilang, sakit yang luar biasa dirasakan Radit pada pinggulnya. Berkali-kali Radit menahan sakit pinggul yang diambil darah sumsum tulang belakangnya. Belum lagi teringat jadwal pengambilan darah, besuk cukup membuat Radit kembali stress dan tegang. Suntik tidak sakit, hanya untuk sembuh Radit... berkali-kali Radit mengucapkan mantra ciptaanku, walaupun tidak begitu banyak membantunya menanggulangi ketakutan suntik esok harinya. Sakit Radit bertambah, dengan tambahan suntikan BMP, keluhan Radit saat ini tidak hanya kaki yang linu-linu, akan tetapi pinggulnya yang semakin nyeri. Hampir setiap hari aku tidur antara jam 2-4 pagi menunggui Radit yang terkadang susah tidur saking sakit kaki dan persendiannya. Siksaan rasa sakit Radit memang membuatku hancur dan remuk rasanya, walaupun selalu aku sembunyikan dengan rapat di depan Radit maupun istriku. Saat mandi, adalah saat yang paling tepat untuk menumpahkan tangisku tanpa dilihat oleh Radit dan istriku. Keluhan demi keluhan aku tampung, terkadang meluber karena tidak kuatnya tampunganku dan aku buang dengan sisa tenagaku. Radit semakin lemah karena asupan makanan yang diterimanya semakin sedikit. Tampak berat badan anakku turun drastis, ditambah dengan gusinya yang menghitam, membuat istriku semakin tidak kuasa menahan perasaannya jika di depan Radit.

P a g e | 32

Hal ini tampaknya membuat Radit tidak suka, sehingga istri sayapun tidak berani menunggu lama-lama Radit. Hiburanhiburanku adalah hayalan jika Radit sembuh nanti, seperti permintaan Radit untuk jalan-jalan sama bapaknya sendiri ke Gembira Loka. Pengen naik pesawat kembali ke Jakarta hanya bersama Bapak. Ke tempat Oom di Bandung lagi dan beberapa cerita yang membuat Radit bersemangat untuk sembuh. Musuh utama selain keluhan rasa sakit Radit yang tidak pernah berhenti, adalah kangennya untuk pulang dan kembali sekolah. Entah mengapa aku selalu tidak suka dengan kata pulang yang selalu dikatakan Radit dengan derai air mata dalam kesakitannya. Terkadang Radit mengeluh panjang karena sakit yang tidak tertahankan, sambil mencoba mencari posisi tidur yang nyaman walaupun tampaknya sia-sia ia lakukan. Setelah aku mandikan pagi ini, Radit selalu melihat ke anak baru yang masuk ke bangsal kami, namanya Dimas, anak 3 tahun yang terkena Leukemia. Anak ini makannya banyak, dan bermacammacam bisa masuk. Tampaknya Radit pengen sekali seperti Dimas yang dapat makan apa saja. Saking tidak tahannya ingin makan mie ayam, Radit memohon-mohon dengan memelas kepadaku untuk minta mie ayam. Pak... sedikiiiiiiit aja pak, aku sudah nggak tahan pak.... akhirnya aku pesankan mie ayam Radit melalui SMS ke istriku. Sayangnya oleh dr. Deni mie ayam tersebut dilarangnya karena mungkin kurang higienis. Sedangkan Radit sangat sensitit terhadap kebersihan makanan tersebut. Karena kebingungan, akupun putus asa untuk meladeni Radit. Untung Radit masih mau aku suapin Tahu Bakso yang dibelikan oleh para pembesuk Radit di luar bangsal Estella. Gigi dan gusi Radit tampaknya semakin parah dengan keluarnya darah segar, walaupun tidak terasa oleh Radit. Hal inilah menjadikan makanan-makanan yang keras dilarang oleh dokterP a g e | 33

supaya tidak memperparah gusinya. Sikat gigi juga aku hentikan karena gusi Radit yang memerah, terkadang darah kering di mulutnya cukup banyak sehingga agak sulit membersihakannya. Keinginan Radit makan yang sangat mengharukan adalah saat Dimas, teman di samping Raditya makan alen-alen8. Makanan dari singkong yang terkenal di daerah Kebumen. Aku tahu Radit ingin sekali, akan tetapi kondisi gusi Radit tidak diperbolehkan makanan yang keras-keras seperti alen-alen. Keinginan Radit makan Alenalen sudah sangat tidak tertahankan lagi, dengan memohonmohon sembah kepadaku untuk makan sedikit alen-alen membuat aku tak tahan lagi. Mbak aku minta alen-alen sedikit ya...untuk Radit yang pengen sekali makan alen-alen kataku kepada ibunya Dimas. Dengan sigap ibunya Dimas memberikan satu kantong alen-alen yang kemudian aku berikan kepada Radit. Cara makan Radit sungguh tidak terbayangkan, dengan lahapnya ia masukkan Alen-alen dan kemudian dikunyahnya. Satu, dua, tiga alen-alen aku hitung masuk ke mulutnya Radit. Tampak Radit menikmati rasa alen-alen itu, dan menyadari bahwa mulutnya tidak begitu enak untuk mengunyah. Terbukti setelah alen-alen ke tiga, Radit kemudian menyerahkan kantong sisa alen-alen ke bapaknya. Huuuh... aku puas pak... bisa makan Alen-alen.... kata Radit.... sungguh sesuatu yang mengharukan melihat ekspresi kesenangan Radit dalam kesakitannya. Karena trombosit Radit yang semakin menurun, maka oleh dokter Danny disarankan untuk transfusi darah jenis TC atau trombosit concentrate. Dokter meminta 7 kantong TC, untuk disiapkan, sehingga aku dan istripun mengontak beberapa teman yang mempunyai golongan darah yang sama dengan anakku, yaitu golongan darah A. Tidak terlalu sulit mengumpulkan 7 orang,8

Makanan dari tapioka seperti cincin atau ali-ali dalam bahasa Jawa

P a g e | 34

karena aku sudah mempersiapkan teman-teman kantor untuk siaga jika aku membutuhkan darah. Aku berharap keadaan Radit membaik setelah trombocitnya ditambahkan ke tubuhnya melalui infus. Kembali lagi apabila teringat tubuh Radit yang semakin kurus, karena susah makan, rasanya sakit sekali menghujam di dalam hati..... mengapa anak ini harus menanggung sakit yang begitu hebatnya. Rasa tidak terima, akan kondisi seperti ini benar-benar menyiksa. Radit kesakitan, sementara aku harus bertahan supaya semua tidak kalut. Aku coba tabah dan tetap semangat menemani Radit dalam keadaan yang sangat sulit ditentukan. Kekhawatiran akan kondisi Radit yang tidak membaik aku simpan dalam-dalam supaya istriku, dan Radit sendiri tetap melihat aku sebagai sosok yang kuat, tegar, dan tabah. Transfusi TC, hanya membuat gusi Radit sedikit cerah warnanya, dan aku berharap kondisi ini akan membaik menjelang kemoterapi dalakukan. Panas Radit masih turun naik, setiap 4-5 jam aku harus memberikan obat penurun panas. Saat Radit akan panas, kakinya pasti dingin sekali, sehingga aku gosokkan minyak kayu putih untuk membantu menghangatkan kakinya. Minyak yang disukai Radit adalah minyak tawon. Setelah aku berikan obat penurun panas, Radit biasanya berteriak-teriak kepanasan tubuhnya. Kemudian keringat akan mengguyur badannya, sehingga suhu tubuhnya kembali ke sedia kala. Pantauan suhu badan terkadang aku lakukan setiap jam untuk melihat perkembangan infeksinya. Infeksi adalah musuh nomor satu penderita Leukemia, sehingga aku harus mencoba meminimalisir kontak secara langsung dengan Radit. Alkohol di sediakan di setiap ruang, sehingga penunggu dapat membasuh tangannya untuk menbunuh kuman yang tidak terfilter cuci tangan biasa. Masker selalu aku gunakan, karena Radit dari dahulu tidak suka bau mulutku. Baju steril terkadang aku gunakan supaya Radit tidak terganggu bau tubuhku, danP a g e | 35

sekaligus menghindari kontak langsung kulit Radit. Pada saat di kelas 2, masker dan baju steril wajib digunakan, mengapa di kelas 3 ini banyak penunggu yang tidak menggunakan masker dan baju steril? aku sering bertanya-tanya sendiri. Seharusnya tanpa diperintah semua penunggu harus bermasker dan menggunakan baju steril. Banyak dokter dan perawat juga tidak menggunakan masker dan baju steril, apalagi pengunjung lain, yang terkadang sudah merasa lama di bangsal menjadi sedikit angkuh terhadap penghuni baru. Banyak dari mereka tidak menggunakan baju steril, penutup muka, menggunakan alas kaki. Ngeri juga, kalau mereka tidak disiplin apalagi anakku sangat rentan terkena infeksi. Aku putuskan untuk tetap konsisten menggunakan masker dan baju steril demi anakku. Menjelang kemoterapi, panas Radit masih saja turun naik tidak stabil. Keputusan dokter adalah tetap melakukan kemoterapi dengan dosis yang telah ditentukan. Infus yang diberi tas plastik hitam adalah obat kemoterapi yang akan dimasukkan melalui infus Radit. Sebelumnya Radit sudah stress dengan test alergi yang cukup menyakitkan walaupun hanya di kulit ari Radit. Suntik anti mual biasanya dimasukkan terlebih dahulu sebelum infus Cytarabine kemoterapi Radit. Salah satu efek kemoterapi adalah mual, dan rambut akan segera rontok. Karena terlalu lelah terkadang aku tidak konsen terhadap infus yang habis, dan hal ini ternyata membuat Radit bertambah stress karena air infus yang habis akan membuat darah Radit naik ke selang infus. Apalagi apabila terlalu lama infus habis tidak lapor ke perawat, proses penggantian menjadi lebih lama karena harus dimasukkan lewat selang suntik. Hal ini terkadang menyakitkan Radit, karena jarum infus akan dicek apakah ada darah yang mengental di sana atau tidak. Kalau ada darah yang mengental, maka harus disedot supaya air infus kembali lancar. Hal ini

P a g e | 36

membuat Radit sering marah-marah kepada bapaknya karena tidak konsen mengawasi infus. Aku sudah berkali-kali minta maaf dan tampaknya Radit memahami permintaan maaf saya. Iya dek.. bapak akan lihat terus infus Radit... biar tidak habis kataku gugup menanggapi marahnya Radit. Sejak itu, trauma Radit bertambah saja yaitu infus habis, makanya dia selalu was-was melihat terus ke arah air infus. Jika tidak menetes dia selalu protes kepada bapaknya, kenapa air infus tidak menetes. Rasa kepercayaan Radit kepada bapaknya pun berkurang, sehingga trauma infus habis ini tampaknya membekas dalam, terlihat Radit selalu gugup apabila bangun dari tidur dan selalu dengan cepat matanya terkaget mengawasi infus. Jika air infus masih banyak tampak kelegaan ada di matanya. Aku menjadi merasa berdosa karena tidak konsentrasi dalam mengawasi infusnya sehingga menjadikan trauma Radit bertambah. Suster yang mengawasi juga tidak memberikan teknik awal jika infus habis, yaitu dimatikan terlebih dahulu infusnya supaya air infus tidak terlanjur masuk sampai mendekati jarum di tangan. Infus macet sebenarnya adalah hal yang biasa, apalagi sering dilakukan proses transfusi darah. Dan hal ini menambah stress Radit tidak berkurang malah bertambah-tambah saja. Tingkat stress Radit sudah sangat tinggi, karena berbaring di tempat tidur, menunggu hari-hari yang tidak pasti, ancaman suntik setiap hari menghantuinya. Terkadang dalam tangisnya, ia ingin pulang saja daripada di rumah sakit penuh dengan proses penyuntikan dan penyiksaan. Setiap hari Radit mendengar tangis kesakitan, membuat tingkat stress semakin tinggi akan tetapi tanpa daya menghadapinya. Hiburan satu-satunya adalah TV yang ada di depan tempat tidur Radit. Setiap hari, yang dipandangi adalah acara-acara TV seperti film Sponge Bob, Awas ada Sule, dan filmfilm kartun kesukaan Radit. Kejenuhan pada TV tampak setelah beberapa hari kemoterapi dilakukan. Linu kaki yang tak kunjungP a g e | 37

sembuh, membuat tangan bapaknya ini menjadi langganan memijat Radit setiap waktu. Pijatnya jangan terlalu keras ya.. nanti trombocitnya pecah kata dr. Deni ketika melihat aku memijat Radit. Padahal sakit Radit adalah pada sumsum tulangnya, sehingga cenderung meminta lebih keras memijatnya untuk pengalihan rasa sakit. Karena tingkat stress yang semakin bertumpuk dan banyak, akhirnya Radit menjadi sensitif terhadap tindakan-tindakan biasa yang tadinya tidak menyinggungnya seperti mengukur panas menggunakan termometer. Karena seringnya mengukur panas di ketiaknya, maka Radit terkadang ketakutan kalau termometer tidak menempel di ketiaknya. Selalu khawatir kalau suhu tubuhnya panas. Berapa pak panasku.... tanya Radit 38,5 dik....kataku saat membaca thermometer panasnya Radit Wah..... panas terus....kata Radit frustrasi melihat panasnya tidak turun-turun selama kemoterapi. Kewaspadaan terhadap infus habis, terus aku tingkatkan karena infus Cytarabine hanya separuh dari botol infus biasa sehingga cepat habis, dan tidak terlihat karena dibalut dengan plastik hitam supaya tidak terkena sinar secara langsung. Proses kemoterapi ini cukup melelahkan karena masuk infus jam 12 siang dan jam 24 malam, sehingga harus waspada terhadap kehabisan cairan infus. Aku belum melihat efek kemo yang katanya mual, rambut rontok pada Radit. Tampaknya Radit belum begitu terpengaruh dengan obat-obatan kemoterapinya. Aku berharap kondisi Radit akan membaik setelah kemoterapi, sehingga harapan pulang segera tumbuh. Radit juga tampaknya menyadari hal ini, dan iapun ingin segera pulang jika kemoterapi sudah selesai dilakukan. Pak lihat jadwal pengobatanku pak pinta Radit. Segera akupun menjelaskan protokol AML-M1 yang akan digunakan sebagai panduan jadwal pengobatan Radit.P a g e | 38

Setelah 8 hari kemoterapi ini boleh pulang ya pak kata Radit agak semangat Kalau kondisimu bagus... minggu kedua hingga minggu ke empat boleh pulang kataku menujelaskan. Aku harus sembuh... aku harus sembuh... aku mau pulang... semoga minggu depan sudah pulang kata Radit menyemangati dirinya. Kata-kata afirmatif ini yang sering membangkitkan semangat Radit dalam menghadapi penyakitnya yang tidak menentu. Ok mari berdoa Radit... ya Allah.. semoga obat kemoterapi yang dimasukkan ke tubuh Raditya ini dapat menyembuhkan segala penyakit yang ada di tubuh Radit ini. Semoga kondisi Radit semakin baik dan minggu depan bisa pulang ya Allah. Ya Alllah kuatkanlah Radit dalam menghadapi rasa sakit yang bertubi-tubi ini ya Allah, berikanlah kesembuhan, berikanlah mukjizat mu ya Allah, maafkanlah kekhilafannya ya Allah. Cabutlah segala penyakit, segarkanlah darah nya sehingga kami dapat bersatu kembali di rumah, dan Radit bisa sekolah lagi ya Allah. Hanya itu doa dari bapaknya Radit.. kabulkanlah doa kami ini ya Allah . Amin aku menutup doa dengan mengusap seluruh tubuh Radit. Radit betul-betul menikmati doa dan prosesi yang aku buat sendiri. Proses pengobatan kemoterapi ditambah lagi dengan obat Doxorubicine yang berwarna oranye. Obat ini cukup menarik Radit karena warnanya yang oranye kemerahan. Doxorubicine adalah obat antibiotik untuk kanker Radit, yang dimasukkan di tengahtengah proses masuk obat Cytarabine Radit. Hal yang tidak diduga Radit pada proses terapi induksi kemoterapi ini adalah diberikannya proses penyuntikan obat di sumsum tulang belakangnya menggunakan obat methotrexate atau MTX. Saat menuju ke ruang tindakan, Radit kembali stress dan

P a g e | 39

ketakutan karena akan dilakukan BMP lagi. Pak... aku mau dibawa ke mana ini pak....pak....pakk..... rintih Radit tanpa daya. Saat melihat tubuh kurusnya, aku sebenarnya mau berteriak.... mengapa anakku menanggung sakit yang sedemikian berat dan menyiksanya..... Kamu diobati sebentar ya dek.. gak pa pa kataku dengan ketabahan yang nyaris punah Pak tolong digendong anaknya ya... ke tempat tidur tindakan kata suster kepadaku Aku bopong Radit... dan kembali aku heran bobot Radit sangat jauh berkurang dibanding biasanya, saat aku membopongnya begitu terasa ringan bobot Radit, menandakan bahwa berat Radit sudah pasti turun drastis. Melihat kakinya, tangannya, tulang dadanya yang terlihat menonjol berurutan... tanpa terasa beban sudut airmata sudah sangat jenuh dengan air mata. Akupun masih bisa menahan arus gemuruh kemarahan hati ini.. entah marah kepada siapa.. yang jelas sudah tidak tertahankan lagi. Bapak silahkan ke luar dahulu kata suster mengagetkan lamunanku. Aku tidak ingin Radit sendirian di ruang tindakan ini, akan tetapi suster dan dokter sudah mempersilahkan untuk keluar dari ruangan. Pak tolong pak... bapak... aku mau diapain pak... pak... tolllllonnng pak tanpa menghiraukan lolongan ketakutan Radit dengan langkah terpaksa aku ke luar dari ruangan Tidak sakit kok... nggak papa... kata dokter Pudjo yang menangani suntik MTX. Pelan-pelan ya..... kata Radit memohon tanpa daya Iya... pasti pelan.. pelan..he.he.he. gak pa pa... kata dokter Pudjo sekali lagi.... Selesai sudah proses MTX .. dan Raditpun masih terlelap dalam biusnya. Pak tolong jangan pake bantal ya tidurnya... biar terlentangP a g e | 40

minimal 4-6 jam Kata perawat kepadaku. Aku hanya mengangguk pelan, merasakan kesakitan luar biasa anak ini. Kadang untuk memperkuat ketahanan hatiku, aku hanya dapat mengharapkan penderitaan anak ini segera berlalu .. itu saja yang aku inginkan. Setelah Radit tersadar.. kebingungan dalam tanya Pak tadi aku diapain pak... aku takut... kata Radit Sudah ...sudah... gak papa...bapak.. di sini menemanimu.... bapak sayang Radit.. Radit tahu to... bapak sayang banget sama Radit kataku sambil mengelus kepalanya. Banyak kejadian menyakitkan yang tidak terbayang oleh Radit... sehingga tampaknya kepasrahan dalam ketidak mampuan dayanya yang memaksanya untuk tetap bertahan. Kepercayaannya kepada bapaknya tampaknya mulai runtuh, melihat tindakan-tindakan yang menyakitkan ternyata tidak diberitahukan kepadanya terlebih dahulu.

Sakit hati yang terpendamO ya ada pak Eko di depan bangsal.. mau telepon kamu.... kataku setelah melihat SMS dari Istriku. Seingatku Radit sangat dekat dengan gurunya bernama pak Eko, karena seringnya bercerita tentang segala pelajaran, tingkah laku gurunya saat di sekolah. Semua hal tentang pak Eko diceritakannya, termasuk memijiti punggung pak Eko. Nggak mau pak.... geleng Radit pelan.... aku sedikit kaget melihat ekspresi Radit yang datar saja melihat pak guru kesayangannya mau menelepon. Dering telepon HP ku pun berbunyi. Halo mi... gimana.. ada pak Eko... kataku Iya mau bicara sama Radit kata istriku. Sambil ogah-ogahan Radit menerima telepon dari gurunya.. jawabnya hanya tertawa dan kata Iya... sambil menahan

P a g e | 41

sakitnya. Telepon pak Eko cukup lama dan Radit hanya tertawa kecil dan menjawab kata iya.. saja .. aku tidak tahu materi apa yang dibicarakannya. Pak sudah pak kata Radit sambil menyerahkan HP ku... Seneng ya.. bisa denger pak Eko... kataku sambil menerima HP ku. Iya... Kata Radit singkat. Semua sayang Radit kan kataku mengusap kepalanya. Pak... aku pernah dipukul pak Eko.... kata Radit pelan sekali hampir tidak terdengar. Tampak sambil menangis dia ngomong bahwa Radit pernah dipukul pak Eko, karena dikira pak Eko .. Radit yang rame.. padahal teman Radit yang rame. Tampak keterpukulan Radit dan kekecewaan Radit pada sosok Gurunya ini disimpan di hatinya yang terdalam. Nggak.. pak Eko pasti tidak sengaja itu.. kataku di tengah kekagetanku.... selama ini aku kira Radit kagum dan sayang terhadap pak Eko.. yang katanya cukup bagus kalau mengaji dan sering mengajari Radit mengaji. Aku pernah dipegang dengan kasar bajuku..pak .. begini ini kata Radit sambil meperagakan bajunya ditarik pak Eko ke atas.. sambil menitikkan air mata kekecewaan mendalam terhadap sosok gurunya. Tapi pak Eko pernah baik kepadamu kan...coba kamu ingat kebaikannya akupun memecahkan kekecewaan Radit, dan Raditpun mengangguk perlahan. Sudah... kamu ingat kebaikannya jangan ingat keburukannya ya... sambil mengalihkan pembicaraan aku cek infusnya. Aku cek kaki Radit... sangat dingin.. akupun sedikit panik... tampaknya Radit mau demam, sehingga akupun mempersiapkan minyak tawon yang baru dibelikan istriku, untuk memijiti kakinya yang dingin. Ternyata perkiraanku tepat.. Radit panas kembali dalam suhu di atas 38,5.. cukup tinggi panasnya. Akupun teringatP a g e | 42

bantal panas untuk terapi di rumah ibu saya, akhirnya aku sms istriku untuk mengambilnya, untuk menghangatkan kaki Radit. Suster pernah mengatakan apabila panas, tolong di kompres ketiak, kepala, dan kaki dengan menggunakan kantong kaus tangan karet yang diisi dengan air hangat. Pernah aku kompres Radit dalam tidurnya, kaus tangan karet ini pecah sehingga membasahi seluruh tubuh Radit dan tempat tidurnya. Proses mengganti baju Radit saat infus menancap, dan tangan Radit kesusahan ditekuk, merupakan beban terberat. Radit sudah susah bangun, dengan tangan penuh bekas tusukan infus, sampel darah dan test alergi, mejadikan tangannya sakit apabila ditekuk, sehingga penggantian baju dan sprei tempat tidut menjadi sangat lama. Perlu kesabaran untuk membuka baju Radit, mengganti dengan yang baru, kemudian mengganti sprei tanpa harus mengangkat Radit. Teknik ini aku pelajari saat perawat-perawat 2 hari sekali mengganti sprei tanpa harus mengangkat badan pasien. Dah kelar.. walaupun tubuh basah kuyup karena keringat, selesai mengganti sprei, baju dan celana Radit. Setelah itu aku jadi teringat bantal hangat elektrik yang digunakan untuk terapi rematik nenek Radit. Pagi.. setelah proses MTX, ada visite dari Prof. Taryo.. seorang dokter ahli dibidang Leukemia di Sardjito. Hmm... anak ini akan baik jika di isolasi.... masih panas ya... kata Prof. Taryo Masih panas terus prof... kataku menjelaskan Itu yang tidak boleh.... kata Prof. Taryo Bapak harus pake masker dan baju Steril.. supaya adik tidak infeksi terus... kata Prof. Taryo Aku jadi teringat bahwa hanya saat kunjungan Prof. Taryo saja instruksi penggunaan masker dan baju steril dilakukan oleh perawat-perawat. Aku terkadang tidak habis pikir mengapa hanya saat kunjungan Prof. Taryo saja mereka disiplin menggunakan bajuP a g e | 43

Steril dan Masker. Dalam hati pernah aku mempunyai niat untuk menggugat ketidak seriusan rumah sakit ini dalam menangani resiko infeksi pasiennya. Aku dapat membayangkan betapa sakitnya anak-anak yang berjuang melawan infeksi yang ditularkan di mana-mana, termasuk di baju penunggu, mulut penunggu. Hal ini tampaknya diabaikan oleh beberapa dokter dan perawat di bangsal ini. Aku pernah berniat menemui prof Taryo memberitahukan kebohongan, kepura-puraan beberapa suster dan dokter jaga yang ada di bangsal lantai 2 Estella ini. Tapi...aku urungkan jika sudah melihat kondisi anakku yang tidak kunjung membaik, lama-lama terlupa dengan niatku karena melihat rintihan dan kesakitan anakku. Bapak besuk coba masuk kerja ya dek... sudah beberapa minggu bapak bolos kerja... kataku pelan-pelan kepada Radit Bapak jangan kerja dulu pak.... Kata Radit memelas Sebentar saja nengok kantor bapak kataku tidak berani melihat ekspresi Radit mendengar permohonanku. Sebentar saja lho.. sambil ambil PSP dari teman bapak kata Radit mengingatkan janjiku pada Radit untuk membelikan mainan. Temen bapak memberikan Game Boy dik.. mau nggak kataku Game boy .. apa itu pak tanya Radit Sejenis PSP mungkin.. bapak juga nggak tahu kataku polos Ngak pa pa pak.. kalau kurang duitnya bapak ..pake tabungan Radit aja pak kata Radit polos membikin trenyuh* hati ini. Pak mbok pindah dari ruangan ini pak.. berisik sekali... aku jadi pusiiiingggg kata Radit saat mendengar radio yang disetel Rahmat teman Radit di tempat tidur pojok. Sabar ya dek... coba kamu cuek aja ya.. hiburku Enak waktu di kelas 2 kemarin pak...atau Radit pengen kamar sendiri biar bisa tenang pak tidurnya.... kata Radit polos Bapak nggak punya uang dek untuk ruangan sendiri... katakuP a g e | 44

menjelaskan alasan kenapa Radit di ruangan 1 kamar buat ber 3. Tapi aku pusiiiingg pak kalau ribut begini... pinta Radit dalam tangisnya.. Aku hanya bisa menghibur, dan mencoba mengalihkan perhatiannya di lain pembicaraan. Esoknya aku coba masuk ke kantor, untuk membereskan pekerjaanku yang sudah aku tinggalkan lama. Di kantor.. rasanya tidak karu-karuan karena teringat Radit terus, sehingga aku benarbenar tidak dapat konsentrasi. Entah mengapa perasaanku sangat berat meninggalkan Radit di rumah sakit. Aku teringat dengan keadaannya yang kurang baik dan belum baik hingga hari itu. Rasa sedih mengikutiku, walaupun aku duduk di bangku kerjaku... Pak Edi.. kurus sekali pak... capek ya.. kata teman kantorku Iya mbak... nunggui anak saya.. nyaris tidak tidur selama ini kataku polos Gimana keadaannya.... membaik to tanyanya dalam ketidak tahuan Sudah lumayan.. bisa aku tinggal sebentar.. kataku sedikit berbohong keadaan anakku Syukurlah cepat sembuh ya Radit... ada nada lega mendengar berita anakku Doakan saja ya mbak kataku memelas Ding..... ada SMS dari Istriku.. aku selalu was-was apabila ada SMS dari istriku Pi cepat pulang.... Radit nanyain bapak terus.. bunyi SMS istriku Hanya satu SMS, sudah membuat aku tidak dapat duduk tenang... jalan ke sana kemari.. masih saja bayangan Radit sakit mengikutiku... ada rasa sedih, tidak terima, marah.. pada keadaan yang berubah drastis dalam 2 minggu ini. Istriku ditemani ibu mertuaku ikut menunggui Radit. Hatiku cukup

P a g e | 45

lega ada yang menemani, walaupun keadaan keluarga ini sudah morat-marit. Istriku tidur di samping bangsal, seperti seorang tuna wisma di pinggir toko. Apabila malam sudah aku bayangkan dinginnya pasti minta ampun, belum lagi kalau hujan. Lengkap sudah penderitaan kami. Akupun rindu kegiatanku seperti biasa, bangun pagi.. maen sepeda, ke kantor sambil nganter anak, kerja, pulang, berkumpul lagi dengan Radit dan Dita, serta ibunya. Hmmm masa-masa yang indah.. akankah terulang.. terkadang aku melamunkan hal itu di tempat duduk kerjaku. Aku harus kembali ke rumah sakit, mengurusi Radit yang terbaring lemah, mandi di tempat mandi umum bangsal Estella. Panas ruangan yang menyesakkan dada, tangisan Radit, tangisan temannya, keributan-keributan yang membuat stress pasien dan penunggunya. Setiap hari makanan Radit dari rumah sakit aku makan, walaupun rasanya hambar tetap aku lahap dengan harapan tidak ambruk sakit, karena yang menunggui Radit hanya aku yang kuat mentalnya. Melihat Radit kurus, tangan, dan kaki hanya terbalut kulit tipis, bokong sudah habis, tulang dada rata.. yang berbaris rapi, mata cekung, dan mulut penuh dengan darah kering... siapa tega melihat hal ini. Pak Radit sayang bapak... terimakasih ya pak.. Radit sudah ngrepotin bapak... kata-kata Radit yang lembut bagaikan halilintar yang membelah dadaku. Tak kuasa aku mendengar katakata Radit yang tidak lazim ini, akupun mencoba untuk tetap tegar. Radit tidak ngrepotin kok.. bapak kan sayang banget sama Radit... kamu tahu itu to... kataku menjawab pernyataan Radit yang tak terduga. Terimakasih pak.... kata Radit kembali mengiris-ngiris rasa hatiku

P a g e | 46

ngGak perlu terimakasih.. sudah sudah... Bapak kan sayang Radit .. kataku terbata-bata. Bibir Radit kering.. memperlihatkan kalau suhu badannya selalu panas, sehingga terkadang bibirnya pecah-pecah saking panas badannya. Sedikit darah terkadang keluar dari gusi-gusinya menandakan trombocitnya cukup rendah mungkin sehingga harus transfusi TC. Karena kondisi gusinya yang demikian, dokter menyarankan untuk tidak melakukan sikat gigi. Sehignga mulai hari itu Radit tidak sikat gigi, hal ini menambah sedikit kotornya gigi-gigi Radit. Terkadang darah kering menempel di langit-langit mulut Radit, dan Radit tanpa sengaja memasukkan tangannya untuk mengambil darah kering di mulut Radit. Aku terkadang sedikit memarahi Radit untuk tidak memasukkan tangan yang mungkin penuh kuman ke mulut Radit. Sudah to pak.. nggak papa aku bersihkan sendiri..ni..ni..ni... kata Radit sambil emosi jika aku peringatkan sambil memasukkan tangan di mulutnya. Terkadang emosinya Radit semakin tidak terkendali, apalagi saat mulai demam. Detak jantungnya menjadi lebih cepat, emosi meluap-luap. Aku paham kondisi Radit yang mungkin menahan sakit yang tidak terkira, sehingga emosinya bertambah labil. Panas... pak... panas..... kata Radit saat demamnya naik. Tampaknya Radit kebingungan antara saat sebelum demam dia kedinginan, dan setelah aku beri penurun panas. Keringat Radit bisa besar-besar seperti butiran jagung. Bantalnya menjadi basah keringat, sehingga harus sering aku balik supaya lebih nyaman tidurnya Radit. Pak setiap 4 jam diminumin Paracetamol ya pak... kata dokter Deni mengingatkan. Panas Radit setelah kemoterapi masih naik turun, menandakan infeksinya cukup parah. Pak satu kantong darah merah atau PRC (Packed Red Cells) untuk Radit dapat diambil di PMI pak Kata dr Deny. Transfusi darahP a g e | 47

merah dilakukan untuk menambah asupan darah Radit yang mungkin sudah musnah oleh kemoterapi yang dilakukan beberapa hari. Delapan hingga sembilan hari Radit dimasukki obat-obat dengan dosis yang cukup tinggi untuk memusnahkan sel darah putih yang tidak berguna, sehingga targetnya adalah menghilangkan semua darah putih yang tidak bermanfaat, kemudian dipacu Radit untuk membentuk sel darah putih yang sehat. Aku agak bersyukur dan optimis keadaan Radit akan membaik, karena selama kemoterapi, Radit tidak begitu merasakan mual, dan rambut Radit tidak rontok. Sementara keadaan yang cukup mengkhawatirkan adalah panasnya yang tidak pernah turun serta gusinya yang masih sering berdarah. Bintik-bintik darah merah yang muncul di tubuh Radit juga semakin banyak, menandakan bahwa trombocitnya mungkin di bawah ambang batas terendah. Makanya team dokter yang menangani Radit kemudian meminta lagi untuk melakukan transfusi darah trombocit TC, untuk menaikkan trombocitnya yang terlalu rendah. Sekali lagi pencarian donor berjumlah 7 orang, masih cukup mudah aku lakukan, dengan menghubungi teman serta daftar pendonor golongan A yang aku punya masih cukup untuk mensuplai trombocit buat Radit. Karena keadaan Radit tampaknya tidak begitu mengkhawatirkan, maka aku kembali bekerja walaupun hanya sebentar, karena aku masuk siang menunggu Radit terlebih dahulu. Istri aku juga minta Radit untuk masuk isolasi, jika memang dapat membantu mengurangi infeksi Radit, tapi team dokter mengatakan Isolasi masih penuh, dan diperuntukkan untuk pasien lain yang lebih kurang beruntung keadaannya dibanding Radit. Ada rasa optimis dari penolakan isolasi ini, karena kondisi Radit masih dianggap baik dan belum layak untuk masuk Isolasi.

P a g e | 48

Bapak Tukang MarahKiriman Game Boy aku alamatkan di kantor, sehingga Radit dengan rela melepas aku masuk ke kantor karena alasan mengambil mainan Game Boy, yang disumbangkan oleh temanku dari Semarang. Rencanaku adalah meminjam PSP dari teman di Semarang untuk sementara gagal sudah, ternyata PSP tersebut masih digunakan anaknya sehingga ia mengirimkan Game Boy dari Nintendo buat anak saya. Saat aku membawa Game Boy ke hadapan Radit, tampak sedikit kekecewaan Radit walaupun tidak diperlihatkan tentang mainannya. Ini masih belum di beli kan pak... bisa dituker dengan yang lain to... kata Radit menyembunyikan kekecewaan mainan bekas dari temen saya. oo bisa nanti dituker yang lebih bagus aja ya.... kataku berbohong untuk mengurangi kekecewaannya. Aku ini seneng kok pak.... yang laen ada nggak pak... kata Radit menghiburku. Radit tampaknya menyadari kondisi bapaknya yang kebingungan.. entah mengapa dia tahu bahwa mainannya ini hanya pinjaman dari pak Andi temanku di semarang. Ini dari pak Andi ya... nggak pa pa pak bagus...kata Radit lebih dewasa gaya bahasanya, walaupun tampaknya ia menyimpan kekecewaan. Coba nanti aku carikan Gadget untuk mainan aja yang lain kataku menghiburnya. Iya pak boleh.. pakek uangku saja nggak papa... kata Radit menghiburku. Radit tampaknya tahu keadaanku, sehingga selalu menyodorkan tabungannya yang cukup banyak saat dikumpulkan di hari Sunatan Radit beberapa waktu yang lalu. Aku jadi teringat saat sunatan Radit yang lalu juga penuh dengan kesakitan, terutama saat bedah kecil burung Radit sampai

P a g e | 49

perawatannya. Aku sebenarnya tidak tega melihat Radit kesakitan saat Sunat, tapi aku sembunyikan saja terhadap Radit dan Istriku. Teriakan Radit kesakitan saat membuka perban, merupakan kejadian yang membuat aku tidak dapat melupakan pengalaman itu. Sampai saat ini rasa sayang aku terhadap Radit sangat berlebihan sebenarnya, walaupun sering tidak aku perlihatkan. Semenjak Radit sunat, aku menjadi lebih dekat dan tambah sayang, karena teringat teriakan kesakitan Radit, saat aku mencoba untuk menyemangatinya untuk menahan rasa sakit. Saat itu aku marah karena Radit menunda-nunda membuka perban. Sebenarnya aku bukan tipe pemarah, akan tetapi aku sudah berjanji kepada istriku untuk menjadi sosok yang dapat ditakuti di rumah, sehingga dapat mengendalikan kenakalan-kenakalan anakanakku yang terkadang keterlaluan. Sejak saat itu aku menjadi sosok yang ditakuti oleh Radit dan Dita, walaupun sebenarnya aku tidak enak dengan posisi tersebut. Konsisten untuk tegas menjadikan aku sosok momok bagi Radit dan Dita. Aku sebenarnya menyesal, dalam setiap kemarahanku pada anakanak, ada rasa sakit .. akan tetapi kata konsisten tetap aku pegang untuk tetap menjadi sosok yang ditakuti anak-anak supaya dapat mengendalikan mereka. Terkadang aku menghibur diri sendiri, dari hasil konsistensiku menjadi sosok yang ditakuti, anakanak berkembang dengan lebih baik dan sesuai dengan keingingan aku dan istriku. Kedua anakku lebih dewasa dibanding dengan anak-anak lain, walaupun sifat kekanak-kanannya terkadang lebih mendominasi. Aku pernah berkata pada istriku, apakah kita ini menuntut anak-anak untuk cepat dewasa, sehingga tidak memerdulikan posisi anak-anak. Sampai saat ini konsistensiku masih tinggi, sehingga ada satu mantra yang aku ciptakan kepada anak-anak, yaitu: Bapak marah karena anak-anak nakal jika tidak nakal bapak tidak marah. Itu sudah dipahami oleh anak-anakku, akan tetapi terkadang lebihP a g e | 50

banyak lupa apabila mereka berdua sedang berantem. Berantem adalah hal yang mebuatku terkadang cukup marah dengan mereka, sehingga apabila berantem akan aku hukum mereka berdua. Kamu sayang mbak Dita to Dit...? kataku saat memberikan hadiah dari Dita berupa jam tangan. Sayang pak ini hadiah dari mbak Dita ya sambil menimang jam tangan yang pernah diminta Radit beberapa waktu yang lalu, akan tetapi kami tidak membelikan karena jam tangan Radit banyak yang rusak dan tidak dipake setelah dibeli beberapa hari. Tolong dipakekan pak... Kata Radit, kemudian langsung aku pakekan di tangan Radit sebelah kiri. Aku terharu melihat jam ini terlalu besar dipake Radit, karena pergelangan Radit sangat kecil sekali terlalu kurus. Rasanya ingin menangis.. akan tetapi aku harus bisa bertahan tidak mengeluarkan air mata di depan Radit. Bapak kenapa to.. diam saja tanya Radit..... Eh... gak papa... sini aku benarkan posisi jam tangan mu kataku mengalihkan perhatiannya. Tahu to.. semua sayang sama kamu Radit kataku kepada Radit setelah membetulkan posisi jam tangannya. Radit mengangguk sedikit, kemudian pandangannya menerawang jauh..gak tahu aku sedang memikirkan apa Radit saat itu. Kenapa Radit... kamu kataku saat menunggu apa yang mau dikatakan Radit tampak menyimpan sesuatu yang berat. Mbak Dita dulu cantik pak.. sekarang gendut agak jelek ya... kata Radit membuat aku sedikit tersenyum. Memang anakku yang besar ini cukup subur badannya, entah mengapa selama Radit sakit.. tampaknya Dita bertambah gemuk saja. Entar tak suruh olah raga biar cantik kayak dulu lagi ya... Kataku Pak.... mbak Dita dulu sering memfitnah Radit pak... sehingga Radit sering kena marah bapak dan Ibu... kata Radit menangis. Kembali aku mencoba untuk tetap tegar dengan kata-kata RaditP a g e | 51

yang cukup mengagetkan aku. Sudah bapak sudah tahu.. Radit anak baik kok .. lupakan hal yang menyakitimu nak.. mbak Dita kan sayang sama kamu.. buktinya ini kamu dibeliin jam tangan... sambil mengalihkan perhatian Radit aku coba perlihatkan fitur-fitur jam yang digunakannya. Mbak Dita sering kalau menutup pintu keras... jadi aku kaget kata Radit lagi Nanti aku bilang kalau Radit sudah sembuh dan pulang ke rumah, mbak Dita jangan menutup pintu keras-keras.. kataku sambil memijit kaki Radit. Bapak berjanji kalau kamu sembuh... selamanya tidak akan marah... kataku mantap Janji lho.. pak... kalau Radit sembuh bapak tidak marah lagi.. kata Radit lega.. tampak bahagia dengan janjiku. Siap.. bapak tidak akan mukul Radit, bapak tidak akan teriakteriak, bapak tidak akan melototi Radit.. kataku mengobral janji kepada Radit, dan sayapun berniat akan kembali ke sifatku yang tidak suka marah sebenarnya. Sosok pemarah, dan konsisten marah menjadikan aku robot zombie yang ditakuti oleh anakanak. Aku akan mengubah sosok tersebut niat ku.. dan Radit aku minta untuk menjadi saksinya. Ini rahasia kita berdua ya dek... Kataku kepada Radit. Radit tampak bahagia dengan janjiku dan dia meminta aku bergandengan kelingking dengan Radit. Deal... Kata Radit Setelah saat itu, Radit tidak pernah mencopot jamnya saat mengeluh pusing, panas, saat berteriak kesakitan, saat tidur, saat diam pasrah, saat berdoa, saat marah-marah, saat apapun tidak mau melepaskan jam tangannya. Saat tidur Radit cukup unik karena mata Radit tidak terpejam seutuhnya, sehingga seperti tidak tidur saja. Dr Deni pernah menyinggung hal ini, karena melihat Radit tidurnya tidak terpejamP a g e | 52

matanya. Memang begitu pak kalau Radit tidur, terkadang matanya bisa ke mana-mana..he.he.he. kataku menjelaskan. Karena melihat efek kemoterapi tidak separah yang aku duga, maka aku minta ijin lagi ke Radit untuk kembali bekerja, sambil mencarikan Gadget games yang diinginkan Radit. Aku sudah mendapat informasi dari teman untuk mengambil Gadget Android. Akupun mencari tahu di Internet dan sudah mendapatkan alamat tempat belinya.

Masuk IsolasiSaat aku sedang di kantor, tiba-tba aku dapat sms dari istriku Pak Radit dipindah ke Isolasi. Aku jawab Semoga lebih baik mi kataku berharap Radit akan lebih tenang dan baik di Isolasi ini karena sendirian dan tidak terganggu dengan aktifitas pasien yang lain. Aku pontang-panting mencari gadget pesanan Radit. Dalam hujan deras aku terobos dengan harapan dapat mengantongi mainan gadget yang diinginkan android. Setelah dapat, aku langsung ke Sardjito untuk menjumpai Radit. Saat aku datang, Radit sedang mendekap-dekap jaket baru Dari siapa itu Dit...? tanyaku Dari bulek.... katanya mantab Wah seneng ya.... aku agak girang melihat kondisi Radit yang cukup baik tampaknya. Ini aku bawakan Gadget mu.. Android.. tapi belum banyak Game nya.. lumayan ada Angry Bird .. Dit Aku perlihatkan tablet Android kepada Radit. Aku cukup bahagia karena Radit begitu senang dengan apa yang aku bawa. Game nya belum banyak ya .. pak.... tapi gak papa.. bagus pak kata Radit dengan semangat. Kekecewaan pertama Radit adalah

P a g e | 53

karena tangannya hanya satu yang dapat digerakkan karena terikat infus, maka Radit agak kesulitan memainkannya. Aku hanya mengeluh dalam hati, mengapa Radit selalu bermasalah jika ingin sedikit senang saja. Kemarin ingin sekali makan ternyata gigi dan gusinya sakit, padahal keinginan makannya sedang naik. Sekarang ingin sedikit senang-senang dengan game kesayangannya tangannya susah untuk memegang gadget. Tampaknya Radit bertambah frustrasi dengan keadaan yang mendera bertubi-tubi. Aku dapat merasakan tekanan frustrasi Radit tampaknya sudah diambang batas toleransinya. Panas tubuh Radit seperti gelombang.. naik turun belum stabil. Setelah masuk isolasi, panas Radit tidak kunjung datar grafiknya. Tampaknya obat kemoterapi justru membombardir tubuh Radit setelah semua cairan Citarabine, Doxorubicine, MTX, dan seluruh antibiotik tampaknya sudah mulai bekerja. Lekosit Radit sudah turun drasitis.. mencapai hanya sekitar 140, tapi kekebalannya juga turun drastis pak.. hal ini riskan terjadi Infeksi Kata dr. Deni suatu saat. Panasnya kok tidak turun-turun stabil ya dok? tanyaku khawatir terhadap kondisi anakku. Nanti akan kita coba antibiotik yang lebih kuat pak Kata dokter Deni menjelaskan. Kesakitan Radit di kaki masih sering dikeluhkan, saat ini kemudian keluhan di perutnya mulai banyak diakeluhkan. Pak.. perutku sakkiiiit sekali pak.. kenapa ini pak... berkali-kali Radit mengeluh tentang perutnya. Aku pijitin supaya sakitnya berkurang ya Dik... pake minyak Tawon kataku sambil mengambil minyak tawon aku usapkan di perutnya. Bapak sambil berdoa ya.... ? kataku pada Radit. Pak tolong ditarik pak sakitnya diserahkan kembali ke Allah pak... Pinta Radit dengan penuh keyakinan bahwa tanganP a g e | 54

bapaknya dapat menarik dan mengobati sakitnya Radit. O ya bapak dibantu ya... Al-Fatehah dan Al Ikhlas Radit... ayo dibantu doa bapak.. kataku kepada Radit disambut komat-kamit Radit melafalkan kedua ayat pendek hapalannya tersebut. Ya Allah, tolong Radit yang sedang sakit ini ya Allah, Perut Radit saat ini sedang sakit ya Allah, bantulah bapaknya Radit untuk menarik semua penyakit Radit ya Allah, kuatkanlah Radit dalam menghadapi semua penyakitnya ini ya Allah, Engkaulah maha penyayang ya Allah, sayangi Radit ya Allah dengan memberikan kesembuhan kepadanya, Ya Allah Radit ingin sembuh ya Allah kabulkanlah permintaan kami ya Allah, sehingga Radit dapat dengan sehat kembali pulang dan sekolah seperti sediakala Doaku kepada Radit di iringi kata amin panjang dari Radit. Pak... masih sakit dan perih pak kata Radit mulai menangis. Ia coba miring ke kiri, miring ke kanan tapi sakitnya tak kunjung mereda. Pak.. panggilin dokter pak... kok sakit sekali Kata Radit menghiba. Akupun segera menanyakan ke suster jaga kenapa Radit sakit di perutnya, dan suster perawat hanya bilang sepatah kata Iya itu saja yang aku dapat. Radit masih kesakitan di sekitar perutnya, dan aku hanya bisa memberikan elusan dan pijitan dengan menggunakan minyak Tawon kesenangan Radit. Karena begitu sakitnya, Radit sekarang sudah lupa dengan Game Boy, dan Gadgetnya walaupun terkadang memainkan sebentar kemudian ber