laporan susu kelompok fi
TRANSCRIPT
LAPORAN LABORATORIUM KESMAVET
PEMERIKSAAN KUALITAS DAN KEAMANAN SUSU OLAHAN (PASTEURISASI, STERIL DAN UHT)
Oleh:
Kelompok F1
Ajeng Kandynesia, SKH B94124205Azrul Zulmy, SKH B94124214Desrayni Hanadhita, SKH B94124217Sarojini Selvaraju, SKH B94124249Yohana Paula P.P, SKH B94124256Made Dwi Tanaya, SKH B94124240Kurniawan Prasetya, SKH B94124237
Pembimbing :Dr. Drh. Hadri Latif, M.Si
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWANFAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR2013
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Susu merupakan salah satu bahan pangan yang tinggi kandungan gizinya,
bila ditinjau dari kandungan protein, lemak, mineral dan beberapa vitamin yang
terdapat dalam susu. Kondisi susu yang kaya akan kandungan gizi juga
menyebabkan susu menjadi media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme
yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Usaha memenuhi ketersediaan susu
harus disertai dengan usaha meningkatkan kualitas dan keamanan produk susu,
karena nilai gizi suatu pangan yang tinggi tetap tidak akan ada artinya apabila
pangan tersebut berbahaya bagi kesehatan.
Kualitas susu dipengaruhi oleh keadaan ambing individu ternak perah,
lingkungan, pakan, pekerja dan perlakuan setelah pemerahan. Kandungan nilai
gizi yang tinggi menyebabkan susu merupakan media yang sangat disukai oleh
mikroba untuk pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga dalam waktu yang
sangat singkat susu dapat menjadi tidak layak dikonsumsi bila tidak ditangani
dengan benar (Saleh 2004).
Pada industri pengolahan susu, proses seleksi bahan baku susu sangat
penting untuk dilakukan (Bilal & Khan 2009). Seleksi susu sebagai bahan baku
dilakukan dengan memperhatikan aspek kualitas dan keamanan susu untuk
dikonsumsi. Pengolahan susu dilakukan selain untuk memperpanjang daya
simpan susu juga untuk menyelamatkan produksi susu berlebihan, meningkatkan
nilai ekonomi susu, mengoptimalkan susunan, serta memperoleh produk dengan
aroma, bentuk, dan rasa berbeda dengan susu segar. Pengolahan susu yang
dilakukan dengan cara pemanasan dan pemberian starter (mikroba) kedalam susu
segar. Contoh pengolahan susu yang dipanaskan adalah susu pasteurisasi, susu
sterilisasi, susu kental, susu evaporasi, dan susu bubuk (Lukman et al. 2009).
Susu pasteurisasi adalah susu yang dipanaskan dibawah titik didih susu
dengan kandungan gizi yang masih sama dengan susu segar, karena pada susu
pasteurisasi hanya dilakukan pemanasan untuk membunuh mikroba patogen dan
menginaktifkan enzim yang ada dalam susu jumlah mikroba yang boleh ada
dalam susu pasteurisasi adalah maksimum 30.000 cfu/ml (SNI 1995). Sedangkan
untuk susu sterilisasi menurut SNI (1998) adalah susu yang hanya dilakukan
pemanasan dengan suhu diatas titik didih susu yaitu 135 0C selama 2 detik.
Mikroba, enzim, spora dan sebagian vitamin hilang pada susu ini. Sehingga
kandungan gizi pada susu steril lebih rendah namun daya simpan susu ini lebih
lama.
Proses kesempurnaan dalam pengolahan susu baik pada susu pasteurisasi
atau susu sterilisasi sangat penting untuk memperoleh kualitas susu yang
diinginkan sehingga perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui proses
kesempurnaan pemanasan susu selain itu dilakukan pemeriksaan kandungan gizi
pada susu untuk melihat kesesuain komposisi yang terdapat pada label susu yang
beredar dipasaran dan siap untuk dikonsumsi langsung.
Tujuan
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui dan mengevaluasi
kesempurnaan pemanasan, keamanan susu, dan kandungan gizi dari susu olahan
yaitu susu sterilisasi, susu pasteurisasi, dan susu UHT yang beredar dipasaran.
MATERI DAN METODE PENGUJIAN
Uji Sensoris dan Organoleptik
Prinsip uji sensoris dan organoleptik adalah melakukan analisis terhadap
warna, bau, rasa, dan konsistensi susu dilakukan dengan menggunakan
pancaindera.
Bahan dan alat: Tabung reaksi, pipet 10 ml, dan contoh produk susu.
Cara kerja : Susu sebanyak 3-5 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi
kemudian dilakukan pengamatan warna, bau, rasa, dan konsistensi susu
pasteurisasi. Setelah itu susu dipanaskan dan kembali dilakukan
pengamatan terhadap warna, bau, rasa, dan konsistensi susu.
Uji Kadar Lemak
Prinsip : penambahan asam sulfat 91% protein susu, selubung butir lemak
akan larut. Sentrifugasi, pemanasan dan penambahan amil alkohol akan
memudahkan pemisahkan lemak yang telah mencair.
Bahan dan alat: sampel susu sterilisasi, butirometer Gerber, sumbat karet,
kain lap, sentrifuse, penangas air, pipet. H2SO4, dan amil alkohol
Cara kerja : Ke dalam butirometer Gerber dimasukkan masukkan 10 ml
H2SO4, 10.75 ml susu dan 1 ml amil alkohol. Setelah itu, butirometer
Gerber ditutup dengan sumbat karet, bungkus dengan kain lap lalu
dikocok dengan gerakan angka 8. Setelah itu, dilakukan sentrifuse selama
3 menit dengan kecepatan 1200 rpm. Setelah itu, butirometer Gerber
dimasukkan pada penangas air 65 °C selama 5 menit. Hasilnya dibaca
dengan melihat larutan berwarna kekuningan pada skala tabung.
Perhitungan Kadar Protein
Prinsip perhitungan kadar protein adalah dengan melihat adanya korelasi
antara kadar lemak dan kadar protein susu, maka kadar protein dapat
dihitung bila kadar lemak diketahui.
Perhitungan :
Kadar protein (%) =
Uji Sterilisasi: Uji Albumin
Prinsip : dengan adanya pemanasan maka albumin susu akan mengendap
dan memisahkan diri di dasar tempat pemanasan. Albumin pada susu
bubuk telah hilang
Bahan dan alat : contoh susu, tabung Erlenmeyer, susu, kristal amonium
sulfat, corong, dan kertas saring
Cara kerja : Mula-mula susu sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam tabung
Erlenmeyer, kemudian tambahkan 4 gram amonium sulfat dan diaduk rata.
Setelah itu, suspensi tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring,
dan filtratnya diambil kurang lebih 5 ml ke dalam tabung reaksi. Setelah
itu, tabung dipanaskan pada penangas air selama 5 menit, dan dilihat
perubahan yang terjadi.
Uji Storch
Prinsip : di dalam susu terkandung enzim peroksidase. Pemanasan pada
70-80 0C akan menginaktivasi enzim peroksidase. Dalam reaksi uji ini,
peroksidase membebaskan 02 dari H2O2. O2 ini bersenyawa dengan HCl
paraphenyl diamin membentuk warna biru.
Bahan dan alat : contoh susu, tabung reaksi, pipet, pipet tetes, HCl
paraphenyldiamin 2%, H2O2 0.5%.
Cara kerja : Mula-mula dimasukkan berturut-turut 5 ml susu, 2 tetes HCl
paraphenyldiamin 2%, dan 4 tetes H2O2 0.5%. Kemudian dibiarkan selama
30 detik, kemudian dibaca hasilnya. Warna biru menandakan susu segar.
Warna abu-abu menandakan sebagian susu masak. Warna putih
menandakan susu sudah masak seluruhnya.
Uji Keberadaan Residu Antibiotika: Uji Yogurt
Cara kerja : Mula-mula dimasukkan contoh susu sebanyak 10 ml ke dalam
tabung reaksi dan kemudian dipanaskan pada 85 0C selama 5 menit.
Setelah itu didinginkan hingga mencapai 45 0C, ditambahkan starter
yogurt, dan didiamkan selama 2 jam pada suhu 42-45 0C. Hasil uji ini bila
konsistensi susu kental menunjukkan tidak terdapat residu antibiotika
sedangkan bila susu encer maka terdapat residu antibiotika pada susu.
Uji Mikrobiologi
1. Total Plate Count (TPC)
Prinsip: Jika satu sel bakteri ditumbuhkan pada media agar, maka akan
tumbuh menjadi satu koloni yang nampak dengan mata.
Bahan dan alat: Sampel susu steril, buffered peptone water (BPW), plate
count agar (PCA), tabung reaksi steril, pipet steril, cawan petri steril, api
bunsen, dan inkubator.
Cara kerja: Mula-mula sampel susu sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam
tabung berisi 9 ml larutan BPW 0.1% (menjadi pengenceran 10-1),
selanjutnya dilakukan pengenceran lanjut menjadi 10-2 dengan cara
memindahkan 1 ml dari pengenceran 10-1 ke dalam 9 ml larutan BPW
0.1% dan dilanjutkan hingga 10-3. Masing-masing pengenceran
dipupukkan ke dalam cawan petri steril sebanyak 1 ml. PCA sebanyak 10-
15 ml dituangkan ke masing-masing cawan petri dan dihomogenkan.
Setelah media agar padat, hasil pemupukkan diinkubasi pada suhu 32 °C
selama ± 48 jam. Jumlah mikroba= jumlah koloni x Faktor pengenceran
(cfu/ml)
2. Vogel-Johnson Agar (VJA)
Prinsip dan metodenya sama dengan metode TPC, akan tetapi digunakan
Vogel Johnson agar sebagai media pertumbuhan dari S. aureus.
3. Most Probable Number (MPN)
Prinsip: Metode MPN merupakan cara untuk memperkirakan jumlah
mikroorganisme dalam suatu pangan dengan memupuk satu tingkat
pengenceran ke dalam tiga atau lima tabung berisi media cair. Metode ini
dapat dilakukan untuk menguji bahan pangan yang mengandung
mikroorganisme kurang dari 10 cfu/ml. Gas yang terbentuk dalam tabung
Durham merupakan hasil metabolisme dari bakteri koliform.
Bahan dan alat: Media cair (Lauryl sulfate tryptose broth agar), aquades
steril, sampel susu steril, timbangan, tabung reaksi, tebung Durham, tube
shaker, pipet, penangas air
Cara kerja: Mula-mula tabung reaksi berisi media cair disusun pada rak
tabung. Kemudian, dibuat 3 (100, 10-1, dan 10-2) tingkat pengenceran
dengan masing-masing tingkat berisi 3 tabung. Sebanyak 1 ml susu steril
dimasukkan ke dalam tabung reaksi pengenceran tingkat 1. Sebanyak 1 ml
susu dimasukkan ke dalam media 9 ml aquades lalu homogenkan.
Sebanyak 1 ml suspensi susu tersebut diambil dan dimasukkan ke dalam
masing-masing tabung reaksi yang berisi media cair Lauryl sulfate
tryptose broth agar. Sebanyak 1 ml susu diambil tersebut kemudian
masukkan kedalam masing-masing pada kedalam tabung reaksi
pengenceran tingkat 2, dan kemudian dihomogenkan. Setelah itu,
sebanyak 1 ml suspensi susu juga diambil dan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang berisi 9 ml aquades dan dihomogenkan, begitu pula
hingga pengenceran tingkat 3. Selanjutnya dinkubasi selama 24-48 jam
dan diamati terbentuknya gas pada tabung Durham.
HASIL
Pengukuran Kadar Protein dengan Rumus
Kadar Protein Susu Steril (%) = L/2 + 1.4= 3.6 / 2 + 1.4= 3.2
Kadar Protein Susu Pasteurisasi (%) = 4 / 2 + 1.4= 3.4
Kadar Protein Susu UHT (%) = 2.9 / 2 + 1.4= 2.85
Rumus Fleischann
Berat Kering Susu Steril (%) = (1.311 x L) + 2.738
= (1.311 x 3.6) + 2.738
=12.022
Berat Kering Susu Pasteurisasi (%) = (1.311 x 4) + 2.738
=12.689
Berat Kering Susu UHT(%) = (1.311x2.9) + 2.738
=11.931
Rumus Mumm dan Liebold
BKTL Susu Steril (%) = BK – L= 12.022 – 3.6= 8.42
BKTL Susu Pasteurisasi (%) = 12.689 – 4
= 8.689 BKTL Susu UHT (%) = 11.931 – 2.9
= 9.0314Tabel 1 Hasil pemeriksaan susu olahanPengujian Susu Steril Susu Pasteurisasi Susu UHTOrganoleptikWarnaBauKonsistensi
KremKhas susu
Cair
Putih susuKhas susu
Cair
Putih susuKhas susu
CairPemeriksaan Komposisi SusuBerat JenisUji Kadar Lemak Kadar ProteinBahan KeringBahan Kering Tanpa Lemak
1.02743.6%3.2%
12.022%8.42%
1.02984%
3.4%12.689%8.689%
1.03012.9%2.85%
11.931%9.0314%
Residu Antibiotik Yoghurt Test - - +Kesempurnaan PasteurisasiUji StorchUji Sterilisasi (Albumin)
-Jernih
Putih-
--
Tabel 2 Hasil inokulasi sampel susu sapi dalam media PCA, VJA, dan MPN
Jenis olahan
susuMedia
Pengenceran Jumlah mikroorganisma (cfu/ml)100 10-1 10-2 10-3
UHT PCA 1 0 0 - 1 est
VJA 0 0 0 - -
MPN 0 0 0 - -
Steril PCA 0 0 0 - 0 est
VJA 0 0 0 - -
MPN 0 0 0 - -
Pasteurisasi PCA - 6 5 1 60 est
VJA 0 0 0 - -
MPN 0 0 0 - -Keterangan: UHT = Ultra High Temperature, PCA = plate count agar, VJA =
Vogel Johnson Agar, cfu= Colony Forming Unit
PEMBAHASAN
Pada pemeriksaan organoleptik susu Ultra High Temperature (UHT ) dan
pasteurisasi, menunjukkan warna susu berwarna putih. Sedangkan susu sterilisasi
berwarna krem. Ketiga jenis susu ini memiliki bau khas susu, dan konsistensi cair.
Uji organoleptik yang dilakukan menunjukkan bahwa susu yang diuji masih
dalam kondisi bagus. Uji organoleptik dilakukan sebagai cara cepat memisahkan
susu yang tidak berkualitas langsung setelah diterima atau sebelum dikonsumsi.
Uji ini tidak memerlukan alat, namun penguji harus memilki kepekaan. Susu yang
tidak dapat ditentukan kualitasnya melalui uji ini harus diuji dengan uji-uji yang
lebih sensitif (FAO 2013).
Berat jenis susu tergantung kandungan yang terdapat di dalam susu. Susu
yang terlalu banyak memiliki air, maka berat jenis susu akan turun atau lebih
rendah dari standarnya. Dari semua uji susu UHT memiliki berat jenis yang paling
tinggi. Secara umum, berat jenis susu pasteurisasi seharusnya lebih besar dari
jenis susu yang diuji lainnya karena proses pasteurisasi meminimalisir hilangnya
kandungan zat gizi dalam susu. Pada susu olahan berat jenis susu tidak ada
standartnya (bervariasi tergantung produsen), hal ini dikarenakan pada susu
olahan dapat dikurangi maupun ditambahkan kandungan didalam susu yang akan
mempengaruhi hasil akhir pengukuran pada berat jenis.
Pada pengujian kadar lemak, susu pasteurisasi memiliki kadar lemak
tertinggi dibandingkan dua jenis susu yang diuji lainnya. Pengujian kadar lemak
pada susu steril dan susu pasteurisasi menunjukkan bahwa kadar lemak yang diuji
lebih besar daripada kandungan lemak yang tertera dalam kemasan yaitu secara
berturut-turut sebesar 2,64% dan 2%. Sedangkan pengujian kadar lemak pada
susu UHT yang diuji lebih kecil daripada yang tertera pada kemasan yaitu 3,2%.
Nilai kadar lemak pada kemasan merupakan nilai minimum yang harus dicapai
dalam kandungan susu. Kadar lemak susu UHT yang diuji tidak mencapai nilai
minimal dari kadar lemak yang ditetapkan. Oleh karena itu kandungan lemak dari
susu UHT ini harus ditambahkan lagi agar dapat mencukupi nilai minimal yang
telah ditetapkan. Kadar lemak susu olahan dipasaran dapat ditambahkan ataupun
dikurangi oleh produsen dalam rangka memenuhi tuntutan pasar.
Perbedaan kadar lemak yang diuji oleh laboratorium dibandingkan dengan
data lemak pada label kemasan dapat dikarenakan hasil analisis laboratorium yang
bersifat variatif. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kondisi bahan baku, proses
produksi, proses penyimpanan, maupun proses analisis. Menurut Lukman et al.
(2009), bagian lemak susu bersifat majemuk, yaitu lemak murni (98%) di mana
tiga molekul asam lemak terikat dengan satu molekul gliserida yang disebut
trigliserid. Komponen lemak lainnya adalah diasylgliserid, monoasylgliserid,
fosfolipid, kolesterol, glikolipid, dan sejumlah asam lemak bebas.
Pada pengujian kadar protein, susu pasteurisasi memiliki kadar protein
tertinggi dibandingkan dua jenis susu yang diuji lainnya. Protein di dalam susu
juga merupakan penentu kualitas susu sebagai bahan konsumsi. Pengujian kadar
protein pada semua susu yang diuji menunjukkan hasil yang lebih besar daripada
nilai pada kemasan. Sebaiknya kandungan protein pada ketiga sampel ditambah.
Kadar protein susu pasteurisasi lebih tinggi dari susu steril dan susu UHT
mungkin karena pemanasan yang dilakukan dalam mengolah susu tersebut tidak
selama susu-susu yang lainnya sehingga terdapat seditkit lebih protein yang
tersisa dalam susu pasteurisasi yang diuji.
Uji albumin dilakukan untuk mengetahui susu mengalami proses sterilisasi
sempurna atau tidak. Pada pemanasan lebih dari 135 0C selama 3 detik albumin
akan terdegradasi sehingga hasil uji susu hasil uji menunjukkan filtrat jernih
karena tidak mengandung albumin. Jika uji albumin dilakukan pada susu
pasteurisasi dengan suhu dibawah titik didih maka filtrat akan tampak keruh
karena masih terdapat albumin. Hal ini karena susu pasteurisasi tidak mengalami
proses pemanasan lebih dari 100 0C.
Uji storch dilakukan untuk mengetahui susu mengalami proses pemanasan
atau tidak. Susu yang mengalami proses pemanasan akan menginaktifasi enzim
peroksidase yang terkandung didalamnya. Enzim ini akan membebaskan O2 dari
H2O2 sehingga O2 akan mengikat HCl parapenildiamin membentuk warna biru.
Pada susu pasteurisasi didapatkan hasil negatif (berwarna putih) sehingga
dipastikan susu tersebut bukan susu segar. Menurut Nugroho et al. (2010), susu
yang belum dipasteurisasi akan berwarna biru sedangkan yang sudah
dipasteurisasi akan tetap berwarna putih. Uji Storch ini pada dasarnya tidak dapat
menjamin kualitas susu pasteurisasi, karena uji ini hanya untuk mengetahui
kesempurnaan pemasakan susu. Adapun salah satu komponen utama dalam
pembuatan susu pasteurisasi adalah suhu dan waktu yang sesuai yaitu pasteurisasi
tipe Low Temperatur Long Time dan High Temperatur Short Time.
Pengujian ada tidaknya residu antibiotik menggunakan metode yoghurt test,
yaitu dengan menambahkan starter yoghurt yang mengandung Lactobacillus
bulgaricus. Hasil uji pada susu steril dan pasteurisasi menunjukkan hasil yang
negatif terhadap adanya residu antibiotik. Sedangkan susu UHT menunjukkan
hasil yang positif terhadap residu antibiotik. Kehadiran antibiotik dalam susu akan
membunuh bakteri dalam starter sehingga fermentasi tidak terjadi.
Keberadaan mikroorganisme pada sampel susu olahan (susu steril, susu
UHT, susu pasteurisasi) ini dideteksi melalui metode hitung cawan atau Total
Plate Count (TPC), Vogel Johnson Agar dan metode Most Probable Number
(MPN). Metode TPC dengan media PCA (Plate count agar) digunakan untuk
menghitung jumlah mikroorganisme secara umum dan media VJA digunakan
untuk menghitung jumlah Staphylococcus aureus sedangkan MPN digunakan
untuk menghitung keberadaan koliform.
Pada pemeriksaan TPC pada ketiga susu yng diuji memiliki hasil untuk
susu UHT 1 cfu/ml, susu steril 0 cfu/ml sedangkan susu stertil memiliki hasil
estimasi 60 cfu/ml. Sedangkan pada pemeriksaan VJA dan MPN dari ketiga susu
yang diuji mengasilkan hasil yang negatif sehingga dapat dikatakan susu tersebut
tidak terdpat cemaran bakteri koliform maupun Staphylococcus aureus. Pada susu
steril, produsennya telah melaksanakan praktek hygiene susu dengan baik,
sehingga tidak terdapat kontaminasi bakteri pada produk susu tersebut. Susu
pasteurisasi yang digunakan juga menujukkan hasil jumlah 60 cfu/ml pada kedua
uji, padahal dalam susu pasteurisasi masih diperbolehkan adanya sejumlah kuman
pencemar (maksimum 30000 cfu/ml).
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan salah satu indikator adanya
patogen dalam susu. Pertumbuhan bakteri ini pada bahan pangan dan olahannya
dapat mengancam kesehatan masyarakat karena memproduksi entrotoksin yang
dapat menyebabkan keracunan pangan (Sudarwanto 2012). Staphylococcus
aureus merupakan bakteri yang normal dijumpai pada permukaan tubuh manusia
maupun hewan. Akan tetapi, pada jumlah tertentu bakteri ini menghasilkan
enterotoksin yang berbahaya bagi manusia.
Koliform merupakan bakteri berbentuk batang, tidak berspora, bersifat
aerob dan anaerob fakultatif, gram negatif, memfermentasi laktosa dengan
membentuk asam dan gas pada suhu 35°C dalam 48 jam. Koliform merupakan
mikroorganisme indikator sanitasi, terutama dalam pengujian kualitas air
(Sudarwanto 2012).
Cemaran mikroba yang tinggi merupakan indikasi terjadinya kerusakan
pada susu dan terjadinya kontaminasi bakteri. Hal ini harus dihindari, karena
kandungan gizi pada susu yang tinggi menjadikan susu merupakan media yang
cocok untuk berkembangbiaknya mikroba, diantaranya Salmonella dan E. coli
yang merupakan mikroba patogen (Miskiyah 2011).
KESIMPULAN
Berdasarkan berbagai uji yang dilakukan maka sampel susu steril dan
pasteurisasi layak dan aman untuk dikonsumsi. Sedangkan produk susu UHT
yang diuji mengandung residu antibiotik yang berbahaya bagi kesehatan
konsumen. Pada susu steril telah diterapkan praktek hygiene susu dengan baik,
sehingga tidak terdapat kontaminasi bakteri. Susu pasteurisasi kemungkinan
dipanaskan terlalu tinggi karena mikroba yang ditemukan hanya sedikit. Susu
UHT sudah diolah sesuai prosedur.
DAFTAR PUSTAKA
Bilal G, Khan S. 2009. Use of test-day milk yield for genetic evaluation in dairy
cattle: a review. Pakistan Vet J 29 (1): 35-41.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. Susu pasteurisasi. Standar Nasional
Indonesia (SNI) 01-3951: 1995.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1998. Susu UHT (Ultra High Temperature).
Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3950: 1998.
[FAO] Food and Agricultural Organization. 2013. Milk Processing Guide Series:
Milk testing and Quality Control. http://www.fao.org/ag/againfo/resources/
documents/MPGuide/mpguide2.htm.
Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H, Soejoedono
RR. 2009. Higiene Pangan. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Miskiyah. 2011. Kajian standar nasional indonesia susu cair di indonesia. J.
Standardisasi 13(1): 1 – 7.
Nugroho WS, Mirnawati S, Denny WL, Surachmi S, Ewald U. 2010. Deteksi
Mycobacterium Avium Subspesies Paratuberculosis pada susu pasteurisasi
yang Dijual di Bogor (detection of mycobacterium avium subspecies
paratuberculosis in pasteurized milk sold in bogor). J Vett 11 (2): 107-113.
Saleh E. 2004. Teknologi pengolahan susu dan hasil ikutan ternak. Program Studi
Produksi Ternak, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Sudarwanto M. 2012. Buku Pegangan Pemeriksaan Susu dan Produk Olahannya.
Bogor: IPB Pr.