laporan susu kelompok fi

21
LAPORAN LABORATORIUM KESMAVET PEMERIKSAAN KUALITAS DAN KEAMANAN SUSU OLAHAN (PASTEURISASI, STERIL DAN UHT) Oleh: Kelompok F1 Ajeng Kandynesia, SKH B94124205 Azrul Zulmy, SKH B94124214 Desrayni Hanadhita, SKH B94124217 Sarojini Selvaraju, SKH B94124249 Yohana Paula P.P, SKH B94124256 Made Dwi Tanaya, SKH B94124240 Kurniawan Prasetya, SKH B94124237 Pembimbing : Dr. Drh. Hadri Latif, M.Si

Upload: febriana-wulandari

Post on 26-Oct-2015

215 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Susu Kelompok Fi

LAPORAN LABORATORIUM KESMAVET

PEMERIKSAAN KUALITAS DAN KEAMANAN SUSU OLAHAN (PASTEURISASI, STERIL DAN UHT)

Oleh:

Kelompok F1

Ajeng Kandynesia, SKH B94124205Azrul Zulmy, SKH B94124214Desrayni Hanadhita, SKH B94124217Sarojini Selvaraju, SKH B94124249Yohana Paula P.P, SKH B94124256Made Dwi Tanaya, SKH B94124240Kurniawan Prasetya, SKH B94124237

Pembimbing :Dr. Drh. Hadri Latif, M.Si

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWANFAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR2013

Page 2: Laporan Susu Kelompok Fi

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Susu merupakan salah satu bahan pangan yang tinggi kandungan gizinya,

bila ditinjau dari kandungan protein, lemak, mineral dan beberapa vitamin yang

terdapat dalam susu. Kondisi susu yang kaya akan kandungan gizi juga

menyebabkan susu menjadi media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme

yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Usaha memenuhi ketersediaan susu

harus disertai dengan usaha meningkatkan kualitas dan keamanan produk susu,

karena nilai gizi suatu pangan yang tinggi tetap tidak akan ada artinya apabila

pangan tersebut berbahaya bagi kesehatan.

Kualitas susu dipengaruhi oleh keadaan ambing individu ternak perah,

lingkungan, pakan, pekerja dan perlakuan setelah pemerahan. Kandungan nilai

gizi yang tinggi menyebabkan susu merupakan media yang sangat disukai oleh

mikroba untuk pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga dalam waktu yang

sangat singkat susu dapat menjadi tidak layak dikonsumsi bila tidak ditangani

dengan benar (Saleh 2004).

Pada industri pengolahan susu, proses seleksi bahan baku susu sangat

penting untuk dilakukan (Bilal & Khan 2009). Seleksi susu sebagai bahan baku

dilakukan dengan memperhatikan aspek kualitas dan keamanan susu untuk

dikonsumsi. Pengolahan susu dilakukan selain untuk memperpanjang daya

simpan susu juga untuk menyelamatkan produksi susu berlebihan, meningkatkan

nilai ekonomi susu, mengoptimalkan susunan, serta memperoleh produk dengan

aroma, bentuk, dan rasa berbeda dengan susu segar. Pengolahan susu yang

dilakukan dengan cara pemanasan dan pemberian starter (mikroba) kedalam susu

segar. Contoh pengolahan susu yang dipanaskan adalah susu pasteurisasi, susu

sterilisasi, susu kental, susu evaporasi, dan susu bubuk (Lukman et al. 2009).

Susu pasteurisasi adalah susu yang dipanaskan dibawah titik didih susu

dengan kandungan gizi yang masih sama dengan susu segar, karena pada susu

pasteurisasi hanya dilakukan pemanasan untuk membunuh mikroba patogen dan

menginaktifkan enzim yang ada dalam susu jumlah mikroba yang boleh ada

dalam susu pasteurisasi adalah maksimum 30.000 cfu/ml (SNI 1995). Sedangkan

Page 3: Laporan Susu Kelompok Fi

untuk susu sterilisasi menurut SNI (1998) adalah susu yang hanya dilakukan

pemanasan dengan suhu diatas titik didih susu yaitu 135 0C selama 2 detik.

Mikroba, enzim, spora dan sebagian vitamin hilang pada susu ini. Sehingga

kandungan gizi pada susu steril lebih rendah namun daya simpan susu ini lebih

lama.

Proses kesempurnaan dalam pengolahan susu baik pada susu pasteurisasi

atau susu sterilisasi sangat penting untuk memperoleh kualitas susu yang

diinginkan sehingga perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui proses

kesempurnaan pemanasan susu selain itu dilakukan pemeriksaan kandungan gizi

pada susu untuk melihat kesesuain komposisi yang terdapat pada label susu yang

beredar dipasaran dan siap untuk dikonsumsi langsung.

Tujuan

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui dan mengevaluasi

kesempurnaan pemanasan, keamanan susu, dan kandungan gizi dari susu olahan

yaitu susu sterilisasi, susu pasteurisasi, dan susu UHT yang beredar dipasaran.

MATERI DAN METODE PENGUJIAN

Uji Sensoris dan Organoleptik

Prinsip uji sensoris dan organoleptik adalah melakukan analisis terhadap

warna, bau, rasa, dan konsistensi susu dilakukan dengan menggunakan

pancaindera.

Bahan dan alat: Tabung reaksi, pipet 10 ml, dan contoh produk susu.

Cara kerja : Susu sebanyak 3-5 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi

kemudian dilakukan pengamatan warna, bau, rasa, dan konsistensi susu

pasteurisasi. Setelah itu susu dipanaskan dan kembali dilakukan

pengamatan terhadap warna, bau, rasa, dan konsistensi susu.

Page 4: Laporan Susu Kelompok Fi

Uji Kadar Lemak

Prinsip : penambahan asam sulfat 91% protein susu, selubung butir lemak

akan larut. Sentrifugasi, pemanasan dan penambahan amil alkohol akan

memudahkan pemisahkan lemak yang telah mencair.

Bahan dan alat: sampel susu sterilisasi, butirometer Gerber, sumbat karet,

kain lap, sentrifuse, penangas air, pipet. H2SO4, dan amil alkohol

Cara kerja : Ke dalam butirometer Gerber dimasukkan masukkan 10 ml

H2SO4, 10.75 ml susu dan 1 ml amil alkohol. Setelah itu, butirometer

Gerber ditutup dengan sumbat karet, bungkus dengan kain lap lalu

dikocok dengan gerakan angka 8. Setelah itu, dilakukan sentrifuse selama

3 menit dengan kecepatan 1200 rpm. Setelah itu, butirometer Gerber

dimasukkan pada penangas air 65 °C selama 5 menit. Hasilnya dibaca

dengan melihat larutan berwarna kekuningan pada skala tabung.

Perhitungan Kadar Protein

Prinsip perhitungan kadar protein adalah dengan melihat adanya korelasi

antara kadar lemak dan kadar protein susu, maka kadar protein dapat

dihitung bila kadar lemak diketahui.

Perhitungan :

Kadar protein (%) =

Uji Sterilisasi: Uji Albumin

Prinsip : dengan adanya pemanasan maka albumin susu akan mengendap

dan memisahkan diri di dasar tempat pemanasan. Albumin pada susu

bubuk telah hilang

Bahan dan alat : contoh susu, tabung Erlenmeyer, susu, kristal amonium

sulfat, corong, dan kertas saring

Cara kerja : Mula-mula susu sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam tabung

Erlenmeyer, kemudian tambahkan 4 gram amonium sulfat dan diaduk rata.

Setelah itu, suspensi tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring,

dan filtratnya diambil kurang lebih 5 ml ke dalam tabung reaksi. Setelah

Page 5: Laporan Susu Kelompok Fi

itu, tabung dipanaskan pada penangas air selama 5 menit, dan dilihat

perubahan yang terjadi.

Uji Storch

Prinsip : di dalam susu terkandung enzim peroksidase. Pemanasan pada

70-80 0C akan menginaktivasi enzim peroksidase. Dalam reaksi uji ini,

peroksidase membebaskan 02 dari H2O2. O2 ini bersenyawa dengan HCl

paraphenyl diamin membentuk warna biru.

Bahan dan alat : contoh susu, tabung reaksi, pipet, pipet tetes, HCl

paraphenyldiamin 2%, H2O2 0.5%.

Cara kerja : Mula-mula dimasukkan berturut-turut 5 ml susu, 2 tetes HCl

paraphenyldiamin 2%, dan 4 tetes H2O2 0.5%. Kemudian dibiarkan selama

30 detik, kemudian dibaca hasilnya. Warna biru menandakan susu segar.

Warna abu-abu menandakan sebagian susu masak. Warna putih

menandakan susu sudah masak seluruhnya.

Uji Keberadaan Residu Antibiotika: Uji Yogurt

Cara kerja : Mula-mula dimasukkan contoh susu sebanyak 10 ml ke dalam

tabung reaksi dan kemudian dipanaskan pada 85 0C selama 5 menit.

Setelah itu didinginkan hingga mencapai 45 0C, ditambahkan starter

yogurt, dan didiamkan selama 2 jam pada suhu 42-45 0C. Hasil uji ini bila

konsistensi susu kental menunjukkan tidak terdapat residu antibiotika

sedangkan bila susu encer maka terdapat residu antibiotika pada susu.

Uji Mikrobiologi

1. Total Plate Count (TPC)

Prinsip: Jika satu sel bakteri ditumbuhkan pada media agar, maka akan

tumbuh menjadi satu koloni yang nampak dengan mata.

Bahan dan alat: Sampel susu steril, buffered peptone water (BPW), plate

count agar (PCA), tabung reaksi steril, pipet steril, cawan petri steril, api

bunsen, dan inkubator.

Page 6: Laporan Susu Kelompok Fi

Cara kerja: Mula-mula sampel susu sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam

tabung berisi 9 ml larutan BPW 0.1% (menjadi pengenceran 10-1),

selanjutnya dilakukan pengenceran lanjut menjadi 10-2 dengan cara

memindahkan 1 ml dari pengenceran 10-1 ke dalam 9 ml larutan BPW

0.1% dan dilanjutkan hingga 10-3. Masing-masing pengenceran

dipupukkan ke dalam cawan petri steril sebanyak 1 ml. PCA sebanyak 10-

15 ml dituangkan ke masing-masing cawan petri dan dihomogenkan.

Setelah media agar padat, hasil pemupukkan diinkubasi pada suhu 32 °C

selama ± 48 jam. Jumlah mikroba= jumlah koloni x Faktor pengenceran

(cfu/ml)

2. Vogel-Johnson Agar (VJA)

Prinsip dan metodenya sama dengan metode TPC, akan tetapi digunakan

Vogel Johnson agar sebagai media pertumbuhan dari S. aureus.

3. Most Probable Number (MPN)

Prinsip: Metode MPN merupakan cara untuk memperkirakan jumlah

mikroorganisme dalam suatu pangan dengan memupuk satu tingkat

pengenceran ke dalam tiga atau lima tabung berisi media cair. Metode ini

dapat dilakukan untuk menguji bahan pangan yang mengandung

mikroorganisme kurang dari 10 cfu/ml. Gas yang terbentuk dalam tabung

Durham merupakan hasil metabolisme dari bakteri koliform.

Bahan dan alat: Media cair (Lauryl sulfate tryptose broth agar), aquades

steril, sampel susu steril, timbangan, tabung reaksi, tebung Durham, tube

shaker, pipet, penangas air

Cara kerja: Mula-mula tabung reaksi berisi media cair disusun pada rak

tabung. Kemudian, dibuat 3 (100, 10-1, dan 10-2) tingkat pengenceran

dengan masing-masing tingkat berisi 3 tabung. Sebanyak 1 ml susu steril

dimasukkan ke dalam tabung reaksi pengenceran tingkat 1. Sebanyak 1 ml

susu dimasukkan ke dalam media 9 ml aquades lalu homogenkan.

Sebanyak 1 ml suspensi susu tersebut diambil dan dimasukkan ke dalam

masing-masing tabung reaksi yang berisi media cair Lauryl sulfate

Page 7: Laporan Susu Kelompok Fi

tryptose broth agar. Sebanyak 1 ml susu diambil tersebut kemudian

masukkan kedalam masing-masing pada kedalam tabung reaksi

pengenceran tingkat 2, dan kemudian dihomogenkan. Setelah itu,

sebanyak 1 ml suspensi susu juga diambil dan dimasukkan ke dalam

tabung reaksi yang berisi 9 ml aquades dan dihomogenkan, begitu pula

hingga pengenceran tingkat 3. Selanjutnya dinkubasi selama 24-48 jam

dan diamati terbentuknya gas pada tabung Durham.

HASIL

Pengukuran Kadar Protein dengan Rumus

Kadar Protein Susu Steril (%) = L/2 + 1.4= 3.6 / 2 + 1.4= 3.2

Kadar Protein Susu Pasteurisasi (%) = 4 / 2 + 1.4= 3.4

Kadar Protein Susu UHT (%) = 2.9 / 2 + 1.4= 2.85

Rumus Fleischann

Berat Kering Susu Steril (%) = (1.311 x L) + 2.738

= (1.311 x 3.6) + 2.738

=12.022

Berat Kering Susu Pasteurisasi (%) = (1.311 x 4) + 2.738

=12.689

Berat Kering Susu UHT(%) = (1.311x2.9) + 2.738

=11.931

Rumus Mumm dan Liebold

BKTL Susu Steril (%) = BK – L= 12.022 – 3.6= 8.42

BKTL Susu Pasteurisasi (%) = 12.689 – 4

Page 8: Laporan Susu Kelompok Fi

= 8.689 BKTL Susu UHT (%) = 11.931 – 2.9

= 9.0314Tabel 1 Hasil pemeriksaan susu olahanPengujian Susu Steril Susu Pasteurisasi Susu UHTOrganoleptikWarnaBauKonsistensi

KremKhas susu

Cair

Putih susuKhas susu

Cair

Putih susuKhas susu

CairPemeriksaan Komposisi SusuBerat JenisUji Kadar Lemak Kadar ProteinBahan KeringBahan Kering Tanpa Lemak

1.02743.6%3.2%

12.022%8.42%

1.02984%

3.4%12.689%8.689%

1.03012.9%2.85%

11.931%9.0314%

Residu Antibiotik Yoghurt Test - - +Kesempurnaan PasteurisasiUji StorchUji Sterilisasi (Albumin)

-Jernih

Putih-

--

Tabel 2 Hasil inokulasi sampel susu sapi dalam media PCA, VJA, dan MPN

Jenis olahan

susuMedia

Pengenceran Jumlah mikroorganisma (cfu/ml)100 10-1 10-2 10-3

UHT PCA 1 0 0 - 1 est

VJA 0 0 0 - -

MPN 0 0 0 - -

Steril PCA 0 0 0 - 0 est

VJA 0 0 0 - -

MPN 0 0 0 - -

Pasteurisasi PCA - 6 5 1 60 est

VJA 0 0 0 - -

MPN 0 0 0 - -Keterangan: UHT = Ultra High Temperature, PCA = plate count agar, VJA =

Vogel Johnson Agar, cfu= Colony Forming Unit

PEMBAHASAN

Pada pemeriksaan organoleptik susu Ultra High Temperature (UHT ) dan

pasteurisasi, menunjukkan warna susu berwarna putih. Sedangkan susu sterilisasi

Page 9: Laporan Susu Kelompok Fi

berwarna krem. Ketiga jenis susu ini memiliki bau khas susu, dan konsistensi cair.

Uji organoleptik yang dilakukan menunjukkan bahwa susu yang diuji masih

dalam kondisi bagus. Uji organoleptik dilakukan sebagai cara cepat memisahkan

susu yang tidak berkualitas langsung setelah diterima atau sebelum dikonsumsi.

Uji ini tidak memerlukan alat, namun penguji harus memilki kepekaan. Susu yang

tidak dapat ditentukan kualitasnya melalui uji ini harus diuji dengan uji-uji yang

lebih sensitif (FAO 2013).

Berat jenis susu tergantung kandungan yang terdapat di dalam susu. Susu

yang terlalu banyak memiliki air, maka berat jenis susu akan turun atau lebih

rendah dari standarnya. Dari semua uji susu UHT memiliki berat jenis yang paling

tinggi. Secara umum, berat jenis susu pasteurisasi seharusnya lebih besar dari

jenis susu yang diuji lainnya karena proses pasteurisasi meminimalisir hilangnya

kandungan zat gizi dalam susu. Pada susu olahan berat jenis susu tidak ada

standartnya (bervariasi tergantung produsen), hal ini dikarenakan pada susu

olahan dapat dikurangi maupun ditambahkan kandungan didalam susu yang akan

mempengaruhi hasil akhir pengukuran pada berat jenis.

Pada pengujian kadar lemak, susu pasteurisasi memiliki kadar lemak

tertinggi dibandingkan dua jenis susu yang diuji lainnya. Pengujian kadar lemak

pada susu steril dan susu pasteurisasi menunjukkan bahwa kadar lemak yang diuji

lebih besar daripada kandungan lemak yang tertera dalam kemasan yaitu secara

berturut-turut sebesar 2,64% dan 2%. Sedangkan pengujian kadar lemak pada

susu UHT yang diuji lebih kecil daripada yang tertera pada kemasan yaitu 3,2%.

Nilai kadar lemak pada kemasan merupakan nilai minimum yang harus dicapai

dalam kandungan susu. Kadar lemak susu UHT yang diuji tidak mencapai nilai

minimal dari kadar lemak yang ditetapkan. Oleh karena itu kandungan lemak dari

susu UHT ini harus ditambahkan lagi agar dapat mencukupi nilai minimal yang

telah ditetapkan. Kadar lemak susu olahan dipasaran dapat ditambahkan ataupun

dikurangi oleh produsen dalam rangka memenuhi tuntutan pasar.

Perbedaan kadar lemak yang diuji oleh laboratorium dibandingkan dengan

data lemak pada label kemasan dapat dikarenakan hasil analisis laboratorium yang

bersifat variatif. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kondisi bahan baku, proses

produksi, proses penyimpanan, maupun proses analisis. Menurut Lukman et al.

Page 10: Laporan Susu Kelompok Fi

(2009), bagian lemak susu bersifat majemuk, yaitu lemak murni (98%) di mana

tiga molekul asam lemak terikat dengan satu molekul gliserida yang disebut

trigliserid. Komponen lemak lainnya adalah diasylgliserid, monoasylgliserid,

fosfolipid, kolesterol, glikolipid, dan sejumlah asam lemak bebas.

Pada pengujian kadar protein, susu pasteurisasi memiliki kadar protein

tertinggi dibandingkan dua jenis susu yang diuji lainnya. Protein di dalam susu

juga merupakan penentu kualitas susu sebagai bahan konsumsi. Pengujian kadar

protein pada semua susu yang diuji menunjukkan hasil yang lebih besar daripada

nilai pada kemasan. Sebaiknya kandungan protein pada ketiga sampel ditambah.

Kadar protein susu pasteurisasi lebih tinggi dari susu steril dan susu UHT

mungkin karena pemanasan yang dilakukan dalam mengolah susu tersebut tidak

selama susu-susu yang lainnya sehingga terdapat seditkit lebih protein yang

tersisa dalam susu pasteurisasi yang diuji.

Uji albumin dilakukan untuk mengetahui susu mengalami proses sterilisasi

sempurna atau tidak. Pada pemanasan lebih dari 135 0C selama 3 detik albumin

akan terdegradasi sehingga hasil uji susu hasil uji menunjukkan filtrat jernih

karena tidak mengandung albumin. Jika uji albumin dilakukan pada susu

pasteurisasi dengan suhu dibawah titik didih maka filtrat akan tampak keruh

karena masih terdapat albumin. Hal ini karena susu pasteurisasi tidak mengalami

proses pemanasan lebih dari 100 0C.

Uji storch dilakukan untuk mengetahui susu mengalami proses pemanasan

atau tidak. Susu yang mengalami proses pemanasan akan menginaktifasi enzim

peroksidase yang terkandung didalamnya. Enzim ini akan membebaskan O2 dari

H2O2 sehingga O2 akan mengikat HCl parapenildiamin membentuk warna biru.

Pada susu pasteurisasi didapatkan hasil negatif (berwarna putih) sehingga

dipastikan susu tersebut bukan susu segar. Menurut Nugroho et al. (2010), susu

yang belum dipasteurisasi akan berwarna biru sedangkan yang sudah

dipasteurisasi akan tetap berwarna putih. Uji Storch ini pada dasarnya tidak dapat

menjamin kualitas susu pasteurisasi, karena uji ini hanya untuk mengetahui

kesempurnaan pemasakan susu. Adapun salah satu komponen utama dalam

pembuatan susu pasteurisasi adalah suhu dan waktu yang sesuai yaitu pasteurisasi

tipe Low Temperatur Long Time dan High Temperatur Short Time.

Page 11: Laporan Susu Kelompok Fi

Pengujian ada tidaknya residu antibiotik menggunakan metode yoghurt test,

yaitu dengan menambahkan starter yoghurt yang mengandung Lactobacillus

bulgaricus. Hasil uji pada susu steril dan pasteurisasi menunjukkan hasil yang

negatif terhadap adanya residu antibiotik. Sedangkan susu UHT menunjukkan

hasil yang positif terhadap residu antibiotik. Kehadiran antibiotik dalam susu akan

membunuh bakteri dalam starter sehingga fermentasi tidak terjadi.

Keberadaan mikroorganisme pada sampel susu olahan (susu steril, susu

UHT, susu pasteurisasi) ini dideteksi melalui metode hitung cawan atau Total

Plate Count (TPC), Vogel Johnson Agar dan metode Most Probable Number

(MPN). Metode TPC dengan media PCA (Plate count agar) digunakan untuk

menghitung jumlah mikroorganisme secara umum dan media VJA digunakan

untuk menghitung jumlah Staphylococcus aureus sedangkan MPN digunakan

untuk menghitung keberadaan koliform.

Pada pemeriksaan TPC pada ketiga susu yng diuji memiliki hasil untuk

susu UHT 1 cfu/ml, susu steril 0 cfu/ml sedangkan susu stertil memiliki hasil

estimasi 60 cfu/ml. Sedangkan pada pemeriksaan VJA dan MPN dari ketiga susu

yang diuji mengasilkan hasil yang negatif sehingga dapat dikatakan susu tersebut

tidak terdpat cemaran bakteri koliform maupun Staphylococcus aureus. Pada susu

steril, produsennya telah melaksanakan praktek hygiene susu dengan baik,

sehingga tidak terdapat kontaminasi bakteri pada produk susu tersebut. Susu

pasteurisasi yang digunakan juga menujukkan hasil jumlah 60 cfu/ml pada kedua

uji, padahal dalam susu pasteurisasi masih diperbolehkan adanya sejumlah kuman

pencemar (maksimum 30000 cfu/ml).

Bakteri Staphylococcus aureus merupakan salah satu indikator adanya

patogen dalam susu. Pertumbuhan bakteri ini pada bahan pangan dan olahannya

dapat mengancam kesehatan masyarakat karena memproduksi entrotoksin yang

dapat menyebabkan keracunan pangan (Sudarwanto 2012). Staphylococcus

aureus merupakan bakteri yang normal dijumpai pada permukaan tubuh manusia

maupun hewan. Akan tetapi, pada jumlah tertentu bakteri ini menghasilkan

enterotoksin yang berbahaya bagi manusia.

Koliform merupakan bakteri berbentuk batang, tidak berspora, bersifat

aerob dan anaerob fakultatif, gram negatif, memfermentasi laktosa dengan

Page 12: Laporan Susu Kelompok Fi

membentuk asam dan gas pada suhu 35°C dalam 48 jam. Koliform merupakan

mikroorganisme indikator sanitasi, terutama dalam pengujian kualitas air

(Sudarwanto 2012).

Cemaran mikroba yang tinggi merupakan indikasi terjadinya kerusakan

pada susu dan terjadinya kontaminasi bakteri. Hal ini harus dihindari, karena

kandungan gizi pada susu yang tinggi menjadikan susu merupakan media yang

cocok untuk berkembangbiaknya mikroba, diantaranya Salmonella dan E. coli

yang merupakan mikroba patogen (Miskiyah 2011).

KESIMPULAN

Berdasarkan berbagai uji yang dilakukan maka sampel susu steril dan

pasteurisasi layak dan aman untuk dikonsumsi. Sedangkan produk susu UHT

yang diuji mengandung residu antibiotik yang berbahaya bagi kesehatan

konsumen. Pada susu steril telah diterapkan praktek hygiene susu dengan baik,

sehingga tidak terdapat kontaminasi bakteri. Susu pasteurisasi kemungkinan

dipanaskan terlalu tinggi karena mikroba yang ditemukan hanya sedikit. Susu

UHT sudah diolah sesuai prosedur.

DAFTAR PUSTAKA

Bilal G, Khan S. 2009. Use of test-day milk yield for genetic evaluation in dairy

cattle: a review. Pakistan Vet J 29 (1): 35-41.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. Susu pasteurisasi. Standar Nasional

Indonesia (SNI) 01-3951: 1995.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1998. Susu UHT (Ultra High Temperature).

Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3950: 1998.

[FAO] Food and Agricultural Organization. 2013. Milk Processing Guide Series:

Milk testing and Quality Control. http://www.fao.org/ag/againfo/resources/

documents/MPGuide/mpguide2.htm.

Page 13: Laporan Susu Kelompok Fi

Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H, Soejoedono

RR. 2009. Higiene Pangan. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Miskiyah. 2011. Kajian standar nasional indonesia susu cair di indonesia. J.

Standardisasi 13(1): 1 – 7.

Nugroho WS, Mirnawati S, Denny WL, Surachmi S, Ewald U. 2010. Deteksi

Mycobacterium Avium Subspesies Paratuberculosis pada susu pasteurisasi

yang Dijual di Bogor (detection of mycobacterium avium subspecies

paratuberculosis in pasteurized milk sold in bogor). J Vett 11 (2): 107-113.

Saleh E. 2004. Teknologi pengolahan susu dan hasil ikutan ternak. Program Studi

Produksi Ternak, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Sudarwanto M. 2012. Buku Pegangan Pemeriksaan Susu dan Produk Olahannya.

Bogor: IPB Pr.