laporan resmi anman nitrit nitrat fix fst a (windowa 97-2003)
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM III
ANALISIS MAKANAN
“Identifikasi dan Penetapan Kadar Senyawa Nitrat dan Nitrit dalam Makanan
Sosis”
Disusun oleh:
Regina Sheilla Andinia (118114058)
Fransisca Andriani (118114059)
Hilarius Adi Evaldo (118114060)
I Putu Abhiseka Pranajaya (118114064)
LABORATORIUM ANALISIS INSTRUMENTAL
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring berkembangnya jaman, banyak berbagai macam makanan
yang berkembang n beredar di masyarakat. Banyak produk yang ditawarkan
oleh produsen terkait dengan pemenuhan gizi, makanan cepat saji, dll. Salah
satu makanan yang berkembang pesat saat ini adalah sosis. Sosis merupakan
salah satu produk olahan daging yang sangat populer serta digemari oleh
berbagai kalangan, hal ini disebabkan karena sosis memiliki rasa yang enak,
harga yang relatif murah dan dapat diproduksi dalam berbagai bentuk yang
menarik serta memiliki daya simpan yang baik. Karena memiiki daya simpan
yang baik, sosis sering dipertanyakan apakah menggunakan bahan kimia
sebagai pengawet dalam proses pembuatannya. Faktor yang mendorong
untuk digunakannya bahan tambahan pangan, antara lain supaya
meningkatkan kualitas daya simpan, mempermudah dalam preparasinya,
dan mempertahankan nilai gizi. Pengawet yang paling umum digunakan pada
produk-produk daging olahan yaitu senyawa nitrat dan senyawa
nitrit(Cahyadi, 2008).
Nitrat nitrit telah lama digunakan dalam produk-produk daging dan
dimanfaatkan sebagai komponen senyawa curing, pengawet, antimikroba
dan sebagai bahan pembentuk faktor-faktor sendiri, misalnya warna, rasa
dan aroma. Kombinasi dari penggunaan senyawa nitrat dan senyawa nitrit
sebagai pengawet dalam makanan dapat meningkatkan daya tahan makanan
karena peningkatan efek antimikrobanya, nitrat nitrit dalam bentuk garam
banyak digunakan untuk memperoleh warna merah yang seragam pada
produk daging yang diawetkan. Menurut Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM), penggunaan nitrat nitrit di Indonesia diatur dalam
Permenkes RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan
makanan yang mengizinkan penggunaan nitrat nitrit dalam produk olahan
dengan batas maksimum nitrat 500 mg/kg per kg bahan, nitrit batas
maksimum 125 mg/ kg bahan.
Dalam proses pengawetan, nitrit akan membentuk nitrit oksida yang
akan bereaksi dengan pigmen mioglobin membentuk nitromioglobin yang
berwarna merah muda. Secara umum, nitrit lebih beracun daripada nitrat.
Nitrit dapat bereaksi dengan amina dan amida membentuk senyawa N-
nitroso yang kebanyakan bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker).
Tidak seperti nitrit, nitrat tidak bereaksi dengan cara yang sama, namun
nitrat yang terkandung dalam pangan dapat direduksi menjadi nitrit dengan
bantuan bakteri Penitrifikasi. Melihat pemaparan di atas, maka diperlukan
pengawasan dan analisis kuantitatif terhadap pengawet nitrat nitrit secara
rutin. Apabila pemakaian bahan pasangan dan dosisnya tidak diatur dan
diawasi, kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi pemakainya,
baik yang bersifat langsung,misalnya keracunan, maupun yang bersifat tidak
angsung atau kumulatif, misanya karsinogenik. Di Indonesia, regulasi hukum
yang mengatur mengenai penggunaan senyawa nitrat dan nitrit sebagai
pengawet diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
722/Menkes/Per/IX/1988.
Dalam beberapa literatur, penetapan kadar nitrat nitrit dapat
dilakukan antara lain dengan metodeGriess dan metode Xylenol
(Cahyadi,2008). Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah Metode
Griess. Metode ini dipilih karena kadar nitrit dan nitrat yang digunakan dalam
jumlah yang kecil (dalam satuan ppm). Metode yang digunakan untuk
anlaisis kadar nitrit harus mempunyai sensitifitas yang tinggi untuk dapat
menetapkan kadar secara akurat. Maka metode kolorimetri yang banyak
digunakan menggunakan alat spektrofotometer visible karena intensitas
warna hasil reaksi dapat ditangkap pada daerah tampak yaitu pada panjang
gelombang antara 400nm – 800nm.Pemilihan metode ini dipertimbangkan
juga daari ketersediaan bahan-bahan di laboratorium. Parameter validasi
yang akan dilakukan dalam praktikum ini adalah akurasi, presisi, batas
deteksi, batas kuantifikasi.
B. RumusanMasalah
a. Berapa kadar senyawa nitrat maupun nitrit yang terkandung dalam
Sosis merk. Y?
b. Apakah kandungan senyawa nitrat maupun nitrit yang terkandung
dalam Sosis merk. Y telah memenuhi persyaratan yang berlaku?
C. Tujuan
a. Mengetahui kadar nitrat serta nitrit yang terkandung dalam Sosis
merk. Y.
b. Mengetahui apakah kadar nitrat serta nitrit dalam Sosis merk Y telah
memenuhi persyaratan yang berlaku.
D. Manfaat
Manfaat teoritis : Manfaat teoritis praktikum ini adalah memahami
langkah-langkah serta mampu menganalisis senyawa nitrat-nitrit dalam sediaan
makanan sosis merk Y serta mengetahui kadar yang terdapat dalam makanan
tersebut.
Manfaat praktis : manfaat praktis pada praktikum ini adalah sebagai
informasi untuk food safety tentang kadar nitrit-nitrat sebagai pengawet dalam
produk sosis yang beredar di masyarakat masih berada dlaam batas aman untuk
dikonsumsi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sosis
Sosis merupakan produk makanan yang diperoleh dari campuran daging
halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan
atau tanpa penambahan bumbu-bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang
diizinkan dan dimasukkan ke dalam selubung sosis. Sosis memiliki berbagai macam
kandungan di dalamnya, antaralain air, protein, abu, lemak, karbohidrat. Masing –
masing kandungannya memiliki ketentuan dalam jumlah penggunaanya.
Ketentuannya adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Syarat mutu sosis berdasarkan SNI 01-3020-1995
Nutrisi Jumlah (%)
Air Maks 67,0
Protein Min 13,0
Abu Maks 3,0
Lemak Maks 25
Karbohidrat Maks 8
(Dewan Standar Nasional, 1995).
B. Proses Pembuatan Sosis
Tahapan yang pertamadilakukanpada pembuatan sosis yaitu berawal
dengna pemilihan daging, kemudian dihaluskan secara hati-hati. Bahan
tambahan yang khusus digunakan adalah sodium nitrit atau sodium nitra,
tujuannya adalah untuk mempertahankan warna daging. Selain itu,
ditambahkan pula glukosa, sukrosa, merica, bawangputih, ketumbar. Setelah
dicampur rata maka dimasukkan ke dalam selubung sosis diasap diruang
asap selama 12-16 jam (Purnomo, 2009).
Adonan sosis dimasukkan ke dalam selubung (casing) dengan
menggunakan alat khusus dengan tujuan membentuk dan mempertahankan
kestabilan (Karmlich, 1971) dan mengurangi terbentuknya kantong-kantong
udara (Henrickson, 1978). Pemanasan bertujuan untuk menyatukan
komponen utama adonan sosis, inaktivasi mikroorganisme dan
meningkatkan atau menurunkan keempukan tergantung tempertur serta
jenis daging (Lawrie, 1991).
C. Clostridium botulinum
Clostridium botulinum termasuk mikroorganisme/ bakteri gram positif
berbentuk panjang, besar, dan membentuk spora serta tidak dapat tumbuh
apabila terdapat oksigen.Mikroorganisme ini bersifat pathogen. Spora
Clostridium botulinum kebal dalam proses kontrol makanan. Mikroorganisme
ini tetap dapat berkembang dalam makanan, dan dapat tumbuh hanya
beberapa millimeter saja di bawah permukaan makanan di mana kondisi
anaerobic terpenuhi, sekalipun makanan tersebut berhubungan langsung
dengan udara. Clostridium botulinum dapat memproduksi Botulinal
neurotoxins (BoNT).
Penyakit yang disebabkan oleh Clostridium botulinum sangat
berbahaya. Gejala keracunan muncul diantara 12 – 36 jam setelah
pengkonsumsian makanan yang terkontaminasi. Gejalanya adalah mual,
muntah, diare, gangguan pada mata, mulut, tenggorokan dan otot (World
Health Organization, 2010).
D. Sifat fisika dan kimia bahan yang digunakan
a. Asam sulfanilat
Bentuk : padat
Berat molekul : 97.10 g/mol
pH : 1.18 (250C)
Titikleleh : 205 0C
Kelarutan : 6,5 bagian di air 00C, 2 bagian di air 800C.Mudah larut
dalam larutan amoniak
(Merck &Co,1989)
b. α-naftalamin
Bentuk : serbuk kristal
Bau : menyerupai amonia
Berat molekul : 143.18 g/mol
pH : 7.1
Titik didih : 301 0C
Titik leleh : 48-50 0C
Kelarutan : Larut dalam 590 bagian air, sangat larut dalam eter
alcohol
Efek toksik : 65 mg/L
(Merck &Co,1989)
c. Air
Bentuk : cairan
Bau : tidak berbau
Warna : tidak berwarna
Berat molekul : 18.02 g/mol
pH : 7
Titik didih : 100 0C
(Merck &Co,1989)
d. HgCl2
Bentuk : padat, kristal
Bau : tidak berbau
Warna : putih
Berat molekul : 271,5 g / mol
Titik didih : 302 ° C (575,6 ° F)
Titik leleh : 276 ° C (528,8 ° F)
Kelarutan : Mudah larut dalam air dingin, air panas. Larut dalam
metanol, dietil eter.
(Merck &Co,1989)
e. NaCl
Bentuk : padatan, bubuk kristal
Warna : putih
Berat molekul : 58.44 g / mol
pH : 7
Titik didih : 1413 ° C (2575,4 ° F)
Titik leleh : 801 ° C (1473,8 ° F)
Kelarutan : Mudah larut dalam air dingin, air panas. Larut dalam
gliserol, dan amonia. Sangat sedikit larut dalam
alkohol. larut dalam asamklorida
(Merck &Co,1989)
f. Asamasetat
Bentuk : cair
Warna : tidak berwarna
Berat molekul : 60.05 g / mol
pH : 2
Titikdidih : 118,1 ° C (244,6 ° F)
Titik leleh : 16,6 ° C (61,9 ° F)
Kelarutan : Mudah larut dalam air dingin, air panas. Larut
dalamdietil eter, aseton. Larut dengan Gliserol,
alkohol, benzena, Karbon Tetraklorida. Praktis tidak
larut dalam karbon disulfida.
(Merck &Co,1989)
g. HgNO3
Bentuk : padat ,kristal
Warna : putih
Bau : tidak berbau
Berat molekul : 169,87 g / mol
pH : 6-7
Titik didih : 440 ° C (824 ° F)
Titik leleh : 212 ° C (413,6 ° F)
Kelarutan : Mudah larut dalam air dingin, air panas. Larut dalam
dietil eter. Sangat sedikit larut dalam aseton. Kelarutan
dalam air: 122 g/100ml air
(Merck &Co,1989)
h. Sodium Nitrat
Bentuk : serbuk
Warna : tidak berwarna, jernih
Bau : tidak berbau
Rumus Kimia : NaNO3
Kelarutan : Mudah larut dalam air, sedikit larut dalam etanol
Titik lebur : 308oC
Bobot Molekul : 84,99 g/mol
Berat Jenis : 2,26
Inkompaktibilitas : Sangat reaktif dengan bahan yang mudah terbakar,
bahan organik. Reaktif dengan agen pereduksi dan
asam
(Merck &Co,1989)
i. Sodium Nitrit
Bentuk : serbuk
Warna : putih atau kekuningan
Bau : tidak berbau
Rumus kimia : NaNO2
Kelarutan : Sangat larut dalam air, larut dalam etanol, sedikit
larut dalam dietil eter.
Titik didih : 320oC
Titik lebur : 271oC
Bobot Molekul : 69 g/mol
Berat Jenis : 2,2
Inkompaktibilitas : Sangat reaktif dengan bahan yang mudah terbaka
bahan organik. Reaktif dengan agen pereduksi
logam,dan asam. Sedikit reaktif dengan keadaan
lembab.
(Merck &Co,1989)
Nitrit dapat bersifat sebagai substansi pereduksi maupun oksidasi.
Ion nitrit memiliki sifat sangat reaktif terhadap zat organik dan labil
terhadap panas. Nitrit dapat dioksidasi menjadi nitrat, sebaliknya nitrit
dapat mengoksidasi iodida menjadi iodium (Furia, 1983). Dalam suasana
asam, ion nitrit ada dalam kesetimbangan dengan molekul asam nitrit
sesuai dengan:
Gambar 1. Reaksi keseimbangan antara ion nitrit dengan molekul asam
nitrit
Banyaknya asam nitrit tergantung pada pH larutan, semakin
rendah pHnya maka semakin besar asam nitritnya karena pKa nya 3,4
maka dalam daging biasanya mempunyai pH ± 5,5 – 6,0 hanya sedikit dari
nitrit yang ditambahkan ada dalam bentuk asam nitrit (Furia, 1983).
Warna merah pada kebanyakan produk daging disebabkan akibat
reaksi ion-ion nitrit mengoksidasi zat warna mioglobin yang
menghasilkan senyawa metmioglobin yang bewarna coklat abu-abu.
Dengan adanya zat pereduksi didaging maka nitrit direduksi menjadi
nitrogen monoksida menghasilkan senyawa nitroso metmioglobin yang
bewarna coklat, nitroso metmioglobin selanjutnya direduksi oleh zat-zat
pereduksi dalam daging menjadi nitrosomioglobin (mudah terjadi pada
pH rendah), yang setelah perubahan oleh panas dan garam membentuk
nitroso hemochromogen yang mempunyai warna merah muda relatif
stabil.
Gambar 1. Reaksi pembentukan warna merah pada daging
Menurut Food Additives and Contaminant Committee perlu dilakukan
penurunan total maksimum nitrit dan nitrat pada daging dan keju. Hal ini
dikarenakan pemakaian nitrit dengan dosis tinggi menyebabkan kanker pada
sistem hewan percobaan (tikus). Pada kondisi tertentu akan terjadi reaksi antar
nitrit dan beberapa amin secara alami kepadatan dalam bahan pangan sehingga
membentuk senyawa nitrosamine yang dikenal sebagai senyawa karsinogenik.
Nitrosamine menimbulkan tumor pada bermacam-macam organ.Reaksi
pembentukan nitrosamine dalam pengolahan atau dalam perut yang bersuasana
asam:
R2NH + N2O3 R2N.NO + HNO2
(amin sekunder)
R3N + N2O3 R2N.NO + RNO2
Nitrosoamina (karsinogenik)
Gambar 2. Reaksi pembentukan nitrosamine
E. Metode Gries
Metode Griess merupakan salah satu metode colorimetry yang digunakan untuk
menetapkan kadar nitrit dengan reaksi diazotasi yang menghasilkan senyawa azo
atau senyawa yang berwarna, sering juga disebut metode pengkoplingan. Dalam
medium asam, nitrit bereaksi dengan amin aromatis menjadi bentuk garam
diazonium. Garam diazonium ini akan dikopling dengan cinicin aromatis lain yang
mengandung gugus –NH2atau–OH, untuk membentuk zat warna azo sebagai basis
darei metode spektrofotometri
Reaksi nitrit, asam sulfanilat, dan 1-naftilamin dalam metode Griess :
Asam sulfanilat asam nitrit ion diazonium
Ion diazonium 1-naftilamin senyawa azo (ungu)
Gambar 3. Reaksi pembentukan garam diazonium dan senyawa azo
(Marczenko, 2000)
Senyawa azo yang terbentuk memiliki λ max= 520 nm dengan absorpsivitas
spesifik 4,0.10-4 Panjang gelombang 520 masuk dalam range panjang gelombang
500-560 yang akan memberikan warna hijau dengan warna komplementer ungu
kebiruan. LOD metode Griess secara teoretis untuk nitrit harus pada level
koncentrasi 10-6 M - 10-7M (Trojanowicz, 2008). Jadi, warna ungu yang dihasilkan
senyawa azo dari reaksi diazotasi nitrit dengan pereaksi Griess dapat terukur
dengan spektrofotometer-Vis dengan λ max= 520 nm.
Pengukuran nitrat dan nitrit dengan metode ini digolongkan menjadi dua
klasifikasi analisis yaitu:
1. Range besar (0-4.5 mg NO3- N/L)
2. Range kecil (0-0.4 mg NO3- N/L)
(Zhang, 2007).
Metode Griess memiliki sensitivitas yang tinggi dan cukup spesifik hanya dengan
presisi yang baik. Namun metode ini memiliki kekurangan yaitu nitrat dengan reaksi
ini terlebih dahulu membutuhkan reduksi kimia atau enzimatik untuk mengubah
nitrat menjadi nitrit sebelum reaksi diazotasi.
F. Kolom Cadmium
Granul cadmium diperlukan dalam metode analisis ini untuk mereduksi nitrat
menjadi nitrit. Granul cadmium yang digunakan harus dalam ukuran 0,5-2mm.
Kolom cadmium berupa kolom gelas dengan lapisan-lapisan tembaga yang
berdiameter 3-5mm dan panjang 10-20cm, dapat dipanaskan dan dibengkokkan
menjadi bentuk U. Lapisan tembaga yang digunakan untuk melapisi granul adalah
CuSO4 [Tembaga(II) Sulfat]. Kolom cadmium harus dibilas menggunakan asam,
misalnya HCl atau H2SO4 untung menghilangkan senyawa yang mungkin dapat
mengoksidasi dan selanjutnya dicuci dengan aquabidest. Kolom admium harus
diperiksa dan dicek dengan pH meter untuk melihat pembilasan telah berjalan
sempurna dan bersifat netral (Elsevier, 2001).
Mekanisme reaksi reduksi nitrat menjadi nitrit oleh cadmium dengan
etilediamin-tetraacetic acid adalah :
(Zhang, 2007)
Mekanisme reaksi reduksi nitrat menjadi nitrit oleh cadmium dengan sulfanilat
adalah :
(Zhang, 2007)
G. Spektofotmeter UV-VIS
Prinsip spektroskopi didasarkan adanya interaksi dari energi radiasi
elektromagnetik dengan zat kimia. Dalam analisis kimia peristiwa absorbs
merupakan dasar dari cara spektroskopi karena proses absorbs bersifat unik/spesifik
untuk setiap zat kimia. Disamping itu banyaknya absorbs berbanding lurus dengan
banyaknya zat kimia (Sudarmaji, dkk, 1989).
Spektrum tampak terentang dri sekitar 400 nm (ungu) sampai 750 nm (merah),
sedangkan spectrum ultraviolet (UV) terentang dari 100 sampai 400 nm. Baik radiasi
UV maupun radiasi cahaya tampak berenergi l lebih tinggi dari pada radiasi
inframerah. Absorbsi cahaya UV atau cahaya tampak mengakibatkan transisi
elektronik, yaittu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar berenergi
rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi (Fessenden dan
Fessenden, 1975).
Panjang geombang cahaya UV ataua cahaya tampak bergantung pada
mudahnya promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak
energi untuk promosi electron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih
pendek. Molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada
panjang gelombang yang lebih panjang. Senyawa yang menyerap cahaya dalam
daerah tampak mempunyai elektron yang lebih mudah dipromosikan daripada
senyawa yang menyerap pada panjang gelombang UV yang lebih pendek (Fessenden
dan Fessenden, 1975).
Interaksi radiasi elektromagnetik dengan bahan yaitu bila cahaya jatuh pada
senyawa maka sebagian dari cahaya di serap oleh molekul-molekul sesuai dengan
struktur dari molekul. Setiap senyawa mempunyai tingkatan tenaga yang spesifik
(Sudarmaji, dkk, 1989).
H. Regulasi yang berlaku di Indonesia
Pengujian toksisitas jangka pendek terhadap suatu bahan biasanya dilakukan
dengan tiga macam percobaan pada hewan. Pertama, penentuan LD50 yaitu dosis
suatu bahan saat 50% hewan percobaan mati, dan hal ini memberikan indikasi
toksisitas relatif senyawa yang diuji. Kedua, penentuan dosis maksimum yang dapat
ditolerir, yaitu dosis harian maksimum saat hewan percobaan dapat bertahan hidup
untuk periode 21 hari, di mana tujuan pengujian ini adalah untuk menunjukkan
bahan organ yang diperiksa memperlihatkan adanya efek keracunan. Ketiga,
pengujian pemberian pakan selama 90 hari, di mana setelah 90 hari percobaan
maka dapat diketahui gejala tidak normal pada hewan percobaan sehubungan
dengan pakan yang diberikan. Hasil ketiga, pengujian tersebut dapat menunjukkan
atau menetapkan dosis “tidak ada efek” dan dari data percobaan pada hewan dapat
di tentukan ADI (Acceptable Daily Intake) (Cahyadi,2008).
Tujuan utama dari pengujian jangka panjang terhadap bahan tambahan
makanan adalah untuk menentukan potensi karsinogenik suatu bahan atau
senyawa, tetapi harus didukung pula dengan pengujian jangka pendek
(Cahyadi,2008).
Bahan Pengawet Fungsi dalam Bahan
Pangan (mg/kg Berat
Badan)
ADI
Natrium nitrit Antimikroba, pelindung
warna
0-0,2
Sulfur dioksida Antimikroba 0-0,5
Sumber : FAO/WHO, 1974
Tabel 3. Beberapa Bahan Pengawet yang Diizinkan Pemakaiannya dari Nilai ADI
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang
bahan tambahan pangan. Bahan tambahan pangan yang diproduksi, diimpor, atau
diedarkan harus memenuhi persyaratan yang tercantum pada Kodeks Pangan Indonesia
tentang bahan tambahan pangan atau persyaratan lain yang ditetapkan menteri kesehatan.
No. Nama BTP JenisBahanPangan Batas MaksimumPenggunaan
1. Kalium nitrat Daging olahan;
daging awetan
500 mg/kg, tunggal/ campuran
dengan Na-nitrat dihitung sebagai
Na-nitrat
Keju 50 mg/kg tunggal/ campuran
dengan Na-nitrat
2. Kalium nitrit Daging olahan;
daging awetan
125 mg/kg, tunggal/campuran
dengan Na-nitrit
Korned kalengan 50 mg/kg, tunggal/campuran
dengan Na-nitirit, dihitung
sebagai Na-nitrit
3. Natrium nitrat Daging olahan ;
daging awetan
500 mg/kg, tunggal/ campuran
dengan K-nitrat
Keju 50 mg/kg tunggal/ campuran
dengan K-nitrat
4. Natrium nitrit Daging olahan;
daging awetan
125 mg/kg, tunggal/campuran
dengan K-nitrit
Korned kalengan 50 mg/kg, tunggal/campuran
dengan K-nitirit
Tabel 4. Daftar Bahan Pengawet Anorganik yang Diizinkan Pemakaiannya dan
Dosis Maksimum yang Diperkenankan Oleh Dirjen POM (Lampiran Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988)
Kerangka Konsep
Daging olahan seperti sosis menggunakan pengawet nitrit serta nitrat dalam
proses pengolahannya. Pada praktikum ini dilakukan pemeriksaan laboratorium
untuk mengetahui kadar nitrit nitrat disesuaikan dengan Permenkes Nomor
722/Menkes/Per/IX/1988.
Gambar 4. Kerangka Konsep Praktikum
I. Validasi Metode
Sosis
Pengawet Nitrit
Pengawet Nitrat
Kadar Nitrit
Kadar Nitrat
Memenuhi/ Tidak Memenuhi syarat Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/X/1988
Parameter validasi terdiri dari kecermatan (akurasi), keseksamaan (presisi),
selektivitas (spesifisitas), linearitas dan rentang, batas deteksi dan batas kuantitasi,
ketangguhan metode (ruggedness) dan ketahanan (robustness) (Rohman, 2007).
Akurasi dari suatu metode analisis adalah kedekatan nilai hasil uji yang
diperoleh dengan prosedur tersebut dari harga yang sebenarnya. Akurasi
merupakan ukuran ketepatan prosedur analisis (Rohman, 2007).
Presisi dari suatu metode analisis adalah derajat kesesuaian di antara masing-
masing hasil uji, jika prosedur analisis diterapkan berulang kali pada sejumlah
cuplikan yang diambil dari satu sampel homogen. Presisi dinyatakan sebagai deviasi
standar atau deviasi standar relatif (koefisien variasi) (Rohman, 2007).
Kespeksifikan dari suatu metode analisis adalah kemampuannya untuk
mengukur kadar analit secara khusus dengan akurat, di samping komponen lain
yang terdapat dalam matriks sampel. Kespesifikan sering kali dinyatakan sebagai
derajat bias dari hasil analisis sampel yang mengandung pencemar, hasil degradasi,
senyawa sejenis yang ditambahkan atau komponen matriks, dibandingkan dengan
hasil uji sampel analit tanpa zat tambahan (Rohman, 2007).
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang
secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik,
proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah
pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat
ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima
(Rohman, 2007).
Limit deteksi dari suatu metode analisis adalah nilai parameter uji batas, yaitu
konsentrasi analit terrendah yang dapat dideteksi, tetapi tidak dikuantitasi pada
kondisi percobaan yang dilakukan. Limit deteksi dinyatakan dalam konsentrasi analit
(persen, bagian per milyar) dalam sampel. Limit kuntitasi adalah konsentrasi analit
terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang
dapat diterima pada kondisi eksperimen yang ditentukan (Rohman, 2007).
Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari
analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium,
analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dan lain-lain.
Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan
operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji (Rohman, 2007).
Ketahanan merupakan kapasitas metode untuk tetap tidak terpengaruh oleh
adanya variasi parameter metode yang kecil. Ketahanan dievaluasi dengan
melakukan variasi parameter-parameter metode seperti : presentase pelarut
organik, pH, kekuatan ionik, suhu, dan sebagainya (Rohman, 2007).
BAB III
METODE ANALISIS
A. Prinsip Metode
Analisis Kuantitatif Nitrat dan Nitrit pada makanan berupa sosis dapat
dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer Visibel. Pada tahapan
preparasinya, untuk dapat dibaca absorbansi nya oleh spektrofotometer Visibel
dilakukan penambahan pereaksi Griess sehingga terjadi reaksi pengkoplingan.
Nitrit dan Nitrat merupakan suatu senyawa yang dapat larut air sehingga, dalam
ektraksinya pelarut yang digunakan adalah air, namun air yang digunakan
merupakan air yang bebas nitrit supaya tidak mempengaruhi hasil. Sedangkan Nitrit
dan Nitrat dapat dilakukanan dengan menggunakan kolom Cadmium.
B. Alat dan Bahan :
1. Alat :
Alat yang digunakan adalah Neraca Analitik, Spektrofotometer UV-Vis Mini
1240 Shimadzu,Mortir, stamper, Penangas air, alat destilasi, hot plate, kertas
saring dan alat-alat gelas (Pyrex), antara lain : labu ukur, Erlenmeyer, pengaduk,
Pipet tetets, pipet volum, gelas beker, gelas ukur, corong kaca.
2. Bahan :
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kualitas pro analysis
kecuali dinyatakan lain yakni baku NaNO2, aquadest, NaHCO3, HgSO4 HCl, NH4Cl,
asam sulfanilat , asam asetat 15%v/v , α-naptilamin
C. Prosedur Kerja
1. Sample
Sampel yang digunakan dalam praktikum ini adalah sosis yang beredar di
pasaran. Pengambilan dilakukan berdasarkan metode simple random sampling,
yaitu metode pengambilan sampel yang setiap unit dari populasi memiliki
kesempatan yang sama untuk dipilih seabgai sampel. Pengambilan sampel
dilakukan dengan cara acak sederhana ke populasi sosis. Dari setiap penjual
diperlukan 1 sampel, sehingga total sampel adalah 2buah sosis. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui apakah pada setiap sosis terkandung kadar nitrit dan nitrat
dan apakah dalam kadar yang berbeda-beda tiap kemasan.
a. Identifikasi sampel
Sampel sosis merk Y dibeli di pasar. Dilakukan identifikasi terlebih
dahulu diawali dengan mengidentifikasi semua yang tercantum dari di
kemasan sosis merk Y tersebut (merk nya, kode produksi, tanggal expired
date, bahan-bahan lain yang terkandung pada sosis, peringatan yang
tercantum pada kemasan, barcode, kemasan tertutup rapat atau tidak, berat
bahan yang diuji, pabrik yang memproduksi).
b. Keseragaman Bobot
Uji keseragaman bobot dilakukan dengan menimbang sosis pada tiap
kemasan plastik dan mencocokannya dengan berat bersih yang tercantum
pada kemasan.
c. Pemerikasaan Organoleptis
Sampel dibuka dari wadahnya dan dilakukan analisis organoleptis
yang meliputi bentuk, warna, bau, kemasan, tanggal kadaluarsa, keberadaan
kontaminasi.
d. Cara pengambilan sample
Sampel ditimbang lebih kurang 5 gram, dihaluskan dalam mortir,
ditambahkan air pada suhu 80oC selama 2 jam, didinginkan dan disaring
menggunkan kertas saring. Larutan hasil penyaringan ditambah dengan
reagen pereaksi Griess dan didiamkan selama Operating time (OT). Dibaca
serapan panjang gelombang 480-580. Jika serapan panjang gelombang
maksimum berada di daerah serapan nitrit diperkirakan sampel mengandung
nitrit.
e. Uji Pendahuluan
Sebanyak 5-10 g dari masing – masing sampel diambil dan dilakukan
pemeriksaan kadar nitrit dengan metode Griess (pengukuran menggunakan
spektrofotometri untuk analisis kuantitatif), sedangkan untuk pemeriksaan
analisis kualitatif dilakukan dengan melihat perubahan warna yang terjadi
serta spektra yang terjadi.
f. Preparasi Sampel
Haluskan sosis yang diambil secara acak dengan mortir atau blender.
Timbang 5 g sampel dalam gelas beker 100 ml, tambahkan ±40 ml aquadest
bebas nitrit yang telah dipanaskan sampai 80˚C aduk dengan pengaduk
kaca, ,masukkan ke labu ukur 250 ml. Tambahkan air panas ke dalam labu
ukur hingga 200 ml, panaskan di atas penangas air selama 2 jam sambil
sesekali digoyang kemudian disaring.Penyaringan dilakukan dengan
menyaring 2 kali dengan Erlenmeyer terpisah. Corong yang telah diberi kertas
saring dijenuhkan dengan air bebas nitrit terlebih dahulu. Pada Erlenmeyer
pertama saring sebagian larutan dalam labu ukur 250 ml. Pindahkan corong
pada Erlenmeyer kedua, saring sisa larutan dalam labu ukur 250 ml. Filtrat
yang digunakan adalah filtrat dari Erlenmeyer kedua, karena dikhawatirkan
adanya pengenceran dari penjenuhan kerts saring menggunakan air bebas
nitrit.
Pipet5,0 ml hasil penyaringan, masukkan ke dalam labu ukur 25 ml,
tambahkan 2 ml pereaksi Griess dan encerkan sampai tanda batas
menggunakan air bebas nitrit. Bandingkan dengan spektrum absorbansi yang
dihasilkan dari penambahan 5,0 ml NaNO2 5 µg/ml yang diencerkan sampai
250 ml lalu diambil 5,0 ml filtrat ke dalam labu ukur 50 ml. Tambahkan 2,5 ml
reagen Griess. Diamkan selama OT. Lalu tambahkan aquadest bebas nitrit
sampai bataas volume 25 ml.Ukur larutan dengan spektrofotometer dan
tetapkan serapannya pada panjang gelombang maksimal.
2. Pembuatan Pereaksi
a. Pereaksi Griess
0,05 g asam sulfanilat dilarutkan dalam 15 ml asam asetat 15%v/v.
Didihkan 0,01 g α-naptilamin dalam 2 ml air sampai larut dan dituangkan ke
dalam 15 ml asam asetat encer (dalam keadaan panas). Kedua larutan
tersebut dicampurkan dan disimpan dalam botol kaca berwarna coklat.
Digunakan botol kaca berwarna coklat bertujuan untuk mencegah terjadinya
degradasi senyawa karena cahaya.
b. Pembuatan Larutan Baku Nitrit
LarutanstokNaN O 2 1 m g/ml
Lebih kurang 100 mg NaNO2 ditimbang sekasama, dilarutkan dengan
aquadest dalam labu ukur 100 ml sampai tanda.
Larutan kerja NaN O 20, 1 m g/ml
Larutan stok diambil 10,0 ml dengan pipet dan diencerkan dengan aquadest
dalam labu ukur 100 ml sampai tanda.
Larutan kerja NaN O 20, 05 m g/ml
Larutan stok diambil 5,0 ml dengan pipet dan diencerkan dengan aquadest
dalam labu ukur 100 ml sampai tanda.
c. Pembuatan Larutan Blanko
2,5 ml reagen Griess dicampurkan dandilarutkan dengan aquadest
bebas nitrit dalam labu ukur 25 ml hingga tanda.
d. Pembuatan Larutan Amonium Klorida
175 gram NH4Cl ditimbang seksama, dan dilarutkan dengan aquadest
dalam labu ukur 500 ml sampai tanda batas (Larutan I). Ambil Larutan I
sebanyak 12,5 ml diencerkan sampai 500 ml dengan aquadest (Larutan II).
e. Pengecekan Kertas Saring
Kertas saring yang digunakan sebagai penyaring ditetesi dengan
pereaksi Griess. Adanya kandungan nitrit ditunjukkan dengan terbentuknya
warna merah muda sampai ungu.
f. Pengecekan Air Bebas Nitrit
Air yang digunakan sebagai pelarut disaring dengan kertas saring.
Kertas saring yang telah jenuh dengan air ditetesi dengan pereaksi Griess.
Adanya kandungan nitrit ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah
muda sampai ungu.
3. Rencana Optimasi
a. Penetapan operating time
Natrium Nitrit konsentrasi 1 µg/ml dibuat sebanyak 6 buah larutan.
Pembuatan natrium nitrit konsentrasi 1µg/ml dilakukan dengan cara
mengambil 5,0 ml larutan kerja NaNO2 5µg/ml masukkan ke labu ukur 25 ml,
kemudian tambahkan 2,5ml Griess,diamkan selama waktu yang ingin diteliti
serapannya(10 menit; 20 menit ; 30 menit; 40 menit; 50 menit; 60 menit).
Tambahkan air bebas nitrit sampai batas volume 25 ml sehingga didapat
konsentrasi kadar larutan natrium nitrit 1µg/ml. Intensitas warna diukur pada
panjang gelombang maksimum teoritis 520 nm. Operating time ditandai
dengan selang waktu dimana absorbansi stabil (perbedaan serapan tidak
terlalu jauh dari masing-masing selang waktu).
b. Penetapan panjang gelombang
Penetapan panjang gelombang maksimum larutan natrium nitrit padaseri
konsentrasi 1 µg/ml. Pembuatan natrium nitrit konsentrasi 1 µg/ml dilakukan
dengan cara mengambil 5,0 ml larutan kerja NaNO2 5µg/ml masukkanke labu
ukur 25 ml, kemudian tambahkan 2,5ml reagen Griess diamkan selama OT
yang diperoleh. Lalu tambahkan aquadest bebas nitrit sampai batas 25 ml.
Intensitas warna diukur pada panjang gelombang antara 480 nm- 580 nm.
Setelah itu tentukan panjang gelombang larutan tersebut menghasilkan
absorbansi maksimum. Panjang gelombang ini kemudian digunakan sebagai λ
maks.
c. Penetapan kurva baku
Larutan seri kadar dibuat dengan cara pengambilan 1,0;2,0;3,0;4,0;5,0
larutan kerja NaNO20,05 mg/ml ke dalam labu ukur 25 ml, kemudian
tambahkan 2,5 ml reagen Griess diamkan selama OT diperoleh. Lalu
tambahkan air bebas nitrit sampai batas volume 25 ml sehinggadidapat
konsentrasi seri larutan dengan kadar larutan natrium nitrit 2;4;6;8;10; dan
12 µg/ml. Intensitas warna diukur pada panjang gelombang maksimum
teoretis 520 nm, hasil penetapan dan buat persamaan kurva bakunya dengan
mengeplotkan ke dalam kurva dimana absorbansi sebagai sumbu Y dengan
konsentrasi sebagai sumbu X.
4. Penetapan Kadar
a. Penetapan Kadar Nitrit dalam Sampel
Haluskan sosis yang diambil secara acak dengan mortir atau blender.
Timbang seksama 5 gram sosis. Buat 5 sampel masing-masing 5 gram, dan
dimasukkan masing-masing dalam gelas beker 100 ml. Masing-masing sampel
ditambahkan 0,0; 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; 5,0 ml NaNO2 0,1 mg/ml, tambahkan ±40
ml aquadest bebas nitrit yang telah dipanaskan sampai 80˚C aduk dengan
pengaduk kaca,masukkan ke labu ukur 250 ml. Tambahkan air panas ke
dalam labu ukur hingga 200 ml, panaskan di atas penangas air selama 2 jam
sambil sesekali digoyang kemudian disaring.Penyaringan dilakukan dengan
menyaring 2 kali dengan Erlenmeyer terpisah. Corong yang telah diberi kertas
saring dijenuhkan dengan air bebas nitrit terlebih dahulu. Pada Erlenmeyer
pertama saring sebagian larutan dalam labu ukur 250 ml. Pindahkan corong
pada Erlenmeyer kedua, saring sisa larutan dalam labu ukur 250 ml. Filtrat
yang digunakan adalah filtrat dari Erlenmeyer kedua, karena dikhawatirkan
adanya pengenceran dari penjenuhan kerts saring menggunakan air bebas
nitrit.
Pipet 5,0 ml hasil penyaringan, masukkan ke dalam labu ukur 25 ml
tambahkan 2,5 ml pereaksi Griess dan encerkan sampai tanda batas
menggunakan air bebas nitrit. Diamkan sesuai OT yang didapat supaya
terbentuk warna.Ukur larutan dengan spektrofotometer dan tetapkan
serapannya pada panjang gelombang maksimal.
b. Penetapan Kadar Nitrat dalam Sampel
- Proses Pembuatan dan Penggunaan Kolom Cadmium
Granul cadmium yang tersedia dicuci menggunakan HCl2 N dalam
tabung Erlenmeyer dan dibilas dengan aquabidest. Cek pH dengan pH
meter, pH yang diharapkan netral. Lapisi granul menggunakan tembaga
dengan menambahkan 5% w/wCuSO4, aduk dengan kuat sampai warna
birunya menghilang. Ulangi langkah tersebut hingga larutan CuSO4 tidak
lagi kehilangan warna ketika ditambahkan ke Cd. Jaga granul cadmium
tidak kontak dengan udara. Sambil terus diaduk dengan pengaduk, bilas
granul dengan aquabidest, dan ulangi hingga air terbebas dari partikel kecil
atau warna hitam sehingga granul tampak bersinar. Kondisikan kolom dan
granul cadmium terendam aquabidest, masukkan granul dalam kolom
gelas, dan isi bagian ujung gelas dengan benang wool. Simpan kolom
dengan ujung mulutnya terendam aquabidest. Penggunaan kolom terlebih
dulu diaktifkan dengan melewatkan Larutan II (NH4Cl) sebanyak 200 ml.
Ditambahkan 1µg/ml nitrat sebanyak 110 ml untuk mengoreksi efisiensi
kolom reduksi. Setelah dilewatkan dalam kolom, 25 ml pertama dibuang
dan 50 ml selanjutnya diambil dan diukur absorbansinya pada panjang
gelombang maksimal. Setelah didapatkan absorbansi kemudian ditentukan
faktor F :
Keterangan :
A : absorbansi larutan nitrat pada panjang gelombang maksimal
Jika nilai F yang didapatkan diatas 0,33, berarti efisiensi kolom baik.
- Penetapan Kadar Nitrat
Siapkan 6 sampel dan ambil masing-masing 90,0 ml sampel.
Ditambah dengan NH4Cl sebanyak 2 ml, kemudian di ad sampai batas
dalam labu ukur sampai 100 ml. Lewatkan atau alirkan larutan ke dalam
kolom cadmium. Buang 25 ml larutan yang keluar pertama, dan tampung
50 ml larutan selanjutnya dengan erlenmeyer. Larutan hasil penyaringan
dari kolom ini dipipet 5,0 ml, masukkan ke dalam labu ukur 25 ml,
tambahkan 2,5 ml pereaksi Griess dan encerkan sampai tanda batas
menggunakan air bebas nitrit. Diamkan sesuai OT yang didapat supaya
terbentuk warna. Ukur larutan dengan spektrofotometer dan tetapkan
serapannya pada panjang gelombang maksimal.
Setelah didapatkan konsentrasi nitrit yang tidak dilewatkan kolom (A)
dan konsentrasi nitrit + nitrat yang telah dilewatkan kolom cadmium (B)
sehingga kadar nitrat dapat diperoleh dari B-A.
5. Rencana Validasi Metode
a. Penetapan Akurasi :
Ditimbang 5 gram sampel sebanyak 6 kali. Diadisi masing-masing dengan
lima seri konsentrasi larutan baku Nitrit yang ditentukan setelah mengetahui
absorbansi sampel dan satu sampel tanpa adisi (larutan adisi adalah larutan
standar NaNO2 0,05mg/mL). Dilakukan preparasi sampel. 5,0 mL larutan
filtrat sampel yang telah dipreparasi di pipet ke dalam 5 buah labu takar
25mL. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum.
Didapatkan absorbansi dan hitung kadarnya.
Penetapan akurasi ditetapkan sebagai nilai perolehan kembali
(recovery), yang dihitung dengan rumus :
Recovery = x 100 %
Suatu metode dinyatakan valid, jika memiliki rentang recovery antara
98 % – 120 %.
b. Penetapan Presisi :
Pengukuran Nitrit
Dilakukan preparasi sampel.Ambil 5,0 mL dari filtrat sampel ke dalam
labu takar 25 mL. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum
menggunakan spektrofotometri visible (x). Diukur absorbansi sampel yang
telah direplikasi 3 kali dengan spektrofotometer visibel pada panjang
gelombang maksimum . Dihitung nilai RSD= dari masing-masing
kadar yang diperoleh
Pengukuran Nitrit Total
Dilakukan preparasi sampel . Ambil 5,0 mL dari filtrat (filtrat
sama dengan filtrat diperhitungan nitrit diatas) sampel ke dalam labu
takar 25 mL. Diukur absorbansi sampel yang telah direplikasi 3 kali
dengan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang maksimum (x
)
Parameter presisi dinyatakan sebagai nilai coefisien variation
(CV) atau relative standar deviation (RSD), dilakukan dengan cara
mengukur baku sebanyak 6 kali, kemudian dari data yang tersebut
diperoleh SD dan rata-rata. Kemudian dihitung dengan rumus :
RSD = x 100 %
Suatu metode dinyatakan valid, jika nilai RSD < 2,5 %.
c. Linearitas
Linieritas dilihat dari harga r (koefisien korelasi) hasil pengukuran seri
baku nitrit. Suatu metode dapat dikatakan memiliki linieritas yang baik jika
r > 0,99atau r2 ≥ 0,997. Kemudian ukur absorbansi keenam larutan seri
konsentrasi baku dengan spektrofotometer visible pada panjang
gelombang maksimum. Dibuat kurva kalibrasi dengan menghitung
hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi menggunakan regresi
linear. Apabila nilai R yang didapatkan R> 0,99 atauR2 ≥ 0,997
menunjukkan kelinearan yang baik.
d. Penetapan Batas Deteksi (LoD)
Penentuan batas deteksi dinyatakan bahwa batas deteksi merupakan
kadar analit yang memberikan respon sebesar respon blanko (Yblanko)
ditambah 3 kali simpangan baku (s). Sehingga dapat dinyatakan dengan
rumus persamaan di bawah ini :
Y =
Dengan :
Y : LoD
Sb : simpangan baku respon analitik dari blanko
S : arah garis linier (kepekaan arah) dari kurva antara respon
terhadap konsentrasi = slope
e. Penetapan LoQ (Batas Kuantifikasi) :
Penentuan batas deteksi dinyatakan bahwa batas kuantifikasi
merupakan kadar analit yang memberikan respon sebesar respon blanko
(Yblanko) ditambah 10 kali simpangan baku (s). Sehingga dapat dinyatakan
dengan rumus persamaan di bawah ini :
Y =
Dengan :
Y : LoQ
Sb : simpangan baku respon analitik dari blanko
S : arah garis linier (kepekaan arah) dari kurva antara respon
terhadap konsentrasi = slope
BAN IV
DATA PENGAMATAN
Data Penimbangan
Penimbangan Baku
NaNo2 Baku 100 mg
Berat kertas 423,3 g
Berat kertas + zat 523,8 g
Berat kertas + sisa 423,8 g
Berat zat 100 g
Penimbangan Pereaksi Griess
As. Sulfa
(0,05 g)
a-nap
(0,01g)
As. Sulfa
(0,05 g)
a-nap
(0,01g)
As. Sulfa
(0,05 g)
a-nap
(0,01g)
Berat kertas 0,2456 g 0,4122 g 0,2456 g 0,2380 g 0,2419 g 0,2326 g
Berat kertas + zat 0,2958 g 0,4223 g 0,2957 g 0,2480 g 0,2919 g 0,2427 g
Berat kertas + sisa 0,2456 g 0,4124 g 0,2457 g 0,2385 g 0,2419 g 0,2328 g
Berat zat 0,0502 g 0,0090 g 0,0500 g 0,0095 g 0,0500 g 0,0099 g
Penimbangan Sample
Akurasi
I II III IV V VI
Berat kertas 0,2420 g 0,2359 g 0,2258 g 0,2419 g 0,2281 g 0,2262 g
Berat kertas + zat 5,2420 g 5,2361 g 5,2256 g 5,2424 g 5,2351 g 5,2264 g
Berat kertas + sisa 0,2524 g 0,2361 g 0,2268 g 0,2420 g 0,2339 g 0,2265 g
Berat zat 4,9896 g 5,000 g 4,9988 g 5,0004 g 5,0012 g 4,999 g
Pengukuran Absorbansi
Optimasi Time (1ug/ml)
Waktu 10 menit 20 menit 30 menit 40 menit 50 menit 60 menit
Absorbansi 1,103 1,539 0,914 0,943 0,785 0,536
Optimasi Panjang Gelombang
Panjang Gelombang yang didapatkan 515,5 nm dengan hasil absorbansi 1,033 (data
terlampir).
Pengukuran Kurva Baku
Konsentrasi (ug/ml) Absorbansi
2 0,705
4 1,041
6 0,965
8 0,485
10 0,550
Pengukuran Sample
Akurasi
Jumlah Adisi (ml) 0 1 2 3 4 5
Absorbansi 0,118 0,154 0,176 0,196 0,146 0,180
BAB IV
PEMBAHASAN
Tujuan dari praktikum ini adalah melakukan identifikasi dan penetapan kadar
senyawa nitrat dan nitrit dalam makanan sosis yang beredar di pasaran. Tahap pertama
yang dilakukan adalah melakukan identifikasi semua informasi yang berada pada kemasan,
sedangkan penetapan kadar senyawa nitrat dan nitrit dilakukan dengan spektrofotometer.
Merk sosis yang digunakan adalah Vida, kode produksi 071113 – 94F, tanggal kedaluarsanya
7 Februari 2014, bahan yang terkandung di dalamnya adalah daging sapi, air, tepung
tapioka, minyak nabati, protein kedelai garam, gula, bumbu, penguat rasa MSG, sekuestran
natrium tripolisulfat, pengawet kalium sorbet dan natrium nitrit, pewarna kuning FCF,
Ponceau 4R. Peringatannya yang tercantum di kemasan adalah harus disimpan pada suhu
00C sampai -100C, kemasan tertutup rapat, parbrik yang memproduksinya adalah PT. San
Miguel Pure Food, Indonesia, nomor registrasi BPOM adalah 214810213343.
Proses yang selanjutnya adalah menguji keseragaman bobot. Setiap kemasan sosis
berisi 6 buah sosis, masing – masing sosis ditimbang satu per satu untuk mengetahui
bobotnya. Setelah didapatkan semua bobot sosis, lalu dihitung rata – ratanya. Bobot sosis
pertama sampai keenam secara urut adalah 33.2676 ; 30.6768 ; 30.8245 ; 33.0429 ;
30.8044 ; 30.5676 sehingga rata – rata yang diperoleh adalah 31.5306 gram. Pemeriksaan
organoleptis yang diperoleh adalah bentuk berupa padatan, warna merah, dan bau khas
daging.
Penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer-Vis. Prinsip
spektroskopi didasarkan adanya interaksi dari energi radiasi elektromagnetik dengan zat
kimia dan banyaknya absorbs berbanding lurus dengan banyaknya zat kimia. Untuk dapat
terbaca dalam alat tersebut terlebih dahulu, maka dilakukan penyiapan terlebih dahulu
dengan metode Griess. Metode Griess merupakan salah satu metode colorimetry yang
digunakan untuk menetapkan kadar nitrit dengan reaksi diazotasi yang menghasilkan
senyawa azo atau senyawa yang berwarna, sering juga disebut metode pengkoplingan.
Dalam medium asam, nitrit bereaksi dengan amin aromatis menjadi bentuk garam
diazonium. Garam diazonium ini akan dikopling dengan cinicin aromatis lain yang
mengandung gugus –NH2atau–OH, untuk membentuk zat warna azo sebagai basis dari
metode spektrofotometri. Reaksi nitrit, asam sulfanilat, dan 1-naftilamin dalam metode
Griess :
Asam sulfanilat asam nitrit ion diazonium
Ion diazonium 1-naftilamin senyawa azo (ungu)
Pereaksi Griess ini dibuat dengan cara melarutkan 0,05 g asam sulfanilat dalam 15 ml
asam asetat 15%v/v, kemudian ditambahkan 0,01 g α-naptilamin dalam 2 ml air panas dan
tuangkan dalam keadaan panas ke dalam 15 ml asam asetat encer. Campurkan kedua
larutan tersebut dan simpan dalam botol kaca berwarna coklat. Menggunakan botol kaca
berwarna coklat supaya mencegah terjadinya degradasi senyawa karena cahaya, hal ini di
sebabkan karena pereaksi ini mudah terdegradasi oleh cahaya (sensitif).
Sebelum menetapkan kadar sample yang akan di amati, harus dilakukan optimasi
terlebih dahulu untuk dapat diketahui waktu yang optimal untuk nitrit bereaksi dengan
pereaksii Griess dan panjang gelombang yang optimal dalam membaca absorbansi. Optimasi
yang pertama yang dilakukan adalah Panjang gelombang, dilakukan scaning lamda dengan
menggunakan spektro vis. Larutan baku nitrit yang digunakan untuk scaning lamda ini
adalah 1 ug/L. Dari pengukuran tersebut di dapatkan bahwa panjang gelombang yang
optimal adalah 515,5 nm, dengan absorbansi 1,033. sehingga untuk tahap selanjutnya
digunakan panjang gelombang 515,5 nm. Kemudian dilakukan optimasi waktu reaksi reagen
dengan nitrit. Optimasi ini dilakukan dengan cara membuat larutan baku dengan
konsentrasi 1ug/L kemudian di tambahkan reagen dan diukur waktunya dimulai dari saat
reagen ditambahkan, yaitu pada menit ke 10,20,30,40,50,60 dan diukur pada panjang
gelombang 515,5 yang merupakan panjang gelombang optimal, dan kemudian diukur
absorbansinya dengan menggunakan spektro-vis. Sehingga di dapatkan absorbansi dari
menit ke 10,20,30,40,50,60 secara berturut-turut adalah 1,103; 1,539; 0,914; 0,943; 0,785;
0,538. Menurut data tersebut di dapatkan bahwa waktu optimal nya adalah 20 menit,
sehingga untuk tahap selanjutnya digunakan OT (operating time) / waktu optimal selama 20
menit.
Kemudian dilakukan juga penetapan Kurva Baku. Kurva baku atau Kurva standart di
buat pertama-tama dengan cara membuat larutan stock yang akan digunakan untuk
membuat seri baku, larutan stock dibuat dengan cara melarutkan dengan tepat 100 mg
serbuk baku Nitrit dengan 100 ml aquadest dalam labu ukur (1 mg/ml b/v), setelah itu
diambil kembali 10 ml larutan tersebut dan ditambah kembali dengan 100 ml aquadest
dalam labu ukur sehingga didapat konsentrasi dari Nitrit adalah 0,1 mg/ml b/v. Diambil
kembali 5,0 ml larutan Nitrit dengan konsentrasi 0,1 mg/ml tadi, dan dimasukkan kedalam
labu ukur 100 ml dan di tambahkan aquadest sampai tanda batas, dan didapatlah larutan
stock dengan konsentrasi 0,05 mg/ml. Larutan stock disini berfungsi sebagai larutan awal
yang telah diketahui nilai konsestrasinya dengan tepat yang akan diambil sebagai larutan
baku.
Setelah larutan stock selesai dibuat, kemudian dilakukan proses pembuatan seri
baku dengan cara mengambil 1,0;2,0;3,0;4,0;5,0 larutan kerja NaNO2 0,05 mg/ml ke dalam
labu ukur 25 ml, kemudian menambahkan 2,5 ml reagen Griess dan didiamkan selama OT
yang diperoleh. OT yang diperoleh adalah 20 menit, disini OT atau operating time
merupakan waktu yang paling optimum dimana larutan Nitrit bereaksi paling optimal
dengan pereaksi Griess. Lalu tambahkan air bebas nitrit sampai batas volume 25 ml
sehingga didapat konsentrasi seri larutan dengan kadar larutan natrium nitrit 2;4;6;8;10;
dan 12 µg/ml. Larutan seri baku tersebut kemudian diukur absorbansinya dengan
menggunakan spektrofotometer UV dengan lamda maks sebesar 515.5, lamda maks ini
menunjukkan bahwa pada panjang gelombang tersebut didapat nilai absorbansi maksimal.
Kurva baku digunakan untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi dengan
absorbansi sehingga jika diketahui absorbansi dari sampel maka akan diketahui juga
konsentrasi Nitrit dalam sampel tersebut. Dari hasil pengukuran kurva baku, didapat regresi
linear dengan r sebesar 0,3084. Nilai r ini digunakkan sebagai acuan apakah kurva baku yang
dibuat telah linear sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk mengubah absorbansi
yang didapat dari sampel menjadi bentuk konsentrasi. Hasil dari kurva baku yang didapat
sangat kurang memuaskan dimana dengan konsentrasi yang meningkat seharusnya
mendapatkan absorbansi yang meningkat juga, namun hasil yang didapat malah sebaliknya
yaitu dengan konsentrasi tinggi, absorbansi yang didapat kecil. Kesalahan dalam pembuatan
kurva baku ini menyebabkan tidak validnya hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi
yang didapat, sehingga tidak dapat dignakan untuk mengubah nilai absorbansi suatu sampel
menjadi nilai konsentrasi. Nilai r yang baik dalam suatu linearitas adalah 0,999. Kurva baku
yang didapat sangat tidak bagus tersebut dapat dikarenakan oleh preparasi dari pereaksi
yang kurang baik, sehingga mungkin reaksi antara pereaksi Griess dengan Nitrit yang
digunakan menjadi kurang sehingga warna yang dihasilkan berubah-ubah, hal ini dapat
terjadi karena kesalahan penimbangan pada saat pembuatan pereaksi selain itu adalah
penyimpanan pereaksi yang kurang baik sehingga telah terdegradasi oleh cahaya. Adapun
hal lai yang memicu kurang baiknya suatu kurva baku yang dihasilkan adalah operating time
yang sedikit berbeda pada setiap serinya sehingga terjadi reaksi yang berbeda juga pada tiap
seri yang menyebabkan terjadinya perbedaan pada absorbansinya juga. Selain itu
pengenceran dari seri baku juga menjadi hal utama dalam sebuah kurva baku yang baik,
hasil kurva baku yang jelek dapat mengindikasikan bahwa pengenceran yang dibuat tidak
benar.
Pada tahapan preparasi sampel, sampel sosis dihomogenkan dalam mortir.
Penambahan aquadest bebas nitrit panas pada sampel bertujuan untuk meningkatkan
kelarutan sampel dalam air. Untuk mempercepat proses percampuran air dan sosis, dapat
dilakukan pengadukan dengan batang pengaduk. Setelah itu, sampel + air dimasukkan ke
dalam labu takar dan di add sampai 250 ml dan dilakukan penyaringan 2 kali. Sebelum
disaring, kertas saring terlebih dahulu dijenuhkan dengan air bebas nitrit supaya tidak ada
larutan nitrit yang masuk ke dalam penyaringan. Penyaringan dilakukan berulang agar
didapatkan filtrat jernih, dan juga supaya tidak ada sisa pengenceran dari penjenuhan kertas
saring mnggunakan kertas bebas nitrit. Hasil penyaringan tersebut kemudian dimasukkan ke
dalam labu ukur dan ditambahkan dengan pereaksi Gries dan kemudian di add sampai batas
labu ukur. Penambahan pereaksi Gries ini bertujuan supaya terjadi reaksi pengkoplingan
dimana akan terbentuk ion diazonium yang merupakan hasil reaksi antara senyawa nitrit
yang terkandung dalam sampel dengan asam sulfanilat dalam pereaksi Gries. Setelah
menjadi ion diazonium, kemudian akan bereaksi dengan naftilamin dalam pereaksi Gries
membentuk senyawa azo (senyawa berwarna ungu) yang dapat dideteksi dengan
spekstrofotometer-Vis.
Tahapan penetapan akurasi pada dasarnya tidak dapat dilakukan, hal ini disebabkan
karena r yang diperoleh dari kurva baku sangat buruk yaitu 0,308 yang menandakan
buruknya linieritas sehingga perhitungan kadar tidak dapat dilakukan. Hanya saja dilakukan
preparasi untuk penetapan akurasi yaitu dengan menambahkan NaNO2 0,05ug/mL.
Absorbansi yang diperoleh dari adisi sebanyak 0, 1, 2, 3,4,5 ml berturut turut adalah 0.118 ;
0.154 ; 0.176 ; 80.196 ; 0.146 ; 0.180.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyadi , W., 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan edisi II.. Bumi
Aksara. Jakarta. hal 7-36
Dewan Standarisasi Nasional. 1995. Sosis Daging. Jakarta.
Elsevier, 2001, Global Seagrass Research Methods, Elvisier Science B.V, Netherlands, pp.
397-399.
FAO Food And Nutrition Paper. 1980. Additives Contaminates Tehniques. Food and
Agriculture Organization of The United nations, Rome.
Furia, E. Thomas. 1983. Handbook of Food Additives. 2 nd edition, Vol. 1 & Vol. 2, CRC
Press, Boca Raton, Florida, USA.
Henrickson, R.L. 1978. Meat, poultry and Seafoood Products.The AVI Publishing Company
Inc. Westport, Connecticut.
Kramlich, W. E. 1971. Sausage product. In: J.F Price and B. S. Schweigert (Eds.). The
Science of Meat and Meat Product.2 nd Edit W.H Freeman and Company, San
Fransisco.
Lawrie, R.A. 1995. IlmuDaging. Terjemahan: A. Praktisi. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Merck & Co. 1989.The Merck Index.Edisi 11.Merck & Co. Inc. USA.pp. 6318.8893.
Purnomo, H. 2009. IlmuPangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Rohman, A.. 2007.KimiaFarmasiAnalisis,.PustakaPelajar.Yogyakarta. hal. 464-471.
Sudarmaji, S. Haryono, B.Suhardi, 1989, Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian,
Penerbit Liberty, Yogyakarta, pp.14-19.
Trojanowicz, 2008, Advances in Flow Analysisis, Wiley, Germany, pp. 578-580
World Health Organization, 2010, International Programme on Chemical Safety,
http://www.foodsafety.govt.nz/elibrary/industry/Clostridium_Botulinum-
Neurotoxins_Produced.pdf, diunduh padatanggal 12 November 2013.
Zhang, Chunlong, 2007, Fundamentals of Environmental Sampling and Analysis, Wiley, USA, pp.
362-363.