kondisi kualitas air pada pemeliharaan kepiting bakau ... · salinitas, ph, do, alkalinitas,...

8
781 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015 KONDISI KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN KEPITING BAKAU (Scylla paramamosain) SECARA RESIRKULASI DENGAN KEPADATAN YANG BERBEDA Muhammad Nur Syafaat, Gunarto, dan Sahabuddin Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail: [email protected]; [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan kepadatan kepiting bakau yang dipelihara secara resirkulasi terhadap kondisi kualitas air. Penelitian ini didesain dengan rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan dan dua ulangan. Kepadatan kepiting yang diujicobakan yaitu kepadatan 1 ekor/ bak, 2 ekor/bak, 3 ekor/bak, dan 4 ekor/bak. Jenis filter dalam sistem resirkulasi yang diamati pada penelitian ini ada tiga yaitu: 1) filter arang + rumput laut ( Gracilaria sp.), 2) rumput laut ( Gracilaria sp.), 3) arang dan satu perlakuan tanpa filter sebagai kontrol. Penelitian berlangsung kurang lebih satu bulan. Pada minggu pertama digunakan filter rumput laut dan arang, minggu kedua digunakan filter rumput laut, minggu ketiga digunakan filter arang dan minggu keempat tanpa filter. Kualitas air yang diamati meliputi suhu, salinitas, pH, alkalinitas, DO, nitrit, nitrat, TAN (total amoniak nitrogen), dan fosfat. Kualitas air media yang diamati pada berbagai kepadatan kepiting bakau menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) antar kepadatan pada setiap jenis filter yang diujicobakan. Filter arang dengan volume berat yang lebih besar dari rumput laut dengan perbandingan sekitar 8:1 memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menurunkan kadar nitrit dan TAN dibandingkan dengan menggunakan filter rumput laut. Pemeliharaan kepiting bakau secara resirkulasi pada kondisi indoor sampai dengan kepadatan 4 ekor/m 2 dapat mengunakan filter arang saja dan bisa juga dikombinasikan dengan filter rumput laut dengan memperhatikan jumlah organisme yang dipelihara, volume air dan berat filter arang, dan rumput laut yang digunakan. KATA KUNCI: kualitas air, kepiting bakau, kepadatan, resirkulasi, jenis filter PENDAHULUAN Komoditas kepiting bakau memiliki beragam keunggulan sehingga layak untuk dikembangkan sebagai komoditas budidaya. Balasubrsmanian (2008) mengemukakan beberapa keuntungan dalam budidaya kepiting bakau yaitu: (1) tidak membutuhkan teknologi yang komplek; (2) dapat memanfaatkan tambak bekas udang; (3) memiliki pasar international; (4) merupakan hewan natif pada banyak negara tropis di Asia; (5) transportasi yang mudah, potesial untuk kawasan pedesaan sebagai industrialisasi akuakultur; (6) secara individu dihargai berbeda dengan udang penaid; dan (7) ketahanan sumber daya. Sebagaimana organisme budidaya lainnya, usaha budidaya kepiting bakau mencakup kegiatan pembenihan, pentokolan, dan pembesaran. Kegiatan pembesaran kepiting bakau pada umumnya dilakukan di tambak atau di tambak mangrove (silvikultur). Pemeliharaan kepiting bakau di tambak dinilai lebih ekonomis karena ketersediaan pakan alami di tambak dan penyesuaian dengan habitat alaminya. Pemeliharaan dalam ruangan (indoor) untuk kepiting bakau biasanya dipersiapkan untuk pemeliharaan calon induk dan induk, usaha penggemukan atau usaha kepiting soka dengan menggunakan sistem seluler atau resirkulasi. Kepiting yang dipelihara secara indoor biasanya menggunakan kotak kontainer yang berukuran kecil per individu atau dipelihara dengan kepadatan lebih dari satu ekor pada bak fiber atau bak beton yang ukurannya lebih luas dengan menyediakan shelter di dalamnya untuk menekan kanibalisme. Shelley & Lovatelli (2011) mengemukakan bahwa sistem resirkulasi (pada pemeliharaan kepiting bakau) membutuhkan akses untuk sumber air laut dan tawar dengan kualitas yang baik dan suplai listrik yang mencukupi, sebagai kebutuhan yang signifikan pada sistem tersebut. Sumber air harus bebas dari polusi dengan kisaran pH 7,5–8,5. Pada pemeliharaan secara resirkulasi, peran filter sangat penting untuk menjaga kualitas air tetap stabil dalam jangka waktu yang lama sehingga dapat menghemat penggunaan air. Shelley & Lovatelli

Upload: others

Post on 07-Oct-2019

55 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONDISI KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN KEPITING BAKAU ... · salinitas, pH, DO, alkalinitas, nitrit, TAN, nitrat, dan fosfat disajikan pada Tabel 1. Hasil uji statistik menunjukkan

781 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

KONDISI KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN KEPITING BAKAU (Scylla paramamosain)SECARA RESIRKULASI DENGAN KEPADATAN YANG BERBEDA

Muhammad Nur Syafaat, Gunarto, dan SahabuddinBalai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau

Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi SelatanE-mail: [email protected]; [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan kepadatan kepiting bakau yang dipeliharasecara resirkulasi terhadap kondisi kualitas air. Penelitian ini didesain dengan rancangan acak lengkapdengan empat perlakuan dan dua ulangan. Kepadatan kepiting yang diujicobakan yaitu kepadatan 1 ekor/bak, 2 ekor/bak, 3 ekor/bak, dan 4 ekor/bak. Jenis filter dalam sistem resirkulasi yang diamati pada penelitianini ada tiga yaitu: 1) filter arang + rumput laut (Gracilaria sp.), 2) rumput laut (Gracilaria sp.), 3) arang dan satuperlakuan tanpa filter sebagai kontrol. Penelitian berlangsung kurang lebih satu bulan. Pada minggu pertamadigunakan filter rumput laut dan arang, minggu kedua digunakan filter rumput laut, minggu ketigadigunakan filter arang dan minggu keempat tanpa filter. Kualitas air yang diamati meliputi suhu, salinitas,pH, alkalinitas, DO, nitrit, nitrat, TAN (total amoniak nitrogen), dan fosfat. Kualitas air media yang diamatipada berbagai kepadatan kepiting bakau menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) antar kepadatan padasetiap jenis filter yang diujicobakan. Filter arang dengan volume berat yang lebih besar dari rumput lautdengan perbandingan sekitar 8:1 memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menurunkan kadar nitrit danTAN dibandingkan dengan menggunakan filter rumput laut. Pemeliharaan kepiting bakau secara resirkulasipada kondisi indoor sampai dengan kepadatan 4 ekor/m2 dapat mengunakan filter arang saja dan bisa jugadikombinasikan dengan filter rumput laut dengan memperhatikan jumlah organisme yang dipelihara, volumeair dan berat filter arang, dan rumput laut yang digunakan.

KATA KUNCI: kualitas air, kepiting bakau, kepadatan, resirkulasi, jenis filter

PENDAHULUAN

Komoditas kepiting bakau memiliki beragam keunggulan sehingga layak untuk dikembangkansebagai komoditas budidaya. Balasubrsmanian (2008) mengemukakan beberapa keuntungan dalambudidaya kepiting bakau yaitu: (1) tidak membutuhkan teknologi yang komplek; (2) dapatmemanfaatkan tambak bekas udang; (3) memiliki pasar international; (4) merupakan hewan natifpada banyak negara tropis di Asia; (5) transportasi yang mudah, potesial untuk kawasan pedesaansebagai industrialisasi akuakultur; (6) secara individu dihargai berbeda dengan udang penaid; dan(7) ketahanan sumber daya.

Sebagaimana organisme budidaya lainnya, usaha budidaya kepiting bakau mencakup kegiatanpembenihan, pentokolan, dan pembesaran. Kegiatan pembesaran kepiting bakau pada umumnyadilakukan di tambak atau di tambak mangrove (silvikultur). Pemeliharaan kepiting bakau di tambakdinilai lebih ekonomis karena ketersediaan pakan alami di tambak dan penyesuaian dengan habitatalaminya. Pemeliharaan dalam ruangan (indoor) untuk kepiting bakau biasanya dipersiapkan untukpemeliharaan calon induk dan induk, usaha penggemukan atau usaha kepiting soka denganmenggunakan sistem seluler atau resirkulasi. Kepiting yang dipelihara secara indoor biasanyamenggunakan kotak kontainer yang berukuran kecil per individu atau dipelihara dengan kepadatanlebih dari satu ekor pada bak fiber atau bak beton yang ukurannya lebih luas dengan menyediakanshelter di dalamnya untuk menekan kanibalisme. Shelley & Lovatelli (2011) mengemukakan bahwasistem resirkulasi (pada pemeliharaan kepiting bakau) membutuhkan akses untuk sumber air lautdan tawar dengan kualitas yang baik dan suplai listrik yang mencukupi, sebagai kebutuhan yangsignifikan pada sistem tersebut. Sumber air harus bebas dari polusi dengan kisaran pH 7,5–8,5.

Pada pemeliharaan secara resirkulasi, peran filter sangat penting untuk menjaga kualitas air tetapstabil dalam jangka waktu yang lama sehingga dapat menghemat penggunaan air. Shelley & Lovatelli

Page 2: KONDISI KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN KEPITING BAKAU ... · salinitas, pH, DO, alkalinitas, nitrit, TAN, nitrat, dan fosfat disajikan pada Tabel 1. Hasil uji statistik menunjukkan

782Kondisi kualitas air pada pemeliharaan kepiting bakau ..... (Muhammad Nur Syafaat)

(2011) menjelaskan bahwa penggunaan pasir dan metode filter lainnya dapat mereduksi kekeruhanair yang tinggi untuk memperoleh air yang sesuai untuk hatcheri dan produksi pakan alami. Jenis-jenis filter yang biasa digunakan pada sistem resirkulasi yaitu filter fisik yang berfungsi untukmenyaring partikel-partikel organik sehingga air tetap jernih, filter kimiawi untuk menyerap senyawaberacun dalam air misalnya nitrit dan amoniak dan filter biologi yang memanfaatkan organismeperairan baik tumbuhan maupun hewan akuatik untuk dapat meningkatkan kualitas air, misalnyabakteri, rumput laut atau kekerangan. Keberadaan filter dalam sistem resirkulasi diharapkan mampumenekan kadar nitrit dan amoniak dalam air yang merupakan senyawa beracun pada organismebudidaya.

Pada penelitian ini, jenis filter yang digunakan ada dua yaitu arang sebagai filter kimia dan rumputlaut (Gracilaria sp.) sebagai filter biologi. Arang merupakan karbon aktif yang pada umumnya berbahanbaku dari kayu atau tempurung kelapa yang kemudian diproses melalui pembakaran untukmenghasilkan arang. Spotte (1979) mengemukakan bahwa karbon aktif dapat berbentuk tepungatau butiran (>0,1 mm). Anonim (2002) menjelaskan bahwa pada filter kimiawi, air dialirkan melaluibahan seperti karbon. Karbon ini akan menyaring berbagai material berbahaya, misal amonia. Rumputlaut yang berperan sebagai filter biologi memiliki fungsi untuk menyerap kelebihan nutrient anorganik(NH4

+, NO2-, dan NO3

-) (Pantjara, 2012). Filter fisik yang biasanya berupa pasir atau kerikil tidakdigunakan dalam penelitian ini dengan pertimbangan bahwa kepiting yang dipelihara adalah kepitingyang sudah berukuran besar yang secara alamiah hidup pada daerah pesisir pantai yang keruh sehinggatidak terlalu membutuhkan filter fisik. Disamping itu, pecahan-pecahan arang yang terbuat daritempurung kelapa yang dibungkus dalam waring hijau dan ditempatkan pada posisi masuknya air,selain berfungsi sebagai filter kimia juga dapat berfungsi sebagai filter fisik untuk memerangkappartikel-partikel organik yang melewatinya. Shelley & Lovatelli (2011) menggambarkan bahwa kepitingbakau biasanya hidup pada daerah pesisir pantai yang keruh sehingga kekeruhan yang tinggi bukanlahisu utama, dengan perkecualian untuk kebutuhan air pada kegiatan hatcheri.

Pada sistem resirkulasi, selain jenis filter, jenis, dan kepadatan organisme yang dipelihara jugamenjadi bahan pertimbangan untuk menciptakan kondisi yang baik selama pemeliharaan. Penelitianini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan kepadatan kepiting bakau yang dipeliharasecara resirkulasi terhadap kondisi kualitas air berdasarkan jenis filter yang digunakan. Selain itu,juga diamati pengaruh perbedaan jenis filter terhadap kondisi kualitas air selama pemeliharaan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi pembenihan kepiting bakau (Scylla sp.) Balai Penelitian danPengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP), Maros. Penelitian ini didesain berdasarkan rancanganacak lengkap dengan empat perlakuan dan dua ulangan. Kepadatan kepiting yang diujicobakanyaitu kepadatan 1 ekor/bak, 2 ekor/bak, 3 ekor/bak, dan 4 ekor/bak. Jenis filter yang diamati padapenelitian ini ada tiga yaitu: 1) arang dan rumput laut (Gracilaria sp.), 2) rumput laut (Gracilaria sp.),3) arang, dan 4) tanpa filter sebagai kontrol. Jenis arang yang digunakan adalah arang dari tempurungkelapa yang dibungkus memanjang menyerupai karung menggunakan waring hijau sebanyak empatbuah dengan bobot kering sekitar 10-15 kg/karung (Gambar 1 dan 2). Rumput laut (Gracilaria sp.)yang digunakan sekitar 5 kg.

Bak yang digunakan adalah bak fiber ukuran 1 m x 1 m sebanyak sembilan buah. Sistempemeliharaan menggunakan sistem resirkulasi dan satu bak digunakan sebagai tandon. Volume to-tal air yang digunakan dalam penelitian ini sekitar 2,3 m3 dengan volume air di dalam setiap bakberkisar 0,24-0,26 m3 dan pergantian air rata-rata 36%/jam/bak. Selama pemeliharaan tidak dilakukanpenambahan maupun pergantian air. Masa penelitian kurang lebih satu bulan dan pengamatan untuktiap jenis filter berlangsung selama satu minggu secara bergantian dengan mengambil sampel airpada hari awal, tengah, dan akhir. Pada minggu pertama digunakan filter rumput laut dan arang,minggu kedua digunakan filter rumput laut, minggu ketiga digunakan filter arang dan minggu keempattanpa filter. Kualitas air yang diamati meliputi suhu, salinitas pH, alkalinitas, DO, nitrit, nitrat, TAN(total amoniak nitrogen), dan fosfat.

Page 3: KONDISI KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN KEPITING BAKAU ... · salinitas, pH, DO, alkalinitas, nitrit, TAN, nitrat, dan fosfat disajikan pada Tabel 1. Hasil uji statistik menunjukkan

783 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

Hewan uji diberi pakan setiap hari dengan ikan rucah sebanyak 5% dari bobot biomassa. Hewanuji yang digunakan adalah kepiting bakau dengan bobot rata-rata 46,11 g/ekor. Kepadatan hewan ujipada masa penelitian dipertahankan dengan mengganti setiap kepiting yang mati dengan kepitingyang baru.

Data kualitas air pada pengamatan hari awal, tengah dan akhir untuk setiap jenis filter dianggapsebagai ulangan untuk parameter pH, alkalinitas, nitrit, nitrat, TAN, dan fosfat. Adapun suhu, DO,dan salinitas ulangannya sesuai dengan jumlah ulangan pada setiap perlakuan dengan mengambilnilai rata-rata pada setiap ulangan. Untuk mengetahui adanya pengaruh antar perlakuan terhadapkualitas air yang diamati digunakan analisis ragam (ANOVA) yang dilanjutkan dengan uji jarak bergandaduncan jika perlakuan yang diberikan berpengaruh nyata (P<0,05). Analisis statistik menggunakanprogram excell 2007. Untuk mengetahui pengaruh jenis filter terhadap kualitas air (nitrit, TAN, nitrat,dan fosfat) dilakukan analisis deskriptif dengan bantuan grafik.

HASIL DAN BAHASAN

Hasil pengamatan kualitas air selama penelitian berdasarkan jenis filter untuk parameter suhu,salinitas, pH, DO, alkalinitas, nitrit, TAN, nitrat, dan fosfat disajikan pada Tabel 1.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa berbagai kepadatan yang diujicobakan tidak memberikanpengaruh yang nyata terhadap perbedaan kualitas air antar perlakuan untuk setiap jenis filter. Halini menunjukkan bahwa pemeliharaan kepiting bakau untuk kegiatan pembesaran sampai dengankepadatan 4 ekor/m2 pada bak dengan sistem resirkulasi pada berbagai jenis filter yang dicobakanmasih memungkinkan untuk dilakukan bila dilihat dari aspek kualitas air. Pemeliharaan dengan sistemresirkulasi dapat membantu dalam menjaga kualitas air selama pemeliharaan karena adanyaketersediaan filter. Lutz et al. (1998) mengemukakan bahwa sistem resirkulasi atau “re-use”

Gambar 1. Jenis dan posisi filter yang digunakan pada tandon selama penelitian(A = filter rumput laut + arang, B = rumput laut, C = arang, dan D= tanpa filter)

Gambar 2. Posisi bak pemeliharaan dan tandon pada sistem resirkulasiyang digunakan

Page 4: KONDISI KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN KEPITING BAKAU ... · salinitas, pH, DO, alkalinitas, nitrit, TAN, nitrat, dan fosfat disajikan pada Tabel 1. Hasil uji statistik menunjukkan

784Kondisi kualitas air pada pemeliharaan kepiting bakau ..... (Muhammad Nur Syafaat)

Tabel 1. Nilai rata-rata dan standar deviasi dari hasil pengukuran parameter Note : huruf yangsama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)

KO (± SD) K1 (± SD) K2 (± SD) K3 (± SD) K4 (± SD)

Rumput laut ± arang

Suhu (°C) 27,2 ± 0,42 27,12 ± 0,03a 27,15 ± 0a 27,17 ± 0,03a 27,2 ± 0a

Salinitas (ppt) 29 ± 2,83 29,37 ± 0,17a 29,5 ± 0a 29,25 ± 0,35a 29,5 ± 0a

pH 7,47 ± 0,46a 7,6 ± 0,37a 7,66 ± 0,32a 7,72 ± 0,27a 7,76 ± 0,24a

DO (mg/L) 4,91 ± 0,08 4,68 ± 0,18a 4,44 ± 0,03a 4,51 ± 0,12a 4,31 ± 0,02a

Alkalinitas (mg/L) 148 ± 4,22a 142,1 ± 2,43a 152 ± 4,22a 153,33 ± 6,44a 153,33 ± 6,44a

Nitrit (mg/L) 0,095 ± 0,02a 0,097 ± 0,01a 0,084 ± 0,02a 0,091 ± 0,02a 0,105 ± 0,01a

TAN (mg/L) 0,246 ± 0,04a 0,294 ± 0,07a 0,374 ± 0,25a 0,229 ± 0,07a 0,272 ± 0,07a

Nitrat (mg/L) 5,43 ± 1,43a 5,59 ± 1,49a 5,77 ± 2,22a 5,18 ± 1,39a 5,94 ± 2,08a

Fosfat (mg/L) 1,91 ± 0,73a 1,63 ± 0,51a 1,55 ± 0,61a 1,65 ± 0,50a 1,58 ± 0,59a

Rumput laut

Suhu (°C) 27,8 ± 0,76 27,71 ± 0,02a 27,76 ± 0a 27,78 ± 0,23a 27,76 ± 0a

Salinitas (ppt) 30 ± 1 30,66 ± 0,47a 30,83 ± 0,23a 30,66 ± 0,47a 30,83 ± 0,23a

pH 7,92 ± 0,23a 7,88 ± 0,32a 7,94 ± 0,22a 7,99 ± 0,17a 8,02 ± 0,18a

DO (mg/L) 4,7 ± 0,27 4,31 ± 0,11a 4,16 ± 0,27a 4,07 ± 0,06a 4,17 ± 0,03a

Alkalinitas (mg/L) 139 ± 11,16a 133,6 ± 10,62a 139 ± 19,33a 150,51 ± 17,05a 144,89 ± 17,05a

Nitrit (mg/L) 0,727 ± 0,56a 0,731 ± 0,56a 0,667 ± 0,48a 0,99 ± 0,87a 0,80 ± 0,62a

TAN (mg/L) 0,292 ± 0,09a 0,477 ± 0,28a 0,328 ± 0,11a 0,295 ± 0,14a 0,317 ± 0,12a

Nitrat (mg/L) 5,37 ± 2,17a 5,24 ± 1,96a 6,17 ± 2,79a 5,54 ± 1,75a 6,39 ± 2,54a

Fosfat (mg/L) 2,48 ± 0,30a 2,48 ± 0,31a 2,44 ± 0,31a 2,44 ± 0,31a 2,44 ± 0,31a

Arang

Suhu (°C) 27,2 ± 0,81 27,08 ± 0,02a 27,11 ± 0,02a 27,11 ± 0,02a 27,1 ± 0a

Salinitas (ppt) 30,7 ± 0,58 30,33 ± 0a 30,33 ± 0a 30,16 ± 0,23a 30 ± 0a

pH 7,62 ± 0,02a 7,65 ± 0,14a 7,67 ± 0,06a 7,69 ± 0,16a 7,75 ± 0,13a

DO (mg/L) 4,95 ± 0,34 4,55 ± 0,04a 4,63 ± 0,004a 4,30 ± 0,209a 4,28 ± 0,19a

Alkalinitas (mg/L) 117 ± 10,62a 116,8 ± 6,44a 114 ± 4,22a 122,38 ± 8,44a 116,75 ± 8,78a

Nitrit (mg/L) 0,49 ± 0,37a 0,46 ± 0,37a 0,48 ± 0,37a 0,50 ± 0,44a 0,57 ± 0,40a

TAN (mg/L) 0,203 ± 0,07a 0,295 ± 0,09a 0,274 ± 0,09a 0,304 ± 0,10a 0,300 ± 0,11a

Nitrat (mg/L) 5,39 ± 2,23a 5,42 ± 2,28a 5,35 ± 2,28a 4,74 ± 1,06a 5,41 ± 1,85a

Fosfat (mg/L) 3,05 ± 0,26a 3,08 ± 0,28a 3,09 ± 0,28a 3,09 ± 0,30a 3,09 ± 0,30a

Tanpa filter/kontrol

Suhu (°C) 27,7 ± 0,98 27,75 ± 0,02a 27,76 ± 0a 27,81 ± 0,02a 27,83 ± 0a

Salinitas (ppt) 30 ± 1 30,41 ± 0,11a 30,16 ± 0,23a 30,16 ± 0,47a 30 ± 0,23a

pH 7,7 ± 0,26a 7,76 ± 0,25a 7,73 ± 0,23a 7,66 ± 0,28a 7,7 ± 0,26a

DO (mg/L) 4,74 ± 0,25 4,61 ± 0,01a 4,35 ± 0,13a 4,34 ± 0,18a 4,17 ± 0,53a

Alkalinitas (mg/L) 107 ± 2,43a 112,5 ± 4,87a 110 ± 4,22a 111,13 ± 8,78a 115,35 ± 6,44a

Nitrit (mg/L) 0,98 ± 0,56a 0,90 ± 0,69a 0,86 ± 0,69a 0,89 ± 0,74a 0,85 ± 0,66a

TAN (mg/L) 0,405 ± 0,25a 0,378 ± 0,18a 0,455 ± 0,18a 0,495 ± 0,29a 0,436 ± 0,18a

Nitrat (mg/L) 6,38 ± 1,98a 5,75 ± 2,39a 5,94 ± 2,39a 5,35 ± 2,22a 5,45 ± 2,09a

Fosfat (mg/L) 3,18 ± 0,11a 3,21 ± 0,13a 3,23 ± 0,13a 3,29 ± 0,14a 3,26 ± 0,11a

ParameterPerlakuan

Page 5: KONDISI KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN KEPITING BAKAU ... · salinitas, pH, DO, alkalinitas, nitrit, TAN, nitrat, dan fosfat disajikan pada Tabel 1. Hasil uji statistik menunjukkan

785 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

mengandalkan sirkulasi air yang kontinu melalui filter mekanik atau biologi untuk menghilangkanpadatan-padatan dan menetralisir amoniak.

Jika melihat dari aspek kanibalisme, maka perlakuan dengan kepadatan e” 2 ekor/m2 tanpa sekatmasih perlu dipertimbangkan karena selama kegiatan penelitian terjadi pemangsaan pada kepitingbakau yang mengalami moulting meskipun telah disiapkan shelter berupa pipa yang dipotong-potong.Pemeliharaan kepiting e” 2 ekor/m2 pada sistem resirkulasi seperti yang dilakukan pada penelitianini perlu disiapkan sekat dalam bak sehingga tidak terjadi kontak antar kepiting untuk menghindarikematian akibat kanibalisme.

Meskipun semua parameter kualitas air yang diamati tidak berbeda nyata pada kepadatan yangberbeda namun parameter nitrit dan TAN cenderung mengalami peningkatan seiring denganbertambahnya kepadatan pada setiap jenis filter yang digunakan. Hal ini berkaitan dengan tingkatbuangan limbah yang semakin banyak pada budidaya dengan kepadatan yang lebih tinggi baikberupa sisa pakan maupun feses. Lutz et al. (1998) menjelaskan bahwa produk limbah yang berkaitandengan produksi ikan termasuk amonia dan padatan feses. Tambahan limbah dapat dihasilkan jikapakan yang diberikan tidak termakan. Meskipun parameter nitrit dan TAN cenderung mengalamipeningkatan seiring dengan bertambahnya kepadatan namun konsentrasinya masih pada kisaranyang aman untuk kegiatan budidaya (Tabel 2).

Nilai oksigen yang diperoleh selama penelitian pada berbagai kepadatan dan jenis filter cukupbaik yaitu > 4 mg/L sehingga layak untuk pemeliharaan kepiting bakau. Shelley & Lovatelli (2011)menyarankan konsentrasi oksigen > 5 mg/L namun dijelaskan bahwa kepiting bakau toleran padalevel oksigen yang rendah. Penambahan kepadatan menunjukkan pengaruh terhadap penurunan kadaroksigen terlarut pada pengamatan setiap jenis filter meskipun hasil uji statistik menunjukkan tidakberbeda nyata. Penurunan kadar oksigen pada bak dengan kepadatan yang lebih tinggi karena tingkatkonsumsi oksigen yang lebih banyak. Fujaya (2004) mengemukakan bahwa kandungan oksigen diair hanya 5% atau kurang dibanding kandungan oksigen di udara. Rendahnya kandungan oksigendalam air menyebabkan hewan air harus memompa sejumlah besar air ke permukaan insang untukmengambil oksigen.

Kenaikan pH melebihi batas yang dapat ditoleransi akan menyebabkan penyakit (alkalosis) ataustress. Alkalosis yang parah dapat menyebabkan kerusakan sel-sel epitel kulit dan insang. Amoniajuga akan meningkat toksisitasnya pada pH tinggi (Irianto, 2005). Pada penelitian ini, nilai pH masihpada kondisi yang baik untuk kegiatan budidaya dengan kisaran 7,18-8.21. Shelley & Lovatelli (2011)menyarankan sumber air dalam kegiatan budidaya kepiting bakau harus bebas dari polusi dengankisaran pH 7,5-8,5.

Peningkatan suhu akan diikuti oleh penurunan kelarutan sejumlah besar gas-gas dalam air (Irianto,2005). Selain suhu, gas-gas kurang terlarut dalam lingkungan air yang bergaram (salinitas tinggi),sehingga jika salinitas meningkat maka ketersediaan oksigen terlarut berkurang (Irianto, 2005). Nilaisuhu dan salinitas selama penelitian tergolong baik yaitu berkisar 26,5°C-28,4°C dan 27-32 ppt.Kathirvel et al. (1999) mengemukakan bahwa kisaran salinitas dari 15-35 ppt adalah kisaran yangoptimum untuk pertumbuhan dan sintasan yang lebih baik pada kepiting bakau dalam kegiatanbudidaya. Pada pemeliharaan larva, air laut yang difilter seharusnya memiliki kisaran salinitas 30-35ppt dan suhu air 27°C-29°C.

Nilai alkalinitas merupakan parameter kualitas air yang dapat menunjukkan kemampuan air dalammenjaga fluktuasi nilai pH. Effendi (2003) menjelaskan bahwa perairan dengan nilai alkalinitas tinggimemiliki sistem penyangga yang lebih baik terhadap perubahan pH. Walaupun fotosintesis berlangsungintensif, namun perubahan pH tidak terlalu besar. Selanjutnya dijelaskan bahwa penyusun alkalinitasyang utama dalam perairan adalah anion bikarbonat (HCO3

-), karbonat (CO32-), dan hidroksida (OH-)

di mana bikarbonat paling banyak terdapat pada perairan alami. Pengamatan nilai alkalinitas selamapenelitian menunjukkan adanya penurunan nilai alkalinitas yang konstan pada setiap pengamatanyang kemungkinan dipengaruhi oleh adanya penyerapan mineral tertentu selama proses moultingdan juga berkaitan dengan sistem resirkulasi yang digunakan. Lee & Wickins (1992) mengemukakanbahwa mineralisasi dari cangkang baru dipengaruhi oleh ketersediaan ion tertentu (kalsium,

Page 6: KONDISI KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN KEPITING BAKAU ... · salinitas, pH, DO, alkalinitas, nitrit, TAN, nitrat, dan fosfat disajikan pada Tabel 1. Hasil uji statistik menunjukkan

786Kondisi kualitas air pada pemeliharaan kepiting bakau ..... (Muhammad Nur Syafaat)

bikarbonat, dan pH) di perairan sekitarnya, dalam diet, dan pada hewan air tawar dari bahan yangdisimpan di dalam tubuh sebelum moulting, perubahan yang muncul dalam komposisi air selamabudidaya intensif dan terutama dalam system resirkulasi dapat memiliki pengaruh besar pada prosesmineralisasi dan pada kemampuan hewan untuk mengontrol pH darah.

Tabel 2 memberikan informasi tentang kisaran yang optimal pada beberapa parameter kualitasair untuk budidaya kepiting bakau.

Pengaruh Jenis Filter Terhadap Konsentrasi Nitrit, TAN, Nitrat, dan Fosfat

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pengaruh jenis filter terhadap konsentrasi nitrit, TAN,nitrat, dan fosfat maka ditampilkan kondisi kualitas air selama pemeliharaan berdasarkan jenis filterpada pengamatan awal, tengah, dan akhir (Gambar 3).

Kondisi kualitas air untuk parameter nitrit, TAN, nitrat, dan fosfat mengalami fluktuasi danperubahan yang cukup signifikan setelah dilakukan pergantian jenis filter (Gambar 3). Secara umumterlihat bahwa penggunaan filter pada minggu pertama sampai minggu ketiga efektif dalammenurunkan kadar nitrit dan TAN. Hal ini dibuktikan dengan naiknya kadar nitrit dan TAN padaminggu keempat pada saat tidak ada filter sama sekali. Pada minggu pertama dan ketiga yangmenggunakan filter arang menunjukkan adanya penurunan kadar nitrit dan TAN yang signifikandibandingkan dengan menggunakan filter rumput laut saja. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaanfilter arang lebih efektif dalam menurunkan kadar nitrit dan TAN dibandingkan dengan hanyamenggunakan rumput laut saja. Hasil penelitian Heasman & Fielder (1983) pada pemeliharaan larvakepiting bakau (Scylla serrata) secara resirkulasi dan salah satu filternya adalah arang mampumendukung kondisi lingkungan yang baik selama pemeliharaan sehingga diperoleh sintasan larvayang tinggi sampai pada fase krablet.

Pada saat menggunakan filter rumput laut saja terlihat bahwa nilai nitrit dan TAN mengalamikenaikan sampai dengan 1,85 mg/L untuk nitrit dan 0,8 mg/L untuk TAN pada pengamatan pertama(tengah) namun pada akhir pengamatan menunjukkan adanya penurunan. Kedua jenis filtermenunjukkan kemampuan dalam menurunkan kadar nitrit dan TAN sehingga kedua jenis filter dapatdipadukan secara bersama-sama untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif.

Parameter Kisaran optimal Frekuensi sampling

Dissolved oxygen (DO) > 5 mg/L* (kepiting bakau toleran pada level oksigen yang rendah)

Dua kali sehari

pH 7,5-9; < 0,5 variasi harian; Optimal sekitar 7,8* Dua kali sehari

Suhu 25°C-35°C Maksimum dan minimum mingguan

Salinitas 10-25 ppt untuk krablet Mingguan

Total ammonia nitrogen (TAN)

< 3 mg/L* (krablet memiliki toleransi terhadap amonia yang tinggi)

Pengamatan harian diperlukan

Un-ionized ammonia (NH3)

< 0,25 mg/L* (krablet memiliki toleransi pada amonia yang tinggi)

Pengamatan harian diperlukan

Nirit (NO2)< 10 mg/L pada salinitas > 15 ppt; < 5 mg/L

pada salinitas < 15 pptPengamatan harian diperlukan

Alkalinitas > 80 mg/L (idealnya 120 mg/L) Pengamatan harian diperlukan

Kesadahan > 2.000 mg/L* Pengamatan harian diperlukan

Hidrogen sulfida < 0,1 mg/L* Mingguan

Kekeruhan 20-30 cm* Harian

Tabel 2. Parameter kualitas air yang disarankan untuk pengelolaan tambak kepiting bakau

* K Kisaran untuk Penaeus monodon (digunakan untuk menyediakan petunjuk bagi petani)Sumber: Diadaptasi dari the Australian prawn farming manual (Anonym, 2006) dalam Shelley & Lovatelli (2011)

Page 7: KONDISI KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN KEPITING BAKAU ... · salinitas, pH, DO, alkalinitas, nitrit, TAN, nitrat, dan fosfat disajikan pada Tabel 1. Hasil uji statistik menunjukkan

787 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

Gambar 3. Fluktuasi kualitas air berdasarkan jenis filter pada awal, tengah,dan akhir pengamatan (A) nitrit, (B) TAN, (C) nitrat, (D) fosfat

Konsentrasi nitrat selama penelitian mengalami fluktuasi sedangkan fosfat cenderung mengalamipeningkatan. Nitrat tidak bersifat toksik yang akut kepada hewan-hewan akuatik meskipun padakonsentrasi yang besar, meskipun efek mengenai periode waktu yang diperpanjang belum bisadipastikan (Spotte, 1979). Konsentrasi nitrat sampai dengan 1.000 mg/L tidak memberikan efekterhadap pertumbuhan dari Japanese pearl oyster (Pinctada fucada) dengan pH air laut lebih besardari 8,05 (Kuwatani et al., 1975 dalam Spotte, 1979). Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapatdimanfaatkan oleh tumbuhan (Dugan, 1972 dalam Effendi, 2003). Fosfor juga merupakan unsuryang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan alga, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatasbagi tumbuhan dan alga akuatik, serta sangat memengaruhi tingkat produktivitas perairan (Effendi,2003).

Pertumbuhan

Kepadatan hewan uji pada masa penelitian dipertahankan dengan mengganti setiap kepitingyang mati dengan kepiting yang baru sehingga hal ini berkonsekuensi terhadap data pertumbuhankepiting yang dipelihara, khususnya pada perlakuan dengan kepadatan > 2 ekor/m2. Meskipundilakukan upaya untuk mengganti kepiting yang mati dengan ukuran yang hampir sama namuntidak semua pergantian kepiting memiliki ukuran yang hampir sama karena keterbatasan hewan ujiyang tersedia. Data pertumbuhan kepiting dengan kepadatan yang berbeda pada Tabel 3 digunakansebagai data pelengkap pada penelitian ini namun tidak bisa dijadikan acuan khususnya kepadatan> 2 ekor/m2, adapun pada kepadatan 1 ekor/m2 tidak terjadi pergantian kepiting selama penelitiansehingga dapat menunjukkan pertumbuhan kepiting yang dipelihara.

Page 8: KONDISI KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN KEPITING BAKAU ... · salinitas, pH, DO, alkalinitas, nitrit, TAN, nitrat, dan fosfat disajikan pada Tabel 1. Hasil uji statistik menunjukkan

788Kondisi kualitas air pada pemeliharaan kepiting bakau ..... (Muhammad Nur Syafaat)

KESIMPULAN

Kualitas air yang meliputi suhu, DO, pH, salinitas, alkalinitas, nitrit, TAN, nitrat, dan fosfat padaberbagai kepadatan tidak berbeda nyata (P>0,05) pada setiap jenis filter yang diujicobakan dan nilaiparameter kualitas air yang diamati masih pada kisaran yang baik untuk budidaya kepiting bakau.

Filter arang dengan volume bobot yang lebih besar dari rumput laut dengan perbandingan sekitar8:1 memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menurunkan kadar nitrit dan TAN dibandingkandengan menggunakan filter rumput laut saja. Pemeliharaan kepiting bakau secara resirkulasi padakondisi indoor sampai dengan kepadatan 4 ekor/m2 dapat mengunakan filter arang saja dan bisa jugadikombinasikan dengan filter rumput laut dengan memperhatikan jumlah organisme yang dipelihara,volume air dan berat filter arang dan rumput laut yang digunakan.

DAFTAR ACUAN

Anonim. (2002). Panduan praktis-singkap tabir penangkaran Lou han. Redaksi Trubus. Jakarta, 90hlm.

Effendi, H. (2003). Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumber daya dan lingkungan perairan. PenerbitKanisius. Yogyakarta, 258 hml.

Fujaya, Y. (2004). Fisiologi ikan: Dasar pengembangan teknik perikanan. PT Rineka cipta. Jakarta, 179hlm.

Heasman, M.P., & Fielder, D.R. (1983). Laboratory spawning and mass rearing of the mangrove crab,Scylla serrata (Forskal), from first zoea to first crab stage. Aquaculture, 34, 303-316.

Irianto, A. (2005). Patologi ikan teleostei. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta, 256 hlm.Kathirvel, M., Srinivasagam, S., & Kulasekarapandian, S. (1999). Manual on mud crab culture. Central

institute of brackishwater aquaculture – Indian council of agricultural research). Chennai, India,18 pp.

Lee, D.O., & Wickins, J.F. (1992). Crustacean farming. John wiley and sons, Inc. New York, 392 pp.Lutz, C.G., Richardson, W.B., & Bagent, J.L. (1998). Greenhouse tilapia production in Louisiana. Loui-

siana State University, 10 pp.Balasubrsmanian, C.P. (2008). Breeding and larva rearing of mudcrab. In Madhu, K., & Madhu, R.

Course Manual Winter School. On: Recent advances in breeding and larviculture of marine finfishand shellfish. Central Marine Fisheries Research Institute, Indian Council of Agricultural Research.Cochin, Kerala, India, p. 116-125.

Pantjara, B., Mansyur, A., & Parenrengi, A. (2012). Budidaya udang melalui integrated multitrophicaquaculture (IMTA). Dalam Pirzan, A.M., & Susianingsih, E. Petunjuk teknis Balai Penelitian danPengembangan Budidaya Air Payau. Maros, 25 hlm.

Shelley, C., & Lovatelli, A. (2011). Mud crab aquaculture – A practical manual. FAO Fisheries andaquaculture technical paper No. 567. Rome, 78 pp.

Spotte, S. (1979). Fish and invertebrate culture water management in closed systems. John wiley andSons, Inc. Canada, 179 pp.

K1 K2 K3 K4

Bobot awal rata-rata

Sampling minggu pertama 63,52 (4,83/6,55) 50,2 (4,21/6,17) 48,33 (4,35/6,13) 39,13 (4,05/5,69)

Sampling minggu kedua 102,64 (5,62/8,22) 51 (4,25/6,34) 53,29 (4,39/6,59) 39,54 (4,04/6,08)

Sampling minggu ketiga 103,6 (5,64/8,23) 49,42 (4,33/6,16) 49,62 (4,38/6,39) 46,6 (4,20/6,26)

Sampling minggu keempat 103,56 (5,62/8,19) 52,4 (4,25/6,34) 53,96 (4,58/6,87) 50,67 (4,29/6,31)

Bobot rata-rata (g/ekor) – (panjang/lebar karapaks (cm))*

46,11 (4,27/6,3)

Pengamatan

Tabel 3. Bobot rata-rata kepiting bakau yang di-sampling setiap minggu selamapemeliharaan

Catatan: * angka dalam kurung menunjukkan panjang/lebar karapak rata-rata (cm)