laporan ptpsp
DESCRIPTION
SAMPAHTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
PENYEHATAN TANAH DAN PENGELOLAAN SAMPAH PADAT-A
Disusun Guna Memenuhi Tugas Praktiukm Mata Kuliah Penyehatan Tanah dan
Pengelolaan Sampah Padat-A (PTPSP-A) Semester Ganjil (III)
Disusun Oleh :
1. Rindy Astike Dewanty
2. Riza Nurita A
3. Rizky Amalia Nur A
4. Santi Astuti
5. Santika Nugraheni
6. Selvi Sulistyaningrum
7. Siska Septiana
8. Sri Karyati
9. Sun Elsa Novita
10. Tomi Saputra
11. Waskitho Adiyoga
12. Yelly Atiefsa Narmala
P07133110083
P07133110084
P07133110085
P07133110086
P07133110087
P07133110088
P07133110090
P07133110091
P07133110092
P07133110093
P07133110094
P07133110095
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Praktikum Penyehatan Tanah dan Pengelolaan Sampah Padat-A
( PTPSP-A).
Penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bimbingan, pengarahan, dan
dukungan dari berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, untuk itu
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Hj. Lucky Herawati, SKM, Msc, selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Yogyakarta.
2. Tuntas Bagyono, SKM, M.Kes, selaku Ketua Jurusan Kesehatan
Lingkungan Politeknik Kesehatan Yogyakarta.
3. Sri Puji Ganefati SKM, M.Kes,YB.Kamat Kartono,Drs.Adib Suyanto
selaku dosen pengampu mata kuliah PTPSP-A Jurusan Kesehatan
Lingkungan Politeknik Kesehatan Yogyakarta.
4. Kedua orang tua yang telah memberikan bantuan dan doa.
5. Teman– teman kelas Non Regular angkatan 2010 Jurusan Kesehatan
Lingkungan Politeknik Kesehatan Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa di dalam laporan ini masih banyak kekurangan
dan ketidaksempurnaan, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun
senantiasa penulis harapkan.
Semoga laporan ini bermanfaat.
Yogyakarta, Desember 2011
Penulis
PRAKTIKUM 1
PENGAMBILAN SAMPEL TANAH SECARA KIMIA DAN
MIKROBIOLOGIS SERTA PEMERIKSAAN KUALITAS FISIK TANAH
Hari/tanggal : Senin,28 November 2011
A. Tujuan
1. Agar mahasiswa mampu melakukan pengambilan sampel tanah
secara kimia dan mikrobiologis.
2. Agar mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan kualitas fisik
tanah seperti : suhu,pH,dan kelembaban tanah.
B. Dasar Teori
Tanah (bahasa Yunani: pedon; bahasa Latin: solum) adalah bagian
kerak bumi yang tersusun dari mineral dan bahan organik. Tanah sangat
vital peranannya bagi semua kehidupan di bumi karena tanah mendukung
kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus sebagai
penopang akar. Struktur tanah yang berongga-rongga juga menjadi tempat
yang baik bagi akar untuk bernafas dan tumbuh. Tanah juga menjadi
habitat hidup berbagai mikroorganisme. Bagi sebagian besar hewan darat,
tanah menjadi lahan untuk hidup dan bergerak. Ilmu yang mempelajari
berbagai aspek mengenai tanah dikenal sebagai ilmu tanah. Tanah berasal
dari pelapukan batuan dengan bantuan organisme, membentuk tubuh unik
yang menutupi batuan. Proses pembentukan tanah dikenal sebagai
''pedogenesis''. Proses yang unik ini membentuk tanah sebagai tubuh alam
yang terdiri atas lapisan-lapisan atau disebut sebagai horizon tanah. Setiap
horizon menceritakan mengenai asal dan proses-proses fisika, kimia, dan
biologi yang telah dilalui tubuh tanah tersebut.
Pengambilan sampel tanah dilakukan secara kimia dan
mikrobiologis. Perbedaannya terletak pada teknik pengambilan sampel
tanah,untuk pengambilan tanah secara mikrobiologis dilakukan secara
aseptis supaya sampel tanah yang diambil steril. Pengambilan sampel
tanah merupakan tahapan terpenting di dalam program uji tanah. Analisis
kimia dari contoh tanah yang diambil diperlukan untuk mengukur kadar
hara, menetapkan status hara tanah dan dapat digunakan sebagai petunjuk
penggunaan pupuk dan kapur secara efisien, rasional dan menguntungkan.
Pemeriksaan kualitas fisik tanah yang dilakukan meliputi : suhu,pH dan
kelembaban tanah. Suhu atau disebut temperatur tanah menunjukkan
derajat panas dari tanah tersebut. Suhu tanah berpengaruh terhadap
penyerapan air. Makin rendah suhu, makin sedikit air yang di serap oleh
akar, karena itulah penurunan suhu tanah mendadak dapat menyebabkan
kelayuan tanaman. Pada stasiun Agroklimatologi pengukuran suhu tanah
di lakukan dalam berbagai kedalaman, yaitu : 5;10;20;50; dan 100 cm di
atas permukaan tanah. Pengukuran di lakukan pada areal terbuka.
Pengukuran suhu dilakukan dengan termometer.Kelembaban tanah
merupakan konsentrasi uap air yang terkandung dalam tanah.
Kelembaban tanah diperiksa dengan menggunakan hygrometer. pH
tanah menunjukkan derajat keasaman tanah atau keseimbangan antara
konsentrasi H+ dan OH- dalam larutan tanah. Apabila konsentrasi H+ dalam
larutan tanah lebih banyak dari OH- maka suasana larutan tanah menjadi
asam, sebalikya bila konsentrasi OH- lebih banyak dari pada konsentrasi
H+ maka suasana tanah menjadi basa. pH tanah sangat menentukan
pertumbuhan dan produksi tanaman makanan ternak, bahkan berpengaruh
pula pada kualitas hijauan makanan ternak. pH tanah yang optimal bagi
pertumbuhan kebanyakan tanaman makanana ternak adalah antara 5,6-6,0.
Pada tanah pH lebih rendah dari 5.6 pada umumnya pertumbuhan tanaman
menjadi terhambat akibat rendahnya ketersediaan unsur hara penting
seperti fosfor dan nitrogen. Bila pH lebih rendah dari 4.0 pada umumnya
terjadi kenaikan Al3+ dalam larutan tanah yang berdampak secara fisik
merusak sistem perakaran, terutama akar-akar muda, sehingga
pertumbuhan tanaman menjadiaa terhambat. Selain itu pH tanah rendah
memungkinkan terjadinya hambatan terhadap pertumbuhan
mikroorganisme yang bermanfaat bagi proses mineralisasi unsur hara
seperti N dan P dan mikroorganisme yang berpengaruh pada pertumbuhan
tanaman. Pengukuran pH tanah bisa dilakukan dengan beberapa cara yaitu
dengan kertas lakmus, pH indikator dan pH soil tester. Pengukuran yang
paling akurat adalah menggunakan pH soil tester.
C. Alat
1.Pengambilan sampel tanah untuk pemeriksaan kualitas fisik
a. Auger/bor tangan
b. Sekop kecil
c. pH soil tester
d. APD (sarung tangan, sepatu boot, topi kerja, masker)
e. Alat tulis
2.Pengambilan sampel tanah secara kimia dan mikrobiologis
a. Auger / bor tangan
b. Sekop kecil
c. Plastik pembungkus pliptop vol.2 kg
d. APD ( sarung tangan, sepatu boot, masker, topi kerja )
e. Alat tulis
f. Box sampel
g. Kertas label
D. Langkah Kerja
1. Pengambilan sampel tanah secara kimia dan mikrobiologis
a. Melakukan pengambilan sampel tanah dengan menggunakan auger
atau bor tangan dengan kedalaman 15-25 cm.
b. Mengambil tanah yang ada pada auger atau bor tangan dengan
menggunakan sekop kecil.
c. Memasukkan tanah yang sudah diambil ke dalam plastic pliptop
sebanyak 100 gram.
d. Memberi label pada kemasan sampel, dengan rincian :
1) Tanggal pengambilan sampel :………………………….
2) Lokasi pengambilan sampel :………………………….
3) Jenis sampel :padatan/sampah/tanah
4) Jenis pemeriksaan :fisik/kimia/mikrobiologi dan
parasitologi
5) Nama petugas :…………………………
6) Tanda tangan petugas : ………………………...
e. Memasukkan kemasan sampel yang sudah diberi label ke dalam
box sampel.
2. Pengambilan sampel tanah untuk pemeriksaan kualitas fisik
a. Melakukan pengeboran tanah dengan menggunakan auger atau bor
tangan dengan kedalaman 15-25 cm.
b. Melakukan pengukuran suhu dan kelembaban dengan
menggunakan thermometer dan hygrometer dan mencatat hasilnya.
c. Melakukan pengukuran pH tanah dengan menggunakan pH soil
tester dengan cara :
1) Membasahi tanah yang akan diukur pH nya.
2) Menancapkan pH soil tester ke dalam lubang tanah
sampai garis berwarna kuning
3) Menekan tombol berwarna putih pada dinding pH soil
tester
4) Menunggu jarum yang terdapat pada pH soil tester
berhenti
5) Melakukan pencatatan hasil pengukuran pH tanah.
E.Hasil Pengamatan
Setelah dilakukan pemeriksaan kualitas fisik tanah ,didapatkan hasil sebagai
berikut :
pH tanah = 5
F.Pembahasan
Pengambilan sampel tanah dilakukan didepan ruang hyperkes sebelah
utara sedikit. Dalam menentukan lokasi pengambilan sampel sebaiknya titik
pengambilan sampel tanahnya terbuka dalam artian tidak mengambil sampel
tanah dari galengan, selokan, bibir teras, tanah tererosi sekitar rumah dan jalan,
bekas pembakaran sampah/ sisa tanaman/ jerami, bekas penimbunan pupuk,
kapur dan bahan organic, dan bekas penggembalaan ternak. Sebelum dilakukan
pengambilan sampel tanah , permukaan tanah yang akan diambil sampel
tanahnya harus dibersihkan terlebih dahulu dari rumput- rumputan, sisa
tanaman, bahkan organic/ serasah, dan batu- batuan atau kerikil.Selain itu alat-
alat yang digunakan bersih dari kotoran- kotoran dan tidak berkarat. Kantong
plastic yang digunakan sebaiknya masih baru, belum pernah dipakai untuk
keperluan lain. pH tanah yang diperiksa = 5 menunjukkan bahwa kondisi tanah
tersebut asam, kurang baik untuk pertumbuhan tanaman yang ada, untuk
pertumbuhan tanaman yang baik pH tanah mendekati netral (tujuh).
G.Kesimpulan
Setelah dilakukan pemeriksaan kualitas fisik tanah diperoleh hasil bahwa
sampel tanah yang diperiksa pH = 5 yang menunjukkan kondisi tanah tersebut
kurang baik untuk pertumbuhan tanaman karena terlalu asam.
PRAKTIKUM 2
PEMBUATAN BRIKET
Hari dan Tanggal : Senin, 05 Desember 2011
A. Tujuan
1. Agar mahasiswa mampu membuat briket
2. Agar mahasiswa mengetahui perbandingan/campuran briket yang efektif
B. Dasar Teori
Bahan bakar adalah istilah popular media untuk menyalakan api.
Bahan bakar dapat bersifat alami (ditemukan langsung dari alam), tetapi juga
bersifat buatan (diolah dengan teknologi maju). Bahan bakar alami misalnya
kayu bakar, batubara dan minyak bumi. Bahan bakar buatan misalnya gas
alam cair dan listrik. Sebenarnya listrik tidak dapat disebut sebagai bahan
bakar karena langsung menghasilkan panas. Panas inilah yang sebenarnya
dibutuhkan manusia dari proses pembakaran, disamping cahaya akibat
nyalannya (Ismun, 1993).
Saat ini biaya yang dibutukan untuk mendapatkan bahan bakar makin
lama makin mahal. Makin tinggi teknologi yang digunakan untuk mengolah
bahan bakar, maka makin mahal harganya. Demikian pula, makin langka
bahan baku yang dipakai untuk menghasilkan bahan bakar, maka harganya
akan semakin mahal. Akibat langsung jika menggunakan bahan bakar
semacam ini adalah biaya hidup tinggi sehingga tidak banyak orang ang
mapu memanfaatkannya. Gas alam yang dicairkan, misalnya LNG tidak
banyak terjangkau oleh masayarakat desa atau pedagan-pedagang kecil yang
memerlukan bahan bakar (Anonimous, 2000).
Tempurung kelapa terletak dibagian dalam kelapa setelah sabut. Pada
bagian pangkal tempurung terdapat 3 buah lubang tubuh (ovule) yang
menunjukkan bahwa bakal buah asalnya berlubang 3 dan yang tumbuh
biasanya satu buah.
Tempurung merupakan lapisan yang keras dengan ketebalan antara 3
mm sampai 5 mm. Sifat kerasnya disebabkan oleh banyaknya kandungan
silikat (SiO2) yang terdapat pada tempurung tersebut. Tempurung kelapa
banyak mengandung lignin, methoxyl yang hampir sama dengan yang ada
pada kayu. Pada umumnya, nilai kalor yang terkandung dalam tempurung
kelapa berkisar antara 18200 kJ/kg hingga 19338,05 kJ/kg (Palugkun, 1999).
Briket bioarang adalah gumpalan-gumpalan atau batangan-batangan
arang yang terbuat dari bioarang (bahan lunak). Bioarang diolah menjadi
bahan yang sebenarnya termasuk bahan lunak yang dengan proses tertentu
diolah menjadi bahan arang keras dengan bentuk tertentu. Kualitas dari
bioarang ini tidak kalah dengan batubara atau bahan bakar jenis arang
lainnya. Pembuatan briket arang dari limbah pertanian dapat dilakukan
dengan menambah bahan perekat, dimana bahan baku diarangkan terlebih
dahulu kemudian ditumbuk, dicampur perekat, dicetak dengan sistem hidrolik
maupun manual dan selanjutnya dikeringkan. Penggunaaan bahan perekat
dimaksudkan unuk menarik air dan mebentuk tekstur yang padat atau
mengikat dua substrat yang direkatkan. Dengan adanya bahan perekat masa
susunan partikel semakin baik, teratur dan lebih padat sehingga dalam proses
pencetakan keteguhan tekan dan arang briket akan semakin baik. Dalam
penggunaan bahan perekat harus memperhatikan faktor ekonomis maupun
non ekonomisnya (Silalahi, 2000)
Biorang ini memberikan keuntungan yaitu biayanya amat murah. Alat
yang digunakan untuk pembuatan briket bioarang cukup sederhana dan bahan
bakunya pun sangat murah, bahkan tidak perlu membeli karena berasal dari
sampah, limbah pertanian yang tidka digunakan lagi. Bahan baku untuk
pembuatan arang umumnya tlah tersedia disekitar kita. Briket bioarang dalam
penggunaannya menggunakan tungku yang relatif kecil dibandingkan tungku
lainnya (Andry, 2000).
C. Alat dan Bahan :
1. Alat
a. Bahan organik yang dapat terbakar (batok kelapa)
b. Air
c. Tepung kanji
2. Bahan
a. Drum
b. Minyak tanah
c. Korek api
d. Pengaduk
e. Kompor
f. Penumbuk
g. Ayakan
h. Panci
i. Pencetak briket
D. Cara Kerja :
1. Memasukan bahan- bahan organik dalam drum dan memberi minyak
tanah
2. Membakar bahan-bahan organik dan mengaduknya sampai rata
3. Menutup drum dengan tidak rapat agar bahan organik tersebut tidak
menjadi abu (tetap menjadi arang)
4. Drum tersebut disiram air agar menjadi dingin dan kemudian
memindahakan arang ke penumbuk
5. Arang ditumbuk sampai halus dan disaring / diayak
6. Membuat lem dengan cara memanaskan campuran tepung kanji
dengan air
7. Lem yang telah jadi dicampur dengan arang yang telah ditumbuk dan
diayak
8. Lem dan arang terus dicampur sampai rata dan partikel arang saling
menempel satu sama lain
9. Memasukan campuran lem dan arang tersebut ke dalam cetakan dan
kemudian dikeringkan, dapat dijemur dibawah sinar matahari atau
dioven.
10. Briket siap digunakan.
E. Pembahasan
Pada pembuatan briket kami menggunakan bahan dasar tempurung
kelapa. Selanjutnya tempurung kelapa dibakar untuk dijadikan menjadi arang.
Tempurung yang sudah menjadi arang ditumbuk hingga dianggap halus, lalu
diayak untuk memisahkan tumbukan arang yang masih berukuran besar.
Lem ini dibuat dengan campuran tepung kanji dan air yang
dipanaskan. Campuran antara air dan tepung kanji ini dibuat sampai
campuran tidak encer dan tidak terlalu menggumpal.
Arang yang sudah diayak kemudian dicampur dengan lem.
Perbandingan antara lem dan arang, sebaiknya lebih banyak arangnya karena
hasilnya akan lebih bagus. Jika lem yang digunakan terlalu banyak maka
briket akan mengahsilakan banyak asapa jika digunakan. Cetak campuran lem
dan juga arang dengan penutup pipa. Hasil cetakan selanjutnya dikeringkan
dibawah sinar matahari langsung, bisa 2-3 hari atau jika cuaca tidak
mendukung bisa 5-7 hari pengeringan atau bisa dengan teknik pengovenan.
F. Kesimpulan
1. Briket dibuat dari campuran arang yang ditumbuk dengan lem (kanji +
air). Lem yang digunakan sebagai perekat. Campuran lem dan juga arang,
lebih banyak arangnya untuk mendapatkan hasil briket yang baik dan agar
tidak menjadi campuran briket yang menimbulkan banyak asap jika
digunakan.
2. Briket dikatakan baik apabila setelah pengeringan briket memiliki tekstur
yang keras dan tidak kenyal atau tidak hancur saat dipencet/digenggam
dengan tangan.
PRAKTIKUM 3
PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK SEBAGAI BAHAN DASAR
KOMPOS
Hari dan Tanggal : Selasa, 06 Desember 2011
A. Tujuan
1. Mahasiswa mampu melakukan pengelolaan sampah organik
2. Mahasiswa mampu mengolah sampah organik menjadi kompos
B. Dasar teori
Kompos adalah bahan-bahan organik (sampah organik) yang telah
mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme
(bakteri pembusuk) yang bekerja di dalamnya. Bahan- bahan organik tersebut
seperti dedaunan, rumput, jerami, sisa-sisa ranting dan dahan, kotoran hewan,
rerontokan kembang, air kencing dan kotoran hewan dan lain-lain. Adapun
kelangsungan hidup mikroorganisme tersebut didukung oleh keadaan
lingkungan yang basah dan lembab.
Kompos yang telah diolah menjadi pupuk dapat memberikan berbagai
manfaat sebagai menyedikan unsur hara mikro bagi tanaman, mengemburkan
tanah, memperbaiki struktur dan tekstur tanah, meningkatkan porositas,
aerasi, dan komposisi mikroorganisme tanah, meningkatkan daya ikat tanah
terhadap air, memudahkan pertumbuhan akar tanaman.
Faktor yang mempengaruhi pembentukan kompos pertama bahan baku
sebagai bahan baku kompos menjadi sangat penting, sebab memanfaatkan
kekayaan alam yang semula terbuang. Meski hampir semua bahan organik
bisa dimanfaatkan, tetapi beberapa diantaranya tidak boleh digunakan dalam
pembuatan kompos sebab bisa menimbulkan bau busuk dan mengandung
bibit penyakit pes. Berikut beberapa contoh bahan yang harus dihindari:
daging, tulang, dan duri-duri ikan, produk-produk yang berasal dari susu,
sisa-sisa makanan berlemak, kotoran hewan peliharaan, arang, abu arang, abu
rokok, potongan tanaman tua/rerumputan yang telah tercemari barang-barang
kimia atau terkena hama.
Kedua suhu, kestabilan suhu (mempertahankan panas) pada suhu ideal
(40-50 derajat ) sangat penting dalam pembuatan kompos. Salah satu caranya
dengan menimbun bahan sampai ketinggian tertentu, idealnya 1,25-2m.
Timbunan yang terlalu pendek atau rendah akan menyebabkan panas
mudah/cepat menguap.
Ketiga nitrogen, nitrogen adalah zat yang dibutuhkan bakteri
penghancur untuk tumbuh dan berkembang biak, timbunan bahan kompos
yang kandungan nitrogennya terlalu sedikit (rendah) tidak menghasilkan
panas sehingga pembusukan bahan-bahan menjadi sangat terhambat, oleh
karena itu, semua bahan dengan kadar C/N yang tinggi, misalnya kayu, biji-
bijian yang keras, dan tanaman menjalar, harus dicampur dengan bahan-
bahan yang berair. Pangkasan daun dari kebun dan sampah-sampah lunak dari
dapur sangat tepat digunakan sebagai bahan pencemar. Apabila tidak tersedia
bahan-bahan yang mengandung nitrogen, bahan kompos bisa ditambah
dengan berbagai pupuk organik, misalnya pupuk kandang.
Keempat kelembaban, kelembaban didalam timbunan kompos mutlak
harus dijaga. Kelembaban yang tinggi (bahan dalam keadaan becek) akan
mengakibatkan volume udara menjadi berkurang. Makin basah timbunan
bahan maka kegiatan mengaduk harus makin sering dilakukan, dengan
demikian volume udara terjaga stsbilitasnya dan pembiakan bakteri anaerobik
bisa dicegah.
Timbunan kompos akan mulai berasap saat panas mulai timbul. Pada
bagian tengah mungikin menjadi kering, jika proses ini terjadi, proses
pembusukan bisa berhenti secara mendadak. Untuk mencegah keadaan ini,
panas dan kelembabnan dalam timbunan bahan perlu dikontrol. Caranya
dengan menusukan tongkat kedalam timbunan. Jika tongkat itu hangat dan
basah, serta tidak tercium bau busuk berarti proses pengkomposan telah
berjalan baik.
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Komposter (ember plastik volume 40lt)
b. Pisau
c. Balok kayu alas pemotong sampah
d. Plastik transparan
e. Pipa PVC ¼ Inchi panjang @ 1,5 m
f. Tali rafia
2. Bahan
a. Sampah organik dedaunan
b. Kotoran sapi kering / kompos
c. Kapur tohor
d. Air + EM4
D. Cara Kerja
1. Melakukan pemotongan sampah organik dengan ukuran antara 2–5 cm
sebanyak 3000 gr
2. Memasukkan pipa PVC secara tegak lurus (tepat di tengah-tengah)
sebelum bahan-bahan pembuatan kompos dimasukkan
3. Memasukan sampah yang sudah dipotong–potong ke dalam komposter
sebanyak 3000 gr atau setinggi 30 cm
4. Menambahkan kotoran sapi kering di atas sampah, atau inokulan sebanyak
300 gr atau setinggi 3 cm
5. Memerciki sampah dengan larutan EM4 + air 250 ml hingga terlihat basah
6. Menaburkan dengan merata kapur tohor sebanyak 100 gr atau setinggi 1-2
mm saja
7. Memasukkan kembali sampah/bahan baku (jika wadah/tempat masih
memungkinkan).
8. Menutup komposter dengan plastik transparan yang diberi lubang di
tengah-tengahnya dengan luas alas pipa PVC
9. Melakukan pengamatan pengamatan pada kompos. Jika sampah organik
menimbulkan panas maka, bisa dipastikan akan menjadi kompos. Namun,
jika tidak menimbulkan panas maka sampah organik tersebut tidak akan
menjadi kompos.
10. Setelah 1 minggu, melakukan pengadukan hingga homogen, jika sampah
organik kering maka perciki dengan air hingga terlihat basah.
11. Menutup kembali ember/wadah dengan penutup/plastik. Setiap 3x dalam
1 hari, kompos harus di bolak-balik.
12. Setelah menjadi sampah organik menjadi kompos, bisa diayak untuk
dikemas/dijual.
E. Hasil Praktikum dan Pembahasan
Bahan dasar yang kami gunakan pada pembuatan kompos kali ini
adalah bahan organik berupa daun tumbuhan kering (kecoklatan) dan daun
tumbuhan basah (hijau). Daun-daun tersebut kami campur menjadi satu
dengan perbandingan 1:1, kemudian kami cacah menjadi ukuran ± 2-5 cm.
Selanjutnya campuran sampah organik dimasukkan ke dalam ember yang
sudah diberikan pipa PVC berlubang, setinggi ± 30 cm (dalam praktikum
kami hanya 15 cm, karena ember tidak mencukupi untuk mencapai 30 cm).
Diatasnya kemudian kami masukkan inokulan berupa kotoran sapi,
sekitar 3 cm. Bio aktivator dipercikkan diatas kotoran sapi, sampi terlihat
basah. Bio aktivator yang kami gunakan adalah EM4 (berwarna kecoklatan).
Kapur tohor selanjutnya ditaburkan saja (karena kebutuhan kapur ini juga
sedikit). Jika kapur tohor terlalu banyak akan menyebabkan kompos menjadi
warna putih, padalah kompos yang bagus adalah yang berwarna coklat
kehitaman.
Dalam praktikum kami hanya membuat1 lapisan sampah organik
untuk kompos, karena kapasitas untuk 1 lapis saja, ember/wadah sudah
hampir penuh. Lapisan ini kemudian kami menutup dengan plastik yang rapat
dan diberikan lubang untuk masuk pipanya, agar udara dari lubang pipa tetap
bisa masuk.
Dengan praktikum ini diharapkan mahasiswa mampu menangani
permasalahan sampah organik dan mengurangi dampak dengan cara
pembuatan kompos.
F. Kesimpulan
Dari hasil praktik tersebut dapat disimpulkan bahwa sampah organik
dapat di olah menjadi kompos yang dapat mengurangi pencemaran
lingkungan terutama pada rumah tangga, proses pembuatan kompos ini juga
cukup mudah dan bahan-bahannya mudah didapatkan dengan memanfaatkan
sampah-sampah organik seperti dedaunan, rumput, jerami, sisa-sisa ranting
dan dahan, kotoran hewan, rerontokan kembang, air kecing dan kotoran
hewan, dan lain-lain.
PRAKTIKUM 4
PEMANTAUAN KEPADATAN LALAT di TPS / TPA
Hari dan tanggal : Senin, 12 Desember 2011
A. Tujuan
1. Mahasiswa mampu melakukan pemantauan kepadatan lalat di TPS dan
TPA
2. Mahasiswa dapat membuat interpretasi data dan rekomendasi hasil
pengukuran kepadatan lalat
B. Dasar Teori
Lalat merupakan salah satu insekta ordo diptera, yaitu insekta yang
mempunyai sepasang sayap berbentuk membran. Lalat dari genus Musca,
Fannia, Phaenicia, Calliphoara, Phormia dan Tomoxis, sering disebut
sebagai lalat domestik, karena hidup di dekat manusia. Lalat sebagai vektor
penyakit secara mekanik, terutama penyakit saluran pencernaan makanan.
Lalat bersarang dan berkembangbiak di tempat yang terdapat bahan
organik, seperti sampah. Telur diletakkan pada bahan organik yang lembab.
Lalat betina bertelur setelah berumur 3-23 hari, tergantung pada suhu dan
makanan yang tersedia. Setiap kali bertelur antara 100-150 butir dan mampu
bertelur sebanyak 2-4 kali. Setelah 8-30 jam telur menetas menjadi larva
(meggot/made), kemudian tumbuh dengan cepat antara 3-14 hari. Setelah
larva cukup besar, pindah ke tempat yang kurang lembab dan menjadi
kepompong (pupa). Bila sarang sangat lembab/ basah, larva akan masuk ke
dalam tanah / bawah papan / daun/ rumput kering, akan menjadi pupa, 3-10
hari kemudian. Minimal penyelesaian matamorfosa selama ±30 hari.
Pada waktu hinggap, lalat mengeluarkan ludah dan feses yang akan
membentuk titik-titik hitam, dimana sangat penting untuk mengenal tempat
istirahat lalat. Tempat istirahat lalat sangat berdekatan dengan makanan atau
tempat berkembangbiaknya yang terlindung dari angin. Lalat merupakan
serangga fototropik, yaitu menyukai sinar. Pada malam hari lalat tidak aktif,
namun dengan adanya sinar buatan lalat akan menjadi aktif kembali.
Pemantauan kepadatan lalat dilakukan untuk merencanakan upaya
pengendalian. Penentuan kepadatan lalat, lebih tepat dilakukan pada lalat
dewasa bila dibandingkan pengukuran larva lalat. Cara pemantauan
kepadatan lalat yang paling murah dan mudah menggunakan Fly grill (fly
grill suvey). Fly grill dapat dibuat dari bilah kayu lebar 2 cm, tebal 1 cm
dengan panjang masing-masing 80 cm, sebanyak 16-24 buah. Bilah-bilah
yang ada dibentuk sejajar dengan jarak 1-2 cm.
Pemantauan kepadatan lalat diperlukan untuk melindungi masyarakat
dari gangguan yang ditimbulkan oleh lalat maka sasaran lokasi yang di ukur
adalah yang berhubungan keberadaan manusia. Sasaran lokasi yang diukur
antara lain :
1. Pemukiman penduduk
2. Tempat-tempat umum (pasar, terminal, rumah makan, dsb).
3. Tempat penyimpanan sampah sementara (TPS)
4. Tempat pembuangan akhir sampah (TPA)
Interpretasi hasil pengukuran kepadatan lalat tiap lokasi atau blok grill adalah sebagai berikut :
Hasil pengukuran Interpretasi0-2 Tidak menjadi masalah (rendah)
3-5 Populasi sedang, perlu dilakukan penanganan tempat
berkembangbiaknya lalat (sampah, kotoran hewan, dll)
6-20 Populasinya padat, perlu dilakukan penanganan tempat
berkembangbiaknya lalat dan bila mungkin
direncanakan upaya pengendaliannya.
>20 Populasinya sangat padat, perlu dilakukan penanganan
terhadap tempat berkembangbiak lalat, serta diadakan
tindakan pengendalian
Pada tempat-tempat khusus seperti Rumah Sakit, Restoran dan Hotel disarankan tidak ada satu ekor lalat.
C. Alat dan bahan
1. Blok grill
2. Counter
3. Alat tulis
4. APD
D. Cara kerja
1. Meletakkan blok grill pada tempat yang telah ditentukan. Untuk titik
pertama (T1) diletakkan di tengah-tengah TPS, selanjutnya di sekitar TPS
dengan jarak ±1 m dari titik tengah sebanyak 2 titik (T2 dan T3).
2. Sebelum memulai penghitungan lalat, mengusir lalat yang ada di blok
grill. Lalu menghitung dan mencatat jumlah lalat yang hinggap selama 30
detik.
3. Mengulangi penghitungan sebanyak 10 kali disetiap titik.
4. Membuat rata-rata dari 5 perhitungan tertinggi dan mencatatnya.
5. Rata-rata hasil perhitungan yang ada merupakan Indek/ kepadatan lalat.
E. Hasil Perhitungan
TitikPengukuran 30 detik ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Titik 1 4 5 3 3 3 5 7 0 4 3
Titik 2 5 2 3 5 5 6 5 5 2 6
Titik 3 8 6 8 3 7 5 3 4 5 1
F. Perhitungan
1. Titik 1 ¿ 4+4+5+5+75
¿5
2. Titik 2 ¿ 5+5+5+6+65
¿6
3. Titik 3 ¿ 5+6+7+8+85
¿7
Hasil pengukuran kepadatan lalat ¿ 5+6+73
¿6
G. Pembahasan
Praktek kepadatan lalat dilakukan di TPS kampus Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta. Dan kelompok kami memilih 3 titik untuk mengukur kepadatan
lalat di tempat tersebut,dimana titik tersebut antara lain 2 titik sudut depan
dan 1 titik bagian tengah. Pengukuran kepadatan lalat menggunakan counter,
stopwatch, blok grill, dan alat tulis. Kepadatan lalat paling banyak berada
pada titik 3 yaitu 7 ekor/blokgrill.
H. Kesimpulan
Kepadatan lalat di TPS kampus Poltekkes Kemenkes Yogyakarta adalah:
1. Titik 1 = 5 ekor/ blokgrill., menunjukkan populasi sedang, dengan
interpretasi perlu dilakukan penanganan tempat berkembangbiaknya lalat
(sampah, kotoran hewan, dll)
2. Titik 2 = 6 ekor/ blokgrill., menunjukkan populasinya padat, dengan
interpretasi perlu dilakukan penanganan tempat berkembangbiaknya lalat
dan bila mungkin direncanakan upaya pengendaliannya.
3. Titik 3 = 7 ekor/ blokgrill., menunjukkan populasinya padat, dengan
interpretasi perlu dilakukan penanganan tempat berkembangbiaknya lalat
dan bila mungkin direncanakan upaya pengendaliannya.
4. Hasil pengukuran kepadatan lalat di TPS kampus Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta adalah 6 ekor, menunjukkan populasi padat sehingga perlu
dilakukan penanganan tempat berkembangbiaknya lalat dan bila mungkin
direncanakan upaya pengendaliannya.
PRAKTIKUM 5
PEMBUATAN INOKULAN
Hari dan tanggal : Selasa, 13 Desember 2011
A. Tujuan
1. Mahasiswa mampu membuat inokulan untuk biostater
2. Mahasiswa mampu memanfaatkan bahan-bahan organik dalam pembuatan
inokulan
B. Dasar teori
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik
maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator
pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain PROMI (Promoting
Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko
Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism)atau
menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap
aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri.
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah
dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang
terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam
bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara
anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara
dalam mendegradasi bahan organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat
dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai
upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga
produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari
pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan
kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali
tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai
pasca penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi
penggunaan pupuk kimia.
Bahan baku pengomposan adalah semua material orgaengandung
karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota,
lumpur cair dan limbah industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan
yang umum dijadikan bahan baku pengomposan.
C. Alat dan Bahan
1. Pisau
2. Gelas dan sendok
3. Botol transparan/botol bekas air mineral
4. Tempe
5. Gula
6. Air
D. Cara Kerja
1. Melarutkan 1 sdt gula kedalam 1 gelas air matang
2. Mengiris tipis tempe
3. Memasukkan larutan gula kedalam botol dan memasukkan irisan bahan
diatas. 1 botol untuk 1 macam bahan yang telah diiris. Di tutup rapat-rapat
4. Menggojok botol hingga homogen
5. Mendiamkan selama 2 hari (2x24jam) dengan keadaaan tutup sedikit
terbuka
6. Setelah itu itu memisahkan air dengan ampasnya dengan cara disaring
7. Mencampurkan masing-masing air dari seluruh bahan menjadi satu agar
bakteri yang terkandung lebih beragam
E. Hasil Kerja dan Pembahasan
Kami memakai tempe untuk bahannya kemudian dimasukkan kedalam
botol yang telah ada airnya setelah itu digojok hingga homogen. Campuran
didiamkan selama 2x24 jam untuk memaksimalkan proses pembentukan
bakteri dalam inokulan. Pada waktu 2 hari perlakuan tersebut, botol tidak
ditutup rapat untuk memasukan udar ke dalam botol. Tapi, tutup botol tidak
dibuka secara penuh karena justru akan memasukkan bakteri-bakteri yang ada
di udara dan akan menghambat proses pertumbuhan bakteri dalam inokulan.
Setelah 2x24 jam ampas tempe disaring untuk mendapatkan larutan
yang sudah berisikan bakteri. Larutan tersebut kemudian dicampur dengan
larutan yang lain dengan bahan dasar yang berbeda, agar kandungan bakteri
dalam larutan menjadi lebih berragam.
F. Kesimpulan
Pembuatan inokulan memerlukan waktu 2 hari. Warna yang ditimbulkan
putih kekuningan, berbusa dan bau.
PRAKTIKUM 6
LAPORAN KUNJUNGAN ke BATAN
(Badan Tenaga Nuklir Nasional)
Hari, tanggal : Selasa, 03 Januari 2012
A. Tujuan
a. Untuk mengetahui tentang sejarah ternentuknya Badan Tenaga Nuklir
Nasional yang ada di Yogyakarta
b. Untuk mengetahui bidang Teknologi Akselator dan fisika nuklir.
c. Untuk mengetahui proses pengolahan limbah nuklir
d. Untuk mengetahui peralatan – peralatan di laboratorium nuklir.
B. Sejarah
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan (PTAPB) adalah institusi
litbang dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) yang berlokasi di
Yogyakarta tepatnya di Jl. Babarsari. Di bangun pada tahun 1973, pada waktu
itu bernama Pusat Penelitian Gama (Puslit Gama). Tahun 1980 institusi ini
berganti nama menjadi Pusat Penelitian Bahan Murni dan Instrumentasi
(PPBMI) sampai dengan tahun 1985, dan berdasarkan Keputusan Presiden RI
Nomor 82 tahun 1985 nama PPBMI diganti menjadi Pusat Penelitian Nuklir
Yogyakarta (PPNY).
Sebagai tindak lanjut keputusan Presiden Nomor 197 tahun 1998 tentang
Badan Tenaga Nuklir Nasional, PPNY diganti namanya menjadi Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Maju (P3TM). Sehubungan dengan
adanya reorganisasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) yang diatur
dengan peraturan Kepala BATAN nomor 392/KA/XI/2005 tentang Organisasi
dan Tata Kerjaa BATAN, maka institusiP3TM berganti nama menjadi Pusat
Teknologi Akselerator dan Proses Bahan (PTAPB). Peralatan utama litbang
dan laboratorium penunjang serta fasilitas layanan administrasi PTAPB berada
pada bangunan gedung – gedung yang menempati lahan seluas 17.000 m2 .
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan mempunyai tugas
melaksanakan penelitian dan pengembanagn di bidang teknologi akselerator
dan fisika nuklir,kimia dan teknologi proses bahan industri nuklir, pelayanan
pendayagunaan reaktor riset serta melaksanakan pelayanan pengendalian
keselamatan kerja dan pelayanan kesehatan.
C. Manfaat Radiasi Nuklir
1. Bidang medis
Sinar X (Rontgen) untuk foto rontgen
2. Bidang peternakan dan pertanian
Pembuatan bibit tanaman unggul
3. Bidang industry
Untuk mengetahui kerusakan pipa bawah tanah
4. Bidang pangan
Untuk mengawetkan makanan
5. Bidang Teknologi
Untuk Pembangkit Listrik
D. Jalannya Kegiatan
Pada hari Selasa tanggal 3 Januari 2012, kelas kami mengadakan
kunjungan ke BATAN (Badan Tenaga Nukllir Nasional) yang berada di Jl.
Babarsari Yogyakarta. Perjalanan dimulai pada pukul 08.00 menggunakan 2
bus dari kampus Poltekkes. Perjalanan kami tempuh selama 50 menit, setelah
sampai di BATAN, pemeriksaan dilakukan oleh pihak keamanan, kami pun
tidak diperbolehkan membawa tas dan kamera di dalam BATAN. Setelah itu
kami menuju ke ruang pertemuan. Kemudian kami mendapat sambutan dari
Bapak Edy selaku petugas dari BATAN. Sambutan dari Poltekkes
disampaikan oleh Ibu Sri Puji Ganefati, selaku dosen pembimbing mata kuliah
PTPSP. Sedikit penjelasan disampaikan oleh Bapak Edy tentang sejarah
BATAN dan tentang radiasi nuklir beserta manfaatnya. Setelah itu ada sesi
tanya jawab.
Selanjutnya kami diajak berkeliling di salah satu bangunan dimana
ditempat tersebut kami mendapatkan penjelasan mengenai cara pengambilan
sampel lingkungan. Kami juga diajak ke ruangan baru di BATAN yang
bernama nuklir corner, di sana berisi berbagai macam penjelasan dan contoh-
contoh aplikasi nuklir yang dikemas dengan menarik, sehingga mudah dalam
pembelajaran.
Setelah semua kegiatan selesai, pada pukul 11.00 kami berpamitan dan
tidak lupa mengucapkan terima kasih atas sambutan dan pengetahuan yang
telah diberikan kepada kami. Selanjutnya sampai kampus jam 12.00.
E. Pembahasan
Pengambilan sampel dilakukan sebulan sekali pada 17 titik dengan
radius paling jauh 15 km. Sampel yang diambil adalah sampel tanah, air,
udara, dan rumput (tanaman).
1. Cara pengambilan sampel tanah
Diambil di berbagai kedalaman dengan lokasi melingkar. Sampel diambil,
kemudian diayak, jika dalam jumlah besar digerus dengan Ballsmill.
Diletakkan dalam plangset 0,5 gram, diratakan lalu dicacah 100 mes.
2. Cara pengambilan sampel air
Sampel air dari selokan/ sumur diambil sebanyak 2 liter, panaskan selama
1 hari maka akan timbul endapan. Endapan diletakkan dalam plangset,
panaskan sebentar lalu timbang. Siap untuk dicacah.
3. Cara pengambilan sampel udara
Udara disedot dengan alat penyedot/ flaptep, kemudian dicacah.
4. Cara pengambilan sampel rumput/ tanaman
Rumput/ tanaman dianginkan selama 2 hari, kemudian dibakar dengan
suhu 100ºC dan diabukan dengan oven bersuhu 400-500ºC selama 24 jam.
Lalu di timbang 1 gram, letakkan dalam plangset dan dicacah.
Jika menemukan lambang radiasi seperti di bawah ini pada suatu
ruangan atau suatu barang, 3 hal yang harus diperhatikan adalah:
Gambar : Lambang Radiasi
a. Jarak. Usahakan jangan dekat-dekat.
b. Waktu paparan. Jika kita terpaksa harus dekat dengan ruangan atau
barang dengan simbol radiasi maka kita harus memperpendek
waktu paparan.
c. Pelindung / APD. Jika terpaksa diharuskan untuk mendekat dalam
waktu yang lama, maka gunakan APD yang tepat. Contohnya :
1. Untuk melindungi dari paparan sinar α, maka APD yang dapat
dipakai adalah kertas. Karena sinar α tidak tembus kertas.
2. Untuk melindungi dari paparan sinar β, maka APD yang dapat
dipakai adalah besi dengan ketebalan khusus.
3. Untuk melindungi dari paparan sinar dan sinar X, maka APD
yang dapat dipakai adalah logam timbale (Pb).
Pengelolaan limbah radioaktif dengan cara menimbun bahan atau
benda yang mengandung radiasi di dalam tanah dengan kedalaman 100 m
di salah satu pulau yang sudah diisolasi.
F. Kesimpulan
1. Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan (PTAPB) mempunyai
tugas melaksanakan penelitian dan pengembanagn di bidang teknologi
akselerator dan fisika nuklir,kimia dan teknologi proses bahan industri
nuklir, pelayanan pendayagunaan reaktor riset serta melaksanakan
pelayanan pengendalian keselamatan kerja dan pelayanan kesehatan.
2. Manfaat radiasi nuklir antara lain di bidang medis, bidang peternakan dan
pertanian, bidang industry, bidang pangan, dan bidang teknologi.
3. Pengambilan sampel untuk pemeriksaan berapa radiasinya, dilakukan
sebulan sekali pada 17 titik dengan radius paling jauh 15 km. Sampel yang
diambil antara lain sampel tanah, air, udara, dan rumput (tanaman).
4. Hal yang perlu diperhatikan untuk menghindari radiasi adalah jarak, waktu
paparan dan pelindung/ APD.