laporan praktikum akbm pengawet

25
I. Tujuan Untuk menguji kadar natrium metabisulfit dalam sampel gula merah. II. Dasar Teori a. Definisi Bahan Tambahan Pangan Pengertian bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan . Peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan pada bab 1 pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan kedalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk pangan. Menurut FAO dalam Furia (1968), bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja ditambahkan kedalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan

Upload: rizky-ramdhani

Post on 28-Jan-2016

188 views

Category:

Documents


42 download

DESCRIPTION

metabisulfit

TRANSCRIPT

Page 1: laporan praktikum AKBM pengawet

I. Tujuan

Untuk menguji kadar natrium metabisulfit dalam sampel gula merah.

II. Dasar Teori

a. Definisi Bahan Tambahan Pangan

Pengertian bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang

biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan

komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang

dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada

pembuatan, pengolahan penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan

penyimpanan .

Peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan

gizi pangan pada bab 1 pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan

tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan kedalam makanan untuk

mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk pangan.

Menurut FAO dalam Furia (1968), bahan tambahan pangan adalah

senyawa yang sengaja ditambahkan kedalam makanan dengan jumlah dan ukuran

tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan atau

penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa,

dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan

bahan (ingredient) utama. Menurut Codex, bahan tambahan pangan adalah bahan

yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan, yang dicampurkan secara sengaja

pada proses pengolahan makanan. Bahan ini ada yang memiliki nilai gizi dan ada

yang tidak .

Pemakaian Bahan Tambahan Pangan di Indonesia diatur oleh Departemen

Kesehatan. Sementara, pengawasannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal

Pengawasa Obat dan Makanan .

b. Jenis Bahan Tambahan Pangan

Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan

atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan

lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada

Page 2: laporan praktikum AKBM pengawet

umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu

sebagai berikut:

1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam

makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud

penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa dan

membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.

2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan

yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara

tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat

perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan

ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja

ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya

yang masih terus terbawa kedalam makanan yang akan dikonsumsi.

Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu

pestisida (termasuk insektisida, herbisida,

fungisida, dan rodentisida), antibiotik, dan hidrokarbon aromatic

polisiklis.

c. Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila :

1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan

dalam pengolahan;

2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah

atau yang tidak memenuhi persyaratan;

3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan

dengan cara produksi yang baik untuk pangan;

4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya dengan dosis dibawah

ambang batas yang telah ditentukan. Jenis BTP ada 2 yaitu GRAS (Generally

Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula

(glukosa). Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI(Acceptable Daily Intake), jenis ini

selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) demi menjaga/

melindungi kesehatan konsumen.

Page 3: laporan praktikum AKBM pengawet

Di Indonesia telah disusun peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan

yang diizinkan ditambahkan dan yang dilarang (disebut Bahan Tambahan Kimia)

oleh Depertemen Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1168/MenKes/Per/X/1999.

d. Fungsi Bahan Tambahan Pangan

Beberapa Bahan Tambahan yang diizinkan digunakan dalam makanan

menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 diantaranya sebagai berikut:

1. Antioksidan (Antioxidant)

2. Antikempal (Anticaking Agent)

3. Pengatur Keasaman (Acidity Regulator)

4. Pemanis Buatan (Artificial Sweeterner)

5. Pemutih dan Pematang Telur (Flour Treatment Agent)

6. Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental (Emulsifier, Stabilizer, Thickener)

7. Pengawet (Preservative)

8. Pengeras (Firming Agent)

9. Pewarna (Colour)

10. Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa (Flavour, Flavour Enhancer)

11. Sekuestran (Sequestrant)

Beberapa bahan Tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan,

menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 diantaranya sebagai berikut:

1. Natrium Tetraborat (Boraks)

2. Formalin (Formaldehyd)

3. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetable Oils)

4. Kloramfenikol (Chlorampenicol)

5. Kalium Klorat (Pottasium Chlorate)

6. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate)

7. Nitrofuranzon (Nitrofuranzone)

8. P-Phenetilkarbamida (p-Phenethycarbamide, Dulcin, 4-ethoxyphenyl urea)

9. Salisilat dan garamnya (Salilicylic Acid and its salt)

Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722 / Menkes /

Per / IX / 1988, selain bahan tambahan diatas masih ada bahan tambahan kimia

Page 4: laporan praktikum AKBM pengawet

yang dilarang seperti rhodamin B (pewarna merah), methanyl yellow (pewarna

kuning), dulsin (pemanis sintesis), dan kalsium bromat (pengeras).

e. Deskripsi Bahan Pengawet Natrium Metabisulfit

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan tambahan makanan, dimana Bahan

tambahan makanan yang berupa bahan pengawet (BTP Pengawet) merupakan

bahan tambahan makanan yang dapat mencegah, menghambat fermentasi,

pengasaman maupun penguraian dan juga kerusakan pangan lainnya yang

diakibatkan oleh aktifitas mikroorganisme.

Proses pengawetan merupakan upaya untuk menghambat kerusakan

pangan dari kerusakan yang disebabkan oleh mikroba pembusuk yang

memproduksi racun atau toksik yang bisa membahayakan konsumen. Bahan

pengawet Natrium Metabisulfit merupakan salah satu jenis bahan pengawet yang

diperbolehkan untuk ditambahkan ke dalam makanan sesuai dengan Peraturan

Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988. Kondisi lingkungan

Indonesia yang beriklim tropis dan kelembaban udara yang tinggi memungkinkan

pertumbuhan mikroba perusak makanan, sehingga diijinkan menggunakan bahan

pengawet untuk penambahan ke dalam makanan.

Natrium metabisulfit atau natrium pyrosulfit (Sodium metabisulfit)

merupakan senyawa anorganik yang mempunyai rumus kimia Na2S2O5 dan

digunakan sebagai bahan pengawet. Natrium metabisufit juga disebut sebagai

dinatrium atau metabisulfit.2   Senyawa ini memiliki penampakan kristal atau

bubuk dan memiliki berat molekul 190,12. 3

Page 5: laporan praktikum AKBM pengawet

Natrium metabisulfit mempunyai sifat kimia diantaranya adalah 2:

1. Penampilan dari natrium metabisulfit berupa bubuk putih.

2. Bau yang timbul dari saat natrium metabisulfit bereaksi adalah bau samar

yang berasal dari SO2.

3. Kepadatan natrium metabisulfit sekitar 1,48 g/cm3. Padatan natrium

metabisulfit yang dilarutkan sebanyak 20 % akan tampak berwarna kuning

pucat sampai jernih.

4. Titik lebur natrium metabisulfit yaitu > 170oC (dimulai dari 1500C)

5. Kelarutan natrium metabisulfit dalam air yaitu 54 g/100 ml (20oC)dan 81,7

g/100ml (1000C)

6. Natrium metabisulfit sangat larut dalam gliserol dan larut dalam etanol.

Natrium metabisulfit disimpan di tempat sejuk, dalam wadah tertutup dan

di area yang mempunyai ventilasi baik, karena natrium metabisulfit termasuk

senyawa yang sensitif terhadap kelembaban tinggi.

f. Penggunaan Natrium Metabisulfit dalam bahan pangan

Natrium Metabisulfit dipergunakan sebagai bahan pengawet dan

antioksidan dalam makanan. Natrium metabisulfit dikenal dengan istilah E223.

Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang tidak

terdisosiasi dan biasanya terbentuk pada tingkat keasaman (pH) < 3. Dalam proses

pengolahan bahan pangan, natrium metabisulfit ditambahkan pada bahan pangan

untuk mencegah proses pencoklatan (browning) yang enzimatis pada buah

sebelum diolah, menghilangkan bau dan rasa getir pada ubi kayu, selain itu untuk

mempertahankan warna agar tetap menarik.

Pemakaian Natrium metabisulfit pada bahan pangan dapat dilakukan

dengan melarutkannya bersama dengan bahan pangan atau dapat juga dengan

diasapkan. Dengan diasapkan, natrium metabisulfit akan mengalirkan gas SO2 ke

dalam bahan sebelum melaului proses pengeringan. Proses pengasapan dapat

dilakukan selama menit. 

Page 6: laporan praktikum AKBM pengawet

g. Risiko Penggunaan natrium metabisulfit terhadap kesehatan konsumen

Natrium metabisulfit tidak dilarang dalam penggunaannya sebagai bahan

tambahan pangan, namun penggunaannya harus sesuai dengan takaran yang

sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI.

Penggunaan Natrium metabisulfit akan sangat berisiko bagi kesehatan

konsumen yang mempunyai sensitifitas sulfit. Sulfit reaksi disebabkan oleh

karena mengonsumsi makanan yang mengandung sulfit dan terkadang menghirup

sulfur dioksida yang dihasilkan oleh sulfit dan kemungkinan reaksi tergantung

pada tingkat sulfit misalnya natrium metabisulfit, jenis makanan dan sensitivitas

seseorang, umumnya memilki gejala terhadap natrium metabisulfit.

Gejala ringan yang mungkin timbul adalah sakit kepala, anafilaksis (reaksi

yang berpotensi mengancam nyawa yang dapat terjadi dalam hitungan detik atau

menit paparan), iritasi pernapasan, sedangkan gejala yang parah dapat berupa

penyempitan saluran pernapasan. Orang yang memliki sensitifitas terhadap sulfit,

apabila mengonsumsi makanan yang telah ditambahkan natrium metabisulfit,

maka akan gejala-gejala akan timbul setelah 15 – 30 menit setelah konsumsi. Pada

sebuah penelitian tahun 1995 dalam “Jurnal of American College of Nutition”

menyatakan bahwa reaksi sulfit umumnya terjadi pada orang yang mempunyai

asma. Para pekerja juga berisiko terkena iritasi kulit melalui kontak dengan bahan

kimia terkonsentrasi. Selain itu terdapat beberapa gejala dari reaksi alergi terhadap

natrium metabisulfit diantaranya munculnya ruam kulit disekitar mulut dan leher

serta pembengkakan wajah, kedua tangan dan kaki, gatal-gatal, kesemutan di leher

dan anggota badan

h. Regulasi penggunaan natrium metabisulfit

Setiap jenis bahan pangan yang ditambah dengan natrium metabisulfit

memilki regulasi penggunaan yang berbeda-beda disesuaikan dengan jenis bahan

pangan tersebut. Penggunaan natrium metabisulfit pada bahan pangan sekitar 2

g/kg bahan pangan. Dosis penggunaan natrium metabisulfit yang diizinkan adalah

0,1-0,6% atau 1- 6 g/liter larutan perandam. Ketika proses pengeringan

berlangsung, kelebihan natrium metabisulfit akan hilang. Berdasarkan peraturan

Page 7: laporan praktikum AKBM pengawet

Menteri Kesehatan Republik Indonesia,untuk asupan harian natrium metabisulfit

yaitu 0,7 mg per kg berat badan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No :722/MENKES/PER/88

Tentang Bahan Tambahan Makanan adalah sebagai berikut: Untuk makanan yang

diizinkan mengandung lebih dari satu macam antioksidan, maka hasil bagi

masing-masing bahan dengan batas maksimum penggunaannya jika dijumlahkan

tidak boleh lebih dari satu.Untuk makanan yang diizinkan mengandung lebih dari

satu macam pengawet, maka hasil bagi masingmasing bahan dengan batas

maksimum penggunaannya jika dijumlahkan tidak boleh lebih dari satu. Pada

bahan tambahan makanan golongan pengawet, batas maksimum penggunaan sulfit

sebagai SO2. Batas menggunakan “secukupnya” adalah penggunaan yang sesuai

dengan cara produksi yang baik, yang maksudnya jumlah yang ditambahkan pada

makanan tidak melebihi jumlah wajar yang diperlukan sesuai tujuan penggunaan

bahan tambahan makanan tersebut.

Berikut ini, aturan penambahan natrium metabisulfit untuk asupan pada

anak-anak :

1. Penambahan natrium metabisulfit dalam sosis sekitar 8 mg dalam ½ sosis

tipis.

2. Penambahan natrium metabisulfit dalam buah kering sekitar 16 mg dalam

satu aprikot kering.

3. Pada minuman sekitar 5 mg natrium metabisulfit dalam satu gelas

4. Pada chip panas sekitar 1 mg natrium metabisulfit dalam ½ cangkir chip

panas.

FDA memperingatkan bahwa seseorang yang memiliki sesitivitas sulfit,

sebelum makan produk makanan olahan harus memperhatikan hal-hal

diantaranya :

1. Jika produk makanan yang dikemas, sebelum mengonsumsi makanan

tersebut harus membaca label terlebih dahulu.

2. Jika makanan yang tidak dikemas, sosis atau daging lainnya, diperiksa

terlebih dahulu.

Page 8: laporan praktikum AKBM pengawet

3. Selalu membawa obat asma ketika makan di luar.

III. Alat dan Bahan

Alat

Gelas Kimia

Buret

Klem dan statif

Erlenmeyer

Hot plate

Seperangkat alat destilasi

Batang pengaduk

Corong

Bahan

Sampel gula merah

Aquadest

Larutan iodium

Amilum

HCl encer

Natrium Tiosulfat

Page 9: laporan praktikum AKBM pengawet

IV. Prosedur

timbang sampel sebanyak 15 gram

masukkan kedalam labu alas bulat dan tambahkan air sampai larut

lalu tambahkan HCl encer sampai pH 2-3

susun alat destilasi lalu panaskan sampel yang berada didalam labu alas

bulat

disisi lain tambahkan larutan iodium 25 ml dan amilum pada labu

erlenmeyer hingga warna menjadi biru

panaskan alat destilasi dan biarkan SO2 habis bereaksi dengan iodium

setelah semuanya bereaksi, titrasi dengan menggunakan larutan natrium

tiosulfat hingga berwarna bening

catat volume natrium tiosulfat yang bereaksi

Page 10: laporan praktikum AKBM pengawet

V. Hasil Pengamatan dan Perhitungan

1. Standarisasi Larutan I2

Volume I2(mL) Volume Na2S2O3 (mL)

10 10,1

10 10,2

Rata-Rata 10,15 mL

V1.N1 = V2.N2

10.X = 10,15 . 0,11

10X = 1,1165

X = 1,1165 / 10

X = 0,11 N

2. Standarisasi Natrium Tiosulfat

Berat kalium dikromat Volume Na2S2O3(mL)

50 mg 9,4

50 mg 9,5

Rata-Rata 9,45 ml

Perhitungan

N Na2S2O3 = mg K 2 Cr 2O7

V Na 2 S2 O3× BE Na2 S 2O 3

= 50 mg

9,45 ml× 49

= 50 mg

463,05 ml

N Na2S2O3 = 0,11 N

3. Titrasi Sampel

Volume sampel (mL) Volume Na2S2O3(mL)

200 15,5

200 15,7

Rata-Rata 15,6 ml

Page 11: laporan praktikum AKBM pengawet

a. Volum I2 yang bereaksi denganNa2S2O3

V I2 . N I2 = V Na2S2O3 . N Na2S2O3

X . 0,11N = 15,6 mL . 0,11N

X = 1,56 /0,11

X = 15,6 mL

b. Volum I2 yang bereaksi dengan Analit

V I2 berlebih – V I2 bereaksi dengan Na2S2O3

25 mL – 15,6 mL = 9,4 mL

c. Normalitas Analit

V sampel . N sampel = V I2 . N I2

200 mL . X = 9,4 mL . 0,11N

X = 1,034/200

X = 0,00517 N

d. Massa Analit

Gram (SO2) = N . BE . V

= 0,00517 N x 32 x0,2 L

= 0,033088 g

Gram (Na2S2O5 ) = BM Na 2 S 2 O 5

BM SO2 X gram SO2

= 19032

X 0,033088 gram = 0,19646 gram

e. Kadar Na2S2O5

Kadar % = massa analit (gram)

massa sampel (gram) X 100%

= 0,19646 gram15,0259 gram

X 100% = 1,3071 %

Page 12: laporan praktikum AKBM pengawet

VI. Pembahasan

Kualitas gula merah di Indonesia dapat dikatakan masih rendah

dikarenakan pengolahannya masih tradisional dimana proses penguapan nira

belum disertai dengan pengontrolan suhu bahan. Pengontrolan suhu yang kurang

baik dapat menyebabkan terjadinya karamelisasi dan kualitas produk akhir tidak

terjaga dengan baik.

Adapun dalam gula merah sering ditemukan pengawet seperti natrium

metabisulfit yang sengaja ditambahkan agar umur dari gula merah ini menjadi

tahan lama. Karena pada gula merah sangat rentan sekali kerusakan akibat jamur.

Sementara pada pembuatan gula merah secara tradisional, masyarakat pada

umumnya belum mengetahui dan menyadari bahwa ada batasan jumlah yang

ditambahkan pada gula merah., dan SNI masih memperbolehkan batas maksimal

dari penambahan natrium metabisulfit sebesar 0,004%. Dan jika melebihi batas

tentu saja akan mengakibatkan gangguan fungsi organ.

Pada analisis kuantitatif bahan tambahan pangan dilakukan penetapan

kadar natirum metabisulfit yang berada pada gula merah dengan nomor sampel

15. Pemakaian Natrium metabisulfit pada bahan pangan dapat dilakukan dengan

melarutkannya bersama dengan bahan pangan atau dapat juga dengan diasapkan.

Dengan diasapkan, natrium metabisulfit akan mengalirkan gas SO2 ke dalam

bahan sebelum melaului proses pengeringan. Proses pengasapan dapat dilakukan

selama menit.

Natirum metabisulfit merupakan garam dari basa kuat dan asam kuat.

Dalam bentuk garam ini beralasan terhadap tinggi nya kelarutan didalam air.

Kelarutan dalam air ini mencapai 1 bagian dalam 3, bagian air pada suhu 200 C.

Page 13: laporan praktikum AKBM pengawet

Dari sturktur diatas maka natrium metabisulfit dapat dianalasis

menggunakan titrasi iodimetri. Prinsip dari penetapan natrium metabisulfit ini

adalah hidrolisis Na metabisulfit menjadi bentuk asam nya dan kemudian sulfit

akan menguap. Sulfit ini bersifat reduktor dan kemudian di tambahkan I2 sebagai

oksidator dan kelebihan I2 ini di titrasi menggunakan natrium tiosulfat

menggunakan indicator amilum.

Pada tahapan preparasi sampel maka dilakukan penimbangan gula merah

sebanyak 15,0259 gram kemudian dihirolisis menggunakan HCl encer hingga pH

2-3. Apabila Natrium Metabisulfit direaksikan dengan air, natrium metabisulfit

akan melepaskan sulfur dioksida (SO2). Gas tersebut mempunyai bau yang

merangsang. Selain itu, Natrium metabisulfit akan melepaskan sulfur dioksida

ketika kontak dengan asam kuat, reaksi kimianya yaitu sebagai berikut:

Na2S2O5 + 2HCl → 2NaCl + H2O + 2SO2

Sampel dilarutkan dengan aquadest hingga terlarut sempurna. Selanjutnya

dilakukan destilasi terhadap sulfit hingga sulfit dipeoleh dan ditampung pada

erlenmayer yang berisi I2 berlebih dan amilum sebagai indicator. Ketika natrium

metabisulfit dipanaskan, natrium metabisulfit akan melepaskan sulfur dioksida,

dan meninggalkan oksida natrium, reaksinya yaitu sebagai berikut:

Na2S2O5 → Na2O + 2SO2

Jika kadar sulfit masih terdestilasi maka warna larutan akan bening,

namun destilasi berhenti setelah sulfit habis artinya bahwa larutan pada

erlenmayer sebagai penampung berwarna biru. Warna biru dihasilkan dari

kompleks antara I2 dan juga amilum.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

SO2 + I2 SO3 + I-

Setelah didapatkan sulfit dari gula merah, maka dilakukan titrasi dengan

menggunakan Natrium tiosulfat yang telah dibakukan. Natrium tiosulfat hasil

pembakuan adalah sebesar 0,11 N. Pembakuan natrium tioslfat dilakukan dengan

Page 14: laporan praktikum AKBM pengawet

Kalium bikromat. Sementara pembakuan I2 menggunakan Natrium tiosulfat. Hasil

dari standarisasi I2 didapatkan sebesar 0,11 N.

Pada penetapan sampel dilakukan diperoleh bahwa konsentrasi analit adalah

sebesar 0,00517 N kadar natrium metabisulfit adalah sebesar 1,3071 %.

Hasil ini melebihi standar/batas yang ditetapkan berdasarkan SNI yaitu

0,004%. Artinya bahwa seharusnya sampel ini tidak release dipasaran karena

dapat memberikan resiko bagi konsumen.

Adapun dampak yang diakibatkan karena konsumsi natrium metabisulfit

berlebih adalah sebagai berikut :

Natrium metabisulfit tidak dilarang dalam penggunaannya sebagai bahan

tambahan pangan, namun penggunaannya harus sesuai dengan takaran yang

sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI.

Penggunaan Natrium metabisulfit akan sangat berisiko bagi kesehatan

konsumen yang mempunyai sensitifitas sulfit. Sulfit reaksi disebabkan oleh

karena mengonsumsi makanan yang mengandung sulfit dan terkadang menghirup

sulfur dioksida yang dihasilkan oleh sulfit dan kemungkinan reaksi tergantung

pada tingkat sulfit misalnya natrium metabisulfit, jenis makanan dan sensitivitas

seseorang, umumnya memilki gejala terhadap natrium metabisulfit. 12

Gejala ringan yang mungkin timbul adalah sakit kepala, anafilaksis (reaksi

yang berpotensi mengancam nyawa yang dapat terjadi dalam hitungan detik atau

menit paparan), iritasi pernapasan, sedangkan gejala yang parah dapat berupa

penyempitan saluran pernapasan. Orang yang memliki sensitifitas terhadap sulfit,

apabila mengonsumsi makanan yang telah ditambahkan natrium metabisulfit,

maka akan gejala-gejala akan timbul setelah 15 – 30 menit setelah konsumsi.

VII. Kesimpulan

Berdasarkan penetapan kadar natrium metabisulfit didapatkan bahwa pada

sampel gula merah nomor memiliki kadar natrium metabisulfit sebesar 1,3071 %.

Hal ini berarti bahwa sampel ini tidak boleh realese karena beresiko terhadap

gangguan kesehatan.

Page 15: laporan praktikum AKBM pengawet

VIII. Daftar Pustaka

Anonim.2015.Natrium Metabisulfit.(Online).Tersedia :https://id.wikipedia.org/wiki/Natrium_metabisulfit

Dyanti (2002).Studi Komparatif Gula Merah Kelapa dan Gula Merah Aren. Skripsi. Jurusan

Naning.2012.Bahan Tambahan Pangan Natrium Metabisulfit.(Online).Tersedia: http://naning-septiyani.blogspot.co.id/2012/06/ilmuteknologi-panganbahantambahan.html

Standar Nasional Indonesia (2000). Gula Merah (SNI 01-6237-1995). Pusat Standarisasi Industri. Departemen Perindustrian, Jakarta.

Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor,Bogor

Page 16: laporan praktikum AKBM pengawet

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KIMIA BAHAN MAKANAN

PENETAPAN KADAR NATRIUM METABISULFIT PADA

SAMPEL GULA MERAH DENGAN METODE IODIMETRI

Disusun oleh Kelompok 3

Dita Meilawati

Mohamad Rizkie Rienaldi

Rizky Ramdhani

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI

TASIKMALAYA

2015