laporan praktik kerja lapangan pusat penelitian fisika...
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
PUSAT PENELITIAN FISIKA (P2 FISIKA) LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (LIPI) Kawasan Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan, 15314
Telp. +62(21)7560556
PRAKTIK FISIKA TEORITIS DAN KOMPUTASI UNTUK ANALISIS FENOMENA TEROBOSAN KLEIN DALAM MATERIAL GRAPHENE
Disusun sebagai syarat tugas akhir matakuliah Praktik Kerja Lapangan
Oleh: ASSA EKA OKTAVIANI
NIM 160322605244
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI FISIKA DESEMBER 2019
8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era disruptif masa kini, teknologi menjadi aspek yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari [1]. Teknologi telah berkembang
dan bertransformasi ke dalam sektor produksi dengan tingkat efisiensi yang tinggi
dan ukuran yang kecil. Pembuatan teknologi menjadi lebih hemat dan ramah
lingkungan dikarenakan hanya memerlukan bahan yang sedikit namun berkualitas
[2].
Perkembangan teknologi khususnya pada bidang elektronika telah mencapai
ukuran skala nanometer (10-9 meter) – selanjutnya disebut dengan nanotechnology
(teknologi nano) [3][4]. Aplikasi teknologi nano pada bidang elektronika bertujuan
untuk meningkatkan tenaga, kapasitas, serta kecepatan piranti beberapa kali lipat
dari yang ada sekarang ini.
Salah satu teknologi yang dimungkinkan untuk dibuat dalam skala nano
adalah transistor. Transistor adalah devais yang berfungsi sebagai “saklar listrik”.
Pada awal penemuannya, transistor sudah mencapai ukuran 1 cm dan berkurang
hingga sepersejuta meter beberapa tahun kemudian. Arnold Thackray dalam buku
“Moore’s Law: The Life of Gordon Moore, Silicon Valley’s Quiet Revolutionary”
menyebutkan bahwa pada tahun 2016, 100 miliar transistor tercipta untuk
memenuhi kebutuhan satu manusia [5]. Angka tersebut menunjukkan bahwa
tingkat kebutuhan akan transistor sangat tinggi. Transistor penting dalam
pembuatan perangkat elektronik karena berhubungan dengan pemrosesan bilangan
biner. Semakin banyak transistor yang menjalankan fungsi on‒off, semakin banyak
kerja komputasi yang bisa dilakukan.
Perkembangan teknologi saat ini, selain telah merambah pada teknologi nano,
juga mengembangkan devais yang lentur. Devais yang lentur dapat dibuat
menggunakan material 2D. Transistor sebagai salah satu devais yang tinggi angka
kebutuhannya bagi manusia juga tak luput dari upaya pengembangan transistor
nano dan lentur. Upaya ini dapat dilakukan dengan menggunakan material
9
9
graphene sebagai bahan pembuatan transistor.
Graphene adalah material dua dimensi (2D) yang ditemukan oleh K.S.
Novoselov dan A.K. Geim pada tahun 2004. Graphene telah lazim pada sebagian
besar bahan berbasis karbon. Terlepas dari sifat elektroniknya, graphene
merupakan makromolekul yang mampu menghantarkan listrik dan panas dengan
baik dalam dua dimensi [6]. Sebagai material dengan mobilitas elektron yang tinggi,
graphene sangat cocok digunakan untuk komponen elektronik berfrekuensi tinggi
[7][8], salah satunya adalah transistor. Fenomena tak lazim yang dijumpai pada
monolayer graphene adalah elektron yang mampu menembus perintang kuantum
secara sempurna pada kondisi tertentu [9]. Hal ini disebut dengan terobosan Klein,
yaitu sebuah fenomena yang awalnya diprediksi terjadi pada ranah relativistik [9],
sementara kecepatan elektron di dalam graphene tidaklah seorde dengan kecepatan
cahaya. Akan tetapi, kelebihan pada monolayer graphene tersebut tidak dapat
langsung dimanfaatkan karena kondisi demikian tidak memungkinkan untuk dibuat
transistor. Oleh karena itu, perlu dilakukan controlling terobosan elektron pada
perintang potensial [9]. Solusinya yang lain untuk diuji adalah dengan bilayer
graphene [10].
Berdasarkan topik penelitian yang akan dilakukan untuk Praktik Kerja
Lapangan (PKL), penulis memilih Pusat Penelitian Fisika (P2 FISIKA)‒Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai tempat PKL. P2 FISIKA‒LIPI
memiliki grup fisika komputasi dengan spesialisasi material berdimensi rendah
(material nano), sehingga sesuai untuk melakukan PKL dengan topik di atas.
1.2 Tujuan Praktik Kerja Lapangan
1. Memahami cara kerja sehari-hari para peneliti, khususnya di bidang
fisika teori dan komputasi material.
2. Sarana belajar untuk menjadi fisikawan profesional dalam bidang teori
dan komputasi material.
3. Mempersiapkan penelitian skripsi.
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup PKL adalah mereproduksi hasil penelitian tentang efek
terobosan Klein pada monolayer graphene dan bilayer graphene sebagai titik awal
10
10
persiapan skripsi. PKL belum bisa menghasilkan penelitian yang orisinal, tetapi
hasil belajar selama PKL akan dilanjutkan untuk memberikan keluaran riset yang
orisinal dan dipaparkan dalam skripsi di semester berikutnya.
1.4 Metodologi Praktik Kerja Lapangan
Metodologi yang digunakan dalam PKL adalah:
1. Studi Literatur
Membaca dan mereproduksi hasil perhitungan dalam berbagai literatur yang
berkaitan dengan topik penelitian. Literatur utama yang dibaca adalah:
• Makalah:
▪ Klein Tunneling in Graphene: optics with massless electrons oleh P.E.
Allain dan J.N. Fuchs.
▪ Chiral Tunneling in Single-layer and Bilayer Graphene oleh T.
Tudorovskiy, K.J.A. Reijnders, dan M.I. Katsnelson.
• Buku:
▪ Quantum Mechanics 1: The Fundamentals, oleh S. Rajasekar dan R.
Velusamy.
▪ Fisika Kuantum (Edisi ke-2), oleh Agus Purwanto.
• Catatan Kuliah:
▪ Graphene: an introduction oleh Geerts Brocks, Computational Material
Science, University of Twente.
▪ Mekanika Kuantum oleh Eny Latifah, Universitas Negeri Malang
• Tesis Master:
Electron Tunneling and Confinement in Bilayer Graphene oleh Y. Inou,
Department of Physics, Tohoku University, Japan.
2. Komputasi dan Visualisasi
• Pemrograman dengan Python.
• Memplot gambar menggunakan Python.
11
BAB II
IHWAL TEMPAT PRAKTIK KERJA LAPANGAN
2.1 Sejarah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
LIPI adalah lembaga penelitian pertama, terbesar dan terbaik di Indonesia.
Pembentukan LIPI memiliki sejarah yang panjang. Setelah melewati beberapa fase
kegiatan ilmiah sejak abad ke-16 hingga tahun 1956, pemerintah Indonesia
membentuk Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI) melalui Undang-Undang
(UU) No.6 Tahun 1956. Tugasnya adalah membimbing perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta memberi pertimbangan kepada pemerintah dalam
hal kebijaksanaan ilmu pengetahuan.
Pada tahun 1962, pemerintah membentuk Departemen Urusan Riset Nasional
(DURENAS) dan menempatkan MIPI di dalamnya dengan tugas tambahan
membangun dan mengasuh beberapa lembaga riset nasional. Pada tahun 1966,
DURENAS bertransformasi menjadi Lembaga Riset Nasional (LEMRENAS).
Sejak Agustus 1967, pemerintah membubarkan LEMRENAS dan MIPI dengan SK
Presiden RI No. 128 Tahun 1967.
Setelah itu, pemerintah berdasarkan Keputusan MPRS No. 18/B/1967
membentuk LIPI dan menampung seluruh tugas LEMRENAS dan MIPI ke dalam
lembaga tersebut. Tugas pokoknya adalah (1) membimbing perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang berakar di Indonesia agar dapat dimanfaatkan bagi
kesejahteraan rakyat Indonesia pada khususnya dan umat manusia pada umumnya;
(2) mencari kebenaran ilmiah dengan kebebasan ilmiah, kebebasan penelitian serta
kebebasan mimbar diakui dan dijamin, sepanjang tidak bertentangan dengan
Pancasila dan UUD 1945; (3) mempersiapkan pembentukan Akademi Ilmu
Pengetahuan Indonesia (sejak 1991, tugas pokok ini selanjutnya ditangani oleh
Menteri Negara Riset dan Teknologi dengan Keputusan Presiden (Keppres) No.
179 tahun 1991).
Seiring perkembangan kemampuan nasional dalam bidang iptek, lembaga
ilmiah di Indonesia pun mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Menyikapi
hal tersebut, peninjuan dan penyesuaian tugas pokok dan fungsi serta susunan
organisasi LIPI terus dilakukan. Di antaranya, penetapan Keppres No.128 Tahun
12
12
1967 tanggal 23 Agustus 1967 diubah dengan Keppres No.43 Tahun 1985. Hal
tersebut masih disempurnakan lebih lanjut dengan Keppres No. 1 Tahun 1986
tanggal 13 Januari 1986 tentang Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Terakhir,
penyempurnaan dilakukan dengan penetapan Keppres No. 103 Tahun 2001.
2.2 Visi, Misi, dan Tujuan Pendirian LIPI
Visi LIPI adalah menjadi lembaga ilmu pengetahuan berkelas dunia dalam
penelitian, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan
daya saing bangsa. Sementara itu, misi LIPI adalah:
1. Menciptakan invensi ilmu pengetahuan yang dapat mendorong inovasi dalam
rangka meningkatkan daya saing ekonomi bangsa;
2. Mengembangkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat untuk konservasi dan
pemanfaatan Sumber Daya berkelanjutan;
3. Meningkatkan pengakuan internasional dalam bidang ilmu pengetahuan; dan
4. Meningkatkan kualitas SDM Indonesia melalui aktivitas Ilmiah.
LIPI juga memiliki beberapa tujuan pendirian seperti:
1. Peningkatan temuan, terobosan dan pembaharuan ilmu pengetahuan serta
pemanfaatannya dalam mewujudkan daya saing bangsa;
2. Peningkatan nilai tambah dan kelestarian Sumber Daya Indonesia;
3. Peningkatan posisi dan citra Indonesia di komunitas global dalam bidang ilmu
pengetahuan; dan
4. Peningkatan budaya ilmiah masyarakat Indonesia.
2.3 Struktur Organisasi LIPI
Organisasi LIPI secara garis besar terdiri atas Kepala LIPI yang dibantu oleh
Sekretaris Utama dengan 5 Kedeputian yang terkait penelitian: (1) Ilmu
Pengetahuan Kebumian, (2) Ilmu Pengetahuan Hayati, (3) Ilmu Pengetahuan
Teknik, (4) Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan, serta (5) Bidang Jasa
Ilmiah. Selain itu, ada 4 pusat layanan yang berperan aktif internal maupun
eksternal, yakni (1) Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan, (2) Pusat Data
dan Dokumentasi Ilmiah, (3) Pusat Pemanfaatan dan Inovasi Iptek, dan (4) LIPI
Press.
13
13
Gambar 2.1 Struktur organisasi LIPI.
14
14
2.4 Pusat Penelitian Fisika LIPI
Pusat Penelitian Fisika (P2 FISIKA) didirikan pada tahun 1967 dengan nama
Lembaga Fisika Nasional (LFN). Pada tahun 1986 Lembaga Fisika Nasional (LFN)
berubah nama menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Fisika Terapan (P3FT)
dan bergabung dengan LIPI. Berdasarkan SK Kepala LIPI No.1151/M/2001, sejak
tanggal 5 Juni 2001 Pusat Penelitian dan Pengembangan Fisika Terapan berubah
nama menjadi Pusat Penelitian Fisika (P2 FISIKA) sampai sekarang. Secara
institusi, P2 Fisika berada di bawah Kedeputian Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik
(IPT) LIPI.
Tugas dan Fungsi P2 FISIKA-LIPI dituangkan pada bagian ketiga Pasal 128
Peraturan Kepala LIPI No. 1 Tahun 2019 yaitu melaksanakan penelitian di bidang
fisika dengan fungsi
a. penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penelitian fisika;
b. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penelitian fisika;
c. pelaksanaan pengelolaan penelitian di bidang penelitian fisika;
d. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang penelitian fisika; dan
e. pelaksanaan urusan tata usaha.
Berdasarkan Peraturan Kepala LIPI No. 1 Tahun 2019, P2 FISIKA-LIPI yang
dipimpin oleh seorang Kepala Pusat setingkat eselon IIa membawahi satu eselon
IIIa dan membawahi langsung kelompok penelitian (“keltian”) yang dikoordinir
oleh seorang ketua kelompok penelitian. Struktur demikian diharapkan dapat
mensinergikan semua potensi yang ada dalam menjalankan Tugas dan Fungsi P2
FISIKA–LIPI.
P2 FISIKA-LIPI berkomitmen untuk mengoptimalkan seluruh potensi
organisasi melalui dukungan sumber daya manusia (SDM), dana, sarana, dan
prasarana yang ada, serta terus menerus melaksanakan, memantau,dan
mengevaluasi seluruh kegiatan untuk meningkatkan koordinasi dan sinergi baik
secara internal maupun kerjasama institusional dengan pihak lain.
Visi dituangkan dalam Rencana Strategis Implementatif menjadi Pusat
Penelitian Berkelas Dunia di bidang fisika dengan moto memasyarakat dan
mendunia diharapkan mampu memberikan semangat menghasilkan kebaharuan
dan inovasi riset di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi fisika.
15
15
P2 FISIKA-LIPI memiliki 9 keltian, yakni:
(1) Material Nano Magnetik,
(2) Material Berketahanan Tinggi,
(3) Baterai Lithium dan Superkapasitor,
(4) Teknologi Fuel Cell dan Hidrogen,
(5) Laser,
(6) Fisika Teori Energi Tinggi,
(7) Fisika Komputasi,
(8) Optoelektronik, dan
(9) Fisika Tektonik.
Gambar 2.2 Struktur P2-FISIKA LIPI. Kelompok Jabatan Fungsional di sini adalah kelompok-
kelompok penelitian (keltian).
16
16
P2 FISIKA-LIPI beralamat di Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang
Selatan 15314. Ada 3 gedung yang terkait dengan P2-FISIKA di Kawasan
Puspiptek, yakni gedung 440, 441, dan 442.
2.5 Kelompok Penelitian Fisika Komputasi
Keltian Fisika Komputasi dulunya adalah bagian dari “Grup Fisika Teori dna
Komputasi” di P2 FISIKA-LIPI. Namun, seiring dengan perkembangan riset
komputasi, beberapa peneliti memutuskan untuk membentuk keltian tersendiri
mulai tahun 2015 dengan ketua Dr. Suharyo Sumowidagdo, seorang fisikawan
partikel yang pernah terlibat dalam penemuan partikel Higgs di CERN. Saat ini
keltian Fisika Komputasi memiliki 7 anggota yang terbagi menjadi dua spesialisasi
besar, yakni high-energy physics computation dan theoretical and computational
condensed matter physics. Pembimbing yang dipilih penulis masuk ke dalam
spesialisasi yang kedua atau dikenal juga dengan istilah komputasi fisika material.
Meskipun hanya mengandung nama “komputasi”, seluruh anggota Keltian Fisika
Komputasi pada dasarnya adalah juga fisikawan teoretis. Riset yang dilakukannya
cukup beragam, dari aspek fundamental maupun aplikatif.
Gambar 2.3 Riset komputasi fisika material yang dilakukan anggota Keltian Fisika Komputasi.
Tanda jempol menandakan topik-topik yang sudah pernah dikerjakan, sementara topik yang tidak
ada tanda jempol berarti masih dalam proses pengerjaan.
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Mekanika Kuantum Relativistik
Pada tahun 1925 – 1926, Erwin Schrödinger, Werner Heisenberg, dan lain-
lain mengembangkan pendekatan pada gejala atomik dengan cara yang lebih umum,
berangkat dari kelemahan pada teori atom Bohr[1]. Pendekatan ini disebut
mekanika kuantum. Mekanika kuantum mempelajari tetang materi dan radiasi pada
tingkat atomik dengan perangkat matematika untuk memprediksi perilaku partikel-
partikel mikroskopik[2].
Schrödinger melakukan peninjauan terhadap partikel dengan kelajuan rendah
(nonrelativistik). Akan tetapi, partikel di alam yang memiliki kelajuan tinggi tidak
dapat ditinjau menggunakan persamaan Schrödinger, sehingga diperlukan tinjauan
mekanika kuantum relativistik yang bersesuaian dengan teori relativitas khusus[3].
Mekanika kuantum relativistik digunakan untuk menjelaskan persamaan
gerak dari partikel relativistik, yaitu partikel yang bergerak dengan kelajuan tinggi
mendekati kelajuan cahaya. Oskar Klein dan Walter Gordon mengajukan sebuah
persamaan gelombang relativistik untuk partikel bebas dan dikenal dengan
persamaan Klein-Gordon. Namun persamaan ini tidak selalu menghasilkan rapat
probabilitas yang positif berhingga, sehingga tidak dapat memenuhi persamaan
kontinuitas pada keadaan tertentu. Pada tahun 1928, Paul Adrian Mauric Dirac
memperkenalkan persamaan gelombang untuk elektron relativistik yang dikenal
dengan persamaan Dirac. Persamaan Dirac dianggap sebagai salah satu capaian
tertinggi Fisika abad 20[2].
3.1.1 Persamaan Klein-Gordon
Persamaan Klein-Gordon menggunakan hubungan energi dan momentum
partikel relativistik untuk menggambarkan persamaan energi,
42222 cmcE += p . (3.1)
Jika −= ip , maka persamaan energi menjadi
422222 cmcE +−= , (3.2)
18
18
sehingga diperoleh Hamiltonian
42222ˆ cmcEH +−== . (3.3)
Kemudian, Hamiltonian yang sudah diperoleh dimasukkan ke dalam
hubungan operator energi, EH =ˆ , dengan t
iEE
=→ ˆ menghasilkan
42222 cmct
i +−=
. (3.4)
Supaya ruas kanan tidak mengandung akar, maka Hamiltonian diambil bentuk
kuadrat, sehingga
01
0
2
22
2
2
22
1
422
22222
422222
22
22
=
−
−
=
−
−
+−=
−
cm
tc
cmt
c
cmct
c
(□2 −𝑚2𝑐2
ℏ2)𝜓 = 0, (3.5)
□2 disebut sebagai operator D’Alembertian. Persamaan (3.5) disebut persamaan
Klein-Gordon untuk partikel bebas.
Jika partikel dipengaruhi oleh potensial ( )xV , persamaan Klein-Gordon
menjadi
( )
( )
( ) ( ) . 01
0
422
222
2
1
422
2
222
422222
22
=−−+
=
−−+
+−=−
cmxVEcdx
d
cmxVEdx
dc
cmcxVE
c
(3.6a)
Dalam bentuk persamaan Schödinger, persamaan (3.6a) ditulis
( ) ( )
( ) ( )( )
( ) ( )0
2
021
01
22
2
22
422
2
2
4222222
2
422
222
2
=
−−
−+
=−+−+
=−−+
c
xVxEV
c
cmE
dx
d
cmxVxEVEcdx
d
cmxVEcdx
d
19
19
( ) . 02
2
=−+
effeff VEdx
d (3.6b)
Disumsikan solusi dari persamaan (3.5) adalah ( ) ( ) rkr = ietft, dan
disubstitusikan ke persamaan (3.5) akan menghasilkan persamaan diferensial untuk
( )tf :
( )
( ) ( )( )
( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( )
( ) ( )
( ) ( ) . 0
0
0
01
01
01
2
2
4222
2
4222
2
22
22
2
22
2
2
22
2
2
22
2
2
22
2
=+
=
++
=++
=−
−−
=−
−
=
−
−
−
tftf
tfcm
cktf
tfcm
tfcktf
etfcm
etfc
etfk
etfcm
t
etf
c
etf
etfcm
tc
ie
c
iii
iii
i
rk
rkrkrk
rkrkrk
rk
r
(3.7)
Dengan menggunakan solusi persamaan differensial orde 2, diperoleh solusi dari
persamaan (3.7) adalah ( ) tietf = . Perhitungan lebih lanjut dari persamaan (3.7)
menghasilkan
4222
42222
2
4222
2
2
2
42222 ; ,
cmcE
cmcE
cmck
E
kpE
Ecm
ck
+=
+=
+=
==→=+=
p
p
(3.8a)
dan
( ) ( ) ( )Eti
ti eet
==rprkr , . (3.8b)
Persamaan (3.8a) menunjukkan bahwa energi partikel dapat bernilai negatif,
sementara energi negatif menunjukkan adanya energi ikat. Hal ini menimbulkan
pertanyaan bagaimana partikel bebas bisa memiliki energi negatif. Oleh karena itu,
perlu dilakukan uji lanjutan kesesuaian persamaan Klein-Gordon dengan
persamaan kontinuitas,
20
20
0=+
J
t
, (3.9)
dengan = adalah rapat probabilitas keberadaan partikel yang positif
berhingga.
Untuk menguji kesesuaian ini, pertama-tama persamaan Klein-Gordon
dikalikan dengan dari sebelah kiri
. 01
01
2
22
2
2
22
2
22
2
2
22
=−
−
=
−
−
cm
tc
cm
tc (3.10a)
Kemudian, persamaan Klein-Gordon di-konjugat-kan dan dikalikan dengan dari
sebelah kiri
. 01
01
2
22
2
2
22
2
22
2
2
22
=−
−
=
−
−
cm
tc
cm
tc (3.10b)
Selanjutnya, persamaan (3.10a) dikurangi persamaan (3.10b)
( ) . 022
011
01
01
2
2
2
2
22
2
222
2
22
2
2
22
2
22
2
2
22
=
−
+
−
=
+
−−
=−
−
=−
−
−
ttimctim
tctc
cm
tc
cm
tc
im
(3.11)
Kedua ruas dikalikan dengan im2
supaya dapat dihasilkan ρ yang berhubungan
dengan E. Persamaan (3.11) menghasilkan bentuk yang mirip dengan persamaan
kontinuitas dengan
=
−
= E
mcttimc 22
12
dan (3.12a)
( ) −= im2
J . (3.12b)
21
21
Persamaan (3.12a) menunjukkan bahwa ρ dapat bernilai negatif ketika E < 0. Hal
ini bertentangan dengan prinsip mekanika kuantum karena nilai dari ρ harus positif
dan berhingga.
Berdasarkan seluruh perhitungan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
persamaan Klein-Gordon memiliki beberapa kekurangan:
1. Terdapat energi negatif, sedangkan untuk partikel bebas
021 2 == mvEE k , tidak mungkin negatif. Jika E < 0, maka
= Emc21 juga negatif, sementara syarat nilai ρ adalah 10 .
2. Persamaan Klein-Gordon berorde 2 terhadap waktu. Hal ini tidak sesuai
dengan postulat mekanika kuantum tentang evolusi fungsi gelombang
terhadap waktu,
Ht
i ˆ=
.
3.1.2 Persamaan Dirac
Dirac mengusulkan persamaan berangkat dari postulat mekanika kuantum
tentang evolusi fungsi gelombang terhadap waktu,
Ht
i ˆ=
. Hamiltonian
persamaan Dirac adalah
2ˆˆˆ mccHE +== p . (3.13)
Dengan menotasikan 3,2,1dengan =ii (1 untuk x, 2 untuk y, dan 3 untuk z),
persamaan (3.13) dapat ditulis
23
1
ˆmcpcEi
ii += =
. (3.14)
Dirac tidak menggunakan persamaan energi kuadrat, tetapi memunculkan operator
dan . dan tidak berdimensi dan dimungkinkan berupa operator dalam
representasi matriks.
Persamaan (3.13) harus sesuai dengan persamaan 42222 cmcE += p ,
sehingga kuadrat dari persamaan (3.14) menghasilkan
( )
( ) . ˆˆˆˆˆ
ˆˆˆˆˆ
2423
,
22222
cmpmc
ppcpcE
iiii
jii jjiijji
iii
+++
++=
(3.15)
22
22
Perbandingan 42222 cmcE += p dan persamaan (3.15) memberikan kondisi dan
:
jiijji =+ ,0ˆˆˆˆ , (3.16a)
0ˆˆˆˆ =+ ii , dan (3.16b)
1ˆˆ 22== i . (3.16c)
Karena dan adalah matriks, maka Ii == 22 ˆˆ dengan nilai eigen ±1.
Dengan demikian, i dapat dinyatakan
ˆˆˆˆˆˆˆ 2iiii I === . (3.17)
Jika persamaan (3.16b) dikalikan dengan dari sebelah kiri, maka akan diperoleh
. ˆˆˆˆˆˆˆˆˆˆ
0ˆˆˆˆˆˆ
0ˆˆˆˆ
iiii
ii
ii
−=→−=
=+
=+
(3.18)
Mengambil trace dari kedua ruas menghasilkan
ii
ii
ii
BCAABC
ˆtrˆtr
tr tr; ˆˆˆtrˆˆˆtr
ˆˆˆtrˆtr
−=
=−=
−=
. (3.19)
Persamaan (3.19) akan terpenuhi jika dan hanya jika 0ˆtr =i . Dengan cara yang
sama juga diperoleh 0ˆtr = . Trace adalah penjumlahan dari seluruh nilai eigen.
Jika trace-nya nol, maka +1 dan -1 harus muncul dengan jumlah yang sama,
sehingga matriks i dan harus berdimensi genap. Untuk dimensi terkecil N=2,
yang dipenuhi oleh matriks 2 x 2, kemungkinan jumlah matriks yang antikomut
adalah 3 matrik, yaitu
. 10
01 ,
0
0 ,
01
10321
−=
−=
=
i
i (3.20)
Matriks di atas disebut sebagai matriks Pauli. Untuk memperoleh matriks 1 , 2 ,
3 , dan , diambil N=4 dan diperoleh matriks i dan ber-orde 4 x 4
−=
=
I
I
i
ii 0
0dan
0
0
(3.21)
23
23
yang keduanya Hermitean. Angka nol pada matriks di atas bukan berupa bilangan,
akan tetapi berupa matriks 2 x 2 yang nilainya nol semua, notasi i merupakan
matriks 2 x 2 yang berisi persamaan (3.20) sesuai dengan indeks i-nya, dan I adalah
matriks identitas 2 x 2.
Selanjutnya, dilakukan perhitungan rapat probabilitas persamaan Dirac
dengan cara yang hampir sama seperti perhitungan rapat probabilitas persamaan
Klein-Gordon. Ditinjau persamaan Dirac
.ˆˆ 2
mccit
i +−=
(3.22)
Karena matriks dan orde 4 x 4, fungsi gelombang merupakan matriks kolom
4 x 1. Kemudian diambil adjoint Hermitean dari persamaan (3.22) diperoleh
.ˆˆ †2††
mccit
i +=
− (3.23)
Pertama, persamaan (3.22) dikalikan dengan † dari sebelah kiri
.ˆˆ †2††
mccit
i +−=
(3.24)
Kedua, persamaan (3.23) dikali dengan dari sebelah kiri
.ˆˆ †2††
mccit
i +=
− (3.25)
Kemudian, persamaan (3.24) dikurangi dengan persamaan (3.25) menghasilkan
( )†††
†
†††
†
†2††
†2††
ˆˆ
ˆˆ
ˆˆ
ˆˆ
+−=
+
−−=
+
+=
−
+−=
−
ccitt
i
cicit
it
i
mccit
i
mccit
i
( ) ( )
( ) ( ) . 0ˆ
ˆ
††
††
=+
−=
ct
ct (3.26)
24
24
Persamaan di atas bersesuaian dengan persamaan kontinyuitas, dengan †=
dan ˆ†c=J . Nilai dari ρ selalu positif berhingga sepanjang waktu, sehingga
persamaan Dirac berhasil memenuhi prinsip mekanika kuantum dan postulat
mekanika kuantum tentang evolusi fungsi gelombang terhadap waktu.
Selanjutnya, dilakukan perhitungan solusi persamaan Dirac. Diasumsikan
solusi persamaan Dirac adalah
( ) ( )( )Et
i
eNut−
=rp
pr , , (3.27)
dengan N adalah konstanta normalisasi dan u linear dalam p. Kemudian asumsi
solusi tersebut disubstitusikan ke persamaan hubungan energi
( ) ( )( )
( )( )
( ) ( ) ( ). ˆ
ˆ
2
2
ppp
ppprprp
Euumcc
eENueNumccEt
iEt
i
=+
=+−−
(3.28)
u(p) memiliki 4 komponen yang disebut spinor.
. sehingga ,dan 4
3
2
1
4
3
2
1
=
=
=
=w
vu
u
uw
u
uv
u
u
u
u
u (3.29)
Dengan mensubstitusikan persamaan (3.29) dan persamaan (3.21) ke persamaan
(3.28) menghasilkan
( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( )
. 0
0
0
0
ˆ
ˆ
2
2
2
=
−−
=−
=+
w
vc
w
v
I
Imc
w
vE
ucumcEu
Euumcuc
p
p
pppp
pppp
(3.30)
Dari persamaan (3.30) diperoleh dua persamaan:
( ) ( )wcvmcE p=− 2 (3.31a)
dan
( ) ( ) . 2 vcwmcE p=+ (3.31b)
u(p) dibangun oleh v dan w, sehinga untuk mendapatkan fungsi eigen dari
u(p) berangkat dari persamaan (3.31a) dan (3.31b). Agar ruas kiri dari keduanya
tidak bernilai nol, maka nilai E pada persamaan (3.31a) dipilih E‒ dan untuk (3.31b)
25
25
dipilih E+.
( )( )
( )( )
( )( )
wmcE
cw
mcmc
cw
mcE
cv 2222 +
−=
−−
=
−
=
+−
ppp (3.32a)
dan
( )( )
( ). 22 v
mcE
cv
mcE
cw
+
=
+
=
+
pp (3.32b)
Di awal pembahasan, disebutkan bahwa u linear dalam p. Sebagai
konsekuensi atas pernyataan ini, maka w pada persamaan (3.32a) harus berupa
konstanta, begitu pula dengan v pada persamaan (3.32b). Kemudian, dipilih matriks
konstan v dan w adalah
0
1dan
1
0.
−=
−+
−+
=
++=
+
−
z
z
z
z
y
y
x
x
zzyyxx
pp
pp
p
p
ip
ip
p
p
ppp
0
0
0
0
0
0
p
(3.33)
dengan yx ippp =, sehingga untuk w konstan, persamaan (3.32a) menjadi
dan 1
0 ,
1
022
−+−=
−+−=
=
−
++
−
+ zz
z
p
p
mcE
c
pp
pp
mcE
cvw (3.34a)
+−=
−+−=
=
+++
−
+ p
p
mcE
c
pp
pp
mcE
cvw z
z
z
22 0
1 ,
0
1. (3.34b)
Untuk v konstan, persamaan (3.32b) menjadi
dan 1
0 ,
1
022
−+=
−+=
=
−
++
−
+ zz
z
p
p
mcE
c
pp
pp
mcE
cwv (3.34c)
+=
−+=
=
+++
−
+ p
p
mcE
c
pp
pp
mcE
cwv z
z
z
22 0
1 ,
0
1. (3.34d)
Dengan demikian, diperoleh empat solusi fungsi eigen u(p). Persamaan (3.34a) dan
(3.34b) adalah solusi energi negatif, sedangkan persamaan (3.34c) dan (3.3d)
adalah solusi energi positif. Empat solusi ini muncul karena fungsi gelombang pada
persamaan Dirac mengandung empat komponen. Masing-masing solusi untuk
energi negatif maupun positif yang memiliki dua solusi merupakan representasi
spin elektron. Elektron memiliki spin up dan spin down, sehingga pada tiap keadaan
26
26
energi, elektron memiliki dua orientasi spin [2].
Diambil salah satu solusi, penjabaran dari persamaan (3.34a) menghasilkan
1 , 0 , , 432221 ==+
=+
−=+
−
+
uupmcE
cup
mcE
cu z . (3.35)
Dengan menggunakan kondisi ternormalisasi, persamaan di atas dapat digunakan
untuk mendapatkan N.
( ) ( )
( )
( )
( )( )
.11
1
11
1
21
22
22
22
22
2
222
2
2
2
2
2
222
22
2
2
2211
44332211
2
−
+
+
+
+
+
++
+
+=→
++
=
+++
+=
+=
+
+=
++
−−+
−=
+++=
mcE
cN
mcE
cN
pppmcE
cN
pmcE
cuu
ppmcE
c
ippmcE
cipp
mcE
cuu
uuuuuuuuN
zyx
z
yx
yxyx
pp
(3.36)
Selanjutnya, dilakukan perhitungan spektrum energi dengan mengalikan
persamaan (3.31a) dengan ( )2mcE +
( ) ( ) ( )2
2
mcEwcvmcE
+=− p
( )( ) ( )( )( ) ( ) ( )
( ) ( ) .22422
422
222
vcvcmE
vccvcmE
wmcEcvmcEmcE
p
pp
p
=−
=−
+=+−
(3.37)
Digunakan identitas ( )( ) ( )BABABA += i untuk mendapatkan
( )2p
( )( ) ( ) ,2ppppppp =+= i (3.38)
sehingga persamaan (3.32) menjadi
( )
( ) .0 422222422
22422
cmcEvccmE
vcvcmE
+=→=−−
=−
pp
p (3.39)
27
27
Ketika 0=p , terdapat dua kuantitas energi
.dan 22 mcEmcE =−= +− (3.40)
Jika p0 , energi positif akan bernilai mulai mc2 dan meluas hingga ∞ dan
energi negatif bernilai mulai ‒mc2 dan meluas hingga ‒∞, sehingga di antara energi
positif dan negatif terdapat gap energi sebesar 2mc2 (Gambar 3.1).
Gambar 3.1 Plot energi persamaan Dirac [3]
Daerah pada energi negatif berisi penuh dengan elektron yang disebut Fermi sea
(lautan Fermi). Jika keadaan energi negatif diberi gangguan dari luar yang
energinya lebih besar dari 2mc2 dan radiasi energi tersebut diserap oleh salah satu
elektron, maka elektron tersebut akan tereksitasi ke keadaan energi positif dan
meninggalkan lubang (hole) di lautan Fermi (Gambar 3.2) [2], [3]. Peristiwa ini
disebut dengan pair production (produksi pasangan) [3]. Dalam kajian fisika
semikonduktor, hole berperan sebagai partikel bermuatan positif [2]. Lebih lanjut,
teori Dirac menyatakan bahwa hole tersebut adalah sebuah partikel baru yang massa
dan spin-nya sama dengan elektron, tetapi muatannya berbeda. Partikel ini dinamai
positron, partikel antielektron.
28
28
Gambar 3.2 Peristiwa pair production (produksi pasangan)
Elektron yang menempati energi positif berada pada kondisi yang tidak stabil,
sehingga elektron akan menempati tempat semula di energi negatif dengan
mentransmisikan energi berupa radiasi dan positron yang tercipta akan lenyap
(Latifah, 2016). Peristiwa ini disebut dengan pair annihilation (pemusnahan
pasangan) (Gambar 3.3).
Gambar 3.3 Peristiwa pair annihilation (pemusnahan pasangan)
3.2 Mekanika Kuantum untuk Molekul dan Kristal
3.2.1 Kombinasi Linear Orbital Atom
Dalam keadaan terisolasi, atom karbon (C) memiliki konfigurasi 1s22s22p2.
Keadaan 1s memiliki energi yang sangat rendah dan berada di dekat inti atom C
saja, sedangkan 2s dan 2p disebut keadaan valensi yang memiliki energi lebih tinggi.
Jika seluruh atom C berada pada bidang yang sama, maka dapat membentuk
kombinasi linear dari orbital 2s, 2px, dan 2py pada masing-masing atom C yang
disebut dengan orbital hibrida sp2. Orbital-orbital ini membentuk sudut 120˚ antara
29
29
atom satu dengan atom lainnya dan membentuk ikatan σ antar-atom C, kemudian
mengarah kepada molekul planar seperti benzena atau kisi heksagon graphene.
Pada tiap atom C memiliki sebuah orbital pz yang arahnya tegak lurus dengan
bidang dan membentuk ikatan π [4].
Jika enam atom C dari cincin benzena berada dalam satu bidang, maka akan
membentuk heksagon planar sempurna (Gambar 3.4), dengan tiap atom memiliki
orbital pz dan menimbulkan keadaan π.
Gambar 3.4 Heksagon planar dengan orbital pz dari enam atom C [4]
Dengan menggunakan model Hückel, tiap atom karbon diberi label angka 0
sampai 5 dengan arah berlawanan jarum jam (Gambar 3.5).
Gambar 3.5 Model Hückel untuk kisi heksagon [4]
Fungsi gelombang yang bersesuaian dengan orbital pz adalah ( ) 5,4,3,2,1,0 ; =nn r .
Sejumlah enam keadaan π dituliskan sebagai kombinasi linear dari orbital-orbital
atom,
( ) ( )=
=5
0
ψn
nmnm c rr . (3.41)
Fungsi gelombang di atas haruslah memenuhi persamaan nilai eigen persamaan
Schrödinger, EH =ˆ ,
30
30
=
5
4
3
2
1
0
5
4
3
2
1
0
555453525150
454443424140
353433323130
252423222120
151413121110
050403020100
m
m
m
m
m
m
m
m
m
m
m
m
m
c
c
c
c
c
c
E
c
c
c
c
c
c
HHHHHH
HHHHHH
HHHHHH
HHHHHH
HHHHHH
HHHHHH
, (3.42)
Elemen matriks Hamiltonian diperoleh dengan pendekatan tetangga terdekat
(nearest neighbor):
=nn H , (3.43a)
tH nn =1ˆ , dan (3.43b)
1, ;0ˆ = nnpH pn . (3.43c)
Dengan demikian, elemen matriks Hamiltonian akan menjadi
=
5
4
3
2
1
0
5
4
3
2
1
0
000
000
000
000
000
000
m
m
m
m
m
m
m
m
m
m
m
m
m
c
c
c
c
c
c
E
c
c
c
c
c
c
tt
tt
tt
tt
tt
tt
(3.44)
Selanjutnya, untuk mendiagonalisasi matriks Hamiltonian, digunakan transformasi
Bloch
( ) ( ) 1 1
0−
=
=N
nn
ikRk
neN
rr , (3.43)
dengan 1,...,0 ;2
; −=== NmNa
mknaRn
. Keadaan ( )rk disebut keadaan Bloch.
( )rk merupakan transformasi dari ( )rn yang dikalikan dengan suatu matriks
uniter
−−−
−−
−−−
−−
−−−
=
5
4
3
2
1
0
33
2
33
2
3
2
33
2
3
33
2
33
2
3
2
33
2
3
5
4
3
2
1
0
11
11
111111
11
11
111111
iiii
iiii
iiii
iiii
k
k
k
k
k
k
eeee
eeee
eeee
eeee
. (3.44)
31
31
Transformasi di atas merupakan transformasi uniter, sehingga
'' kkkk = . (3.45)
Dengan demikian, matriks Hamiltonian menjadi diagonal
( )( )katH kkkk cos2ˆ'' += (3.46)
dan nilai eigen matriks diagonal adalah
( ) 5,...,0 ;6
2 ;cos2 ==+= m
amkkatEk
. (3.47)
Dari persamaan di atas, diperoleh nilai dari tingkat energi:
tE 20 += , (3.48a)
tEE += 21, , (3.48b)
tEE −= 43 , , dan (3.48c)
tE 25 −= . (3.48d)
3.2.2 Fungsi Gelombang Sistem Periodik (Kristal)
3.2.2.1 Periodisitas
Pada pembahasan sebelumya diberikan cincin benzena yang berbentuk
heksagon dari ikatan 6 atom C. Untuk N atom, maka bentuk dari cincin benzena
menjadi segi banyak (Gambar 3.6).
Gambar 3.6 Cincin benzena dari N atom [4]
Selama energi dari tiap atom tetap ε dan energi suatu atom yang dipengaruhi
oleh tetangganya tetap t, maka bentuk dari cicin benzena dapat dibentuk sesuai
keinginan tanpa mengubah model Hückel. Salah satu bentuk yang dapat dipilih
adalah me-linear-kan bentuk cincin menjadi rantai lurus (Gambar 3.7),
32
32
Gambar 3.7 Bentuk rantai linear dari cincin benzena dengan N atom [4]
dengan syarat ujung kiri dan kanan dari rantai tersambung
Rn+N = Rn . (3.49)
Dengan memilih titik asal R0 = 0 secara acak, kemudian dapat ditentukan posisi N
atom
2,1
2,....,1,0,1,...2
2,1
2
NNNNnaRn −−+−+−== . (3.50)
Nilai eigen dari rantai adalah
( )katEk cos2+= , (3.51)
dengan 2
,12
,....,1,0,1,...22
,12
;2
; NNNN
mNa
kkmk −−+−+−===
.
Jika N → ∞, maka rantai linear akan menjadi kristal 1 dimensi sederhana tak
hingga. Posisi atom Rn membentuk kisi 1 dimensi yang disebut kisi kristal.
Selanjutnya, dapat dipilih sebuah sel satuan dengan satu atom dan membuat copy
dari sel satuan tersebut di posisi na dengan = ,...,2,1n dan a disebut dengan
parameter kisi.
Untuk suatu kristal yang terdiri dari N atom, maka akan tersedia N energi.
Karena N → ∞, tingkat-tingkat energi tersebut akan merapat membentuk pita
energi dengan jarak yang sangat dekat, sehingga distribusinya kontinyu.
Jika N → ∞, maka Δk → 0 yang berimbas pada nilai k → 0. Pada kondisi
demikian, persamaan (3.51) memberikan energi maksimum dan minimum
tEk 2max −= dan (3.52a)
tEk 2min += . (3.52b)
Rentang antara kedua energi di atas disebut dengan pita energi yang berperan
sebagai energi kinetik elektron. Karena kristal dari N atom memiliki kisi yang
ekivalen, sebagai konsekuensi dari simetri translasi kisi diberikan
Ek+K = Ek (3.53)
dengan K = NΔk. Persamaan (3.51) menunjukkan bahwa energi periodik terhadap
33
33
k, maka dibataskan saja nilai k,a
ka
− . Ternyata seluruh nilai k dapat
dikembalikan ke daerah tersebut, sehingga daerah ini disebut dengan zona Brillouin
pertama. Hal ini berimplikasi
E-k = Ek (3.54)
sebagaimana diberikan oleh plot dari Ek terhadap k (Gambar 3.8). Plot ini disebut
dengan struktur pita
Gambar 3.8 Plot Ek terhadap k [4]
Jika setiap atom membawa satu elektron, maka setengah dari pita tinggi
bagian bawah akan terisi oleh elektron dan setengah atasnya kosong (Gambar 3.9).
Karena tingkat energi Fermi berada di pita energi yang diperkenankan, maka sangat
mudah untuk membuat elektron tereksitasi dari pita rendah dengan frekuensi yang
rendah [5]. Material dengan respon kuat terhadap medan eksternal disebut dengan
logam.
Gambar 3.9 Pengisian elektron pada logam. Hole akan tercipta ketika elektron tereksitasi [5]
3.2.2.2 Teorema Bloch
Pada pembahasan sebelumnya, rantai linear hanya terdiri dari satu jenis atom
saja, yaitu atom C. Pada bahasan kali ini akan dilakukan kalkulasi terhadap rantai
yang terdiri dari dua atom yang berbeda (Gambar 3.10).
34
34
Gambar 3.10 Rantai linear dengan dua atom berbeda [4]
Energi dari kedua atom berbeda, namun jarak antar-atom terdekat dipertahankan
sama, begitu juga dengan elemen matrik Hamiltonian dari tetangga terdekat, t.
Berdasarkan hasil pada pembahasan sebelumnya, kalkulasi dimulai dengan
orbital Bloch.
( ) ( )−
=
=1
0,1,1
N
nn
ikRk
ne rr dan (3.55a)
( ) ( )−
=
=1
0,2,2
N
nn
ikRk
ne rr (3.55b)
dengan ( )rn,1 adalah orbital pz dari atom 1 di sel n dan ( )rn,2 adalah orbital pz
dari atom 2 di sel n. Keadaan Bloch merupakan keadaan eigen dari Hamiltonian
yang harus kombinasi linear dari orbital-orbital Bloch
( ) ( ) ( )rrr kkkkk cc ,2,2,1,1 += . (3.56)
Representasi matriks dari Hamiltonian diperoleh dengan cara berikut:
Pertama,
kkkkkk
kkkkkkk
HcHc
ccHH
,2,1,2,1,1,1
,2,2,1,1,1,1
+=
+=. (3.57a)
kk H ,1,1 merupakan elemen matriks Hamiltonian pada baris 1 kolom 1 dan
kk H ,2,1 adalah elemen matriks Hamiltonian pada baris 1 kolom 2.
Kedua,
kkkkkk
kkkkkkk
HcHc
ccHH
,2,2,2,1,2,1
,2,2,1,1,2,2
+=
+=. (3.57b)
kk H ,1,2 merupakan elemen matriks Hamiltonian pada baris 2 kolom 1 dan
kk H ,2,2 adalah elemen matriks Hamiltonian pada baris 2 kolom 2.
35
35
Dengan demikian, susunan matriks Hamiltonian menjadi
=
kkkk
kkkk
HH
HHH
,2,2,1,2
,2,1,1,1ˆ
. (3.58)
Langkah selanjutnya adalah menghitung tiap elemen dari matriks
Hamiltonian sebagai berikut:
( ) ( )
( )
1
,1,1
1
0,
1
0,1
1
0
,1,1,1
;
1
=
==
=
−
=
−−
−
=
−
=
−
mnmn
N
mn
RRik
N
mm
ikRN
n
nikR
kk
RRdrHe
dreHeH
mn
mn
rr
, (3.59a)
( ) ( )
( )
( )te
drHe
dreHeH
ika
t
mn
N
mn
RRik
N
mm
ikRN
n
nikR
kk
mn
mn
−
−
=
−−
−
=
−
=
−
+=
=
=
1
,2,1
1
0,
1
0,2
1
0
,1,2,1
rr
, (3.59b)
( )( )te
HH
ika
kkkk
+=
=
1
,2,1,1,2 , dan (3.59c)
( ) ( )
( )
2
,2,2
1
0,
1
0,2
1
0
,2,2,2
;
2
=
==
=
−
=
−−
−
=
−
=
−
mnmn
N
mn
RRik
N
mm
ikRN
n
nikR
kk
RRdrHe
dreHeH
mn
mn
rr
. (3.59d)
Diperoleh elemen matriks Hamiltonian
( )( )
+
+=
−
2
1
1
1ˆ
te
teH
ika
ika
. (3.60)
Persamaan di atas disubstitusikan ke persamaan Schrödinger bebas waktu dalam
representasi matriks
36
36
( ) ( )
( )( )
( )( )
( )( )
( )( )
01
10
1
1
010
01
1
1
1
1
ˆ
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
=−+
+−→=
−+
+−
=
−
+
+
=
+
+
=
−−
−
−
Ete
teE
Ete
teE
c
cE
te
te
c
cE
c
c
te
te
EH
ika
ika
ika
ika
ika
ika
kika
ika
kkk
rr
(3.61)
Selanjutnya, dari persamaan (3.61) diperoleh nilai eigen energi
( )( )( )( ) ( )( )
( )( ) ( )( ) ( )
( ) ( )( )
( )( )
( ) ( ) .2
1cos4
4
1
2
1
2
2
1cos162
2
cos1842
2
4 abc Rumus
0cos12
0cos22
02
011
011
01
1
22221212,1
222221
2121
2,1
221
2221
2121
2,1
2
2,1
22121
2
2222121
2222121
222121
221
2
1
+−+=
++−+
=
++−+++=
−−=→
=+−++−
=−−++−
=+−−++−
=+++−+−−
=++−−−
=−+
+−
−
−
−
−
katE
kat
E
katE
a
acbbE
katEE
kattEE
eettEE
eetEEE
eetEE
Ete
teE
cb
ikaika
ikaika
ikaika
ika
ika
(3.62)
Persamaan energi di atas jika diplot untuk kasus ε1 < ε2 akan menghasilkan
gambar seperti di bawah ini (Gambar 3.11).
37
37
Gambar 3.11 Plot Ek terhadap k dari rantai atomik dengan dua atom berbeda [4]
Kalkulasi nilai eigen energi pada titik spesial adalah
( ) ( ) 222121,1 4
4
1
2
1tE +−−+= , (3.63a)
( ) ( ) 222121,2 4
4
1
2
1tE +−++= , (3.63b)
( ) ( )
( ) ( )
1
2121
22121,1
2
1
2
14
1
2
1
=
−++=
−++=E
, dan (3.63c)
( ) ( )
( ) ( )
2
2121
22121,2
2
1
2
14
1
2
1
=
−−+=
−−+=E
. (3.63d)
Ruang di antara ε1 dan ε2 disebut sebagai band gap, di daerah ini tidak terdapat
tingkatan energi. Jika masing-masing atom membawa satu elektron, maka saat
temperatur nol, daerah pita yang lebih rendah pada energi Ek ≤ ε1 akan terisi penuh
dengan elektron dan pita yang lebih tinggi pada energi Ek ≥ ε2 kosong sedemikian
hingga εF = ε1. Untuk temperatur berhingga, εF berada di tengah-tengah gap seperti
pada gambar 3.10. Oleh karena elektron-elektron terkurung di bawah tingkat energi
Fermi, maka frekuensi minimum dari medan elektromagnetik eksternal untuk
mengeksitasi elektron dari pita rendah ke pita tinggi adalah
12 −= gapE . (3.64)
38
38
Elektron tidak akan bisa tereksitasi jika frekuensi yang diberikan kurang dari Egap
(Gambar 3.12). Keadaan demikian dimiliki oleh material yang bersifat isolator.
Gambar 3.12 Pengisian elektron pada bahan isolator [5]
Pada temperatur berhingga, selalu terdapat probabilitas berhingga ketika
sistem dalam keadaan tereksitasi. Jika probabilitas tersebut cukup tinggi untuk
memberikan jumlah elektron di pita tinggi, maka elektron-elektron tersebut dapat
membawa muatan listrik ketika medan luar diberikan (Gambar 3.13). Material
semacam ini disebut dengan semikonduktor. Umumnya pada suhu kamar, celah
energi pada semikonduktor kurang dari 2 eV.
Gambar 3.13 Pengisian elektron pada bahan semikonduktor [5]
3.3 Geometri Graphene
Graphene adalah monolayer dari atom-atom karbon yang tersusun secara
rapat membentuk kisi sarang lebah (honeycomb) [4], [6], [7]. Struktur pita dari pita-
pita π pada graphene dibentuk oleh model tight-binding tetangga terdekat (model
Hückel) [4]. Atom-atom C pada graphene membentuk kisi heksagon 2D.
Penggambaran kisi graphene pada ruang riil dan ruang resiprok akan dijelaskan
lebih rinci.
3.3.1 Ruang Riil
Kisi heksagon 2D pada graphene ditampilkan oleh Gambar 3.14.
39
39
Gambar 3.14 Kisi graphene di ruang riil
Kisi tersebut dapat dibangun dengan memilih sebuah sel satuan dengan parameter
kisi
−−=
−=
2
3,
2
1dan
2
3,
2
121 aa aa , (3.65)
dengan a adalah konstanta kisi. Setiap struktur kristal memiliki dua kisis, yaitu kisi
kristal itu sendiri dan kisi resiprok [5]. Kisi resiprok adalah pola difraksi dari kisi
kristal ketika dikenai sinar X [5]. Vektor kisi a1 dan a2 tidak ortogonal. Berkaitan
dengan orbital Bloch, maka harus dihitung faktor-faktor fase dari Rkie .
2211
212211 ,...2,1,0, ;
bbk
aaR
kk
nnnn
+=
=+=
R adalah ruang riil vektor-vektor kisi dan k dinyatakan dalam beberapa vektor kisi
yang dipilih untuk menyederhanakan perhitungan,
=
=2
1, jijijink abRk . (3.66)
Perhitungan di atas akan menjadi sederhana jika
ijji 2=ab . (3.67)
Persamaan di atas merupakan hubungan antara kisi resiprok dengan kisi riil.
Dengan demikian, faktor-faktor fase menjadi bentuk yang sederhana
( )22112 nknkii ee + =Rk . (3.68)
3.3.2 Ruang Resiprok
Kisi resiprok dari kisi riil graphene yang dipilih pada pembahasan
sebelumnya ditunjukkan oleh Gambar 3.15.
40
40
Gambar 3.15 Kisi resiprok graphene
Kisi yang dibentuk dari vektor kisi b1 dan b2 disebut dengan kisi resiprok.
Posisi kisi diberikan oleh
integer, ; 212211 =+= mmmm bbK . (3.69)
Untuk menentukan vektor kisi dari kisi resiprok, digunakan hubungan antara
kisi riil dengan kiri resiprok, persamaan (3.67). Jika ( )21, iii bb=b , maka seluruh
kemugkinan dari persamaan (3.67) adalah
.2
3
2
12
,2
3
2
10
,2
3
2
10
,2
3
2
12
222122222121
222112221121
121122122111
121112121111
bba
abab
bbabab
bbabab
bba
abab
−==+
+==+
−==+
+==+
(3.70)
Dari persamaan (3.70), diperoleh nilai:
3
2dan ,
2,
3
2,
222211211
ab
ab
ab
ab
−==== , (3.71)
sehingga
−=
=
3
1,1
2dan
3
1,1
221 aa
bb , (3.72)
Posisi dari titik istimewa diberikan oleh
( )
=
==
2
1,
32
12dan , 0,
3
22 , 0,0
2
aM
aK
a
. (3.73)
3.4 Hubungan Dispersi Energi Elektron pada Graphene
Pada pembahasan sebelumnya telah diberikan geometri kisi graphene, baik
kisi riil maupun kisi resiprok. Selanjutnya, dilakukan kalkulasi hubungan dispersi
41
41
energi elektron dengan aproksimasi tetangga terdekat model tight-binding.
Kalkulasi dilakukan pada monolayer graphene dan bilayer graphene.
3.4.1 Monolayer Graphene
3.4.1.1 Solusi Lengkap
Model tight-binding tetangga terdekat memberikan definisi matriks
Hamiltonian
=R
RRk
k jii
ij HeH ˆ, , (3.74)
sehingga elemen diagonal matriks Hamiltonian adalah
pi EHHeH ===
1111,11ˆˆ
RR
Rkk (3.75a)
pi EHHeH ===
2222,22ˆˆ
RR
Rkk . (3.75b)
Elemen off-diagonal diberikan oleh
( )( )
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
( )k
RR
RR
RR
Rkk
tf
eeet
eeet
He
HeH
akkiakkiakki
kkikkikki
kki
i
yxyxyx
yxyxyx
yx
=
++=
++=
=
=
−−
−
−
6
3,
2
1,
6
3,
2
1,
3
3,0,
,,,
21,
21,12
321
12 ˆ
ˆ
(3.75c)
( ) ( ) ( )
( )
−−−
−−
−
=
++=
=
k
kk
tf
eeet
HH
akkiakkiakki yxyxyx 6
3,
2
1,
6
3,
2
1,
3
3,0,
,12,21
. (3.75d)
Persamaan nilai eigen dalam representasi matriks menjadi
( )( )
=
k
k
k
k
k
k
,2
,1
,2
,1
c
cE
c
c
Etf
tfEk
p
p. (3.76)
Selanjutnya, nilai eigen energi dikalikan dengan matriks overlap (S) 2 x 2 dengan
pendekatan mnmnS =k, .
42
42
( )( )
( )( )
( )( )
0
00
0
10
01
,2
,1
,2
,1
,2
,1
,2
,1
=
−
−
=
−
=
k
k
k
k
k
k
k
k
k
k
k
k
k
k
c
c
EEtf
tfEE
c
c
E
E
Etf
tfE
c
cE
c
c
Etf
tfE
kp
kp
k
k
p
p
kp
p
(3.77)
Persamaan (3.77) akan memiliki solusi jika
( )( )
0=−
−
kp
kp
EEtf
tfEE
k
k
Hasil perhitungan dari determinan di atas adalah
( ) ( ) ( )
( ) ( )
( ) ( )
( ) ( )
( ) ( )
( ) ( )
( ) ( ) ( )
( ) ( )
( ) ( )
.2
cos42
3cos
2cos41
2cos4
2
3cos
2cos41
2cos4
2cos21
2cos4
2cos2
2cos21
2cos2
2cos2
0
2
22
2
22
3
2
3
22
3
2
3
6
3
3
3
6
3
3
3
6
3
2
1
6
3
2
1
3
3
6
3
2
1
6
3
2
1
3
3
22
akakaktEE
fftEE
fftEE
fftEE
akakakff
akee
akff
ake
ake
akff
eak
eeak
eff
eeeeeeeeeeff
fftEE
xyxpk
pk
kp
kp
xyx
xakiaki
x
xaki
xaki
x
akix
akiakix
aki
akiakiakiakiakiakiakiakiakiaki
kp
yy
yy
yyyy
yxyxyyxyxy
++=→
=→
=−→
=−→
++=
+
++=
+++=
+
+=
++
++=
=−−
−
−
−−
−−−−−
kk
kk
kk
kk
kk
kk
kk
kk
kk
Jika Ep bernilai nol, maka persamaan tingkat energi menjadi
2cos4
2
3cos
2cos41 2 akakak
tE xyxk ++= . (3.78)
Dengan memilih bidang xy untuk merepresentasikan k = (kx , ky) dan Ek di-plot
sepanjang sumbu z memberikan hasil (Gambar 3.16)
43
43
Gambar 3.16 Struktur pita dari graphene [8]
Struktur pita dibentuk oleh kumpulan dari seluruh nilai energi Ek dengan k
zona Brillouin pertama. Hubungan dispersinya linear berbentuk kerucut (Dirac
cone) di ujung zona Brillouin (sekitar titik K dan K’) dan energi Fermi berada di E
= 0 [8], [9].
3.4.1.2 Skala Energi Rendah: Persamaan Dirac untuk Graphene
Struktur pita graphene linear di sekitar Ep (E = 0) dan tiap karbon memiliki
satu elektron di keadaan pz. Jika diasumsikan spin terdegenerasi, maka setengah
dari pita energi tersebut terisi penuh oleh elektron, sehingga energi Fermi berada di
titik K dan K’. Karena transport ditentukan oleh elektron dengan energi dekat
dengan energi Fermi, maka perlu untuk melihat secara lebih detail keadaan di
sekitar titik K dan K’. Vektor-vektor k dituliskan
k = K + q (3.79)
dengan q adalah jari-jari dari lingkaran yang terpusat di sekitar K dan K’, |q| << |K|.
Selanjutnya, dapat ditulis
( ) ( )iiiiii ieeeee iiiii aqaKaqaKaqKak
+===+ 1 . (3.80)
iie aq diekspansi menjadi deret eksponensial karena dianggap nilainya sangat kecil.
Dengan demikian, dilakukan kalkulasi ( )kf di sekitar titik K dan K’. Kalkulasi
dilakukan dengan aproksimasi tetangga terdekat. Karena tiap atom pada graphene
memiliki 3 tetangga terdekat, maka terdapat 3 summition. Komponen K telah
dibahas di bagian 3.3.2, 0,322
=
aK
.
44
44
( ) ( )
( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( )
( )aiqaq
aqiaq
aqiaqiaq
aqiaqiiaqi
aqieeaqieeaqiee
aeqiaeqieaeqiaeqieaqi
aqqieaqqieaqqi
ieieie
eeeeee
ef
yx
yx
yyx
yyx
y
ii
y
ii
x
ii
i
y
i
x
ii
y
i
x
i
y
yx
i
yx
i
yx
aa
iaa
iaa
i
iiiiii
i
i i
−−=
+−=
++−−=
+
−
+
+=
+
+−
−+++=
−−+−+++=
−−++
−++
+=
+++++=
++=
=
−−−
−−−
−
−−
−
=
+
2
3
2
3
2
3
3
3
6
3
2
311
3
3
3
2cos2
6
3
3
2sin2
2
1
3
2cos21
3
3
6
3
2
11
6
3
2
1
6
3
2
1
3
31
6
3,
2
1,1
6
3,
2
1,1
3
3,0,1
111
3
2
3
2
3
2
3
2
3
2
3
2
3
2
3
2
3
2
3
2
3
2
3
2
3
2
3
2
36
3,
2
10,
3
4
26
3,
2
10,
3
4
13
3,00,
3
4
3
1
332211
qqq
k
qKqKqK
qK
Momentum di sekitar titik K adalah qKkp =−= , sehingga persaman di atas
dapat ditulis
( ) ( )yx ippa
f −−2
3k . (3.81)
Nilai eigen sebagai fungsi momentum dinyatakan oleh
( ) ( )
( ) ( )
( )
p
p
kk
2
3
43
4
3
2
3
2
3
2
2
22
22
2
22
2
22
atE
ta
ppa
t
ippa
ippa
t
fftE
yx
yxyx
=
=
+=
+−−−=
=
(3.82)
Dimensi dari ruas kanan persamaan di atas juga harus merupakan dimensi energi.
Kesetaraan ini berimplikasi koefisien dari p berdimensi kecepatan. Kecepatan ini
45
45
disebut kecepatan Fermi vF yang nilainya mendekati sm610 . Dengan demikian,
nilai eigen energi dapat dinyatakan
pFvE = (3.82)
dan Hamiltonian dapat ditulis
( )( )
+
−=
0
0ˆ
yxF
yxF
ippv
ippvH . (3.83)
3.4.2 Bilayer Graphene
Struktur kristal bilayer graphene (AB stacking) ditunjukkan oleh Gambar
3.17 dan Gambar 3.18.
Gambar 3.17 Struktur kristal bilayer graphene tampak atas
Gambar 3.18 Struktur kristal bilayer graphene tampak samping [9]
Bilayer graphene yang ditinjau adalah A-B stacked bilayer graphene. Sel satuan
pada bilayer graphene berisi 4 atom. Atom A1 dan B1 di layer bawah, sementara
atom A2 dan B2 di layer atas. Kedua layer disusun dengan atom A2 tepat di atas
atom B1. A2 dan B1 disebut atom dimer karena interaksinya kuat, sementara atom
A1 dan B2 disebut atom non-dimer karena tidak ada atom lain yang berapa tepat di
atas atau di bawahnya, sehingga interaksinya lemah [9].
Hamiltonian pada bilayer graphene diberikan oleh
46
46
( ) ( ) ( )( ) ( )
( ) ( )( ) ( ) ( )
−−
−
−
−−
=
2043
0214
4110
3401
ˆ
B
A
B
A
fff
ff
ff
fff
H
kkk
kk
kk
kkk
(3.84)
dengan
22110 BABA HH −=−= , (3.85a)
121 BA H = , (3.85b)
213 BA H −= , (3.85c)
21214 BBAA HH == (3.85d)
Plot bilayer graphene menghasilkan kurva dispersi parabola (Gambar 3.19)
Gambar 3.19 Kurva dispersi pada bilayer graphene [9]
Di sekitar titik K, Hamiltonian bilayer graphene menjadi
−
−
−
−
=
24†
3
†
214
†
411
3†
4†
1
ˆ
B
A
B
A
vvv
vv
vv
vvv
H
(3.86)
dengan 2
3,
2
3 ,
2
3 , 4
43
30
a
va
va
vipp yx ===+= . Karena sel satuan
mengandung 4 atom, Hamiltonian di sekitar titik K dapat dibuat dengan hanya
47
47
terkait atom dimer saja pada skala energi rendah di dekat permukaan Fermi.
=
Ehu
uh† (3.87)
dengan
=
2
1
B
A
adalah komponen energi rendah dan
=
1
2
B
A
adalah
komponen dimer.
−
−=
−
−=
=
=
†
4
†
4†
4
††
4
11
12
2†
3
31
,
, ,
vv
vvu
vv
vvu
hv
vh
B
A
B
A
(3.88)
Persamaan (3.87) memberikan
( ) †1uhE −
−= (3.89)
( ) †2†1
†1
1dengan uuhSESuuhh
EuhEuh−−
−
+==−
=−+
(3.90)
Dengan transformasi 21S= , persamaan (3.90) menjadi
−
−
−−−
−−
ESuuhhS
ESSuuhh
effH
21†121
2121†1
(3.91)
Diasumsikan 0dan 0 432121 ====== vvBBAA
( )
−=
−=
−
0
0
0
0
01
10
0
02
2†
1
2††
1
2†1
vvuuh (3.92)
Diperoleh
( )2
1
2
2†
0 2dengan
0
02
1ˆv
mm
H
=
−= (3.93)
48
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN KEGIATAN
Fenomena terobosan Klein pertama kali ditemukan oleh Oskar Klein pada
tahun 1929 dalam konteks elektrodinamika kuantum [18]. Oskar Klein menemukan
hasil yang mengejutkan ketika menyelesaikan propagasi elektron-elektron Dirac
yang meleati potensial perintang tunggal. Fenomena ini banyak didiskusikan di
ranah partikel, nuklir, dan astrofisika. Namun eksperimen secara langsung untuk
partikel elementer diprediksi mustahil [9].
Pada tahun 2006, Katsnelson, Novoselov, dan Geim merilis sebuah artikel
yang menunjukkan bahwa fenomena ini dapat diuji secara konseptual melalui
eksperimen fisika material sederhana menggunakan perintang elektrostatik pada
monolayer dan bilayer graphene.
4.1 Terobosan Klein pada Monolayer Graphene
Ditinjau suatu sistem dengan potensial perintang setinggi V0 (Gambar 4.1).
Sistem tersebut dibagi menjadi tiga daerah. Daerah 1 berada pada x < 0 dan
potensialnya 0, daerah 2 berada pada 0 < x < d dengan potensial V0, dan daerah 3
di bagian x > 0 dengan potensial 0. Selanjutnya, akan ditinjau kasus 0 < E < V0.
Gambar 4.20 Hamburan elektron Dirac oleh potensial kotak [16]
Struktur elektronik graphene pada energi rendah dapat dinyatakan dalam
persamaan nilai eigen energi, ψψˆ EH = . Hamiltonian diperoleh dengan
memanfaatkan hasil perhitungan skala energi rendah pada monolyer graphene yang
telah dipaparkan di bagian 3.4.1, sehingga Hamiltonian pada monolayer graphene
dapat dituliskan
49
49
( ), ˆˆ
0ˆˆ
ˆˆ0ˆ
yyxxF
yx
yxF
kkv
kik
kikvH
+=
+
−=
(4.1)
dengan Ep = 0. Fungsi gelombang spinor 2D diberikan oleh
( ) ,ψ
ψψ
2
1 rkk r
= i
s e (4.2)
sehingga persamaan nilai eigen energinya menjadi
=
+
−
2
1
2
1
ψ
ψ
ψ
ψ
0ˆˆ
ˆˆ0E
kik
kikv
yx
yxF . (4.3)
Untuk menyelesaikan persamaan di atas, digunakan dispersi pita
kvsE Fs =k (4.4)
dengan s = +1 untuk pita konduksi dan ‒1 untuk pita valensi.
Selanjutnya, persamaan (4.4) disubstitusikan ke persamaan (4.3)
( )( )( )
( ). ψ
ˆˆψ
ψψˆˆ
ψ
ψ
ψˆˆ
ψˆˆ
ψ
ψ
ψ
ψ
0ˆˆ
ˆˆ0
12
21
2
1
1
2
2
1
2
1
ks
kik
kskik
ks
ks
kik
kik
kvskik
kikv
yx
yx
yx
yx
F
yx
yxF
+=
=+
=
+
−
=
+
−
(4.5)
Karena sindan cos kkkk yx == , persamaan (4.5) menjadi
, ψ
ψsincos
ψ
ψˆˆ
ψ
1
12
12
i
yx
se
ks
kik
ks
kik
=
+=
+=
(4.6)
sehingga fungsi gelombang menjadi
( )( )( )
yikxik
iyxe
seyx
yxyx +
=
= 1
2
1ψ
1
,ψ
,ψ,ψ
. (4.7)
Dengan menggunakan kondisi ternormalisasi, diperoleh
50
50
( ) ( )
,2
1ψ
ψ2
1
ψ21
ψ
ψψψ1
,ψ,ψ1
1
221
21
1
111
*
L
L
dxdy
dxdyese
eesee
dxdyyxyx
L
Lyikxiki
yikxikyikxikiyikxik
L
yx
yx
yxyx
=
=
=
=
=
+
+−−−−−
(4.8)
1ψ menyatakan amplitudo, dengan L2 adalah luas daerah sistem. Dengan demikian,
fungsi gelombang menjadi
( )( )( )
yikxik
iyxe
seLyx
yxyx +
=
=
1
2
1,ψ
,ψ,ψ
2
1 . (4.9)
Diasumsikan gelombang datang dengan sudut ϕ relatif terhadap x pada daerah
I, lalu menyebar di daerah II dengan sudut θ relatif terhadap x (Gambar 4.2).
Gambar 4.21 Definisi sudut dan vektor-vektor gelombang di 3 daerah berbeda [16]
Potensial tidak mengalami perubahan sepanjang sumbu y, sehingga
komponen y dari momentum konservatif,
yIIIy
IIy
Iy kkkk === . (4.10)
Potensial di daerah 1 dan 3 sama dan karena konservasi momentum, maka
xIIIx
Ix kkk == . (4.11)
Persamaan Schrödinger pada daerah 2 adalah
( )( )
=
+
−II
II
II
II
yIIxF
yIIxF EVikkv
ikkvV
2
1
2
1
0
0
ψ
ψ
ψ
ψ
. (4.12)
Perhitungan lebih lanjut menghasilkan vektor gelombang pada arah x di daerah II
51
51
( )( )
( )( )
( ) ( )( ) ( )
( ) ( )( )( )
( ) ( ) ( )
( ) ( )
( )
( )( )
2
2
20
2
22202
20
222
10
01
201
102
2201
1210
2
1
201
210
ψψ
ψψ
ψψ
ψψψ
ψψψ
ψ
ψ
ψψ
ψψ
y
F
IIx
F
FyIIx
yIIxF
II
yIIxF
IIy
IIxF
IIIIy
IIxF
IIIIy
IIxF
IIIIIIy
IIxF
IIIIy
IIxF
II
II
II
IIIIy
IIxF
IIy
IIxF
II
kv
VEk
v
vkVEk
VEkkv
ikkv
VEVEikkv
VEikkv
VEikkv
EVikkv
EikkvV
E
E
Vikkv
ikkvV
−−
=
−−=
−=+
−
−−=+
−=+
−=−
=++
=−+
=
++
−+
(4.13)
dan
( ) ( ) 2220
tancos
sintan
yF
y
IIx
IIy
x
y
x
y
kvVE
k
k
k
k
k
k
k
k
k
−−=====
. (4.14)
Fungsi gelombang di tiap daerah dapat dituliskan sebagai berikut:
Daerah I
( ) ( )( )
( )
+
=
+−
−
+ ykxki
i
ykxki
iI yxyx e
sere
seLyx
11
2
1,ψ , (4.15)
dengan r adalah koefisien amplitudo gelombang yang direfleksikan di daerah I dan
koefisien amplitudo gelombang datang dianggap bernilai 1.
Daerah II
( ) ( )( )
( )
+
=
+−
−
+ ykxki
i
ykxki
iII y
IIxy
IIx e
esbe
esa
Lyx
11
2
1,ψ , (4.16)
dengan a adalah koefisien amplitudo gelombang yang ditransmisikan dan b adalah
koefisien amplitudo glombang yang direfleksikan di daerah II.
Daerah III
( ) ( )ykxki
iIII yxe
set
Lyx +
=
1
2
1,ψ , (4.17)
52
52
dengan t adalah koefisien amplitudo gelombang yang ditransmisikan di daerah III.
Daerah III tidak memiliki gelombang yang direfleksikan.
Koefisien a, b, r, dan t dapat dicari dengan menggunakan syarat kontinyuitas
fungsi gelombang:
Syarat 1
( ) ( )yy III ,0ψ,0ψ = : Fungsi gelombang di daerah I harus sama dengan fungsi
gelombang di daerah II untuk x = 0,
( ) ( )
( ) ( ) . 1
11
2
111
2
1
+
=
+
+
=
+
−−
−−
iiii
yik
ii
yik
ii
bes
b
aes
a
sre
r
se
ees
bes
aL
ese
rseL
yy
. (4.18)
Syarat 2
( ) ( )yDyD IIIII ,ψ,ψ = : Fungsi gelombang di daerah II harus sama dengan fungsi
gelombang di daerah III untuk x = D,
( )
( ) . 11
1
2
111
2
1
Diki
Diqi
Diqi
yikDiki
yikDiqi
Diqi
xxx
yxyxx
este
te
esbe
esa
eese
tL
eees
bees
aL
=
+
=
+
−
−
−
−
(4.19)
Dari kedua syarat di atas, didapatkan empat persamaan
bar +=+1 , (4.20a)
( ) ( ) −− +=+ iiii besaessrese , (4.20b)
DikDiqDiq xxx tebeae =+− , dan (4.20c)
( ) ( ) ( )DkiDqiDqi xxx stebesaes +−−+=+ . (4.20d)
Persamaan (4.20c) dan (4.20d) menghasilkan (Lampiran 1.1)
( )( )
.2 Diqii
iixae
esse
esseb
−+
−−= (4.21)
Nilai b yang diperoleh, selanjutnya disubstitusikan ke persamaan (4.20a) (Lampiran
1.2)
( )( )( ) ( )
.cos2sin2
1
DqsDqise
eressea
xxi
Diqii x
++−
++=
−−
(4.22)
53
53
Nilai a disubstitusikan kembali ke persamaan (4.21) dan menghasilkan
( )( )
( )( )( ) ( )
( )( )( ) ( )DqsDqise
eresse
eDqsDqise
eresse
esse
esseb
xxi
Diqii
Diq
xxi
Diqii
ii
ii
x
x
x
++−
+−−=
++−
++
+
−−=
−−
−
cos2sin2
1
cos2sin2
1 2
(4.23)
Selanjutnya, untuk mendapatkan r digunakan persamaan (4.20b) (Lampiran 1.3)
( ) ( ) ( )( ) ( )
( )
.
1cos2sin2
sin2cos2
i
i
A
xxi
xxi
ii
seA
seAr
rDqsDqise
DqiDqsesrees
−
−
+
−−=
+++−
−−=−
(4.24)
Kemudian dengan menghitung pembilang (Lampiran 1.4) dan penyebut (Lampiran
1.5), diperoleh nilai r
( )( )( ) ( ) ( )( )DqiDqssDq
ssDqier
xxx
xi
coscoscossinsinsinsin
sinsinsin
−−
−= . (4.25)
Setelah memperoleh kuantitas r, langkah selanjutnya adalah menghitung
probabilitas refleksi R dari monolayer graphene (Lampiran 1.6).
( )( )( ) ( )
.coscoscossinsin1sin
sinsinsin22222
22
DqssDq
ssDqR
rrR
xx
x
+−
−=
=
(4.26)
Kemudian dilakukan perhitungan transmitansi (T) (Lampiran 1.7) dan diperoleh
( )( ) ( )DqssDq
Txx
22222
22
coscoscossinsin1sin
coscos
+−= . (4.27)
Untuk V0 >> E, ( ) ( )
00tan222
0
=→−−
==
yF
y
IIx
IIy
kvVE
k
k
k
, sehingga
persamaan (4.27) menjadi
54
54
( )( ) ( )
( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( )
( )( )
.sincos1
cos
sinsincoscos
cos
sincossin1
cos
sincoscos
cos
22
2
2222
2
222
2
222
2
DqT
DqDqDq
DqDq
DqDqT
x
xxx
xx
xx
−=
+−=
+−=
+=
(4.28)
Untuk kondisi resonansi, ,...1,0dengan == nnDqx , T = 1 atau transmisi
maksimum.
4.2 Bilayer Graphene Untuk Menekan Terobosan Klein
Kalkulasi pada monolayer graphene memberikan hasil transmitansi
maksimum, artinya elektron dapat menembus potensial perintang secara sempurna.
Kondisi ini mengakibatkan “on” secara terus-menerus, sehingga tidak bisa
digunakan untuk membuat transistor. Dalam pembuatan transistor dibutuhkan
kondisi “on” dan “off”. Sebagai upaya untuk memperoleh kondisi demikian, maka
dilakukan kalkulasi terobosan Klein pada bilayer graphene dengan harapan dapat
memberikan jawaban atas kelemahan monolayer graphene.
Ditinjau spektrum energi rendah pada bilayer graphene (Gambar 4.3)
Gambar 4.22 Spektrum energi di sekitar titik K pada bilayer graphene [9]
Hamiltonian dari sebuah elektron pada bilayer graphene adalah
( )( )
+
−−=
0
0
2ˆ
2
22
yx
yx
ikk
ikk
mH
(4.29)
55
55
Persamaan Schrӧdinger pada daerah ke-i adalah
( )( )
( ) ( ) ( )rr kkisi
is
yx
yx VEkik
kik
mψψ
0ˆˆ
ˆˆ0
2 2
22
−=
+
−−
(4.30)
Fungsi gelombang spinor 2D diberikan oleh
( )
( )
1,2,3
ψ
ψ
ψ
ψ
ψ
ψ
ψ
ψψ
wavesevanescent ψ
ψψ
ψ
ψψ
wavesgpropagatin ψ
ψψ
ψ
ψψ
ψψψψψ
42
41
32
31
22
21
12
11
42
414
32
313
22
212
12
111
4321
=
+
+
+
=
+++=
−−
−
−
i
eedecebea
eeee
eeee
dcba
yikx
i
ix
i
ixik
i
ixik
i
iis
yikx
i
yikx
i
yikxik
i
yikxik
i
iiiiiiiiis
yixixixix
yixyix
yixyix
r
r
k
k
(4.31)
Masing-masing propagating waves dan evanescent waves disubstitusikan ke
persamaan (4.30) (Lampiran 2.1 – 2.4) dan menghasilkan
i414
2
41
i313
2
31
i2122
2
21
i1121
2
11
ψ1
ψ
ψ ψ
1
ψ
ψ
ψ1
ψ
ψ ψ
1
ψ
ψ
−=
−=
=
=
−
iiiiii
iii
iii
hshs
eses ii
(4.32)
dengan
( ) ( )iiiyixixii hkkEVs sinsin1 , 2 , sgn 222−+=+=−=
Fungsi gelombang sebagai solusi persamaan Schrӧdinger dapat dituliskan
( ) yikx
iii
x
iii
xiki
ii
xiki
ii
is
yixixix
i
ix
iee
hsde
hsce
esbe
esa
−+
−+
+
=
−−
−
i41i
31i
212i
112 ψ
1ψ
1ψ
1ψ
1ψ rk
atau secara ringkas
( )( )( )
=
yx
yxi
iis
,
,ψ
2
1
rk (4.33)
dengan
( )
( ) ( ) yikx
i
ixii
xkii
xkiii
i
yikxi
xi
xiki
xiki
i
yixixiixiix
yixixixix
eeh
dehcebeas
eedecebea
−−+=
+++=
−+−+
−−
222
1
(4.34)
56
56
Persamaan (4.33) berimplikasi pada bentuk fungsi gelombang yang berbeda
di masing-masing daerah. Untuk kasus berkas elektron datang tegak lurus pada
potensial perintang (ϕ = 0) dan V0 > E:
s2 = -s1 = -s3 = -1
Daerah 1
yik
xixikixik
xxikxiky
xxx
xxx
eehcebea
ecebea
−+
++=
−−+
−
11111
111
112
12
1
1111
(4.35)
Suku yikx yIxeh
d +−−
1
1 hilang karena bernilai ≈ ∞ untuk x → ∞, sehingga d1 harus nol
supaya memenuhi fungsi gelombang yang diizinkan.
Daerah 2
yikxxixikixik
xxxikxik
y
xxxx
xxxx
ee
h
dehcebea
edecebea
++−−
+++
= −−−+
−−
222222
2222
2
222
22
22
22222
(4.36)
Daerah 3
yikxixik
xxik
y
xx
xx
ee
h
dea
edea
−
+
= −+
−
333
33
3
323
333
(4.37)
Suku →−+ xehc yikx yIx untuk 33
, sehingga c3 harus bernilai nol. b3 bernilai nol
karena b3 merupakan amplitude kompleks dari gelombang yang merambat ke kiri,
sedangkan di daerah 3 tidak ada gelombang yang merambat ke kiri.
Selanjutnya, untuk mendapatkan transmitansi pada bilayer graphene
diberlakukan syarat-syarat kontinyuitas fungsi gelombang:
Syarat 1 ( ) ( )yy ,0,0 21 =
Dari syarat 1 diperoleh
2222111
2222111
dcbacba
dcbacba
++−−=−+
+++=++ (4.38a)
Syarat 2 0untuk 21
=
=
x
xx
Dari syarat 2 diperoleh
22222222111111
22222222111111
kdkcikbikakcikbika
kdkcikbikakcikbika
−++−=−−
−+−=+− (4.38b)
57
57
Syarat 3 ( ) ( )yDyD ,, 32 =
Dari syarat 3 diperoleh
DkDikDkDkDikDik
DkDikDkDkDikDik
edeaedecebea
edeaedecebea112222
112222
332222
332222
−−−
−−−
−=++−−
+=+++ (4.38c)
Syarat 4 Dxxx
=
=
untuk
32
Dari syarat 4 diperoleh
DkDikDkDkDikDik
DkDikDkDkDikDik
ekdeikaekdekceikbeika
ekdeikaekdekceikbeika112222
112222
131322222222
131322222222
−−−
−−−
+=−++−
−=−+− (4.38d)
dengan xxxx kkkk 222111 dan ====
Berangkat dari persamaan (4.38a) sampai (4.38d), selanjutnya dihitung
koefisien transmisi (t) dan diperoleh
( ) ( ) DkDk eikkeikk
kik
a
at
22 212
212
21
1
3 4
−−+==
− (4.39)
dan probabilitas transmisi T diperoleh
( ) ( ) 22
212
221
22
22
212
4sinh
4
kkDkkk
kktT
++== . (4.40)
Untuk kasus ϕ yang tidak sama dengan nol, rumus transmisi T tidak bisa
diperoleh secara analitik sehingga membutuhkan metode numerik tertentu untuk
memecahkannya. Permasalahan ini rencananya akan dikaji pada tahapan skripsi.
58
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil Praktik Kerja Lapangan (PKL) di P2 FISIKA–LIPI dengan
topik “Praktik Fisika Teoritis dan Komputasi Untuk Analisis Fenomena Terobosan
Klein dalam Material Graphene” dapat disimpulkan bahwa penulis bisa
mereproduksi hasil penelitian terdahulu, yakni monolayer graphene tidak baik jika
digunakan sebagai bahan pembuat transistor karena fenomena terobosan Klein pada
monolayer graphene dominan, menghasilkan transmisi sempurna. Dengan kata lain,
monolayer graphene tidak memiliki kondisi “off”.
Kemudian dilakukan kalkulasi terhadap fenomena terobosan Klein pada
bilayer graphene sebagai upaya untuk mendapatkan bahan yang baik untuk
transistor. Hasil kalkulasi tersebut menunjukkan bahwa probabilitas transmisi pada
bilayer graphene meluruh secara eksponensial bergantung pada tinggi dan lebar
perintang. Dengan demikian, ada peluang bilayer graphene menjadi material yang
baik untuk transistor karena terobosan Klein dapat diatur, sehingga elektron tidak
mengalir setiap saat.
5.2 Saran
Hasil belajar selama PKL perlu dilanjutkan menjadi penelitian skripsi dengan
fokus utama optimasi nilai variasi ketebalan dan tinggi perintang untuk mencari
rasio on–off sebesar-besarnya jika bilayer graphene digunakan untuk membuat
transistor.
59
DAFTAR PUSTAKA
[1] H. S. Wahyudi and M. P. Sukmasari, “Teknologi dan Kehidupan
Masyarakat,” J. Anal. Sosiol., vol. 3, no. 1, pp. 13–24, 2014.
[2] D. Krass, T. Nedorezov, and A. Ovchinnikov, “Environmental Taxes and
The Choice of Green Technology,” Prod. Oper. Manag., vol. 22, no. 5, pp.
1035–1055, 2013.
[3] A. D. Maynard, R. J. Aitken, T. Butz, V. Colvin, K. Donaldson, G.
Oberdörster, M. A. Philbert, J. Ryan, A. Seaton, V. Stone, S. S. Tinkle, L.
Tran, N. J. Walker, and D. B. Warheit, “Safe Handling of Nanotechnology,”
Nature, vol. 444, no. 7117, pp. 267–269, 2006.
[4] M. Laura, “Commercializing Nanotechnology,” Nat. Biotechnol., vol. 21, no.
10, pp. 1137–1143, 2003.
[5] A. Zaenudin, “Transistor: Kecil Kecil Cabe Rawit,” Tirto.id, 2018. .
[6] D. Li and R. B. Kaner, “Graphene-Based Materials,” Science (80-. )., vol.
320, no. 5880, pp. 1170–1171, 2008.
[7] K. S. Novoselov, V. I. Fal, L. Colombo, P. R. Gellert, M. G. Schwab, and K.
Kim, “A Roadmap for Graphene,” Nature, vol. 490, no. 7419, pp. 192–200,
2012.
[8] Y. Wu, K. A. Jenkins, A. Valdes-garcia, D. B. Farmer, Y. Zhu, A. A. Bol, C.
Dimitrakopoulos, W. Zhu, F. Xia, P. Avouris, and Y. Lin, “State of The Art
Graphene High-Frequency Electronics,” Nano Lett., vol. 12, no. 6, pp. 3062–
3067, 2012.
[9] M. I. Katsnelson, K. S. Novoselov, and A. K. Geim, “Chiral Tunnelling and
The Klein Paradox in Graphene,” Nat. Phys., vol. 2, no. 9, pp. 620–625, 2006.
[10] T. Ohta, A. Bostwick, T. Seyller, K. Horn, and E. Rotenberg, “Controlling
the Electronic Structure of Bilayer Graphene,” Science (80-. )., vol. 313, no.
5789, pp. 951–954, 2006.
[11] A. Beiser, Konsep Fisika Modern, III. Jakarta: Erlangga, 1983.
[12] S. Rajasekar and R. Velusamy, Quantum Mechanics I, I. New York: CRC
Press, 2015.
[13] E. Latifah, “Mekanika Kuantum,” Malang, 2016.
60
60
[14] G. Brocks, “Graphene : an introduction,” 2015.
[15] D. P. Nasional and U. N. Malang, “Fisika zat padat,” 2006.
[16] P. E. Allain and J. N. Fuchs, “Klein tunneling in graphene : optics with
massless electrons,” vol. 317, pp. 301–317, 2011.
[17] Y. Inou, “Electron Tunneling in Bilayer Graphene,” Tohoku University.
[18] Anonym, “Klein tunneling and ballistic transport in graphene and related
materials,” pp. 118–126.
61