laporan penelitian pola interaksi masyarakat pegunungan.docx

15
LAPORAN PENELITIAN POLA INTERAKSI MASYARAKAT PEGUNUNGAN “GUNUNG KAWI” OLEH : HILARIUS FREMI RANGO NIM : 2013210048 PRODI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Upload: ayuvienza-nanamie-tos

Post on 21-Dec-2015

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PENELITIAN POLA INTERAKSI MASYARAKAT PEGUNUNGAN.docx

LAPORAN PENELITIAN POLA INTERAKSI MASYARAKAT PEGUNUNGAN

“GUNUNG KAWI”

OLEH :HILARIUS FREMI RANGO

NIM :

2013210048

PRODI ILMU ADMINISTRASI NEGARAFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI MALANG2014

Page 2: LAPORAN PENELITIAN POLA INTERAKSI MASYARAKAT PEGUNUNGAN.docx

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat atas rahmatnya pulalah kami dapat menyajikan laporan penelitian ini yang berjudul Pola Interaksi Masyaraka pegunungan dan ini dapat diselesaikan dengan baik. Di dalam tulisan ini, disajikan pokok-pokok bahasan yang meliputi pola interaksi masyarakat pegunungan. Kami sangat menyadari bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan yang kami miliki membuat laporan ini tidak sempurna. Walaupun kami telah berusaha dengan segala kemampuan untuk lebih teliti, tetapi masih dirasakan banyak kekurangtepatan. Oleh karena itu kami mengharapkan saran yang membangun agar laporan penelitian ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Malang,16 Nopember 2014

Penulis

I

Page 3: LAPORAN PENELITIAN POLA INTERAKSI MASYARAKAT PEGUNUNGAN.docx

DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR.........................................................................................................iDAFTAR ISI.......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................iii

A. LATAR BELAKANG............................................................................................iiiB. RUMUSAN MASALAH.......................................................................................1C. TUJUAN .................................................................................................................1D. MANFAAT...............................................................................................................1

BAB II BAB II KAJIAN PUSTAKA............................................................................... 4

BAB III METODOLOGIPENELITIAN..............................................................................7

A. KESIMPULAN....................................................................................................... 8B. SARAN....................................................................................................................9C. KESIMPULAN INDIVIDU..............................................................................

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................10

II

Page 4: LAPORAN PENELITIAN POLA INTERAKSI MASYARAKAT PEGUNUNGAN.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pesarean Gunung Kawi merupakan salah satu tempat ataupun obyek Wisata ritual, yang menyangkut berbagai unsur kebudayaan, yang di dalamnya terdapat banyak budaya yang di bawa pengunjung yang berasal dari berbagai daerah, dengan latar belakang budaya yang berbeda. Kemudian di situ terjadi komunikasi antar budaya, sehingga melahirkan suatu interaksi untuk kemudian memunculkan proses perpaduan antar budaya yang satu dengan yang lain yaitu adanya perpaduan arsitektur yang ada di sekitar lokasi peziarahan. Sebelum pesarean Gunung Kawi berkembang menjadi suatu tempat Wisata ritual, di ketahui Pesarean Gunung Kawi merupakan makam kedua tokoh Agama Islam dari Keraton Mataram abad ke-19. Karena sifat patriotik yang dimiliki kedua tokoh Agama tersebut sehingga banyak mendatangkan kunjungan yang sifatnya peziarahan. Berangkat dari banyaknya kunjungan peziarahan, yang sehingganya memunculkan persepsipersepsi tentang Pesarean Gunung Kawi saat ini. Sementara itu persepsi negatif adanya pesugihan, dikarenakan munculnya isu-isu yang berkembang dalam masyarakat persepsi seperti ini lebih banyak dinyatakan oleh pengunjung yang baru pertama kepesarean Gunung Kawi. timbul satu pemikiran dari penulis untuk bergerak untuk melakukan penelitian ke desa tersebut, dengan maksud mengetahui lebih dalam tentang budaya masyarakat gunung kawi secara umum. Tempat utuk melakukan penelitian berada di Desa Wonosari Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang. Tipe penelitian yang di pakai adalah penelitian deskripsi dengan jenis data kualitaif dimana sifatnya alamiah, penelitian deskripsi dimaksudkan untuk klarifikasi mengenai satu fenomena atau kenyataan sosial, Teknik pengumpulan data yang di pakai adalah wawancara atau interviuw.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaiman budaya masyarakat gunung kawi?

2. Bagaimana bentuk budaya dan penerapan masyarakat pegunungan?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui tentang bagaimana budaya masyarakat gunung kawi

2. Untuk mengetahui seperti apakah bentuk budaya dan penerapan masyarakat pegunungan

3. Agar dapat mengetahui apakah ada hubungan antara kemampuan kerja dengan produktivitas kerja, serta seberapa besar hubungannya dengan pola kehidupan masyarakat pegunungan

4. Agar dapat mengetahui tentang bagaimana budaya masyarakat gunung kawi serta bentuk atau system kerja dari masyarakat tersebut

Page 5: LAPORAN PENELITIAN POLA INTERAKSI MASYARAKAT PEGUNUNGAN.docx

III

D. Manfaat Penelitian

1. Dapat memberikan penjelasan tentang bagaimana bentuk budaya dan peran masyarakat pegunungan pada umumnya

2. Dapat mengetahui tentang pengembangan pola kehidupan masyarakat gunung kawi serta masyarakat pegunungan

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bicara budaya masyarakat gunung kawi, tentunya hal itu tak lepas dari namanya desa Wonosari. Dimana disitu terdapat tempat dua makam tokoh Agama Islam, yaitu Kanjeng Eyang Mbah Djoego dan R.M. Soedjono, beliau seorang tokoh besar yang mempunyai karisma pinasih waliwulloh dari Keraton Mataram, yang di jadikan sbagai obyek wisata ritual. Dengan wafatnya Kanjeng Eyang Djoego pada hari Senin Pahing, maka pada setiap hari Senin Pahing diadakan sesaji dan selamatan. Apabila, hari Senin Pahing tepat pada bulan Selo (bulan Jawa ke sebelas), maka selamatan diikuti oleh seluruh penduduk Desa Wonosari yang dilakukan pada pagi harinya. Kegiatan ini sampai sekarang terkenal dengan nama Barikan. Acara-acara ritual yang sangat sakral di laksanakan setiap pada satu suro dengan pimpinan adatnya yaitu kepala desa, seperti kirab budaya pembakaran ogo-ogo, yang dipercayai mempunyai tujuan untuk menghilangkan mala petaka dan kesialan yang ada di daerah tersebut. Lebih uniknya lagi masyarakat yang ada di desa Wonosari berasal dari berbagai macam agama dan kota mulai dari cina, madura, jawa,tiong hua dan lain-lain. Ketika waktu acara satu suro mereka juga mengikuti adatnya orang jawa dengan memakai kebaya yang perempuakan. Masyarakat desa ini setiap ada acara gebyar budaya satu suro setiap RW, di beri tugas wajib yang di sepakati bersama untuk membuat ogo-ogo yang besar. Bahkan untuk pendanaan pembuatan ogo-ogo itu tidak hanya dana kecil melainkan dana yang begitu besar, mulai berkisar 17 juta bahkan nyampek 20 juta. (narasmber: Nuraji selaku ketua RT.2) Mata pencarian untuk kebutuhan hidup, masyarakat yang ada di desa Wonosari lebih kepada berwirausaha dan bertani. Dalam bertani masyarakat disitu penghasilan pokok yang lebih menonjol yaitu ubi jalar dan yang lainya seperti, jagung, kopi, pisang. Notaben masyarakat gunung kawi 90% beragama islam.

Masyarakat gunung kawi jika dilihat dari segi norma, tingkahlaku, sikapnya mereka lebih ramah terhadap orang lain tapi sedikit mempunyai watak yang keras. Masyarakat gunung kawi masih termasuk masyarakat desa, karena dapat di lihat saja dari jumplah penduduk yang lebih kecil. Meskipun tidak ada ukuran pasti, dikatakan desa memilliki kepadatan penduduk yang relatif kecil di bandingkan dengan kota. Kepadatan penduduk ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap pola pembangunan perumahan. Di desa gunung kawi jumplah penduduk sedikit, tanah untuk keperluan perumahan cenderung ke arah horizontal, jarang ada perumahan yang bertingkat. Hal itu karena masyarkat di situ dalam membangun untuk kebutuhan perumahan lebih memilih pelebaran ke samping di banding

Page 6: LAPORAN PENELITIAN POLA INTERAKSI MASYARAKAT PEGUNUNGAN.docx

mengarah keatas. Lingkungan masyarkat gunug kawi lebih dekat dengan alam bebas, udaranya bersih, sinar matahari cukup serta tanahnya di selimuti berbagai pepohonan. Semua ini sangat berlainan dengan lingungan perkotaan yang sebagian besar di lapisi beton, bangunan menjulang tinggi saling berdesak-desakan, udara yang seringkali terasa pengap karena asap kendaraan. Corak kehidupan masyarakat desa gunung kawi dapat di katakan masih bersifat homogen, hal itu karena di sana saling bertemu antara berbagai suku, agama, kelompok dan masing-masing memiliki kepentingan yang berlainan. Dalam interaksi sosialnya masyarakat gunung kawi, apabila disitu terjadi konflik mereka berusaha untuk di rukunkan, karena memang prinsip msyarakat ini hidup rukun dan gotong royong. Dalam menjalin dan mempertahankan hubungan silaturahmi mereka mempunyai trik sendiri yaitu dengan mengadakan tahlilan seminggu sekali tepatnya tiap hari selasa malam. Dalam masyarakat kawi, disitu ada kepercayaan-kepercayaan yang di yakin masyarakat setempat, seperti apabila orang kejatuhan daun pohon dekat dengan makam dua tokoh islam tersebut, konon rezekinya orang tersebut sudah dekat. ( narasumber:Nuraji selaku ketua RT.2).

Seiring perkembangan arus modernisasi, masyarakat Wonosari tentunya telah tersentuh dengan adanya perkembangan zaman, untuk menuju arah perubahan. Akan tetapi masih dengan erat mempertahankan kebudayaan yang mereka miliki. Seperti halnya nilai-nilai gotong royong pada msyarakat Wonosari tumbuh subur dan membudaya. Msyarakat di situ senantiasa menjaga dan mempertahankan budaya lokalnya, walaupun di situ sudah muncul keragaman budaya, yang di bawa oleh arus migrasi atau perpindaahan penduduk yang sifatnya sukarela. Datangnya orang baru dari luar daerah, baik untuk menetap atau sekedar singgah, hal itu menciptakan interaksi sosial jenis baru, contohnya saja msyarakat Wonosari yang awalnya dalam berkomunikasi menggunakan bahasa daerah, dengan adanya para pendatang seakan-akan di tuntut menggunakan bahasa indonesia dalam berkomunikasi. Walaupun itu masih sebagian masyarakat yang menggunakan bahasa indonesia, namun masih banyak masyarakat yang masih mempertahankan bahasa daerahnya, karena merupakan salah satu ciri khas warisan nenek moyangnya yang harus di jaga. Athony giddens modernisasi ditandai dengan institusi modern yang mencirikannya dan tidak ditemukan pada masyarakat sebelumnya, yaitu 1) alat tukar simbolik (symbolik token), yaitu media pertukaran yang bisa dialirkan tanpa memperdulikan watak atau karakter individu atau kelompok yang menangani mereka pada momen tertentu. Contohnya uang; dan 2) Pemapanan sistem ahli (expert system). Berbeda dengan masyarakat gunung kawi yang yang kebanyakan masih mempercayai pada dukun atau ahli adat, masyarakat modern lebih banyak bersentuhan dengan para ahli

Page 7: LAPORAN PENELITIAN POLA INTERAKSI MASYARAKAT PEGUNUNGAN.docx

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dimana kami meneliti bagaimana Budaya masyarakat gunung kawi, serta bagaimana peran dan interaksi masyarakat pegunungan (gunung kawi). Seringkali, dalam hal social, kita menilai bahwa masing-masing masyarakat pada suatu wilayah tertentu memiliki budaya yang beraneka ragam, budaya tersebut terbentuk oleh pola interaksi yang terjadi setiap hari secara terus-menerus hingga akhirnya membentuk sebuah kebiasaan. Sedangkan interkasi antar manusia tentunya berbeda-beda, tergantung individu masing-masing, dan individu inilah yang turut menyumbangkan ide atau cara yang unik dalam berinteraksi hingga akhirnya membentuk sebuah pola kebiasaan. Tentunya jika berbicara mengenai individu, tak lepas dari factor-faktor internal yang turut mempengaruhi individu tersebut, mulai dari segi fisik maupun psikologi. Jika dikaji dari segi fisik, tentu saja kondisi kesehatan, kondisi organ dalam, serta asupan gizi sehari-sehari sangat mempengaruhi kondisi internal suatu seorang individu dan berakibat pada bagaimana pola pikir dan cara ia bersikap. Paradigma social menganggap bahwa, masyarakat yang hidup di daerah pegunungan, dengan suhu yang relative dingin serta bahan pangan yang mayoritas nabati akan mempengaruhi sifat-sifat dari masyarakat yang ada di wilayah tersebut untuk lebih sabar, lebih kalem.

Pengamatan, awal mulai kami sampai di lokasi, hal pertama kali yang kami lakukan ialah pengamatan lokasi. Kami tidak hanya mengamati bagaimana kondisi geografi lokasi, melainkan juga bagaimana kondisi tempat tinggal penduduk, kebiasaan penduduk yang tampak di penglihatan kami saat kami datang pada lokasi, sikap penduduk dalam menyambut tamu/pendatang seperti kami, bagaimana cara mereka merespon, berbicara, serta memberikan informasi. Berinteraksi, setelah melakukan pengamatan, tentunya hal yang paling urgent saat kami mendatangi suatu lokasi ialah dengan berinteraksi bersama penduduk setempat. Kami bertanya beberapa hal mengenai lokasi. Kami dapat berinteraksi langsung dengan masyarakat setempat. Hal berikutnya yang kami lakukan adalah wawancara yang kami laksanakan setelah mengadakan lobi/perjanjian dengan Masyarakat setempat. Dan setelah itu kami Istirahat. Berinteraksi, kami melakukan interaksi kembali setelah wawancara sekitar pukul 14.30 WIB dengan banyak cara, sebagian ke toko-toko untuk membeli sesuatu dengan berinteraksi dan mengetahui bagaimana budaya masyarakat gunung kawi serta sebagian dari kami berinteraksi langsung dengan membicarakan banyak hal dan bercanda dengan masyarakat kami amati kondisi rumah-rumah mereka yg sangat sederhana itu. Dokumentasi, hal ini juga sangat urgent di dalam proses penelitian kami. Setiap momen tak lupa kami dokumentasikan baik dalam bentuk audio, gambar, maupun video yang berisi berbagai kegiatan yang kami lakukan mulai awal datang, wawancara, kunjungan, hingga selesai.

Page 8: LAPORAN PENELITIAN POLA INTERAKSI MASYARAKAT PEGUNUNGAN.docx

BAB IV

KESIMPULAN

Jadi dapat dideskripsikan bahwa budaya masyarakat gunung kawi merupakan suatu budaya yang sangat unik dan merupakan obyek Wisata ritual. Dimana di situ terdapat berbagai macam unsur kebudayaan di dalamnya, yang dibawa oleh masingmasing pengunjung yang berasal dari berbagai daerah dengan latar belakang budaya yang berbeda. Msyarakat disitu notabenya masih mempercayai acara ritual seperti kirab budaya pembakaran ogo-ogo, yang dipercayai mempunyai tujuan untuk menghilangkan mala petaka dan kesialan yang ada di daerah tersebut. Masyarakat Wonosari bisa di katakan orangnya mempunyai sikap yangramah-ramah, sopan, mudah beradaptasi dengan orang lain yang baru di kenal, walaupun sedikit mempunyai watak keras. Disitu juga ada kepercayaan-kepercayaan yang di yakini masyarakat setempat, seperti apabila orang kejatuhan daun pohon yang berdekatan dengan makam dua tokoh islam tersebut, konon rezekinya orang tersebut sudah dekat. Dengan adanya modernisai masyarakat yang ada di desa wonosari, mereka mampu beradaptasi untuk menuju suatu perkembangan walaupun masih belum keseluruhan. Seperti halnya saja dalam berkomunikasi dengan orang lain masih sebagian yang menggunakan bahasa indonesia, hal itupun digunakan ketika ada pendatang dari luar daerah. Bahasa yang di gunakan berkomunikasi sehari hari lebih banyak bahasa daerah.

Saran : Dengan munculnya persepsi negatif adanya tempat pesugihan di gunung kawi , dikarenakan munculnya isuisu yang berkembang dalam masyarakat, persepsi seperti ini lebih banyak dinyatakan oleh pengunjung yang baru pertama kepesarean Gunung Kawi . untuk itu sebelum kita mempunyai persepsi itu terlebih dahulu kita pahami lebih dalam budaya masyarakat gunung kawi.

Page 9: LAPORAN PENELITIAN POLA INTERAKSI MASYARAKAT PEGUNUNGAN.docx

DAFTAR PUSTAKA

• Koentjaraningrat, 1990. Pengantar Ilmu Antropologi, Reneka Cipta, Jakarta.hal.88• Giddens,2000. Jalan Ketiga (The Third Way), Gramedia, Jakarta.• Moedjanto, G. 1997. Konsep Kekuasaan Jawa Penerapanya Oleh Raja-Raja Mataram,Jogyakarta.

Page 10: LAPORAN PENELITIAN POLA INTERAKSI MASYARAKAT PEGUNUNGAN.docx

OPINI

Pesugihan Kehadiran para peziarah ke wisata ritual Gunung Kawi, secara umum adalah menjalankan laku ritual dengan berbagai maksud dan tujuan yang berbeda-beda. Menurut Bapak Jenggo pemandu wisata ritual Gunung Kawi dalam salah satu wawancara diperoleh penjelasan sebagai berikut: “Hampir semua peziarah yang datang ke wisata ritual ini tidak hanya mengarah kepada satu tujuan tunggal. Tidak jarang dari sebagian peziarah yang memiliki multi tujuan. Aadapun multi tujuan itu antara lain adalah adakalanya yang ingin mendapatkan jiwanya awet muda, dekat jodoh dan lancar semua urusan rizqinya. Semua do’a dan niatnya ditujuan ke leluhur yang membuka tempat tersebut, yaitu Eyang Raden Mas Kyai Zakaria II ( Eyang Djoego) dan  Eyang Raden Mas Iman Soedjono”.  Sementara itu menurut pandangan tokoh adat, Warsi’i, kehadiran mereka ke wisata ritual Gunung Kawi secara lebih substansial tidak dimaksudkan dengan sederet tujuan yang beragam itu. Namun demikian menurut Warsi’i --tokoh adat tersebut--kehadiran mereka memang ditujukan melakukan laku ritualitas dengan harapan memperoleh ketenangan jiwanya. Ketenangan jiwa, menurut Tokoh Adat tersebut merupakan kata kunci yang merepresentasi seluruh tujuan yang diniatkan oleh para peziarah. Orang akan lancar rizkinya menurut Warsi’i, jika jiwanya diberi ketenangan oleh Allah, orang akan semangat etosnya jika jiwanya tenang, orang akan bisa dengan lancar membangun pola komunikasi dengan koleganya jika jiwanya diberi ketenangan. Dalam salah satu wawancara, Warsi’i menjelaskan sebagai berikut: “Keyakinan terhadap arwah leluhur yang memiliki sumber kekuatan  mitos itu penting, sebab keyakinan mitos itu bisa menjadi sebab hati kamu tenang. Jika ketenangan itu sudah dicapai, insya Allah, rizqi itu mudah, artinya kekayaan itu akan datang dengan sendirinya. Karena itu keyakinan para peziarah itu kalau bisa harus ditata sebaik-baiknya. Sebab jika keyakinan mitos terhadap kedua tokoh tersebut sudah benar, saya sangat optimis terhadap apa saja yang dikehendaki oleh peziarah itu akan terkabulkan semuanya. Hal itu bagi saya yang lebih utama. “Mengenai masalah usaha keras atau yang pak roibin katakan sebagai etos, menurut saya ia hanya merupakan rutinitas belaka yang tidak akan berpengaruh untuk merubah nasib seseorang”. Sebab manusia itu menurut saya sudah ditentukan ukuran rizkinya. Hanya saja jika kita menggunakan do’a, insya Allah jatah rizki manusia itu bisa dimohon kembali, dengan sarat percaya yang sebenar-benarnya percaya.”

Pendek kata, ketenangan jiwa menjadi kebutuhan yang sangat mendasar bagi seseorang. Ketenangan jiwa itu menurut tokoh adat tersebut dibangun lewat proses interaksi dengan jiwa  para kekasih alam, yaitu jiwa orang-orang yang dekat kepada pemelihara alam, demikian bahasa mereka. Bagi Tokoh Adat, jiwa tidak akan pernah berhenti dalam berkomunikasi, jiwa juga tidak mengalami keterputusan komunikasi sekalipun  berbeda alamnya. Kata-kata shair Jawa yang berbunyi “wongkang sholeh kumpulana” menurutnya berarti membangun komunikasi secara dekat kepada jiwa-jiwa para kekasih alam yang lintas batas, agar hati kita terobati menjadi dingin dan damai. Dengan kata lain ketenangan jiwa itu muncul karena pada diri kita terdapat keyakinan kuat terhadap mitos  kedua tokoh suci tersebut. Dalam salah satu wawancara Bapak Warsi’i menjelaskan: “Barang siapa yang dekat dengan kekasih tuhan, maka berarti ia juga dekat dengan tuhan. Barang siapa yang cinta kepada kekasih tuhan maka ia juga dicintai oleh tuhan.” Ungkapan inilah yang menjadi landasan teologis para peziarah, sekaligus melandasi seluruh gerak dan aktifitas mereka. Keyakinan religiositas mereka, dengan pendekatan islam kejawen itu, diyakini sebagai kebenaran empiris sekaligus kebenaran normatif. Secara empiris perilaku religiositas mereka tidak bisa dipisahkan dengan konteks tradisi lokal setempat maupun isu-isu mitis yang ada. Demikian juga secara normative, pemahaman yang dilakukan oleh para tokoh di atas tidak pula lepas dari aturan teks, baik teks suci tertulis maupun teks lesan. Perpaduan dari teks dan

Page 11: LAPORAN PENELITIAN POLA INTERAKSI MASYARAKAT PEGUNUNGAN.docx

konteks itulah menurut mereka diakui sebagai model pemahaman keagamaan yang ramah.   Cara pandang ini pulalah yang melandasi praktik ritual di Wisata ritual Gunung Kawi itu. Dengan demikian, menurut mereka laku ritual tersebut tidak dianggap sebagai perilaku shirik, karena tujuan semua permohonan tetap tertuju kepada dzat yang maha kuasa