laporan penelitian notifikasi kasus tb dengan ......ii kata pengantar dengan mengucapkan puja dan...
TRANSCRIPT
i
LAPORAN PENELITIAN
NOTIFIKASI KASUS TB DENGAN MENERAPKAN SKRINING TB PADA PASIEN DM SERTA EKSPLORASI PENDUKUNG DAN
PENGHAMBAT PELAKSANAANNYA DI PUSKESMAS DI KOTA DENPASAR
Oleh :
dr. Putu Ayu Swandewi Astuti, MPH
dr. I Ketut Suarjana, MPH
Ketut Hari Mulyawan, S.Kom., MPH
Made Kerta Duana, SKM., MPH
Ni Ketut Arniti, SKM., M.Kes
Ni Made Dian Kurniasari, SKM., MPH
Fasilitator :
I Wayan Gede Artawan Eka Putra
Chatarina Umbul Wahyuni
Ari Probandari
Bacthi Alisjahbana
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2016
ii
Kata Pengantar
Dengan mengucapkan puja dan puji syukur kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, Laporan penelitian “Notifikasi Kasus TB dengan Menerapkan Skrining TB pada Pasien DM serta Eksplorasi Pendukung dan Penghambat Pelaksanaannya di Puskesmas di Kota Denpasar” ini dapat disusun.
Prevalensi TB di Indonesia masih tinggi dan notifikasi kasus masih rendah. Disisi lain penderita DM juga makin meningkat baik di tingkat nasional maupun di Bali. Rekomendasi untuk integrasi pelayanan TB-DM telah dikeluarkan oleh WHO dan The Union, juga sudah menjadi konsensus nasional TB-DM bersama dengan algoritma penapisan TB pada pasien DM yang disepakati oleh Kementerian Kesehatan dan stakeholder terkait pada Agustus 2015. Tim peneliti dari Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM), Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang didukung oleh Dinas Kesehatan Kota Denpasar melakukan penelitian yang bertujuan untuk menerapkan sistem skrining TB pada pasien DM di puskesmas di Kota Denpasar. Skrining dilakukan sesuai dengan algoritma penapisan dan diagnosis TB pada pasien DM yang ada pada konsensus nasional TB-DM.
Kami berharap agar hasil penelitian dalam laporan ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh para pemangku kebijakan dalam pengupayakan skrining TB pada pasien DM untuk meningkatkan penemuan kasus TB dan terduga TB. Selain itu hasil eksplorasi tentang faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan skrining diharapkan dapat menjadi masukan bagi program dalam pelaksanaan skrining TB pada pasien DM dan kolabarorasi TB-DM sehingga kedepannya program bisa berjalan secara optimal sesuai dengan kondisi di lapangan.
Denpasar, 27 Desember 2016
Tim Peneliti
iii
Daftar Isi
Halaman Judul .......................................................................................... i
Kata Pengantar ........................................................................................ ii
Daftar Isi .................................................................................................. ii
Abstrak ..................................................................................................... v
Abstract ................................................................................................... vi
Ringkasan Eksekutif ............................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1 1.2 Tujuan Riset Operasional ............................................................ 5
1.2.1 Tujuan Umum ....................................................................... 5 1.2.2 Tujuan Khusus ...................................................................... 5
1.3 Manfaat ........................................................................................ 6
BAB II METODE PENELITIAN ................................................................ 7 2.1 Kerangka Pikir ............................................................................. 7 2.2 Metode ......................................................................................... 8
2.2.1 Desain Penelitian .................................................................. 8 2.2.2 Lokasi Penelitian .................................................................. 8 2.2.3 Populasi dan Sampel ............................................................ 8
Komponen Kuantitatif ........................................................... 8 Komponen Kualitatif ........................................................... 10
2.3 Variabel, Definisi Operasional Variabel dan Pengumpulan Data Kuantitatif .................................................................................. 10
2.4 Evaluasi Akseptabilitas, Pendukung Dan Penghambat (Kualitatif) .................................................................................................. 16
2.5 Pengumpulan Data .................................................................... 17 2.6 Manajemen Dan Analisis Data .................................................. 18
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 20 3.1 Persiapan Penerapan Sistem Skrining TB pada Pasien DM di
Kota Denpasar .......................................................................... 20 3.2 Gambaran Pelaksanaan skrining TB pada pasien DM .............. 22
3.2.1 Karakteristik pasien DM yang diskrining TB ....................... 23 3.2.2 Gambaran Gejala Klinis dan Faktor Risiko TB pada pasien
DM ...................................................................................... 24 3.2.3 Partisipasi Pasien DM berdasarkan Pentahapan Skrining TB
sesuai Algoritma TB-DM yang telah dikembangkan ........... 26 3.2.4 Penemuan Kasus TB dalam Pelaksanaan Skrining TB pada
Pasien DM .......................................................................... 33 3.3 Kendala pelaksanaan skrining TB pada pasien DM .................. 35
3.3.1 Kendala dari Perspektif Pasien .......................................... 35
iv
3.3.2 Kendala dari Perspektif Petugas Kesehatan ...................... 41 3.4 Dukungan Pelaksanaan Skrining TB pada Pasien DM ............. 47
3.4.1 Dukungan dari Pasien ........................................................ 47 3.4.2 Dukungan dari Stakeholder ................................................ 49
BAB IV SIMPULAN DAN REKOMENDASI ............................................ 52 5.1 Simpulan .................................................................................... 52 5.2 Rekomendasi ............................................................................. 53
Daftar Pustaka ....................................................................................... 54
Lampiran
v
Notifikasi Kasus TB dengan Menerapkan Skrining TB pada Pasien DM serta Eksplorasi Pendukung dan Penghambat Pelaksanaannya di Puskesmas di Kota Denpasar
Abstrak Latar Belakang: Prevalensi TB di Indonesia masih tinggi namun angka notifikasi kasus (CNR) TB masih sangat rendah. Di Bali, CNR TB sebesar 74 per 100.000 penduduk, lebih rendah dari CNR Indonesia. Disisi lain, DM sebagai salah satu faktor risiko TB, prevalensinya di Indonesia juga mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Rekomendasi terkait kolaborasi program TB-DM juga telah dikeluarkan oleh WHO dan The Union. Rekomendasi tersebut juga sudah menjadi konsensus nasional TB-DM bersama dengan algoritma penapisan TB pada pasien DM. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan sistem skrining TB pada pasien DM sesuai dengan algoritma konsensus, hasil penerapan, dan eksplorasi faktor pendukung dan penghambat pelaksanaanya. Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian eksploratif yang menggunakan pendekatan kombinasi kuantitatif dan kualitatif di 11 puskesmas di Kota Denpasar. 567 sampel kuantitatif diperoleh dengan consecutive sampling sedangkan sampel kualitatif diperoleh dengan metode purposive sampling. Pasien diskrining sesuai tahapan algoritma dan 567 pasien diwawancara terkait karakteristik sosiodemografi, pengetahuan, persepsi, informasi dari tenaga kesehatan dan penerimaan terhadap program skrining. Data kualitatif faktor penghambat dan pendukung pelaksanaan program diperoleh melalui wawancara mendalam dan FGD, dengan pasien dan stakeholder terkait. Hasil : Dari 567 pasien DM semua diwawancara gejala klinis oleh dokter. Setelah diwawancara gejala klinis, 28.2% mengikuti pemeriksaan skrining melalui rontgen dan periksa dahak. 21.2% mengikuti sebagian pemeriksaan yaitu salah satu dari rontgen atau dahak dan 50.6% tidak melakukan pemeriksaan sama sekali baik itu rontgen maupun dahak. Melalui skrining ini diperoleh 2 pasien DM yang positif TB dengan BTA positif. Kendala utama pada pasien untuk diskrining adalah transportasi dan ketersediaan waktu. Pengetahuan dan persepsi pasien terkait TB-DM juga masih rendah. Dukungan yang utama adalah adanya jaminan kesehatan dan komitmen dan dukungan dari tenaga kesehatan. Simpulan Ada potensi penemuan kasus TB pada pasien DM. Oleh karena itu, penting jika program ini bisa dilaksanakan secara berkesinambungan di puskesmas. Agar dapat memaksimalkan fisibiltas dari program ini, perlu peningkatan pemahaman dan komitmen petugas kesehatan tentang TB-DM, KIE yang intensif pada masyarakat, menyiapkan pedoman pelaksanan teknis skrining, dan perbaikan alat uji diagnostik. Kata Kunci : skrining, TB-DM, algoritma
vi
The Implementation of TB Screening Program among Patients with DM, Challenges and Supports towards Its Implementation to intensify TB Case Notification in Denpasar Public Health Centers
Abstract
BACKGROUND: The prevalence of tuberculosis (TB) disease in Indonesia remains high but the case notification is low. In Bali, the notification case of TB was 74 cases per 100,000 populations, which was lower than the national average. Meanwhile, Diabetes mellitus (DM) cases known as one of risk factors for TB, is also increasing. Recommendation regarding the integration of TB-DM program has been issued by the WHO and The Union. In addition, It has become national consensus along with the algorithm of screening and diagnosis for TB in patients with DM.
OBJECTIVE: This study aimed to describe the implementation of screening of patients with DM for TB, exploring challenges and supports of its implementation for TB Case notification in Denpasar.
METHODS: This was an explorative study with quantitative and qualitative approachs, and was conducted in 11 primary health centers in Denpasar. A 567 samples for quantitative was selected consecutively and qualitative samples were derived purposively. Patients were screened and diagnosed following the steps on the national consensus of TB-DM algorithm. Screening and diagnosis were conducted through X-ray and sputum examination. Patients were also interviewed for their sociodeographic characteristics, knowledge and perception towards TB-DM, and acceptance towards this program. Indepth interview and FGD were also conducted among patients and stakeholders to explore challenges and supports in implementing this program.
RESULTS: Result showed that of the 567 DM patients who were succesfully anamnesed by doctor regarding TB symptoms, 28.2% patients were then completely participated in both X-ray and sputum examination. A 21.2% were only participated in one of examination either X-ray or sputum, and 50.6% were not participated at all for any X-ray or sputum examinations. Through this screening program, there were 2 patients with DM found to have AFB positive. The main challenges from patients to participate in this screening were time and transportation. It also found that there were low knowledge and perception of patients for TB-DM. Main supports were health insurance and commitment of health workers.
CONCLUSION: Through this screening, we could potentially intensify the finding of TB case. Hence, this program could be implemented continuously at primary health center. In order to increase the feasibility of the program, program understanding, availability of technical guideline, and improving the diagnostic tools are worth considering.
Key words: Screening, algorithm, TB-DM
vii
Ringkasan Eksekutif
Pendahuluan
Berdasarkan hasil studi prevalensi TB tahun 2013/2014 diketahui
bahwa prevalensi TB di Indonesia tinggi yaitu sebesar 759 per 100,000
penduduk usia ≥ 15 tahun namun case notification rate (CNR) rendah. Di Bali,
CNR TB sebesar 74 per 100.000 penduduk, lebih rendah dari CNR nasional.
Disisi lain, prevalensi DM di Indonesia juga mengalami peningkatan dari
waktu ke waktu. Prevalensi DM berdasarkan diagnosis pada penduduk
dewasa dari hasil Riskesdas tahun 2013 sebesar 1.3% untuk tingkat nasional
dan juga untuk provinsi Bali. Berdasarkan beberapa penelitian diperkirakan
13 – 20% pasien TB di dunia mengalami komorbiditas DM, Penelitian lain
juga menyatakan bahwa DM sebagai salah satu faktor risiko TB. Pada pasien
DM, berdasarkan penelitian di RS Hasan Sadikin didapatkan bahwa 2,8%
mengalami TB aktif, 9,3% mempunyai riwayat TB dan 41,4% positif laten TB.
Program penanggulangan kedua penyakit ini tidak bisa berjalan
sendiri-sendiri. World Health Organisation (WHO) dan The Union Against
Tuberculosis and Lung Dissease (The Union) telah mengeluarkan
“collaborative framework” untuk penanganan dan pengendalian TB-DM. Salah
satu rekomendasi dari framework tersebut adalah pelaksanaan skrining TB
pada pasien DM bila prevalensi TB di negara tersebut diatas 100 per 100.000
penduduk. Kementerian Kesehatan dan stakeholder terkait telah membahas
konsensus penanganan TB-DM yang didalamnya mencakup algoritma
penapisan dan diagnosis TB pada pasien DM di tingkat fasilitas kesehatan
tingkat pertama (FKTP). Namun sampai saat ini masih belum dilakukan
viii
secara rutin integrasi deteksi TB pada penderita DM. Peningkatan temuan
suspek dan kasus TB melalui skrining pasien DM sangat potensial untuk
dilakukan.
Metode
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksploratif yang menggunakan
pendekatan kombinasi kuantitatif dan kualitatif di 11 puskesmas di Kota
Denpasar. Sebanyak 567 sampel kuantitatif diperoleh dengan consecutive
sampling sedangkan sampel kualitatif diperoleh dengan metode purposive
sampling. Pasien diskrining sesuai tahapan algoritma, mulai dari wawancara
gejala TB oleh dokter di puskesmas kemudian dirujuk untuk melakukan
pemeriksaan TB. Pemeriksaan TB yang digunakan yaitu dengan pemeriksaan
rontgen dan periksa dahak mikroskopik. Data kualitatif faktor penghambat dan
pendukung pelaksanaan program diperoleh melalui wawancara mendalam
dan FGD, dari pasien dan stakeholder terkait.
Hasil
Algoritma skrining TB-DM yang digunakan pada penelitian adalah
pengembangan dari algoritma konsensus. Pengembangan didasari atas
masukan-masukan pada saat pertemuan bersama stakeholder terkait
sebelum skrining dilakukan. Pada pasien DM yang memiliki gejala TB klinis
batuk produktif terutama batuk berdahak lebih dari 1 minggu diusulkan untuk
langsung periksa BTA (tidak langsung rontgen) sehingga tidak ada miss
opportunity.
BPJS mendukung upaya penerapan skrining TB pada pasien DM.
Proses rujukan rontgen untuk pasien dengan JKN dibuat sealamiah mungkin
ix
yaitu pasien DM yang dirujuk rontgen adalah pasien DM yang sudah 3 bulan
mengikuti program rujuk balik di FKTP atau Puskesmas dan memang
jadwalnya akan kontrol kembali ke RS sehingga rasio rujukan tidak terlalu
tinggi dan tidak keluar dari aturan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Pasien
DM yang menggunakan BPJS boleh saja dirujuk sebelum 3 bulan apabila
selama pengobatan ada keluhan atau komplikasi sehingga harus segera
dirujuk ke RS. Kode rujukan rontgen yang diberikan oleh BPJS untuk pasien
JKN sesuai ICD X pada INA CBGs adalah Z03.0.1 yaitu Observasi terduga
TB pada risiko DM dan Anak. Jaminan Kesehatan Masyarakat Bali dengan
produk jaminan bernama Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) tidak
masalah untuk pembiayaan rontgen, asalkan semua telah disetujui oleh Dinas
Kesehatan. Untuk pasien JKBM dan umum dirujuk dengan diagnosis DM +
suspect TB, BTA - .
Sebanyak 567 pasien DM pada program skrining TB di seluruh
Puskesmas di Kota Denpasar 48% nya adalah laki-laki dan median umur
pasien adalah 62 tahun. Sebagian besar pasien berpendidikan SMA (29.1%)
dan jenis pekerjaan terbanyak ada Ibu Rumah Tangga dan lainnya (41.8%).
Hampir semua pasien telah memiliki jaminan kesehatan (92.8%) dengan
jaminan kesehatan terbanyak adalah BPJS (71.1%). Jika dilihat dari jarak
pasien ke tempat pelayanan kesehatan rujukan rontgen, median jarak
tempuhnya adalah 5 km dengan median waktu tempuh 20 menit. Dilihat dari
riwayat penyakit DM, median lama terdiagnosis DM adalah 20 bulan.
Dari 567 pasien yang diwawancara gejala klinis oleh dokter, hanya
28.8% pasien mengikuti pemeriksaan skrining TB sesuai dengan algoritma
yaitu periksa rontgen dan dahak atau hanya salah satu pemeriksaan bila
x
status TB pasien sudah teridentifikasi. 21.2% pasien mengikuti sebagian
proses skrining yaitu hanya mengikuti salah satu pemeriksaan rontgen atau
BTA, dimana semestinya kedua pemeriksaan itu harus dilakukan. Sebagian
besar (50.6%) pasien menolak mengikuti pemeriksaan, pasien tidak periksa
BTA dan tidak rontgen hanya wawancara gejala klinis oleh dokter.
Jika dilihat dari karakteristik sosiodemografi, pasien yang mengikuti
sebagian dan tidak mengikuti sama sekali pemeriksaan sebagian besar
adalah wanita, 51.7% dan 56.1% pada masing-masing kelompok. Sedangkan
yang mengikuti keseluruhan proses skrining sebagian besar adalah laki-laki
(55%). Jarak dan waktu tempuh ke pelayanan kesehatan rujukan rontgen
berbeda diantara ketiga kelompok, dimana pasien yang mengikuti
keseluruhan proses skrining cenderung memiliki jarak yang lebih dekat dan
waktu tempuh yang lebih singkat ke tempat rujukan dibandingkan dengan
pasien yang mengikuti sebagian atau tidak mengikuti pemeriksaan sama
sekali. Dari persepsi pasien, sebagian besar juga menyatakan bahwa jarak
menjadi masalah bagi mereka bila dirujuk rontgen. Kendala lain diantaranya
adalah alur rujukan yang lama, tidak ada yang mengantar dan biaya
khususnya bagi pasien yang tidak memiliki jaminan kesehatan. Pasien juga
menyatakan tidak melakukan pemeriksaan karena terkendala waktu,
kesibukan dan tidak tahu prosedur yang lengkap. Tidak ada waktu dan
kesibukan dapat menunjukkan suatu prioritas dari pasien bahwa skrining TB
bukan sesuatu yang penting dan harus sesegera mungkin ditindaklanjuti. Hal
ini juga didukung dengan alasan dari sebagian besar pasien yang menolak
rontgen yaitu karena merasa belum perlu, tidak merasa sakit dan tidak ada
keluhan atau gejala TB. Alasan tersebut bisa saja muncul karena faktor
xi
pengetahuan dan persepsi masyarakat mengenai TB-DM yang sebagian
besar masih rendah. Dari hasil wawancara menunjukkan bahwa sebagian
besar pasien memiliki pengetahuan rendah (76.2%) dan persepsi yang masih
rendah (60.5%). Banyak pasien yang tidak tahu bahwa penyandang DM
memiliki kemungkinan yang lebih besar menderita TB dan pasien yang
menyandang DM lalu juga menderita TB akan mempengaruhi pengobatan
DM. Kendala lainnya yang menjadi perhatian adalah masih banyak pasien
(78.7%) yang belum mendapatkan informasi lengkap dari petugas kesehatan
tentang skrining TB pada pasien DM.
Sedangkan kendala dari perspektif stakeholder (dokter puskesmas,
dokter di rumah sakit, petugas lab, petugas dinas kesehatan, Kepala
Puskesmas). adalah kurangnya pemahaman akan program ini sehingga
komunikasi informasi dan informasi menjadi hal yang perlu mendapat
perhatian. Kendala lain adalah kurangnya sarana dan prasarana khususnya
pemeriksaan dahak mikroskopis sehingga pasien harus bolak-balik RS,
puskesmas, puskesmas rujukan mikroskopis dan meningkatkan risiko pasien
menjadi mangkir pada skrining. Masalah pembiayaan juga menjadi kendala
yaitu adanya perbedaan tarif antara tarif yang ditanggung BPJS untuk
pemeriksaan rontgen dengan tarif yang ada di RS dan mereka yakin
permasalahan ini akan dijumpai di beberapa RS di Indonesia
Faktor pendorong utama kesediaan pasien melakukan skrining TB
adalah adanya jaminan pembiayaan oleh asuransi sehingga mereka tidak
perlu mengeluarkan biaya. Disamping itu, beberapa responden juga
mengapresiasi pelaksanaan skrining TB dengan harapan dapat mengetahui
kondisi kesehatan mereka penting untuk mengetahui kemungkinan terjangkit
xii
TB mendorong responden bersedia melakukan skrining. Sedangkan
stakeholder juga mengatakan bahwa program kolaborasi dengan DM
merupakan langkah yang bagus karena TB merupakan penyakit opportunistik
dimana akan berkembang menjadi penyakit pada penyandang DM karena
adanya penurunan daya tahan tubuh. Stakeholder pada prinsipnya juga
mendukung program kolaborasi TB-DM karena program ini juga merupakan
program pemerintah yang harus dijalankan seperti program kesehatan
lainnya. Pembiayaan juga nantinya mendapat dukungan dari pemerintah
melalui JKN dengan universal coverage.
Simpulan
Secara umum algoritma konsensus bisa diaplikasikan apabila dilakukan
pengembangan dan penyesuaian pada pelaksanaanya sesuai dengan kondisi
daerah. Ada potensi penemuan kasus TB pada pasien DM melalui program
skrining ini, walaupun proporsi pasien yang mundur dari proses skrining juga
cukup tinggi. Kendala pada Program skrining yaitu kurangnya pemahaman
pasien dan petugas terhadap program, kurangnya sarana dan prasarana di
Puskesmas terutama sarana pemeriksaan dahak mikroskopis, jarak ke RS
rujukan (transportasi), pembiayaan bagi pasien umum dan perbedaan tarif
rontgen yang cukup besar antara tarif RS dengan tarif BPJS. Dukungan dan
kesinambungan program skrining pada pasien DM yaitu dukungan
pembiayaan di masa depan dengan JKN (universal coverage), komitmen
petugas terkait (Puskesmas, RS, Dinkes), urgensi penyakit TB dan program
ini merupakan program pemerintah.
xiii
Rekomendasi
Program skrining TB pada pasien DM dengan menggunakan algoritma
dari konsensus nasional dapat terlaksana apabila dalam implementasinya
dikembangkan sehingga lebih bersifat teknis dan mudah dijalankan.
Sosialisasi program skrining pada pasien dan petugas kesehatan sangat
penting untuk meningkatkan partisipasi penuh skrining TB. Untuk
meningkatkan temuan kaus, perlu peningkatan sarana pemeriksaan
diagnostik, yaitu GenXpert dan Kultur. Untuk solusi pembiayaan jangka
panjang, pemerintah provinsi atau kabupaten melalui Dinas Kesehatan
masing-masing dengan mengembangkan program preventif dan promotif JKN
di FKTP berupa pelayanan non-kapitasi. Namun dengan catatan,
pemeriksaan rontgen dapat juga dilakukan di FKTP.
1
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit infeksi yang menjadi
masalah global, sebagian besar ditemukan di negara berkembang. Pada
tahun 2013 diperkirakan ada 9 juta orang di dunia menderita TB dan 1,5 juta
orang meninggal karena TB. Sebagian besar (56%) penderita TB hidup di
negara berkembang khususnya di Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Masalah
TB diperberat dengan adanya komorbiditas, salah satunya adalah diabetes
melitus (DM). DM sudah dikenal sebagai salah satu faktor risiko infeksi TB
dan menghambat kesembuhan pasien TB yang sedang dalam masa
pengobatan. Disisi lain infeksi TB juga dicurigai mempermudah seseorang
untuk mengalami DM (Goldhaber-Fiebert, Jeon, Cohen et.al (2011). Pada
tahun 2013 diperkirakan 382 juta penduduk dunia mengalami DM, sebagian
belum terdiagnosis dan tertangani dengan baik sehingga dapat berkembang
dan terancam mengalami komplikasi salah satunya penurunan kekebalan
sehingga mudah terinfeksi termasuk oleh TB.
Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang secara
epidemiologi mengalami beban penyakit ganda. Beban penyakit infeksi masih
tinggi tetapi disisi lain beban penyakit non infeksi terus meningkat.
Berdasarkan hasil studi prevalensi TB tahun 2013/2014 yang tercantum
dalam rencana strategis Kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2015 –
2019 diketahui bahwa prevalensi TB dengan konfirmasi bakteriologis pada
2
umur ≥ 15 sebesar 759 per 100,000 penduduk sedangkan prevalensi TB
semua bentuk pada semua umur sebesar 660 per 100.000 penduduk.
Dengan angka sebesar itu maka diperkirakan ada 1,6 juta orang Indonesia
mengalami TB. Masalah TB di Indonesia diperparah dengan rendahnya
angka notifikasi kasus (CNR) yang hanya 81 per 100.000 penduduk dan
angka notifikasi kasus di Bali lebih rendah sebesar 74 per 100.000 penduduk.
Dengan kata lain sebagian besar kasus TB tidak tercatat dan tidak mendapat
pengobatan dengan baik. Bila dilihat dari proses pengobatan, success rate
yaitu sebesar 90% yang menunjukkan cukup bagusnya keberhasilan terapi
pada pasien TB di Bali. Hal ini kemungkinan juga disebabkan karena
penemuan kasus yang masih rendah sehingga perlu upaya untuk
meningkatkan deteksi kasus dari berbagai titik poin salah satunya melalui
skrining pada pasien DM.
Disisi lain, prevalensi DM di Indonesia juga mengalami peningkatan dari
waktu ke waktu. Pada tahun 2013 diperkirakan prevalensi DM, TGT dan GDP
terganggu pada penduduk umur ≥ 15 sebesar 6,9%, meningkat dibandingkan
tahun 2007 yang sebesar 5,7%. Dengan prevalensi sebesar itu maka saat ini
diperkirakan lebih dari 12 juta penduduk Indonesia mengalami DM. Sebagian
besar atau 69,6% diantaranya tidak terdiagnosis di fasilitas kesehatan
manapun sehingga sangat berpotensi mengalami berbagai komplikasi.
Prevalensi DM berdasarkan diagnosis pada penduduk dewasa dari hasil
Riskesdas tahun 2013 sebesar 1.3% untuk tingkat nasional dan juga untuk
provinsi Bali. Kota Denpasar sebagai salah satu daerah urban di Bali
kemungkinan mempunyai prevalensi DM yang cukup tinggi. Bila dibandingkan
dengan hasil riskesdas Provinsi Jawa Barat dan Kota Bandung, didapatkan
3
prevalensi DM di Provinsi Jawa barat menurut riskesdas sebesar 1.3%, sama
dengan prevalensi di provinsi Bali. Prevalensi DM di populasi Kota Bandung
yang sudah diketahui dari beberapa pengamatan sebelumnya sebesar 4%,
maka kemungkinan prevalensi DM di Kota Denpasar juga berkisaran pada
angka yang sama.
Berdasarkan beberapa penelitian diperkirakan 13 – 20% pasien TB di
dunia mengalami komorbiditas DM (Jeon C, M and Murray M, 2008). Hasil
penelitian tentang komorbiditas TB-DM di RS Hasan Sadikin tentang
karakteristik pasien TB dengan dan tanpa DM didapatkan bahwa prevalensi
DM pada pasien TB sebesar 20,6% (Raspati Cundarini et al, 2015).
Sedangkan pada pasien DM, berdasarkan penelitian ditempat yang sama
didapatkan bahwa 2,8% mengalami TB aktif, 9,3% mempunyai riwayat TB
dan 41,4% positif laten TB (Livia et al, 2015).
Fakta diatas menunjukkan cukup besarnya masalah TB dengan penyulit
DM mulai dari penemuan kasus sampai pada penatalaksanaannya. Program
penanggulangan kedua penyakit ini tidak bisa berjalan sendiri-sendiri,
sehingga perlu adanya integrasi untuk meningkat kinerja kedua program.
World Health Organisation (WHO) dan The Union Against Tuberculosis and
Lung Dissease (The Union) telah mengeluarkan “collaborative framework”
untuk penanganan dan pengendalian TB-DM. Salah satu rekomendasi dari
framework tersebut adalah pelaksanaan skrining TB pada pasien DM bila
prevalensi TB di negara tersebut diatas 100 per 100.000 penduduk, sehingga
sudah perlu dilakukan di Indonesia mengingat prevalensi TB yang tinggi.
4
Sampai saat ini masih belum dilakukan secara rutin integrasi deteksi TB
pada penderita DM, walaupun beberapa uji coba skrining TB pada pasien DM
telah dilakukan di beberapa rumah sakit dan puskesmas di Indonesia.
Kementerian Kesehatan dan stakeholder terkait telah membahas konsensus
penanganan TB-DM yang didalamnya mencakup algoritma penapisan dan
diagnosis TB pada pasien DM di tingkat fasilitas kesehatan tingkat pertama
(FKTP) seperti pada gambar 1.1. Pada gambar 1.1 terlihat prosedur
penapisan dimana semua pasien DM dieksplorasi gejala TB dan diperiksa
rontgen yang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan lanjutan sesuai
dengan prosedur diagnosis dan pengobatan TB nasional (Kementerian
Kesehatan, 2015).
Mengingat potensi peningkatan temuan suspek dan kasus TB melalui
skrining pasien DM sangat potensial maka perlu dilakukan uji coba yang tidak
hanya semata-mata mengeksplorasi besaran temuan kasus namun juga
untuk mengeksplorasi faktor penghambat dan pendorong pelaksanaannya di
lapangan. Untuk telaksananya prosedur skrining dan diagnosis TB pada
pasien DM di layanan tingkat pertama dalam hal ini puskesmas akan
berkaitan dengan peranan dan penerimaan dari petugas di puskesmas,
fasilitas rujukan dan stakeholder lain yang terlibat di dalamnya termasuk
sistem asuransi kesehatan serta pemahaman dan penerimaan pasien DM
sebagai kelompok sasaran skrining. Oleh karena itu dalam penelitian
operasional research (OR) ini akan dilakukan uji coba penerapan skrining TB
pada pasien DM dan eksplorasi faktor pendukung dan penghambatnya.
5
Gambar 1.1. Algoritma Penapisan dan Diagnosis TB pada pasien DM di
FKTP
1.2 TUJUAN RISET OPERASIONAL
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui penerapan sistem skrining TB pada pasien DM sesuai dengan
algoritma konsensus Kementerian Kesehatan
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui hasil pelaksanaan skrining TB pada pasien DM terhadap
penemuan kasus TB di Puskesmas.
2. Mengeksplorasi kendala pelaksanaan skrining TB pada pasien DM dari
sudut pandang pasien, petugas dan sistem kesehatan yang terkait
6
3. Mengeksplorasi pendukung pelaksanaan skrining TB pada pasien DM dari
sudut pandang pasien, petugas dan sistem kesehatan yang terkait
1.3 MANFAAT
Dengan dilakukannya uji coba pelaksanaan skrining TB pada pasien DM
diharapkan akan meningkatkan penemuan suspect dan kasus TB. Hal ini
tentunya akan berdampak pada peningkatan kinerja program TB di Kota
Denpasar dan Bali pada umumnya. Disamping itu penemuan kasus lebih dini
ini akan memberikan dampak terhadap upaya penanganan TB-DM yang
komprehensif.
Dengan dilakukannya eksplorasi tentang faktor pendukung dan
penghambat pelaksanaan skrining akan memberikan gambaran tentang
permasalahan operasional yang dihadapi di lapangan. Hal ini akan menjadi
masukan bagi program dalam pelaksanaan skrining TB pada pasien DM dan
kolabarorasi TB DM sehingga kedepannya bisa berjalan secara optimal
sesuai dengan kondisi di lapangan.
7
2 BAB II
METODE PENELITIAN
2.1 KERANGKA PIKIR
- Keberhasilan Pelaksanaan Skrining
- TB-DM
- Kebijakan - Sumber daya - Karakteristik Petugas - Pemahaman Petugas - Prosedur layanan
- Akseptabilitas - Petugas &
Sistem Kesehatan
- Petugas Puskesmas
- Petugas RS Rujukan
- BPJS
Pasien
- Karakteristik Demografi
- Lama DM - Riwayat Kontak TB - Riwayat TB
sebelumnya - Pemahaman Pasien
ttg TB-DM
- Akseptabilitas Pasien - Kesediaan untuk
mengikuti prosedur skrining pemeriksaan TB-DM
- Alasan untuk menolak pemeriksaan
- Kesediaan untuk melakukan terapi gabungan TB-DM
- Alasan untuk menolak terapi gabungan
- Alur Pelaksanaan
Skrining - Waktu Tunggu - Biaya
8
2.2 METODE
2.2.1 Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Denpasar, Provinsi Bali dan merupakan
jenis penelitian eksploratif yang menggunakan pendekatan kombinasi
kuantitatif dan kualitatif. Dalam penelitian ini akan dilakukan eksplorasi
terhadap feasibilitas pelaksanaan metode skrining sesuai dengan kondisi di
lapangan, menilai indikator pelaksanaan skrining dan mengidentifikasi
akseptabilitas serta faktor pendukung dan penghambat dari pelaksanaan
skrining menurut sudut pandang pasien, petugas kesehatan dan stakeholder
pendukung lainnya.
2.2.2 Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di 11 Puskesmas di Kota Denpasar yaitu
Puskesmas Denpasar Utara I, II, dan III; Puskesmas Denpasar Timur I dan II;
Puskesmas Denpasar Barat I dan II, Puskesmas Denpasar Selatan I, II, III
dan IV.
2.2.3 Populasi dan Sampel
Komponen Kuantitatif
Populasi penelitian adalah semua pasien DM yang berkunjung ke
Puskesmas di Kota Denpasar selama 3 bulan (Januari – Maret 2016)
9
Sampel
Kriteria Inklusi:
1. Pasien DM yang berkunjung ke Puskesmas di Kota Denpasar selama 3
bulan (Januari-Maret 2016)
2. Umur ≥ 15 tahun
Kriteria Eksklusi
1. Pasien yang sudah terdiagnosis TB dan sedang menjalani pengobatan TB
2. Menolak untuk berpartisipasi dalam skrining
Perhitungan Besar Sampel
Dengan perhitungan sample size pada low probability event
- Prevalensi TB pada pasien DM 1.2%,
- 95% Confidence Interval dan
- penemuan kasus TB minimal 5 orang
maka didapatkan besar sampel =761; kemudian dikoreksi dengan
perkiraan response rate pasien yang mau mengikuti proses skrining 90%,
maka sampel menjadi 846. Namun pada pelaksanaan, sampel pasien DM
yang berhasil didapatkan adalah sebanyak 620 orang dan yang berhasil
diwawancarai karakteristik sosiodemografi, pengetahuan, persepsi, dukungan
dan penerimaan terhadap program adalah sebanyak 567 orang. Sampel
diambil dengan cara Consecutive Sampling
10
Komponen Kualitatif
Responden atau informan pada penelitian ini adalah stakeholder yang
terlibat dalam kebijakan dan pelaksanaan skrining TB pada pasien DM
meliputi antara lain Pemegang Program P2 TB dan P2 seksi PTM (DM) Kota
Denpasar, Kepala Puskesmas, Petugas TB puskesmas, petugas di Balai
Pengobatan, Petugas laboratorium, Direktur RS, Petugas Rontgen Rumah
Sakit dan BPJS. Populasi lainnya adalah pasien yang berpartisipasi maupun
menolak dalam proses skrining. Sampel diambil dengan cara Purposive
Sampling.
2.3 Variabel, Definisi Operasional Variabel dan Pengumpulan Data Kuantitatif
Variabel Definisi operasional Cara dan alat pengumpulan data
skala pengukuran
Hasil Pengukuran
Umur Usia responden saat penelitian
Wawancara dengan kuesioner
Kontinyu Tahun
Jenis kelamin
Jenis kelamin dari responden
Wawancara dengan kuesioner
Nominal 0. Perempuan 1. Laki-laki
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan formal terakhir
Wawancara dengan kuesioner
Ordinal 1. Tidak pernah sekolah 2. Tidak tamat SD 3. SD 4. SMP 5. SMA 6. PT
Pekerjaan Aktifitas yang dilakukan untuk mendapatkan penghasilan
Wawancara dengan kuesioner
Nominal 1. PNS 2. TNI/Polri 3. Swasta 4. Wiraswasta 5. Petani/bur
11
Variabel Definisi operasional Cara dan alat pengumpulan data
skala pengukuran
Hasil Pengukuran
uh 6. Pensiunan PNS 7. Lainnya
Penghasil-an
Jumlah penghasilan keluarga tiap bulan (semua anggota keluarga)
Wawancara dengan kuesioner
Kontinyu Rupiah
Jaminan kesehatan
Kepemilikan dan kepesertaan pada jaminan kesehatan
Wawancara dengan kuesioner
Nominal 0. Ya 1. Tidak
Jenis jaminan kesehatan
Nama jaminan kesehatan yang diikuti
Wawancara dengan kuesioner
Nominal Nama jaminan kesehatan
Alamat Alamat tempat tinggal responden, diisi dengan lengkap nama jalan, no , dusun, desa dan kec
Wawancara dengan kuesioner
Nominal Detail alamat
Jarak rumah ke layanan kesehatan rujukan
Jarak yg ditempuh dari rumah responden ke rumah sakit rujukan rontgen (RSU Wangaya dan RS Tk II Udayana) dalam km
Wawancara dengan kuesioner
Kontinyu km
Waktu tempuh ke layanan kesehatan rujukan
Waktu yg dibutuhkan menuju ke rumah sakit rujukan rontgen dari rumah responden dalam menit
Wawancara dengan kuesioner
Kontinyu menit
Lama diagnosis DM
Waktu dari awal terdiagnosis DM sampai saat penelitian
Wawancara dengan kuesioner
Kontinyu bulan
Jenis pengobatan DM
Jenis pengobatan DM yag diterima responden saat ini
Wawancara dengan kuesioner
Nominal 1. Obat antidiabetes 2. Suntik insulin 3. Lainnya
Gejala DM Gejala DM yang Wawancara Nominal 1. Kesemutan
12
Variabel Definisi operasional Cara dan alat pengumpulan data
skala pengukuran
Hasil Pengukuran
pernah dialami oleh responden
dengan kuesioner
2. Penglihatan Kabur 3. Luka yang lama sembuh 4. Gejala lainnya
Gejala TB I. Keluhan dari pasien berupa salah satu dari gejala
II. Batuk, terutama batuk berdahak ≥ 2 minggu
III. Demam hilang timbul, tidak tinggi (subfebris)
IV. Keringat malam tanpa disertai aktivitas
V. Penurunan berat badan.
VI. TB ekstra paru antara lain: pembesaran kelenjar getah bening (KGB)
VII. Sesak, nyeri saat menarik napas, atau rasa berat di satu sisi dada
Wawancara dengan kuesioner
Nominal 0. Tidak ada 1. Ada
Riwayat TB Riwayat didiagnosis dan mendapatkan pengobatan TB sebelumnya
Wawancara dengan kuesioner
Nominal 0. Tidak ada 1. Ada
Anggota keluarga serumah saat ini menderita
Anggota keluarga serumah yang saat ini menderita TB
Wawancara dengan kuesioner
Nominal 1. Ya 2. Tidak
13
Variabel Definisi operasional Cara dan alat pengumpulan data
skala pengukuran
Hasil Pengukuran
TB Hubungan Anggota keluarga serumah saat ini menderita TB
Hubungan antara responden dengan anggota keluarga serumah yang saat ini menderita TB
Wawancara dengan kuesioner
Nominal 1. Suami/Istri 2. Orang Tua 3. Anak 4. Lainnya
Anggota serumah saat ini TB sedang minum obat
Anggota serumah saat ini TB sedang minum obat untuk pengobatan TB
Wawancara dengan kuesioner
Nominal 0. Tidak 1. Ya
Anggota keluarga serumah Pernah menderita TB
Anggota keluarga serumah yang pernah menderita TB
Wawancara dengan kuesioner
Nominal 1. Ya 2. Tidak
Hubungan Anggota keluarga serumah Pernah menderita TB
Hubungan antara responden dengan anggota keluarga serumah yang pernah menderita TB
Wawancara dengan kuesioner
Nominal 1. Suami/Istri 2. Orang Tua 3. Anak 4. Lainnya
Riwayat Kontak dengan penderita TB lain
Riwayat kontak dengan penderita TB yang tidak tinggal serumah
Wawancara dengan kuesioner
Nominal 0. Tidak ada 1. Ada
Dukungan keluarga untuk pengobatan selama DM
Dukungan yang diberikan keluarga pada responden untuk pengobatan selama DM
Wawancara dengan kuesioner
Nominal 0. Ya 1. Tidak
Informasi Petugas Kesehatan
Informasi yang diberikan Petugas Kesehatan terkait TB-DM
Wawancara dengan kuesioner
Nominal 0. Ya 1. Tidak
14
Variabel Definisi operasional Cara dan alat pengumpulan data
skala pengukuran
Hasil Pengukuran
Pengetahu-an tentang TB-DM
Tingkat Pemahaman tentang tuberkulosis dan komorbiditas TB DM mencakup: - Penyebab - Gejala - Cara penularan - Cara pencegahan - Komorbiditas TB-
DM - Kesembuhan dan
terapi
Wawancara dengan kuesioner
Nominal 1. Kurang, bila mampu menjawab<75% pertanyaan
2. Baik, bila mampu menjawab≥75% pertanyaan
Persepsi Responden Tentang TB-DM
Tingkat Persepsi tentang tuberkulosis, komorbiditas TB DM, skrining dan terapi TB-DM.
Wawancara dengan kuesioner
Nominal 1. Kurang, bila mampu menjawab<75% pertanyaan
2. Baik, bila mampu menjawab≥75% pertanyaan
Penerimaan terhadap Pemeriksa-an TB
Respon dari pasien DM tentang pemeriksaan TB mencakup: - Kesediaan untuk
mengikuti prosedur skrining pemeriksaan TB-DM
- Alasan untuk menolak pemeriksaan
- Kesediaan untuk melakukan terapi gabungan TB-DM
- Alasan untuk menolak terapi
Wawancara dengan kuesioner
Nominal 0. Menerima 1. Menolak Untuk Alasan (open ended)
15
Variabel Definisi operasional Cara dan alat pengumpulan data
skala pengukuran
Hasil Pengukuran
gabungan - Kesediaan
membayar biaya untuk pemeriksaan rontgen
Berat Badan
Berat badan yang ditimbang dengan menggunakan timbangan pegas di Puskesmas
Pengukuran Kontinyu kg
Tinggi Badan
Tinggi badan yang diukur dengan menggunakan microtoise
Pengukuran Kontinyu cm
Kadar gula darah Puasa
Kadar gula darah puasa yang diperiksa dengan pemeriksaan darah kapiler pada saat awal penelitian dimulai
Pemeriksaan kadar gula
Kontinyu mg/dl
Kadar gula darah sewaktu
Kadar gula darah sewaktu yang diperiksa dengan pemeriksaan darah kapiler pada saat awal penelitian dimulai
Pemeriksaan kadar gula
Kontinyu mg/dl
Kadar gula darah 2JPP
Kadar gula darah 2 jam PP yang diperiksa dengan pemeriksaan darah kapiler pada saat awal penelitian dimulai
Pemeriksaan kadar gula
Kontinyu mg/dl
Hasil pemeriksaan Rontgen
Hasil pemeriksaan radiologis (foto) thorax
Pemeriksaan rontgen
Nominal 0. Normal 1. Abnormal
Bacaan rontgen
hasil bacaan pemeriksaan
Pemeriksaan rontgen
Nominal Keterangan hasil bacaan
16
Variabel Definisi operasional Cara dan alat pengumpulan data
skala pengukuran
Hasil Pengukuran
radiologis (foto) thorax
Hasil Pemeriksa-an Sputum BTA
Hasil pemeriksaan sputum sebanyak 3 kali (pagi dan 2x sewaktu) untuk mendeteksi BTA dengan pengecatan Ziehl Nelson
Pemeriksaan BTA
Nominal 0. Negatif 1. Positif
2.4 Evaluasi Akseptabilitas, Pendukung Dan Penghambat (Kualitatif)
Tema/Topik Batasan Istilah Metode
Penerimaan petugas dan pasien terhadap skrning TB-DM
Pendapat petugas dan pasien tentang pelaksanaan skrining TB dilihat dari alur pelaksanaannya, pengaruhnya terhadap beban pekerjaan
FGD dan Wawancara
Pendukung dan Penghambat pelaksanaan model skrining TB pada Paien DM
Pendukung dan Penghambat pelaksanaan skrining TB pada pasien DM yang dihadapi pasien, petugas maupun stakeholder lainnya pada setiap jenjang proses skrining.
FGD dan Wawancara
Usulan Penyempurnaan skrining
Pendapat atau masukan tentang penyempurnaan model sesuai dengan hasil uji coba di lapangan
FGD dan Wawancara
Keberlanjutan model integrasi TB-DM
Pendapat tentang keberlanjutan model integrasi TB-DM, manfaatnya bagi penanganan terpadu TB-DM dan harapan petugas tentang pelaksanaan integrasi selanjutnya
Wawancara
17
2.5 Pengumpulan Data
Data Kuantitatif
Data pasien DM mencakup karakteristik demografi, hasil pemeriksaan
dan wawancara tentang pemahaman dan penerimaan skrining TB,
penghambat dan kendala mengikuti proses skrining. Data ini dikumpulkan
dengan wawancara menggunakan kuesioner dan pemeriksaan.
Kuesioner sudah diuji cobakan kepada anggota tim dan kolega untuk
melihat alur dan isi pertanyaan. Kemudian kuesioner juga sudah diuji cobakan
pada pasien DM di Puskesmas Kuta Utara yang tidak menjadi lokasi
penelitian. Dari hasil uji coba kuesioner direvisi sedikit pada pertanyaan
pengetahuan sesuai dengan hasil uji coba.
Pengumpulan data pasien dilakukan oleh surveyor yang telah dilatih
terlebih dahulu oleh tim peneliti. Informed consent sudah diberikan sebelum
wawancara dimulai. Pengecekan pengisian kuesioner dilakukan oleh
supervisor (tim peneliti) selama 2 kali dalam seminggu.
Data Kualitatif
Data dikumpulkan pada saat pelaksanaan dan akhir uji coba skrining
untuk mengeksplorasi aksepabilitas, pendukung dan penghambat
pelaksanaan skrining. Pengumpulan data dilakukan dengan 2 metode yaitu
focus grup discussion (FGD) dan wawancara mendalam.
FGD
Jumlah FGD yang dilakukan sebanyak 2 FGD, 1 untuk petugas TB
puskesmas (dokter dan petugas lab) dan 1 untuk stakeholder sebagai
18
pemegang kebijakan (BPJS, Dinas Kesehatan Kota dan Provinsi, Rumah
Sakit). FGD dipandu oleh 1 orang moderator, dibantu oleh 1 orang notulen
dan 2 orang observer. Proses FGD direkam dan dicatat dalam catatan
lapangan oleh notulen dan observer. Informed consent juga dilakukan
sebelum mulai proses FGD. Tiap FGD berlangsung selama kurang lebih 1
jam.
Wawancara Mendalam
Data dikumpulkan dengan wawancara mendalam semi terstruktur
dengan menggunakan pedoman wawancara dan berlangsung selama kurang
lebih 45 menit. Wawancara direkam kemudian ditranskrib verbatim. Catatan
lapangan dari setiap wawancara juga dibuat. Responden adalah pemegang
kebijakan, petugas di RS Rujukan (dokter spesialis penyakit dalam, spesial
rontgen, endokrin dan spesialis paru), pemegang program P2 di dinas
kesehatan kota, petugas di Puskesmas (kepala puskesmas, dokter, petugas
laboratorium mikroskopik), wasor TB Provinsi dan Kota, BPJS Kesehatan
Divre XI dan BPJS Kesehatan Kota Denpasar. Responden lain dalah pasien
DM yang melakukan proses skrining secara lengkap, sebagian dan yang tidak
lengkap pada tiap tahapan proses skrining sebanyak total 50 pasien yang..
2.6 Manajemen Dan Analisis Data
Untuk data kuantitatif, pada saat data dikumpulkan dilakukan
pengecekan terhadap kelengkapan pengisian data dan konsistensi oleh
surveyor dan diperiksa oleh supervisor. Data kemudian dikumpulkan kepada
tim peneliti setiap minggu, yang dikoding dan di batching/sortir per
19
puskesmas menurut nomor kuesionernya. Data kemudian di entry dengan
Epidata dengan template yang sudah disiapkan sebelumnya. Setelah
dilakukan data entry maka data kemudian ditransfer ke software statistik
untuk diproses lebih lanjut. Analisis data yang dilakukan analisis deskriptif.
Rekaman wawancara dan FGD ditranskripsi secara verbatim, dilengkapi
dengan catatan lapangannya. Data disortir berdasarkan jenis
responden/informannya. Data kemudian dianalisis secara kualitatif dengan
thematic analysis.
20
3 BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Persiapan Penerapan Sistem Skrining TB pada Pasien DM di Kota
Denpasar
Penerapan sistem skrining TB pada pasien DM di Kota Denpasar
dilakukan pada 11 Puskesmas yang ada di seluruh wilayah Kota Denpasar.
Puskesmas tersebut diantaranya adalah Puskesmas I Denpasar Utara,
Puskesmas II Denpasar Utara, Puskesmas III Denpasar Utara, Puskesmas I
Denpasar Selatan, Puskesmas II Denpasar Selatan, Puskesmas III Denpasar
Selatan, Puskesmas IV Denpasar Selatan, Puskesmas I Denpasar Barat,
Puskesmas II Denpasar Barat, Puskesmas I Denpasar Timur, Puskesmas II
Denpasar Timur. Sebelum program skrining TB pada pasien DM ini diuji
cobakan di 11 puskesmas tersebut ada beberapa tahapan persiapan atau
pre-skrining yang dilalui. Persiapan dilakukan melalui berbagai pertemuan
dan audiensi dengan stakeholder terkait diantaranya dengan, Dinas
Kesehatan Kota Denpasar, Dinas Kesehatan Provinsi Bali, BPJS Divisi
Regional XI, BPJS Kesehatan Kota Denpasar, Kepala Jaminan Kesehatan
Masyarakat Bali dan Rumah sakit umum maupun swasta yang ada di Kota
Denpasar.
Pertemuan-pertemuan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk
menyamakan persepsi dan pemahaman terkait isu yang diangkat yaitu
peningkatan penemuan TB melalui skrining TB pada pasien DM, memperoleh
dukungan dan komitmen stakeholder dalam pelaksanaan program, serta
21
untuk mendapatkan masukan-masukan teknis sebelum skrining ini
diterapkan. Dari pertemuan tersebut, diperoleh beberapa hasil penting
diantaranya dukungan pembiayaan dari skema BPJS dan jaminan kesehatan
daerah yaitu Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) dan kesepakatan
penggunaan alur algoritma skrining TB pada pasien DM yang dikembangkan
dari alur konsensus dan sistem pembiayaan skrining TB pada pasien DM.
Penerapan skrining TB pada pasien DM di Kota Denpasar ini
mendapatkan dukungan dan komitmen penuh dari Dinas Kesehatan Kota
Denpasar. BPJS juga mendukung pelaksanaan program ini dan mendukung
pembiayaan kesehatan, dengan kondisi pasien DM yang sudah terdiagnosis
DM lebih dari 3 bulan atau bisa kurang dari 3 bulan sudah dirujuk tetapi
dengan kondisi yang tidak stabil, Untuk kode (pasien BPJS) sudah disiapkan
oleh BPJS cabang Denpasar sesuai dengan ICD X pada INA CBGs yaitu
Z03.0.1 yaitu Observasi terduga TB pada risiko DM dan Anak. Sedangkan
untuk pasien dengan tanggungan Jamkesda Bali (JKBM) dan pasien umum
dirujuk dengan diagnosis DM+Suspect TB, BTA-.
Dari hasil workshop dengan para stakeholder, ada beberapa usulan
yang diberikan terkait pelaksanaan teknis dari tahap-tahap skrining pada
algoritma. Algoritma dikembangkan berdasarkan pendapat dari stakeholder
yang terlibat, bahwa pada pasien DM yang memiliki gejala TB klinis batuk
produktif terutama batuk berdahak lebih dari 1 minggu diusulkan untuk
langsung periksa BTA sehingga tidak ada miss opportunity. Pengembangan
yang dilakukan dari alur yang ada pada konsensus tersebut tidak ekstrem,
dimana pengembangan disusun untuk memberikan petunjuk teknis yang lebih
detail agar mudah diaplikasikan dengan situasi di lapangan. Algoritma
22
pemeriksaan dan diagnosis TB pada pasien DM yang digunakan pada
penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tahap skrining dilakukan pada semua pasien DM dewasa, khusus untuk
BPJS adalah pasien DM dewasa yang minimal sudah 3 bulan kontrol di
Puskesmas. Tahap skrining dimulai dari wawancara gejala TB/anamnesis
pada pasien DM yang dilakukan oleh dokter. Setelah wawancara gejala,
kemudian diberikan rujukan untuk pemeriksaan dahak atau pemeriksaan
rontgen sesuai dengan tahapan pada algoritma yang digunakan. Dalam
pemeriksaan rontgen, pasien dirujuk ke dua rumah sakit yaitu Rumah Sakit
Umum Daerah Wangaya dan Rumah Sakit Tk II Udayana (Rumah Sakit
Angkatan Darat), dengan pertimbangan bahwa RS tersebut memiliki Spesialis
Radiologi yang bekerja setiap hari sehingga memudahkan pasien untuk
mendapatkan hasil dengan cepat. Kedua rumah sakit tersebut juga
menyatakan mendukung pelaksaan uji coba skrining TB. Rontgen dilakukan
dan dibaca oleh Spesialis Radiologi. Setelah pasien melakukan pemeriksaan
rontgen dan mendapatkan hasil bacaanya dari spesialis radiologi, pasien
akan dikembalikan ke puskesmas untuk penegakan diagnosis dan tindak
lanjut hasil pemeriksaan. Sedangkan untuk pengambilan dahak sewaktu
dilakukan di puskesmas masing-masing, lalu dahak tersebut dibawa ke ke
PKM rujukan yaitu Puskesmas Denpasar Selatan I dan Puskesmas Denpasar
Utara I. Dahak dibawa oleh petugas puskesmas masing-masing.
3.2 Gambaran Pelaksanaan skrining TB pada pasien DM
Dari pelaksanaan skrining ini diperoleh 620 pasien yang datang ke 11
puskesmas di Denpasar dan berhasil dianamnesis oleh dokter di puskesmas
23
tentang gejala TB. Dari 620 pasien, sebanyak 567 pasien yang bersedia
diwawancara untuk menggali karakteristik sosiodemografi, riwayat DM,
dukungan petugas kesehatan, pengetahuan, persepsi terkait skrining TB
kesediaan mengikuti skrining dan alasannya dengan menggunakan (response
rate 91%). Sebanyak lima puluh tiga pasien menolak diwawancara terkait hal
tersebut dengan alasan sibuk, buru-buru dan tidak bisa diganggu.
3.2.1 Karakteristik pasien DM yang diskrining TB
Pasien DM pada program skrining TB di seluruh Puskesmas di Kota
Denpasar 48% nya adalah laki-laki dan median umur pasien adalah 62 tahun,
pasien termuda berumur 19 tahun dan yang paling tua berumur 90 tahun.
Sebagian besar pasien DM berpendidikan SMA (29.1%) dan jenis pekerjaan
terbanyak ada Ibu Rumah Tangga dan lainnya (41.8%). Hampir semua
pasien telah memiliki jaminan kesehatan (92.8%) dengan jaminan kesehatan
terbanyak adalah BPJS (71.1%). Jika dilihat dari jarak pasien ke tempat
pelayanan kesehatan rujukan rontgen RS Umum Wangaya dan RS Tingkat II
Udayana), median jarak tempuhnya adalah 5 km, dengan jarak terdekat
pasien ke pelayanan kesehatan rujukan adalah 1 km dan terjauh adalah 55
km. Dilihat dari riwayat penyakit DM, median lama terdiagnosis DM adalah 20
bulan.
Sebanyak 147 (26%) pasien menyatakan menolak dilakukan skrining
dengan alasan beragam. Pasien menyatakan menolak mengikuti skrining TB
karena malu dan takut bila menderita TB (6.1%), tidak ada waktu (33.3%)
dan yang paling banyak adalah lainnya yaitu tidak merasa sakit atau tidak ada
keluhan gejala TB. Adapun karakteristik pasien DM yang diskrining TB
tersebut dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.
24
Tabel 1. Karakteristik Pasien DM pada Skrining TB (n = 567)
Karakteristik n (%) Umur, median tahun (range) 62 (19-90) Laki-laki 272 (48.0) Pendidikan
Tidak Sekolah & Tidak tamat SD 79 (13.9) SD 152 (26.8) SMP 65 (11.5) SMA 165 (29.1) PT 106 (18.7)
Pekerjaan PNS, TNI/Polri, Pensiunan 192 (33.9) Pegawai Swasta 23 (4.1) Wiraswasta 79 (13.9) Petani/Buruh 36 (6.3) IRT dan lainnya 237 (41.8)
Jaminan Kesehatan BPJS 403 (71.1) JKBM (Asuransi Pemda Bali) 121 (21.3) Asuransi Komersial 2 (0.4) Tidak memiliki jamkesmas 41 (7.2)
Jarak ke layanan kesehatan rujukan dalam km median (range) (n = 561)
5 (1-55)
Waktu tempuh ke layanan kesehatan rujukan dalam menit, median (range) (n = 563)
20 (1-120)
Lama terdiagnosis DM dalam bulan median (range) (n = 561)
48 (0-588)
Menolak mengikuti prosedur skrining TB 147 (26.0) Alasan menolak diskrining TB* (n = 147)
Takut dan malu bila menderita TB 9 (6.1) Tidak ada waktu 49 (33.3) Biaya mahal 11 (7.5) Tidak ada yang mengantar 37 (25) Jarak pemeriksaan jauh 7 (4.8) Lainnya (tidak merasa sakit, tidak ada keluhan gejala TB)
73 (49.7)
* responden dapat menjawab lebih dari satu
3.2.2 Gambaran Gejala Klinis dan Faktor Risiko TB pada pasien DM
Pasien DM memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk menderita TB.
Adapun gambaran mengenai gejala klinis TB pada pasien DM yang diperoleh
25
dari hasil wawancara gejala TB atau anamnesis oleh dokter dapat dilihat pada
tabel 2.
Tabel 2. Gejala dan Faktor Risiko TB pada Pasien DM (n = 567)
Gejala dan Faktor Risiko TB n (%) Gejala TB*
Batuk berdahak > 1 minggu 98 (17.3) Demam subfebris 62(10.9) Keringat malam 91 (16.1) Penurunan Berat Badan 164 (28.9) Gejala TB extra paru 2 (0.4) Sesak, nyeri saat menarik nafas, rasa berat di satu sisi dada
90 (15.9)
Faktor Risiko TB pada Pasien DM
Sebelumnya pernah terdiagnosis TB 26 (4.6) Keluarga serumah saat ini menderita TB 9 (1.6) Anggota keluarga saat ini menderita TB* (n = 9)
Suami/Istri 4 (44.4) Anak 1 (11.1) Lainnya 4 (44.4)
Anggota keluarga menderita TB saat ini minum obat (n = 9)
7 (77.7)
Keluarga yang pernah menderita TB 51 (8.9) Anggota keluarga pernah menderita TB* (n =51)
Suami/Istri 11 (21.6) Orang Tua 21 (41.2) Anak 5 (9.8) Lainnya 18 (0.7)
Kontak dengan pasien TB yang tidak tinggal serumah
58 (10.2)
* responden dapat menjawab lebih dari satu
Pada pasien yang menyandang DM, 98 (17.3%) menunjukkan gejala
batuk berdahak dan atau batuk produktif lebih dari satu minggu. Gejala klinis
TB yang paling banyak ditemukan pada pasien DM adalah penurunan berat
badan (28.9%). Penurunan berat badan paling dominan mungkin karena
terkait dengan penyakit DM yang dideritanya.
Terkait faktor risiko TB pada pasien DM, 26 (4.6%) pasien menyatakan
sebelumnya pernah terdiagnosis TB dan sudah dinyatakan sembuh.
26
Sebanyak 9 (1.6 %) pasien menyatakan anggota keluarga serumah saat ini
menderita TB dan 7 dari 9 (77.7%) saat ini sedang minum obat. Dari pasien
dengan anggota keluarga menderita TB, 44.4% nya menyatakan
suami/istrinya saat ini sedang menderita TB. Sebanyak 8.9% pasien
menyatakan keluarganya pernah menderita TB dan 10.2% menyatakan
pernah kontak dengan pasien TB yang tidak tinggal serumah. Bias informasi
pada pernyataan ini mungkin saja terjadi karena pasien harus mengingat
kembali apa yang pernah terjadi padanya di masa lalu, terlebih lagi pasien
sebagian besar adalah usia lanjut.
3.2.3 Partisipasi Pasien DM berdasarkan Pentahapan Skrining TB
sesuai Algoritma TB-DM yang telah dikembangkan
Jumlah pasien berdasarkan pentahapan skrining sesuai dengan
algoritma pemeriksaan dan diagnosis TB-DM yang sudah dikembangkan
dapat dilihat pada Gambar 3.1.
27
Gambar 3.1 Partisipasi Pasien DM pada Skrining
28
Pelaksaanan skrining ini dilakukan secara alamiah, apa adanya dan
tanpa paksaan dari pihak manapun dengan tujuan untuk melihat bagaimana
implementasi dan kendala sebenarnya dari penerapan skrining TB pada
pasien DM dengan menggunakan pedoman algoritma yang sudah
dikembangkan. Dari gambar alur terlihat bahwa tidak semua pasien
menuntaskan keseluruhan prosedur skrining TB, ada sejumlah pasien yang
menarik diri di tahap pemeriksaan tertentu.
Dari 65 pasien yang memiliki gejala khas TB yaitu batuk berdahak lebih
dari 1 minggu, hanya 29 yang mengikuti pemeriksaan dahak, 15 orang yang
seharusnya periksa BTA langsung melakukan pemeriksaan rontgen dan
kemudian tidak melakukan pemeriksaan BTA, sedangkan 21 orang tidak
melakukan pemeriksaan sama sekali. Pada pasien yang memiliki gejala TB
lain atau tanpa gejala, hanya 233 yang berhasil dirujuk untuk pemeriksaan
rontgen, 3 orangnya melakukan pemeriksaan BTA langsung tanpa
pemeriksaan rontgen, sedangkan 266 orang tidak melakukan pemeriksaan
sama sekali.
Secara umum partisipasi pasien DM dibagi dalam tiga kelompok,
pertama mengikuti keseluruhan prosedur skrining TB sesuai algoritma yaitu
pasien yang mengikuti pemeriksaan BTA dan rontgen atau hanya mengikuti
salah satu pemeriksaan apabila pemeriksaan pertama sudah mampu
menerangkan status TB pasien. Misalnya bila pasien memiliki gejala TB khas
dan hasil BTA negatif, maka tidak perlu dilakukan rontgen. Kemudian yang
tidak ada gejala TB sama sekali dan diperiksa dengan hasil rontgen negatif,
pemeriksaan telah selesai pada tahap ini dan tidak dilakukan konfirmasi BTA.
Contoh tersebut termasuk kelompok pasien mengikuti keseluruhan prosedur
29
skrining. Kelompok kedua yaitu mengikuti sebagian prosedur skrining TB
dimana hanya mengikuti salah satu pemeriksaan BTA atau rontgen, padahal
menurut algoritma pasien harus mengikuti kedua pemeriksaan tersebut.
Kategori tidak mengikuti pemeriksaan baik itu pemeriksaan BTA atau rontgen,
hanya diwawancara gejala klinis. Pada gambar 3.1., warna hijau
menunjukkan jumlah pasien yang mengikuti keseluruhan prosedur, warna
kuning jumlah pasien yang mengikuti sebagian, sedangkan warna merah
adalah yang tidak mengikuti pemeriksaan baik rontgen atau BTA. Adapun
proporsi partisipasi pasien DM dalam skrining TB dapat dilihat pada tabel 3
berikut.
Tabel 3. Partisipasi Pasien DM dalam Skrining TB (n = 567)
Partisipasi n (%)
Mengikuti keseluruhan (BTA dan rontgen) 160 (28.2)
Mengikuti sebagian (salah satu pemeriksaan) 120 (21.2)
Tidak mengikuti pemeriksaan BTA dan rontgen 287(50.6)
Hanya sebanyak 160 (28.8%) pasien yang mengikuti prosedur lengkap
skrining TB sesuai dengan algoritma. Sebagian besar pasien tidak mengikuti
pemeriksaan sama sekali setelah diwawancara gejala TB oleh dokter.
Karakteristik Sosiodemografi Subjek
Gambaran Karakteristik Sosiodemografi Subjek berdasarkan Partisipasi
Pasien DM pada Skrining TB terdapat pada tabel 4 berikut.
30
Tabel 4. Gambaran Karakteristik Sosiodemografi Subjek berdasarkan
Partisipasi Pasien DM pada Skrining TB.
Karakteristik
Partisipasi Mengikuti Keseluruhan (n= 160) (n,%)
Mengikuti Sebagian (n = 120) (n,%)
Tidak Mengikuti (n = 287) (n,%)
Umur, median tahun (range) 63 (40-80) 61 (35-90) 61 (19-83)
Laki-laki 88 (55.0) 58 (48.3) 126 (43.9) Pendidikan
Tidak Sekolah & Tidak tamat SD
19 (11.9) 13 (10.8) 47 (16.4)
SD 30 (18.8) 36 (30) 86 (29.9) SMP 13 (8.1) 16 (13.3) 36 (12.5) SMA 56 (35.0) 38 (31.7) 71 (24.7) PT 42 (26.2) 17 (14.2) 47 (16.4)
Pekerjaan PNS, TNI/Polri, Pensiunan 75 (46.9) 45 (37.5) 72 (25.1) Pegawai Swasta 3 (1.9) 4 (3.3) 16 (5.6) Wiraswasta 21 (13.1) 13 (10.8) 45 (15.7) Petani/Buruh 6 (3.8) 5 (4.2) 25 (8.7) IRT dan lainnya 55 (34.3) 53 (44.2) 129 (44.9)
Jaminan Kesehatan BPJS 130 (81.3) 93 (77.5) 180 (62.7) JKBM (Asuransi Pemda Bali) 28 (17.5) 21 (17.5) 72 (25.1) Asuransi Komersial 1 (0.6) 0 (0.0) 1 (0.3) Tidak memiliki jaminan 1 (0.6) 6 (5) 34 (11.9)
Jarak ke layanan kesehatan rujukan dalam km, median (range)
(n =159) 4 (1-55)
(n = 119) 5 (1-30)
(n = 283) 6 (1-35)
Waktu tempuh ke layanan kesehatan rujukan, menit, median (range)
(n = 159) 15 (2-120)
(n = 120) 15 (2-45)
(n = 284) 20 (1-90)
Lama terdiagnosis DM, median bulan (range)
(n = 159) 60 (1-337)
(n = 118) 60 (0-420)
(n = 284) 48 (0-588)
Jarak dan waktu tempuh ke pelayanan kesehatan rujukan rontgen
berbeda diantara ketiga kelompok, dimana pasien yang mengikuti
keseluruhan proses skrining memiliki jarak yang lebih dekat dan waktu
tempuh yang lebih singkat ke tempat rujukan dibandingkan dengan pasien
31
yang mengikuti sebagian atau tidak mengikuti pemeriksaan sama sekali.
Median jarak ke tempat rujukan rontgen pada pasien yang mengikuti
keseluruhan adalah 4 km, sedangankan median jarak pada pasien yang ikut
sebagian maupun tidak ikut pemeriksaan sama sekali masing-masing adalah
sebesar 5 dan 6 km. Waktu tempuh ke layanan kesehatan rontgen juga lebih
singkat pada pasien yang mengikuti keseluruhan proses skrining, dengan
median waktu tempuh 15 menit sedangkan pada yang tidak mengikuti waktu
tempuhnya 20 menit.
Hal ini juga sesuai dengan hasil wawancara mendalam kepada pasien
dimana baik pada pasien yang lengkap, tidak lengkap maupun yang menolak
melakukan skrining jarak merupakan salah satu kendala penting dalam
skrining ini. Hal ini karena rata-rata rumah mereka jauh dari rumah sakit
rujukan. Biaya transportasi juga menjadi pertimbangan untuk tidak mengikuti
skrining TB dan diperkuat dengan usia yang sudah tua dan tidak adanya yang
mengantar menyebabkan responden banyak menolak melakukan skrining.
Sehingga apabila fasilitas rontgen dan dahak tersebut ada di setiap
puskesmas, faktor jarak kemungkinan tidak menjadi kendala lagi bagi pasien.
Partisipasi Skrining TB berdasarkan Gejala TB yang Dikeluhkan Pasien
DM
Gejala TB diperoleh dengan menanyakan pasien pada saat
pemeriksaan oleh dokter adanya gejala TB yang khas dan gejala TB yang
lain. Gambaran gejala TB berdasarkan partisipasinya dalam skrining dapat
dilihat pada tabel 5.
32
Tabel 5. Gambaran Gejala TB berdasarkan Partisipasi Pasien pada Skrining TB
Gejala TB
Partisipasi Mengikuti Keseluruhan (n = 160) (n,%)
Mengikuti Sebagian (n = 120) (n,%)
Tidak Mengikuti (n = 287) (n,%)
Gejala TB* Batuk berdahak > 1 minggu 23 (14.4) 42 (35) 33(11.5) Deman subfebris 21 (17.5) 8 (5) 33 (11.5) Keringat malam tanpa disertai aktifitas
19 (11.9) 31 (25.8) 41 (14.3)
Penurunan Berat Badan 16 (10) 57 (47.5) 91 (31.7) Gejala TB extra paru 1 (0.8) 1 (0.6) 0 (0) Sesak, nyeri saat menarik nafas, rasa berat di satu sisi dada
17 (10.6) 35(29.2) 38 (13.2)
Pada pasien yang mengikuti keseluruhan proses skrining, gejala yg
dominan muncul adalah demam subfebris (17.5%), sedangkan pada yg
mengikuti sebagian dan tidak mengikuti adalah penurunan berat badan.
Gejala TB berupa penurunan berat badan merupakan gejala yang paling
banyak muncul dari pasien DM. Hal ini mungkin saja disebabkan oleh DM
yang dideritanya. Pada yg mengikuti sebagian dan tidak mengikuti
pemeriksaan, batuk berdahak > 1 minggu juga banyak muncul, ini
sebenarnya dapat menjadi potensi untuk ditemukan kasus dan
pemeriksaannya.
Partisipasi Skrining TB berdasarkan Faktor Risiko TB pada Pasien DM
Pasien DM yang diskrining TB juga ditanyakan tentang kemungkinan
faktor-faktor risiko yang dialami oleh pasien DM. Selengapnya dapat dilihat
pada tabel 6 berikut.
33
Tabel 6. Partisipasi Skrining TB pada pasien DM berdasarkan Faktor Risiko
TB
Faktor Risiko TB pada Pasien DM
Partisipasi Mengikuti Keseluruhan (n = 160) (n,%)
Mengikuti Sebagian (n = 120) (n,%)
Tidak Mengikuti (n = 287) (n,%)
Faktor Risiko TB pada Pasien DM Sebelumnya pernah terdiagnosis TB
8 (30.8) 5 (19.2) 13 (50)
Keluarga serumah saat ini menderita TB (n = 9)
3 (33.3) 5 (55.6) 1 (11.1)
Keluarga yang pernah menderita TB (n = 51)
14 (27.5) 18 (35.3) 19 (37.3)
Kontak dengan pasien TB yang tidak tinggal serumah (n = 58)
10 (17.2) 17 (29.3) 31 (53.5)
Pasien DM yang menyatakan sebelumnya pernah terdiagnosis TB
adalah sebanyak 26 orang, dimana 8 (30.8%) orangnya kemudian mengikuti
keseluruhan proses skrining, namun 50% nya tidak mengikuti pemeriksaan
sama sekali. Hasil ini memungkinkan untuk terjadi bias informasi, karena
faktor risiko didapat dari hasil wawancara dengan pasien DM yang sebagian
besar berusia lanjut.
3.2.4 Penemuan Kasus TB dalam Pelaksanaan Skrining TB pada
Pasien DM
Dari pelaksanaan skrining ini didapatkan 2 temuan kasus TB
terkonfirmasi bakteriologis. Hasil lainnya kemudian dimasukkan kedalam
beberapa spektrum TB berdasarkan pedoman TB nasional. Spektrum ini
dibuat pada keseluruhan sampel 567, baik pada yang pasien yang mengikuti
skrining secara keseluruhan, pasien yang mengikuti sebagian dan pasien
34
yang tidak mengikuti pemeriksaan BTA dan rontgen sama sekali. Adapun
klasifikasi TB yang diperoleh dari skrining pada 567 pasien DM adalah
sebagai berikut (tabel 7).
Tabel 7. Penemuan Kasus TB pada Pasien DM yang diskrining TB
Spektrum TB* n
Tidak TB 11
Terduga TB 292
TB terdiagnosis Klinis 26
TB terkonfirmasi bakteriologis 2
Tidak diketahui 236
Spektrum TB : a. tidak TB (tidak ada gejala, dirontgen dan diperiksa dahak hasilnya negatif); b. Terduga TB (memiliki gejala klinis mendukung TB) atau hasil rontgen abnormal suggestive TB; c. TB Terdiagnosis Klinis (ada gejala klinis mendukung TB dan hasil rontgen abnormal suggestive TB); d. TB Terkonfirmasi bakteriologis (ada gejala klinis mendukung TB dan hasil BTA); e. tidak diketahui (tidak ada gejala TB, tidak rontgen dan atau tidak periksa dahak mikroskopis).
Hasil penemuan kasus pada tabel 7 merupakan gambaran hasil dari
proses skrining pasien DM baik yang lengkap maupun tidak lengkap
melakukan skrining dan hasilnya hanya dapat dilihat dari angka absolutnya
dan tidak dapat dinilai proporsinya. Dari pasien dengan TB terkonfirmasi
bateriologis, karakteristik, gejala dan faktor risiko TB adalah sebagai berikut:
a. 1 orang dari diagnosis ada gejala TB batuk berdahak dan batuk lama,
hasil periksa BTA (+) dan hasil rontgen (+), umur 49 tahun, laki-laki, lama
menyandang DM 120 bulan, tidak pernah terdiagnosis TB sebelumnya,
tidak memiliki anggota keluarga yg saat ini TB, keluarga tidak pernah
menderita TB dan tidak pernah kontak dengan pasien TB.
b. 1 orang dari diagnosis ada gejala batuk berdahak, batuk berdarah, batuk
lama dan hasil periksa BTA sewaktu (+), umur 66 tahun, laki-laki, lama
35
menyandang DM 277 bulan, tidak pernah terdiagnosis TB sebelumnya,
tidak memiliki anggota keluarga yg saat ini TB, keluarga tidak pernah
menderita TB dan tidak pernah kontak dengan pasien TB.
Tantangan yang muncul dalam pelaksanaan skrining ini adalah masih
rendahnya partisipasi pasien mengikuti dengan tuntas tahapan skrining untuk
mengetahui status TB yang mungkin dideritanya. Penelitian di India juga
menunjukkan hasil yang serupa dimana dari pasien DM yang memiliki gejala
mendukung TB, 40% menolak untuk mengikuti pemeriksaan BTA (Kumpatla
et al, 2013). Penelitian di China menunjukkan hanya 7% pasien yang
diskrining kemudian melanjutkan pemeriksaan BTA atau rontgen (Lin et al,
2015).
3.3 Kendala pelaksanaan skrining TB pada pasien DM
Pada pelaksanaan skrining ini, banyak pasien yang lost to follow up atau
mundur dari skrining hampir di setiap tahapan. Rendahnya tingkat partisipasi
pasien dapat disebabkan oleh beberapa kendala baik itu yang ada pada diri
pasien maupun petugas kesehatan dan sistem kesehatan yang ada.
3.3.1 Kendala dari Perspektif Pasien
Kendala pelaksanaan skrining dari perspektif pasien diantaranya adalah
alur rujukan yang lama, tidak ada yang mengantar dan biaya khususnya bagi
pasien yang tidak memiliki jaminan kesehatan. Pasien juga menyatakan tidak
melakukan pemeriksaan karena terkendala waktu, kesibukan dan tidak tahu
prosedur yang lengkap. Tidak ada waktu dan kesibukan dapat menunjukkan
suatu prioritas dari pasien bahwa skrining TB bukan sesuatu yang penting
36
dan harus sesegera mungkin ditindaklanjuti. Hal ini juga didukung dengan
alasan dari sebagian besar pasien yang menolak rontgen yaitu karena
merasa belum perlu, tidak merasa sakit dan tidak ada keluhan atau gejala TB.
Alasan tersebut bisa saja muncul karena faktor pengetahuan dan
persepsi masyarakat mengenai TB-DM yang sebagian besar masih rendah.
Sebesar, 76.2% pasien DM memiliki pengetahuan yang masing kurang
tentang TB-DM. Pengetahuan yang masih kurang terutama bahwa
penyandang DM memiliki kemungkinan yang lebih besar menderita TB dan
penyandang DM yang menderita TB akan mempengaruhi keberhasilan
pengobatan DM, dimana hanya masing-masing 35.5% dan 30.5% pasien
yang mengetahui dengan benar penyataan tersebut. Selain itu, hanya sedikit
yang mengetahui bahwa penderita DM yang juga menderita TB
membutuhkan pengobatan DM dan TB. Tabel 8 menunjukkan pengetahuan
pasien tentang TB-DM.
37
Tabel 8. Pengetahuan pasien DM tentang Komorbiditas TB-DM
Pasien mengetahui bahwa n (%) Penyakit TB disebabkan oleh bakteri/kuman 291 (51.3) Penyakit TB adalah penyakit menular 413 (72.8) Penyakit TB ditularkan melalui percikan dahak 389 (68.6) Penyakit TB dapat disembuhkan 244 (43) Penderita TB minimal minum obat 6 bulan 120 (21.2) Penyakit TB bisa dicegah dengan imunisasi 212 (37.4) Batuk lama dan berdahak merupakan gejala TB 381 (67.2) Menutup mulut/hidung saat batuk dan bersin dapat mencegah penularan TB
292 (69.1)
Pemeriksaan TB dilakukan dengan pemeriksaan dahak 313 (55.2) Pemeriksaan Rontgen dapat membantu menentukan adanya kelainan akibat TB
315 (55.6)
Penyandang DM memiliki kemungkinan yang lebih besar menderita TB
201 (35.5)
Penyandang DM yang menderita TB akan mempengaruhi keberhasilan pengobatan DM
173 (30.5)
Penderita DM yang juga menderita TB membutuhkan pengobatan gabungan DM dan TB
81 (14.3)
Penderita TB harus diperiksa kemungkinan DM 207 (36.5) Penderita DM harus diperiksa kemungkinan menderita TB
238 (41.9)
Pengetahuan keseluruhan tentang TB-DM Baik 135 (23.8) Kurang 432 (76.2)
Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan kepada pasien
juga menunjukkan sebagian besar pasien belum mengetahui tentang risiko
terkena TB pada penyandang DM. Hanya sebagian kecil yang tahu dari
petugas pada saat program prolanis, namun belum pernah diperiksa karena
tidak merasa sakit atau tidak merasakan gejala-gejala TB yang ditanyakan.
Disamping pengetahuan, persepsi yang masih rendah (60.5%) pada
masyarakat juga dapat menjadi faktor pasien menolak melaksanakan
pemeriksaan. Banyak pasien yang tidak setuju bahwa penyandang DM
memiliki kemungkinan yang lebih besar menderita TB. Selain itu, hanya
sebagain kecil yang menyatakan bahwa jarak ke tempat pemeriksaan rontgen
38
bukan menjadi masalah bila pasien yang bersangkutan dirujuk untuk
melakukan pemeriksaan rontgen (36.7%). Persepsi pasien terhadap TB-DM
dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9. Persepsi pasien mengenai TB-DM, Skrining dan Terapi TB-DM
Persepsi Pasien Setuju n (%) Penyandang DM lebih berisiko untuk menderita TB 248 (43.7) Penyandang DM yang menderita TB berpeluang menularkan TB pada orang sekitarnya
344 (60.7)
Dengan melakukan pemeriksaan rontgen maka penyandang DM bisa mengetahui kemungkinan menderita TB
346 (61.0)
Pemeriksaan dahak meningkatkan kepastian penyakit TB 342 (60.3) Dengan menjalankan semua prosedur pemeriksaan TB akan bermanfaat untuk kesehatan penyandang DM
411 (72.5)
Semakin dini mendapatkan pengobatan TB maka akan semakin baik untuk penyakit DM dan TB yang diderita
427 (75.3)
Jika menderita TB tidak akan dikucilkan dan dijauhi oleh keluarga atau teman
347 (61.2)
Jika dirujuk untuk pemeriksaan rontgen, maka jarak ke tempat rontgen tidak menjadi masalah
208 (36.7)
Biaya pemeriksaan rontgen tidak akan memberatkan 294 (51.8) Pemeriksaan rontgen membuat saya tidak malas memeriksaan diri
343 (60.5)
Jika menderita TB maka pengobatan TB 6 bulan tidak akan memberatkan
295 (52.0)
Jika menderita TB maka saya akan melakukan pengobatan 6 bulan dengan teratur
372 (65.6)
Keluarga tidak akan melarang saya melakukan pemeriksaaan TB
378 (66.7)
Jika menderita TB, maka keluarga akan mendukung pengobatan DM dan TB yang anda derita
407 (71.8)
Jika menderita TB maka keluarga akan mengingatkan untuk minum obat
408 (72.0)
Persepsi Pasien DM keseluruhan Baik 224 (39.5) Kurang 343 (60.5)
Hal ini juga sesuai dengan hasil wawancara mendalam kepada pasien
DM dimana mereka memang tidak memiliki dan memahami dengan baik
risiko penyakit TB pada penyakit yang sedang mereka sandang yaitu DM.
Walupun mereka telah diberikan penjelasan oleh petugas puskesmas pada
39
saat awal sebelum pelaksanaan skrining. Disamping itu sebagian besar
responden merasa tidak merasa memiliki masalah atau gejala-gejala TB
seperti yang disampaikan oleh petugas sehingga menolak untuk melakukan
skrining. Disamping itu sebagian responden juga berpendapat bahwa dengan
ketaatan mereka dalam menjalani terapi DM dan menjaga kadar Gula maka
kemungkinan untuk terjangkit TB menjadi kecil sehingga skrining dianggap
belum perlu. Pemahaman salah yang lain dari responden adalah bahwa
apabila tidak memiliki keturunan dan anggota keluarga atau orang sekitar
yang menderita TB, mereka percaya tidak akan terinfeksi TB.
Penelitian oleh Kumpatla, dkk juga menunjukkan hal yang sama bahwa
rendahnya partisipasi bisa disebabkan oleh karena stigma yang masih tinggi
di masyarakat bila penyandang DM diketahui menderita TB (Kumpatla et al,
2013).
Kendala lainnya yang menjadi perhatian adalah masih banyak pasien
(78.7%) yang belum mendapatkan informasi lengkap dari petugas kesehatan
tentang skrining TB pada pasien DM. Informasi petugas kesehatan tentang
skrining TB-DM pada pasien dapat dilihat pada tabel 10.
40
Tabel 10. Informasi dari Petugas Kesehatan tentang skrining TB pada Pasien
DM (n = 567)
Informasi dari Petugas Kesehatan Tentang n (%) Risiko TB pada pasien DM 334 (58.9) Pemeriksaan TB pada pasien DM 380 (67.0) Tahapan pemeriksaan TB 287 (50.6) Fasilitas pemeriksaan TB 421 (74.3) Proses rujukan pemeriksaan rontgen 330 (58.2) Hasil rontgen harus dibawa kembali ke puskesmas 332 (58.6) Penjelasan Pemeriksaan dahak sebagai tahap lanjutan pemeriksaan rontgen
197 (34.7)
Lama pengobatan TB 162 (28.6) Informasi Petugas Kesehatan secara keseluruhan
Lengkap 121 (21.3) Kurang 446 (78.7)
Informasi dari tenaga kesehatan dikatakan lengkap apabila semua
komponen informasi yang diberikan dijawab “YA” oleh responden, bila salah
satu tidak, maka informasi yang diberikan oleh pertugas kesehatan kurang.
Secara keseluruhan, hanya sebesar 21.3 % responden yang mendapatkan
informasi yang lengkap dari petugas kesehatan mengenai skrining TB pada
pasien DM. Informasi yang masih kurang disampaikan dari petugas
kesehatan kepada pasien adalah tentang penjelasan lama pengobatan TB
dan pemeriksaan dahak sebagai tahap lanjut dari skrining TB.
Berdasarkan wawancara mendalam, juga mendapatkan bahwa
sebagian besar pasien DM tidak mengikuti program skrining TB juga
disebabkan ketiadaan informasi dari petugas kesehatan tentang resiko TB
pada pasien DM, dan kurang lengkapnya informasi tentang prosedur skrining
dari petugas seperti misalnya setelah foto rontgen pasien harus
memeriksakan dahak ke puskesmas namun dari pengakuan pasien tidak
diberi informasi oleh petugas. Sehingga apabila informasi pelaksanaan
41
skrining ini diberikan dengan jelas dan lengkap, responden menyatakan
bersedia mengikuti.
3.3.2 Kendala dari Perspektif Petugas Kesehatan
Persepsi stakeholder terhadap program kolaborasi TB-DM yang
menggunakan algoritma konsensus TB DM dari Kementerian Kesehatan
diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam dan diskusi kelompok
terarah. Stakeholder yang diwawancarai dan diajak diskusi terdiri dari dokter
pelaksana di puskesmas, kepala puskesmas se-Kota Denpasar, Kepala
Bidang Penanggulanagn Penyakit Dinas Kesehatan Kota Denpasar, Manajer
Pelayanan Kesehatan Primer BPJS Kesehatan Kota Denpasar, dan dari
Bidang Rujukan BPJS Kesehatan Divisi Regional XI. Hasil wawancara dan
FGD dirangkum dan ditranskrip serta dilakukan analisis isi sesuai dengan
tabel 11 berikut.
Tabel 11. Koding Hasil Wawancara dan FGD Persepsi Stakeholder terhadap
Program Kolaborasi TB DM
Koding Sub Kategori Kategori
Jenis pembiayaan Kendala Pelaksanaan Skrining
Persepsi Terhadap Program Kolaborasi TB-DM Pemahaman prosedur
Kompetensi SDM Puskesmas
Sarana dan Prasarana
Alur rujukan
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dan diskusi kelompok
terarah, sebagian besar responden belum mendapatkan sosialisasi
sebelumnya dari pihak dinas tentang program kolaborasi ini. Disamping itu
42
belum ada form TB DM di Puskesmas dan tidak ada laporan ke Dinas
Kesehatan apabila ada pasien DM yang juga mengidap TB. Disamping itu
perlu dilihat juga bagaimana kepatuhan pasien juga karena berdasarkan
pengalaman, TB tanpa DM saja kepatuhannya sangat rendah apalagi
ditambah dengan DM yang juga memerlukan pengobatan lama dan dengan
berbagai komplikasinya.
Dalam pelaksanaan program kolaborasi TB DM terdapat beberapa hal
yang menurut responden menjadi kendala dan juga peluang untuk
keberlangsungan program ke depan. Kendala ditemukan pada hampir setiap
tahapan pelaksanaan mulai dari tahap sebelum skrining, pada saat skrining
dan juga setelah skrining. Sehingga kemudian juga diusulkan beberapa hal
untuk menjamin kesinambungan program kolaborasi ini ke depan.
Pada tahap sebelum skrining, pasien dengan cara bayar BPJS apabila
dimasukkan langsung ke program skrining ini akan menyebabkan rasio
rujukan di Puskesmas sangat tinggi dan mencolok. Sehingga pihak
Puskesmas dan juga pihak BPJS Kesehatan menyatakan bahwa untuk
pelaksanaan skrining TB pada pasien DM yang menggunakan BPJS,
hendaknya jangan langsung dirujuk untuk rontgen namun dibuat senatural
mungkin yaitu pasien DM yang dirujuk rontgen adalah pasien DM yang sudah
3 bulan mengikuti program rujuk balik di FKTP atau Puskesmas dan memang
jadwalnya akan kontrol kembali ke RS sehingga rasio rujukan tidak terlalu
tinggi. Namun, responden juga mengatakan pasien DM yang menggunakan
BPJS boleh saja dirujuk sebelum 3 bulan apabila selama pengobatan ada
keluhan atau komplikasi sehingga segera harus dirujuk ke RS. Hal ini sesuai
dengan kutipan wawancara mendalam dan FGD berikut ini:
43
“..DM kan masuk penyakit kronis ya, jadi penyakit kronis kita
punya program prolanis dan juga rujuk balik itu, nantinya pasien
kronis termasuk DM ini kalau stabil itu kontrolnya cukup di FKTP
saja, nah..setelah 3 bulanan dia baru bisa kontrol ke RS…” (R.25)
“…eee kalau semua pasien DM itu dirujuk nantinya untuk
rontgen..nanti saat laporan bulanan pasien BPJS kami ini tentu
rasio rujukannya jadi tinggi ya, nah nanti kami ditegur itu oleh
BPJS…”
Kendala ini juga disampaikan oleh sistem pembiayaan yang lainnya
yaitu pasien DM yang menggunakan sistem pembiayaan jaminan kesehatan
milik provinsi Bali yaitu JKBM (Jaminan Kesehatan Bali Mandara).
Responden menyatakan bahwa untuk pasien DM yang menggunakan JKBM
juga harus dibuat senatural mungkin untuk menghindari juga besarnya rasio
rujukan nantinya.
Sedangkan hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan skrining
cukup beragam baik pada saat pasien di Puskesmas maupun di RS. Menurut
sebagian besar responden komunikasi informasi dan informasi menjadi hal
yang perlu mendapat perhatian karena kasus TB masih menjadi stigma di
masyarakat sehingga ada beberapa pasien yang dirujuk ke RS menolak di
lakukan foto terutama dari pasien DM yang tidak menunjukkan gejala khas
TB. Sedangkan apabila pasien ini pasien umum mereka biasanya menolak
untuk dirontgen dengan alasan biaya pemeriksaan di rumah sakit. Sehingga
responden juga mengusulkan bila perlu disediakan petugas konseling khusus
untuk KIE pasien terutama yang sama sekali tidak menunjukkan gejala TB
44
seperti klinik VCT pada TB-HIV. Hal ini ditunjukkan dengan kutipan
pernyataan responden yaitu:
“…kalau memang ini kan tanpa gejala, itukan disuruh melakukan
pemeriksaan rontgen, inilah yang menjadi kendala di kami, jadi
kan dia merasa tidak sakit malahan kita sudah memberikan
pemahaman bahwa sebetulnya kemungkinan pasien DM ini
karena daya tahan tubuh kelemahan itu mempengaruhi
terjadinya proses TB, tetapi karena dia tidak mengeluh tidak ada
gejala yang dirasakan mungkin batuk juga nggak, keringat
malam juga tidak, berat badannya ga turun, kemudian tidak ada
gejala lain yang mengarah ke TB itu, kemudian kita
sarankanuntuk melakukan suatu eee.. kegiatan misalnya harus
dilakukan rontgen dan sebagainya, tentu ini berat bagi kami
untuk memberikan eee.. bagaimana ..ee.. pengertian yang
cukup bahwa dia itu memang perlu di rontgen, nah itu yang
menjadi kendala sebetulnya…” (R.04)
Kendala yang cukup signifikan menurut responden di Puskesmas
adalah pada pemeriksaan dahak mikroskopis. karena kebijakan dinas bahwa
PRM hanya ada dua di kota Denpasar maka pemeriksaan mikroskopis
menjadi lama. Efektivitas program menjadi kurang karena pasien harus bolak-
balik RS dan puskesmas untuk rontgen dan ini juga meningkatkan risiko
pasien menjadi tidak patuh dan menjadi lost to follow-up. Sehingga agar
efektif mungkin bisa diupayakan juga di puskesmas tersedia rontgen.
45
“...Kalau mau cepet ya kalau bisa untuk periksa dahak ya bisa ada di
setiap puskesmas ya, pasien saya ada yang habis rontgen trus disuruh
periksa dahak ke puskesmas denut I dan densel I katanya kejauhan,
saya ga tahu akhirnya dia kesana atau tidak..” (R.05)
Untuk di rumah sakit, ada beberapa hal yang menjadi hambatan dalam
pelaksanaan skrining ini. Beberapa responden mengeluhkan tentang kode
rujukan yang agak kecil dan kurang jelas sehingga perlu dibesarkan dan
diperjelas seseuai dengan kesepakatan sebelumnya. Sebagian responden di
rumah sakit juga melihat banyak pasien yang mengeluhkan lamanya alur
rujukan rontgen untuk program skrining ini. Kalau memungkinkan responden
merekomendasikan agar dibedakan alurnya sehingga pasien mau dirujuk
untuk rontgen sehingga pada pelaksanaanya di RS, pasien tidak perlu
menunggu lama untuk rontgen saja dan ikut mengantri dengan pasien lain.
Selain itu responden juga melihat agar program ini menjadi lebih efektif,
disarankan yaitu apabila di RS sudah dirontgen dan dibaca oleh spesialis
radiologi sebaiknya langsung dikembalikan ke Puskesmas dan tidak usah
dirujuk ke poliklinik paru lagi karena di Puskesmas, diagnosis juga bisa
ditegakkan oleh dokter yang terpapar program DOTS. Hal ini sesuai dengan
pernyataan responden sebagai berikut:
“..selama ini bagi saya sih baik aja ya tapi saya rasa pasien agak
keberatan juga ya karena harus ngantri lama, kan gabung dengan
pasien lain yang juga mau rontgen, mungkin aja dari mereka ada yang
46
ga betah ya mungkin saja pulang, lagian kalau habis rontgen mereka
balik ke poli trus ngantri lagi, ya pasti membosankan bagi mereka..”
Permasalahan lain yang muncul di RS adalah masalah pembiayaan
yaitu sebagian responden mengatakan bahwa adanya perbedaan tarif yang
cukup besar antara tarif yang ditanggung BPJS untuk pemeriksaan rontgen
dengan tarif yang ada di RS. Hal ini akan memberikan dampak yang
signifikan terhadap kesinambungan program ini karena ke depannya seluruh
masyarakat akan ditanggung oleh program JKN dan mereka yakin
permasalahan ini akan dijumpai di beberapa RS di Indonesia. Sehingga perlu
upaya khusus menangani masalah ini terutama bagaimana meningkatkan
tarif ini ke depan. Hal ini sesuai dengan pernyataan responden berikut ini:
“..begini ya, kalau program ini terus dilakukan, kami terus terang agak
keberatan karena kami kan sekarang beli alat rontgen baru, nah tarif
rontgen dari pasien DM BPJS ini yang dirujuk rontgen kan jauh sekali
dibawah tarif kami, ya kalau terus dilakukan ya kerugian rumah sakit
kami menjadi pertimbangan ya..”
Terdapat beberapa hal juga yang menjadi perhatian responden setelah
pelaksanaan program skrining ini. Responden berpendapat program
kolaborasi ini setidaknya melibatkan beberapa stakeholder seperti pihak
puskesmas, RS, dinas dan juga BPJS sehingga perlu koordinasi yang jelas
dan dilakukan secara berkala. Beberapa responden juga melihat pentingnya
pencatatan dan pelaporan serta setelah algoritma hasil konsensus ini perlu
dibuatkan pula petunjuk teknis dan SOP bagaimana teknisnya di lapangan
sehingga menjadi pedoman baku nasional.
47
Disamping itu responden juga berpendapat bahwa apabila program
kolaborasi ini mau tetap diimplementasikan ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan seperti pertimbangan biaya dimana nantinya program JKN
sepertinya solusi yang baik untuk itu. Selain itu mungkin perlu juga dipikirkan
tentang cara pengobatan atau kombinasi obat yang tepat untuk pasien DM
yang terdiagnosis TB sehingga kepatuhan mereka minum obat terhadap dua
jenis penyakit ini menjadi meningkat. Koordinasi juga perlu terus dilakukan
atau ada evaluasi terhadap pelaksanaan program kolaborasi ini yang
dilakukan secara berkala.
3.4 Dukungan Pelaksanaan Skrining TB pada Pasien DM
Wawancara dan FGD juga dilakukan kepada pasien dan stakeholder
untuk menggali potensi dan dukungan terhadap pelaksanaan skrining TB
pada pasien DM.
3.4.1 Dukungan dari Pasien
Dukungan dari pasien terhadap skrining TB pada pasien DM diperoleh
berdasarkan hasil wawancara dan dirangkum dalam tabel koding berikut ini.
Tabel 12. Koding Hasil Wawancara dan FGD Persepsi Pasien tentang
Dukungan terhadap Program Kolaborasi TB DM
Koding Sub Kategori Kategori
Jaminan pembiayaan Dukungan Pelaksanaan Skrining
Persepsi Terhadap Program Kolaborasi TB-DM Manfaat kesehatan
48
Dari hasil wawancara mendalam pada responden dapat dilihat bahwa
faktor pendorong utama kesediaan responden melakukan skrining TB adalah
adanya jaminan pembiayaan oleh asuransi sehingga mereka tidak perlu
mengeluarkan biaya dari kantong sendiri. Hal ini disebabkan karena sebagian
besar pasien yang diskrining adalah pasien JKN dan Jamkesda Bali (JKBM).
Beberapa responden juga mengapresiasi pelaksanaan skrining TB
dengan harapan dapat mengetahui kondisi kesehatan mereka penting untuk
mengetahui kemungkinan terjangkit TB mendorong responden bersedia
melakukan skrining. Serta sebagian responden dengan tingkat kegawatan
penyakit DM yang diderita dan keberadaan anggota keluarga yang pernah
menderita TB bahkan mendorong mereka mengikuti skrining hingga akhir.
Sehingga responden merekomendasikan pelaksanaan skrining dapat
dilakukan secara rutin bahkan tiap bulan untuk dapat mengetahui secara dini
terjangkitnya TB. Sedangkan sebagian kecil responden juga merasa prosedur
yang dijalani baik di puskesmas maupun di RS mudah dan tidak berbelit.
Berdasarkan wawancara, beberapa responden sebenarnya mau
mengikuti prosedur skrining namun terpaksa tidak melakukan proses skrining
lebih lanjut dikarenakan tidak memperoleh penjelasan/anjuran untuk
melakukan tahap berikutnya dari proses skrining (R 04).
“enggak ada periksa dahak, cuma disuruh rontgen aja periksa paru-paru
aja. Coba di rontgen paru-parunya nanti kalo ada infeksi bisa
menyebabkan TBC”..kalau saya disuruh periksa dahak habis itu pasti
saya mau, kan takut juga..”
49
Percaya akan memperoleh manfaat berupa kesehatan dan kesembuhan
merupakan faktor utama responden bersedia melakukan skrining. Proses
pemeriksaan rontgen yang dirasa mudah tanpa mekanisme berbelit membuat
responden nyaman. Bagi peserta dengan jaminan kesehatan, tidak dikenakan
biaya merupakan faktor pendorong bersedianya responden mengikuti proses
skrining.
3.4.2 Dukungan dari Stakeholder
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dan FGD yang dilakukan
terhadap stakeholder, terdapat beberapa hal yang menunjukkan dukungan
yang diberikan stakeholder terhadap pelaksanaan skrining TB pada pasien
DM. Koding hasil wawancara dan FGD tentang dukungan ini dapat dilihat
pada tabel 13 berikut.
Tabel 13. Koding Hasil Wawancara dan FGD Persepsi Stakeholder tentang
Dukungan terhadap Program Kolaborasi TB DM
Koding Sub Kategori Kategori
Jaminan pembiayaan Dukungan Pelaksanaan Skrining
Persepsi Terhadap Program Kolaborasi TB-DM Program Pemerintah
Urgensi Penyakit TB
Responden menyatakan bahwa pada dasarnya program kolaborasi ini
sudah diterapkan di puskesmas namun hanya pada pasien yang
menunjukkan gejala khas TB yaitu pada program penanggulangan penyakit
kronis (Prolanis) yang merupakan program dari JKN. Dimana pasien DM di
dalam Prolanis, pasien diberikan penyuluhan tentang komplikasi yang
mungkin pada DM termasuk TB. Menurut responden, kalau dibandingkan
50
dengan program TB-HIV, program kolaborasi TB-DM belum efektif
menemukan kasus apabila dibandingkan dengan TB-HIV.
Lebih jauh responden juga mengatakan bahwa program kolaborasi
dengan DM merupakan langkah yang bagus karena TB merupakan penyakit
opportunistik dimana akan berkembang menjadi penyakit pada penyandang
DM karena adanya penurunan daya tahan tubuh. Seingga SDM di
Puskesmas pada prinsipnya mendukung program kolaborasi TB-DM karena
program ini juga merupakan program pemerintah yang harus dijalankan
seperti program lainnya yang sudah diujicoba dan diterapkan. Namun untuk
implementasinya, responden juga sebagian besar merekomendasikan agar
petugas mendapat pelatihan TB DOTS yang berkala supaya bisa
mendiagnosis TB di Puskesmas sehingga dapat memotong birokrasi pasien
di rumah sakit. Hanya sebagian kecil yang merekomendasikan untuk
menambah tenaga yang khusus menangani program ini.
“...kalau skrining ini menurut saya bagus ya, kan TB memang dari dulu
itu ada sekarang pun masih, bisa dibilang penting sekali..ya banyak
sekarang digabung kan seperti dengan HIV itu kan lumayan ya..kalau
dengan DM ya mungkin bagus juga kan, mungkin banyak lagi bisa
dapat..”
Terdapat beberapa hal juga yang menjadi perhatian responden setelah
pelaksanaan program skrining ini. Responden berpendapat program
kolaborasi ini setidaknya melibatkan beberapa stakeholder seperti pihak
puskesmas, RS, dinas dan juga BPJS sehingga perlu koordinasi yang jelas
dan dilakukan secara berkala. Beberapa responden juga melihat pentingnya
51
pencatatan dan pelaporan serta setelah algoritma hasil konsensus ini perlu
dibuatkan pula petunjuk teknis dan SOP bagaimana teknisnya di lapangan
sehingga menjadi pedoman baku nasional.
Disamping itu responden juga berpendapat bahwa apabila program
kolaborasi ini mau tetap diimplementasikan ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan seperti pertimbangan biaya dimana nantinya program JKN
sepertinya solusi yang baik untuk itu. Selain itu mungkin perlu juga dipikirkan
tentang cara pengobatan atau kombinasi obat yang tepat untuk pasien DM
yang terdiagnosis TB sehingga kepatuhan mereka minum obat terhadap dua
jenis penyakit ini menjadi meningkat. Koordinasi juga perlu terus dilakukan
atau ada evaluasi terhadap pelaksanaan program kolaborasi ini yang
dilakukan secara berkala. Namun sama seperti program skrining dan program
kesehatan lain yang diterapkan di Puskesmas, sebagian besar responden
berpendapat bahwa pada akhirnya program skrining TB pada pasien DM
akan bisa diterapkan.
52
4 BAB IV
5 SIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Simpulan
1. Secara umum algoritma konsensus bisa diaplikasikan apabila
dilakukan modifikasi pada pelaksanaanya
2. Dari pasien yang mengikuti skrining TB, tingkat partisipasinya yaitu
28.2% berhasil mengikuti keseluruhan, 21.2% hanya mengikuti
sebagian prosedur skrining dan sisanya 50.6% tidak mengikuti
prosedur sama sekali.
3. Hasil penemuan kasus: 2 pasien (0.4%) dengan TB terkonfirmasi
bakteriologis dan 4.6% TB terdiagnosis klinis.
4. Kendala pada Program skrining yaitu kurangnya pemahaman pasien
dan petugas terhadap program, kurangnya sarana dan prasarana di
Puskesmas terutama sarana pemeriksaan dahak mikroskopis, jarak ke
RS rujukan (transportasi), pembiayaan bagi pasien umum dan
perbedaan tarif rontgen yang cukup besar antara tarif RS dengan tarif
BPJS.
5. Dukungan dan kesinambungan program skrining pada pasien DM yaitu
dukungan pembiayaan di masa depan dengan JKN (universal
coverage), komitmen petugas terkait (Puskesmas, RS, Dinkes) sangat
mendukung karena urgensi penyakit TB serta program ini merupakan
program pemerintah.
53
5.2 Rekomendasi
1. Program skrining TB pada pasien DM dengan menggunakan algoritma
dari konsensus nasional dapat terlaksana apabila dalam
implementasinya algoritma konsensus dikembangkan sehingga
bersifat lebih teknis dan mudah dijalankan.
2. Untuk mengurangi banyaknya pasien yang tidak lengkap mengikuti
prosedur maka sosialisasi program ini menjadi sangat penting pada
petugas terkait (dokter puskesmas, petugas lab, dr spesialis di RS)
sehingga dapat memberikan KIE lengkap pada pasien. Disamping itu
petugas terkait juga perlu pelatihan TB DOTS berkala sehingga
pemahaman petugas tetap terjaga serta kompetensinya meningkat dan
mampu mendiagnosis TB di Puskesmas.
3. Untuk meningkatkan penemuan kasus, hal ini juga berkaitan dengan
sarana diagnostik yang ada. Sehingga di masa depan diharapkan
tersedia sarana penetapan diagnosis yang meyakinkan disamping
pemeriksaan dahak mikroskopis yaitu misalnya GenXpert dan Kultur
4. Untuk solusi pembiayaan jangka panjang, pemerintah provinsi atau
kabupaten melalui Dinas Kesehatan masing-masing dengan
mengembangkan program preventif dan promotif JKN di FKTP berupa
pelayanan non-kapitasi. Namun dengan catatan, pemeriksaan rontgen
dapat juga dilakukan di FKTP.
54
6 DAFTAR PUSTAKA
Dooley KE, Chaisson RE (2009); Tuberculosis and diabetes mellitus:convergence of two epidemics; Lancet Infect Dis2009; 9: 737–46
Goldhaber-Fiebert JD, Jeon CY, Cohen T, Murray MB; (2011) Diabetes mellitus and tuberculosis in countries with high tuberculosis burdens: individual risks and social determinants; International Journal of Epidemiology 2011;40:417–428
Harries AD, Murray MB, Jeon CY (2010); Defining the research agenda to
reduce the joint burden of disease from Diabetes mellitus and Tuberculosis; Tropical Medicine and International Health: volume 15 no 6 pp 659–663 june 2010
Jeon CY, Murray MB, Baker MA (2012); Managing tuberculosis in patients
with diabetes mellitus: why we care and what we know; Expert Rev. Anti Infect. Ther.10(8), 863–868 (2012)
Harries AD, Billo N, Kapur A et.al. (2009); Links between diabetes mellitus
and tuberculosis: should we integrate screening and care?; Transactions of the Royal Society of Tropical Medicine and Hygiene (2009)103, 1—2
Kumpatla, S. et al. (2013); Characteristics of patients with diabetes
screened for tuberculosis in a tertiary care hospital in South India: Public Health Action 3.Suppl 1 (2013): S23–S28.PMC. Web. 2 Nov. 2016.
Lin Y, Innes Y, Xu L, Li L et al. (2015); Screening of patients with Diabetes Mellitus for Tuberculosis in Community Health Settings in China: Tropical Medicine and International Health.2015;20(8): 1073-1080.
Kemenkes (2015) Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun
2015-2019 Livia et al, (2015). Tuberculosis infection among diabetes melitus patients
in Hasan Sadikin Hospital Bandung, Indonesia ; dalam Buku Abstrak Parade Riset Tuberculosis Nasional, TORG, 2015
Raspati et.al (2015), Characteristics of active pulmonary tuberculosis adult
Patients with and without diabetes mellitus comorbidity In Bandung, Indonesia dalam Buku Abstrak Parade Riset Tuberculosis Nasional, TORG, 2015
55
Lampiran 1.
Diagnosis
Pasien DM (>15 tahun) GD Puasa ≥126 mg/dl
GD S atau GD 2JP P≥200 mg/dl
Gejala TB lain atau tanpa Gejala i. Demam hilang timbul, tidak tinggi (subfebris)
ii. Keringat malam tanpa disertai aktivitas
iii. Penurunan berat badan
iv. TB ekstra paru antaralain: pembesaran kelenjar getah bening (KGB) v. Sesak, nyeri saat menarik napas, atau rasa berat di satu sisi dada
Gejala + Rontgen +
PEMERIKSAAN DAHAK MIKROSKOPIS
Gejala + Rontgen -
Gejala - Rontgen +
Gejala - Rontgen -
- Wawancara gejala TB tiap kunjungan berikutnya
- KIE Pencegahan TB
Penapisan
PENGOBATAN Klinik DOTS
Terapi
TB
Rontgen
Wawancara Gejala TB
Gejala TB i. Batuk produktif, terutama batuk
berdahak ≥ 1 minggu
dengan atau tanpa gejala lain
Foto Rontgen *) Rontgen dibaca oleh SpRad
BTA +
BTA -
Non TB TB
Rontgen + ++=
Rontgen - ++=
PEMERIKSAAN DAHAK MIKROSKOPIS
Rontgen +/- BTA +
Rontgen + BTA -
Rontgen - BTA-
Non TB
56
Lampiran 2. Instrumen Pengumpulan Data Kuantitatif dan Kualitatif
FORM 1. CEKLIST PEMERIKSAAN PASIEN TB-DM
Nama : No ID: Tanggal : (4 digit, 2 angka
pertama ID puskesmas, 2 digit no pasien)
ANAMNESIS : Gejala TB (centang gejala yang ada)
No GEJALA ADA TIDAK
1 Batuk berdahak *
2 Batuk lama (> 1 minggu)
3 Batuk berdarah
4 Demam (subfebril) hilang timbul
5 Keringat malam tanpa disertai aktifitas
6 Penurunan berat badan
7 Sesak nafas
8 Nyeri saat menarik nafas
9 Rasa berat di salah satu sisi dada
10 Gejala TB extra paru (sebutkan)
- Pembesaran kelenjar getah bening
- ...................................................................
11 Gejala lainnya
......................................................................
*) Langsung lanjut pemeriksaan mikroskopis
PEMERIKSAAN LANJUTAN
1. Pemeriksaan Rontgen Pasien mau Melakukan Pemeriksaan Rontgen Ya Tidak, alasan...........................................................................
Tanggal rujukan
Tanggal Pemeriksaan
Tanggal Bawa Hasil Balik ke Puskesms
Hasil
Abnormal (Sebutkan Hasil)
Normal
57
2. Pemeriksaan Mikroskospis
No Pemeriksaan Dahak Tanggal Hasil
Positif Negatif
1 Sewaktu
2 Pagi
3 Sewaktu
3. Diagnosis ......................................................................................................................
4. Keterangan: ......................................................................................................................
58
Form 2. FOLLOW UP PASIEN (untuk pasien yang tidak balik > 14 hari)
Nama : No ID: Tanggal : Untuk Pemeriksaan Rontgen
No Item Ya (kapan) Tidak (kenapa)
1 Apakah sudah melakukan
pemeriksaan rontgen?
2 Apakah hasil rontgen sudah
keluar?
3 Apakah hasil sudah dibawa
dan dikonsultasikan ke
puskesmas?
Untuk Pemeriksaan Mikroskopis
No Item Ya (kapan) Tidak (kenapa)
1 Apakah sudah diambil
dahak yang pertama
kalinya di Puskesmas
(Dahak sewaktu I)?
2 Apakah sudah membawa
59
dahak pagi hari (Dahak
pagi) ke Puskesmas?
3 Apakah sudah diambil
dahak untuk yang kedua
kalinya di Puskesmas
(dahak sewaktu II)?
Keterangan lain:
............................................................................................................................
............................................................................................................................
............................
60
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN (Informed Consent)
Selamat Pagi/Siang/Sore,
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit infeksi yang menjadi masalah global, sebagian besar ditemukan di negara berkembang termasuk Indonesia. Disisi lain penderita DM juga makin meningkat baik di tingkat nasional maupun di Bali. Sudah banyak bukti menunjukkan adanya kejadian yang saling memberatkan dari infeksi TB yang disertai DM atau sebaliknya DM yang terdiagnosis TB. Rekomendasi untuk integrasi pelayanan TB-DM telah dikeluarkan oleh WHO dan The Union serta sudah ada konsensus tentang integrasi TB-DM baru saja disepakati pada bulan Agustus 2015 oleh Kementerian Kesehatan dan stakeholder terkait yang mencakup algoritma penapisan dan diagnosis TB pada pasien DM.
Upaya skrining TB pada pasien DM ini bisa menjadi pintu masuk untuk mengintensifikasi penemuan kasus TB sehingga penemuan kasus bisa lebih banyak dan cepat. Dengan penemuan dan diagnosis lebih awal tentunya akan meningkatkan penanganan kedua penyakit tersebut. Untuk itu perlu dilakukan eksplorasi pemahaman dan penerimaan pasien DM tentang pemeriksaan rontgen dan laboratorium untuk mendeteksi penyakit TB.
Berdasarkan hal tersebut, kami dari Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, FK, Universitas Udayana bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Denpasar bermaksud melaksanakan penelitian tentang “Peningkatan Notifikasi Kasus TB dengan menerapkan skrining TB pada Pasien DM serta Eksplorasi Pendukung dan Penghambat Pelaksanaannya di Puskesmas Di Kota Denpasar”. Bapak/Ibu/Sdr akan diwawancara selama kurang lebih 30 menit dan segala informasi yang Bapak/Ibu/Sdr berikan akan memberikan manfaat untuk upaya pengobatan DM dan TB. Semua respon yang diberikan dijamin kerahasiaannya, sehingga kami harapkan Bapak/Ibu/Sdr memberikan respon terhadap kusioner ini dengan sebenar-benarnya.
Atas persetujuan dan waktu yang Bapak/Ibu/Sdr luangkan untuk mengisi kuisioner ini, kami ucapkan terimakasih. Responden Ketua Tim ( ) (dr. Putu Ayu Swandewi Astuti, MPH)
61
KERJASAMA DINAS KESEHATAN KOTA DENPASAR & PS. KESEHATAN MASYARAKAT,FK,UNIVERSITAS UDAYANA KUESIONER PROGRAM KOLABORASI TB-DM “Peningkatan Notifikasi TB pada pasien DM” 1. Puskesmas : No
ID: .................... 2. Petugas Lapangan :
Tanggal:.................. Karakteristik Sosiodemografi
3. Nama : ................................................................. 4. Umur : .....................tahun 5. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 0. Perempuan 6. Alamat (lengkap) :
....................................................................................................................... 7. No Telp/Hp (aktif) : ..................................................................... 8. Tingkat pendidikan : 1. Tidak sekolah 4. SMP tearkhir 2. Tidak tamat SD 5. SMA 3. SD 6. PT 9. Pekerjaan : 1. PNS 4. Wiraswasta
2. TNI/Polri 5. Petani/buruh 3. Pegawai swasta 6. Pensiunan PNS
7.Lainnya:..................................... 10. a. Penghasilan/ bulan : Rp. ................................. b. jumlah
anggota (seluruh anggota keluarga) keluarga:....................
orang 11. Apakah anda memiliki jaminan kesehatan: 1. Ya, sebutkan.................................. 0. Tidak
12. Jarak rumah ke layanan kesehatan rujukan: ...........................km
13. Waktu Tempuh ke layanan kesehatan rujukan: ...................... menit
62
Riwayat DM
14. Sudah berapa lama Anda menderita DM (kencing manis) : ..........bln
15. Jenis pengobatan DM yang Anda terima : 1. Obat antidiabetes, nama obat...........................................
2. Suntik insulin
3. Lainnya .............................................
16. Apakah pernah mengalami gejala seperti di bawah ini:
1. Kesemutan 1. Ya 0. Tidak 2. Penglihatan kabur 1. Ya 0. Tidak 3. Luka yang lama sembuh 1. Ya 0. Tidak 4. Gejala lainnya ..................................................................
Dukungan Keluarga Untuk Pengobatan Selama DM Petunjuk: Berikan respon yang sesuai untuk tiap pertanyaan di bawah ini! No Pernyataan Ya Tidak
1 Apakah keluarga anda menemani Anda ke fasilitas kesehatan untuk kontrol DM?
2 Apakah keluarga anda mendukung biaya pengobatan selama DM? *
3 Apakah keluarga anda mengingatkan Anda untuk minum obat/terapi DM lainnya?
4 Apakah keluarga anda memberikan motivasi kepada Anda agar selalu menjaga pola makan Anda?
5 Apakah keluarga anda memberikan dukungan bila anda mengalami keluhan terkait dengan penyakit DM?
*) Bila tidak bayar, tuliskan di bagian belakang pertanyaan tidak bayar
Dukungan Petugas Kesehatan
Petunjuk: Berikan respon yang sesuai untuk tiap pertanyaan di bawah ini!
No Pernyataan Ya Tidak
1 Apakah Anda mendapatkan informasi yang jelas mengenai risiko pasien DM untuk menderita TB dari petugas kesehatan?
2 Apakah Anda mendapatkan penjelasan tentang pentingnya
63
melakukan pemeriksaan TB pada pasien DM oleh petugas kesehatan?
3 Apakah Anda mendapatkan informasi yang jelas mengenai tahapan pemeriksaan TB oleh petugas kesehatan?
4 Apakah Anda disediakan/dihubungkan/dirujuk ke fasilitas pemeriksaan TB yang jaraknya terjangkau bagi anda?
5 Apakah Anda mendapatkan penjelasan tentang proses rujukan pemeriksaan rontgen?
6 Apakah Anda mendapatkan penjelasan tentang hasil rontgen harus dibawa kembali ke puskesmas?
7 Apakah Anda mendapatkan penjelasan tentang pemeriksaan dahak sebagai lanjutan pemeriksaan rontgen?
8 Apakah anda mendapatkan penjelasan tentang lama pengobatan TB?
Pengetahuan tentang TB-DM
Petunjuk
Pilihlah jawaban benar, salah atau tidak tahu sesuai dengan pemahaman anda untuk pertanyaan di bawah ini!
No Pertanyaan Benar Salah Tidak Tahu
1 Penyakit tuberculosis (TB) disebabkan oleh bakteri/kuman
2 Penyakit TB merupakan penyakit menular
3 Penyakit TB dapat ditularkan kepada orang lain melalui percikan dahak
4 Penyakit TB tidak dapat disembuhkan
5 Penderita TB harus minum obat dalam waktu 2 bulan
6 Penyakit TB bisa dicegah dengan imunisasi
7 Batuk lama dan berdahak merupakan salah satu gejala TB
8 Cara untuk menghindari penularan TB adalah dengan menutup mulut/hidung saat batuk atau bersin
64
9 Untuk mengetahui seseorang menderita TB bisa dilakukan dengan pemeriksaan dahak
10 Pemeriksaan rontgen dada bisa membantu menentukan adanya kelainan akibat TB
11 Penderita Diabetes (DM) mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk menderita TB
12 Penderita DM yang juga menderita TB akan mempengaruhi keberhasilan pengobatan DM
13 Penderita DM yang juga menderita TB tidak membutuhkan pengobatan gabungan DM dan TB
14 Penderita TB harus diperiksa kemungkinan DM
15 Penderita DM harus diperiksa kemungkinan menderita TB
65
Persepsi tentang TB-DM, Skrining dan Terapi TB-DM
Petunjuk
Berikanlah respon setuju, tidak setuju atau ragu-ragu untuk pernyataan berikut sesuai dengan pandangan/ posisi anda!
No Pernyataan Setuju Ragu-ragu
Tidak Setuju
1 Penderita DM lebih berisiko untuk menderita TB
2 Penderita DM yang menderita TB berpeluang menularkan TB kepada orang disekitarnya
3 Dengan melakukan pemeriksaan rontgen maka penderita DM bisa mengetahui kemungkinan menderita TB
4 Pemeriksaan dahak meningkatkan kepastian penyakit TB
5 Dengan menjalankan semua prosedur pemeriksaan TB akan bermanfaat untuk kesehatan penderita DM
6 Semakin dini mendapatkan pengobatan TB maka akan semakin baik untuk penyakit DM dan TB yang diderita
7 Jika Saya menderita TB akan dikucilkan dan dijauhi oleh keluarga atau teman
8 Jika Saya dirujuk untuk pemeriksaan rontgen, maka jarak ke tempat rontgen tidak menjadi masalah buat saya
9 Biaya pemeriksaan rontgen akan memberatkan saya
10 Pemeriksaan rontgen membuat saya malas untuk memeriksakan diri
11 Jika Saya menderita TB maka pengobatan TB 6 bulan akan memberatkan saya
12 Jika Saya menderita TB maka saya akan melakukan pengobatan 6 bulan dengan teratur
13 Keluarga Saya akan melarang Saya melakukan pemeriksaan TB
66
14 Jika Anda menderita TB, maka keluarga Anda akan mendukung pengobatan DM dan TB yang anda derita
15 Jika Anda menderita TB maka keluarga Anda akan mengingatkan Anda untuk minum obat
Gejala dan Kontak TB
17. Apakah sebelumnya Bapak/Ibu/Sdr pernah didiagnosis TB?
1. Pernah, kapan ..........................bulan yang lalu 2. Tidak 18. Apakah Bapak/Ibu/Sdr mengalami satu atau lebih dari gejala di bawah ini:
1. Batuk berdahak 1. Ya 0. Tidak 2. Batuk selama >=1 mgg 1. Ya 0. Tidak 3. Batuk berdarah 1. Ya 0. Tidak 4. Demam atau meriang yang hilang timbul 1. Ya 0. Tidak 5. Penurunan berat badan 1. Ya 0. Tidak 6. Sesak nafas 1. Ya 0. Tidak 7. Nyeri saat menarik nafas 1. Ya 0. Tidak 8. Rasa berat di satu sisi dada 1. Ya 0. Tidak 9. Pembesaran kelenjar di leher 1. Ya 0. Tidak
19. Apakah ada anggota keluarga serumah yang saat ini menderita TB? 1. Ya 2. Tidak (lanjut ke pertanyaan 22) 20. Bila Ya, Siapakah anggota keluarga yang saat ini menderita TB? 1. Suami/istri 3. Anak 2. Orang tua 4. Lainnya, sebutkan............................. 21. Apakah anggota keluarga yang menderita TB tersebut saat ini masih minum obat TB? 1. Ya 0. Tidak 22. Apakah ada anggota keluarga serumah yang pernah menderita TB? 1. Ya 2. Tidak (lanjut ke pertanyaan 24) 23. Bila Ya, siapakah anggota keluarga yang pernah menderita TB? 1. Suami/istri 3. Anak 2. Orang tua 4. Lainnya, sebutkan............................. 24. Apakah anda pernah kontak dengan Pasien TB yang tidak tinggal
serumah (misal di tempat kerja dll) 1. Ya 0. TIdak
Kesediaan Melakukan Prosedur Skrining TB
67
25. Apakah anda bersedia melakukan prosedur pemeriksaan TB?
1. Ya 0. Tidak
26. Bila Tidak, apa alasan anda tidak bersedia melakukan pemeriksaan TB? (pilihan jangan dibacakan, dan boleh lebih dari satu)
a. Takut dan malu bila hasilnnya menderita TB
b. Tidak ada waktu untuk melakukan pemeriksaan
c. Biaya untuk pemeriksaan mahal
d. Tidak ada yang mengantar
e. Jarak pemeriksaan jauh
f. Lainnya ........................................................................................................................................
27. Apakah anda bersedia membayar biaya untuk pemeriksaan rontgen
1. Ya 0. Tidak
DATA DARI REKAM MEDIS/ COHORT
1. Kadar gula saat diagnosis : a. Puasa ..............mg/dL
(pertama cek di puskesmas) tgl periksa....................(dd/mm/yy)
b. 2 jam sesudah makan..........mg/dL
tgl periksa....................(dd/mm/yy)
c. Sewaktu ...........................mg/dL
tgl periksa....................(dd/mm/yy)
2. Kadar gula darah saat pemeriksaan terakhir : a. Puasa.....................mg/dL
tgl periksa..................(dd/mm/yy) b. 2 jam sesudah makan..........mg/dL
tgl periksa..................(dd/mm/yy) c. Sewaktu ...........................mg/dL
tgl periksa..................(dd/mm/yy)
3. Jenis terapi : 1. Obat antidiabetes, nama obat........................................
2. Insulin
3. Lainnya ...............................................................
68
4. Berat badan saat ini : ............................. kg 5. Tinggi badan saat ini : ............................ cm
==============================TERIMA KASIH BANYAK=========================
Catatan Petugas Lapangan:
............................................................................................................................
............................................................................................................................
............................................................................................................................
...........................................................................
69
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM PASIEN DM YANG TUNTAS MENGKUTI SKRINING
Informan:
- Pasien DM yang terjaring pada program skrining TB-DM terdiri dari pasien yang menolak, mengikuti sebagian atau mengikuti prosedur dengan tuntas
- Rencana sampel divariasikan berdasarkan ketiga kategori diatas, karakteristik, rumah sakit rujukan, alasan menolak saat di follow up
Pengantar:
Perkenalkan diri dan maksud dari wawancara serta mohon ijin wawancara akan direkam, kerahasiaan responden/informan akan dijaga dan hanya akan digunakan inisial nama bila pernyataannya ditampilkan dalam laporan/publikasi lainnya.
Mulai percakapan dengan membicarakan hal umum terkait dengan situasi permasalahan di masyarakat saat ini baik yang bersifat umum maupun masalah kesehatan. Kemudian bisa lanjutkan terkait dengan penyakit kronis dalam hal ini DM yang mereka derita.
Daftar Pertanyaan
(Bisa dikembangkan sesuai dengan respon dari pasien)
1. Pertanyaan seputar DM yang dideritanya a.l: sudah berapa lama menderita DM, gimana awalnya bisa diketahui menderita, apa gejala yang dirasakan, pernah ada komplikasi (gejala yang memperberat), upaya pengobatan yang dilakukan (medis dan lainnya), apakah peserta JKN (BPJS), apakah ikut prolanis.
2. Pertanyaan tentang TB dan DM o Apakah yang Bapak/Ibu/ Saudara ketahui tentang penyakit TB
(probing: penyebab, penularan, pengobatan dan pencegahannya)
o Apakah menurut Bapak/Ibu/Sdr orang yang menderita DM bisa terkena TB (probing: Apakah risikonya lebih besar dari orang non DM, kenapa orang DM lebih mudah kena TB)
o Untuk melakukan pemeriksaan TB prosedur apa yang harus dilakukan (probing: rontgen dan pemeriksaan dahak)
3. Pertanyaan tentang ProsedurSkrining TB-DM
70
o Apakah Bapak/Ibu/Sdr beberapa waktu yang lalu (disesuaikan dg kedatangan pasien ke puskesmas sast skrining) mengikuti pemeriksaan untuk TB di puskesmas?
A. PASIEN YANG MENGIKUTI SELURUH PROSEDUR SKRINING DGN TUNTAS o Bila Pasien ini mengikuti prosedur skrining, pemeriksaan apa
saja yang bapak ikuti, apakah bisa diceritakan? (Ingat ditelusuri...apakah pasien mengikuti semua atau sebagian pemeriksaan) Minta pasien menceritakan tiap prosedur yang dia jalani, dimana dia melakukan prosedur tersebut, berapa lama waktu yang diperlukan untuk tiap pemeriksaan, berapa lama hasil pemeriksaan rontgen keluar (untuk mereka yg rontgen), berapa lama proses pengambilan 3x sputum (utk yang periksa BTA)
o Bagaimana pengalaman serta kesan dari seluruh prosedur pemeriksaan baik di Puskesmas maupun di rumah sakit (tempat rontgen)? Hal ini mencakup persepsi pasien ttg aspek kepuasan baik dari sudut petugas yang memberikan layanan (sikap, keterampilan), waktu tunggu, prosedur (apakah cukup mudah/berbelit-belit), sarana yang ada dll
o Bagaimana mengenai biaya pemeriksaan (terutama untuk yang non BPJS), bagaimana kesan pasien untuk biaya yang dikeluarkan tersebut??
o Bagaimana mengenai mekanisme rujukan ke rumah sakit (apakah itu cukup mudah?, bagaiman kesan dan perasaan tentang dirujuk ke rumah sakit untuk rontgen?)
o Apakah ada kendala yang dihadapi selama proses rujukan ke rumah sakit?
o Untuk pemeriksaan dahak, apakah semua dilakukan dengan tuntas yaitu 3 kali pemeriksaan?
o Apakah ada kendala saat melakukan pemeriksaan dahak? Bagaimana kesan terhadap pengalaman pemeriksaan dahak?
o Apakah yang mendorong pasien untuk menuntaskan pemeriksaan skrining?
o Apakah manfaat yang didapatkan dari pemeriksaan skrining? o Apakah ada usulan/saran untuk prosedur pemeriksaan skrining
ini sehingga kedepannya bisa menjadi lebih baik?
71
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM PASIEN DM YANG MENGIKUTI SEBAGIAN PROSEDUR SKRINING
Informan:
- Pasien DM yang terjaring pada program skrining TB-DM terdiri dari pasien yang menolak, mengikuti sebagian atau mengikuti prosedur dengan tuntas
- Rencana sampel divariasikan berdasarkan ketiga kategori diatas, karakteristik, rumah sakit rujukan, alasan menolak saat di follow up
Pengantar:
Perkenalkan diri dan maksud dari wawancara serta mohon ijin wawancara akan direkam, kerahasiaan responden/informan akan dijaga dan hanya akan digunakan inisial nama bila pernyataannya ditampilkan dalam laporan/publikasi lainnya.
Mulai percakapan dengan membicarakan hal umum terkait dengan situasi permasalahan di masyarakat saat ini baik yang bersifat umum maupun masalah kesehatan. Kemudian bisa lanjutkan terkait dengan penyakit kronis dalam hal ini DM yang mereka derita.
Daftar Pertanyaan
(Bisa dikembangkan sesuai dengan respon dari pasien)
1. Pertanyaan seputar DM yang dideritanya a.l: sudah berapa lama menderita DM, gimana awalnya bisa diketahui menderita, apa gejala yang dirasakan, pernah ada komplikasi (gejala yang memperberat), upaya pengobatan yang dilakukan (medis dan lainnya), apakah peserta JKN (BPJS), apakah ikut prolanis. 2. Pertanyaan tentang TB dan DM
o Apakah yang Bapak/Ibu/ Saudara ketahui tentang penyakit TB (probing: penyebab, penularan, pengobatan dan pencegahannya)
o Apakah menurut Bapak/Ibu/Sdr orang yang menderita DM bisa terkena TB (probing: Apakah risikonya lebih besar dari orang non DM, kenapa orang DM lebih mudah kena TB)
o Untuk melakukan pemeriksaan TB prosedur apa yang harus dilakukan (probing: rontgen dan pemeriksaan dahak)
3. Pertanyaan tentang ProsedurSkrining TB-DM o Apakah Bapak/Ibu/Sdr beberapa waktu yang lalu (disesuaikan
dg kedatangan pasien ke puskesmas sast skrining) mengikuti pemeriksaan untuk TB di puskesmas?
72
o Bila Pasien ini mengikuti prosedur skrining, pemeriksaan apa saja yang bapak ikuti, apakah bisa diceritakan? (Ingat ditelusuri...apakah pasien mengikuti semua atau sebagian pemeriksaan) Minta pasien menceritakan tiap prosedur yang dia jalani, dimana dia melakukan prosedur tersebut, berapa lama waktu yang diperlukan untuk tiap pemeriksaan, berapa lama hasil pemeriksaan rontgen keluar (untuk mereka yg rontgen), berapa lama proses pengambilan 3x sputum (utk yang periksa BTA)
o Bagaimana pengalaman serta kesan dari seluruh prosedur pemeriksaan baik di Puskesmas maupun di rumah sakit (tempat rontgen; untuk yang dirujuk rontegen)? Hal ini mencakup persepsi pasien ttg aspek kepuasan baik dari sudut petugas yang memberikan layanan (sikap, keterampilan), waktu tunggu, prosedur (apakah cukup mudah/berbelit-belit), sarana yang ada dll
o Bila pasien menjalani pemeriksaan rontgen, bagaimana mengenai mekanisme rujukan ke rumah sakit (apakah itu cukup mudah?, bagaiman kesan dan perasaan tentang dirujuk ke rumah sakit untuk rontgen?)
o Apakah ada kendala yang dihadapi selama proses rujukan ke rumah sakit?
o Bagaimana mengenai biaya pemeriksaan (terutama untuk yang non BPJS), bagaimana kesan pasien untuk biaya yang dikeluarkan tersebut??
o Untuk pemeriksaan dahak, apakah semua dilakukan dengan tuntas yaitu 3 kali pemeriksaan?
o Apakah ada kendala saat melakukan pemeriksaan dahak? Bagaimana kesan terhadap pengalaman pemeriksaan dahak?
o Apakah yang mendorong pasien untuk menuntaskan pemeriksaan skrining?
o Apakah manfaat yang didapatkan dari pemeriksaan skrining? o Apakah ada usulan/saran untuk prosedur pemeriksaan skrining
ini sehingga kedepannya bisa menjadi lebih baik?
4. Persepsi Akibat Tidak Mengikuti Skrining dengan Tuntas/Hanya Sebagian o Karena tidak ikut/tidak tuntas pemeriksaan, apakah ada rasa
khawatir kalau ternyata pasien menderita TB? o Apakah ada rasa khawatir kalau hal ini akan memberikan
dampak untuk sakit DM yang diderita? o Apakah ada rasa khawatir kalau hal ini akan memberikan risiko
tertular TB pada anggota keluarga lainnya?
73
o Apakah ada usul/saran yang mau diberikan untuk program skrining TB ini?
o Apakah yang perlu diubah/disesuaikan agar Bapak/Ibu/Sdr mau menuntaskan prosedur skrining?
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM PASIEN DM YANG MENOLAK MENGIKUTI PROSEDUR SKRINING
Informan:
- Pasien DM yang terjaring pada program skrining TB-DM terdiri dari pasien yang menolak, mengikuti sebagian atau mengikuti prosedur dengan tuntas
- Rencana sampel divariasikan berdasarkan ketiga kategori diatas, karakteristik, rumah sakit rujukan, alasan menolak saat di follow up
Pengantar:
Perkenalkan diri dan maksud dari wawancara serta mohon ijin wawancara akan direkam, kerahasiaan responden/informan akan dijaga dan hanya akan digunakan inisial nama bila pernyataannya ditampilkan dalam laporan/publikasi lainnya.
Mulai percakapan dengan membicarakan hal umum terkait dengan situasi permasalahan di masyarakat saat ini baik yang bersifat umum maupun masalah kesehatan. Kemudian bisa lanjutkan terkait dengan penyakit kronis dalam hal ini DM yang mereka derita.
Daftar Pertanyaan
(Bisa dikembangkan sesuai dengan respon dari pasien)
1. Pertanyaan seputar DM yang dideritanya a.l: sudah berapa lama menderita DM, gimana awalnya bisa diketahui menderita, apa gejala yang dirasakan, pernah ada komplikasi (gejala yang memperberat), upaya pengobatan yang dilakukan (medis dan lainnya), apakah peserta JKN (BPJS), apakah ikut prolanis. 2. Pertanyaan tentang TB dan DM
o Apakah yang Bapak/Ibu/ Saudara ketahui tentang penyakit TB (probing: penyebab, penularan, pengobatan dan pencegahannya)
o Apakah menurut Bapak/Ibu/Sdr orang yang menderita DM bisa terkena TB (probing: Apakah risikonya lebih besar dari orang non DM, kenapa orang DM lebih mudah kena TB)
o Untuk melakukan pemeriksaan TB prosedur apa yang harus dilakukan (probing: rontgen dan pemeriksaan dahak)
74
3. Pertanyaan tentang ProsedurSkrining TB-DM
o Apakah Bapak/Ibu/Sdr beberapa waktu yang lalu (disesuaikan dg kedatangan pasien ke puskesmas sast skrining) disarankan untuk mengikuti pemeriksaan untuk TB di puskesmas? (Probing pemeriksaan apa yang disarankan)
o Apakah bapak mengikuti salah satu pemeriksaan yang disarankan tersebut?
o Karena pasien menolak mengikuti pemeriksaan, maka tanyakan pertanyaan berikut ini:
o Alasan pasien tidak mengikuti prosedur skrining? (probing: apakah karena prosedurnya misalnya komplexitas, harus kerumah sakit, urgensi atau karena kendala dari pasiennya biaya, kondisi fisik/psikis pasien, keluarga, penjelasan dokter yang kurang jelas dll)
o Bagaimanakah sikap dokter/perawat saat anda menolak mengikuti skrining?
o Bagaimanakah anjuran dokter/perawat saat anda menolak mengikuti skrining?
4. PERSEPSI KARENA MENOLAK IKUT SKRINING o Karena tidak ikut/tidak tuntas pemeriksaan, apakah ada rasa
khawatir kalau ternyata pasien menderita TB? o Apakah ada rasa khawatir kalau hal ini akan memberikan
dampak untuk sakit DM yang diderita? o Apakah ada rasa khawatir kalau hal ini akan memberikan risiko
tertular TB pada anggota keluarga lainnya? o Apakah ada usul/saran yang mau diberikan untuk program
skrining TB ini? o Apakah yang perlu diubah/disesuaikan agar Bapak/Ibu/Sdr mau
melakukan prosedur skrining?
75
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM STAKEHOLDER
Informan:
Stakeholder yang terlibat dalam sistem layanan kesehatan dalam prosedur skrining TB- DM; rencana total 25 orang mencakup Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kota (2), Kabid P2 Dinkes Provinsi dan Kota (2), Petugas Wasor TB Dinkes Provinsi dan Kota (2), Pemegang program PTM/DM Dinkes Provinsi dan Kota (2), Ketua/staff BPJS Divre XI dan Kota Denpasar (2), Ketua UPT JKMB (1), Kepala Puskesmas dengan Lab Rujukan BTA (2), Dokter spesialis penyakit dalam di RS rujukan (2), Dokter spesialis radiologi di RS Rujukan (2), Dokter spesialis paru (1 org), dokter SpPD endokrin (1 orang), 6 dokter kepala puskesmas berdasarkan kategori banyaknya jumlah pasien yang terjaring.
Pengantar:
Perkenalkan diri dan maksud dari wawancara serta mohon ijin wawancara akan direkam, kerahasiaan responden/informan akan dijaga dan hanya akan digunakan inisial nama bila pernyataannya ditampilkan dalam laporan/publikasi lainnya.
Mulai percakapan dengan membicarakan hal umum terkait dengan situasi permasalahan di masyarakat saat ini baik yang bersifat umum maupun masalah kesehatan. Kemudian bisa lanjutkan terkait dengan DM dan TB
Daftar Pertanyaan
(Bisa dikembangkan sesuai dengan respon dari stakeholder)
1. Pertanyaan seputar TB, DM dan Komorbiditas TB-DM Dilakukan prolog dengan menyampaikan secara singkat permasalahan TB, DM dan komorbiditas TB-DM di Indonesia dan di Bali. Kemudian diajak berdiskusi tentang urgensi dll dibawah ini.
a. Permasalahan penyakit TB yang sedang dihadapi saat ini di Indonesia dan Bali, pendapat stakeholder tentang:
- urgensi - upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan
temuan kasus, - upaya untuk meningkatkan pengobatan dan - upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
untuk pencegahan dan pengobatan b. Permasalahan penyakit kronis salah satunya DM yang sedang
dihadapi saat ini di Indonesia dan Bali, pendapat stakeholder tentang:
- urgensi
76
- upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan temuan kasus,
- upaya untuk meningkatkan pengobatan dan - upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
untuk pencegahan dan pengobatan c. Komorbiditas TB-DM, pendapat stakeholder tentang:
- risiko komorbiditas TB-DM, - dampaknya untuk pengobatan TB dan DM, - dampaknya bagi program penanggulangan TB dan
PTM (DM), - upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan
temuan komorbiditas
2. Pertanyaan tentang Konsensus TB – DM Kementerian Kesehatan mengeluarkan konsensus integrasi TB-DM yaitu identifikasi dan pengobatan TB pada pasien DM dan sebaliknya pemeriksaan DM pada pasien TB
a. Apakah stakeholder tahu dengan konsensus TB-DM tersebut? b. Seberapa jauh yang mereka ketahui tentang konsensus TB-DM
tersebut? c. Dari pengamatan dan pengalaman mereka seberapa jauh
pelaksanaan konsensus ini? d. Bagaimanakah pendapat stakeholder dengan upaya ini
(konsensus TB-DM) dalam meningkatkan deteksi TB pada pasien DM dan sebaliknya DM pada pasien TB?
e. Bagaimanakah pendapat stakeholder tentang konsensus ini bila dilihat dari kesiapan sistem layanan kesehatan yang ada?
f. Untuk skrining TB pada pasien DM diperlukan pemeriksaan rontgen, bagaimanakah pendapat responden tentang fesibilitas, keberhasilan dan kendala dalam tahapan ini?
3. Pertanyaan tentang Program Skrining TB pada Pasien DM di
Puskesmas Se-Kota Denpasar Dalam bulan Januari-Maret tahun 2016 telah dilakukan program skrining TB pada pasien DM diseluruh Puskesmas Se-Kota Denpasar. Sampai sejauh ini pasien yang sudah mengikuti program ini sekitar 620 orang
a. Bagaimanakah pendapat stakeholder tentang prosedur pelaksanan skrining tersebut secara umum? (tunjukkan algoritma skrining)
b. Bagaimanakah pendapat stakeholder tentang peranan mereka dalam pelaksanaan skrining tersebut?
c. Apakah selama pelaksanaan program skrining tersebut ada kendala/hambatan yang dihadapi baik dari sudut pandang
77
stakeholder, pasien atau komponen lainnya dari instansi tempat stakeholder bertugas?
d. Menurut stakeholder, bagaimanakah penerimaan dari skrining TB oleh pasien DM?
e. Menurut stakeholder, bagaimanakah penerimaan dari skrining TB oleh petugas kesehatan terkait?
f. Bagaimanakah pendapat stakeholder antara penerapan dilapangan dan protap (aturan) yang dibuat dalam konsensus?
g. Bagaimanakah efektivitas (dampak dibandingkan sumberdaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan skrining tersebut?
h. Apakah selama pelaksanaan skrining ada pengalaman menarik yang dihadapi oleh stakeholder atau staf bawahannya baik mulai proses diskusi pelaksanaan skrining sampai pelaksanaan skriningnya?
i. Bagaimanakah pendapat stakeholder tentang keberlangsungan pelaksanaan skrining bila dilihat dari kondisi di instansi masing-masing? (probing sesuai dengan instansi responden)
4. Upaya untuk meningkatkan program skrining
a. Menurut pendapat stakeholder, upaya apakah yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan skrining TB pada pasien DM (dari sudut stakeholder yang terlibat, sarana/prasarana, pembiayaan atau lainnya)
b. Upaya apakah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan partisipasi pasien dalam program skrining TB-DM dan nantinya DM-TB
c. Usulan kepada stakeholder lain atau stakeholder yang lebih tinggi (termasuk Subdit TB untuk penyempurnaan konsensus, prosedur skrining dan komponen lainnya dalam integrasi deteksi TB dan DM ini?
78
PEDOMAN FGD STAKEHOLDER
Informan:
- Stakeholder yang terlibat dalam sistem layanan kesehatan dalam prosedur skrining TB- DM;
o Peserta 2 group. 1 group dokter puskesmas yang menangani skrining TB DM; 1 group kepala puskesmas, RS, BPJS.
Pengantar:
Perkenalkan diri dan maksud dari FGD serta mohon ijin FGD akan direkam, kerahasiaan responden/informan akan dijaga dan hanya akan digunakan inisial nama bila pernyataannya ditampilkan dalam laporan/publikasi lainnya.
Mulai percakapan dengan membicarakan hal umum terkait dengan situasi permasalahan di masyarakat saat ini baik yang bersifat umum maupun masalah kesehatan. Kemudian bisa lanjutkan terkait dengan DM dan TB
Daftar Pertanyaan
(Bisa dikembangkan sesuai dengan respon dari stakeholder)
1. Pertanyaan seputar TB, DM dan Komorbiditas TB-DM Dilakukan prolog dengan menyampaikan secara singkat permasalahan TB, DM dan komorbiditas TB-DM di Indonesia dan di Bali. Kemudian diajak berdiskusi tentang urgensi dll dibawah ini.
o Permasalahan penyakit TB yang sedang dihadapi saat ini di Indonesia dan Bali, pendapat stakeholder tentang:
§ urgensi § upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan temuan
kasus, § upaya untuk meningkatkan pengobatan dan § upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
pencegahan dan pengobatan o Permasalahan penyakit kronis salah satunya DM yang sedang
dihadapi saat ini di Indonesia dan Bali, pendapat stakeholder tentang:
§ urgensi § upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan temuan
kasus, § upaya untuk meningkatkan pengobatan dan § upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
pencegahan dan pengobatan o Komorbiditas TB-DM, pendapat stakeholder tentang:
§ risiko komorbiditas TB-DM, § dampaknya untuk pengobatan TB dan DM,
79
§ dampaknya bagi program penanggulangan TB dan PTM (DM),
§ upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan temuan komorbiditas
2. Pertanyaan tentang Konsensus TB – DM Kementerian Kesehatan mengeluarkan konsensus integrasi TB-DM yaitu identifikasi dan pengobatan TB pada pasien DM dan sebaliknya pemeriksaan DM pada pasien TB
o Apakah stakeholder tahu dengan konsensus TB-DM tersebut? o Seberapa jauh yang mereka ketahui tentang konsensus TB-DM
tersebut? o Dari pengamatan dan pengalaman mereka seberapa jauh
pelaksanaan konsensus ini? o Bagaimanakah pendapat stakeholder dengan upaya ini
(konsensus TB-DM) dalam meningkatkan deteksi TB pada pasien DM dan sebaliknya DM pada pasien TB?
o Bagaimanakah pendapat stakeholder tentang konsensus ini bila dilihat dari kesiapan sistem layanan kesehatan yang ada?
o Untuk skrining TB pada pasien DM diperlukan pemeriksaan rontgen, bagaimanakah pendapat responden tentang fesibilitas, keberhasilan dan kendala dalam tahapan ini?
3. Pertanyaan tentang Program Skrining TB pada Pasien DM di
Puskesmas Se-Kota Denpasar Dalam bulan Januari-Maret tahun 2016 telah dilakukan program
skrining TB pada pasien DM diseluruh Puskesmas Se-Kota Denpasar. Sampai sejauh ini pasien yang sudah mengikuti program ini sekitar 620orang
o Bagaimanakah pendapat stakeholder tentang prosedur pelaksanan skrining tersebut secara umum? (tunjukkan algoritma skrining)
o Bagaimanakah pendapat stakeholder tentang peranan mereka dalam pelaksanaan skrining tersebut? Apakah selama pelaksanaan program skrining tersebut ada kendala/hambatan yang dihadapi baik dari sudut pandang stakeholder, pasien atau komponen lainnya dari instansi tempat stakeholder bertugas?
o Menurut stakeholder, bagaimanakah penerimaan dari skrining TB oleh pasien DM?
o Menurut stakeholder, bagaimanakah penerimaan dari skrining TB oleh petugas kesehatan terkait?
o Bagaimanakah pendapat stakeholder antara penerapan dilapangan dan protap (aturan) yang dibuat dalam konsensus?
80
o Bagaimanakah efektivitas (dampak dibandingkan sumberdaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan skrining tersebut?
o Apakah selama pelaksanaan skrining ada pengalaman menarik yang dihadapi oleh stakeholder atau staf bawahannya baik mulai proses diskusi pelaksanaan skrining sampai pelaksanaan skriningnya?
o Kenapa tidak ada terdiagnosis tb paru, bta – rontgen + oleh dokter padahal ada gejala + dan rontgen + sugestive TB?. Bagaimana pendapat stakeholder mengenai ini?
o Pasien ada yang sudah rontgen dan dinyatakan sugestive tb, tapi tidak melakukan dahak mikroskopik. Kira-kira apa yang menyebabkan dan bagaimana pendapat stakehoder mengenai ini?
o Bagaimanakah pendapat stakeholder tentang keberlangsungan pelaksanaan skrining bila dilihat dari kondisi di instansi masing-masing? (probing sesuai dengan instansi responden)
4. Upaya untuk meningkatkan program skrining
o Menurut pendapat stakeholder, upaya apakah yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan skrining TB pada pasien DM (dari sudut stakeholder yang terlibat, sarana/prasarana, pembiayaan atau lainnya)
o Upaya apakah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan partisipasi pasien dalam program skrining TB-DM dan nantinya DM-TB
o Usulan kepada stakeholder lain atau stakeholder yang lebih tinggi (termasuk Subdit TB untuk penyempurnaan konsensus, prosedur skrining dan komponen lainnya dalam integrasi deteksi TB dan DM ini?
81