laporan penelitian mandiri kategori b

27
LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KATEGORI B Pengembangan Kerangka Konsep Tangible Digitalization pada Sistem Multimedia Arsitektural Bangunan Bersejarah di Kota Malang Oleh: Dr. Eng. Ir. Herry Santosa, ST, MT. NIDN. 0025057303 M. Satya Adhitama, ST, MSc. NIDN. 0029088404 Dilaksanakan atas biaya PNBP Tahun Anggaran 2020 Fakultas Teknik Universitas Brawijaya berdasarkan kontrak Nomor: 75/UN10.F07/PN/2020 Tanggal 13 April 2020 JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA SEPTEMBER 2020 ARSITEKTUR

Upload: others

Post on 19-Oct-2021

19 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KATEGORI B

LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KATEGORI B

Pengembangan Kerangka Konsep Tangible Digitalization pada

Sistem Multimedia Arsitektural Bangunan Bersejarah

di Kota Malang

Oleh:

Dr. Eng. Ir. Herry Santosa, ST, MT. – NIDN. 0025057303

M. Satya Adhitama, ST, MSc. – NIDN. 0029088404

Dilaksanakan atas biaya PNBP Tahun Anggaran 2020

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya berdasarkan kontrak

Nomor: 75/UN10.F07/PN/2020

Tanggal 13 April 2020

JURUSAN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

SEPTEMBER 2020

ARSITEKTUR

Page 2: LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KATEGORI B

36

Pro dan Dji Mavic. Tipe Dji Phantom 3 Pro dipergunakan pada bangunan yang masih

memiliki ruang terbuka yang cukup luas untuk pengambilan drone mapping. Sedangkan

tipe Dji Mavic dipergunakan untuk pengambilan drone mapping pada area sempit.

Pada tahap akuisisi data objek di lapangan menggunakan teknik photogrammetry jarak

dekat yang menggabungkan tipe misi grid dan tipe misi melingkar pada teknik pemetaan

drone. Sedangkan proses pemetaan 3D dari hasil pemetaan drone menggunakan kombinasi

pencocokan gambar dan metode montase 3D. Proses pemetaan 3D dalam perangkat lunak

photogrammetry dilakukan dengan membagi tahapan pencocokan gambar per area untuk

meringankan proses pemetaan 3D dan untuk meningkatkan akurasi hasil. Sedangkan tahap

montase 3D digunakan untuk menggabungkan hasil pencocokan gambar dari hasil proses

photogrammetry dengan pemodelan 3D.

Gambar 5.13. Kerangka kerja metode Close Range Photogrammetry

Page 3: LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KATEGORI B

37

Adapun hasil rekoleksi gambar-gambar pemetaan visual bangunan bersejarah

melalui pemetaan drone (UAV) dapat dilihar pada gambar-gambar berikut:

Gambar 5.14. Rekoleksi data Drone Mapping bangunan Gereja Ijen

Page 4: LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KATEGORI B

38

Gambar 5.15. Rekoleksi data Drone Mapping bangunan Gereja Kayutangan

Page 5: LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KATEGORI B

39

Gambar 5.16. Rekoleksi data Drone Mapping bangunan Gedung Balaikota Malang

Page 6: LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KATEGORI B

40

Gambar 5.17. Rekoleksi data Drone Mapping bangunan Gedung PLN

Page 7: LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KATEGORI B

41

Gambar 5.18. Rekoleksi data Drone Mapping bangunan Sekolah Frateran

Page 8: LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KATEGORI B

42

5.4. 3D Digital Mapping Bangunan Bersejarah Melalui 3D Laser Scanner

3D digital mapping dengan memanfaatkan 3D laser scanner pada bangunan bersejarah

ditujukan pada implementasi Heritage Building Information Modeling (HBIM). HBIM

didefinisikan sebagai sebuah metode yang menciptakan pemodelan 3D secara digital

(virtual 3D), yang didalamnya memuat berbagai macam informasi tentang bangunan

bersejarah tersebut. Pada awalnya metode BIM sering dipergunakan pada sektor

konstruksi, untuk melakukan efisiensi proses pekerjaan konstruksi. Seiring dengan

meningkatnya kegiatan konservasi dan preservasi pada bangunan bersejarah, maka metode

BIM juga mulai diterapkan untuk bangunan bersejarah, sehingga muncullah istilah metode

HBIM. Berbagai studi dan kegiatan praksis di lapangan telah membuktikan kehandalan

metode HBIM dalam melakukan dokumentasi dan merekam segala informasi obyek

bangunan bersejarah yang terkait dengan seluruh data historis, kebijakan konservasi serta

significance values (Palomar et al, 2018). Hal ini berpeluang mampu meningkatkan

manajemen bangunan bersejarah pada tahapan life cycle management seperti tahap

intervensi, eksekusi, pemeliharaan, bahkan kegiatan diseminasi aset konservasi bangunan

bersejarah kepada masyarakat luas (Garcia et al, 2018).

Metode HBIM berkaitan dengan penggunaan teknologi rekam data obyek 3D secara

otomatis yaitu laser scanning dan photogrammetry. Implementasi HBIM melibatkan solusi

reverse engineering dimana obyek parametrik merepresentasikan elemen arsitektural yang

dipetakan ke dalam laser scan maupun data survey photogrammetry. Proses ini mencakup

sejumlah tahapan untuk mendapatkan produk akhir, dimulai dengan pengumpulan dan

pemrosesan data survei laser, yang mengidentifikasi detail historis dari database pola

arsitektural, membangun komponen parametrik pada objek bersejarah, dan akhirnya

korelasi dan pemetaan obyek parametrik ke data scan dan produksi akhir dari gambar

teknik serta documentation. HBIM secara otomatis menghasilkan gambar teknik penuh

untuk kegiatan konservasi struktur dan lingkungan bersejarah, yang meliputi dokumentasi

3D, proyeksi ortografi, gambar potongan, gambar detail beserta aspek penjadwalan

(Khodeir, 2016).

Proses perekaman digital seluruh obyek sampel bangunan bersejarah dengan

menggunakan 3D laser scanner dilakukan melalui kerjasama dengan PT. Leica Geosystem

Indonesia. Alat yang digunakan untuk melakukan perekaman tersebut adalah 3D laser

scanner Leica RTC 360, yang merupakan teknologi 3D laser scanner terkini yang mampu

melakukan perekaman laser scanning dan pengambilan data gambar sekaligus. Pemilihan

penggunaan jenis 3d laser scanner ini dalam perekaman obyek bangunan bersejarah

Page 9: LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KATEGORI B

43

didasarkan pada efektifitas waktu yang tinggi serta tidak memerlukan waktu yang lama

dalam menghasilkan hasil rekaman digital obyek bangunan dalam bentuk 3D point cloud

data. Hal ini juga akan mengurangi durasi waktu survey lapangan di setiap bangunan

bersejarah, sehingga beban survey dan tenaga lapangan menjadi lebih ringan dan efektif.

Gambar 5.19. Data 3D Point Cloud eksterior bangunan bersejarah Gereja Ijen

Page 10: LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KATEGORI B

44

Gambar 5.20. Data 3D Point Cloud interior bangunan bersejarah Gereja Ijen

Page 11: LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KATEGORI B

45

Gambar 5.21. Data 3D Point Cloud eksterior bangunan Gereja Kayutangan

Page 12: LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KATEGORI B

46

Gambar 5.22. Data 3D Point Cloud interior bangunan Gereja Kayutangan

Page 13: LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KATEGORI B

47

Gambar 5.23. Data 3D Point Cloud eksterior bangunan Gedung Balaikota Malang

Page 14: LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KATEGORI B

48

Gambar 5.24. Data 3D Point Cloud interior bangunan Gedung Balaikota Malang

Gambar 5.25. Data 3D Point Cloud bangunan Alun-Alun Tugu Malang

Page 15: LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KATEGORI B

49

Gambar 5.26. Data 3D Point Cloud eksterior bangunan Gedung PLN

Page 16: LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KATEGORI B

50

Gambar 5.27. Data 3D Point Cloud eksterior bangunan Sekolah Frateran

Page 17: LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KATEGORI B

51

5.5. Rekonstruksi Digital 3D Bangunan Bersejarah

Proses yang paling penting dalam rekonstruksi 3D bangunan bersejarah adalah

pemodelan 3D bangunan. Proses pembuatan pemodelan 3D bangunan bersejarah terdiri

dari lima tahap, yaitu pengambilan foto, gambar fasad, pengembangan model dasar 3D,

pengembangan model detail 3D, dan pengembangan model akhir 3D (lihat gambar 4.76).

Gambar 5.28. Tahapan pemodelan 3D bangunan bersejarah

Pertama, pengambilan foto adalah tahap pengambilan gambar bangunan bersejarah.

Proses ini memiliki banyak tantangan foto terkait kondisi lapangan yang terkadang

mengalami kesulitan untuk mengambil gambar yang baik. Karena itu, pengambilan foto

perlu dilakukan dari beberapa sudut. Selanjutnya, hasil gambar ini harus melalui proses

pengeditan dengan bantuan perangkat lunak pengeditan gambar, maupun dengan aplikasi

photogrammetry.

Kedua, tampilan fasad bangunan berguna untuk mengidentifikasi tingkat detail

setiap permukaan bangunan. Detail permukaan bangunan akan menentukan tingkat detail

Page 18: LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KATEGORI B

52

visualisasi bangunan 3D. Selanjutnya, detail permukaan bangunan dapat dikonstruksikan

sebagai pemetaan gambar untuk meringankan ukuran file bangunan 3D. Proses

menggambar fasad membutuhkan teknik penelusuran gambar dengan bantuan perangkat

lunak menggambar vektor.

Ketiga, model dasar 3D dibangun untuk menghasilkan pembentukan objek tiga

dimensi dari setiap bangunan bersejarah. Pada tahap ini, jumlah permukaan yang harus

dibangun dengan bentuk terperinci dapat dideteksi. Proses menghasilkan objek 3D

memerlukan perangkat lunak pemodelan 3D yang tepat.

Keempat, model detail 3D adalah fase kemajuan dari tahap model dasar 3D. Tahap

ini berfokus pada peningkatan visualisasi 3D dengan membangun setiap permukaan

bangunan dengan detail 3 dimensi dan dengan pemetaan gambar.

Kelima, penerapan warna, gambar, dan tekstur pada setiap permukaan bangunan

untuk membangun visualisasi bangunan bersejarah yang dekat dengan kenyataan aktual.

Pemilihan warna, tekstur, atau gambar harus dipertimbangkan secara menyeluruh untuk

mempertahankan ukuran file bangunan 3D tetap ringan.

Gambar 5.29. Penggabungan teknik photo mapping dan metode photogrammetry

Adapun hasil rekonstruksi pemodelan dasar 3D bangunan bersejarah yang

dikembangkan melalui aplikasi perangkat lunak yang ringan dan cepat, dapat dilihat pada

gambar-gambar dibawah ini.

Page 19: LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KATEGORI B

53

Gambar 5.30. Rekonstruksi data 3D model bangunan Gereja Ijen

Page 20: LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KATEGORI B

54

Gambar 5.31. Rekonstruksi data 3D model bangunan Gereja Kayutangan

Page 21: LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KATEGORI B

55

Gambar 5.32. Rekonstruksi data 3D model bangunan Gedung Balaikota Malang

Page 22: LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KATEGORI B

56

Gambar 5.33. Rekonstruksi data 3D model bangunan Gedung PLN

Page 23: LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KATEGORI B

57

Gambar 5.34. Rekonstruksi data 3D model bangunan Sekolah Frateran

Page 24: LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KATEGORI B

58

5.6. Skenario Pengembangan User Interface Design (UID) Sistem Multimedia

Arsitektural berbasis Online-Web.

Skenario desain multimedia arsitektural menggunakan skenario simulasi interaktif

3D yang terdiri dari tingkat interaktivitas pengguna yang lebih sedikit hingga tingkat

interaktivitas pengguna yang tinggi. Dengan demikian, konsep multimedia arsitektural

menghasilkan implementasi User Interface Design yang mampu user-friendly. Sedangkan

pengembangan aplikasinya menggunakan pemrograman Lingo. Lingo adalah bahasa

scripting Director yang menyediakan kemampuan Perangkat Lunak Adobe Director pada

tingkat kerumitan, navigasi, dan interaktif yang lebih mendalam. Bahasa skrip Lingo juga

tersedia dalam bentuk skrip Lingo instan, atau dapat diperoleh dari skrip Lingo penyedia

komersial, seperti Chrome Lib, serta dari skrip independen pencipta Lingo. Skrip perilaku

3D adalah bahasa skrip yang paling penting dalam Perangkat Lunak Adobe Director. Skrip

ini bermanfaat dalam pengembangan simulasi 3D interaktif. Simulasi interaktif

memungkinkan keterlibatan pengguna dalam membuat perubahan atau penyesuaian pada

model atau objek 3D.

Gambar 5.35. Tampilan awal sistem aplikasi multimedia arsitektural bangunan bersejarah

Page 25: LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KATEGORI B

59

Gambar 5.36. Tampilan user-friendly informasi peta kota Malang tahun 1914

Gambar 5.37. Tampilan user-friendly informasi peta kota Malang tahun 1931

Page 26: LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KATEGORI B

60

Gambar 5.38. Tampilan user-friendly informasi peta kota Malang tahun 1938

Gambar 5.39. Tampilan user-friendly informasi peta kota Malang tahun 1946

Page 27: LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KATEGORI B

61

Gambar 5.40. Tampilan user-friendly informasi peta kota Malang tahun 2012

Gambar 5.41. Tampilan user-friendly 3D bangunan Gereja beserta informasi kesejarahan