arsip kategori

38
Arsip Kategori: PRAKTIKUM PEMANFAATAN RESIN PENUKAR ION April 22, 2012 PEMANFAATAN RESIN PENUKAR ION I. TUJUAN Memanfaatkan resin penukar kation pada penentuan natrium secara kuantitatif dan penentuan hasil kali kelarutan MC 2 O 4 . M = Ca, Mg, dan Ba II. DASAR TEORI Resin penukar ion merupakan salah satu metoda pemisahan menurut perubahan kimia. Resin penukar ion ada dua macam yaitu resin penukar kation dan resin penukar anion. Jika disebut resin penukar kation maka kation yang terikat pada resin akan digantikan oleh kation pada larutan yang dilewatkan. Begitupun pada resin penukar anion maka anion yang terikat pada resin akan digantikan pleh anion pada larutan yang dilewatkan ( Wahono,2007 ). Suatu resin penukar ion yang ingin direaksikan dalam suatu sistem dapat dilakukan dengan memasukkan gugus- gugus dari suatu resin yang terionkan kedalam suatu matriks polimer organik, yang paling lazim diantaranya ialah polisterina hubungan silang yang diatas diperikan sebagai absorben. Produk tersedia dengan berbagai derajat hubungan silang. Suatu resin umum yang lazim ialah resin “8% terhubung silang” yang berarti kandungan divenilbenzenanya 8 %. Resin-resin itu dihasilkan dalam

Upload: safrina-nina

Post on 10-Dec-2015

342 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

arsip kategori

TRANSCRIPT

Arsip Kategori: PRAKTIKUM

PEMANFAATAN RESIN PENUKAR   ION

April 22, 2012

PEMANFAATAN RESIN PENUKAR ION

I. TUJUAN

Memanfaatkan resin penukar kation pada penentuan natrium secara kuantitatif dan penentuan hasil kali kelarutan MC2O4. M = Ca, Mg, dan Ba

II. DASAR TEORI

Resin penukar ion merupakan salah satu metoda pemisahan menurut perubahan kimia. Resin penukar ion ada dua macam yaitu resin penukar kation dan resin penukar anion. Jika disebut resin penukar kation maka kation yang terikat pada resin akan digantikan oleh kation pada larutan yang dilewatkan. Begitupun pada resin penukar anion maka anion yang terikat pada resin akan digantikan pleh anion pada larutan yang dilewatkan ( Wahono,2007 ).

Suatu resin penukar ion yang ingin direaksikan dalam suatu sistem dapat dilakukan dengan memasukkan gugus-gugus dari suatu resin yang terionkan kedalam suatu matriks polimer organik, yang paling lazim diantaranya ialah polisterina hubungan silang yang diatas diperikan sebagai absorben. Produk tersedia dengan berbagai derajat hubungan silang.  Suatu resin umum yang lazim ialah resin “8% terhubung silang” yang berarti kandungan divenilbenzenanya 8 %. Resin-resin itu dihasilkan dalam bentuk manik-manik bulat, biasanya dengan 0,1-0,5 mm, meskipun ukuran–ukuran lain juga tersedia (Svehla, 1985).

(Kapolimer Styren-DVB):

Resin pertukaran ion merupakan bahan sintetik yang berasal dari aneka ragam bahan, alamiah maupun sintetik, organik maupun anorganik, memperagakan perilaku pertukaran ion dalam analisis laboratorium dimana keseragaman dipentingkan dengan jalan penukaran dari suatu ion. Pertukaran ion bersifat stokiometri, yakni satu H+ diganti oleh suatu Na+.  Pertukaran ion adalah suatu proses kesetimbangan dan jarang berlangsung lengkap, namun tak peduli sejauh mana proses itu terjadi, stokiometrinya bersifat eksak dalam arti satu muatan positif meninggalkan resin untuk tiap satu

muatan yang masuk. Ion dapat ditukar yakni ion yang tidak terikat pada matriks polimer disebut ion lawan (Counterion) (Underwood, 2001).

Syarat-syarat dasar bagi suatu resin yang berguna adalah:

1. Resin itu harus cukup terangkai-silang, sehingga keterlarutannya yang dapat diabaikannya.

2 Resin itu harus cukup hidrofolik untuk memungkinkan difusi ion-ion melalui strukturnya dengan laju yang terukur (finite) dan berguna.

3. Resin harus menggunakan cukup banyak gugus penukar ion yang dapat dicapai dan harus stabil kimiawi.

4. Resin yang sedang mengembang harus lebih besar rapatannya daripada air.

(Harjadi, 1993).

Suatu resin penukar kation adalah sebagai suatu polimer berbobot molekul tinggi, yang terangkai-silang yang mengandung gugus-gugus sulfonat, karboksilat, fenolat, dan sebagainya sebagai suatu bagian integral dari resin itu serta sejumlah kation yang ekuivalen.

MX (aq) + Res-H → HX (aq) + Res-M

Suatu resin penukar-anion adalah suatu polimer yang mengandung gugus-gugus amino (atau amonium kuartener) sebagai bagian –bagian integral dari kisi polimer itu dan sejumlah ekuivalen anion-anion seperti ion klorida , hidroksil atau sulfat. (Basset,1994)

MX (aq) + Res-H → H2O (aq) + Res-X

Di tahun 1935, Adam dan Holmes membuat resin sintesin pertama dengan hasil kondensasi asam sulfonat fenol dengan formaldehid. Semua resin-resin ini memiliki gugusan reaktif  -OH, -COOH, -HSO3, sebagai pusat-pusat pertukaran. Gugusan fungsional asam (atau basa) suatu resin penukar ditempati oleh ion-ion dengan muatan berlawanan. Ion yang labil adalah H+ pada penukar kation. Resin dengan gugusan sulfonat atau amina kuartener adalah terionisasi kuat, tidak larut dan sangat reaktif. Resin-resin demikian disebut resin penukar kuat, sedangkan gugusan ion yang terionisasi secara parsial seperti > COOH, -OH, dan NH2 dikenal sebagai resin penukar yang lemah. (Khopkar, 1990).

Semua penukar ion yang bernilai dalam analisis, memilih beberapa kesamaan sifat: mereka hampir-hampir tak dapat larut dalam air dan pelarut organik, dan mengandung ionion katif dan ion-ion lawan yang akan bertukar secara reversibel dengan ion-ion lain dalam larutan yang mengelilinginya tanpa terjadi perubahan-perubahan fisika yang berarti dalam bahan tersebut.penukaran ion bersifat kompleks dan sesungguhnya adalah polimerik. Polimer ini membawa suatu muatan listrik yang tepat dinetralkan oleh muatan-muatan pada ion-ion lawannya (ion aktif). Ion-ion aktif ini beruapa kation-kation dalam penukar kation, dan berupa anion-anion dalam penukar anion (Bassett, 1994).

Larutan yang melalui kolom disebut influent, sedangkan larutan yang keluar kolom disebut effluent. Proses pertukarannya adalah serapan dan proses pengeluaran ion adalah desorpsi atau elusi. Mengembalikan resin yang sudah terpakai kebentuk semula disebut regenerasi sedangkan proses pengeluaran ion dari kolom dengan reagent yang sesuai disebut elusi dan pereaksinya disebut eluent. Yang disebut dengan kapasitas pertukaran total adalah jumlah gugusan-gugusan yang dapat dipertukarkan di dalam kolom, dinyatakan dalam miliekivalen. Kapasitas penerobosan (break through capacity) didefinisikan sebagai banyaknya ion yang dapat diambil oleh kolom pada kondisi pemisahan; dapat juga dikatakan sebagai banyaknya miliekivalen ion yang dapat ditahan dalam kolom tanpa ada kebocoran yang dapat teramati. Kapasitan penerobosan lebih kecil dari kapasitas total pertukaran kolom dan tidak tergantung terhadap sejumlah  variabel, seperti tipe resin, afinitas penukaran ion, komposisi larutan, ukuran partikel, dan laju aliran (Khopkar, 1990).

Asam oksalat adalah senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4 dengan nama sistematis asam etanadioat. Asam dikarboksilat paling sederhana ini biasa digambarkan dengan rumus HOOC-COOH. Merupakan asam organik yang relatif kuat, 10.000 kali lebih kuat daripada asam asetat.Di-anionnya, dikenal sebagai oksalat, juga agen pereduktor. (Wikipedia)

Natrium hidroksida (Na OH ), juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium Hidroksida terbentuk dari oksida basa Natrium Oksida dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Ia digunakan di berbagai macam bidang industri, kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen. Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan dalam laboratorium kimia.

Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. Ia bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. Ia sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan. Ia juga larut dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada kelarutan KOH. Ia tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non-polar lainnya. Larutan natrium hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas. ( Wikipedia)

Kelarutan dari suatu garam adalah banyaknya garam yang dapat larut dalam suatu pelarut sampai garam tersebut tepat akan mengendap. Besarnya kelarutan dari suatu garam nilainya beragam untuk setiap macam garam dan merupakan salah satu sifat fisis dari garam tersebut.

Jika suatu garam memiliki tetapan hasil kali larutan yang besar, maka dikatakan garam tersebut mudah larut. Sebaliknya jika harga tetapan hasil kali larutan dari suatu garam tertentu sangat kecil, dapat dikatakan bahwa garam tersebut sukar untuk larut.

Harga tetapan hasil kali kelarutan dari suatu garam dapat berubah dengan perubahan temperatur. Umumnya kenaikan temperatur akan memperbesar kelarutan suatu garam, sehingga harga tetapan hasil kali kelarutan garam tersebut juga akan semakin besar (Petrucci, 1987).

Suatu  indikator  asam  basa  adalah  senyawa  organik  yang  mengalami  perubahan warna dengan berubahnya pH. Senyawaan ini digunakan  sebagai indikator/penunjuk dalam  penentuan titik akhir titrasi. indikator yang khas adalah  fenolftalein. fenolftalein berubah warna pada pH di atas 7.Sampai pH = 8,3, fenolftalein tak berwarna. Pada pH = 10 zat ini berwarna merah. Dalam larutan basa kuat, zat ini kembali tak berwarna. ( Mudjiran,2002)

 

III. PROSEDUR KERJA

1. BAHAN

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan pemanfaatan resin penukar ion adalah resin IR-120, 20-50 mesh, glass wool, NaCl, HCL 5M, NaOH ( 0,2 M dan 0,1 M ), akuades, larutan Mg(NO3)2, larutan Ca(NO3)2, larutan Ba(NO3)2, Asam Oksalat, padatan H2C2O4.2H2O, indicator PP (phenolptalin).

2. ALAT

Alat- alat yang digunakan dalam percobaan pemanfaatan resin penukar ion adalah kolom penukar buret ( buret 50 ml), thermometer, gelas piala, gelas ukur, gelas arloji, gelas pengaduk, erlenmeyer, buret 5 ml, tabung reaksi, pipet ukur.

3. CARA KERJA

Standardisasi larutan standar NaOH

Buret dicuci dan diisikan dengan larutan NaOH yang akan distandardisasikan ( telah tersedia ). Ditimbang 0,63 gram H2C2O4.2H2O lalu dilarutkan dalam labu takar 50 ml dengan akuades hingga volume tepat 50ml, disiapkan Erlenmeyer dan diisi dengan 10 ml larutan asam oksalat. Selanjutnya ke dalam larutan ini ditambahkan 1-2 tetes indicator pp dan dititrasi dengan larutan NaOH yang akan distandardisasi.

Titrasi diakhiri pada saat timbul warna merah muda dalam larutan. Titrasi diulangi sebanyak 3 kali dan dicacat volume NaOH yang diperlukan dalam setiap titrasi tersebut, kemudian dihitung molaritas rata-rata larutan NaOH standar.

Penentuan [ Na +] dengan bantuan resin penukar kation

Disiapkan kolom untuk resin dan disusun seperti pada gambar. Disiapkan pasta yang mengandung 15 gram resin kation IR-120 dalam akuades, kemudian dituangkan kedalam kolom. Kran dibuka supaya air mengalir tetapi tinggi cairan selalu dijaga berada di atas resin.

Resin kation dalam bentuk hidrogen dibuktikan dengan cara dicuci dengan larutan 5% HCl. Dituangkan 20 ml asam tersebut ke dalam kolom dan dibiarkan mengalir dengan kecepatan 40 tetes per menit dengan mengatur kran. Jangan dibiarkan tinggi cairan turun sampai di bawah permukaan resin. Resin dicuci dengan akuades sampai effluent sama dengan akuades ( pH= 5). Didihkan 100 ml akuades untuk menghilangakan CO2 yang dapat mengganggu titrasi pada langkah berikutnya.

Setelah air dingin, ditimbang 0,2 gram NaCl murni, kemudian dilarutkan dengan air tersebut sampai volume 20 ml. larutan dituang ke dalam kolom penukar ion 3 kali masing-masing dengan kecepatan 40 tetes per menit, effluent ditampung dalam gelas piala 250 ml. gelas piala dibilas dengan 5 atau 10 ml akuades mendidih dan dituangkan juga air bilasan tersebut ke dalam kolom. Selanjutnya kolom dicuci dengan 2 kali 10 ml akuades mendidih dan hasil cucian ditampung dalam gelas piala yang mengandung effluent dari larutan NaCl.

Disiapkan alat-alat titrasi, buret diisi dengan larutan standar 0,2 M. disiapkan sejumlah effluent dalm Erlenmeyer kemudian ditambahkan 1-2 tetes indicator pp. selanjutnya larutan dititrasi dengan larutan NaOH sampai titik ekuivalen ( diperoleh warna merah jambu permanen ). Volume NaOH yang diperlukan untuk menetralkan asam dihitung. Jumlah mol ion hydrogen dalam effluent dan jumlah mol natrium yang ditambahkan dalam kolom dihitung.

Penentuan Hasil Kali Kelarutan, Ksp MgC2O4

Pembuatan larutan jenuh MgC2O4

Bila belum tersedia padatan MgC2O4, dilarutkan 2,96 gram Mg(NO3)2 dengan akuades sampai volume jenuh H2C2O4 yang dibuat dengan melarutkan kira-kira sebanyak 2 gram dalam 20 ml akuades. Asam tersebut ditambahkan kedalam larutan Mg(NO3)2 dan kemudian diteruskan sampai terbentuk endapan permanen, dan ditambahkan 1-2 ml eksra untuk menyempurnakan pengendapan. Kelebihan asam harap dihindari.

Endapan yang terjadi disaring kemudian dicuci sebanyak 5 kali dengan menyemprotkan akuades dari botol pencuci pada endapan secara berulang. Setelah pencucian yang ketiga, endapan dipindahkan pada kertas saring baru, kemudian dicuci kembali sebanyak 2 kali. Endapan harus tercuci bersih sehingga tidak menggandung asam yang dapat mempengaruhi proses titrasi.

Padatan MgC2O4 yang tersedia atau hasil pembuatan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Dengan botol pencuci bagian samping tabung dicuci sehingga tidak ada endapan yang tinggal pada dinding, kemudian dilanjutkan dengan penambahan akuades sampai tingginya kira-kira 5cm di atas endapan. Tabung reaksi dikocok selama 30 detik. Temperaturnya diamati dengan thermometer.

Penentuan [ Mg2+] dalam supernatant

Kation resi disiapkan dalam bentuk asam seperti pada percobaan pertama. Gelas piala 250 ml ditempatkan di bawah kolom resin untuk tempat effluent dan kemudian dimasukkan ke dalam kolom sebanyak 10 ml supernatant larutan MgC2O4 yang diambil secara hati-hati ( jangan terdapat padatan dalam supernatant ). Dilanjutkan dengan penambahan 4 kali 10 ml akuades, dan tanpa effluent dalam gelas piala yang sama.

Disiapkan buret untuk titrasi dan 25 ml NaOH 0,1 M dimasukkan. Ditambahkan 2 tetes indicator pp, kemudian effluent dititrasi dengan NaOH sampai terjadi perubahan warna dari bening ke merah muda. Volume NaOH yang diperlukan dicatat. Dihitung konsentrasi [ Mg2+] dalam supernatant kemudian dihitung hasil kali kelarutan MgC2O4 menurut persamaan berikut : Ksp MgC2O4 =[Mg2+][C2O4

2-] = S2

Dilakukan juga terhadap padatan CaC2O4 dan BaC2O4

IV. DATA HASIL PERCOBAAN

Standardisasi larutan standar NaOH

Volume NaOH yg dipakai

NaOH 0,1 M NaOH 0,2 M

V1 21,8 ml 11,3 ml

V2 21,8 ml 11,3 ml

V3 22,2 ml 11,1 ml

V rata-rata 22 ml 11,23 ml

[NaOH] 1 = 0,09 M

Penentuan [ Na+] dengan bantuan resin penukar ion

Volume NaOH yang dipakai NaOH 0,2 M

V1 3,7 ml

V2 3,7 ml

V3 3,4 ml

V rata-rata 3,6 ml

[NaOH] 2 = 0,178 M

Penentuan hasil kali kelarutan, Ksp MgC2O4

Garam T ( Suhu) 0C

MgC2O4 30

CaC2O4 31

BaC2O4 32,5

Penentuan [ kation] dalam supernatant

V NaOH 0,1 M

MgC2O4 CaC2O4 BaC2O4

VI 0,3 ml 0,3 ml 0,2 ml

V2 0,2 ml 0,2 ml 0,2 ml

V3 0,2 ml 0,2 ml 0,2 ml

V rata-rata 0,23 ml 0,27 ml 0,2 ml

 

Ksp BaC2O4 = 4,5 x 10-4

Ksp MgC2O4 = 5,175 x 10-4

Ksp CaC2O4 = 6,075 x 10-4

 

V. KESIMPULAN

Dari percobaan pemanfaatan resin kation diperoleh kesimpulan :

[NaOH] 1 = 0,09 M

[NaOH] 2 = 0,178 M

Effisiensi = 93,68 % T MgC2O4 = 300C Ksp MgC2O4 = 5,175 x 10-4

T CaC2O4 = 310C Ksp CaC2O4 = 6,075 x 10-4

T BaC2O4 = 32,50C Ksp BaC2O4 = 4,5 x 10-4

Terjadi pengantian kation antara kation yang berikatan pada resin dengan kation yang dielusikan ke dalam kolom.

 

VI. DAFTAR PUSTAKA

Bassett, J. dkk,1994, Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta

Harjadi, W, 1993,Ilmu Kimia Analitik Dasar, Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Khopkar, 1990.Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press, Jakarta. Mudjiran,2002,Kimia Analitik Dasar, Jurusan Kimia FMIPA UGM, Yogyakarta Petrucci, 1987,Kimia Dasar Jilid 2, Erlangga, Jakarta. Svehla,1985,Analisis Kualitatif Anorganik Makro dan SemiMikro,Kalman Media

Pustaka, Jakarta. Underwood, A.L., dan Day R. A,2001,Analisis Kimia Kuantitatif Edisi

Keenam,Erlangga, Jakarta. Wahono,2007 Resin Penukar Ion,Balai Pustaka, Jakarta www.wikipedia.com/asam oksalat, natrium hidroksida

 

 

PERHITUNGAN

1. Standardisasi larutan NaOH 0,1 M dengan larutan asam oksalat

No V larutan H2C2O4 V NaOH 0,1 M

1. 10 ml 21,8 ml

2. 10 ml 22 ml

3. 10 ml 22,2 ml

Volume NaOH rata-rata 22 ml

Mol asam oksalat = massa / mr = 0,63 gram/ 126 g/mol = 0,005 mol Molaritas asam oksalat = mol / volume = 5 mmol/ 50 ml = 0,1 M Penentuan molaritas NaOH : H2C2O4 . 2H2O + 2 NaOH Na2C2O4 + 4H2O Jadi molaritas NaOH sebenarnya : V1M1 = V2M2

10 ml x 0,1 M = 22 ml x M2

M2 = 0,045 M Karena mol na+ : mol C2O42- = 2:1 maka [NaOH] = 2 x 0,045 M = 0,09 M 2. standardisasi Larutan NaOH 0,2 M dengan larutan Asam oksalat

o No o V larutan H2C2O4 o V NaOH 0,2 M

o 1. o 10 ml o 11,3 ml

o 2. o 10 ml o 11,3 ml

o 3. o 10 ml o 11,1 ml

o Volume NaOH rata-rata o 11,23 ml

Mol asam oksalat = massa / mr = 0,63 gram/ 126 g/mol = 0,005 mol Molaritas asam oksalat = mol / volume = 5 mmol/ 50 ml = 0,1 M Penentuan molaritas NaOH : H2C2O4 . 2H2O + 2 NaOH Na2C2O4 + 4H2O Jadi molaritas NaOH sebenarnya : V1M1 = V2M2

10 ml x 0,1 M = 11,23 ml x M2

M2 = 0,089 M Karena mol na+ : mol C2O42- = 2:1 maka [NaOH] = 2 x 0,089 M = 0,178 M 3. penentuan [ Na+] dengan bantuan resin penukar ion

o No o V effluent o V NaOH 0,2 M

o 1. o 10 ml o 3,7 ml

o 2. o 10 ml o 3,7 ml

o 3. o 10 ml o 3,4 ml

o Volume NaOH rata-rata o 3,6 ml

Massa NaCl mula-mula = 0,2 gram Massa Na = (Ar Na/ Mr NaCl) x massa NaCl mula-mula = ( 23/58,5) x 0,2 gram = 0,0786 gram Mol Na + = massa Na/ Ar Na = 0,0786 gram/ 23 g/mol = 3,42 x 10-3 mol = 3,42 mol

Dalam kolom terjadi pertukaran ion : R-H + Na+ R-Na + H+

H+ OH- H2O Dari reaksi diketahui bahwa mol OH- : mol H+ : mol Na+ = 1:1:1 Volume NaOH yang diperlukan = 3,6 ml [ NaOH ] yang telah distandardisasi = 0,178 M Mol OH- = V NaOH x [ NaOH] = 3,6 ml x 0,178 = 0,64 mmol Mol Na+ = mol H+ = mol OH- = 0,3204 mmol Dalam percobaan, sebanyak 10 ml effluent NaCl dicuci dengan 40 ml akuades,

sehingga volume totalnya menjadi50 ml ( artinya terjai 5x pengenceran terhadap effluent NaCl ), sehingga ;

Mol Na+ = 5x mol Na+

= 5 x 0,6408 = 3,204 mmol Efisiensi = jumlah mol Na yang dipertukarkan X 100% Jumlah mol Na awal = 3,204 mmol X 100% 3,42 mmol = 93,68 %

4. Penentuan Ksp dengan bantuan resin penukar ion

No supernatan Volume NaOH 0,1 M

1 10 ml supernatant CaC204 0,3 ml

0,2 ml

0,3 ml

Volume rata-rata NaOH 0,27 ml

2 10 ml supernatant BaC2O4 0,2 ml

0,2 ml

0,2 ml

Volume rata-rata NaOH 0,2 ml

3 10 ml supernatant MgC2O4 0,3 ml

0,2 ml

0,2 ml

Volume rata-rata NaOH 0,23 ml

a. Penentuan Ksp MgC2O4

Reaksi yang terjadi adalah : 2 R-H + Mg2+ R-Mg2+ + 2H+

2H+ + 2 OH- 2H2O Dari reaksi tersebut mol OH- : mol H+ = 2:2:1 Volume rata-rata NaOH yang diperlukan = 0,23 ml [ NaOH] = 0,09 M Mol OH- = V NaOH x [NaOH] = 0,23 ml x 0,09 M = 2,07 x 10-2 mmol Mol Mg2+ = ½ x mol OH- = ½ x 2,07 x10-2 mmol = 1,035 x10-2 mmol Dalam percobaan, 10 ml supernatant MgC2O4 dicuci dengan 4 x 10 ml akuades

sehingga volumenya menjadi 50 ml ( artinya : terjadi pengenceran 5x), sehingga :

Mol Mg2+ dalam larutan jenuh awal = 5 x 1,035 x10-2 mmol = 5,175 x 10-2 mmol Volume supernatant Mg2+ = 10 ml [ Mg2+] = mol Mg2+ / 10 = 5,175 x 10-2 mmol/ 10 ml = 5,175 x 10-3 M

Ksp = [ Mg2+] [C2O42-]

= 5,175×10-3 X 0,1 = 5,175 x 10-4

b. penentuan Ksp CaC2O4

Reaksi yang terjadi adalah : 2 R-H + Mg2+ R-Mg2+ + 2H+

2H+ + 2 OH- 2H2O Dari reaksi tersebut mol OH- : mol H+ = 2:2:1 Volume rata-rata NaOH yang diperlukan = 0,23 ml [ NaOH] = 4,5 x 10-4 M Mol OH- = V NaOH x [NaOH] = 0,27 ml x 0,09 M = 2,43 x 10-2 mmol Mol Ca2+ = ½ x mol OH- = ½ x 2,43 x10-2mmol = 1,215 x10-2 mmol Dalam percobaan, 10 ml supernatant CaC2O4 dicuci dengan 4 x 10 ml akuades

sehingga volumenya menjadi 50 ml ( artinya : terjadi pengenceran 5x), sehingga :

Mol Ca2+ dalam larutan jenuh awal = 5 x 1,215×10-2 mmol = 6,075 x 10-2 mmol Volume supernatant Ca2+ = 10 ml [ Ca2+] = mol Ca2+ / 10 = 6,075 x 10-2 mmol/ 10 ml = 6,075 x 10-3 M Ksp = [ Ca2+] [C2O42-] = 6,075 x10-3 X 0,1 = 6,075 x 10-4

c. penentuan Ksp BaC2O4

Reaksi yang terjadi adalah : 2 R-H + Mg2+ R-Mg2+ + 2H+

2H+ + 2 OH- 2H2O Dari reaksi tersebut mol OH- : mol H+ = 2:2:1 Volume rata-rata NaOH yang diperlukan = 0,23 ml [ NaOH] = 0,09 M Mol OH- = V NaOH x [NaOH] = 0,2 ml x 0,09 = 1,8 x 10-2 mmol Mol Mg2+ = ½ x mol OH- = ½ x 1,8×10-2 mmol = 9 x10-3 mmol Dalam percobaan, 10 ml supernatant MgC2O4 dicuci dengan 4 x 10 ml akuades

sehingga volumenya menjadi 50 ml ( artinya : terjadi pengenceran 5x), sehingga :

Mol Mg2+ dalam larutan jenuh awal = 5 x 9×10-3 mmol = 4,5 x 10-2 mmol Volume supernatant Ba2+ = 10 ml [ Ba2+] = mol Ba2+ / 10 = 4,5 x 10-2 mmol/ 10 ml

= 4,5 x 10-3 M Ksp = [ Ba2+] [C2O4

2-] = 4,5 x10-3 X 0,1 = 4,5 x 10-4

TUGAS Resin penukar ion merupakan suatu polimer dengan berat molekul yang cukup

tinggi dan memiliki gugus-gugus tertentu. Apabila resin-resin dipisahkan dan dimurnikan, biasanya dibentuk dalam zat padat yang getas dan amorf, yang kalau dipanaskan akan menjadi lembek dan akan habis terbakar. Resin ini juga tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alcohol dan pelarut organic lainnya.

Resin pertukaran ion merupakan bahan sintetik yang berasal dari aneka ragam bahan, alamiah maupun sintetik, organik maupun anorganik, memperagakan perilaku pertukaran ion dalam analisis laboratorium dimana keseragaman dipentingkan dengan jalan penukaran dari suatu ion. Pertukaran ion bersifat stokiometri, yakni satu H+ diganti oleh suatu Na+.  Pertukaran ion adalah suatu proses kesetimbangan dan jarang berlangsung lengkap, namun tak peduli sejauh mana proses itu terjadi, stokiometrinya bersifat eksak dalam arti satu muatan positif meninggalkan resin untuk tiap satu muatan yang masuk. Ion dapat ditukar yakni ion yang tidak terikat pada matriks polimer disebut ion lawan (Counterion)

(Kapolimer Styren-DVB): resin sintetik Pembagian resin alami didasarkan atas isinya :

Damar sesungguhnya (resin) adalah zat padat yang amorf atau setengah padat, tidak larut didalam air tetapi larut didalam alkohol atau pelarut organik lainnya dan membentuk sabun dengan alkali. Biasanya disamping zat-zat damar terdapat juga minyak menguap, hasil peruraian ester-ester damar, zat warna, zat pahit dsb

Damar gom (Gummi resina)yaitu campuran alami dari gom, minyak dan resin. Sering disebut juga damar lendir. Contohnya : Asofoetida, Myrrh

Oleoresin yaitu campuran alami yang homogen dari resin didalam minyak menguap. Contohnya : Terpentin, Kanada balsam, Cubeba

Balsamum adalah campuran dari resin dengan asam sinamat atau benzoin atau kedua-duanya atau ester-esternya dengan minyak menguap. Contohnya : Benzoin, Perubalsam, Styrax

Didalam beberapa hal diketemukan resin didalam ikatan glikosidal, ikatan ini disebut glukoresin atau glikoresin misalnya yang terdapat didalm Ipomoeae, Jalapa dan Podophyllum.

Pemanfaatan resin dalam kehidupan adalah banyak digunakan dalam bidang farmasi dan kesehatan contonya adalah sebagai berikut :

1. Untuk proses penghilangan zat-zat terlarut dalam air. Melibatkan penukar kation (cation exchanger) yang berupa resin Na (R-Na). Proses-

pertukaran-ion natrium merupakan proses yang paling banyak digunakan untuk melunakkan air. Dalam proses pelunakan ini, ion-ion kalsium dan magnesium disingkirkan dari air berkesadahan tinggi dengan jalan pertukaran kation dengan natrium.

2. Pengolahan air limbah Air limbah dari proses electroplating dapat digunakan untuk memperbaiki

limbah logam yang dapat menjadi masalah. 3. penstabil obat Contohnya pada vitamin B12 dapat dikomplekskan dengan resin penukar

kation asam lemah. Kompleks ini sama efektifnya dengan vitamin B12 sendiri, jadi tidak member pengaruh pada fungsi dan cara kerjanya.

4. Taste masking (penutup rasa pahit pada obat) Menggunakan resin penukar kation/anion lemah bergantung dari obatnya.

Kompleks obat yang terbentuk memiliki pH sekitar 6,7. Dalam air liur tidak memecah kompleks obat resin, sehingga tidak terasa pahit.

5. Colophonium, Colophony resin. Adalah suatu resin padat yang diperoleh dari tanaman Pinus palustris Miller

dan spesies lain dari Pinus Linne (suku pinaceae). Pembuatan Oleorresin yang masih kotor, hasil penyadapan dari tanaman pinus, dimasukkan kedalam bejana tembaga dan dipanasi dengan air. Kegunaan colophonium dalam dunia farmasi adalah pembuatan serata, plester, dan salep-salep.

Posted by chubbymoddy in PRAKTIKUM

Balas

STABILISASI DAN ISOLASI SENYAWA   TEMBAGA(I)

April 22, 2012

INTISARI

STABILISASI DAN ISOLASI SENYAWA TEMBAGA(I)

Pada percobaan stabilisasi dan isolasi senyawa tembaga(I) ini bertujuan untuk mempelajari cara isolasi senyawa tembaga(I) melalui pembentukan senyawa kompleks tris(tiourea) tembaga(I) sulfat.

Dalam percobaan ini larutan CuSO4.5H2O dicampurkan kedalam larutan tiourea dalam keadaan dingin, masing-masing 2,5 g dalam akuades 15 ml. setelah terbentuk Kristal ditambah dengan larutan tiourea 1 g dalam akuades 10 ml, dan diaduk dengan cepat lalu didiamkan. Saat Kristal sudah terbentuk maksimum, larutan disaring dan dilakukan rekristalisasi. Rekristalisasi dilakukan dengan cara menambahkan Kristal dengan tiourea 0,15 g dalam 30 ml akuades dan 5 tetes asam sulfat 1 M. kemudian dipanaskan dengan suhu maksimum 750C. selanjutnya larutan didinginkan, Kristal yang diperoleh disaring dan dicuci dengan 5 ml akuades dilanjutkan 5 ml etanol. Lalu Kristal dikeringkan dengan oven dan ditimbang.

Dari hasil percobaan didapat Kristal padatan berwarna putih dengan berat 3,13 gram. Dengan perhitungan berdasarkan berat teoritis yaitu 3,397 gram, maka diperoleh nilai rendemen sebesar 92,15 %.

Kata kunci : tembaga(I) dan (II) , tiourea, stabilitas

 

 

STABILISASI DAN ISOLASI SENYAWA TEMBAGA (I)

I. TUJUAN

Mempelajari cara isolasi senyawa tembaga(I) melalui pembentukan senyawa kompleks tris(tiourea) tembaga (I) sulfat.

II. DASAR TEORI

Kompleks Cu(I) dan Cu (II)

Tembaga adalah unsur kimia yang diberi lambang Cu (Latin: cuprum) dalam suatu Sistem Periodik Unsur (SPU) tembaga termasuk dalam golongan 11dan menempati posisi dengan nomor atom 29 dan mempunyai massa atom 63,546 (Cotton, 1989).

Tembaga (Cu) merupakan salah satu logam yang paling ringan dan paling aktif. Cu+ mengalami disproporsionasi secara spontan pada keadaan standar (baku). Hal ini bukan berarti larutan senyawa Cu(I) tidak mungkin terbentuk. Untuk menilai pada keadaan bagaimana mereka ditemukan, yaitu jika kita mencoba membuat (Cu+) cukup banyak pada larutan air, Cu2+ akan berada pada jumlah banyak (sebab konsentrasinya harus sekitar dua juta dikalikan pangkat dua dari Cu+. Disproporsionasi akan menajdi sempurna. Di lain pihak jika Cu+ dijaga sangat rendah (seperti pada zat yang sedikit larut atau ion kompleks mantap), Cu2+ sangat kecil dan tembaga (I) menjadi mantap (Vogel,1979).

Tembaga dalam jumlah yang kecil esensial bagi kehidupan, tetapi akan bersifat racun dalam jumlah yang besar, terutama bagi bakteri, alga, dan fungi. Diantara banyak senyawa tembaga yang digunakan sebagai pestisida adalah asetat basa, karbonat, klorida, hidroksida, dan sulfat. Secara komersil senyawa tembaga yang terpenting adalah CuSO4.5H2O. Selain dalam bidang pertanian, CuSO4 juga digunakan untuk baterai dan penyepuhan, pembuatan garam tembaga yang lain, perminyakan, keret, dan industri baja

Secara umum garam tembaga (I) tidak larut dalam air. Senyawa-senyawa tembaga (II), yang dapat diturunkan dari tembaga (II) oksida, CuO hitam. Garam-garam tembaga (II) umumnya berwarna biru, baik dalam bentuk hidrat, padat, muapun dalam larutan-air. Warna ini benar-benar khas hanya untuk ion tetraakuokuprat (II) [Cu (H2O)4]2+ saja. Garam-garam tembaga (II) anhidrat, seperti tembaga (II) sulfat anhidrat CuSO4, berwarna putih (atau sedikit kuning). Senyawa-senyawa Cu (I) berwarna putih kecuali oksidasinya merah. Sedangkan senyawa Cu (II) hidratnya biru dan anhidratnya abu-abu. Senyawa-senyawa Cu (II) lebih stabil dalam larutan. Mereka beracun dan mengion yang berwarna gelap (biru gelap) yang terbentuk dengan larutan amonia berlebihan. Cu digunakan buat kabel/kawat/peralatan listrik; dalam logam-logam paduan; monel, perunggu kuningan, perak jerman, perak nikel untuk ketel dan lain-lain. Umumnya bijih tembaga hanya mengandung 0,5% Cu. Pemekatan bijih ini sangat diperlukan. Hal ini biasanyanya dilakukan dengan pengembangan menghasilkan bijih pekat dengan kandungan sekitar 20-40%. Untuk mendapatkan tembaga yang lebih murni, Cu2O direduksi dengan karbon (C).

2Cu2O + C 4Cu + CO2

Salah satu sifat dari logam tembaga yaitu tembaga tidak larut dalam asam yang bukan pengoksidasi tetapi tembaga teroksidasi oleh HNO3 sehingga tembaga larut dalam HNO3.

3Cu(s) + 8H+(aq) + 2NO3- 3Cu2+(aq) + 2 NO(g) + 4H2O

Logam tembaga dibuat dari tembaga sulfida (Cu2S) yang dioksidasi dengan oksigen.

Cu2S + 2O2 2CuO + SO2

2CuO + Cu2S SO2+4CuGaram tembaga dalam larutan berwarna biru pucat, karena membentuk ion Cu(H2O)4

2+. Jika larutan ini ditambah amonia akan menghasilkan ion Cu(NH3)42+ yang

berwarna biru pekat. Senyawa CuCl2, Cu2Br2, Cu2I2 sukar larut dalam air dengan Ksp masing-masing 1,9.10-7, 5.10-9, dan 1.10-12. Senyawa Cu2O dan Cu2S dapat dibuat langsung dari unsurnya pada suhu tinggi. Kedua senyawa ini cenderung nonstoikiometrik karena dapat pula sebagian membentuk CuO dan CuS (Vogel, 1979)

Secara umum garam tembaga (I) tidak larut dalam air dan tidak berwarna, perilakunya mirip perilaku senyawa perak (I). Mereka mudah dioksidasi menjadi senyawa tembaga (II), yang dapat diturunkan dari tembaga(II) oksida, CuO, hitam. Garam-garam tembaga (II) umumnya berwarna biru, baik dalam bentuk hidrat, padat, maupun dalam larutan air; warna ini benar-benar khas hanya untuk ion tetraakuokuprat (II) [Cu(H2O)4]2+ saja. Batas terlihatnya warna ion kompleks tetraakuokuprat(II) (yaitu, warna ion tembaga (II) dalam larutan air), adalah 500 μg dalam batas konsentrasi 1 dalam 104. Garam-garam tembaga (II) anhidrat, seperti tembaga (II) sulfat anhidrat CuSO4, berwarna putih (atau sedikit kuning) (Sidgwick,1962).

Thiourea

Thiourea adalah thiokarbamida, hablur tanpa warna, titik leleh 445 K. larut dalam air panas dan etanol, pereaksi analisis dan zat antara bagi zat farmasi dan zat celup. Thiourea memiliki rumus molekul (NH2)2CS (Pass, 1974).

Tiourea adalah molekul planar. Jarak ikatan C = S adalah 1,60 ± 0,1 Å untuk tiourea (dan juga banyak turunannya). Materi yang memiliki sifat yang tidak biasa berubah ke amonium tiosianat pada pemanasan di atas 130 ° C . Setelah pendinginan, garam amonium mengkonversi kembali ke tiourea.

Tiourea terjadi dalam dua tautomer bentuk. Dalam larutan berair, thione ditampilkan di sebelah kiri bawah mendominasi:

 

 

Thiourea digunakan sebagai alternatif pengganti sianida, terutama pada batuan berjenis sulfida, pelarangan terhadap penggunaan sianida, dan digunakan pada lokasi

yang tak memungkinkan penggunaan sianida. Thiourea secara relatif tak beracun dan aman bagi lingkungan. Akan tetapi senyawa ini bersifat karsinogenik (dapat menimbulkan kanker). Tingkat pelarutan menggunakan thiourea sangat cepat, jauh lebih cepat dibanding pelarutan sianida.. bisa 4 hingga 5 kali lebih cepat dibanding proses sianida (El-Sayed,1999)

III. METODE PERCOBAAN

1. ALAT DAN BAHAN

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah Erlenmeyer, gelas ukur 50 ml, gelas beker 100 ml, corong gelas, pengaduk gelas, hot plate, pepet tetes, thermometer 1000C, kertas saring, alat timbang, oven.

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan stabilisasi dan isolasi senyawa tembaga(I) adalah thiourea, tembaga(II) sulfat pentahidrat, asam sulfat 1 M, etanol, es batu, akuades.

2. PROSEDUR KERJA

Dibuat larutan dari thiourea 2,5 g dalam 15 ml akuades dan larutan Cu(II) sulfat pentahidrat 2,5 g dalam akuades 15 ml. kemudian kedua larutan tersebut didinginkan dalam tempat yang berisi es. Dengan perlahan-lahan larutan Cu(II) sulfat pentahidrat ditambahkan ke dalam larutan thiourea sambil diaduk terus menerus. Setelah larutan Cu(II) sulfat pentahidrat habis ditambahkan, larutan campuran didiamkan hingga terbentuk Kristal putih pada dinding gelas beker.

Disiapkan larutan thiourea 1 g dalam akuades 10 ml, kemudian didinginkan dengan es batu. Selanjutnya ditambahkan kedalam campuran reaksi. Campuran reaksi diaduk secara cepat dan kemudian didiamkan. Setelah jumlah Kristal putih yang terbentuk maksimum, dilakukan penyaringan untuk memisahkan dari campuran reaksi.

Rekristalisasi dilakukan dengan cara melurutkan hasil yang diperoleh dalam larutan thiourea 0,15 g dalam akuades 30 ml yang mengandung 5 tetes asam sulfat 1 M. pelarutan dipercepat dengan pemanasan larutan dengan suhu maksimum 75oC.

Larutan didinginkan dan Kristal putih yang terbentuk disaring dengan kertas saring. Kristal yang diperoleh dicuci dengan 5 ml air dan dilanjutkan dengan 5 ml etanol. Selanjutnya Kristal dikeringkan dengan oven dan selanjutnya ditimbang.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. HASIL

Wujud : Kristal padatan Warna : Putih Berat : 3,13 gram

V. KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan stabilisasi dan isolasi senyawa tembaga(I) dapat diperoleh kesimpulan :

1. Reaksi antara thiosulfat dengan Tembaga(II) sulfat pentahidrat menghasilkan senyawa kompleks tris(tiourea) tembaga(I) sulfat.

2. Hasil yang diperoleh adalah berupan Kristal padatan berwarna putih dengan berat 3,13 gram dan rendemen sebesar 92,15 %.

3. Bentuk geometri dari tris(thiourea) tembaga(I) sulfat adalah octahedral dengan sifat diamagnetik.

VI. DAFTAR PUSTAKA

A.J. Vogel, 1979, A text book of Quantitative Inorganic Analysis, 5th edition, Longmans, United State.

B.A. El-Sayed and M.M. Sallam, 1999, Temperature and frequency dependent electrical transport in thiourea and tris(thiourea) coupper (I) sulphate, J. Mater. Sci.: Mater. Electron,10, 63-66.

Cotton.F.A, Wikinson G, 1989, Kimia Anorganik Dasar, UI- Press, Jakarta. G. Pass and H. Sutcliffe, 1974, Practical Inorganic Chemistry, Chapman and

Hall, London. N.V. Sidgwick, 1962, The Chemical Elements and Their Compounds, Oxford

University Press, Oxford.

Posted by chubbymoddy in PRAKTIKUM

Balas

Penentuan Komposisi Ion   Kompleks

April 22, 2012

INTISARI

PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS

Percobaaan penentuan komposisi ion kompleks ini memiliki tujuan agar praktikan dapat mempelajari penentuan komposisi larutan kompleks ion besi sallisilat menggunakan metode job.

Pada percobaan ini digunakan metode job, oleh karena itu dibuat variasi fraksi mol dari asam salisilat 2.10-3 M dalam asam klorida. Variasi konsentrasi fraksi molnya adalah : 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9. Masing-masing variasi tersebut dimasukkan kedalam labu ukur 10 ml dan tambah dengan larutan Fe3+ hingga sampai pada tanda batas. Kemudian ke dalam satu labu ukur hanya diisi dengan larutan Fe3+. Setelah semua larutan siap, larutan dipindahkan kedalam kuvet hingga dibagian bawah tanda panah. Selanjutnya spektrofotometer uv-vis yang telah dinyalakan sebelumnya dikalibrasi dengan menggunakan akuades. Lalu digunakan untuk mengukur absorbansi dari masing-masing larutan, kecuali larutan Fe3+, sehingga dapat diketahui panjang gelombang maksimumnya. Setelah diperoleh panjang gelombang maksimum, kemudian diukur lagi absorbansi dari masing-masing larutan pada panjang gelombang maksimum tersebut. Dari data yang diperoleh dapat dibuat kurva, sehingga diperoleh nilai n dari kompleks.

Hasil yang diperoleh dari percobaan ini adalah panjang gelombang maksimum kompleks besi(III) salisilat adalah 530 nm. Dari hasil perhitungan menggunakan rumus n= Xmaks / (1- Xmaks) , nilai Xmaks adalah 0,4 sehingga diperoleh nilai n adalah 1. Senyawa kompleks yang diperoleh adalah [Fe(asa)]3+.

Kata kunci : senyawa kompleks, metode job, besi(III) salisilat

 

PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS

I. TUJUAN

Mempelajari penentuan komposisi larutan kompleks ion besi salisilat menggunakan metode job.

II. DASAR TEORI

Senyawa kompleks

Senyawa kompleks adalah senyawa yang terbentuk melalui ikatan koordinasi (ikatan kovalen koordinasi) antara ion/atom pusat dengan ligan (gugus pelindung). Senyawa kompleks pertama kali ditemukan oleh Tassert (1798), yaitu CoCl3.6NH3. Senyawa tersebut dianggap aneh karena terbentuk oleh 2 senyawa stabil yang masing-masing valensinya sudah jenuh. Hal ini baru bisa dipahami setelah waktu berlalu sekitar 100 tahun

Warna pada senyawa kompleks disebabkan oleh terjadinya perpindahan elektron pada orbital d, yaitu dari orbital yang tingkat energinya lebih rendah ke orbital yang tingkat energinya lebih tinggi ; misalnya dari t2g ke eg (pada kompleks oktahedral) atau dari eg ke t2g (pada kompleks tetrahedral). Perpindahan elektron tersebut dimungkinkan karena hanya memerlukan sedikit energi, yaitu bagian dari sinar tampak (pada panjang gelombang tertentu). Warna yang muncul sebagai warna senyawa kompleks tersebut adalah warna komplemen dari warna yang diserap dalam proses eksitasi tersebut

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Ion Kompleks

1. Aspek ion pusat

a. Stabilitas ion kompleks bertambah jika rapat muatan ion pusat bertambah

b Stabilitas ion kompleks bertambah dengan adanya CFSE, karena CFSE merupakan energi penstabilan tambahan yang diakibatkan oleh terjadinya splitting orbital d.

c. Ion-ion logam klas a (asam keras) yaitu yang memiliki muatan tinggi dan ukuran kecil akan membentuk kompleks ysng stabil jika ligannya berasal dari basa keras, yaitu yang elektronegatifitasya besar dan berukuran kecil

2. Aspek ligan

a. Kompleks khelat lebih stabil dibanding kompleks nonkhelat analog (yang atom donornya sama).  [Ni(en)3]3+ dengan β3 sebesar 4.1018adalahlebih stabil dibanding [Ni(NH3)6]3+ β6 sebesar 108

b. Ukuran cincin : Jika ligan tidak memiliki ikatan angkap, ikatan cincin 5 adalah yang paling stabil, tetapi jka    ligan memiliki ikatan rangkap, maka yang paling stabil adalah ikatan cincin 6.

c. Steric effect : Ligan-ligan bercabang pada umumnya kurang stabi dibanding ligan-ligan tak     bercabang yang analog.

d. Polarisabilitas : Ion-ion logam klas a (asam keras) yaitu yang memiliki muatan tinggi dan ukuran kecil akan membentuk kompleks ysng stabil jika ligannya berasal dari basa keras, yaitu yang elektronegatifitasya besar dan berukuran kecil (Cotton, 1989).

Spektrofotometer UV-VIS

Spektrofotometer adalah alat yang terdiri atas spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat untuk mengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar, 1990).

Secara skematis pola kerja spektrofotometer UV-VIS (Gambar 1) adalah sebagai berikut:

a. Sumber-sumber lampu, lampu deuterium digunakan untuk daerah UV pada panjang gelombang dari 190 – 350 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel pada panjang gelombang antara 350 – 800 nm.

b. Monokromator digunakan untuk mendipersikan sinar ke dalam komponen-komponenpanjang gelombangnya yang selanjutnya akan dipilih oleh celah.

c. Detektor berfungsi mengubah sinyal radiasi yang diterima menjadi sinyal elektronik. Prinsip spektrofotometri didasarkan adanya interaksi dari energi radiasi elektromagnetik dengan zat kimia. Dengan mengetahui interaksi yang terjadi, dikembangkan teknik-teknik analisis kimia yang memanfaatkan sifat-sifat dari interaksi tersebut

Sinar ultraviolet dan sinar tampak memberikan energi yang cukup untuk terjadinya transisi elektronik. Dengan demikian, spektra uv-visible disebut spektra elektronik. Keadaan energi yang paling rendah disebut dengan keadaan dasar (ground state). Transisi-transisi elektronik akan meningkatkan energi molekuler dari keadaan dasar ke satu atau lebih tingkat energi tereksitasi

Penentuan kadar secara spektrofotometri sinar tampak dilakukan dengan mengukur absorbansi maksimum. Apabila senyawa fisik tidak berwarna maka senyawa diubah dulu menjadi senyawa berwarna melalui reaksi kimia dan absorbansi ditentukan dalam daerah sinar tampak

Variasi kontinyu

Dari dasar percobaan adalah metode job atau metode kontinyu. Dalam metode ini dilakukan sederet pengamatan yang kuantitas molar pereaksinya berubah-ubah. Salah satu sifat fisika tertentu dipilih untuk diperiksa misalnya masa, volume, suhu dan daya serap.

Oleh karena itu kuantitas pereaksinya berlainan, perubahan harga sifat fisika dan sistem ini dapat digunakan untuk meramal stokiometri sistem. Bila digambarkan grafik aliran sifat fisika yang diamati terhadap pereaksi kuantitas pereaksinya, maka akan diperoleh suatu titik maksimum atau titik minimum yang sesuai dengan titik stokiometri sistem.yaitu yang menyatakan perbandingan pereaksi-pereaksi dalam senyawa,

Pada saat kesetimbangan nilai n = cS / cFe saat nilai absorbansinya paling tinggi.Cs adalah konsentrasi dari asam salisilat dan cFe adalah konsentrasi dari Fe(III). Metode ini menggunakan deret larutan yang memiliki konsentrasi c total sama. c = cS+cFe

Fe3+ + nS P + nH

Kn = PHnFe3+SnKarena absorbansi sebanding dengan konsentrasi kompleks, sehingga xP adalah nilai konsentrasi yang member nilai absorbansi maksimum maka :

x=1/(n+1). Dari nilai x dapat diketahui cB/cA = n (Pecsok, 1976).

III. PROSEDUR PERCOBAAN

1. ALAT DAN BAHAN

ALAT

1 set spektrofotometer uv-vis 10 buah labu ukur 10 ml 1 buah pipet ukur 10 ml pipet tetes pipet pump

BAHAN

larutan ammonium besi (III) sulfat, larutan asam salisilat, akuades.

2. CARA KERJA

Disiapkan larutan Fe3+ dan asam salisilat dalam 2.103-3 M asam klorida yang konsentrasinya masing-masing 2.10-3 M dan disiapkan 10 buah labu ukur 10 ml. selanjutnya tabung pertama diisi dengan larutan Fe3+. Kemudian dengan labu ukur yang lain dibuat larutan campuran Fe3+ dan asam salisilat sebanyak 10 ml, dengan fraksi mol asam salisilat ( X) 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9.

Dicari panjang gelombang maksimum dari setiap larutan pada panjang gelombang 470-570 nm. Kemudian diukur absorbansi dari semua larutan pada setiap panjang gelombang maksimum yang diperoleh.

Dihitung harga y pada setiap panjang gelombang untuk semua larutan tersebut. Kemudian dibuat kurva hubungan antara y dengan x untuk setiap panjang gelombang yang diberikan. Selanjutnya dari harga x yang memberikan kurva maksimum, ditentukan harga n untuk kompleks [Fe[asa)n]3+ yang ada di dalam larutan.

IV. HASIL

λ 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

470 0,132 0,303 0,418 0,444 0,413 0,352 0,273 0,175 0,082

480 0,164 0,337 0,462 0,497 0,457 0,391 0,303 0,200 0,096

490 0,179 0,372 0,501 0,543 0,499 0,425 0,327 0,217 0,108

500 0,193 0,392 0,539 0,582 0,534 0,453 0,355 0,233 0,116

510 0,204 0,410 0,563 0,610 0,558 0,474 0,365 0,246 0,123

520 0,210 0,421 0,579 0,628 0,574 0,496 0,379 0,255 0,130

530 0,222 0,436 0,589 0,632 0,584 0,502 0,386 0,256 0,131

540 0,219 0,431 0,585 0,628 0,580 0,499 0,383 0,254 0,131

550 0,216 0,422 0,569 0,614 0,567 0,485 0,372 0,251 0,125

560 0,203 0,401 0,549 0,592 0,545 0,465 0,361 0,239 0,118

570 0,194 0,384 0,562 0,562 0,518 0,345 0,345 0,278 0,115

Λ maks 530 nm

λ 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 Fe3+

530

0,224

0,439

0,602

0,640

0,558

0,506

0,392

0,264

0,135

0,001

V. PEMBAHASAN

Pada percobaan dengan judul penentuan komposisi ion kompleks ini bertujuan untuk mempelajari penentuan komposisi larutan kompleks ion besi salisilat menggunakan metode job.

Pada percobaan ini dibuat variasi larutan, labu pertama hanya diisi dengan larutan fe3+ 2.10-3 Mdan diencerkan dengan akuades hingga tanda batas pada labu ukur 10 ml. labu yang lain diisi dengan campuran larutan fe3+ dengan asam salisilat. Selanjutnya variasi larutan yang telah dibuat diukur nilai absorbansinya dengan spektrofotometer uv-vis. Pengukuran nilai absorbansi ini untuk mengetahui panjang gelombang maksimum dari masing-masing variasi larutan. Pengukuran absorbansi dilakukan dari panjang gelombang 470-570 nm dengan interval 10 nm. Cara pengukurannya adalah satu variasi diukur dari panjang gelombang 470-570 nm, baru selanjutnya untuk mengukur larutan dengna variasi yang lain.

VI. KESIMPULAN

Dari percobaan penentuan komposisi ion kompleks dapat diperoleh kesimpulan :

1. Panjang gelombang maksimum dari kompleks besi(III)salisilat adalah 530 nm.2. Nilai n dari perhitungan adalah 1, kompleks yang terbentuk adalah [Fe(asa)]3+.3. Nilai Xmax adalah pada fraksi mol 0,4

VII. DAFTAR PUSTAKA

Cotton F.A, Wilkinson G, 1989, Kimia Anorganik Dasar, UI Press, Jakarta. Hamdani,syarif dkk, 2012, Panduan Praktikum Kimia Analisis STFI, STFI,

Bandung. Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta. Nuryono,2003,Bahan Ajar Kimia Koordinasi, FMIPA UGM, Yogyakarta. Pecsok, R.L., Shields, L.D. ,Cairns, T., Mc. William, I.G., 1976, Modern

Methods ofChemicals Analysis, 2nd , John Willey and Sons Inc., New York , hal 41-42.

Rivai, Harrizul, 1995, Asas Pemeriksaan Kimia, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Roth, J.H., dan Blaschke, G., (1998). Analisis Farmasi. Penerjemah: Kisman, dkk.

Yogyakarta: UGM Press: hal. 355-357

Underwood, A.L., dan Day R. A. 2001. AnalisisKimia Kuantitatif Edisi Keenam. Erlangga. Jakarta.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

VIII. LAMPIRAN

1. PERHITUNGAN

λ 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 Fe3+

530

0,224

0,439

0,602

0,640

0,558

0,506

0,392

0,264

0,135

0,001

Y = A terukur – ( 1- X) Az dengan : Aterukur = Abs masing-masing fraksi

X = fraksi mol

Az = Abs Fe3+

1. Y = 0,224 – (1 – 0,1) 0,0012. = 0,22313. Y = 0,439 – (1 – 0,2) 0,0014. = 0,4382 5. Y = 0,062 – (1- 0,3) 0,0016. = 0,60137. Y = 0,640 – (1 – 0,4) 0,0018. = 0,63949. Y = 0,558 – (1 – 0,5) 0,00110. = 0,5875

11. Y = 0,506 – (1 – 0,6) 0,00112. = 0,505613. Y = 0,392 – (1 – 0,7) 0,00114. = 0,391715. Y = 0,264 – (1 – 0,2) 0,00116. = 0,263817. Y = 0,135 – (1 – 0,2) 0,00118. = 0,134919.20.21. Dari hasil kurva, diperoleh nilai X maks = 0,422. n = X maks / (1- X maks)23. = 0,4 / (1- 0,4 )24. = 0,4 / 0,625. = 0,66726. = 127. [Fe(asa)n]3+ [Fe(asa)]3+

28.29.30. GRAFIK31.  32. X= 0,1 -0,533.34.35. X= 0,6-0,936.37.38.39.