laporan penelitian mandiri judul pengaruh … · di dalam penulis menyusun penelitian ini, mulai...
TRANSCRIPT
LAPORAN
PENELITIAN MANDIRI
JUDUL PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL
KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN BUDAYA
ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA GURU SLTA
PERGURUAN AL-ISLAM SURAKARTA
Oleh:
Dr. Muhtadin, MA
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO BERAGAMA SEPTEMBER, 2014
LEMBAR PERSETUJUAN
LAPORAN PENELITIAN MANDIRI
Peneliti : Dr. Muhtadin, MA
Judul Penelitian : PENGARUH KOMUNIKASI
INTERPERSONAL KEPEMIMPINAN
KEPALA SEKOLAH DAN BUDAYA
ORGANISASI TERHADAP
KEPUASAN KERJA GURU SLTA
PERGURUAN AL-ISLAM
SURAKARTA
Jakarta September 2014 Mengetahui Menyetujui Dekan Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Dr. H. Hanafi Murtani, MM Drs. YS. Gunadi, M.M
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
N a m a : M u h t a d i n
Dosen Tetap : Fakultas Ilmu Komunikasi UPDM (B)
Judul Penelitian : Pengaruh Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan Kepala
Sekolah, dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja
Guru SLTA Perguruan Al-Islam Surakarta
Menyatakan bahwa:
1. Penelitian ini murni hasil karya sendiri. Apabila saya mengutip dari hasil karya
orang lain, maka saya telah mencamtumkan sumbernya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
2. Apabila dikemudian terbukti atau dapat dibuktikan bahwa penelitian ini hasil
jiplakan (plagiat), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut
sesuai dengan sanksi yang berlaku di lingkungan Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta..
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan dalam keadaan
sehat jasmani dan rohani
Jakarta, 1 September 2014
Yang membuat pernyataan
M u h t a d i n
i
MOTTO
نيا ار اآلخرة وال تنس نصيبك من الد الده وابتغ فيما آتاك للاه
ال إليك وال تبغ الفساد في األرض إنه للاه وأحسن كما أحسن للاه
يحب المفسدين
Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagian negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Q.S. 28:77
من عمل صالحا من ذكر أو أنثى وهو مؤمن فلنحيينهه حياة طيبة
ولنجزينههم أجرهم بأحسن ما كانوا يعملون
Barang siapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. Q.S.
16: 97
خرته لدنياه حتى ا ليس بخيركم من ترك دنياه ال خرته و ال
نوا ال تكوو يصيب منهما جميعا فان الدنيا بال غ الى االخرة
كال على الناس
Bukanlah merupakan orang yang terbaik di antara kamu sekalian barangsiapa
meninggalkan kehidupan (kepentingan) dunianya untuk kehidupan (kepentingan)
akhiratnya, dan tidak (pula orang yang meninggalkan) kehidupan akhiratnya untuk
kehidupan dunianya, sehingga ia memperoleh dari kedua-duanya; karena
sesungguhnya kehidupan dunia merupakan (alat untuk) sampai kepada kehidupan
akhirat; dan janganlah kamu sekalian menjadi beban tanggungan atas orang lain.
H.R. Ibnu ‘Asakir dari Anas ra.
ii
Abstrak
Pengaruh Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Budaya
Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Guru SLTA Perguruan Al-Islam Surakarta
Permasalahan yang hendak dibahas pada penelitian ini adalah: Apakah
komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala sekolah dan budaya organisasi
mempunyai pengaruh terhadap kepuasan kerja guru, baik secara parsial maupun
secara bersama-sama ?
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Pengaruh komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala sekolah terhadap
kepuasan kerja guru..
2. Pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja guru.
3. Pengaruh komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala sekolah dan budaya
organisasi secara bersama-sama terhadap kepuasan kerja guru.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan rancangan korelasional
kausal dengan teori S-O-R. Populasi penelitian adalah semua guru SLTA Perguruan
Al-Islam Surakarta. Sedangkan sampel penelitian ini adalah teknik sampel jenuh,
yaitu seluruh guru SLTA Perguruan Al-Islam Surakarta yang berjumlah 155 orang.
Data dikumpulkan dengan angket. Analisis data menggunakan analisis regresi
sederhana dan berganda dengan bantuan komputer program SPSS.
Hasil penelitian membuktikan bahwa:
1. Hasil uji t diperoleh hasil :
a. Pengaruh komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala sekolah terhadap
kepuasan kerja berpengaruh signifikan. . Hal ini ditunjukkan dengan besarnya
thitung 2,339 > ttabel 1,975.
b. Pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja berpengaruh signifikan.
Hal ini ditunjukkan dengan besarnya thitung 4,504 > ttabel 1,975.
2. Uji F
Hasil uji F menunjukkan bahwa Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan
Kepala Sekolah dan Budaya Organisasi secara simultan berpengaruh terhadap
Kepuasan Kerja Kerja. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya Fhitung sebesar
27,863. Karena nilai Fhitung > F tabel 3,06 dengan nilai signifikansi sebesar
0,000 maka secara bersama-sama variabel Komunikasi Interpersonal
Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Budaya Organisasi berpengaruh secara
simultan terhadap Kepuasan Kerja Kerja.
iii
Berdasarkan hasil penelitian direkomendasikan:
1. Ketua Yayasan Perguruan Al-Islam Surakarta perlu meningkatkan
komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala sekolah melalui diklat-diklat
kepemimpinan, karena dalam penelitian ini ditemukan bahwa variabel
Komunikasi Kepala Sekolah secara langsung berpengaruh terhadap Kepuasan
Kerja Guru yaitu sebesar 2,339
2. Kepala Sekolah perlu meningkatkan Budaya Organisasi yang sudah baik agar
situasi dan suasana kerja lebih baik juga.
3. Para peneliti berikutnya perlu mengadakan penelitian dengan pendekatan
kualitatif atau riset pengembangan sehingga dapat diungkap lebih mendalam
hal-hal yang berkaitan dengan variabel penelitian ini.
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang menciptakan manusia dan mengajarkan pandai
berbicara, Shalawat dan Salam semoga tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad
SAW, yang diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia, dan untuk
mengeluarkan manusia dari kegelapan, kekafiran, kebodohan, dan kemiskinan
menuju kepada cahaya ma’rifat, keimanan dan kepuasan, dan semoga Allah
senantiasa memberi rahmat dan salam kepada keluarganya, para shahabatnya dan
orang-orang yang menyampaikan da’wahnya sampai hari kemudian.
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini guna memenuhi kewajiban sebagai seorang dosen tetap
demi meningkatkan kualitas dosen.
Di dalam penulis menyusun penelitian ini, mulai dari persiapan-persiapan
sampai selesainya, penulis banyak sekali memperoleh bantuan dan bimbingan baik
moril maupun materiil dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan yang baik ini,
penulis menghaturkan rasa terima kasih yang tak terhingga atas budi baik dari :
1. Prof. Dr. H. Sunarto, M.Si, Rektor Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)
yang telah memberi motivasi dan bimbingan demi kesuksesan penelitian ini.
2. Dr. H. Hanafi Martani, MM, Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas
Prof. Dr. Moestopo (Beragama) yang selalu member dorongan untuk
mengadakan penelitian.
3. Bapak Ketua Yayasan Perguruan Al-Islam Surakarta yang telah memberi izin
dan membantu dalam penyelesaian penelitian ini.
4. Bapak-bapak Kepala Sekolah SLTA Perguruan Al-Islam Surakarta yang telah
memberikan bantuan yang sangat berharga dalam penulisan ini.
5. Istri tercinta, Dra. Ika Dyah Damayanti Dewi Prabandari, yang senantiasa
mendampingi dan membantu mengatasi berbagai persoalan yang muncul,
meskipun dengan segala kesibukannya dalam mengatasi rumah tangga dan
v
sebagai Psikolog di RSBD Prof. Dr. Soeharso, serta anak-anak tersayang Nur
Fadhilah Al-Karimah, S.Ps, Nur Rizqiyah Al-Karimah, dan Nur Imamah Al-
Karimah
6. Rekan-rekan dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo
(Beragama), atas bantuannya dalam penulisan ini.
7. Semua pihak yang tidak bisa saya sebut namanya, yang telah membantu,
mendorong, dan membimbing dalam penyelesaian penelitian ini.
Semoga Allah SWT, membalas seluruh jerih payah beliau-beliau atas
pengorbanannya yang semata-mata hanya mengharapkan keridhaan Allah SWT. Dan
mudah-mudahan penelitian ini bermanfaat bagi agama, bangsa dan negara. Amin
Yaa Rabba al-‘Alamin.
Jakarta, 1 Juni 2014
Muhtadin
vi
DAFTAR ISI
Surat Pernyataan ........................................................................................... i
Motto ..................................................................................................................... ii
Abstrak .......................................................................................................... iii
Kata Pengantar .............................................................................................. v
Daftar Isi ....................................................................................................... vii
Daftar Tabel .......................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .......................................................................... 8
C. Rumusan Masalah ............................................................................. 9
D. Tujuan Penelitian ............................................................................... 9
E. Manfaat Penelitian .............................................................................. 9
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN
HIPOTESIS ...................................................................................................... 11
A. Kajian Teori ................................................................................... 11
1. Kepuasan Kerja .......................................................................... 11
a. Pengertian Kepuasan kerja ..................................................... 11
b. Faktor-faktor Kepuasan Kerja .................................................. 15
c. Kepuasan Kerja dalam islam .................................................... 22
d. Teori Kepuasan Kerja ................................................................ 33
2. Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan .......................... 35
a. Definisi Koneptual Komunikasi ............................................... 36
b. Bentuk bentuk Komunikasi ...................................................... 38
c. Tujuan Komunikasi Interpersonal ............................................ 40
d. Proses Komunikasi Interpersonal .............................................. 41
vii
e. Unsur Unsur Komunikasi Interpersonal ................................... 44
f. Pengertian Kepemimpinan ....................................................... 47
g. Kepemimpinan dalam islam ...................................................... 50
h. Pendekatan Studi Kepemimpinan ............................................ 69
i. Fungsi Kepemimpinan .............................................................. 74
j. Kepemimpinan Kepala Sekolah ................................................ 80
3. Budaya Organisasi. ........................................................................ 95
a. Definisi Budaya Organisasi ...................................................... 95
b. Fungsi Budaya Organisasi ....................................................... 97
c. Pembentukan Budaya Organisasi ............................................. 99
d. Unsur-unsur Budaya Organisasi .............................................. 113
B. Penelitian Yang Relevan .................................................................... 116
C. Kerangka Berfikir ............................................................................. 118
D. Hipotesis............................................................................................. 119
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 120
A. Jenis, Metode dan Lokasi Penelitian .................................................. 120
1. Jenis Penelitian ............................................................................. 120
2. Metode dan Lokasi Penelitian ...................................................... 121
B. Populasi dan Sampel .......................................................................... 122
1. Populasi ........................................................................................ 122
2. Sampel .......................................................................................... 123
C. Variabel Penelitian ............................................................................. 125
D. Definisi Operasional ........................................................................ 126
1. Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan .................................. 127
2. Budaya Organisasi ....................................................................... 128
3. Kepuasan Kerja ............................................................................ 128
E. Instrumen Penelitian ........................................................................... 128
viii
F. Pengujian Instrumen ........................................................................... 131
G. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 133
H. Teknik Analisis Data .......................................................................... 140
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN....................... 147
A. Hasil Penelitian ................................................................................. 147
1. Deskrepsi Obyek Penelitian ........................................................... 147
2. Pengujian Instrumen Penelitian ..................................................... 150
3. Teknik Analisa data ....................................................................... 152
4. Koefisien Determinasi ................................................................... 162
B. Implikasi Manajerial .......................................................................... 162
C. Keterbatasan Penelitian ...................................................................... 164
BAB V PENUTUP..................................................................................... 165
A. Kesimpulan ....................................................................................... 165
B. Saran Saran ........................................................................................ 165
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 167
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kategori Penskoran Jawaban Angket Berdasarkan Skala likert 128
Tabel 2. Kisi-kisi Angket Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan
Kepala Sekolah (X1). 129
Tabel 3. Kisi-kisi Angket Budaya Organisasi (X2) 129
Tabel 4. Kisi-kisi Angket Kepuasan Kerja (Y). 130
Tabel 5. Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan untuk Variabel
Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1) 132
Tabel 6. Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Budaya Organisasi (X2). 134
Tabel 7. Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Kepuasan Kerja (Y2). 136
Tabel 8. Hasil Uji Reliabilitas 139
Tabel 9. Hasil Uji Reliabilitas. 151
Tabel 10. Hasil Uji Normalitas. 153
Tabel 11. Hasil Uji Homoginitas Dengan Anova. 154
Tabel 12. Linieritas Kepuasan Kerja dengan Komunikasi Interpersonal
Kepala Sekolah 154
Tabel 13. Linieritas Kepuasan dengan Budaya Organisasi 155
Tabel 14. Uji Keberartian 156
Tabel 15. Uji Multikolinieritas 157
Tabel 16. Uji Autokorelasi 158
Tabel 17. Hasil Uji Hereroskedastisittas 158
Tabel 18. Hasil Regresi 159
Tabel 19. Hasil Uji –t 160
Tabel 20. Hasil Uji -F 161
Tabel 21. Hasil Uji Determinasi 162
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan akhir dari seorang pekerja terhadap pekerjaannya adalah tercapainya
kepuasan kerja. Guru, sebagai pekerja yang profesional idealnya selalu berupaya
untuk meningkatkan kinerjanya secara optimal, sehingga dapat mencapai
kepuasan atas pekerjaannya. Usaha-usaha tersebut dapat dilakukan antara lain
mengikuti penataran, pelatihan maupun memperoleh kesempatan untuk belajar
lagi. Disamping itu perlu juga memperhatikan guru dari segi yang lain seperti
peningkatan disiplin, pemberian motivasi, pemberian bimbingan melalui
supervisi, pemberian insentif, gaji yang layak dengan keprofesionalannya,
sehingga memungkinkan guru menjadi puas dalam bekerja.
Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor penting untuk mendapatkan
hasil kerja yang optimal. Menurut Siagian,1 kepuasan kerja dapat memacu
prestasi kerja (kinerja) yang lebih baik. Oleh karena itu ketika seseorang
merasakan kepuasan dalam bekerja tentunya ia akan berupaya semaksimal
mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan
tugas pekerjaannya. Dengan demikian produktivitas dan hasil kerja pegawai
akan meningkat secara optimal. Oleh karena itu seyogyanya kepala sekolah
berusaha untuk memahami para guru dan mengupayakan agar guru memperoleh
kepuasan dalam menjalankan tugasnya. Perilaku kepemimpinan kepala sekolah
berdampak pada kepuasan kerja guru di sekolah.
Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi antara dua orang atau
lebih dalam sebuah organisasi dan terjadi umpan balik secara langsung dari
pihak penerima pesan (komunikan) kepada komunikator. Organisasi sekolah
merupakan organisasi jasa pendidikan yang memiliki sejumlah individu
berdasarkan tingkat manajerial, dari mulai kepala sekolah, wakil kepala sekolah,
1 Sondang P. Siagian,3, Teori dan Praktek Kepemimpinan, Jakarta, Rineka Cipta 2003,
hal. 297
1
guru, staf administrasi serta siswa. Untuk mencapai tujuannya mutlak
memerlukan komunikasi antar pribadi (interpersonal), karena organisasi sekolah
relative kecil maka dalam proses komunikasi kepala sekolah memerlukan umpan
balik yang langsung melalui komunikasi interpersonal untuk melaksanakan
fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakan maupun
pengendalian.
Keberhasilan pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh keberhasilan
kepala sekolah dalam mengelola tenaga kependidikan yang tersedia di sekolah.
Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang berpengaruh
dalam meningkatkan kinerja guru. Kepala sekolah bertanggung jawab atas
penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga
kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan
prasarana.2 Hal tersebut menjadi lebih penting sejalan dengan semakin
kompleksnya tuntutan tugas kepala sekolah, yang menghendaki dukungan
kinerja yang semakin efektif dan efisien.
Kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi harus dapat mengupayakan
peningkatan kinerja guru melalui program pembinaan kemampuan tenaga
kependidikan. Oleh karena itu kepala sekolah harus mempunyai kepribadian atau
sifat-sifat dan kemampuan serta ketrampilan-ketrampilan untuk memimpin
sebuah lembaga pendidikan. Dalam fungsinya sebagai seorang pemimpin, kepala
sekolah harus dapat memperhatikan kebutuhan dan perasaan orang-orang yang
bekerja sehingga kinerja guru selalu terjaga.
Kepemimpinan kepala sekolah sebaiknya menghindari terciptanya pola
hubungan dengan guru yang hanya mengandalkan kekuasaan, dan sebaliknya
perlu mengedepankan kerja sama fungsional. Ia juga harus menghindarkan diri
dari one man show, sebaliknya harus menekankan pada kerja sama kesejawatan,
menghindari terciptanya suasana kerja yang serba menakutkan, dan sebaliknya
perlu menciptakan keadaan yang membuat semua guru percaya diri.
2 Mulyasa, E,, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung, Remaja Rosda Karya, 2004,
hal. 25
2
Kepemimpinan kepala sekolah yang terlalu berorientasi pada tugas
pengadaan sarana dan prasarana dan kurang memperhatikan guru dalam
melakukan tindakan, dapat menyebabakan guru sering melalaikan tugas sebagai
pengajar dan pembentuk nilai moral. Hal tersebut dapat menumbuhkan sikap
yang negatif dari seorang guru terhadap pekerjaannya di sekolah, sehingga pada
akhirnya berimplikasi terhadap keberhasilan prestasi siswa di sekolah. Kepala
sekolah juga dituntut untuk mengamalkan fungsi-fungsi manajemen yaitu
planning, organizing, actuating and controlling, sebab ini akan memberikan
berjalan secara sinergis dengan peran kepala sekolah sebagai edukator, manager,
administrator, supervisor, leader, innovator dan motivator.
Mengingat tanggung jawab dan peran kepala sekolah dalam memajukan
sekolah, maka kriteria menjadi kepala sekolah diatur dalam PP Nomor 19/2005
tentang Standar Nasional Pendidikan pada Pasal 38 ayat (3) bahwa untuk
menjadi kepala sekolah harus :
1) Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran.
2) Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya lima tahun, dan
3) Memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan di bidang
pendidikan.
Kepala sekolah sebagai agen pembelajaran, perlu memiliki kompetensi:
kepribadian, supervisi, manajerial, kewirausahaan, dan sosial (Pemendiknas
Nomor 13/2007). Penguasaan terhadap kompetensi-kompotensi tersebut
diharapkan dapat mendukung tugas pokok yang dibebankan kepada kepala
sekolah termasuk dalam menjalankan peran sebagai administrator dan
supervisor.3
Kepala sekolah sebagai penanggung jawab utama pada satuan pendidikan
persekolahan diharapkan dapat bekerja secara maksimal sehingga kepala sekolah
dapat membina para guru untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dengan
mendayagunakan seluruh sumber daya sekolah. Suryadi dan Tilaar, menegaskan
3 Mulyasa, E., hal. 27
3
bahwa kualitas kepala sekolah (pengalaman kerja, pendidikan, kemampuan
professional) memberikan pengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa.4
Tujuan pendidikan di sekolah dapat dicapai apabila kepala sekolah mampu
menciptakan suasana yang mendukung peningkatan kualitas pendidikan,
sebagaimana dikemukakan oleh Zamroni,5 bahwa kultur sekolah diyakini oleh
kepala sekolah, guru-guru, dan staf administrasi maupun siswa sebagai dasar
dalam memahami dan memecahkan berbagai persoalan yang muncul di sekolah.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa beberapa studi menyimpulkan kultur sekolah yang
"sehat" memiliki korelasi yang tinggi terhadap :
1) Prestasi dan motivasi siswa untuk berprestasi,
2) Sikap dan motivasi kerja guru, dan
3) Produktivitas dan kepuasan kerja guru.
Kesimpulan hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa, faktor penentu
kualitas pendidikan tidak hanya dari segi fisik, seperti keberadaan guru yang
berkualitas, kelengkapan peralatan laboratiom dan buku perpustakaan, tetapi
juga dalam ujud non fisik (intangible), yakni budaya sekolah.
Kepala sekolah sebagai pimpinan dan pengelola sumber daya sekolah, harus
mampu mengelola budaya organisasi sekolahnya baik dalam segi SDM maupun
potensi-potensi sekolah lainnya. Kepala sekolah dituntut untuk mampu
beradaptasi dengan keadaan di sekolahnya, serta dapat menjabarkan kondisi
sekolahnya ke dalam visi, misi dan aksi dengan tujuan agar mampu mencapai
target kurikulum di sekolahnya. Sekolah, sebagai organisasi pendidikan
memerlukan pemimpin yang menaruh perhatian terhadap aspek kepuasan kerja
guru. Karena mempunyai mata rantai dengan sumber daya manusia yaitu guru
dan tenaga pendidikan lainnya, dan keberlangsungan hidup organisasi sekolah.
Kepuasan kerja guru yang tinggi sangat mempengaruhi budaya organisasi dan
memberikan keuntungan nyata tidak saja bagi guru, kepala sekolah, tapi juga
pimpinan sekolah. Guru yang memiliki kepuasan kerja tinggi akan bekerja
4 Suryadi, A.& Tilaar, H.A.R, Analisis Kebijakan Pendidikan: Suatu pengantar,
Bandung, Remaja Rosdakarya,2004 hal. 126 5 Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, Jakarta, Bigraf Publishing, 2003, hal.
149
4
dengan semangat sehingga memberikan peluang untuk mencapai hasil kerja
yang tinggi . Pengaruh budaya organisasi dalam mendorong kepuasan kerja guru
terasa sangat penting, karena guru akan konsisten menyelesaikan pekerjaannya.
Salah satu teori tentang kepuasan kerja kaitannya dengan budaya organisasi
dikemukakan oleh Malayu S.P. Hasibuan,6 bahwa kepuasan kerja harus
diciptakan sebaik-baiknya supaya moral kerja, dedikasi, kecintaan, dan
kedisiplinan karyawan meningkat. Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang
menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral
kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja, Kepuasan kerja dinikmati dalam
pekerjaan, di luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan.
Dari gambaran di atas, diketahui bahwa terdapat faktor-faktor penentu
meningkatnya kepuasan kerja guru di sekolah, diantaranya gaya kepemimpinan
kepala sekolah dan budaya organisasi. Budaya organisasi di sekolah
menggambarkan suasana dan hubungan kerja antara sesama guru, antara guru
dengan kepala sekolah, antara guru dengan tenaga kependidikan lainnya, serta
antara dinas di lingkungannya. Hubungan yang kondusif ini sangat dibutuhkan
guru untuk dapat melaksanakan pekerjaannya dengan lebih efektif. Budaya
organisasi sekolah merupakan keyakinan, sikap, dan nilai yang dimilki sehingga
menjadi identitas organisasi sekolah. Budaya organisasi dapat dibentuk,
diciptakan, dan direkayasa agar sinergis dengan cita-cita organisasi. Oleh
karenanya, tugas pimpinan sekolah adalah membangun budaya organisasi agar
sejalan dengan visi dan misi sekolah. Jika hal itu berjalan dengan efektif,
diharapkan guru-guru di sekolah dapat bekerja dengan nyaman, aman, dan
memiliki kepuasan kerja tinggi yang ditunjukkan guru yang bekerja dengan rela,
senang hati, memiliki komitmen kerja dan loyalitas yang kerja tinggi.
Kepuasan kerja juga dapat dipengaruhi oleh sistem pemberian kompensasi
atau gaji. Hal ini sebagai mana yang dikemukakan oleh Handoko,7 bahwa
6 H. Malayu S.P. Hasubuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi, Jakarta,
Bumi Aksara, 2008, hal, 202 7
Handoko, T. Hani,, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, BPEE
Yogyakarta,2008, hal. 5
5
kepuasan kerja berkaitan erat dengan sistem pemberian kompensasi yang
diterapkan oleh lembaga/organisasi tempat mereka bekerja. Pemberian
kompensasi yang tidak tepat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja
seseorang.
Menurut Hanafi, ada banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan
kerja. Berdasarkan penelitiannya faktor gaji menjadi faktor utama, sebab gaji
merupakan output atau hasil dari sebuah proses kerja. Kesesuaian antara
besarnya tanggung jawab dan besarnya gaji ini menjadi bahan pertimbangan
bagi karyawan untuk menerima atau menolak sebuah pekerjaan. Faktor kedua
adalah perilaku pemimpin, di mana perilaku pemimpin memiliki dampak yang
signifikan terhadap sikap karyawan, perilaku dan kedisiplinan karyawan. Faktor
lain yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja adalah lingkungan kerja.
Hubungan kerja yang erat dan saling membantu antara sesama pegawai, antara
bawahan dengan atasan akan mempunyai pengaruh yang baik pula terhadap
tingkat kepuasan kerja pegawai.8
Perguruan Al-Islam dibentuk pada tahun 1927 di Surakarta oleh
sekelompok ulama muda alumni Pondok Pesantren Jamsaren Surakarta. Mereka
berjumlah sekitar sepuluh orang, yaitu: K.H. Imam Ghozali, K.H. Abdul Manaf,
K.H. Mufti, K.H. Abdul Rozak, K.H. Jamaluddin, K.H. Hamid, dan K.H.
As’ad.9
Organisasi ini merupakan perkembangan dari perkumpulan dari
sebelumnya, yaitu Jami’at Al-Auliya (persekutuan para wali/ulama).
Persekutuan ini dibentuk bertujuan untuk mengkordinasikan peranan para ulama
di daerah Surakarta dalam rangka membina kesatuan ummat Islam di daerah
setempat. Secara berkala mereka mengadakan pertemuan untuk mendiskusikan
berbagai masalah keagamaan dan kemasyarakatan yang dihadapi oleh umat
islam pada masa itu.
8 Hanafi, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai di Lingkungan Pemkab
Banyumas. (http/Pasca-unsoed.or.id/adm/data/Smart%20edisi%202%20Srieyono.pdf. Akses 21
Nopember 2010 9 Syarifah Muchtarom dkk, 1985, Laporan Pengurus Perguruan Al-Islam Surakarta, Al-Amin
Surakarta,, hal. 5
6
Pertukaran pemikiran ini menghasilkan suatu kesatuan pandangan dalam
masalah utama yang dihadapi oleh umat Islam pada waktu itu adalah masalah
berkeping-kepingnya umat Islam menjadi berbagai macam golongan, karena
umat Islam belum mengikuti tuntunan yang diberikan oleh Nabi Muhammad
saw. Mereka berpendapat bahwa jalan keluarnya adalah kembali pada ajaran-
ajaran Al-Qur’an dan al-Hadits serta Ijma’ al-Shahaby.
Mereka tidak bersepakat dengan pencapaian pendapat saja, melainkan
mereka bersepakat untuk mendirikan suatu organisasi. Maka pada bulan
Ramadhan 1346 H. atau 1927 M, mereka berkumpul di rumah K.H. Imam
Ghozali untuk meresmikan berdirinya suatu organisasi yang bertujuan
mewujudkan ide tersebut di atas, dengan diberi nama “Al-Islam”.
Para fungsionaris pengurus Al-Islam periode pertama terdiri dari tokoh-
tokoh pendiri yang dipimpin oleh K.H. Imam Ghozali. Pengurus pertama
menjalankan tugasnya sampai pada tahun 1933, dan pada waktu itu diadakan
konggres pertama di Surakarta. Pada konggres ini ditetapkan anggaran dasar
atau Qanun Al-Islam dan dipilih pengurus baru yakni Pengurus Besar yang
dipimpin oleh K.H. Imam Ghozali dan sebagai sekretarisnya adalah K.H. Abdus
Shamad dan K.H. Mufti.
Dengan perjuangan para perintis Al-Islam dalam mengelola pendidikan,
maka perguruan ini senantiasa hadir di tengah-tengah masyarakat. Dawam
Raharja menyebutkan bahwa perguruan ini dalam mengelola pendidikan SMA
Al-Islam I Surakarta bisa mencapai prestasi yang memuaskan, sehingga menjadi
sekolah swasta terbaik di kota Surakarta, bahkan kedudukannya sama dengan
Al-Azhar Jakarta, meskipun sekolah ini tidak membina sekolah yang elit dan
mahal 10
. Sekolah SMA Al-Islam I Surakarta ini sejak tahun 1985 mendapat
staus "DISAMAKAN" dengan sekolah negeri sampai tahun 2007, dan sejak
tahun 2007 sampai sekarang mendapat status terakreditasi "A".
Pada tahun 1989 Perguruan Al-Islam telah memiliki empat unit Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) di daerah Surakarta, yaitu SMA Al-Islam I yang
10
Syarifah Muchtarom dkk, Laporan Pengurus Perguruan Al-Islam Surakarta, Al-Amin Surakarta, 1985, hal. 10
7
bertempat di Jalan Honggowongso, SMA Al-Islam II yang bertempat di
Laweyan. Kemudian SMA Al-Islam II tersebut pada tahun atas musyuwarah
para pengurus Perguruan Al-Islam dirubah menjadi SMK Al-Islam, SMA Al-
Islam III, yang bertempat di Semanggi, dan Madrasah Aliyah di jalan Veteran
(Pondok Pesantren Jamsaren).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin meneliti tentang
"Pengaruh Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan Kepala Sekolah Dan
Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Guru SLTA Perguruan Al-Islam
Surakarta"
B. Identifikasi Masalah
Penulis mencoba untuk mengkaji dan menggali Pengaruh Komunikasi
Interpersonal Kepemimpinan Kepala Sekolah Dan Budaya Organisasi Terhadap
Kepuasan Kerja Guru SLTA Perguruan Al-Islam Surakarta. Identifikasi
berdasarkan latar belakang masalah di atas bahwa ketidak kepuasan kerja guru
disebabkan oleh :
1. Adanya kecenderungan melemahnya produktivitas guru. Berdasarkan
fenomena di lapangan terdapat banyak guru yang sering membolos mengajar,
guru masuk kelas tidak tepat waktu, guru mengajar tanpa mempersiapkan diri
dengan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaraan (RPP), guru tidak
memiliki data tentang ketidak hadiran siswa, dan sebagainya merupakan
indikasi bahwa produktivitas menurun.
2. Adanya pelaksanaan kepemimpinan yang dilakukan oleh kepala sekolah
belum dilaksanakan dengan sebaik-baiknya kepada guru. Beberapa rekan
penulis yang menjabat sebagai guru mengaku kurang serius dalam
melaksanakan fungsinya sebagai pendidik.
3. Budaya organisasi yang kurang nyaman mengakibatkan rendahnya
produktivitas kerja, yang pada akhirnya menimbulkan penurunan kepuasan
kerja.
8
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah ada pengaruh komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala
sekolah terhadap kepuasan kerja guru SLTA Perguruan Al-Islam Surakarta?
2. Apakah ada Pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja guru SLTA
Perguruan Al-Islam Surakarta ?
3. Apakah ada pengaruh komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala
sekolah dan budaya organisasi secara bersama-sama terhadap kepuasan kerja
guru SLTA Perguruan Al-Islam Surakarta ?
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui/membuktikan :
1. Pengaruh komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala sekolah terhadap
kepuasan kerja guru SLTA Perguruan Al-Islam Surakarta
2. Pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja guru SLTA Perguruan
Al-Islam Surakarta
3. Pengaruh komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala sekolah dan
budaya organisasi secara bersama-sama terhadap kepuasan kerja guru SLTA
Perguruan Al-Islam Surakarta ?
E. Manfaat Penelitian.
Hasil penelitian ini diharapkan berguna, baik secara teoritis maupun praktis.
1. Kegunaan Teoritis
Secara teoritik, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
bagi sebuah kontruksi teoritik tentang kepuasan kerja guru dan variabel-
variabel yang mempengaruhinya, sehingga dapat digunakan sebagai bahan
rujukan setelah diketahui besarnya pengaruh komunikasi interpersonal
kepemimpinan kepala sekolah dan budaya organisasi terhadap kepuasan kerja
guru.
2. Kegunaan Praktis
9
a. Hasil penelitian ini berguna bagi kepala sekolah, dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan terutama kualitas guru melalui komunikasi
interpersonal kepemimpinan kepala sekolah dan budaya organisasi.
b. Kegunaan lain adalah bagi guru yang bersangkutan, hasil penelitian ini
diharapkan guru dapat meningkatkan kualitas pengajaran sebagai tenaga
pengajar yang professional.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada dinas
pendidikan dalam rangka meningkatkan profesionalitas guru. Dalam hal
ini faktor kepuasan kerja guru akan memacu guru untuk semangat bekerja,
memacu peningkatan kinerja, memacu kualitas kerja dan produktivitas
kerja guru.
10
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS
Pada bab ini penulis akan membahas teori yang dapat dijadikan landasan
berpikir untuk merumuskan hipotesis yang meliputi : Kepuasan kerja, komunikasi
interpersonal kepemimpinan kepala sekolah dan budaya organisasi.
A. Kajian Teori
1. Kepuasan Kerja
a. Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja diartikan sebagai suatu refleksi atau pencerminan dari
seberapa jauh seseorang merasa tertarik dan terdorong pada suatu pekerjaan,
sehingga situasi dan keadaan pekerjaan tersebut mempunyai nialai tertentu
bagi dirinya. Kepuasan kerja itu sendiri terdiri dari perasaan dan tingkah laku
yang dimiliki seseorang tentang pekerjaannnya. Semua aspek-aspek penting
pekerjaan, baik dan buruk, positif dan negatif, memberikan kontribusi
terhadap perkembangan persaan-perasaan kepuasan atau ketidak puasan.
Hal ini disebabkan adanya perbedaan dari masing-masing individu.
Semakin banyak aspek dalam pekerjaan sesuai dengan keinginan individu
tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan dan begitu
pula sebaliknya. Biasanya seseorang akan merasa puas atas kerja yang telah
atau sedang dilakukan, apabila apa yang dikerjakan itu dianggapnya telah
memenuhi harapannya, sesuai dengan tujuan seseorang tersebut bekerja.
Apabila seseorang mendambakan sesuatu itu berarti seseorang tersebut
memiliki satu harapan dan dengan demikian ia termotivasi untuk melakukan
tindakan ke arah pencapaian harapan tersebut, maka seseorang tersebut akan
merasa puas. Istilah kepuasan kerja mempunyai berbagai pengertian
tergantung kepada penggunaannya. Menurut Robert Kreitner dan Angelo
Kinicki : "Job satistfaction is an effective or emotional response toword
various facets of one's job, this definition implies job satisfaction is not a
11
unitary concept".11
Kepuasan kerja merupakan respon yang efektif atau
emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan seseorang. Mereka akan merasa
puas dengan adanya kesesuaian dengan aspek pekerjaan yang mereka alami.
Atau dengan kata lain perasaan seseorang terhadap pekerjaannya yang
didasarkan pada penilaian aspek yang berada dalam pekerjaan dan
menggambarkan pengalaman menyenagkan dan tidak menyenangkan yang
diharapkan pada masa mendatang.
Colcuitt menyatakan bahwa " Job satisfaction defined as a
pleasurable emotional state resulting from the appraisal of one's job
experiences".12
Kepuasam kerja diartikan sebagai keadaan emosional yang
menyenangkan yang dihasilkan dari penilaian salah satu pekerjaan atau
pengalaman kerja . Penilaian salah satu pekerjaan merupakan tujuan yang
ingin dicapai dalam melakukan tugas pekerjaan, seberapa jauh pekerjaannya
secara keseluruhan menyenangkan kebutuhan mereka.
Dua pendapat tersebut menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah
suatu respon atau keadaan emosional dari pengalaman kerja seseorang.
Keadaan emosional senang atau tidak senang terhadap suatu pekerjaan,
ketidakpuasan kerja akan muncul saat harapan-harapan ini tidak dipenuhi.
Sebagai contoh, jika seseorang mengharapkan kondisi kerja yang aman dan
bersih, maka seseorang mungkin bisa menjadi tidak puas jika tempat kerja
tidak aman dan kotor. Sedangkan menurut Stephen P. Robins menyatakan
sebagai berikut: "Job satisfaction describes a positive feeling about a job,
resulting from an evaluation of its characteristics. A person with a high level
of job satisfaction holds positive feelings about his or her job, while a
dissatisfied person holds negative feelings".13
Kepuasan kerja merujuk pada
perasaan umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Seorang dengan
tingkat kepuasan kerja tinggi mrnunjukkan sikap yang positif terhadap
11
Robert Kreitner and Angelo Kincki, Organization Behavior, (Mc Graw Hill
International Edition), 2019, hal. 170 12
Colcuitt, Le Pine, Wesson, Organizational Behavior, New York: Mc Graw-Hill
International,2009, hal. 104 13
Stephen P. Robbins, Organizational Behavior, New Jersey: Pearson Prentice
Hall, 2009, hal. 113. 12
pekerjaan itu, seseorang yang tak puas dengan pekerjaannya menunjukkan
sikap negatif terhadap pekerjaan itu.
Selain itu kepuasan kerja merupakan perasaan menyenangkan yang
timbul dari pandangan seseorang terhadap tugas yang dilaksanakannya,
sebagaimana Raymond A. Noe menyatakan: "Job satisfaction a pleasant
feeling resulting from the perceptions that one's job fulfils or allows for the
fulfillment of one's important job values".14
Berdasarkan pengertian di atas kepuasan kerja memiliki tingkat
kepuasan kerja yang berbeda-beda, sesuai dengan sistem nilai yang ada pada
dirinya. Perbedaan itu ditentukan oleh kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan
dan nilai-nilai yang dianut individu dalam kaitannya dengan pengalaman dan
hasil yang diperoleh dalam pekerjaan. Menurut Raymond A.Noe kepuasan
kerja yang menyatakan secara individual meskipun bekerja pada tipe
pekerjaan yang sama, dapat mempunyai tingkat kepuasan atau ketidak puasan
yang berbeda.
Beberapa hal yang timbul dari ketidak puasan terhadap pekerjaan
menurut Steven L. MC Shane, antara lain :
(1) Exit (keluar) Seorang yang merasa puas atas pekerjaannya akan
bertahan lama dalam perusahaan, sedangkan seorang yang tidak puas
akan meninggalkan perusahaan tempat kerjanya dan mencari
pekerjaan di tempat lain.
(2) Voice (aspirasi). Secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki
kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah
dengan atasan dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja.
(3) Loyalty (kesetian). Secara pasif tetapi optimis menunggu
membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika
berhadapan dengan kecaman eksternal dan mempercayai organisasi
dan manajemen untuk melakukan yang benar.
14
Raymond A. Noe, John R. Hollenbeck, Barry Gerhart, and Patrick M, Wright,
Human Resource Management, New York: Mc Graw-Hill, 2007, hal. 341
13
(4) Neglect (pengabdian). Seseorang tidak masuk kerja memiliki berbagai
alasan, misalkan : sakit, izin cuti dan lain-lainnya. Seseorang yang
tidak puas akan lebih memanfaatkan kesempatan untuk tidak masuk
kerja. Banyak sedikitnya seseorang yang tidak masuk kerja
memberikan gambaran tentang kepuasan kerja dan untuk meneliti
sebab-sebab tidak hadirnya karyawan dapat dengan mengadakan
pengamatan secara langsung maupun tidak langsung kemudian
menentukan langkah selanjutnya.15
Apabila seseorang menunjukkan ketidakpuasan dalam bekerja karena
dihadapkan dengan suatu ketimpangan antar harapan dan kenyataan, maka
ketelitian kerja dan rasa tanggung jawab terhadap hasil kerjanya cenderung
menurun. Salah satu contoh indikator ketidakpuasan yang terlihat adalah
sering terjadi kesalahan dalam melakukan pekerjaan. Hal ini sebagaimana
dinyatakan oleh Robert N. Lussiers:
"Job satisfaction is a set af attitudes toward work. Job satisfaction is what
most employees want from their jobs, even more than they want job security
or higher pay. Job satisfaction affects absenteeism and turnover, which affect
performance. Employees who are more satisfied with their jobs are absent
less, and they are more likely to stay on the job. But there are other facts too.
Low job satisfaction often contributes to wildcat strikes, work slowdowns,
poor product quality, employee theft, and sabotage".16
Kepuasan kerja merupakan serangkaian perilaku/sikap seseorang
terhadap pekerjaan yang mereka lakukan. Kepuasan suatu pekerja tersebut
didasari bagaiman seseorang dalam menjalankan pekerjaannya menginginkan
keamanan, dan kompensasi/penggajian yang baik terhadap pekerjaan yang
mereka lakukan. Apabila kepuasan kerja mereka tidak terpenuhi maka akan
berdampak kepuasan kerja mereka rendah, yang berakibat pembolosan,
menurunnya kerja, dan sebagainya. Sedangkan Jhon Newstrom menyatakan
bahwa: "Job satisfaction is a set of favorable or unfavorable feelings and
emotions with which employees view their work. Job satisfaction is an
15
Steven L. Mc Shane, Organizational Behavior, hal. 109 16
Robert N. Lussier, Human Relation in Organization, New York, Mc Graw-Hill,
2001, hal. 79
14
effective attitude feelings of relative like or dislike toward something".17
Perasaan puas dapat berubah sesuai dengan kondisi yang dialami individu
baik menguntungkan maupun tidak menguntungkan. Kepuasan kerja secara
khusus mengacu pada sikap suka atau tidak suka seseorang terhadap sesuatu,
misalnya karena kenaikan pangkat atau gaji yang diperoleh.
Kepuasan kerja dapat pula menggambarkan sikap secara keseluruhan
atau mengacu kepada bagian dari pekerjaan seseorang. Mungkin mereka puas
dengan penghasilan yang diperolehnya, tetapi tidak puas dengan kondisi kerja
yang dihadapinya.
Dari pendapat yang dikemukakan oleh para ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu tingkat dimana
seseorang merasa positif atau negatif tentang berbagai segi dari pekerjaan,
tempat kerja, dan hubungannya dengan teman kerja. Perasaan senang atau
tidak senang pekerja terhadap pekerjaan terbentuk bila ada kesesuaian antara
karakteristik pekerjaan dengan keinginannya.
Kepuasan kerja merupakan refleksi perasaan yang timbul setelah
melakukan evaluasi terhadap lingkungan pekerjaannya. Seseorang yang
merasa puas dengan pekerjaannya akan memiliki sikap yang positif dengan
pekerjaan sehingga akan memacu untuk melakukan pekerjaandengan sebaik-
baiknya, sebaliknya adanya kemangkiran, hasil kerja yang buruk, mengajar
kurang bergairah, merupakan akibat dari ketidakpuasan kerja. Seseorang akan
merasa puas bekerja jika memiliki persepsi selisih antara kondisi yang
diinginkan dan kekurangan dapat dipenuhi sesuai kondisi actual (kenyataan),
seseorang akan puas jika imbalan yang diterima seimbang dengan tenaga dan
ongkos individu yang telah dikeluarkan, dan seseorang akan puas jika
terdapat faktor yang pencetus kepuasan kerja (satisfier) lebih dominan dari
pada factor pencetus ketidak puasan kerja (disastifer).
b. Faktor-faktor Penyebab Kepuasan Kerja
17
John W. New strom and Keith Davis, Organizational Behavior: Human
Behavior at Work, New York< Mc Graw, Inc,2011, hal. 220
15
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut John
Newstrom dan Davis,18
menyatakan bahwa faktor yang berkaitan dengan
kepuasan kerja dibagi menjadi dua bagian, yaitu kepuasan kerja yang
berhubungan dengan isi pekerjaan (job content), dan konteks pekerjaan (job
context) yang meliputi pengawasan, rekan kerja, dan organisasi. Kepuasan
kerja setiap individu dan kelompok tidaklah sama karena berhubungan
dengan sejumlah variabel seperti ukuran organisasi, tingkat pekerjaan, dan
usia.
Ukuran organisasi dapat berkaitan dengan kepuasan kerja. Semakin
kecil ukuran organisasi, semakin tinggi kepuasan kerja seseorang. Hal ini
sangat berkaitan dengan koordinasi dan partisipasi pegawai di mana semakin
besar ukuran organisasi, semakin kompleks penerapan ketiga hal tersebut.
Pegawai dengan jabatan yang lebih tinggi cenderung lebih puas dengan
pekerjaannya dari pada pegawai yang menduduki jabatan yang lebih rendah.
Biasanya pegawai dengan jabatan yang lebih baik, serta mempunyai
kemungkinan untuk menggunakan kemampuan dan keahlian secara lebih
baik, kesempatan untuk mengembangkan kreatifitas selalu ada.
Usia yang lebih tua umumnya memandang pekerjaan lebih realistis
dibanding yang lebih muda, oleh karena itu mereka tingkat
kepuasannyaterhadap pekerjaan cenderung lebih tinggi. Serseorang dengan
usia yang lebih muda selalu menaruh harapan besar terhadap suatu pekerjaan,
sehingga mempunyai tingkat kepuasan ideal yang sulit dicapai.
Di dunia pendidikan bisa terjadi guru-guru yang sudah tua cenderung
lebih puas dalam bekerja dibanding dengan guru-guru yang masih muda,
karena harapannya tidak sama tingginya dengan guru-guru yang muda. Guru-
guru yang memperoleh jabatan tambahan, tugas tambahan di sekolah akan
lebih puas dalam bekerja dibanding dengan guru-guru yang hanya mengajar
saja tanpa tambahan tugas/jabatan lain. Hal ini dikarenakan guru yang
memperoleh jabatan/tugas tambahan tentu lebih banyak tunjangannya,
18
John W. Newstorm and Keith Davis Organizatonal Behavior, New York, 2011,
hal. 221
16
disamping dia dihargai dan diperlukan dalam organisasi/sekolah. Selanjutnya
sekolah-sekolah besar dengan jumlah guru yang banyak akan membuat
kepuasan kerja guru menjadi kurang, sebab semakin besar organisasi,
semakin banyak guru akan semakin rumit pula mengelola organisasi tersebut.
Menurut Muhammad,19
ada dua hal yang mungkin menyebabkan orang
tidak puas dengan pekerjaannya, yaitu pertama, apabila orang tersebut tidak
mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaannya.
Kedua, apbila hubungan sesama teman sekerja kurang baik. Atau dengan kata
lain ketidakpuasan kerja ini berhubungan dengan masalah komunikasi.
Siagian menyatakan bahwa, kepuasan kerja karyawan dipengaruhi faktor-
faktor "sifat pekerjaan, otonomi bertindak, terdapat variasi, adanya umpan
balik terhadap pekerjaan yang dilakukan, penerimaan kelompok, dan
lingkungan kerja".20
John R. Schermerhorn, Jr,21
mengatakan bahwa The five facets of job
satisfaction measured by the JDI are :
1) The work itself (responsibility, interest, and growth),
2) Quality of supervision (technical help and social support),
3) Relationships with co-workers (social harmony and respect),
4) Promotion opportunities (chances for further advancement),
5) Pay-adequacy of pay and perceived equity vis-à-vis other
Lima faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja, yaitu :
1) Pekerjaan itu sendiri (tanggung jawab, ketertarikan, pertumbuhan).
2) Kualitas dari pengawasan (dukungan social)
3) Hubungan dengan rekan kerja (saling menghormati)
4) Peluang promosi (kesempatan berkembang
5) Upah (terpenuhinya upah).
19
Muhammad, Arni, Komunikasi Organisasi, Jakarta, Bumi Aksara, hal. 79 20
Siagian, Sondang P, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, Bumi
Aksara, 2008, hal. 295 21
John. R. Schemerhorn, James G. Hunt, and Ricard N. Osborn, Organization
Behaviors, john Willey & Sons, 2005, hal. 143.
17
Robert N. Lussier,22
berpendapat bahwa faktor yang berpengaruh
terhadap kepuasan kerja adalah:
1) The work it self (pekerjaan itu sendiri) yaitu apakah pekerjaan
tersebut membuat seseorang tertarik untuk melakukannya.
2) Pay (upah) yaitu sistem penggajian, tingkat keadilan pembayaran
finansial.
3) Growth and upward mobility (senioritas/jenjang karir)
4) Supervision (pengawasan) yaitu bantuan teknis yang mungkin
didapatkan dari atasan dalam menghadapi pekerjaan tertentu.
5) Coworkers (rekan kerja), yaitu interaksi dan kerjasama dengan rekan
sekerja di dalam kelompok kerja, dan antar kelompok kerja.
Michael,23
berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja adalah faktor internal, eksternal, dan individu.
1). Faktor internal adalah:
a) The work (pekerjaan) menunjukkan bahwa efektivitas pekerjaan
seseorang di sebuah perusahaan.
b) Job variety (variasi pekerjaan) merujuk pada ketrampilan dan
pengetahuan yang dibutuhkan, di mana masing-masing pekerjaan
memerlukan suatu aktivitas yang berbeda atau bervariasi yang
memerlukan penggunaan sejumlah kemampuan dan kecakapan
pekerja yang berbeda pula dalam mengerjakan.
c) Task Specialization (tugas spesialisasi) yang merujuk pada tingkat
partisipasi dalam pengambilan keputusan.
d) Autonomy (otonomi) menunjukkan bahwa suatu pekerjaan
memberikan bagian-bagian untuk kebebesan ketergantungan (freedom
independent), dan pertimbangan bagi pekerja dalam menentukan
kegiatan untuk menyelesaikan pekerjaan. Memberikan kebebesan
untuk mengatur pekerjaan merupakan harapan setiap pekerja,
sehingga dapat meningkatkan kepuasan kerja.
22
Robert N. Lusier, Human in Organization, New York, Mc Graw-Hill, 2001, hal. 80 23
Michael Drafke, The Human Side of Organization, Prentice Hall,2009, hal. 407-
409
18
e) Goal determination yaitu kebebasan pegawai dalam menetapkan
sasaran-sasaran kerja mereka sendiri dan menentukan kriteria mereka
sendiri untuk sukses. Peningkatan kebebasan untuk menentukan
tujuan dan kriteria keberhasilan yang dapat mengakibatkan
peningkatan kepuasan kerja.
f) Feedback and recognition (umpan balik dan pengakuan) menunjukkan
bahwa untuk menyelesaikan suatu aktivitas dalam pekerjaan,
diperlukan umpan balik dari hasil pekerjaan yang dicapai langsung
oleh pekerja dan informasi yang sejelas-jelasnya mengenai
keefektifan hasil kerja. Umpan balik dalam pekerjaan merupakan
unsur yang penting dalam peningkatan kepuasan kerja, sebab
umumnya pegawai memiliki motif-motif berprestasi.
2). Faktor eksternal antara lain :
a) Achievement (prestasi) merujuk pada keberhasilan seseorang dalam
pekerjaan
b) Role ambiguity and role conflict (peran ambiguitas dan peran
konflik).
c) Opportunity (peluang).
d) Job security (kenyamanan bekerja), keadaan yang aman sangat
mempengaruhi perasaan pegawai sewaktu kerja.
e) Social interactions (interaksi social).
f) Supervision (pengawasan), dengan pengawasan yang baik dari
seseorang supervisor yang dapat berperan sebagai figur yang baik
bagi bawahannya dapat mengurangi absensi dan turn over.
g) Organizaitional culture (budaya organisasi) keyakinan kolektif, nilai-
nilai dan sikap organisasi,
h) Work schedules (jadwal pekerjaan).
i) Seniority (senioritas).
j) Compensation (kompensasi) yaitu uang dan imbalan kerja.
19
3). Faktor individu antara lain;
a) Commitment (komitmen).
b) Expectations (harapan)
c) Job involvement (keterlibatan kerja), betapa pentingnya pekerjaan
dalam hidupnya. Pegawai terlibat dalam pekerjaannya, maka pegawai
makin merasakan kepuasan pada pekerjaan yang mereka lakukan.
d) Effort/reword ratio.
e) Influence of coworkers (dukungan social rekan kerja atau kelompok
kerja dapat menimbulkan kepuasan kerja bagi seorang pegawai,
karena merasa diterima dan dibantu dalam memperlancar
penyelesaian tugasnya.
f) Comparisons.
g) Opinions of others, pendapat orang lain mengenai pekerjaan anda juga
mempengaruhi kepuasan kerja anda.
h) Personal outlook (pandangan pribadi), pandangan umum seseorang
pada kehidupan adalah faktor lain yang mempengaruhi kepuasan
kerja. Seseorang dengan harga diri yang tinggi, dengan percaya diri
dalam kemampuannya, dan dengan pandangan yang positif terhadap
kehidupan lebih cenderung memiliki kepuasan kerja yang tinggi dari
seseorang dengan sikap negatif.
i) Age (usia) menunjukkan bahwa ketika seseorang makin bertambah
lanjut usianya. Mereka cenderung sedikit lebih puas dengan
pekerjaannya. Seseorang yang lebih muda cenderung kurang puas
karena berpengharapan tinggi, kurang penyesuaian dan berbagai
sebab lain.
Kreitner dan kinicki,24
menyatakan bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan kepuasan kerja adalah sebagai berikut :
1) Pemenuhan kebutuhan
24
Kreitner, Robert dan Angelo Kinichi, Perilaku Organisasi (organizational
Behavior), Penerjemah Erly Suandy, Buku I. Edisi ke -5, Jakarta, Salemba Empat, 2005,
hal. 271-272
20
Model ini menjelaskan bahwa kepuasan ditentukan oleh karakteristik dari
sebuah pekerjaan yang memungkinkan seseorang individu untuk
memenehui kebutuhannya. Kebutuhan yang tidak terpenuhi akan
memepengaruhi kepuasan kerja.
2). Ketidak cocokan/ perbedaan
Model ini menjelaskan bahwa kepuasan adalah hasil dari harapan yang
terpenuhi. Pada saat harapan lebih besar dari pada yang diterima,
seseorang tidak akan puas. Sebaliknya, individu akan puas pada saat ia
mempertahankan output yang diterimanya dan melampui harapan
pribadinya.
3). Pencapaian Nilai
Gagasan yang melandasi pencapaian nilai adalah bahwa kepuasan
berasal dari persepsi bahwa suatu pekerjaan memungkinkan untuk
pemenuhan nilai-nilai kerja yang penting dari seorang individu. Oleh
karena itu para manajer dapat meningkat kepuasan karyawan dengan
melakukan strukturisasi lingkungan kerja penghargaan dan pengakuan
yang berhubngan dengan nilai-nilai karyawan.
4). Keadilan
Dalam model ini, kepuasan adalah suatu fungsi dari bagaimana seorang
individu diperlakukan secara adil di tempat kerja. Kepuasan berasal dari
persepsi seseorang bahwa output pekerjaan, relative sama dengan
inputnya, perbandingan yang mendukung output/input lain yang
signifikan.
5). Komponen Watak/Genetik
Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan merupakan
sebagian fungsi dari sifat pribadi maupun faktor genetic. Model ini
menunjukkan bahwa perbedaan individu yang stabil adalah sama
pentingnya dalam menjelaskan kepuasan kepuasan kerja dengan
karakteristik lingkungan kerja.
Dari uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa faktor-faktor yang
dapat menimbulkan kepuasan kerja seseorang antara lain adalah:
21
1). Kedudukan;
2). Pangkat, dan jabatan;
3). Masalah umur;
4). Jaminan finansial dan jaminan sosial; dan
5). Mutu pengawasan.
c. Kepuasan Kerja Dalam Islam
1). Pengertian Kerja
Kerja adalah suatu kegiatan melakukan sesuatu.25
Arti ini bersifat
secara garis besar, perlu penjelasan lebih lanjut. Dalam Oxford Advanced
Learner’s Dictionary26
diterangkan arti lebih detail, kerja merupakan
penggunaan kekuatan fisik atau daya mental untuk melakukan sesuatu.
Kamus lain menyebutkan, kerja ialah aktivitas yang merupakan usaha
badan atau usaha akal yang digunakan menghasilkan sesuatu, lebih dari
sekedar hiburan. Dalam Ensiklopedi Indonesia dengan konteks ekonomi,
kerja diartikan sebagai pengerahan tenaga (baik pekerjaan jasmani
maupun rohani) yang dilakukan untuk menyelenggarakan proses
produksi.27
Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa :
a) Kerja itu merupakan aktivitas bertujuan, dengan sendirinya
dilakukan secara sengaja
b) Pengertian kerja dengan konteks ekonomi adalah untuk
menyelenggarakan proses produksi. Jadi, merupakan upaya
memperoleh hasil. Sedangkan pengertian kerja di sini mencakup
pula konteks keagamaan. Oleh karenanya pengertian hasil dapat
bersifat transenden dan non materiil, di samping yang bersifat
materiil.
25
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta, tt, hal. 488 26
Hornby, A.S. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English,
(Oxford: Oxford University Press, 1955), Ed.5. hal. 1375 27
Hasan Shadily, et. al, Ensiklopedi Indonesia, Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve
dan Elsivier Publishing Proyect, tt, Jilid 3, hal. 1756
22
c) Kerja mencakup kerja bersifat fisik dan non fisik atau kerja batin.
Jadi bertujuan memperoleh hasil, mencakup kerja lahir dan batin.
Kerja atau amal dalam Islam dapat diartikan dengan makna secara
umum dan secara khusus. Amal dengan cara umum adalah melakukan
atau meninggalkan perbuatan yang diperintahkan atau dilarang oleh
agama yang meliputi perbuatan yang baik ataupun perbuatan yang jahat.
Perbuatan yang baik disebut amal shalih, dan perbuatan yang jahat
disebut maksiyat. Adapun kerja secara khusus adalah melakukan
pekerjaan atau usaha yang menjadi salah satu unsur terpenting dan titik
tolak bagi proses kegiatan ekonomi.
Konsep kerja menurut Islam adalah meliputi segala bidang ekonomi
yang dibolehkan oleh Syariat Islam untuk mendapatkan balasan, upah
atau bayaran. Hal ini karena Rasulullah saw, pernah bersabda:
عن المقدام بن معد يكرب رضي للا عنه عن النبي صلى
أحد طعاما قط خيرا من أن للا عليه و سلم قال : ما أكل
م كان ه و ان نبي للا داود عليه الساليأكل من عمل يد
يأكل من عمل يده. رواه البخارى و النسائى و غير هم 28
“Dari Miqdam bin Ma’di Yakrib ra, dari Nabi saw, bersabda: Sekali-kali
tidaklah pernah seseorang memakan makanan yang lebih baik
dibandingkan dengan memakan (makanan) dari hasil kerja tangannya,
dan sesengguhnya Nabi Allah Daud as senantiasa makan dari hasil kerja
tangannya”. H.R. Bukhari, Abu Daud, Al-Nasa’iy dan lain-lainnya.
2). Kerja Sebagai Ibadah
Dalam Islam bekerja dinilai sebagai kebaikan, dan kemalasan dinilai
sebagai keburukan. Bekerja mendapat tempat yang terhormat di dalam
Islam. Islam memandang bahwa bekerja adalah sebagai ibadah. Dengan
28
Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawy, Riyadhu al-Shalihin, Beirut, Daar
al-Kitab al-‘Araby, hal. 245
23
bekerja kita melaksanakan hubungan hablum min-Allah dan hablum
min-annas. Hablum min-Allah dalam artian bahwa bekerja dan ikhtiar
adalah perintah Allah yang harus kita tunaikan. Dengan bekerja berarti
kita tengah menunaikan kewajiban tersebut. Hablum min-nnas memiliki
pengertian bahwa dengan bekerja berarti kita tengah melakukan
hubungan antar manusia dengan teman atau relasi kerja, dengan atasan,
dengan bawahan, dan tentunya dengan keluarga yang kita nafkahi melalui
ikhtiar bekerja tersebut. Rasulullah saw, pernah menyatakan bahwa
bekerja adalah jihad fi sabilillah. : “Barang siapa yang bekerja keras
untuk mencari nafkah keluarganya, maka ia adalah mujtahid fi sabilillah.
H.R. Ahmad.
Dalam hadits lain riwayat Thabrani, Rasulullah saw, bersabda:
Sesungguhnya di antara perbuatan dosa ada yang tidak bisa terhapus oleh
(pahala) shalat, sedekah ataupun hajji, namun hanya dapat ditebus dengan
kesungguhan dalam mencarinafkah penghidupan. (H.R. Thabrani).
Dalam hadits ini Nabi saw, ingin menunjukkan betapa tingginya
kedudukan bekerja dalam Islam, sehingga hanya dengan bekerja keras
(sungguh-sungguh) suatu dosa bisa dihapuskan oleh Allah SWT.
Berniat untuk bekerja dengan cara-cara yang sah dan halal menuju
ridha Allah adalah visi dan misi setiap muslim. Berpangku tangan
merupakan perbuatan tercela dalam agama islam. Umar bin Khattab
pernah menegur seseorang yang sering duduk dan berdo’a di masjid tanpa
mau bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan dirinya. Umar berkata:
Janganlah salah seorang kamu duduk di masjid dan berdo’a: “Ya Allah
berilah aku rezeqi”. Sedangkan ia tahu bahwa langit tidak akan
menurunkan hujan emas dan hujan perak. Maksud perkataan Umar ini
adalah bahwa seseorang itu harus bekerja dan berusaha, bukan hanya
berdo’a saja dengan mengharapkan bantuan orang lain.
Tujuan bekerja antara lain adalah:
a) Melaksanakan tuntutan di dalam Islam.
b) Untuk mendapatkan rezeqi sebagai karunia Allah SWT.
24
c) Sebagai mekanisme dalam memakmurkan muka bumi
Ayat-ayat Al-Qur’an yang menuntut manusia untuk bekerja antara
lain:
Surat At-Taubah ayat 105:
عملكم ورسوله والمؤمنون وقل اعملوا فسيرى للاه
ئكم بما كنتم هادة فينب ون إلى عالم الغيب والشه وسترد
تعملون
“Katakanlah : Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat
pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang muknmin, dan
kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang ghaib
dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah
kamu kerjakan. Q.S:9:105”
Surat Al-Jumu’ah ayat 10:
الة فانتشروا في األرض وابتغوا من فإذا قضيت الصه
كثيرا لعلهكم تفلحون واذكروا للاه فضل للاه
“Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi;
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu
beruntung. Q.S:62:10
Kerja akan dikategorikan ibadah apabila:
a) Apabila bekerja untuk keperluan diri sendiri. Hal ini sebagaimana
sabda Rasulullah saw : “Jika seseorang di antara kamu pada
tengah hari mengambil kayu di belakangnya, sehingga dia dapat
bersedekah darinya dan mencegah dari padanya untuk meminta-
minta kepada orang lain, karena tangan di atas lebih baik dari
pada tangan di bawah, dan mulailah dari pada yang terdekat.
b) Bekerja untuk keperluan keluarga. Hal ini sebagaimana sabda
Rasulullah saw: “Sesungguhnya Allah sangat mencintai kepada
orang mukmin yang bekerja” 25
c) Bekerja untuk keperluan masyarakat. Tidak semua manusia
mempunyai keahlian dalam semua bidang. Untuk itu keahlian
individu dapat menyumbang kepada kesejahteraan masyarakat
yang diklasifikasikan sebagai tuntutan fardhu kifayah.
Sebagaimana firman Allah SWT, dalam surah an-Nahl ayat 43:
كر إن كنتم ال تعلمون ... فاسألوا أهل الذ
“Bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika
kamu tidak mengetahui”. Q.S:16:43.
Kerja sebagai ibadah, berarti mencakup segala apa yang disukai oleh
Allah dan mendapat ridhaNya, baik berupa kerja lahir maupun batin,
maka dua macam kerja tersebut dalam pandangan Islam dapat diuraikan
sebagai berikut:
a) Kerja lahir merupakan aktivitas fisik, anggota badan, termasuk
panca imdera seperti melayani pembeli di took, mencangkul di
kebun/sawah, mengajar di sekolah, menjalankan shalat, dan
mengawasi anak buah bekerja, dan sebagainya.
b) Kerja batin ada dua macam:
1). Kerja otak, seperti belajar, berpikir kreatif, memecahkan
masalah, menganalisis dan mengambil kesimpulan.
2). Kerja qalb, seperti berusaha menguatkan kehendak mencapai
cita-cita, berusaha mencintai pekerjaan dan ilmu pengetahuan,
sabar dan tawakkal dalam rangka menghasilkan sesuatu.29
Dalam Islam, pengertian akal sebagai alat untuk memahami,
mencakup dua pengertian kerja batin tersebut. Isyarat demikian dapat
ditangkap dari firman Allah dalam surat al-Hajji ayat 46 dan surah Yusuf
ayat 2:
29
Ahmad Janan Asifudin, Etos Kerja Islami, Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Surakarta, 2004, hal. 59
26
فلم يسيروا في األرض فتكون لهم قلوب يعقلون بها أو
ها ال تعمى األبصار ولكن تعمى آذان يسمعون بها فإنه
دور القلوب الهتي في الص
“Maka tidak pernahkah mereka berjalan di muka bumi, sehingga hati
(akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar ?
Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di
dalam dada”. Q.S: 22:46.
ا أنزلناه قرآنا عربيا لعلهكم تعقلون إنه
“Sesungguhnya telah Kami turunkan al-Qur’an berbahasa Arab agar
supaya kamu memikirkan/memahaminya dengan akal. Q.S:12:2.
Kesemuanya itu, baik yang termasuk kerja lahir maupun kerja batin,
dalam konteks etos kerja islami, termasuk aktivitas kerja bila dilakukan
secara sengaja dan tidak lepas dari motif mendapatkan hasil materiil atau
non materiil.
Allah telah memberikan akal bagi manusia untuk mencari kebutuhan
hidupnya, menggali dan mencari kekayaan dan sumber daya alam yang
telah Allah sediakan begitu banyak dan tidak akan habisnya.
Jabatan dan keahlian apapun haikatnya adalah anugerah dari Allah.
Allah telah membagi-bagi kemampuan, keahlian, dan kejujuran. Tidak
setiap orang siap menjadi petani atau pedagang, demikian juga tidak
semua orang siap untuk menjadi TNI atau Polisi. Banyak orang yang
tidak mampu menekuni pekerjaan atau keahlian yang dapat ditekuni oleh
yang lain. Kadang yang cacat tubuh saja memiliki keahlian yang khusus
yang tidak dimiliki yang lain. Demikian Allah telah mendistribusikan
keahlian, kemampuan kepada setiap manusia. Allah berfirman antara lain
surat an-Nahl ayat 71, dan surat al-Isra’ ayat 21:
27
زق فما الهذين ل بعضكم على بعض في الر فضهوللاه
ي رزقهم على ما ملكت أيمانهم فهم فيه لوا براد فض
يجحدون سواء أفبنعمة للاه
“Dan Allah melebihkan sebagian kamu atas sebagian yang lain dalam
hal rezqi, tetapi orang yang dilebihkan (rezeqinya itu) tidak mau
memberikan rezeqinya kepada para hamba sahaya yang mereka miliki,
sehingga mereka sama-sama (merasakan) rezeqi itu. Mengapa mereka
mengingkari rahmat Allah”. Q.S: 16: 71.
لنا بعضهم على بعض ولآلخرة أكبر انظر كيف فضه
درجات وأكبر تفضيال
“Perhatikanlah bagaimana Kami melebihkan sebagian mereka atas
sebagian (yang lain). Dan kehidupan akhirat lebih tinggi derajatnya dan
lebih besar keutamaannya”. Q.S: 17:21
Dengan demikian maka kita sebagai manusia yang beriman kepada
Allah SWT, akan menjadikan pedoman bahwa: “Bekerjaku Ibadahku,
Jabatanku Ibadahku” untuk meraih keridahaan Allah SWT.
3). Ajaran Islam Dalam Kepuasan Kerja
Tingkat kepuasan manusia itu tidak ada batasanya, sehingga memang
bisa menimbulkan rasa rakus dan yang sejenisnya. Rasulullah saw, pernah
menyatakan dalam sebuah haditsnya sebagai berikut:
عن ابن عباس و أنس بن مالك رضي للا عنهم أن
رسول للا صلى للا عليه و سلم قال: لو أن البن ادم
28
واديا من ذهب أحب أن يكون له واديان, و لن يمالء فاه
اال التراب و يتوب للا على من تاب. متفق عليه 30
“Dari Ibnu ‘Abbas dan Anas bin Malik ra, mereka berkata, bahwa
Rasulullah saw, bersabda: Andaikan seorang anak Adam (manusia)
mempunyai suatu lembah emas, pasti ia ingin mempunyai dua lembah.
Dan tiada yang dapat menutup mulutnya (tidak ada yang menghentikan
kerakusannya kepada dunia) kecuali tanah (mati). Dan Allah berkenan
member taubat kepada siapa saja yang bertaubat. H.R. Bukhari dan
Muslim.
Islam membatasi tingkat kepuasan manusia dengan tingkat kebutuhan
yang seharusnya dipenuhi. Pertemuan antara tingkat kepuasan manusia
yang tidak ada batasannya dengan tingkat pemenuhuan kebutuhan dasar
manusia yang menjadikannya seorang qana’ah dan tawadhu’. Ketika yang
didahulukan adalah tingkat kepuasan atau “want” maka seseorang akan
terlihat hidup berlebihan, sebaliknya jika yang didahulukan adalah
“needs” maka seseorang akan terlihat hidup dengan bersahaja. Singkatnya
ada perbedaan mendasar antara “need” dan “want” Hal ini Rasulullah
saw, bersabda :
و عن عبد للا بن عمرو بن العاص رضي للا عنه أن
رسول للا صلى للا عليه و سلم قال: لقد أفلح من أسلم و
كان رزقه كفافا و قنعه للا بما أتاه. رواه مسلم31
“Dari Abdullah bin Amru ra, ia berkata: Rasulullah saw, bersabda:
Sungguh untung orang yang masuk Islam dan rezeqinya cukup, dan
merasa cukup dengan apa-apa pemberian Allah kepadanya”. H.R.
Muslim
عن أبى محمد فضالة بن عبيد اال نصارى رضي للا عنه
أنه سمع رسول للا صلى للا عليه و سلم يقول: طوبى
30
Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawy, hal. 24 31
Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawy, hal. 230 29
لمن هدي لال سال م و كان عيشه كفافا و قنع. رواه
الترمذى32
“Dari Abu Muhammad (Fadholah) bin Ubaid Al-Anshary) ra, ia telah
mendengar Rasulullah saw, bersabda: Untung bahagialah siapa yang
mendapat hidayat ta’at pada ajaran Islam, dan penghidupannya
sederhana, dan menerima (merasa cukup dengan apa yang ada)”. H.R.
Al-Turmudzi).
Jika kepuasan kerja dikaitkan dengan ajaran Islam maka yang muncul
adalah tentang ikhlas, sabar, dan syukur. Ketiga hal tersebut dalam
kehidupan kita sehari-hari sangat berkaitan dengan permasalahan yang
muncul dalam bekerja terutama kepuasan kerja. Bekerja dengan ikhlas,
sabar, dan syukur kadang-kadang memang tidak menjamin menaikkan
output. Tapi sebagai proses, bekerja dengan tiga aspek tersebut
memberikan nilai tersendiri. Dengan bekerja secara ikhlas yang disertai
dengan sabar, dan syukur maka ada nilai satisfaction tertentu yang
diperoleh, yang tidak hanya sekedar output. Ketika pekerjaan selesai,
maka ada kepuasan yang tidak serta merta berkaitan langsung dengan
output yang diperoleh. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat
Ibrahim ayat 7:
كم ولئن كفرتم إنه كم لئن شكرتم ألزيدنه ن رب وإذ تأذه
عذابي لشديد
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika
kamu mengingkari (nikmatKu), maka pasti azab-Ku sangat berat. Q.S:
14:7
Bekerja dengan tidak disertai dengan ikhlas, sabar, dan syukur bisa
menjadikan orang cemberut dalam menyelesaikan tugasnya. Pekerjaan
32
Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawy, hal. 231
30
memang selesai, output ada, dan target bisa diperoleh. Tapi keberhasilan
yang diperoleh bila bekerja tidak ikhlas, bisa membawa rasa marah dan
capai. Orang yang menyelesaikan pekerjaan dengan rasa ikhlas, sabar,
dan syukur, akan mempunyai aura tubuh yang menggembirakan, senyum
yang cerah dan riang gembira. Sebaliknya orang yang bekerja tidak
ikhlas, sabar, dan syukur akan merasa tertekan, dan tidak puas, meski
target dan output kegiatannya terpenuhi.
Untuk bekerja secara ikhlas dengan sabar dan syukur, memerlukan
sikap menerima apa adanya atau legowo atau qana’ah. Seseorang yang
memiliki sikap menerima apa adanya atau legowo bisa menerima
keberhasilan dan tidak keberhasilan. Selalu siap menerima kenyataan
bahwa output kerjanya lebih banyak dinikmati orang lain dari pada untuk
dirinya sendiri. Meski sudah kerja keras, dan kerja keras, outputnya
ternyata adalah untuk orang lain. Oleh sebab itu kita diharuskan
bersyukur dan melihat ke golongan bawah serta tidak membandingkan
dengan golongan atas. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah saw:
رة رضي للا عنه قال: قال رسول للا صلى عن أبى هري
للا عليه و سلم: أنظروا الى من اسفل منكم, و ال تنظروا
الى من هو فوقكم فهو أجدر أن ال تزدروا نعمة للا
عليكم. متفق عليه33
“Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Bersabda Rasulullah saw: Lihatlah
orang yang di bawahmu, dan jangan melihat orang yang di atasmu,
karena demikian itu lebih tepat, supaya kamu tidak meremehkan ni’mat
karunia Allah kepada kamu”. H.R. Bukhari dan Muslim.
Di era kompetisi kerja yang sangat keras dan ketat, bekerja dengan
ikhlas, sabar dan syukur menjadi tantangan yang berat. Tidak mudah
33
33
Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawy, Riyadhu al-Shalihin, Beirut,
Daar al-Kitab al-‘Araby, hal. 215
31
untuk menerima kenyataan di mana seorang yang berhasil “menang”,
kompetisi dalam bekerja, ternyata outputnya lebih banyak untuk orang
lain. Dengan bekerja secara ikhlas, sabar dan syukur tantangan yang berat
itu menjadi ringan.
Jika seseorang tersebut bekerja dengan ikhlas, sabar, dan syukur
maka ketika diberi nikmat oleh Allah SWT, ia akan berdo’a sebagaimana
yang dinyatakan oleh Allah SWT dalam surat al-Ahqaf ayat 15:
نعمتك قال رب أوزعني أن رب أوزعني أن أشكر ....
أشكر نعمتك الهتي أنعمت عليه وعلى والديه وأن أعمل
ي تي إني تبت إليك وإن يه صالحا ترضاه وأصلح لي في ذر
من المسلمين
“Ya Tuhanku ! berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-
Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang
tuaku, dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridhai, dan
berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku.
Sungguh aku bertaubat, dan sungguh aku termasuk orang muslim.
Q.S:46:15
Sukur berarti memaksimalkan potensi yang ada, punya fisik yang
sempurna digunakan dengan baik, indera yang diberikan akan maksimal
jika kita menyadari akan potensinya, kondisi sadar atas kepemilikan diri
adalah konsep syukur, begitu juga kita diberi umur, kesehatan digunakan
dengan baik, harta yang cukup digunakan seefektif dan seefisien
mungkin. Jika tidak mendapatkan itu selanjutnya adalah sabar dan ikhlas
dengan tetap memperhatikan potensi diri, memahami kondisinya, tetap
stabil tidak larut dalam kesdihan atau kesenangan, tidak mudah putus asa
yang mengakibatkan stress atau depresi yang akan menimbulkan perilaku
negative, merugikan diri sendiri bahkan orang lain. Jadi bukan sabar yang
“bodoh” tetapi penuh kreatifitas, keteguhan, optimis jiwanya, tidak
gampang terombang-ambing oleh keadaan. Itulah kesadaran kita tetap
terjaga dan terbaharuhi yang memungkinkan untuk mengambil keputusan
32
dan tindakan secara bijaksana walaupun dalam situasi yang sulit
sekalipun.
d. Teori Kepuasan Kerja
Wexley dan Yukl,34
mengkategorikan teori-teori kepuasan kerja kepada
tiga kumpulan utama, yaitu teori ketidaksesuaian (discrepancy), teori
keadilan (equity theory), dan teori dua faktor.
1) Teori ketidak sesuaian, menurut Wexley dan Yukl,35
kepuasan atau tidak
puasan dengan aspek pekerjaan tergantung pada selisih (discrepancy)
antara apa yang dianggap telah didapatkan dengan apa yang diinginkan.
Jumlah yang dinginkan dari karakteristik pekerjaan didefinisikan sebagai
jumlah minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhannya.
Seseorang akan terpuaskan jika tidak ada selisih antara kondisi-kondisi
yang dinginkan dengan kondisi aktual yang diperoleh.
Kesimpulan teori ketidaksesuaian menekankan selisih antara kondisi yang
diinginkan dengan kondisi aktual (kenyataan), jika ada selisih jauh antara
keinginan dan kekurangan yang ingin dipenuhi dengan kenyataan maka
orang menjadi tidak puas. Tetapi jika kondisi yang diinginkan dan
kekurangan yang akan ingin dipenuhi ternyata sesuai dengan kenyataan
yang didapat maka ia akan puas.
2) Teori keadilan (equity theory). Teori keadilan memerinci kondisi-kondisi
yang mendasari seseorang bekerja akan menganggap fair dan masuk akal
jika insentif dan keuntungan dalam pekerjaannya sesuai dengan apa yang
diharapkan . Teori ini telah dikembangkan oleh Adam dan teori ini
merupakan variasi dari dari teori proses perbandingan, dan keadilan serta
ketidakadilan. Input adalah komponen masukan yang bernilai bagi
seseorang yang dianggap mendukung pekerjaannya, seperti pendidikan,
pengalaman, kecakapan, banyaknya usaha yang dicurahkan, jumlah jam
34 Wexley, Kenneth N. dan Gary Yukl, Perilaku Organisasi dan Psikologi
Personalia, Cetakan ke-3, Jakarta, Rineka Cipta, 2005, hal. 130 35
Wexley, Kenneth N. dan Gary Yukl, hal. 130
33
kerja, dan peralatan atau perlengkapan pribadi yang dipergunakan untuk
pekerjaannya.36
Kesimpulan teori keadilan atau kewajaran imbalan yang ditrima. Keadilan
diartikan sebagai ratio antara input misalnya pendidikan guru, pengalaman
mengajar, jumlah jam mengajar, banyaknya usaha yang dicurahkan pada
sekolah dengan output, misalnya upah/gaji, penghargaan, promosi
(kenaikan pangkat) dibandingkan dengan guru yang lain di sekolah yang
sama atau di sekolah lain pada input dan output yang sama.
3) Teori dua faktor. Teori ini menyatakan bahwa kepuasan kerja secara
kualitatif berbeda dengan ketidak puasan kerja. Menurut teori ini,
karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu
disatisfier atau hygiene factors dan satisfier atau motivators. Hygiene
faktor meliputi hal-hal sepert gaji/upah, pengawasan, hubungan antar
pribadi, kondisi kerja dan status.37
Kesimpulan dalam teori dua faktor bahwa terdapat faktor pendorong
yang berkaitan dengan perasaan positif terhadap pekerjaan sehingga
membawa kepuasan kerja, dan yang kedua, faktor yang dapat
mengakibatkan ketidak puasan kerja. Kepuasan kerja adalah motivator
primer yang berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri, sebaliknya ketidak
puasan pada dasarnya berkaitan dengan memuaskan anggota organisasi
dan menjaga mereka tetap dalam organisasi dan itu berkaitan dengan
lingkutan.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat penulis kemukakan tentang
ciri-ciri kepuasan kerja sebagai berikut :
1) Hasil persepsi karyawan terhadap pekerjaan sehingga menimbulkan
sikapnya terhadap pekerjaan, sikap tersebut bisa positif dan bisa negatif.
2) Penilaian karyawan terhadap perbedaan antara imbalan dengan harapan.
36 Wexley, Kenneth N. dan Gary Yukl, hal. 131 37
Wexley, Kenneth N. dan Gary Yukl, hal. 136
34
3) Karyawan yang puas akan bersikap positif terhadap pekerjaan, sebaliknya
karyawan yang tidak puas bisa bersikap negatif terhadap pekerjaan.
Guru akan merasa puas bekerja jika memiliki persepsi selisih antara
kondisi yang diinginkan dan kekurangan dapat dipenuhi sesuai kondisi actual
(kenyataan), guru akan puas jika imbalan yang diterima seimbang dengan
tenaga dan ongkos individu yang telah dikeluarkan, dan guru akan puas jika
terdapat faktor yang pencetus kepuasan kerja (satisfier) lebih dominan dari
pada faktor pencetus ketidak puasan kerja (disastifier).
Indikator-indikator kepuasan kerja dalam penelitian ini adalah sesuai
yang dikemukakan Wexley dan Yukl,38
yaitu perasaan yang berupa rasa
senang maupun tidak senang berdasarkan imbalan yang diterima, kondisi
kerja, perolehan penghargaan, dukungan dari rekan sekerja, dan keberhasilan
menyelesaikan pekerjaan.
2. Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan
Salah satu indikasi bahwa manusia sebagai makhluk sosial, adalah
perilaku komunikasi antarmanusia. Manusia tidak dapat hidup sendiri, pasti
membutuhkan orang lain. Dari lahir sampai mati, cenderung memerlukan
bantuan dari orang lain (tidak terbatas pada keluarga, saudara, dan teman).
Kecenderungan ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari yang
menunjukkan fakta bahwa semua kegiatan yang dilakukan manusia selalu
berhubungan dengan orang lain.
Secara etimologis komunikasi berasal dari bahasa latin
“Communicatio” yang bersumber dari perkataan “communis” yang berarti
“sama”. Sama disini memiliki “makna sama” atau “arti sama”. Oleh karena
itu komunikasi akan terjadi apabila terdapat kesamaan makna akan suatu
pesan yang disampaikan dari komunikator (pembicara) dan diterima oleh
komunikan. Istilah komunikasi yang semula merupakan fenomena sosial,
kemudian menjadi ilmu yang secara akedemik berdisiplin mandiri, saat ini
38
Wexley, Kenneth N. dan Gary Yukl, hal. 130-137 35
komunikasi dianggap sangat penting sehubungan dengan dampak sosial yang
menjadi kendala bagi kemanfaatan umat manusia akibat perkembangan
teknologi. Ilmu komunikasi ini jika diaplikasikan secara tepat akan
mencegah dan menghilangkan konflik antar pribadi, antarkelompok,
antarsuku, antarbangsa dan antarras, untuk mempersatukan masing-masing
individu. Dengan demikian pentingnya komunikasi dalam sebuah organisasi
yaitu untuk menyamakan persepsi antar individu dalam rangka mencapai
tujuan organisasi, Kepala Sekolah sebagai pimpinan tertinggi di sekolah
diharapkan mampu menyamakan persepsi antar individu yang terlibat dalam
organisasi sekolah tentang hakikat tujuan organisasi sekolah yaitu output
proses pembelajaran yang lebih bermakna, sehingga tujuan pendidikan secara
umum dapat tercapai secara optimal.
a. Definisi Konseptual Komunikasi
Untuk menjelaskan pengertian komunikasi maka akan dikemukakan oleh
beberapa akhli yang melihat komunikasi dari sudut pandang keahlian masing-
masing sebagai berikut :
1) Komunikasi menurut Wirawan yaitu proses mentransmisikan pesan dari
pengirim kepada penerima pesan. Lebih lanjut dikatakan bahwa
komunikasi dalam kepemimpinan adalah Komunikasi Interpersonal 39
2) Komunikasi menurut Everett M. Rogers dalam Hafied Cangara
menyatakan bahwa : Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan
dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk
mengubah tingkah laku40
.
3) Menurut Rogers D. Lawrence Kincaid dalam Hafied Cangara, Komunikasi
adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau
melakukan pertukaran informasi antara satu sama lain, dan akan terjadi
saling pengertian yang mendalam41
.
39 Wirawan. 2002. Kapta Selekta : Teori Kepemimpinan, Pengantar untuk Praktek dan Penelitian, Jilid 1. Jakarta. Yayasan Bangun Indonesia dan UHAMKA Press. Hal.75 40 Cangara Hafied. 2003. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta. Rajawali Pers . hal.19 41 Cangara Hafied. 2003. Ibid, hal.25
36
4) Sedangkan menurut Shannon dan Weaver dalam Hafied Cangara,
Komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi
satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja . Tidak terbatas pada komunikasi
yang menggunakan bahasa verbal , tulisan, seni dan teknologi42
5) Stoner dan Freeman menyatakan bahwa komunikasi adalah proses dimana
seseorang berusaha untuk memberikan pengertian melalui pemindahan
pesan secara simbolik (Communication is the proces by which purple
attem to shore meaning via the tranmission of symbolic message) 43
6) Menurut Kuntz dan Weihrich: Communication as the transfer of
information from the sender to the receier, with the information being
understood by the receiver. Komunikasi merupakan penyampaian
informasi dan dari pengirim kepada penerima dengan informasi yang dapat
dipahami oleh penerima tersebut 44
7) Menurut Hovland, Janis dan Kelley dalam Arni Muhammad mengatakan :
“ Communications is the process by which individual transmits stimuly
(usually verbal) to modify the behavior of others individuals”, dengan kata
lain komunikasi adalah sebuah proses individu mengirim stimulusyang
biasanya berbentuk verbal untuk merubah tingkah laku orang lain45
8) Forstdale, dalam Arni Muhammad ahli komunikasi dan pendidikan
mengatakan : “ Communication is the process by which a system is
established, maintained and altered by means of shared signals that
operate according to rules” . Komunikasi adalah suatu proses
memberikan signal menurut aturan tertentu, sehingga dengan cara ini suatu
sistem dapat didirikan, dipelihara dan dirubah46
.
Dengan demikian yang dimaksud dengan komunikasi sebagai proses yaitu
bahwa komunikasi berlangsung melalui tahap-tahap tertentu secara kontinyu,
42 Cangara Hafied. 2003. Ibid, hal. 32 43 D.F. Stoner and Freeman. 1992. Management. NJ. Prentice Hall.Inc. p.248 44 H.Koontz and Weihrich. 2000. Management. Ninth Edition. New York : McGraw-Hill. P.168
45 Arni Muhammad. 2002. Komunikasi Organisasi. Cetakan Kelima. Jakarta : Bumi Aksara, Hal.3
46 Arni Muhammad. 2002. Ibid. hal.9 37
berubah-ubah, dinamis, timbal balik antara komunikator dan komunikan serta
saling mempengaruhi.
Swanson47 mengatakan bahwa kinerja merupakan aspek vital bagi sebuah
organisasi, karena perolehan kinerja yang kecil dalam suatu aspek pekerjaan dapat
menghasilkan perolehan besar secara keseluruhan Jadi kinerja pegawai sekecil
apapun akanmempengaruhi pada produktivitas organisasi secara keseluruhan Pada
umumnya iklim komunikasi organisasi banyak ditentukan oleh factor tingkah laku
komunikasi pimpinan kepada kelompoknya. Misalnya, gaya kepemimpinan yang
cuek, acuh, dan tidak peduli terhadap apa yang dilakukan bawahannya mungkin
akan mengakibatkan rasa tidak puas pada bawahannya sehingga menjadi malas
bekerja dan tidak produktif. Dengan kata lain, gaya kepemimpinan dan iklim
komunikasi organisasi yang positif juga diperlukan guna mendukung iklim
organisasi sehingga berdampak pada produktivitas kerja anggotanya.
Oleh karena itu setiap langkah dalam komunikasi akan terjadi hubungan
antara manusia serta interaksi yang saling mempengaruhi, dimana semuanya
akan terlibat untuk mengalami perubahan perilaku yang tidak mungkin
dihindari.
Kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi di sekolah dituntut untuk
berkomunikasi secara efektif dan efisien dan saling memahami tujuan yang
ingin dicapai oleh setiap individu yang terlibat dalam organisasi sekolah
khususnya umumnya tujuan pendidikan. Komunikasi disekolah juga
merupakan seluruh interaksi antar manusia (individu) yang terlibat di
lingkungan sekolah tersebut. Karena tanpa komunikasi interaksi antar individu
tidak akan terjadi.
b. Bentuk-Bentuk Komunikasi
Mengingat bentuk komunikasi yang terjadi pada organisasi sekolah,
maka dalam hal ini dikenal tiga bentuk komunikasi sebagai berikut : a)
Personal Communication yang meliputi Intrapersonal communication dan,
47 Swanson, Richard A, Elwood F. Holton III. 1999. How to Assess
Performance, Learning and Perception in Organization. USA :Berret Koehler Publiser, Inc hal. 135
38
Interpersonal communication b). Group Communication yang meliputi
komunikasi kelompok dalam lingkungan kecil seperti pelatihan, diskusi panel,
simposium, seminar dan lain-lain, c) Mass Communication misalnya
percetakan, radio, TV, Film dan lain-lain48
Joseph profesor komunikasi di City
University of New York dalam Hafied Cangara mengemukakan empat bentuk
komunikasi yakni komunikasi Antarpribadi, Komunikasi Kelompok Kecil,
Komunikasi Publik dan Komunikasi Massa49
.
Bentuk Komunikasi yang sering terjadi pada organisasi sekolah
terutama yang dilakukan oleh kepala sekolah sebagai unsur manajemen tingkat
atas biasanya lebih banyak “Komunikasi Interpersonal”, karena yang terlibat
dalam organisasi sekolah tersebut lebih banyak individu secara heterogen,
misalnya wakil kepala sekolah, guru, staf tata usaha, siswa maupun orang-
orang yang tidak terlibat secara langsung pada sekolah tersebut.
Komunikasi Interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara
seseorang dengan orang lain biasanya dua orang dan dapat langsung terjadi
umpan balik50
.
Komunikasi Interpersonal menurut Wayne dalam Hafied Cangara
“Interpersonal Communication is communication involving two or more people
in a face to face setting” yakni proses komunikasi yang berlangsung antara dua
orang atau lebih secara tatap muka51
.
Menurut Joseph “The process of sending and receiving messages
between two persons, or among a small group of persons, with some effect and
some immediate feedback” Komunikai Interpersonal adalah proses pengiriman
dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau sekelompok kecil orang,
yang menghasilkan efek serta umpan balik secara simultan.52
48 Effendy O. Uchyana, 1992. Dimensi-Dimensi Komunikasi. Bandung: Penerbit
Alumni, hal.32 49 Effendy O. Uchyana. 1992. Ibid, hal.259 50
Cangara Hafied. 2003. Op.cit. hal.32 51
Cangara Hafied. 2003. Op.cit. hal.45 52 Arni Muhammad. 2002. Ibid. hal.162
39
Dengan demikian komunikasi interpersonal merupakan komunikasi
antara dua orang atau lebih dalam sebuah organisasi dan terjadi umpan balik
secara langsung dari pihak penerima pesan (komunikan) kepada komunikator.
Organisasi sekolah merupakan organisasi jasa pendidikan yang memiliki
sejumlah individu berdasarkan tingkatan manajerial, dari mulai kepala sekolah,
wakil kepala sekolah, guru, staf administrasi serta siswa. Untuk mencapai
tujuannya mutlak memerlukan komunikasi antarpribadi (interpersonal), karena
organisasi sekolah relatif kecil maka dalam proses komunikasi kepala sekolah
memerlukan umpan balik yang langsung melalui komunikasi interpersonal
untuk melaksanakan fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan maupun pengendalian.
c. Tujuan Komunikasi Interpersonal
Menurut H.A.W. Widjaja tujuan komunikasi interpersonal terdiri dari 53
1) Mengetahui dunia luar
2) Menciptakan dan memlihara hubungan
3) Mengubah sikap dan perilaku
4) Bermain dan mencari hiburan
5) Membantu orang lain
Arni Muhammad54
mengemukakan bahwa tujuan komunikasi
interpersonal yaitu :
1) Menemukan diri sendiri
2) Menemukan dunia luar
3) Membentuk dan menjaga hubungan yang penuh arti
4) Merubah sikap dan perilaku
5) Untuk bermain dan kesenangan
6) Untuk membantu orang lain
53 H.A.W. Widjaja..2000. Ilmu Komunikasi: Pengantar Studi. Cetakan Kedua. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta
54 Arni Muhammad. 2002. Ibid. hal.94
40
Dari kedua pendapat tentang tujuan komunikasi interpersonal, maka
pada dasarnya komunikasi interpersonal yang terjadi pada organisasi sekolah,
kepala sekolah dituntut mampu memahami hakikat tujuan komunikasi antar
pribadi dengan semua pihak yang terlibat disekolah misalnya dengan wakil
kepala sekolah, guru, staf dan karyawan. Hal ini bisa diawali dengan proses
pengenalan diri, kemudian mengetahui dunia luar, menciptakan dan
memelihara hubungan antar pribadi, mampu membantu orang lain, dapat
menciptakan permainan dan kesenangan, mampu membantu orang lain serta
yang paling penting adalah mampu merubah sikap dan perilaku
lingkungannya55
.
d. Proses Komunikasi Interpersonal
Menurut Suranto56
proses komunikasi ialah langkah-langkah yang
menggambarkan terjadinya kegiatan komunikasi. Memang dalam
kenyataannya, kita tidak pernah berpikir terlalu detail mengenai proses
komunikasi. Hal ini disebabkan kegiatan komunikasi sudah terjadi secara rutin
dalam hidup sehari-hari, sehingga kita tidak lagi merasa perlu menyusun
langkah-langkah tertentu secara sengaja ketika akan berkomunikasi. Secara
sederhana proses komunikasi digambarkan sebagai proses yang
menghubungkan pengirim dengan penerima pesan. Proses tersebut terdiri dari
enam langkah sebagai berikut:
55 H.A.W. Widjaja..2000. Op.cit. hal. 112
56 A.W Suranto.. 2011. Komunikasi Interpersonal. Cetakan Pertama. Yogyakarta : Penerbit Graha Ilmu, p.10
Langkah 1
Keinginan
Berkomunikasi
Langkah 2
Encoding oleh
Komunikator
Langkah 3
Pengiriman
Pesan
Langkah 4
Penerimaan
Pesan
Langkah 5
Decoding Oleh
Komunikan
Langkah 6
Keinginan
Berkomunikas
i
41
Sumber: Suranto
Gambar 2.2. Proses Komunikasi Interpersonal
Keterangan:
1. Keinginan berkomunikasi.
Seorang komunikator mempunyai keinginan untuk berbagi gagasan dengan
orang lain.
2. Encoding oleh komunikator.
Encoding merupakan tindakan memformulasikan isi pikiran atau gagasan ke
dalam simbol-simbol, kata-kata, dan sebagainya sehingga komunikator merasa
yakin dengan pesan yang disusun dan cara penyampaiannya.
3. Pengiriman pesan.
Untuk mengirim pesan kepada orang yang dikehendaki, komunikator memilih
saluran komunikasi seperti telepon, SMS, e-mail, surat ataupun secara tatap
muka. Pilihan atas saluran yang akan digunakan tersebut bergantung pada
karakteristik pesan, lokasi penerima, media yang tersedia, kebutuhan tentang
kecepatan penyampaian pesan, karakteristik komunikan.
4. Penerimaan pesan.
Pesan yang dikirim oleh komunikator telah diterima oleh komunikan.
5. Decoding oleh komunikan.
Decoding merupakan kegitan internal dalam diri penerima. Melalui indera,
penerima mendapatkan macam-macam data dalam bentuk “mentah”, berupa
kata-kata dan simbol-simbol yang harus diubah ke dalam pengalaman-
pengalaman yang mengandung makna. Dengan demikian, decoding adalah
proses memahami pesan. Apabila semua berjalan lancar, komunikan tersebut
menterjemahkan pesan yang diterima dari komunikator dengan benar, memberi
arti yang sama pada simbol-simbol sebagaimana yang diharapkan oleh
komunikator.
6. Umpan balik.
Setelah menerima pesan dan memahaminya, komunikan memberikan respon
atau umpan balik. Dengan umpan balik ini, seorang komunikator dapat
42
mengevaluasi efektivitas komunikasi. Umpan balik ini biasanya juga
merupakan awal dimulainya suatu siklus proses komunikasi baru, sehingga
proses komunikasi berlangsung secara berkelanjutan.
Gambar di atas menunjukkan bahwa proses komunikasi interpersonal
berlangsung sebagai sebuah siklus. Artinya umpan balik yang diberikan oleh
komunikan, menjadi bahan bagi komunikator untuk merancang pesan berikutnya.
Proses komunikasi terus berlangsung secara interaktif timbal balik, sehingga
komunikator dan komunikan dapat saling berbagi peran.
SENDER RECIPIENT
Sumber: Shirley Taylor
Gambar 2.3. Siklus Komunikasi Interpersonal
Berdasarkan gambar 2.3. di atas, Shirley Taylor57
menjelaskan bahwa
langkah-langkah kunci dalam komunikasi interpersonal dapat digamabarkan
sebagai sebuah siklus. Proses komunikasi interpersonal dimulai oleh seorang
sender (pengirim) mengkonsep pesan yang ingin disampaikan kepada seorang
recipient (penerima). Prosesnya dikategorikan sebagai siklus, karena aktivitas
pengiriman dan penerimaan pesan berlangsung secara timbal balik dan
berkelanjutan, seperti yang dijelaskan Taylor berikut ini:
1) Pengirim pesan
Tahap pertama dalam siklus komunikasi dimulai dengan adanya suatu pesan
yang ingin disampaikan pengirim pesan kepada penerima pesan.
57 S Taylor. 1999. Communication for Business. London : Pearson Longman, P.233
1
Coercive the
Message
6
Feedback
2
Encode the Message
3
Select Appropriate
5
Interpret the
Message
4
Decode the Mesage
43
Kemudian pengirim pesan mengkodekan pesan ke dalam bentuk yang
sesuai. Bisa berupa tertulis, lisan, visual, atau kombinasi dari semuanya.
Terakhir, pengirim akan memilih saluran yang sesuai yang akan dikirim ke
penerima.
2) Penerima pesan
Siklus komunikasi dimulai dengan decoding the message, yang artinya
bahwa penerima pesan telah menerima pesan dalam bentuk kode yang
dikirimkan oleh pengirim. Jika pesan itu disampaikan dalam bentuk tertulis,
maka penerima akan membacanya. Jika pesan itu disampaikan dalam bentuk
lisan, maka penerima akan mendengarkan. Dan jika pesan itu disampaikan
dalam bentuk visual, maka penerima akan melihatnya.
Kemudian penerima menafsirkan pesan yang disampaikan pengirim.
Terakhir, penerima pesan memberikan umpan balik kepada pengirim
mengenai pesan tersebut.
e. Unsur-Unsur Komunikasi Interpersonal
Untuk memperlancar komunikasi interpersonal dalam sebuah
organisasi, maka ada beberapa unsur yang harus diperhatikan yaitu:
1) Pembukaan Diri
Yang disebut pembukaan diri (self–disclosure) adalah
mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang
dihadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau
yang berguna untuk memahami tanggapan kita masa kini. Dalam
komunikasi interpersonal unsur pembukaan diri yang diharapkan yaitu
untuk mengungkapkan reaksi-reaksi terhadap berbagai fenomena yang
dialami bersama atau apa yang dilakukan oleh lawan komunikasi.
Pembukaan diri dalam komunikasi interpersonal memiliki manfaat maupun
dampak yang terjadi yaitu (1) Merupakan dasar bagi hubungan yang sehat
antara dua orang, (2) Semakin bersifat terbuka kepada orang lain, maka
orang tersebut semakin menyukai diri kita, akibatnya ia akan semakin
membuka diri, (3) Orang yang rela membuka diri kepada orang lain
44
cenderung memiliki sifat ; kompeten, terbuka, ekstrover, fleksibel, adaptif,
dan intelijen, (4) Membuka diri kepada orang lain merupakan dasar relasi
yang memungkinkan komunikasi intim baik dengan diri kita maupun
dengan orang lain, (5) Membuka diri berarti bersikap realistik, maka
pembukaan diri harus jujur, tulus dan authentik.
2) Membangun Kepercayaan
Kepercayaan mutlak diperlukan agar sebuah relasi dapat tumbuh
dan berkembang sesuai yang diharapkan. Hal ini harus dilakukan pada saat
menentukan kapan mengambil resiko dengan cara saling mengungkapkan
lebih banyak pikiran, perasaan, dan reaksi terhadap situasi yang dihadapi,
atau dengan cara saling menunjukkan penerimaan, dukungan dan kerjasama.
Saling percaya dibangun lewat resiko dan peneguhan, serta dihancurkan
lewat resiko dan penolakan. Kepercayaan itu tidak mungkin timbul tanpa
resiko, dan relasi tidak akan mengalami kemajuan tanpa kepercayaan.
3) Berkomunikasi Secara Verbal
Secara luas komunikasi adalah setiap bentuk tingkah laku seseorang
baik verbal maupun nonverbal yang ditanggapi oleh orang lain. Komunikasi
mencakup pengertian yang lebih luas dari sekedar wawancara. Setiap
bentuk tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu, sehingga merupakan
wujud komunikasi. Dalam setiap wujud komunikasi setidaknya ada dua
orang saling mengirimkan lambang-lambang yang memiliki makna tertentu.
Lambang-lambang tersebut dapat bersifat verbal atau berupa kata-kata, atau
bersifat non verbal berupa ekspresi atau ungkapan tertentu dan gerak tubuh.
4) Mengungkapkan Perasaan
Mengalami suatu perasaan dan mengungkapkannya kepada orang
lain merupakan salah satu kebutuhan untuk menunjang kesehatan
psikologis. Perasaan juga merupakan reaksi internal terhadap aneka
pengalaman, yang disertai perubahan-perubahan fisiologis tertentu dan
kadang-kadang dikomunikasikan kepada orang lain melalui bentuk-betuk
tingkah laku terbuka. Ada lima tahap proses pengungkapan perasaan dalam
komunikasi yaitu : (1) Mengamati (sensing) adalah mengumpulkan
45
informasi lawan komunikasi melalui panca indera yang dimiliki, dan
informasi bersifat deskriptif serta kesemuanya direkam dalam pikiran dan
hati. (2) Menafsirkan (interpreting) yaitu semua informasi yang diterima
dari lawan komunikasi dan kita menentukan makna dari kata-kata serta
perbuatannya, (3) Mengalami perasaan tertentu (feeling) sebagai rekasi
spontan terhadap penafsiran atas informasi yang diterima dari lawan
komunikasi, (4) Menanggapi (intending) yaitu dorongan untuk dan
mengarahkan untuk berbuat sejalan dengan perasaan kita, dan hal ini akan
membimbing tindakan yang akan dilakukan sebagai pengungkapan perasaan
kita. (5) Mengungkapkan (expressing) yaitu kata-kata maupun perbuatan
serta perilaku nonverbal yang dilakukan sebagai pengungkapan sensasi,
interpretasi, perasaan maupun intensi-intensi.
5) Saling Menerima dan Mendukung
Mendengarkan dan menanggapi pesan orang lain menjadi tidak
mudah sebab tanpa kita sadari selalu akan muncul sikap-sikap tertentu
selama menjalankan tugas. Diantara tanggapan tersebut ada yang berakibat
merugikan atau menghambat proses komunikasi. Ada lima intensi penting
yang sering mempengaruhi tanggapan kita terhadap orang lain yaitu :
a) Menasihati dan memberikan penilaian.
Nasihat dan penilaian mengkomunikasikan sikap evaluatif, korektif,
sugestif atau moralistik. Nasihat dapat menolong pihak yang dinasihati,
bila diberikan pada saat yang tepat dan relevan, namun nasihat dan
penilaian pada umumnya justru menghalangi kita untuk menolong orang
lain dan membangun persahabatan.
b) Menganalisis dan Menafsirkan
Dengan menganalisis dan menafsirkan masalah yang dikemukakan, kita
akan lebih senang bila orang lain cukup menolong agar kita mampu
berpikir sendiri tentang kesulitan kita dan cara untuk mengatasinya.
c) Meneguhkan dan memberikan dukungan
Melalui tanggapan yang bersifat memberi dukungan, maka penerima
pesan ingin menunjukkan simpati, meneguhkan kembali atau menolong
46
meringankan beban pengirim pesan, namun jika diberikan secara tergesa-
gesa, maka dukungan dan bimbingan tersebut justru dapat menimbulkan
kesan bahwa kita meremehkan perasaan pengirim pesan.
d) Menanyai dan menyelidiki
Menyelidiki dengan cara memberondong dengan berbagai pertanyaan
akan menimbulkan kesan bahwa penerima pesan ingin tahu lebih banyak,
ingin menggiring pembicaraan ke arah tertentu, atau ingin mengarahkan
pengirim pesan pada kesimpulan tertentu yang dipikirkan oleh penerima
pesan. Oleh karena itu komunikasi akan lebih efektif jika pertanyaan
dirubah menjadi pertanyaan reflektif yang akan mendorong orang untuk
terus mau mengungkapkan diri.
e) Memahami
Tanggapan yang penuh pemahaman yang bersifat merefleksikan apa
yang diungkapkan, menunjukkan bahwa kita mempunyai tanggapan
untuk memahami pikiran dan perasaannya. 58
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disintesiskan bahwa
komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara dua orang atau lebih
dalam suatu organisasi dan terjadi umpan balik secara langsung dari pihak
penerima pesan (komunikan) kepada komunikator.
f. Pengertian Kepemimpinan
Membicarakan kepemimpinan dapat dimulai dari berbagai sundut
pandang,dan setiap sudut pandang dapat merupakan pendekatan yang akan
melahirkan pengertian yang berbeda dengan pendekatan lainnya. Pemimpin
dan kepemimpinan dibutuhkan oleh manusia karena adanya kelebihan dan
kekurangan yang dimiliki oleh setiap manusia . Hal ini berarti bahwa ada
manusia yang memiliki kemampuan untuk memimpin . Pemimpin adalah
seorang yang memiliki kecakapan tertentu yang dapat mempengaruhi para
pengikutnya untuk melakukan kerja sama kea rah pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan. Dengan demikian, jelas bahwa pemimpin harus memiliki
58 A.W Suranto. 2011. Komunikasi Interpersonal. Cetakan Pertama. Yogyakarta. Graha Ilmu, p.65
47
berbagai kelebihan, kecakapan dibandingkan dengan anggota lainnya.
Dengan kelebihan yang dimilkinya, pemimpin dapat memiliki kewibawaan
sehingga dipatuhi oleh para pengikutnya. Kelebihan tersebut beragam, di
antaranya ialah kelebihan moral, semangat kerja, keterampilan, kecerdasan,
keuletan, dan sebagainya.59
Yukl,60
mendefinisikan bahwa kepemimpinan sebagai suatu sifat,
perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan
kerjasama antar peran, kedudukan dari suatu jabatan administratif, dan
persepsi dari lain-lain tentang legitimatis pengaruh. Nawawi juga
mendefisikan bahwa kepemimpinan sebagai kemampuan menggerakkan,
memberikan motivasi, dan mempengaruhi orang-orang agar bersedia
melakukan tindakan-tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan melalui
keberanian mengambil keputusan tentang kegiatan harus dilakukan.61
Purwanto,62
mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu sifat,
perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan
kerja sama antar peran, kedudukan dari suatu jabatan administratif, dan
persepsi dari lain-lain tentang legitimaasi pengaruh. Wahjosumidjo,63
mendefinisikan bahwa kepemimpinan sebagai sifat-sifat, perilaku pribadi,
pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan kerja sama antar
peran, kedudukan dari suatu jabatan administratif, dan persepsi dari lain-lain
tentang legitimasi pengaruh.
Berdasarkan definisi-definisi kepemimpinan di atas, pada dasarnya
mengandung kesamaan asumsi yang bersifat umum, yaitu :
a) Di dalam satu fenomena kelompok melibatkan interaksi antara dua
orang atau lebih.
59
Herabudin, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung, CV Pustaka Setia,
2009, hal. 183 60
Yukl. Gary, Kepemimpinan Dalam Organisasi, Alih Bahasa: Budi Supriyanto,
Jakarta, Indeks, 2007, hal. 5 61
Nawawi, Hadari, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang
Pemerintahan, Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 2006, hal. 81 62
Purwanto, M. Ngalim, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung, Remaja
Rosdakarya, 2006, hal. 48. 63
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah: Tinjauan Teoritik dan
Permasalahannya, Jakarta, rajagrafindo Persada, 2005, hal. 17
48
b) Di dalam melibatkan proses mempengaruhi, di mana pengaruh yang
sengaja digunakan oleh pemimpin terhadap bawahannya.
Di samping kesamaan asumsi yang umum, di dalam definisi tersebut
juga memiliki perbedaan yang bersifat umum pula, seperti :
a) Siapa yang mempergunakan pengaruh.
b) Tujuan dari pada usaha untuk mempengaruhi. dan
c) Cara yang digunakan dalam mempengaruhinya.
Kepemimpinan telah dipelajari melalui berbagai cara yang berbeda-
beda tergantung pada konsepsi kepemimpinan dan pilihan metodologi para
penelitinya, sehingga studi kepemimpinannya hanya memperlakukan atau
dihadapkan pada satu aspek yang sempit, seperti pengaruh bawahan atau
sifat-sifat pribadi, atau perilaku yang satu sama lain dijadikan sasaran studi
tanpa mengaitkan satu sama lain yang sebenarnya merupakan satu rangkaian
persoalan di bidang kepemimpinan.
Kepemimpinan juga dikatakan sebagai proses mengarahkan dan
mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan
para anggota kelompok. Tiga implikasi penting yang terkandung dalam hal
ini yaitu :
(1) kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun
pengikut.
(2) kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin
dan anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompok
bukanlah tanpa day.
(3) adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda
untuk memengaruhi tingkah laku pengikutnya melalui berbagai cara.
Oleh karena itu, kepemimpinan pada hakikatnya adalah:
a) Proses memengaruhi atau memberi contoh dari pemimpin kepada
pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi;
b) Seni memengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan
,kepercayaan, kehormatan, dan kerjasama yang bersemangat dalam
mencapai tujuan bersama;
49
c) Kemampuan untuk memengaruhi, memberi inspirasi dan mengarahkan
tindakan seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang
diharapkan;
d) Melibatkan tiga hal yaitu, pemimpin, pengikut, dan situasi tertentu.64
Adapun kepala sekolah adalah mereka yang banyak mengetahui
tugas-tugas mereka dan mereka yang menentukan irama bagi sekolah
mereka.65
Rumusan tersebut menunjukkan pentingnya peranan kepala
sekolah dalam menggerakkan kehidupan sekolah guna mencapai tujuan. Studi
keberhasilan kepala sekolah menunjukkan bahwa kepala sekolah adalah
seseorang yang menentukan titik pusat dan irama suatu sekolah.66
Kepala sekolah yang berhasil adalah kepala sekolah yang memahami
keberadaan sekolah sebagai organisasi kompleks yang unik, serta mampu
melaksanakan perannya dalam memimpin sekolah. Secara sederhana kepala
sekolah dapat didefinisikan sebagai seseorang tenaga fungsional guru yang
diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses
belajar mengajar, atau di mana terjadinya interaksi antara guru yang memberi
pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.
Berdasarkan beberapa definisi kepemimpinan kepala sekolah di atas,
maka dalam penelitian ini dapat didefinisikan bahwa perilaku kepemimpinan
kepala sekolah adalah sifat-sifat, perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang
lain, pola-pola interaksi, hubungan kerja sama antar peran, kedudukan dari
suatu jabatan administratif, dan persepsi dari lain-lain tentang legitimasi
pengaruh terhadap guru dan staf di sekolah.
g. Kepemimpinan Dalam Islam
64
Rivai, Veithzal dan Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi,
Jakarta, Raja Grafindo Persada,2003, hal. 3 65
Lipham, James M. The Principe Ship Concepts, Competent and Case, New York
and London, Longman, 2005, hal. 1 66
Wahjosumidjo, Kepemim pinan Kepala Sekolah: Tinjauan Teoritk dan
Permasalahannya, Jakarta, Rajagrafindo Persada,2005, hal. 83.
50
Kepemimpinn dalam Islam merupakan hal pokok bagi kepribadian islami
dan sudah diberi contoh Nabi Muhammad saw, yang telah menjadikan
dirinya sebagai da’iyah (seorang yang melakukan dakwah) untuk menjadi
seorang pemimpin, baik secara de jure maupun secara de facto, dalam
membimbing orang lain menuju jalan yang lurus (ihdinash shiraathal
mustaqiim)
Pemegang fungsi kepemimpinan dalam Islam biasa disebut Imam, dan
kepemimpinan itu sendiri disebut “imamah”. Pemimpinan ystem, dalam
sejarah kebudayaan Islam biasa digunakan dengan istilah: khalifah, amir, dan
sulthan. Dalam pada itu perkataan wali dalam arti pemimpin masih segar
hingga saat ini, karena kita jumpai sebutan: wali kota, wali negeri, dan
sebagainya.67
Istilah lain adalah idarah atau management, di mana Al-Qur’an telah
memberikan stimulasi di dalam firman Allah surah Al-Baqarah, ayat 282:
غيرا أو كبيرا إلى أجله ذلكم أقسط وال تسأموا أن تكتبوه ص
هادة وأدنى أاله ترتابوا إاله أن تكون تجارة وأقوم للشه عند للاه
.... حاضرة تديرونها بينكم فليس عليكم جناح أاله تكتبوها
Dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar
sampai batas waktu membayarnya, yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah
dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak
(menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika
mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka
tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Q.S. 2: 282
Di dalam ayat tersebut di atas, disebutkan, artinya “yang kamu jalankan
di antara kamu”. Asal katanya “adaara-idaarah” yang artinya manajement,
administrasi. Idaarah adalah masdar dari adaara, jadi idaarah atau
manajemen, suatu keadaan ystem balik, berusaha supaya menepati
67
. Hamzah Ya’qub, Publisistik Islam, Teknik dan Da’wah dan Leadership, Semarang,
CV. Diponegoro, 1989, hal. 115
51
peraturan yang ada.68
Idarah mempunyai beberapa pengertian, antara lain: a)
menjadikan sesuatu berjalan, b) saling mengisi, 3) persoalan atau pendapat.
Disamping pengertian tersebut, juga mempunyai pengertian lain seperti:
perkumpulan syarikah, madrasah, yayasan, sarana atau perlengkapan untuk
menyelesaikan segala urusan, untuk mencapai hasil atau meningkatkan
produktivitas.69
Ayat tersebut menerangkan persoalan yang berhubungan urusaan system
manusia, terutama dalam persoalan jual beli, transaksi atau persoalana
kesekretariatan. Maka tidak heran apabila asal penemuan ilmu management
itu dari persoalan yang berhubungan dengan usaha bisnis, yang kemudian
berkembang menjadi ilmu dalam mencapai tujuan, seperti kelompok system,
organisasi, syarikat-syarikat maupun pemerintahan. Karena Al-Qur’an
memberitakan apa yang terjadi dan yang akan terjadi.70
Di Indonesia istilah idarah identik dengan manajemen, sebagaimana yang
dirumuskan oleh Koordinator Dakwah Islam DKI di dalam bukunya yang
berjudul Manajemen Masjid. Idarah masjid memberikan pengertian bahwa
idarah dalam pengertian umum adalah segala usaha, tindakan dan kegiatan
manusia, yang berhubungan dengan perencanaan dan pengendalian segala
sesuatu secara tepat guna.71
Islam, pemimpin merupakan hal yang sangat fundamental. Ia menempati
posisi tertinggi dalam bangunan masyarakat. Dalam kehidupan berkelompok
(berjamaah), pemimpin ibarat kepala dari seluruh anggota tubuhnya. Ia
memiliki peranan yang strategis dalam pengaturan pola (minhaf) dan gerakan
(harokah). Kecakapannya dalam memimpin akan mengarahkan yang
dipimpin kepada tujuan yang akan dicapai, yaitu kejayaan dan kesejahteraan
68
Al-Munawwir, Ahmad Warson,, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Yogyakarta,
Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta, 1984, hal. 466 69
Jurban Mas’ud, Raaidut Tullab, Beirut, Daarul Ilmiyah, 1967, hal. 47 70
Jawahir Tantawi, Unsur-unsur Manajemen Menurut Al-Qur’an, Jakarta, Bulan
Bintang, 1988, hal. 49 71
KODI (Koordinator Dakwah Islam) DKI Jakarta, Idarah Masjid (Manajemen
Masjid), Jakarta, KODI, 1999, hal. 12
52
dengan iringan ridho Allah SWT. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman dalam
surah Al-Baqarah ayat 207 :
رءوف وللاه ومن النهاس من يشري نفسه ابتغاء مرضاة للاه
بالعباد
Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena
mencari keridhan Allah; dan Allah Maha Penyntun kepada hamba-Nya. Q.S.
2: 207
Dalam bangunan masyarakat, pemimpin berada pada posisi yang
menentukan terhadap perjalanan ummatnya. Apabila sebuah jamaah memiliki
seorang pemimpin yang prima, produktif dan cakap dalam pengembangan
dan pembangkitan daya juang dan kreativitas amaliyah, maka dapat
dipastikan prjalanan ummatnya akan mencapai titik kesuksesan. Dan
sebaliknya, manakala suatu jamaah dipimpin oleh orang yang memiliki
banyak kelemahan, baik dalam hal keilmuan, manajerial, maupun dalam hal
pemahaman dan nilai tanggung jawab, serta lebih mengutamakan hawa
nafsunya dalam pengambilan keputusana dan tindakan, maka dapat
dipastikan, bangunan jamaah akan mengalami kemunduran, dan bahkan
mengalami kehancuran. Allah berfirman dalam surah al-Isra’ ayat 16:
ة أمرنا مترفيها ففسقوا فيها فحقه وإذا أردنا أن نهلك قري
رناها تدميرا عليها القول فدمه
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan
kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah)
tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah
sepantasnya berlaku terhadapnya Perkataan (ketentuan Kami), kemudian
Kami hancurkan negeri ini sehancur-hancurnya. Q.S. 17:16
53
Islam memandang bahwa kepemimpinan memiliki posisi yang sangat
strategis dalam terwujudnya masyarakat yang berada dalam Baldatun
thayyibatun wa rabbun ghafur, sebagaimana firman Allah SWT:
لقد كان لسبإ في مسكنهم آية جنهتان عن يمين وشمال كلوا
من رزق ربكم واشكروا له بلدة طيبة ورب غفور
Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat
kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri.
(kepada mereka dikatakan) : “ Makanlah olehmu dari rezki yang
(dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu)
adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha
Pengampun.Q.S. 34:15.
Mereka itu adalah masyarakat Islami yng dalam ystem kehidupannya
menerapkan prinsip-prinsip Islam. Demikianlah pentingnya kepemimpinan
atau imam dalam sebuah jamaah atau kelompok, maka Rasulullah saw,
bersabda :
عن أبى هريرة رضي للا عنه قال: قال رسول للا صلى للا
م فليؤ مكم اقرؤكم و ان كان فرتعليه و سلم : اذا سا
أصغركم و اذا أمكم فهو أمير كم . رواه البخارى72
Dari Abu Hurairah ra, berkata, Rasulullah sawa, bersabda : Apabila kamu
mengadakan perjalanan secara berkelompok, maka tunjuklah salah satunya
sebagai imam (pemimpin perjalannan). H.R. Bukhori
Kepemimpinan dalam pandangan Islam tidak jauh berbeda dengan model
kepemimpinan pada umumnya, karena prinsip dan sistem yang digunakan
terdapat beberapa persamaan. Kepemimpinan pertama kali dalam Islam
72
Sayyad Sabiq, Fiqhu al-Sunnah, Daar al-Fikr Libanon, Beirut, 1983, hal. 199
54
dicontohkan oleh Rasulullah saw, kepemimpinan Rasulullah saw, tidak bisa
dipisahkan dengan fungsi kehadirannya sebagai pemimpin spiritual dan
masyarakat. Prinsip dasar kepemimpinan beliau adalah keteladanan. Dalam
kepemimpinannya mengutamakan uswatun hasanah pemberian contoh
kepada shahabat yang dipimpin. Rasulullah memang mempunyai kepribadian
yang sangat agung, sebagaimana yang dinyatakan dalam Al-Qur’an surah Al-
Qalam ayat 4 :
وإنهك لعلى خلق عظيم
Dan sesungguhnya engkau Muhammad benar-benar berada dalam akhlak
yang agung. Q.S:68:4
Ayat di atas menunjukkan bahwa Rasulullah saw, memang mempunyai
kelebihan berupa akhlak yang mulia, sehingga dalam hal memimpin dan
memberikan teladanan memang tidak diragukan. Kepemimpinan Rasulullah
saw, memang tidak dapat ditiru sepenuhnya, namun setidaknya sebagai umat
Islam harus berusaha meneladani kepemimpinan-nya.
Rasulullah saw, membuktikan bahwa seorang pemimpin yang baik
adalah yang mendorong para pengikutnya agar melayani orang lain untuk
bisa unggul dalam kehidupan. Sebagai seorang pemimpin, seseorang terikat
oleh kedudukan yang dipercayakan Tuhan agar bertanggung jawab dan bisa
dipertanggungjawabkan dalam menegakkan keadilan, kesetaraan, dan
kesepahaman dalam segala urusan dunia. Seorang pemimpin bisa jadi juga
seorang ayah, seorang imam, seorang administrator, seorang manajer,
seorang supervisor, atau bahkan seorang pekerja yang berpengaruh.
Rasulullah saw, menegaskan bahwasetiap orang yang diberi kepercayaan oleh
Tuhan Yang Maha Perkasa untuk menjadi khalifah.
Kepemimpinan melibatkan proses mempengaruhi orang untuk
mentransformasikan pandangan hidup mereka, kadang-kadang melalui
tindakan afirmatif, untuk mencapai kondisi yang lebih baik. Perubahan yang
lebih baik bisa dicapai dengan cara mengubah perilaku seseorang, situasi
55
seseorang, atau lingkungan seseorang (atau perpaduan di antara ketiganya)
sedemikian rupa sehingga hasilnya akan bermanfaat bagi ummat manusia
secara khusus. Proses seperti ini menjadi landasan kepemimpinan altruistis.
Altruisme (bahasa Latin; alter, atau bentuk jamaknya: alteri, orang lain)
mengonotasikan prinsip hidup, yang menghargai dan berbuat demi kebaikan
orang lain, menunjukkan kasih sayang serta perhatuian terhadap
kesejahteraan orang lain. Prinsip ini menunjukkan suatu sikap menyayangi
dan berbagi rasa, sikap peduli dan tidak egois atas kesejahteraan yang lain,
menjaga perasaan orang lain, memperhatikan kebutuhan orang lain, dan
selalu berusaha menciptakan solusi saling menguntungkan atas apa yang
dikerjakan secara bersama. Ini merupakan antitesis dari sikap egoisme
(sangat mementingkan diri sendiri), kiasu-isme (taakut kalah), Darwinisme
sosial (hukum rimba), atau Machiavellinisme (kelicikan). Maka ciri-ciri
seorang pemimpin yang islami adalah: sopan, tabah, dermawan, baik hati,
ramah, berani, dapat dipercaya, penuh kebajikan, semangat melayani
masyarakat, dan berorientasi warga.73
1). Kepemimpinan Dalam Al-Qur’an
Nabi Adam adalah manusia pertama, dan orang yang pertama
memimpin manusia meskipun hanya anak-anak dan cucu-cucunya. Hal ini
Allah SWT, berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 30 :
وإذ قال ربك للمالئكة إني جاعل في األرض خليفة قالوا
ماء ونحن نسبح أتجعل فيها من يفسد في ها ويسفك الد
بحمدك ونقدس لك قال إني أعلم ما ال تعلمون
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
“Sesungguhnay Aku akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi”,
mereka berkata: “Mengapa Engkau hendakmenjadikan (khalifah) di bumi
73
Ismail Noor, Manajemen Kepemimpinan Muhammad saw, Mencontoh Teladan
Kepemimpinan Rasul Untuk Kesempurnaan Manajemen Modern, Bandung, Mizan, 2011,
hal.33
56
itu orang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau ?”. Tuhan berfirman: “Sesaungguhnya Aku
mengetahui apa yang Engkau tidak mengetahui” Q.S: 2:30
Perkataan khalifah dalam bentuk mufrad, sedang jamaknya khulafa
atau khalaaif berarti pengganti Nabi Muhammad saw.74
Pada ayat tersebut
Allah SWT, memberikan kekuasaan kepada manusia pertama Adam
sebagai khalifah untuk mengatur manusia dalam kehidupan. 75
Dalam Al-
Qur’an sebutan ini sebanyak 9 kali, khalifah dapat berarti pengganti,
penguasa, atau generasi penerus, wakil dan pengganti sesuatu yang telah
ada sebelumnya.76
Tafsir al-Manar menyebutkan pengertian ayat tersebut bahwa “
manusia dijadikan Allah SWT, sebagai khalifah atau penguasa di bumi
yang dibekali dengan akal pikiran, dan ilmu penetahuan yang tidak
dimiliki oleh makhluk lain.77
Ini merupakan keistimewaan manusia
diberikan kewenangan untuk mengatur alam semesta ini dengan petunjuk
Al-Qur’an.
Pengertian khalifah sebagai penguasa, banyak ragam dan jenis
kekuasaan tersebut, baik secara operasional, maupun konsepsional.
Khalifah juga mengandung arti yang universal, tergantung
penempatannyaa di dalam pembahasan. Adakalanya dalam suatu negara
yang berdaulat, bentuk-bentuk organisasi kemasyarakatan, sampai pada
bentuk yang sekeacil-kecilnya. Allah mengangkat khalifah di bumu untuk
menjadi pemimpin terhadap sesamanya yang dilakukan secara kontinyu
dari generasi ke generasi.78
74
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Yayasan Penyelenggara Penteremah
Al-Qur’an, 1973, hal. 120 75
As-Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, Mesir, Darul Manar,
1954, hal. 258 76
Jamaluddin Kafie, Mengikuti Peristiwa Khalifah dari Balik Al-Qur’an,
Surabaya, Bina Ilmu, 1998, hal. 65 77
As-Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, 1954, Tafsir Al-Manar, Mesir, Darul Manar,
hal. 256 78
Abul Fidah Ismail bin Katsir, Mukhtashar Ibnu Katsir, Kairo, Isa Babil
Halabi,1979, hal. 49
57
2). Kepemimpinan Rasulullah SAW.
Nabi Muhammad swa, sebagai uswatun hasanah yang
harusditauladani bagi semua ummat Islam. Beliau memiliki akhlak yang
agung dan luhur. Dengan akhlak yang luhur itulah beliau dapat berhasil
dalam bedakwah hanya kurang dari 23 tahun, beliau dapat merubah dari
masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat yang beriman, berilmu, dan maju
dalam segala bidang.
Akhlak Rasulullah saw, terulis dalam Al-Qur’an, antara lain dalam
surah Al-Qalam ayat 4 :
وإنهك لعلى خلق عظيم
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang luhur.
Q.S:68:4
Di antara akhlak Rasulullah saw yang terpuji, adalah sikap pemaaf dan
kasih terhadap sesamanya, meskipun beliau sering dihina, difitnah dan
disakiti orang lain. Selain bersikap pemaaf, Nabi juga bersikap pengasih
dan penyayang terhadap sesamanya, terhadap fakir miskin dan anak yatim.
Dalam berbagai kegiatan dakwahnya, beliau selalu memulai kebaikan dari
dirinya sendiri dan keluarganya. Beliau selalu berusaha kebaikan dan
memelihara umatnya dari kehancuran dan kenistaan. Hal ini ditegaskan
oleh Allah dalam surah At-Taubah ayat 128 :
لقد جاءكم رسول من أنفسكم عزيز عليه ما عنتم حريص
عليكم بالمؤمنين رءوف رحيم
Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri,
berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi penyayang terhadap
orang-orang mukmin. Q.S:9:128
58
Dalam surah al-A’raf ayat 199 :
خذ العفو وأمر بالعرف وأعرض عن الجاهلين
Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf,
serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. Q.S:7:199
Ayat tersebut menunjukkan ada tiga macam sikap dan budi pekerti
yang luhur bagi Rasulullah saw, yaitu pemaaf, memerintah kebaikan dan
menajauhi dari orang-orang bodoh.
Nabi Muhammad saw, adalah seorang pelopor yang pro aktif dalam
mengerjakan segala urusan karena Allah SWT. Untuk menanamkan iman
atau keyakinan kepada para pengikutnya, beliau berkata terus terang soal
apa yang boleh dan apa yang dilarang kepada mereka. Dan beliau memberi
teladan melalui kepemimpinan dengan contoh (uswah), selalu selangkah di
depan untuk diikuti yang lain. Beliau melakukannya tanpa menunjukkan
arogansi, tetapi beusaha menjadi yang terbaik dalam ummat, tetap
menunjukkan keberanian tetapi rendah hati. Dalam prosesnya, Nabi
Muhammad saw, dipandang sebagai seorang manusia yang memiliki
integritas tinggi, bersemangat menuntaskan misi dan penuh kasih dalam
membantu pengikutnyamenuju jalan yang benar.
Nabi Muhammad saw, menerapkan tiga gaya pokok dalam
kepemimpinannya, plus lima, yaitu syura (permusyawaratan), ‘adl bil
qisthi (keadilan, disertai kesetaraan), dan hurriyah al-kalam (kebebasan
dalam berekspresi), dalam segala urusan dengan umatnya. Plus lima adalah
integritas pribadi, perbaikan hubungan, daya kepemimpinan, perilaku etis,
dan mendorong semangat melalui pengetahuan spiritual. 79
a). Syura
Syura merupakan model dasar pengambilan keputusan, dan dalam
melakukan hal ini Al-Qur’an menyerukan kepada para pemimpin
79
Ismail Noor, Manajemen Kepemimpinan Muhammad saw, Mencontoh
Teladan Kepemimpinan Rasul Untuk Kesempurnaan Manajemen Modern, Bandung,
Mizan,2011, hal.23
59
muslim agar bermusyawarah dengan mereka yang berpengaruh atau
yang lebih memiliki pengetahuan dan lebih paham tentang persoalan
yang sedang dihadapi.
Syura adalah sebuah metode yang menerapkan musyawarah di
antara para pemimpin dan pengikut mengenai berbagai persoalan
penting, terutama jika masalahnya bersifat kritis dan membutuhkan
solusi bijak. Berbagai pikiran dan saran diminta dari berbgai kalangan,
terutama dari mereka yang ahli dan berpengalaman dalam bidang
tersebut.
Allah telah mewajibkan syura kepada semua hamba-Nya, karena
Dia telah menyejajarkan dengan kewajiban beribadah melalui shalat,
zakat, dan amal shalih. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surah
Al-Syura ayat 38:
الة وأمرهم شورى والهذين استجابوا لربهم وأقاموا الصه
ا رزقناهم ينفقونبينهم وممه
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari
rezki yang Kami berikan kepada mereka. Q.S:42:38
Para pemimpin mungkin bukan hanya mereka yang dianugerahi
wawasan atau visi atas berbagai situasi yang menuntut penyelesaian
masalah. Ada para pengikut yang bisa memberikan konttribusi juga,
bahkn pada sejumlah kasus tertentu bisa lebih baik dibandingkan
dengan para atasannya. Firman allah dalam surah Ali Imran ayat 159:
لنت لهم ولو كنت فظا غليظ القلب فبما رحمة من للاه
وا من حولك فاعف عنهم واستغفر لهم وشاورهم النفض
60
يحب إنه للاه ل على للاه في األمر فإذا عزمت فتوكه
لين المتوك
Maka berkat rahmat Allah, engkau (Muhammad) berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras lagi berhati
kasar, tentulah merek menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian
apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakkalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya. Q.S:3:159.
Syura diterapkan dalam pengambilan keputusan dan berbagai
pilihan strategis. Metode ini diterapkan ketika tidak ada nash dalam Al-
Qur’an atau Sunnah Nabi saw. Hal ini disebabkan Syura membutuhkan
ijtihad (keputusan yang didasarkan pada penyelidikan seksama
terhadap berbagai fakta) mengenai berbagai persoalan.
b). Keadilan (‘adl)
Keadilan merupakan tonggak kedua kepemimpinan Islam.
Pemimpin muslim harus berurusan dengan berbagai macam orang,
terutama pada ummatnya, dengan rasa keadilan dan keterbukaan tak
peduli apa suku, keyakinan, kebangsaan, atau keimanannya. Al-Qur’an
memerintahkan kepada kaum muslim agar bersikap adil dan tidak
pandang bulu, bahkan kepada mereka yang menentang. Allah
berfirman dalam surah an-Nisa’ ayat 135:
ولو امين بالقسط شهداء لله يا أيها الهذين آمنوا كونوا قوه
على أنفسكم أو الوالدين واألقربين إن يكن غنيا أو فقيرا
أولى بهما فال تتهبعوا الهوى أن تعدلوا وإن تل ووا فالله
كان بما تعملون خبيرا أو تعرضوا فإنه للاه
1
61
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-
benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap
dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang
terdakwa itu) kaya atau miskin, maka Allah lebih tahu
kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena
ingin menyimpang dari kebenaran. Jika kamu memutar balikkan (kata-
kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah
Maha teliti segala apa yang kamu kerjakan. Q.S:4:135.
Surah lain, Al-Maidah ayat 8:
شهداء بالقسط وال امين لله يا أيها الهذين آمنوا كونوا قوه
يجرمنهكم شنآن قوم على أاله تعدلوا اعدلوا هو أقرب
خبير بما تعملون إنه للاه للتهقوى واتهقوا للاه
Wahai orang-orang yang beriman ! Jadilah kamu sebagai penegak
keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong
kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah
Maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan. Q.S:5:8.
Dan juga dalam surah an-Nisa’ ayat 58:
وا األمانات إلى أهلها وإذا حكمتم يأمركم أن تؤد إنه للاه
ا يعظكم به إنه نعمه بين النهاس أن تحكموا بالعدل إنه للاه
كان سميعا بصيرا للاه
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil.
Sungguh Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu.
Sungguh Allah Maha Mendengar, Maha Melihat. Q.S: 4:58
62
Keadilan bermakna meletakkan sesuatu pada tempatnya, atau
menempatkannya dalam perspektif yang benar. Keadilan juga berarti
melakukan sesuatu tanpa melebihi batas seberapa besar maupun
kecilnya. Dalam konteks Islam, hal ini pada puncaknya
mengimplikasikan bahwa Allah SWT, melakukan segala sesuatunya
dengan benar. Apapun yang Dia perbuat berdasarkan pada kebenaran.
Bahkan, ketika Dia harus menghukum hamba-Nya, Dia melakukan
yang terbaik buat mereka. Di pihak manusia, keadilan
mengimplikasikan melakukan sesuatu pada tempatnya, tanpa
kedengkian atau kesombongan.
Ketika Rasulullah saw, mengukuhkan kedudukan kum muslim di
Madinah, beliau membuat sebuah Piagam Perjanjian (al-Dhimmah)
dengan suku Yahudi demi pertahanan dan keamanan kota. Di antara
tujuan piagam itu adalah kedudukan Nabi Muhammad saw, sebagai
pemimpin dan kepala negara Madinah. Nabi Muhammad saw diterima
sebagai pengendali segala urusan. Beliau bertindak sebagai penengah
pihak-pihak yang bertikai sehingga hukum dan peraturan dapat
ditegakkan di Negara Madinah
Dalam penerapan keadilan, Nabi selalu memberikan hak dan
kesempatan yang sama kepada semua warga tanpa memandang ras,
keyakinan. Semua orang memiliki akses yang sama dalam kegiatan
ekonomi, pendidikan, perdilan, rampasan perang, ketaatan beragama,
atau pemilihan pejabat negara. Demokrasi ditegakkan selama tidak
melanggar hukum Allah SWT.
Dalam pengertian manajemen, keadilan adalah bersikp menjadi
sesama manusia kepada orang lain. Keadilan mencakup kondisi yang
terbuka dalam perekrutan dan pemecatan, seleksi karyawan sercara
bijak, penentuan upah dan gaji yang merata, alokasi tugas dan
tanggung jawab yang adil, kepantasan dalam menangani urusan
kepegawaian, penanganan pengaduan secara proposional, penghargaan
63
memadai mengenai pekerjaan yang dilakukan. Dalam semua aspek
pengaturan kesejahteraan tersebut, keadilan harus ditegakkan.
c). Kebebasan Berekspresi
Kebebasan berekspresi merupakan hak yang diberikan kepada siapa
saja untuk menyuarakan kepedulian, persetujuan atau saran suatu
persoalan yang mempengaruhi kesejhteraan dirinya atau komunitasnya.
Nabi Muhammad caakap dalam hal menangani berbagai masalah yang
dibawa ke hadapan beliau. Bahkan dalam sesi halaqah, Nabi
mendengarkan pandangan orang lain dengan sungguh-sungguh, dengan
tubuh dicondongkan ke arah orang itu, sebelum berkomentar, memberi
nasihat, dan mengambil keputusan.
Kebebasan berekspresi sangat erat kaitannya dengan praktik syura,
yang memungkinkan adanya pandangan yang setuju dan yang menentang.
Begitulah praktik praktik syura, memberi kebebasan berekspresi tapi harus
sejalan dengan etika dalam perbedaan pendapat (adabu al-ikhtilaf),
sehingga bisa memunculkan solusi terbaik, memberi gambaran kepada
pemimpin tentang bagaiman cara menangani perselisihan semacam itu. Di
dalamnya terkandung hak azasi individu, sepanjang hak tersebut tidak
melanggar hak orang lain.
Agar mendapatkan keputusn melalui syura, tetapi memberi ruang bagi
perbedaan pendapat, para anggota halaqah harus berpartisipasi dalam tukar
pendapat dengan pikiran terbuka dan niat positif. Rasulullah saw,
bersabda:
.... انما اال عمال بالنيات و انما لكل امرء ما نوى80
Perbuatan itu berdasarkan niatnya dan setiap orang akan mendapatkan
apa yang diniatkannya…. HR. Bukhari dan Muslim.
80 Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Riyadhu ash-
Shalihin, Dar al-Kitab al-‘Arabi, Beirut,1975, hal. 5
64
Aspek-aspek etika dalam perbedaan pendapat pada pelaksanaan rapat
dan mudzakarah (diskusi atau tukar pendapat atas suatu perselisihan) yang
berlangsung pada masa Rasulullah saw adalah :
(a) Pedoman diberikan oleh Nabi Muhammad saw. Dengan demikian
para shahabat tidak perlu berselisih di antara mereka sendiri.
Persoalan dibahas dengan sopan, damai, tetapi tegas.
(b) Ketika timbul perbedaan, kendati sudah ada usaha menyelesaikannya,
para shahabat merujuk pada Al-Qur’an dan Sunnah untuk mencari
penyelesaiannya. Segala keputusan yang diambil dari Al-Qur’an dan
Sunnah akan diikuti tanpa syarat.
(c) Berkenaan dengan berbagai persoalan yang menyangkut interpretasi,
Nabi Muhammad saw, akan memberikan petunjuk tentang apa yang
benar dan apa yang salah. Para shahabat memberikan kepercayaan dan
rasa hormat dalam ketulusan atas pandangan dan penilaian satu sama
lain. Pendekatan ini menghindari sikap ekstrim dan fanatik.
(d) Siapapun yang ada di dalam tim atau rapat bisa menunjukkan
kebenaran, yang akan diakui dan diterima. Kesepakatan atau
pandangan mayoritas adalah tujuan untuk sampai pada sebuah
keputusan.
c). Kriteria Kepemimpinan
1). Faktor Keulamaan
Allah berfirman dalam surah Fathir ayat 28:
ومن النهاس والدهواب واألنعام مختلف ألوانه كذلك إنهما
عزيز غفور من عباده العلماء إنه للاه يخشى للاه
Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan
binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan
jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-
65
hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Pengampun. Q.S: 35:28
Ayat ini menjelaskan bahwa di antara hamba-hmba yang paling
takut kepada Allah adalah al-Ulama. Hal ini menunjukkan bahwa
apabila pemimpin mempunyai kriteria keulamaan, maka dia akan selalu
menyandarkan segala sikap dan keputusannya berdasarkan Al-Qur’an
dan As-sunnah. Dia akan takut melakukan kesalahan dan berbuat dosa.
Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surah Al-Hujurat ayat 1:
ورسوله موا بين يدي للاه يا أيها الهذين آمنوا ال تقد
سميع عليم واته إنه للاه قوا للاه
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan
Rasul-Nyaa, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui. Q.S:49:1
Seorang pemimpin yang berkriteria ulama, haruslah memiliki keilmuan
yang dalam . ia selalu menampilkan ucapan, perbuatan, dan perangainya
berdasarkan ilmu. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT, dalam surah
an-Nahl ayat 43:
م فاسألوا أهل وما أرسلنا من قبلك إاله رجاال نوحي إليه
كر إن كنتم ال تعلمون الذ
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki
yang kami beri wahyu kepada mereka, Maka bertanyalah kepada orang
yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. Q.S:16:43
Ayat ini menjelaskan bahwa seorang pemimpin harus ahlu adz-
dzikri (ahli dzikir), yaitu orang yang dapat dijadikan rujukan dalam
menjawab berbagai macam problema ummat.
66
2). Faktor Keteladanan
Seorang pemimpin hendaknya orang yang memiliki figur
keteladanan dalam dirinya, baik dalam hal perbuatan, perkatan, dan
ibadah kepada Allah SWT. Hal ini allah berfirman dalam surah al-
Ahzab ayat 21:
أسوة حسنة لمن كان يرجو لقد كان لكم في رسول للاه
كثيرا واليوم اآلخر وذكر للاه للاه
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.Q.S.33:21
Seorang pemimpin hendaknya menjadikan Rasulullah saw, sebagai
tauladan bagi dirinya, sehingga meskipun tidak mencapaai titik
kesempurnaan, paling tidak ia mampu menampilkan akhlak yang baik.
Akhlak merupakan masalah yang paling mendasar dalam
kepemimpinan, meskipun seorang pemimpin memiliki kecerdasan
intelektual yang luar biasa, tetapi apabila tidak dikontrol mellui akhlak
yang baik, maka ia justru akan membawa kerusakan dan kehancuran.
3). Faktor Manajerial
Seorang pemimpin harus memahami ilmu manajerial (meskipun
pada standar yang minim). Memahami manajemen kepemimpinan,
perencanaan, administrasia, distribusi keanggotaan, dan sebagainya.
Allah berfirman dalam surah Ash-Shaf ayat 4:
يحب الهذين يقاتلون في سبيله صفا كأنههم بنيان إنه للاه
مرصوص
67
Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang di jalan-Nya
dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu
bangunan yang tersusun kokoh. Q.S: 61:4
Ayat ini menjelaskan tentang seorang pemimpin bagaimana harus
dapat menciptakan suasana yang di pimpin (bawahannya) menjadi
serasi, seimbang dan adil. Dengan kemampuan manajerial seorang
pemimpin, maka akan tercipta tawassuq (keteraturan), tawazun
(keseimbangan), yang kesemuanya tertuju pada takammul
(kesempurnaan) secara menyeluruh.
4). Faktor Intelektual
Seorang pemimpin harus memiliki kecerdasan, baik secara
emosional (EQ), spiritual (SQ), maupun intelektual (IQ). Rasulullah
saw, pernah menguji kelayakan dan kepatutan kepada Mu’adz bin Jabal
sebagai berikut:
عن معاذ بى جبل رضي للا عنه ان رسول للا صلى للا
عليه و سلم لما بعثه الى اليمن قال: كيف تقضى اذا
عرض لك قضاء ؟ قال: أقضى بكتاب للا. قال: فان لم
سول للا. قال : فان لم تجد فى كتاب للا ؟ قال: فبسنة ر
تجد فى سنة رسول للا . قال : أجتهد رأيى و ال الو )
اى ال اقصر فى اجتهادى( قال : فضرب رسول للا على
صدره و قال : الحمد لل الذى وفق رسول رسول للا لما
يرضى رسول للا. 81
81
Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Riyadhu ash-Shalihin, Dar
al-Kitab al-‘Arabi, Beirut, 1973, hal. 389
68
Dari Mu’adz bin Jabal ra, bahwa Rasulullah saw, ketika mengutusnya
ke Yaman beliau bersabda: “Bagaimanakah engkau memberi putusan
(hukum) apabila suatu putusan dihadapkan kepadamu ?”. Mu’adz
menjawab: “Saya akan memberikan keputusan berdasarkan kitab
Allah”. Beliau bersabda: “Jika kamu tidak menemukannya di dalam
kitab Allah?” Ia menjawab : “Maka berdasarkan sunnah Rasulullah”.
Beliau bersabda : “Jika kamu tidak menemukannya dalam sunnah
Rasulullah ?” Ia menjawab : “Saya akan berijtihad dengan
pendapatku, dan saya tidak akan gegabah (tidak sembrono). Perowi
berkata: Kemudian Rasulullah saw, menepuk-nepuk dada Mu’adz
seraya bersabda: Segala puji bagi Allah yang telah memberikan taufik
kepada utusan Rasulullah kepada sesuatu yang diridhai oleh
Rasulullah”
Hadits tersebut menunjukkan betapa pentingnya kecerdasan yang
harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Rasulullah saw, juga
menyatakan :
اذا حكم الحاكم فاجتهد ثم أصاب فله أجران, فاذا حكم
و اجتهد ثم أخطأ فله أجر. متفق عليه 82
Apabila seorang hakim hendak menetapkan sesuatu hukum ia berijtihad
kemudian tepat ijtihadnya, maka baginya dua pahala; dan apabila ia
hendak menetapkan sesuatu hukum dan berijtihad kemudian salah
ijtihadnya, maka baginya satu pahala. H.R. Bukhari dan Muslim.
h. Pendekatan Studi Kepemimpinan
Wahjosumidjo, mengemukakan bahwa persoalan utama kepemimpinan
dapat dibagai ke dalam tiga masalah pokok, yaitu :
1). Bagaimana seseorang dapat menjadi seorang pemimpin.
2). Bagaimana seorang pemimpin itu berperilaku
3). Apa yang membuat pemimpin itu berhasil.83
Sehubungan masalah di atas, studi kemimpinan yang terdiri dari
berbagai macam pendekatan pada hakikatnya merupakan usaha untuk
82
Ibnu hajar al_’Asqalany, Bulughu al-Maram, tt, Semarang, Usaha Keluarga Semarang, hal. 288.
83 Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah: Tinjauan Teoritik dan
Permasalahannya, Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2005, hal. 19
69
menjawab atau memberikan pemecahan persoalan yang terkandung di dalam
ke tiga permasalahan tersebut. Adapun pendekatan terhadap kepemimpinan
tersebut adalah :
1). Pendekatan pengaruh kewibawaan (power influence approach)
Menurut pendekatan ini, keberhasilan pemimpin dipandang dari segi
sumber dan terjadinya sejumlah kewibawaan yang ada pada para
pemimpin, dan dengan cara yang bagaimana para pemimpin
menggunakan kewibawaan tersebut kepada bawahan.84
Pendekatan ini
menekankan proses saling mempengaruhi, sifat timbal balik dan
pentingnya pertukaran hubungan kerjasama antara para pemimpin dengan
bawahan.
Wirawan,85
mengemukakan bahwa hasil penelitian terdapat
pengelompokan sumber dari mana kewibawaan tersebut berasal, yaitu:
a) Legitimate power, bawahan melakukan sesuatu karena pemimpin
memiliki kekuasaan untuk meminta bawahan dan bawahan
mempunyai kewajiban untuk menuruti atau mematuhinya.
b) Coersive power, bawahan melakukan sesuatu agar dapat terhindar dari
hukuman yang dimilki oleh pemimpin.
c) Reward power, bawahan mengerjakan sesuatu agar memperoleh
penghargaan yang dimiliki oleh pemimpin.
d) Referent power, bawahan melakukan sesuatu karena bawahan mereasa
kagum terhadap pemimpin, bawahan merasa kagum atau
membutuhkan untuk menerima restu pemimpin, dan mau berperilaku
pula seperti pemimpin.
e) Expert power, bawahan mengerjakan sesuatu karena bawahan percaya
pemimpin memiliki pengetahuan khusus dan keahlian serta
mengetahui apa yang diperlukan.
84
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah: Tinjauan Teoritik dan
Permasalahannya, Jakarta, Rajagrafindo Persada,2005, hal. 20 85
Wirawan, Budaya dan Iklim Organisasi: Teori Aplikasi dan Penelitian, Jakarta,
Salemba Empat, 2002, hal. 21.
70
Berdasarkan pendekatan pengaruh kewibawaan, seorang kepala
sekolah dimungkinkan untuk menggunakan pengaruh yang dimilikinya
dalam membina, memberdayakan, dan memberi teladan terhadap guru
sebagai bawahan. Legitimate dan coercive power memungkinkan kepala
sekolah dapat melakukan pembinaan terhadap guru, sebab dengan
kekuasaan dalam memerintah dan member hukuman, pembinaan terhadap
guru akan lebih mudah dilakukan. Sementara itu dengan reward power
memungkinkan kepala sekolah memberdayakan guru secara optimal,
sebab penghargaan yang layak dari kepala sekolah merupakan motivasi
berharga bagi guru untuk menampilkan performan terbaiknya,
Selanjutnya dengan referent dan expert power, keahlian dan perilaku
kepala sekolah yang diimplementasikan dalam bentuk rutinitas kerja,
diharapkan mampu meningkan motivasi kerja para guru.
2). Pendekatan Sifat (the trait approach)
Pendekatan ini menekankan pada kualitas pemimpin. Keberhasilan
pemimpin ditandai oleh daya kecakapan luar biasa yang dimilki oleh
pemimpin seperti :
a) tidak kenal lelah atau penuh energi,
b) intuisi yang tajam,
c) wawasan masa depan yang luas, dan
d) kecakapan meyakinkan yang sangat menarik.
Menurut pendekatan sifat, seseorang menjadi pemimpin karena sifat-
sifatnya yang dibawa sejak lahir, bukan karena dibuat atau dilatih.
Purwanto,86
mendefinisikan pemimpin adalah dilahirkan bukan dibuat
bahwa pemimpin tidak dapat memperoleh kemampuan untuk memimpin,
tetapi mewarisinya. Sutisno,87
mengemukakan bahwa seseorang tidak
menjadi pemimpin dikarenakan memilki suatu kombinasi sifat-sifat
86
Purwanto, M. Ngalim, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung,
Remaja Rosdakarya, 2006, hal. 31 87
Sutisno, Administrasi Pendidikan, Dasar Teoritis untuk Praktik Profesional,
Bandung, Angkasa, 2005, hal. 258.
71
kepribadian, tapi pola sifat-sifat pribadi pemimpin itu pasti menunjukkan
hubungan tertentu dengan sifat, kegiatan, dan tujuan dari pada
pengikutnya. Berdasarkan pendekatan sifat, keberhasilan seseorang
pemimpin tidak hanya dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadi, melainkan
ditentukan pula oleh kecakapan/ketrampilan (skill) pribadi pemimpin.
Studi trait approach didukung dengan perkembangan cepat
percobaan psikologi selama periode 1920-1950. Berdasarkan hasil studi
tersebut ada tiga macam sifat pribadi seorang pemimpin yang meliputi :
a) Ciri-ciri fisik, (physical characteristics), seperti tinggi badan,
penampilan, energy.
b) Kepribadian (personality), seperti menjunjung tinggi harga diri,
stabilitas emosional dan
c) Kemampuan/kecakapan. Seperti kecerdasan umum (general
intelegence), lancar berbicara (verbal fluency), keaslian (originality),
dan wawasan social (social insight).
3). Pendekatan Perilaku (the behavior approach)
Pendekatan perilaku merupakan pendekatan yang berdasarkan
pemikiran, bahwa keberhasilan atau kegagalan pemimpin ditentukan oleh
sikap dan gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh pemimpin dalam
kegiatannya sehari-hari. Pendekatan perilaku ini ditunjukkan pemimpin
dalam hal bagaimana cara memberi perintah, membagi tugas dan
wewenang, cara berkomunikasi, cara mendorong semangat kerja
bawahan, cara memberi bimbingan dan pengawasan, cara membina
disiplin kerja bawahan, dan cara mengambil keputusan.88
Pendekatan perilaku menekankan pentingnya perilaku yang dapat
diamati yang dilakukan oleh para pemimpin dan sifat pribadi atau sumber
kewibawaan yang dimilikinya. Oleh sebab itu pendekatan perilaku itu
mempergunakan acuan sifat pribadi dan kewibawaan, Kemampuan
88 Purwanto, M. Ngalim, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung,
Remaja Rosdakarya, 2006, hal. 32
72
perilaku secara konsepsional telah berkembang ke dalam berbagai macam
cara dan berbagai macam abstraksi. Perilaku seorang pemimpin
digambakan ke dalam istilah pola aktivitas, peranan manajerial atau
kategori perilaku.
4). Pendekatan Situasional (situational approach)
Pendekatan situasional menekankan pada cirri-ciri pribadi pemimpin
dan situasi, mengemukakan dan mencoba untuk mengukur atau
memperkirakan cirri-ciri pribadi ini, dan membantu pimpinan dengan
garis pedoman perilaku yang bermanfaat yang berdasarkan kepada
kombinasi dari kemungkinan yang bersifat kepribadian dan situasional.89
Pendekatan situasional atau pendekatan kontingensi merupakan suatu
teori yang berusaha mencari jalan tengah antara pandangan yang
mengatakan adanya azas-azas organisasi dan manajemen yang bersifat
universal, dan pandangan yang berpendapat bahwa tiap organisasi adalah
unik dan memiliki situasi yang berbeda-beda sehingga harus dihadapi
dengan gaya kepemimpinan tertentu.
Yukl,90
menjelaskan bahwa pendekatan situasional menekankan pada
pentingnya faktor-faktor kontektual yang mempengaruhi proses
kepemimpinan. seperti sifat pekerjaan yang dilaksanakan oleh unit
pimpinan, sifat lingkungan eksternal, dan karakteristik para pengikut.
Fattah,91
berpandangan bahwa keefektifan kepemimpinan bergantung
pada kecocokan antara pribadi, tugas, sikap, dan persepsi.
89
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah: Tinjauan Teoritik dan
Permasalahannya, Jakarta, Rajagrafindo Persada,2005, hal. 15 90
Yukl, Gary, Kepemimpinan dalam Organisasi, Alih Bahasa Budi Supriyanto,
Jakarta, Indeks,2007, hal. 11 91
Fattah, Nanang, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung, Remaja
Rosdakarya, 2001, hal. 9.
73
Sutarto,92
mengemukakan bahwa berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi pemilihan gaya kepemimpinan antara lain sifat pribadi
pemimpin; sifat pribadi bawahan; sifat pribadi sesama pemimpin; struktur
organisasi; tujuan organisasi; kegiatan yang dilakukanj; motivasi kerja;
harapan pemimpin maupun bawahan; pengalaman pemimpin maupun
bawahan; adat, kebiasaan, tradisi, budaya lingkungan kerja; tingkat
pendidikan pemimpin maupun bawahan; lokasi organisasi di kota besar,
kota kecil, atau desa; kebijaksanaan atasan; teknologi, peraturan
perundangan yang berlaku; ekonomi, politik, keamanan yang sedang
berlangsung disekitarnya.
i. Fungsi Kepemimpinan
Menurut Wahjosumidjo, fungsi kepemimpinan adalah bagian dari tugas
utama yang harus dilaksanakan. Fungsi-fungsi kepemimpinan yaitu
membantu terciptanya suasana persaudaraan, dan kerja sama dengan rasa
penuh kebebasan, membantu kelompok untuk mengorganisasikan diri yaitu
ikut memberikan rangsangan dan bantuan kepada kelompok dalam
menetapkan tujuan, membantu kelompok dalam menetapkan proses kerja,
bertanggungjawab dalam mengambil keputusan bersama dengan kelompok,
dan terakhir bertanggung jawab dalam mengembangkan dan
mempertahankan eksistensi organisasi.
Adapun fungsi-fungsi kepemimpinan adalah :
1) Membangkitkan kepercayaan dan loyalitas bawahan.
2) Mengkomunikasikan gagasan kepada orang lain.
3) Mempengaruhi orang lain.
4) Menciptakan perubahan secara efektif di dalam penampilan
kelompok.
92
Sutarto, Dasar-dasar Kepemimpinan Administrasi, Yogyakarta, Gajahmada
University Press, 1986, hal. 109. 74
5) Menggerakkan orang lain, sehingga secara sadar orang lain tersebut
mau melaksanakan apa yang dikehendaki.93
Rivai, menyatakan bahwa dalam kepemimpinan terdapat kegiatan
pengaruh-mempengaruhi serta menggerakkan bawahaannya untuk mencapai
tujuan. Agar dapat berhasil dalam memimpin bawahaannya, selain harus
memiliki kualitas maupun sifat, juga dituntut untuk dapat memengaruhi dan
mengarahkan bawahannya. Dengan demikian seorang pemimpin harus
mampu melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan, diantaranya adalah
koordinasi, pengambilan keputusan, komunikasi, dan perhatian kepada
bawahan.
1). Koordinasi
Untuk dapat menggerakkan bawahan, seorang pemimpin harus dapat
melakukan koordinasi, yaitu menghubungkan , menyatupadukan dan
menyelaraskan hubungan antara orang-orang, pekerjaan-pekerjaan, dan
satuan-satuan organisasi yang satu dengan yang lain sehingga semuanya
berjalan dengan harmonis. Melalui koordinasi yang baik, pembagian kerja
akan lebih jelas sehingga bawahan akan lebih memahami apa yang harus
dikerjakan dan tidak menimbulkan salah persepsi serta keragu-raguan
dalam melaksanakan pekerjaan. Seorang pemimpin harus mampu
mengordinasikan segala aktivitas yang menjadi tanggung jawabnya.
Dengan demikian, koordinasi yang baik dapat merupakan indikator
bahwa kepemimpinannya baik. Allah berfirman antara lain dalam surah
Al-Baqarah ayat 208 dan surah Al-Maidah ayat 2
لم كافهة وال تتهبعوا يا أيها الهذين آمنوا ادخلوا في الس
يطان إنهه لكم عدو مبين خطوات الشه
93
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah: Tinjauan Teoritik dan
Permasalahannya, Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2005, hal. 40
75
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam perdamaian
secara sempurna. Q.S.2:208
بر والتهقوى وال تعاونوا على اإلثم وتعاونوا على ال ...
شديد العقاب إنه للاه والعدوان واتهقوا للاه
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa dan jangan tolong menolong dalam perbuatan dosa dan
pelanggaran. Q.S.5:2
2). Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan merupakan proses utama dalam mengelola
organisasi . Proses pengambilan keputusan pada dasarnya merupakan
penetapan suatu alternatif pemecahan masalah yang terbaik dari sejumlah
alternatif yang ada. Untuk itu diperlukan teknik pengambilan keputusan
dengan membuat langkah-langkah yang logis dan sistematis, yang
meliputi: merumuskan masalah, mengumpulkan informasi, memilih
pemecahan yang paling layak dan melaksanakan keputusan. Karena
pengambilan keputusan merupakan pekerjaan yang selalu dilakukan oleh
seorang pemimpin. Seorang pemimpin sering menghadapi berbagai
masalah karenanya ia harus mengambil tindakan yang tepat. Inilah yang
disebut proses pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan merupakan kunci bagi kegiatan yang
dilakukan oleh pemimpin, di mana serangkaian kegiatan dipilih dan
pilihan ini mencerminkan alternatif tindakan yang terbaik bagi
penyelesaian masalah. Apabila keputusan yang diambil tepat, maka akan
memengaruhi keberhasilan seorang pemimpin dalam upaya mencapai
tujuan. Allah berfirman dalam surah Asy-Syura ayat 38.
76
الة وأمرهم شورى والهذين استجابوا لربهم وأقاموا الصه
ا رزقناهم ينفقون بينهم وممه
Hai orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari
rezki yang Kami berikan kepada mereka. Q.S. 42:38
3). Komunikasi
Komunikasi akan terjadi jika seseorang ingin menyampaikan
informasi kepada orang lain, dan komunikasi tersebut dapat berjalan
dengan baik dan tepat jika dalam penyampaiannya dapat dilaksanakan
dengan baik, dan penerima informasi dapat menerimanya tidak dalam
bentuk distorasi. Proses dasar komunikasi terrjadi bila terdapat unsur-
unsur komunikator, pesan, saluran, dan komunikan. Komunikator
menyampaikan pesan kepada komunikan, dan komunikan menangkap
atau menerima pesan melalui saluran (penglihatan, pendengaran, peraba,
penciuman, dan perasaan).
Kemampuan berkomunikasi seorang pemimpin memegang peranan
penting karena seorang pemimpin akan berhadapan dengan bermacam
pribadi yang berbeda watak maupun latar belakangnya. Hal ini perlu
disadari oleh seorang pemimpin, sehingga seorang pemimpin akan
berusaha memahami pribadi serta watak bawahaannya. Komunikasi yang
dilakukan oleh seorang pemimpin dapat berbentuk instruksi atau perintah,
saran, bimbingan, petunjuk, nasihat maupun kritik yang sifatnya
membangun. Di samping komunikasi dari atas yang dilakukan oleh
pemimpin, maka komunikasi dari bawah juga sangat penting untuk
diperhatikan. Komunikasi dari bawah bias berupa laporan, keluhan,
harapan-harapan, serta penyampaian ide-ide yang perlu mendapat
perhatian, karena hal semacam ini sering lepas dari perhatian pemimpin.
Allah berfirman antara lain dalam surah Al-Isra’ ayat 36:
77
مع والبصر والفؤاد كل وال تقف ما ليس لك به علم إنه السه
أولئك كان عنه مسئوال
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan
hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya. Q.S. 17:36
4). Perhatian pada Bawahan
Unsur manusia merupakan unsur yang menentukan berhasil tidaknya
pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena itu, perlu dibina hubungan
antar manusia yang sebaik-baiknya sehingga merupakan tim yang dapat
bekerja sama dengan penuh kesadaran di antara mereka tanpa adanya
paksaan. Dengan demikian, pemimpin harus memberikan perhatian
kepada bawahan di dalam melaksanakan pekerjaan, agar bawahan merasa
diperlukan kehadirannya dan bukan dianggap sebagai alat atau mesin
dalam organisasi. Pemimpin harus bias membantu bawahan apabila
mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya, memberikan
rangsangan yang berupa pujian apabila bawahan bekerja dengan berhasil
dengan baik, dan juga memberikan rangsangan yang berupa insentif bila
bawahan mempunyai prestasi atau hasil kerja yang baik. Oleh sebab itu,
seorang pemimpin harus berusaha memberikan fasilitas bagi pencapain
tujuan para bawahannya. Allah berfirman antara lain dalam surah Al-
Maidah ayat 2:
وتعاونوا على البر والتهقوى وال تعاونوا على اإلثم ...
شديد العقاب إنه للاه والعدوان واتهقوا للاه
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa dan jangan tolong menolong dalam perbuatan dosa dan
pelanggaran. Q.S.5:2
Rasulullah SAW, bersabda:
78
عن حذيفة رضي للا عنه قال: قال رسول للا صلى للا
فليس منهم, و م بامر المسلمينعليه و سلم: من ال يهت
ال يصبح و يمسى ناصحا لل و لرسوله و لكتابه و ال من
و لعامة المسلمين فليس منهم. رواه الطبراني. مامه94
Dari Hudzaifah ra, ia berkata: Rasulullah saw, bersabda: Barang siapa
yang tidak memperhatikan kepentingan kaum muslimin, maka ia
bukanlah termasuk di antara mereka , dan barang siapa yang tidak
berada di waktu pagi dan petang selaku pemberi nasihat bagi Allah, bagi
Rasul-Nya, bai kitab-Nya, bagi pemimpinnya dan bagi umumnya kaum
muslimin, maka ia bukanl;ah termasuk di antara mereka. H.R. Ath-
Thabraniy.
j. Kepemimpinan Kepala Sekolah
1). Pengertian Kepala Sekolah
Kata “kepala sekolah” terdiri dari dua kata yaitu kepala dan sekolah.
Kata kepala dapat diartikan “ketua” atau “pemimpin” dalam suatu
organisasi atau sebuah lembaga. Sedang “sekolah” adalah sebuah
lembaga di mana menjadi tempat menerima dan member pelajaran.95
Wahyosumidjo mendefinisikan bahwa kepala sekolah adalah sebagai
“ seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin
suatu sekolah di mana diselenggarakan proses belajar-mengajar, atau
tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang member pelajaran dan
murid yang menerima pelajaran. Sementara Rahman dkk mengungkapkan
bahwa “kepala sekolah adalah seorang guru (jabatan fungsional) yang
diangkat untuk menduduki jabatan structural (kepala sekolah) di sekolah”
96 Menurut Wagiman kepala sekolah adalah seorang tenaga fungsional
94
Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Riyadhu ash-Shalihin, Dar
al-Kitab al-‘Arabi, Beirut, 1973, hal. 238 95
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Kamus Besar
Indonesia, Jakarta, Perum Balai Pustaka, 1998, hal. 420 96
Rahman dkk, Pedoman Supervisi, Jakarta, Dep P dan K, 2006, hal. 106
79
yang diberi tugas memimpin suatu lembaga sekolah yang
menyelenggarakan proses belajar mengajar.97
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
kepala sekolah adalah seorang guru yang mempunyai kemampuan untuk
memimpin segala sumber daya yang ada pada sebuah sekolah sehingga
dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan bersama.
2). Standar Kepala Sekolah
Seseorang yang akan diangkat menjadi kepala sekolah harus
memenuhi standar tertentu yang menjadi persyaratan agar kelak dapat
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Standar tersebut meliputi dua
hal yaitu: Standar kualifikasi dan standar kompetensi.
a). Standar Kualifikasi, meliputi:
(1). Kualifikasi Umum, meliputi:
(a) Pendidikan minimum S-1 atau D-IV,
(b) Berusia setinggi-tingginya 56 tahun saat diangkat sebagai
Kepala Sekolah,
(c) Pengalaman mengajar minimal 5 tahun menurut jenjang
sekolahnya, 4) Pangkat minimal III/c bagi PNS
(2). Kualifikasi Khusus menyangkut:
(a) Berstatus sebagai guru sesuai jenjang mana akan menjadi
Kepala Sekolah, kalau kepala SMA berarti harus guru SMA,
(b) Mempunyai sertifikat pendidik sebagai guru sesuai jenjangnya,
(c) Mempunyai sertifikat kepala sekolah sesuai jenjangnya yang
diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.
b). Standar Kompetensi, meliputi:
(1) Dimensi Kompetensi Kepribadian. Terdiri dari :
(a) Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan ntradisi
akhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia bagi
komunitas di sekolah/madrasah.
97
Wagiman, H.A, Persepsi Guru nterhadap Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah
SD Tarakanita, Jakarta, Tarakanita,2005, hal. 8.
80
(b) Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin.
(c) Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan
sebagai kepala sekolah/madrasah.
(d) Bersikap terbuka dalam menjalankan tugas pokok dan
fungsi.
(e) Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin
pendidikan.
(2) Dimensi Kompetensi Manajerial, meliputi:
(a) Menyusun perencanaan sekolah untuk berbagai tingkatan
perencanaan.
(b) Mengembangkan organisasi sekolah / madrasah sesuai
dengan kebutuhan.
(c) Memimpin sekolah/madrasah dalam rangka
pendayagunaan sekolah/madrasah secara optimal.
(d) Mengelola perubahan dan pengembangan
sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajaran yang
efektif.
(e) Menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang
kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik.
(f) Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan
sumber daya secara optimal.
(g) Mengelola hubungan sekolah/madrasah dengan
masyarakat dalam rangka pencarian dukungan
ide/gagasan, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/
madrasah.
(h) Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta
didik baru, dan penempatan serta pengembangan peserta
didik.
(i) Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan
pembelajaran sesuai dengan arah tujuan pendidikan
nasional. 81
(j) Mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan
prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan dan
efisien.
(k) Mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah dalam
mendukung pencapaian tujuan sekolah/madrasah.
(l) Mengelola unit layanan khusus sekolah/madrasah dalam
mendukung keghiatan pembelajaran dan kegiatan peserta
didik di sekolah/madrasah.
(m) Mengelola sistem informasi sekolah/madrasah dalam
mendukung penyusunan dan pengambilan keputusan.
(n) Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi
peningkatan pembelajaran dan manajemen
sekolah/madrasah.
(o) Melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan
pelaksanaan program sekolah/ madrasah dengan prosedur
yang tepat, serta merencanakan tindak lanjut.
(3) Dimensi Kompetensi Kewirausahaan, meliputi:
(a) Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan
sekolah/madrasah.
(b) Bekerja keras untuk mencapai keberhasilah sekolah/madrasah
sebagai organisasi pembelajaran yang efektif.
(c) Memiliki inovasi yang kuat untuk sukses melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya.
(d) Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam
memecahkan masalah/kendala yang dihadapi oleh
sekolah/madrasah.
(e) Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan
produksi/jasa sekolah/madrasah sebagai sumber belajar peserta
didik.
(4) Dimensi Kompetensi Supervisi, meliputi:
82
(a) Merencanakan program supervise akademik dalam rangka
peningkatan professional guru.
(b) Melaksanakan program supervisi akademik terhadap guru
dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang
tepat.
(c) Menindak lanjuti hasil supervise akademik terhadap guru
dalam rangka peningkatan professional guru.
(5) Dimensi Kompetensi Sosial, meliputi:
(a) Bekerja sama dengan fihak lain untuk kepentingan
sekolah/madrasah.
(b) Memiliki kepekaan social terhadap orang lain atau kelompok
lain.
3). Tugas Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin
Kepala sekolah sebagai pemimpin memiliki tugas dan tanggung
jawab untuk mempengaruhi guru-guru dan stafnya dalam rangka
pengelolaaan sekolah, memberikan arahan dan tindakan-tindakan kepada
para stakeholder lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Soetopo98
menyatakan bahwa kepala sekolah dalam melaksanakan tugas
kepemimpinan, harus mempunyai tiga misi utama sebagai pemimpin
pendidikan yaitu:
a) Pengembangan kemampuan professional dalam kepemimpinan
pendidikan,
b) Pengembangan kemampuan personal dalam kepemimpinan
pendidikan,
c) Pengembangan kemampuan sosial dalam kepemimpinan pendidikan.
Ketiga kemampuan tersebut harus dimiliki oleh seorang kepala
sekolah agar dalam menjalankan tugasnya dapat berhasil dengan baik.
Disini penulis akan menjelaskan secara singkat ketiga hal tersebut.
98
Soetopo Hendyat, Perilaku Organisasi, Teori dan Praktek di Bidang
Pendidikan, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2012, hal. 220
83
a). Pengembangan Kemampuan Profesional Kepala Sekolah
Dalam mengembangkan kemampuan professional, ada beberapa
ketrampilan dan kemampuan yang harus dikuasai oleh kepala sekolah,
yaitu:
(1). Kepala sekolah sebagai pemimpin di bidang kurikulum, ia harus:
(a) Mengetahui dan menerima keberadaan filsafat pendidikan
dalam keseluruhan system sekolah;
(b) Berusaha mengembangkan dan menggunakan filsafat hidup dan
filsafat pendidikan secara professional.
(c) Mendayagunakan sumber-sumber material untuk
pengembangan kurikulum
(d) Menjabarkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan masyarakat
dan kebutuhan anak didik
(e). Mendayagunakan sumber-sumber masyarakat untuk
pengimplemintasian kurikulum
(f). Mendorong penelitian dan variasi metode dalam mengajar
(g). Bertanggung jawab atas pelaksanaan kurikulum dan
kepemimpinan yang diterapkan.
(2). Kepala sekolah sebagai pemimpin di bidang personalia, ia harus:
(a) Menerima dan menghargai individu guru sebagai staf atas
dasar karakter pribadi dan latar belakangnya
(b) Memberi dorongan atas kekuatan, minat, dan kecakapan
setiap anggota staf dalam melaksanakan tugas
(c) Menghargai kekuatan dan kelemahan guru dan membantu
mereka melalui konseling pribadi
(d) Mengadakan kerja sama dalam perencanaan, hubungan
individu, dan kelompok, dan pembuatan program sekolah
(e) Mengetahui dan menerapkan beragam teknik kerja sama
staf dalam melaksanakan tugas dan memecahkan masalah
84
(f) Melai diri sendiri dan staf secara obyektif dan memperbaiki
tindakan selanjutnya
(g) Mendorong dan memberikan bimbingan pertumbuhan
professional guru dan staf lainnya.
(3). Kepala sekolah sebagai pemimpin di bidang hubungan
masyarakat, ia harus:
(a) Mendayagunakan organisasi orangtua murid dan guru demi
anak didi
(b) Mendayagunakan organisasi masyarakat demi personel
sekolah
(c) Meningkatkan partisipasi orang tua dalam menyelesaikan
problema sekolah dan masyarakat
(d) Meningkatkan saling kunjungan antara sekolah dan
masyarakat
(e) Mengembangkan metode pelaporan regular sistematik
kepada orang tua tentang perkembangan anak didik dan
sekolah
(f) Mendayagunakan partisipasi siswa untuk program
hubungan sekolah dengan dengan masyarakat
(g) Mengadakan studi dan mempraktikkan teknik-teknik
pelatihan guru.
(4). Kepala sekolah sebagai pemimpin di bidang hubungan guru-
murid, ia harus dapat:
(a) Mengarahkan guru agar memiliki pengetahuan tentang
murid
(b) Mendorong guru agar professional dalam menyampaikan
materi
(c) Mengusahakan adanya catatan tentang murid
(d) Mendorong guru membuat laporan tentang murid
(e) Mendorong guru agar respek terhadap murid
(f) Membantu guru memecahkan masalah murid
85
(g) Mendorong guru membuat perencanaan bersama dengan
murid
(h) Memberikan contoh dan membina hubungan baik dengan
guru dan murid
(5). Kemampuan kepala sekolah sebagai pemimpin personel non-
pengajaran, ia harus dapat:
(a) Merapkan pendekatan psikologis dalam hubungan
individual dan kelompok
(b) Mendorong staf untuk ambil bagian dalam pelaksanaan
tugas sekolah
(c) Mengisi waktu luang bagi personal non-pengajaran
(d) Menciptakan aktivitas bagi personel non-pengajaran
sehingga mereka ke sekolah untuk bekerja
(e) Membina kerja sama personel non-pengajaran dalam
pelaksanaan tugasnya
(6). Kepala sekolah sebagai pemimpin dalam berhubungan dengan
Kandepdikbud, ia harus dapat:
(a) Memahami kebijakan Depdikbud dan menjabarkan dalam
program sekolah
(b) Memahami dan mendayagunakan seluruh komunikasi
dengan Kandepdikbud
(c) Mendayagunakan layanan khusus Kandepdikbud sebagai
komplomen dan pengayaan program sekolah
(d) Membuat laporan tentang kegiatan sekolah kepada
Kandepdikbud
(e) Memberikan masukan dan saran kepada Kandepdikbud.
(7). Kepala sekolah sebagai pemimpin dalan pelayanan bimbingan, ia
harus dapat:
(a) Membina rasa kekeluargaan antar-petugas bimbingan
personel lain, dan murid
86
(b) Bekerja sama dengan lembaga lain dalam menopang
kegiatan bimbingan di sekolah.
(c) Membimbing petugas bimbingan agar mengerti anak dan
persoalan-persoalannya
(d) Mendayagunakan berbagai sumber untuk memahami anak
didik
(e) Mengarahkan petugas bimbingan agar memahami dan
memenuhi kebutuhan akademik siswa
(f) Membantu guru-guru memahami persoalan pribadi dan
sosial siswa.
(8). Kepala sekolah sebagai pemimpin dalam artikulasi dengan
sekolah lain, ia harus dapat:
(a) Menjalin hubungan kerja sama dengan sejawat lainnya
(b) Menghargai opini sejawat walaupun berbeda dengan
pandangan pribadinya
(c) Memahami program-program sekolah lain sebagai
perbandingan dengan sekolahnya
(d) Melibatkan staf dalam bekerja sama dengan sekolah lain
(e) Mendorong program kunjungan ke sekolah lain antar
anggota staf.
(9). Kepala sekolah sebagai pemimpin dalam pengorganisasian
sekolah, ia harus dapat:
(a) Membimbing guru dan staf sekolah untuk memahami tugas
dan peranannya
(b) Bekerja sama dengan guru dan staf dalam perencanaan dan
pengorganisasian program sekolah
(c) Merealisasikan tanggung jawab untuk membuat keputusan
dalam berbagai situasi
(d) Mengusahakan agar situasi sekolah menunjang kesehatan
mental dan stabilitas emosional seluruh personel sekolah
(e) Mengarahkan staf agar koordinasi antar-tugas di sekolah
87
(10). Kepala sekolah pemimpin dalam pendayagunaan rumah sekolah
dan perlengkapannya, ia harus dapat:
(a) Memahami jenis pelayanan sekolah yang dibutuhkan
sekolah
(b) Membimbing staf dalam mendayagunakan perlengkapan
semaksimal mungkin.
(c) Mendistribusikan fasilitas kepada staf secara jujur dan adil.
(d) Memperlengkapi guru-guru dan staf agar dapat bekerja
dengan baik.
(e) Mendorong berbagaui eksplorasi tentang layanan baru yang
lebih baik.
(f) Membina kejujuran para staf dalam menentukan kebutuhan
dan mendayagunakan fasilitas sekolah.
(g) Menciptakan iklim sosial yang menyenangkan dalam
mendayagunakan fasilitas di sekolah.
b). Pengembangan Kemampuan Personal
Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan perlu
mengembangan dirinya, agar selalu dapat mengikuti perkembangan
zaman. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan
kemampuan pribadi antara lain: a) watak (psikologis-internal), b)
temperamen (laku-laku), c) minat, d) kecerdasan, e) fisik, f) sifat-sifat
pribadi, dan g) tipe kemimpinan yang dimilikinya.99
Seorang pemimpin pendidikan harus dapat menempatkan
dirinya dalam kedirian orang lain dengan kemampuan personel yang
dimilikinya. Jika, berada di depan memberikan contoh/tauladan, di
tengah bisa berpartisipasi meningkatkan kemauan dan kreativitas
bawahan, dan jika dibelakang membangun dan mendorong semangat
99
Soetopo Hendyat, 2012, Perilaku Organisasi, Teori dan Praktek di
Bidang Pendidikan, Bandung, Remaja Rosdakarya, hal. 225
89 88
bawahan. Singkatnya kemampuan personel kepala sekolah adalah
sebagaimana yang dinyatakan oleh Ki Hajar Dewantoro100
yaitu:
(1) Ing ngarso asung tulada,
(2) Ing madyo mangun karso, dan
(3) Tut wuri handayani.
Di samping itu, Soetopo juga menulis pernyataan
Mangkunegoro IV, bahwa seorang pemimpin hendaknya mempunyai
kemampuan sebagai berikut:
(1). Sugih tanpo bondo ( kaya tanpa harta).
(2). Degdoyo tanpo aji (sakti tanpa pakai jimat).
(3). Mabur tanpo ekor (terbang tanpa sayap).
(4). Nglurug tanpo bolo (melawat tanpa bala-tentara).
(5). Menang tanpo ngasorke ((menang tanpo ngalahkan)101
Betapa bahagianya jika pemimpin pendidikan (kepala sekolah)
bisa menguasai kemampuan yang mengandung filsafat luhur itu.
Sunarto102
menyatakan bahwa, seni memimpin disampaikan
dalam bentuk lambang:
(1). Harus memiliki watak matahari yang menerangi;
(2). Harus memiliki watak bulan yang menyenangkan;
(3). Harus memiliki watak bintang yang mempedomani;
(4). Harus memiliki watak angin yang mengisi;
(5). Harus memiliki watak mendung yang menakutkan;
(6). Harus memiliki watak api yang menegakkan;
(7). Harus memiliki watak samudra yang menerima; dan
(8). Harus memiliki watak bumi yang menganugerahi
c). Pengembangan Kemampuan Sosial
100
Rivai, Veithzal,2009, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Jakarta,
Raja Grafindo Persada, hal. 119 101
Soetopo Hendyat, Perilaku Organisasi, Teori dan Praktek di Bidang Pendidikan,
Bandung, Remaja Rosdakarya, 2012, hal. 226 102
Sunarto, Komunikasi Efektif dan Kepemimpinan, Jakarta, Universitas Prof. Dr.
Moestopo (Beragama), 2010, hal. 32 90 89
Kemampuan sosial di sini adalah kemampuan dalam antar-
hubungan dengan orang lain baik antar individu, dalam kelompok,
antar kelompok, atau dalam lingkungan organisasi yang lebih besar.
Tahalele yang ditulis oleh Soetopo103
memberikan beberapa saran
untuk mengembangkan kemampuan sosial kepala sekolah sebagai
pemimpin pendidikan sebagai berikut:
(1) Usahakan supaya tetap gembira;
(2) Lihatlah, pikirkanlah, dan bicarakan yang baik;
(3) Jangan mengharap terlalu banyak kepada orang lain, tetapi apa
yang dapat kita sumbangkan kepada mereka;
(4) Jangan mencampuri urusan orang lain, kecuali dilapori;
(5) Lenyapkan perasaan gelisah;
(6) Jauhkan sifat sombong;
(7) Belajarlah menyesuaikan diri;
(8) Kembangkan sifat murah hati;
(9) Tekun beragama
(10) Sekali-kali jangan putus asa;
(11) Kembangkan sifat”lagniappe” (pemberian kecil kepada orang
lain yang berdampak positif yang besar)
4). Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah
Setiap pemimpin pada dasarnya memiliki perilaku yang berbeda
dalam memimpin para pengikutnya. Perilaku para pemimpin ini secara
singkat disebut sebagai gaya kepemimpinan (leadership style). Menurut
Sutanto dan Setiawan104
gaya kepemimpinan adalah sikap dan tindakan
103 Soetopo Hendyat, Perilaku Organisasi, Teori dan Praktek di Bidang
Pendidikan, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2012, hal. 226
104
Sutanto, EM & Setiawan, B. Peranan Gaya Kepemimpinan yang efektif
dalam upaya meningkatkan Semangat dan Kegairahan Kerja Karyawan di Toserba Sinar
Mas Sidoarjo, Jurnal Manajemen & Kewirausahaan Vol. 2, September 2000: 29-43
90
yang dilakukan pemimpin dalam menghadapi bawahan. Gaya
kepemimpinan merupakan suatu cara untuk mempengaruhi bawahannya
yang dinyatakan dalam bentuk tingkah laku atau kepribadian.
Perilaku kepemimpinan kepala sekolah cenderung diekspresikan
dalam dua gaya kepemimpinan yang berbeda. Gaya kepemimpinan yang
berorientasi pada tugas (Task Oriented), dan gaya kepemimpinan yang
berorientasi pada karyawan (employee Oriented) atau hubungan antar
manusia. Gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada tugas
menekankan pada pengawasan yang ketat. Dengan pengawasan yang
ketat dapat dipastikan bahwa tugas yang diberikan dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya. Sedangkan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada
karyawan, mengutamakan untuk memotivasi dari mengontrol bawahan,
dan bahkan dalam beberapa hal bawahan akan ikut berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan yang terkait dengan bawahan.
Soetopo105
menyatakan bahwa pemimpin yang berorientasi pada
hubungan antar-manusia bercirikan: (a) menyenangkan, (b) bersahabat,
(c) menerima, (d) membantu, (e) bersemangat, (f) rileks, (g) dekat, (h)
hangat, (i) kerja sama, (j) suportif/mendukung, (k) menarik, (l) harmonis,
(m) percaya diri, (n) efisien, dan (o) terbuka. Sedangkan pemimpin yang
berorientasi pada tugas bercirikan pada: (a) kurang menyenangkan, (b)
kurang bersahabat, (c) menolak, (d) membuat kecewa, (e) lesu, (f) tegang,
(g) berjarak, (h) kurang kerja sama, (i) bertentangan, (j) membosankan,
(k) suka bertengakar, (l) kurang efisien, (m) ragu-ragu, (n) murung, dan
(o) tertutup.
Kedua gaya tersebut, dapat dirasakan oleh bawahan secara langsung
ketika pimpinan berinteraksi dengan bawahannya. Setiap pemimpin
mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda, karena banyak faktor
yang mempengaruhinya. Bawahan pada umumnya cenderung lebih
menyukai pada gaya klepemimpinan yang berorientasi pada karyawan
105
Soetopo Hendyat, Perilaku Organisasi, Teori dan Praktek di Bidang
Pendidikan, Bandung, Remaja Rosdakarya,2012, hal. 234
91
atau bawahan atau hubungan antar-manusia, karena merasa lebih dihargai
dan diperlakukan secara manusiawi, memanusiakan manusia sehingga
kan mempengaruhi tingkat produktivitas kerja dan kepuasan kerja
karyawan. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas, lebih
menekankan pada penyelesaian tugas-tugas yang dibebankan pada
karyawan. Pimpinan pada umumnya lebih memperhatikan hasil dari pada
proses. Keadaan tersebut membentuk kondisi tempat kerja menjadi
kurang kondusif, karena masing-masing karyawan berkonsentrasi pada
tugas yang harus diselesaikan karena terikat waktu dan tanggung jawab.
Para peneliti telah mengidentifikasikan dua gaya kepemimpinan
tersebut di atas. Manajer berorientasi pada tugas mengarahkan dan
mengawasi bawahan secara tertutup untuk menjamin bahwa tugas
dilaksanakan sesuai yang diinginkannya. Manajer dengan gaya
kepemimpinan ini lebih memperhatikan pekerjaan dari pada
pengembangan dan pertumbuhan karyawan. Sedangkan manajer yang
berorientasi pada karyawan mencoba untuk lebih memotivasi pada
bawahan disbanding mengawasi mereka. Mereka mendorong para
anggota kelompok untuk melaksanakan tugas-tugas dengan memberikan
kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan,
menciptakan suasana persahabatan, dan hubungan yang saling
mempercayai seta menghormati dengan para anggota kelompok.
Gaya kepemimpinan yang kurang melibatkan bawahan dalam
mengambil keputusan, akan mengakibatkan bawahan merasa tidak
diperlukan, karena pengambilan keputusan tersebut terkait dengan tugas
bawahan sehari-hari. Pemaksaan kehendak oleh atasan semestinya tidak
dilakukan, namun pemimpin dalam menerapkan gaya kepemimpinan
yang tepat merupakan tindakan yang bijaksana kepada bawahan, maka
akan terjadi kegagalan dalam pencapaian tujuan organisasi.
Pemimpin yang bijaksana umumnya lebih memperhatikan kondisi
bawahan guna pencapaian tujuan organisasi. Gaya yang akan digunakan
mendapat sambutan hangat oleh bawahan sehingga proses mempengaruhi
92
bawahan berjalan baik dan di satu sisi timbul kesadaran untuk bekerja
sama dan bekerja produktif. Bermacam-macam cara mempengaruhi
bawahan tersebut guna kepentingan pemimpin yaitu tujuan organisasi.
Pimpinan dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan pada tugas dan
fungsi, melalui proses komunikasi dengan bawahannya sebagai dimensi
dalam kepemimpinan dan teknik-teknik untuk memaksimalkan
pengambilan keputusan.
Menurut Likert yang ditulis oleh Thoha,106
berpendapat bahwa
pemimpin itu dapat berhasil jika bergaya participative management. Gaya
ini menetapkan bahwa keberhasilan pemimpin adalah jika berorientasi
pada bawahan dan mendasarkan pada komunikasi. Selain itu semua pihak
dalam organisasi—bawahan maupun pimpinan---menerapkan hubungan
atau tata hubungan yang mendukung (supportive relationship). Likert
merancang 4 sistem kepemimpinan dalam manajemen sebagai berikut:
Sistem 1, dalam sistem ini pemimpin bergaya otoriter atau sebagai
exploitive-authoritative. Manajer dalam hal ini sangat otokratis,
mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahannya. Suka
mengeksploitasi bawahan, dan bersikap paternalistic. Cara pemimpin ini
dalam memotivasi bawahannya dengan memberi ketakutan dan hukuman-
hukuman, diselang-seling pemberian penghargaan yang secara kebetulan.
Pemimpin dalam system ini, hanya mau memperhatikan pada komunikasi
yang turun ke bawah, dan hanya membatasi proses pengambilan
keputusan di tingkat atas saja.
Sistem 2, dalam system ini pemimpin dinamakan otokratis yang
baik hati (benevolent outhoritative). Pemimpin mempunyai kepercayaan
yang terselebung, percaya kepada bawahan, mau memotivasi dengan
hadiah-hadiah, tetapi bawahan merasa tidak bebas untuk membicarakan
sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaan dengan atasannya.
106
Thoha, Miftah, Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta, Rajawali pers, 2010, hal. 314-316
93
Sistem 3, dalam system ini gaya kepemimpinan yang konsultatif.
Pemimpin menentukan tujuan, dan mengemukakan pendapat berbagai
ketentuan yang bersifat umum, sesudah melalui proses diskusi dengan
para bawahan. Bawahan di sini merasa sedikit bebas untuk membicarakan
sesuatu yang berkaitan dengan tugas pekerjaan bersama atasannya.
Sistem 4, dalam system ini dinamakan pemimpin yang bergaya
kelompok berfpartisipatif (participative group). Karena pemimpin dalam
penentuan tujuan dan pengambilan keputusan ditentukan bersama.
Bawahan merasa secara mutlak mendapat kebebasan untuk
membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan tugasnya bersama
atasannya.
Menurut Wahyosumidjo,107
ada tiga pola dasar perilaku pemimpin,
yaitu:
(1) Perilaku pemimpin yang mengutamakan tugas (Task Oriented);
(2) Perilaku pemimpin yang mementingkan hubungan kerja sama
(Relationship Oriented)
(3) Perilaku pemimpin yang mengutamakan hasil (Effective ness)
Dari ketiga pola dasar tersebut, tentu saja perilaku kepemimpinan
kepala sekolah yang diharapkan adalah kepemimpinan kepala sekolah
yang mampu menyeimbangkan antara ketiganya (equilibrium), artinya
perilaku kepemimpinan kepala sekolah harus mampu mewujudkan
tercapainya tugas, hubungan kerja sama dan hasil secara seimbang.
5). Indikator Kepemimpinan Kepala Sekolah
Indikator kepala sekolah secara umum dapat diamati dari tiga hal
pokok sebagai berikut: Pertama , komitmen terhadap visi sekolah dalam
menjalankan tugas dan fungsinya, kedua: menjadikan visi sekolah sebagai
pedoman dalam mengelola dan memimpin sekolah, dan ketiga; senantiasa
107
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritis dan
permasalahannya, Jakarta, Raja Grafindo Persada,2010, hal. 441
94
memfokuskan kegiatannya terhadap pembelajaran dan kinerja guru di
kelas.108
Dari tiga hal pokok indikator kepala sekolah tersebut, penulis
jabarkan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a) Kepala sekolah bertanggung jawab;
b) Kepala sekolah komunikkatif;
c) Kepala sekolah pandai memecahkan maslah;
d) Kepala sekolah mengelola sekolah;
e) Kepala sekolah memberi inovasi pada guru;
f) Kepala sekolah memberi motivasi kepada guru.
3. Budaya Organisasi
a. Definisi Budaya Organisasi
Pemahaman tentang budaya organisasi sesungguhnya tidak lepas dari
konsep dasar tentang kata budaya (culture) sebagai konsep berakar dari kajian
atau disiplin ilmu antropologi, dan merupakan suatu identitas dari tiap-tiap
bangsa. Budaya merupakan pola yang terintegrasi dari perilaku manusia, yang
terdiri dari pikiran, bahasa, perbuatan dan hasil-hasil budaya lainnya.
Sebagaimana dinyatakan oleh Zurle Senyucel sebagai berikut : "Culture is a
complex network of values that guide individual's behavior. It involves a set of
beliefs, values, assumptions, expectations and experiences that are acquired
through learning and socializing and shared by members of a social unit, like
in an organization"109
yakni budaya adalah hasil pemikiran dan kemudian
yang dilakukan dalam kehidupan seseorang, baik sebagai individu maupun
sebagai anggota masyarakat. Hasil pemikiran tersebut dapat berupa
pengetahuan, kepercayaan, nilai-nilai, dan moral yang didapat dari interaksi
manusia dengan lingkungannya.. Menurut Nancy J. Adler, Culture is seen as
"that complex whole which includes knowledge, beliefs, art, morals, law,
108
Mulyasa,, Manajemen dan Kepala Sekolah, Jakarta, Bumi Aksara, 2012, hal. 19 109
Zurle Senyucel, Managing The Human Resource In The 21, Century, APS, 2009,
hal. 44
95
custom, and any other capabilities and habits accuired by man as a member of
society"110
budaya adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pengetahuan,
kepercayaan, seni, moral, hukum, adat serta kebiasaan yang diperoleh
seseorang terhadap orang lain dalam kehidupan masyarakat.
Setelah mengetahui pengertian budaya, Stephen Robbins memberikan
pengertian tentang budaya organisasi sebagai berikut "Refers to a system of
shared meaning held by members that distinguishes the organization from
other organizations"111
budaya organisasi merupakan pengendali dan arah
dalam membentuk sikap dan perilaku para anggota di dalam suatu organisasi.
Secara individu maupun kelompok seseorang tidak akan terlepas dari budaya
organisasi dan pada umumnya anggota organisasi akan berdampak oleh
beraneka ragamnya sumber daya yang ada.
Ndraha,112
menyatakan bahwa budaya organisasi adalah seperangkat
asumsi dan keyakinan dasar yang diterima anggota dari sebuah organisasi
yang dikembangkan melalui proses belajar dari masalah penyesuaian dari luar
dan integrasi dari dalam. Kreitner dan Kinicki,113
menyatakan bahwa budaya
organisasi sebagai refleksi nilai-nilai dan nkeyakinan yang dimiliki oleh
anggota organisasi. Nilai-nilai ini cenderung berlangsung dalam waktu yang
lama dan tahan terhadap perubahan. Sudrajad,114
juga mendefinisikan, bahwa
budaya organisasi sebagai perangkat nilai yang diterima selalu benar, yang
membantu seseorang dalam organisasi untuk memahami tindakan-tindakan
mana yang dapat diterima dan tindakan mana yang tidak dapat diterima dan
nilai-nilai tersebut dapat dikomunikasikan melalui cerita dan cara-cara
simbolis lainnya.
Berdasarkan pengertian di atas dapat didefinisikan bahwa budaya
organisasi sekolah adalah suatu sistem makna bersama yang memberikan arah
110
Nancy J. Adler, International Dimensions Of Organizational Behavior, Thomson,
South Western, 2008, hal. 18 111
Stephen Robbins, Organizational Behavior, Alih Bahasa Hdyana Pujaatmaka,
Jakarta, Indeks, hal. 305. 112
Ndraha, Talizuduhu, Budaya Organisasi, Jakarta, Rineka Cipta, 203, hal.102 113
Kreitner, Robert dan Angelo Kinichi, Perilaku Organisasi (Organizational
Behavior). Penerjemah Erly Suandy, Buku I, Edisi ke-5, Jakarta, Salemba, 2005, hal.. 79 114
Sudrajat, Ahmad, Budaya Organisasi di Sekolah, 2008, hal. 1
96
pada perilaku anggotanya yang membedakan organisasi sekolahnya dengan
organisasi sekolah lainnya.
b. Fungsi Budaya Organisasi
Budaya organisasi sebagai pedoman untuk mengontrol perilaku anggota
organisasi, pasti memiliki fungsi dan manfaat yang berguna bagi organisasi.
Berikut adalah beberapa fungsi budaya organisasi yang dijelaskan oleh
beberapa ahli. Budaya oeganisasi berguna untuk membangun dalam
mendesain kembali sistem pengendalian manajemen organisasi, yaitu sebagai
alat untuk menciptakan komitmen agar para manajer dan karyawan mau
melaksanakan perencanaan strategis programming, budgeting, controlling,
monitoring, evaluasi, dan lain-lainnya.115
Menurut Robins, fungsi budaya organisasi adalah :
1) Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan
yang lain.
2) Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota
organisasi.
3) Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih
luas dari pada kepentingan diri individual seseorang.
4) Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan
organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk
dilakukan oleh karyawan.
5) Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang
memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.116
Sunarto117
menyebutkan bahwa budaya organisasi mempunyai beberapa
fungsi, antara lain :
1) Pengikat organisasi
115
Riani Asri Laksmi, Budaya Organisasi, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2011, hal. 8. 116
Robins p. Stephen, 1996, Organizational Behavior, alih bahasa: Hadyana Pujaatmaka, Jakarta, PT.
Prenhalindo, 1996, hal. 294. 117
Sunarto, 2003, Teori Organisasi, Yogyakarta, Amus dan Mahendro Total Design
97
Budaya organisasi berfungsi sebagai pengikat seluruh kompenen
organisasi, terutama pada saat organisasi menghadapi guncangan baik dari
dalam maupun dari luar akibat adanya perubahan.
2) Integrator
Budaya organisasi merupakan alat untuk menyatukan beragam sifat,
karakter, bakat dan kemampuan yang ada di dalam organisasi.
3) Identitas Organisasi
Budaya organisasi merupakan salah satu identitas organisasi. Sebagai
contoh adalah: The Jakarta Consulting Group. Logo yang digunakan
adalah orang memanah, yang melambangkan ketepatan dan kecepatan.
Artinya bahwa perusahaan ini memiliki identitas sebagai perusahaan yang
mengutamakan ketepatan dan kecepatan.
4) Energi untuk mencapai kinerja yang tinggi
Berfungsi sebagai suntikan energi untuk mencapai kinerja yang tinggi.
Salah satu kredo yang dipegang The Jakarta Consulting Group adalah
bekerja dalam tim
5) Ciri Kualitas
Budaya organisasi merupakan representasi dari cirri kualitas yang berlaku
dalam organisasi tersebut
6) Motivator
Budaya orgamisasi juga merupakan pemberi semangat bagi para anggota
organisasi. Organisasi yang kuat akan menjadi motivator yang kuat juga
bagi para anggotanya.
7) Pedoman Gaya Kepemimpinan
Adanya perubahan di dalam suatu organisasi akan membawa pandangan
baru tentang kepemimpinan. Seorang pemimpin akan dikatakan berhasil
apabila dapat membawa anggotanya keluar dari kritis akibat perubahan
yang terjadi. Sebaliknya, keberhasilan itu tentu disebabkan ia memiliki visi
dan misi yang kuat.
8) Value Enhancer
98
Salah satu fungsi organisasi adalah untuk meningkatkan nilai dari
stakeholders-nya, yaitu anggota organisasi, pelanggan, pemasok, dan
pihak-pihak lain yang berhubungan dengan organisasi.
Dari uraian di atas, tampak bahwa budaya organisasi memiliki peran
yang sangat penting untuk mendorong terciptanya kepuasan kerja dan
meningkatkan konsisten kerja seseorang. Dari sudut pandang seseorang,
budaya menjadi bermanfaat karena dapat mengurangi keambiguan.
Budaya organisasi menyampaikan alat untuk menentukan arah organisasi,
mengarahkan apa yang dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan,
mengalokasi dan mengelola sumber daya manusia, dan sebagai alat untuk
menghadapi masalah dan peluang dari lingkungan organisasi.
c. Pembentukan Budaya Organisasi
Budaya organisasi tidak terbentuk begitu saja secara tiba-tiba,
melainkan melalui proses yang panjang. Sekali dibentuk budaya tidak akan
menghilang begitu saja. Budaya sudah terbentuk dan jika diyakini bahwa
budaya tersebut sesuai dengan arah dan tujuan awal pendirian organisasi
maka tidak ada cara lain kecuali melestarikannya.
Robbins,118
membuat tahapan pembentukan budaya organisasi,
sebagaimana dalam gambar berikut :
118
Stephen Robbins, Organizational Behavior, Alih Bahasa Hdyana Pujaatmaka, Jakarta, Indeks, 2006, hal. 302.
iras sa asli iraili
slssriasai
Manajeme
n Puncak
Kriteria
Seleksi
Budaya
Organisasi
saaisriasa
i
99
Gambar tersebut menjelaskan budaya organisasi terbentuk dari filosofi
pendiri organisasi, selanjutnya budaya tersebut digunakan sebagai kriteria
dalam merekrut dan menyeleksi karyawan yang akan bergabung dalam
organisasi. Tindakan manajemen puncak menentukan kriteria perilaku,
perilaku yang baik dapat diterima, sedangkan yang tidak baik ditolak. Proses
sosialisasi nilai-nilai organisasi terhadap karyawan baru tergantung pada
tingkat keberhasilan yang dicapai melalui proses seleksi maupun preferensi
manajemen puncak dalam menyosialisasikan nilai-nilai organisasi.
Proses sosialisasi budaya organisasi sangat penting bagi sebuah
organisasi karena budaya organisasi tidak hanya menjadi milik pendiri
organisasi atau milik sejumlah karyawan, akan tetapi harus disosialisasikan
kepada semua karyawan baru. Kreitner dan Kinicki,119
menjelaskan bahwa
sosialisasi budaya organisasi didefinisikan sebagai proses karyawan
mempelajari nilai, norma, dan perilaku yang dituntut yang memungkinkan ia
berpartisipasi sebagai anggota organisasi. Sekalipun rekrutmen dan seleksi
telah dilakukan secara baik oleh organisasi, karyawan baru tidak akan
sepenuhnya terindoktrinasi budaya organisasi.
Pegawai baru pada umumnya tidak mengenal budaya organisasi
sehingga berpotensi mengganggu nila-nilai, dan norma-norma yang sudah
berjalan. Karena itu organisasi berusaha membantu karyawan baru untuk
menyesuaikan diri dengan budaya organisasi yang telah mapan. Sosialisasi
penting dilakukan agar terbentuk sikap dan komitmen terhadap tugas dan
tanggung jawab untuk kemajuan organisasi.
Di dalam mengenal budaya organisasi, biasanya pegawai baru
menjalani masa orientasi pekerjaan dan selanjutnya supervisor atau pegawai
senior menjadi pembimbing dan pelatih untuk memastikan pegawai baru
mempelajari budaya organisasi.120
Selanjutnya Kreitner dan Kinicki
menyusun tahapan sosialisasi budaya organisasi menjadi tiga tahapan, yaitu :
119
Kreitner, Robert dan Angelo Kinichi, Perilaku Organisasi (Organizational
Behavior). Penerjemah Erly Suandy, Buku I, Edisi ke-5, Jakarta, Salemba,2005, hal.. 96 120
Stephen Robbins, Organizational Behavior, Alih Bahasa Hdyana Pujaatmaka,
Jakarta, Indeks,2006, hal. 321.
100
1) Sosialisasi antisipasi.
2) Pertemuan, dan
3) Perubahan dan pemahaman yang bertambah.121
Tahap sosialisasi antisipasi dimulai sebelum individu-individu secara
resmi bergabung menjadi anggota organisasi. Informasi sosialisasi lebih dulu
datang dari berbagai sumber, dapat melalui iklan media masa, cerita yang
telah tersebar luas mengenai suatu prestasi organisasi. Semua informasi yang
diterima secara formal maupun secara informal, akurat maupun tidak akurat
dapat membantu para individu mengantisipasi kenyataan organisasi.
Pengetahuan mengeanai suasana kerja, standar gaji, dan promosi yang
dilakukan organisasi dirumuskan pada tahap pertama. Seringkali karyawan
memiliki harapan yang tidak realistis akan cenderung keluar dari pekerjaan
mereka di masa depan, maka organisasi melakukan peninjauan suasana kerja
yang realistis (realistic job preview) yang membertahukan aspek positif dan
negative sebuah pekerjaan. Peninjauan keadaan pekerjaan dilakukan dengan
cara memberikan ide yang realistic melalui brosur, audio visual, maupun
secara verbal kepada karyawan baru mengenai pekerjaan yang mungkin
dilakukan.
Tahap kedua adalah tahap pertemuan (encounter) dimulai saat kontrak
pekerjaan telah ditandatanmgani. Pada saat inilah merupakan kejutan bagi
karyawan baru memasuki wilayah yang baru dikenal. Persoalan yang muncul
berkenaan dengan aspek-aspek persahabatan, waktu, sikap, kompetensi, dan
harapan yang dimiliki seseorang mengnai masa depan kariernya. Tugas
karyawan baru yang paling menekan adalah membangun seperangkat
pedoman dan interpretasi untuk menjelaskan dan membuat aktivitas dapat
berjalan dan berarti. Selama tahap pertemuan, individu ditantang untuk
menyelesaikan konflik apapun antara pekerjaan dan kepentingan di luar. Bila
jam kerja terlalu lama dan sedikit waktu untuk kepentingan keluarga, dapat
meminta individu untuk keluar dan mencari pekerjaan yang lebih sesuai.
121
Kreitner, Robert dan Angelo Kinichi, Perilaku Organisasi (Organizational
Behavior). Penerjemah Erly Suandy, Buku I, Edisi ke-5, Jakarta, Salemba,2005, hal.. 97-100
101
Tahap ke tiga yaitu perubahan dan pemahaman yang bertambah, pada
tahap ini penguasaan yang penting dan pemecahan konflik peranan menandai
mulainya tahap akhir dan proses sosialisasi. Karyawan baru tidak mengalami
transisi secara sukarela akan tetapi melalui pemberian ide, pemahaman dan
kontrak kerja. Apabila karyawan terlambat/tidak segera menerima budaya
organisasi, maka akan terisolasi dari jaringan kerja dan sosialisasi di dalam
organisasi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa budaya
sekolah yang merupakan bagian dari budaya organisasi adalah merupakan
sesuatu yang dibangun dari hasil pertemuan antara niali (values) yang dianut
oleh kepala sekilah sebagai pemimpin dengan nilai-nilai yang dianut oleh
guru-guru dan karyawan yang ada dalam sekolah/madrasah tersebut.
Pertemuan pikiran-pikiran manusia tersebut kemudian menghasilkan apa
yang dinamai oleh Kasali (2006) sebagai “pikiran organisasi”.122
Dari pikiran
organisasi itulah kemudian muncul dalam bentuk nilai-nilai yang diyakini
bersama, dan kemudian nilai-nilai tersebut akan menjadi bahan utama
pembentuk budaya sekolah. Dari budaya tersebut kemudian muncul dalam
berbagai symbol dan tindakan yang kasat indera, yang dapat diamati
kemudian dapat dirasakan dalam kehidupan sekolah sehari-hari.
Proses penggabungan nilai-nilai sebagai suatu rangkaian utuh dalam
suatu pikiran organisasi sangat tergantung kepada seorang pemimpin dan
individu-individu yang ada di lingkungan sekolah tersebut. Contohnya
apabila seorang pemimpin memiliki kecerdasan mental, fisik, emosional, dan
spiritual yang baik lalu bertemu dengan guru-guru dan karyawan yang
mempunyai karakter sama, tentu akan tercipta pikiran organisasai sekolah
yang baik. Dan semakin baik pikiran organisasi di sekolah tersebut, maka
semakin baik pula nilai-nilai yang akan dianut dalam sekolah. Nilai-nilai
inilah yang akan menjadi pilar dari budaya sekolah. Agustian (2007) dalam
bukunya Muhaimin, memberikan saran yang menarik tentang pembentukan
122
Muhaimin dkk, Manajemen Pendidikan, Aplikasinya dalam Penyusunan
Rencana Pengembangan Sekolah /Madrasah, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2011,
hal. 48.
102
nilai-nilai organisasi berdasarkan hasil riset internasional mengenai
karakteristik yang hampir sama dengan Rasulullah saw, (Siddiq, Amanah,
Fathonah, dan Tablig). Ambil contoh, misalnya, Konosuke Matshushita
pendiri perusahaan eloktronik besar yang merek-mereknya hampir terjual ke
seluruh dunia, memiliki sifat yang sangat peduli dengan SDM, jujur,
integritas, disiplin, peduli, dan hidup bersahaja.123
Muhaimin meminjam pengertian Kasali dalam mengklasifikasikan
nilai-nilai yang menjadi pilar budaya sekolah menjadi dua faktor, a) faktor
internal yaitu ; inisiatif, kebersamaan, tanggung jawab, rasa memiliki,
komitmen terhadap lembaga, kerjasama, saling pengertian, semangat
persatuan, taat asas, memotivasi dan membimbing. b) faktor eksternal yaitu;
inovatif, adatif, bekerja keras, peduli terhadap orang lain, disiplin, jujur,
hubungan yang sederhana antar-orang dan bagian, dan berwawasan luas
Pembagian ini dimaksudkan untuk keleluasan sekolah memilih nilai-
nilai yang sesuai denga fokus sekolah mereka. Nilai-nilai ini dapat dirubah
dan ditukar sesuai kebutuhan sekolah. Sekolah yang sudah stabil mungkin
lebih memfokuskan kepada pembangunan budaya sekolah yang bersifat
eksternal, dan sebaliknya di sekolah yang baru/belum stabil mungkin akan
difokuskan kepada faktor internal.124
Dari uraian teori-teori dan pendapat yang telah dikemukakan di atas,
maka dapat disintesiskan bahwa budaya organisasi adalah nilai-nilai yang ada
dalam suatu organisasi yang terbentuk dari proses interaksi anggotanya, yang
mencakup nilai-nilai kebaikan. Seperti kebersamaan, nilai semangat dalam
bekerja, nilai kejujuran, integritas, jujur, dan disiplin.
Terkadang kita harus mengalahkan ego pribadi kita ketika berbicara
tentang organisasi, meskipun kadang dalam posisi benar. Karena Islam
menyukai persatuan dan kesatuan jama’ah. Jika terlihat outsider anggota yang
123
Muhaimin dkk, Manajemen Pendidikan, Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana
Pengembangan Sekolah /Madrasah, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2011, hal. 50.. 124
Muhaimin dkk, Manajemen Pendidikan, Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana
Pengembangan Sekolah /Madrasah, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2011, hal. 54.
103
berada di dalamnya tidak kompak tentu akan mengganggu stabilitas
organisasi.
Dalam budaya sekolah seorang pemimpin harus menjadi uswah untuk
mengejawantahkan sikap ini, apalagi suatu sekolah ingin membudayakan
integritas maka segala bentuk kecurangan harus dihapuskan. Contohnya,
apabila sekolah ingin siswanya semua lulus UN dengan nilai memuaskan,
tentu harus mempersiapkan guru-guru berkualitas atau mendongkrak
perfoman mereka dengan memberikan stimulus-stimulus positif. Anak-anak
disiapkan mentalnya dan diberikan motivasi untuk belajar dengan baik. Buka
dengan memberikan kesempatan siswa untuk mencontek atau bahkan
gurunya sendiri berkontribusi memberikan contekan. Seorang pemimpin juga
harus konsisten dengan segala kebijakan yang telah ditetapkan bersama.
Berkaitan dengan hal tersebut indikator dari budaya organisasi dalam
penelitian ini meliputi : nilai kebersamaan, saling menghargai, semangat
dalam bekerja, disiplin, jujur dan integritas.
Nilai-nilai dalam organisasi tersebut telah ditegaskan dalam Al-Qur’an
antara lain sebagai berikut :
1) Nilai kebersamaan; Islam mengajarkan kepada manusia untuk hidup bersama
antara satu dengan yang lain dan saling tolong menolong, bersatu padu untuk
mencapai tujuan yang diinginkan, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-
Hujurat ayat 13:
يا أيها النهاس إنها خلقناكم من ذكر وأنثى وجعلناكم شعوبا
أتقاكم إنه للاه عليم خبير وقبائل لتعارفوا إنه أكرمكم عند للاه
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal. Q.S. 49: 13
104
Dalam surah At-Taubah ayat 71:
والمؤمنون والمؤمنات بعضهم أولياء بعض يأمرون
الة ويؤتون بالمعروف وي نهون عن المنكر ويقيمون الصه
إنه للاه ورسوله أولئك سيرحمهم للاه كاة ويطيعون للاه الزه
عزيز حكيم
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu
akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana. Q.S. 9: 71
Surah Al-Maidah ayat 2 :
وتعاونوا على البر والتهقوى وال تعاونوا على اإلثم ....
شديد العقاب إنه للاه والعدوان واتهقوا للاه
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Q.S.5:2
Ayat tersebut menjelaskan bahwa manusia antara satu dengan yang lain
supaya saling tolong menolong dalam melaksanakan tugas untuk mencapai
tujuan bersama, dan betapa pentingnya kebersamaan dalam melaksanakan
tugas, karena sesama manusia merupakan saudara sebagaimana sabda
Rasulullah saw :
105
عن ابى مو سى رضي للا عنه قال: قال رسول للا صلى للا
و اعليه و سلم: المؤ من للمؤمن كا لبنيان يشد بعضهم بعض
شبك بين اصابعه. متفق عليه125
Dari Abu Musa, ia berkata: Rasulullah saw, bersabda: Seorang mukmin bagi
sesama mukmin, bagaikan bangunan yang saling kuat-menguatkan. H.R.
Bukhari dan Muslim
Hadits lain:
عن النعمان بن بشير رضي للا عنهما قال: قال رسول للا
صلى للا عليه و سلم: مثل المؤمنين فى تودهم و تراحمهم
و تعاطفهم مثل الجسد اذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر
الجسد با لسهر و الحمى. متفق عليه126
Dari Nu’man bin Basyir ra, ia berkata: Rasulullah saw, bersabda:
Perumpamaan orang mukmin dalam cinta kasih dan rahmat hati mereka
bagaikan satu badan. Apabila satu anggota menderita, maka menjalarlah
penderitaan itu ke seluruh badan hingga tidak dapat tidur dan merasa panas.
H.R. Bukhari dan Muslim.
2) Saling menghargai; Islam mengajarkan kepada manusia agar manusia antara
satu dengan yang lain saling menghormati, saling menghargai demi menjaga
kesatuan dan persatuan dalam membina organisasi. Hal ini sebagaimana
firman Allah dalam surah Al-Hujurat ayat 10 dan 11:
125
Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Riyadhu ash-Shalihin, Dar
al-Kitab al-‘Arabi, Beirut, 1973, hal. 118
126
Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Riyadhu ash-Shalihin, Dar
al-Kitab al-‘Arabi, Beirut, 1973, hal. 119
106
لعلهكم إنهما المؤمنون إخوة فأصلحوا بين أخويكم واتهقوا للاه
ترحمون
Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu
damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya
kamu mendapat rahmat. Q.S.49:10
يا أيها الهذين آمنوا ال يسخر قوم من قوم عسى أن يكونوا
خيرا منهم وال نساء من نساء عسى أن يكنه خيرا منهنه وال
وا أنفسكم وال تنابزوا باأللقاب بئس االسم الفسوق بعد تلمز
اإليمان ومن لم يتب فأولئك هم الظهالمون
Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokan
kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokan) lebih baik
dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (
mengolok-olokkan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita
yang diperolok-olokkan) lebih baik dari pada wanita (yang mengolok-
olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu
panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk- buruk
panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa
yang tidak bertaubat, maka itulah orang-orang yang zalim. Q.S. 49:11
Ayat tersebut menjelaskan betapa pentingnya kesatuan dan persatuan. Hal ini
Rasulullah saw, bersabda antara lain :
عن عبد للا بن عمربن العاص رضي للا عنهما عن النبي
صلى للا عليه و سلم قال : المسلم من سلم المسلمون من
107
عنه. متفق لسانه و يده, و المهاجر من هجر ما نهى للا
عليه127
Dari ‘Abdullah bin Amr, ra, ia berkata; Rasulullah saw, bersabda: Seorang
yaitu yang dapat selamat sekalian orang muslim dari gangguan lidah dan
tangannya. Dan seorang muhajir, yaitu orang yang meninggalkan semua
larangan Allah. H.R. Bukhari dan Muslim.
Hadits lain, Rasulullah saw, bersabda:
عن جرير بن عبد للا رضي للا عنه قال: قال رسول للا
صلى للا عليه و سلم : من ال يرحم الناس ال يرحمه للا.
متفق عليه128
Dari Jarir bin Abdillah ra, ia berkata: Rasulullah saw, bersabda: Siapa yang
tidak kasih saying kepada sesame manusia, maka Allah tidak mengasihinya.
H.R. Bukhari dan Muslim
3). Semangat dalam bekerja; Islam mengajarkan kepada manusia untuk semangat
dalam beramal, sebagaimana firman Allah SWT, dalam surah Al-Qasas ayat
77.
نيا وابتغ ف ار اآلخرة وال تنس نصيبك من الد الده يما آتاك للاه
إليك وال تبغ الفساد في األرض إنه للاه وأحسن كما أحسن للاه
ال يحب المفسدين
Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepada mu (kebahagian)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
127
Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Riyadhu ash-Shalihin, Dar
al-Kitab al-‘Arabi, Beirut, 1973, hal. 114
128
Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Riyadhu ash-Shalihin, Dar
al-Kitab al-‘Arabi, Beirut, 1973, hal. 119
108
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan. Q.S. 28: 77.
Dalam surah An-Nahl ayat 97:
من عمل صالحا من ذكر أو أنثى وهو مؤمن فلنحيينهه حياة
طيبة ولنجزينههم أجرهم بأحسن ما كانوا يعملون
Barang siapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan. Q.S. 16: 97
Ayat tersebut menjelaskan kepada manusia supaya manusia semangat
dalam bekerja untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Ayat tersebut
juga dikuatkan hadits Rasulullah saw, sebagai berikut:
عن انس رضي للا عنه قال: قال رسول للا صلى للا عليه
و سلم : ليس بخيركم من ترك دنياه الخرته و ال أخرته لد
نياه حتى يصيب منهما جميعا فان الد نيا بالغ الى اال خرة
و ال تكونوا كال على الناس. رواه ابن عساكر129
Dari Anas ra, ia berkata : Rasulullah saw, bersabda: Bukanlah merupakan
orang yang terbaik di antara kamu sekalian, barang siapa meninggalkan
kehidupan (kepentingan) dunianya untuk kehidupan (kepentingan)
akhiratnya, dan tidak (pula orang yang meninggalkan) kehidupan akhiratnya
untuk kehidupan dunianya, sehingga ia memperoleh dari kedua-duanya,
karena sesungguhnya kehidupan dunia merupakan (alat untuk) sampai
kepada kehidupan akhirat, dan janganlah kamu sekalian menjadi beban
tanggungan atas orang lain. H.R. Ibnu ‘Asakir.
129
Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Riyadhu ash-Shalihin, Dar
al-Kitab al-‘Arabi, Beirut,1973, hal. 243
109
4). Kebebasan dalam memberikan saran dan kritik, Firman Allah SWT,
dalam surah Ali Imran ayat 104:
ة يدعون إلى الخير ويأمرون بالمعروف ولتكن منكم أمه
وينهون عن المنكر وأولئك هم المفلحون
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung. Q.S. 3:104
Surah Al-Kahfi ayat 29 :
إنها وقل الحق من ربكم فمن شاء فليؤمن ومن شاء فليكفر
أعتدنا للظهالمين نارا أحاط بهم سرادقها وإن يستغيثوا يغاثوا
راب وساءت مرتفقا بماء كالمهل يشوي الوجوه بئس الشه
Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barang
siapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang
ingin (kafir) biarlah ia kafir”. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi
orang-orang zalim itu neraka. Q.S. 18: 29
5). Kejujuran, Firman Allah SWT, dalam surah At-Taubah ayat 119:
ادقين يا أيها وكونوا مع الصه الهذين آمنوا اتهقوا للاه
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah
kamu bersama orang-orang yang benar. Q.S. 9: 119
Surah Al-Ahzab ayat 70 :
وقولوا قوال سديدا يا أيها الهذين آمنوا اتهقوا للاه
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
katakanlah dengan perkataan yang benar. Q.S. 33: 70.
110
Ayat tersebut menjelaskan tentang betapa pentingnya jujur dalam beramal.
Hal ini juga ditegaskan oleh Rasulullah saw, sebagai berikut:
عن ابن مسعود رضي للا عنه عن النبي صلى للا عليه و
ى البر و ان البر يهدى الى سلم قال: ان الصدق يهدى ال
و ان الرجل ليصدق حتى يكتب عند للا صديقا, و ان الجنة
الكذب يهدى الى الفجور و ان الفجور يهدى الى النار و ان
يكتب عند للا كذابا. متفق عليهالرجل ليكذب حتى 130
“Dari Abdullah bin Mas’ud ra, ia berkata: Rasulullah saw, bersabda:
Sesungguhnya kebenaran (kejujuran) itu membawa kepada kebaikan (taat)
dan kebaikan itu membawa kesurga. Dan seseorang membiasakan dirinya
berkata benar hingga tercatat di sisi Allah siddiq. Dan sesungguhnya dusta
membawa kepada lancing (keji), sedangkan keji itu membawa ke neraka.
Dan seseorang membiasakan dusta hingga tercatat di sisi Allah pendusta.
H.R. Bukhari dan Muslim
Hadits lain :
عنه, ان النبي صلى للا عليهي للاعن سهل بن حنيف رض
ة بصدق بلغه للا منازل و سلم قال: من سأل الشهاد
و ان مات على فراشه. رواه مسلم. الشهداء,131
Dari Sahl bin Hunaif ra, Rasulullah saw, bersabda : Siapa yang minta
kepada Allah mati syahid dengan cara jujur, niscaya Allah akan
menyampaikannya ke tingkat orang mati syahid, meskipun ia mati di atas
ranjang (tempat tidur). H.R. Muslim
130
Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Riyadhu ash-Shalihin, Dar
al-Kitab al-‘Arabi, Beirut, 1973, hal. 38 131
Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Riyadhu ash-Shalihin, Dar
al-Kitab al-‘Arabi, Beirut, 1973, hal. 39
111
6). Disiplin; Islam mengajarkan kepada ummat manusia untuk disiplin dalam
beramal, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 282:
ى فاكتبوه يا أ يها الهذين آمنوا إذا تداينتم بدين إلى أجل مسم
وليكتب بينكم كاتب بالعدل وال يأب كاتب أن يكتب كما علهمه
فليكتب وليملل الهذي عليه الحق وليتهق للاه ربهه وال يبخس للاه
منه شيئا فإن كان الهذي عليه الحق سفيها أو ضعيفا أو ال
... يستطيع أن يمله هو فليملل وليه بالعدل
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.
Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah
mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang
berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis), dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun
dari pada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya
atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka
hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur.” … Q.S. 2: 282
Surah A-Nisa’ ayat 58 :
وا األمانات إلى أهلها وإذا حكمتم بين يأمركم أن تؤد إنه للاه
كان النهاس أن تحكموا بالع ا يعظكم به إنه للاه نعمه دل إنه للاه
سميعا بصيرا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
member pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. Q.S. 4: 58
112
Ayat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa manusia dalam beramal
(mua’amalah) dengan orang lain harus disiplin, tegas dan jelas (tepat waktu).
Apabila manusia tidak disiplin (tepat waktu), tidak tegas dan jelas, maka
nanti akan menjadi orang munafiq, sebagaimana sabda Rasulullah saw, :
عنه: أن رسول للا صلى للا عليهعن أبى هريرة رضي للا
و سلم قال: أية المنافق ثالث : اذا حدث كذب, و اذا وعد
أخلف, و اذا أؤ تمن خان. متفق عليه132
“Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah saw, bersabda: Tanda orang
munafiq itu tiga: Jika berkata ia dusta, jika berjanji ia menyalahi, dan jika
dipercaya ia mengkhianati (cidera”). H.R. Bukhari dan Muslim).
7). Kenyamanan dalam kerja, firman Allah SWT, dalam surah Fushilat ayat 30 :
ل ثمه استقاموا تتنزه عليهم المالئكة إنه الهذين قالوا ربنا للاه
أاله تخافوا وال تحزنوا وأبشروا بالجنهة الهتي كنتم توعدون
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”
kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun
kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan
janganlah kamu merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan
(memperoleh) szurga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. Q.S. 41: 30.
d. Unsur-Unsur Budaya Organisasi
Asri Laksmi Riani menyatakan bahwa unsur-unsur budaya orgamisasi
adalah:
1). Asumsi dasar
2). Seperangkat nilai dan keyakinan yang dianut
3). Pemimpin
4). Pedoman mengatsai masalah
132
Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Riyadhu ash-Shalihin, Dar
al-Kitab al-‘Arabi, Beirut, 1973, hal. 543
113
5). Berbagai nilai
6). Pewarisan
7). Acuan perilaku
8). Citra dan brand yang khas
9). Adaptasi133
Menurut Bennis, yang ditulis oleh Asri, menyatakan bahwa ada tiga
tingkatan unsur budaya organisasi.
Pertama: Artifacts (suatu yang dimodifikasi oleh manusia untuk tujuan
tertentu). Artifacts dapat dilihat lamgsung dari struktur sebuah organisasi dan
proses yang dilakukan di dalamnya. Artivacts merupakan hal yang paling
mudah dilihat dan ditangkap saat kita memasuki sebuah organisasi karena
berhubungan erat dengan apa yang kita lihat, kita dengar, dan kita rasakan
saat kita berada di dalamnya.
Kedua: Nilai-nilai yang didukung oleh perusahaan yang mencakup strategi,
tujuan, dan filosofi dasar yang dimiliki oleh organisasi. Nilai-nilai ini dapat
dipahami jika kita sudah mulai menyelami perusahaan tersebut dengan
tinggal lebih lama dengannya. Unsur budaya organisasi jenis ini biasanya
dinyatakan secara tertulis dan menjadi aturan bagi setiap gerak dan langkah
anggota organisasi. Pernyataan tertulis disusun berdasarkan kesepakatan
bersama dan seiring waktu akan sangat dipengaruhi oleh cita-cita, tujuan, dan
persepsi yang dimiliki oleh pendiri organisasi (founding fathers).
Ketiga: Asumsi-asumsi tersirat yang dipegang bersama (shared tacit
assumptions) dan menjadi dasar pijakan (basic underlying assumptions).
Asumsi-asumsi tersirat ini dapat kita jumpai dengan menelusuri sejarah
organisasinya. Nilai-nilai, keyakinan, dan asumsi-asumsi yang dipegang oleh
para pendiri dianggap penting bagi kesuksesan organisasi. Demikian pula hal-
hal yang bersifat sesuatu yang sudah dianggap normal atau sudah menjadi
133
Riani Asri Laksmi, 2011, Budaya Organisasi, Yogyakarta, Graha Ilmu, hal. 25
114
kebiasaan atau menerima adanya yang dipegang bersama oleh seluruh
anggota organisasi.134
Ada lima dimensi yang perlu diperhatikan jika kita berbicara tentang
asumsi-asumsi dasar dalam budaya organisasi, yaitu: a) hubungan manusia
dengan lingkungan, b) hakikat kenyataan dan kebenaran, c) sifat dasar
manusia, d) hakikat aktivitas manusia, dan e) hakikat hubungan antar
manusia.
Guru yang memahami budaya organisasi sekolah maka akan bekerja
sesuai budaya yang telah ada, sehingga menjadikan budaya organisasi
sebagai sistem nilai yang dianut guru. Ketika budaya organisasi menjadi
nilai-nilai yang dianut dan diamalkan guru, maka benturan kepentingan dan
friksi tidak akan terjadi. Guru yang telah mengamalkan nilai-nilai organisasi
tersebut tentu akan memiliki rasa kecintaan terhadap pekerjaan dan
organisasinya. Ketika rasa kecintaan terhadap pekerjaan dan organisasi ini
telah dimiliki guru, maka kepuasan dalam bekerja pun akan didapat guru,
karena guru telah menikmati kehidupan di dalam menjalankan pekerjaan pada
organisasinya.
Di dalam penelitian ini budaya organisasi adalah kondisi suatu
organisasi yang tercermin dalam nilai-nilai perilaku organisasi dalam
aktivitas kesehariannya. Dalam penelitian ini budaya organisasi diukur dari
indikator-indikator yang dikemukakan oleh Muhaimin,135
yaitu :
1). Kebersamaan
2). Saling menghargai
3). Semangat dalam bekerja
4). Disiplin
5). Jujur dan
6). Integritas
134
Riani Asri Laksmi, 2011, Budaya Organisasi, Yogyakarta, Graha Ilmu, hal. 26. 135
Muhaimin dkk, Manajemen Pendidikan, Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah /Madrasah, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2011, hal. 54.
115
B. Penelitian yang Relevan
Sudharto (2007) dalam disertasinya yang berjudul, “Pengaruh Budaya
Organisasi Sekolah, Pengalaman Kerja, dan Kompensasi terhadap Kepuasan,
Motivasi Kerja, dan Kinerja Kepala SMA se eks Karesidenan Semarang”,
menyimpulkan bahwa: (a) kinerja kepala sekolah secara langsung maupun
tidak langsung dipengaruhi oleh budaya organisasi sekolah, pengalaman
kerja, kompensasi, kepuasan kerja, dan motivasi kerja; (b) di antara kelima
variable tersebut sumbangan yang paling besar adalah variabel budaya
organisasi, urutan kedua kepuasan kerja, ketiga motivasi kerja, keempan
kompensasi, dan urutan terakhir pengalaman kerja.
Penelitian Sudharto tersebut terdiri dari lima variabel, subyek yang
diteliti kepala SMA se Eks Karesedinen Semarang, menggunakan analisis
jalur. Ada dua variabel yang sama yaitu budaya organisasi dan kepuasan
kerja. Sudharto menempatkan kepuasan kerja sebagai variabel perantara yaitu
variabel penyebab dan akibat, sedangkan penelitian saya adalah kepuasan
kerja sebagai variabel terikat. Dari sisi kajian teori, indikator masing-masing
variabel, dan instrumen penelitian jelas berbeda. Begitu juga subyek
penelitian, penelitian yang saya lakukan subyeknya adalah guru SLTA pada
Perguruan Al-Islam Surakarta, sedangkan Sudharto subyeknya Kepala SMA
se Eks Karesidenan Semarang.
Anjar Prijatni (2009) dalam disertasinya yang berjudul “Pengaruh
Supervisi, Kompensasi, Iklim Kerja, Kepuasan Kerja, dan Motivasi Kerja
Terhadap Kinerja Guru SMA Negeri di Koata Semarang”, menyimpulkan
bahwa Kinerja guru dipengaruhi oleh supervisi, kompensasi, iklim kerja,
kepuasan kerja dan motivasi kerja.
Penelitian Anjar Prijatni tersebut terdiri dari enam variabel, subyek
yang diteliti adalah kinerja guru SMA Negeri di kota Semarang. Ada dua
variabel yang sama yaitu motivasi kerja dan kepuasan kerja. Anjar Prijatni
menempatkan kepuasan kerja dan motivasi kerja sebagai variabel bebas,
sedangkan penelitian saya motivasi kerja dan kepuasan kerja sebagai variabel
terikat, bahkan motivasi kerja sebagai variabel perantara sedangkan kepuasan
116
kerja sebagai variabel terakhir. Dari segi kajian teori, indikator masing-
masing variabel, dan instrument penelitian, jelas berbeda. Begitu juga subyek
penelitian, penelitian yang saya lakukan subyeknya adalah mengenai motivasi
kerja dan kepuasan kerja guru di Perguruan Al-Islam Surakarta, sedangkan
Anjar Prijatni, subyeknya adalah tentang kinerja guru SMA di kota
Semarang.
Tatik Sutarti Suryo (2010) dalam disertasinya yang berjudul “Pengaruh
Orientasi Nilai Budaya, Kompensasi, Pelatihan, Motivasi, dan Kepuasan
Kerja terhadap Kinerja Guru SMA di Kota Surakarta”. Analisis data melalui
analisis SEM dengan menggunakan perangkat AMOS 5. Hasil penelitian
diketahui bahwa terdapat pengaruh yang positif (1) Orientasi nilai budaya
terhadap motivasi kerja; (2) Kompensasi terhadap motivasi kerja; (3)
Pelatihan terhadap motivasi kerja; (4) Orientasi nilai budaya terhadap
kepuasan kerja; (5) Kompensasi terhadap kepuasan kerja; (6) pelatihan
terhadap kepuasan kerja; (7) Motivasi terhadap kepuasan kerja; (8) Orientasi
nilai budaya terhadap kinerja; (9) Kompensasi terhadap kinerja; (10)
Pelatihan terhadap kinerja; (11) Motivasi kerja terhadap kinerja; dan (12)
kepuasan kerja terhadap kinerja.
Tatik meneliti enam variabel, analisis menggunakan Sem, tidak mencari
pengaruh langsung dan tidak langsung. Subyek yang diteliti guru SMA
Negeri Surakarta. Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Tatik,
ada satu variabel yang sama yaitu kepuasan kerja, namun dari sisi kajian
teori, instrument penelitian, indikator yang diukur untuk masing-masing
variabel, lokasi penelitian, dan jenis analisis data yang digunakan jelas
berbeda dengan penelitian yang saya lakukan. Jenis analisis data yang saya
gunakan adalah analisis regresi sederhana. Subyek penelitian adalah guru
SLTA Perguruan Al-Islam Surakarta.
Syamsul Bahri Tanrere (2013), dalam disertasinya yang berjudul
“Korelasi Efektifitas Pengawasan. Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah, dan
Budaya Sekolah terhadap Profesionalisme Guru PAI Kota Administrasi
1
117
Jakarta Selatan, menyimpulkan bahwa: (1) ada korelasi antara efektifitas
pengawasan dengan profesionalisme guru PAI; (2) ada korelasi antara
kepemimpinan kepala sekolah dengan profesionalisme guru PAI; (3) ada
korelasi antara budaya sekolah dengan profesionalisme guru PAI; dan (4) ada
korelasi secara bersama-sama antara efektifitas pengawasan, gaya
kepemimpinan kepala sekolah, dan budaya sekolah dengan profesionalisme
guru PAI kota administrasi Jakarta Selatan.
Penelitian Syamsul Bahri Tanrere tersebut terdiri dari empat variabel,
subyek yang diteliti adalah profesionalisme guru PAI kota administrasi
Jakarta Selatan, menggunakan analisis data dengan regresi sederhana dan
regresi berganda. Ada dua variabel yang sama yaitu gaya kepemimpinan
kepala sekolah dan budaya organisasi, namun dari sisi kajian teori, instrument
penelitian, indikator yang diukur, lokasi penelitian, dan jenis analisis data
berbeda dengan penelitian yang saya lakukan. Jenis analisis data yang saya
gunakan adalah analisis regresi sederhana. Subyek penelitian adalah guru
SLTA Perguruan Al-Islam Surakarta.
C. Kerangka Berfikir
1. Hubungan Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan Kepala Sekolah
dengan Kepuasan Kerja
Komunikasi interpersonal kepemimpinan merupakan bentuk
karakter pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya bila dilakukan
dengan baik, maka karyawan akan termotivasi yang pada akhirnya
menimbulkan kepuasan kerja bagi karyawan tersebut, termasuk seorang
guru.
Kepemimpinan sebagai unsur yang ada dalam suatu organisasi
memiliki pengaruh yang besar terhadap motivasi kerja karyawan. Hal ini
disebabkan karena seorang pemimpin memiliki tugas untuk
menggerakkan karyawan, yaitu dengan memberi motivasi terhadap
karyawan. Begitu pula jika karyawan tersebut adalah guru, maka
pimpinan yaitu kepala sekolah memiliki tugas memotivasi kerja guru,
118
sehingga guru termotivasi dalam bekerja dan pada akhirnya menimbulkan
kepuasan kerja.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka diduga ada hubungan
antara komunikasi interpersonal kepala sekolah dengan kepuasan kerja
guru.
2. Hubungan Budaya Organisasi dengan Kepuasan Kerja
Di dalam organisasi terjadi saling berinteraksi sesama pegawai
dengan pemimpin, sehingga memungkinkan terwujudnya iklim
organisasi. Iklim organisasi adalah lingkungan manusia di mana para
pegawai organisasi melakukan pekerjaan mereka. Iklim tersebut dapat
mempengaruhi motivasi dan kepuasan kerja. Hal itu dengan membentuk
harapan pegawai tentang konsekwensi yang akan timbul dari berbagai
tindakan. Harapan menimbulkan motivasi atau mendorong pegawai untuk
melakukan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan, dalam rangka
memenuhi kebutuhan mulai dari kebutuhan fisiologis, sosial, rasa aman,
penghargaan dan aktualisasi diri. Terpenuhinya kebutuhan yang sesuai
dengan harapan akan mendatangkan kepuasan kerja.
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga ada hubungan antara
budaya organisasi dengan kepuasan kerja guru
D. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan penelitiaan terdahulu yang relevan dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
1. Ada pengaruh komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala sekolah
terhadap kepuasan kerja guru SLTA Perguruan Al-Islam Surakarta.
2. Ada Pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja guru SLTA
Perguruan Al-Islam Surakarta.
3. Ada pengaruh komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala sekolah
dan budaya organisasi secara bersama-sama terhadap kepuasan kerja
guru SLTA Perguruan Al-Islam Surakarta.
119
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis, Metode dan Lokasi Penelitian
Secara umum penelitian dapat dibedakan berdasarkan dua hal yaitu jenis dan
metode penelitian yang dilakukannya.
1. Jenis Penelitian
Berdasarkan bidang penelitian, sebagaimana dikemukakan Sugiyono136
kegiatan penelitian ini tergolong jenis penelitian akademik, yaitu penelitian
yang dilakukan para mahasiswa sebagai sarana edukasi, yang mementingkan
validitas internal atau caranya yang harus benar, yang berbentuk skripsi, tesis,
dan disertasi. Sedangkan bila dilihat dari tujuannya, penelitian ini tergolong
jenis penelitian terapan, sebagaimana dijelaskan Jujun S. Sumantri137
bahwa
penilitian terapan adalah penelitian yang dilakukan dengan tujuan
menerapkan, menguji, mengevaluasi kemampuan suatu teori yang
dipergunakan untuk memecahkan masalah-masalah praktis.
Berdasarkan tingkat ekplanasi (level of exflanation), penelitian ini
tergolong jenis penelitian deskriptif kuantitatif yaitu suatu penelitian yang
meneliti dan mempelajari suatu obyek, kondisi, peristiwa dan fenomena yang
sedang berkembang di masyarakat pada masa sekarang dan data hasil
penelitian dianalisis secara kuantitatif. Dalam penelitian deskriptif, peneliti
bisa saja membandingkan fenomena-fenomena tertentu sehingga merupakan
suatu studi komperatif. Adakalanya peneliti mengadakan klasifikasi, serta
penelitian terhadap fenomena-fenomena dengan menetapkan suatu standar
atau suatu norma tertentu, sehingga banyak ahli menamakan penelitian ini
dengan nama penelitian survey normatif(normatif survei research). Penelitian
jenis ini juga dapat menyelidiki kedudukan (status) variabel yang memiliki
konstelasi dengan variabel lainnya.
136
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R & D, Bandung, Alfabeta, 2009, hal. 8 137
Suriasumantri, Jujun S, Filsafat ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta,
Pustaka Sinar Harapan, 2003, hal. 110.
191
120
2. Metode Penelitian
Dalam pengertian yang luas metode penelitian dapat diartikan sebagai
cara ilmiah, untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
Sugiyono menyatakan bahwa ada empat kata kunci yang perlu diperhatikan
dalam menjelaskan metode penelitian, yaitu: cara ilmiah yang berarti
kegiatan penelitian itu dilakukan berdasarkan pada karakteristik keilmuan,
yakni rasional, emperis dan sistematis. Rasional yang berarti kegiatan
penelitian itu dilakukan dedngan cara-cara yang masuk akal, sehingga
terjangkau oleh penalaran manusia. Emperis, yakni cara-cara yang dilakukan
dalam penelitian dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain
dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan . Sistematis,
artinya proses yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan langkah-
langkah tertentu yang bersifat logis.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa metode penelitian
adalah suatu proses ilmiah dalam rangka mendapatkan data dan informasi
yang valid dengan tujuan untuk menemukan, mengembangkan dan
membuktikan suatu hipotesis atau ilmu pengetahuan tertentu, sehingga dapat
digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah
dalam bidang tertentu.
Metode dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode survai
dengan pendekatan korelasional. Metode survai dipergunakan dengan
pertimbangan-pertimbangan bahwa penelitian dilakukan untuk mendapatkan
data dari tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan) dengan alat pengumpul
data berbentuk angket (kuesioner), test dan wawancara terstruktur dan
berdasarkan pandangan dari sumber data138
.
Sangarimbun dan Efendi139
menyatakan bahwa metode survai adalah
penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dengan menggunakan
kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.
138
Sugiyono, hal. 6 139
Sofyan, Effendi, Metode Penelitian Survei, Jakarta, 2012, LP3ES, hal. 3 121
Dengan survei, peneliti hendak menggambarkan karakteristik tertentu
dari suatu populasi, apakah berkenaan dengan sikap, tingkah laku, ataukah
aspek sosial lainnya; variabel yang ditelaah disejalankan dengan karakteristik
yang menjadi fokus perhatian survei tersebut.
Adapun lokasi yang dijadikan penelitian tentang pengaruh perilaku
kepemimpinan kepala sekolah, budaya organisasi, dan kompetensi pedagogik
terhadap motivasi kerja dan kepuasan kerja guru Sekolah Lanjutan Tingkat
Atas di lingkungan Perguruan Al-Islam Surakarta.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Apabila seseorang
ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka
penelitiannya merupakan populasi. Studi atau penelitiannya juga disebut studi
populasi atau studi sensus.140
Sugiyono141
menyatakan bahwa populasi adalah
wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang tetapi juga
benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan hanya sekedar jumlah yang
ada pada obyek/subyek itu. Dari pengertia tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa populasi merupakan subyek penelitian di mana individu yang akan
dikenai perilaku atau dapat dikatakan sebagai keseluruhan obyek penelitian
yang akan diteliti.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua guru SLTA Perguruan Al-
Islam yang berjumlah 155 orang, terdiri dari empat sekolah, yaitu SMA Al-
Islam I berjumlah 65 orang, SMA Al-Islam 3 berjumlah 35 orang, SMK Al-
Islam berjumlah 20 orang, dan Madrasah Aliyah Al-Islam berjumlah 39
orang.
140 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta,
Rineka Cipta, 2002, hal. 108. 141
Sugiyono, hal. 80
122
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut.142
Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi, mungkin karena keterbatasan
dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang
diambil dari populasi itu.
Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian,
terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan. Sugiyono menyatakan
bahwa teknik sampling itu ada dua macam, yaitu Probability sampling dan
Nonprobability sampling.143
a) Probability Sampling
Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang
memberikan peluang yang sama bagi setiap unsure (anggota) populasi
untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi simple
random sampling, proportionate stratified random sampling,
disproportionate stratified random, sampling area (cluster) sampling
(sampling menurut daerah)144
Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota
sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata
yang ada dalam populasi itu. Cara demikian dilakukan bila anggota
populasi dianggap homogin. Teknik proportionate stratified random
sampling digunakan bila populasi mempunyai anggota/unsur yang tidak
homogin dan berstrata secara proposional. Teknik disproportionate
stratified random sampling ini digunakan untuk menentukan jumlah
sampel, bila populasi berstrata tapi kurang proposional. Teknik cluster
sampling (area/daerah sampling) ini digunakan bila obyek yang akan
diteliti sangat luas.
b) Nonprobability Sampling
142
Sugiyono,, hal. 81 143
Sugiyono, hal. 82 144
Sugiyono, 2009, hal. 82 123
Nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang
tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota
populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik sampel ini meliputi
sampling sistematis, kuota, aksidental, purposive, jenuh, dan snowball.145
Sampling Sistematis adalah teknik pengambilan sampel
berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut.
Misalnya anggota populasi yang terdiri dari 100 orang. Dari semua
anggota itu diberi nomor urut, yaitu nomor 1 sampai dengan 100.
Pengambilan sampel dapat dilakukan dengan nomor ganjil saja, atau
genap saja, atau kelipatan dari bilangan tertentu, misalnya kelipatan dari
bilangan lima. Untuk ini maka yang diambil sebagai sampel adalah
nomor 1, 5, 10, 15, 20, dan seterusnya sampai 100.
Sampling kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari
populasi yang mempunyai cirri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang
diinginkan. Menurut Bambang Prasetyo,146
teknik sampel kuota
merupakan teknik penarikan sampel yang sejenis dengan teknik sampel
stratifikasi. Perbedaannya adalah ketika menarik anggota sampel dari
masing-masing lapisan, kita tidak menggunakan cara acak, tetapi
menggunakan cara kemudahan (accidental).
Sampling insidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan
kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/incidental bertemu
dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang
yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data.
Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu. Prasetyo147
menyatakan bahwa sampel proposive
ini disebut juga judgmental sampling yang digunakan dengan
145
Sugiyono, hal. 84-85 146Bambang Prasetyo, Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta, Rajagrafindo
Persada, 2005, hal. 134. 147
Bambang Prasetyo, hal. 134.
124
menentukan criteria khusus terhadap sampel, terutama orang-orang yang
dianggap ahli.Misalnya, jika kita ingin mengetahui bagaimana sebaiknya
membuat iklan yang baik, tentu saja kita harus memilih mereka yang
memang memahami atau berasal dari orang-orang periklanan atau
mereka yang bergerak di bidang pemasaran.
Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-
mula jumlahnya kecil, kemudian membesar. Ibarat bola salju yang
menggelinding yang lama-lama menjadi besar. Dalam penentuan sampel,
pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tetapi karena dua orang ini
belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti
mencari lagi yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang
diberikan dua orang sebelumnya. Teknik ini biasanya digunakan jika kita
meneliti kasus yang sensitive atau rahasia. Misalnya tentang jaringan
peredaran narkoba.
Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua
anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan bila
jumlah populasi relative kecil, kurang dari 30 orang, atau penelitian yang
ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah
lain sampel jenuh adalah sensus, dimana semua anggota populasi
dijadikan sampel
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik sampling jenuh
yaitu seluruh guru SLTA Perguruan Al-Islam Surakarta berjumlah 155
guru, yang terdiri dari empat sekolah, yaitu SMA Al-Islam I, SMA Al-
Islam 3, SMK Al-Islam, dan Madrasah Aliyah Al-Islam Surakarta
dijadikan sampel.
C. Variabel Penelitian
Secara teoritis variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau
obyek, yang mempunyai “variasi” antara satu orang dengan yang lain atau satu
obyek dengan obyek yang lain. Arikunto menyatakan bahwa variabel adalah hal-125
hal yang menjadi obyek penelitian, yang ditatap (dijinggling-jawa) dalam suatu
kegiatan penelitian (points to be noticed), yang menunjukkan variasi, baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. Dari istilahnya “variabel” itulah terkandung makna
“variasi”. Variabel juga disebut dengan istilah “ubahan”, karena dapat berubah-
ubah, bervariasi.148
Menurut hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain dalam
penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Variabel independen: variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus,
prediktor, antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai
variabel bebas. Variabel bebas adalah merupakan variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variasi
dependen (terikat).
2. Variabel dependen: sering disebut sebagai variabel output, kriteria,
konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat.
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat, karena adanya variabel bebas.
Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel independen atau variabel
bebas adalah komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala sekolah (X1),
dan budaya organisasi (X2). Sedangkan yang menjadi variabel dependen atau
variabel terikat adalah kepuasan kerja guru (Y1).
D. Definisi Operasional
Moh Nasir menyatakan bahwa149
definisi operasional adalah suatu definisi
yang diberikan kepada suatu variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti
atau menspesifikasikan kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional yang
diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel. Jadi definisi operasional itu
bertujuan untuk menjelaskan makna variabel yang sedang diteliti.
148
Suharsimi Arikunto, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta, hal. 9
149
Moh. Nazir, Metode Penelitian, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2005, hal. 126 126
Berdasarkan pendapat di atas, maka dalam penelitian ini variabel-variabel
yang akan dikaji terdiri dari tiga variabel, yaitu komunikasi interpersonal
Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1), Budaya Organisasi (X2), dan Kepuasan
Kerja (Y1). Dari masing-masing variabel tersdebut di kelompokkan ke dalam dua
jenis variabel, yaitu variabel bebas atau varabel independen yang terdiri dari
variabel X1, dan X2, dan variabel dependen atau variabel terikat yaitu variabel
Y1.
Dalam kaitannya dengan penelitian, maka variabel-variabel tersebut perlu
dijabarkan dalam bentuk operasional guna melakukan pengukuran bagi
kepentingan analisis. Berikut ini penulis mengemukakan variabel-variabel
tersebut serta penjabarannya dalam bentuk indikator-indikator sebagai acuan
dalam mpenyusunan instrumen penelitian.
1. Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan
Komunikasi Interpersonal kepemimpinan kepala sekolah adalah
persepsi guru SLTA Perguran Al-Islam Surakarta terhadap kemampuan
kepala sekolahnya dalam mempengaruhi dan menggerakkan bawahan guna
tercapainya tujuan sekolah. Indikator-indikator komunikasi interpersonal
kepemimpinan kepala sekolah dalam penelitian ini adalah sebagaimana yang
dijelaskan oleh Mulyasa150
yang meliputi tiga hal pokok yaitu pertama
komitmen terhadap visi sekolah dalam menjalankan tugas dan fungsinya,
kedua menjadikan visi sekolah sebagai pedoman dalam mengelola dan
memimpin sekolah, dan ketiga senantiasa memfokuskan kegiatannya
terhadap pembelajaran dan kinerja guru di kelas. Dari tiga indikator tersebut,
penulis jabarkan dalam penelitian ini meliputi :
a. Kepala sekolah bertanggung jawab,
b. Kepala sekolah komunikaif,
c. Kepala sekolah pandai memecahkan masalah,
d. Kepala sekolah mengelola sekolah,
e. Kepala sekolah memberi inovasi pada guru, dan
f. Kepala sekolah memberi motivasi kepada guru.
150
Mulyasa, Manajemen dan Kepala Sekolah, Jakarta, Bumi Aksara,2012, hal. 19.
127
2. Budaya Organisasi
Di dalam penelitian ini budaya organisasi adalah kondisi suatu
organisasi yang tercermin dalam nilai-nilai perilaku organisasi dalam
aktivitas kesehariannya. Budaya organisasi dalam penelitian ini diukur
dengan indikator-indikator yang dikemukakan oleh Muhaimin,151
yaitu:
a. Kebersamaan,
b. Salaing menghargai,
c. Semangat dalam bekerja,
d. Disiplin,
e. Jujur, dan
f. Integritas.
3. Kepuasan Kerja Guru
Kepuasan kerja dalam penelitian ini adalah perasaan guru SLA
Perguruan Al-Islam Surakarta yang berupa senang atau tidak senang atas
pekerjaan yang dilakukannya. Indikator-indikator kepuasan kerja guru dalam
penelitian ini meliputi:
a. Rasa senang maupun tidak senang terhadap imbalan yang diterima
b. Kondisi kerja
c. Perolehan penghargaan
d. Dukungan dari rekan sekerja, dan
e. Keberhasilan menyelesaikan pekerjaan.
E. Instrumen Penelitian
Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap
fenomena sosial maupun alam. Karena pada prinsipnya meneliti adalah
melakukan pengukuran, maka harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam
penelitian biasanya disebut instrumen penelitian. Instrumen penelitian adalah
151
Muhaimin, dkk, Manajemen Pendidikan, Aplikasnya dalam Penyusunan Rencana
Pengembangan Sekolah/Madrasah, Jakarta, Kencana Prenada Media Group,2010, hal. 54. 128
suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang
diamati.152
Arikunto menyatakan bahwa instrument penelitian adalah alat atau
fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar
pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat,
lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. 153
Adapun jenis instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
angket. Angket sebagai alat pengumpulan data dapat mengungkap fakta menurut
pengalaman responden berdasarkan pertanyaan/pernyataan penelitian yang dapat
dikuantifikasi untuk kepentingan analisis data kuantitatif.
Angket merupakan alat pengumpul data yang berisi sejumlah pertanyaan
tertulis yang diajukan kepada responden untuk mendapatkan atau memperoleh
jawaban/tanggapan sesuai dengan maksud pertanyaan dan petunjuk pengisian
angket. Angket disusun berdasarkan indikator variabel penelitian yang dikaji dan
dikembangkan berdasarkan literature yang telah diuraikan pada Bab II.
Penyusunan angket mengacu pada variabel yang akan diteliti. Variabel-variabel
yang akan diteliti meliputi perilaku kepemimpinan kepala sekolah, budaya
organisasi, kompetensi pedagogic, motivasi kerja, dan kepuasan kerja.
Dalam penyusunan angket, alternatif jawaban menggunakan skala Likert.
Sugiyono 154
menytakan bahwa skala likert digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial.
Jawaban setiap instrumen menggunakan skala likert yang mempunyai gradasi
dari sangat positif sampai dengan sangat negatif. Rentang jawaban diberi skor
dari 0 sampai 4 atau 1 sampai 5. Kategori penskoran Skala Likert dapat disusun
dalam tabel berikut ini.
152
Sugiyono, hal. 102 153 Suharsimi Arikunto, hal. 136.
154 Sugiyono, hal. 93
129
Tabel 1.
Kategori Penskoran Jawaban Angket Berdasarkan Skala likert
Alternatif Jawaban Positif (+) Negatif (-)
Sangat setuju/selalu/sangat baik/sangat tinggi 5 1
Setuju/ sering/baik/tinggi 4 2
Tidak tahu/kadang-kadang/cukup baik/sedang 3 3
Tidak setuju/ jarang/kurang baik/ kurang 2 4
Sangat tidak setuju/ tidak pernah/tidak baik/rendah 1 5
Kisi-kisi instrumen penelitian sebagaimana disajikan pada tabel-tabel
berikut ini, disusun untuk mengetahui penjabaran variabel-variabel ke dalam sub-
variabel, dan indikator-indikatornya.
Tabel 2.
Kisi-kisi Angket Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1)
No Indikator No. Butir
1 Bertanggung jawab 1,2,3,4,5
2 Komunikatif 6,7,8,9,10
3 Pandai memecahkan masalah 11,12,13,14,15
4 Mengelola sekolah 16,17,18,19,20
5 Memberi inovasi pada guru 21,22,23,24,25
6 Memberi motivasi 26,27,28,29,30
130
Tabel 3.
Kisi-kisi Angket Budaya Organisasi (X2)
No. Indikator No. Butir
1 Kebersamaan 1,2,3,4,5
2 Saling menghargai 6,7,8,9,10
3 Semangat dalam bekerja 11,12,13,14,15
4 Disiplin 16,17,18,19,20
5 Jujur 21,22,23,24,25,
6 Integritas 26,27,28,29,30
Tabel 4
Kisi-kisi Angket Kepuasan Kerja
No. Indikator No. Butir
1 Rasa senang maupun tidak terhadap
gaji 1,2,3,4,5,6
2. Kondisi kerja 7,8,9,10,11,12
3. Penghargaa 13,14,15,16,17,18,
4. Dukungan dari rekan kerja 19,20,21,22,23,24
5. Keberhasilan tugas 26,27,28,19,30
F. Pengujian Instrumen Penelitian
a. Validitas
Dalam rangka mengetahui derajat validitas instrument, maka dilakukan
uji validitas. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan atau kesahihan suatu instrumen.155
Instrumen yang valid berarti alat
ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid, Sugiyono
menyatakan bahwa valid berarti instrument tersebut dapat digunakan untuk
mengukur apa yang seharusnya diukur.156
155
Sugiyono, hal. 144 156
Sugiyono, hal. 121
131
Sebuah instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang
diinginkan dan dapat mengungkapkan data variabel yang diteliti secara tepat.
Tinggi rendahnya validitas instrument menunjukkan sejauh mana data yang
terkumpul tidak menyimpang dari gambaran yang dimaksud dalam penelitian
ini.
Uji validitas instrumen penelitian ini dilakukan kepada 40 guru SLTA
Perguruan Al-Islam Surakarta, yang terdiri 15 guru SMA Al-Islam I, 10 guru
SMA Al-Islam 3, 5 guru SMK Al-Islam, dan 10 Madrasah Aliyah Al-Islam.
Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas
konstruk (onstruct Validity), validitas konstruk merupakan yang terluas
cakupannya dibanding dengan validitas lainnya, karena melibatkan banyak
prosedur termasuk validitas isi dan validitas criteria. Uji validitas digunakan
dengan rumus korelasi Product Momemnt sebagai berikut:
2222 )()()()(
))(()(
YYnXXn
YXXYnrxy
Dimana: rxy = koefisien korelasi suatu butir/item
N = Jumlah subyek
X = skor suatu butir/item
Y = skor total
Nilai r kemudian dikonsultasikan dengan rtabel (rkritis). Bila rhitung dari rumus di
atas lebih besar dari rtabel maka butir tersebut valid, dan sebaliknya. Adapun
hasil dari uji validitas dapat disajikan dalam tabel berikut ini :
a. Validitas item pertanyaan untuk variabel Komunikasi interpersonal Kepala
Sekolah Kepala Sekolah (X1)
132
Variabel Komunikasi interpersonal Kepala Sekolah (X1) terdiri dari 30
pertanyaan. Pengujian validitas menggunakan teknik analisis pearson
correlation dengan hasil pada tabel 8 dibawah ini :
TABEL 5
Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan untuk Variabel Komunikasi Interpersonal
Kepala Sekolah (X1)
Item Pertanyaan r-hitung r-tabel Keterangan
But_1
But_2
But_3
But_4
But_5
But_6
But_7
But_8
But_9
But_10
But_11
But_12
But_13
But_14
But_15
But_16
But_17
But_18
But_19
But_20
But_21
But_22
But_23
But_24
But_25
But_26
But_27
But_28
But_29
But_30
0,472
0,329
0,648
0,658
0,596
0,536
0,624
0,442
0,521
0,273
0,497
0,714
0,578
0,608
0,589
0,564
-0,254
0,381
0,514
0,682
0,525
0,603
0,830
0,680
0,729
0,465
0,446
0,370
0,379
0,482
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Sumber: Data yang diolah, 2014
Korelasi item-item pertanyaan terhadap variabel dinyatakan valid
apabila nilai r hitung > r table. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa butir
pertanyaan yang tidak valid adalah butir 10 dan 17.
133
b. Validitas item pertanyaan untuk variabel Budaya Organisasi (X2)
Variabel Budaya Organisasi (X2) terdiri dari 30 pertanyaan. Pengujian
validitas dengan menggunakan teknik analisis pearson correlation dengan
hasil pada tabel 9 sebagai berikut :
TABEL 6
Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan untuk Variabel Budaya Organisasi (X2)
Item Pertanyaan r-hitung r-tabel Keterangan
But_1
But_2
But_3
But_4
But_5
But_6
But_7
But_8
But_9
But_10
But_11
But_12
But_13
But_14
But_15
But_16
But_17
But_18
But_19
But_20
But_21
But_22
But_23
But_24
But_25
But_26
But_27
But_28
But_29
But_30
0,412
0,483
0,581
0,516
0,283
0,372
0,421
0,491
0,354
0,618
0,637
0,445
0,449
0,360
0,480
0,015
0,402
0,348
0,349
0,406
0,497
0,473
0,468
0,383
0,497
0,513
0,416
0,352
0,554
0,406
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Sumber: Data yang diolah, 2014
134
Korelasi item-item pertanyaan terhadap variabel dinyatakan valid apabila
nilai r hitung > r table. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa butir
pertanyaan yang tidak valid adalah butir 5 dan 16.
c. Validitas item pertanyaan untuk variabel Kepuasan Kerja (Y2)
Variabel Kepuasan Kerja (Y2) terdiri dari 30- pertanyaan. Pengujian
validitas dengan menggunakan teknis analisis pearson correlation dengan
hasil sebagai berikut:
TABEL 7
Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan untuk Kepuasan Kerja (Y2)
Item Pertanyaan r-hitung r-tabel Keterangan
But_1
But_2
But_3
But_4
But_5
But_6
But_7
But_8
But_9
But_10
But_11
But_12
But_13
But_14
But_15
But_16
But_17
But_18
But_19
But_20
But_21
But_22
But_23
But_24
But_25
But_26
But_27
0,668
0,633
0,391
0,335
0,557
0,348
0,618
0,443
0,443
0,453
0,624
0,425
0,411
0,677
0,644
0,585
0,365
0,529
0,437
-0,163
0,426
0,069
0,370
0,385
0,338
0,396
0,654
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
0,312
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
135
But_28
But_29
But_30
0,605
0,612
0,567
0,312
0,312
0,312
Valid
Valid
Valid
Sumber: Data yang diolah, 2014
Korelasi item-item pertanyaan terhadap variabel dinyatakan valid apabila
nilai r hitung > r table. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa butir
pertanyaan yang tidak valid adalah butir 20 dan 22.
b. Reliabilitas.
Selain valid, instrument dalam penelitian ini juga harus reliabel,
artinya instrumen dapat memberikan hasil pengukuran yang konsisten,
meskipun pengukuran dilakukan terhadap butir-butir yang valid, yang
diperoleh dari uji validitas.
Uji reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kesetabilan
dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan
konstruk-konstruk pertanyaan yang merupakan proses suatu variabel dan
disusun dalam suatu bentuk skor.
Ukuran dapat dikatakan reliabel jika ukuran tersebut memberikan
hasil yang konsisten. Reliabilitas diukur menggunakan metode Cronbach
alpha. Instrumen dinyatakan reliabel apabila nilai cronbach alpa lebih besar
dari 0,60 (Imam Ghozali, 2004 : 42). Dalam menguji reliabilitas digunkaan
uji konsistensi internal dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach
sebagaimana yang diungkapkan oleh Arikunto157
sebagai berikut :
157
Arikunto, Suharsimi, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta, hal. 171
136
2
2
11 11 t
b
Vk
kr
Dimana: r11 = reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
2
b = jumlah varian butir/item
2
tV = varian total
Kriteria suatu intrumen dikatakan reliable dengan menggunakan teknik ini,
bila koefisien reliabilitas (r11) > 0,6.
Pengujian reliabilitas menggunakan bantuan computer program SPSS for
windows dengan hasil sebagai berikut:
Uji reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kesetabilan
dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan
konstruk-konstruk pertanyaan yang merupakan proses suatu variabel dan
disusun dalam suatu bentuk skor.
Ukuran dapat dikatakan reliabel jika ukuran tersebut memberikan
hasil yang konsisten. Reliabilitas diukur menggunakan metode Cronbach
alpha. Instrumen dinyatakan reliabel apabila nilai cronbach alpa lebih
besar dari 0,60 (Imam Ghozali, 2004 : 42). Pengujian reliabilitas
menggunakan bantuan komputer program SPSS for windows dengan
hasil sebagaimana tabel berikut:
TABEL 8
Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Alpha
Cronbach Kriteria Keterangan
Komunikasi Kepala Sekolah
Budaya Organisasi
Kepuasan Kerja
0,743
0,727
0,734
Alpha
Cronbach>
0,60 maka
reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Sumber: Data yang diolah, 2014
137
Hasil pengujian reliabilitas menunjukkan bahwa koefiien Alpha
Cronbach semua variabel lebih besar dari 0,6 yang dipersyaratkan nilai
kritis (rule of tumb) yaitu masing-masing sebesar 0,743; 0,727; dan 0,734
> 0,60. ini berarti bahwa semua variabel dinyatakan reliabel.
G. Teknik Pengumpulan Data
Data ialah bahan mentah yang perlu diolah, sehingga menghasilkan
informasi atau keterangan, baik kuantitatif maupun kualitatif yang menunjukkan
fakta. Dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu
kualitas instrument penelitian, dan kualitas pengumpulan data. Kualitas
instrument penelitian berkenaan dengan validitas dan reliabiltas instrument dan
kualitas pengumpulan data berkenaan ketepatan cara-cara yang digunakan untuk
mengumpulkan data. Oleh karena itu instrument yang telah teruji validitas dan
reliabiltasnya, belum tentu dapat menghasilkan data yang valid dan reliabel,
apabila instrument tersebut tidak digunakan secara tepat dalam pengumpulan
datanya.
Penelitian ini penulis menggunakan teknik/cara pengumpulan data dengan
interview (wawancara), kuesioner (angket), dan observasi (pengamatan).
1. Interview (wawancara)
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti
ingin melakukan studi pendahuluan untuk menentukan permasalahan yang
harus diteliti, dan untuk mengetahui lebih mendalam tentang keadaan
responden serta jumlah respondennya.
Wawancara ini dilakukan oleh peneliti antara lain kepada ketua Yayasan
Perguruan Al-Islam untuk mengetahui tentang perkembangan Perguruan Al-
Islam, Kepala sekolah baik SMA Al-Islam I, SMK Al-Islam, SMA 3 Al-
Islam dan Madrasah Aliyah Al-Islam Surakarta tentang bahan-bahan yang
dibutuhkan dalam penelitian ini.
138
2. Kuesioner (angket)
Kuesioner atau angket merupakan daftar pertanyaan-pertanyaan tertulis
untuk memperoleh data yang disebarkan kepada seluruh responden. Teknik
angket digunakan untuk memperoleh data tentang perilaku kepemimpinan
kepala sekolah, budaya organisasi, kompetensi pedagogik, motivasikerja dan
kepuasan kerja guru SLTA Perguruan Al-Islam Surakarta.
Adapun langkah-langkah pengumpulan data melalui angket adalah :
a) Penyusunan kisi-kisi instrumen dengan berlandaskan variabel dan sub
variabel penelitian, serta indicator-indikatornya.
b) Penyusunan butir instrumen.
c) Pengujian validitas dan reliabilitas butir instrumen.
d) Penyebaran kuesioner/angket kepada semua responden.
3. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan melalui pengamatan
langsung kepada obyek penelitian. Dalam penelitian ini observasi dilakukan
pada empat sekolah lanjutan tingkat atas yang dikelola oleh Perguruan Al-
Islam, yaitu SMA Al-Islam I, SMK Al-Islam, SMA Al-Islam 3, dan
Madrasah Aliyah Al-Islam Surakarta untuk menambah pemahaman yang
menjadi focus penelitian.
4. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen,
lengger, agenda, dan sebagainya.158
Dokumen merupakan cara pengumpulan data dengan melalui bukti-bukti
atau dokumen tertulis yang berkaitan dengan masalah penelitian. Dokumen-
158
Suharsimi Arikunto, hal. 206.
139
dokumen yang menjadi sumber data diperoleh dari Kantor Yayasan
Perguruan Al-Islam dan empat sekolah yaitu SMA Al-Islam I, SMK Al-
Islam, SMA Al-Islam 3, dan Madrasah Aliyah Al-Islam yang menjadi tempat
penelitian.
H. Tenik analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Analisis Uji Asumsi Dasar
a) Uji Normalitas
Dalam analisis statistik parametrik, persyaratan normalitas data harus
terpenuhi, yaitu data berasal dari distribusi normal. Uji ini untuk
mengetahui normal tidaknya distribusi data masing-masing variabel
penelitian yaitu variabel perilaku kepemimpinan kepala sekolah (X1),
budaya sekolah (X2), kompetensi pedagogic (X3), motivasi kerja (Y1),
dan kepuasan kerja guru (Y2).
Uji ini biasanya menggunakan data berskala ordinal, interval atau
rasio. Jika data tidak berdistribusi normal dan atau jumlah sampel sedikit
dan jenis data adalah nominal atau ordinal, maka metode yang digunakan
adalah statistik non parametrik. Asumsi yang mendasari dalam Analisis
Of Varians (ANOVA) adalah bahwa populasi data berdistribusi normal.
Untuk uji kenormalan dari sampel dapat dilakukan dengan bantuan
uji Shipiro Wilk, Kolmogorov-Smirnov dan Liliefors serta gambar
Normal Probability Plots.
Teknik analisis uji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan
Kolmogorof-Smirnof. Kriteria pengujian yang digunakan adalah bila Sig
Kolomogorof-Smirmof dari residu > 0,05, data berasal dari distribusi
normal.
Langkah-langkah:
1. Buka File Data
2. Dari menu utama SPSS pilih menu Analiyze, kemudian pilih-pilih
submenu deskriptive statistik.
140
3. Dari serangkaian yang ada pilh Explore …, maka terbuka kotak dialog
Explore.
4. Dependen List; klik Variabel Motivasi Kerja, kemudian klik tanda
(panah) bagian yang atas
5. Factor List, Klik Variabel Kepemimpinan Kepala Sekolah, Budaya
Organisasi, dan Kompetensi Pedagogik, kemudian klik tanda
(panah) bagian yang bawah.
6. Klik pilihan Statistik pilih Deskriptives lalu klik continue.
7. Klik pilihan Plots pada Boxplot pilih None pada Deskriptif, pilih
Stem-and kaf
8. Klik pilhan Normality P;ot with tests
9. Pada pilihan Spreod vs level with levene Test, pilih Power Est motion
kemudian klik Continue
10. Pada bagian Displays, pilih Both (yang berarti statistiks maupun Plots
akan digunakan.
11. Klik OK jika semua sudah selesai.
b) Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui varian dari beberapa
populasi sama atau tidak. Uji ini dilakukan sebagai prasyarat dalam
analisis independen sample T test dan Anova. Asumsi yang mendasari
dalam Analisis Of Varians (ANOVA) adalah bahwa varian dari beberapa
populasi adalah sama.
Dasar pengambilan keputusan:
(1). Jika nilai Sig. (signifikansi) atau nilai probabilitas < 0,05, maka
dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih kelompok populasi data
adalah tidak sama.
(2). Jika nilai Sig (signivikansi) atau nilai probabilitas > 0,05, maka
dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih kelompok populasi
adalah sama.
141
Langkah-langkah:
1. Buka File Data
2. Dari menu utama SPSS, pilih menu Analyze, kemudian pilih-pilih
submenu Compare Means-One Way Anova.
3. Dependen List, klik variabel Motivasi Kerja, kemudian klik tamda
(panah) bagian yang atas
4. Factor List, Klik variabel Kepemimpina Kepala Sekolah, kemudian
klik tanda panah bagian bawah
5. Klik Options
6. Klik Homogeneity Of Variance, kemudian klik Continue
7. Klik OK untuk mengakhiri perintah.
8. Ulangi cara yang sama untuk variabel-variabel berikutnya.
c). Uji Linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel
mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji ini
digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linear
Dasar Pengambilan Keputusan:
(1). Jika nilai probabilitas > 0,05, maka dikatakan antara variabel X dan Y
adalah linear.
(2). Jika nilai probabilitas < 0,05, maka dikatakan hubungan antara
variabel X dengan Y adalah tidak linear.
Langkah-langkah
1. Buka Program SPSS
2. Klik Variabel View pada SPSS Data editor
3. Pada kolom Name, ketik X1 pada baris pertama dan ketik Y1 pada
baris kedua.
4. Pada kolom Decimals, ketik atau ganti 0
5. Pada kolom Label, ketik Kepemimpinan Kepala Sekolah untuk baris
pertama dan Motivasi Kerja untuk baris kedua
142
6. Abaikan kolom yang lainnya.
7. Klik Data View, pada SPSS Data editor
8. Ketik datanya seperti tabel di atas sesuai dengan variabelnya
9. Simpan dengan nama Data_ 2
10. Klik menu Analyze-Compare Means
11. Masukkan variabel Motivasi Kerja pada kotak Dependen list, dan
masukkan variabel Kepemimpinan Kepala Sekolah pada kotak
independent list.
12. Klik Option, pada Statistik for First Layer Klik Test for Lineority,
kemudian klik Continue.
13. Klik OK untuk mengakhiri perintah
14. Ulangi cara yang sama untuk variabel-variabel berikutnya
d). Uji Keberartian
Uji untuk mengetahui apakah hubungan antar variabel berarti
(signifikan) atau tidak.
Dasar Pengambilan Keputusan
(1). Jika nilai probabilitas > 0,05, maka dikatakan hubungan antara
variabel X dengan Y adalah tidak benar.
(2). Jika nilai probabilitas < 0,05, maka dikatakan hubungan antara
variabel X dengan Y adalah berarti.
9. Uji Asumsi Klasik Statistik
Model regresi linier berganda dapat disebut sebagai model yang baik jika
model tersebut memenuhi asumsi normalitas data dan terbebas dari asumsi
klasik statistik, baik itu multikolineritas, autokorelasi, dan
heteroskesdastisitas.159
a). Multikolineritas
159
Agung Nugroho Bhuono, Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian
Dengan SPSS, Penerbit Andi, hal. 57
143
Uji multikolineritas diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya
variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel
independen lain dalam satu model. Kemiripan antar variabel independen
dalam suatu model akan menyebabkan terjadinya korelasi yang sangat
kuat antara suatu variabel independen dengan variabel independen yang
lain. Selain itu, deteksi terhadap multikolineritas juga bertujuan untuk
menghindari kebiasaan dalam proses pengambilan kesimpulan mengenai
pengaruh pada uji parsial masing-masing variabel independen terhadap
variabel dependen.
Uji multikolineritas dalam penelitian dapat diketahui dengan melihat
angka variance inflation factor (VIF) dan tolerance. Model regresi
dikatakan bebas dari multikolineritas apabila memiliki nilai VIF lebih
kecil dari 3 dan mempunyai angka tolerance lebih besar dari 0,10.
(Ghozali, 2004: 92)
b). Autokorelasi
Menguji autokorelasi dalam suatu model bertujuan untuk mengetahui
ada tidaknya korelasi antara variabel pengganggu pada periode tertentu
dengan variabel pengganggu periode sebelumnya.
Cara mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin
Watson Statistic (D.W). Model regresi linier berganda terbebas dari
autokorelasi jika nilai Durbin Watson hitung terletak di daerah No
Autocorelasi. Penentuan letak tersebut dibantu dengan tabel dl dan du,
dibantu dengan nilai k (jumlah variabel independen).
c). Heteroskesdastatisitas.
Heteroskesdastatisitas adalah keadaan dimana terjadi
ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model
regresi. Uji heterokedastatisitas digunakan untuk mengetahui ada atau
tidaknya kesamaan varian dari residual pada model regresri. Prasyarat
144
yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya masalah
heterokedastisitas.
10. Uji Hipotesis
a) Regresi Linier Berganda
Analisis ini juga digunakan untuk mengetahui pengaruh antara
variabel bebas terhadap variabel terikat dan variabel bebas terhadap
variabel antara serta korelasi antar variabel bebas.
Persamaan dalam analisis ini adalah Y=a+b1X1 + b2X2 + b3X3
+….+ e
Keterangan :
a : Konstanta
b : Koefisien Regresi
X : Variabel Bebas
Y : Variabel Terikat
b). Uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas
terhadap variabel terikat secara parsial.
c). Uji F
Uji f digunakan untuk menguji apakah secara bersama-sama variabel
bebas berpengaruh terhadap variabel terikat.
d). Uji Koefisien Determinasi (R²)
Uji R² digunakan untuk mengetahui prosentase besarnya perubahan
variabel terikat yang disebabkan oleh variabel bebas. Sedangkan uji
Adjusted R2 digunakan untuk mengetahui besarnya nilai R² yang
dipengaruhi banyaknya penambahan variabel independen.
Menurut gujarayi dalam Imam Ghozali (2002 : 83x), jika dalam uji
empiris didapat adjusted R² negatif, maka nilai adjusted R² dianggap
bernilai nol. Secara matematis jika nilai R² = 1, maka adjusted R² = R² = 1,
145
sedangkan nilai R² = 0, maka adjusted R2 = (1-k)(n-k). Jika K < 1, maka
adjusted akan bernilai negatif.
Secara sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut :
KD = r2 x 100% (Sudjana, 2002:369)
Dimana :
KD = Koefisien determinasi
R = Kuadrat koefisien korelasi
146
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil penelitian
Data deskrepsi penelitian yang dilakukan akan disajikan secara rinci yang
meliputi deskrepsi obyek penelitian, pengujian instrument penelitian, pengujian
persyaratan analisis, dan pengujian hipotesis sebagai berikut:
1. Deskrepsi Obyek Penelitian
a. Sejarah Berdirinya Perguruan Al-Islam dan Perkembangannya
Organisasi Al-Islam dibentuk pada tahun 1927 di Surakarta oleh
sekelompok ulama muda alumni Pondok Pesantren Jamsaren Surakarta.
Mereka berjumlah sekitar sepuluh orang, yaitu: K.H. Imam Ghozali, K.H.
Abdul Manaf, K.H. Mufti, K.H. Abdul Rozak, K.H. Jamaluddin, K.H.
Hamid, dan K.H. As’ad. (Syarifah Muchtarom,dkk, 1985:5)
Organisasi ini merupakan perkembangan dari perkumpulan dari
sebelumnya, yaitu Jami’at Al-Auliya (persekutuan para wali/ulama).
Persekutuan ini dibentuk bertujuan untuk mengkordinasikan peranan para
ulama di daerah Surakarta dalam rangka membina kesatuan ummat Islam di
daerah setempat. Secara berkala mereka mengadakan pertemuan untuk
mendiskusikan berbagai masalah keagamaan dan kemasyarakatan yang
dihadapi oleh umat islam pada masa itu.
Pertukaran pemikiran ini menghasilkan suatu kesatuan pandangan
dalam masalah utama yang dihadapi oleh umat Islam pada waktu itu adalah
masalah berkeping-kepingnya umat Islam menjadi berbagai macam
golongan, karena umat Islam belum mengikuti tuntunan yang diberikan
oleh Nabi Muhammad saw. Mereka berpendapat bahwa jalan keluarnya
adalah kembali pada ajaran-ajaran Al-Qur’an dan al-Hadits serta Ijma’ al-
Shahaby.
Mereka tidak bersepakat dengan pencapaian pendapat saja, melainkan
mereka bersepakat untuk mendirikan suatu organisasi. Maka pada bulan
147
Ramadhan 1346 H. atau 1927 M, mereka berkumpul di rumah K.H. Imam
Ghozali untuk meresmikan berdirinya organisasi yang bertujuan
mewujudkan ide tersebut di atas, dengan diberi nama “Al-Islam”.
Para fungsionaris pengurus Al-Islam periode pertama terdiri dari
tokoh-tokoh pendiri yang dipimpin oleh K.H. Imam Ghozali. Pengurus
pertama menjalankan tugasnya sampai pada tahun 1933, dan pada waktu itu
diadakan konggres pertama di Surakarta. Pada konggres ini ditetapkan
anggaran dasar atau Qanun Al-Islam dan dipilih pengurus baru yakni
Pengurus Besar yang dipimpin oleh K.H. Imam Ghozali dan sebagai
sekretarisnya adalah K.H. Abdus Shamad dan K.H. Mufti.
b. Perkembangan Usaha di Bidang Pendidikan
Kegiatan yang mula-mula dilakukan oleh para pemimpin generasi
pertama adalah mendirikan dua buah madrasah, yaitu madrasah Ibtidaiyah
dan Madrasah Tsanawiyah. Madrasah Ibtidaiyah diselenggarakan pada
waktu sore, sedangkan Madrasah Tsanawiyah diselenggerakan pada waktu
pagi hari di rumah K.H. Imam Ghozali, kemudian pada tahun 1929 barulah
menempati sebuah gedung yang sederhana. Madrasah terszebut mula-mula
diasuh oleh K.H. Imam Ghozali dengan dibantu oleh K.H. Abdus Shamad
dan K.H. Abdul Manaf. Berkat ketekenan tiga tokoh ini, maka madrasah
tersebut berjalan dengan mapan, dan dari tahun ke tahun madrasah tersebut
mengalami perkembangan jumlah murid dan tenaga pengasuhnya. Tenaga
pengasuh yang datang kemudian adalah K.H. In’am, K.H. Musnan, K.H.
Khurmen, K. Syakir, dan K. Abdul Rozak Shiddiq, mereka ini adalah
alumni pondok Pesantren Jamsaren Surakarta.
Setelah madrasah-madrasah tersebut berjalan dengan mapan,
kemudian para pemimpin Al-Islam mendirikan sebuah sekolah tingkat dasar
yang merapkan kurikulum sekolah umum versi pemerintah Belanda dengan
diberi tambahan pelajaran agama Islam, sekolah tersebut diberi nama
“Holland Godient School (HGS). Di samping itu didirikan pula sekolah
148
taman kanak-kanak versi Belanda (voorklas) juga diberi pelajaran agama
Islam yang dikelola oleh Nahdhatul Muslimat (NDM)
Pada muktamar tahun 1960 bidang pendidikan menjadi pembahasan
utama dalam hal penyelenggaraan dan pengembangan madrasah/sekolah-
sekolah Al-Islam, hal ini diwujudkan dengan membentuk lembaga otonom
yang disebut Pimpinan Pusat Perguruan Al-Islam. Lembaga ini diberi
wewenang penuh untuk mengelola usaha pendidikan dengan membangun
jaringan organisasi tersendiri yang secara langsung membawahi sekolah-
sekolah Al-Islam. Dalam usaha pendidikan, Perguruan Al-Islam mengelola
sekolah/madrasah sejak taman kanak-kanak (TK) sampai sekolah lanjutan
tingkat atas (SLTA).
Perguruan ini disamping mengajarkan ilmu-ilmu agama juga
mengajarkan ilmu-ilmu umum, meskipun pelajaran ilmu umum yang
diberikan pada Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah pada waktu
itu masih setingkat dengan tingkat dasar (SD), sedang untuk tingkat atas
(kuliyah) masih setingkat dengan SMTP. Ilmu-ilmu pengetahuan umum
tersebut meliputi berhitung, bahasa daerah, bahasa Melayu, ilmu bumi dan
ilmu alam, sedang untuk Madrasah Kuliyah meliputi al-jabar, ilmu ukur,
ilmu bumi, bahasa Belanda dan bahasa Inggris.
Setelah madrasah tersebut berjalan dengan lancar, kemudian para
pemimpin Al-Islam mengembangkannya dan bisa mendirikan sebuah
sekolah dasar yang menerapkan kurikulum versi Pemerintah Belanda
dengan diberi tambahan pelajaran agama Islam. Sekolah ini diberi nama
Holland Gotsdient School (HGS) dan sekolah taman kanak-kanak.
Dengan perjuangan para perintis Al-Islam dalam mengelola
pendidikan, maka perguruan ini senantiasa hadir di tengah-tengah
masyarakat. Dawam Raharja menyebutkan bahwa perguruan ini dalam
mengelola pendidikan SMA Al-Islam I Surakarta bisa mencapai prestasi
yang memuaskan, sehingga menjadi sekolah swasta terbaik di kota
Surakarta, bahkan kedudukannya sama dengan Al-Azhar Jakarta, meskipun
sekolah ini tidak membina sekolah yang elit dan mahal. (Syarifah
149
Muchtarom, dkk, 1985:10). Sekolah SMA Al-Islam I Surakarta ini sejak
tahun 1985 mendapat staus "DISAMAKAN" dengan sekolah negeri sampai
tahun 2007, dan sejak tahun 2007 sampai sekarang mendapat status
terakreditasi "A".
Pada tahun 1989 Perguruan Al-Islam telah memiliki empat unit
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) di daerah Surakarta, yaitu SMA Al-
Islam I yang bertempat di Jalan Honggowongso, SMA Al-Islam II yang
bertempat di Laweyan. Kemudian SMA Al-Islam II tersebut pada tahun
atas musyuwarah para pengurus Perguruan Al-Islam dirubah menjadi SMK
Al-Islam, SMA Al-Islam III, yang bertempat di Semanggi, dan Madrasah
Aliyah di jalan Veteran (Pondok Pesantren Jamsaren). Adapun guru-guru
yang akan menjadi obyek penelitian ini adalah semua guru dari empat
sekolah SLTA tersebut yang semuanya berjumlah 155 orang. Secara
terperinci penulis jelaskan jumlah guru setiap unit sekolah pada lampiran.
2. Pengujian Instrumen Penelitian
c. Validitas
1) Validitas item pertanyaan untuk variabel Komunikasi Interpersonal
Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1)
Variabel Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan Kepala
Sekolah (X1) terdiri dari 28 pertanyaan. Pengujian validitas
menggunakan teknik analisis pearson correlation dengan hasil
bahwa: Korelasi item-item pertanyaan terhadap variabel dinyatakan
valid karena nilai nilai signifikan < 0,05. Jadi dapat dikatakan item
pertanyaan dinyatakan valid. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
lampiran.
2) Validitas item pertanyaan untuk variabel Budaya Organisasi (X2)
Variabel Budaya Organisasi (X2) terdiri dari 28 pertanyaan.
Pengujian validitas menggunakan teknik analisis pearson correlation
dengan hasil bahwa : Korelasi item-item pertanyaan terhadap variabel
150
dinyatakan valid karena nilai significant > 0,05. Jadi dapat dikatakan
item pertanyaan dinyatakan valid. Untuk lebih rincinya dapat dilihat
pada lampiran.
3) Validitas item pertanyaan untuk variabel Kepuasan Kerja (Y)
Variabel Kepuasan Kerja (Y) terdiri dari 28 pertanyaan. Pengujian
validitas menggunakan teknik analisis pearson correlation dengan
hasil bahwa : Korelasi item-item pertanyaan terhadap variabel
dinyatakan valid karena nilai significant > 0,05. Jadi dapat dikatakan
item pertanyaan dinyatakan valid. Untuk lebih rincinya dapat dilihat
pada lampiran.
d. Reliabilitas (X1)
Uji reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kesetabilan
dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan
konstruk-konstruk pertanyaan yang merupakan proses suatu variabel dan
disusun dalam suatu bentuk skor.
Ukuran dapat dikatakan reliabel jika ukuran tersebut memberikan
hasil yang konsisten. Reliabilitas diukur menggunakan metode Cronbach
alpha. Instrumen dinyatakan reliabel apabila nilai cronbach alpa lebih
besar dari 0,60 (Imam Ghozali, 2004 : 42). Pengujian reliabilitas
menggunakan bantuan komputer program SPSS for windows dengan
hasil sebagaimana tabel berikut :
151
TABEL 9
Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Alpha
Cronbach Kriteria Keterangan
Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan
Kepala Sekolah
Budaya Organisasi
Kepuasan Kerja
0,755
0,753
0,749
Alpha
Cronbach>
0,60 maka
reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Sumber: Data yang diolah, 2013
Hasil pengujian reliabilitas menunjukkan bahwa koefiien Alpha
Cronbach semua variable lebih besar dari 0,60 yang dipersyaratkan nilai
kritis (rule of tumb) yaitu masing-masing sebesar 0,755; 0,753; 0,749 >
0,60. ini berarti bahwa semua variabel dinyatakan reliabel.
3. Teknik Analisis Data
a. Uji Asumsi Dasar
1) Uji Normalitas
Dalam analisis statistik parametrik, persyaratan normalitas data
harus terpenuhi, yaitu data berasal dari distribusi normal. Uji ini untuk
mengetahui normal tidaknya distribusi data masing-masing variabel
penelitian yaitu variabel komunikasi interpersonal kepemimpinan
kepala sekolah (X1), budaya sekolah (X2), dan kepuasan kerja guru
(Y).
Hasil uji normalitas sebagai berikut:
152
TABEL 10
Hasil Uji Normalitas
Komunikasi Kepala Sekolah
Budaya Organisasi Kepuasan Kerja
N 155 155 155
Normal Parameters(a,b) Mean 121.39 122.60 116.54
Std. Deviation 12.887 10.370 11.249
Most Extreme Differences
Absolute .109 .101 .087
Positive .078 .061 .080
Negative -.109 -.101 -.087
Kolmogorov-Smirnov Z 1.352 1.254 1.089
Asymp. Sig. (2-tailed) .052 .086 .186
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
Hasil uji normalitas diperoleh nilai Asymp Sig Komunikasi
Interpersonal Kepemimpinan Kepala Sekolah sebesar 0,052. Budaya
organisasi sebesar 0,086 dan kepuasan Kerja sebesar 0,186 > 0,05. Maka
dapat disimpulkan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi
normal.
2) Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui varian dari beberapa
populasi sama atau tidak. Uji ini dilakukan sebagai prasyarat dalam
analisis independen sample T test dan Anova. Asumsi yang mendasari
dalam Analisis Of Varians (ANOVA) adalah bahwa varian dari beberapa
populasi adalah sama.
Hasil Uji homogeneitas sebagai berikut :
153
TABEL 11
Hasil Uji Homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Komunikasi Kepala Sekolah 6.994 16 128 .000
Budaya Organisasi 2.333 16 128 .005
Dari hasil uji homogenitas di atas menunjukkan nilai sig untuk
variable komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala sekolah sebesar
0,000 dan nilai sig variable budaya organisasi sebesar 0,005 < 0,05,
maka dapat dinyatakan bahwa data tersebut berasal dari populasi yang
bervarian tidak homogen.
3) Uji Linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel
mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji ini
digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linear
Hasil uji linearitas sebagai berikut :
TABEL 12
Hasil Uji Linieritas Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan
Kepala Sekolah
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Kepuasan Kerja * Komunikasi Kepala Sekolah
Between Groups
(Combined) 7273.387 25 290.935 3.073 .000
Linearity 3324.850 1 3324.850 35.118 .000
Deviation from Linearity
3948.536 24 164.522 1.738 .027
Within Groups 12213.168 129 94.676
Total 19486.555 154
154
TABEL 13
Hasil Uji Linieritas Budaya Organisasi
ANOVA Table
Sum of
Squares df Mean
Square F Sig.
Kepuasan Kerja * Budaya Organisasi
Between Groups
(Combined)
10724.968 28 383.035 5.508 .000
Linearity 4714.539 1 4714.539 67.800 .000
Deviation from Linearity
6010.429 27 222.608 3.201 .000
Within Groups 8761.587 126 69.536
Total 19486.555 154
Dari hasil uji linieritas di atas diperoleh hasil untuk nilai sig linearity
variabel Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan Kepala Sekolah
sebesar 0,000 dan nilai sig Linearity Budaya Organisasi sebesar 0,000 <
0,05, maka dapat dinyatakan bahwa hubungan antara variabel independen
dan dependen cenderung berbentuk garis lurus (linear)
4) Uji Keberartian
Uji untuk mengetahui apakah hubungan antar variabel berarti
(signifikan) atau tidak.
Dasar Pengambilan Keputusan
(1). Jika nilai probabilitas > 0,05, maka dikatakan hubungan antara
variabel X dengan Y adalah tidak benar.
(2). Jika nilai probabilitas < 0,05, maka dikatakan hubungan antara
variabel X dengan Y adalah berarti.
Hasil Uji keberartian sebagai berikut :
155
TABEL 14
Hasil Uji Keberartian
Komunikasi Kepala Sekolah
Budaya organisasi
Kepuasan Kerja
Komunikasi Kepala Sekolah
Pearson Correlation
1 .568(**) .413(**)
Sig. (2-tailed) . .000 .000
N 155 155 155
Budaya organisasi Pearson Correlation
.568(**) 1 .492(**)
Sig. (2-tailed) .000 . .000
N 155 155 155
Kepuasan Kerja Pearson Correlation
.413(**) .492(**) 1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .
N 155 155 155
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari hasil uji keberartian diatas didapat nilai sig untuk variabel
Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan Kepala Sekolah sebesar 0,000
dan variabel Budaya Organisasi sebesar 0,000 < 0,05, maka dapat
dinyatakan bahwa hubungan antara variabel X dengan Y adalah berarti.
b. Uji Asumsi Klasik
1) Multikolinearitas
Uji multikolineritas diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel
independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lain
dalam satu model. Kemiripan antar variabel independen dalam suatu
model akan menyebabkan terjadinya korelasi yang sangat kuat antara
suatu variabel independen dengan variabel independen yang lain.
Hasil Uji Multikolinearitas sebagi berikut :
156
TABEL 15
Hasil Uji Multikolinearitas
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta
Tolerance VIF
1 (Constant) 45.132 9.608 4.698 .000
Komunikasi Kepala Sekolah
.172 .074 .197 2.339 .021 .677 1.477
Budaya Organisasi
.412 .091 .380 4.504 .000 .677 1.477
a Dependent Variable: Kepuasan Kerja
Dari hasil uji multikolinearitas diatas di peroeh nilai VIF variabel
Komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala sekolah sebesar 1,477
dan variabel budaya organisasi sebesar 1,477 < 10, maka dapat
dinyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara variabel-variabel
independen (tidak terjadi multikolinearitas).
2) Autokorelasi
Menguji autokorelasi dalam suatu model bertujuan untuk mengetahui
ada tidaknya korelasi antara variabel pengganggu pada periode tertentu
dengan variabel pengganggu periode sebelumnya.
Cara mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin
Watson Statistic (D.W). Model regresi linier berganda terbebas dari
autokorelasi jika nilai Durbin Watson hitung terletak di daerah No
Autocorelasi. Penentuan letak tersebut dibantu dengan tabel dl dan du,
dibantu dengan nilai k (jumlah variabel independen).
Hasil Uji Autokorelasi sebagai berikut :
157
TABEL 16
Hasil Uji Autokorelasi
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
1 .518(a) .268 .259 9.686 1.748
a Predictors: (Constant), Budaya Organisasi, Komunikasi Kepala Sekolah b Dependent Variable: Kepuasan Kerja
Dari hasil uji autokorelasi di atas diperoleh nilai Durbin Watson (DW)
sebesar 1,748. Nilai dl = 1,720, du = 1,746. Oleh karena itu du ≤ DW ≤
(4-du) yaitu 1,746 < 1,748 < (4 – 1,746). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa data tersebut bebas dari autokorelasi.
3) Heteroskedastisitas
Heteroskesdastatisitas adalah keadaan dimana terjadi ketidak
samaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi.
Uji heterokedastatisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
kesamaan varian dari residual pada model regresri. Prasyarat yang harus
terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya masalah
heterokedastisitas.
Hasil Uji Heteroskedastisitas sebagai berikut :
TABEL 17
Hasil Uji Heteroskedastisittas
Komunikasi Kepala Sekolah
Budaya Organisasi ARes
Spearman's rho
Komunikasi Kepala Sekolah
Correlation Coefficient 1.000 .633(**) .081
Sig. (2-tailed) . .000 .319
N 155 155 155
Budaya Organisasi
Correlation Coefficient
.633(**) 1.000 .226(**)
Sig. (2-tailed) .000 . .005
N 155 155 155
ARes Correlation Coefficient
.081 .226(**) 1.000
Sig. (2-tailed) .319 .005 .
158
N 155 155 155
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari hasil uji heteroskedastisitas diatas diperoleh hasil untuk nilai
signifikan variabel Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan Kepala
Sekolah sebesar 0,319 > 0,05 maka tidak terdapat adanya
heteroskedastisias. Untuk variabel Budaya organisasi diperoleh nilai
signifikan sebesar 0,005 < 0,05 maka dapat dinyatakan bahwa terdapat
adanya heteroskedastisitas.
c. Uji Hipotesis Berganda
1). Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh dari variabel
bebas terhadap variabel terikat. Hasil pengolahan data sebagai berikut :
TABEL 18
Hasil Regresi
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 45.132 9.608 4.698 .000
Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan Kepala Sekolah
.172 .074 .197 2.339 .021
Budaya Organisasi .412 .091 .380 4.504 .000
a. Dependen variable Kepuasan Kerja
Dari hasil tabel tersebut dapat diperoleh Y = 45,132 + 0,172X1 +
0,412X2
Ket :
Y = Kepuasan Kerja
X1 = Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan Kepala Sekolah
X2 = Budaya Organisasi
159
Penjelasan dari analisis regresi linier berganda :
1) a = 45,132 artinya bahwa jika Komunikasi Interpersonal
Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Budaya Organisasi dianggap
konstan, maka Kepuasan Kerja meningkat sebesar 45,132.
2) b1= 0,172, artinya jika Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan
Kepala Sekolah ditambah 1 satuan, dengan asumsi Budaya Organisasi
konstan, maka Kepuasan Kerja meningkat sebesar 0,172.
3) b2= 0,412 artinya jika Budaya Organisasi bertambah 1 satuan, dengan
asumsi variable Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan Kepala
Sekolah konstan, maka Kepuasan Kerja meningkat sebesar 0,412.
2). Uji t
Untuk mengetahui hasil uji t dapat diperoleh hasil tampak pada
tabel sebagai berikut:
TABEL 19
Hasil Uji-t
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 45.132 9.608 4.698 .000
Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan Kepala Sekolah
.172 .074 .197 2.339 .021
Budaya Organisasi .412 .091 .380 4.504 .000
a. Dependen variable Kepuasan Kerja
Dari tabel di atas dapat disimpulkan:
1). Pengaruh Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan Kepala Sekolah
terhadap Kepuasan Kerja Kerja
Dari hasil analisis statistik dapat diperoleh nilai t hitung Komunikasi
Interpersonal Kepemimpinan Kepala Sekolah sebesar 2,339 dengan
nilai signifikansi sebesar 0,021. Karena nilai thitung 2,339 > ttabel 1,975
160
(n= 155, k=2) dan tingkat signifikansinya 0,021 < 0,05, maka Ho
ditolak, hal ini berarti terdapat pengaruh positif dan signifikan
Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap
Kepuasan Kerja Kerja.
2). Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Kerja
Dari hasil analisis statistik dapat diperoleh nilai t hitung Budaya
Organisasi sebesar 4,504 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000.
Karena nilai thitung 4,504 > ttabel 1,975 (n= 155, k=2) dan tingkat
signifikansinya 0,000 < 0,05, maka Ho ditolak, hal ini berarti terdapat
pengaruh positif dan signifikan Budaya Organsiasi terhadap Kepuasan
Kerja Kerja.
3). Uji F
Untuk mengetahui uji secara simultan dapat diperoleh hasil
sebagai berikut:
TABEL 20
Hasil Uji F
Model Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression
5227.545 2 2613.772 27.863 .000(a)
Residual 14259.010 152 93.809
Total 19486.555 154
a Predictors: (Constant), Budaya Organisasi, Komunikasi Kepala Sekolah b Dependent Variable: Kepuasan Kerja
Hasil uji F menunjukkan bahwa Komunikasi Interpersonal
Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Budaya Organisasi mempunyai nilai
Fhitung sebesar 27,863. Karena nilai Fhitung > Ftabel 3,06 dengan nilai
signifikansi sebesar 0,000 maka secara bersama-sama variabel
Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Budaya
Organisasi berpengaruh secara simultan terhadap Kepuasan Kerja Kerja.
161
4). Koefisien Determinasi
Koefisien Determinasi dapat diperoleh hasil sebagai berikut:
TABEL 21
Hasil Uji Determinasi
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .518a .268 .259 9.626
a. Predictors: (Constant) X1, X2
Uji R2 didapatkan hasil sebesar 0,259 atau 25,9% yang berarti variabel
Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Budaya
Organisasi mempengaruhi Kepuasan Kerja Kerja sebesar 25,9%,
sedangkan 74,1% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain seperti Lingkungan
Kerja, insentif dan sebagainya.
B. Implikasi Manajerial
Berdasarkan hasil penelitian hipotesis tersebut diatas, maka dapat
diimplementasikan hal-hal sebagai berikut :
1. Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Budaya
Organisasi berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja. Ini menunjukkan bahwa
komunikasi merupakan unsur penting dalam menjalin hubungan antar
manusia baik secara individu maupun kelompok dalam organisasi.
Komunikasi ialah proses penyampaian atau penerimaan pesan dari satu orang
kepada orang lain, baik langsung maupun tidak langsung, secara tertulis,
lisan maupun bahasa non verbal. Komunikasi adalah pengiriman informasi
dari seseorang pengirim kepada seseorang penerima melalui penggunaan
simbol-simbol umum. Dalam komunikasi diperlukan orang yang mampu
menyampaikan informasi atau pesan kepada orang lain, baik langsung
162
maupun tidak langsung, secara tertulis, lisan, maupun bahasa non verbal,
sehingga orang lain dapat menerima informasi (pesan) sesuai harapan si
pemberi informasi. Sebaliknya, ia mampu menerima informasi atau pesan
orang lain yang disampaikan kepadanya, baik langsung maupun tidak
langsung, secara tertulis, lisan, maupun bahasa non verbal. Kepemimpinan
yang sedang berlangsung perlu dipertahankan serta diupayakan
peningkatannya dengan menggali pengetahuan tentang kepemimpinan,
pelatihan kepemimpinan, workshop yang relevan secara intensif.
Kepala sekolah sebagai manajer dan pemimpin sekolah akan menjadi
pemimpin yang sukses bila mampu mempengaruhi bawahannya untuk
mencapai tujuan. Untuk itu kepala sekolah perlu: (a) merancang tugas yang
hendak dilakukan, (b) memutuskan suatu cara untuk melakukan tugas
tersebut, (c) memilih orang yang hendak melakukan tugas tersebut, (d)
memberitahu mereka mengapa tugas tersebut harus dilakukan, (e)
memberitahu mereka bagaimana cara mengerjakannya, dan (f) memberitahu
mereka kapan tugas tersebut dilaksanakan. Dalam rangka menjalankan tugas-
tugas kepemimpinan kepala sekolah diperlukan komunikasi interpersonal
baik secara vertikal maupun horizontal dengan pola keterbukaan, berempati,
kesetaraan, dan kepositifan. Untuk meningkatkan kepuasan kerja dapat
dilakukan dengan (a) memberikan perhatian terhadap peningkatan
karier/pangkat bagi kepala sekolah, sehingga berusaha melaksankan tugasnya
dengan baik; memberikan penghargaan atau imbalan yang memadai, adil dan
berkesinambungan bagi kepala sekolah yang berprestasi; dan memberi pujian
secara lisan maupun tertulis bagi kepala sekolah yang melakukan tugasnya
dengan baik dan disiplin.
2. Penerapan budaya organisasi perlu ditingkatkan secara sistematis serta
konsisten melalui sikap dan perilaku yang mengarah pada peningkatan
semangat kerja, loyalitas, disiplin, keterlibatan dan keberpihakan dalam
organisasi, termasuk kesetiaan terhadap tugas erta menerima tujuan dan
norma-norma yang berlaku, mematuhi peraturan, berperan aktif dalam
kegiatan dan bertanggungjawab terhadap pekerjaan.
163
C. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian dalam penelitian ini penulis membatasi hanya
variabel Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Budaya
Organisasi sebagai variabel bebasnya, variabel Kepuasan Kerja sebagai variabel
terikatnya.
164
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ada pengaruh komunikasi interpersonal kepemimpinan kepala sekolah
terhadap kepuasan kerja secara signifikan. Hal ini terbukti besarnya thitung
2,339 > ttabel 1,975.
2. Ada pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja guru. Hal ini
terbukti bahwa besarnya thitung 4,504 > ttabel 1,975.
3. Hasil uji F menunjukkan bahwa Komunikasi Interpersonal
Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Budaya Organisasi secara simultan
berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja . Hal ini ditunjukkan dengan
besarnya Fhitung sebesar 27,863. Karena nilai Fhitung > Ftabel 3,06 dengan
nilai signifikansi sebesar 0,000 maka secara bersama-sama variabel
Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Budaya
Organisasi berpengaruh secara simultan terhadap Kepuasan Kerja Kerja.
4. Uji R2 didapatkan hasil sebesar 0,259 atau 25,9% yang berarti variabel
Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Budaya
Organisasi mempengaruhi Kepuasan Kerja Kerja sebesar 25,9%,
sedangkan 74,1% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain seperti Lingkungan
Kerja, insentif dan sebagainya.
B. Saran
1. Sebaiknya Komunikasi Interpersonal Kepemimpinan Kepala Sekolah lebih
memperhatikan dan lebih menampung aspirasi bawahan, bersifat arif dan
bijaksana serta demokratis dalam mengambil sikap, sehingga dengan
165
demikian para guru dapat lebih meningkatkan kinerjanya guna mencapai
kepuasan.
2. Sebaiknya pimpinan memberikan arahan agar bekerja sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi serta lebih memperhatikan dan lebih menampung aspirasi
bawahan, dengan melaksanakan pertemuan rutin berupa rapat.
3. Budaya Organisasi yang sudah baik terus ditingkatkan agar situasi dan
suasana kerja menjadi lebih baik juga.
4. Untuk meningkatkan kepuasan kerja guru, agar penempatan guru disesuaikan
dengan latar belakang pendidikan dan bidang keahliannya.
5. Sebaiknya upaya untuk meningkatkan kepuasan kerja guru dengan
membangun dan meningkatkan budaya organisasi yang positif, pelaksanaan
kompetensi pedagogik bagi guru dan pemberian Kepuasan Kerja para guru
baik yang dapat dilakukan melalui pemberian insentif (honor), penciptaan
lingkungan kerja yang kondusif dalam artian lingkungan fisik dan non fisik
serta kepemimpinan yang akomodatif terhadap bawahan dan tugas pekerjaan
sehingga akan terwujud suatu kepuasan kerja guru yang pada gilirannya akan
tercipta suatu Kepuasan Kerja yang tinggi menuju terwujudnya peningkatan
kinerja guru.
6. Peneliti selanjutnya sebaiknya menggunakan subjek penelitian yang lebih
beragam antara lain insentif, penghargaan, budaya organisasi dan sebagainya
diluar variabel yang sekarang diteliti.
Jadi kesimpulannya adalah bahwa Komunikasi Interpersonal
Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Budaya Organsasi berpengaruh baik secara
parsial maupun simultan terhadap kepuasan kerja.
166
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim
Abul Fidah Ismail bin Katsir, 1979, Muhtashar Ibn Katsir, Kairo, Isa Babil Halabi
Al-Ghozali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad, Ihya’ Ulumuddin, Beirut,
Libanon, Dar al-Ma’rifah.
Arikunto, Suharsimi. 2006, Prosedur apenelitian Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta,
Rineka Cipta.
Asnawi, Sahlan. 2007, Teori Kepuasan Kerja Dalam Pendekatan Psikologi Industri
dan Organisasi, Jakarta, Studia Press.
Bukhary, Imam, tt, Shahih Bukhary, Kairo Isa Babi al-Halabi
Brikan Barki al-Qurasyi, 1984, al-Qudwah wa Dauruha fi Tarbiyah an-nasy’,
Mekkah, al-Maktabah al-Faishaliyah.
Colcoitt, Le pine, Wesson, 2009, Organizational Behavior , New York, Mc Graw-
Hill International
Drafke, Michael, 2009, The Human side Of Organization, Prantice Hall.
Efendy, O Uchyana, 1992, Dimensi-dimensi Komunikasi, Bandung, Alumni.
Fattah, Nanan, 2001, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung Remaja
Rosdakarya.
Herabudin, 2009, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung, Pustaka Setia.
Hafid, Cangara, 2003, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta, Rajawali Press.
Hamzah, Ya’cub, 1989, Publisistik Islam, Teknik dan Dakwah dan Leadership,
Semarang, Diponegoro
Handoko, T. Hani, 2008, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia,
Yogyakarta, BPFE.
Hasan, MZ, 1990, Statistik Inferensial Lanjut, Analisis Regresi dan Analisis Jalur,
Malang, IKIP Malang
167
Hasibuan, Malayu S.P. 2010, Organisasi dan Kepuasan Kerja , Dasar Peningkatan
Produktivitas, Jakarta, Bumi Aksara.
……., 2004, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi, Jakarta,
Bumi Aksara
Ibnu Katsir, Ismail, tt, Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim, Singapura, Sulaiman Mar’i
Isbandi Rukminto Adi, 1994, Psikologi: Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan
Sosial, Dasar-Dasar Pemikiran, Jakarta, Raja Grafindo Persada.
Ismail, Noor, 2011, Manajemen Kepemimpinan Muhammad SAW, Mencontoh,
Teladan Kepemimpinan Rasul Untuk Kesempurnaan Manajemen Modern,
Bandung, Mizan.
Jalaluddin Rahmat 2002, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung Remaja
Rosdakarya.
Jawahir Thantawi, 1988, Unsur-unsur Manajemen Menurut Al-Qur’an, Jakarta,
Bulan Bintang.
Jurban Mas’ud, 1967, Raudut Tullab, Beirut, Darrul Ihmiyah
John.R. Schemerhorn, James G Hunt, and Ricard N. Osborn, 2005, Organization,
Behaviors, John Willey & Sons
John W, New Strom and Keith Davis, 2011, Organizational Behavior, Human
Behavior at Work, New York, Mc Graw-Hill.
Kafie, Jamaluddin, 1998, Mengikuti Peristiwa Khalifah dan Di Balik Al-Qur’an,
Surabaya, Bina Ilmu
KODI (Koordinator Dakwah Islam) DKI Jakarta, 1999, Idarah Masjid (Manajemen
Masjid), Jakarta.
Kreitner, Robert and Angelo Kinichi, 2010, Organizational Behavior, Mc Graw-Hill
International Editional
Kreitner, Robert dan Angelo Kinichi, 2005, Perilaku Organisasi (Organizational
Behavior). Penerjemah Erly Suandi, Jakarta, Salemba Empat.
Lioyd Byar and Leslie W. Rue, 2008, Human Resource Management, New York, Mc
Graw-Hill
Liphan, James M. 2005, The Principe Ship Concepts Competent And Case, New
York and London, Longman
168
Ma’arif, A. Syafi’I, 1985, Al-Qur’an Realitas Sosial dan Sejarah (Sebuah Refleksi),
Bandung, Pustaka.
Muhammad, Arni, 2008, Komunikasi Organisasi, Jakarta, Bumi Aksara.
Muhaimin dkk, 2011, Manajemen Pendidikan, Aplikasinya dalam Penyusunan
Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah, Jakarta, Kencana Prenada
Media Group.
Mulyasa E. 2003, Kurikulum Berbasis Kompetensi (Konsep Karakteristik dan
Implementasi). Bandung, Remaja Rosdakarya.
……….., 2004, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung, Remaja Rosdakarya.
……….., 2012, Manajemen & Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta, Bumi
Aksara
Muslim, Imam, tt, Shahih Muslim, Kairo Isa Babi al-Halabi
Nancy. I. Adler, 2008, International Demensions Of Organizational Behavior,
Thomson, South Western.
Nawawy, al-Imam Abi zakariyya Yahya ibnu Syaraf al-Dimasqy, 1396 H/1976 M,
Riyadhussalihin, Dimasyqa, Daaru al-Mukmin Litturas
Nasir, Moh, 2005, Metode Penelitian, Jakarta, Ghalia Indonesia.
Ndraha, Talizuduhu, 2003, Budaya Organisasi, Jakarta, Rineka Cipta.
Prasetyo, Bambang, 2005, Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta, Rajagrafindo
Persada.
Purwanto, M. Ngalim, 2006, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung,
Remaja Rosdakarya.
Raymond A. John R, Hollen Beck, Barry Gerhart, and Patrick M, Eright, Human
Resource Management, New York, Mc Graw-Hill.
Ridha, Rasyid, 1954, Tafsir al-Manar, Mesir, Darul Manar.
Rivai, Veithzal, 2009, Kepemimpinan dan Perilaku Organiosasi, Jakarta, Raja
Grafindo Persda.
Robert N. Lusier, 2001, Human In Organization, New York, Mc Graw-Hill.
169
Robins, Stephen P, 2009, Organizational Behavior, New Jersey, Pearson Prentice
Hall.
………., 2006, Organizational Behavior, Alih Bahasa Hdyana Pujaatmaka, Jakarta,
Indeks
Sardiman, 1987, Interaksio dan Kepuasan Kerja Belajar Mengajar, Jakarta, Rajawali
Pers.
Siagian, Sondamg P, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta Bumi
Aksara.
………., 2003, Teori dan Praktek Kepemimpinan, Jakarta, Rineka Cipta.
Sofyan, Efendi, 2012, Metode Penelitian Survei, Jakarta, LP3ES
Sugiyono, 2005, Metode Penelitian Administrasi, Bandung, Alfabeta.
………., 2010, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung,
Alfabeta.
Sunarto, 2010, Komunikasi Efektif & Kepemimpinan, Jakarta, Universitas Prof. Dr.
Moustopo (Beragama).
Suranto, A.W. 2011, Komunikasi Interpersonal, Yogyakarta, Graha Ilmu
Sutanto, EM, dan Setiawan, B. Gaya Kepemimpinan yang Efektif Dalam Upaya
Meningkatkan Semangat dan Kegairahan Kerja, Karyawan, di Toserba,
Sinarmas Sidoarjo, Jurnal manajemen & Kewirausahaan, Vol.2, September,
2000.
Sutarto, 1986, Dasar-dasar Kepemimpinan Administrasi, Yogyakarta, Gajahmada
University Press.
Sutisno, Administrasi Pendidikan, Dasar Teoritis Untuk Praktik Profesional,
Bandung, Angkasa.
Sutopo, Henddyat, 2012, Perilaku Organisasi Teori dan Praktek di Bidang
Pendidikan, Bandung, Remaja Rosdakarya.
Syah, Muhibbin, 2010, Psikologi Pendidikan Dengan Pendidikan Baru, Bandung,
Remaja Rosdakarya.
Syed Mahmudunasir, 1993, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung, Remaja
Rosdakarya.
Uno, Hamzah B, 2011, Teori Kepuasan Kerja dan Pengukurannya, Analisis di
Bidang Pendidikan, Jakarta, Bumi Aksara.
170
Wagiman, 2005, Persepsi Guru Terhadap Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah,
Jakarta, Tarakanita
Wahyo sumidjo, 2005, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tijauan Teoritik dan
Permasalahannya, Jakarta, Raja Grafindo Persada.
Warson, Munawwir, Ahmad 1984, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia,
Yogyakarta, Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta.
Wexley, Kenneth N dan Gary Yukl, 2005, Perilaku Organisasi dan Psikologi
Personalia, Jakarta, Rineka Cipta.
Wirawan, 2002, Budaya dan Iklim Organisasi: Teori Aplikasi dan Penelitian,
Jakarta, Salemba Empat.
.............., 2002, Kapita Selekta: Teori Kepemimpinan, Pengantar untuk Praktek dan
penelitian, Jakarta, Yayasan Bangun Indonesia dan UHAMKA Press.
Widjaya, H.A, 2000, Ikmu Komunikasi: Pengantar Studi, Jakarta, Rineka Cipta
Yunus, Muhammad, 1973, Kamus Arab Indonesia, Jakarta, Yayasan Penyelenggara
Penterjemah Al-Qur’an.
Yukl, Gary, 2007, Kepemimpinan dalam Organisasi, Alih Bahasa Budi Spriyanto,
Jakarta, Indeks.
Zurle, Senyucel, 2009, Managing The Human Resource In The 21, Century, Aps.
Thoha, Miftah, 2010, Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta,
Rajawali Pers.
Taylor, S, 1999, Communication For Business, London: Person Longman.
171