laporan penelitian kompetitif tradisi “peraq api” …

99
i LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” DALAM TINJAUAN TEOLOGIS-SOSIOLOGIS (Kajian Fenomenologi Ritual Pasca Persalinan Suku Sasak di Lombok Tengah) Nama : Nuruddin, M. Si No. ID Peneliti : 203112740713658 PUSAT PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM TAHUN 2018 NO REG: 171010000008455/PPKD

Upload: others

Post on 02-Dec-2021

4 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

i

LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF

TRADISI “PERAQ API” DALAM TINJAUAN TEOLOGIS-SOSIOLOGIS (Kajian Fenomenologi Ritual Pasca Persalinan Suku Sasak di Lombok Tengah)

Nama : Nuruddin, M. Si

No. ID Peneliti : 203112740713658

PUSAT PENELITIAN DAN PUBLIKASI ILMIAH

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM

TAHUN 2018

NO REG: 171010000008455/PPKD

Page 2: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

ii

Page 3: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

iii

DAFTAR ISI

Cover i

Halaman Pengesahan ii

Kata Pengantar iii

Daftar isi iv

Daftar tabel v

Daftar gambar vi

Halaman ringkasan vii

BAB I Pendahuluan 1

A. Latar belakang masalah 1

B. Rumusan Masalah 5

C. Signifikasi dan Manfaat Penelitian 5

BAB II Landasan Perspektif 7

A. Kajian penelitian terdahulu 7

B. Kajian Teori 8

C. Tradisi, kultur dan relasi sosial 8

D. Sistem kultur sosial masyarakat Sasak 10

E. Agama dan kepercayaan masyarakat Sasak 10

F. Praktik tradisi Peraq Api 12

G. Sejarah Suku Sasak di Pulau Lombok 12

H. Alur Pikir 14

BAB III Metode Penelitian 15

A. Desain penelitian 15

B. Metode pengumpulan data 15

C. Analisis data 16

D. Keabsahan data 17

BAB IV Tradisi “Peraq Api” Dalam Persfektif Teologis-Sosiologis. 18

A. Citra Desa Sebagai Pusat Perkembangan Tradisi 18

1. Asal muasal Desa Batujai 18

2. Struktur Karang Taruna Desa Batujai 19

3. Struktur PKK Desa Batujai 21

Page 4: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

iv

4. Struktur Lembaga Pemberdayaan Desa Batujai 22

5. Struktur Lembaga Adat Desa Batujai 23

B. Historisasi pelaksanaan Tradisi Peraq Api 23

C. Pra-Tradisi Dan Dampak Sosiologis 25

D. Prosedur Pelaksanaan dan pantangan kultural Tradisi Peraq

Api 31

E. Peraq Api Dalam Konteks Islam. 41

BAB V Konstruksi Teologis Dan Sosiologis Tradisi Peraq Api Masyarakat Suku Sasak

44

A. Latar Belakang, Dinamika Sosial Budaya Masyarakat 44

B. Ancaman dan tantangan dalam kontek sosiologis Pra-pasca

Tradisi 49

C. Ritual upacara peraq api dan pernak pernik sosialnya 54

D. Apa Kata Islam Tentang Tradisi Peraq Api 57

BAB VI PENUTUP 66

A. Kesimpulan 66

B. Impilkasi teoretis 67

C. Rekomendasi 67

Daftar Pustaka

Biodata Peneliti

Lampiran-lampiran

Page 5: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

v

DAFTAR TABEL

No Daftar Tabel Halaman

1 Data dusun se-Desa Batujai 19

Page 6: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

vi

DAFTAR GAMBAR

No Daftar Gambar Hal

1 Persiapan bahan pra tradisi 32

2 Pengolahan bahan 33

3 Rokok sebagai simbol kejantanan 34

4 Pelaksanaan ritual 35

5 Pembakaran asap dari serabut kelapa 36

6 Menggoyangkan anak di atas asap 37

7 Membuang bekas air mandi 38

8 Membasuh muka dengan bekas air mandi 39

9 Sesi pemberian nama 40

Page 7: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

vii

HALAMAN RINGKASAN

Pendahuluan

Perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dewasa ini

telah berdampak pada kehidupan manusia yang mengalami perubahan pesat.

Kemajuan ini berimplikasi pada model interaksi manusia dengan dirinya

sendiri, keluarga dan masyarakat. Masyarakat yang tanggap terhadap

kemajuan dapat dengan segera melakukan adaptasi perubahan yang mungkin

dimunculkannya, namun bagi masyarakat yang lambat menerima perubahan

bahkan tidak mungkin berpartisipasi dalam perubahan itu sendiri atau

mengalami keterlambatan.

Perkembangan IPTEK menimbulkan beragam inovasi budaya.

Kebudayaan adalah produk yang bersifat fleksibel. Kebudayaan berkembang

sesuai dengan perkembangan zaman, maka kebudayaan masyarakatpun

berkembang. Perkembangan kebudayaan terjadi secara mutualistik-integratif

seiring dengan perubahan sosial masyarakat. Timbal balik antara kebudayaan

dengan teori praksis mencoba mengungkap perbedaan tajam tentang

kebudayaan sebagai tindakan konvensional dan kebudayaan sebagai praksis

kulturalisme modern.

Kebudayaan dan perubahan sosial tidak dapat diceraikan. Kebudayaan

memiliki kedekatan genitas dengan agama, sehingga dialektika agama dengan

kebudayaan memiliki sinergisitas yang intim. Dialektika keduanya melahirkan

sikap keagamaan yang beragam, mulai agama dijadikan hal yang diyakini,

difahami, dan dipraktekkan. Pentahapan tersebut tidak saja muncul pada

tataran keyakinan saja, tetapi pada setiap ketiga tahapan di atas melahirkan

perbedaan ekspresi keagamaan yang cukup signifikan.

Keragaman antara prilaku budaya yang dibungkus atas nama adat dan

ditelurkan dalam sebuah ritual tradisi lama kelamaan mengalami transformasi,

bukan karena mengakui keyakinannya secara brutal akan tetapi karena

mengalami pergeseran paradigma. Masyarakat cenderung kesulitan

memahami tentang prilakunya sendiri antara agama mempengaruhi budaya

atau budaya mempengaruhi agama. Pergeseran paradigma ini dapat menjadi

Page 8: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

viii

pencerahan tentang Bagaimana masyarakat memahami agama hingga

bagaimana peran-peran lokal mempengaruhi perilaku sosial keberagamaan

mereka.

Hasil studi pendahuluan pada masyarakat Suku Sasak di Desa Batujai

tentang bagaimana sebuah tradisi diaktualisasikan dalam kehidupan beragama

dan bersosial masyarakat adalah tradisi “Peraq Api”. Tradisi “Peraq Api”

merupakan tradisi merupakan tradisi pemberian nama pada bayi yang baru

lahir. Tradisi tersebut sudah menjadi kebiasaan masyarakat Sasak. Pada

prakteknya tradisi ini banyak menimbulkan persepsi, sebagian masyarakat

meyakini bahwa tradisi ini wajib dilakukan dan tidak boleh ditinggalkan

karena manakala tradisi ini tidak dilakukan akan menimbulkan hal-hal yang

tidak diinginkan.

Meratanya pelaksanaan tradisi Peraq api menjadi sebuah fenomena

ditengah kemajuan dan perkembangan peradaban masayarakat sasak. Dengan

demikian Fenomenologi menganggap pengalaman yang actual sebagai data

tentang realistis untuk dikaji. Kajian fenomenologi dibentuk, dan dapat

diartikan sebagai suatu tampilan dari objek, kejadian, atau kondisi-kondisi

menurut persepsi1. Dari sini, tampak bahwa sebagian esensi dari

fenomenologi sebenarnya adalah pendekatan kualitatif terhadap gejala

dan/atau realitas yang diteliti. Fenomenologi ini pula yang bersama dengan

teori interaksionisme simbolik dan teori sistem, menjadi prinsip berpikir

dalam penelitian kualitatif berkenaan gejala-gejala komunikasi atau posisi

aktivitas masyarakat sasak kaitannya dengan ritual peraq api itu sendiri.

Berdasarkan uraian studi pendahuluan di atas, dianggap perlu

mengkaji lebih mendalam tentang fenomena yang sering dijumpai

dimasyarakat. Oleh karena itu, dalam kajian penelitian berikut ini membahas

tentang “Tradisi“peraq api” dalam tinjauan teologis-sosiologis (Kajian

fenomenologi ritual pasca persalinan masyarakat Suku Sasak di Lombok

Tengah). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan

fenomenologi.

Page 9: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

ix

Kajian Teoretik

Sebelum melakukan kajian tentang penelitian ini, terlebih dahulu

dilakukan croscek penelitian sebelumnya. Beberapa penelitian yang mengkaji

tentang kebudayaan diantaranya adalah dilakukan oleh Kurnia Novianti dan

Agung Setiawan. Penelitian yang dilakukan oleh Kurnia Novianti yang

berjudul“Kebudayaan, Perubahan Sosial, dan Agama dalam Perspektif

Antropologi”. Kajian penelitiannya membahas tentang dialektika isu-isu

kebudayaan, perubahan sosial, dan agama untuk menjelaskan fenomenafenomena

yang diamati dalam kehidupan kita sehari-hari. Kajian ini dipotret

dengan studi library, bukan hasil penelitian. Perbedaannya dengan penelitian

yang dilakukan adalah bahwa penelitian ini memfokuskan pada salah satu

aspek kajian kebudayaan itu budaya yaitu praktik tradisi “peraq api’

masyarakat Suku Sasak dalam tinjauan teologis dan antropologis. Penelitian

yang dikaji lebih mengacu pada kebiasaan ritual masyarakat yang rutin

dilakukan serta memiliki dampak sosiologis manakala ada tahapan-tahapan

yang tidak dilaksanakan.

Hasil penelitian kedua dilakukan oleh Agung Setiyawan dalam

penelitiannya yang berjudul “Budaya Lokal Dalam Perspektif Agama:

Legitimasi Hukum Adat (‘Urf) Dalam Islam”. Hasil penelitinnya

menyimpulkan bahwa kearifan lokal yang ada dalam masyarakat merupakan

sebuah adat/tradisi yang sudah mengakar kuat dan berpengaruh terhadap

kehidupan keseharian masyarakat setempat. Islam dengan ajarannya yang

bersifat rahmatanlil ‘alamin dan penuh toleransi memandang tradisi secara

selektif. Tradisi akan senantiasa terpelihara dan dilestarikan selama sesuai dan

tidak bertentangan dengan akidah. Bahkan tradisi/adat atau yang dikenal

dengan istilah ‘urf dapat menjadi salah satu dasar pengambilan hukum.

Persamaannya dengan penelitian yang dilakukan adalah sama-sama

mengkaji tentang tradisi, akan tetapi perbedaannya terletak pada objek.

Adapun kajian teoretik mengkaji tentang sejarah pelaksanaan tradisi,

dampak sosilogis, prosedur pelaksanaan, dan kajian dalam perspektif Islam.

Page 10: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

x

Kajian teoretik diramu dengan kajian yang kontekstual dan relevan dengan

kajian teoretik bidang kajian.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Lokasi

penelitian di Desa Batujai Kecamatan Praya Barat. Adapun informan terdiri

atas, belian, ibu-ibu yang mengalami tradisi, tokoh agama dan tokoh

masyarakat

Pembahasan

Latar Belakang, Dinamika Sosial Budaya Masyarakat

Sebagai bangsa yang besar, Indonesia terdiri atas negara kepulauan yang

terpisah oleh lautan, pegunungan dan lainnya. Hal ini telah membawa jarak yang

tidak dekat antara satu daerah dengan daerah lainnya. Dengan demikian semangat

persatuan dan kesatuan haruslah menjadi pengerat antara penghuni pulau yang

satu dengan penghuni lainnya. Salah satu atribut yang dapat mempersatukannya

adalah kesamaan pengalaman sejarah.

Berbicara tentang sejarah tentu karena ada yang mengawali, bahkan

berkembang dan mengalami perubahan. Perkembangan dapat bernilai positif atau

negatif, bermanfaat atau menimbulkan pertanyaan bagi masyarakat luas. Untuk itu

banyak hal yang harus diperhatikan dalam mengkonstruksi sejarah. Masing-

masing jenis sumber itu mempunyai sifat-sifatnya sendiri dengan segala kelebihan

dan keterbatasannya. Ada sejarawan yang berorientasi pada bukti tertulis, ada juga

yang tidak berorientasi pada dokumen non tertulis1.

Bagi sebagian orang sejarah dianggap sesuatu yang tidak berguna. Sejarah

adalah masa lalu yang harus ditinggalkan karena tidak memberikan manfaat

apapun bagi kehidupannya. Hal ini nampak, misalnya, dalam cara mereka

memandang masa lalu dengan tatapan yang sinis dan ingin melupakan.Tanpa

berlandaskan pada sejarah sebagai simbol budaya yang menyatukan, bangsa

Indonesia menghadapi kesulitan dalam merumuskan identitasnya dan sudah tentu

akan mudah tercerai-berai. Sejarah berfungsi menjadi alat peneguh yang sangat

1Gunawan, Restu, Indonesia Dalam Arus Sejarah, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoe,

2010), h. 9

Page 11: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

xi

penting bagi tegaknya suatu bangsa yang sedang dalam berproses “menjadi”

seperti Bangsa Indonesia2.

Demikian pula dengan sejarah tradisi dan kebudayaan di Indonesia. Sejarah ini

tidak terlepas dari peran ulama dan kiyai berpengaruh di zamannya yang secara

langsung mempengaruhi perjalanan berbagai tradisi dan kebudayaan yang

berjalan ditengah kehidupan masyarakat, sesuai dengan pedoman awal sejarah

oleh suatu masyarakat atau mengalami perubahan yang mempengaruhi kehidupan

masyarakat yang menjalani di masa mendatang.

Salah satu bukti sejarah adalah peninggalan fisik. Menurut Davidson warisan

budaya diartikan sebagai produk atau hasil budaya fisik dari tradisi-tradisi yang

berbeda dan prestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang

menjadi elemen pokok dalam jati diri suatu kelompok atau bangsa’. Dapat

disimpulkan bahwa warisan budaya adalah produk fisik itu sendiri dan nilai

kebuadayaan adalah nilai warisan kemasyarakatan yang berjalan di masa lalu3.

Berangkat dari konstruksi konsep di atas, tradisi dan kebudayaan bangsa

Indonesia mengacu pada nilai-nilai dan etika yang kemudian dianggap sebagai

nilai luhur bangsa Indonesia. Nilai-nilai dan etika tersebut melekat pada jati diri

dari sistem budaya etnik bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut dianggap sebagai

puncak-puncak kebudayaan daerah, sebagaimana sifat/ciri khas kebudayaan suatu

bangsa Indonesia4.

Masyarakat sasak sebagai salah satu entitas terbesar di Pulau Lombok memiliki

keberagaman bahasa. Keragaman tersebut dapat berjalan beriringan dengan

harapan dan cita-cita bersama. Keberagaman berbahasa salah satunya adalah

adanya perbedaan fonologis bahasa, tata bahasa, atau penyebutan satu benda yang

2 Warto, Membangun Kesadaran Sejarah Masa Muda, Disampaikan Dalam Acara

Diskusi Sejarah Dengan Tema “Internalisasi Nilai-Nilai Sejarah Sebagai Upaya Meningkatkan Rasa Nasionalisme Dan Sadar Sejarah Kepada Generasi Muda”, pada Rabu 20 September 2017 di FIS UNY Yogyakarta. Diakses Tanggal 30/07/2018 jam 13.18 WITA

3 Davison, G. dan C Mc Conville. A Heritage Handbook. St. Leonard,( NSW: Allen & Unwin, 1991), h. 2

4 Melalatoa, Junus M. ed. Sistem Budaya Indonesia, (Jakarta: Kerjasama FISIP Universitas Indonesia dengan PT. Pamator, 1997), h. 102.

Page 12: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

xii

sama dengan bahasa yang berbeda. Keberagaman ini menjadi hadiah tuhan

semesta yang patut disyukuri bagi masyarakat sasak itu sendiri.

Penduduk asli pulau Lombok disebut Suku Sasak. Mereka adalah kelompok

etnik mayoritas yang berjumlah tidak kurang dari 89% dari keseluruhan penduduk

Lombok.Sedangkan kelompok-kelompok etnik lainnya seperti Bali, Jawa, Arab,

dan Cina adalah pendatang.5 Suku Sasak merupakan kelompok masyarakat yang

mendiami hampir sebagian besar Pulau Lombok. Sejarah Suku Sasak ditandai

dengan silih bergantinya berbagai dominasi kekuasaan di Pulau Lombok dan

masuknya pengaruh budaya lain yang membawa dampak beragamnya khazanah

kebudayaan Sasak.

Mayoritas etnis Sasak beragama Islam, namun demikian dalam kenyataanya

pengaruh Islam juga berakulturasi dengan kepercayaan lokal sehingga terbentuk

aliran seperti Wetu Telu. Kebudayaan hadir sebagai pranata yang secara terus-

menerus dipelihara oleh para pembentuknya dan diwarisi kepada generasi

selanjutnya secara turun temurun. Dalam konteks ini paling tidak ada empat

budaya yang paling signifikan mendominasi dan mempengaruhi perkembangan

dinamika pulau ini, yaitu: 1) pengaruh Hindu Jawa; 2) pengaruh Hindu Bali; 3)

pengaruh Islam; dan 4) pengaruh kolonial Belanda dan Jepang.

Sebagai suku mayoritas di Pulau Lombok masyarakat Sasak tentu memiliki

tradisi dan budaya tersendiri sebagai peninggalan masa lalu. Masyarakat Sasak

memiliki kebudayaan sendiri dalam melaksanakan sebuah peninggalan masa lalu,

karena itu merupakan bagian dari perilaku masyarakatnya. Kebudayaan dapat

memuat tata pamong masayarakat, aktivitas perlakuan masyarakat, bahasa atau

budaya dari masyarakat yang secara fisik dapat dilihat oleh mata manusia itu

sendiri. Termasuk kepercayaan-kepercayaan yang mengiringi kehidupan manusia

karena faktor kepercayaan. Hal tersebut merupakan ritual peralihan dan

5 Erni Budiwanti, Islam SasakWetu Telu vs Waktu Lima (Yogyakarta: LkiS, 2000),

hlm. 6.

Page 13: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

xiii

merupakan respon kultural langsung terhadap faktor-faktor biologis, perubahan

psikologis dan tahapan kehidupan manusia6.

Tradisi Peraq Api pada awalnya merupakan ekspreimentasi masyarakat tentang

sesuatu. Hasil eksperimentasi tersebut melalui beragama pengalaman diantaranya

adalah orang yang melakukan eksperimentasi memperoleh mimpi agar apa yang

dilakukan tidaklah lengkap jika tidak ada tambahan-tambahan bahan yang pada

waktu itu dianggap sulit untuk memperolehnya. Hubungan interaksi antara dunia

nyata dengan dunia maya diyakini dapat dimediasi oleh bahan-bahan yang

dianggap tidak mengganggu keharmonisan di dunia maya. Hal ini juga tidak

terlepas dengan bantuan orang yang melek terhadap agama. Tradisi pada mulanya

merupakan musabab, namun akhirnya menjadi konklusi dan premis, isi dan

bentuk, efek dan aksi pengaruh dan mempengaruhi7. Tradisi mempengaruhi

sistem, kultur, dan relasi sosial ditengah masyarakat.

Oleh karena itu, untuk menguatkan tradisi, dibuatkanlah eksperimentasi-

eksperimentasi yang secara universal dapat dipatenkan sebagai rangkaian dari

tradisi. Tradisi-tradisi yang ada pada masyarakat Suku Sasak ini sebagai upacara

keagamaan untuk mencari hubungan antara manusia dengan Tuhan dan mahluk

yang mendiami alam ghaib yang dilambangkan dalam bentuk kepercayaan orang

Sasak pada waktu upacara berdoa dan melakukan sesaji. Setiap melakukan

upacara adat masyarakat Suku Sasak tidak terlepas dengan pemanjatan doa

kepada Tuhan dan penggunaan sesaji disetiap prosesi adat.

Upacara adat kelahiran sebagai ritual yang sangat menegangkan dan

menakutkan bagi sebagian masyarakat Sasak. Peristiwa kelahiran ini disebut

sebagai peristiwa yang suci. Bagi masayarakat, peristiwa kelahiran ini harus

disambut dengan pengalaman kultural dan religius. Artinya, secara kultural,

karena ini merupakan peninggalan sejarah masa lalu, jadi pelaksanaannya

berdasarkan apa yang telah dicontohkan dan membudaya dikalangan masyarakat.

6 Erni Budiwanti, Islam Sasak Wetu Telu Versus Waktu Lima, (LKIS, Yogyakarta,

2000), h. 182 7 Hasan Hanafi. 2003. Oposisi Pasca Tradisi, (Yogyakarta: Sarikat, 2003), h. 2

Page 14: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

xiv

Adapun aspek religiusitasnya dilakukan dengan melaksanakan zikiran, mesetulak

dan lain sebagainya.

Melalui siklus ritual yang telah dilakukan di atas, masyarakat percaya bahwa

tuhan dan roh nenek moyangnya akan dapat membantu sang anak yang dilahirkan

agar terhindar dari bahaya yang sewaktu-waktu dapat mengancamnya. Sehingga

apabila sang istri yang hendak melahirkan, maka dengan sendirinya akan mencari

belian, yang bertugas untuk membantu persalinan istrinya. Seringkali akibat dari

keyakinan yang mengkristal terhadap budaya, sebagai misal; masyarakat masih

meyakini bahwa jika ternyata ibu yang melahirkan mengalami kesulitan, maka

dapat diyakini disebabkan bahwa secara kasatmata telah mengalami gangguan

oleh roh-roh jahat sehingga perlu ada penanganan khusus, melalui ritual lainnya.

Ritual ini memang pelik, Hal tersebut biasanya ditafsirkan akibat berlaku kasar

terhadap ibu atau suaminya. Untuk itu diadakan upacara, seperti menginjak ubun-

ubun, meminum air bekas cuci tangan suami dan ibunya ini dilakukan agar

mempercepat kelahiran sang bayi. Setelah bayi tersebut lahir masyarakat

menganggap bahwa rambut yang dibawa lahir oleh bayi disebut bulu panas. Oleh

karena itu rambut tersebut dihilangkan dengan mengadakan selamatan, doa atau

upacara sederhana yang disebut ngrusiang. Orang pertama yang memotong

rambut bayi tersebut adalah seorang kiyai.

Pelaksanaan tradisi Peraq Api juga memiliki nilai sosial yang tinggi. Melalui

tradisi ini masyarakat dapat membangun interaksi sosial yang baik. Satu

masyarakat berkunjung kemasyarakat lainnya, keluarga yang satu berkunjung

kekeluarga lainnya. Hal ini sangat dimungkinkan pada saat melaksanakan tradisi.

Dengan adanya proses sosialisasi tersebut, hubungan antar keluarga semakin

harmonis Keluarga merupakan institusi yang paling penting pengaruhnya terhadap

proses sosialisasi manusia. Keluarga merupakan kelompok primer yang selalu

terjadi tatap muka dan mengikuti perkembangan anggota-anggotanya. Kedua,

orang tua mempunyai kondisi yang kuat untuk mendidik anak-anaknya sehingga

menimbulkan hubungan emosional dimana hubungan ini sangat diperlukan dalam

proses sosialisasi. ketika, adanya hubungan sosial yang tetap, maka dengan

Page 15: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

xv

sendirinya orang tua mempunyai peranan yang penting terhadap proses sosialisasi

anak.

Ancaman dan tantangan dalam konteks sosiologis Pra-pasca Tradisi

Setiap masyarakat memiliki keyakinan yang tidak sama. Keyakinan tersebut

adalah dampak dari keberagaman status sosial, pendidikan, pengalaman dan

lingkungan. Strata tersebut mendampingi masyarakat untuk menentukan pilihan-

pilihan sosial yang harus dilaksanakan atau diaplikasikan. Rechoose tentang

desain sosial ini merupakan bagian dari antisipasi dan empati masyarakat tentang

kebudayaan.

Pandangan di atas senada dengan pendapat Roy dan Muraven bahwa “Another

social and historical change has radically altered the context for selfhood and

required fundamental changes in the way people construct and understand

identity. This change has to do with society’s understanding of important, basic

values”. Artinya Perubahan sosial dan historis lainnya telah secara radikal

mengubah konteks untuk kedirian dan diperlukan perubahan mendasar dalam cara

orang membangun dan memahami identitas. Ini perubahan ada hubungannya

dengan pemahaman masyarakat tentang nilai-nilai dasar yang penting8.

Perubahan di dalam masyarakat adalah sebuah keniscayaan. Masyarakat yang

taat dan patuh terhadap produk keberagaman adalah manusia yang berhasil

terhadap didikan zaman. Keras terhadap perubahan dan ansih terhadap

kebudayaan. Pada prakteknya, tidak semua masyarakat memahami arti

keberagaman, bahkan sebagian masyarakat tidak memahami arti keberagaman

sosial itu sendiri. Sehingga kualitas pengamalan kebudayaan tak dapat

dipertanggungjawabkan dengan baik.

Kualitas masyarakat bergantung pada kualitas sosial individunya. Isu lain dari

perkembangan identitas yang dihadapi masyarakat adalah keinginan untuk

individualitas, dan khususnya keinginan untuk memiliki identitas menjadi unik.

Orang-orang ingin merasa bahwa mereka istimewa dan berbeda dari orang lain.

Tujuan pengembangan pribadi adalah keinginan untuk meraih status unik. Sebagai

8 Roy F. Baumeister And Mark Muraven, Identity As Adaptation To Social, Cultural,

And Historical Context, Journal of Adolescence 1996, 19, 405–416, h. 413).

Page 16: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

xvi

contoh, kebanyakan orang percaya bahwa mereka lebih baik daripada kebanyakan

orang lain9.

Kemahiran atau keawaman adalah dua hal yang melekat bagi yang mau

berfikir. Tentang tradisi peraq api, sebagian tak mempersoalkan pelaksanaannya

melainkan mereka menjadi pelaksana yang baik terhadap buah kebudayaan.

Tradisi Peraq Api adalah peninggalan masa lalu yang patut dilestarikan.

Kurangnya pengetahuan dan rendahnya literasi sosial budaya menjadikan

menimbulkan kesalahpahaman dalam melaksanakan sebuah ritual.

Warisan budaya menegaskan identitas kita sebagai manusia karena

menciptakan kerangka kerja yang komprehensif untuk pelestarian warisan budaya

termasuk situs budaya, bangunan tua, monumen, kuil, dan landmark yang

memiliki signifikansi budaya dan nilai historis. Budaya dan warisannya

mencerminkan dan membentuk nilai, keyakinan, dan aspirasi, dengan demikian

mendefinisikan identitas nasional seseorang. Ini penting untuk melestarikan

warisan budaya kita, karena itu menjaga integritas kita sebagai manusia.

Pentingnya warisan budaya bukan benda bukanlah manifestasi kultural itu sendiri

melainkan sebaliknya kekayaan pengetahuan dan keterampilan yang

ditransmisikan melaluinya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Nilai sosial

dan ekonomi dari transmisi pengetahuan ini relevan untuk kelompok minoritas

dan untuk kelompok-kelompok sosial arus utama dalam suatu Negara, dan sama

pentingnya bagi Negara-negara berkembang10.

Lebih lanjut, praktik tradisi Peraq Api ditengah kehidupan masyarakat sasak

disebabkan oleh beberapa alasan. Diantaranya adalah: (1) tradisi ini adalah

peninggalan nenek moyang, (2) keyakinan terhadap dampak gaib, (3) sosial

kultural aplikatif. Sebagai peninggalan nenek moyang, tentu hal ini adalah

kekayaan budaya, produk budaya atau produk amalan di masa silam. Dengan

demikian, agar produk budaya ini menjadi bernilai, perlu ada respon kualitatif

yang mendorong perbaikan budaya, melalui pelestarian dan pengamalannya.

9 Taylor, S. E. and Brown, J. D. (1988). Illusion and well-being: A social

psychological perspective on mental health. Psychological Bulletin, 103, 193–210) 10 A Forum Preserving Culture And Heritage, Mimar Sinan University of Fine Arts

Preserving Culture and Heritage Through Generations, Istanbul, Turki, 11-14 Mei 2014)

Page 17: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

xvii

Adapun keyakinan terhadap dampak gaib, hal ini lebih menekankan pada

keyakinan individual sebagai penganut kebudayaan tersebut. Sedangkan secara

sosikultural diaplikasikan oleh sebagian besar masyarakat.

Sebagai produk budaya yang implementatif. Artinya secara langsung harus

diritualkan, tradisi Peraq Api dalam prakteknya harus dengan persiapan yang

matang. Persiapannya sangat kontroversi. Sebagian berpandangan bahwa pra

tradisi, masyakat penganut budaya harus mempersiapkan mental. Hal ini karena,

proses ritual terkadang dilalui karena diluar akal sehat. Persiapan lain yang

dikembangkan masyarakat adalah persiapan secara fisik yaitu persiapan memuat

tentang peralatan yang akan digunakan selama pelaksanaan ritual tradisi.

Peraq Api bukanlah ritual yang ketentuannya diatur oleh undang-undang

tertulis atau undang-undang negara. Tradisi ini diprosesi melalui kebijakan

bersama, kesepakatan berjamaah, mulai dari yang paling miskin sampai yang

paling tajir melaksanakan tradisi tersebut. Tradisi Peraq Api sebagai tradisi turun

temurun mengalami metamorfosa yang pesat. Tradisi ini memiliki konsekuensi

logis bagi masyarakat yang mulai mengabaikannya.

Karena kepercayaan adalah produk kesepakatan, maka hukuman yang paling

dekat adalah sanksi sosial. Masyarakat meyakini bahwa tradisi Peraq Api

memiliki kekuatan energi gaib, bagi yang tidak melaksanakannya padahal secara

syarat sudah sah untuk melaksanakannya secara otomatis mendapat teguran sosial.

Keyakinan-keyakinan gaib masyarakat bila tidak menjalankan tradisi adalah

bahwa kemungkinan-kemungkinan terjadi di masa mendatang hal-hal yang tidak

diinginkan akan berpengaruh terhadap status sosial keluarga tersebut. Sebaliknya,

kebaikan-kebaikan keluarga adalah musabab dari menjalankan tradisi dan

memperoleh perlindungan dari marabahaya dan perlindungan leluhur.

Masyarakat tergolong atas masyarakat terdidik dan tidak terdidik. Masyarakat

terdidik berpikir global dalam meyakini sebuah kepercayaan terhadap tradisi.

Adapun masyarakat non terdidik masih meyakini bahwa tradisi sebagai satu

kesatuan integral yang harus sejalan beriringan. Oleh karena itu, kontradiksi

suksesi tradisi atau tidak bergantung pada tingkat kesetiaan seseorang terhadap

pengamalan tradisi. Walaupun demikian Secara sosial, tradisi dan interaksi sosial

Page 18: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

xviii

masyarakat memiliki irisan yang saling melengkapi, artinya masyarakat memiliki

andil sebagai pelaku tradisi atau penikmat tradisi. Masyarakat yang antipati

terhadap tradisi leluhur secara sosial dikucilkan. Biasanya menjadi buah bibir dan

buah gosip yang setiap harinya didiskusikan.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa perubahan dan

perkembangan teknologi belum begitu berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

perkembangan reka sosial masyarakat. Ini artinya, masyarakat masih kukuh

terhadap pendiriannya. Hal ini berarti pula bahwa reformasi sosial masyarakat

tidak bisa dilakukan dengan instan. Pertumbuhannya sesuai dengan situasi dan

kondisi sosial dan tingkat pendidikan masyarakat, termasuk dalam

membudayakan tradisi atau mentradisikan budaya. Karena hal ini berpengaruh

terhadap tekanan sosial.

Lalu bagaimana bentuk punish sosial bagi masyarakat yang tidak

melaksanakan tradisi. Tentang hal ini, respon masyarakat sangat beragam. Secara

umum, tidak ada sanksi yang secara tertulis untuk menghukum masyarakat, yang

paling memungkinkan adalah sanksi sosial. Sebagai contoh: bila dikemudian hari,

hal-hal yang dianggap menjadi pantangan tradisi terjadi pada keluarga yang tidak

melaksanakan tradisi, secara otomatis sanksi sosial mulai berlaku. Bahkan sebuah

keluarga yang tidak melaksanakan tradisi bisa menjadi keluarga yang dikucilkan

secara sosial.

Reparasi sosial bagi keluarga ingkar tradisi sulit dilakukan. Sanksi ini turun

karena pola hidup dan dinamika masyarakat. Secara fisik tidak terdapat

pengucilan ataupun hukuman. Namun kebiasaan masyarakat adalah memberikan

teguran oleh orang yang ditokohkan karena telah dianggap melanggar norma-

norma sosial yang menjadi pedoman berperilaku suatu kelompok.

Adapun bagi pelaksana tradisi juga tidak terlepas dari reward atau punish

sosiologis. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, bagi pelaksana

tradisi, memiliki pengakuan sosial manakala telah melaksanakan tradisi.

Masyarakat merasa plong setelah melaksanakannya. Secara sosial, masyarakat

juga memperoleh keyakinan yang disadari atau tidak mempengaruhi situasi

kebatinan masyarakat.

Page 19: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

xix

Status sosial dan strata sosial berpengaruh terhadap model menjalankan tradisi.

Masyarakat yang berekonomi lemah biasanya melaksanakan tradisi dengan cara

yang biasa-biasa saja. Sebaliknya yang berekonomi baik melaksnakan tradisi

dengan tahlilan, yasinan dan lain sebagainya. Berbeda atau tidak bentuk

perayaannya tidak berpengaruh terhadap pelaksanaan tradisi tersebut.

Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa tradisi adalah badan dari

pekerjaan adat. Adat yang tidak tertuang dalam dokumen tertulis namun memiliki

norma yang memiliki kekuatan energi yang mengikat sangat kuat, mengikat

anggota masyarakat. Sanksi atas pelanggaran adat istiadat dapat berupa

pengucilan, dikeluarkan dari masyarakat/kastanya, atau harus memenuhi

persyaratan tertentu, seperti melakukan upacara tertentu untuk media rehabilitasi

diri.

Ritual Upacara Peraq Api dan Pernak Pernik sosialnya

Setiap tradisi memiliki pekerjaan yang sunnah ataupun wajib, memiliki

prosedur dan perlengkapan yang harus disiapkan. Bahan-bahan yang

dipersiapkan diatur dan dikumpulkan secara sistematis. Bahan-bahan tersebut

diperoleh dari alam yang memiliki makna filosofis dan sosiologis. Setiap prosedur

pelaksanaan memiliki makna yang tersirat. Lebih jelas mengenai tahapan

pelaksanaan diuraikan sebagai berikut:

Persiapan pra-tradisi

Pra pelaksanaan, pelaksana tradisi Peraq Api melakukan persiapan-persiapan.

Persiapan dilakukan melalui persiapan bahan-bahan yang diperlukan untuk

melaksanakan tradisi. Persiapan-persiapan ini dengan terlebih dahulu

berkonsultasi dengan belian selaku pendamping persalinan. Pada kesempatan ini

belian membuat daftar kebutuhan selama melaksanakan tradisi yang kemudian

menjelaskan hal-hal yang harus dipersiapkan. Pada intinya, tidak boleh ada

satupun yang didaftar belian tidak dihadirkan. Manakala tidak dapat diwujudkan,

maka sedini mungkin menyampaikan ke belian agar dapat diganti.

Belian memiliki peran vital terhadap peristiwa penamaan anak. Peran ini

dimulai semenjak anak mulai mengalami peristiwa ngidam sampai hamil besar

Page 20: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

xx

kemudian melahirkan. Peran belian tidak bisa dilepaskan. Bahkan hubungan

antara orang tua, anak dan belian tidak belum dilepaskan manakala belum

melaksanakan tradisi11. Belian menggeser peran Bidan di Puskesmas yang

memantau selama kehamilan.

Beberapa bahan yang perlu dipersiapkan sebelum melaksanakan tradisi Peraq

Api diantaranya adalah Beras Ketan, logam, bunga, daun Bikan, kelapa, gula

merah, Sarung, dan beberapa persyaratan ritual lainnya. Bahan-bahan tersebut

kemudian oleh belian di mantra dan dicampur untuk kemudian diolah dalam satu

ramuan. Proses peramuan bahan hanya boleh dilakukan oleh belian itu sendiri.

Pengolahan Bahan.

Pengolahan bahan dilakukan setelah semuanya lengkap. Pengolahan bahan

dibedakan atas pemanfaatannya. Pemanfaatan sebagai bahan makanan dan

sebagai bagian dari tahapan rangkaian pelaksanaan berikutnya. Sebagai bahan

makanan, diawali dari pembersihan beras ketan, kemudian ditiriskan sampai

airnya mengering. Selanjutnya adalah melakukan penggorengan sampai berwarna

kecoklatan. Setelah itu, beras gorengan tersebut kemudian rendam pada air panas

sehingga beras gorengan tersebut mengembang.

Langkah berikutnya adalah membuat parutan kelapa dan gula. Parutan ini

berfungsi untuk meningkatkan aroma dan rasa santan dan manis pada beras ketan

goreng tersebut. Ketan dan kelapa gula tadi dicampur dan siap dihidangkan.

Proses penghidangan dipandu oleh Belian. Dalam menjalankan tugasnya, belian

membuat takaran-takaran yang sesuai untuk dibagi-bagikan kepada masyarakat.

Istilah ini dikenal dengan Montong siong.

Pelaksanaan ritual

Pelaksanaan ritual tradisi Peraq Api dilaksanakan dalam tiga tahapan. Pertama

adalah memandikan anak. Proses ini diawali dari persiapan anak untuk

dimandikan. Anak dimandikan bersama bahan yang sudah diramu oleh belian dan

dimandikan oleh belian sendiri. Kedua adalah pengasapan dilakukan dengan

11 Wawancara dengan CE, Seorang Belian Nganak di Desa Batujai. Dilaksanakan

tanggal 29/07/2018. Jam 08.10 WITA.

Page 21: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

xxi

mempersiapkan sabut kelapa. Sabut ini disusun bertingkat kemudian dibakar.

Setelah asap mulai mengepul, belian lalu meletakkan anak di atas keleong,

kemudian digoyangkan di atas asap. Sekilas ini sangat mengganggu perasaan

orang tua bayi, kekhawatirannya sewaktu-waktu anak akan mengalami kelainan

pernapasan karena menghirup asap yang kotor atau bahkan anak terjatuh saat

ketika di atas keliong tersebut. Ketiga, membuang air bekas mandi bayi di atas

keliong. Sesi ini, masyarakat berdiri disamping keliong, lalu menengadahkan

tangan seraya menampung air dan mengusapkannya pada wajah.

Beberapa makna dari setiap sesi proses ritual adalah sebagai berikut: pertama,

memandikan anak bertujuan untuk membersihkan anak dari kotoran-kotoran

secara fisik dan non fisik. Secara fisik terdiri atas kotoran yang melekat

ditubuhnya, sedangkan non fisik dari bawaan gaib ketika dilahirkannya.

Masyarakat meyakini bahwa setiap anak disenangi oleh mahluk gaib itulah yang

ditandai dengan anak sering menangis. Sehingga untuk membatasi rasa suka

mahluk tersebut membutuhkan ritual pemandian anak.

Tahapan kedua dan ketiga yaitu pengasapan dan meletakkan anak di atas

keliong adalah dua langkah yang satu. Tahapan ini dimaksudkan agar anak

dikemudian hari tidak akan pernah takut terhadap setiap persoalan yang dihadapi.

Apapun masalahnya dia akan tetap tegar menjalaninya. Keyakinan lain adalah jika

sewaktu-waktu dikemudian hari anak berjumpa dengan gempa bumi, maka anak

tidak akan takut, karena pada peristiwa ini pernah dialami pada saat melaksanakan

ritual.

Tahapan terakhir adalah pemberian nama. Pemberian nama ini dilakukan

dengan menyiapkan lebih dari satu nama yang tertulis dalam suatu lipatana kertas

sejumlah nama yang ditulis oleh orang tuanya. Kertas tersebut kemudian

digenggamkan kepada anak, kertas yang paling kuat digenggamkan anak

dianggap menjadi nama yang paling disukai anak. Namun pengakuan dari

beberapa informan bahwa “membuat nama itu sulit, suka pada satu nama itu sulit,

karena saya suka sama satu nama akhirnya saya tulis saja satu nama dalam banyak

Page 22: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

xxii

lipatan kertas tadi sehingga manapun yang digengganm erat si anak ya tetap nama

tersebut adalah nama yang saya harapkan”12.

Makna yang diambil dari perilaku salah satu informan di atas adalah

kesempurnaan ritual tidak selalu diikuti sesuai kehendak belian. Hal ini lebih

karena belian sendiri tidak bisa membaca, dan nama-nama tersebut tidak boleh

dibuka. Nama tersebut kemudian menjadi nama panggilan bagi si anak selama

melaksanakan tugas keduniaan dan keakhiratan di muka bumi.

Nama adalah pakaian yang paling berharga dalam setiap kehidupan manusia.

Nama adalah doa, setiap yang menyebutkannya adalah merajut simpati tuhan

yang maha esa. Nama bukanlah permainan untuk dipilih dan memilih, maka

memilih nama bukan karena langka tetapi memiliki arti makna yang tidak biasa.

Melengkapi pemberian nama di atas, sebelum menulis beberapa nama,

sebelumnya orang tua melakukan diskusi untuk mendaftarkan nama yang paling

disukai.

Tradisi Peraq Api Dalam Terminologi Islam.

Agama identik dengan ketaatan dan penaklukan, dominasi dan paksaan,

penghargaan dan hukuman, harga diri dan kebanggaan, kebencian dan amal,

solidaritas dan kerendahan hati, Islam dan monoteisme, kebiasaan dan metode

kepemimpinan dan ketaatan13. Agama adalah berkaitan dengan kepercayaan

(belief) dan upacara (ritual) yang dimiliki bersama oleh suatu kelompok

masyarakat. Agama berkaitan dengan ‘transcends experience’ kata sosiologist

Itali, Vilfredo Pareto, yaitu pengalaman dengan ‘Yang di atas’, atau sesuatu yang

berada di luar, sesuatu yang tidak terjamah (an intangible beyond)14.

Mukti Ali pernah menyatakan: “Barangkali tidak ada kata yang paling sulit

diberi pengertian dan definisi selain dari kata agama. Ada tiga alasan untuk hal

itu. Pertama, karena pengalaman agama merupakan soal bathini yang subjektif

12 Wawancara Dengan SB Pada Tanggal 15 Juni 2018 jam 10.10 WITA. 13

Reza Ali Karami, The Relationship between Religion and Culture with an Emphasis on Juristditional Effects, Applied mathematics in Engineering, Management and Technology 2 (3) 2014:493-505, h. 493.

14 Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan, UMBARA: Indonesian Journal of

Anthropology, Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115, h. 59

Page 23: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

dan sangat individualis.

emosi yang kuat sekali.

dipengaruhi oleh tujuan orang itu memberikan a

yang suka pergi ke tempat ibadah cenderung untuk menganggap bahwa agama

adalah identik dengan pergi ke mesjid, gereja, candi dan sebagainya; sedang ahli

antropologi yang mempelajari agama cenderung untuk menganggap agama

sebagai kegiatan dan adat kebiasaan yang bisa diamati

Kata Islam secara etimologis berasal dari kata

Secara epistemologi, Islam Islam adalah agama wahyu berintikan tauhid atau

keesaan Tuhan yang diturunkan oleh Allah SWT kepad

sebagai utusan-Nya yang terakhir dan berlaku bagi seluruh manusia, di mana pun

dan kapan pun, yang ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.

Sayyid Quthb mengartikan Islam diartikan sebagai ketundukan/kepatuhan, taat

dan mengikuti, yakni tunduk patuh kepada perintah Allah, taat kepada syari’at

Nya serta mengikut kepada rasul beserta manhajnya. Barang siapa tidak patuh,

taat dan berittiba’ maka ia bukanlah seorang muslim. Oleh karenanya ia bukanlah

penganut dari agama yang dirid

kecuali Islam17”

Firman Allah yang meneguhkan tentang kesempurnaan Islam tertuang dalam

surat Al-Maidah ayat 3 dibawah ini

15

H.A. Mukti Ali, Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini, (Jakarta: Penerbit Rajawali Pers, 1987), hal. 173. Lihat juga Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat, dan Agama, (Surabaya: Penerbit PT. Bina Ilmu, 1985), hal. 118.

16 Misbahuddin Jamal, Konsep Al

11, Nomor 2, Desember 2011 Hal. 28317

535

xxiii

dan sangat individualis. Kedua, karena pembahasan agama selalu melibatkan

emosi yang kuat sekali. Ketiga, konsepsi seseorang tentang agama selalu

dipengaruhi oleh tujuan orang itu memberikan arti terhadap agama itu. Orang

yang suka pergi ke tempat ibadah cenderung untuk menganggap bahwa agama

adalah identik dengan pergi ke mesjid, gereja, candi dan sebagainya; sedang ahli

antropologi yang mempelajari agama cenderung untuk menganggap agama

ai kegiatan dan adat kebiasaan yang bisa diamati”15.

Kata Islam secara etimologis berasal dari kata “salima” yang berarti selamat

Secara epistemologi, Islam Islam adalah agama wahyu berintikan tauhid atau

keesaan Tuhan yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw

Nya yang terakhir dan berlaku bagi seluruh manusia, di mana pun

dan kapan pun, yang ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.

Sayyid Quthb mengartikan Islam diartikan sebagai ketundukan/kepatuhan, taat

kuti, yakni tunduk patuh kepada perintah Allah, taat kepada syari’at

Nya serta mengikut kepada rasul beserta manhajnya. Barang siapa tidak patuh,

taat dan berittiba’ maka ia bukanlah seorang muslim. Oleh karenanya ia bukanlah

penganut dari agama yang diridhai oleh Allah padahal Allah tidak meridhai

Firman Allah yang meneguhkan tentang kesempurnaan Islam tertuang dalam

Maidah ayat 3 dibawah ini

Mukti Ali, Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini, (Jakarta: Penerbit Rajawali

Pers, 1987), hal. 173. Lihat juga Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat, dan Agama, (Surabaya: Penerbit PT. Bina Ilmu, 1985), hal. 118.

Misbahuddin Jamal, Konsep Al-Islam Dalam Al-Qur’an, Jurnal Al11, Nomor 2, Desember 2011 Hal. 283-310, h. 285

, karena pembahasan agama selalu melibatkan

, konsepsi seseorang tentang agama selalu

rti terhadap agama itu. Orang

yang suka pergi ke tempat ibadah cenderung untuk menganggap bahwa agama

adalah identik dengan pergi ke mesjid, gereja, candi dan sebagainya; sedang ahli

antropologi yang mempelajari agama cenderung untuk menganggap agama

yang berarti selamat16.

Secara epistemologi, Islam Islam adalah agama wahyu berintikan tauhid atau

a Nabi Muhammad Saw

Nya yang terakhir dan berlaku bagi seluruh manusia, di mana pun

dan kapan pun, yang ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.

Sayyid Quthb mengartikan Islam diartikan sebagai ketundukan/kepatuhan, taat

kuti, yakni tunduk patuh kepada perintah Allah, taat kepada syari’at-

Nya serta mengikut kepada rasul beserta manhajnya. Barang siapa tidak patuh,

taat dan berittiba’ maka ia bukanlah seorang muslim. Oleh karenanya ia bukanlah

hai oleh Allah padahal Allah tidak meridhai

Firman Allah yang meneguhkan tentang kesempurnaan Islam tertuang dalam

Mukti Ali, Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini, (Jakarta: Penerbit Rajawali Pers, 1987), hal. 173. Lihat juga Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat, dan Agama,

Qur’an, Jurnal Al- Ulum Volume.

Page 24: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

Artinya: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah

Ku-cukupkan kepadamu nikmat

bagimu."

Ayat di atas juga dipertegas:

Artinya: “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.

Tiada berselisih orang

pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka.

Barangsiapa yang kafir terhadap ayat

cepat hisab-Nya”.

Ayat di atas menjelaskan tentang keutamaan Islam. Islam agama yang

sempurna. Semua aktivitas kehidupan manusia diaturnya, termasuk bagaimana

manusia mengembangkan interaksi kehidupannya dan mengembangkan

kebudayaannya.

Kebudayaan adalah manifestasi dari cara berpikir

kebudayaan adalah keseluruhan dari kelaku

teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan yang

semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat

Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami perubahan

perubahan. Manusia yang tidak mampu

18 Sidi Gazalba, Pengantar Kebudayaan Sebagai Ilmu,

Antara, 1968), h. 34 19 Koentjoroningrat,

1974), h. 15.

xxiv

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah

kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama

Ayat di atas juga dipertegas:

Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.

Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah data

pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka.

Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat

Ayat di atas menjelaskan tentang keutamaan Islam. Islam agama yang

aktivitas kehidupan manusia diaturnya, termasuk bagaimana

manusia mengembangkan interaksi kehidupannya dan mengembangkan

Kebudayaan adalah manifestasi dari cara berpikir18. Menurut koentjoroningrat,

kebudayaan adalah keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang

teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan yang

semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat19.

Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami perubahan

perubahan. Manusia yang tidak mampu menelaah situasi sosial masyarakat

Pengantar Kebudayaan Sebagai Ilmu, Jilid I,

Koentjoroningrat, Kebudayaan, Mentalitet Dan Pembangunan, (Jakarta: Gramedia,

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah

ridhai Islam itu jadi agama

Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.

orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang

pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka.

ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat

Ayat di atas menjelaskan tentang keutamaan Islam. Islam agama yang

aktivitas kehidupan manusia diaturnya, termasuk bagaimana

manusia mengembangkan interaksi kehidupannya dan mengembangkan

. Menurut koentjoroningrat,

an dan hasil kelakuan manusia yang

teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan yang

Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-

menelaah situasi sosial masyarakat

(Jakarta: Pustaka

(Jakarta: Gramedia,

Page 25: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

xxv

terutama di desa pasti akan berpikir bahwa struktur masyarakatnya statis,

walaupun tidak ada masyarakat yang berhenti pada suatu titik tertentu sepanjang

masa20. Ini artinya bahwa dinamika sosial masyarakat selalu mengalami

perubahan.

Meneropong kebudayaan Islam menurut sidi Gazalba dituangkan dalam cara

berpikir dan cara merasa takwa yang menyatakan diri dalam seluruh segi

kehidupan sekumpulan manusia yang membentuk masyarakat atau dapat disarikan

sebagai “cara hidup yang bertakwa”21. Ini menandakan bahwa cara berpikir ini

adalah cara dimana tidak melanggar norma-norma agama, baik dalam realitas

kontekstasi budaya.

Peraq Api adalah tradisi masyarakat yang dilaksanakan di tengah mayoritas

beragama Islam. Tradisi ini sudah dilaksanakan berpuluh-puluh tahun, tidak jelas

timingnya kapan ini dilaksanakan, yang jelas adalah ketidaktahuan masyarakat

menginformasikan bahwa tradisi ini berjalan begitu lama dan melekat pada setiap

aktivitas kelahiran anak manusia.

Sebagai produk budaya buatan manusia, tentu tradisi ini berangkat dari asumsi-

asumsi yang tereksperimentasi dan menghasilkan kesepakatan-kesepakatan atau

semacam produk eksprerimentasi. Dengan demikian menjadi kebiasaan yang

selalu mengalami repetasi-repetasi interpretatif, yang kemudian menjadi

kepercayaan-kepercayaan, terlepas dari kontekstasi relatif antara agama dan

budaya.

Pandangan-pandangan tersebut tidak terlepas dari perubahan keagamaan

masyarakat. Kesepakatan sosiologis mungkin saja mengandung nilai keagamaan

yang tidak mungkin keliru22. Kaitannya dengan pelaksanaan tradisi peraq api,

terjadi perubahan perilaku kultural beragama masyarakat. Masyarakat tidak lagi

mendikotomikan budaya dan agama. Agama bagian dari interaksi simbolik antara

20 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta Utara: PT Raja Grafindo

Persada, 2001), h. 333. 21 Muhaimin, Abdul Mujib & Jusuf Muzakkir, Studi Islam Dalam Ragam Dimensi dan

Pendekatan, (Jakarta, Kencana, 2014), h. 338 22 George Ritzer, Teori sosiologi Modern, diterjemahkan oleh Triwibowo, B. S.

(Jakarta: Kencana, 2014), h. 9.

Page 26: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

xxvi

manusia dengan tuhannya, sedangkan kebudayaan sebagai ijtihad bersama antar

kelompok masyarakat untuk meyepakati kesepakatan bersama.

Selama ini banyak anggapan bahwa tradisi Peraq Api sebagai produk

kebudayaan sudah tidak relevan lagi. Masyarakat sudah tidak membutuhkan

upaya kembali ke zaman dahulu, mengeleminasi produk kebudayaan yang sudah

tidak mendatangkan manfaat dan inkonsisten dengan perkembangan masa kini.

Namun kenyataannya, tradisi tersebut masih berkembang dan berjalan ditengah

masyarakat. Hal ini senada dengan teori diferensiasi kultural yang menganggap

bahwa diantara dan dikalangan kultural tidak terpengaruh oleh globalisasi atau

proses transkultura, multikultural, atau bikultural lainnya. Ini artinya kultur

intinya tidak terpengaruh sama sekali, mereka tetap sama seperti sebelumnya23.

Oleh karena itu, perilaku kita sebagai sebuah kelompok atau individu untuk

mempertahankan regulasi sosial yang ada. Menurut psikologi sosial, kita tidak

membangun perilaku kelompok dilihat dari sudut perilaku masing-masing

individu yang membentuknya; kita bertolak dari keseluruhan sosial dari aktivitas

kelompok tertentu dimana kita menganalisis perilaku masing-masing individu

yang membentuknya yakni kita lebih berupaya untuk menerangkan perilaku

kelompok sosial ketimbang menerangkan perilaku terorganisasi kelompok sosial

dilihat dari sudat perilaku masing-masing individu yang membentuknya24.

Pendapat Mead di atas menggambarkan tentang pentingnya membina entitas

individu sebagai entitas kelompok. Karena inilah yang menyebabkan perlu adanya

penyatuan pola pikir manusia.

Pikiran menurut Mead sebagai proses percakapan seseorang dengan dirinya

sendiri, tidak ditemukan dalam diri individu; pikiran adalah fenomena sosial.

Pikiran muncul dan berkembang dalam proses sosial dan merupakan bagian

integral dari proses sosial25. Oleh karena itu, pikiran menentukan perilaku sosial.

Dan masyarakat penting perannya dalam membentuk pikiran dan diri26.

23 George Ritzer, Teori Sosiologi Modern, diterjemahkan oleh Triwibowo, B. S.

(Jakarta: Kencana, 2014), h. 542 24 Ibid, h. 256. 25 Ibid., h. 265. 26 Ibid., h. 271

Page 27: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

Agama dan kehidupan beragama merupakan unsur yang tidak terpisahkan dari

kehidupan sistem budaya umat manusia. Seja

dan kehidupan bergama telah menggejala dalam kehidupan, bahkan memberikan

corak dalam bentuk dari semua perilaku budayanya

budaya, bukan produk agama. Sebagai produk agama tidak bertentangan karena

masyarakat percaya pada tuhan yang maha esa bukan kepada tradisi. Tradisi

hanya memfasilitasi, yang secara substantif adalah selain melestarikan

kebudayaan juga sebagai cara untuk bersedekah.

Menurut CE selaku

pada ketentuan tuhan yang maha esa. Walaupun fasilitator tradisi, sejatinya saya

tidak meyakininya, namun mempercayainya. Karena mempercayainya tidak sama

dengan meyakininya. Jadi Peraq Api bukanlah perilaku syirik, melainkan upaya

melestarikan kebudayaan, kalaupun ada hal

namun sejatinya tidak demikian

dikuatkan melalui dialog spektrum khusus agama agar tidak terlihat ekslusif

terhadap kondisi masyarakat kontemporer y

Tentang hal ini sebagaimana firman Allah SWT.

Artinya: “…Sesungguhnya Barangsiapa Mempersekutukan (Sesuatu Dgn)

Allah, Maka Sungguh,

Ialah Neraka…Tidaklah Ada Bagi Orang

Penolongpun (Al-Maidah: 72)

Berdasarkan surat tersebut, betapa menakutkannya siksa Allah jika hambanya

menduakannya. Inilah yang menyebabkan mengapa dalam pelaksanaannya tidak

dianggap sebagai perbuatan syirik, karena pelaksana sendiri tidak meyakininya

Mengapa ada unsur ritual, dalam penjelasannya bahwa kami memulai tahapan

27 Muhaimin, Abdul Mujib & Jusuf Muzakkir, 28

Wawancara Dengan CE Yang Dilaksanakan Tanggal 30/07/2018 jam 23.33 WITA.29

Wawancara dengan NHS yang dilaksanakan tanggal 12 Juni 2018 jam 10.00 WIB

xxvii

Agama dan kehidupan beragama merupakan unsur yang tidak terpisahkan dari

kehidupan sistem budaya umat manusia. Sejak awal kebudayaan manusia, agama

dan kehidupan bergama telah menggejala dalam kehidupan, bahkan memberikan

corak dalam bentuk dari semua perilaku budayanya27. Peraq Api

budaya, bukan produk agama. Sebagai produk agama tidak bertentangan karena

masyarakat percaya pada tuhan yang maha esa bukan kepada tradisi. Tradisi

hanya memfasilitasi, yang secara substantif adalah selain melestarikan

kebudayaan juga sebagai cara untuk bersedekah.

Menurut CE selaku belian, beliau memaparkan bahwa keyakinan se

pada ketentuan tuhan yang maha esa. Walaupun fasilitator tradisi, sejatinya saya

tidak meyakininya, namun mempercayainya. Karena mempercayainya tidak sama

dengan meyakininya. Jadi Peraq Api bukanlah perilaku syirik, melainkan upaya

budayaan, kalaupun ada hal-hal yang sepertinya berbau syirik

namun sejatinya tidak demikian28. Religiusitas pluralistik dalam hal ini perlu

dikuatkan melalui dialog spektrum khusus agama agar tidak terlihat ekslusif

terhadap kondisi masyarakat kontemporer yang plural.

Tentang hal ini sebagaimana firman Allah SWT.

“…Sesungguhnya Barangsiapa Mempersekutukan (Sesuatu Dgn)

Allah, Maka Sungguh, Allah Mengharamkan Surga Baginya, Dan Tempatnya

Neraka…Tidaklah Ada Bagi Orang-Orang Zalim Itu Seoran

Maidah: 72).

Berdasarkan surat tersebut, betapa menakutkannya siksa Allah jika hambanya

menduakannya. Inilah yang menyebabkan mengapa dalam pelaksanaannya tidak

dianggap sebagai perbuatan syirik, karena pelaksana sendiri tidak meyakininya

Mengapa ada unsur ritual, dalam penjelasannya bahwa kami memulai tahapan

Muhaimin, Abdul Mujib & Jusuf Muzakkir, Studi,,,,,, h. 25

Wawancara Dengan CE Yang Dilaksanakan Tanggal 30/07/2018 jam 23.33 WITA.Wawancara dengan NHS yang dilaksanakan tanggal 12 Juni 2018 jam 10.00 WIB

Agama dan kehidupan beragama merupakan unsur yang tidak terpisahkan dari

k awal kebudayaan manusia, agama

dan kehidupan bergama telah menggejala dalam kehidupan, bahkan memberikan

Peraq Api sebuah produk

budaya, bukan produk agama. Sebagai produk agama tidak bertentangan karena

masyarakat percaya pada tuhan yang maha esa bukan kepada tradisi. Tradisi

hanya memfasilitasi, yang secara substantif adalah selain melestarikan

beliau memaparkan bahwa keyakinan sepenuhnya

pada ketentuan tuhan yang maha esa. Walaupun fasilitator tradisi, sejatinya saya

tidak meyakininya, namun mempercayainya. Karena mempercayainya tidak sama

dengan meyakininya. Jadi Peraq Api bukanlah perilaku syirik, melainkan upaya

hal yang sepertinya berbau syirik

. Religiusitas pluralistik dalam hal ini perlu

dikuatkan melalui dialog spektrum khusus agama agar tidak terlihat ekslusif

“…Sesungguhnya Barangsiapa Mempersekutukan (Sesuatu Dgn)

Allah Mengharamkan Surga Baginya, Dan Tempatnya

Orang Zalim Itu Seorang

Berdasarkan surat tersebut, betapa menakutkannya siksa Allah jika hambanya

menduakannya. Inilah yang menyebabkan mengapa dalam pelaksanaannya tidak

dianggap sebagai perbuatan syirik, karena pelaksana sendiri tidak meyakininya29.

Mengapa ada unsur ritual, dalam penjelasannya bahwa kami memulai tahapan-

Wawancara Dengan CE Yang Dilaksanakan Tanggal 30/07/2018 jam 23.33 WITA. Wawancara dengan NHS yang dilaksanakan tanggal 12 Juni 2018 jam 10.00 WIB

Page 28: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

xxviii

tahapan ritual dengan melafazkan basmalah. Tidak ada unsur paksaan untuk

menggunakan bacaan tertentu yang mengandung muatan magis dan lain

sebagainya. Diakui bahwa ini adalah bagian dari melestarikan budaya warisan

dengan tidak melepaskan ritual ibadah yang diwariskan tuhan yang maha esa30.

Peraq api sebagai ritual kelahiran menjadi bagian dari interaksi manusia dengan

alam dan tuhan. Bentuk interaksinya adalah tergantung pada hubungannya sebagai

individu kepada pencipta semesta yang dapat menjadi opini atau preferensi bagi

masyarakat lainnya. Dalam hal ini budaya dilihat sebagai primitif atau mengalami

perkembangan yang menyoroti beberapa cara individu melihat hubungannya

dengan alam semesta31.

Agama dan budaya selalu berada dalam hubungan yang erat. Keduanya

mengandung estika dan estetika. Studi tentang agama diperlukan budaya. Agama

dan budaya menyebabkan agama sebagai penjaga budaya32. Tradisi peraq api

secara umum tidak terpengaruh terhadap ketentuan agama. Agama menjelaskan

posisi budaya, dan budaya mempererat agama. Penjelasan ini senada dengan

pandangan SB yang mengatakan bahwa tidak bermasalah jika budaya

bersinggungan dengan agama, agama adalah ritualitas kehidupan manusia yang

membingkai seluruh aktivitas kehidupan manusia, sedangkan budaya

mempersatukan masyarakat dalam satu bingkai kehidupan bersama. Kebaudayaan

yang dilaksanakan menurut kami tidak memiliki persoalan terhadap kaidah

syariah karena tidak pernah dipikirkan tentang menduakan ketentuan sang khaliq.

Senada dengan pendapat di atas, CE berpandangan bahwa peraq api tidak

memiliki unsur magis seperti melibatkan unsur gaib. Hal ini dibuktikan dengan

tidak membakar kemenyan yang notabene ritual utama fasilitator dengan alam

30

Wawancara Dengan IL Yang Dilaksanakan Tanggal 30/07/2018 jam 23.33 WITA.

31 Bronislaw Malinowski dalam Ben-Oni Ardelean Te Ethics of the Relationship between, KAIROS - Evangelical Journal of Teology. Vol. VI. No. 2 (2012), pp. 163-174.

32 Jaco Beyers, Religion and culture: Revisitng a close relatve, HTS Teologiese

Studies/Theological Studies, ISSN: (Online) 2072-8050, (Print) 0259-9422

Page 29: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

xxix

gaib. Jadi pelaksanaan ritual ini adalah murni meneruskan kelestarian budaya

yang menjadi turun temurun.

Pelaksanaan Peraq Api adalah kebutuhan ritual dan spiritual yang berhubungan

erat dengan nilai-nilai agama. Nilai-nilai tersebut melekat dalam sejarah agama

pembangunan di dunia menjadi bagian dari perkembangan sosial manusia

modern, memiliki minat pada informasi keagamaan yang menyangkut perbaikan

ahlaq.

Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan

tradisi peraq api tidak sama sekali bertentangan dengan ketentuan syariat Agama

Islam.

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: (1)

pelaksanaan tradisi peraq api merupakan kepercayaan yang melalui

eksperimentasi sosial masyarakat (trial and error) yang dilakukan secara

berulang-ulang yang menimbulkan pengalaman dan membuat simbol-simbol

terhadap pengalaman tersebut. Simbol-simbol tersebut kemudian

direfresesntasikan dalam bahan-bahan yang diyakini memiliki kekuatan magis

yang manakala tidak diwujudkan akan menimbulkan hal-hal yang tidak

diharapkan. Kepercayaan tersebutu diwariskan dan dilestarikan oleh generasi

secara berkelanjutan, (2) Setiap masyarakat memiliki keyakinan yang beragam,

bergantung pada tingkat pendidikan. Dampak sosiologis bagi masyarakat yang

tidak melaksanakan tradisi adalah sanksi sosial. Secara hukum formal memang

tidak ada, namun secara sosial masyarakat akan dikucilkan. Lebih-lebih jika apa

yang tidak diharapkan terjadi, (3) Pelaksanaan tradisi peraq api di laksanakan

dengan tahapan berikut: (1) Persiapan pra-tradisi; (2) pengolahan bahan; dan (3)

pelaksanaan ritual, (4) Peraq api adalah produk budaya manusia yang dalam

implementasinya sama sekali tidak meyakini bahwa tradisi tersebut

mengecualikan ketentuan dan ketetapan ilahi. Kekuatan Allah adalah yang

pertama dan utama. Hal ini menandakan bahwa sama sekali tidak terdapat

penyimpangan beragama masyarakat.

Page 30: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

xxx

Implikasi Teoretis

Penelitian ini memberikan tafsir kultural secara sosiologis dan teologis. Secara

teoretis, penelitian ini menambah khasanah pengetahuan dari fenomena-fenomena

ambiguitas yang selama ini dibicarakan, disangsikan oleh sebagian besar

masyarakat di pedesaan yang cendrung mendalami ilmu agama yang baik. Dalam

kenyataannya temuan dilapangan bahwa ritual semacam ini adalah kebiasaan

kultural yang dijalani oleh semua insan kehidupan khususnya masyarakat sasak.

Page 31: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dewasa ini

telah berdampak pada kehidupan manusia yang mengalami perubahan pesat.

Kemajuan ini berimplikasi pada model interaksi manusia dengan dirinya

sendiri, keluarga dan masyarakat. Masyarakat yang tanggap terhadap

kemajuan dapat dengan segera melakukan adaptasi perubahan yang mungkin

dimunculkannya, namun bagi masyarakat yang lambat menerima perubahan

bahkan tidak mungkin berpartisipasi dalam perubahan itu sendiri atau

mengalami keterlambatan.

Salah satu dampak dari kemajuan IPTEK adalah pergeseran nilai-nilai

kebudayaan masyarakat. Kebudayaan adalah warisan dari peninggalan nenek

moyang. Kebudayaan diartikan sebagai buah dari cipta, rasa dan karsa

manusia. Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan

sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan

masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar1.

Kebudayaan adalah produk yang bersifat fleksibel. Kebudayaan

berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, maka kebudayaan

masyarakatpun berkembang. Perkembangan kebudayaan terjadi secara

mutualistik-integratif seiring dengan perubahan sosial masyarakat. Timbal

balik antara kebudayaan dengan teori praksis mencoba mengungkap

perbedaan tajam tentang kebudayaan sebagai tindakan konvensional dan

kebudayaan sebagai praksis kulturalisme modern.

Kebudayaan dan perubahan sosial tidak dapat diceraikan. Kebudayaan

memiliki kedekatan genitas dengan agama, sehingga dialektika agama dengan

kebudayaan memiliki sinergisitas yang intim. Dialektika keduanya melahirkan

sikap keagamaan yang beragam, mulai agama dijadikan hal yang diyakini,

1 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, ( Jakarta: Aksara Baru, 1985), h. 180

Page 32: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

2

difahami, dan dipraktekkan. Pentahapan tersebut tidak saja muncul pada

tataran keyakinan saja, tetapi pada setiap ketiga tahapan di atas melahirkan

perbedaan ekspresi keagamaan yang cukup signifikan2.

Agama diyakini sebagai firman tuhan yang memiliki kekuatan dan

memiliki energi perubahan pada dimensi sosial dan kultural masyarakat.

Keyakinan akan hakikat beragama melahirkan sikap keagamaan yang berbeda

terhadap komunitas beragama lainnya. Sebagai komunitas muslim tentu

melihat purifikasi agama sebagai praktisi percampuran kebudayaan. Islam

yang diyakini oleh umat beragama bukan buatan manusia, melainkan Islam

adalah agama langit yang tuhan turunkan sebagai pedoman umat manusia.

Namun diyakini atau tidak sinkretisasi dan akulturasi agama dan kebudayaan

melekat dalam pengamalan kehidupan masyarakat beragama.

Penjelasan di atas memberikan gambaran bahwa aktivitas masyarakat

yang berkembang tidak bisa tidak sedikit dipengaruhi oleh pengetahuan dan

pemahaman masyarakat tentang konsep beragama. Secara teologis agama

mempengaruhi sikap berbudaya yang muncul dan kebudayaan muncul dari

efek tradisi lokal masyarakat. Dalam hal ini, agama dan budaya tidak lagi

dapat dikatakan mana yang lebih dominan, budaya sebagai produk agama atau

agama sebagai produk budaya. Ini merupakan potret relasi yang saling

berkelindan dan saling mempengaruhi3.

Keragaman antara prilaku budaya yang dibungkus atas nama adat dan

ditelurkan dalam sebuah ritual tradisi lama kelamaan mengalami transformasi,

bukan karena mengakui keyakinannya secara brutal akan tetapi karena

mengalami pergeseran paradigma. Masyarakat cenderung kesulitan

memahami tentang prilakunya sendiri antara agama mempengaruhi budaya

atau budaya mempengaruhi agama. Pergeseran paradigma ini dapat menjadi

pencerahan tentang Bagaimana masyarakat memahami agama hingga

bagaimana peran-peran lokal mempengaruhi perilaku sosial keberagamaan

mereka.

2Roibin, Dialektika Agama Dan Budaya Dalam Tradisi Selamatan Pernikahan Adat Jawa

Di Ngajum, Malang, el Harakah Vol.15 No.1 Tahun 2013, h. 35 3Ibid, h. 35

Page 33: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

3

Suku Sasak sebagai Suku terbesar di Pulau Lombok memiliki beragam

kebudayaan. Mulai dari tradisi “merarik, begawe, jogetan, nyongkolan,

maling senine” dan tradisi lainnya. Tradisi-tradisi ini memiliki landasan

historisitas dan sosiologisitas yang tinggi. Tradisi dan kebiasaan masyarakat

muncul dari keyakinan atas makna yang tersurat dan tersirat dalam tradisi.

Sebagian masyarakat Sasak meyakini bahwa tradisi di atas merupakan bagian

dari tradisi syukuran dan sebagian lagi berpandangan bahwa tradisi di atas

adalah bagian dari warisan dari kebudayaan yang perlu dilestarikan.

Hasil studi pendahuluan pada masyarakat Suku Sasak di Desa Batujai

tentang bagaimana sebuah tradisi diaktualisasikan dalam kehidupan beragama

dan bersosial masyarakat adalah tradisi “Peraq Api”. Tradisi “Peraq Api”

merupakan tradisi merupakan tradisi pemberian nama pada bayi yang baru

lahir. Tradisi tersebut sudah menjadi kebiasaan masyarakat Sasak. Pada

prakteknya tradisi ini banyak menimbulkan persepsi, sebagian masyarakat

meyakini bahwa tradisi ini wajib dilakukan dan tidak boleh ditinggalkan

karena manakala tradisi ini tidak dilakukan akan menimbulkan hal-hal yang

tidak diinginkan.

Dalam pelaksanaannya, tradisi peraq api membutuhkan persiapan-

persiapan baik berupa bahan-bahan maupun jumlah hari kelahiran dan

pertimbangan lainnya. Bahan-bahan harus dipersiapkan dengan lengkap guna

membebaskan anak dari pantangan-pantangan di masa depannya. Dalam

tradisi, masyarakat tinggal memilih dua alternatif antara tradisi “peraq api

katak atau masaq”. Keduanya memiliki perbedaan dan konsekuensi mistis dan

logis yang diyakininya. Kepercayaan akan terjadinya sesuatu hal yang tidak

diinginkan jika tradisi ini tidak dijalankan sangat diyakini masyarakat bahkan

sebagian masyarakat masih percaya akan campur tangan nenek moyangnya,

dalam bentuk gangguan kepada anaknya. Dengan alasan ini, orang tua wajib

mentaati semua tahapan ritual tersebut.

Fenomena upacara adat di atas dengan segala persiapannya tentu perlu

dikaji secara teologis-sosiologis pelaksanaannya. Kajian semacam ini penting

dilakukan untuk membedah dimensi agamis, melanggar atau sudah sesuai

Page 34: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

4

dengan syariat agama. Penjelasan secara teologis memberikan pencerahan

yang sesuai dengan pemahaman agama yang diakui. Demikian pula, praktek

sebuah ritual tradisi memiliki konsekuensi secara sosiologis. Perlu dipahami

lebih mendalam bahwa efek dari keyakinan beragama dan dimensi

bermasyarakat memiliki efek sosiologis dalam implementasinya walaupun

tanpa menyadarinya.

Meratanya pelaksanaan tradisi Peraq api menjadi sebuah fenomena

ditengah kemajuan dan perkembangan peradaban masayarakat sasak. Dengan

demikian Fenomenologi menganggap pengalaman yang actual sebagai data

tentang realistis untuk dikaji. Kajian fenomenologi dibentuk, dan dapat

diartikan sebagai suatu tampilan dari objek, kejadian, atau kondisi-kondisi

menurut persepsi4. Dari sini, tampak bahwa sebagian esensi dari

fenomenologi sebenarnya adalah pendekatan kualitatif terhadap gejala

dan/atau realitas yang diteliti. Fenomenologi ini pula yang bersama dengan

teori interaksionisme simbolik dan teori sistem, menjadi prinsip berpikir

dalam penelitian kualitatif berkenaan gejala-gejala komunikasi atau posisi

aktivitas masyarakat sasak kaitannya dengan ritual peraq api itu sendiri.

Berdasarkan uraian studi pendahuluan di atas, dianggap perlu

mengkaji lebih mendalam tentang fenomena yang sering dijumpai

dimasyarakat. Oleh karena itu, dalam kajian penelitian berikut ini membahas

tentang “Tradisi“peraq api” dalam tinjauan teologis-sosiologis (Kajian

fenomenologi ritual pasca persalinan masyarakat Suku Sasak di Lombok

Tengah). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan

fenomenologi.

4 Little, John. Stephen W. 1983, Theories of Human Communication. Second Edition. Wadworth Publishing Company. California.

Page 35: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana sejarah pelaksanaan tradisi peraq api pada masyarakat sasak di

Lombok Tengah ?

2. Bagaimana persiapan praktek peraq api dan konseksuensi sosiologis bagi

masyarakat yang melaksanakannya ?

3. Bagaimana prosedur pelaksanaan praktik peraq api masyarakat Sasak di

Lombok Tengah ?

4. Bagaimana pandangan Islam mengenai praktek peraq api ?

Adapun Tujuan penelitian ini adalah untuk;

1. Untuk mengetahui dan mengeksplorasi sejarah pelaksanaan tradisi peraq

api pada masyarakat sasak di Lombok Tengah ?

2. Untuk mengetahui dan mengeksplorasi bagaimana persiapan praktek

peraq api dan konseksuensi sosiologis bagi masyarakat yang

melaksanakannya ?

3. Untuk mengetahui dan mengeksplorasi bagaimana prosedur pelaksanaan

praktik peraq api masyarakat Sasak di Lombok Tengah ?

4. Untuk mengetahui dan mengeksplorasi mengenail bagaimana pandangan

Islam mengenai praktek peraq api ?

C. Signifikasi dan Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini dapat terbagi kedalam dua aspek yaitu

aspek teoretis dan aspek praktis

1. Manfaat teoretis

Manfaat dari segi teoretis setidaknya ada tiga manfaat yaitu; (1)

mengembangkan wacana baru dalam menggali kekhasan budaya dan

tradisi suatu bangsa, (2) menjadi kajian budaya yang dapat dijadikan

sebagai rujukan pada perkembangan tradisi dan kebudayaan di daerah

lainnya, (3) mendesiminasi kebudayaan lokal yang jarang terekspos pada

tingkat nasional maupun internasional.

Page 36: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

6

2. Manfaat praktis

a. Bagi pemerintah Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi

salah satu pintu masuk dalam mengambil kebijakan tentang bagaimana

agar pemerintah memperhatikan budaya lokal yang jarang terekspos

sebagai identitas asli satu daerah dan dapat diketahui secara luas oleh

masyarakat baik masyarakat NTB secara khusus maupun masyarakat

lainnya.

b. Bagi pemerintah daerah NTB. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi

bahan analisa tentang bagaimana urgensi sebuah kebudayaan yang

harus dilestraikan dan dikembangkan sehingga menjadi daya tarik

sendiri sebagai satu daerah yang kaya akan budaya dan keindahan

alamnya serta berusaha untuk mempublikasikan tradisi-tradisi lainnya.

c. Bagi masyarakat NTB. Penelitian ini diharapkan menjadi refleksi

tentang makna tradisi peraq api dari tinjauan teologis dan sosiologis.

Page 37: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

7

BAB II

LANDASAN PERSPEKTIF

A. Kajian Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang mengkaji tentang kebudayaan diantaranya

adalah dilakukan oleh Kurnia Novianti dan Agung Setiawan. Penelitian yang

dilakukan oleh Kurnia Novianti yang berjudul“Kebudayaan, Perubahan

Sosial, dan Agama dalam Perspektif Antropologi”. Kajian penelitiannya

membahas tentang dialektika isu-isu kebudayaan, perubahan sosial, dan

agama untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang diamati dalam kehidupan

kita sehari-hari. Kajian ini dipotret dengan studi library, bukan hasil

penelitian. Perbedaannya dengan penelitian yang dilakukan adalah bahwa

penelitian ini memfokuskan pada salah satu aspek kajian kebudayaan itu

budaya yaitu praktik tradisi “peraq api’ masyarakat Suku Sasak dalam

tinjauan teologis dan antropologis. Penelitian yang dikaji lebih mengacu pada

kebiasaan ritual masyarakat yang rutin dilakukan serta memiliki dampak

sosiologis manakala ada tahapan-tahapan yang tidak dilaksanakan.

Hasil penelitian kedua dilakukan oleh Agung Setiyawan dalam

penelitiannya yang berjudul “Budaya Lokal Dalam Perspektif Agama:

Legitimasi Hukum Adat (‘Urf) Dalam Islam”. Hasil penelitinnya

menyimpulkan bahwa kearifan lokal yang ada dalam masyarakat merupakan

sebuah adat/tradisi yang sudah mengakar kuat dan berpengaruh terhadap

kehidupan keseharian masyarakat setempat. Islam dengan ajarannya yang

bersifat rahmatanlil ‘alamin dan penuh toleransi memandang tradisi secara

selektif. Tradisi akan senantiasa terpelihara dan dilestarikan selama sesuai dan

tidak bertentangan dengan akidah. Bahkan tradisi/adat atau yang dikenal

dengan istilah ‘urf dapat menjadi salah satu dasar pengambilan hukum.

Persamaannya dengan penelitian yang dilakukan adalah sama-sama mengkaji

tentang tradisi, akan tetapi perbedaannya terletak pada objek kajiannya.

Page 38: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

8

B. Kajian Teori

1. Tradisi, Kultur dan Relasi Sosial

Berbicara tentang sebuah tradisi tidak terlepas dari berbicara tentang

perubahan sosial sebagai dasar pembentukan kesatabilan masyarakat. Teori

perubahan sosial bersumber dari pemikiran Darwin yang kemudian dipelajari

oleh ahli sosiolog Herbert Spencer sebagai patokan dalam teori perubahan

sosial yang kemudian dikembangkan oleh Emile Durkheim dan Ferdinand

Tonnies. Teori perubahan sosial yang dikembangkan mempengaruhi bahwa

evolusi memengaruhi cara pengorganisasi masyarakat, utamanya yang

berhubungan dengan sistem kerja. Berdasarkan pandangan tersebut, Tonnnies

berpendapat bahwa masyarakat berubah dari tingkat peradaban sederhana ke

tingkat peradapan yang lebih kompleks.

Dalam teori perubahan sosial evolusi dapat dilihat terjadinya

transformasi dari masyarakat. Mulai dari masyarakat tradisional yang

memiliki pola pola sosial komunal yaitu pembagian dalam masyarakat yang

didasarkan oleh siapa yang lebih tua atau senioritas bukan pada prestasi

personal individu dalam masyarakat. Kemudian hal tersebut berubah ke arah

yang lebih kompleks. Dalam teori perubahan sosial ini, sudah tentu

dipengaruhi oleh waktu. Oleh karena itu, teori ini terbagi atas dua yaitu

perubahan secara lambat atau evolusioner dan secara cepat atau revolusioner.

Perubahan kultur sosial masyarakat memberikan wajah baru dalam

pengembangan masyarakat.

Durkheim sebagai pelopor perkembangan ilmu sosial telah banyak

melakukan penelitian terhadap berbagai lembaga dalam masyarakat dan

proses sosial diantaranya: (1) Sosiologi umum yaitu ilmu sosiologi yang

mempelajari kepribadian individu dan kelompok manusia; (2) Sosiologi

agama yang mempelajari tentang para penganut agama yang terbagi bagi

dalam kelompok kelompok agama yang berbeda beda seperti Islam, Kristem,

Buddha, Hindu dan lainnya; (3) Sosiologi estetika yang mempelajari tentang

Page 39: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

9

karya seni dan budaya. Hal inilah yang mempengaruhi kehidupan

masyarakat, termasuk dalam perkembangan tradisinya.

Secara epistimologi, tradisi adalah sesuatu kebiasaan yang

berkembang di masyarakat baik, yang menjadi adat kebiasaan, atau yang

diasimilasikan dengan ritual adat atau agama. Dalam pengertian di atas,

tradisi sudah menjadi warisan nenek moyang yang sudah dipraktekkan

semenjak sebuah pelaku tradisi ada.

Menurut Funk dan Wagnalls seperti yang dikutip oleh Muhaimin

tentang istilah tradisi di maknai sebagai pengatahuan, doktrin, kebiasaan,

praktek dan lain-lain yang dipahami sebagai pengatahuan yang telah

diwariskan secara turun-temurun termasuk cara penyampai doktrin dan

praktek tersebut5. Dari pendapat Funk dapat disederhanakan bahwa sebuah

tradisi adalah perilaku sosial yang difaktori oleh pengalaman, pengetahuan

dan kesinambungan pengetahuan dari peletak tradisi sampai pelestari tradisi.

Pendapat Funk di atas juga diperkuat oleh Hanafi yang mengatakan

bahwa tradisi lahir dari dan dipengaruhi oleh masyarakat, kemudian

masyarakat muncul, dan dipengaruhi oleh tradisi. Tradisi pada mulanya

merupakan musabab, namun akhirnya menjadi konklusi dan premis, isi dan

bentuk, efek dan aksi pengaruh dan mempengaruhi6. Tradisi mempengaruhi

sistem, kultur, dan relasi sosial ditengah masyarakat.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tradisi

merupakan sistem sosial yang tertata dan terkelola dari masa ke masa melalui

adat kebiasaan yang di percayai dan diyakini oleh masyarakat sebagai

peninggalan peradaban. Tradisi sebagai bagian dari kearifan lokal yang

terbentuk berdasarkan kesepakatan antar warga masyarakat.

5Muhaimin AG, Islam Dalam Bingkai Budaya Lokal: Potret Dari Cerebon,

Terj.Suganda(Ciputat: PT. Logos wacana ilmu,2001), h. 11. 6Hasan Hanafi, Oposisi Pasca Tradisi (Yogyakarta: Sarikat, 2003), h. 2

.

Page 40: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

10

2. Sistem Kultur Sosial Masyarakat Sasak

Posisi sosial masyarakat dari masa kemasa selalu mengalami

kemajuan. Diawal keberadaannya, kehidupan masyarakat Sasak selalu

berpindah-pindah karena bergantung pada alam. Sistem berburu atau

bercocok tanam masyarakat Sasak diabadikan dalam bentuk hak milik,

sehingga setiap warga masyarakat mengelola tanah perkebunannya

berdasarkan hak miliknya tersebut.

Begitu banyak sistem sosial-budaya yang masih berkembang dalam

kehidupan masyarakat. Beberapa keunikan masyarakat dari kultur sosial

dapat dilihat dari kekompakan. Dalam hal ini masyarakat Sasak mengenal

istilah gotong royong. Kegitan ini biasanya dilakukan saat membuat rumah,

mengerjakan sawah, kematian dan lain sebagainya. Namun seiring dengan

pergeseran zaman, kebiasaan ini mulai memudar dan pola hidupnya pun

berubah.

3. Agama Dan Kepercayaan Masyarakat Sasak

Banyak pandangan yang menyatakan agama merupakan bagian dari

kebudayaan, tetapi tak sedikit pula yang menyatakan kebudayaan merupakan

hasil dari agama. Hal ini seringkali membingungkan ketika kita harus

meletakan agama (Islam) dalam konteks kehidupan kita sehari-hari7.

Sedangkan budaya membentuk cara kita melihat dunia. Oleh karena itu,

kapasitas untuk membawa perubahan sikap diperlukan untuk memastikan

perdamaian dan pembangunan berkelanjutan yang, kita tahu, membentuk

satu-satunya jalan menuju kehidupan di Bumi

Agama adalah kumpulan gagasan, praktik, nilai, dan cerita yang

semuanya tertanam dalam budaya dan tidak dapat dipisahkan darinya. Sama

seperti agama tidak dapat dipahami secara terpisah dari konteks budaya

(termasuk politik), tidak mungkin memahami budaya tanpa

7 Sidi Gazalba, Op.Cit.,h. 95

Page 41: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

11

mempertimbangkan dimensi agamanya. Dengan cara yang sama seperti ras,

etnisitas, gender, seksualitas, dan kelas sosial ekonomi selalu menjadi faktor

dalam interpretasi budaya dan pemahaman, demikian juga agama.

Budaya mendefinisikan kekuatan sosial di dalam sebuah komunitas

yang melibatkan konvensi untuk perilaku. Agama mendefinisikan bagaimana

anggota masyarakat menafsirkan peran mereka di alam semesta, dengan

ajaran ini didasarkan pada budaya lokal, maka agama yang berbeda bangkit

dari budaya yang berbeda8. Demikian pula ketika anggota satu agama

mengubah anggota budaya asing, seringkali agama yang dihasilkan di

wilayah tersebut dipengaruhi oleh budaya tuan rumah.

Sejak awal perkembangannya, Islam di Indonesia telah menerima

akomodasi budaya. Karena Islam sebagai agama memang banyak

memberikan norma-norma aturan tentang kehidupan dibandingkan dengan

agama-agama lain. Bila dilihat kaitan Islam dengan budaya, paling tidak ada

dua hal yang perlu diperjelas:Islam sebagai konsepsi sosial budaya, dan Islam

sebagai realitas budaya. Islam sebagai konsepsi budaya ini oleh para ahli

sering disebut dengan great tradition (tradisi besar), sedangkan Islam sebagai

realitas budaya disebut dengan little tradition (tradisi kecil) atau local

tradition (tradisi lokal) bidang-bidang yang “Islamik”, yang dipengaruhi

Islam9.

Tentang kepercayaan, memahami kepercayaan masyarakat Sasak sulit

untuk dilakukan kajian. Kepercayaan masyarakat Sasak sampai saat ini masih

dapat dilihat dari perkembangan dan pelestrarian kebudayaan. Salah satu adat

istiadat yang sampai sekarang ini masih dipegang teguh oleh masyarakat

Sasak adalah kawin lari. Dalam Suku Sasak pernikahan dengan cara kawin

lari ini disebut dengan merari’.

8 http://www.cultureandreligion.com/ diakses tanggal 08/03/2018 jam 14.00 WITA 9Katimin, Hubungan Agama dan Budaya dalam Islam,

https://a410080100.files.wordpress.com/2012/01/budaya-dalam-agama-islam.pdf, diakses tanggal 28/09/2017 jam 14.00 WITA

Page 42: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

12

Pelaksanaan budaya kawin lari sampai saat ini masih diberdayakan.

Ini menandakan bahwa kultur dan relasi sosial masyarakat Sasak masih

terpelihara dengan baik. Termasuk kepercayaan tentang pelaksanaan ritual

tertentu seperti ritual pra dan pasca kelahiran.

4. Praktik tradisi Peraq Api

Ritual merupakan upacara atau upacara adat yang dilakukan

berhubungan dengan kepercayaan atau agama yang dianut oleh seseorang dan

merupakan aktivitas suci. Upacara mampu menimbulkan gairah

kebersamaan, melestarikan kepercayaan nenek moyang walaupun dalam

praktiknya tidak diadopsi secara keseluruhan. Ritual diharapkan

menstimulasi energi positif yang dapat memetik

motivasi kuat bagi segenap elemen untuk bangkit. Namun upacara yang

dirasakan saat ini terkesan lebih sering dipertontonkan sebagai instrument

mitologisasi agar kekuasaan senantiasa tampil mengkilap dan tak tersentuh10.

Tradisi Peraq Api merupakan sebuah tradisi yang dilakukan oleh

masyarakat Sasak pasca persalinan. Tradisi ini dibumbui oleh berbagai

macam ritual yang harus dipersiapkan. Akhir dari tradisi ini adalah

pemberian nama pada anak. Praktik tradisi ini dilakukan dengan melibatkan

berbagai elemen termasuk diantaranya adalah peran Belian11.

5. Sejarah Suku Sasak di Pulau Lombok

Indonesia terdiri atas keberagaman Suku, bangsa, ras dan

wilayah. Keberagaman adalah hadiah paling indah dibandingkan hadiah-

hadiah lainnya dibandingkan Negara-negara lainnya. Salah satunya

adalah Lombok.

10 Lubis, Muhammad Safrinal. 2007. Upacara Dalam: Jagat Upacara (Cetakan Pertama,

Oktober 2007). Yogyakarta: EKSPRESI. Universitas Negeri Yogyakarta. H. 28-29 11 Belian merupakan istilah bagi seorang Dukun Beranak yang dapat menggantikan

seorang Bidan. Lebih lengkap liat https://www.kompasiana.com/penalaran/kepercayaan-suku-sasak-terhadap-belian_5842aa838723bd240aee93c5.

Page 43: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

13

Lombok merupakan salah satu tujuan wisata terdekat dengan Bali,

sehingga dikenal pelancong dari penjuru dunia. Lombok terkenal dengan

pantainya yang indah, bahkan lebih indah dari Bali. Banyak wisatawan

asing yang menjadikan Lombok satu paket dengan liburannya ke Bali.

Pulau Lombok adalah sebuah pulau di kepulauan Sunda Kecil atau Nusa

Tenggara yang terpisahkan oleh Laut Jawa di sebelah Utara dan

Samudera Hindia di sebelah selatan. Secara geografis Lombok terletak

antara 115o - 119o Bujur Timur dan 8o -9o Lintang Selatan

Lombok sebagai salah satu pulau dan daerah terindah di Indonesia

dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Sekitar 80 % warga

lombok adalah Suku Sasak, dan 20 % adalah penduduk asal Bali dan

selebihnya adalah penduduk asal Cina, Jawa, dan Arab. Walaupun

persentase Suku Sasak lebih besar dibandingkan dengan yang lainnya,

pola kehidupan masyarakat masih dipengaruhi oleh kultur Bali karena

dahulu Lombok lama berada di bawah kekuasaan raja Bali12.

Suku Sasak hidup dan mengembangkan kebudayaannya di Pulau

Lombok yang wujud dalam pembangunan fisik. Salah satunya adalah

pembangunan tempat tinggalnya. Rumah tinggal Suku Sasak di sebut

bale. Pengertian bale memiliki dua konstruksi maknaya itu sebagai

tempat berteduh, melindungi diri dari bahaya, cuaca dingin, panas, dan

binatang buas. Adapun makna keduanya itu keselamatan jiwa dan

kebahagiaan13. Jadi rumah atau bale sebagai peninggalan Suku Sasak

memiliki makna penting dan menunjukkan eksistensinya sebagai Suku

yang ada di Pulau Lombok.

Adapun asal-usul Suku Sasak adalah ras Mongoloid. Ras

Mongoloid adalah supras Melayu-Indonesia tersebar di sebagian

12Salam, solichin. Lombok Pulau Perawan: Sejarah Dan Masa Depannya. hlm. 13 13I. B. Mantra, Bunga Rampai Adat Istiadat IV, (Jakarta: Pusat Penelitian Sejarah dan

Budaya, 1977), 84

Page 44: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

14

besarwilayah Indonesia terutama yang terletak di bagian barat dan selatan

antara lain; Sumatera, Jawa, Bali,dan Lombok14.

Ada juga dugaan bahwa leluhur orang Sasak adalah orang Jawa,

hal ini dapat dibuktikan dengantulisan Sasak yang disebut Jejawen.

Kedatangan orang Jawa ke Lombok diperkirakan pada zaman Medang,

saat pengembangan Agama Islam oleh parawali-wali dari Jawa sekitar abad

XV dan XVI. Dasar pemikiran ini menyimpulkan bahwa yang menjadi dasar

pikiran orang-orang Sasak pada masa-masa perkembangannya adalah

kebudayaan Jawa sebelum dan sejaman dengan Majapahit dan kemudian

Agama Islam15.

6. Alur Pikir

14ErniBudiwanti, Islam Sasak WetuTelu Versus Waktu Lima,LKIS, Yogyakarta, 2000, h.

6. 15Tim peneliti Depdikbud dalam Haq, Perkawinan Adat Merariq Dan Tradisi Selabar di

Masyarakat Suku Sasak, PERSPEKTIF, Volume XXI No. 3 Tahun 2016 Edisi September, h. 158.

FENOMENA

Pelaksanaan

Persiapan

Sejarah

KEBIASAAN MASY.

Kelemahan

Islam

Page 45: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

15

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini pada dasarnya adalah upaya untuk mencari kebenaran atau

untuk menemukan kebenaran atas sesuatu kebenaran. Paradigma penelitian ini

bersifat humanistik dimana manusia ditempatkan sebagai subyek utama

penelitian. Dalam hal ini kebebasan berfikir untuk menentukan pilihan atas

dasar sosiologi budaya dan keagamaan.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan

fenomenologi. Pendekatan fenomenologi digunakan untuk merumuskan ilmu

sosial yang mampu menafsirkan dan menjelaskan tindakan dan pemikiran

manusia dengan cara menggambarkan struktur-struktur dasar atau realita yang

tampak nyata dimata setiap orang yang berpegang teguh pada sikap alamiah16.

Namun dalam perjalanannya, penelitian ini juga akan menggunakan

pendekatan etnografi yang mencoba melakukan pengumpulan data,

pengklasifikasiannya terhadap budaya tradisi masyarakat Sasak, khususnya

dalam praktisi peraq api. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Batujai Lombok

Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2018 mulai pada bulan Mei

sampai selesai.

B. Metode Pengumpulan Data

Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data tersebut

diperoleh17. Sumber data dalam penelitian ini terdiri atas sumber data

primer dan sekunder. Sumber data primer yaitu ketua lembaga adat desa

batujai, Belian beranak dan sejumlah tokoh agama di Desa Batujai.

16Norman K. Denzin&Yvonna S. Lincoln, handbook of qualitative Research,

(diterjemahkan oleh; Dariyatno, dik), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000 ), h. 337 17SuharsimiArikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT.

Rineka Cipta, 2006), Hlm. 129.

Page 46: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

16

Adapun sumber data primer terdiri atas masyarakat yang ada di Desa

Batujai.

Untuk memperoleh data secara holistik dan integratif, serta

memperhatikan relevansi data dengan fokus dan tujuan, maka dalam

pengumpulan data penelitian ini menggunakan tiga teknik, yaitu: (1) obsevasi

partisipan (participant obsevation); (2) wawancara mendalam (in depth

interview); (3) dan studi dokumentasi (study of documents). Tiga teknik

tersebut merupakan tiga teknik dasar dalam penelitian kualitatif. Berikut ini

akan dibahas secara rinci mengenai tiga teknik tersebut yaitu: wawancara

mendalam, observasi participant dan studi dokumentasi.

C. Analisis Data

Analisis data dilakukan melalui kegiatan menelaah data, menata, membagi

menjadi satuan-satuan yang dapat dikelola, mensintesiskan, mencari pola,

menemukan apa yang bermakna, dan apa yang akan diteliti dan diputuskan

peneliti untuk dilaporkan secara sistematis.18Secara umum, langkah-langkah

menganalisis data adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data; Proses pengumpulan data dilakukan sebelum, pada

saat dan diakhir penelitian.

2. Reduksi Data; Merupakan bentuk analisis untuk menajamkan,

menggolongkan, mengarahkan, membuang data yang tidak relevan, dan

mengorganisasikannya, sehingga kesimpulan akhir dapat dirumuskan,

menseleksi data secara ketat, membuat ringkasan dan rangkuman inti,

merupakan kegiatan-kegiatan mereduksi data. Dengan demikian reduksi

data ini akan berlangsung secara terus menerus selama penelitian

berlangsung.

3. Penyajian Data; Dimaksudkan untuk memaparkan data secara rinci dan

sistematis setelah dianalisis ke dalam format yang disiapkan untuk itu.

18Bogdan dan Biklen, Qualitatif Research for Education an Introduction the Theory and Methode, (London : Tanpa penerbit, 1982), h. 145.

Page 47: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

17

4. Penarikan Kesimpulan; Hal ini dimaksudkan untuk memberi arti atau

memakai data yang diperoleh baik melalui observasi, wawancara, maupun

dokumentasi.

D. Keabsahan Data

Pengecekan keabsahan data dibutuhkan untuk membuktikan bahwa data

yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya melaui verifikasi

data. Ada empat kriteria dalam mengecek keabsahan data, yaitu: (1)

kredibilitas (validitas internal), (2) transferabilitas (validitas eksternal), (3)

dependabilitas (reliabilitas), dan (4) konfirmabilitas (objektivitas).19

19Lexy J. Moleong.Op.Cit., h. 326.

Page 48: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

18

BAB IV

TRADISI PERAQ API, DINAMIKA DAN PERKEMBANGANNYA

A. Citra Desa Sebagai Pusat Perkembangan Tradisi

1. Asal muasal Desa Batujai

Berbicara tentang Desa Batujai, tidak akan terlepas dari sejarah yang

melatarbelakanginya. Secara umum, kelahiran Desa Batujai tidak terlepas

dari eksistensi Kerajaan Majapahit di masa kejayaannya. Silsilah Batujai

diawali dari berserakannya anggota keluarga Kerajaan Majapahit. yang

antara lain seorang keluarga raja bernama Sri Maha Raja Mas Mulia telah

mengungsi ke Klungkung Bali, karena ada hubungan keluarga dengan Raja

Klungkung. Dari sana kemudian hijrah ke Pulau Lombok dengan beberapa

pengikutnya, tidak lama kemudian pindah ke Gunung Pujut Kecamatan Pujut

Lombok Tengah bersama pengiringnya yang dari majapahit, sedangkan

pengiringnya yang berasal dari klungkung diam dan tinggal di rincung

sampai sekarang.

Adapun riwayat pemerintahan sebelum mendapat giliran menjadi

kepala desa, Riwayat kepemimpinan diantaranya Raden Lumbit

(Datu/Raja) (1715 – 1755), Raden Elem (1755 – 1795), Raden Badung

Swangsa (1795 – 1830), Raden Seribali (1830 – 1865). Adapun riwayat

pemerintahan sebagai Kepala Desa Batujai adalah sebagai berikut: Lalu

Suraba alias Mamiq Nursalam 1865 – 1896, Lalu Miyah alias mamiq Dipati

1896 – 1926, Lalu Asah alias Mamiq Seriulan 1926 – 1929, Lalu Lawe alias

H. L. Abdul Gafur 1929 – 1933, Lalu Badung alias H. Moh. Alwi 1933 –

1938, Lalu Abul alias H. Harun 1938 – 1973, Lalu Ardhi 1973 – 1984, Lalu

Ardhi 1984 – 1992, Lalu Abdul Jabar 1992 – 2001, Lalu Pardja 2001 – 2006,

Lalu Nuzul Adiguna 2006 – 2012, Paesal S.Sos 2012 –2018.

Page 49: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

19

Adapun dusun di Desa Batujai terdapat 19 dusun. Lebih jelasnya

dipaparkan pada tabel berikut ini:

No Nama Dusun Nama Kadus 1 Karang Dalam Lalu Idham Khalid 2 Ketangge Abdul majid 3 Jomang Haji Yusuf 4 Powen Ramli 5 Lolat H. Muhibbullah 6 Gabak Azis Paradi 7 Batu lajang Karde 8 Lakah Burhanudin 9 Wage Haji Mahsun 10 Bun Klotok Haji Abdul Patah 11 Sinte Aq. Rehan 12 Kluncing Sarafudin 13 Petak Supinah 14 Keloke Lamun 15 Batu Beduk Lalu Iskandar 16 Kenyeling Alwan Wijaya 17 Mengelok H. Syamsudin 18 Waki Ahyar 19 Sorak Ganum

Luas Desa Batujai adalah 1.176 Ha. Batas wilayah Desa diantaranya

adalah Sebelah Utara : Kelurahan Semayan, Panji Sari (Praya), Desa Puyung,

Sukarar (Jonggat), Sebelah Selatan : Desa Penujak dan Desa Darek, Sebelah

Barat : Desa Ungga (Praya Barat Daya), Sukerara (Jonggat), Sebelah Timur :

Desa Penujak dan Lurah Sasake (Praya). Adapun mata pencaharian

masyarakat adalah Petani, Peternak, Pedagang, Buruh Tani, Buruh Lepas dan

lainnya. Desa Batujai berdasarkan fakta geografis merupakan Desa Pertanian

(agraris) tetapi yang perlu diketahui bahwa sebagian besar pemilik lahan

pertanian di Desa Batujai merupakan hak milik/dikuasai oleh warga yang

berasal dari luar wilyah Desa Batujai sehingga penduduk yang bermata

pencaharian sebagai petani sangat minim.

Page 50: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

20

2. Struktur Karang Taruna Desa Batujai

Karang Taruna sebagai organisasi kepemudaan di Desa Batujai baru-baru

ini mengalami transformasi kelembagaan. Transformasi yang dimaksud adalah

perubahan kepemimpinan dari Karang Taruna sebelumnya yang dipimpin oleh

Lukman Hakim, S. Hi yang diteruskan kepada Husnul Yaqin, S. Pd. Semua unsur

kepemudaan dalam kepengurusan di atas adalah refresentatif dari kebutuhan

masyarakat. Sebagai contoh dibidang sosial, pendidikan, olahraga, dan

pemberdayaan perempuan.

Beberapa program desa yang diinisiasi Karang Taruna adalah program

Batujai Cup, Batujai Bertakbir dan lain sebagainya. Hal ini menandakan bahwa

organisasi kepemudaan Desa Batujai hidup dan aktif.

Humas olahraga sosial Pendidikan

Wakil Bendahara Wakil Sekretaris

Sekretaris

KETUA

Bendahara

Pemb. perem

Page 51: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

21

3. Struktur PKK Desa Batujai

KETUA

Pokja

Wakil Ketua

Wakil Sekretaris

Sekretaris

Wakil Bendahara

Bendahara

POKJA IV POKJA III POKJA II POKJA I

Penasehat

Page 52: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

22

4. Struktur Lembaga Pemberdayaan Desa Batujai

PKK sebagai salah satu pilar penting di Desa memiliki peran vital dalam

pemajuan masyarakat desa. Lembaga pemberdayaan desa menentukan arah

pengembangan desa di masa mendatang.

KETUA

Sie. SOSIAL BUDAYA SIE EKONOMI SIE. POLITIK SIE INFRASTRUKTUR

BENDAHARA SEKRETARIS

Page 53: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

23

5. Struktur Lembaga Adat Desa Batujai

STRUKTUR LEMBAGA ADAT DESA BATUJAI

B. Historisasi pelaksanaan Tradisi Peraq Api

Memahami tentang historis peraq api tidak akan terlepas dari

informasi yang relevan dengan konteks yang di cari. Dalam hal ini,

peneliti melakukan wawancara dengan pelaku tradisi yang kesehariannya

banyak bergelut dalam penanganan secara adat tentang pelaksanaannya.

Beberapa informan yang di wawancara memiliki pandangan yang beragam

berikut paparan langsung masyarakat:

“Menurut saya, lamun ngeraos tentang sejarahn peraq api jeq

edak asal muasal, memang ye pengadik-adik dengan toak laek. Secare

langsung endiq dait dait endikwah ketuan kun dengan toak apek alasan

igin arak aran peraq api”

Pemusungan Majelis Krame Dese Majelis Krame adat Dese (MIKAD) Mahkamah Adat Desa

Lembaga Teknis

Lang-lang jagat

Penghulu

Para mangku

UPKD

TPKH

Kekertangan

Koperasi

Juru Tulis

Juru urus

Juru urus

Juru urus

Keliang

Page 54: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

24

Gambaran penjelasan CE di atas menjelaskan bahwa Peraq Api

sebagai bagian dari ritual masyarakat terutama Desa Batujai belum begitu

populer, sebagian masyarakat tidak memperdulikan sejarah pelaksanaan

tradisi yang di budayakan. Untuk lebih jelasnya tentang tradisi ini

bersumber dari mana, berikut dipaparkan oleh RU selaku tokoh adat:

“Secara literal, tradisi ini memang belum pernah saya temukan. Namun pandangan saya yang bersumber dari cerita-cerita orang tua bahwa bahwa tradisi ini dahulunya adalah peninggalan orang-orang Bali. Orang Bali dahulunya ketika anaknya baru lahir melakukan tradisi yang mirip dengan yang kita lakukan hari ini. Mereka meyakini bahwa keburukan-keburukan yang mengiringi anak saat lahir dapat dihilangkan dengan melaskanakan ritual ini”

Tradisi peraq api dalam perspektif RU di atas kental dengan

adanya percampuran budaya antara Hindu dengan Islam, Bali dengan

masyarakat Sasak. Hal ini dalam pandangan penulis logis karena

akulturasi budaya sangat dimungkinkan dalam kehidupan manusia,

dimana adanya interaksi antar elemen masyarakat memberi warna dan

corak signifikan terhadap wajah keberagaman masyarakat itu sendiri.

Sejalan dengan itu, HF selaku tokoh agama mengatakan bahwa:

“Harus kita pahami bahwa masyarakat kita telah melaksanakan ritual ini sudah ratusan tahun yang lalu, sangat lama. Bahkan kita tidak tahu kapan mulai dilaksanakannya. Hal ini menjadi PR kita untuk mengkaji tentang sejarah pelaksnaannya. Namun yang paling penting untuk dipahami bahwa tradisi peraq api adalah peninggalan nenek moyang kita. Terlepas dari akuturasi budaya dengan Bali, namun ini adalah tradisi yang menurut saya harus kita lestarikan”.

Ditengah modernisasi kutural dan sosial, masyarakat masih

meyakini tentang produk sejarah. Apa yang melatarbelakanginya, tentu

menjadi persoalan ambigu yang harus dicari asal muasalnya.

Page 55: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

25

C. Pra-Tradisi Dan Dampak Sosiologis

Mengkaji tentang peraq api memang tidak terlepas dari keyakinan-

keyakinan masyarakat tentang peraq api itu sendiri, konsekuensi dan

dampak sosialnya. Pada dasarnya tidak semua masyarakat sasak

mengetahui dan memahami kebudayaan dan tradisi yang dijalankan.

Mereka sebagian menjadi pelaksana tradisi yang taat ditengah

keberagaman sosial, tanpa berupaya mencaritahu apa yang telah

dijalaninya. Ketidaktahuan ini berdampak pada tingkat pengamalan dan

pemahamn yang beragam. Tentang hal ini berikut paparan beberapa tokoh:

“Menurut saya sebagaimana saya jelaskan di atas bahwa masyarakat kita sebagian besar awam dengan ritual yang dilakukan sendiri. Bahkan merekan tidak memahami apa urgensi nya dalam melaksanakan tradisi peraq api ini. Kurangnya pengetahuan masyarakat akan kebudayaan dan tradisi dari dapat mengakibatkan pandangan yang berbeda atau bahkan timbul salah paham diantara masyarakat yang berbeda”.

Pendapat di atas diperkuat oleh pebdapat SIL yang menyatakan

”Lamun tiang jaq, tirut pengadiq-adiq dengan toak. Lamun uwah siwaq

bulan jaq mulai wah ite pikirang isit yaq peraq api. Laguk biasen jaq

seuwahn nganak amput siapang. Laguk arak masih dengan siapan isinaq

yanq peraq api seendikman nganak.

Persiapan peraq api tidak dibedakan secara fisik atau non fisik.

Persiapan dapat memuat persiapan mental ataupun persiapan materil.

Persiapan mental dimaksudkan untuk si Ibu dapat memahami sekiranya

nanti ada hal-hal yang kurang berkenan terutama pada sesi pengasapan.

Hal ini sesuai dengan pendapatnya belian CE yang memaparkan:

“Biasanya persiapan seendikman nganak jaq persiapan-persiapan beliq. Misaln tepak dan lain-lain. Lamun persiapan kembang dait barang lain jeq lemak adiin saq endik teparan pejuluq neneq, endiin wah lahir masih untak siapang ape-ape”.

Page 56: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

26

Hal senada juga dikemukakan oleh AQ bahwa “persiapan-

persiapan itu adalah persiapan simbolis, artinya mereka tidak

menghadirkan fisik barang tersebut melainkan mengecek ketersediannya

dimana dan bagaimana mengambilnya.

Lebih lanjut tentang pra-tradisi dikemukan oleh CE selaku Belian

yang mengatakan:

“sebelumn gawek peraq api, biaseen sendikman lahir eto jeq

endiman tepikirang ape yakt gawek. Sengak endikman keruan keadaan

kanak saq yak lahir eto. Endikt kanggo pejuluk diq kun nenek saq kuase,

sengaq ye bedue keputusan”. Na, lamun persiapan-persiapan lain maraq

entan tepaq, ember dan lain sebagainya. Ini kan ye kebutuhan saq harus

tebutuhan isiq masyarakat saq ngadu.”

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa

sebagian besar mereka beranggapan bahwa di sesi pra tradisi yang perlu

disiapkan adalah kebutuhan fisiknya. Jawaban di atas memang belum

menyentuh apa yang menjadi harapan dari informasi yang hendak

dinginkan. Selanjutnya, di perkuat informasi tersebut dengan melakukan

wawancara dengan beberapa keluarga yang sebelumnya telah

melaksanakan tradisi tersebut.

RU dalam wawancara mengungkapkan “Kalau mereka tidak

melaksanakan tradisi ini biasanya akan menjadi buah bibir masyarakat.

Dimana-mana orang akan membicarakannya”. Hal ini juga sesuai dengan

pendapatnya IL yang mengatakan bahwa “Tradisi peraq api merupakan

tradisi turun temurun yang mencerminkan bahwa masyarakat sampai saat

ini masih meyakini adat peninggalan nenek moyang. Dengan demikian

wajar saja jika masyarakat responsip terhadap masyarakat lainnya yang

sudah mulai mengaburkan tradisi. Bagi sebagian kami, kami selalu

memikirkan resiko yang akan dihadapi manakala tradisi ini tidak

dijalankan. Tanpa memikirkan resiko yang terjadi, masayarakat tetap

melakukan tradisi yang dianjurkan karena merasa tradisi yang dilakukan

membawa dampak baik yaitu terjauhkan dari marabahaya dan dilindungi

oleh para leluhur.”

Page 57: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

27

Pendapat di atas dipertegas dengan pendapat CE “Kaitan kance

efek sosial diyakini bahwa lamun endik gawek tradisi siaa jaq eyaan dait

hal-hal saq endiq-endiq. Maraq entan contoh anakn eyaan koreng atau

eyaan terapatang isiq mahluq halus maraq entan Jin, syetan dait lain-lain.

Nah, ite mut yakini kun tradisi siaa ntaan yaq pejaok diriq langan saq

endiq-endiq”.

Pandangan-pandangan di atas adalah pandangan bagi masyarakat

yang melaksanakan atau memfasilitasi pelaskanaan tradisi. Bagi mereka

masih meyakini bahwa tradisi ini adalah bagian integral dari kesatuan

masyarakat yang harus dijalankan. Untuk lebih meyakinkan peneliti tentu

tidak sah jika belum mendengar pendapat masyarakat lain seperti hanya

tokoh masyarakat atau masyarakat terdidik yang pastinya memiliki

kepekaan sosial yang lebih baik dari masyarakat rata-rata.

Pandangan pertama disampaiakan oleh SB, dosen di salah satu

perguruan tinggi Kota Mataram. Beliau memaparkan sebagai berikut:

“Secara sosial, tradisi dan interaksi sosial masyarakat memiliki

irisan yang tajam, artinya masyarakat memiliki andil sebagai pelaku

tradisi atau penikmat tradisi. Kebiasaan yang ditemukan, masyarakat

yang ansih terhadap tradisi leluhur secara sosial dikucilkan. Biasanya

menjadi buah bibir dan buah gosip yang stiap harinya didiskusikan”.

Selanjutnya NHS, selaku guru di salah satu SMA juga

menjelaskan:

“Reformasi sosial tidak bisa dilakukan dengan instan. Reformasi

ini berkembang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan situasi

sosial dan tingkat pendidikan masyarakat sosial itu sendiri. Termasuk

membudayakan tradisi atau mentradisikan budaya. Misal, peraq api,

tradisi ini tidak mengenal siapa dia, dari mana golonga keluarganya dan

bagaimana struktur sosialnya, jelasnya tradisi ini harus di lakukan.

Sebagai contoh dahulunya pernah ada masyarakat yang tidak ingin peraq

api untuk anaknya, namun karena tekanan sosial akhirnya suka atau tidak

Page 58: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

28

suka harus melaksanakan tradisi tersebut. Inilah yang saya maksud

sebagai reformasi sosial yang tidak bisa dilakukan secara instan”.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diterangkan bahwa produk

peninggalan nenek moyang sejatinya memiliki energi yang tidak biasa

untuk di tinggalkan. Sekuat apapun ideologi atau pemikiran yang

menggodanya tentu karismanya masih mempesona.

Informasi berikutnya yang hendak diketahui adalah seperti apa

bentuk punihs sosial bagi masyarakat yang menjalankan tradisi. Tentang

hal ini, beberapa tokoh yang dihimpun pendapatnya memiliki perspektif

yang beragam, lebih jelasnya dipaparkan sebagai berikut:

“Sepengetahuan saya, masyakarakat yang tidak melaksanakan

tradisi memang tidak mendapatkan sanksi secara langsung atau telah

diatur oleh pemerintah desa. Namun sanksi yang di terima adalah sanksi

sosial dari masyarakat sekitar. Contoh sanksi ini adalah bila dikemudian

hari ternyata apa yang disanksikan masyarakat dikemudian hari terjadi,

biasanya masyarakat akan mempunish sebagai dampak dari

ketidakmauannya melaskanakan tradisi peraq api tersebut”.

Melaksanakan atau tidak tradisi bukan hak orang tertentu untuk

memaksakannya. Namun melaksanakannya adalah berdasar pada

kesadaran diri bukan kepada tekanan orang lain. Karena pada dasarnya,

hal ini tidak ada kaitannya dengan sanksi termasuk sanksi negara, sosial

ataupun adat. Hal ini senada dengan pendapat IL yang mengatakan:

“Sanksi negara, sanksi adat atau sanksi tertulis atau tidak tertulis

memang tidak ada. Namun sanksi ini adalah sanksi sosial yaitu sanksi

yang menjadi bagian dari reparasi sosial. Kenapa demikian, sanksi ini

biasanya di lakukan oleh masyarakat yang melihat pola masyarakat

dalam melihat dinamika sosial. Tidak ada pengucilan secara fisik apalagi

Page 59: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

29

pengusiran, yang paling memungkinkan adalah adanya teguran sosial

dari yang ditokohkan. Kebiasannya nanti itu akan berdampak pada formul

a sosial yang tidak tepat. Masyarakat dikhawatirkan antipati terhadap

kebudayaan yang selama ini dijalankan.

Pendapat di atas kembali dipertegas dengan pendapat SB bahwa

“Sanksi sosial tidak ada. Selama tidak atur oleh aturan tertulis maka

kemungkinan berpengaruhnya terhadap aktivitas sosial masyarakat

kecil”. Ditambah dengan pendapat CE yang memaparkan pendapatnya “

Lamun hukuman ilik dese jeq edak. Laguq laun batur-batur yaq lueq

ngeraos-raos. Mun wah meretok mok lile jariin batur. Ye igen endah lueq

laun mule endiin yaq peraq api payu peraq api jariin

Kesepakatan sosial adalah aturan tidak tertulis yang menjadi norma

sosial. Norma sosial sebagai kebiasaan umum yang menjadi patokan

perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu.

Norma akan berkembang seiring dengan kesepakatan-kesepakatan sosial

masyarakatnya, sering juga disebut dengan peraturan sosial. Norma

menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani

interaksi sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat

memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan

aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun agar

hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib

sebagaimana yang diharapkan20.

Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana dampak sosiologis bagi

masyarakat yang menjalankan tradisi. Tentu perasaan ini sangat beragam.

Ada yang meyakini sebagai sebuah proses kebatinan yang mendalam,

eksplorasi tentang keyakinan tentang suatu terminologi kausalitas

masyarakat. Lalu bagaimana pandangan masyarakat tentang hal tersebut,

beberapa tokoh yang diwawancarai memaparkan pandangannya sebagai

berikut:

20

Kevinhuang. https://brainly.co.id/tugas/11137368 diakses tanggal 28/07/2018 jam 08.08

Page 60: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

30

GO memaparkan pandangannya sebagai berikut:

“Secara umum, norma yang sudah menjadi kesepakatan sejatinya

tidak boleh dilanggar. Paling tidak pelanggaran norma akan

mempengaruhi pengakuan dan reka sosial masyarakat tersebut. Norma ini

memang bukan buatan atau ketentuan tuhan, namun kebiasaan yang

menjadi kemufakatan. Sehingga ketentuannya perlu diperhitungkan dan

dipertimbangkan”.

Tradisi bagi sebagian masyarakat sebagai bagian dari norma yang

dianggap menjadi kesepakatan yang biasa dan harus dilaksanakan. Bagi

sebagian masyarakat lagi tidak menganggap sebagai bagian dari norma

namun murni adalah peninggalan masa lalu yang tidak relevan lagi dengan

kebutuhan masa kini. Namun karena bagian dari masa lalu sejatinya harus

dilestarikan. Dalam hal ini SA memaparkan pandangannya sebagai

berikut:

“Perasaan saya setelah melaksanakan tradisi peraq api sewaktu

anak yang pertama lahir, saya merasa plong karena dapat menjalankan

tradisi dengan baik, lengkap dan ornamen yang dibutuhkan. Bahkan

orang tua bahkan sangat senang pada kami karena telah melaksanakan

apa yang menjadi tradisi masa lalu”.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat digambarkan betapa tradisi

menjadi bagian dari pekerjaan adat. Adat merupakan norma yang tidak

tertulis, namun sangat kuat mengikat sehingga anggota masyarakat yang

melanggar adat istiadat akan menderita karena sanksi keras yang kadang-

kadang secara tidak langsung dikenakan. Sanksi atas pelanggaran adat

istiadat dapat berupa pengucilan, dikeluarkan dari masyarakat/kastanya,

atau harus memenuhi persyaratan tertentu, seperti melakukan upacara

tertentu untuk media rehabilitasi diri

Page 61: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

31

D. Prosedur Pelaksanaan Dan Pantangan Kultural Tradisi Peraq Api

Peraq api sama dengan tradisi lainnya seperti Bubus Dise (ritual di

Desa Batujai Kecamatan Praya Barat. Lombok Tengah). Tradisi ini memiliki

prosedur yang harus dilewati selama melaksanakannya. Kelengkapan-

kelengkapan dalam melaksanakannya memberikan makna yang tidak biasa

bagi yang melaksanakannya. Berikut beberapa tahapan yang harus

dilaksanakan oleh masyarakat yang sedang melaksanakan tradisi:

1. Persiapan

Sebelum menjalankan tradisi, peraq api memiliki ritual-ritual. Apa

yang dimaksud dengan ritual ?. Menurut ilmu Sosiologi, arti ritual adalah

aturan-aturan tertentu yang digunakan dalam pelaksanaan agama yang

melambangkan ajaran dan yang mengingatkan manusia pada ajaran tersebut.

Ritual peraq api adalah sebuah praktek budaya yang dilakukan masyarakat

sasak setelah melahirkan. Ritual ini pada intinya bertujuan untuk

memperkenalkan dan memberikan nama kepada anak yang dilahirkan.

Pelaksanaan ritual dilaksanakan dengan bantuan Belian. Belian

merupakan orang yang membantu ibu melahirkan. Mulai dari sejak hamil

sampai pemberian nama pada anak. Hubungan antara anak, keluarga dan

Belian senantiasa bertalian sebelum anak dinamai oleh Belian tersebut

melalui saran dari orang tuanya. Dibawah ini ditampilkan prosedur

pelaksanaan tradisi peraq api

Page 62: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

Persiapan

Didalam melaksanakan upacara adat biasanya tidak terlepas

dengan sesaji

makanan, jajanan tradisonal dan pembakaran kemenyan yang dilakukan

pada saat upacara akan dilakukan. Kelengkapan sesaji sudah menjadi

kesepakatan bersama yang tidak boleh ditinggalkan karena sesaji ini

32

Gambar I:

Persiapan Bahan Sebelum Di Mantra. Disiapkan Oleh

Didalam melaksanakan upacara adat biasanya tidak terlepas

dengan sesaji-sesaji yang harus disiapkan. Sesaji-sesaji tersebut berupa

kanan, jajanan tradisonal dan pembakaran kemenyan yang dilakukan

pada saat upacara akan dilakukan. Kelengkapan sesaji sudah menjadi

kesepakatan bersama yang tidak boleh ditinggalkan karena sesaji ini

Oleh Belian

Didalam melaksanakan upacara adat biasanya tidak terlepas

sesaji tersebut berupa

kanan, jajanan tradisonal dan pembakaran kemenyan yang dilakukan

pada saat upacara akan dilakukan. Kelengkapan sesaji sudah menjadi

kesepakatan bersama yang tidak boleh ditinggalkan karena sesaji ini

Page 63: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

merupakan sarana pokok dalam ritual

ritual adalah sarung, beras, dedaunan (istilah sasak Daun Bikan).

tradisi peraq api

Semua ini dilakukan sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Tuhan

Yang Maha Esa dan kepada lelu

Adapun alur pelaksanaan tradisi peraq api adalah sebagai berikut;

Pada tahap persiapan bahan tersebut, Belian mempersiapkan

bahan-bahan yang dibutuhkan untuk perayaan ritual. Beberapa bahan yang

perlu disiapkan pada t

Bikan, keliong, Tepak

tersebut diberikan mantra kemudian di letakkan di atas tepak tersebut

kemudian ditambah dan air dan Logam.

2. Pengolahan Bahan

Pengolahan beras yang dipersiapkan sebelumnya menjadi dibagikan kepada masyarakat yang hadir atau masyarakat dilingkungan sekitar

33

merupakan sarana pokok dalam ritualBeberapa hal yang dis

ritual adalah sarung, beras, dedaunan (istilah sasak Daun Bikan).

peraq api disiapkan sesaji akan tetapi tidak membakar kemenyan.

Semua ini dilakukan sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Tuhan

Yang Maha Esa dan kepada leluhur mereka yang sudah meninggal dunia.

Adapun alur pelaksanaan tradisi peraq api adalah sebagai berikut;

Pada tahap persiapan bahan tersebut, Belian mempersiapkan

bahan yang dibutuhkan untuk perayaan ritual. Beberapa bahan yang

perlu disiapkan pada tahap ini diantaranya kembang merah, kembang

Bikan, keliong, Tepak dan koin rupiah. Bahan-bahan yang telah disiapkan

tersebut diberikan mantra kemudian di letakkan di atas tepak tersebut

kemudian ditambah dan air dan Logam.

Pengolahan Bahan

Gambar 2: Pengolahan beras yang dipersiapkan sebelumnya menjadi Montong Siung dan dibagikan kepada masyarakat yang hadir atau masyarakat dilingkungan sekitar

Beberapa hal yang disajikan pra

ritual adalah sarung, beras, dedaunan (istilah sasak Daun Bikan). Adapun

disiapkan sesaji akan tetapi tidak membakar kemenyan.

Semua ini dilakukan sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Tuhan

hur mereka yang sudah meninggal dunia.

Adapun alur pelaksanaan tradisi peraq api adalah sebagai berikut;

Pada tahap persiapan bahan tersebut, Belian mempersiapkan

bahan yang dibutuhkan untuk perayaan ritual. Beberapa bahan yang

kembang merah, kembang

bahan yang telah disiapkan

tersebut diberikan mantra kemudian di letakkan di atas tepak tersebut

Montong Siung dan dibagikan kepada masyarakat yang hadir atau masyarakat dilingkungan sekitar

Page 64: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

Ketersediaan Beras, Kelapa dan Gula Merah berguna untuk

pengolahan menjadi makanan jadi.

membuat montong siong

penggorengan, setelah

diberikan pada

pulang.

Pada hakekatnya, setiap bahan tersebut memiliki makna filosofis

yang berbeda

masyarakat Sasak.

senantiasa menjadi

kebaikan, sebagaimana orang senang

pemanfaatan

sangat dibutuhkan

dengan air dimaknai

barang-barang yang tidak

Rokok simbol kejantanan dan sirih sebagai bahan penyembuh penyakit (biasnya digunakan untuk bahan meminta obat ke

34

Ketersediaan Beras, Kelapa dan Gula Merah berguna untuk

pengolahan menjadi makanan jadi. Adapun beras disiapkan

montong siong. Makanan ini dibuat

penggorengan, setelah itu dicampur dengan parutan kelapa. Makanan

pada masyarakat yang hadir pada saat ritual atau

Pada hakekatnya, setiap bahan tersebut memiliki makna filosofis

yang berbeda-beda atau memiliki makna tersirat dalam

Sasak. Seperti halnya, kembang menandakan

menjadi bunga di dalam keluarganya. Menebarkan aura

kebaikan, sebagaimana orang senang terhadap bunga. Adapun

koin bermakna tentang keyakinan masyarakat

dibutuhkan untuk kemaslahatan. Sedangkan pencampurannya

dengan air dimaknai sebagai penyuci agar anak senantiasa

barang yang tidak baik.

Gambar 3: Rokok simbol kejantanan dan sirih sebagai bahan penyembuh penyakit (biasnya

digunakan untuk bahan meminta obat ke Belian atau Dukun

Ketersediaan Beras, Kelapa dan Gula Merah berguna untuk

disiapkan untuk

melalui proses

kelapa. Makanan ini

saat ritual atau membawa

Pada hakekatnya, setiap bahan tersebut memiliki makna filosofis

dalam keyakinan

menandakan bahwa anak

ganya. Menebarkan aura

bunga. Adapun

masyarakat bahwa harta

pencampurannya

senantiasa terhindar dari

Rokok simbol kejantanan dan sirih sebagai bahan penyembuh penyakit (biasnya Dukun)

Page 65: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

3. Pelaksanaan

Memandikan Anak Dengan Mencampur Bahan

Pada kegiatan pelaskanaan yang pertama adalah

Hal ini bertujuan

non fisik. Secara

35

Pelaksanaan Ritual

Gambar 4: Anak Dengan Mencampur Bahan-Bahan Yang Telah Disiapkan

Pada kegiatan pelaskanaan yang pertama adalah memandikan

bertujuan untuk membersihkan anak dari kotoran

non fisik. Secara fisik membersihkan kotoran yang menempel

Bahan Yang Telah Disiapkan

memandikan anak.

secara fisik dan

kotoran yang menempel pada tubuh

Page 66: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

anak itu sendiri

jiwa anak dari

4. Pengasapan

Kegiatan pengasapan ini diawali dengan pembakaran serabut

kelapa. Setelah beberapa menit kemudian serabut kelapa ini akan

mengeluarkan asap dan dibakar di depan rumah

adalah meletakkan anak di atas

asapnya. Lebih jelasnya lihat foto di bawah ini:

36

sendiri dan secara non fisik berkeyakinan untuk

dari memulai kehidupan yang baru.

Gambar 5: Pembakaran Serabut Kelapa

Kegiatan pengasapan ini diawali dengan pembakaran serabut

kelapa. Setelah beberapa menit kemudian serabut kelapa ini akan

mengeluarkan asap dan dibakar di depan rumah. Langkah selanjutnya

adalah meletakkan anak di atas keliong dan menggoyangkan anak di atas

asapnya. Lebih jelasnya lihat foto di bawah ini:

untuk membersihkan

Kegiatan pengasapan ini diawali dengan pembakaran serabut

kelapa. Setelah beberapa menit kemudian serabut kelapa ini akan

. Langkah selanjutnya

keliong dan menggoyangkan anak di atas

Page 67: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

Membakar

Langkah ini

dunia ini sendiri. Bahwa

sendiri. Salah satu

bahwa anak dimasa

besar. Tumbuh

anak tidak boleh

Padalangkah

goyang di atas

dengan goyangan

Ritual tahap

makna. Masyarakat yang menghadiri ritual secara

37

Gambar 6: Menggoyangkan anak di atas asap

Membakar serabut kelapa dan meletakkan anak diatas asapnya.

diyakini sebagai proses untuk mengenalkan

sendiri. Bahwa setiap masalah selalu ada sumber

sendiri. Salah satu keyakinan masyarakat sasak dari prosedur

dimasa mendatangakan mendapat tantangankehidupan yang

besar. Tumbuh dan berkembang sesuai dengan zamannya. Oleh

boleh gentar terhadap setiap persoalan yang dihadapi.

ini, anak diletakkan di atas keliong kemudian

goyang di atas asap yang diyakini bahwa dengan ini anak

goyangan tersebut.

Ritual tahap tiga di atas juga diyakini masyarakat

makna. Masyarakat yang menghadiri ritual secara langsung

serabut kelapa dan meletakkan anak diatas asapnya.

mengenalkan anak tentang

sumber masalah itu

prosedur ini adalah

tantangankehidupan yang

zamannya. Oleh karena itu,

persoalan yang dihadapi.

kemudian digoyang-

anak dikenalkan

masyarakat sasak memiliki

sung mengusapkan

Page 68: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

asapnya kemata

tersebut akan

satu prosedur ritual yang ditunggu

diyakini sebagai

5. Cuci Muka dengan Air Bekas mandi anak

38

kemata masing-masing. Mereka meyakini bahwa

menjernihkan matanya. Ritual ini juga diyakini

prosedur ritual yang ditunggu masyarakat. Karena

sebagai kesempatan yang langka dan harus dimanfaatkan.

Cuci Muka dengan Air Bekas mandi anak

Gambar 7: Membuang bekas air mandi anak

bahwa dengan cara

diyakini sebagai salah

kesempatan ini

dimanfaatkan.

Page 69: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

39

Gambar 8:

Masyarakat mencuci muka dengan harapan mata sehat tidak cepat rabun

Kegiatan ini diawali dari membuang air bekas mandi di atas

Keliong. Kegiatan ini diyakini sebagian msyarakat yang hadir bahwa

dengan mencuci mata dengan air tersebut dapat mencuci mata yang

diyakini sebagai cara untuk menjauhkan diri dari rabunmata. Kegiatan in

idilakukan oleh masyarakat yang hadir pada saat proses ritual.

Page 70: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

6. Pemberian Nama Pada Anak

Orang Tua Menyiapkan Nama Dengan Menulis Di Kertas Sebanyak Dua

Anak memilih nama yang telah disipkan orang tuanya.

40

Pemberian Nama Pada Anak

Gambar 9:

Tua Menyiapkan Nama Dengan Menulis Di Kertas Sebanyak Dua Nama

Gambar 10: Anak memilih nama yang telah disipkan orang tuanya.

Tua Menyiapkan Nama Dengan Menulis Di Kertas Sebanyak Dua

Anak memilih nama yang telah disipkan orang tuanya.

Page 71: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

41

Pemberian nama anak. Langkah ini diyakini sebagai langkah

terakhir. Para orang tua menyiapkan lebih dari satu daftar nama yang

ditulis di atas kertas, kemudian kertas tersebut diletakkan di tangan anak.

Masyarakat meyakini bahwa nama yang paling disukai anak adalah nama

yang paling kuat digenggam oleh anak, dan diyakini bahwa anak

tersebutlah yang paling diinginkan oleh anak.

E. Peraq Api Dalam Konteks Islam.

Mengaitkan Islam dengan tradisi tidak terlepas dari relasi budaya

dengan agama. Budaya memiliki hubungan yang erat sekali dalam suatu

tatanan masyarakat. Sebagaimana diungkap Melville J. Herskovits dan

Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang

terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh

masyarakat itu sendiri. Tentang hal ini beberapa tokoh banyak

menjelaskannya:

HF menyatakan bahwa “agama merupakan bagian dari

kebudayaan, tetapi tak sedikit pula yang menyatakan kebudayaan

merupakan hasil dari agama. Hal ini seringkali membingungkan ketika

kita harus meletakan agama (Islam) dalam konteks kehidupan kita sehari-

hari. Sedangkan budaya membentuk cara kita melihat dunia. Oleh karena

itu, kapasitas untuk membawa perubahan sikap diperlukan untuk

memastikan perdamaian dan pembangunan berkelanjutan yang, kita tahu,

membentuk satu-satunya jalan menuju kehidupan di Bumi”

Agama dan budaya memiliki korelasi yang sangat erat. Budaya

adalah produk manusia, bersumber percobaan-percobaan, berubah menjadi

kebiasaan dan akhirnya menjadi norma dan memiliki penekanan kepada

masyarakat. Budaya mempengaruhi perilaku beragama dalam

melaksnakan tugas kekhalifahan di muka bumi.

Pandangan tentang agama juga dikemukakan HM selaku kiyai

dikampung yang mengutarakan pendapatnya sebagai berikut:

Page 72: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

42

“Agama adalah kumpulan gagasan, praktik, nilai, dan cerita yang

semuanya tertanam dalam budaya dan tidak dapat dipisahkan darinya.

Sama seperti agama tidak dapat dipahami secara terpisah dari konteks

budaya (termasuk politik), tidak mungkin memahami budaya tanpa

mempertimbangkan dimensi agamanya. Dengan cara yang sama seperti

ras, etnisitas, gender, seksualitas, dan kelas sosial ekonomi selalu menjadi

faktor dalam interpretasi budaya dan pemahaman, demikian juga

agama”.

Sedangkan budaya dalam pandangan SB:

“Budaya mendefinisikan kekuatan sosial di dalam sebuah

komunitas yang melibatkan konvensi untuk perilaku. Agama

mendefinisikan bagaimana anggota masyarakat menafsirkan peran

mereka di alam semesta, dengan ajaran ini didasarkan pada budaya lokal,

maka agama yang berbeda bangkit dari budaya yang berbeda. Demikian

pula ketika anggota satu agama mengubah anggota budaya asing,

seringkali agama yang dihasilkan di wilayah tersebut dipengaruhi oleh

budaya tuan rumah”.

Islam di Indonesia sejak awal tidak terlepas dari pengaruh agama

dan budaya. Sebagaimana dikemukakan oleh NHS dalam paparannya

mengatakan:

Sejak awal perkembangannya, Islam di Indonesia telah menerima

akomodasi budaya. Karena Islam sebagai agama memang banyak

memberikan norma-norma aturan tentang kehidupan dibandingkan

dengan agama-agama lain. Bila dilihat kaitan Islam dengan budaya,

paling tidak ada dua hal yang perlu diperjelas:Islam sebagai konsepsi

sosial budaya, dan Islam sebagai realitas budaya. Islam sebagai konsepsi

budaya ini oleh para ahli sering disebut dengan great tradition (tradisi

besar), sedangkan Islam sebagai realitas budaya disebut dengan little

tradition (tradisi kecil) atau local tradition (tradisi lokal) bidang-bidang

yang “Islamik”, yang dipengaruhi Islam.

Lalu bagaimana dengan kepercayaan, tentang hal ini dikemukakan

oleh SB:

“Tentang kepercayaan, memahami kepercayaan masyarakat Sasak

sulit untuk dilakukan kajian. Kepercayaan masyarakat Sasak sampai saat

Page 73: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

43

ini masih dapat dilihat dari perkembangan dan pelestrarian kebudayaan.

Salah satu adat istiadat yang sampai sekarang ini masih dipegang teguh

oleh masyarakat Sasak adalah kawin lari. Dalam Suku Sasak pernikahan

dengan cara kawin lari ini disebut dengan merari’. Sebagaimana kawin

lari, tradisi lainnya adalah Peraq Api sebagai produk budaya produk

budaya. Tradisi ini sudah berkembang sangat lama, bahkan semenjak

Islam ada di tanah sasak ini. Lalu apa pandangan Islam tentang

perkembangan sebuah produk budaya. Dinul-Islam sangat menitik

beratkan pengarahan para pemeluknya menuju prinsip kemanusiaan yang

universal, menoreh sejarah yang mulia dan memecah tradisi dan budaya

yang membelenggu manusia, serta mengambil intisari dari peradaban

dunia modern untuk kemaslahatan masyarakat Islami. Allah berfirman:

“Katakanlah: “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang

diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il,

Ishaq, Ya’qub dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa,

‘Isa dan para nabi dari Rabb mereka. Kami tidak membeda-bedakan

seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami

menyerahkan diri”. Barang siapa mencari agama selain dari agama

Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya,

dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi” (Ali ‘Imran/3:84-85)

Kebudayaan dalam perpspektif Islam tidak mengalami gap yang

mempengaruhi eksistensinya. Kebudayaan diperbolehkan asalkan sistem

budaya tersebut tidak menimbulkan kesyirikan atau menduakan tuhan.

Tidak ada masalah selama kepercayaan tidak menjadi keyakinan yang

dapat mengganggu keimanan dan ketakwaan. Sebelum memutuskan boleh

atau tidak boleh melaksanankan tradisi dan bagaimana pandangan Islam,

terlebih dahulu dipahami tentang apa motif masyarakat melaksanakan

tradisi tersebut, kepada siapa meyakininya dan bagaimana statusnya

dibandingkan dengan keyakinan kepada Allah tuhan semesta alam.

Page 74: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

44

BAB V

KONSTRUKSI TEOLOGIS DAN SOSIOLOGIS TRADISI PERAQ API

MASYARAKAT SUKU SASAK

A. Latar Belakang, Dinamika Sosial Budaya Masyarakat

Sebagai bangsa yang besar, Indonesia terdiri atas negara kepulauan

yang terpisah oleh lautan, pegunungan dan lainnya. Hal ini telah membawa

jarak yang tidak dekat antara satu daerah dengan daerah lainnya. Dengan

demikian semangat persatuan dan kesatuan haruslah menjadi pengerat antara

penghuni pulau yang satu dengan penghuni lainnya. Salah satu atribut yang

dapat mempersatukannya adalah kesamaan pengalaman sejarah.

Berbicara tentang sejarah tentu karena ada yang mengawali, bahkan

berkembang dan mengalami perubahan. Perkembangan dapat bernilai positif

atau negatif, bermanfaat atau menimbulkan pertanyaan bagi masyarakat luas.

Untuk itu banyak hal yang harus diperhatikan dalam mengkonstruksi sejarah.

Masing-masing jenis sumber itu mempunyai sifat-sifatnya sendiri dengan

segala kelebihan dan keterbatasannya. Ada sejarawan yang berorientasi pada

bukti tertulis, ada juga yang tidak berorientasi pada dokumen non tertulis21.

Bagi sebagian orang sejarah dianggap sesuatu yang tidak berguna.

Sejarah adalah masa lalu yang harus ditinggalkan karena tidak memberikan

manfaat apapun bagi kehidupannya. Hal ini nampak, misalnya, dalam cara

mereka memandang masa lalu dengan tatapan yang sinis dan ingin

melupakan.Tanpa berlandaskan pada sejarah sebagai simbol budaya yang

menyatukan, bangsa Indonesia menghadapi kesulitan dalam merumuskan

identitasnya dan sudah tentu akan mudah tercerai-berai. Sejarah berfungsi

21Gunawan, Restu, Indonesia Dalam Arus Sejarah, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van

Hoe, 2010), h. 9

Page 75: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

45

menjadi alat peneguh yang sangat penting bagi tegaknya suatu bangsa yang

sedang dalam berproses “menjadi” seperti Bangsa Indonesia22.

Demikian pula dengan sejarah tradisi dan kebudayaan di Indonesia.

Sejarah ini tidak terlepas dari peran ulama dan kiyai berpengaruh di zamannya

yang secara langsung mempengaruhi perjalanan berbagai tradisi dan

kebudayaan yang berjalan ditengah kehidupan masyarakat, sesuai dengan

pedoman awal sejarah oleh suatu masyarakat atau mengalami perubahan yang

mempengaruhi kehidupan masyarakat yang menjalani di masa mendatang.

Salah satu bukti sejarah adalah peninggalan fisik. Menurut Davidson

warisan budaya diartikan sebagai produk atau hasil budaya fisik dari tradisi-

tradisi yang berbeda dan prestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa

lalu yang menjadi elemen pokok dalam jati diri suatu kelompok atau bangsa’.

Dapat disimpulkan bahwa warisan budaya adalah produk fisik itu sendiri dan

nilai kebuadayaan adalah nilai warisan kemasyarakatan yang berjalan di masa

lalu23.

Berangkat dari konstruksi konsep di atas, tradisi dan kebudayaan

bangsa Indonesia mengacu pada nilai-nilai dan etika yang kemudian dianggap

sebagai nilai luhur bangsa Indonesia. Nilai-nilai dan etika tersebut melekat

pada jati diri dari sistem budaya etnik bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut

dianggap sebagai puncak-puncak kebudayaan daerah, sebagaimana sifat/ciri

khas kebudayaan suatu bangsa Indonesia24.

22 Warto, Membangun Kesadaran Sejarah Masa Muda, Disampaikan Dalam Acara

Diskusi Sejarah Dengan Tema “Internalisasi Nilai-Nilai Sejarah Sebagai Upaya Meningkatkan Rasa Nasionalisme Dan Sadar Sejarah Kepada Generasi Muda”, pada Rabu 20 September 2017 di FIS UNY Yogyakarta. Diakses Tanggal 30/07/2018 jam 13.18 WITA

23 Davison, G. dan C Mc Conville. A Heritage Handbook. St. Leonard,( NSW: Allen & Unwin, 1991), h. 2

24 Melalatoa, Junus M. ed. Sistem Budaya Indonesia, (Jakarta: Kerjasama FISIP Universitas Indonesia dengan PT. Pamator, 1997), h. 102.

Page 76: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

46

Masyarakat sasak sebagai salah satu entitas terbesar di Pulau Lombok

memiliki keberagaman bahasa. Keragaman tersebut dapat berjalan beriringan

dengan harapan dan cita-cita bersama. Keberagaman berbahasa salah satunya

adalah adanya perbedaan fonologis bahasa, tata bahasa, atau penyebutan satu

benda yang sama dengan bahasa yang berbeda. Keberagaman ini menjadi

hadiah tuhan semesta yang patut disyukuri bagi masyarakat sasak itu sendiri.

Penduduk asli pulau Lombok disebut Suku Sasak. Mereka adalah

kelompok etnik mayoritas yang berjumlah tidak kurang dari 89% dari

keseluruhan penduduk Lombok.Sedangkan kelompok-kelompok etnik lainnya

seperti Bali, Jawa, Arab, dan Cina adalah pendatang.25 Suku Sasak merupakan

kelompok masyarakat yang mendiami hampir sebagian besar Pulau Lombok.

Sejarah Suku Sasak ditandai dengan silih bergantinya berbagai dominasi

kekuasaan di Pulau Lombok dan masuknya pengaruh budaya lain yang

membawa dampak beragamnya khazanah kebudayaan Sasak.

Mayoritas etnis Sasak beragama Islam, namun demikian dalam

kenyataanya pengaruh Islam juga berakulturasi dengan kepercayaan lokal

sehingga terbentuk aliran seperti Wetu Telu. Kebudayaan hadir sebagai pranata

yang secara terus-menerus dipelihara oleh para pembentuknya dan diwarisi

kepada generasi selanjutnya secara turun temurun. Dalam konteks ini paling

tidak ada empat budaya yang paling signifikan mendominasi dan

mempengaruhi perkembangan dinamika pulau ini, yaitu: 1) pengaruh Hindu

Jawa; 2) pengaruh Hindu Bali; 3) pengaruh Islam; dan 4) pengaruh kolonial

Belanda dan Jepang.

Sebagai suku mayoritas di Pulau Lombok masyarakat Sasak tentu

memiliki tradisi dan budaya tersendiri sebagai peninggalan masa lalu.

Masyarakat Sasak memiliki kebudayaan sendiri dalam melaksanakan sebuah

peninggalan masa lalu, karena itu merupakan bagian dari perilaku

25 Erni Budiwanti, Islam SasakWetu Telu vs Waktu Lima (Yogyakarta: LkiS, 2000),

hlm. 6.

Page 77: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

47

masyarakatnya. Kebudayaan dapat memuat tata pamong masayarakat, aktivitas

perlakuan masyarakat, bahasa atau budaya dari masyarakat yang secara fisik

dapat dilihat oleh mata manusia itu sendiri. Termasuk kepercayaan-

kepercayaan yang mengiringi kehidupan manusia karena faktor kepercayaan.

Hal tersebut merupakan ritual peralihan dan merupakan respon kultural

langsung terhadap faktor-faktor biologis, perubahan psikologis dan tahapan

kehidupan manusia26.

Tradisi Peraq Api pada awalnya merupakan ekspreimentasi masyarakat

tentang sesuatu. Hasil eksperimentasi tersebut melalui beragama pengalaman

diantaranya adalah orang yang melakukan eksperimentasi memperoleh mimpi

agar apa yang dilakukan tidaklah lengkap jika tidak ada tambahan-tambahan

bahan yang pada waktu itu dianggap sulit untuk memperolehnya. Hubungan

interaksi antara dunia nyata dengan dunia maya diyakini dapat dimediasi oleh

bahan-bahan yang dianggap tidak mengganggu keharmonisan di dunia maya.

Hal ini juga tidak terlepas dengan bantuan orang yang melek terhadap agama.

Tradisi pada mulanya merupakan musabab, namun akhirnya menjadi konklusi

dan premis, isi dan bentuk, efek dan aksi pengaruh dan mempengaruhi27.

Tradisi mempengaruhi sistem, kultur, dan relasi sosial ditengah masyarakat.

Oleh karena itu, untuk menguatkan tradisi, dibuatkanlah

eksperimentasi-eksperimentasi yang secara universal dapat dipatenkan sebagai

rangkaian dari tradisi. Tradisi-tradisi yang ada pada masyarakat Suku Sasak ini

sebagai upacara keagamaan untuk mencari hubungan antara manusia dengan

Tuhan dan mahluk yang mendiami alam ghaib yang dilambangkan dalam

bentuk kepercayaan orang Sasak pada waktu upacara berdoa dan melakukan

sesaji. Setiap melakukan upacara adat masyarakat Suku Sasak tidak terlepas

dengan pemanjatan doa kepada Tuhan dan penggunaan sesaji disetiap prosesi

adat.

26 Erni Budiwanti, Islam Sasak Wetu Telu Versus Waktu Lima, (LKIS, Yogyakarta,

2000), h. 182 27 Hasan Hanafi. 2003. Oposisi Pasca Tradisi, (Yogyakarta: Sarikat, 2003), h. 2

Page 78: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

48

Upacara adat kelahiran sebagai ritual yang sangat menegangkan dan

menakutkan bagi sebagian masyarakat Sasak. Peristiwa kelahiran ini disebut

sebagai peristiwa yang suci. Bagi masayarakat, peristiwa kelahiran ini harus

disambut dengan pengalaman kultural dan religius. Artinya, secara kultural,

karena ini merupakan peninggalan sejarah masa lalu, jadi pelaksanaannya

berdasarkan apa yang telah dicontohkan dan membudaya dikalangan

masyarakat. Adapun aspek religiusitasnya dilakukan dengan melaksanakan

zikiran, mesetulak dan lain sebagainya.

Melalui siklus ritual yang telah dilakukan di atas, masyarakat percaya

bahwa tuhan dan roh nenek moyangnya akan dapat membantu sang anak yang

dilahirkan agar terhindar dari bahaya yang sewaktu-waktu dapat

mengancamnya. Sehingga apabila sang istri yang hendak melahirkan, maka

dengan sendirinya akan mencari belian, yang bertugas untuk membantu

persalinan istrinya. Seringkali akibat dari keyakinan yang mengkristal terhadap

budaya, sebagai misal; masyarakat masih meyakini bahwa jika ternyata ibu

yang melahirkan mengalami kesulitan, maka dapat diyakini disebabkan bahwa

secara kasatmata telah mengalami gangguan oleh roh-roh jahat sehingga perlu

ada penanganan khusus, melalui ritual lainnya. Ritual ini memang pelik, Hal

tersebut biasanya ditafsirkan akibat berlaku kasar terhadap ibu atau suaminya.

Untuk itu diadakan upacara, seperti menginjak ubun-ubun, meminum air bekas

cuci tangan suami dan ibunya ini dilakukan agar mempercepat kelahiran sang

bayi. Setelah bayi tersebut lahir masyarakat menganggap bahwa rambut yang

dibawa lahir oleh bayi disebut bulu panas. Oleh karena itu rambut tersebut

dihilangkan dengan mengadakan selamatan, doa atau upacara sederhana yang

disebut ngrusiang. Orang pertama yang memotong rambut bayi tersebut adalah

seorang kiyai.

Pelaksanaan tradisi Peraq Api juga memiliki nilai sosial yang tinggi.

Melalui tradisi ini masyarakat dapat membangun interaksi sosial yang baik.

Satu masyarakat berkunjung kemasyarakat lainnya, keluarga yang satu

berkunjung kekeluarga lainnya. Hal ini sangat dimungkinkan pada saat

Page 79: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

49

melaksanakan tradisi. Dengan adanya proses sosialisasi tersebut, hubungan

antar keluarga semakin harmonis Keluarga merupakan institusi yang paling

penting pengaruhnya terhadap proses sosialisasi manusia. Keluarga merupakan

kelompok primer yang selalu terjadi tatap muka dan mengikuti perkembangan

anggota-anggotanya. Kedua, orang tua mempunyai kondisi yang kuat untuk

mendidik anak-anaknya sehingga menimbulkan hubungan emosional dimana

hubungan ini sangat diperlukan dalam proses sosialisasi. ketika, adanya

hubungan sosial yang tetap, maka dengan sendirinya orang tua mempunyai

peranan yang penting terhadap proses sosialisasi anak.

B. Ancaman dan tantangan dalam konteks sosiologis Pra-pasca Tradisi

Setiap masyarakat memiliki keyakinan yang tidak sama. Keyakinan

tersebut adalah dampak dari keberagaman status sosial, pendidikan,

pengalaman dan lingkungan. Strata tersebut mendampingi masyarakat untuk

menentukan pilihan-pilihan sosial yang harus dilaksanakan atau diaplikasikan.

Rechoose tentang desain sosial ini merupakan bagian dari antisipasi dan empati

masyarakat tentang kebudayaan.

Pandangan di atas senada dengan pendapat Roy dan Muraven bahwa

“Another social and historical change has radically altered the context for

selfhood and required fundamental changes in the way people construct and

understand identity. This change has to do with society’s understanding of

important, basic values”. Artinya Perubahan sosial dan historis lainnya telah

secara radikal mengubah konteks untuk kedirian dan diperlukan perubahan

mendasar dalam cara orang membangun dan memahami identitas. Ini

perubahan ada hubungannya dengan pemahaman masyarakat tentang nilai-nilai

dasar yang penting28.

Perubahan di dalam masyarakat adalah sebuah keniscayaan.

Masyarakat yang taat dan patuh terhadap produk keberagaman adalah manusia

28 Roy F. Baumeister And Mark Muraven, Identity As Adaptation To Social, Cultural,

And Historical Context, Journal of Adolescence 1996, 19, 405–416, h. 413).

Page 80: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

50

yang berhasil terhadap didikan zaman. Keras terhadap perubahan dan ansih

terhadap kebudayaan. Pada prakteknya, tidak semua masyarakat memahami

arti keberagaman, bahkan sebagian masyarakat tidak memahami arti

keberagaman sosial itu sendiri. Sehingga kualitas pengamalan kebudayaan tak

dapat dipertanggungjawabkan dengan baik.

Kualitas masyarakat bergantung pada kualitas sosial individunya. Isu

lain dari perkembangan identitas yang dihadapi masyarakat adalah keinginan

untuk individualitas, dan khususnya keinginan untuk memiliki identitas

menjadi unik. Orang-orang ingin merasa bahwa mereka istimewa dan berbeda

dari orang lain. Tujuan pengembangan pribadi adalah keinginan untuk meraih

status unik. Sebagai contoh, kebanyakan orang percaya bahwa mereka lebih

baik daripada kebanyakan orang lain29.

Kemahiran atau keawaman adalah dua hal yang melekat bagi yang mau

berfikir. Tentang tradisi peraq api, sebagian tak mempersoalkan

pelaksanaannya melainkan mereka menjadi pelaksana yang baik terhadap buah

kebudayaan. Tradisi Peraq Api adalah peninggalan masa lalu yang patut

dilestarikan. Kurangnya pengetahuan dan rendahnya literasi sosial budaya

menjadikan menimbulkan kesalahpahaman dalam melaksanakan sebuah ritual.

Warisan budaya menegaskan identitas kita sebagai manusia karena

menciptakan kerangka kerja yang komprehensif untuk pelestarian warisan

budaya termasuk situs budaya, bangunan tua, monumen, kuil, dan landmark

yang memiliki signifikansi budaya dan nilai historis. Budaya dan warisannya

mencerminkan dan membentuk nilai, keyakinan, dan aspirasi, dengan demikian

mendefinisikan identitas nasional seseorang. Ini penting untuk melestarikan

warisan budaya kita, karena itu menjaga integritas kita sebagai manusia.

Pentingnya warisan budaya bukan benda bukanlah manifestasi kultural itu

sendiri melainkan sebaliknya kekayaan pengetahuan dan keterampilan yang

29 Taylor, S. E. and Brown, J. D. (1988). Illusion and well-being: A social

psychological perspective on mental health. Psychological Bulletin, 103, 193–210)

Page 81: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

51

ditransmisikan melaluinya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Nilai

sosial dan ekonomi dari transmisi pengetahuan ini relevan untuk kelompok

minoritas dan untuk kelompok-kelompok sosial arus utama dalam suatu

Negara, dan sama pentingnya bagi Negara-negara berkembang30.

Lebih lanjut, praktik tradisi Peraq Api ditengah kehidupan masyarakat

sasak disebabkan oleh beberapa alasan. Diantaranya adalah: (1) tradisi ini

adalah peninggalan nenek moyang, (2) keyakinan terhadap dampak gaib, (3)

sosial kultural aplikatif. Sebagai peninggalan nenek moyang, tentu hal ini

adalah kekayaan budaya, produk budaya atau produk amalan di masa silam.

Dengan demikian, agar produk budaya ini menjadi bernilai, perlu ada respon

kualitatif yang mendorong perbaikan budaya, melalui pelestarian dan

pengamalannya. Adapun keyakinan terhadap dampak gaib, hal ini lebih

menekankan pada keyakinan individual sebagai penganut kebudayaan tersebut.

Sedangkan secara sosikultural diaplikasikan oleh sebagian besar masyarakat.

Sebagai produk budaya yang implementatif. Artinya secara langsung

harus diritualkan, tradisi Peraq Api dalam prakteknya harus dengan persiapan

yang matang. Persiapannya sangat kontroversi. Sebagian berpandangan bahwa

pra tradisi, masyakat penganut budaya harus mempersiapkan mental. Hal ini

karena, proses ritual terkadang dilalui karena diluar akal sehat. Persiapan lain

yang dikembangkan masyarakat adalah persiapan secara fisik yaitu persiapan

memuat tentang peralatan yang akan digunakan selama pelaksanaan ritual

tradisi.

Peraq Api bukanlah ritual yang ketentuannya diatur oleh undang-

undang tertulis atau undang-undang negara. Tradisi ini diprosesi melalui

kebijakan bersama, kesepakatan berjamaah, mulai dari yang paling miskin

sampai yang paling tajir melaksanakan tradisi tersebut. Tradisi Peraq Api

30 A Forum Preserving Culture And Heritage, Mimar Sinan University of Fine Arts

Preserving Culture and Heritage Through Generations, Istanbul, Turki, 11-14 Mei 2014)

Page 82: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

52

sebagai tradisi turun temurun mengalami metamorfosa yang pesat. Tradisi ini

memiliki konsekuensi logis bagi masyarakat yang mulai mengabaikannya.

Karena kepercayaan adalah produk kesepakatan, maka hukuman yang

paling dekat adalah sanksi sosial. Masyarakat meyakini bahwa tradisi Peraq

Api memiliki kekuatan energi gaib, bagi yang tidak melaksanakannya padahal

secara syarat sudah sah untuk melaksanakannya secara otomatis mendapat

teguran sosial. Keyakinan-keyakinan gaib masyarakat bila tidak menjalankan

tradisi adalah bahwa kemungkinan-kemungkinan terjadi di masa mendatang

hal-hal yang tidak diinginkan akan berpengaruh terhadap status sosial keluarga

tersebut. Sebaliknya, kebaikan-kebaikan keluarga adalah musabab dari

menjalankan tradisi dan memperoleh perlindungan dari marabahaya dan

perlindungan leluhur.

Masyarakat tergolong atas masyarakat terdidik dan tidak terdidik.

Masyarakat terdidik berpikir global dalam meyakini sebuah kepercayaan

terhadap tradisi. Adapun masyarakat non terdidik masih meyakini bahwa

tradisi sebagai satu kesatuan integral yang harus sejalan beriringan. Oleh

karena itu, kontradiksi suksesi tradisi atau tidak bergantung pada tingkat

kesetiaan seseorang terhadap pengamalan tradisi. Walaupun demikian Secara

sosial, tradisi dan interaksi sosial masyarakat memiliki irisan yang saling

melengkapi, artinya masyarakat memiliki andil sebagai pelaku tradisi atau

penikmat tradisi. Masyarakat yang antipati terhadap tradisi leluhur secara sosial

dikucilkan. Biasanya menjadi buah bibir dan buah gosip yang setiap harinya

didiskusikan.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa perubahan dan

perkembangan teknologi belum begitu berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

perkembangan reka sosial masyarakat. Ini artinya, masyarakat masih kukuh

terhadap pendiriannya. Hal ini berarti pula bahwa reformasi sosial masyarakat

tidak bisa dilakukan dengan instan. Pertumbuhannya sesuai dengan situasi dan

kondisi sosial dan tingkat pendidikan masyarakat, termasuk dalam

Page 83: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

53

membudayakan tradisi atau mentradisikan budaya. Karena hal ini berpengaruh

terhadap tekanan sosial.

Lalu bagaimana bentuk punish sosial bagi masyarakat yang tidak

melaksanakan tradisi. Tentang hal ini, respon masyarakat sangat beragam.

Secara umum, tidak ada sanksi yang secara tertulis untuk menghukum

masyarakat, yang paling memungkinkan adalah sanksi sosial. Sebagai contoh:

bila dikemudian hari, hal-hal yang dianggap menjadi pantangan tradisi terjadi

pada keluarga yang tidak melaksanakan tradisi, secara otomatis sanksi sosial

mulai berlaku. Bahkan sebuah keluarga yang tidak melaksanakan tradisi bisa

menjadi keluarga yang dikucilkan secara sosial.

Reparasi sosial bagi keluarga ingkar tradisi sulit dilakukan. Sanksi ini

turun karena pola hidup dan dinamika masyarakat. Secara fisik tidak terdapat

pengucilan ataupun hukuman. Namun kebiasaan masyarakat adalah

memberikan teguran oleh orang yang ditokohkan karena telah dianggap

melanggar norma-norma sosial yang menjadi pedoman berperilaku suatu

kelompok.

Adapun bagi pelaksana tradisi juga tidak terlepas dari reward atau

punish sosiologis. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, bagi

pelaksana tradisi, memiliki pengakuan sosial manakala telah melaksanakan

tradisi. Masyarakat merasa plong setelah melaksanakannya. Secara sosial,

masyarakat juga memperoleh keyakinan yang disadari atau tidak

mempengaruhi situasi kebatinan masyarakat.

Status sosial dan strata sosial berpengaruh terhadap model menjalankan

tradisi. Masyarakat yang berekonomi lemah biasanya melaksanakan tradisi

dengan cara yang biasa-biasa saja. Sebaliknya yang berekonomi baik

melaksnakan tradisi dengan tahlilan, yasinan dan lain sebagainya. Berbeda atau

tidak bentuk perayaannya tidak berpengaruh terhadap pelaksanaan tradisi

tersebut.

Page 84: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

54

Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa tradisi adalah badan

dari pekerjaan adat. Adat yang tidak tertuang dalam dokumen tertulis namun

memiliki norma yang memiliki kekuatan energi yang mengikat sangat kuat,

mengikat anggota masyarakat. Sanksi atas pelanggaran adat istiadat dapat

berupa pengucilan, dikeluarkan dari masyarakat/kastanya, atau harus

memenuhi persyaratan tertentu, seperti melakukan upacara tertentu untuk

media rehabilitasi diri.

C. Ritual Upacara Peraq Api dan Pernak Pernik sosialnya

Setiap tradisi memiliki pekerjaan yang sunnah ataupun wajib, memiliki

prosedur dan perlengkapan yang harus disiapkan. Bahan-bahan yang

dipersiapkan diatur dan dikumpulkan secara sistematis. Bahan-bahan tersebut

diperoleh dari alam yang memiliki makna filosofis dan sosiologis. Setiap

prosedur pelaksanaan memiliki makna yang tersirat. Lebih jelas mengenai

tahapan pelaksanaan diuraikan sebagai berikut:

Persiapan pra-tradisi

Pra pelaksanaan, pelaksana tradisi Peraq Api melakukan persiapan-

persiapan. Persiapan dilakukan melalui persiapan bahan-bahan yang diperlukan

untuk melaksanakan tradisi. Persiapan-persiapan ini dengan terlebih dahulu

berkonsultasi dengan belian selaku pendamping persalinan. Pada kesempatan

ini belian membuat daftar kebutuhan selama melaksanakan tradisi yang

kemudian menjelaskan hal-hal yang harus dipersiapkan. Pada intinya, tidak

boleh ada satupun yang didaftar belian tidak dihadirkan. Manakala tidak dapat

diwujudkan, maka sedini mungkin menyampaikan ke belian agar dapat diganti.

Belian memiliki peran vital terhadap peristiwa penamaan anak. Peran

ini dimulai semenjak anak mulai mengalami peristiwa ngidam sampai hamil

besar kemudian melahirkan. Peran belian tidak bisa dilepaskan. Bahkan

hubungan antara orang tua, anak dan belian tidak belum dilepaskan manakala

Page 85: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

55

belum melaksanakan tradisi31. Belian menggeser peran Bidan di Puskesmas

yang memantau selama kehamilan.

Beberapa bahan yang perlu dipersiapkan sebelum melaksanakan tradisi

Peraq Api diantaranya adalah Beras Ketan, logam, bunga, daun Bikan, kelapa,

gula merah, Sarung, dan beberapa persyaratan ritual lainnya. Bahan-bahan

tersebut kemudian oleh belian di mantra dan dicampur untuk kemudian diolah

dalam satu ramuan. Proses peramuan bahan hanya boleh dilakukan oleh belian

itu sendiri.

Pengolahan Bahan.

Pengolahan bahan dilakukan setelah semuanya lengkap. Pengolahan

bahan dibedakan atas pemanfaatannya. Pemanfaatan sebagai bahan makanan

dan sebagai bagian dari tahapan rangkaian pelaksanaan berikutnya. Sebagai

bahan makanan, diawali dari pembersihan beras ketan, kemudian ditiriskan

sampai airnya mengering. Selanjutnya adalah melakukan penggorengan sampai

berwarna kecoklatan. Setelah itu, beras gorengan tersebut kemudian rendam

pada air panas sehingga beras gorengan tersebut mengembang.

Langkah berikutnya adalah membuat parutan kelapa dan gula. Parutan

ini berfungsi untuk meningkatkan aroma dan rasa santan dan manis pada beras

ketan goreng tersebut. Ketan dan kelapa gula tadi dicampur dan siap

dihidangkan. Proses penghidangan dipandu oleh Belian. Dalam menjalankan

tugasnya, belian membuat takaran-takaran yang sesuai untuk dibagi-bagikan

kepada masyarakat. Istilah ini dikenal dengan Montong siong.

Pelaksanaan ritual

Pelaksanaan ritual tradisi Peraq Api dilaksanakan dalam tiga tahapan.

Pertama adalah memandikan anak. Proses ini diawali dari persiapan anak

untuk dimandikan. Anak dimandikan bersama bahan yang sudah diramu oleh

31 Wawancara dengan CE, Seorang Belian Nganak di Desa Batujai. Dilaksanakan tanggal 29/07/2018. Jam 08.10 WITA.

Page 86: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

56

belian dan dimandikan oleh belian sendiri. Kedua adalah pengasapan dilakukan

dengan mempersiapkan sabut kelapa. Sabut ini disusun bertingkat kemudian

dibakar. Setelah asap mulai mengepul, belian lalu meletakkan anak di atas

keleong, kemudian digoyangkan di atas asap. Sekilas ini sangat mengganggu

perasaan orang tua bayi, kekhawatirannya sewaktu-waktu anak akan

mengalami kelainan pernapasan karena menghirup asap yang kotor atau

bahkan anak terjatuh saat ketika di atas keliong tersebut. Ketiga, membuang air

bekas mandi bayi di atas keliong. Sesi ini, masyarakat berdiri disamping

keliong, lalu menengadahkan tangan seraya menampung air dan

mengusapkannya pada wajah.

Beberapa makna dari setiap sesi proses ritual adalah sebagai berikut:

pertama, memandikan anak bertujuan untuk membersihkan anak dari kotoran-

kotoran secara fisik dan non fisik. Secara fisik terdiri atas kotoran yang

melekat ditubuhnya, sedangkan non fisik dari bawaan gaib ketika

dilahirkannya. Masyarakat meyakini bahwa setiap anak disenangi oleh mahluk

gaib itulah yang ditandai dengan anak sering menangis. Sehingga untuk

membatasi rasa suka mahluk tersebut membutuhkan ritual pemandian anak.

Tahapan kedua dan ketiga yaitu pengasapan dan meletakkan anak di

atas keliong adalah dua langkah yang satu. Tahapan ini dimaksudkan agar anak

dikemudian hari tidak akan pernah takut terhadap setiap persoalan yang

dihadapi. Apapun masalahnya dia akan tetap tegar menjalaninya. Keyakinan

lain adalah jika sewaktu-waktu dikemudian hari anak berjumpa dengan gempa

bumi, maka anak tidak akan takut, karena pada peristiwa ini pernah dialami

pada saat melaksanakan ritual.

Tahapan terakhir adalah pemberian nama. Pemberian nama ini

dilakukan dengan menyiapkan lebih dari satu nama yang tertulis dalam suatu

lipatana kertas sejumlah nama yang ditulis oleh orang tuanya. Kertas tersebut

kemudian digenggamkan kepada anak, kertas yang paling kuat digenggamkan

anak dianggap menjadi nama yang paling disukai anak. Namun pengakuan dari

Page 87: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

57

beberapa informan bahwa “membuat nama itu sulit, suka pada satu nama itu

sulit, karena saya suka sama satu nama akhirnya saya tulis saja satu nama

dalam banyak lipatan kertas tadi sehingga manapun yang digengganm erat si

anak ya tetap nama tersebut adalah nama yang saya harapkan”32.

Makna yang diambil dari perilaku salah satu informan di atas adalah

kesempurnaan ritual tidak selalu diikuti sesuai kehendak belian. Hal ini lebih

karena belian sendiri tidak bisa membaca, dan nama-nama tersebut tidak boleh

dibuka. Nama tersebut kemudian menjadi nama panggilan bagi si anak selama

melaksanakan tugas keduniaan dan keakhiratan di muka bumi.

Nama adalah pakaian yang paling berharga dalam setiap kehidupan

manusia. Nama adalah doa, setiap yang menyebutkannya adalah merajut

simpati tuhan yang maha esa. Nama bukanlah permainan untuk dipilih dan

memilih, maka memilih nama bukan karena langka tetapi memiliki arti makna

yang tidak biasa. Melengkapi pemberian nama di atas, sebelum menulis

beberapa nama, sebelumnya orang tua melakukan diskusi untuk mendaftarkan

nama yang paling disukai.

D. Tradisi Peraq Api Dalam Terminologi Islam.

Agama identik dengan ketaatan dan penaklukan, dominasi dan paksaan,

penghargaan dan hukuman, harga diri dan kebanggaan, kebencian dan amal,

solidaritas dan kerendahan hati, Islam dan monoteisme, kebiasaan dan metode

kepemimpinan dan ketaatan33. Agama adalah berkaitan dengan kepercayaan

(belief) dan upacara (ritual) yang dimiliki bersama oleh suatu kelompok

masyarakat. Agama berkaitan dengan ‘transcends experience’ kata sosiologist

32 Wawancara Dengan SB Pada Tanggal 15 Juni 2018 jam 10.10 WITA. 33

Reza Ali Karami, The Relationship between Religion and Culture with an Emphasis on Juristditional Effects, Applied mathematics in Engineering, Management and Technology 2 (3) 2014:493-505, h. 493.

Page 88: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

58

Itali, Vilfredo Pareto, yaitu pengalaman dengan ‘Yang di atas’, atau sesuatu

yang berada di luar, sesuatu yang tidak terjamah (an intangible beyond)34.

Mukti Ali pernah menyatakan: “Barangkali tidak ada kata yang paling

sulit diberi pengertian dan definisi selain dari kata agama. Ada tiga alasan

untuk hal itu. Pertama, karena pengalaman agama merupakan soal bathini yang

subjektif dan sangat individualis. Kedua, karena pembahasan agama selalu

melibatkan emosi yang kuat sekali. Ketiga, konsepsi seseorang tentang agama

selalu dipengaruhi oleh tujuan orang itu memberikan arti terhadap agama itu.

Orang yang suka pergi ke tempat ibadah cenderung untuk menganggap bahwa

agama adalah identik dengan pergi ke mesjid, gereja, candi dan sebagainya;

sedang ahli antropologi yang mempelajari agama cenderung untuk

menganggap agama sebagai kegiatan dan adat kebiasaan yang bisa diamati”35.

Kata Islam secara etimologis berasal dari kata “salima” yang berarti

selamat36. Secara epistemologi, Islam Islam adalah agama wahyu berintikan

tauhid atau keesaan Tuhan yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi

Muhammad Saw sebagai utusan-Nya yang terakhir dan berlaku bagi seluruh

manusia, di mana pun dan kapan pun, yang ajarannya meliputi seluruh aspek

kehidupan manusia.

Sayyid Quthb mengartikan Islam diartikan sebagai

ketundukan/kepatuhan, taat dan mengikuti, yakni tunduk patuh kepada perintah

Allah, taat kepada syari’at-Nya serta mengikut kepada rasul beserta

manhajnya. Barang siapa tidak patuh, taat dan berittiba’ maka ia bukanlah

34

Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan, UMBARA: Indonesian Journal of Anthropology, Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115, h. 59

35 H.A. Mukti Ali, Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini, (Jakarta: Penerbit Rajawali

Pers, 1987), hal. 173. Lihat juga Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat, dan Agama, (Surabaya: Penerbit PT. Bina Ilmu, 1985), hal. 118.

36 Misbahuddin Jamal, Konsep Al-Islam Dalam Al-Qur’an, Jurnal Al- Ulum Volume.

11, Nomor 2, Desember 2011 Hal. 283-310, h. 285

Page 89: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

seorang muslim. Oleh karenanya ia bukanlah penganut dari agama yang

diridhai oleh Allah padahal Allah tidak meridhai kecuali Islam

Firman Allah

dalam surat Al-Maidah ayat

Artinya: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan

telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat

bagimu."

Ayat di atas juga dipertegas:

Artinya: “

Islam. Tiada berselisih orang

datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara

mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat

Allah sangat cepat hisab

Ayat di atas menjelaskan tentang keutamaan Islam. Islam agama yang

sempurna. Semua aktivitas kehidupan manusia diaturnya, termasuk bagaimana

37

535

59

seorang muslim. Oleh karenanya ia bukanlah penganut dari agama yang

diridhai oleh Allah padahal Allah tidak meridhai kecuali Islam37

Firman Allah yang meneguhkan tentang kesempurnaan Islam tertuang

Maidah ayat 3 dibawah ini

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan

cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama

Ayat di atas juga dipertegas:

Artinya: “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah

Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecual

datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara

mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya

Allah sangat cepat hisab-Nya”.

Ayat di atas menjelaskan tentang keutamaan Islam. Islam agama yang

empurna. Semua aktivitas kehidupan manusia diaturnya, termasuk bagaimana

seorang muslim. Oleh karenanya ia bukanlah penganut dari agama yang

37”

yang meneguhkan tentang kesempurnaan Islam tertuang

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan

ridhai Islam itu jadi agama

Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah

orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah

datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara

ayat Allah maka sesungguhnya

Ayat di atas menjelaskan tentang keutamaan Islam. Islam agama yang

empurna. Semua aktivitas kehidupan manusia diaturnya, termasuk bagaimana

Page 90: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

60

manusia mengembangkan interaksi kehidupannya dan mengembangkan

kebudayaannya.

Kebudayaan adalah manifestasi dari cara berpikir38. Menurut

koentjoroningrat, kebudayaan adalah keseluruhan dari kelakuan dan hasil

kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya

dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat39.

Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-

perubahan. Manusia yang tidak mampu menelaah situasi sosial masyarakat

terutama di desa pasti akan berpikir bahwa struktur masyarakatnya statis,

walaupun tidak ada masyarakat yang berhenti pada suatu titik tertentu

sepanjang masa40. Ini artinya bahwa dinamika sosial masyarakat selalu

mengalami perubahan.

Meneropong kebudayaan Islam menurut sidi Gazalba dituangkan dalam

cara berpikir dan cara merasa takwa yang menyatakan diri dalam seluruh segi

kehidupan sekumpulan manusia yang membentuk masyarakat atau dapat

disarikan sebagai “cara hidup yang bertakwa”41. Ini menandakan bahwa cara

berpikir ini adalah cara dimana tidak melanggar norma-norma agama, baik

dalam realitas kontekstasi budaya.

Peraq Api adalah tradisi masyarakat yang dilaksanakan di tengah

mayoritas beragama Islam. Tradisi ini sudah dilaksanakan berpuluh-puluh

tahun, tidak jelas timingnya kapan ini dilaksanakan, yang jelas adalah

ketidaktahuan masyarakat menginformasikan bahwa tradisi ini berjalan begitu

lama dan melekat pada setiap aktivitas kelahiran anak manusia.

38 Sidi Gazalba, Pengantar Kebudayaan Sebagai Ilmu, Jilid I, (Jakarta: Pustaka

Antara, 1968), h. 34 39 Koentjoroningrat, Kebudayaan, Mentalitet Dan Pembangunan, (Jakarta: Gramedia,

1974), h. 15. 40 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta Utara: PT Raja Grafindo

Persada, 2001), h. 333. 41 Muhaimin, Abdul Mujib & Jusuf Muzakkir, Studi Islam Dalam Ragam Dimensi dan

Pendekatan, (Jakarta, Kencana, 2014), h. 338

Page 91: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

61

Sebagai produk budaya buatan manusia, tentu tradisi ini berangkat dari

asumsi-asumsi yang tereksperimentasi dan menghasilkan kesepakatan-

kesepakatan atau semacam produk eksprerimentasi. Dengan demikian menjadi

kebiasaan yang selalu mengalami repetasi-repetasi interpretatif, yang kemudian

menjadi kepercayaan-kepercayaan, terlepas dari kontekstasi relatif antara

agama dan budaya.

Pandangan-pandangan tersebut tidak terlepas dari perubahan

keagamaan masyarakat. Kesepakatan sosiologis mungkin saja mengandung

nilai keagamaan yang tidak mungkin keliru42. Kaitannya dengan pelaksanaan

tradisi peraq api, terjadi perubahan perilaku kultural beragama masyarakat.

Masyarakat tidak lagi mendikotomikan budaya dan agama. Agama bagian dari

interaksi simbolik antara manusia dengan tuhannya, sedangkan kebudayaan

sebagai ijtihad bersama antar kelompok masyarakat untuk meyepakati

kesepakatan bersama.

Selama ini banyak anggapan bahwa tradisi Peraq Api sebagai produk

kebudayaan sudah tidak relevan lagi. Masyarakat sudah tidak membutuhkan

upaya kembali ke zaman dahulu, mengeleminasi produk kebudayaan yang

sudah tidak mendatangkan manfaat dan inkonsisten dengan perkembangan

masa kini. Namun kenyataannya, tradisi tersebut masih berkembang dan

berjalan ditengah masyarakat. Hal ini senada dengan teori diferensiasi kultural

yang menganggap bahwa diantara dan dikalangan kultural tidak terpengaruh

oleh globalisasi atau proses transkultura, multikultural, atau bikultural lainnya.

Ini artinya kultur intinya tidak terpengaruh sama sekali, mereka tetap sama

seperti sebelumnya43.

Oleh karena itu, perilaku kita sebagai sebuah kelompok atau individu

untuk mempertahankan regulasi sosial yang ada. Menurut psikologi sosial, kita

42 George Ritzer, Teori sosiologi Modern, diterjemahkan oleh Triwibowo, B. S.

(Jakarta: Kencana, 2014), h. 9. 43 George Ritzer, Teori Sosiologi Modern, diterjemahkan oleh Triwibowo, B. S.

(Jakarta: Kencana, 2014), h. 542

Page 92: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

62

tidak membangun perilaku kelompok dilihat dari sudut perilaku masing-masing

individu yang membentuknya; kita bertolak dari keseluruhan sosial dari

aktivitas kelompok tertentu dimana kita menganalisis perilaku masing-masing

individu yang membentuknya yakni kita lebih berupaya untuk menerangkan

perilaku kelompok sosial ketimbang menerangkan perilaku terorganisasi

kelompok sosial dilihat dari sudat perilaku masing-masing individu yang

membentuknya44. Pendapat Mead di atas menggambarkan tentang pentingnya

membina entitas individu sebagai entitas kelompok. Karena inilah yang

menyebabkan perlu adanya penyatuan pola pikir manusia.

Pikiran menurut Mead sebagai proses percakapan seseorang dengan

dirinya sendiri, tidak ditemukan dalam diri individu; pikiran adalah fenomena

sosial. Pikiran muncul dan berkembang dalam proses sosial dan merupakan

bagian integral dari proses sosial45. Oleh karena itu, pikiran menentukan

perilaku sosial. Dan masyarakat penting perannya dalam membentuk pikiran

dan diri46.

Agama dan kehidupan beragama merupakan unsur yang tidak

terpisahkan dari kehidupan sistem budaya umat manusia. Sejak awal

kebudayaan manusia, agama dan kehidupan bergama telah menggejala dalam

kehidupan, bahkan memberikan corak dalam bentuk dari semua perilaku

budayanya47. Peraq Api sebuah produk budaya, bukan produk agama. Sebagai

produk agama tidak bertentangan karena masyarakat percaya pada tuhan yang

maha esa bukan kepada tradisi. Tradisi hanya memfasilitasi, yang secara

substantif adalah selain melestarikan kebudayaan juga sebagai cara untuk

bersedekah.

Menurut CE selaku belian, beliau memaparkan bahwa keyakinan

sepenuhnya pada ketentuan tuhan yang maha esa. Walaupun fasilitator tradisi,

44 Ibid, h. 256. 45 Ibid., h. 265. 46 Ibid., h. 271 47 Muhaimin, Abdul Mujib & Jusuf Muzakkir, Studi,,,,,, h. 25

Page 93: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

sejatinya saya tidak meyakininya, namun mempercayainya. Karena

mempercayainya tidak sama dengan meyakininya. Jadi Peraq Api bukanlah

perilaku syirik, melainkan upaya melestarikan kebudayaan, kalaupun ada hal

hal yang sepertinya berbau

Religiusitas pluralistik dalam hal ini perlu dikuatkan

khusus agama agar tidak terlihat ekslusif terhadap kondisi masyarakat

kontemporer yang plural.

Tentang hal ini sebagaimana firman Allah SWT.

Artinya: “…Sesungguhnya Barangsiapa Mempersekutukan (Sesuatu Dgn)

Allah, Maka Sungguh,

Ialah Neraka…Tidaklah Ada Bagi Orang

Penolongpun (Al-Maidah: 72)

Berdasarkan surat tersebut, betapa menakutkannya siksa Allah jika

hambanya menduakannya. Inilah yang menyebabkan mengapa dalam

pelaksanaannya tidak dianggap sebagai perbuatan syirik, karena pelaksana

sendiri tidak meyakininya

bahwa kami memulai tahapan

Tidak ada unsur paksaan untuk menggunakan bacaan tertentu yang

mengandung muatan magis dan lain sebagainya.

bagian dari melestarikan budaya warisan dengan tidak melepaskan ritual

ibadah yang diwariskan tuhan yang maha esa

kelahiran menjadi bagian dari interaksi manusia dengan alam

Bentuk interaksinya adalah tergantung pada hubungannya sebagai individu

48

Wawancara Dengan CE Yang Dilaksanakan Tanggal 30/07/2018 jam 23.33 WITA.49

Wawancara dengan NHS yang dilaksanakan tanggal 12 Juni 2018 jam 10.00 WIB50

Wawancara Dengan IL Yang Dilaksanakan Tanggal 30/07/2018 jam 23.33 WITA.

63

sejatinya saya tidak meyakininya, namun mempercayainya. Karena

mempercayainya tidak sama dengan meyakininya. Jadi Peraq Api bukanlah

perilaku syirik, melainkan upaya melestarikan kebudayaan, kalaupun ada hal

hal yang sepertinya berbau syirik namun sejatinya tidak demikian

Religiusitas pluralistik dalam hal ini perlu dikuatkan melalui dialog spektrum

khusus agama agar tidak terlihat ekslusif terhadap kondisi masyarakat

kontemporer yang plural.

Tentang hal ini sebagaimana firman Allah SWT.

“…Sesungguhnya Barangsiapa Mempersekutukan (Sesuatu Dgn)

Allah, Maka Sungguh, Allah Mengharamkan Surga Baginya, Dan Tempatnya

Neraka…Tidaklah Ada Bagi Orang-Orang Zalim Itu Seorang

Maidah: 72).

Berdasarkan surat tersebut, betapa menakutkannya siksa Allah jika

hambanya menduakannya. Inilah yang menyebabkan mengapa dalam

pelaksanaannya tidak dianggap sebagai perbuatan syirik, karena pelaksana

sendiri tidak meyakininya49. Mengapa ada unsur ritual, dalam penjelasannya

bahwa kami memulai tahapan-tahapan ritual dengan melafazkan basmalah.

Tidak ada unsur paksaan untuk menggunakan bacaan tertentu yang

engandung muatan magis dan lain sebagainya. Diakui bahwa ini adalah

bagian dari melestarikan budaya warisan dengan tidak melepaskan ritual

ibadah yang diwariskan tuhan yang maha esa50. Peraq api

kelahiran menjadi bagian dari interaksi manusia dengan alam

Bentuk interaksinya adalah tergantung pada hubungannya sebagai individu

Wawancara Dengan CE Yang Dilaksanakan Tanggal 30/07/2018 jam 23.33 WITA.Wawancara dengan NHS yang dilaksanakan tanggal 12 Juni 2018 jam 10.00 WIBWawancara Dengan IL Yang Dilaksanakan Tanggal 30/07/2018 jam 23.33

sejatinya saya tidak meyakininya, namun mempercayainya. Karena

mempercayainya tidak sama dengan meyakininya. Jadi Peraq Api bukanlah

perilaku syirik, melainkan upaya melestarikan kebudayaan, kalaupun ada hal-

syirik namun sejatinya tidak demikian48.

melalui dialog spektrum

khusus agama agar tidak terlihat ekslusif terhadap kondisi masyarakat

“…Sesungguhnya Barangsiapa Mempersekutukan (Sesuatu Dgn)

Allah Mengharamkan Surga Baginya, Dan Tempatnya

Orang Zalim Itu Seorang

Berdasarkan surat tersebut, betapa menakutkannya siksa Allah jika

hambanya menduakannya. Inilah yang menyebabkan mengapa dalam

pelaksanaannya tidak dianggap sebagai perbuatan syirik, karena pelaksana

Mengapa ada unsur ritual, dalam penjelasannya

tahapan ritual dengan melafazkan basmalah.

Tidak ada unsur paksaan untuk menggunakan bacaan tertentu yang

Diakui bahwa ini adalah

bagian dari melestarikan budaya warisan dengan tidak melepaskan ritual

Peraq api sebagai ritual

kelahiran menjadi bagian dari interaksi manusia dengan alam dan tuhan.

Bentuk interaksinya adalah tergantung pada hubungannya sebagai individu

Wawancara Dengan CE Yang Dilaksanakan Tanggal 30/07/2018 jam 23.33 WITA. Wawancara dengan NHS yang dilaksanakan tanggal 12 Juni 2018 jam 10.00 WIB

Wawancara Dengan IL Yang Dilaksanakan Tanggal 30/07/2018 jam 23.33

Page 94: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

64

kepada pencipta semesta yang dapat menjadi opini atau preferensi bagi

masyarakat lainnya. Dalam hal ini budaya dilihat sebagai primitif atau

mengalami perkembangan yang menyoroti beberapa cara individu melihat

hubungannya dengan alam semesta51.

Agama dan budaya selalu berada dalam hubungan yang erat. Keduanya

mengandung estika dan estetika. Studi tentang agama diperlukan budaya.

Agama dan budaya menyebabkan agama sebagai penjaga budaya52. Tradisi

peraq api secara umum tidak terpengaruh terhadap ketentuan agama. Agama

menjelaskan posisi budaya, dan budaya mempererat agama. Penjelasan ini

senada dengan pandangan SB yang mengatakan bahwa tidak bermasalah jika

budaya bersinggungan dengan agama, agama adalah ritualitas kehidupan

manusia yang membingkai seluruh aktivitas kehidupan manusia, sedangkan

budaya mempersatukan masyarakat dalam satu bingkai kehidupan bersama.

Kebaudayaan yang dilaksanakan menurut kami tidak memiliki persoalan

terhadap kaidah syariah karena tidak pernah dipikirkan tentang menduakan

ketentuan sang khaliq.

Senada dengan pendapat di atas, CE berpandangan bahwa peraq api

tidak memiliki unsur magis seperti melibatkan unsur gaib. Hal ini dibuktikan

dengan tidak membakar kemenyan yang notabene ritual utama fasilitator

dengan alam gaib. Jadi pelaksanaan ritual ini adalah murni meneruskan

kelestarian budaya yang menjadi turun temurun.

Pelaksanaan Peraq Api adalah kebutuhan ritual dan spiritual yang

berhubungan erat dengan nilai-nilai agama. Nilai-nilai tersebut melekat dalam

sejarah agama pembangunan di dunia menjadi bagian dari perkembangan

51 Bronislaw Malinowski dalam Ben-Oni Ardelean Te Ethics of the

Relationship between, KAIROS - Evangelical Journal of Teology. Vol. VI. No. 2 (2012), pp. 163-174.

52 Jaco Beyers, Religion and culture: Revisitng a close relatve, HTS Teologiese

Studies/Theological Studies, ISSN: (Online) 2072-8050, (Print) 0259-9422

Page 95: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

65

sosial manusia modern, memiliki minat pada informasi keagamaan yang

menyangkut perbaikan ahlaq.

Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa

pelaksanaan tradisi peraq api tidak sama sekali bertentangan dengan ketentuan

syariat Agama Islam.

Page 96: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

66

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. pelaksanaan tradisi peraq api merupakan kepercayaan yang melalui

eksperimentasi sosial masyarakat (trial and error) yang dilakukan secara

berulang-ulang yang menimbulkan pengalaman dan membuat simbol-

simbol terhadap pengalaman tersebut. Simbol-simbol tersebut kemudian

direfresesntasikan dalam bahan-bahan yang diyakini memiliki kekuatan

magis yang manakala tidak diwujudkan akan menimbulkan hal-hal yang

tidak diharapkan. Kepercayaan tersebutu diwariskan dan dilestarikan oleh

generasi secara berkelanjutan.

2. Setiap masyarakat memiliki keyakinan yang beragam, bergantung pada

tingkat pendidikan. Dampak sosiologis bagi masyarakat yang tidak

melaksanakan tradisi adalah sanksi sosial. Secara hukum formal memang

tidak ada, namun secara sosial masyarakat akan dikucilkan. Lebih-lebih

jika apa yang tidak diharapkan terjadi.

3. Pelaksanaan tradisi peraq api di laksanakan dengan tahapan berikut: (1)

Persiapan pra-tradisi; (2) pengolahan bahan; dan (3) pelaksanaan ritual.

4. Peraq api adalah produk budaya manusia yang dalam implementasinya

sama sekali tidak meyakini bahwa tradisi tersebut mengecualikan

ketentuan dan ketetapan ilahi. Kekuatan Allah adalah yang pertama dan

utama. Hal ini menandakan bahwa sama sekali tidak terdapat

penyimpangan beragama masyarakat.

B. Implikasi Teoretis

Penelitian ini memberikan tafsir kultural secara sosiologis dan teologis.

Secara teoretis, penelitian ini menambah khasanah pengetahuan dari

fenomena-fenomena ambiguitas yang selama ini dibicarakan, disangsikan oleh

sebagian besar masyarakat di pedesaan yang cendrung mendalami ilmu agama

yang baik. Dalam kenyataannya temuan dilapangan bahwa ritual semacam ini

Page 97: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

67

adalah kebiasaan kultural yang dijalani oleh semua insan kehidupan khususnya

masyarakat sasak.

C. Saran

1. Kajian ini akan lebih kuat jika dipotret dalam berbagai nperspektif.

2. Terdapat beragam kekurangan dalam hal pengumpulan data karena

keterbatasan informan yang expert dibidang kebudayaan terutama tradisi

ini.

Page 98: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

68

DAFTAR PUSTAKA

Amri Marzali, Agama dan Kebudayaan, UMBARA: Indonesian Journal of Anthropology,

Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115, h. 59 A Forum Preserving Culture And Heritage, Mimar Sinan University of Fine Arts

Preserving Culture and Heritage Through Generations, Istanbul, Turki, 11-14 Mei 2014.

Mantra, Bunga Rampai Adat Istiadat IV, (Jakarta: Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, 1977).

Bronislaw Malinowski dalam Ben-Oni Ardelean Te Ethics of the Relationship between, KAIROS - Evangelical Journal of Teology. Vol. VI. No. 2 (2012), pp. 163-174.

Davison, G. dan C Mc Conville. A Heritage Handbook. St. Leonard,( NSW: Allen & Unwin, 1991), h. 2

Erni Budiwanti, Islam Sasak WetuTelu Versus Waktu Lima,LKIS, Yogyakarta, 2000.

Gunawan, Restu, Indonesia Dalam Arus Sejarah, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoe, 2010).

George Ritzer, Teori Sosiologi Modern, diterjemahkan oleh Triwibowo, B. S. (Jakarta: Kencana, 2014), h. 542

Hasan Hanafi, Oposisi Pasca Tradisi, (Yogyakarta: Sarikat, 2003). H.A. Mukti Ali, Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini, (Jakarta: Penerbit Rajawali

Pers, 1987), hal. 173. Lihat juga Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat, dan Agama, (Surabaya: Penerbit PT. Bina Ilmu, 1985).

Jaco Beyers, Religion and culture: Revisitng a close relatve, HTS Teologiese Studies/Theological Studies, ISSN: (Online) 2072-8050, (Print) 0259-9422

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, ( Jakarta: Aksara Baru, 1985). Roibin, Dialektika Agama Dan Budaya Dalam Tradisi Selamatan Pernikahan

Adat Jawa Di Ngajum, Malang, el Harakah Vol.15 No.1 Tahun 2013. Katimin, Hubungan Agama dan Budaya dalam Islam,

https://a410080100.files.wordpress.com/2012/01/budaya-dalam-agama-islam.pdf, diakses tanggal 28/09/2017 jam 14.00 WITA.

Koentjoroningrat, Kebudayaan, Mentalitet Dan Pembangunan, (Jakarta: Gramedia, 1974), h. 15.

Muhaimin AG, Islam Dalam Bingkai Budaya Lokal: Potret Dari Cerebon, Terj.Suganda(Ciputat: PT. Logos wacana ilmu, 2001).

Misbahuddin Jamal, Konsep Al-Islam Dalam Al-Qur’an, Jurnal Al- Ulum Volume. 11, Nomor 2, Desember 2011 Hal. 283-310.

Muhaimin, Abdul Mujib & Jusuf Muzakkir, Studi Islam Dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan, (Jakarta, Kencana, 2014).

Norman K. Denzin&Yvonna S. Lincoln, handbook of qualitative Research, (diterjemahkan oleh; Dariyatno, dik), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000).

Roy F. Baumeister And Mark Muraven, Identity As Adaptation To Social, Cultural, And Historical Context, Journal of Adolescence 1996, 19, 405–416.

Reza Ali Karami, The Relationship between Religion and Culture with an Emphasis on Juristditional Effects, Applied mathematics in Engineering, Management and Technology 2 (3) 2014:493-505.

Page 99: LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TRADISI “PERAQ API” …

69

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta Utara: PT Raja Grafindo Persada, 2001).

Sidi Gazalba, Pengantar Kebudayaan Sebagai Ilmu, Jilid I, (Jakarta: Pustaka Antara, 1968).

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006).

Salam, solichin. Lombok Pulau Perawan: Sejarah Dan Masa Depannya. Taylor, S. E. and Brown, J. D. (1988). Illusion and well-being: A social psychological

perspective on mental health. Psychological Bulletin, 103, 193–210. Tim peneliti Depdikbud dalam Haq, Perkawinan Adat Merariq Dan Tradisi

Selabar di Masyarakat Suku Sasak, PERSPEKTIF, Volume XXI No. 3 Tahun 2016 Edisi September.

John W. Creswell, Research Design. Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010).

Bogdan dan Biklen, Qualitatif Research for Education an Introduction the Theory and Methode, (London : Tanpa penerbit, 1982).

Lubis, Muhammad Safrinal. 2007. Upacara Dalam: Jagat Upacara (Cetakan Pertama, Oktober 2007). Yogyakarta: EKSPRESI Universitas Negeri Yogyakarta.

Melalatoa, Junus M. ed. Sistem Budaya Indonesia, (Jakarta: Kerjasama FISIP Universitas Indonesia dengan PT. Pamator, 1997).

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006).

Warto, Membangun Kesadaran Sejarah Masa Muda, Disampaikan Dalam Acara Diskusi Sejarah Dengan Tema “Internalisasi Nilai-Nilai Sejarah Sebagai Upaya Meningkatkan Rasa Nasionalisme Dan Sadar Sejarah Kepada Generasi Muda”, pada Rabu 20 September 2017 di FIS UNY Yogyakarta. Diakses Tanggal 30/07/2018 jam 13.18 WITA.