laporan penelitian inkriminasi nyamuk anopheles …. laporan-2018... · dr.ganda .sebagai kepala...
TRANSCRIPT
i
LAPORAN PENELITIAN
INKRIMINASI NYAMUK ANOPHELES SEBAGAI VEKTOR MALARIA DAN
EVALUASI KELAMBU LLINS DI KABUPATEN PEGUNUNGAN ARFAK DAN
KABUPATEN MANOKWARI PROPINSI PAPUA BARAT
Penyusun:
Ivon Ayomi, S.Si
Hanna Kawulur, S.Pd., M.Si.
Mirna Widiyanti, S.Si., M.Sc.
Hotma Martogi Lorensi Hutapea, M.Si.
Muhammad Fajri Rokhmad, M.Sc.
Melda Suebu, S.Si.
Mardi Raharjo, SKM
Irawati Wike, S.Si.
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BIOMEDIS PAPUA
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2018
ii
SUSUNAN TIM PENELITI
iii
iv
v
vi
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat dan
karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir Penelitian yang
berjudul “Inkriminasi Nyamuk Anopheles Sebagai Vektor Malaria dan Evaluasi
Kelambu LLINs di Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kabupaten Manokwari Propinsi
Papua Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan spesies Anopheles yang
berperan sebagai vektor malaria dan evaluasi penggunaaan kelambu LLINs di
kabupaten Pegunungan Arfak dan kabupaten Manokwari. Penulis menyadari masih
banyak kekurangan dan kelemahan dari penelitian ini.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada
1. DR.Dr,Siswanto, MPH, DTM..sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan
2. Prof Muh.Sudomo sebagai Ketua Komisi Etik Penelitian Kesehatan Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
3. Kepala Dinas Kesehatan Kab.Peg.Arfak
4. drg. Agus Suprapto, M.Kes Sebagai Kepala Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar
Kesehatan
5. Dra.Sarwo Handayani,M.Sc sebagai Ketua Panitia Pembina Ilmiah (PPI) dan
Pembimbing dalam penulisan protokol penelitian dan penyusunan laporan akhir
penelitian
6. Drh.Rita Marleta Dewi,M.Kes Sebagai Pembimbing dalam penulisan protokol
penelitian dan penyusunan laporan akhir penelitian
7. Dr.Antonius Oktavian,M.Kes sebagai Kepala Balai Litbangkes Papua
8. DR.Hanna Kawulur,S.Pd.M.Si, sebagai Kepala seksi Pelayanan Penelitian Papua
9. Timotius Nahum, sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kab.Peg.Arfak
10. Dr.Henri Sembiring sebagai kepala Dinas Kesehatan Kab.Manokwari
11. Dr.Nurmah, sebagai kepala bidang P2M Dinkes Propinsi Papua Barat
12. Dr.Ivonne Kalele, sebagai kepala Puskesmas Sanggeng kab.Manokwari
13. Frans Asaribab,AMK, sebagai kepala Puskesmas Mansinan
14. Dr.Ganda .sebagai kepala Puskesmas Anggi kab.peg arfak
viii
15. Masyarakat dan ibu- ibu kader di kab Manokwari dan Kab peg.Arfak yang sudah
membantu selama pengumpulan data di lapangan
16. Teman-teman Tim yang sudah membantu selama pengumpulan data dilapangan
dan pengerjaan di laboratorium
Akhirnya penulis berharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Jayapura, Desember 2018
Penulis
ix
RINGKASAN EKSEKUTIF
Indonesia merupakan salah satu negara yang masih berisiko terhadap malaria.
Distribusi malaria di Indonesia dengan intensitas tinggi terdapat di daerah sekitar hutan,
terutama luar jawa, yaitu di Provinsi Papua, Maluku, Nusa Tengara, Kalimantan dan
Sumatera. Berdasarkan Annual Parasite Incidence (API), dilakukan stratifikasi wilayah
dimana Indonesia bagian Timur masuk dalam stratifikasi malaria paling tinggi.
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi situasi malaria (vektor
potensial, dan efektifitas kelambu LLINs) di provinsi Manokwari, dilakukan pada bulan
April – Oktober 2018. Pengambilan data dilakukan di Puskesmas Sanggeng (Kab.
Manokwari) dan 4 Puskesmas di Kab. Peg. Arfak. Desain penelitian ini adalah potong
lintang, meliputi kegiatan survei entomologi, koleksi nyamuk Anopheles spp. dewasa
dengan menggunakan man landing collection dari pukul 18.00-06.00. Konfirmasi vektor
malaria melalui deteksi antigen sirkum sporozoit P. falcifarum 210 dan P. vivax 210
menggunakan metode Enzyme Linked Immunoabsorbent Assay /ELISA (hanya di
Kabupaten Manokwari). Analisis data secara deskriptif, survei habitat Anopheles spp.
dilakukan diseluruh lokasi penelitian
Hasil penelitian di Kab. Peg. Arfak tidak ditemukan tempat perindukan dan nyamuk
Anopheles, namun di Kab. Manokwari diperoleh beberapa jenis Anopheles sp di
antaranya An. farauti, An. punctulatus, dan An. longirostris. Aktifitas menggigit
Anopheles spp rata-rata aktif menggigit mulai pukul 18.00-01.00 pagi hari. Puncak
menggigit Anopheles sp pukul 20.00-22.00. Anopheles sp aktif menggigit diluar rumah
dibanding di dalam rumah. Hasil uji dengan teknik ELISA dari nyamuk An. farauti
dan An.pungtulatus yang tertangkap, ternyata tidak terdeteksi mengandung sporozoit.
Hasil bioassay menunjukkan bahwa kelambu yang digunakan masyarakat di Kabupaten
x
Manokwari cenderung menjadi tidak efektif seiring dengan bertambahnya frekuensi
penggunaan dan pencucian yang biasa dilakukan dengan menggunakan deterjen.. Hasil
pemeriksaan dengan ELISA menunjukkan human blood index (HBI) untuk An. farauti
100% dan An. punctulatus 100%. Hasil Uji bioassay terhadap kelambu program yang di
bagikan menunjukkan hasil masih efektif > dari 80%. Hasil uji kerentanan spesies
Anopheles terhadap kandungan deltamentrin 0,05% dan permetrin 70% adalah rentan.
xi
INKRIMINASI NYAMUK ANOPHELES SEBAGAI VEKTOR MALARIA DAN
EVALUASI KELAMBU LLINS DI KABUPATEN PEGUNUNGAN ARFAK DAN
KABUPATEN MANOKWARI PROPINSI PAPUA BARAT
ABSTRAK
Latar Belakang Berdasarkan Annual Parasite Incidence (API), wilayah Indonesia
Timur masuk dalam stratifikasi malaria paling tinggi, meskipun kelambu berinsektisida
LLINs telah banyak digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas
kelambu berinsektisida LLINs dan melakukan inkriminasi vektor malaria di Kabupaten
Pegunungan Arfak dan Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat.
Metode Penelitian : Penelitian ini dilakukan pada bulan April – Oktober 2018 yang
terdiri atas pengumpulan data lapangan dan analisis di laboratorium. Pengambilan data
lapangan dilakukan di sejumlah distrik di Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kabupaten
Manokwari berdasarkan laporan bahwa angka prevalensi malaria tinggi. Pemeriksaan
ELISA untuk menemukan sirkum sporozoit dan preferensi pakan darah dilakukan di
Laboratorium Parasitologi FK UGM, dan Laboratorium Biomolekuler di Litbangkes
Papua. Penelitian deskriptif ini menggunakan desain potong lintang dengan metode
survei untuk pengumpulan data entomologi. Uji konsentrasi insektisida pada kelambu
LLINs dilakukan di laboratorium pengujian Pertanian Jakarta
Hasil penelitian: Deteksi vektor malaria dengan uji ELISA berdasarkan adanya sirkum
sporozoit menunjukkan hasil yang negatif baik untuk P.vivax ataupun P.falcipharum,
sedangkan untuk preferensi pakan darah didapatkan HBI (Human Blood Index) dengan
nilai 100%. Hasil uji bioassay terhadap kandungan insektisida dalam kelambu LLINs
program menunjukkan kecenderungan efektif namun dengan kadar kelarutan insektida
xii
yang tinggi setelah dilakukan pencucian. Hasil uji kerentanan pada nyamuk Anopheles
sp terhadap kandungan deltametrin 0,05% dan permetrin 70% adalah rentan.
Kesimpulan: Berdasarkan data hasil pemeriksaan di laboratorium jenis nyamuk
Anopheles yang terkoleksi selama penelitian tidak berperan sebagai vektor malaria dan
kelambu berinsektisida LLINs mampu menangkal gigitan nyamuk namun kurang efektif
untuk pemakaian jangka panjang.
Kata kunci: Inkriminasi vektor, anopheles, kelambu LLINs
xiii
DAFTAR ISI
Hal
Judul Penelitian ............................................................................................ I
Susunan Tim Peneliti ............................................................................................ Ii
Surat Keputusan Penelitian ............................................................................................ Iii
Persetujuan Etik ............................................................................................ V
Persetujuan Atasan ............................................................................................ Vi
Kata Pengantar ............................................................................................ Vii
Ringkasan Eksekutif ............................................................................................ viii
Abstrak ............................................................................................ X
Daftar Isi ............................................................................................ Xii
Daftar Tabel ............................................................................................ xiii
Daftar Lampiran ............................................................................................ Xiv
I PENDAHULUAN ............................................................................................
A Latar Belakang ............................................................................................ 1
B Perumusan Masalah ............................................................................................ 3
C Tujuan penelitian ............................................................................................ 4
D Manfaat Penelitian ............................................................................................ 4
II METODE PENELITIAN ............................................................................................
A Kerangka Konsep,Definisi Operasional................................................................... 6
B Desain penelitian ............................................................................................ 7
C Tempat dan Waktu penelitian.................................................................................. 7
D Populasi dan sampel ............................................................................................ 7
E Instrumen Pengumpulan Data.................................................................................. 8
F Bahan dan Prosedur pengumpulan Data.................................................................. 8
G Pengolahan dan Analisis Data.................................................................................. 9
III HASIL PENELITIAN ............................................................................................ 10
IV PEMBAHASAN ............................................................................................ 14
V KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 18
LAMPIRAN ............................................................................................ 21
xiv
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1 Karakteristik habitat jentik……………………………………………. 10
Tabel 2 Jenis Anopheles sp yang terkoleksi di Kab. Manokwari ........................ 10
Tabel 3 Hasil Uji ELISA sirkum sporozoit nyamuk Anopheles sp ……… 11
Tabel 4 Parity Rate (PR) dan peluang hidup vektor dalam satu hari (P) dan
perkiraan rata-rata umur nyamuk Anopheles sp ……........................
11
Tabel 5 Hasil uji kelambu GC, jumlah pencucian dan lama pemakaian di kab.
Manokwari ………………...........................................…
11
Tabel 6 Hasil uji suseptibilitas (kerentanan) nyamuk Anopheles di Mansinam,
kab. Manokwari.............................................................................
12
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1 Prosedur Pemeriksaan Spesies dan Bionomik Vektor 21
Lampiran 2 Penentuan Umur Relatif Nyamuk 24
Lampiran 3 Pemeriksaan Sprozoit Mengunakan Teknik ELISA 25
Lampiran 4 Uji Pakan Darah Menggunakan Teknik ELISA 28
Lampiran 5 Uji Efikasi (Bioassay) 30
Lampiran 6 Deteksi Sporozoit Menggunakan Teknik Polymerase Chain Reaction(PCR) 31
Lampiran 7 Uji Kadar Insektisida pada Kelambu LLINs (Long Lasting Insecticide
Nets)
33
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meskipun saat ini kasus malaria secara global cenderung menurun, malaria
masih merupakan salah satu penyakit tropis yang serius di dunia dan umum melanda
negara-negara berkembang dan lemah secara ekonomi. WHO melaporkan tidak kurang
dari 106 negara hingga saat ini masih merupakan daerah endemis hingga mencapai
angka 109 juta kasus dalam skala global, dan Indonesia termasuk di dalamnya. (1) Empat
puluh sembilan koma enam persen penduduk Indonesia, hidup di daerah beresiko
tertular malaria. Dalam kurun waktu 2010-2017 dilaporkan 2,2 juta kasus malaria di
seluruh Indonesia, dan sebagian besar berasal dari wilayah Indonesia bagian timur yang
meliputi Papua, Papua Barat dan kawasan Maluku. Kabupaten Manokwari adalah salah
satu kabupaten di Provinsi Papua Barat yang dilaporkan memiliki angka kasus malaria
tinggi. Dinas Kesehatan Kabupaten Manokwari melaporkan bahwa pada tahun 2012,
ditemukan 14.310 kasus dengan Annual Parasite Incidence (API) sebesar 49,8 per 1000
penduduk (2). Kasus malaria tinggi pada sebagian wilayah endemis malaria umumnya
disebabkan berbagai faktor antara lain adanya vulnerable host, vektor dan perubahan
lingkungan. Berbagai upaya untuk menurunkan angka malaria telah dilakukan dengan
fokus pada host (manusia), vektor (nyamuk) dan lingkungan. Upaya-upaya tersebut
belum menunjukkan hasil memuaskan, dibuktikan dengan masih adanya laporan kasus
malaria di berbagai daerah terutama di Papau dan Papua Barat.
Salah satu tantangan yang saat ini banyak ditemui dalam upaya menurunkan
angka kasus malaria adalah kesulitan menentukan strategi pengendalian malaria yang
sesuai untuk setiap daerah endemis dan memastikan jenis nyamuk Anopheles yang
berperan sebagai vektor. Kendala tersebut dapat diakibatkan data yang tersedia belum
mencukupi, juga ketidaktepatan dalam menentukan jenis nyamuk Anopheles yang
mampu menularkan malaria sebagai akibat adanya variasi perilaku dan sifat genetik
pada spesies yang telah dikonfirmasi sebagai vektor. Hal tersebut disebabkan berbagai
hal diantaranya aplikasi insektisida, perubahan lingkungan yang berdampak pada
perubahan perilaku organisme. Penentuan vektor yang tepat dapat membantu
2
memahami bioekologi vektor, sehingga cara dan strategi pengendalian dapat dilakukan
dengan tepat pula. Nyamuk Anopheles yang dilaporkan ditemukan di Propinsi Papua
Barat adalah Anopheles farauti, A koliensis serta temuan terbaru pada Rikhus Vektora
yaitu A longirostris(3). Hasil Rikhus Vektora menyebutkan bahwa nyamuk A farauti,
terkonfirmasi sebagai vektor di Kabupaten Manokwari dan Raja Ampat sedangkan A
longirostris terkonfirmasi sebagai vektor malaria di Kabupaten Manokwari. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa nyamuk yang berperan sebagai vektor dapat berbeda pada
setiap wilayah dengan kondisi geografis yang berbeda. Beberapa daerah di Kabupaten
Manokwari belum di laporkan secara spesifik spesies nyamuk Anopheles yang menjadi
vektor dalam penularan malaria di wilayah tersebut.
Dalam penelitian ini dilakukan inkriminasi/penentuan nyamuk yang berperan
sebagai vektor malaria di Kabupaten Pegunungan Arfak dan beberapa daerah di
Kabupaten Manokwari. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa dalam upaya
menurunkan kasus malaria, hasil yang diperoleh lebih memuaskan apabila ada
kecocokan antara bioekologi vektor dengan metoda yang diterapkan. Hal tersebut
disebabkan karena setiap wilayah endemis malaria berbeda dalam hal kondisi sosial
masyarakat, perilaku vektor serta didukung oleh wilayah geografis yang luas dan
beragam. Pernyataan tersebut memperkuat dugaan bahwa penggunaan kelambu
berinsektisida pada masyarakat bisa lebih efektif jika sebelumnya dipahami perilaku
mencari darah nyamuk vektor. Sebagai contoh, jika vektor bersifat eksofilik maka
pembagian kelambu berinsektisida kemungkinan tidak akan efektif pada penurunan
kasus malaria di suatu wilayah. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan angka
kasus malaria pada anak usia 6 bulan sampai 2 tahun, meskipun penduduk tidak
menggunakan kelambu berinsektisida atau dalam kondisi robek. Salah satu faktor yang
mempengaruhi kondisi tersebut adalah perlindungan personal terhadap balita (4).
Sebelum menerapkan penggunaan Long Lasting Insecticide Nets (LLINs),
umumnya masyarakat menggunakan Insectice Treated Bed Nets (ITNs). Penggunaan
kelambu berinsektisida tersebut masih memerlukan kajian karena tidak semua wilayah
endemis malaria yang menggunakan kelambu tersebut berhasil penggunaannya (5)
Keberhasilan dan kegagalan penerapan ITNs bukan hanya terkait organisme vektor,
tetapi juga sangat berkaitan dengan berbagai faktor, diantaranya adalah perilaku
manusia sebagai pengguna. Sebagai contoh, hasil penelitian di Biak Numfor
3
menunjukkan bahwa, penggunaan kelambu berinsektisida tidak memberikan hasil
maksimal karena aktifitas mencari darah nyamuk An.farauti paling tinggi terjadi di luar
rumah pada pukul 18.00-20.00(6). Pengamatan terhadap aktifitas mencari darah nyamuk
tersebut menunjukkan bahwa penggunaan kelambu tidak melindungi masyarakat secara
maksimal dari gigitan nyamuk saat masih beraktifitas ketika malam(7).
Penggunaan kelambu berinsektisida ditengarai memberikan proteksi yang lebih
menyeluruh serta memberikan efek samping yang cenderung lebih rendah dibandingkan
penggunaan repellent ataupun profilaksis (memiliki beberapa kekurangan salah satunya
risiko kesehatan). Penggunaan insektisida diharapkan dapat memutus rantai penularan
dan menurunkan populasi vektor, walaupun memiliki dampak negatif bagi kehidupan
manusia. Dampak negatif penggunaan insektisida (dan juga larvasida) yang kurang
bijak adalah, menyebabkan kematian organisme yang bukan merupakan sasaran,
menimbulkan masalah lingkungan serta resistensi bagi serangga dan vektor.
Evaluasi penggunaan kelambu berinsektisida di beberapa kabupaten/kota
endemis malaria di Propinsi Papua Barat belum banyak dilaporkan. Laporan hasil
evaluasi kelambu di Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kabupaten Manokwari juga
belum dapat ditelusuri. Hal tersebut disebabkan belum pernah dilakukan evaluasi
terhadap penggunaan kelambu oleh masyarakat sehingga data belum tersedia. Selain itu,
evaluasi penggunaan kelambu di Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kabupaten
Manokwari diharapkan dapat memperkuat upaya menurunkan angka kasus malaria
(Surat Dinas Kesehatan Propinsi Papua Barat, Lampiran 8). Berdasarkan uraian diatas
maka dilakukan evaluasi terhadap penggunaan kelambu berinsektisida yang telah
digunakan oleh masyarakat di Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kabupaten Manokwari.
Sebagai data pendukung evaluasi kelambu maka dilakukan pula pengukuran perilaku
masyarakat setempat yang telah menggunakan kelambu LLINs dengan menggunakan
kuisioner.
B. Perumusan Masalah
Rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1. Spesies Anopheles apa saja yang menjadi vektor malaria di Kabupaten
Pegunungan Arfak dan Manokwari?
4
2. Bagaimana efektivitas kelambu berinsektisida LLINs dalam mencegah gigitan
nyamuk vektor malaria?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum:
Menetapkan spesies nyamuk Anopheles yang berperan sebagai vektor malaria dan
menentukan evaluasi penggunaan kelambu LLINs di Kabupaten Pegunungan Arfak
dan Kabupaten Manokwari.
Tujuan Khusus:
1) Mendapatkan data inkriminasi nyamuk vektor malaria di Kabupaten Pegunungan
Arfak dan Kabupaten Manokwari
2) Mendapatkan data kerentanan nyamuk Anopheles terhadap insektisida yang
digunakan oleh masyarakat di Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kabupaten
Manokwari.
3) Mendapatkan data efektivitas kelambu LLINs di Kabupaten Pegunungan Arfak
dan Kabupaten Manokwari.
D. Manfaat Penelitian
1). Program pembangunan kesehatan
Hasil penelitian ini menjadi informasi penting bagi program pengendalian malaria,
yaitu (a) sebagai bahan evaluasi penggunaan kelambu berinsektisida yang telah
dibagikan ke masyarakat. (b) sebagai informasi jenis Anopheles yang berperan
sebagai vektor malaria di Papua Barat
2). Ilmu pengetahuan
Penelitian ini juga bermanfaat untuk ilmu pengetahuan dalam hal memberikan
informasi keanekaragaman spesies nyamuk Anopheles yang menjadi vektor malaria.
5
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep, Hipotesis, dan Definisi Operasional
1) Kerangka Konsep
Efektifitas kelambu digunakan sebagai patokan kondisi vektor malaria
dan status malaria dengan melihat berapa banyak nyamuk Anopheles yang mati
ketika kontak fisik dengan kelambu. Nyamuk yang bertahan (knocked down)
kemudian diperiksa struktur DNA-nya dengan terlebih dahulu melakukan
amplifikasi gen dengan menggunakan teknik PCR untuk mengetahui apakah
terjadi mutasi. Kemudian untuk mengetahui efektifitas kelambu dari kondisi
fisik kelambu maka survei penggunaan dan perawatan kelambu oleh masyarakt
dilakukan, selanjutnya dilakukan pengukuran konsentrasi insektisida dalam
kelambu setelah pencucian.
6
2) Definisi Operasional
No Uraian Definisi Skala
1 Kelambu kelambu berisektisida golongan
LLINs
Nominal
2 Insektisida Insektisida yang digunakan oleh
program : peritroid dan
organofospat
Nominal
3 Jumlah Pencucian Jumlah pencucian kelambu yang
dilakukan oleh masyarakat
Ordinal
4 Kadar Insektisida konsentrasi akhir insektisida pada
kelambu LLINs terpakai yang
diukur menggunakan
kromatografi gas
Rasio
5 Lama Pemakaian Rentang waktu penggunaan
kelambu mulai digunakan dalam
rumah tangga hingga sekarang
Ordinal
6 Uji Resistensi Uji resistensi menggunakan
metode tube, atau tabung sesuai
panduan dari WHO
Nominal
7 Uji efikasi Uji bioassay kelambu LLINs
menggunakan metode cone atau
corong dalam menetukan
efektifitas kelambu
Rasio
7
B. Desain Penelitian
Jenis penelitian adalah deskriptif dengan desain potong lintang.
C. Tempat dan Waktu
Penelitian telah dilakukan di Kabupaten Pegunungan Arfak, diantaranya distrik
Anggi, Menyambouw, Membey dan Anggigida, sedangkan di Manokwari
pengambilan di Kelurahan Fanindi, Sowi Gunung, Arfai, Maripi dan Pulau
Mansinam. Uji Elisa dilakukan di Laboratorium Parasitologi FK-UGM, sedangkan
uji kadar insektisida dilakukan Kantor Litbang Pertanian Jakarta. Waktu penelitian
adalah bulan April sampai Oktober 2018.
D. Populasi dan Sampel
1) Populasi dan sampel (kelambu)
Populasi adalah kelambu LLINs yang terdistribusi dan digunakan oleh
masyarakat Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kabupaten Manokwari. Sampel
adalah jumlah kelambu yang diperoleh berdasarkan perhitungan rumus standar
WHO.
Menggunakan rumus
Keterangan:
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel
yang masih dapat ditolerir atau diinginkan misalnya (0.05). Jika populasi 650
berarti sampel sebesar = 98 dan dibulatkan jadi 100. Sampel kelambu yang diuji
residu insektisida dengan metode gas kromatografi diambil dengan metode
Purposive Sampling yang mewakili jumlah pencucian, sebanyak 20 kelambu.
2) Kriteria Inklusi sampel
Rumah Tangga yang mendapatkan kelambu LLINs
Rumah Tangga yang bersedia ikut dalam penelitian dengan menandatangani
informed consent
3) Kriteria eksklusi sampel
Rumah tangga sampel tidak berada ditempat
8
4) Populasi dan Sampel (Nyamuk)
Populasi adalah nyamuk Anopheles yang berada di Kabupaten Pegunungan
Arfak dan Kabupaten Manokwari. Sampel adalah nyamuk Anopheles yang
diperoleh dari lokasi penangkapan di Manokwari Kriteria pemilihan lokasi
penangkapan nyamuk Anopheles adalah: 3 rumah yang terdapat ART positif
menderita malaria (data dari Puskesmas setempat) di salah satu kampung yang
dilaporkan memiliki angka kasus malaria tertinggi. Jika tidak ada kasus positif
maka yang dijadikan lokasi pengambilan sampel adalah wilayah yang terdapat
habitat nyamuk berdasarkan observasi.
E. Instrumen Pengumpulan Data
1) Pengukuran bionomik nyamuk Anopheles menggunakan metode human landing
collection (dibantu penduduk lokal dengan diberi pelatihan terlebih dahulu) pada
malam hari dan morning resting. Penangkapan nyamuk dilakukan mengunakan
alat aspirator.
2) Pemeriksaan Sirkum sporozoit protein terhadap nyamuk vektor malaria
menggunakan metode ELISA
3) Deteksi resistensi vektor terhadap gen Volt Gated Sodium Channel (VGSC)
menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR). PCR dilakukan apabila hasil
uji kerentanan dengan metode tube WHO selama 24 jam tidak mematikan
nyamuk (knocked down)
4) Pengukuran faktor lingkungan menggunakan alat pengukur kadar garam
(salinometer), pH meter, lux meter dan weather station.
5) Penilaian terkait pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan kelambu
berinsektisida LLINs dilakukan dengan mengunakan kuesioner terstruktur.
F. Bahan dan Prosedur Pengumpulan data
1) Bahan penelitian
Survei Jentik : Pipet plastik, cidukan dan gagang kayu, nampan, salinometer,
kertas pH, Global Position System (GPS), termometer, PH meter, luxmeter
Survei Nyamuk : Aspirator, gelas kertas, kain tile, senter, baterai, mikroskop
bedah (dissecting), tabung sentrifus mikro, gel silika, karet gelang, kapas, kabel
rol, gunting, pisau cutter, selotip/lakban, cawan petri, kertas tisu, kloroform,
9
kertas label, jarum pining, kuteks/ambroid, kotak plastik, spon busa, kapur barus,
weather station, handy talkie, feeder
Uji Bioassay : Cone, karet, kapas, kelambu kontrol, air gula, timer, alat tulis,
form pengujian
Uji susceptibility : Tube holder, impregnated paper, masker, kontrol, gloves,
timer, alat tulis, form, parafilm, slide, filter paper.
2) Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur Pengumpulan data dapat dilihat pada daftar Lampiran (Lampiran 1 -7)
G. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh, ditabulasi kemudian disajikan secara deskriptif dengan
menggunakan Microsost Excel 2013.
10
BAB III
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum
Kabupaten Manokwari terletak pada posisi di bawah garis khatulistiwa, antara 0°
14’s dan 130°31’E. Kabupaten Manokwari berbatasan sebelah barat dengan kabupaten
Tambrauw, sebalah utara dengan samudera Pasifik, sebelah timur dengan samudera
Pasifik dan sebelah selatan dengan kabupaten Arfak dan Manokwari Selatan. Luas
kabupaten Manokwari adalah 4.650.32 km2 dan memiliki 9 kecamatan, yaitu Warmare,
Prafi, Manokwari Barat, Manokwari Timur, Manokwari Utara, Manokwari Selatan,
Tanah Rubu, Masni dan Sidey. Suhu rata-rata di Manokwari adalah 27,8°C dengan suhu
(tahunan) minimum 24,9° C dan suhu maksimum 31,4°C dan kelembaban udara rata-
rata berkisar 84,1%.(8)
Kabupaten Pegunungan Arfak terletak antara 0°55’ lintang utara hingga 1°40’
lintang selatan, dan 133°10’ bujur timur hingga 134°05’ bujur timur. Secara geografis
kabupaten Pegunungan Arfak berbatasan di sebelah barat dengan kabupaten Tambraw,
sebelah utara: kabupaten Manokwari, sebelah timur: Kabupaten Teluk Bintuni, sebelah
selatan dengan kabupaten Teluk Bintuni. Luas wilayah kabupaten pegunungan Arfak
2.773.74 km2. Curah hujan tertinggi di Pegunungan Arfak terjadi pada bulan Juli yaitu
367 mm3 (8).
Hasil penangkapan nyamuk dewasa di Kabupaten Manokwari, ternyata pada saat
itu di Fanindi tidak didapatkan nyamuk Anopheles sp, sedangkan di wilayah Arfai,
Maripi dan Mansinam didapatkan nyamuk jenis An. farauti, dan An. punctulatus.
Sedangkan survei yang dilakukan di kabupaten Pegunungan Arfak juga tidak didapatkan
nyamuk Anopheles. Karakter lingkungan yang disurvei juga dicatat meliputi kondisi
fisika dan kimia serta tipe vegetasi yang teramati. Hasil yang didapatkan disajikan
dalam tabel sebagai berikut:
11
Tabel 1. Jenis Anopheles sp yang terkoleksi di Kabupaten Manokwari
Kecamatan
Spesies Anopheles
Anopheles farauti Anopheles punctulatus
Maripi 45 30
Arfai 55 45
Mansinam 40 45
Total 160 120
Tabel 2. Karakter habitat jentik nyamuk di kabupaten Manokwari
Kondisi fisik Tipe habitat Anopheles spp
Saluran air Kobakan
Suhu air °C 25.0 27.0
pH 6 6
Kelembaban udara (%) 78 78
Salinitas 0 0
Kedalaman (cm) 10 15
Dasar perairan Tanah Tanah
Tanaman air Ipomoea aquatica, Lumut air,
Algae hijau , Eichornia
crassipes
Ipomoea aquatica, Lumut air,
Algae hijau, Eichornia crassipes
Tanaman sekitar Imperata clindrica, Cyperus
rotundus, pohon pisang, pohon
matoa
Cyperus rotundus
Pohon sukun, pohon mangga,
pohon jati
Tanaman penuduh - -
Kerapatan tanaman Rapat Rapat
Ekosistem sekitar Semak, Hutan,
Pemungkiman
Hutan, semak, Pemukiman
Jenis predator air Cyclop, ikan kepala timah Cyclop, ikan kepala timah
Jarak ke pemukiman 50 meter 500 meter
Jenis anopheles An. Farauti
An. punctulatus
An. farauti
An. Punctulatus
Jumlah Jentik 15 20
Kepadatan Jentik 50
cidukan (%)
20 40
12
Mengacu pada table diatas maka salah satu faktor yang berperan penting dalam
menentukan densitas jentik nyamuk Anopheles. pada habitat berbiak (breeding place)
adalah temperatur air. Dimana suhu optimal untuk perkembangan larva ini adalah 250 -
300 C
D. Hasil Pemeriksaan Sirkum Sporozoit
Inkriminasi vektor yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mendeteksi adanya
sirkum sporozoit protein dengan menggunakan metode ELISA. Tabel dibawah ini
menunjukkan hasil uji ELISA sirkum sporozoit nyamuk anopheles yang tertangkap
selama penelitian di Kabupaten Manokwari dan Pegunungan Arfak. Hasil pemeriksaan
menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya sirkum sporozoid protein Pf 210pada
An.farauti ataupun An. punctulatus
Tabel 2. Hasil uji ELISA sirkum sporozoit nyamuk Anopheles
Spesies nyamuk Jumlah Sampel
pool
Sirkum sporosoit Sporozoit Rate
(%) P.falciparum 210 P.vivax 210
An. Farauti 15 0 0 0
An. Punctulatus 10 0 0 0
Ket = satu pool 5 nyamuk Anopheles sp
F. Peluang Hidup dan Umur Nyamuk
Tabel 3. Parity rate (PR) dan peluang hidup vektor dalam satu hari dan perkiraan rata-
rata umur nyamuk Anopheles spp
Spesies nyamuk
Jumlah
nyamuk
Dibedah
Parous
(P)
Parous
rate (PR)
Propotion
Parous (PP) P = √𝑷𝑷
𝒈𝒄
Umur
Nyamuk = 𝟏
−𝒍𝒏𝑷
An. farauti 11 3 27 0,27 0,65 2,5
An.punctulatus 6 1 17 0,17 0,94 1,7
Tabel 3 menunjukkan peluang hidup An.farauti dialam adalah 0,65 perhari dengan umur
rata rata di alam 2,5 hari. Peluang hidup An.punctulatus dialam adalah 0,94 dengan
umur rata-rata nyamuk dialam 1,7.Siklus gonotropik (gc) dari nyamuk Anopheles sp
yang digunakan untuk menghitung peluang hidup nyamuk adalah 3 hari (Tiga) hari
(data sekunder)
13
H. Hasil Uji Kelambu Gas Chromatography
Uji GC (Gas Chromatography) dilakukan untuk mengukur penurunan dosis insektisida
yang digunakan pada kelambu sampel, dari hasil uji GC didapatkan penurunan dosis
yang cukup signifikan terhadap kelambu, meskipun tidak pernah dicuci. Hal
dipengaruhi beberapa faktor (suhu udara, debu dan cara penyimpanan).
Tabel 4. Hasil uji kelambu GC, jumlah pencucian dan lama pemakaian di Kabupaten
Manokwari
Insektisida
Dosis
awal
(mg/
M2
Dosis residu setelah pencucian
(mg/M2)
Persentase penurunan insektisida
pada kelambu LLINs (%)
Tidak
dicuci
Cuci
1x
Cuci
2x
Cuci
3 x
Tidak
dicuci
Cuci
1x
Cuci
2x
Cuci
3 x
Alphasipemethr
ine
200 26,39 18,88 16,35 13,82 86,81 90,56 91,83 93,09
Deltamethrine 55 9,41 8,32 6,09 2,72 82,89 84,87 88,92 95,05
Permethrine 700 110,21 101,34 82,26 30,29 84,26 85,52 88,25 95,67
Kesimpulan Tidak
efektif
Tidak
efektif
Tidak
efektif
Tidak
efektif
I. Uji Suseptibilitas (Kerentanan)
Setelah melakukan uji suseptibilitas dengan menggunakan impregnated papper
diperoleh hasil untuk insektisida dengan bahan aktif Deltametrin 0,05% dan permethrin
0,07% suseptinilitas 100 % yang artinya insektisida tersebut masih efektif di gunakan.
Tabel 5. Hasil Uji suseptibilitas (Kerentanan) nyamuk Anopheles di Mansinam, Kabupaten
Manokwari No Spesies Insektisida Hasil Keterangan
1.
2.
Anopheles sp
Anopheles sp
Deltametrin 0,05%
Permetrin 0,07%
100%
100%
Rentan
Rentan
14
BAB VI
PEMBAHASAN
Selama survei lapangan didapatkan nyamuk Anopheles dengan jenis dan jumlah
yang sedikit. Hal ini disebabkan karena waktu pengambilan data yang sangat terbatas
yakni pada bulan Juni hingga Agustus 2018 dimana saat itu merupakan musim kemarau
dan telah melampaui musim perbiakan biakan nyamuk Anopheles. Pemilihan waktu
survey awalnya dengan pertimbangan bahwa khusus di Pulau Papua, pada umumnya
dijumpai hujan sepanjang tahun.. Penilitian yang dilakukan di Afrika memberikan
indikasi bahwa pengendalian kasus malaria paling efektif dilakukan saat musim
kemarau. Karena lingkungan secara alami membatasi laju reproduksi nyamuk dengan
berkurangnya jumlah air yang tersedia sebagai habitat bertelur nyamuk. Namun
berdasarkan observasi habitat perbiakan nyamuk menjadi lebih sulit pada musim kering
karena nyamuk cenderung mencari air hingga ke daerah yang sulit untuk dijangkau (9).
Hal serupa terbukti ketika survei jentik yang dilakukan menunjukkan hasil
densitas larva nyamuk Anopheles yang ditemukan cenderung rendah karena rendahnya
curah hujan (faktor) dan sedikitnya water body (genangan, kobakan air) yang potensial
sebagai tempat berbiak bagi nyamuk Anopheles. Nyamuk betina Anopheles sangat
selektif dalam memilih habitat air yang akan dijadikan sebagai tempat peletakan
telurnya. Penelitian yang dilakukan Abbe (2017) membuktikan bahwa selain letak
geografis dan bentuk topografi suatu daerah, komponen tutupan vegetasi dan
keberadaan kompetitor (misal serangga air lain) dan predator juga berperan sebagai
faktor pembatas dalam keberhasilan reproduksi nyamuk. Ditambah lagi, setiap jenis
nyamuk Anopheles memiliki preferensi yang berbeda dalam pemilihan habitat, sehingga
dalam mempelajari bionomik vektor dibutuhkan pengetahuan dan pemahaman yang
komprehensif untuk mampu memprediksi dimana saja tempat-tempat yang potensial
menjadi habitat berbiak nyamuk. Hal ini menjadi sangat krusial karena penelitian-
penelitan di beberapa region di benua Afrika menunjukkan bahwa manajemen jentik
dan surveillance yang berkelanjutan merupakan upaya yang baik untuk menurunkan
angka kejadian malaria(1).
15
Hasil uji ELISA menunjukkan sporozoit tidak ditemukan pada nyamuk
Anopheles yang terkoleksi, baik untuk P.vivax maupun P. falciparum. Hal ini karena
terbatasnya jumlah nyamuk tersangka vektor yang diperiksa, disamping itu berdasarkan
pembedahan ovarium didapatkan bahwa kebanyakan nyamuk yang tertangkap adalah
nyamuk mudah. Mengacu pada peluang hidup nyamuk yang didapatkan yakni paling
lama adalah 2,5 hari, maka dapat diperkirakan bahwa dari struktur umur populasi
nyamuk yang didapatkan sebagian besar adalah nyamuk yang masih muda, sehingga
siklus gonotrofiknya belum selesai, dimana siklus ini memerlukan waktu 3 hari. Umur
relatif (longevity) nyamuk merupakan salah satu faktor yang menentukan bahwa suatu
spesies nyamuk bisa menjadi berperan sebagai vektor malaria(2). Nyamuk yang memiliki
umur cukup lama dapat mendukung perkembangan parasit untuk menyelesaikan siklus
hidupnya di dalam tubuh nyamuk(10,11). Nyamuk Anopheles sekurang-kurangnya
memiliki rentang umur 8 hari untuk menjadi vektor. Pada umur nyamuk 8-10 hari P
vivax sudah dapat menyelesaikan siklus sporogoni dalam tubuh nyamuk, sementara P
falciparum memerlukan waktu lebih panjang yaitu 10-12 hari (12). Hasil penelitian
rikhus vektora yang dilakukan pada bulan Mei (2017), di Kabupaten Manokwari positif
ditemukan An. farauti dan An.longilostris yang mengandung plasmodium malaria (3).
Hasil uji kerentanan (suseptibilitas) memberikan hasil keseluruhan nyamuk
Anopheles sp mati setelah pemaparan impregnated paper selama 24 jam dengan 3 kali
pengulangan. Berdasarkan hasil ini bisa dikatakan bahwa populasi nyamuk Anopheles
sp di Manokwari masih rentan (vulnerable) terhadap insektisida (Alphasipermethrine,
Deltamethrine dan Permethrine) dalam kelambu LLINs. Kemudian hasil uji bioassay
yang dilakukan terhadap kelambu berinsektisida menunjukkan bahwa terjadinya
penurunan kadar insektisida dalam kelambu yang cukup besar meskipun populasi
kelambu yang diuji (40 buah kelambu) masih berumur kurang dari 2 tahun, karena
merupakan kelambu yang dipergunakan masyarakat didistribusikan pada tahun 2017
oleh dinas kesehatan Manokwari. Pada kelambu yang tidak mengalami pencucian
didapatkan bahwa kelambu masih memenuhi standar keefektifan minimal yakni mampu
membunuh 85% dari total populasi nyamuk uji, namun setelah kelambu dilakukan
pencucian, kelambu menunjukkan penurunan kadar insektisida yang signifikan,
sehingga ditengarai kelambu sudah tidak efektif karena banyaknya insektisida yang
terlarut selama pencucian.
16
Hal ini seharusnya tidak terjadi karena menurut standar WHO kelambu LLINs
dengan perawatan yang benar maka mampu mempertahankan efektivitasnya hingga 5
tahun. Dimungkinkan bahwa cara perawatan kelambu baik pencucian, penjemuran, dan
penyimpan kelambu LLINs oleh masyarakat kurang baik sehingga menurunkan
efektivitas kelambu. Besar kemungkinan bahwa pencucian yang tidak tepat yakni
dengan menggunakan detergent menjadi faktor utama penyebab penurunan drastis kadar
insektisida. Kelambu berinsektisida yang diuji pada penelitian ini mengandung bahan
aktif deltametrin, permetrin dan alfasipemetrin dimana merupakan golongan steroid
yang akan dengan mudah larut jika dicuci dengan menggunakan detergent, meskipun
pada dasarnya kelambu berinsektisida yang telah dilakukan pencucian selama berulang
akan mengalami penurunan efektivitas walaupun tanpa menggunakan pelarut kuat
seperti detergent.
Kemenkes (2012) menyatakan bahwa batas maksimal pencucian kelambu
berinsektisida adalah 20 kali(13). Sebuah penelitian di India menunjukkan bahwa
kelambu berinsektida yang telah dicuci selama dua tahun mengalami penurunan tingkat
efektifitas dibawah 80%. Menurunnya tingkat mortalitas nyamuk setelah pencucian
ulang disebabkan oleh berkurangnya residu insektisida yang terdapat pada kelambu(14).
Temuan yang sama diungkapkan oleh Boewono (2009) yang menunjukkan bahwa
kelambu berinsektisida yang telah dicuci 5 kali masih efektif membunuh nyamuk,
namun setelah 10 kali cuci kelambu sudah tidak efektif lagi membunuh nyamuk (15).
Temuan berbeda diungkapkan sebuah studi di India yang menemukan bahwa kelambu
berinsektisida masih tetap efektif membunuh nyamuk setelah 20 kali pencucian(16).
Ditambah lagi, residu insektisida dalam kelambu akan berkurang karena sinar ultraviolet,
debu, kondisi cuaca, metode pencucian dan jenis insektisida yang digunakan (17). Jadi
diluar faktor bahwa memang kelambu memiliki masa fungsional terbatas, faktor dari sisi
antroposentris lebih besar memberikan dampak pada berkurangnya efektifitas kelambu
setelah penggunaan dalam kurun waktu tertentu. Kerusakan fisik pada kelambu, misal
robek, dan berlobang pada saat penggunaan kelambu juga ditengarai menjadi faktor
yang menyebabkan berkurangnya efektivitas kelambu berinsektisida.
BAB V
17
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Dalam penelitian ini didapatkan dua spesies nyamuk (An.farauti, dan An.punctulatus)
dan tidak berfungsi sebagai vektor malaria.
2. Uji suseptibilitas nyamuk Anopheles sp terhadap insektida menunjukkan bahwa
nyamuk masih rentan terhadap insektisida dengan tingkat kematian 100%.
3. Survei kelambu berinsektisida LLINs menunjukkan bahwa insektisida yang
terkandung masih bisa mematikan nyamuk, namun tidak efektif untuk pemakaian
jangka panjang. Hal ini terkait dengan cara penggunaan, pencucian dan penyimpanan
namun, pencucian memberikan dampak paling besar karena konsentrasi insektisida
yang terlarut selama pencucian cukup tinggi.
Saran
a) Mengurangi tempat perindukan jentik nyamuk malaria dengan melakukan
penimbunan lubang-lubang bekas aktifitas pembuatan jalan yang berpotensi
sebagai habitat jentik di musim penghujan. Drum-drum bekas dan perahu yang
tidak digunakan lagi dibalik atau dimusnahkan untuk meminimalkan habitat
jentik nyamuk di musim penghujan.
b) Petugas kesehatan aktif melakukan active case detection (ACD) dan pasif case
detection (PCD).
c) Mengurangi aktivitas di luar rumah pada malam hari, menggunakan repellent,
baju lengan panjang untuk mencegah kontak dengan nyamuk Anopheles
d) Meningkatkan sosialisasi prosedur pemakaian dan perawatan kelambu
berinsektisida sesuai standar WHO
e) Petugas kesehatan tetap aktif melakukan mass faver survey (MFS) dan mass
blood survey (MBS) untuk mencari kasus malaria dengan segera melakukan
pengobatan secepat mungkin sehingga tidak terjadi transmisi dari penderita ke
nyamuk sehingga siklus hidup parasit dapat dicegah.
Daftar Pustaka
18
1. PP&PL. Pedoman Penyelenggaraan Surveilans dan Sistem Informasi malaria
Daerah Pemberantasan dan daerah Eliminasi Malaria di Indonesia.
Indonesia.Kementerian Kesehatan RI;2013
2. Papilaya ML, Ratag BT, Joseph WBS. Hubungan Antara Faktor Perilaku dengan
kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Remu Kota Sorong. J
Unsrat.2014:1-8
3. B2p2VRP. Kemenkes RI. Laporan Akhir Rikhus Vektora Papua barat, In :
laporan Akhir Rikhus Vektora Papua barat. 2017
4. Gerberg EJ. manual for mosquito Rearing and Experimental Techniques.
(Collins DL, ed). Baltimore: American Mosquito Control Association Inc;1979
5. PP&PL DJ. Pedoman penggunaan Insektisida (Pestisida) dalam Pengendalian
Vektor Indonesia;Kementerian kesehatan RI;2012
6. WHO. Guidelines for Laboratory and Field –Testing of Long-Lasting
Insecticidal Nets. geneva;World Health Organization ; 2013
7. World Health Organization. Malaria Entomology and Vector control. World
Health Organ. 2013
8. Badan Pusat Statistik Kabupaten Manokwari. Kabupaten Arfak Dalam Angka.
2017
9. Abebe Aninut, Yohannes Negash. Dry season occurrence of anopheles
mosquiotoes and implications in Jabi Tehnan District, West Gojjam Zone,
Ethiopia. Malaria Journal.(2018) 117:445.
10. Widyastuti U. Inkriminasi Vektor Malaria dan Identifikasi Pakan darah Pada
Nyamuk Anopheles spp di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang. Jurnal
Vektora. 2013; Vol 5 (1) : 18-27
11. Munif A, Rusmiarto S, Aryati Y, Andris H, Stoops CA, Konfirmasi Status
Anopheles vagus sebagai vektor Pendamping saat Kejadian Luar Biasa Malaria
di Kabupaten Sukabumi Indonesia, Jurnal Ekologi Kesehatan, 2008;7(1):689-
696
12. Mardiana, Munif A, Komposisi umur Nyamuk Anopheles sp yang diduga
sebagai Vektor di daerah Pegunungan Kecamatan Lengkong, Kabupaten
sukabumi, Jurnal Ekologi Kesehatan, 2009;8(2): 946-952
19
13. Kementerian Kesehatan. Pedoman Penggunaan Insektisida (Pestisida) Dalam
Pengendalian Vektor. Jakarta: Kementerian kesehatan Press;2012
14. Anuse SS, Sahu SS, Subramanian S, Gunasekaran K, Usage Pattern, Physical
Integrity&Amp; Insecticidal Efficacy of Long Lasting Insecticidal Nets in
odisha state, India, Indian J Med Res.2015;142:71-78
15. Boewono DT, Widiarti, Mujiono, Pengaruh pencucian terhadap efektifitas residu
kelambu Berinsektisida Piretroid Long lasting Insecticidal net (LLINs) terhadap
Nyamuk Vektor demam berdarah Dengue dan Malaria. Vektora. 2009;1(1):1-12
16. Sood RD, Mittal PK, Kapoor N, Razdan RK, ash AP. Wash Resistance and
Efficacy of Olyset Net and Permanet 2.0 Against Anopheles stephensi in India.
Journal of American Mosquito Control Association. 2011:27(4):423-428
17. Paintain LS, Awini E, Kukula V, Nikoi C, Sarpong D. Evaluation of a universal
Long-Lasting Insecticidal Net (LLIN) Distribution Campaign in Ghana : Cost
effectiveness of Distribution and Hang-Up Activities. Malar J. 2014;13:71-83
20
Lampiran 1
Prosedur Pemeriksaan Spesies dan Bionomik Vektor
a. Tempat Istirahat Nyamuk.
Hand Collection of indoor-resting mosquitoes
Penangkapan nyamuk dilakukan jam 18.00 – 06.00 dengan jumlah penangkap 4 orang
dengan pembagian didalam rumah 2 orang dan di luar rumah 2 orang. Lama
penangkapan tiap 40 menit landing colection, 10 menit Penangkapan di dinding dalam
rumah dan luar rumah, 10 menit penangkapan di sekitar kandang. Pagi hari dilakukan
penangkapan nyamuk di dalam rumah (06.00-08.00) oleh 2 orang petugas (tiap 15
menit/rumah) kurang lebih 10 rumah (9)
Pemelihara nyamuk agar tetap hidup di lapangan
1. Segumpal kapas direndam pada larutan gula 5 - 8%, kemudian diperas sehingga
larutan gulanya berkurang lalu ditempatkan di bagian atas paper cup.
2. Paper cup diletakkan dengan posisi tegak pada box.
3. Paper cup ditutupi dengan kain basah sebagai pelembab selama perjalanan menuju
laboratorium.
4. Paper cup yang berisi nyamuk dari kontaminasi bahan insektisida dan gangguan
semut.
5. Sebelum dibawa ke laboratorium, letakkan koran atau bahan lain di antara paper
cup untuk mengurangi guncangan selama dalam perjalanan.
b. Survei habitat
Survey larva/jentik dan pupa nyamuk dilakukan pada tempat genangan air yang
potensial sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk di daerah penelitian dan untuk
mengetahui habitat nyamuk pra dewasa. Untuk menghitung kepadatan larva dilakukan
pencidukan menggunakan dipper plastik (gayung = 350 ml) 10 cidukan (dilakukan
acak) disetiap tempat perindukan. Jentik yang diperoleh kemudian dihitung
kepadatannya, kemudian diberi label dan dipelihara dilaboratorium untuk diidentifikasi.
Koordinat lokasi tempat pencidukan jentik/larva akan di data menggunakan GPS (10).
Cara pengumpulan larva:
Peralatan yang digunakan untuk mengumpulkan larva nyamu antara lain: cidukan,
nampan, pipet plastik, vial, kapas, pensil, senter. Apabila specimen larva digunakan
21
untuk pengujian insektisida maka dibutuhkan wadah botol yang besar dengan bagian
lubang mulut yang lebar.
Gayung plastik didekatkan secara hati-hati pada permukaan air di lokasi cidukan
membentuk sudut 45˚.
Saat gayung tercelup dalam air, gayung tidak langsung diangkat karena menyebabkan
larva terganggu dan larva akan tenggelam ke dasar kolam. Jika terjadi hal demikian
tunggu 1 – 2 menit sampai larva naik ke permukaan air dan kemudian lanjutkan
pencidukan.
Pencidukan di permukaan kolam air dilakukan dengan mengitari kolam habitat larva,
gayung diangkat dari kolam perlahan-lahan, dan dipastikan air yang mengandung
larva dan pupa tidak tumpah.
larva dan pupa yang terkumpulkan dipindahkan ke vial atau botol mengunakan pipet
plastik
Jumlah larva dan pupa yang terkumpul dihitung.
c. Cara Pemindahan Larva dari Lokasi ke Laboratorium (4)
Semua larva di tempatkan pada botol atau vial dan diberi label, label harus ditulis
menggunakan pensil. Jangan mengunakan balpoin atau yang menggunakan tinta
karena akan larut di air.
Larva dan pupa yang dikumpulkan harus tetap hidup dan tidak rusak sampai tiba di
Laboratorium. Tutup botol atau vial harus rapat sehingga media air tidak tumpah.
Pastikan terdapat udara di dalam botol dan vial sekitar 1-2 cm jari permukaan air
didalam vial terhadap tutupnya sehingga larva dan pupa dapat bernapas untuk
beberapa jam. Jika terdapat udara dalam jumlah besar akan menyebabkan gangguan
selama dalam perjalanan yang menyebabkan kerusakan khususnya hilangnya rambut
pada larva dan pupa.
Jika waktu tempuh lokasi habitat dari laboratorium lebih dari 2 – 3 jam, buka tutup
botol/vial setiap 2 jam untuk memberikan udara segar pada larva dan pupa.
Jika larva yang digunakan untuk keperluan uji kerentanan maka diperlukan labu
vacuum yang besar atau wadah penyimpanan yang lebih besar.
22
d. Aktifitas Menggigit Nyamuk (11)
Aktifitas mengigit nyamuk di hitung dengan rumus sebagai berikut:
Man Bitting Rate =
Man Hour Density =
23
Lampiran 2
Penentuan Umur relatif Nyamuk
Untuk mengetahui umur nyamuk di alam dilakukan bedah ovarium, menggunakan
metode yang direkomedasikan WHO. Secara ringkas, langkah-langkah bedah ovarium
adalah, nyamuk unfed di matikan mengunakan kloroform dan diletakan di atas kaca
objek. Bagian ujung abdomen ditetesi garam fisiologis. Bagian dada ditusuk
menggunakan jarum bedah dan jarum lain menusuk segmen ke enam dan ketujuh.
Secara perlahan jarum pada abdomen digeser ke arah anus sampai segmen abdomen
dan isi perut di tarik keluar, kemudian dipisahkan isi perut dari masing-masing ovary.
Ovary yang diletakkan pada kaca objek diberi aquadest untuk melihat tracheolus skein,
sedangkan ovary yang ditetesi garam fisiologis untuk melihat isi telur dan ada tidaknya
dilatasi pada tangkai ovariole. Melalui metode ini dapat ditentukan umur nyamuk
melalui kondisi parus dan maliparus serta menghitung proporsi parus:
Proporsi Parus =
24
Lampiran 3
Pemeriksaan Sporozoit menggunakan teknik ELISA
Beberapa nyamuk Anopheles spp. yang diperoleh dari daerah penelitian dilakukan
uji ELISA untuk mengetahui adanya kandungan sporozoit berdasarkan spesies
plasmodium. Uji ELISA untuk mendeteksi keberadaan sirkum sporozoit protein
antigen. Untuk mendeteksi keberadaan sporozoit digunakan antibody monoklonal Pf
dan Pv menggunakan prinsip sandwich ELISA dimana Ab terikat pada plate yang
nantinya akan mendeteksi adanya protein antigen sporozoit
Cara kerja:
1) Sampel nyamuk.
Nyamuk uji adalah nyamuk Anopheles spp betina ditangkap istirahat dan nyamuk yang
hinggap/menggigit manusia di dalam dan di luar rumah pada malam hari dan pagi hari
serta menggigit orang di dalam/luar rumah pada malam hari. Nyamuk Anopheles
tertangkap kemudian diidentifikasi untuk menentukan spesiesnya. Selanjutnya, dengan
menggunakan bantuan pisau dan jarum, dipisahkan bagian thorax-kepala dan abdomen.
Untuk mengurangi terjadinya false positif (positif palsu) maka yang digunakan hanya
bagian thorax-kepala (protoraks) untuk uji ELISA.
2) Persiapan larutan ELISA sporozoit (12)
Untuk uji ELISA sporozoit Plasmodium pada nyamuk, dipersiapkan larutan-larutan
ELISA sebagai berikut (13):
Phosphate Buffer Saline (PBS), pH 7,2 (Dulbecco’s 10 x 1L, Sigma Chemical Co. #
D5773) yang disimpan pada suhu 40C, dicampur dalam 1 liter akuades.
Blocking Buffer (BB), terbuat dari casein (Sigma, C-0376, C-3400). BB casein dibuat
dengan komposisi 0,5 % casein (2,50 g), 0,1 N Na OH (50,00 ml) dan PSB, pH 7,4
(450 ml). Suspensi casein dalam 0,1 N NaOH dididihkan, setelah larut ditambahkan
PSB secara perlahan dan dibiarkan sampai dingin, pH diatur dengan menambahkan
HCI.
Blocking Buffer / Nonidet P-40 (BB/NP-40). Larutan ini dipakai untuk menggerus
nyamuk yang diuji, terdiri dari 1 ml BB + 5 µl NP-40, keduanya dicampur sampi NP-
40 larut dalam BB.
Larutan pencuci (PBS/Tween 20). Dimasukkan 0,5 ml Tween 20 ke dalam 1 liter
PSB, dicampur sampai homogen.
25
Larutan substrat, terdiri dari campuran 2,2-azinodi (3-ethylbenzthiazolin sulfonate 6)
atau ABTS (larutan A) dan Hidrogen peroksida (larutan B) dengan perbandingan 1:1
yang digunakan 100 µl/sumuran.
Kontrol positif, merupakan protein CS rekombinan yang dimurnikan dari P.
falciparum (Pf-PC) dan P. vivax (Pv210-PC).
Kontrol negatif. Nyamuk yang dipakai sebagai kontrol negatif adalah spesies
Anopheles hasil kolonisasi laboratorium yang tidak terinfeksi. Nyamuk digerus dalam
50 µl BB/NP-40, diencerkan dengan 200 µl BB/NP-40 (volume total 250 ul),
dimasukkan 50 µl/sumuran kontrol negatif.
Antibodi monoklonal anti P. falciparum 0,4 µg/vial yang diencerkan 1:1 dengan
akuades (Mab P. f, KPL. Lot No. WE 092, Cat. No. 37.00.24.2) dan P. vivax 0,5
µl/vial (Mab P.v-210, KPL. Lot No. KA 52-5) serta peroxidase-conjugated MAb P. f
0,25 ug (KPL. Lot No. WE 092, Cat No. 37.00.24.4) dan peroxidase-conjugated MAb
P. v-210 0,2 µg (KPL. Lot No. KA 51-5)
3) Persiapan sampel / penghancuran nyamuk Anopheles spp (13)
Nyamuk yang diuji individual atau dapat juga dipooled (5-10 ekor) ditempatkan dalam
tabung eppendorf (eppendorf tube) berukuran 1,5 ml yang berisi campuran 50 µl larutan
BB dan NP-40. Nyamuk dihancurkan/ digerus dengan alat penumbuk (pestel) yang
digerakkan otomatis memakai batu baterai (electric grinder). Setelah nyamuk hancur,
ditambahkan 2 x 125 µl larutan BB, sehingga volume campuran bahan dalam masing-
masing tabung eppendorf menjadi 300 µl. Homogenat nyamuk disimpan pada suhu –
200C sampai saatnya untuk diuji. Pengujian sporozoit dilakukan pada sumuran mikroplat
yang terpisah berdasarkan jenis Plasmodium yang digunakan.
4) Uji ELISA sporozoit Plasmodium pada nyamuk Anopheles spp. (Verifikasi Vektor) (12)
Coating mikroplat dengan 50 µl larutan antibodi monoklanal (Mab), dipisahkan
berdasarkan spesies spoorozoit yang diuji, yaitu Mab p. f 0,1 µg/50 µl PBS dan Mab
P. v 210 0,025 µl/50 µl PBS. Plat ditutup dengan aluminium foil dan diinkubasi pada
suhu kamar selama 30 menit.
Sumuran diaspirasi dan diisi dengan BB 200 µl/sumuran, inkubasi selama 60 menit
(tertutup).
Sumuran diaspirasi, 50 µl homogenat nyamuk dimasukkan ke dalam sumuran
demikian juga untuk kontrol positif dan negatif. Inkubasi selama 2 jam (tertutup).
26
Sumuran dicuci dengan PBS/Tween 20 sebanyak 2 kali.
Konjugat (larutan peroxidase-conjugated Mab) dimasukkan ke dalam masing-masing
sumuran (0,050 µl/50 µl BB untuk peroxidase-conjugated Mab P. f dan peroxidase-
conjugated Mab P. v-210). Inkubasi 1 jam (tertutup).
Sumuran dicuci 3 kali dengan PBS/Tween 20.
100 µl larutan substrat (campuran ABTS dan H2O2) dimasukkan ke dalam masing-
masing sumuran, ditutup, diamati hasilnya setelah 30 menit.
Hasil positif secara visual akan terlihat menunjukkan warna hijau. Untuk mengetahui
nilai absorben / absorbance value (AV) secara kuantitatif dapat dibaca dengan ELISA
reader pada panjang gelombang 405 nm. Intensitas warna sebanding dengan jumlah
antigen CS yang terdapat dalam sampel.
Sampel positif harus dikonfirmasi / diuji ulang, dibandingkan dengan kurva standar
ekuivalensi antigen CS (dari kontrol positif) terhadap sporozoit P. falciparum atau P.
vivax. Pembuatan kurva kontrol positif dilakukan dengan membuat seri pengenceran
mulai dari konsentrasi 100; 50; 25; 12; 6; 3 dan 1,5 pg/50 ul BB, masing-masing 3
kali ulangan. Pada plat yang sama diletakkan pula kontrol negatif dan sampel positif
yang diuji ulang. Prosedur pengujian sama dengan ELISA sporozoit, mulai dari
coating mikroplat sampai dengan pembacaan hasil di ELISA reader.
Sporozoite rate (SR) = 𝐽𝑈𝑀𝐿𝐴𝐻 𝑆𝑃𝐸𝑆𝐼𝐸𝑆 (𝑋) 𝑌𝐴𝑁𝐺 𝑀𝐸𝑁𝐺𝐴𝑁𝐷𝑈𝑁𝐺 𝑆𝑃𝑂𝑅𝑂𝑍𝑂𝐼𝑇
𝐽𝑈𝑀𝐿𝐴𝐻 𝑆𝑃𝐸𝑆𝐼𝐸𝑆 (𝑋) 𝑌𝐴𝑁𝐺 𝐷𝐼𝐵𝐸𝐷𝐴𝐻 x 100%
Lampiran 4
27
Uji Pakan Darah menggunakan metode ELISA(12)
Uji pakan darah dilakukan dengan metode ELISA untuk memperoleh ketepatan dalam
menentukan sensitifitas dan spesifisitas jenis darah yang dihisap oleh nyamuk (darah
manusia/hewan). Nyamuk Anopheles yang akan diidentifikasi pakan darahnya
adalah dalam kondisi perut kenyang darah (blood fed atau half gravid)
Cara Kerja:
Bagian perut nyamuk dipisahkan dari kepala-dada (Protoraks). Darah dalam bagian
perut setiap spesimen nyamuk Anopheles dipencet pada kertas filter Whatman
diameter 11 cm (yang sudah dibagi menjadi 16 bagian).
Setiap bagian kertas filter Whatman (berisi sediaan darah sampel) dimasukkan ke
dalam 1 ml PBS (minimal dalam waktu 1 jam sebelum diuji atau dapat disimpan
dalam refrigerator (kulkas) untuk pengujian lebih lanjut).
Sumuran mikroplat ditambahkan 100 l larutan anti IgG manusia (4 l/ml PBS) lalu
mikroplat ditutup dengan aluminium foil, diinkubasi selama 24 jam pada suhu
40C.
Sumuran diaspirasi terlebih dahulu kemudian ke dalam sumuran dimasukkan 200 l
BB dan di inkubasi selama 1 jam. Sumuran diaspirasi kemudian mikroplat ditepuk-
tepukkan pada kertas tissu untuk menghilangkan sisa-sisa buffer.
Dalam sumuran dimasukkan 100 l homogenat, demikian pula pada kontrol positif
dan kontrol negatif. Pada kontrol positif, ditambahkan 100 l IgG (5 l/500 ml PBS).
Pada kontrol negatif digunakan nyamuk Anopheles spp hasil koloni laboratorium yang
tidak menghisap darah.
Setelah selesai mikroplat ditutup dan diinkubasi selama 2 jam. Selanjutnya sumuran
diaspirasi dan dicuci dengan PBS/Tween dua kali dan dikeringkan.
Tambahkan 100 l konjugat peroksidase ke dalam sumuran, (2 l /1 ml BB Tween)
dan diinkubasi selama 1 jam. Sumuran diaspirasi dicuci dengan PBS/Tween sebanyak
tiga kali ulangan.
Tambahkan 100 l larutan substrat ABTS (Substrat disiapkan dengan mencampurkan
ABTS dan H2O2 perbandingan 1:1). Setelah penambahan substrat mikroplat ditutup
dan ditempatkan di ruang gelap selama 20 menit. Untuk menghentikan reaksi
ditambahkan 1 tetes 2,5 N HCl pada tiap-tiap sumuran.
Pembacaan hasil dilakukan secara visual dan kuantitatif. Pembacaan secara visual
pada kontrol positif akan menunjukkan warna hijau sedangkan pada kontrol negatif
28
tidak berwarna. Penilaian secara kuantitatif dengan membaca nilai absorbance value
(AV) pada ELISA reader dengan panjang gelombang 405 nm setelah 20 menit.
29
Lampiran 5
Uji efikasi (Bioassay) untuk Insectiside-treated bed nets dan LLINs pada Vektor
Malaria (8,14,6)
Untuk uji metode cone WHO digunakan Non blood fed nyamuk sebanyak 5
ekor agar lebih leluasa kontak dengan kelambu yang diuji.
Dipergunakan empat cone yang sama pada uji Kelambu LLINs dengan
replikasi sebanyak 10 kali, dengan tiap cone 5 ekor nyamuk dengan total
nyamuk 50 ekor dengan lama waktu kontak 3 menit.
Setelah exposure nyamuk ditempatkan pada gelas plastik 150 ml (10 ekor
nyamuk tiap gelas) kemudian diberi makan sukrosa, dan ditempatkan pada
suhu 27 C dengan kelembaban 80%.
Di catat persentase knock down setelah 60 menit dan persentase setelah 24
jam .
Control Mortality (C) =
Exposure Mortality(E) =
Abbot’s Formula Corrected exposure Mortality (%) =
Lampiran 7
Uji kadar insektisida pada kelambu LLINs (Long Lasting Insecticide Nets)
30
Untuk mengetahui kadar Insektisida pada LLINs di gunakan uji Gas Kromatografi Langkah
kerja uji Gas Kromatografi (GC) = High Pressure Liquid Chromatograph (HPLC). Reagen
atau peralatan yang di perlukan: Deltametrin standar : standar referensi, Aseton : HPLC,
Dibutylphtalate : Analisis, Pengocok : Yamato, Ultrasonik (ultra) untuk mengultrasonik fase
gerak dan sampel yang akan masuk dalam kolom sehingga udara tidak ada dan tidak
mengakibatkan sumbatan dalam kolom, HPLC : Aligent 1100, Pelarut untuk ekstrasi :
Aseton 80 %, Cairan standar internal : 0,05% dibutylphtalate dalam campuran ekstrasi,
Solution deltametrin standart : 0,05% deltamentrin standar dalam campuran ekstrasi.
Persiapan Sampel
Masing-masing kelambu dipotong 2-3cm
Masukkan 0,3 gram kelambu (mengandung 50 mg deltametrin) ke dalam botol
gelas yang berisi 50 ml air
Tambahkan 1 ml cairan standar internal (dibutylpthalate)
Tambahkan 14 ml hasil ekstrasi
Kocok dengan kuat mengunakan pengocok (yamato) selama 30 menit
Saring campuran sampel kemudian filtrasi hasil saringan disiapkan untuk
injeksi.
Persiapan larutan kalibrasi
Masukan 1ml deltamethrin standar dengan mengunakan pipet kedalam botol
gelas berisi 50 ml air
Tambahkan 1ml larutan standar internal
Tambahkan 14 ml axtrasi
Campur larutan untuk membuat larutan kalibrasi
Kondisi Kerja
a) Kolom : Lichrosob SI-60, 25 cm x 4,6 mm, 5µm
b) Detector : Ultra Violet
c) Fase Gerak : 94% Volume Aseton
d) Laju aliran : 1ml/menit
e) Volume Injeksi : 5-10 µl
f) Suhu kolom : 250C
Penentuan Hasil
Kandungan Deltametrin = SsxIcxWcxP
31
Is x Sc x Ws
Keterangan :
Ss : Area puncak deltametrin dalam larutan sampel
Sc : Area puncak deltametrin dalam larutan kalibrasi
Is : Area puncak standar internal larutan sampel
Ic : Area puncak standar internal larutan kalibrasi
Ws : mg berat kelambu
Wc : mg deltametrin dalam larutan kalibrasi
P : deltametrin standar referensi
Pengujian Konsentrasi Insektisida Permethrin Dalam Kelambu
Prinsip Kerja : Contoh diekstrasi dengan aseton dan di klorometana dan
ditetapkan dengan kromatografi gas mengunakan detektor FID (Flame Ionization
detector) Peralatan dan pereaksi yang digunakan adalah rotavapor, kromatografi
gas yang dilengkapi dengan detektor FID, alat gelas, aseton GR, diklorometana
GR, isooktan GR
Tahapan :
Ekstrasi : Kelambu ditimbang dengan timbangan analitik dan dimasukkan ke
dalam erlemeyer asah (bertutup), ditambahkan campuran aseton : diklorometana
100ml (50:50 v/v) dengan mengunakan pipet volume.Dibiarkan selama satu
malam untuk proses ekstrasi statis. Kemudian hasil ekstrasi di saring dan di
disuntikkan ekstrak ke dalam kromatograf gas.
Penetapan
Hasil ekstrasi diambil 1µl ekstrak kemudian diinjeksika ke dalam kromatograf
gas dengan kondisi :
1. Kolom kapiler : Hp-5, panjang 30 m x 320 µm x 0,25 µm
2. Program suhu : 1000C-2500C, laju peningkatan 150C/menit
3. Suhu Injektor : 2500C
4. Suhu detektor : 2500C
5. Gas Nitrogen UHP : 2 ml/menit
6. Detektor : FID (Flame Ionization Detector)