laporan penelitian
TRANSCRIPT
LAPORAN PENELITIAN
DISUSUN OLEH:
DWI SETYO AJI / F1312039
PROGRAM S1 TRANSFER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Reformasi dalam bidang pengelolaan keuangan daerah telah ditandai
dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah, Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah membuka peluang yang luas bagi daerah untuk
mengembangkan dan membangun daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan
prioritasnya masing-masing. Sebagai operasionalnya maka Menteri Dalam Negeri
telah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13, Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah. Dengan berlakunya Undang-Undang tersebut di
atas membawa konsekuensi bagi daerah dalam bentuk pertanggungjawaban atas
pengalokasian dana yang dimiliki dengan cara yang efisien dan efektif,
pemerintah kabupaten/kota maupun provinsi diwajibkan untuk menerbitkan
laporan keuangan sebagai pertanggungjawaban telah berakhirnya tahun anggaran
dan wajib diaudit oleh BPK.
Proses audit atas laporan keuangan pemerintah daerah dimulai sejalan
dengan berlakunya dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
sebagai salah satu lembaga tinggi negara, memegang peran yang strategis dalam
menilai kineja keuangan pemerintah daerah. Proses penilaian ini dilakukan
dengan cara memeriksa laporan pertanggungjawaban pemerintah daerah yang
berupa Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Untuk meningkatkan
kualitas audit, BPK telah menerbitkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
(SPKN) sesuai dengan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
No. 1 Tahun 2007.
Dari hasil audit BPK terhadap 344 LKPD tahun 2005, hasilnya menunjukkan
sebanyak 5,23% LPKD mendapat opini wajar tanpa pengecualian
(WTP/unqualified), 84,6% memperoleh opini wajar dengan pengecualian
(WDP/qualified), 2,33% memperoleh pendapat. tidak wajar (TW/adverse) dan
sebanyak 7,86% memperoleh opini tidak memberikan pendapat
(TMP/disclaimer). Tidak jauh berbeda, untuk tahun 2008, dari 293 LKPD tahun
yang diperiksa BPK, sebanyak 8 LPKD atau 2,73% diberikan opini wajar tanpa
pengecualian (WTP), 217 LPKD atau 74% diberikan opini wajar dengan
pengecualian (WDP). Sebanyak 21 LPKD atau 7,16% mendapatkan opini tidak
wajar (TW) dan 47 LPKD atau 16% mendapatkan opini tidak memberikan
pendapat (disclaimer/TMP).
Hasil laporan audit BPK tersebut menjadi pertanyaan peneliti apakah hasil
pemberian opini oleh BPK tersebut disebabkan oleh rendahnya kualitas LKPD
tersebut ataukah ada faktor-faktor lain seperti moral reasoning, profesional dan
kompetensi auditor BPK yang menjadi penyebab tinggi atau rendahnya kualitas
audit yang dilakukan auditor BPK. Penelitian-penelitian tentang etika telah
banyak dilakukan baik di Indonesia maupun di luar negeri. Namun demikian
penelitian-penelitian tersebut fokus pada sektor swasta (misalnya, Faisal, 2007,
Faisal dan Rahayu, 2005; Nizarul Alim dkk, 2007; Margfirah dan Syahril, 2008;
Lindawati, 2003). Penelitian tentang etika di sektor publik khususnya di
pemerintah daerah masih sangat jarang dilakukan. Lewis dan Frank (2002)
menyatakan bahwa moral reasoning auditor pemerintah berbeda dengan auditor
sektor swasta. Perbedaan tersebut disebabkan oleh mekanisme peraturan yang ada.
Selain itu perlunya penelitian ini dilakukan karena maraknya praktek korupsi
dalam administrasi publik di pemerintahan daerah. Hal tersebut ditunjukkan oleh
banyaknya penyalahgunaan dana APBD oleh Kepala Daerah dan pejabat-pejabat
di pemerintahan daerah. Metzger (2002) memberikan alasan pentingnya
mempertimbangkan moral reasoning auditor pemerintah: Pertama, auditor
pemerintah adalah pihak yang dipercaya rakyat untuk mengawasi penggunaan dan
pertanggungjawaban uang rakyat. Kedua, auditor pemerintah banyak menghadapi
konflik peran sebagai representasi lembaga pemerintah, disatu sisi mereka harus
tetap mempertahankan independensinya namun disisi lain mereka harus membuat
keputusan politik. Pentingnya melakukan pengujian pengaruh faktor skeptisisme
professional auditor terhadap kualitas audit antara lain karena semakin skeptis
seorang auditor maka akan semakin mengurangi tingkat kesalahan dalam
melakukan audit (Nelson, 2007; Hurtt et al, 2003; Bell et al, 2005). Carpenter et
al (2002) menyatakan bahwa auditor yang kurang memiliki sikap skeptisisme
professional akan menyebabkan penurunan kualitas audit. Berdasarkan uraian
diatas maka dalam penelitian ini yang menjadi permasalahan adalah apakah moral
reasoning dan sikap skeptisisme professional auditor mempengaruhi kualitas audit
atas laporan keuangan pemerintah daerah.
Mengingat pentingnya fungsi lembaga audit sektor publik dalam
memberikan penilaian atas kinerja keuangan pemerintah daerah, kualitas audit
BPK dan Inspektorat Provinsi telah menjadi fokus kajian oleh berbagai pihak. Hal
ini menyebabkan lembaga-lembaga tersebut menghadapi tuntutan profesionalisme
yang tinggi dari masyarakat. Tuntutan profesionalisme tersebut tentunya
mencakup berbagai nilai-nilai profesionalisme seperti kompetensi, independensi,
dan akuntabilitas. Padahal, auditor pemerintah yang bekerja pada lembaga
tersebut tentunya juga sering mengalami dilema moral, yakni ketika para auditor
berada dalam situasi yang rumit karena mereka sulit untuk memilih antara
kepentingan pribadi mereka atau kepentingan publik. Dilema moral ini juga
timbul karena adanya kebutuhan untuk memilih pilihan yang dapat berakibat baik
bagi satu pihak tapi tidak baik bagi pihak lainnya (Jusup, 2001:89). Dalam situasi
seperti di atas, tidak sedikit auditor yang lebih memilih kepentingan pribadi
mereka, sehingga terjadilah penyimpangan dan pelanggaran kode etik.
Hal-hal seperti di atas tentunya dapat dicegah oleh auditor dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai profesionalisme seperti kompetensi, independensi,
dan akuntabilitas. Apalagi menurut DeAngelo (1981) kualitas audit yang
merupakan kemampuan auditor untuk menemukan kesalahan dan melaporkannya
kepada pihak-pihak yang berkepentingan ditentukan oleh kompetensi dan
independensi. Nilai-nilai tersebut memiliki hubungan langsung terhadap kualitas
audit. Kompetensi didefinisikan oleh Irawati (2011) sebagai suatu keahlian yang
dimiliki seorang auditor yang berasal dari pengetahuan dan pengalaman.
Sementara independensi didefinisikan oleh Wati dkk (2010) sebagai sikap
seseorang untuk bertindak jujur, tidak memihak, dan melaporkan temuan-temuan
hanya berdasarkan bukti yang ada. Adapun akuntabilitas didefinisikan oleh Ardini
(2010) sebagai dorongan psikologi sosial yang dimiliki seseorang untuk
menyelesaikan kewajiban yang harus dipertanggungjawabkan kepada
lingkungannya.
Nilai-nilai kompetensi, independensi, dan akuntabilitas sangat penting
dimiliki oleh seorang auditor dalam rangka meningkatkan kualitas audit. Namun,
masalahnya auditor sering kali sangat sulit untuk mengimplementasikan nilai-nilai
kompetensi, independensi, dan akuntabilitas yang notabene adalah nilai-nilai
profesionalisme.
B. Rumusan Masalah
Atas dasar latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka khusus
penelitian ini bertujuan untuk menguji:
1. Apakah moral reasoning auditor pemerintah mempengaruhi kualitas
audit atas laporan keuangan pemerintah daerah dari sisi independensi,
kompetensi dan akuntabilitas?
2. Apakah skeptisisme professional auditor pemerintah mempengaruhi
kualitas audit atas laporan keuangan pemerintah daerah dari sisi
independensi, kompetensi dan akuntabilitas?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan dan kontribusi yang diharapkan
sebagai berikut ini:
1. Dapat memberikan masukan kepada auditor tentang bagaimana
meningkatkan kualitas audit yang dilihat dari atribut kompetensi ,
independensi dan akuntabilitas.
2. Pentingnya penelitian tentang pengambilan keputusan etis dari
pemikiran dan penalaran dan perkembangan moral (moral reasoning and
development) untuk profesi auditor dengan 3 alasan. Pertama, penelitian
tentang moral reasoning ini dapat digunakan untuk memahami tingkat
kesadaran dan perkembangan moral auditor dan akan menambah
pemahaman tentang bagaimana perilaku auditor dalam menghadapi
konflik etika. Kedua, penelitian ini diharapkan akan lebih menjelaskan
problematika proses yang terjadi dalam menghadapi berbagai pengambilan
keputusan etis auditor yang berbeda-beda dalam situasi dilema etika.
Ketiga, hasil penelitian ini akan dapat membawa dan menjadi arahan
dalam tema etika dan dampaknya pada profesi auditor. Keempat, hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti tentang level of moral
reasoning auditor dan skeptisisme profesionalnya dalam hubungannya
dengan kualitas audit yang dihasilkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
Sejak berakhirnya era pemerintahan orde baru dan terjadinya reformasi dalam
bidang pengelolaan keuangan negara, telah banyak dikeluarkan peraturan
perundangan demi tercapainya pengelolaan keuangan negara yang baik.
Dengan berlakunya Undang-Undang baru tersebut bentuk
pertanggungjawaban atas pengalokasian dana yang dimiliki dilakukan dengan
cara yang efisien dan efektif, pemerintah kabupaten/kota maupun provinsi
diwajibkan untuk menerbitkan laporan keuangan sebagai
pertanggungjawaban telah berakhirnya tahun anggaran dan wajib diaudit oleh
BPK.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memegang peran menilai kineja keuangan
pemerintah daerah. Proses penilaian ini dilakukan dengan cara memeriksa
laporan pertanggungjawaban pemerintah daerah yang berupa Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Untuk meningkatkan kualitas audit,
BPK telah menerbitkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN)
sesuai dengan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No.
1 Tahun 2007.
Hasil audit BPK tahun 2005 menunjukkan masih banyaknya opini WDP yang
diberikan kepada pemerintah daerah. Sedangkan pada tahun 2008 opini WDP
mencapai 74% dari keseluruhan hasil audit. Apakah hasil pemberian opini
oleh BPK tersebut disebabkan oleh rendahnya kualitas LKPD tersebut
ataukah ada faktor-faktor lain seperti moral reasoning, profesional dan
kompetensi auditor BPK yang menjadi penyebab tinggi atau rendahnya
kualitas audit yang dilakukan auditor BPK. Penelitian tentang etika di sektor
publik khususnya di pemerintah daerah masih sangat jarang dilakukan. Moral
reasoning auditor pemerintah berbeda dengan auditor sektor swasta hal itu
disebabkan oleh mekanisme peraturan yang ada. Pentingnya
mempertimbangkan moral reasoning auditor pemerintah dikarenakan auditor
pemerintah adalah pihak yang dipercaya rakyat untuk mengawasi penggunaan
dan pertanggungjawaban uang rakyat serta auditor pemerintah banyak
menghadapi konflik peran sebagai representasi lembaga pemerintah,
sedangkan pentingnya melakukan pengujian pengaruh faktor skeptisisme
professional auditor terhadap kualitas audit adalah karena semakin skeptis
seorang auditor maka akan semakin mengurangi tingkat kesalahan dalam
melakukan audit. Hasil dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dra.
Indira Januarti,MSi,Ak Faisal,SE,Msi menyebutkan moral reasoning justru
berpengaruh negatif dengan kualitas audit meskipun hanya signifikan pada
alpha 10%, sehingga dapat disimpulkan hipotesis pertama yang menyatakan
moral reasoning berpengaruh positif terhadap kualitas audit tidak dapat
diterima. Hasil ini didukung statistik deskriptif yang menunjukkan bahwa
responden cenderung pada moral reasoning yang rendah. Namun demikian
hasil ini menunjukkan bahwa meskipun responden mempunyai moral
reasoning yang rendah tetapi kualitas auditnya tetap baik. Hal ini
diperlihatkan dengan arah yang negatif dan signifikan. Hipotesis kedua yang
menyatakan skeptisisme profesional auditor mempunyai pengaruh yang
positif terhadap kualitas audit dapat diterima. Hasil ini konsisten dengan
statistik deskriptif yang mengindikasikan bahwa responden menunjukkan
sikap skeptisisme yang tinggi.. Peneliti mengatakan bahwa kemungkinan
hasil ini disebabkan oleh sulit dan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
mengisi kuesioner yang diberikan.
B. Rerangka Teoritis dan Hipotesis
Kualitas Audit
DeAngelo (1981) mendefinisikan kualitas audit sebagai kemampuan
auditor untuk menemukan pelanggaran pada laporan keuangan yang tidak
sesuai dengan Generally Accepted Accounting Principles (GAAP).
Menurut DeAngelo seberapa tinggi kompetensi dan independensi seorang
auditor dapat mempengaruhi kualitas audit.
Penelitian Crasswell dkk (1995), kualitas auditor diukur dengan
menggunakan ukuran auditor specialization. Crasswell menunjukkan
bahwa spesialisasi auditor pada bidang tertentu merupakan dimensi lain
dari kualitas audit. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa fee audit
spesialis lebih tinggi dibandingkan auditor non spesialis. Hogan dan Jeter
(1999) menyatakan bahwa spesialisasi industri membuat auditor mampu
menawarkan kualitas audit yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak
spesialis. Sekar (2003) melakukan penelitian pengaruh spesialisasi industri
auditor sebagai proksi lain dari kualitas audit terhadap integritas laporan
keuangan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa spesialisasi auditor
berpengaruh positif terhadap integritas laporan keuangan. Deis dan Giroux
(1992) melakukan penelitian tentang empat yang hal dianggap mempunyai
hubungan dengan kualitas audit yaitu (1) lama waktu auditor telah
melakukan pemeriksaan terhadap suatu perusahaan (tenure), (2) jumlah
klien, (3) kesehatan keuangan klien dan (4) review oleh pihak ketiga.
Berikut adalah uraian mengenai beberapa dimensi kualitas audit yaitu
kompetensi, independensi, dan akuntabilitas.
a. Independensi
Kasidi (2007:24) mengemukakan bahwa independensi adalah sikap
tidak memihak kepada kepentingan siapapun dalam melakukan
pemeriksaan laporan keuangan. Sedangkan Wati dkk (2010)
menyatakan independensi merupakan sikap seseorang untuk bertindak
jujur, tidak memihak, dan melaporkan temuan-temuan hanya
berdasarkan bukti yang ada. Mulyadi dan Puradiredja (1998) juga
mendefinisikan independensi sebagai kejujuran dalam diri auditor
dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang
objektif serta tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan
maupun menyatakan pendapat.
Seorang auditor yang independen memiliki kebebasan yang cukup
untuk melakukan audit yang andal, meskipun independensi yang
sifatnya mutlak tidak mungkin dimiliki, auditor tetap harus memelihara
independensinya untuk menjaga tingkat kepercayaan pengguna atas
laporan yang dibuatnya (Murwanto dkk,Tanpa Tahun). Boynton, dkk
(2001:103) menyatakan bahwa seorang auditor harus bersikap
independen baik dalam kenyataan maupun dalam penampilan pada saat
melaksanakan audit atau jasa atestasi lainnya. Independensi dalam
kenyataan (independence in fact) mengandung arti bahwa auditor harus
mempunyai kejujuran dalam mempertimbangkan semua fakta yang
ditemuinya dalam audit. Sementara independensi dalam penampilan
(independence in appearance) berarti bahwa auditor harus memiliki
independensi dari sudut pandang pihak lain yang mengetahui informasi
yang terkait dengan diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit.
Selain itu, dalam standar umum kedua yang merupakan standar audit
yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, juga dinyatakan
“Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi
dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor” (Murwanto dkk,
Tanpa Tahun:47).
Dalam standar di atas, jelas bahwa auditor dituntut untuk tidak
memihak kepada kepentingan siapa pun. Auditor independen tidak
hanya berkewajiban mempertahankan fakta bahwa ia independen,
namun ia harus pula menghindari keadaan yang dapat menyebabkan
pihak luar meragukan sikap independensinya (Murwanto dkk, Tanpa
Tahun). Selain itu dalam standar audit yang berlaku di lingkungan
BPK-RI dalam poin kedua independensi dijelaskan sebagai berikut.
Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan audit,
organisasi/lembaga audit dan auditor, baik pemerintah maupun akuntan
publik, harus independen (secara organisasi maupun secara pribadi),
bebas dari gangguan independensi yang bersifat pribadi dan yang di
luar pribadinya (ekstern), yang dapat memengaruhi independensinya,
serta harus dapat mempertahankan sikap dan penampilan yang
independen (Murwanto dkk, Tanpa Tahun:85).
b. Kompetensi
Lee dan Stone (1995) dalam Indah (2010) mendefinisikan kompetensi
sebagai sebuah keahlian yang secara eksplisit digunakan oleh auditor
untuk melakukan tugas auditnya secara objektif. Irawati (2011)
menyimpulkan bahwa kompetensi seorang auditor diperoleh dari
pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan dan pengalaman dapat
bersifat umum dengan standar tinggi yang diikuti melalui pendidikan
khusus, sertifikasi, serta pengalaman kerja. Kompetensi yang diperoleh
ini harus selalu dipertahankan dan dikembangkan dengan terus-menerus
mengikuti penerbitan nasional dan internasional yang relevan dengan
akuntansi, auditing, dan keterampilan-keterampilan teknis lainnya
(Murwanto dkk, Tanpa Tahun). Sependapat dengan Irawati,
Christiawan (2002) juga mengungkapkan bahwa kompetensi sangat
terkait dengan pendidikan dan pengalaman. Lebih lanjut, Dreyfus dan
Dreyfus (1986) dalam Indah (2010:35) membedakan proses
pemerolehan keahlian menjadi lima tahap yaitu:
a) tahap novice yang merupakan tahap pengenalan akan kenyataan
dimana pendapat-pendapat yang dibuat hanya berdasarkan aturan-
aturan yang ada.
b) tahap advanced beginner yang merupakan tahap dimana
ketergantungan auditor terhadap aturan melebihi kemampuan
rasionalisasinya, namun pada tahap inilah auditor dapat menyeleksi
aturan yang sesuai dengan suatu tindakan.
c) tahap competence yang merupakan tahap dimana auditor telah
memiliki pengalaman yang cukup dalam menghadapi situasi yang
cukup kompleks. Tindakan yang diambil disesuaikan dengan tujuan
auditor, sementara aturan audit tidak begitu diperhatikan.
d) tahap proficiency yang merupakan tahap dimana terdapat rutinitas
dan auditor sangat bergantung pada pengalaman sebelumnya. tahap
expertise yang merupakan tahap dimana auditor mengetahui sesuatu
karena kematangan dan pemahamannya terhadap praktik yang ada.
Selain itu, auditor sudah mampu membuat keputusan maupun
menyelesaikan masalah dengan rasional tanpa terlalu bergantung pada
peraturan-peraturan yang ada melainkan lebih cenderung kepada intuisi
mereka.
c. Akuntabilitas
Menurut Ardini (2010) akuntabilitas merupakan dorongan psikologi
sosial yang dimiliki seseorang untuk menyelesaikan kewajiban yang
harus dipertanggungjawabkan kepada lingkungannya. Dalam
melaksanakan tanggungjawab sebagai profesional setiap auditor harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan nilai-nilai
profesionalisme dalam semua kegiatan yang dilakukan. Akuntabilitas
(tanggungjawab) yang harus dimiliki oleh auditor yaitu : tanggung
jawab kepada klien, tanggung jawab rekan seprofesi, dan tanggung
jawab dalam praktik lain. Hidayat (2011) juga mengungkapkan
akuntabilitas yaitu sebagai berikut.
Dalam sektor publik, akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk
kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan
pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban
yang dilaksanakan secara periodik (Stanbury, 2003). Akuntabilitas pada
penelitian (Elisha dan Icuk, 2010) menggunakan tiga indikator yaitu
meliputi: Motivasi, pengabdian pada profesi, dan kewajiban sosial.
Robbins 2008 dalam elisha dan icuk 2010, mendefinisikan motivasi
sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan
seorang individu untuk mencapai tujuannya. Dengan adanya motivasi
dalam bekerja, maka auditor diharapkan lebih memiliki intensitas, arah,
dan ketekunan sehingga tujuan organisasi dapat dicapai. Dalam
kaitannya dengan akuntabilitas seseorang, orang dengan akuntabilitas
tinggi juga memiliki motivasi yang tinggi dalam mengerjakan sesuatu.
Sementara kewajiban sosial merupakan pandangan tentang pentingnya
peranan profesi dan manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat
maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut (Rendy, 2007).
Moral Reasoning
Faisal (2007), Faisal dan Rahayu (2005), Thorne, Masey dan Jones (2004)
Lindawati (2003), Lord dan DeZoort (2001), Tsui dan Gul (1996),
Ponemon dan Gabhart (1993), Ponemon (1992) serta Amstrong (1987).
Secara umum hasil penelitian-penelitian di atas menyatakan bahwa dalam
teori perkembangan moral kognitif (cognitive moral development), alasan
moral (moral reasoning) dapat dinilai dengan menggunakan tiga rerangka
yang terdiri dari tiga tahap yaitu pre-conventional level, conventional level
dan post conventional level. Moral development merupakan komponen
penting yang mempengaruhi moral reasoning seorang akuntan publik.
Hasil lainnya menyatakan bahwa derajat profesionalisme seorang akuntan
publik ditentukan oleh tingkat perkembangan moralnya (moral
development). (Lindawati , 2003)
Skeptisme Profesional
Hurtt (2007) mendefinisikan skeptisisme sebagai kecenderungan individu
untuk menunda memberikan kesimpulan hingga bukti audit cukup untuk
memberikan dukungan maupun penjelasan. Kee dan Knox’s (1970) dalam
Margfirah dan Syahril (2008), dalam model “Professional Scepticism
Auditor” menyatakan bahwa skeptisisme profesional auditor dipengaruhi
oleh beberapa faktor; faktor-faktor kecondongan etika, faktor-faktor situasi
dan pengalaman. Semakin skeptis seorang auditor maka semakin
mengurangi tingkat kesalahan dalam melakukan audit (Bell et al, 2005).
Carpenter et al (2002) menyatakan bahwa auditor yang kurang memiliki
sikap skeptisisme profesional akan menyebabkan penurunan kualitas audit.
Ida Suraida (2005), Marghfirah dan Syahril (2008) menguji hubungan
skeptisisme profesional auditor dengan ketepatan pemberian opini auditor
oleh akuntan publik dan apakah ada hubungan situasi audit, etika,
pengalaman, dan keahlian audit dengan ketepatan pemberian opini auditor
oleh akuntan publik. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara skeptisisme profesional auditor dan
ketepatan pemberian opini auditor oleh akuntan publik
Hipotesis yang dipakai dalam penelitian kali ini adalah :
H1: moral reasoning auditor mempunyai pengaruh yang positif terhadap
kualitas audit dilihat dari sisi independensi auditor.
H2: moral reasoning auditor mempunyai pengaruh yang positif terhadap
kualitas audit dilihat dari sisi kompetensi auditor.
H3: moral reasoning auditor mempunyai pengaruh yang positif terhadap
kualitas audit dilihat dari sisi akuntabilitas.
H4: skeptisisme profesional auditor mempunyai pengaruh yang positif
terhadap kualitas audit dilihat dari sisi independensi auditor.
H5: skeptisisme profesional auditor mempunyai pengaruh yang positif
terhadap kualitas audit dilihat dari sisi kompetensi auditor.
H6: skeptisisme profesional auditor mempunyai pengaruh yang positif
terhadap kualitas audit dilihat dari sisi akuntabilitas.
III.METODE PENELITIAN
A. Model Penelitian
Dalam penelitian ini analisis data menggunakan pendekatan Partial Least
Square (PLS). Alasan yang mendasari penggunaan PLS ini karena
penelitian ini menggunakan 101 konstruk (11 konstruk untuk mengukur
kualitas audit, 30 konstruk untuk mengukur skeptisisme professional
auditor dan 60 konstruk (12 konstruk x 5 vignettes) untuk mengukur moral
reasoning). Selain itu penggunaan PLS bertujuan untuk menangkap dari
konstruk-konstruk tersebut mana yang paling mempengaruhi kualitas
audit. Dalam analisis dengan PLS ada 2 hal yang dilakukan. Pertama,
menilai outer model atau measurement model adalah penilaian terhadap
reliabilitas dan validitas variabel penelitian. Ada tiga kriteria untuk menilai
outer model yaitu: convergent validity, discriminant validity dan
composite reliability. Kedua, menilai inner model atau structural model.
Pengujian inner model atau model struktural dilakukan untuk melihat
hubungan antara konstruk, nilai signifikansi dan R-square dari model
penelitian.
Untuk menguji keandalan dan reliabilitas suatu instrumen agar
kesimpulan yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan keadaan yang
sebenarnya, maka digunakanlah beberapa alat uji di bawah ini.
3.7.1 Uji Validitas
Uji validitas yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah alat ukur
yang ada dapat mengukur konsep yang seharusnya diukur. Pradita (2010)
yang
menggunakan korelasi bivariat untuk uji validitas mengungkapkan bahwa
dengan
menggunakan korelasi bivariat maka suatu item pernyataan dikatakan
valid jika
hasil korelasi antara masing-masing item pernyataan dan total konstruk
signifikan. Signifikansi ditandai dengan tanda bintang yang terdapat pada
angka
Pearson Correlation tiap item.
Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas merupakan ukuran yang menunjukkan konsistensi dari alat
ukur dalam mengukur gejala yang sama di lain kesempatan (Purbayu,
2005
dalam Irawati, 2011). Uji ini menggunakan uji statistik dalam IBM SPSS
version
20 dimana suatu variabel dikatakan baik jika Cronbach Alpha >0,60.
Sangadji
dan Sopiah ( 2010 : 166) mengemukakan rumus yang digunakan untuk uji
reliabilitas yaitu :
Analisis Data
Teknik-teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan
dengan bantuan program computer IBM SPSS version 20 for windows.
Adapun
teknik-teknik analisis tersebut adalah sebagai berikut.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas berfungsi untuk mengetahui kepastian sebaran data yang
diperoleh terhadap data bersangkutan. Uji normalitas yang digunakan
adalah Kolmogrov-Smirnov. Tujuan uji ini adalah untuk mengetahui
apakah variabel yang dianalisis memenuhi kriteria distribusi normal yaitu
persentasenya lebih dari 5%.
Analisis Regresi Linear
Analisis regresi linear yang digunakan adalah analisis regresi linear
sederhana dengan model regresi adalah sebagai berikut.
Y1=β0 + β1X
Y2=β0 + β1X
Y3=β0 + β1X
Keterangan :
Y1 = kompetensi
Y2 = independensi
Y3 = akuntabilitas
β0 = konstanta regresi
β1 = koefisien regresi X1
X1 = Moral reasoning
c. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan setelah hasil uji normalitas berdistribusi normal.
Hipotesis diuji dengan analisis regresi. Metode analisis yang digunakan
adalah uji t yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen. Ghozali (2009) dalam Pradita
(2010) mengemukakan cara melakukan uji t yaitu jumlah degree of
freedom (df) adalah 20 atau lebih, derajat kepercayaan sebesar 5%, dan
menolak Ho jika nilai t lebih besar dari dua pada nilai absolut.
B. Definisi dan Pengukuran Variabel
1. Kualitas Audit
Kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi dan independensi.
De Angelo (1981) mendefinisikan kualitas audit sebagai probabilitas
bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran pada sistem
akuntansi klien. Kualitas audit diukur berdasarkan indikator: (1) deteksi
salah saji, (2) kesesuaian dengan SAP, (3) kepatuhan terhadap SOP, (4)
risiko audit, (5) prinsip kehati-hatian, (6) proses pengendalian atas
pekerjaan oleh supervisor, dan (7) jumlah klien yang diaudit, (8)
komunikasi dengan klien, (9) ketepatan waktu penyelesaian audit, (10)
kecakapan asisten, (11) pengetahuan dari pendidikan strata, dan (12)
pengetahuan dari pelatihan dan kursus (13) pengungkapan kecurangan
klien, (14) pemberian fasilitas dari klien. Semua item pertanyaan diukur
pada skala Likert.
Penelitian ini akan menghasilkan gambaran statistik deskriptif reponden.
Dan pengaruh masing-masing variabel independen yaitu moral reasoning
dan skeptisme profesional auditor disajikan melalui statistik deskriptif.
a. Kompetensi Kompetensi adalah keahlian yang dimiliki oleh seorang
auditor yang didapatkan dari pengetahuan dan pengalaman mereka.
Dalam penelitian ini kompetensi diukur dengan menggunakan
dimensi-dimensi kompetensi yang digunakan oleh Putra (2012) yaitu
mutu personal, pengetahuan umum dan keahlian khusus. Semua item
pernyataan tersebut diukur pada skala Likert 1 sampai 5.
b. Independensi adalah sebuah keadaan dimana auditor tidak dipengaruhi
oleh kepentingan siapapun, sehingga auditor dapat bersikap objektif
dalam menjalankan tugasnya. Dalam penelitian ini independensi
diukur dengan menggunakan dimensi-dimensi yang digunakan Putra
(2012) yaitu: hubungan dengan klien, independensi pelaksanaan
pekerjaan, dan independensi laporan. Terdapat beberapa pernyataan
sebagai indikator yang diukur pada skala Likert 1 sampai 5.
c. Akuntabilitas merupakan dorongan psikologi sosial yang dimiliki
seseorang untuk menyelesaikan kewajiban yang harus
dipertanggungjawabkan kepada lingkungannya (Ardini, 2010).
Akuntabilitas pada penelitian ini merujuk kepada pengukuran
akuntabilitas pada penelitian Elisha dan Icuk (2010) dalam Hidayat
(2011) yang menggunakan tiga indikator yaitu: motivasi, pengabdian
pada profesi, dan kewajiban sosial. Olehnya itu akuntabilitas pada
penelitian ini diwakili oleh 6 pernyataan yang diukur dengan
menggunakan skala Likert 1 sampai 5.
Seluruh jawaban responden kecuali yang menyangkut variabel moral
reasoning dan skpetisme professional diukur pada skala Likert 1 sampai 5.
Berikut adalah perinciannya:
Angka 1 = Sangat Tidak Setuju (STS)
Angka 2 = Tidak Setuju (TS)
Angka 3 = Ragu-Ragu (RR)
Angka 4 = Setuju (S)
Angka 5 = Sangat Setuju (SS)
2. Moral reasoning
Penalaran moral (moral reasoning) atau disebut juga kesadaran moral
(moral judgment, moral thinking), adalah faktor penentu yang melahirkan
perilaku moral dalam pengambilan keputusan etis, sehingga untuk
menemukan perilaku moral yang sebenarnya hanya dapat ditelusuri
melalui penalarannya. Dalam penelitian ini dipakai Multidimensional
Ethics Scale (MES) untuk mengukur perkembangan moral. MES
menyediakan ukuran langsung atas orientasi etika pada sejumlah konstruk
moral (Cohen, Pant & Sharp, 1996). Dengan demikian, MES secara
spesifik mengidentifikasi rasionalisasi dibalik alasan moral dan mengapa
responden percaya bahwa suatu tindakan adalah etis. Lima konstruk moral
terefleksi dalam MES adalah:
a. Justice atau moral equity. Dalam instrumen penelitian ini, konstruk
justice direfleksikan oleh 4 pertanyaan (MR 1 – MR 4) yang akan
mengukur apakah tindakan seseorang itu adil (tidak adil), wajar (tidak
wajar), secara moral benar (tidak benar) dan diterima keluarga (tidak
diterima).
b. Relativism. Konstruk relativism ditunjukkan dalam 2 pertanyaan (MR
5 – MR 6) yang mengukur apakah tindakan seseorang itu secara
kultural dapat diterima (tidak dapat diterima) dan secara tradisional
dapat diterima atau tidak.
c. Egoism. Konstruk egoism diwakili oleh 2 pertanyaan (MR 7 – MR 8)
yang mengukur apakah tindakan seseorang menunjukkan promosi
(tidak) dari si pelaku dan menunjukkan personal (tidak) yang
memuaskan si pelaku.
d. Utilitarianism. Konstruk ini direfleksikan oleh 2 pertanyaan (MR 9 –
MR 10) yang menanyakan apakah tindakan tertentu dari seseorang
apakah menghasilkan manfaat yang besar (kecil) dan tindakan tersebut
meminimalkan kerugian (memaksimalkan keuntungan).
e. Deontology atau contractual. Konstruk ini ditunjukkan oleh 2
pertanyaan (MR 11 – MR 12) yang mengukur apakah tindakan
seseorang tersebut melanggar (tidak melanggar) kontrak tertulis dan
melanggar (tidak) janji yang terucap.
Dalam penelitian ini responden diminta untuk menyelesaikan instrumen
etika multidimensional untuk 5 rangkaian dilema etika vignettes.
3. Skeptisisme Profesional Auditor
Di dalam SPAP (SPAP, 2001), menyatakan skeptisisme profesional
auditor sebagai suatu sikap yang mencakup pikiran yang selalu
mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti
audit. Variabel skeptisisme profesional auditor diukur dengan
menggunakan instrument The Hurtt Professional Skepticism Scale (2007)
yang dimodifikasi untuk lingkungan audit pemerintah. Instrumen ini terdiri
dari 30 item yang diukur dengan skala Likert 1 (sangat tidak setuju)
sampai 5 (sangat setuju). Semakin tinggi skornya menunjukkan semakin
skeptis seorang auditor.
C. Sampel Penelitian
Auditor yang dijadikan sampel adalah auditor pemerintah BPK RI yang
telah bekerja minimal satu tahun dan sudah pernah melakukan audit
laporan keuangan pemerintah daerah yang saat ini mengikuti tugas belajar
D3 ke S1 di UNS Surakarta. Sampel berkisar kurang lebih 35 orang
auditor. Data direncanakan akan dikumpulkan melalui survey yang
dilakukan melalui kuesioner. Diharapkan tingkat pengembalian yang
tinggi karena adanya pemberian langsung kuesioner dan pemantauan
pengisian kuesioner yang dibagikan.
IV HASIL EMPIRIS
A. Statistik Deskriptif
Gambaran Umum Sampel
Jumlah kuesioner yang dikirim 35
Jumlah Kuesioner yang tidak kembali 13
Jumlah kuesioner yang kembali 22
Tingkat Pengembalian 62,8%
Deskripsi Karakteristik Responden Berdasarkan Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki 19 87%
Perempuan 3 13%
Total 22 100%
Deskripsi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Usia Jumlah Persentase
< 25 tahun 0 0%
25-35 tahun 22 100%
36-55 tahun 0 0%
>55 tahun 0 0%
Deskripsi Karakteristik responden Berdasarkan Pengalaman Audit
Lama Mengaudit Jumlah Persentase
1-5 tahun 20 90%
6-10 ahun 1 5%
>10 tahun 1 5%
Total 22 100%
Kemudian berdasarkan pengujian SPSS 21 mengenai reliabilitas variabel
independen moral reasoning (X1) didapatkan hasil sebagai berikut :
Reliability Statistics Variabel Moral Reasoning
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based on
Standardized
Items
N of Items
.726 .751 11
Reliability Statistics Variabel Skeptisme
Profesional
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based on
Standardized
Items
N of Items
.885 .889 29
Reliability Statistics Kompetensi Auditor
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based on
Standardized
Items
N of Items
.850 .852 12
Reliability Statistics Independensi Auditor
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based on
Standardized
Items
N of Items
.844 .860 7
Reliability Statistics Akuntabilitas Auditor
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based on
Standardized
Items
N of Items
.875 .881 6
Kemudian berdasarkan pengujian SPSS 21 mengenai normalitas data
menggunakan one sample kolmogorov-smirnov test didapatkan hasil
sebagai berikut :
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Variabel Moral
Reasoning
V14
N 22
Normal Parametersa,bMean 4.1364
Std. Deviation .67335
Most Extreme Differences
Absolute .110
Positive .083
Negative -.110
Kolmogorov-Smirnov Z .517
Asymp. Sig. (2-tailed) .952
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Variabel
Skeptisme Profesional
V45
N 22
Normal Parametersa,bMean 3.8818
Std. Deviation .42085
Most Extreme Differences
Absolute .093
Positive .092
Negative -.093
Kolmogorov-Smirnov Z .438
Asymp. Sig. (2-tailed) .991
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Variabel
Kompetensi Auditor
V58
N 22
Normal Parametersa,bMean 3.9583
Std. Deviation .39319
Most Extreme Differences
Absolute .138
Positive .138
Negative -.079
Kolmogorov-Smirnov Z .648
Asymp. Sig. (2-tailed) .795
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Variabel
Independensi Auditor
V66
N 22
Normal Parametersa,bMean 4.0584
Std. Deviation .38348
Most Extreme Differences
Absolute .288
Positive .288
Negative -.212
Kolmogorov-Smirnov Z 1.350
Asymp. Sig. (2-tailed) .052
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Akuntabilitas
Auditor
V73
N 22
Normal Parametersa,bMean 3.8409
Std. Deviation .43180
Most Extreme Differences
Absolute .265
Positive .265
Negative -.189
Kolmogorov-Smirnov Z 1.245
Asymp. Sig. (2-tailed) .090
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
B. Hasil Uji Hipotesis
Berdasarkan analisis regresi yang dilakukan menggunakan SPSS 21
didapatkan hasil sebagai berikut ;
1. Pengaruh Moral Reasoning (X1) terhadap Kompetensi (Y1)
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
V58 3.9583 .39319 22
V14 4.1364 .67335 22
Correlations
V58 V14
Pearson Correlation
V58 1.000 .236
V14 .236 1.000
Sig. (1-tailed)
V58 . .145
V14 .145 .
N
V58 22 22
V14 22 22
Variables Entered/Removeda
Model Variables
Entered
Variables
Removed
Method
1 V14b . Enter
a. Dependent Variable: V58
b. All requested variables entered.
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1 .236a .056 .009 .39151 2.151
a. Predictors: (Constant), V14
b. Dependent Variable: V58
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression .181 1 .181 1.180 .290b
Residual 3.066 20 .153
Total 3.247 21
a. Dependent Variable: V58
b. Predictors: (Constant), V14
2. Pengaruh Moral Reasoning (X1) terhadap Independensi (Y2)
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
V66 4.0584 .38348 22
V14 4.1364 .67335 22
Correlations
V66 V14
Pearson Correlation
V66 1.000 .181
V14 .181 1.000
Sig. (1-tailed)
V66 . .211
V14 .211 .
N
V66 22 22
V14 22 22
Variables Entered/Removeda
Model Variables
Entered
Variables
Removed
Method
1 V14b . Enter
a. Dependent Variable: V66
b. All requested variables entered.
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1 .181a .033 -.016 .38648 1.720
a. Predictors: (Constant), V14
b. Dependent Variable: V66
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression .101 1 .101 .675 .421b
Residual 2.987 20 .149
Total 3.088 21
a. Dependent Variable: V66
b. Predictors: (Constant), V14
3. Pengaruh Moral Reasoning (X1) terhadap Akuntabilitas (Y3)
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
V73 3.8409 .43180 22
V14 4.1364 .67335 22
Correlations
V73 V14
Pearson Correlation
V73 1.000 .030
V14 .030 1.000
Sig. (1-tailed)
V73 . .447
V14 .447 .
N
V73 22 22
V14 22 22
Variables Entered/Removeda
Model Variables
Entered
Variables
Removed
Method
1 V14b . Enter
a. Dependent Variable: V73
b. All requested variables entered.
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1 .030a .001 -.049 .44225 1.503
a. Predictors: (Constant), V14
b. Dependent Variable: V73
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression .004 1 .004 .018 .893b
Residual 3.912 20 .196
Total 3.915 21
a. Dependent Variable: V73
b. Predictors: (Constant), V14
4. Pengaruh Skeptisme (X2) terhadap Kompetensi (Y1)
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
V58 3.9583 .39319 22
V45 3.8818 .42085 22
Correlations
V58 V45
Pearson Correlation
V58 1.000 .121
V45 .121 1.000
Sig. (1-tailed)
V58 . .296
V45 .296 .
N
V58 22 22
V45 22 22
Variables Entered/Removeda
Model Variables
Entered
Variables
Removed
Method
1 V45b . Enter
a. Dependent Variable: V58
b. All requested variables entered.
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1 .121a .015 -.035 .39995 1.921
a. Predictors: (Constant), V45
b. Dependent Variable: V58
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression .047 1 .047 .296 .593b
Residual 3.199 20 .160
Total 3.247 21
a. Dependent Variable: V58
b. Predictors: (Constant), V45
5. Pengaruh Skeptisme (X2) terhadap Independensi (Y2)
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
V66 4.0584 .38348 22
V45 3.8818 .42085 22
Correlations
V66 V45
Pearson Correlation
V66 1.000 .291
V45 .291 1.000
Sig. (1-tailed)
V66 . .095
V45 .095 .
N
V66 22 22
V45 22 22
Variables Entered/Removeda
Model Variables
Entered
Variables
Removed
Method
1 V45b . Enter
a. Dependent Variable: V66
b. All requested variables entered.
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1 .291a .085 .039 .37597 1.665
a. Predictors: (Constant), V45
b. Dependent Variable: V66
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression .261 1 .261 1.846 .189b
Residual 2.827 20 .141
Total 3.088 21
a. Dependent Variable: V66
b. Predictors: (Constant), V45
6. Pengaruh Skeptisme (X2) terhadap Akuntabilitas (Y3)
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
V73 3.8409 .43180 22
V45 3.8818 .42085 22
Correlations
V73 V45
Pearson Correlation
V73 1.000 .276
V45 .276 1.000
Sig. (1-tailed)
V73 . .107
V45 .107 .
N
V73 22 22
V45 22 22
Variables Entered/Removeda
Model Variables
Entered
Variables
Removed
Method
1 V45b . Enter
a. Dependent Variable: V73
b. All requested variables entered.
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1 .276a .076 .030 .42528 1.749
a. Predictors: (Constant), V45
b. Dependent Variable: V73
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression .298 1 .298 1.648 .214b
Residual 3.617 20 .181
Total 3.915 21
a. Dependent Variable: V73
b. Predictors: (Constant), V45
C. Pembahasan
Dari hasil SPSS di atas dapat disimpulkan bahwa
1. Uji reliabilitas dilakukan untuk menguji konsistensi alat ukur yang
tetap menunjukkan hasil yang sama pada lain kesempatan. Penentuan
reliabilitas suatu alat penelitian adalah :
a. Jika Croanbach’s alpha < 0,6, maka reabilitas dikatakan buruk
b. Jika Croanbach’s alpha 0,6-0,79, maka reabilitas dikatakan cukup
c. Jika Croanbach’s alpha >0,8, maka reabilitas dikatakan baik
pengujian reliabilitas mendapatkan hasil sebagai berikut :
a. Croanbach’s alpha moral reasoning mencapai 0,726 atau 0,6-0,79
sehingga pengukurannya dikatakan cukup.
b. Croanbach’s alpha moral reasoning mencapai 0,885 atau > 0,8
sehingga pengukurannya dikatakan baik.
c. Croanbach’s alpha Kompetensi Auditor mencapai 0,850 atau > 0,8
sehingga pengukurannya dikatakan baik.
d. Croanbach’s alpha Independensi Auditor mencapai 0,844 atau > 0,8
sehingga pengukurannya dikatakan baik.
e. Croanbach’s alpha Akuntabilitas Auditor mencapai 0,875 atau > 0,8
sehingga pengukurannya dikatakan baik.
2. Pengujian Normalitas data dengan pengujian sampel kolmogorov-
smirnov menghasilkan data sebagai berikut :
a. Distribusi data variabel X1 terdistribusi normal dengan signifikansi
0,952
b. Distribusi data variabel X2 terdistribusi normal dengan signifikansi
0,991
c. Distribusi data variabel Y1 terdistribusi normal dengan signifikansi
0,795
d. Distribusi data variabel Y2 terdistribusi normal dengan signifikansi
0,052
e. Distribusi data variabel Y3 terdistribusi normal dengan signifikansi
0,09
3. Hasil Pengujian Regresi ANOVA
a. Pengaruh X1 terhadap Y1 dengan nilai t 1,086 atau kurang dari 2
dengan signifikansi 0.290 atau lebih dari 0.05 yang berarti moral
reasoning tidak berpengaruh pada kompetensi auditor tugas belajar
di UNS.
b. Pengaruh X1 terhadap Y2 dengan nilai t 0,821 atau kurang dari 2
dengan signifikansi 0.421 atau lebih dari 0.05 yang berarti moral
reasoning tidak berpengaruh pada independensi auditor tugas
belajar di UNS.
c. Pengaruh X1 terhadap Y3 dengan nilai t 0,136 atau kurang dari 2
dengan signifikansi 0.893 atau lebih dari 0.05 yang berarti moral
reasoning tidak berpengaruh pada akuntabilitas auditor tugas
belajar di UNS.
d. Pengaruh X2 terhadap Y1 dengan nilai t 0,544 atau kurang dari 2
dengan signifikansi 0.593 atau lebih dari 0.05 yang berarti
skeptisme profesional tidak berpengaruh pada kompetensi auditor
tugas belajar di UNS.
e. Pengaruh X2 terhadap Y2 dengan nilai t 1,359 atau kurang dari 2
dengan signifikansi 0.189 atau lebih dari 0.05 yang berarti
skeptisme profesional tidak berpengaruh pada independensi auditor
tugas belajar di UNS.
f. Pengaruh X2 terhadap Y3 dengan nilai t 1,284 atau kurang dari 2
dengan signifikansi 0.214 atau lebih dari 0.05 yang berarti
skeptisme profesional tidak berpengaruh pada independensi auditor
tugas belajar di UNS.
Keterbatasan penelitian ini adalah karena terlalu sedikitnya
kuesioner yang kembali sehingga meyebabkan hasil penelitian kurang
bagus dan tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Hal ini
disebabkan sedikitnya waktu penelitian dan sempitnya sampel yang
dijadikan subjek penelitian. Diharapkan pada kesempatan selanjutnya
penelitian dapat lebih baik lagi dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Janurti, Dra, Indiarti Msi Ak, dan Faisal, Se, Msi. 2010. Pengaruh Moral
Reasoning Dan Skeptisisme Profesional Auditor Pemerintah Terhadap Kualitas
Audit Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. SNA XIII.
Ida, Suraida. 2005. Pengaruh Etika, Kompetensi, Pengalaman Audit dan Risiko
Audit terhadap Skeptisisme Profesional Auditor dan Ketepatan Pemberian
Opini Akuntan Publik. Sosiohumaniora, Vol. 7 No. 3, November 2005: 186-
202.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2001. Standar Profesional Akuntan Publik.
Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Arens, Alvin A, Randal J Elder, Mark S Beasley. 2012. Auditing and Assurance
Services. Pearson.14th Edition.
Lubis, Arfan Ikhsan. Akuntansi Keperilakuan. Salemba Empat. Edisi 2
Sekaran, Uma, Roger Bougie. 2013. Research Methods for Business. Wiley. 6th
Edition.
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi.