laporan penelitian

46
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan gejala/keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh. Keluhan ini tidak perlu selalu semua ada pada tiap pasien dan bahkan pada satu pasien pun keluhan dapat berganti atau bervariasi baik dari segi jenis keluhan maupun kualitasnya [1]. Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek praktis sehari – hari. Diperkirakan bahawa hampir 30% kasus pada praktek umum dan 60% pada praktek gastroenterologist merupakan kasus dispepsia ini. Sindroma atau keluhan ini dapat disebabkan oleh berbagai penyakit tentunya termasuk pula penyakit pada lambung. Penyakit hepato- pancreato-bilier (hepatitis, pankreatitis kronik, kolesistitis kronik dan lain – lain) merupakan penyakit tersering setelah penyakit yang melibatkan gangguan patologik pada esofago- gastro-duodenal (tukak peptik, gastritis dan lain – lain). Beberapa penyakit di luar sistem gastrointestinal dapat pula bermanifestasi dalam bentuk sindrom dispepsia seperti yang cukup kita harus waspadai adalah gangguan kardiak (inferior iskemia/infark miokard), penyakit tiroid, obat – obatan dan sebagainya [1]. 1

Upload: nurobie

Post on 29-Jun-2015

897 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: laporan penelitian

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan

gejala/keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual,

muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh. Keluhan ini tidak perlu selalu semua

ada pada tiap pasien dan bahkan pada satu pasien pun keluhan dapat berganti atau bervariasi

baik dari segi jenis keluhan maupun kualitasnya [1].

Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek praktis

sehari – hari. Diperkirakan bahawa hampir 30% kasus pada praktek umum dan 60% pada

praktek gastroenterologist merupakan kasus dispepsia ini. Sindroma atau keluhan ini dapat

disebabkan oleh berbagai penyakit tentunya termasuk pula penyakit pada lambung. Penyakit

hepato-pancreato-bilier (hepatitis, pankreatitis kronik, kolesistitis kronik dan lain – lain)

merupakan penyakit tersering setelah penyakit yang melibatkan gangguan patologik pada

esofago-gastro-duodenal (tukak peptik, gastritis dan lain – lain). Beberapa penyakit di luar

sistem gastrointestinal dapat pula bermanifestasi dalam bentuk sindrom dispepsia seperti

yang cukup kita harus waspadai adalah gangguan kardiak (inferior iskemia/infark miokard),

penyakit tiroid, obat – obatan dan sebagainya [1].

Secara garis besar, penyebab sindrom dispepsia ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

kelompok penyakit organik (tukak peptik, gastritis, batu kandung empedu dan lain - lain) dan

kelompok dimana sarana penunjang diagnostik yang konvensional atau baru (radiologi,

endoskopi, laboratorium) tidak dapat memperlihatkan adanya gangguan patologis struktural

atau biokimiawi. Kelompok terakhir ini disebut sebagai gangguan fungsional [1].

1

Page 2: laporan penelitian

1.2 Identifikasi Masalah

Dari permasalahan di atas timbul pertanyaan penelitian, yaitu:

1.2.1 Pertanyaan Umum

Apakah penyebab tersering dispepsia pada pasien yang di rawat inap di RSUD Koja?

1.2.2 Pertanyaan Khusus

1. Berapakah persentase penyakit hepato-pankreo-bilier dapat menyebabkan

terjadinya dispepsia pada pasien yang dirawat inap di RSUD Koja?

2. Berapakah persentase penyakit digestif yang dapat menyebabkan terjadinya

dispepsia pada pasien yang dirawat inap di RSUD Koja?

3. Berapakah persentase penyakit sistemik metabolik yang dapat menyebabkan

terjadinya dispepsia pada pasien yang dirawat inap di RSUD Koja?

4. Berapakah persentase penyakit sistemik infeksi tropik yang dapat menyebabkan

terjadinya dispepsia pada pasien yang dirawat inap di RSUD Koja?

5. Berapakah persentase penderita yang ada riwayat penggunaan zat/obat yang dapat

menyebabkan terjadinya dispepsia pada pasien yang dirawat inap di RSUD Koja?

6. Berapakah persentase penderita yang mempunyai pola kehidupan yang tidak sehat

yang dapat menyebabkan terjadinya dispepsia pada pasien yang dirawat inap di

RSUD Koja?

7. Berapakah persentase penderita yang mempunyai riwayat stress psikososial yang

dapat menyebabkan terjadinya dispepsia pada pasien yang dirawat inap di RSUD

Koja?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui persentase penyebab dispepsia tersering pada pasien yang dirawat inap di

RSUD Koja.

2

Page 3: laporan penelitian

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Diketahui persentase penyakit hepato-pankreo-bilier dapat menyebabkan

terjadinya dispepsia pada pasien yang dirawat inap di RSUD Koja.

2. Diketahui persentase penyakit digestif yang dapat menyebabkan terjadinya

dispepsia pada pasien yang dirawat inap di RSUD Koja.

3. Diketahui persentase penyakit sistemik metabolik yang dapat menyebabkan

terjadinya dispepsia pada pasien yang dirawat inap di RSUD Koja.

4. Diketahui persentase penyakit sistemik infeksi tropik yang dapat menyebabkan

terjadinya dispepsia pada pasien yang dirawat inap di RSUD Koja.

5. Diketahui persentase penderita yang ada riwayat penggunaan zat/obat yang dapat

menyebabkan terjadinya dispepsia pada pasien yang dirawat inap di RSUD Koja.

6. Diketahui persentase penderita yang mempunyai pola kehidupan yang tidak sehat

yang dapat menyebabkan terjadinya dispepsia pada pasien yang dirawat inap di

RSUD Koja.

7. Diketahui persentase penderita yang mempunyai riwayat stress psikososial yang

dapat menyebabkan terjadinya dispepsia pada pasien yang dirawat inap di RSUD

Koja.

1.4 Hipotesis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif, sehingga tidak memerlukan hipotesis.

1.5 Manfaat Penelitian

Dengan diketahui kausatif tersering pada dispepsia pada pasien yang dirawat inap di RSUD

Koja, maka penatalaksanaan penyebab dispepsia dapat menjadi lebih baik untuk

mengelakkan morbiditas dan mortilitas yang besar terhadap pasien yang dirawat inap di sini

di masa akan datang.

3

Page 4: laporan penelitian

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI & KERANGKA KONSEP

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Definisi

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak

enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan [2]. Dispepsia

mengacu pada suatu keadaan akut, kronis, atau berulang atau ketidaknyamanan yang

berpusat di perut bagian atas. Ketidaknyamanan ini dapat kenali atau berhubungan

dengan rasa penuh di perut bagian atas, cepat kenyang, rasa terbakar, kembung,

bersendawa, mual, dan muntah – muntah. Heartburn (rasa terbakar di retrosternal) harus

dibedakan dari dispepsia. Pasien dengan dispepsia sering mengeluh heartburn sebagai

gejala tambahan. Ketika heartburn merupakan suatu keluhan yang dominan, refluks

gastroesofagus hampir selalu menyertai. Dispepsia terjadi di 25% daripada populasi orang

dewasa dan 3% dari kunjungan medis umum [3].

Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys-), berarti sulit, dan (Pepse), berarti

pencernaan. Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa

tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Keluhan

refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam

lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia. Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu:

Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai

penyebabnya. Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata terhadap

organ tubuh misalnya tukak.

Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia non-ulkus (DNU),

bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau

gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi,

dan endoskopi (teropong saluran pencernaan).

Definisi lain, dispepsia adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas atau

dada, yang sering dirasakan sebagai adanya gas, perasaan penuh atau rasa sakit atau rasa

terbakar di perut [2].

4

Page 5: laporan penelitian

2.1.2 Etiologi

Setiap orang dari berbagai usia dapat terkena dispepsia, baik pria maupun wanita. Sekitar

satu dari empat orang dapat terkena dispepsia dalam beberapa waktu. Seringnya,

dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux. Jika anda memiliki

penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas menuju esofagus (saluran muskulo

membranosa yang membentang dari faring ke dalam lambung). Hal ini menyebabkan

nyeri di dada. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-radang, dapat menyebabkan

dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum dapat ditemukan. Penyebab dispepsia

secara rinci adalah:

1. Menelan udara (aerofagi).

2. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung.

3. Iritasi lambung (gastritis).

4. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis.

5. Kanker lambung.

6. Peradangan kandung empedu (kolesistitis).

7. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya).

8. Kelainan gerakan usus.

9. Stress psikologis, kecemasan, atau depresi.

10. Infeksi Helicobacter pylori.

Dispepsia disebabkan oleh beragam hal yang dapat ditelusuri berdasarkan kategorinya:

1. Non-ulcer dyspepsia adalah dispepsia yang tidak diketahui penyebabnya karena

bila diendoskopi - bagian kerongkongan, perut, atau duodenum terlihat normal,

tidak menunjukkan borok sama sekali. Diperkirakan 6 dari 10 penderita dispepsia

tergolong dalam kategori ini.

2. Duodenal and stomach (gastric) ulcers yakni dispepsia yang disebabkan oleh

borok di usus dua belas jari atau lambung. Jenis ini kerap dinamai peptic ulcer.

3. Duodenitis dan gastritis atau radang di usus dua belas jari dan/atau lambung.

Radang tersebut bisa saja ringan atau parah, tergantung lukanya. Gastritis akut

dapat disebabkan oleh karena stress, zat kimia misalnya obat – obatan dan

alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada pasien yang mengalami

stress akan terjadi perangsangan saraf simpatis Nervus vagus yang akan

5

Page 6: laporan penelitian

meningkatkan produksi asam klorida (HCl) di dalam lambung. Adanya HCl yang

berada di dalam lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia.

Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan sel epitel

kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mucus, mengurangi produksinya.

Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa lambung agar tidak

ikut tercerna. Respon mukosa lambung karena penurunan sekresi mukus

bervariasi diantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster

terdapat sel yang memproduksi HCl (terutama daerah fundus) dan pembuluh

darah. Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl meningkat.

Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh

karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambung akibat

penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi (pengelupasan). Eksfeliasi sel

mukosa gaster akan mengakibatkan erosi pada sel mukosa. Hilangnya sel mukosa

akibat erosi memicu timbulnya perdarahan. Perdarahan yang terjadi dapat

mengancam hidup penderita, namun dapat juga berhenti sendiri karena proses

regenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu 24–48 jam setelah

perdarahan. Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini

menyerang sel permukaan gaster, memperberat timbulnya deskuamasi sel dan

munculah respon radang kronis pada gaster yaitu : destruksi kelenjar dan

metaplasia [4].

4. Acid reflux, oesophagitis and GERD. Acid reflux terjadi ketika zat asam keluar

dari lambung dan naik ke kerongkongan. Acid reflux bisa menyebabkan esofagitis

(radang kerongkongan) atau gastro-oesophageal reflux disease (GERD – acid

reflux dengan atau tanpa esofagitis). Manifestasi klinis GERD dapat berupa gejala

yang tipikal (esofagus) dan gejala atipikal (ekstraesofagus). Gejala GERD 70%

merupakan tipikal, yaitu:

Heart burn, adalah sensasi terbakar di daerah retrosternal. Gejala heart burn

adalah gejala yang tersering.

Regurgitasi, adalah kondisi di mana material lambung terasa di faring.

Kemudian mulut terasa asam dan pahit. Kejadian ini dapat menyebabkan

komplikasi paru – paru.

Disfagia, biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur.

6

Page 7: laporan penelitian

Gejala atipikal (ekstraesofagus) seperti batuk kronik dan kadang wheezing, suara

serak, pneumonia aspirasi, fibrosis paru, bronkiektasis, dan nyeri dada non-

kardiak. Data yang ada kejadian suara serak 14,8%, bronkhitis 14%, disfagia

13,5%, dispepsia 10,6%, dan asma 9,3%. Kadang – kadang gejala GERD tumpang

tindih dengan gejala klinis dispepsia sehigga keluhan GERD yang tipikal tidak

mudah ditemukan. Spektrum klinik GERD bervariasi mulai gejala refluks berupa

heart burn, regurgitasi, dispepsia tipe ulkus atau motilitas. Terdapat dua kelompok

GERD yaitu GERD pada pemeriksaan endoskopi terdapat kelainan esofagitis

erosif yang ditandai dengan mucosal break dan yang tidak terdapat mucosal break

yang disebut Non Erosive Reflux Disease (NERD). Manifestasi klinis GERD

dapat menyerupai manifestasi klinis dispepsia berdasarkan gejala yang paling

dominan adalah:

Manifestasi klinis mirip refluks yaitu bila gejala yang dominan adalah rasa

panas di dada seperti terbakar.

Manifestasi klinis mirip ulkus yaitu bila gejala yang dominan adalah nyeri

ulu hati.

Manifestasi klinis dismotilitas yaitu gejala yang dominan adalah kembung,

mual, dan cepat kenyang.

Manifestasi klinis campuran atau nonspesifik menurut klasifikasi Los

Angeles.

5. Hiatus hernia atau lambung bagian atas menekan dada bagian bawah melalui

bagian diafragma yang bermasalah. Biasanya hiatus hernia hanya menyebabkan

GERD.

6. Infeksi bakteri H. pylori.

7. Efek samping obat – obatan tertentu, misalnya obat anti peradangan atau obat

lainnya (misalnya antibiotik dan steroid).

Tabel 1. Penyebab dispepsia [5].

Penyebab Dispepsia

Esofago-gastro-duodenal Tukak peptik, gastritis kronis, gastritis NSAID, keganasan

Obat-obatan Anti-inflamasi non-steroid, teofilin, digitalis, antibiotik

Hepato-bilier Hepatitis, kolesistitis, kolelitiasis, keganasan, disfungsi sfingter

Odii

7

Page 8: laporan penelitian

Pankreas Pankreatitis, keganasan

Penyakit sistemik lain Diabetes melitus, penyakit tiroid, gagal ginjal, kehamilan,

penyakit jantung koroner/iskemik

Gangguan fungsional Dispepsia fungsional, irritable bowel syndrome

2.1.3 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi dispepsia

menjadi tiga tipe:

Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulcus-like dyspepsia), dengan gejala:

- Nyeri epigastrium terlokalisasi

- Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasida, nyeri saat lapar dan

nyeri episodik.

Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspesia), dengan

gejala:

- Mudah kenyang

- Perut cepat terasa penuh saat makan

- Mual

- Muntah

- Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)

- Rasa tak nyaman bertambah saat makan.

Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas). Sindroma

dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronis

sesuai dengan perjalanan penyakitnya.

Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa

tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus

yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri;

pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu

makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung). Jika

dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi respon

terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak

biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan.

8

Page 9: laporan penelitian

Pada dispepsia kronik, sebagai pedoman untuk membedakan antara dispepsia fungsional

dan dispepsia organik seperti tukak duodenum, yaitu pada tukak duodenum dapat

ditemukan gejala peringatan (alarms symptom) antara lain berupa :

- Umur > 45-50 tahun dengan keluhan muncul pertama kali.

- Adanya pendarahan hematemesis/melena.

- Berat badan (BB) menurun > 10%.

- Anoreksia/rasa cepat kenyang.

- Riwayat tukak peptik sebelumnya.

- Muntah yang persisten.

- Anemia yang tidak diketahui sebabnya.

2.1.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu:

Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap

dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan urin. Dari hasil pemeriksaan darah bila

ditemukan lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika

tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan

menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsia tukak,

sebaiknya diperiksa asam lambung. Pada karsinoma saluran pencernaan perlu

diperiksa petanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon perlu diperiksa CEA,

dugaan karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9.

Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat

dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan

berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita

makan.

Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus

kecil dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan lambung.

Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui

apakah lambung terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan

pemeriksaan baku emas (gold standard), selain sebagai diagnostik sekaligus

terapeutik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah:

CLO (rapid urea test)

Patologi anatomi (PA)

9

Page 10: laporan penelitian

Kultur mikroorgsanisme (MO) jaringan

PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian pemeriksaan

penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yaitu OMD dengan kontras ganda,

serologi Helicobacter pylori, dan urea breath test (belum tersedia di Indonesia)

(Mansjoer, 2007).

Pemeriksaan radiologis dilakukan terhadap saluran makan bagian atas dan sebaiknya

dengan kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal akan tampak peristaltik di esofagus

yang menurun terutama di bagian distal, tampak anti-peristaltik di antrum yang meninggi

serta sering menutupnya pilorus, sehingga sedikit barium yang masuk ke intestinum

(Hadi, 2002). Tukak baik di lambung, maupun di duodenum akan terlihat gambar yang

disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari

tukak yang jinak umumnya reguler, semisirkuler, dengan dasar licin. Kanker di lambung

secara radiologis, akan tampak massa yang irreguler tidak terlihat peristaltik di daerah

kanker, bentuk dari lambung berubah. Pankreatitis akuta perlu dibuat foto polos abdomen,

yang akan terlihat tanda seperti terpotongnya usus besar (colon cut off sign), atau tampak

dilatasi dari intestinum terutamadi jejunum yang disebut sentinal loops. Kadang

dilakukan pemeriksaan lain, seperti pengukuran kontraksi kerongkongan atau respon

kerongkongan terhadap asam.

Adalah tidak mengejutkan bahwa banyak penyakit pencernaan telah dikaitkan dengan

dispepsia. Bagaimanapun, banyak penyakit yang bukan pencernaan juga telah dikaitkan

dengan dispepsia. Contoh dari yang belakangan termasuk diabetes, hipertiroid (kelenjar

paratitoid yang terlalu aktif), dan penyakit ginjal yang berat. Adalah tidak jelas,

bagaimanapun, bagaimana penyakit bukan pencernaan ini mungkin menyebabkan

dispepsia. Penyebab kedua yang penting dari dyspepsia adalah obat – obatan Ternyata

bahwa banyak obat seringkali dikaitkan dengan dyspepsia, contohnya, obat anti-

peradangan nonsteroid (NSAIDs seperti ibuprofen, antibiotik dan estrogen).

Sesungguhnya, kebanyakan obat dilaporkan menyebabkan pada paling sedikit beberapa

pasien-pasien.

Seperti didiskusikan sebelumnya, kebanyakan dispepsia (bukan yang disebabkan oleh

penyakit bukan pencernaan atau obat – obatan) dipercayai disebabkan oleh fungsi yang

abnormal (disfungsi) dari otot dan organ sistim pencernaan atau syaraf yang mengontrol

10

Page 11: laporan penelitian

organ. Kontrol syaraf dari sistem pencernaan, bagaimanapun, adalah kompleks (rumit).

Sistem syaraf yang menelusuri seluruh panjang dari sistem pencernaan dari kerongkongan

sampai ke anus (dubur) dalam dinding yang berotot dari organ. Syaraf ini berkomunikasi

dengan syaraf lain yang berjalan ke dan dari sumsum tulang belakang (spinal cord).

Syaraf di dalam sumsum tulang belakang pada gilirannya berjalan ke dan dari otak.

Jumlah syaraf yang dikandung sistem pencernaan dilebihi hanya oleh sumsum tulang

belakang dan otak. Jadi, fungsi abnormal dari sistem syaraf pada dispepsia mungkin

terjadi pada organ pencernaan yang berotot, sumsum tulang belakang (spinal cord),

atau otak.

Sistem syaraf yang mengontrol organ pencernaan, seperti dengan kebanyakan organ lain,

mengandung keduanya yaitu syaraf sensor dan motor. Syaraf sensor secara terus menerus

merasakan apa yang terjadi (aktivitas) didalam organ dan menyampaikan (merelay)

informasi ini pada syaraf dalam dinding organ. Dari sana, informasi dapat disampaikan

(direlay) pada sumsum tulang belakang dan otak. Informasi diterima dan diproses

didalam dinding organ, sumsum tulang belakang, atau otak. Kemudian, berdasarkan pada

masukan (input) sensor ini dan caranya masukan (input) diproses, perintah (respon)

dikirim ke organ melalui syaraf motor. Dua dari respon motor yang paling umum dalam

usus kecil adalah kontraksi atau pengenduran dari otot organ dan pengeluaran cairan

dan/atau lendir ke dalam organ.

Seperti telah disebutkan, fungsi abnormal dari syaraf organ pencernaan, paling sedikit

secara teori, mungkin terjadi pada organ, sumsum tulang belakang (spinal cord), atau

otak. Lebih dari itu, kelainan mungkin terjadi pada syaraf sensor, syaraf-syarf motor, atau

pada pusat pemrosesan dalam usus kecil, spinal cord, atau otak.

Beberapa peneliti memperdebatkan bahwa penyebab penyakit fungsional adalah kelainan

pada fungsi syaraf sensor. Contohnya, aktivitas normal, seperti peregangan usus kecil

oleh makanan, mungkin menimbulkan tanda sensor yang dikirim ke spinal cord dan otak,

dimana mereka dirasakan sebagai yang menyakitkan. Peneliti lain meperdebatkan bahwa

penyebab penyakit fungsional adalah kelainan pada fungsi dari syaraf motor. Contohnya,

perintah abnormal melalui syaraf motor mungkin menghasilkan kejang yang menyakitkan

(kontraksi) dari otot. Masih ada yang lain memperdebatkan bahwa pusat pemrosesan yang

berfungsi secara abnormal adalah bertanggung jawab pada penyakit fungsional karena

11

Page 12: laporan penelitian

mereka salah menafsirkan sensasi (perasaan) normal atau mengirim perintah yang

abnormal ke organ. Sesungguhnya, beberapa penyakit fungsional mungkin disebabkan

oleh disfungsi sensor, disfungsi motor, atau disfungsi kedua – duanya yaitu sensor dan

motor. Yang lain mungkin disebabkan oleh kelainan didalam pusat pemprosesan.

Suatu konsep penting yang adalah relevan pada beberapa mekanisme yang potensial ini

dari penyakit fungsional adalah visceral hipersensitiviti. Konsep ini menyatakan bahwa

penyakit yang mempengaruhi organ pencernaan (viscera atau isi rongga perut) "membuat

peka" (merubah kemampuan reaksi dari) syaraf sensor atau pusat pemprosesan pada

sensasi yang datang dari organ. Menurut teori ini, penyakit semacam kolitis (peradangan

usus besar) dapat menyebabkan perubahan yang permanen dalam kepekaan dari syaraf

atau pusat pemprosesan dari kolon. Sebagai akibat dari peradangan sebelumnya ini,

stimuli normal dirasakan sebagai abnormal (contohnya, sebagai menyakitkan). Jadi,

kontraksi usus besar yang normal mungkin menyakitkan. Adalah tidak jelas penyakit apa

sebelumnya mungkin menjurus pada kepekaan yang sangat (hypersensitivity) pada orang,

meskipun penyakit infeksius (bakteri atau virus) dari saluran pencernaan disebutkan

paling sering. Visceral hypersensitivity telah ditunjukan secara jelas pada hewan dan

manusia. Perannya dalam penyakit fungsional yang umum, bagaimanapun, adalah tidak

jelas.

Penyakit dan kondisi lain dapat memperburuk penyakit fungsional, termasuk dispepsia.

Ketakutan dan/atau depresi adalah mungkin faktor yang memperburuk yang paling umum

dikenal untuk pasien dengan penyakit fungsional. Faktor yang memperburuk lain adalah

siklus menstrual. Selama periode mereka, wanita seringkali mencatat bahwa gejala

fungsional mereka adalah lebih buruk. Ini bersesuaian dengan waktu yang sewaktu itu

hormon wanita, estrogen dan progesteron, berada pada tingkat tertinggi mereka. Lebih

jauh, telah diamati bahwa merawat wanita yang mempunyai dispepsia dengan leuprolide,

obat suntikan yang menutup produksi estrogen dan progesteron tubuh, adalah efektif pada

pengurangan gejala dispepsia pada wanita yang pra-menopause. Pengamatan ini

mendukung peran untuk hormon dalam intensifikasi gejala fungsional

12

Page 13: laporan penelitian

Penyakit Hepatobilier :Hepatitis

Sirosis hepatisKolesistitisPankreatitisKolelithiasis

Penyakit Digestif :Gastritis

EsofagitisGERD

DuodenitisUlcus Peptikum

Pola Kehidupan Tidak Sehat :

Makanan iritanMakan tidak teraturMakan dalam waktu

cepat

Faktor Psikososial :Pekerjaan

LingkunganStress

P’gunaan Obatan/Zat :Jamu Pegal LinuObatan Penyakit

Alkohol

Lain – lain :

Penyakit Sistemik :Diabetes melitus

HipertiroidDBD

Demam TifoidGagal Ginjal

Penyebab Dispepsia :

Simtom ALARMS :AnoreksiaBB turunAnemia

Onset terbaru peny.Melena/hematemesis

Sulit menelan

Pemeriksaan Penunjang :

Laboratorium :H2TL

SGOT/SGPTGDS

Imaging :USG

Foto RontgenEGD

13

2.2 Kerangka Teori

Page 14: laporan penelitian

Penyebab Dispepsia :

Pemeriksaan Lab :H2TL

SGOT/SGPTGDS

Imaging :USGEGD

Anamnesis ALARMS :AnoreksiaBB turunAnemia

Onset terbaru peny.Melena/Hematemesis

Sulit menelan

Penyakit Hepatopankreatobilier (Hepatitis, Sirosis Hati, Kolesistisis, Pankreatitis)Penyakit Sistemik (DM, Hipertiroid, DBD, Demam Tifoid)Penyakit Digestif (Gastritis, GERD)Pola Makan (Makanan iritan, makan tak teratur, makan banyak dalam waktu cepat)Penggunaan Zat/ObatanFaktor Psikososial (Stress)

14

2.3 Kerangka Konsep

Page 15: laporan penelitian

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain

Desain yang digunakan pada penelitian deskriptif kategorikal ini adalah desain cross-sectional.

3.2 Tempat & Waktu

Penelitian dilakukan di bangsal Penyakit Dalam (PD) pada RSUD Koja, dari tanggal 9 Augustus

sampai 19 September 2010.

3.3 Populasi & Sampel

Populasi terjangkau adalah semua pasien yang rawat inap di bangsal PD. Subjek penelitian

adalah mereka yang termasuk dalam populasi terjangkau dan memenuhi kriteria penelitian.

Metode pengambilan sampel adalah cara non-probability sampling iaitu consecutive sampling.

3.4 Kriteria Inklusi & Ekslusi

Kriteria inklusi: Pasien yang mempunyai keluhan dispepsia yang rawat inap di bangsal PD

RSUD Koja.

Kriteria eksklusi: Pasien yang menolak untuk diwawancara.

3.5 Besar Sampel

n1 = (za) 2 pq

d2

= (1.96) 2 x 0.3 x 0.7

(0.05)2

= 283.45

≈ 284

15

Keterangan:

za = 1.96

p = 0.3 [x]

q = 1 – p

d = 0.05

Page 16: laporan penelitian

Target sampel menurut perkiraan berdasarkan penelitian deskriptif kategorikal adalah 284 orang.

Namun disebabkan kekurangn waktu dan tenaga kerja, jumlah sampel yang kami dapatkan hanya

150 orang.

3.5 Cara Kerja

- Semua pasien rawat inap di bangsal penyakit dalam (PD) lantai V dan bangsal IW lantai II

yang memenuhi kriteria inklusi didata dan jika memunuhi kriteria eksklusi dikeluarkan.

- Pasien diminta mengisi informed consent.

- Pasien didata dengan cara wawancara dan pengambilan data dari status pasien.

- Karakteristik yang didata:

A. Usia

B. Jenis kelamin

C. Keluhan

i. Keluhan dispepsia

- Merasa nyeri pada perut

- Mudah kenyang

- Rasa penuh perut

- Merasa perut kembung

- Sering sendawa

- Mual

- Muntah

ii. Alarms symptom

- Anoreksia

- Berat badan menurun

- Anemia

- Melena/hematemesis

- Onset terbaru penyakit progesif

- Kesulitan menelan

16

Page 17: laporan penelitian

D. Penyebab

i. Penyakit digestif

- Keluhan regurgitasi

- Nyeri perut timbul setelah makan

- Nyeri perut berkurang setelah makan

- Rasa panas yang menjalar didada

ii. Penyakit hepato-pankreo-bilier

- Rasa tidak nyeri tidak enak pada kuadran kanan atas

- Rasa nyeri perut semakin hebat dan menjalar ke punggung

iii. Penyakit sistemik

a) Metabolik

- Riwayat Diabetes Mellitus (DM)

- Riwayat hipertiroid

b) Infeksi tropik

- Riwayat demam berdarah dengue (DBD)

- Riwayat demam tifoid

iv. Penggunaan obat dan zat

v. Faktor psikososial

- Stress (pekerjaan/pelajaran, keluarga)

vii. Pola kehidupan yang tidak sehat

- Makan makanan iritan

- Makan tidak teratur

- Makan banyak dan cepat

E. Pemeriksaan lab

- Hb

- Leukosit

- Trombosit

- Hematokrit

- SGOT

- SGPT

F. Pemeriksaan penunjang

- Ultrasonografi (USG)

- EGD

17

Page 18: laporan penelitian

3.6 Identifikasi Variabel

1. Usia

2. Jenis kelamin

3. Keluhan klinis

4. Alarm symptom

5. Penyakit digestif

6. Penyakit hepatopankreobilier

7. Penyakit sistemik

a. Metabolik

b. Infeksi tropik

8. Penggunaan obat dan zat

9. Faktor psikososial

10. Pola kehidupan yang tidak sehat

3.7 Definisi Operasional Variabel

A. Usia

- Definisi: lama hidup seseorang dalam hitungan tahun

- Cara ukur: wawancara

- Alat ukur: tidak ada

- Hasil ukur: Kategorik, dikelompokkan menurut umur

B. Jenis kelamin:

- Definisi: sifat jasmani yang membedakan sebagai wanita atau pria.

- Cara ukur: wawancara

- Alat ukur: tidak ada

- Hasil ukur: Kategorik, laki-laki atau perempuan

C. Keluhan klinis

- Definisi: adanya satu atau lebih keluhan dispepsia (lihat dari tinjauan pustaka)

- Cara ukur: wawancara

- Alat ukur: tidak ada

- Hasil ukur: kategorik, ada keluhan atau tidak ada keluhan

18

Page 19: laporan penelitian

D. Alarms symptom

- Definisi: adanya satu atau lebih keluhan simptom alarm (lihat dari tinjauan pustaka)

atau penurunan kadar Hb kurang dari 10g/dL.

- Cara ukur: wawancara, melihat pada status pasien

- Alat ukur: tidak ada

- Hasil ukur: kategorik, ada keluhan atau tidak ada keluhan

E. Penyakit digestif

- Definisi: adanya salah satu atau lebih dari keluhan berikut iaitu regurgitasi, nyeri

perut timbul setelah makan, nyeri perut berkurang setelah makan atau rasa panas yang

menjalar di dada, atau pada EGD ditemukan kelainan pada traktus digestif.

- Cara ukur: wawancara, melihat pada status pasien

- Alat ukur: tidak ada

- Hasil ukur: kategorik, ada keluhan atau tidak ada keluhan

F. Penyakit hepato-pankreo-bilier

- Definisi: adanya salah satu atau lebih dari keluhan berikut iaitu regurgitasi, nyeri

perut timbul setelah makan, nyeri perut berkurang setelah makan atau rasa panas yang

menjalar didada dan disertai dengan peningkatan kadar SGOT dan SGPT, atau pada

pemeriksaan USG ditemukan ada kelainan hepatopankreobilier.

- Cara ukur: wawancara dan melihat pada status pasien.

- Alat ukur: tidak ada

- Hasil ukur: kategorik, ada keluhan atau tidak ada keluhan

G. Penyakit sistemik infeksi tropik

- Definisi: adanya salah satu atau lebih dari keluhan berikut iaitu riwayat demam, tes

Widal positif atau trombosit ditemukan kurang dari 100.000/uL.

- Cara ukur: wawancara, melihat pada status pasien.

- Alat ukur: tidak ada

- Hasil ukur: kategorik, ada keluhan atau tidak ada keluhan

H. Penyakit sistemik metabolik endokrin

- Definisi: adanya salah satu dari riwayat DM atau riwayat hipertiroid.

- Cara ukur: wawancara, melihat pada status pasien

19

Page 20: laporan penelitian

- Alat ukur: tidak ada

- Hasil ukur: kategorik, ada riwayat atau tidak ada riwayat

I. Penggunaan zat atau obat – obatan

- Definisi: adanya riwayat penggunaan zat atau obat – obatan.

- Cara ukur: wawancara

- Alat ukur: tidak ada

- Hasil ukur: kategorik, ada riwayat penggunaan atau tidak ada riwayat penggunaan

J. Faktor psikososial

- Definisi: adanya keluhan stress dengan pekerjaan/pelajaran atau keluarga.

- Cara ukur: wawancara

- Alat ukur: tidak ada

- Hasil ukur: kategorik, ada keluhan atau tidak ada keluhan

K. Pola kehidupan yang tidak sehat

- Definisi: adanya salah satu atau lebih dari pola makan berikut iaitu makan makanan

bersifat iritan, makan tidak teratur atau makan banyak dan cepat.

- Cara ukur: wawancara

- Alat ukur: tidak ada

- Hasil ukur: kategorik, ada atau tidak ada

3.8 Analisis Data

Semua data kategori disajikan dalam cara persentase dan proporsi.

3.9 Masalah Etika

Akan dimintakan ETHICAL CLEARANCE dari Panitia Etik Penelitian Kedokteran FK UKRIDA.

Data rekam medik yang dipergunakan dijaga kerahasiaannya

BAB 4

HASIL PENELITIAN

20

Page 21: laporan penelitian

Telah dilakukan penelitian terhadap sejumlah pasien rawat inap dengan keluhan dispepsia di

bangsal IPD RSUD Koja. Didapatkan 150 orang dengan karakteristik yang sebagaimana

dilampirkan pada tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik pasien dengan dyspepsia yang rawat inap

di bangsal PD RSUD Koja (n=150)

Karakteristik n %

Jenis kelamin

Lelaki 68 45

Perempuan 82 55

Usia

< 30 tahun 64 43

30 – 50 tahun 54 36

> 50 tahun 32 21

Keluhan dipepsia

< 3 keluhan 48 32

3 – 5 keluhan 75 50

> 5 keluhan 27 18

Alarms symptom

Ada 55 37

Tidak ada 95 63

Penyakit digestif

Ada 111 74

Tidak ada 39 26

Penyakit hepato-pankreo-bilier

Ada 30 20

Tidak ada 120 80

Penyakit sistemik infeksi tropik

21

Page 22: laporan penelitian

Ada 86 57

Tidak ada 64 43

Penyakit sistemik metabolik

Ada 48 32

Tidak ada 102 68

Penggunaan zat dan obat – obatan

Jamu 30 20

Obat – obat 37 25

Jamu dan obat 23 15

Tidak mengunakan 60 40

Pola kehidupan tidak sehat

Ada 106 71

Tidak 44 29

Faktor psikososial (stress)

Pekerjaan/pelajaran 37 25

Keluarga 31 20

Pekerjaan/pelajaran dan keluarga 24 16

Tidak ada 58 39

45%

55%Lelaki

Perempuan

22

Page 23: laporan penelitian

Gambar 1. Distribusi dispepsia menurut jenis kelamin.

Gambar 1 menunjukkan distribusi dyspepsia menurut jenis kelamin pada 150 pasien rawat inap

di bangsal IPD RSUD Koja. Didapatkan 68 orang (45%) pasien lelaki dan 82 orang (55%) pasien

wanita.

< 30 tahun 30 - 50 tahun > 50 tahun0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

43%

36%

21%

Gambar 2. Distribusi dispepsia menurut kelompok usia.

Gambar 2 menunjukkan distribusi dyspepsia menurut usia pada 150 orang pasien rawat inap

bangsal PD RSUD Koja.. Subjek dibagikan kepada 3 kelompok usia. Didapatkan 64 orang (43%)

pasien dari kelompok usia kurang dari 30 tahun, 54 orang (36%) pasien dari kelompok usia 30

hingga 50 tahun, dan 32 orang (21%) pasien dari kelompok usia di atas 50 tahun.

32%

50%

18%

< 3 keluhan

3 - 5 keluhan

> 5 keluhan

Gambar 3. Distribusi kriteria keluhan dispepsia

23

Page 24: laporan penelitian

Gambar 3 menunjukkan distribusi kriteria keluhan dispepsia pada 150 orang pasien dispepsia di

bangsal PD RSUD Koja. Kriteria dispepsia dibagikan kepada 3 kelompok. Didapatkan 48 orang

(32%) pasien dengan keluhan kurang dari 3, 75 orang (50%) pasien dengan keluhan antara 3 – 5,

dan 27 orang (18%) pasien dengan keluhan lebih dari 5.

37%

63%

Ada alarm simptom

Tidak ada alarm simptom

Gambar 4. Distribusi dispepsia dengan alarm symptom

Gambar 4 menunjukan distribusi dispepsia dengan adanya alarm symptom pada 150 pasien rawat

inap di bangsal PD RSUD Koja. Didapatkan 55 orang (37%) pasien ada alarm symptom

manakala 95 orang (63%) pasien tidak ada alarm symptom.

74%

26%

Ada penyakit digestif

Tidak ada penyakit digestif

Gambar 5. Distribusi dispepsia dengan penyakit digestif.

24

Page 25: laporan penelitian

Gambar 5 menunjukkan distribusi dispepsia dengan adanya penyakit digestif pada 150 pasien

rawat inap di bangsal PD RSUD Koja. Didapatkan 111 (74%) orang pasien ada penyakit digestif

dan 39 (26%) orang pasien tidak ada penyakit digestif.

20%

80%

Ada penyakit hepato-pankreo-bilier

Tidak ada penyakit hepato-pankreo-bilier

Gambar 6. Distribusi dispepsia dengan penyakit hepato-pankreo-bilier.

Gambar 6 menunjukkan distribusi dispepsia dengan adanya penyakit hepato-pankreo-bilier pada

150 pasien rawat inap di bangsal PD RSUD Koja. Didapatkan 30 (20%) orang pasien ada

penyakit hepato-pankreo-bilier dan 120 (80%) orang pasien tidak ada penyakit hepato-pankreo-

bilier.

32%

68%

Ada penyakit metabo-lik endokrin

Tidak ada penyakit metabolik endokrin

Gambar 7. Distribusi dispepsia dengan penyakit sistemik metabolik.

25

Page 26: laporan penelitian

Gambar 7 menunjukkan distribusi dispepsia dengan adanya penyakit sistemik metabolik pada

150 pasien rawat inap di bangsal PD RSUD Koja. Didapatkan 48 orang (32%) pasien ada

penyakit sistemik metabolik dan 102 orang (68%) pasien tidak ada penyakit sistemik metabolik.

57%

43%

Ada penyakit infeksi sistemik

Tidak ada penyakit infeksi sistemik

Gambar 8. Distribusi dispepsia dengan infeksi sistemik.

Gambar 8 menunjukkan distribusi dispepsia dengan adanya penyakit sistemik infeksi pada 150

pasien rawat inap di bangsal kPD RSUD Koja. Didapatkan 86 orang (57%) pasien ada penyakit

sistemik infeksi dan 64 orang (43%) pasien tidak ada penyakit sistemik infeksi

20%

25%

15%

40%Jamu

Obatan

Jamu dan obatan

Tidak meng-gunakan

Gambar 9. Distribusi dispepsia dengan penggunaan zat dan obat – obatan.

Gambar 9 menunjukkan distribusi dispepsia dengan adanya penggunaan zat dan obat – obatan

pada 150 pasien rawat inap di bangsal PD RSUD Koja. Didapatkan 90 orang (60%) pasien ada

riwayat penggunaan zat dan obat – obatan dimana 30 orang (20%) pasien menggunakan jamu, 37

26

Page 27: laporan penelitian

orang (25%) pasien menggunakan obat – obatan, 23 orang (15%) pasien mengunakan kedua –

duanya. Manakala 60 orang (40%) pasien tidak mengunakan jamu atau obat – obatan.

71%

29%

Pola kehidupan tidak sehat

Pola kehidupan sehat

Gambar 10. Distribusi dispepsia dengan pola kehidupan yang tidak sehat.

Gambar 10 menunjukkan distribusi pola kehidupan yang tidak sehat pada 150 orang pasien

dispepsia di bangsal PD RSUD Koja. Didapatkan 106 orang (71%) pasien dengan pola

kehidupan tidak sehat dan 44 orang (29%) pasien dengan pola kehidupan sehat.

25%

20%16%

39%Pekerjaan/pelajaran

keluarga

Pekerjaan/pelajaran dan keluarga

Tidak ada

Gambar 11. Distribusi dispepsia dengan adanya faktor psikososial.

Gambar 11 menunjukkan distribusi dispepsia dengan adanya faktor psikososial pada 150 pasien

rawat inap di bangsal PD RSUD Koja. Didapatkan 92 orang (61%) dengan adanya faktor

psikososial dimana 37 orang (25%) pasien dengan stress dari pekerjaan/pelajaran, 31 orang

27

Page 28: laporan penelitian

(20%) dengan stress dari keluarga, 24 orang (16%) dengan stress dari kedua – duanya. Manakala

58 orang (39%) pasien tidak mempunyai faktor stress.

BAB 5

PEMBAHASAN, KESIMPULAN & SARANAN

5.1 Pembahasan

Dispepsia sering ditemukan pada perempuan daripada lelaki [6]. Pada penelitian ini juga

didapatkan pasien dengan dispepsia terbanyak adalah perempuan iaitu sebanyak 82 orang (55%),

sedangkan lelaki sebanyak 68 orang (45%). Menurut penelitian yang dilakukan Sianturi C (2006)

dengan desain case series di RSUP H.Adam Malik Medan tahun 2001 – 2004 menemukan

proporsi kejadian dispepsia lebih tinggi pada perempuan sebesar 63%. Namun menurut penelitian

kami, proporsi lelaki dan perempuan hampir sama. Ini disebabkan oleh jumlah sampel jenis

kelamin lelaki dan perempuan sama banyak.

Dari tabel 2, didapatkan pasien dispepsia tertinggi berdasarkan usia adalah pasien dibawah usia

30 tahun iaitu 64 orang (43%), diikuti pasien dengan usia 30 – 50 tahun iaitu 54 orang (36%),

28

Page 29: laporan penelitian

dan proporsi terendah adalah pasien dengan usia di atas 50 tahun iaitu 32 orang (21%). Tapi

menurut penelitian yang dilakukan oleh Eddy Bagus di Unit Gastroenterologi RSUD Soetomo

Surabaya tahun 2001, daripada 39 sampel yang diperiksa 79.4% usia penderita dispepsia berada

pada 30 hingga 50 tahun [7]. Hal ini karena pasien yang dirawat inap di RSUD Koja lebih

cenderung menghidap penyakit infeksi sistemik, terutama pada pasien dibawah usia 30 tahun.

Berdasarkan tabel 2, proposi pasien dispepsia yang ditemukan alarms symptom adalah 37%,

selebihnya 63% pasien tidak ditemukan alarms symptom. Alarm symptom merupakan salah satu

dari kriteria untuk menentukan adanya dispepsia organik [2]. Pada pasien yang dirawat inap di

RSUD Koja kebanyakan keluhan dispepsia adalah dispepsia fungsional, maka proporsi alarms

symptom yang ditemukan pada pasien dispepsia dalam penelitian adalah rendah.

Berdasarkan tabel 2, proporsi penyakit digestif pada pasien dengan keluhan dispepsia yang di

rawat inap di RSUD Koja adalah 74%, manakala selebihnya 26% pasien tidak menghidap

penyakit digestif. Keluhan dispepsia didominan oleh penyakit digestif karena hampir kebanyakan

pasien rawat inap yang datang mendapatkan pengobatan untuk keluhan utama penyakit akut atau

kronik turut mempunyai keluhan sampingan sakit maag. Menurut Bazaldua (1999), kebanyakan

gastritis tanpa gejala. Mereka yang mempunyai keluhan biasanya berupa keluhan yang tidak

khas. Keluhan yang sering dihubungkan dengan gastritis adalah nyeri panas dan pedih di ulu hati

disertai mual kadang - kadang sampai muntah [8]. Di Britain, sekitar 6 – 20% penduduk

penderita gastritis pada usia 35 tahun sedangkan prevalensinya 2-4% [9].

Berdasarkan tabel 2, proporsi penyakit hepatopankreobilier pada pasien dengan keluhan

dispepsia yang di rawat inap di RSUD Koja adalah 20%, manakala selebihnya 80% pasien tidak

menghidap penyakit hepatopankreobilier. Hal ini karena pasien yang di rawat inap di RSUD

Koja pada waktu penelitian dijalankan mayoritas bukan penyakit hepatopankreobilier. Menurut

Mansjoer (2007), ketidaknyamanan abdomen atas dapat juga disebabkan oleh kolelithiasis

simptomatik, keganasan pankreas, dan insufisiensi vascular mesentarikus [10]. Penelitian

terhadap dispepsia yang disebabkan oleh penyakit hepatopankreobilier tidak ditemukan.

Berdasarkan tabel 2, proporsi penyakit sistemik metabolik pada pasien dengan keluhan dispepsia

yang di rawat inap di RSUD Koja adalah 32%, manakala selebihnya 68% pasien tidak

menghidap penyakit sistemik metabolik. Menurut Mansjoer (2007), nyeri perut sering terjadi

pada pasien DM dikarenakan oleh gastroparesis DM, hiperkalsemia, dan uremia [10].

29

Page 30: laporan penelitian

Berdasarkan tabel 2, proporsi penyakit infeksi sistemik pada pasien dengan keluhan dispepsia

yang di rawat inap di RSUD Koja adalah 57%, manakala selebihnya 43% pasien tidak

menghidap penyakit infeksi sistemik. Menurut Widoyono (2008), infeksi virus dengue dapat

ditemukan pada beberapa kelainan abdomen. Kelainan abdomen yang terjadi pada pasien DBD

berupa nyeri ulu hati, kembung, regurgitasi dan rasa panas didada. Kelainan ini terjadi karena

kebocoran plasma akibat peningkatan permeabiliatas kapiler yang menyababkan penumpukan

cairan dalam dinding organ dan rongga abdomen [11].

Berdasarkan tabel 2, proporsi penggunaan zat dan obat – obatan pada pasien dengan keluhan

dispepsia yang di rawat inap di RSUD Koja adalah 60%, dimana 20% darinya menggunakan

jamu, 25% darinya menggunakan obat – obatan, dan 15% darinya mengunakan kedua – duanya.

Selebihnya 40% tidak mengunakan jamu atau obat – obatan. Menurut Mansjoer (2007), obat

OAINS dan aspirin dapat menyebabkan terjadinya nyeri di bagian abdomen atas iaitu dengan

mekanismenya menghambat sintesa prostaglandin yang bertindak sebagai mediator peradangan.

Obat ini merupakan kontraindikasi pada pasien yang menderita tukak peptik aktif dan

pendarahan pada gastrointestinal [10].

Berdasarkan tabel 2, proporsi mengamalkan pola kehidupan yang tidak sehat pada 150 orang

pasien dispepsia di bangsal IPD RSUD Koja adalah 71%, dan selebihnya 29% mengamalkan

pola kehidupan sehat Menurut Arianto, modifikasi gaya hidup sangat berperanan dalam pencegah

terjadinya dispepsia bahkan memperbaikai kondisi lambung secara tidak langsung [12].

Berdasarkan tabel 2, proporsi adanya faktor psikososial pada 150 pasien rawat inap di bangsal

IPD RSUD Koja adalah 61%, dimana 25% darinya stress berpunca dari pekerjaan/pelajaran, 20%

darinya stress dari keluarga, dan 16% darinya adalah stress dari pekerjaan/pelajaran dan juga

keluarga. Selebihnya 39% tidak mempunyai faktor stressor. Menurut Yanti Harahap (2007),

stress memicu sekresi hormon katekolamin yang terdiri dari zat aktif dopamin, epinefrin dan

norepinefrin. Hormon ini akan menekan bagian otak yang berperan dalam ingatan jangka pendek.

Proses ini akan memicu terjadinya penyakit psikosomatik dengan gejala dispepsia seperti mual,

muntah, diare, pusing, sakit otot dan sendi [13].

30

Page 31: laporan penelitian

5.2 Kesimpulan

- Proporsi tertinggi penderita dispepsia adalah perempuan (55%), kelompok umur

- < 30 tahun (43%), penderita yang ada 3 – 5 keluhan dispepsia (50%), penderita yang tidak

ada alarms symptom (63%).

- Penderita yang ada riwayat penyakit digestif (74%).

- Penderita yang tidak ada riwayat penyakit hepatopankreobilier (80%).

- Penderita yang tidak ada riwayat penyakit sistemik metabolik (68%), penderita yang ada

riwayat penyakit sistemik infeksi tropik (57%).

- Penderita yang ada riwayat penggunaan zat/obat (60%).

- Penderita yang mempunyai pola makan yang tidak teratur (71%).

- Penderita yang ada riwayat stress psikososial (61%).

5.3 Saran

Penelitian selanjutnya diharapkan untuk lebih mendalami dan mencari kausa definitif terhadap

kelainan yang ditemukan sehingga hasil penelitian akan menjadi lebih baik dan bermanfaat

kepada semua golongan di masa yang akan datang.

31

Page 32: laporan penelitian

BAB 6

DAFTAR PUSTAKA

1. Djodjiningrat D. Dyspepsia fungsional. Dalam: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibratha M, Setiasi S, ed. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jakarta: Interna

Publishing, 2009; hlm 529-533.

2. Mcquaid KR. Dyspepsia. Dalam: Mcphee SJ, Papadakis MA. Ed. Current medical diagnosis

and treatment. Edisi ke-48. USA: McGraw-Hills company, 2009; chapter 15. hlm 473 – 477.

3. Talley MJ. Fungsional(non-ulcer) dyspepsia. Dalam: Goldman L, Ausiello D, ed. Cecil

medicine. Edisi 23. Philadelphia : Elsevier's inc, 2007; chap 139.

4. Taringan P. Ulkus gaster. Dalam: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibratha M, Setiasi

S, ed. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing, 2009; hlm 513 -

528

5. Djojoningrat, D, Maret 2005. Dispepsia Fungsional. Majalah kedokteran Indonesia, Vol. 55,

No. 3 Hlm 219 – 222

6. Tarigan, C.J., 2003. Perbedaan Depresi Pada Pasien Dispepsia Fungsional Dan Dispepsia

Organik. USU Digital Library. http;//library.usu.ac.id

7. Bagus, E, 2002. Karakteristik Penderita Dispepsia di RSUD Prof Dr. Soetomo Surabaya.

http;//journal.lib.unair.ac.id/

8. Bazaldua O.V., David S, Oktober 1999. Evaluation and Management of Dyspepsia.

American Family Physician. Vol 60, No. 6 http;//www.aafp.org

9. Rani A, Soegondo S, Nasir AUZ, Wijaya IP, Nafrialdi, Mansjoer A, ed. Gastroenterologi.

Panduan pelayanan medik perhimpunan dokter spesialis penyakit daam indonesia. Jakarta:

Interna Publishing, 2009;h297-301

32

Page 33: laporan penelitian

10. Mansjoer, A., dkk, 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Pertama. Media

Aesculapius FKUI Jakarta.

11. Rani A. Soegondo S, Nasir Au. Panduan Pelayanan medic pimpinan himpunan dokter

spesialis penyakit dalam Indonesia. Jakarta: Pusat penerbitan FKUI, 2006. Halaman137 -8

12. Palmer, MacLeod F, Marshall J. Gut 2009:58:1217-21.

13. Yanti H, karakteristik penderita dispepsia rawat inap di RS martha Friska Medah Tahun

2007, 2010.

33