laporan penelitian

38
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu yang menarik dari bangsa Indonesia adalah Pulau Bali. Pulau dengan sebutan sejuta dewa atau pulau Dewata ini mampu mendatangkan devisa yang tidak sedikit untuk negara ini. Pulau yang jadi kebanggaan masyarakat kita khususnya dan masyarakat dunia umumnya. Dengan berjuta keindahan pantai, kebudayaan dan berbagai macam peninggalan-peninggalan sejarah lainnya mampu membuat Bali tersohor kesegala lapisan penduduk dunia. Keragaman etnik disini pun tidak menjadi masalah yang berarti meskipun hampir 80% penduduknya beragama Hindu. Dalam penelitian kali ini kami mendapatkan tugas di dua tempat yakni Museum Arca di Desa Pejeng dan Desa Adat Panglipuran. Kedua tempat tersebut memang teramat sangat menarik wisatawan selain pantai-pantainya. Museum Arca adalah lokasi penelitian pertama,dimana ditempat tersebut disimpan berbagai macam peninggalan zaman pra sejarah. Sedangkan di Desa Adat Panglipuran kita akan diperkenalkan akan kuatnya hubungan dengan leluhur dan cara- cara yang masih dipertahankan sampai saat ini tanpa termakan zaman. 1

Upload: dadan-baharsyah

Post on 25-Jun-2015

1.961 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: laporan penelitian

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu yang menarik dari bangsa Indonesia adalah Pulau Bali. Pulau dengan sebutan

sejuta dewa atau pulau Dewata ini mampu mendatangkan devisa yang tidak sedikit untuk

negara ini. Pulau yang jadi kebanggaan masyarakat kita khususnya dan masyarakat dunia

umumnya. Dengan berjuta keindahan pantai, kebudayaan dan berbagai macam peninggalan-

peninggalan sejarah lainnya mampu membuat Bali tersohor kesegala lapisan penduduk

dunia.

Keragaman etnik disini pun tidak menjadi masalah yang berarti meskipun hampir 80%

penduduknya beragama Hindu. Dalam penelitian kali ini kami mendapatkan tugas di dua

tempat yakni Museum Arca di Desa Pejeng dan Desa Adat Panglipuran. Kedua tempat

tersebut memang teramat sangat menarik wisatawan selain pantai-pantainya.

Museum Arca adalah lokasi penelitian pertama,dimana ditempat tersebut disimpan

berbagai macam peninggalan zaman pra sejarah. Sedangkan di Desa Adat Panglipuran kita

akan diperkenalkan akan kuatnya hubungan dengan leluhur dan cara-cara yang masih

dipertahankan sampai saat ini tanpa termakan zaman.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah:

1.Bagaimana Gambaran Umum Museum Arca dan Desa adat Panglipuran ?

2.Bagaimana sejarah Museum Arca dan Desa adat Panglipuran ?

3.Bagaimana cara pelestarian peninggalan yang berupa artefak dan kebudayaan yang ada di

Pejeng dan Panglipuran ?

4.Bagaimana kehidupan masyarakat kedua desa meliputi adat istiadat, ekonomi dan

kehidupan sosial.

5.Bagaimana sikap pemerintah daerah ?

1

Page 2: laporan penelitian

1.3 Tujuan Penulisan

Sementara itu, tujuan penulisan hasil dari penelitian adalah sebagai berikut:

1.Menjelaskan tentang Gambaran Umum tentang Museum Arca dan Desa adat Panglipuran

2.Menjelaskan tentang sejarah Museum Arca dan Desa adat Panglipuran .

3.Menjelaskan tentang cara pelestarian peninggalan yang berupa artefak dan kebudayaan

yang ada di Pejeng dan Panglipuran.

4. Menjelaskan kehidupan masyarakat kedua desa meliputi adat istiadat, ekonomi dan

kehidupan sosial.

5.Menjelaskan tentang Sikap pemerintah daerah.

1.4 Metode Penulisan Makalah

Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah dengan menggunakan

metode deskriptif analitis, yaitu dengan memberikan gambaran secara umum mengenai

Museum Arca dan Desa adat Panglipuran yang kami susun dari berbagai literatul yang

relevan dan dari internet.

1.5 Pembatasan Masalah

Makalah ini hanya membahas mengenai Gambaran Umum tentang Museum Arca dan

Desa adat Panglipuran, sejarah kedua tempat tersebut dan cara pelestariannya sertasikap yang

ditunjukkan oleh pemerintah daerah kabupaten Bangli.

1.6 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam pembuatan tugas ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dijelaskan berupa latar belakang kami dalam pembahasan

mengenai Bali yang ditujukan pada Museum Arca dan Desa adat Panglipuran. Setelah itu di

jelaskan pula mengenai rumusan masalah makalah kami yang merupakan pokok bahasan

kami.

BAB II PEMBAHASAN

2

Page 3: laporan penelitian

Bab ini merupakan bab isi yang di dalamnya akan membahas mengenai gambaran umum

tentang Museum Arca dan Desa adat Panglipuran, sejarah kedua tempat tersebut dan cara

pelestariannya serta sikap yang ditunjukkan oleh pemerintah daerah kabupaten Bangli.

BAB III PENUTUP

Bab penutup adalah bab terakhir dalam pembahasan yang berisi kesimpulan akhir

dari pembahasan kami mengenai Museum Arca dan Desa adat Panglipuran

DAFTAR PUSTAKA

Daftar pustaka berisi tentang daftar literatur yang memuat mengenai sumber-

sumber yang kami peroleh tentang Museum Arca dan Desa adat Panglipuran ini baik study

literatur maupun informasi yang diperoleh melalui internet.

3

Page 4: laporan penelitian

BAB II

PEMBAHASAN

I. Desa Panglipuran

a. Gambaran Umum

Desa adat Penglipuran berlokasi pada kabupaten Bangli yang berjarak 45 km

dari kota Denpasar, Desa adat yang juga menjadi objek wisata ini sangat mudah

dilalui. Karena letaknya yang berada di Jalan Utama Kintamani – Bangli. Desa

Penglipuran ini juga tampak begitu asri, keasrian ini dapat kita rasakan begitu

memasuki kawasan Desa. Luas desa adat Panglipuran kurang lebih 112 ha, dengan

batas wilayah desa adat Kubu di sebelah timur, di sebelah selatan desa adat gunaksa,

dan di sebelah barat Tukad, sedangkan di sebelah utara desa adat kayang. Pada areal

Catus pata yang merupakan area batas memasuki Desa Adat Penglipuran, disana

terdapat Balai Desa, fasilitas masyarakat dan ruang terbuka untuk pertamanan yang

merupakan areal selamat datang.

Penglipuran mangandung makna “pangelingan putra” yang berarti terjadi

hubungan yang sangat erat antara tugas dan tanggung jawab masyarakat dalam

menjalankan dharma agama. Panglipuran juga berarti “panglipur” pengingat atau

ingat kepada leluhur.

Desa ini merupakan salah satu kawasan pedesaan di Bali yang memiliki

tatanan yang teratur dari struktur desa tradisional, perpaduan tatanan tradisional

dengan banyak ruang terbuka pertamanan yang asri membuat desa ini membuat kita

merasakan nuansa Bali pada dahulu kala. Penataan fisik dan struktur desa tersebut

tidak lepas dari budaya yang dipegang teguh oleh masyarakat Adat Penglipuran dan

budaya masyarakatnya juga sudah berlaku turun temurun.

Keunggulan dari desa adat penglipuran ini dibandingkan dengan desa-desa

lainnya di Bali adalah, Bagian depan rumah serupa dan seragam dari ujung utama

desa sampai bagian hilir desa. Desa tersusun sedemikian rapinya yang mana daerah

utamanya terletak lebih tinggi dan semakin menurun sampai kedaerah hilir. Selain

bentuk depan yang sama, adanya juga keseragaman bentuk dari bahan untuk

4

Page 5: laporan penelitian

membuat rumah tersebut. Seperti bahan tanah untuk tembok dan untuk bagian atap

terbuat dari penyengker dan bambu untuk bangunan diseluruh desa.

b. Sejarah Desa Adat Panglipuran

Masyarakat desa adat penglipuran percaya bahwa leluhur mereka berasal dari

Desa Bayung Gede, Kintamani. Sebelumnya desa Panglipuran bernama Kubu

Bayung. Pada jaman dahulu raja bali memerintahkan pada warga-warga di Bayung

Gede untuk mengerjakan proyek di Kubu Bayung, tapi akhirnya para warga tersebut

memutuskan untuk menetap di desa Kubu Bayung. Dilihat dari segi tradisi, desa adat

ini menggunakan sistem pemerintahan hulu apad. Pemerintahan desa adatnya terdiri

dari prajuru hulu apad dan prajuru adat. Prajuruhulu apad terdiri dari jero kubayan,

jero kubahu,  jero singgukan,  jero cacar,  jero balung dan jero pati.

Prajuru hulu apad otomatis dijabat oleh mereka yang paling senior dilihat dari

usia perkawinan tetapi yang belum ngelad.Ngelad atau pensiun terjadi bila semua

anak sudah kawin atau salah seorang cucunya telah kawin. Mereka yang baru kawin

duduk pada posisi yang paling bawah dalam tangga keanggotaan desa adat.

Menyusuri jalan utama desa kearah selatan anda akan menjumpai sebuah tugu

pahlawan yang tertata dengan rapi. Tugu  ini dibangun untuk memperingati serta

mengenang jasa kepahlawanan Anak Agung Gede Anom Mudita atau yang lebih

dikenal dengan nama kapten Mudita.Anak Agung Gde Anom Mudita,  gugur

melawan penjajah Belanda pada tanggal 20 November 1947. Taman Pahlawan ini

dibangun oleh masyarakat desa adat penglipuran sebagai wujud bakti dan hormat

mereka kepada sang pejuang.Bersama segenap rakyat Bangli,  Kapten Mudita

berjuang tanpa pamrih demi martabat dan harga diri bangsa sampai titik darah

penghabisan.

Menurut I Wayan Supat (42), Kepala Desa Adat Panglipuran, keseragaman

angkul ini tak terlepas dari pembagian zona desa. Setidaknya terdapat 3 pembagian

zona; zona hulu, zona pawongan atau zona pemukiman, dan zona kelod atau teben.

Ketiga zona ini letaknya membujur dari arah utara ke selatan dengan poros

tengah berupa jalan desa yang disebut rurung gede. Jalan desa ini juga memisahkan

5

Page 6: laporan penelitian

bagian zona pawongan menjadi dua, bagian barat yang disebut Kauh dan di sebelah

timur yang disebut Kangin.

Jika diibaratkan sebagai tubuh manusia, zona hulu adalah bagian kepala, zona

pawongan adalah bagian tubuh, dan zona kelod adalah bagian kaki. Di bagian zona

hulu, terdapat bangunan suci atau disebut parahyangan. Di sini terdapat pura yang

bernama Pura Penataran, tempat bersembahyang warga desa.

Selain pergeseran fungsi, material pembentuknya juga diganti. Sebagai

contoh, bangunan dapur yang dulunya menggunakan anyaman bambu kini ada yang

diganti dengan batu bata.

Sedangkan zona kelod adalah zona yang terdapat tempat pemakaman. Jika ada warga

yang meninggal, jenazah akan dimakamkan di sans. Warga Desa Penglipuran tidak

mengenal ritual pembakamn jenazah sehingga jenazah harus dimakamkan.

Hingga sekarang, tatanan pola hunian seperti ini tetap masih dipertahankan

sehingga sangat menarik untuk dikunjungi. Maka tak heran jika desa yang mayoritas

penduduknya adalah petani ini mendapatkan penghargaan Kalpataru dan ditetapkan

sebagai desa wisata oleh pemerintah daerah pada tahun 1995.

c. Sistem Adat

Di desa Panglipuran terdapat dua sistem dalam pemerintahan yaitu menurut

sistem pemerintah atau sistem formal yaitu terdiri dari RT dan RW, dan sistem yang

otonom atau Desa adat. Kedudukan desa adat maupun desa formal berdiri sendiri-

sendiri dan setara. Karena otonom, desa adat mempunyai aturan-aturan tersendiri

menurut adat istiadat di daerah panglipuran dengan catatan aturan tersebut tidak

bertentangan dengan pancasila dan Undang-undang pemerintah.

Undang-undang atau aturan yang ada di desa panglipuran disebut dengan

awig-awig. Awig-awig tersebut merupakan implementasi dari landasan operasional

masyarakat panglipuran yaitu Tri Hita Karana.

Tri Hita Karana tersebut yaitu sebagai berikut :

1. Parahiangan, adalah hubungan manusia dan tuhan. Meliputi penentuan hari suci,

tempat suci dan lain-lain.

2. Pawongan, adalah hubungan manusia dan manusia. Meliputi hubungan masyarakat

panglipuran dengan masyarakat desa lain, maupun hubungan dengan orang yang beda

6

Page 7: laporan penelitian

agama. Dalam pawongan bentuk-bentuknya meliputi sistem perkawinan, organisasi,

perwarisan dan lain-lain.

3. Hubungan manusia dan ligkungan, masyarakat desa panglipuran diajarkan untuk

mencintai alam lingkungannya dan selalu merawatnya, tidak heran kalau desa

panglipuran terlihat begitu asri. Dan memang pada umumnya masyarakat di Bali

sangat cinta terhadap alam, mereka menganggap manusia adalah makhluk yang

paling mulia dibandingkan hewan dan tumbuhan, sehingga manusia bertugas menjaga

alam semesta ini.

Filsafat hubungan yang selaras antara alam dan manusia dan kearifan manusia

mendayagunakan alam sehingga terbentuk ruang kehidupan terlihat jelas di

panglipuran dan daerah lain di Bali. Nilai estetika yang ditimbulkan dari hubungan

dari hubungan yang selaras dan serasi sudah menyatu dalam proses alami yang terjadi

dari waktu ke waktu. Oleh karena itu visualisasi estetika pada kawasan ini bukan

merupakan barang langka yang sulit dicari, melainkan sudah menyatu dalam tata

lingkungannya.

d. Tata Ruang

Tata ruang desa panglipuran dikenal dengan Tri Mandala yang terdiri dari tiga

bagian yaitu :

1. Utara

Orang Panglipuran biasa menyebutnya sebagai Utama Mandala , yang bisa

diartikan sebagai tempat suci. Ditempat inilah orang-orang Panglipuran

melakukan kegiatan sembahyang kepada Sang Hyng Widi yang mereka

percaya sebagai Tuhan mereka.

2. Madya Mandala

Biasanya adalah berupa pemukiman penduduk yang berbanjar sepanjang jalan

utama desa. Barisan itu berjejer menghadap kearah barat dan timur. Saat ini

jumlah rumah yang ada disana ada sebanyak 70 buah.

Tata ruang pemukimannya sendiri adalah sebelah utara atau timur adalah pura

keluarga yang telah diaben. Sedangkan Madya Mandala adalah rumah

keluarga. Di tiap rumah pun terdapat tata ruang yag telah diatur oleh adat.

Tata ruang nya adalah sebelah utara dijadikan sebagai tempat tidur, tengah

7

Page 8: laporan penelitian

digunakan sebagi tempat keluarga sedangkan sebelah timur dijadikan sebagai

tempat pembuangan atau MCK.

Dan bagian nista dari pekarangan biasanya berupa jemuran, garasi dan tempat

penyimpanan kayu.

3. Nista Mandala

Nista mandala ini adalah tempat yang paling buruk, disana terdapat kuburan

dari masyarakat panglipuran.

e. Perkawinan

Di desa ini ada adat yang berlaku soal perkawinan yakni pelarangan poligami

terhadap para penduduknya. Adat melarang hal tersebut demi menjaga para wanita.

Meskipun ada yang boleh melakukan poligami namun akan mendapat sanksi. Sanksi

biasanya si poligami akan ditempatkan pada tempat yang bernama nista mandala. Dan

dilarang melakukan perjalanan dari selatan ke utara karena wilayah utara bagi orang

panglipuran adalah wilayah yang paling suci.

Masyarakat Panglipuran juga pantang untuk menikahi tetangga disebelah

kanan dan sebelah kiri juga sebelah depan dari rumahnya. Karena tetangga-

tetangganya tersebut sudah dianggap sebagai keluarga sendiri. Sebagai contoh bapak

I Wayan Supat selaku seorang kepala adat di Panglipuran dulu beliau dalam melamar

istrinya justru dibantu oleh para tetangganya bukan oleh keluarganya sendiri.

Bagi warga yang ingin menikah dengan orang di luar Panglipuran bisa saja.

Dengan ketentuan bila mempelai laki-laki dari Panglipuran maka mempelai

perempuan yang dari daerah lain harus masuk menjadi bagian dari adat Panglipuran.

Yang menarik adalah jika mempelai perempuan dari desa panglipuran dan laki-

lakinya dari adat yang lain, maka bisa saja laki-laki tersebut masuk ke dalam adat

Panglipuran dan hidup di desa Panglipuran tetapi dengan konsekuensi laki-laki

tersebut dianggap wanita oleh warga lainnya. Maksudnya tugas-tugas adat yang dia

laksanakan adalah tugas untuk para wanita bukan tugas para lelaki.

f. Bentuk Bangunan dan Topografi

Topografi desa tersusun sedimikian rupa dimana pada daerah utama desa

kedudukannya lebih tinggi demikian seterusnya menurun sampai daerah hilir.

8

Page 9: laporan penelitian

Pada daerah desa terdapat Pura penataran dan Pura Puseh yang merupakan daerah

utama desaa yang unik dan spesifik karena disepanjang jalan koridor desa hanya

degunakan untuk pejalan kaki, yang kanan kirinya dilengkapi dengan atribut-

atribut struktur desa; seperti tembok penyengker, angkul-angkul dan telajakan

yang seragam.

Keseragaman dari wajah desa tersebut disamping karena adanya

keseragaman bentuk juga dari keseragaman bahan yaitu bahan tanajh untuk

tembok penyengker dan angkul-angkul (pol-polan) dan atap dari bamboo yang

dibelah untuk seluruh bangunan desa.

Penggunaan bamboo baik untuk atap, dinding maupun lain-lain kebutuhan

merupakan suatu keharusan untuk digunakan karena desa Panglipuran dikelilingi

oleh hutan bamboo dan masih merupakan territorial desa Panglipuran.

g. Upacara Kematian (Ngaben)

Seperti daerah lain yang ada di Bali, di Panglipuran masyarakatnya mengadakan

upacara yang biasa disebut ngaben. Dimana ngaben ini adalah suatu upacara

kematian dalam rangka mengembalikan arwah orang yang meninggal yang

awalnya menurut kepercayaan orang Bali arwah tersebut masih tersesat kemudian

dikembalikan ke pura kediaman si arwah. Yang membedakan daerah ini hanyalah

pada ritualnya saja. Dimana apabila orang bali lain ngaben dilakukan dengan cara

membakar mayat, di Panglipuran mayat di kubur.

Menurut analisa kelompok kami hal tersebut dilakukan oleh masyarakat

Panglipuran sebagai tanda hormat dan juga sebagai cara untuk mengurangi

kemungkinan-kemungkinan buruk mengingat daerah Panglipuran yang berada

didaerah pegunungan yang jauh dari laut, seperti yang kita tahu bahwa abu

jenasah yang telah dibakar harus dilarung atau dibuang ke laut sedangkan bagi

orang Bali menyimpan abu jenasah adalah suatu pantangan, jadi solusi terbaik

adalah dimakamkan.

h. Stratifikasi Sosial

Di Panglipuran hanya ada satu tingkatan kasta yaitu Kasta Sudra, jadi di

Panglipuran kedudukan antar warganya setara. Hanya saja ada seseorang yang

diangkat untuk memimpin mereka yaitu ketua adat. Pada saat ini ketua adat yang

9

Page 10: laporan penelitian

masih menjabat adalah I Wayan Supat. Pemilihan ketua adat tersebut dilakukan

lima tahun sekali.

i. Kesenian

Di Desa Panglipuran Panglipuran terdapat tari-tarian yaitu tari Baris. Tari

Baris sebagai salah satu bentuk seni tradisional yang berakar kuat pada kehidupan

masyarakatnya dan hidup secara mentradisi atau turun temurun, dimana

keberadaan Tari Baris Sakral di Desa Adat Penglipuran adalah merupakan tarian

yang langka, dan berfungsi sebagai tari penyelenggara upacara dewa yadnya.

Adapun iringan gambelan yang mengiringi pada saat pementasan semua jenis Tari

Baris Sakral tersebut adalah seperangkat gambelan Gong Gede yang didukung

oleh Sekaa Gong Gede Desa Adat Penglipuran. Unsur bentuk ini meliputi juga:

keanggotaan sekaa Baris sakral ini di atur di dalam awig-awig Desa Adat

Penglipuran. Kemudian nama-nama penari ketiga jenis Baris sakral ini juga telah

ditetapkan, yakni Baris Jojor 12 orang, Baris Presi 12 orang, dan Baris Bedil 20

orang.

j. Mata Pencaharian

Mata pencaharian para penduduk desa Panglipuran adalah sebagai petani.

Dimana sawah menjadi tumpuan harapan mereka disamping kerajinan tangan

yang mereka jual kepada para wisatawan yang berkunjung ke desa mereka.

Penduduk desa ini dilimpahi hujan yang lebat tiap tahunnya sehingga

memudahkan penduduknya dalam bercocok tanam dan masalah irigasi.

h. Organisasi

Masyarakat Desa Panglipuran yang berumur tiga belas tahun diwajibkan

untuk masuk organisasi yang dinamakan Sege Taruna. Dan mereka harus masuk

organisasi ini sampai mereka menikah.

10

Page 11: laporan penelitian

II. Museum Arca Desa Pejeng

a. Gambaran umum

Museum ini terletak di daerah Bedulu,Blahbatu,Gianyar. Berdiri diatas

tanah seluas 5165 m2, dengan pembagian halaman mengikuti pola adat daerah Bali

yakni pola bangunan pura yang terdiri dari tiga bagian. Bagian awal yang disebut

juga bagian luar, bagian kedua adalah halaman tengah, sedangkan bangunan

terakhir biasa disebut bangunan dalam.

Museum ini mempunyai berbagai macam koleksi baik dari zaman

prasejarah maupun zaman sejarah. Bangunan sejarah ini resmi dibuka untuk

umum pada tahun 1974.

Koleksi di Museum arca setidaknya menggambarkan sedikit tentang

sejarah Bali kuno dan menggambarkan kehidupan masyarakat Bali pada masa

lalu. Selain Museum ini, Jika kita menjelajah Desa Pejeng lebih dalam lagi, maka

kita akan lebih banyak menemukan berbagai situs-situs bersejarah, seperti pura

Pengukur-ukuran dan Goa Garba atau Candi Tebing Kerobokan. Kedua situs ini

terletak tepat di tepian sungai Pakerisan.

b. Sejarah Museum Arca

Museum arca adalah museum yang merupakan dari balai pelestarian

peninggalan purbakala wilayah kerja provinsi Bali, NTB dan NTT (BP3 Bali) .

didirikan oleh gagasan Prof. Dr. R. P. Soejono dan DRS. Sukarto K. Atmojo.

Museum ini secara resmi dibuk oleh dirjen kebudayaan departeman Pendidikan

dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tanggal 14 desember 1974. Gedung ini

dibangun karena para arkeolog percaya bahwa Bedulu adalah pusat dari kerajaan

Bali kuno itu didasarkan kepada penemuan-penemuan berupa gerabah, manik-

manik.

c. Koleksi Museum

Koleksi Gedung Arca terdiri dari dua kelompok berupa BCB dari masa

prasejarah dan sejarah. Koleksi masa prasejarah berasal dari jaman batu sampai

11

Page 12: laporan penelitian

jaman perunggu, dan masa sejarah berasal dari abad VIII M sampai abad XV M.

koleksi-koleksi tersebut dipamerkan di halaman dalam dan di depan Padmasana.

1. Koleksi di Halaman Tengah

Gedung A, dipamerkan koleksi dari jaman prasejarah berupa

alat-alat batu seperti kapak genggam, kapak perimbas, kapak

lonjong, alat-alat dari batu kecil berbentuk mata panah yang disebut

mikrolith. Semua alat tersebut pada masanya dipergunakan untuk

berburu dan mengumpulkan bahan makanan. Selain itu terdapat

koleksi benda-benda asesoris berbahan perunggu seperti gelang,

cincin, tajak, dan benda lainnya yang berfungsi sebagai bekal

kubur. Sisa-sisa dari kebudayaan paling awal diketahui dengan

penelitian-penelitian yang dilakukan sejak tahun 1960 dengan

ditemukan di desa Sambiran (Buleleng Timur), dan ditepi timur dan

tenggara Danau Batur (Kintamani) alat-alat batu yang digolongkan

kapak genggam, kapak berimbas, serut dan sebagainya. Alat-alat

batu yang dijumpai di kedua daerah tersebut kini disimpan di

museum Gedung Arca di Bedahulu Gianyar. Kehidupan penduduk

pada masa ini adalah sederhana sekali, sepenuhnya tergantung pada

alam lingkungannya. Mereka hidup mengembara dari satu tempat

ketempat lainnya. Daerah-daerah yang dipilihnya ialah daerah yang

mengandung persediaan makanan dan air yang cukup untuk

menjamin kelangsungan hidupnya. Hidup berburu dilakukan oleh

kelompok kecil dan hasilnya dibagi bersama. Tugas berburu

dilakukan oleh kaum laki-laki, karena pekerjaan ini memerlukan

tenaga yang cukup besar untuk menghadapi segala bahaya yang

mungkin terjadi. Perempuan hanya bertugas untuk menyelesaikan

pekerjaan yang ringan misalnya mengumpulkan makanan dari alam

sekitarnya. Hingga saat ini belum ditemukan bukti-bukti apakah

manusia pada masa itu telah mengenal bahasa sebagai alat bertutur

satu sama lainnya. Walaupun bukti-bukti yang terdapat di Bali

kurang lengkap, tetapi bukti-bukti yang ditemukan di daerah

12

Page 13: laporan penelitian

Pacitan dapatlah kiranya dijadikan pedoman. Para ahli

memperkirakan bahwa alat-alat batu dari Pacitan yang sezaman dan

mempunyai banyak persamaan dengan alat-alat batu dari Sembiran,

dihasilkan oleh jenis manusia. Pithecanthropus erectus atau

keturunannya. Kalau demikian mungkin juga alat-alat baru dari

Sambiran dihasilkan oleh manusia jenis Pithecanthropus atau

keturunannya.

Gedung B, dipamerkan BCB hasil ekskavasi situs Gilimanuk

pada tahun 1961, 1962, 1963. Koleksi digedung ini berupa gerabah

yang terdiri dari tempayan, periuk. Sedangkan koleksi lain di

gedung ini antara lain fosil, tengkorak kera dan masih banyak yang

lainnya. Semua hasil temuan itu adalah zaman prasejarah, tepatnya

pada zaman berburu dan meramu tingkat lanjut. Pada masa ini

corak hidup yang berasal dari masa sebelumnya masih berpengaruh.

Hidup berburu dan mengumpulkan makanan yang terdapat dialam

sekitar dilanjutkan terbukti dari bentuk alatnya yang dibuat dari

batu, tulang dan kulit kerang. Bukti-bukti mengenai kehidupan

manusia pada masa mesolithik berhasil ditemukan pada tahun 1961

di Gua Selonding, Pecatu (Badung). Goa ini terletak di Pegunungan

gamping di semenanjung Benoa. Di daerah ini terdapat goa yang

lebih besar ialah goa Karang Boma, tetapi goa ini tidak memberikan

suatu bukti tentang kehidupan yang pernah berlangsung

disana.Dalam penggalian goa Selonding ditemukan alat-alat terdiri

dari alat serpih dan serut dari batu dan sejumlah alat-alat dari

tulang. Diantara alat-alat tulang terdapat beberapa lencipan muduk

yaitu sebuah alat sepanjang 5 cm yang kedua ujungnya

diruncingkan. Selain di Bali Alat-alat semacam ini ditemukan pula

di goa-goa Sulawesi Selatan pada tingkat perkembangan

kebudayaan Toala dan terkenal pula di Australia Timur. Di luar Bali

ditemukan lukisan dinding-dinding goa , yang menggambarkan

kehidupan sosial ekonomi dan kepercayaan masyarakat pada waktu

13

Page 14: laporan penelitian

itu. Lukisan-lukisan di dinding goa atau di dinding-dinding karang

itu antara lain yang berupa cap-cap tangan, babi rusa, burung,

manusia, perahu, lambang matahari, lukisan mata dan sebagainya.

Beberapa lukisan lainnya ternyata lebih berkembang pada tradisi

yang lebih kemudian dan artinya menjadi lebih terang juga

diantaranya adalah lukisan kadal seperti yang terdapat di pulau

Seram dan Irian Jaya, mungkin mengandung arti kekuatan magis

yang dianggap sebagai penjelmaan roh nenek moyang atau kepala

suku.

Gedung J, tempat yang digunakan untuk memamerkan hasil-

hasil kebudayaan bangsa cina yang berupa keramik yang

diperkirakan oleh para ahli dibuat pada abad X-XXIII yakni pada

masa Dinasti Ming, Sung Dan Ching, semua itu dapat dilihat dan

diperkirakan bedasarkan bahan dan ciri-cirinya. Dari bukti tersebut

menunjukan bahwa kerajaan Bali Kuno telah melakukan hubungan

dagang dengan kerajaan lain bahkan dari Cina. Diyakini

kebudayaan lain dari luar masuk ke Bali melalui jalur ini termasuk

masuknya agama Hindu.

Gedung K,adalah koleksi pada masa sejarah. Dimana dapat

dilihat peninggalan agama Budha yang berupa Stupika. Stupika

adalah tanah liat yang memuat mantra-mantra agama Budha.

Tulisan yang terdapat dimaterai stupika tersebut sama dengan

tulisan yang ada diambang pintu candi Kalasan yang kita ketahui

adalah merupakan candi agama Budha yang berangka tahun 778M.

koleksi lainnya adalah berupa lampu, arca, prasasti, mata uang dan

alat-alat upacara yng diperkirakan berasal dari abad XIV-XV M.

2. Koleksi di Halaman Dalam

Pada gedung C, D, E, F, G, H, dan I, didalamnya dipamerkan

sarkofagus dan tempayan yng merupakan koleksi unggulan di

museum ini. Sarkofagus adalah peti batu yang digunakan sebagai

tempat atau wadah kubur pada masa prasejaarah. Biasanya orang

14

Page 15: laporan penelitian

yang dikuburkan didalamnya adalah mereka yang termasuk

kedalam orang yang memiliki status sosial yang tinggi dalam

masyrakatnya semisal kepala suku. Umur sarkofagus yang ada di

museum Arca diperkirakan berumur antara 2.000 sampai 2.500

tahun. Diduga sarkofagus ini berasal dari zaman perundagian.

Berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan dapat diketahui

bahwa dalam masyarakat Bali pada masa perundagian telah

berkembang tradisi penguburan dengan cara-cara tertentu. Adapun

cara penguburan yang pertama ialah dengan mempergunakan peti

mayat atau sarkofagus yang dibuat dari batu padas yang lunak atau

yang keras.Cara penguburannya ialah dengan mempergunakan

tempayan yang dibuat dari tanah liat seperti ditemukan di tepi

pantai Gilimanuk (Jembrana). Benda-benda temuan ditempat ini

ternyata cukup menarik perhatian diantaranya terdapat hampir 100

buah kerangka manusia dewasa dan anak-anak, dalam keadaan

lengkap dan tidak lengkap.

3. Balai Peelindung L (di depan Padmasana)

Awal mula didirikan dan pada saat diresmikan Gedung L

dijadikan tempat pameran beberapa arca diantaranya Arca

Dwarapala, Lingga, Arca Garuda dan Fragmen Arca, koleksi-

koleksi ini ditemukan sekitar tahun 1950-an.

4. Balai Patok

Koleksi yang dipamerkan berasal dari masa sejarah yang berupa

replika. Diantara yang dipamerkan adalah Arca Bhatari Mandul,

Arca Nandi, Stupika Candi Pegulingan, Prasasti Cansi Tebing

Gunung Kawi yang berasal dari abad XI M, Prasati Sawo Gunung

(Pur penngukur-ukuran), replica Candra Sengkala (Pura penataran

Blusung) serta beberapa arca yang berasal dari abad XIII M.

Selain museum di Desa Pejeng masih terdapat peninggalan lain yang tidak

bisa dibawa ke museum diantaranya;

15

Page 16: laporan penelitian

Goa Garba, terdapat ceruk yang dipahatkan beberapa huruf dan di

atas ceruk lainnya terdapat pula tulisan (sra) akan tetapi arti

tulisan-tulisan itu tidak jelas. Di dalam ceruk yang pertama ada

beberapa pahatan, misalnya sebuah papan batu yang berukiran

gambar cerek. Di dalam Pura Pengukur-Ukuran terdapat beberapa

batu berukiran dan sebuah batu ambangan pintu yang bertuliskan

tahun 1116 Saka sama dengan angka tahun masehi 1194. Dalam

tulisan itu disebutkan nama Dharmaanyar yang mungkin adalah

nama Pura itu sendiri dahulunya.

Gua Gajah, terdapat bukti-bukti yang menyatakan adanya agama

hindu dan budha yang hidup berdampingan. Seperti adanya patung

budha yang berdampingan dengan dewa Siwa.

d. Sistem Sosial

a. Adat istiadat

Masyarakat daerah Pejeng seperti masyrakat daerah bali lainnya

yang memegang teguh akan aturan-aturan yang telah dibuat oleh

leluhurnya dan dilaksanakan secara turun temurun dari tiap generasi

yang ada sampai saat ini.

Penduduk daerah Pejeng lebih dari 50% adalah pemeluk agama

Hindu.

b. Ekonomi

Penduduk sekitar museum kebanyakan bermata pencaharian

sebagai para petani dan pedagang. Hal itu didapat dari kesimpulan

kelompok kami begitu melihat halaman depan yang terpisahkan

oleh jalan utama menuju ke Tampak Siring. Sdedangkan untuk

pedagang pun alasannya hampir sama yaitu area jalan yang ada

adalah jalan utama yang kemungkinan beristirahat sebelum ataupun

sesudah dari Tampak Siring.

c. Kehidupan Sosial

Masyarakatnya masih memegang teguh adat istiadat yang ada serta

masyarakatnya pun mengutamakan sistem gotong royong yang

16

Page 17: laporan penelitian

merupakan ciri utama dari bangsa kita yang selalu diajarkan oleh

nenek moyang dan agama mereka.

e. Peran Pemerintah Daerah

Pemeritah daerah sangat membantu terutama dalam memperkenalkan

museum ini kepada pihak luar. Namun adakalanya pemerintah tidak ikut serta

dalam masalah perawatan ataupun pengadaan material yang akan dipamerkan

kepada khalayak umum.

17

Page 18: laporan penelitian

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dari kegiatan KKL dan penelitian ke dua tempat yakni museum arca dan desa adat

panglipuran dapat kelompok kami simpulkan bahwa masyarakat Bali dari zaman prasejarah

sampai sekarang masih dengan kuat memegang adat yang diwariskan secara turun-temurun.

Mereka sangat menjunjung tinggi peraturan, adat istiadat yang berlaku ditempat tinggal mereka.

Di Bali juga ada lembaga yang otonom yang disebut desa adat. Keberadaan Desa adat ini diatur

dalam PERDA no 6 tahun 1986 dan SEKDA no 3 tahun 2001. Desa adat ini mempunyai

peraturan-peraturan sendiri yang berbeda dengan aturan yang ditetapkan pemerintah tetepi

peraturan Desa Adat tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah (Pancasial dan Undang-

undang Dasar).

Bali adalah pulau dengan sejuta keindahan akan keindahan pantai dan keberagaman

budaya yang tak pernah membedakan satu dengan yang lain.

Semua unsur kehidupan di Bali saling menjalin keakraban semua itu dapat kita lihat di

desa adat Panglipuran. Dimana masyarakat desa menyambut dengan ramah para wisatawan baik

domestic maupun luar. Sedangkan di museum kehidupan zaman dahulu dapat terlihat dengan

jelas bagaimana keberagaman agama dapat berbaur menjadi satu. Walaupun banyak wisatawan

yang masuk ke bali dengan kebudayan yang berbeda-beda, tetapi kebudayaan bali tetap tidak

terpengaruh dengan hal tersebut. Adat istiadat bali tetap murni dari nenek moyang mereka

contohnya di desa Panglipuran.

Adat istiadat Bali juga sangat menghargai dan mencintai alam sekitarnya, ini tidak lepas

dari filosopi mereka yaitu Tri Hita Karana. Dimana disana manusia adalah mahluk yang paling

bertanggung jawab terhadap kelestarian dan keseimbangan alam. Semua yang dilakukan oleh

manusia terhadap alam akan menentukan nasib mereka kelak.

Hal yang menarik yang ditemukan di Museum arca adalah dengan ditemukannya patung

siwa yang berdampingan dengan patung budha. Diyakini pada masa pemerintahan hidup dua

agama secara berdampingan. Yaitu agama Hindu dan Budha tetapi dikarenakan Hindu lebih

cocok dengan masyarakat Bali Raja memutuskan untuk memilih agama Hindu.

18

Page 19: laporan penelitian

DAFTAR PUSTAKA

http://www.gianyartourism.com/default.asp

http://www.justinbali.com/id/archives/1265

http://id.wikipedia.org/wiki/Pembicaraan:Sejarah_Bali

http://www.iloveblue.com/

blog.baliwww.com

http://properti.kompas.com/

http://navigasi.net/index.php

http://museumku.wordpress.com/

http://www.balitv.tv/btv2/index.php/component/flexbanner/?task=click&bannerid=1

19

Page 20: laporan penelitian

LAMPIRAN GAMBAR

a. Panglipuran

Pertemuan dengan kepala adat I wayan Supat

Wilayah Utama Mandala

20

Page 21: laporan penelitian

Wilayah nista mandala di pemukiman

Bentuk Rumah, selalu beratapkan kayu kayu

Pura Salah Satu Keluarga (Utama Mandala Pemukiman)

21

Page 22: laporan penelitian

Pemandangan dari utara (utama mandala) ke selatan (nista mandala)

Tempat masyarakat panglipuran mengadakan musyawarah

22

Page 23: laporan penelitian

2. Desa Pejeng (Museum Arca)

A. Gedung A

Kapak genggam

Kapak genggam

23

Page 24: laporan penelitian

Perhiasan untuk orang mati yang ditemukan di Sarkofagus

24

Page 25: laporan penelitian

B. gedung B

Gerabah gilimanuk

Gerabah dari cina diperkirakan dari abad XVIII M

C. Gedung L

Gentha perunggu dengan motif his astamuka, ini merupakan alat upacara keagamaan dari abad

XV M

25

Page 26: laporan penelitian

Sarkofagus-Sarkofagus

26