laporan pendahuluan asuhan keperawatan pada pasien dengan miopi
DESCRIPTION
miopi adalah penyakit mataTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN MIOPI
OLEH:
KADEK DEWI YULIANTINI
(1102105031)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2013
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. PENGERTIAN
Miopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di depan retina,
ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat dijelaskan pada kondisi
refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang masuk pada mata akan jatuh
di depan retina, tanpa akomodasi. Miopia berasal dari bahasa Yunani “muopia” yang
memiliki arti menutup mata. Miopia merupakan manifestasi kabur bila melihat jauh,
istilah populernya adalah “nearsightedness” (American Optometric Association, 2006).
Miopia adalah keadaan pada mata dimana cahaya atau benda yang jauh letaknya jatuh
atau difokuskan didepan retina. Supaya objek atau benda jauh tersebut dapat terlihat
jelas atau jatuh tepat di retina diperlukan kaca mata minus (Rini, 2004).
Miopia atau sering disebut sebagai rabun jauh merupakan jenis kerusakan mata yang
disebabkan pertumbuhan bola mata yang terlalu panjang atau kelengkungan kornea
yang terlalu cekung (Sidarta, 2007).
Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang
berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan retina (bintik kuning).
Pada miopia, titik fokus sistem optik media penglihatan terletak di depan makula lutea.
Hal ini dapat disebabkan sistem optik (pembiasan) terlalu kuat, miopia refraktif atau
bola mata terlalu panjang (Sidarta, 2003). Miopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi
dimana sinar-sinar sejajar yang datang dari jarak tidak terhingga oleh mata dalam
keadaan tidak berakomodasi dibiaskan pada satu titik di depan retina (Sativa, 2003).
2. EPIDEMIOLOGI
Kelainan miopi ini banyak ditemukan pada anak-anak sekolah. Prevalensi penderita
miopi di Negara Amerika Serikat dan Eropa adalah sekitar 40-60% tetapi di asia
prevalensinya mencapai 70-90%, dan angka rata-ratanya meningkat di seluruh
kelompok etnik. Penelitian yang pernah dilakukan oleh dr. Vidyapati Mangunkusumo
SpM, Kepala Subbagian refraksi bagian mata fakultas kedokteran universitas Indonesia
menunjukkan, dari 300 anak-anak sekolah di perkotaan, 15% diantaranya mengalami
kelainan refraksi. Padahal di pedesaan hanya 11%.
3. PENYEBAB
Miopi dapat terjadi karena ukuran bola mata yang relatif panjang atau karena indeks
bias media yang tinggi. Penyebab utamanya adalah genetic, namun faktor lingkungan
juga dapat memperngaruhi seperti kekurangan gizi dan vitamin, dan membaca serta
bekerja dengan jarak terlalu dekat dan waktu lama dapat menyebabkan miopi. Penyakit
degenerative seperti DM yang tidak terkontrol, katarak jenis tertentu, obat
antihipertensi serta obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi kekuatan refraksi dari
lensa yang dapat menimbulkan miopi.
4. PATOFISIOLOGI
Miopia dapat terjadi karena ukuran sumbu bola mata yang relatif panjang dan disebut
sebagai miopia aksial. Dapat juga karena indeks bias media refraktif yang tinggi atau
akibat indeks refraksi kornea dan lensa yang terlalu kuat. Dalam hal ini disebut sebagai
miopia refraktif (Curtin, 2002). Miopia degeneratif atau miopia maligna biasanya
apabila miopia lebih dari -6 dioptri(D) disertai kelainan pada fundus okuli dan pada
panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian
temporal papil disertai dengan atrofi korioretina. Atrofi retina terjadi kemudian setelah
terjadinya atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur membran Bruch yang dapat
menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada miopia
dapat terjadi bercak Fuch berupa hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atropi lapis
sensoris retina luar dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optik (Sidarta,
2007).
Sklera normal terdiri dari pita luas padat dari kumpulan serat kolagen, hal ini
terintegrasi baik, terjalin bebas, ukuran bervariasi tergantung pada lokasinya.
Kumpulan serat terkecil terlihat menuju sklera bagian dalam dan pada zona ora
ekuatorial. Bidang sklera anterior merupakan area potong lintang yang kurang dapat
diperluas perunitnya dari pada bidang lain. Pada test bidang ini ditekan sampai 7,5
g/mm2. Tekanan intraokular equivalen 100 mmHg, pada batas terendah dari stress
ekstensi pada sklera posterior ditemukan empat kali daripada bidang anterior dan
equator. Pada batas lebih tinggi sklera posterior kira-kira dua kali lebih diperluas.
Perbedaan tekanan diantara bidang sklera normal tampak berhubungan dengan
hilangnya luasnya serat sudut jala yang terlihat pada sklera posterior. Struktur serat
kolagen abnormal terlihat pada kulit pasien dengan Ehlers-Danlos yang merupakan
penyakit kalogen sistematik yang berhubungan dengan miopia. Meningkatnya suatu
kekuatan yang luas terhadap tekanan intraokular basal. Contoh klasik miopia sekunder
terhadap peningkatan tekanan basal terlihat pada glaukoma juvenil dimana bahwa
peningkatan tekanan berperan besar pada peningkatan pemanjangan sumbu bola mata
(Sativa, 2003).
Secara anatomi dan fisiologi, sklera memberikan berbagai respons terhadap induksi
deformasi. Secara konstan sklera mengalami perubahan pada stres. Kedipan kelopak
mata yang sederhana dapat meningkatkan tekanan intraokular 10 mmHg, sama juga
seperti konvergensi kuat dan pandangan ke lateral. Pada valsava manuver dapat
meningkatkan tekanan intraokular 60 mmHg. Juga pada penutupan paksa kelopak mata
meningkat sampai 70-110 mmHg. Gosokan paksa pada mata merupakan kebiasaan
jelek yang sangat sering diantara mata miopia, sehingga dapat meningkatkan tekanan
intraokular (Sativa, 2003).
Untuk melihat sesuatu objek dengan jelas, mata perlu berakomodasi. Akomodasi
berlaku apabila kita melihat objek dalam jarak jauh atau terlalu dekat. Menurut Dr.
Hemlholtz, otot siliari mata melakukan akomodasi mata. Teori Helmholtz mengatakan
akomodasi adalah akibat daripada ekspansi dan kontraksi lensa, hasil daripada
kontraksi otot siliari. Teori Helmholtz merupakan teori yang sekarang sering digunakan
oleh dokter. Menurut Dr. Bates, dua otot oblik mata yang melakukan akomodasi mata
dengan mengkompresi bola mata di tengah hingga memanjangkan mata secara
melintang. Akibat daripada kelelahan mata menyebabkan kelelahan pada otot mata.
Otot mata berhubungan dengan bola mata hingga menyebabkan bentuk mata menjadi
tidak normal.Kejadian ini adalah akibat akomodasi yang tidak efektif hasil dari otot
mata yang lemah dan tidak stabil. Pada mata miopia, bola mata terfiksasi pada posisi
memanjang menyulitkan untuk melihat objek jauh (Dave, 2005).
Pathway :
Terlampir
5. KLASIFIKASI
Secara klinis dan berdasarkan kelainan patologi yang terjadi pada mata, myopia dapat
dibagi kepada dua yaitu :
a. Miopia Simpleks : Terjadinya kelainan fundus ringan. Kelainan fundus yang
ringan ini berupa kresen miopia yang ringan dan berkembang sangat lambat.
Biasanya tidak terjadi kelainan organik dan dengan koreksi yang sesuai bisa
mencapai tajam penglihatan yang normal. Berat kelainan refraksi yang terjadi
biasanya kurang dari -6D. Keadaan ini disebut juga dengan miopia fisiologi.
b. Miopia Patologis : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau
miopia progresif. Keadaan ini dapat ditemukan pada semua umur dan terjadi
sejak lahir. Tanda-tanda miopia maligna adalah adanya progresifitas kelainan
fundus yang khas pada pemeriksaan oftalmoskopik. Pada anak-anak diagnosis
ini sudah dapat dibuat jika terdapat peningkatan tingkat keparahan miopia
dengan waktu yang relatif pendek. Kelainan refrasi yang terdapat pada miopia
patologik biasanya melebihi -6 D (Sidarta, 2007).
Menurut American Optometric Association (2006), miopia secara klinis dapat terbagi
lima yaitu:
a. Miopia Simpleks : Miopia yang disebabkan oleh dimensi bola mata yang terlalu
panjang atau indeks bias kornea maupun lensa kristalina yang terlalu tinggi.
b. Miopia Nokturnal : Miopia yang hanya terjadi pada saat kondisi di sekeliling
kurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi terhadap
tahap pencahayaan yang ada. Miopia ini dipercaya penyebabnya adalah pupil
yang membuka terlalu lebar untuk memasukkan lebih banyak cahaya, sehingga
menimbulkan aberasi dan menambah kondisi miopia.
c. Pseudomiopia : Diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap
mekanisme akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot – otot siliar yang
memegang lensa kristalina. Di Indonesia, disebut dengan miopia palsu, karena
memang sifat miopia ini hanya sementara sampai kekejangan akomodasinya
dapat direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak boleh buru – buru memberikan lensa
koreksi.
d. Miopia Degeneretif : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna
atau miopia progresif. Biasanya merupakan miopia derajat tinggi dan tajam
penglihatannya juga di bawah normal meskipun telah mendapat koreksi. Miopia
jenis ini bertambah buruk dari waktu ke waktu. Miopia Induksi : Miopia yang
diakibatkan oleh pemakaian obat – obatan, naik turunnya kadar gula darah,
terjadinya sklerosis pada nukleus lensa dan sebagainya.
Klasifikasi miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan untuk
mengkoreksikannya (Sidarta, 2007):
a. Ringan : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri
b. Sedang : lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.
c. Berat :lensa koreksinya > 6,00 Dioptri.
Klasifikasi miopia berdasarkan umur adalah (Sidarta, 2007):
a. Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak.
b. Miopia onset anak-anak : di bawah umur 20 tahun.
c. Miopia onset awal dewasa : di antara umur 20 sampai 40 tahun.
d. Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun (> 40 tahun).
6. GEJALA KLINIS
Manifestasi klinik miopi adalah :
a. Pasien menyatakan melihat lebih jelas bila dekat malahan melihat terlalu dekat,
sedangkan melihat jauh kabur atau disebut pasien adalah rabun jauh.
b. Paisen mengeluh sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak
mata yang sempit
c. Pasien sering terlihat memicingksn mata.
d. Pasien mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam
atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia
konvergensi, jika kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat
juling ke dalam atau esoptropia.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pengujian atau test yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan mata secara umum atau
standar pemeriksaan mata, (Sidarta, 2003) terdiri dari :
a. Uji ketajaman penglihatan pada kedua mata dari jarak jauh (Snellen) dan jarak
dekat (Jaeger).
b. Uji pembiasan, untuk menentukan benarnya resep dokter dalam pemakaian kaca
mata.
c. Uji penglihatan terhadap warna, uji ini untuk membuktikan kemungkinan ada
atau tidaknya kebutaan.
d. Uji gerakan otot-otot mata.
e. Pemeriksaan celah dan bentuk tepat di retina.
f. Mengukur tekanan cairan di dalam mata.
g. Pemeriksaan retina.
h. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik kresen yaitu gambaran bulan
sabit yang terlihat pada polus posterior fundus mata myopia, sclera oleh koroid.
8. KRITERIA DIAGNOSIS
Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat malahan melihat terlalu
dekat, sedangkan melihat jauh kabur atau disebut pasien adalah rabun jauh. Pasien
dengan miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai dengan juling
dan celah kelopak yang sempit. Seseorang miopia mempunyai kebiasaan memicingkan
matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek lubang kecil.
Pasien miopia mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam
atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia
konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling ke
dalam atau esoptropia. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik kresen yaitu
gambaran bulan sabit yang terlihat pada polus posterior fundus mata miopia, yang
terdapat pada daerah papil saraf optik akibat tidak tertutupnya sklera oleh koroid. Pada
mata dengan miopia tinggi akan terdapat pula kelainan pada fundus okuli seperti
degenerasi makula dan degenerasi retina bagian perifer ( Sidarta, 2007).
9.TINDAKAN PENANGANAN
Penatalaksanaan Miopia pada Anak-anak
1. Dengan memberikan koreksi lensa
Koreksi miopia dengan menggunakan lensa konkaf atau lensa negatif, perlu diingat
bahwa cahaya yang melalui lensa konkaf akan disebarkan. Karena itu, bila permukaan
refraksi mata mempunyai daya bias terlalu besar, seperti pada miopia, kelebihan daya
bias ini dapat dinetralisasi dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata.
Besarnya kekuatan lensa yang digunakan untuk mengkoreksi mata myopia ditentukan
dengan cara trial and error, yaitu dengan mula-mula meletakkan sebuah lensa kuat dan
kemudian diganti dengan lensa yang lebih kuat atau lebih lemah sampai memberikan
tajam penglihatan yang terbaik (Guyton, 2006).
Pasien miopia yang dikoreksi dengan kacamata sferis negatif terkecil yang memberikan
ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien dikoreksi dengan -3.00
dioptri memberikan tajam penglihatan 6/6, demikian juga bila diberi sferis -3.25
dioptri, maka sebaiknya diberikan koreksi -3.00 dioptri agar untuk memberikan
istirahat mata dengan baik setelah dikoreksi (Sidarta, 2007).
Penatalaksanaan Miopia lain
Penderita miopi dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata, kontak lensa atau
dengan operasi. Terapi terbaik pada miopi adalah dengan penggunaan kacamata atau
kontrak lensa yang mengkompensasipanjangnya bola mata dan memfokuskan sinar
yang masuk jatuh tepat diretina (Daniel, 2000). Menggunakan kacamata merupakan
terapi yang sering digunakan untuk mengkoreksi miopi. Lensa konkaf yang terbuat dari
kaca atau lensa plastic ditempatkan pada frame dan dipakai didepan mata. Pengobatan
pasien dengan miopi adalah dengan memberikan kacamata sferis negative terkecil yang
memberikan ketajaman pengelihatan maksimal tanpa akomodasi.
Bagi orang-orang yang tidak nyaman dengan penggunaan kacamata dan kontak lensa
dan memenuhi kriteria umur, derajat miopi dan kesehatan secara umum dapat
melakukan operasi refraksi mata sebagai alternative untuk mengkoreksi miopi yang
dideritanya. Ada 3 tipe dalam melakukan operasi mata yaitu :
a. Radial keratotomy
b. Photorefraktif keratectomy
c. Laser-assisted insitu keratomileusis (LASIK)
LASIK merupakan metode terbaru dalam operasi mata. LASIK direkomendasikan untuk
miopi dengan derajat sedang sampai berat. Pada LASIK digunakan laser dan alat
pemotong yang dinamakan mikrokeratome untuk memotong flap secara sirkular pada
kornea. Flap yang telah dibuat dibuka sehingga terlihat lapisan dalam dari kornea.
Korneaa diperbaiki dengan sinar laser untuk mengubah bentuk dan fokusnya, setelah
itu flapnya ditutup kembali.
10. KOMPLIKASI
Komplikasi Miopia adalah :
1. Ablasio retina
Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0 sampai (- 4,75) D sekitar 1/6662.
Sedangkan pada (- 5) sampai (-9,75) D risiko meningkat menjadi 1/1335. Lebih dari (-
10) D risiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain penambahan faktor risiko pada miopia
lebih rendah tiga kali sedangkan miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali (Sidarta,
2003).
2. Vitreal Liquefaction dan Detachment
Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air dan 2%
serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara perlahan-lahan,
namun proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi. Halini berhubungan
dengan hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap awal, penderita akan melihat
bayangan-bayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan
viterus sehingga kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini nantinya akan
menimbulkan risiko untuk terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan retina.
Vitreus detachment pada miopia tinggi terjadi karena luasnya volume yang harus diisi
akibat memanjangnya bola mata (Sidarta,2003).
3. Miopik makulopati
Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah kapiler pada
mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapangan pandang berkurang. Dapat
juga terjadi perdarahan retina dan koroid yang bisa menyebabkan berkurangnya
lapangan pandang. Miopi vaskular koroid atau degenerasi makular miopia juga
merupakan konsekuensi dari degenerasi macular normal dan ini disebabkan oleh
pembuluh darah yang abnormal yang tumbuh di bawah sentral retina (Sidarta, 2003).
4. Glaukoma
Risiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia sedang 4,2%,
dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan stres
akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat penyambung pada
trabekula (Sidarta, 2003).
5. Katarak
Lensa pada miopia kehilangan transparansi. Dilaporkan bahwa pada orang dengan
miopia, onset katarak muncul lebih cepat (Sidarta, 2003).
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Data Subjektif :
a. Pasien menyatakan melihat lebih jelas bila dekat malahan melihat terlalu dekat,
sedangkan melihat jauh kabur atau disebut pasien adalah rabun jauh.
b. Pasien mengeluh sakit kepala
Data Objektif
a. Mata pasien terlihat juling dan celah kelopak mata yang sempit
b. Pasien mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam
atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia
konvergensi, jika kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat
juling ke dalam atau esoptropia.
c. Pasien sering terlihat memicingksn mata.
d. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik kresen yaitu gambaran bulan
sabit yang terlihat pada polus posterior fundus mata miopia, yang terdapat pada
daerah papil saraf optik akibat tidak tertutupnya sklera oleh koroid.
e. Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat pula kelainan pada fundus okuli
seperti degenerasi makula dan degenerasi retina bagian perifer ( Sidarta, 2007).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ansietas berhubungan dengan krisis situasional ditandai dengan kegelisahan.
Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif
Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat luka
operasi ditandai dengan ungkapan nyeri dari pasien, ekspresi pasien meringis.
3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Terlampir
4. EVALUASI
Terlampir
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta.2002.Ilmu Penyakit Mata.FKUI.
2. Vaughan, Daniel.2000.Oftalmologi edisi 14.Jakarta:EGC
3.