laporan pendahuluan asma.docx

25
A. LAPORAN PENDAHULUAN 1. Pengertian Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronchi berspon dalam secaa hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (Smeltzer, C . Suzanne, 2002) Asma bronkial adalah penyakit inflamasi dimana ukuran diameter jalan nafas menyempit secara kronis akibat edema dan tidak stabil, selama serangan pasien mengalami mengi dan kesulitan bernafas akibat bronkospasme, edema mukosa, dan pembentukan mukus( Michael, 2006). Menurut Suzanne (2001) berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu : a. Ekstrinsik (alergik) Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik

Upload: miftahul-firzanuddin

Post on 25-Dec-2015

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

lp kraniotomi

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PENDAHULUAN ASMA.docx

A. LAPORAN PENDAHULUAN

1. Pengertian

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana

trakea dan bronchi berspon dalam secaa hiperaktif terhadap stimuli tertentu.

(Smeltzer, C . Suzanne, 2002)

Asma bronkial adalah penyakit inflamasi dimana ukuran diameter

jalan nafas menyempit secara kronis akibat edema dan tidak stabil, selama

serangan pasien mengalami mengi dan kesulitan bernafas akibat

bronkospasme, edema mukosa, dan pembentukan mukus( Michael, 2006).

Menurut Suzanne (2001) berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial

dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :

a. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor

pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-

obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering

dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.

Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang

disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.

b. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap

pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau

bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi.

Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya

waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema.

Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.

c. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik

dari bentuk alergik dan non-alergik.

Page 2: LAPORAN PENDAHULUAN ASMA.docx

2. Etiologi

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi

timbulnya serangan asma bronkhial menurut Suzanne ( 2001) adalah:

a. Faktor predisposisi

Genetik

Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum

diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan

penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita

penyakit alergi. Karenaadanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah

terkena penyakit asmabronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus.

Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

b. Faktor presipitasi

1) Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan

contoh: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan

polusi

b) Ingestan, yang masuk melalui mulut

contoh: makanan dan obat-obatan

c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit

contoh: perhiasan, logam dan jam tangan

c. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering

mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor

pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan

dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal

ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

Page 3: LAPORAN PENDAHULUAN ASMA.docx

d. Stress

Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain

itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping

gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang

mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk

menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi

maka gejala asmanya belum bisa diobati.

e. Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan

asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang

bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu

lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

f. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika

melakukanaktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling

mudahmenimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas

biasanyaterjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

3. Patofisiologis

Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar

dengan alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk

imunoglobulin E ( IgE ). Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas

bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada

asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang

alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E

abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila

reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama

melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan

erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen

Page 4: LAPORAN PENDAHULUAN ASMA.docx

maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan

antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan

mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin,at anafilaksis yang

bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik

dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor - faktor ini akan

menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi

mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos

bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat

meningkat.

Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga

stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering.

Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada

stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus. Stadiun kedua ditandai

dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak

nafas, berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi

mengi (wheezing ). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada

pinggir tempat tidur, penberita tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar

mulai membiru. Sedangkan stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya

suara nafas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan menjadi

dangkal dan tidak teratur, irama pernafasan tinggi karena asfiksia.

Page 5: LAPORAN PENDAHULUAN ASMA.docx

Pencetus serangan(alergen, emosi/stres, obat-obatan dan infeksi)

Bronkus sensitive oleh IgE

Dikeluarkannya substansi vasoaktif(histamin, bradikinin, dan anafilatoksin)

Permeabilitas Vaskuler naik

Respon bronkus

BronkospasmeEdema di mukosa

Hipersekresi mukosa

Bronkus menyempitPenumpukkan sekretWheezing

Gangguan Pola Nafas

Gangguan pertukaran gas

Ventilasi terganggu

Sekret tidak keluar

Suplai O2 ke otak

Turun

Koma

Suplai O2

Turun

Gangguan perfusi

Ansietas

Hiperkapnea

Hipoksemia

Napas melalui mulut

Mukosa kering

Resiko Infeksi

Batuk efektif

Tidak efektif jalan nafas

Page 6: LAPORAN PENDAHULUAN ASMA.docx

4. Tanda dan Gejala

a. Stadium dini

Faktor hipersekresi yang lebih menonjol

1) Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek

2) Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang

timbul

3) Whezing belum ada

4) Belum ada kelainan bentuk thorak

5) Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E

6) BGA belum patologis

Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan

1) Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum

2) Whezing

3) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi

4) Penurunan tekanan parsial O2

b. Stadium lanjut/kronik

1) Batuk, ronchi

2) Sesak nafas berat dan dada seolah –olah tertekan

3) Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan

4) Suara nafas melemah bahkan tak terdengan (silent Chest)

5) Thorak seperti barel chest

6) Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus

7) Sianosis

8) BGA Pa o2 kurang dari 80%

9) Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan

kiri

Page 7: LAPORAN PENDAHULUAN ASMA.docx

10) Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu

serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni

radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta

diafragma yang menurun (Muttaqin, 2008).

b. Tes kulit

Tujuan uji kulit adalah untuk menunjukan adanya antibody lgE spesifik

dalam tubuh. Uji ini hanya menyokong anamnesis, karena uji allergen yang

positif tidak selalu merupakan penyebab asma, demikian pula sebaliknya.

Uji kulit membantu menentukan apakah pasien atopik dan dalam

identifikasi alergen penting yang memicu asma. Alergen penyebab gejala

rintis alergika mungkin juga memicu asma pada pasien yang mengidap

kedua penyakit tersebut (Muttaqin, 2008).

c. Scanning paru

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa

redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru

(Muttaqin, 2008).

d. Spirometri

Spirometri merupakan cara yang paling cepat dan sederhana untuk

menegakkan diagnose asma adalah melihat respon pengobatan dengan

bronkodilator. Pemeriksaan spirometri di lkukan sebelum dan sesudah

pemberian bronkodilator hirup ( inhaler/ nebulizer ) golongan adrenergic

beta. Peningkatan VEP1 atau KVP sebanyak ≥ 20 % menunjukkan

diagnosis asma. Tetapi respon yang kurang dari 20 % tidak berarti bukan

asma. Untuk melihat reversibilitas pada hal yang akhir mungkin diperlukan

Page 8: LAPORAN PENDAHULUAN ASMA.docx

pengobatan kombinasi adrenergik, teofilin dan bahkan kortikosteroid untuk

2-3 minggu. Reversibilitas dapat terjadi tanpa pengobatan yang dapat

terlihat dari hasil pemeriksaan spirometri yang dilakukan pada saat yang

berbeda-beda misalnya beberapa hari atau bulan kemudian. Pemeriksaan

spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga

penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan(Muttaqin,

2008).

e. X- Ray dada atau Thoraks

Pemeriksaan foto sinar-X thorax harus dilakukan pada evaluasi awal

semua pasien asma, dan secara berkala apabila respon klinis terhadap terapi

kurang memuaskan. Selama serangan asma, paru tampak mengalami hiper

inflasi dan mungkin dijumpai bercak infiltrat yang konsisten dengan

atelektasia segmental. Yang akhirnya dapatr mudah dibedakan dari

pneumonia karena cepat lenyap karena terapi asma yang sesuai(Muttaqin,

2008).

f. Uji provokasi bronkus

Jika pemeriksaan spirometri normal, untuk menunjukkan adanya

hiperreaktifitas bronkus di lakukan uji provokasi bronkus. Ada beberapa

cara untuk melakukan melakukan uji provokasi bronkus seperti uji

provokasi dengan histamine, metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin,

larutan garam hipertonik, dan bahkan dengan aqua destilata. Penurunan

VEP1 sebesar 20% atau lebih dianggap bermakna. Uji dengan kegiatan

jasmani, dilakukan dengan menyuruh pasien berlari cepat selama 6 menit

sehingga mencapai denyut jantung 80-90 % dari maksimum. Dianggap

bermakna bila menunjukan penurunan APE (Arus Puncak Ekspirasi) paling

sedikit 10%. Akan halnya uji provokasi dengan allergen, hanya dilakukan

terhadap pasien yang alergi terhadap allergen yang di uji (Muttaqin, 2008).

g. Pemeriksaan sputum

Page 9: LAPORAN PENDAHULUAN ASMA.docx

Sputum eosinofil sangat karakteristik untuk asma sedangkan neutrofil

sangat dominan pada bronchitis kronik. Selain untuk melihat adanya

eosinofil, Kristal Charcot-Leyden, dan Spiral Curschmann, pemeriksaan ini

penting untuk melihat adanya miselium Aspergillus fumigates (Muttaqin,

2008).

h. Pemeriksaan darah (AGD )

Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yag berat. Pada fase awal

serangan, terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PaCO2 < 35 mmHg)

kemudian pada stadium yang lebih berat PaCO2 justru mendekati normal

sampai normokapnia. Selanjutnya pada asma yang sangat berat terjadinya

hiperkapnia (PaCO2 ≥ 45 mmHg), hipoksemia dan asidosis respiratorik

(Muttaqin, 2008).

i. Sel eosinofil

Eosinofilia pada sputum merupakan ciri khas asma ; pada anak hal ini

dijumpai juga hanya pada sindrom hiper-IgE. Sputum dari pasien asma

tanpa keputihan, sangat kental, dan mengandung major basic protein

(MBP) eosinofil dalam kadar tinggi. Eosinofil darah sering meningkat

menjadi lebih dari 300 sel per milimeter kubik. Hitung sel darah putih total

dapat meningkat secara palsu apabila sempel diambil setelah pasien

mendapat obat adrenergik untuk asma. Peningkatan hitung sel darah putih

sering menyebabkan pemberian resep anti biotik yang sebenarnya tidak

diperlukan. Biakan sputum dan sekresi pernafasan yang lain biasanya tidak

memperlihatkan bakteri patogen. Sebaliknya, biakan untuk berbagai virus

pernafasan, terutama rinovirus, yang positif dikaitkan dengan serangan

mengi. Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai

1000-1500/mm3 baik asma intrinsik ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung

sel eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai

penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat

(Muttaqin, 2008).

Page 10: LAPORAN PENDAHULUAN ASMA.docx

6. Pengkajian Primer

a. Airway.

Yang kita dapatkan pada pengkajian airway ini diantaranya yaitu : batuk

kering/tidak produktif, wheezing yang nyaring, penggunaan otot –otot

aksesoris pernapasan ( retraksi otot interkosta).

b. Breathing.

Perpanjangan ekspirasi dan perpendekan periode inspirasi, dypsnea,

takypnea, taktil fremitus menurun pada palpasi, suara tambahan ronkhi,

hiperresonan pada perkusi.

c. Circulation.

Yang kita dapatkan pada pengkajian sirkulasi ini adalah adanya hipotensi,

diaforesis, sianosis, gelisah, fatique, perubahan tingkat kesadaran, pulsus

paradoxus > 10 mm.

7. Pengkajian Sekunder

a. Riwayat penyakit sekarang

Lama menderita asma, hal yang menimbulkan serangan, obat yang pakai

tiap hari dan saat serangan

b. Riwayat penyakit sebelumnya

Riwayat alergi, batuk pilek, menderita penyakit infeksi saluran nafas

bagian atas

c. Riwayat perawatan keluarga

Adakah riwayat penyakit asma pada keluarga

d. Riwayat sosial ekonomi

Page 11: LAPORAN PENDAHULUAN ASMA.docx

Lingkungan tempat tinggal dan bekerja, jenis pekerjaan, jenis makanan

yang berhubungan dengan alergen, hewan piaraan yang dimiliki, dan

tingkat stressor

e. Pemeriksaan fisik

1) Status kesehatan umum

Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan

suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang

meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis

batuk dengan lendir lengket dan posisi istirahat klien.

2) Integumen

Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi,

turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan,

pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau

dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam.

3) Kepala.

Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat

trauma, adanya keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo kelang

ataupun hilang kesadaran.

4) Mata.

Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres yang

di rasakan klien. Serta riwayat penyakit mata lainya.

5) Hidung

Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung,rinitis alergi dan

fungsi olfaktori.

6) Mulut dan laring

Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan dan

mengunyah, dan sakit pada tenggorok serta sesak atau perubahan

suara.

Page 12: LAPORAN PENDAHULUAN ASMA.docx

7) Leher

Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesran tiroid

serta penggunaan otot-otot pernafasan.

8) Thorak

a. Inspeksi

Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan

adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot

Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi

peranfasan.

b. Palpasi.

Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil

fremitus.

c. Perkusi

Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor

sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.

d. Auskultasi.

Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan

expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan

bunyi pernafasan dan Wheezing.

9) Kardiovaskuler.

Jantung di kaji adanya pembesaran jantung atau tidak, bising nafas

dan hyperinflasi suara jantung melemah. Tekanan darah dan nadi

yang meningkat serta adanya pulsus paradoksus.

10) Abdomen.

Perlu di kaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda infeksi

karena dapat merangsang serangan asthma frekwensi pernafasan,

serta adanya konstipasi karena dapat nutrisi.

11) Ekstrimitas.

Page 13: LAPORAN PENDAHULUAN ASMA.docx

Di kaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada

extremitas karena dapat merangsang serangan asma.

8. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

a. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas

b. Ketidakefektifan pola nafas

c. Gangguan pertukaran gas

d. Cemas b.d krisis situasi

9. Intervensi Keperawatan

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkospasme

dan sekresi kental berlebihan

Tujuan: pasien mempertahankan jalan nafas paten

Kriteria Hasil :

1) Bunyi nafas bersih

2) Kecepatan dan kedalaman pernafasan normal

3) Tak ada dispnea

Intervensi:

1) Kaji sputum terhadap warna, kekentalan dan jumlah

2) Ausultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas tambahan misalnya:

mengi, krekels, dan ronchi

3) Kaji kualitas dan kecepatan pernafasan

4) Kaji frekuensi dispnea: gelisah, ansietas distress pernapasan,

penggunan otot bantu

Page 14: LAPORAN PENDAHULUAN ASMA.docx

5) Beri klien posisi pada ketinggian yang nyaman dan mengoptimalkan

pernafasan : tinggikan kepala tempat tidur 60 – 90 derajat, sokong

punggung dengan bantal

6) Berikan oksigen aliran rendah dengan kateter sesuai pesanan

7) Pertahankan/ bantu batuk efektif dan bantu untuk fisioterapi dada

8) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari dan berikan air

hangat

9) Berikan obat : epinefrin, aminofilin, antihistamin, ekspektoran,

kortikosteroid adrenal

10) Nebulisasi isoproterenol atau kromolin

b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru

selama serangan akut

Tujuan: pasien mempertahankan pola nafas efektif

Kriteria hasil:

1) Sesak berkurang atau hilang, RR 18-24x/menit

2) Frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan

3) Tidak ada retraksi otot pernapasan

Intervensi:

1) Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan pernapasan : dispnea,

penggunaan otot-otot pernapasan

2) Pantau tanda- tanda vital dan gas- gas darah arteri

3) Baringkan pasien dalam posisi fowler tinggi untuk memaksimalkan

ekspansi dada

4) Berikan terapi oksigen sesuai pesanan

5) Pertahankan patensi jalan nafas

6) Berikan obat sesuai pesanan

c. Diagnosa keperawatan: Kerusakan pertukaran gas b. d. gangguan suplai

oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekret)

Kriteria hasil:

Page 15: LAPORAN PENDAHULUAN ASMA.docx

1) menunjukan pebaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat

dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress

pernapasan

2) pasien berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat

kemampuan/situasi

Intervensi:

Mandiri

1) Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori,

nafas bibir, ketidakmampusn bicara/berbincang.

2) Tinggikan kepala tempat tidur, bant pasien untuk memilih posisi yang

mudah untuk bernafas. Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir

sesuai kebutuhan/ toleransi individu.

3) Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa

4) Dorong mengeluarkan sputum: penghisapan bila diindikasikan.

5) Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan/ atau

bunyi tambahan.

6) Palpasi fremitus

7) Awasi tingkat kesadran/ status mental. Selidiki adanya perubahan

8) Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan

kalem. Batasi aktivitas pasien atau dorong untuk tidur / istirahat

dikursi selama fase akut. Mungkinkan pasien melakukan aktivitas

secara bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi individu.

9) Awasi tanda vital dan irama jantung

Kolaborasi

1) Awasi/ gambarkan seri GDA ean nadi oksimetri

2) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil AGD dan

toleransi pasien

Page 16: LAPORAN PENDAHULUAN ASMA.docx

3) Berikan penekanan SPP (mis, antiansietas, sedative, atau narkotik)

dengan hati- hati.

4) Bantu intubasi, berikan/ pertahankan ventilsi mekanik, dan pindahkan

ke UPI sesuai instruksi untuk pasien.

d. Cemas berhubungan dengan krisis situasi, kesulitan bernafas, takut

serangan ulang

Tujuan : rasa cemas klien menjadi berkurang sampai hilang

Kriteria Hasil:

1) Klien tampak rileks

2) Mengungkapkan perasaan cemas berkurang

3) Tanda – tanda vital normal

Intervensi:

1) Kaji tingkat kecemasan klien (ringan, sedang, berat)

2) Ukur tanda-tanda vital

3) Berikan dukungan emosional

4) Implementasikan teknik relaksasi : petunjuk imajinasi, relaksasi otot

5) Jelaskan informasi yang diperlukan klien tentang penyakitnya,

perawatan dan pengobatannya

6) Ajarkan klien teknik relaksasi (memejamkan mata, menarik nafas

panjang)

7) Menganjurkan klien untuk istirahat

Page 17: LAPORAN PENDAHULUAN ASMA.docx

10. Kepustakaan

a. Davey Patrick. 2002. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga

b. Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.

Jakarta: EGC

c. Muttaqun, Arif. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika

d. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- Proses

Penyakit. Jakarta: EGC

e. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol

2. Edisi 8. Jakarta: EGC

f. Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan

Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta:

Salemba Medika

g. Sudoyo W, Aru. 2006. Ilmu Penytakit Dalam. Jilid 3. Edisi 4. Jakarta:

FKU