laporan pemcu 2 gi

Upload: ziabazlinah

Post on 05-Oct-2015

251 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Modul Gastrointesitinal

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN1.1 PEMICU 2

Rabi, bayi lelaki, berusia 6 bulan mengalami diare dan muntah. Diare sebanyak 6-8 kali perhari. Berwarna kuning, berbau asam, tanpa disertai darah ataupun lendir. Nafsu makan berkurang dan terdapat muntah 4-6 kali per hari berisi susu tanpa disertai darah ataupun muntah hijau. Tono tampak rewel dan kehausan. Tidak didapatkan perut kembung ataupun demam. BAK masih dalam batas normal. Pada hari keempat, ibu khawatir karena Tono bertambah gelisah, disertai episode nyeri perut, kram yaitu kedua tungkai ditekuk kerah perut dan ia menjadi pucat, berkeringat dingin dan tampak letargi. Pada hari kelima, perut membuncit, diare disertai darah dan BAK berkurang. Rabi tampak letargi, tidak mau minum dan muntah bertambah sering. Pada awalnya muntah berisi susu, dan 5 jam sebelum kerumah sakit ia muntah hijau dan demam tinggi, lalu ibu Rabi membawa Rabi ke IGD RS Untan. Rabi lahir spontan, tidak ada kalainan, ditolong bidan, berat lahir 3000g dan panjang badan 49 cm. Tono didapatkan riwayat ikhterus abnormal. Ia masih mendapat ASI, akan tetapi ibu telah memberikan makanan tambahan (PASI) berupa pisang dan bubur, masing-masing sekali per hari, sejak usia 3 bulan.

Pemeriksaan Fisik

Bayi lelaki, letargi, merintih, pernafasan kussmaul, tampak pucat. Tanpa sianosis

Nadi : 160 x /menit

Respirasi : 64 x/menit

Suhu axila: 390C. Berat badan 6 kg dan panjang badan 62 cm

Ubun-ubun besar cekung, dan lingkar kepala 36,5 cm.

Pemeriksaan jantung dan paru DBN

Perut membuncit, turgor kurang dan teraba massa seperti sosis di kwadran kanan atas diantara episode spasme. Tidak ditemukan Organomegali. Bising Usus meningkat. Keempat ekstremitas teraba dingin dengan capillary refill time (CRT) 5 detik. Pada colok dubur teraba masaa dan terdapat darah pada sarung tangan.Data Laboratorium

HB = 10,2 g/dl

HT = 40%

Leukosit =12000/ul dengan hitung jenis basofil = 0% eosinofil 0% neutrofil batang 0% neutrofil segmen = 70% lmfosit 28% monosit 2% CRP (Laju Endap Darah) +45 PT 1,6 detik (control 12,2 detik) APTT 41,6 detik (control 35,5 detik) SGOT 34 U/LSGPT 17 U/LKreatinin 0,5 mg/dlUrea 25 mg/dlAlbumin 2,05 g/dl

Biakan darah menunjukkan E.coli yang sensitif dengan seftazidim.1.2 Klarifikasi dan Definisi

a) Letargi : keadaan dimana terjadi penurunan kesadaran dan pemusatan perhatian serta kesiagaanb) Pernapasan kussmaul : napas yang abnormal bisa cepat atau lambat pada umumnya terjadi pada keadaan osidosis metabolic1.3 Kata Kunci

a. Laki-laki 6 bulanb. Bising usus meningkatc. Letargi d. Nyeri perut episodike. Diare disertai darahf. Muntah hijaug. Diberikan makanan (PASI) sejak 3 bulanh. Tanda-tanda dehidrasii. Ikhterus abnormalj. Teraba massa seperti sosis1.4 Rumusan Masalah Bayi laki-laki usia 6 bulan, mengalami diare yang disertai darah, muntah hijau, demam tinggi, dehidrasi dan teraba massa pada abdomen kuadran kanan atas.1.5 Analisis Masalah

1.6 Hipotesis

Bayi laki-laki usia 6 bulan, mengalami intususepsi disertai infeksi E. coli, syok hipovolemik, dan malnutrisi.1.7 Pertanyaan Diskusi

1. Perbedaan sistem GI pada anak dan dewasa2. Nausea dan vomitusa) Etiologi b) Patofisiologi3. Muntah hijau4. Distensi abdomen5. Fisiologi defekasi6. Karakteristik feses normal7. Diare akuta) Definisi

b) Etiologi

c) Faktor resiko

d) Patogenesis

e) Tatalaksana 8. Intususepsi a) Epidemiologi

b) Etiologi

c) Diagnosis

d) Tatalaksana

e) Komplikasi

f) Prognosis 9. Dehidrasi a) Derajat

b) Tatalaksana

10. Syok a) Definisi

b) Klasifikasi

c) Patogenesis

d) Tatalaksana 11. Ikhterus pada neonatesa) Etiologi

b) Patofisiologi

c) Tatalaksana 12. Status gizi anak13. Malnutrisi Anak a) Etiologi

b) Pemeriksaan penunjang

c) Tatalaksana

14. Diet yang sesuai untuk anak pada kasus15. Bagaimana cara pemeriksaan recto-anal16. Tatalaksana kegawatdaruratan pada kasus17. Penyebab perubahan diare dan muntah pada kasusBAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perbedaan sistem Gastrointestinal pada anak dan dewasaAnatomi dan fungsi organ saluran cerna sangat berpengaruh terhadap pola defekasi. Makanan yang masuk ke tubuh akan melewati saluran cerna untuk mencapai anus dimana proses defekasi akan berlangsung sehingga dibutuhkan motilitas saluran cerna untuk menunjang pergerakan makanan dalam melaluinya hingga dikeluarkan dari dalam tubuh dalam bentuk tinja. Motilitas usus halus hanya sedikit berkembang sebelum usia kehamilan menginjak umur 38 minggu. Kontraksi gastric yang belum teratur pertama kali ditemukan pada awal minggu-36 kehamilan. Motilitas saluran cerna mulai dapat diukur pada usia kehamilan 28-30 minggu walaupun belum mendapatkan diet enteral.1 Usus halus menunjukkan pola motilitas yang tidak teratur antara umur kehamilan 37 dan 30 minggu, dan menjadi pola yang lebih matang pada usia kehamilan 33-34 minggu dimana terdapat kompleks migrasi mioelektrik. Transit gastroanal berkisar 8-96 jam pada bayi preterm sedangkan pada orang dewasa hanya membutuhkan waktu 4-12 jam. Peningkatan koordinasi dan kekuatan kontraksi gaster dan usus halus mulai didapatkan pada usia kehamilan 30 minggu. Pada usia kehamilan 36 minggu, pola motilitas saluran cerna janin mulai menyerupai pola motilitas usus bayi yang telah cukup bulan. Pada saat ini, gerakan menghisap dan menelan telah teratur, janin dapat menelan cairan amnion sekitar 450 mL/hari pada trimester ketiga.1 2.2 Nausea dan vomitus

2.2.1 Etiologi Mual (nausea) adalah pengalaman yang subyektif, didefinisikan sebagai sensasi yang segera mendahului muntah. Perasaan mual ini disebabkan oleh karena meningkatnya kadar homon esterogen dan HCG dalam serum, pengaruh fisiologi kenaikan hormon ini masih belum jelas, mungkin karena sistem saraf pusat atau pengosongan lambung yang berkurang. Muntah (vomitus) adalah peristiwa fisik yang sangat spesifik, didefinisikan sebagai evakuasi isi lambung yang cepat dan secara paksa dengan alur balik dari perut sampai keluar dari mulut. Timbulnya muntah akibat kontraksi yang kuat dari antrum dengan disertai relaksasi dari otot-otot sfingter kardia, disusul dengan melebarnya esofagus dan meutupnya glotis. Disamping itu juga timbul kontraksi otot-otot perut dan otot diafragma untuk membantu mengeluarkan isi lambung.22.2.2 PatofisiologiMuntah dipicu adanya impuls afferent yang menuju pusat muntah, yang terletak di medulla otak. Impuls tersebut diterima dari pusat sensori seperti chemoreceptor tigger zona (CTZ), korteks serebral, serta visceral afferent dari faring dan saluran cerna. Impuls afferent yang sudah terintegrasi dengan pusat muntah, akan menghasilkan impuls efferent menuju pusat saliva, pusat pernafasan daerah saluran cerna, faring, dan otot-otot perut yang semuanya bersinegri memicu proses muntah.22.3 Muntah hijau 2.3.1 Etiologi

Menandakan kemungkinan adanya ileus obstruksi distal dari insersi common bile duct ke duodenum.

Kemungkinan penyebab muntah hijau :

Midgut malrotation

Obstruksi usus

Atresia intestinal2.3.2 Tatalaksana3,4Bayi dengan obstruksi intestinal pertama-tama perlu diberikan resusitasi cairan untuk mencegah terjadinya syok dan menstabilkan pasien. Dekompresi nasogastrik dapat menghilangkan nyeri dan muntah pasien. Bila dicurigai adanya infark/iskemi akibat obstruksi, dapat diberikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah terjadinya sepsis. setelah itu, perlu dilakukan tindakan operatif untuk mencegah terjadinya infark yang dapat mengakibatkan gangren dan perforasi.

Pada pasien dengan obstruksi duodenal, dapat dilakukan duodenoduodenostomy, atau jika obstruksinya bersifat diafragmatik dapat dilakukan duodenoplasti. Sebelum bayi dapat diberi makan secara normal, pemberian makanan dapat dilakukan secara intravena, atau melalui transanastomostic jejunal tube.

Pasien dengan intususepsi harus segera dilakukan tindakan reduksi segera setelah diagnosis ditegakkan. Tingkat keberhasilan tindakan reduksi ini pun bergantung pada seberapa tindakan reduksi dilakukan, terhitung dari waktu gejala muncul pertama kali. Jika tindakan reduksi tidak mungkin dilakukan, perlu tindakan reseksi segmen usus yang mengalami intususepsi disertai penyambungan antar ujung-ujungnya (end-to-end anastomosis).

Penatalaksanaan malrotasi dengan volvulus berupa intervensi bedah. Reduksi volvulus merupakan hal pertama yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya gangren atau nekrosis jaringan. Jika terjadi gangren, perlu perlu dilakukan reseksi usus. Setelah volvulus direduksi, jaringan yang terekstensi di quadran kanan atas perlu disingkirkan dan belitan arteri mesenterika superior perlu diperbaiki untuk membebaskan duodenum dari obstruksi. Setelah jaringan disingkirkan, cecum juga terbebas dari iktana dan diletakkan di kuadran kiri bawah. Terkadang tindakan ini perlu disertai dengan apendectomy karena tindakan ini berisiko merusak pembuluh darah appendiks.

2.4 Distensi abdomenDistensi abdomen dapat terjadi sebagai hasil dari berkurangnya tonus dinding otot atau dari bertambahnya isi abdomen karena cairan, udara, maupun benda padat. Asites merupakan salah satu penyebab distensi abdomen yang disebabkan karna adanya akumulasi cairan pada rongga peritoneal, udara pada rongga peritoneal (pneumoperitonium) biasanya terjadi akibat perforasi dan dapat mengakibatkan distensi abdomen bergantung pada jumlah udara pada daerah tersebut. Pembesaran organ pada ambdomen karna reaksi patologis seperti pada hati, lien, kandung empedu, dan ginjal juga dapat menyebabkan distensi abdomen.52.5 Fisiologi defekasiProses defekasi diawali dengan adanya mass movement dari usus besar desenden yang mendorong tinja ke dalam rectum. Mass movement timbil +/- 15 menit setelah makan dan hanya terjadi beberapa kali dalam sehari. Adanya tinja dalam tinja dalam rectum menyebabkan peregangan rectum dan pendorongan tinja kearah sfinkter ani.6Ketika gerakan massa di kolon mendorong tinja ke dalam rektum, peregangan yang terjadi di rektum merangsang reseptor regang di dinding rektum, memicu refleks defekasi. Refleks ini menyebabkan sffngter ani internus (yaitu otot polos) melemas dan rektum dan kolon sigmoid berkontraksi lebih kuat. Jika sffngter ani eksternus (yaitu otot rangka) juga melemas maka terjadi defekasi. Karena otot rangka, sfingter ani eksternus berada di bawah kontrol volunter. Peregangan awal dinding rektum disertai oleh timbulnya rasa ingin buang air besar. Jika keadaan tidak memungkinkan defekasi maka pengencangan sfingter ani eksternus secara sengaja dapat mencegah defekasi meskipun refleks defekasi telah aktif. Jika defekasi ditunda maka dinding rektum yang semula teregang secara perlahan melemas, dan keinginan untuk buang air besar mereda sampai gerakan massa berikutnya mendorong lebih banyak tinja ke dalam rektum dan kembali meregangkan rektum sema memicu refleks defekasi. Selama periode inaktivitas, kedua sfingter tetap berkontraksi untuk menjamin kontinensia tinja. Jika defekasi terjadi maka biasanya dibantu oleh gerakan mengejan volunter yang melibatkan kontraksi otot abdomen dan ekspirasi paksa dengan glotis tertutup secara bersamaan. Tindakan ini sangat meningkatkan tekanan intraabdomen, yang membantu mendorong tinja.6 2.6 Karakteristik feses normal Perkembangan fungsi dan struktur anorektal pada bayi akan bertambah sesuai umur. Rektum bertambah panjang disertai dengan tumbuhnya katup rectal dan sudut anorektal. Defekasi pada bayi baru lahir diawali dengan keluarnya mekoneum. Mekoneum adalah tinja yang berwarna hitam, kental, dan lengket yang merupakan campuran dari sekresi kelenjar intestinal dan cairan amnion. Pada keadaan normal, mekoneum akan keluar pada 36-48 jam pertama setelah lahir dengam frekuensi sebanyak 2-3 kali per harinya. Setelah bayi mendapatkan diet, mekoneum akan berubah menjadi tinja transisi yang berwarna hijau kecokelatan setelah 4 sampai 5 hari.12.7 Diare akut2.7.1 Definisi Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut World Gastroenterology Organisation Global Guidelines 2015 diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari.72.7.2 EtiologiDiare akut disebabkan oleh banyak hal antara lain infeksi (bakteri, parasit, virus), keracunan makanan, efek obat-obatan dan lain-lain.

Etiologi diare akut, antara lain :71. Enteral

a) Bakteri : Shigella sp, E. coli pathogen, Salmonella sp, Vibrio cholera, Yersinia enterolytica, Campylobacter jejuni, V. parahaemoliticus, V. NAG., Staphylococcus aureus, Streptococcus, Klebsiella, Pseudomonas, Aeromonas, Proteus dll.

b) Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus, cytomegalovirus (CMV), echovirus, virus HIV.

c) Parasit :Protozoa (Entamoeba histolytica, Giaria lamblia, Cryptosporidium parvum, Balantidium coli), cacing (A. lumbricoides, Cacing tambang, Trichuris trichiura, S. stercoralis, cestodiasis)d) Fungus : Kandida/cestodiasis dll.

2. Parenteral : otitis media akut (OMA), pneumonia. Travelers diarrhea: E. coli, Giardia lamblia, Shigella, Entamoeba histolytica dll. makanan :

a) Intoksikasi makanan terjadi pada makanan beracun atau mengandung logam berat, makanan mengandung bakteri/toksin: Clostridium perfingens, B. cereus. S. aureus. Streptococcus anhaemo lyticus dll.

b) Alergi susu sapi, makanan tertentu

c) Malabsorpsi/maldigesti pada karbohidrat (monosakarida, disakarida); lemak (rantai panjang trigliserida); protein (asam amino tertentu, celiacsprue gluten malabsorption, protein intolerance, cows milk); vitamin dan mineral.d) Imunodefisiensi misalnya pada hipogamaglobulinemia, panhipogamaglobulinemia (Bruton), penyakit granuomatose kronik, defisiensi IgA, imunodefisiensi IgA heavy combination.

e) Terapi obat. Terapi antibiotik, kemoterapi, antacid dll

f) Tindakan tertentu seperti gastrektomi, gastroenterostomi, dosis tinggii terapi radiasi

3. Homoseksual, pekerja seks, pengguna obat intravena, risiko terhadap HIV, sindrom defisiensi kekebalan didapat (Acquired immune deficiency syndrome)4. Baru saja menggunakan obat antimikroba pada institusi (institusi kejiwaan/mental, rumah-rumah perawatan, rumah sakit).2.7.3 Faktor resikoa. Faktor giziBerat dan lamanya diare sangat dipengaruhi oleh status gizi panderita dan diare yang diderita oleh anak dengan kekurangan gizi lebih berat jika dibandingkan dengan anak yang status gizinya baik karena anak dengan status gizi kurang keluaran cairan dan tinja lebih banyak sehingga anak akan menderita dehidrasi berat. Bayi dan balita yang kekurangan gizi, sebagian besarnya meninggal karena diare. Hal ini dapat disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi.8b. Faktor sosial ekonomi

Faktor sosial ekonomi juga mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor- faktor penyebab diare. Kebanyakan anak yang mudah menderita diare berasal dari keluarga yang besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai sediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, pendidikan orang tuanya yang rendah dan sikap serta kebiasaan yang tidak menguntungkan.8c. Faktor pekerjaan

Ayah dan ibu yang bekerja sebagai pegawai negeri atau swasta rata-rata mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja sebagai buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk terpapar dengan penyakit diare.8d. Faktor ASI

ASI eksklusif adalah pemberian air susu ibu bayi baru lahir sampai usia 6 bulan, tanpa diberikan makanan tambahan lainnya. Insiden diare meningkat pada saat anak untuk pertama kali mengenal makanan tambahan dan makin lama makin meningkat. Pemberian ASI penuh akan memberikan perlindungan diare 4 kali daripada bayi dengan ASI disertai susu botol. Bayi dengan susu botol sahaja akan mempunyai resiko diare lebih besar dan bahkan 30 kali lebih banyak daripada bayi dengan ASI penuh.8e. Faktor jamban

Resiko kejadian diare lebih besar pada keluarga yang tidak mempunyai fasilitas jamban keluarga dan penyediaan sarana jamban umum dapat menurunkan resiko kemungkinan terjadinya diare. Berkaitan dengan personal hygiene dari masyarakat yang ditunjang dengan situasi kebiasaan yang menimbulkan pencemaran lingkungan sekitarnya dan terutama di daerah-daerah dimana air merupakan masalah dan kebiasaan buang air besar yang tidak sehat.82.7.4 Patogenesis Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan oleh rotavirus. Virus ini menyebabkan 40-60% dari kasus diare pada bayi dan anak.8 Setelah terpapar dengan agen tertentu, virus akan masuk ke dalam tubuh bersama dengan makanan dan minuman. Kemudian virus itu akan sampai ke sel-sel epitel usus halus dan akan menyebabkan infeksi dan merusakkan sel-sel epitel tersebut. Sel-sel epitel yang rusak akan digantikan oleh sel enterosit baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini menyebabkan vili-vlli usus halus mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan makanan dengan baik. Cairan dan makanan tadi akan terkumpul di usus halus dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus. Hal ini menyebabkan banyak cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan didorong keluar melalui anus dan terjadilah diare.92.7.5 TatalaksanaTatalaksana yang dapat dilakukan pada diarea akut adalah :

Rehidrasi. Bila pasien keadaan umum baik tidak dehidrasi, asupan cairan yang adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan, sari buah, sup dan keripik asin. Bila pasien kehilangan cairan yang banyak dan dehidrasi, penatalaksaan yang agresif seperti cairan intravena atau rehidrasi oral dengan cairan isotonic mengandung elektrolit dan gula atau starch harus diberikan. Terapi rehidrasi oral lebih murah, efektif dan praktis daripada cairan intravena. Cairan oral antara lain : pedialit, oralit dll. Cairan infuse antara lain : ringer laktat dll. Cairan diberikan 50-200 ml/kkBB/ 24 jam tergantung kebutuhan dan status rehidrasi.72.8 Intususepsi2.8.1 Epidemiologi

Diperkirakan penyebab 90% kasus intususepsi pada anak adalah idiopatik. Insidensi secara musiman menunjukkan puncak pada musim semi dan musim gugur. Hubungan dengan indikasi infeksi respiratory adenoid virus (tipe C) sebelumnya ataupun bersamaan dengan kasus intususepsi di curigai, dan kondisi dapat menjadi komplikasi seperti gastroenteritis, media kritis, Henoch-Schonlein purpura, ataupun infeksi saluran napas atas. Faktor resiko intususepsi meningkat pada bayi dengan usia kurang dari 1 tahun setelah menerima salah satu golongan vaksin rotavirus dalam 2 minggu imunisasi. Vaksin tersebut kemudian tidak lagi direkomendasikan dan tidak diproduksi lagi. Meskipun rotavirus memproduksi enterotoksin, tidak ditemukanya hubungan antara rotavirus dan intususepsi. Intususepsi dapat berkomplikasi menjadi perdarahan lapisan mukosa, seperti pada Henoch-Schonlein purpura ataupun hemofilia. Fibrosis sistik merupakan faktor resiko lain dari intususepsi. Intususepsi post-operasi terjadi pada ileoileal dan biasanya terjadi dalam beberapa hari setelah operasi abdomen. Intususepsi intrauterin diduga berhubungan dengan pembentukan atresis intestinal. Jarang ditemukan intususepsi pada bayi prematur.92.8.2 Etiologi

Etiologi dari intususepsi terbagi menjadi 2, yaitu idiopatik dan kausal101. IdiopatikMenurut kepustakaan, 90-95 % intususepsi pada anak di bawah umur satu tahun tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagaiinfantile idiophatic intussusceptions. Kepustakaan lain menyebutkan di Asia, etiologi idiopatik dari intususepsi berkisar antara 42-100.Definisi dari istilah intususepsi idiopatik bervariasi di antara penelitian terkait intususepsi. Sebagian besar peneliti menggunakan istilah idiopatik untuk menggambarkan kasus dimana tidak ada abnormalitas spesifik dari usus yang diketahui dapat menyebabkan intususepsi seperti diverticulum meckel atau polip yang dapat diidentifikasi saat pembedahan. Dalam kasus idiopatik, pemeriksaan yang teliti dapat mengungkapkan hipertrofi jaringan limfoid mural (Peyer patch), yang disebabkan oleh infeksi adenovirus atau rotavirus.Intususepsi idiopatik memiliki etiologi yang tidak jelas. Salah satu teori untuk menjelaskan kemungkinan etiologi intususepsi idiopatik adalah bahwa hal itu terjadi karena Peyer patch yang membesar; hipotesis ini berasal dari 3 pengamatan: (1) penyakit ini sering didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas, (2) wilayah ileokolika memiliki konsentrasi tertinggi dari kelenjar getah bening di mesenterium, dan (3) pembesaran kelenjar getah bening sering dijumpai pada pasien yang memerlukan operasi. Apakah Peyer patch yang membesar adalah reaksi terhadap intususepsi atau sebagai penyebab intususepsi, masih tidak jelas.2. KausalPada penderita intususepsi yang lebih besar (lebih dua tahun), adanya kelainan usus dapat menjadi penyebab intususepsi ataulead pointseperti:inverted Meckels diverticulum, polip usus, leiomioma, leiosarkoma, hemangioma,blue rubber blep nevi, lymphoma dan duplikasi usus. Divertikulum Meckel adalah penyebab paling utama, diikuti dengan polip sepertipeutz-jeghers syndrome,dan duplikasi intestinal.Lead pointlain diantaranyalymphangiectasias, perdarahan submukosa dengan henoch-Schonlein purpura, trichobezoars dengan Rapunzel syndrome, caseating granulomas yang berhubungan dengan tuberkulosis abdominal.Lymphosarcoma sering dijumpai sebagai penyebab intususepsi pada anak yang berusia di atas enam tahun. Intususepsi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang biasanya timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan peristaltik usus, disebabkan manipulasi usus yang kasar dan lama, diseksi retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal. 2.8.3 PatogenesisPatogenesis dari intususepsi diyakini akibat sekunder dari ketidakseimbangan pada dorongan longitudinal sepanjang dinding intestinal. Ketidakseimbangan ini dapat disebabkan oleh adanya massa yang bertindak sebagaipencetusatau oleh pola yang tidak teratur dari peristalsis (contohnya, ileus pasca operasi). Gangguan elektrolit berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan yang dapat mengakibatkan motilitas intestinal yang abnormal, dan mengarah pada terjadinya invaginasi. Beberapa penelitian terbaru pada binatang menunjukkan pelepasan nitrit oksida pada usus, suatu neurotransmitter penghambat, menyebabkan relaksasi dari katub ileocaecal dan mempredisposisi intususepsi ileocaecal. Penelitian lain telah mendemonstrasikan bahwa penggunaan dari beberapa antibiotik tertentu dapat menyebabkan hiperplasia limfoid ileal dan dismotilitas intestinal dengan intususepsi.22Sebagai hasil dari ketidakseimbangan, area dari dinding usus terinvaginasi ke dalam lumen. Proses ini terus berjalan, dengan diikuti area proximal dari intestinal, dan mengakibatkan intususeptum berproses sepanjang lumen dari intususipiens. Apabila terjadi obstruksi sistem limfatik dan vena mesenterial, akibat penyakit berjalan progresif dimana ileum dan mesenterium masuk ke dalam caecum dan colon, akan dijumpai mukosa intussusseptum menjadi oedem dan kaku. Mengakibatkan obstruksi yang pada akhirnya akan dijumpai keadaan strangulasi dan perforasi usus.22

Intususepsi: obstruksi terjadi pada colon transversus poximalPembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan gangguanvenous returnsehingga terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet sel serta laserasi mukosa usus. Hal inilah yang mendasari terjadinya salah satu manifestasi klinis intususepsi yaitu BAB darah lendir yang disebut juga red currant jelly stool.22, 232.8.4 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis intususepsi didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan radiologi.Gejala klinis yang menonjol dari intususepsi adalah suatu trias gejala yang terdiri dari22,23:

1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba-tiba, nyeri bersifat hilang timbul. Nyeri menghilang selama 10-20 menit, kemudian timbul lagi serangan baru.

2. Teraba massa tumor di perut bentukcurved sausagepada bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas.3. Buang air besar campur darah dan lendir yang disebutred currant jelly stool.Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba adanya tumor, oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada gejala trias intususepsi. Mengingat intususepsi sering terjadi pada anak berumur di bawah satu tahun, sedangkan penyakit disentri umumnya terjadi pada anak-anak yang mulai berjalan dan mulai bermain sendiri maka apabila ada pasien datang berumur di bawah satu tahun, sakit perut yang bersifat kolik sehingga anak menjadi rewel sepanjang hari/malam, ada muntah, buang air besar campur darah dan lendir maka pikirkanlah kemungkinan intususepsi.The Brighton Collaboration Intussuseption Working Groupmendirikan sebuah diagnosis klinis menggunakan campuran dari kriteria minor dan mayor. Strasifikasi ini membantu untuk membuat keputusan berdasarkan tiga level dari pembuktian untuk membuktikan apakah kasus tersebut adalah intususepsi.24Kriteria Mayor

1. Adanya bukti dari obstruksi usus berupa adanya riwayat muntah hijau, diikuti dengan distensi abdomen dan bising usus yang abnormal atau tidak ada sama sekali.2. Adanya gambaran dari invaginasi usus, dimana setidaknya tercakup hal-hal berikut ini: massa abdomen, massa rectum atau prolaps rectum, terlihat pada gambaran foto abdomen, USG maupun CT Scan.

3. Bukti adanya gangguan vaskularisasi usus dengan manifestasi perdarahan rectum atau gambaran feses red currant jelly pada pemeriksaan Rectal Toucher.Kriteria Minor1. Bayi laki-laki kurang dari 1 tahun2. Nyeri abdomen3. Muntah4. Lethargy5. Pucat6. Syok hipovolemi7. Foto abdomen yang menunjukkan abnormalitas tidak spesifik.Berikut ini adalah pengelompokkan berdasarkan tingkat pembuktian, yaitu :1. Level 1 Definite(ditemukannya satu kriteria di bawah ini)a) Kriteria Pembedahan Invaginasi usus yang ditemukan saat pembedahanb) Kriteria Radiologi Air enemaatauliquid contrast enemamenunjukkan invaginasi dengan manifestasi spesifik yang bisa dibuktikan dapat direduksi olehenematersebut.c) Kriteria Autopsi Invagination dari usus2. Level 2 Probable(salah satu kriteria di bawah)a) Dua kriteria mayorb) Satu kriteria mayor dan tiga kriteria minor3. Level 3 PossibleEmpat atau lebih kriteria minor

Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan LaboratoriumMeskipun hasil laboratorium tidak spesifik untuk menegakkan diagnosis intususepsi, sebagai proses dari progresivitas, akan didapatkan abnormalitas elektrolit yang berhubungan dengan dehidrasi, anemia dan atau peningkatan jumlah leukosit (leukositosis >10.000/mm3).242. Pemeriksaan Radiologia) Foto polos abdomen

Didapatkan distribusi udara di dalam usus tidak merata, usus terdesak ke kiri atas, bila telah lanjut terlihat tanda-tanda obstruksi usus dengan gambaranair fluid level. Dapat terlihatfree airbila terjadi perforasi.25

b) Ultrasonografi Abdomen

Pada tampilan transversal USG, tampak konfigurasi usus berbentuk target atau donat yang terdiri dari dua cincin echogenisitasrendah yang dipisahkan oleh cincin hiperekoik, tidak ada gerakan pada donat tersebut dan ketebalan tepi lebih dari 0,6 cm. Ketebalan tepi luar lebih dari 1,6 cm menunjukkan perlunya intervensi pembedahan. Pada tampilan logitudinal tampakpseudokidney signyang timbul sebagai tumpukan lapisan hipoekoik dan hiperekoik.262.8.5 Tatalaksana

Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan diberikan, jika pertolongan sudah diberikan kurang dari 24 jam dari serangan pertama maka akan memberikan prognosis yang lebih baik. Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak dahulu mencakup dua tindakan penanganan yang dinilai berhasil dengan baik :111. Reduksi dengan barium enema

Barium enema dapat diberikan bila tidak dijumpai kontra indikasi seperti :

a. Adanya tanda obstruksi usus yang jelas baik secara klinis maupun pada foto abdomen

b. Dijumpai tanda tanda peritonitis

c. Gejala invaginasi sudah lewat dari 24 jam

d. Dijumpai tanda tanda dehidrasi berat. e. Usia penderita diatas 2 tahun

2. Reduksi dengan operasiSebelum dilakukan tindakan reduksi, maka terhadap penderita : dipuasakan, resusitasi cairan, dekompressi dengan pemasangan pipa lambung. Bila sudah dijumpai tanda gangguan pasase usus dan hasil pemeriksaan laboratorium dijumpai peninggian dari jumlah leukosit saat ini.2.8.6 Komplikasi

Intususepsi dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah dehidrasi dan aspirasi dari emesis yang terjadi. Iskemia dan nekrosis usus dapat menyebabkan perforasi dan sepsis. Nekrosis yang signifikan pada usus dapat menyebabkan komplikasi yang berhubungan denganshort bowel syndrome. Meskipun diterapi dengan reduksi operatif maupun radiografik, striktur dapat muncul dalam 4-8 minggu pada usus yang terlibat.122.8.7 Prognosis

Intususepsi pada bayi yang tidak ditangani akan selalu berakibat fatal. Kesempatan sembuh terkait langsung dengan lamanya intususepsi sebelum reduksi. Kebanyakan bayi dapat sembuh jika intususepsi direduksi dalam 24 jam pertama, akan tetapi angka mortilitas meningkat dengan cepat setelah waktu ini, terutama setelah hari kedua. Reduksi spontan selama persiapan untuk operasi tidak jarang terjadi. Angka kekambuhan pasca-reduksi intususepsi dengan enema barium adalah sekitar 10% dan dengan reduksi bedah sekitar 2-5%. Intususepsi tidak pernah terjadi setelah dilakukan reseksi bedah. Terapi bedah yang adekuat merupakan cara dalam reduksi dengan operasi yang dapat mengurangi angka mortilitas pada kasus dini.132.9 Dehidrasi

Secara garis besar dikenal 3 macam kehilangan cairan badan :71. Kehilangan cariang sebagai akibat kehilangn air dari badan baik kerena kekurangan pemasukan air atau kehilang air berlebih melalui paru, kulit, ginjal, saluran makanan. Keadaan ini sering disebut dengan pure dehydration. Kehilang cairan tipe ini biasanya terjadi karena :

a. Kehilangan cairan karena pemasukan air tidak mencukupi. Misalnya pasien koma atau disfagia, rangsangan haus hilang.

b. Kehilangan cairan karena pengeluaran cairan melalui ginjal terlalu berlebihan pada ginjal yang normal. Misalnya pada pasien dengan diabetes insipidus, karena kelebihan elektrolit atau hiperosmoler dan pada pemasukan air yang berlebihan.

c. Kehilangan cairan karena sebab lain seperti : pengeluaran air berlebihan seperti melalui paru, orang-orang yang kontak dengan sinar matahari dalam waktu yang lama tanpa minum.

2. Kehilangan cairan karena bkelebihan elektrolit (solute loading hipertonicity). Pengeluaran cairan karena eksresi urin yang banyak mengandung elektrolit seperti natrium, krorida, kalium dan anion serta kation daln lainnya. Kehilangan cairan ini bisa karena :

a. Pemberian makanan yang mengandung banyak garam dekstrosa, protein dan substansi lain yang tidak mencukupi pada pasien dengan koma.

b. Pemberian makanan yang mengandung susu dan krim tanpa air pada pasien dengan perdarahan lambung

c. Pemberian makanan dengan karbohidrat tinggi pada orang-orang yang baru sembuh dengan luka bakar yang berat

d. Pada pasien dengan diabetic berat yang tidak diobati

e. Keadaan lainnya yang berhubungan dengan hiperosmolaritas

3. Kehilangan karena hiperosmolaritas. Hal ini terjadi jika cairan ekstraseluler karena suatu sebab menjadi hiperosmoler, misalnya karena hiperosmoler hiperglikemia, koma diabetic non ketoasidotik atau hiperosmolaritas yang terjadi karena pemberian substansi baik yang parenteral maupun per rektal yang mampu meningkatkan osmolaritas darah.

2.10 Syok

2.10.1 Definisi Syok merupakan keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan perfusi darah kejaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. Kematian karena syok terjadibila keadaan ini menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolism sel. Syok didefinisikan juga sebagai volume darah sirkulasi tidak adekuat yang mengurangi perfusi, pertama pada jaringan nonvital (kulit, jaringan ikat, tulang, otot) dan kemudian ke organ vital (otak, jantung, paru-paru, dan ginjal). Syok atau renjatan merupakan suatu keadaan patofisiologis dinamik yang mengakibatkan hipoksia jaringan dan sel.142.10.2 Klasifikasi Syok secara umum dapat diklasifikasikan menjadi :141. Syok hipovolemik, syok yang disebabkan karena tubuh :

a) Kehilangan darah/syok hemoragik

i. Hemoragik eksternal : trauma, perdarahan gastrointestinal

ii. Hemoragik internal : hematoma, hematotoraks

b) Kehilangan plasma : luka bakar

c) Kehilangan cairan dan elektrolit

i. Eksternal : muntah, diare, keringat yang berlebih

ii. Internal : asites, obstruksi usus

2.Syok kardiogenik, kegagalan kerja jantung. Gangguan perfusi jaringan yang disebabkan karena disfungsi jantung misalnya : aritmia, AMI (Infark Miokard Akut).

3. Syok septik, terjadi karena penyebaran atau invasi kuman dan toksinnya didalam tubuh yang berakibat vasodilatasi.4. Syok anafilaktif, gangguan perfusi jaringan akibat adanya reaksi antigen antibodi yang mengeluarkan histamine dengan akibat peningkatan permeabilitas membran kapiler dan terjadi dilates arteriola sehingga venous return menurun. Misalnya: reaksi tranfusi, sengatan serangga, gigitan ular berbisa. 5. Syok neurogenik, terjadi gangguan perfusi jaringan yang disebabkn karena disfungsi sistem saraf simpatis sehingga terjadi vasodilatasi. Misalnya : trauma pada tulang belakang, spinal syok. 2.10.3 Patogenesis Penyebab syok hipovolemik yang paling umum adalah perdarahan mukosa saluran cerna dan trauma berat. Penyebab perdarahan terselubung adalah antara lain trauma abdomen dengan ruptur aneurisma aorta, ruptur limpa atau ileus obstruksi, dan peritonitis. Secara klinis syok hipovolemik ditandai oleh volume cairan intravaskuler yang berkurang bersama-sama penurunan tekanan vena sentral, hipotensi arterial, dan peningkatan tahanan vaskular sistemik. Respon jantung yang umum adalah berupa takikardia, Respon ini dapat minimal pada orang tua atau karena pengaruh obat-obatan. Gejala yang ditimbulkan bergantung pada tingkat kegawatan syok.142.10.4 Tatalaksana15Ketika syok hipovolemik diketahui maka tindakan yang harus dilakukan adalah menempatkan pasien dalam posisi kaki lebih tinggi, menjaga jalur pernafasan dan diberikan rususitasi cairan dengan cepat lewat akses intra vena atau cara lain yang memungkinkan seperti pemasangan kateter CVP (central venous pressure ) atau jalur intraarterial. Garam yang diberikan adalah garam isotonus yang ditetes dengan cepatatau dengan larutan garam seimbang seperti Ringers laktat dengan jarum infuse yang terbesar. Tak ada bukti medis tentang pemberian yang berlebih pada syok hivopolemik. Pemberian 2-4 liter dalam waktu 30 menit diharapkan dapat mengembalikan keadaan hemodinamik.

Guna mengetahui caran sudah memenuhi kebutuhan untuk meningkatkan tekanan pengisian ventrikel dapa dilakuakn pemeriksaan tekanan baji paru dengan menggunakan kateter Swan-Ganz. Bila hemodinamik tetap tak stabil, berarti peredaran atau kehilangan cairan belum teratasi. Kehilangan darah yang berlanjut dengan kadar hemoglobin 10 g/dL perlu pergantian darah dengan transfuse. Jenis darah transfusi tergantung kebutuhan. Disarankan agar darah yang digunakan telah menjalani tes cross match (uji silang) bila sangat darurat maka digunakan Packed red cell tipe darah yang sesuai atau O negatif.

Pada keadaan yang berat atau hipovolemia yang berkepanjangan, dukungan inotropik dengan dopamine, vassopresin atau dobutamin dapat dipertimbangakan untuk mendapakan kekuatan ventrikel yang cukup setelah volume darah tercukupi dahulu. Pemberian noreefinefrin infuse tidak banyak memberikan manfaat pada hipovolemik. Pemberian nalokson bolus 30 mcg/kg dalam 3-5 menit dilanjukan 60 mcg/kg dalam 1 jam dalam dekstros 5% dapat membantu peningkatan MAP.

Selain resuasi cairan, salran pernafasan harus dijaga. Kebutuhan oksigen pasien harus terpenuhi dan bila dibutuhkan intubasi dapat dilakukan. Kerusakan organ akhir jarang terjadi kecuali dengan syok septic atau traumatic. Kerusakan dapat terjadi pada susunan saraf pusat, hati dan ginjal dan ingat gagal ginjal merupakan komplikasi yang terpenting pada syok ini.2.11 Ikhterus pada neonatus

2.11.1 Etiologi Ikhterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara klinis, ikhterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL2. 162.11.2 Patofisiologi Bilirubin pada neonatus meningkat akibat pemecahan eritrosit. bilirubin meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu perlahan-lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam beberapa minggu.161) Ikhterus fisiologis

Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum, namun kurang dari 12 mg/dL2 pada hari ke tiga hidupnya dipertimbangkan sebagai ikhterus fisiologis. Pola ikhterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut : kadar bilirubin serum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL2, kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahhir. Kadang dapat muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonyugasi < 2 mg/dL.

Pola ikhterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan faktor-faktor lain. Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak bilirubin maksimum yang lebih tinggi hari ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu. Faktor yang berperan pada munculnya ikhterus fisiologis pada bayi baru lahir meliputi peningkatan bilirubin karena polisitemia relatif, pemendekkan masa hidup eritrosit (pada bayi 80 hari di bandingkan dewasa 120 hari), proses ambilan dan konyugasi di hepar yang belum matur dan peningkatan sirkulasi enterohepatik.2) Ikhterus pada bayi mendapat ASI

Pada sebagian bayi yang mendapatkan ASI eksklusif, dapat terjadi ikhterusyang berkepanjangan. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor tertentu dalam ASI yang diduga meningkatkan absorbsi bilirubin di usus halus. Bila tidak ditemukan faktor lain, ibu tidak perlu khawatir. ASI tidak perlu dihentikan frekuensi di tambah. Apabila keadaan umum bayi baik, aktif, minum kuat, tidak ada tatalaksana khusus meskipun ada peningkatan kadar bilirubin.

2.12 Status gizi anakDalam penentuan berat badan normal atau ideal bagi anak ersebut dapat diketahui juga melaui penilaian gizi anak perempuan, yang nanti perhitungannya melalui TB dan BB anak. Memploting Kurva

Dari kurva diketahui

Data yang diketahui:

a. Tinggi Badan: 62 cm

b. Berat Badan: 6 Kgc. Usia

:6 buland. Berat Badan Ideal: 8 Kg

a. Menentukan Berat Badan Ideal Berdasarkan Tinggi Badan

Berdasarkan plotting kurva yang telah dilakukan, diketahui bahwa untuk tinggi anak laki-laki 62 cm, berat badan idealnya adalah 8 Kg (BBI).

b. Melakukan perhitungan Status Gizi BB/TB

BB/TB= (BB anak/BBI) x 100%

= (6/8Kg) x 100%

= 75%c. Interpretasi status gizi

Status gizi dapat ditentukan melalui hasil interpretasi perhitungan BB/TB, yaitu apabila hasil:17

a. >120% =Obesitas

b. 110 -120%= Gizi lebih/overweight

c. 90-110%= Normal

d. 70-90% = Gizi kurang

e.