laporan obat chapter 2
DESCRIPTION
obatTRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Obat
Obat adalah bahan kimia atau sediaan biologik yang dipergunakan untuk diagnostik,
pengobatan maupun pencegahan penyakit adalah peluru utama bagi senjata seorang
dokter. Walaupun dunia kedokteran mengenal berbagai cara pengobatan, seperti tindakan
operatif, fisioterapi, radioterapi, psikoterapi, diet dan sebagainya, namun pemberian obat
tetap menjadi bagian yang dominan. Obat dapat dianggap sebagai zat kimiawi, hewani
maupun nabati yang dalam dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan, mencegah
penyakit atau untuk kepentingan diagnostik. (Yahya, 1993)
2.2. Penggolongan Obat
Obat dikelompokkan atau digolongkan berdasarkan :
a. Menurut letak aksi anatomis, contohnya obat-obat yang bekerja pada susunan
syaraf pusat
b. Menurut penggunaan terapi (berdasarkan khasiat), contohnya obat hipnotik
(menidurkan)
c. Menurut mekanisme aksi farmakologis
d. Menurut sumber asli atau sifat kimia, penggunaan dan sifat farmakoterapi.
Penggolongan obat Menurut Undang-Undang :
e. Obat yang dapat dijual bebas.
f. Obat yang termasuk dalam golongan Obat Bebas Terbatas (dulu disebut daftar
W), yaitu obat keras dengan batasan jumlah dan kadar isi berkhasiat dan harus ada
tanda peringatan (P) boleh dijual bebas.
g. Obat keras (dulu disebut obat daftar G = gevaaljik = berbahaya) yaitu obat
berkhasiat keras yang untuk memperolehnya harus dengan resep dokter.
h. Obat narkotik (dulu disebut obat daftar O = opiat) untuk memperolehnya harus
dengan resep dokter dan apotik diwajibkan melaporkan jumlah dan macamnya.
Selain penggolongan obat menurut undang-undang tersebut diawasi pula
penggunaan obat-bahan Psikotoprik. Yang disebut obat bebas yaitu obat yang tidak
digolongkan sebagai obat keras, obat psikotoprik, obat narkotik, maupun obat bebas
terbatas. (Yahya, 1993)
2.3. Pengertian Obat Batuk
Baik batuk maupun pilek merupakan suatu gejala, bukan penyakit. Batuk adalah
suatu refleks pertahanan tubuh untuk mengeluarkan dahak, riak, dan benda asing (misal
kacang, dsb) dari saluran nafas, sedangkan pilek adalah suatu gejala adanya cairan encer
atau kental dari hidung yang disebut ingus.
Obat batuk dan pilek digunakan untuk menghilangkan gejala penyakit sehingga
disebut simtomatik. Batuk dan pilek menyerang saluran pernapasan bagian atas dan
seringkali mengganggu aktivitas sehari-hari. Obat batuk dan pilek dapat digunakan bila
dirasakan gejala sudah mengganggu.
Batuk terdiri dari 2 jenis, yaitu batuk kering (non produktif) dan batuk berdahak
(produktif). Untuk mengobati batuk tergantung dari jenis batuk yang diderita.
(www.medicastore.com)
Pada umumnya obat batuk akan mengandung satu atau lebih komponen berikut,
yaitu Ekspektoran (berkhasiat untuk memudahkan mengeluarkan dahak melalui refleks
batuk) dan meudahkan mengeluarkan dahak melalui refleks batuk) dan Antihistamin (zat
untuk mencegah atau meredam aksi alergi). Ada pula pabrik farmasi yang menambah
dengan Antitusif (zat peredam batuk), baik yang berasal dari narkotika, maupun yang
bukan narkotik. Akhir-akhir ini ada pula yang menambahkan bahan Mukolitik (pengencer
dahak yang kental), dan Surfaktan (bahan pencegah melekatnya dahak pada dinding
saluran pernapasan dan diharapkan dapat memperlancar pengeluaran dahak melalui
refleks batuk). ( Danusantoso, 2001)
2.4. Komposisi Obat Batuk
Komposisi yang terdapat di dalam obat batuk biasanya
Tiap 5 ml sirop mengandung : Difenhidramin HCl, Dekstrometorfan HBr,
Fenilefrin HCl dan Ammonium Klorida. (www.meprofarm.com)
a. Difenhidramin HCl
Difenhidramin HCl berfungsi sebagai penekan batuk dan mempunyai efek antihistamin
(antialergi) dan mempunyai manfaat mengurangi batuk kronik pada bronkitis. Memiliki
efek samping yaitu pengaruh pada kardiovaskular dan SSP seperti sedasi, sakit kepala,
gangguan psikomotor, gangguan darah, gangguan saluran cerna, reaksi alergi, efek
antimuskarinik seperti retensi urin, mulut kering, pandangan kabur dan gangguan saluran
cerna, palpitasi dan aritmia, hipotensi, reaksi hipersensitivitas, ruam kulit, reaksi
fotosensitivitas, efek ekstrapiramidal, bingung, depresi, gangguan tidur, tremor, konvulsi,
berkeringat dingin, mialgia, paraestesia, kelainan darah, disfungsi hepar, dan rambut
rontok. (http://www.diskes.jabarprov.go.id/InformasiObat)
b. Dekstrometorfan HBr
Dekstrometorfan merupakan derivat fenantren non-narkotik sintesis berkhasiat menekan
rangsangan batuk, yang sama kuatnya dengan kodein tapi bertahan lebih lama. Tidak
berkhasiat analgetis, sedatif, sembelit, atau adiktif, maka tidak termasuk daftar narkotika.
Mekansime kerjanya berdasarkan peningkatan ambang pusat batuk di otak. Pada
penyalahgunaan dengan dosis tinggi dapat terjadi efek stimulasi SSP dengan
menimbulkan semacam euforia, maka kadang kala digunakan oleh pecandu drugs. Efek
sampingnya hanya ringan dan terbatas pada rasa mengantuk, termangu-mangu, pusing,
nyeri kepala dan gangguan lambung usus. (Tjay, 2010)
c. Fenilefrin HCl
Fenilefrin HCl merupakan derivat adrenalin hanya memiliki 1 OH pada cincin benzen.
Obat ini terutama berdaya alfa-adrenergis secara tak langsung jalan pembebasan NA dari
ujung saraf. Daya kerjanya 10 kali lebih lemah dari adrenalin, tetapi bertahan lebih lama.
Tidak menstimulir SSP, efek jantungnya ringan sekali. Berdaya vasokonstriksi perifer
dengan meningkatkan tensi, maka digunakan pada keadaan hipotensi (kolaps). Digunakan
sebagai dekongestivum hidung dan mata dan dalam banyak sediaan kombinasi anti flu
bersama analgetika, antihistamin dan antitusif. (Tjay, 2010)
d. Ammonium Klorida
Ammonium Klorida ini berdaya diuretis lemah yang menyebabkan acidosis, yakni
kelebihan asam dalam darah. Keasaman darah merangsang pusat pernapasan, sehingga
frekuensi napas meningkat dan gerakan bulu getar (cillia) di saluran napas distimulasi.
Sekresi dahak juga meningkat. Maka senyawa ini banyak digunakan dalam sediaan sirop
batuk, misalnya obat batuk hitam. Efek sampingnya hanya terjadi pada dosis tinggi dan
berupa acidosis (khusus pada anak-anak dan pada pasien ginjal), berhubung sifatnya yang
merangsang mukosa. (Tjay, 2010)
2.4.1. Difenhidramin
Difenhidramin merupakan generasi pertama obat antihistamin. Dalam proses
terapi difenhidramin termasuk kategori antidot, reaksi hipersensitivitas, antihistamin dan
sedatif. Memiliki sinonim Diphenhydramine HCl dan digunakan untuk mengatasi gejala
alergi pernapasan dan alergi kulit, memberi efek mengantuk bagi orang yang sulit tidur,
mencegah mabuk perjalanan dan sebagai antitusif, anti mual dan anestesi topikal.
Struktur Difenhidramin
2-(diphenylmethoxy)-N,N-dimethylethanamine
Diphenhydramine Hydrochloride.
Berat molekul 291,82. (Anonim.2011.http://en.wikipedia.org/wiki/Diphenhydramine)
Difenhidramin merupakan amine stabil dan cepat diserap pada pemberian secara
oral, dengan konsentrasi darah puncak terjadi pada 2-4 jam. Di dalam tubuh dapat
terdistribusi meluas dan dapat dengan segera memasuki system pusat saraf, sehingga
dapat menimbulkan efek sedasi dengan onset maksimum 1-3 jam. Diphenhydramine
memiliki waktu kerja/durasi selama 4-7 jam. Obat tersebut memiliki waktu paruh
eliminasi 2-8 jam dan 13,5 jam pada pasien geriatri. Bioavailabilitas pada pemakaian oral
mencapai 40%-60% dan sekitar 78% terikat pada protein. Sebagian besar obat ini
dimetabolisme dalam hati dan mengalami first-pass efect, namun beberapa dimetabolisme
dalam paru-paru dan system ginjal, kemudian diekskresikan lewat urin.
Difenhidramin ini memblokir aksi histamin, yaitu suatu zat dalam tubuh yang
menyebabkan gejala alergi. Difenhidramin menghambat pelepasan histamin (H1) dan
asetilkolin (menghilangkan ingus saat flu). Hal ini memberi efek seperti peningkatan
kontraksi otot polos vaskular, sehingga mengurangi kemerahan, hipertermia dan edema
yang terjadi selama reaksi peradangan. Difenhidramin menghalangi reseptor H1 pada
perifer nociceptors sehingga mengurangi sensitisasi dan akibatnya dapat mengurangi
gatal yang berhubungan dengan reaksi alergi. Memberikan respon yang menyebabkan
efek fisiologis primer atau sekunder atau kedua-duanya. Efek primer untuk mengatasi
gejala-gejala alergi dan penekanan susunan saraf pusat (efek sekunder).
Kerja antihistaminika H1 akan meniadakan secara kompetitif kerja histamin pada
reseptor H1, dan tidak mempengaruhi histamin yang ditimbulkan akibat kerja pada
reseptor H2. Reseptor H1 terdapat di saluran pencernaan, pembuluh darah, dan saluran
pernapasan. Difenhidramin bekerja sebagai agen antikolinergik (memblok jalannya
impuls-impuls yang melalui saraf parasimpatik), spasmolitik, anestetika lokal dan
mempunyai efek sedatif terhadap sistem saraf pusat.
(http://www.doctorslounge.com/chest/drugs/antihistamines /diphenhydramine.htm)
a. Cara Kerja Difenhidramin
Difenhidramin memiliki dua cara kerja di dalam tubuh yaitu sebagai :
- Kerja Antikolinoseptor, Kebanyakan antagonis H1, terutama dari subgrup
etanolamin dan etilendiamin, mempunyai efek seperti atropin yang bermakna atas
reseptor muskarinik perifer. Kerja ini mungkin bertanggung jawab bagi beberapa
(bukan pasti) manfaat yang dilaporkan bagi rinore nonalergi tetapi bisa juga
menyebabkan retensio urina dan kaburnya penglihatan.
- Anstesi Lokal, Sebagian besar antagonis H1 merupakan anestesi lokal yang
efektif. Ia menghambat saluran natrium pada membran yang dapat dirangsang
dengan cara yang sama seperti prokain dan lidokain. Sebernarnya difenhidramin
dan prometazin lebih kuat sebagai anestesi lokal daripada prokain. Kadang-
kadang dipakai untuk menimbulkan anestesi lokal pada penderita yang alergi
terhadap obat anestesi lokal konvensional.
b. Indikasi
Di dalam tubuh difenhidramin memiliki berbagai indikasi antara lain yaitu :
- Reaksi Alergi: Obat antihistamin H1 sering merupakan obat pertama yang dipakai
untuk mencegah reaksi alergi atau untuk mengobati gejalanya. Pada rinitis alrgika
atau urtikaria, tempaat histamin merupakan zat perantara utama, antagonis H1
merupakan obat ini pilihan dan sering efektif.
- Mabuk dan Gangguan Keseimbangan: Skopolamin dan antagonis H1 tertentu
merupakan obat terefektif yang tersedia untuk mencegah mabuk. Obat
antihistamin dengan kemampuan terbesar untuk pemakaian ini adalah
difenhidramin dan prometazin.
- Mual dan Muntah pada Kehamilan: Beberapa obat antagonis H1 tealah diselidiki
bagi kemungkinan penggunaan untuk mengobati “morning sickness”. Turunan
piperzin telah ditolak bagi poenggunaan seperti itu sewaktu terbukti mempunyai
efek teratogenik pada rodensia. Doksilamin, suatu antagonis H1 etanolamin, telah
dipromosikan untuk kegunaan ini sebagai suatu komponen bendectin, suatu obat
resep yang juga mengandung piridoksin. (Katzung, 2004)
c. Kontra indikasi
Kontra indikasi dari difenhidramin di dalam tubuh yaitu :
- Hipersensitif terhadap difenhidramin atau komponen lain dari formulasi; asthma
akut karena aktivitas antikolinergik antagonis H1 dapat mengentalkan sekresi
bronkial pada saluran pernapasan sehingga memperberat serangan asma akut;
- Pada bayi baru lahir karena potensial menyebabkan kejang atau menstimulasi SSP
paradoksikal.
(http://www.doctorslounge.com/chest/drugs/antihistamines /diphenhydramine.htm)
d. Efek Samping
Efek samping yang ditimbulkan dari difenhidramin yaitu :
- Sedasi.
- Gangguan pada lambung-usus.
- Efek anti muskarinik.
- Hipotensi, lemah otot, telinga berdenging tanpa rangsang dari luar, euforia
(keadaan emosi yang gembira berlebihan), sakit kepala.
- Perangsangan saraf pusat.
- Reaksi alergi.
- Kelainan Darah
e. Perhatian
Difenhidramin tidak dapat digunakan pada pasien yang memilki :
- Glaukoma sudut tertutup.
- Kehamilan.
- Retensi urin, pembesaran prostat.
- Pasien dengan lesi fokal pada korteks serebral.
- Hindari mengendarai kendaraan atau mengoperasikan mesin.
- Sensitifitas silang terhadap obat-obat yang berkaitan.
Interaksi obat : alkohol, depressan susunan saraf pusat, antikolinergik, obat-obat
penghambat mono amin oksidase.
f. Hal yang perlu diperhatikan
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah mengkonsumsi atau menggunakan difenhidramin
yaitu :
- Obat ini menyebabkan mengantuk. Jika menggunakan obat ini, jangan
mengemudikan kendaraan atau menjalankan mesin.
- Jangan digunakan bersama obat influenza yang mengandung antihistamin.
- Agar dikonsultasikan dengan dokter atau unit pelayanan kesehatan terlebih dahulu
apabila digunakan pada :
1. penderita asma, karena dapat mengurangi sekresi dan mengentalkan dahak.
2. wanita hamil, menyusui dan anak<6 tahun.
(sehatnews.com/.../3273-Diphenhydramine-Difenhidramin-HCl.html)
2.4.2. Pembagian Obat Batuk
Obat batuk dibagi menjadi dua yaitu :
a. Antitusif
Antitusif yaitu obat yang bekerja pada susunan saraf pusat menekan pusat batuk
dan menaikkan ambang rangsang batuk. Zat aktif yang termasuk antitusif antara lain
dekstrometorfan HBr dan difenhidramin HCl (dalam dosis tertentu).
b. Ekspektoran
Ekspektoran berfungsi untuk memperbanyak produksi dahak (yang encer) dan
dengan demikian mengurangi kekentalannya, sehingga mempermudah pengeluarnnya
dengan batuk. Mekanisme kerjanya adalah merangsang reseptor-reseptor di mukosa
lambung yang kemudian meningkatkan kegiatan kelenjar sekresi dari saluran lambung
usus dan sebagai refleks memperbanyak sekresi dari kelenjar yang berada di saluran
napas. Zat aktif yang termasuk ekspektoran antara lain Ammonium klorida, minyak
terbang, gualakol. (Tjay, 2010)
2.5. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Analisis senyawa obat baik dalam bahan bulk, dalam sediaan farmasi, maupun
dalam cairan biologis dengan metode kromatografi dapat ditilik balik pada awal tahun
1920-an. Pada tahun 1955-an, metode kromatografi kertas secara menaik (ascending) dan
menurun (descending) telah muncul pada berbagai Farmakope untuk analisis produk-
produk obat. Edisi Farmakope lanjut mulai menggunakan metide kromatografi cair
kinerja tinggi (KCKT) dan kromatografi gas (KG) untuk analisis obat. Saat ini, metode
kromatografi merupakan metode utama yang digunakan untuk analisis obat dalam
Farmakope.
Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit-analit dalam
sampel terdistribusi antara 2 fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam dapat berupa
bahan padat atau porus dalam bentuk molekul kecil, atau dalam bentuk cairan yang
dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding kolom. Fase gerak dapat
berupa gas atau cairan. Jika gas digunakan sebagai fase gerak, maka proses nya dikenal
sebagai kromatografi gas. Dalam kromatografi cair dan kromatigrafi lapis tipis, fase gerak
yang digunakan selalu cair. (Rohman, 2009)
2.5.1. Kegunaan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Kegunaan umum Kromatografi Cair Kinerja Tinggi adalah untuk : pemisahan
sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian
(impurities), analisis senyawa-senyawa tidak mudah menguap (non-volatil), penentuan
molekul-molekul netral, ionik, mauoun zwitter ion, isolasi dan poemurnian senyawa,
pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah sekelumit (trace elements), dan jumlah
bayak, dan dalam skala proses industri. KCKT merupakan metode yang tidak dekstruktif
dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif.
KCKT paling sering digunakan untuk : menetapkan kadar senyawa-senyawa
tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat, dan protein-protein dalam cairan
fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat, produk hasil samping proses
sintetis, atau produk-produk degradasi dalam sediaan farmasi, memonitor sampel-
sampoel yang berasal dari lingkungan, memurnikan senyawa dalam suatu campuran,
memisahkan polimer dan menentukan distribusi berat molekulnya dalam suatu campuran,
kontrol kulitas, dan mengikuti jalannya raksi sintetis. (Rohman, 2009)
2.5.2. Kelebihan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi mempunyai banyak keuntungan jika
dibandingkan dengan Kromatografi Gas tradisional, yaitu :
a. Kecepatan
Waktu analisis yang kurang dari satu jam merupakan hal yang lazim. Banyak analisis
dapat dilakukan dalam 15-30 menit. Memang, untuk analisis yang tidak rumit, dapat
dicapai waktu analisis kurang dari 15 menit.
b. Daya Pisah
Berbeda dengan Kromatografi Gas, kromatografi cair mempunyai dua fase tempat
terjadinya antaraksi. Pada Kromatografi Gas, gas yang mengalir berantaraksi sedikit
dengan linarut, pemisahan tercapai terutama karena antaraksi dengan fase diam.
c. Kepekaan
Detektor serapan UV yang biasa dipakai dalam KCKT dapat mendeteksi berbagai jenis
senyawa dalam jumlah nanogram (10-9g). Detektor fluoresensi dan elektrokimia dapat
mendeteksi dalam jumlah pikogram (10-12-)
d. Kolom yang dapat dipakai kembali
Berbeda dengan Kromatografi Cair klasik, kolom KCKT dapat dipakai kembali. Banyak
analisis dapat dilakukan pada kolom yang sama sebelum kolom itu harus diganti. Akan
tetapi, kolom tersebut turun mutunya, laju penurunan mutu itu bergantung pada jenis
cuplikan yang disuntikkan, kemurnian pelarut dan jenis pelarut yang dipakai.
e. Molekul besar dan ion
Secara khusus senyawa jenis ini tak dapat dipisahkan dengan KG karena keatsiriannya
rendah. KG biasanya menggunakan senyawa turunannya untuk menganalisis ion. KCKT
dalam ragam ekslusi dan pertukaran ion ideal untuk menganalisis molekul besar dan ion.
f. Mudah memperoleh kembali cuplikan
Sebagian besar detektor yang dipakai pada KCKT tidak merusak sehingga komponen
cuplikan dapat dikumpulkan dengan mudah ketika mereka melewati detektor. Biasanya
pelarut dihilangkan dengan mudah dengan cara penguapan, kecuali pada pertukaran ion
yang memerlukan tatakerja khusus. (Johnson, 1991)
2.5.3. Komponen-komponen Penting dari Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
a. Wadah Fase gerak dan Fase gerak
Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong ataupun
labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat
menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut.
Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang
secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini
ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-
komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak),
kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk
fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak), kemampuan elusi menurun
dengan meningkatnya polaritas pelarut.
Fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari
partikel-partikel kecil ini. Selain itu, adanya gas dalam fase gerak juga harus dihilangkan,
sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor
sehingga akan mengacaukan analisis.
Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fase gerak tetap selama
elusi) atau dengan cara bergradien (komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi)
yang analog dengan pemrograman suhu pada kromatografi gas. Elusi bergradien
digunakan untuk meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel
mempunyai kisaran polaritas yang luas.
Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik
adalah campuran larutan bufer dengan metanol atau campuran air dengan asetonitril.
Untuk pemisahan dengan fase normal, fase gerak yang paling sering digunakan adalah
campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau menggunakan
pelarut-pelarut jenis alkohol. Pemisahan dengan fase normal ini kurang umum dibanding
dengan fase terbalik.
b. Pompa
Pompa yang cocok digunakan untuk HPLC adalah pompa yang mempunyai syarat
sebagaimana syarat wadah pelarut yakni: pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan
yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, Teflon, dan batu nilam.
Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan
mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 mL/menit. Untuk tujuan
preparatif, pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan
kecepatan 20 mL/menit.
Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk
menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel,
konstan, dan bebas dari gangguan. Ada 2 jenis pompa dalam HPLC yaitu: pompa dengan
tekanan konstan, dan pompa dengan aliran fase gerak yang konstan. Tipe pompa dengan
aliran fase gerak yang konstan sejauh ini lebih umum dibandingkan dengan tipe pompa
dengan tekanan konstan.
c. Tempat Penyuntikan sampel
Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak
yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat
dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample
loop) internal atau eksternal.
Posisi pada saat memuat sampel Posisi pada saat menyuntik sampel
d. Kolom
Ada 2 jenis kolom pada HPLC yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor.
Kolom merupakan bagian HPLC yang mana terdapat fase diam untuk berlangsungnya
proses pemisahan solut/analit.
Kolom mikrobor mempunyai 3 keuntungan yang utama dibanding dengan kolom
konvensional, yakni:
• Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil dibanding
dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase
gerak lebih lambat (10 -100 μl/menit).
• Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal
jika digabung dengan spektrometer massa.
• Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat, karenanya
jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel klinis.
Meskipun demikian, dalam prakteknya, kolom mikrobor ini tidak setahan kolom
konvensional dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin.
Kebanyakan fase diam pada HPLC berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi,
silika yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan divinil benzen. Permukaan
silika adalah polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH).
Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan reagen-reagen seperti
klorosilan. Reagen-reagen ini akan bereaksi dengan gugus silanol dan menggantinya
dengan gugus-gugus fungsional yang lain.
Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling banyak digunakan
karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang,
maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil yang lebih pendek lagi lebih sesuai untuk solut yang
polar. Silika-silika aminopropil dan sianopropil (nitril) lebih cocok sebagai pengganti
silika yang tidak dimodifikasi. Silika yang tidak dimodifikasi akan memberikan waktu
retensi yang bervariasi disebabkan karena adanya kandungan air yang digunakan.
e. Detektor
Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu: detektor universal
(yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat
selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor spektrometri massa; dan golongan
detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif,
seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia.
Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel.
2. Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar
yang sangat kecil.
3. Stabil dalam pengopersiannya.
4. Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran
pita.
5. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran
yang luas (kisaran dinamis linier).
6. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak.
(Rohman, 2009)
2.5.4. Jenis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Pemisahan dengan KCKT dapat dilakukan dengan fase normal (jika fase diamnya
lebih polar dibanding dengan fase geraknya) atau fase terbalik (jika fase diamnya kurang
non polar dibanding dengan fase geraknya). Berdasarkan pada kedua pemisahan ini,
sering kali KCKT dikelompokkan menjadi KCKT fase normal dan KCKT fase terbalik.
Selain klasifikasi di atas, KCKT juga dapat dikelompokkan berdasarkan pada sifat fase
diam dan atau berdasarkan pada mekanisme sorpsi solut. Pada penentuan kadar
difenhidramin ini digunakan kromatografi cair kinerja tinggi jenis kromatografi fase
terikat. Kebanyakan fase diam kromatografi ini adalah silika yang dimodifikasi secara
kimiawi atau fase terikat. Sejauh ini yang digunakan untuk memodifikasi silika adalah
hidrokarbon-hidrokarbon non-polar seperti dengan oktadesilsilana, oktasilana, atau
dengan fenil. Fase diam yang paling populer digunakan adalah oktadesilsilan (ODS atau
C18) dan kebanyakan pemisahannya adalah fase terbalik. Sebagai fase gerak adalah
campuran metanol atau asetonitril dengan air atau dengan larutan bufer. Untuk solut yang
bersifat asam lemah atau basa lemah, peranan pH sangat krusial karena kalau pH fase
gerak tidak diatur maka solut akan mengalami ionisasi atau protonasi. Terbentuknya
spesies yang terionisasi ini menyebabkan ikatannya dengan fase diam menjadi lebih
lemah dibanding jika solut dalam bentuk spesies yang tidak terionisasi karenanya spesies
yang mengalami ionisasi akan terelusi lebih cepat.
2.5.5. Penggunaan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dalam Bidang Farmasi
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan suatu metoda pemisahan
canggih dalam analisis farrnasi yang dapat digunakan sebagai uji identitas, uji kemumian
dan penetapan kadar. Titik beratnya adalah untuk analisis senyawa-senyawa yang tidak
mudah menguap dan tidak stabil pada suhu tinggi, yang tidak bisa dianalisis dengan
Kromatografi Gas. Banyak senyawa yang dapat dianalisis, dengan KCKT mulai dari
senyawa ion anorganik sampai senyawa organik makromolekul. Untuk analisis dan
pemisahan obat /bahan obat campuran rasemis optis aktif dikembangkan suatu fase
pemisahan kiral (chirale Trennphasen) yang mampu menentukan rasemis dan isomer
aktif.
Pada Farmakope Indonesia Edisi III Tahun 1979 KCKT belum digunakan sebagai
suatu metoda analisis baik kualitatif maupun kuantitatif. Padahal di Farmakope negara-
negara maju sudah lama digunakan, seperti Farmakope Amerika Edisi 21 (United State of
Pharmacopoeia XXI), Farmakope Jerrnan Edisi 10 (Deutches Arzneibuch 10).
Pada Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun 1995 sudah digunakan KCKT dalam
analisis kualitatif maupun kuantitatif dan uji kemumian sejumlah 277 (dua ratus tujuh
puluh tujuh) obat/bahan obat. Perubahan yang sangat spektakuler dari Farmakope
Indonesia Edisi IV Tahun 1995 ini menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia melalui
Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan benar-benar telah mengikuti perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi canggih dalam bidang analisis obat.
Walaupun disadari biaya yang dibutuhkan untuk analisis dengan KCKT sangat
mahal, namun metoda ini tetap dipilih untuk digunakan menganalisis 277 jenis obat /
bahan obat karena hasil analisis yang memiliki akurasi dan presisi yang tinggi, waktu
analisis cepat.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3616/1/farmasi-effendy2.pdf)