laporan mikromeritik wicita

23
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Farmasi fisika merupakan salah satu ilmu di bidang farmasi yang menerapkan ilmu fisika dalam sediaan farmasi. Dalam farmasi fisika dipelajari sifat fisika dari berbagai zat yang digunakan untuk membuat sediaan obat dan juga meliputi evaluasi akhir sediaan obat tersebut. Sehingga akan menghasilkan sediaan yang sesuai standar, aman dan stabil yang nantinya akan di distribusikan kepada pasien yang membutuhkan. Dalam dunia farmasi, sediaan dalam bentuk serbuk sangat banyak digunakan. Menurut Farmakope Indonesia IV, serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan ditujukan untuk pemakaian oral atau untuk pemakaian luar. Serbuk merupakan sediaan yang tersusun atas berbagai macam partikel dengan ukuran yang beragam (2). Ukuran partikel merupakan aspek yang paling penting dalam pembuatan suatu formulasi obat. Ukuran partikel dapat menentukan sifat fisik, kimia dan farmakologi dari bahan obat tersebut. Ukuran partikel dapat mempengaruhi kelarutan obat dalam tubuh (2). 1

Upload: priscawicita

Post on 02-Jan-2016

515 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: laporan mikromeritik wicita

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang

Farmasi fisika merupakan salah satu ilmu di bidang farmasi yang menerapkan

ilmu fisika dalam sediaan farmasi. Dalam farmasi fisika dipelajari sifat fisika dari

berbagai zat yang digunakan untuk membuat sediaan obat dan juga meliputi evaluasi

akhir sediaan obat tersebut. Sehingga akan menghasilkan sediaan yang sesuai

standar, aman dan stabil yang nantinya akan di distribusikan kepada pasien yang

membutuhkan.

Dalam dunia farmasi, sediaan dalam bentuk serbuk sangat banyak digunakan.

Menurut Farmakope Indonesia IV, serbuk adalah campuran kering bahan obat atau

zat kimia yang dihaluskan ditujukan untuk pemakaian oral atau untuk pemakaian

luar. Serbuk merupakan sediaan yang tersusun atas berbagai macam partikel dengan

ukuran yang beragam (2).

Ukuran partikel merupakan aspek yang paling penting dalam pembuatan

suatu formulasi obat. Ukuran partikel dapat menentukan sifat fisik, kimia dan

farmakologi dari bahan obat tersebut. Ukuran partikel dapat mempengaruhi kelarutan

obat dalam tubuh (2).

Ilmu dan teknologi partikel kecil diberi nama mikromeritik oleh Dalla Valle.

Mikromeritik ini sangat penting untuk diketahui oleh mahasiswa farmasi khususnya

dalam membahas sediaan obat padat seperti kapsul, tablet, granul, dan sirup kering.

Ukuran partikel dapat dinyatakan dalam berbagai cara. Dispersi koloid dicirikan oleh

partikel yang terlalu kecil untuk dilihat dengan mikroskop biasa, sedang partikel

emulsi dan suspensi farmasi serta serbuk halus berada dalam jangkauan mikroskop

optik. Partikel yang mempunyai ukuran serbuk lebih kasar, granul tablet, dan garam

granular berada dalam kisaran ayakan (3).

Dari penjelasan diatas maka dilakukan percobaan mikromeritik, untuk

mengukur ukuran partikel dari suatu sampel dengan metode ayakan. Pengayak

terbuat dari kawat dengan ukuran lubang tertentu (3).

1

Page 2: laporan mikromeritik wicita

I.1 Maksud dan Tujuan Percobaan

1.2.1 Maksud Percobaan

Mengetahui dan memahami cara pengukuran diameter partikel suatu zat

dengan menggunakan metode tertentu

1.2.2 Tujuan Percobaan

Mengukur diameter partikel dari gula pasir dan pati jagung menggunakan

metode ayakan

I.2 Prinsip Percobaan

Pengukuran partikel dari serbuk berdasarkan atas penimbangan residu

yang tertinggal pada ayakan yaitu dengan melewatkan serbuk pada ayakan dari

nomor mesh terendah kenomor mesh tertinggi yang digerakkan dengan mesin

penggetar dengan waktu dan kecepatan tertentu.

2

Page 3: laporan mikromeritik wicita

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori

Mikromeritik merupakan ilmu yang mempelajari tentang ilmu dan teknologi

partikel kecil. Pengetahuan dan pengendalian ukuran, serta kisaran ukuran partikel

sangat penting dalam bidang farmasi (4).

Pengetahuan dan pengendalian ukuran, serta kisaran ukuran partikel sangat

penting dalam farmasi. Jadi ukuran luas permukaan, dari suatu partikel dapat

berhubungan dengan sifat fisika, kimia dan farmakologi dari suatu obat. Secara

klinik ukuran partikel suatu obat dapat mempengaruhi penglepasannya dari

bentuk-bentuk sediaan yang diberikan secara oral, parenteral, rektal dan topikal.

Formulasi yang berhasil dari suspensi, emulsi dan tablet, dari segi kestabilan fisik

dan respon farmakologis, juga bergantung pada ukuran partikel yang dicapai

dalam produk tersebut. Dalam bidang pembuatan tablet dan kapsul, pengendalian

ukuran partikel penting sekali dalam mencapai sifat aliran yang diperlukan dan

pencampuran yang benar dari granul dan serbuk. Hal ini membuat seorang

farmasis kini harus mengetahuhi pengetahuan mengenai mikromeritik yang baik

(7).

Ukuran partikel dapat dinyakan dengan berbagai cara. Ukuran diameter rata-

rata dan beberapa cara pengukuran partikelyaitu :

1. Metode Miroskopik

Bila partikelnya lebih kecil yaitu partikel dengan ukuran Angstrom. Dari

10 – 1000 Angstrom (1 Angstrom = 0,001 mikrometer),mikroskop ini

mempunyai jelajah ukur dari 12 mikrometer sampai kurang lebih 100

mikrometer (Effendy, 2003). Disebabkan kemudahannya, cara mikroskopik

mempunyai suatu pengalaman perluasan lebih lanjut, disamping ukuran dari

setiap partikel juga bentuknya dan bila perlu dipertimbngkan pembuatan

anglomerat,dengan bantuan sebuah mikrometer okuler yang tertera

berlangsung setiap analisa ukuran partikel dari 500 – 1000 partikel. Perbesaran

3

Page 4: laporan mikromeritik wicita

maksimal yang tercapai artinya perbesaran yang sesuai dengan daya resolusi

mata manusia (kira-kira 0,1 mm), adalah 550 kali (Voight, 1994). Kerugian

dari metode ini adalah bahwa garis tengah yang diperoleh hanya dari dua

dimensi dari partikel tersebut, yaitu dimensi panjang dan lebar. Tidak ada

perkiraan yang bisa diperoleh untuk mengetahui ketebalan dari partikel dengan

memakai metode ini. Tambahan lagi, jumlah partikel yang harus dihitung

(sekitar 300-500) agar mendapatkan suatu perkiraan yang baik dari distribusi,

menjadikan metode tersebut memakan waktu. Namun demikian pengujian

mikroskopis dari suatu sampel harus selalu dilaksanakan, bahkan jika

digunakan metode analisis ukuran partikel lainnya, karena adanya gumpalan

dan partikel-partikel lebih dari satu komponen seringkali bisa dideteksi dengan

metode ini (3).

2. Metode Pengayakan

Cara ini untuk mengukur ukuran partikel secara kasar. Bahan yang akan

diukur partikelnya diletakkan di atas ayakan dengan nomor mesh rendah.

Kemudian dibawahnya ditempatkan ayakan dengan ayakan dengan nomor mesh

yang lebih tinggi. Perlu diingat bahwa ayakan dengan nomor mesh rendah

mempunyai lubang relatif besar dibandingkan dengan ayakan dengan nomor

mesh tinggi. Atau dengan kata lain partikel melalui ayakan nomor mesh 100

ukuran partikel lebih kecil dibanding dengan partikel yang melalui ayakan

nomor mesh 30 (5).

Metode ini adalah metode yang paling sederhana dilakukan. Ayakan dibuat dari

kawat dengan lubang diketahui ukurannya. Istilah ”mesh” adalah nomor yang

menyatakan jumlah luabang tiap inci. Ayakan standar adalah ayakan yang telah

dikalibrasi dan yang paling umum adalah ayakan menurut standar Amerika (6).

3. Metode Sedimentasi

Metode sedimentasi didasarkan pada hukum Stoke, serbuk yang akan diukur

disuspensikan dalam cairan, dimana serbuk tidak dapat larut. Suspensi ini

ditempatkan pada sebuah pipet yang bervariasi. Kemudian diuapkan untuk

dikeringkan dan residunya ditimbang. Pada ujung pipet nantinya akan terjadi

4

Page 5: laporan mikromeritik wicita

pengendapan yang disebabkan ole adanya ukuran partikel yang besar dari serbuk

(6).

Ukuran partikel bahan obat padat mempunyai peranan penting dalam

farmasi, sebab ukuran partikel mempunyai peranan besar dalam pembuatan

sediaan obat dan juga terhadap efek fisiologisnya (8).

Pentingnya mempelajari mikromiretik, yaitu (6):

1. Menghitung luas permukaan

2. Sifat kimia dan fisika dalam formulasi obat

3. Secara teknis mempelajari pelepasan obat yang diberikan secara per oral,

suntikan dan topikal

4. Pembuatan obat bentuk emulsi dan suspensi

5. Stabilitas obat (tergantung dari ukuran partikel).

II.2 Uraian Bahan

1. Alkohol (Dirjen POM, 1995)

Nama resmi : Aethanolum

Nama lain : Etanol, alkohol, Ethyl alkohol

RM/BM : C2H5OH/46,07

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap, dan mudah

bergerak, bau khas, rasa panas, mudah terbakar dengan

memberikan nyala biru yang tidak berasap.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform dan dalam

eter.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya,

ditempat sejuk, jauh dari nyala api.

Kegunaan : Untuk membebaslemakkan dan membersihkan alat.

2. Amilum (Dirjen POM, 1995)

Nama Resmi : Amylum maydis

Nama Lain : Pati Jagung

Pemerian : Serbuk sangat halus, putih.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol.

5

Page 6: laporan mikromeritik wicita

Penyimpanan : Dalam wadah tetutup rapat.

Kegunaan : Sebagai sampel

3. Sukrosa (Dirjen POM, 1995)

Nama Resmi : Sucrosum

Nama Lain : Sakarosa

RM/BM : C12H22O11/342,30

Pemerian : Hablur putih atau tidak berwarna, massa hablur atau

berbentuk kubus, atau serbuk hablur putih, tidak berbau,

rasa manis, stabil diudara. Larutannya netral terhadap

lakmus

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air

mendidih, sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam

kloroform dan dalam eter

Penyimpanan : Dalam wadah tetutup baik, ditempat yang sejuk dan kering.

Kegunaan : Sebagai sampel

6

Page 7: laporan mikromeritik wicita

BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan Percobaan

III.1.1 Alat-alat yang digunakan

1. Ayakan nomor 21, 23, 30, 46

2. Kaca arloji

3. Neraca analitik

4. Sendok Tanduk

III.1.2 Bahan yang digunakan

1. Alkohol 70%

2. Gula pasir

3. Kertas Perkamen

4. Pati Jagung

5. Tissue

III.2 Cara Kerja

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Dibersihkan alat dengan alkohol 70 %

3. Disusun ayakan dari 46 paling atas dan 21 paling bawah

4. Pati jagung dan gula pasir ditimbang sebanyak 25 gr

5. Dituang bahan kedalam ayakan paling atas. Pertama gula pasir baru kemudian

pati jagung

6. Diayak dalam waktu 10 menit dengan kecepatan konstan.

7. Ditimbang secara analitik sampel yang tertinggal dimasing-masing ayakan

8. Dicatat berat yang diperoleh

9. Dihitung diameter partikel

7

Page 8: laporan mikromeritik wicita

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

IV.1 Data Pengamatan

Jenis sampel

yang diuji

Nomor

OPN

Diameter

rata-rata

Bobot

tertinggal

(a)

Persen

tertinggal

(d)

a x d

Gula Pasir

46 5,934 12,025 48,1 578,403

30 4,223 10,145 40,58 411,684

23 0,048 1,085 4,34 4,709

21 0,051 1,115 4,46 4,973

∑❑ 10,256 24.37 97,48 999,769

Pati Jagung

46 2,927 8,345 33,38 278,556

30 2,450 7,635 30,54 233,173

23 1,126 5,175 20,7 107,123

21 0,292 2,635 10,54 27,773

∑❑ 6,795 23,79 95,16 646,625

IV.2 Perhitungan

1. % tertinggal = jumlahbobot tertinggal

jumlah seluruh bobot yang ditimbang x 100%

a. Gula pasir

o % tertinggal OPN 46 = 12,025

25 x 100%

= 48,1 %

o % tertinggal OPN 30 = 10,145

25 x 100%

= 40,58 %

8

Page 9: laporan mikromeritik wicita

o % tertinggal OPN 23 = 1,085

25 x 100%

= 4,34 %

o % tertinggal OPN 21 = 1,115

25 x 100%

= 4,46 %

d = 48,1 + 40,58 + 4,34 + 4,46 = 97,48 %

b. Pati jagung

o % tertinggal OPN 46 = 8,345

25 x 100%

= 33,38 %

o % tertinggal OPN 30 = 7,635

25 x 100%

= 30,54 %

o % tertinggal OPN 23 = 5,175

25 x 100%

= 20,7 %

o % tertinggal OPN 21 = 2,635

25 x 100%

= 10,54 %

d = 33,38 + 30,54 + 20,7 + 10,54 = 95,16 %

2. Diameter rata-rata pada tabel = a xd

d

a. Gula pasir

o Pada OPN 46 = 578,403

97,48

= 5,934 μm

o Pada OPN 30 = 411,684

97,48

= 4,223 μm

9

Page 10: laporan mikromeritik wicita

o Pada OPN 23 = 4,70997,48

= 0,048 μm

o Pada OPN 21 = 4,97397,48

= 0,051 μm

b. Pati jagung

o Pada OPN 46 = 278,556

95,16

= 2,927 μm

o Pada OPN 30 = 233,173

95,16

= 2,450 μm

o Pada OPN 23 = 107,123

95,16

= 1,126μm

o Pada OPN 21 = 27,77395,16

= 0,292 μm

3. Diameter rata-rata

D = a .d

d

Keterangan : D = Diameter rata-rata

a = bobot tertinggal

d = persen tertinggal

a. Gula Pasir

D = a .d

d

= 999,769

97,48

= 10,26 μm

b. Pati jagung

10

Page 11: laporan mikromeritik wicita

D = a .d

d

= 646,625

95,16

= 6,8 μm

BAB V

PEMBAHASAN

Dalam praktikum kali ini dilakukan pengukuran ukuran partikel pati jagung dan

gula pasir dengan cara mikromeritik. Mikromeritik adalah ilmu dan teknologi yang

mengukur partikel-partikel kecil (3). Dalam mikromeritik terdapat tiga macam metode

pengukuran ukuran partikel. Namun pada praktikum kali ini lebih dikhususkan pada

metode pengayakan.

Metode ayakan merupakan metode yang paling sederhana untuk mengukur

ukuran rata-rata partikel suatu sampel. Hal ini sesuai dengan metode ayakan standar

yang dikalibrasi oleh The National Bureau of Standar. Ayakan umumnya digunakan

untuk memilih partikel-partikel yang lebih kasar, tetapi jika digunakan dengan sangat

berhati-hati, ayakan tersebut bisa digunakan untuk mengayak bahan sampai sehalus 44

mikrometer. Menurut metode U.S.P untuk menguji kehalusan serbuk suatu massa

sampel tertentu ditaruh suatu ayakan tertentu dan diayak secara mekanik. Serbuk

tersebut diayak selama waktu tertentu, dan bahan yang melalui suatu ayakan ditahan

oleh ayakan berikutnya yang lebih halus serta dikumpulkna kemudian ditimbang (5).

Di dalam praktikum metode ayakan yang digunakan didasarkan pada

penimbangan jumlah residu yang tertinggal pada ayakan, dengan melewatkan serbuk

pada ayakan nomor Mesh terendah ke nomor Mesh tertinggi yang digerakkan dengan

mesin penggetar dengan waktu dan kecepatan tertentu (3).

11

Page 12: laporan mikromeritik wicita

Namun dalam praktikum kali ini digunakan ayakan dengan satuan OPN, dimana

OPN berbanding lurus dengan serbuk yang akan dihasilkan. Semakin besar nomor OPN

maka semakin kasar serbuk yang dihasilkan sebaliknya semakin kecil nomor OPN maka

semakin halus serbuk yang dihasilkan (7).

Sebelum mengukur ukuran partikel sampel, terlebih dahulu disiapkan alat dan

bahan yang akan digunakan. Selanjutnya alat dibersihkan dengan menggunakan dengan

alkohol 70%. Langkah ini bertujuan untuk membebas lemakkan alat dari kotoran yang

melekat (10). Kemudian ayakan disusun dari nomor OPN tertinggi ke nomor OPN

terendah yaitu 46, 30, 23 dan 21. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan bentuk

molekul yang seragam dengan tigkat kehalusan berbeda (10).

Selanjutnya gula pasir dan pati jagung ditimbang sebanyak 25 gr dengan

menggunakan neraca analitik. Penimbangan pati jagung harus hati-hati karena sifat fisik

pati jagung yang mudah berikatan dengan udara (11). Sehingga diperlukan kertas

perkamen untuk menutup bagian atas pati jagung setelah ditimbang. Setelah masing-

masing sampel ditimbang, sampel pertama yaitu gula pasir dimasukkan kedalam

pengayak yang telah disusun. Kemudian ayakan tersebut digoyang-goyangkan secara

manual dengan kecepatan konstant dalam waktu 10 menit. Gerakan konstant ini dapat

mempengaruhi hasil ayakan yang nantinya akan didapatkan. Apabila gerakannya

berubah-ubah maka hasil ayakan yang didapatkan kurang akurat.

Setelah 10 menit kemudian gerakan ayakan dihentikan, terlihat masing-masing

nomor ayakan terdapat sisa-sisa sampel yang tertinggal. Kemudian residu yang

tertinggal di masing-masing ayakan tersebut ditimbang dengan menggunakan neraca

analitik. Setelah penimbangan didapatkan hasil bobot tertinggal untuk gula pasir di

nomor ayakan 46 adalah 12,025 dengan persentase 48,1, nomor ayakan 30 adalah

10,345 dengan persentase 40,58, nomor ayakan 23 adalah 1,085 dengan persentase 4,34,

serta nomor ayakan 21 adalah 1.115 dengan persentase 4.46.

Dari hasil penimbangan tersebut, dapat dilihat bahwa untuk sampel glukosa

paling banyak tertinggal pada ayakan no 46 dengan jenis partikel yang kasar sedangkan

yang memiliki ukuran partikel paling halus tertinggal pada ayakan no 23. Hal ini

berkaitan dengan prinsip dari ayakan OPN yang berbanding lurus dengan serbuk yang

12

Page 13: laporan mikromeritik wicita

dihasilkan dan membuktikan bahwa ukuran partikel gula beragam, ada yang berukuran

kasar, agak halus dan halus.

Selanjutnya pengukuran sampel pati jagung. Pati jagung yang telah ditimbang 25

gr di masukkan ke dalam pengayak. Kemudian pengayak di goyang-goyangkan dengan

kecepatan konstan selama 10 menit. Setelah itu partikel-partikel yang tertinggal di

masing-masing ayakan ditimbang dan dihitung presentase bobot tertinggal. Sehingga

didapatkan partikel di nomor ayakan 46 adalah 8,345 dengan persentase 33,38 , nomor

ayakan 30 adalah 7,635 dengan persentase 30,54, nomor ayakan 23 adalah 5,175 dengan

persentase 20,7 , serta nomor ayakan 21 adalah 2,635 dengan persentase 10,54.

Dari hasil penimbangan ini juga terlihat bahwa untuk sampel glukosa paling

banyak tertinggal pada ayakan no 46 dengan jenis partikel agak halus sedangkan yang

memiliki ukuran partikel paling halus tertinggal pada ayakan no 21. Hal ini berkaitan

juga ada kaitannya dengan prinsip dari ayakan OPN yang berbanding lurus dengan

serbuk yang dihasilkan dan membuktikan bahwa ukuran partikel pati jagung juga

beragam, ada yang berukuran agak halus, halus dan sangat halus.

Setelah perhitungan persentase sampel yang tertinggal di masing-masing ayakan

didapatkan total persentase yang tertinggal dari sampel gula pasir adalah 97,48

sedangkan sampel pati jagung adalah 95,16.

Hasil yang ada menunjukkan bahwa ukuran partikel gula pasir dan pati jagung

sangat berbeda.Ukuran pertikel gula pasir lebih kasar sedangkan pati jagung lebih halus,

dilihat dari semakin tinggi no OPN semakin banyak residu gula pasir sedangan untuk

pati jagung semakin rendah no OPN maka semakin banyak residu dari pati jagung.

Walaupun untuk pati jagung terdapat sedikit kesalahan pada saat mengayak.

Dari percobaan dapat disimpulkan bahwa metode ayakan memiliki keuntungan

dan kerugian. Keuntungan metode ayakan yaitu bisa untuk mengukur partikel yang

mempunyai ukuran serbuk lebih kasar, granul tablet, dan garam granular, partikel yang

diukur diperkirakan sebesar 50 mikron, metode ayakan dapat digunakan untuk

memperpanjang batas bawah sampai 10 mikron (5). Dengan metode ayakan juga dapat

terlihat bentuk keseragaman dari suatu zat. Selain kentungan, metode ayakan juga

memilki kerugian yaitu memberikan hasil pengukuran yang kurang teliti dan kurang

13

Page 14: laporan mikromeritik wicita

akurat, dalam mengayak harus dengan kecepatan konstan serta memerlukan kuantitas

bahan yang cukup banyak.

Kemungkinan kesalahan yang terjadi saat praktikum:

1. Kurangnya ketelitian praktikan dalam menimbang sampel pertama sebelum

perlakuan.

2. Menggerakkan pengayak tidak konstant baik cara dan waktu sehingga

mempengaruhi jumlah partikel yang tertinggal di masing-masing ayakan. Oleh

karena itu gerakan dan waktu harus diperhatikan untuk mendapatkan data yang

akurat.

3. Pada saat penimbangan jumlah residu yang tertinggal di msing-masing

pengayak khususnya pati jagung. Pada nomor ayakan 21 OPN partikel yang

dihasilkan sangat halus sehingga mempersulit praktikan dalam

memindahkannya untuk ditimbang.

14

Page 15: laporan mikromeritik wicita

BAB VI

PENUTUP

VI. Kesimpulan

Dari percobaan diatas kesimpulan yang diperoleh adalah diameter partikel

dari sampel pati jagung adalah 6,8 µm dan diameter partikel gula pasir adalah 10,26

µm.

VI.2 Saran

Sebaiknya percobaan ini dilakukan dengan metode lain agar diperoleh

perbandingan yang lebih jelas antara metode satu dengan lainnya.

.

15

Page 16: laporan mikromeritik wicita

DAFTAR PUSTAKA

1. Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

2. Syamsuni. 2006. Farmasetika dan Hitungan Farmasi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

3. Martin, A. 1994. Farmasi Fisika jilid II. Jakarta: Universitas Indonesia Press Mineneapolis

4. Voigt, R 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi edisi V. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press.

5. M. Idris Effendi. 2003. Materi Kuliah Farmasi Fisika. Makassar: Jurusan farmasi Universitas Hasanuddin.

6. Parrot, L.E. 1970. Pharmaceutical technology. Burgess: Publishing Company.

7. Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

8. Moechtar. 1990. Farmasi Fisika. Yogyakarta: UGM Press.

9. Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia.

10. Muda, M. 2011. Laporan Kimia Analisis. Makassar: Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi

Kebangsaan.

11. Budimarwati, C. 2010. Perawatan Bahan Praktikum Kimia. Yogyakarta: Staff UNY.

16