laporan mikrob in vitro
TRANSCRIPT
Praktikum Ke: 4 Hari/Tanggal : Rabu/23 Maret 2011
Mata Kuliah Mikrobiologi Nutrisi Tempat : Laboratorium Biokimia,
Fisiologi dan Mikrobiologi
Asisten : Nur Hidayah
PERCOBAAN IN VITRO
Merryana ElmithaD24080359
G1/2
DEPARTEMEN NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKANFAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR2011
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hewan memamah biak (Ruminantia) adalah sekumpulan hewan pemakan
tumbuhan yang mencerna makanannya dalam dua langkah, pertama dengan menelan
bahan mentah, kemudian mengeluarkan makanan yang sudah setengah dicerna dan
mengunyahnya lagi. Lambung hewan-hewan ini tidak hanya memiliki satu ruang
(monogastrik) tetapi lebih dari satu ruang (poligastrik), atau secara umum bisa
dikatakan berperut banyak.
Pencernaan ruminansia dapat dipelajari salah satunya melalui teknik in vitro
In vitro merupakan suatu kegiatan yang dilakukan diluar tubuh ternak dengan
mengikuti keadaan sesungguhnya pada ternak tersebut. Dalam praktikum kali ini, di
bahas tentang teknik in vitro.
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mempelajari prinsip dan
prosedur percobaan in vitro.
MATERI DAN METODE
Materi
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini diantaranya aquades, larutan Mc
Dougal dan cairan rumen. Alat – alat yang digunakan diantaranya tabung
fermentorf, tutup karet, pipet morh, bulp, magnetic stirrer, erlenmeyer, water bath,
shaker water bath tabung CO2, dan kertas pH.
Metode
Pembuatan saliva buatan (larutan McDougal)
Langkah pertama larutan Mc Dougal dibuat sebagai saliva buatan. Sebanyak
6 liter yang dikonversi menjadi 100 ml yang terdiri dari NaHCO3 58,8 gram,
Na2HPO4. H2O 42 gram, KCl 3,42 gram, NaCl 2,82 gram, MgSO4.7H2O 0,72 gram
dan HgCl2 0,42 gram. Semua bahan kecuali HgCl2 dicampurkan dengan aquadest
hingga 6 liter menggunakan magnetic stirrer kemudian ditambahkan CO2 hingga pH
netral yaitu pH7.
Proses fermentasi
Water bath diatur dengan suhu 39ºC, tabung fermentorf disiapkan sebelum
dimasukkan dalam water bath. larutan Mc Dougal sebanyak 12 ml dan 8 ml cairan
rumen yang telah disaring di masukkan pada tabung fermentorf. Masukkan CO2
selama 30 detik dalam tabung fermentorf, tutup dengan tutup karet. Tunggu selama 4
jam untuk proses VFA dan NH3 dan 48 jam untuk proses KCBK dan KCBO. Tetesi
HgCl2 untuk menghentikan aktivitas fermentasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Teknik in vitro berdasarkan Tilley & Terry, 1963 yaitu tabung
fermentor masing-masing diisi dengan 0,5 g sampel, lalu ditambahkan 40 ml
larutan buffer dan 10 ml cairan rumen segar atau dengan perbandingan 4:1. Setelah
itu tabung dialiri gas CO2 lalu ditutup dengan karet berventilasi. Tabung fermentor
kemudian dimasukkan ke dalam shaker waterbath pada suhu 39 oC dan diinkubasi
selama 4 jam untuk menganalisa NH3 dan VFA, dan 48 jam untuk analisa kecernaan.
Setelah proses fermentasi berakhir, sumbat karet tabung fermentor dibuka,
selanjutnya tabung tersebut disentrifuse dan supernatannya dipisahkan untuk
digunakan pada analisis NH3 dan VFA. Supernatan dibuang setelah penyaringan
dengan kertas saring Whatman 41 pada pengukuran tingkat degradasi dalam sistem
rumen. Residu dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105 oC selama 24 jam
sehingga diperoleh bahan kering,
Berbeda dengan Tilley & Terry, Close 7 Menke menyebutkan perbandingan
buffer dengan rumen sebesar 2:1. Pengukuran produksi gas mengikuti prosedur
Close & Menke (1986) dalam Syahrir et al., (2009) sebagai berikut: spuit kapasitas
50 ml masing-masing diisi dengan 0,2 g sampel, kemudian ditambahkan 30 ml cairan
rumen yang telah dicampur dengan larutan buffer dengan perbandingan 1:2.
Selanjutnya spuit dimasukkan ke dalam shaker water bath pada suhu 39 oC dan
diinkubasi. Pengamatan dilakukan pada 2, 4, 8, 12, 24 dan 48 fermentasi dengan
mencatat volume gas yang terbentuk selama proses fermentasi. Pengukuran pH
dilakukan sesaat setelah pencernaan fermentatif berakhir menggunakan alat pH meter
Istek model 720 p.
Nilai pH rumen terendah umumnya dicapai antara dua sampai enam jam
setelah makan menurut Dehority & Tirabasso (2001) dalam Syahrir (2009). Nilai pH
media in vitro yang diukur setelah 4 jam fermentasi dikategorikan ke dalam pH
optimal yakni pada kisaran 6,9 sampai 7,0. Hal tersebut menjadi salah satu indikator
terjadinya proses degradasi pakan yang baik, karena pada pH tersebut mikroba
penghasil enzim pencerna serat kasar dapat hidup secara optimum dalam rumen
(Jean-Blain, 1991 dalam Syahrir, 2009).
Tipe evaluasi pakan pada prinsipnya kecernaan nutrient menggunakan hewan
percobaan dengan analisis nutrient pakan dan feses. Dengan metode in vivo dapat
diketahui pencernaan bahan pakan yang terjadi di dalam seluruh saluran pencernaan
ternak, sehingga nilai kecernaan pakan yang diperoleh mendekati nilai sebenarnya.
Koefisien cerna yang ditentukan secara in vivo biasanya 1% sampai 2 % lebih rendah
dari pada nilai kecernaan yang diperoleh secara in vitro (Tillman et al., 1991).
In vitro adalah suatu kegiatan yang dilakukan di luar tubuh ternak dengan
mengikuti keadaan yang sesungguhnya pada ternak tersebut. Sehingga secara tidak
langsung kita dapat mengamati kegiatan yang terjadi di dalam rumen dengan cara in
vitro (Arora, 1989). Kondisi yang dapat dimodifikasi dalam hal ini antara lain
penggunaan larutan penyangga dan media nutrisi, bejana fermentasi, pengadukan dan
fase gas, suhu fermentasi, pH optimum, sumber inokulum, kondisi anaerob, periode
waktu fermentasi serta akhir proses fermentasi.
Teknik kecernaan in vitro memiliki keuntungan yaitu cepat, murah, dan
prediksi tepat dibandingkan in vivo yang biasanya untuk kecernaan ruminansia.
Menurut Kamaruddin dan Sutardi (1977) pada proses in vitro penggunaan waktu
inkubasi 24 jam dengan pertimbangan praktis dan untuk memperkecil keragaman
hasil fermentasi karena pengukuran yang diperoleh dari hasil fermentasi yang
inkubasinya terlalu pendek cenderung besar keragamannya.
Metode in vitro sering digunakan untuk mengetahui kecernaan hewan, pakan
dan hasil proses pencernaan dalam saluran pencernaan ternak. Teknik in vitro
memberikan hasil analisa yang cepat dalam proses yang murah dan jumlah yang
digunakan sangat sedikit (Tisserand, 1989).
Tilley and Terry (1963) mengembangkan suatu prosedur pengukuran
kecernaan in vitro yang banyak digunakan hingga sekarang. Pengukuran nilai
kecernaan bahan makanan secara in vitro menggunakan cairan rumen, saliva buatan
dan bahan pakan yang dicampur ke dalam tabung pencerna. Keasaman dipertahankan
pada pH 6,7 – 6,9. Selain itu, untuk menciptakan kondisi anaerob ditambahkan gas
CO2 dan difermentasikan selama 24 jam pada suhu 390C.
Pada ternak ruminansia, kemampuan untuk memanfaatkan zat-zat makanan
dari pakan yang dikonsumsi sangat bergantung pada kondisi ekologis rumen. Rumen
merupakan habitat istimewa sebagai alat pencernaan fermentatif mikroorganisme,
didalamnya terdapat kondisi yang sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembangan
mikroorganisme dengan didukung suhu, pH, dan kelembaban yang relatif konstan.
Suhu rumen berkisar antara 38oC – 42oC dengan pH 6 – 7 (Atlas dan Bartha, 1987).
Larutan Mc Dougall dibutuhkan sebagai larutan penyangga agar pH tetap
stabil akibat fermentasi yang terjadi dalam tabung. Pemberian gas CO2 secepatnya
bersamaan pengadukan secara mekanik dilakukan dalam fermentasi in vitro dengan
meniru prinsip pengadukan dalam rumen sesungguhnya yang selalu bergerak
beraturan. Gerakan rumen juga ditiru dengan penempatan bejana fermentasi dalam
shaker water bath.
KESIMPULAN
Melalui praktikum percobaan in vitro, praktikan dapat mengethui prinsip
dasar in vitro yaitu mengondisikan kecernaan pakan sesuai dengan kondisi rumen
dalam tubuh ternak, serta mengetahui prosedur percobaan in vitro meliputi
pembuatan saliva buatan/Mc Dougal dan proses fermentasi dalam water bath dan
shaker water bath.
DAFTAR PUSTAKA
Arora, Sp. 1989. Pencemaran Mikrob pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
Atlas dan Bartha. 1987. Nilai Kecernaan Serat Kasar dan Produksi Gas Jerami Padi (Secara In Vitro) dengan Introduksi Bakteri Selulolitik. http://ejournal.umm.ac.id/index.php/protein/article/view/201/230. [26 Maret 2011]
Close & Menke. 1986. Manual Selected Topics in Animal Nutrition. Dalam Syahrir S, Wiryawan. K.G, Parakkasi A. Winugroho M. Dan Sari O. N. P 2009. Efektivitas Daun Murbei Sebagai Pengganti Konsentrat dalam Sistem Rumen in Vitro. Media Peternakan. 32:2. 112-119.
Dehority & Tirabasso. 2001. Effect of feeding frequency on bacterial and fungal concentrations, pH, and other parameters in the rumen.dalam Syahrir S, Wiryawan. K.G, Parakkasi A. Winugroho M. Dan Sari O. N. P 2009. Efektivitas Daun Murbei Sebagai Pengganti Konsentrat dalam Sistem Rumen in Vitro. Media Peternakan. 32:2. 112-119.
Jean-Blain, 1991. Rumen Disfunctions.Dalam Syahrir S, Wiryawan. K.G, Parakkasi A. Winugroho M. Dan Sari O. N. P 2009. Efektivitas Daun Murbei Sebagai Pengganti Konsentrat dalam Sistem Rumen in Vitro. Media Peternakan. 32:2. 112-119.
Kamaruddin, A dan T. Sutardi. 1977. Degradasi Jerami Padi dan Rumput Gajah Dalam Cairan Rumen Kerbau dan Sapi. Buletin Makanan Ternak, (3) : 220 – 228
McDonald, P., RA Edwards, Greenhalgh J.F.D, and CA Morgan. 2002. Animal Nutrition. 6th Ed. Prentice Hall. London.
Tilley & Terry. 1963. Two Stage Technique for In Vitro Digestion of Forage Crops. Dalam Syahrir S, Wiryawan. K.G, Parakkasi A. Winugroho M. Dan Sari O. N. P 2009. Efektivitas Daun Murbei Sebagai Pengganti Konsentrat dalam Sistem Rumen in Vitro. Media Peternakan. 32:2. 112-119.
Tilley, J.M. dan R.A. Terry. 1963. Two Stage Technique for in vitro Digestion of Forage Crop. J. British Grassland Society 18 :104-111.
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan kelima. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Tisserand. J.L. 1989. Biological in vitro and in sacco Methods In : Evaluation of Straws in Ruminant Feeding. Elsevier Applied Science. London and New York.
University of Wisconsin. 1966. General Laboratory Procedures. Dalam Syahrir S, Wiryawan. K.G, Parakkasi A. Winugroho M. Dan Sari O. N. P 2009. Efektivitas Daun Murbei Sebagai Pengganti Konsentrat dalam Sistem Rumen in Vitro. Media Peternakan. 32:2. 112-119.