laporan magang

Upload: dex-na-odoow

Post on 22-Jul-2015

955 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan (PKL) merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh mahasiswa, khususnya bagi mahasiswa dengan program diploma. Jurusan Budidaya Kelautan merupakan sebuah jurusan dengan program diploma 3 (D3) yang dimiliki oleh Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha). Kegiatan PKL ini wajib diikuti oleh mahasiswa karena tuntutan SKS yang telah ditetapkan oleh pihak jurusan sebagai Mata Kuliah Teknik Pembenihan Komoditas Budidaya dan Pemeliharaan dan Pembesaran Komoditas Budidaya yang harus ditempuh dan dipraktekkan secara nyata di lapangan. Hal ini dianggap wajib diterapkan mengingat lulusan dari program diploma diharapkan mampu memiliki keahlian atau skill dalam bidang budidaya kelautan setelah menyelesaikan pendidikan dari jurusan ini. Praktek kerja lapangan yang dilakukan adalah pembesaran dan pembenihan komoditas budidaya yang bernilai ekonomis tinggi meliputi: pembesaran udang vannamei (Litopenaeus vannamei), pembenihan ikan kakap putih (Lates calcarifer), pembenihan bandeng (Chanos chanos), pembenihan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) dan kerapu can-tik. Komoditas budidaya tersebut merupakan produk budidaya unggulan yang dibudidayakan. Lokasi yang dipilih untuk melaksanakan kegiatan PKL ini adalah Kecamatan Gerokgak. Lokasi ini dipilih untuk melaksanakan kegiatan PKL karena Kecamatan Gerokgak memiliki kondisi perairan yang baik untuk kegiatan pembenihan dan pembesaran komoditas budidaya sehingga mampu menghasilkan produk yang berkualitas dan mampu memenuhi permintaan pasar. Hal-hal di atas mendasari dilaksanakannnya Praktek Kerja Lapangan (PKL) Mahasiswa Budidaya Kelautan Undikshayang dilakukan di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali dengan judul Pembenihan (kakap putih, bandeng, kerapu macan, can-tik) dan Pembesaran (udang vannamei) Komoditas Budidaya.

b. Objek PKL b.1 Jenis Komoditas yang Digarap Praktek kerja lapangan yang dilakukan adalah pembesaran dan pembenihan komoditas budidaya yang bernilai ekonomis tinggi meliputi: dan pembesaran udang vannamei (Litopenaeus vannamei), pembenihan ikan kakap putih (Lates calcarifer), pembenihan bandeng (Chanos chanos), pembenihan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) dan kerapu can-tik. Komoditas budidaya tersebut merupakan produk budidaya unggulan yang dibudidayakan. b.1.1 Pembenihan Komoditas Budidaya Laut 1. Pembesaran Udang Udang Vaname (litopenaus vanammei) merupakan jenis Crustacea yang tergolong dalam ordo Decapoda seperti halnya lobster dan kepiting serta udangudang lainya. Kata decapoda berasal dari kata deca = 10, poda = kaki, hewan ini juga memiliki karapas yang berkembang menutupi bagian kepala dan dada menjadi satu (cephalothorax). Famili Penaeidae yang menetaskan telurnya di luar tubuh, setelah dikeluarkan oleh si betina dan udang ini juga memiliki tanduk (rostrum). Adapun sistematika udang vannamei yang digunakan adalah sebagai berikut: Filum Arthropoda Sub filum Avertebrata Kelas Crustacea Ordo Decapoda Famili Penaidae

Genus Lates Spesies Litopenaeus vanname

Gambar 1.4: Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) Udang vannamei memiliki tubuh yang dibalut kulit tipis keras dari bahan chitin berwarna putih kekuning-kuningan dengan kaki berwarna putih.Jika dibandingkan dengan udang windu atau udang jerbung, sosok tubuh udang vannamei jauh lebih kecil.Tubuh udang vannamei dibagi menjadi dua bagian besar, yakni bagian cephalothorax yang terdiri atas kepala dan dada serta bagian abdomen yang terdiri atas perut dan ekor. Cephalothorax dilindungi oleh kulit chitin yang tebal atau disebut juga dengan karapas (carapace). Bagian cephalothorax ini terdiri atas lima ruas kepala dan 8 ruas dada, sementara tubuhnya (abdomen) terdiri atas 6 ruas dan 1 ekor (telson). Bagian depan kepala yang menjorok merupakan kelopak kepala yang memanjang dengan bagian pinggir bergerigi dengan 9 gerigi pada bagian atas dan 2 gerigi pada bagian bawah. Sepasang mata terdapat di bawah kepala. Genus penaeus yang ditandai dengan adanya gigi pada bagian atas dan bawah rostrum juga ditandai dengan hilangnya bulu cambuk (setae) pada tubuhnya. Secara khusus udang ini memiliki 2 gigi pada tepi rostrum bagian ventral dan 8-9 gigi pada tepi rostrum bagian dorsal. Subgenus Litopenaeus, yang ditandai dengan adanya organ seksual (thelycum) yang terbuka tanpa adanya tempat penampung sperma pada spesies betina. Nama-nama lain dari udang putih Litopenaeus vannamei adalah Pacific white shrimp, West coast white shrimp, Penaeus vannamei, Camaron blanco Langostino, White leg shrimp (FAO), Crevette pattes blanches (FAO), Camaron pati blanco (FAO). 2. Kerapu macan dan kerapu cantik a. Kerapu macan

Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) merupakan jenis ikan yang tergolong ke dalam filum Chordata, kelas Teleostei, sub-kelas Actinopterygii, ordo Perciformes, famili Serrenidae, dan genus Epinephelus. Ikan kerapu macan merupakan salah satu jenis ikan yang memiliki peluang baik di pasar domestik maupun pasar internasional dengan harga jual yang tinggi. Ikan kerapu macan mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan untuk dibudidayakan karena

pertumbuhannya cepat dan dapat diproduksi secara massal. Permintaan pasar ikan kerapu macan dalam keadaan hidup dapat dilayani. Berkembangnya pasaran ikan kerapu macan hidup karena adanya perubahan selera konsumen dari ikan mati atau beku kepada ikan dalam keadaan hidup, telah mendorong masyarakat untuk memenuhi permintaan pasar ikan kerapu macan melalui usaha budidaya. Menurut Heamstra dan ramdall (1993, cit. Anonim 2001), ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) merupakan kelompok yang hidup di dasar perairan berbatu dengan kedalaman 60 meter dan daerah dangkal yang mengandung koral. Selama siklus hidupnya memiliki habitat yang berbeda-bedapada setiap fasenya, ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) mampu hidup di daerah dengan

kedalaman 0.5-3 meter pada area padang lamun, selanjutnya menginjak dewasa akan berpinda ke tempat yang lebih dalam lagi, dan perpindahan ikan berlansung pada pagi hari atau menjalang senja. Pada umumnya ikan kerapu macan menyenangi air laut dengan salinitas 33-35 ppt. suhu perairan di Indonesia tidak menjadi masalah karena perubahan suhu, baik harian maupun tahunan sangat kecil dan biasanya berkisar antara 27-320C. pada lapisan permukaan air yang tidak tercemar biasanya mengandung oksigen terlarut yang memadai untuk pertumbuhan ikan. kandungan oksigen terlarut dalam air laut minimal 4 ppm. Air laut memiliki pH berkisar antara 7,6-8,7, mempunyai daya penyangga yang besar terhadap perubahan keasaman, dan perairan banyak ditumbuhi algae jenis Reticulata dan Gracilaria sp. Menurut Tampu Bolon dan Mulyadi (1989) cit. Anonim (2001)

menjelaskan bahwa telur dan larva ikan kerapu macan bersifat pelagis sedangkan ikan kerapu muda hingga dewasa bersifat domersal. Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) bersifat nokturnal, dimana pada siang hari lebih

banyak bersembunyi pada liang-liang karang dan akan beraktifitas pada malam hari unuk mencari makanan.Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) tersebar merata dari laut pasifik hingga ke laut merah tetapi lebih dikenal berasal dari teluk persi, Hawai, atau Pholynesia. Ikan kerapu macan terdapat hampir semua perairan pulau tropis Hindia dan samudra pasifik barat dari pantai timur Afrika sampai dengan Mozambika, selain itu juga ditemukan di Madagaskar. Ikan kerapu macan memiliki morfologi sebagai berikut mulut lebar dengan rahang yang dapat membuka lebar (maxsilla exposed), satu sirip punggung dan warna dasar tubuh coklat pucat kekuningan dengan lima seri bercak coklat gelap vertical. Didepan sirip ekor bagian atas terdapat bercak gelap seperti pelana. Bagian operculum terdapat tiga flat spines sedangkan pyioric caeca ada 20. Kerapu macan dapat memiliki total panjang tubuh mencapai 90 cm, ukuran kerapu macan jantan biasanya lebih besar dari kerapu macan betina(Sutanti, 2005). Ikan kerapu macan (Epinehelus fuscoguttatus) digolongkan pada : Phylum Class Ordo Divisi Famili Genus Species : Chordata : Chondrichthyes : Percomorphi : Perciformes : Serranidae : Epinephelus : Epinehelus fuscoguttatus

Gambar 2.2. Ikan Kerapu Macan (Epinehelus fuscoguttatus) (Sumber : Fishblogs, 2009)

Ikan kerapu macan merupakan jenis ikan karnivora. Sifat kanibalnya muncul apabila kekurangan pakan terutama terlihat pada stadia awal. Dari pengamatan isi perut kerapu kecil diketahui kandungan didalamnya didominasi oleh golongan Crustacea sebanyak 83% dan ikan-ikan 17%. Namun, semakin besar ukuran ikan kerapu macan komposisi isi perutnya cenderung didominasi oleh ikan-ikan. Jenis udang-udangan yang banyak dijumpai dalam isi perut ikan kerapu macan adalah jenis udang krosok (Parapeneus sp), udang dogol (Metapeneus sp), dan udang jerbung (Penaeus merguiensis). Sementara kelompok ikan yang ditemukan dalam isi perut ikan kerapu macan adalah jenis ikan teri (Stelopterus sp), ikan baronang (Siganus sp), ikan blanak (Mungil sp), dan cumi-cumi (Loligo sp) dalam jumlah kecil (Akbar, 2000). Ikan kerapu macan mempunyai kebiasaan makan pada pagi hari sebelum matahari terbit dan menjelang matahari tenggelam. Umumnya ikan kerapu macan makan sambil berenang diantara batu-batu karang, lubang atau celah-celah batu yang merupakan tempat persembunyiannya. Dari tempat itulah ikan kerapu menuggu mangsanya, bila mangsa tampak dari jauh ikan kerapu macan melesat cepat untuk menangkap dan menelannya, kemudian kembali ketempat persembunyiannya (Akbar, 2000). Reproduksi ikan kerapu macan bersifat hermaprodit protogini, yakni pada tahap perkembangan mencapai dewasa (matang gonad) berjenis klamin betina kemudian berubah menjadi jantan setelah tumbuh besar atau ketika umurnya bertambah tua. Menentukan jenis kelamin ikan kerapu macan jantan dan betina dapat dilakukan dengan dua cara, yakni menggunakan selang mikro (kanulasi) yang mampu menghisap telur atau sperma dan menggunakan metode pengurutan. Ikan kerapu macan betina akan mengeluarkan telur jika diurut, sementara yang jantan mengeluarkan sperma. Fenomena perubahan kelamin pada ikan kerapu macan sangat erat hubungannya dengan aktivitas pemijahan, umur, indeks kelamin, dan ukuran (Subyakto dan Cahyaningsih, 2003). Bobot induk ikan kerapu macan betina mencapai 3-4,5 kg dan sedangkan induk kerapu macan jantan mencapai 5-6 kg keatas atau

ketika ikan kerapu macan jantan sudah mampu menghasilkan sperma untuk membuahi telur ikan betina. Ikan kerapu macan melakukan pemijahan pada malam hari, yakni antara pukul 20.00 hingga pukul 03.00 pagi. Biasanya ikan kerapu jantan akan berenang berputar-putar mengikuti ikan kerapu macan betina, dan setelah ikan kerapu betina mengeluarkan telurnya maka ikan kerapu macan jantan akan mengeluarkan spermanya sehingga telur akan dibuahi oleh sperma tersebut (Subyakto dan Cahyaningsih, 2003). b. Kerapu cantik Kerapu cantik merupakan nama local dari persilangan jenis kerapu macan dan kerapu batik, yang memiliki beberapa sifat unggul dari ikan kerapu macan, dan kerapu batik. Pada umumnya biologi dan cara pemeliharaan kerapu cantik sama dengan kerapu macan maupun kerapu batik.

b.2 Aspek Budidaya yang Digarap b.2.1 Pembesaran Udang Adapun aspek yang digarap pada pembesaran udang adalah persiapan fasilitas budidaya, penebaran benih, penanganan benih, manajemen pakan, sampling, pengendalian hama dan penyakit, serta pemanenan. Setiap aspek yang digarap akan diuraikan sebagai berikut: 1) Persiapan Fasilitas Budidaya Kegiatan persiapan fasilitas budidaya meliputi: 1. Pembersihan lahan (dasar dan dinding kolam) dari sisa-sisa kotoran dalam budidaya siklus sebelumnya diantaranya melalui penyemprotan kolam atau cuci kolam, pembersihan tiram, penyikatan sisa lumut dan kerak. 2. Pembersihan dan perbaikan alat-alat pendukung budidaya seperti kincir, anco, jembatan anco

3. Sterilisasi lahan dan alat dengan penyemprotan larutan kaporit minimal 5% (0,5 kg kaporit dilarutkan dalam 10 liter air) dengan tujuan untuk membunuh spora/kista bakteri dan kemungkinan sisa-sisa virus 4. Penutupan pintu panen 5. Pengisian air di tambak sampai level maksimal sambil diamati apakah ada kebocoran atau tidak. 6. Dalam kegiatan sterlilisasi meliputi 3 tujuan yaitu sterilisasi terhadap crustacea (udang liar dan kepiting) sebagai pembawa virus, sterilisasi terhadap lumut dan tiram, sterilisasi terhadap plankton yang merugikan dan pengendapan bahan organik dilakukan dalam 3 hari berturut-turut 7. Sterilisasi Crustacea dengan bestacin dengan dosis 0.7 1 ppm atau 0.7 1 ml/m3 air atau bisa ditetapkan 1 liter/1000 m2. Aplikasi pada sore hari menjelang matahari tenggelam dengan tujuan penguapan bahan aktif tidak terlalu cepat dan pH air lebih tinggi 8. Sterilisasi terhadap bibit tiram dan lumut menggunakan rendaman cupri sulfat dengan dosis 2.3 kg/1000 m3 air. Aplikasi pada sore hari supaya pH lebih tinggi 9. Sterilisasi terhadap bakteri dan plankton merugikan serta pengendapan bahan organik menggunakan kaporit dengan dosis 25-30 ppm atau 30kg/1000 m2 10. Persiapan plankton: untuk menumbuhkan plankton yang baik menggunakan fermentasi katul. Cara dan dosis fermentasi katul untuk lahan 1000 m2 yaitu: 10 kg katul, 2 liter tetes (molase), 1kg pakan, 200gram ragi. Semua bahan dicampur dengan air hingga seperti bubur kemudian ditutup rapat selama 4548 jam yang kemudian ditebar di petakan pada pagi hari dan mulai saat itu kincir harus hidup 24 jam nonstop minimal 2 kincir tiap petak 1000 m2 hingga hari penebaran benih. Kegiatan pembuatan fermentasi diulang minimal 3 kali sampai saat tebar hingga didapatkan kecerahan air optimal 70 cm. Apabila 2 hari sebelum tebar kondisi plankton masih tipis maka bisa dilakukan treatment kultur Super NB dengan dosis (untuk petakan 1000 m2): Super NB

250 mL dan tetes 1 liter dicampur air tawar 25 liter dan diaerasi selama 12-16 jam kemudian ditebar di petakan pada pagi hari. 2) Penebaran Benih Teknik penebaran benih menitikberatkan pada aklimatisasi atau adaptasi benih dengan kondisi fisik dan kimia air yang telah disiapkan pada tahap persiapan lahan dan fasilitas budidayadalam tambak. Aspek penebaran benih memegang peranan penting sebab merupakan langkah awal penentu keberhasilan budidaya. Waktu yang tepat untuk tebar benih adalah pagi hari menjelang subuh hingga matahari terbit atau sore hari sekitar 2 jam sebelum atau 2 jam setelah matahari tenggelam. Hal yang harus diperhatikan dalam penebaran adalah adaptasi benih dan efektifitas untuk itu perlu diatur tenaga untuk penebaran. Prosedur dalam penebaran: a) Kantong-kantong benih dikeluarkan dari box setelah tenaga penebar siap b) Kantong-kantong benih dibiarkan mengapung di air tambak hingga mengembun dengan tujuan menyamakan suhu karena suhu dalam box selama perjalanan benih dibuat lebih dingin dari suhu air normal untuk menghindari stress c) Setelah cukup mengembun (sekitar 20-30 menit) maka benih siap dilepas ke tambak dengan cara mencampur air tambak ke dalam kantong kira-kira 1/5 volume air kantong dengan tujuan untuk menyamakan beberapa parameter seperti pH dan salinitas d) Selama penebaran minimal kincir yang bekerja adalah 1 unit e) Saat penebaran dilakukan sampling jumlah benih dengan sampel 2 kantong benih dari box yang berbeda untuk mengetahui jumlah benih yang lebih aktual sehingga tidak keliru dalam menetukan program pakan di kemudian hari 3) Manajemen Pakan Pemberian pakan selama budidaya dibagi menjadi 2 bagian yaitu program pakan buta dan program pakan terkontrol. Program pakan buta adalah pemberian pakan berdasarkan jumlah benih yang ditebar dengan asumsi benih hidup 100% dan biasanya dilakukan selama 30 hari pertama. Sedangkan program pakan terkontrol adalah program pakan berdasarkan hitungan vannamei rate dan control anco yang

biasanya dilakukan setelah 30 hari. Dalam vannamei program terkontrol yang harus diperhatikan adalah ketepatan persentase pakan di anco, waktu kontrol anco, dan pengambilan keputusan dalam menambah dan memotong pakan. Kriteria dalam penambahan pakan: a) Pakan di anco habis tepat waktu maka penambahan pakan mengikuti vannamei program berdasarkan estimasi pertumbuhan udang pada keesokan harinya. b) Pakan di anco habis 30 menit sebelum waktunya dengan ADG (Average Daily Growth) di bawah standar maka pakan bisa dinaikkan 10% pada keesokan harinya. c) Pakan di anco tersisa sedikit (50% maka udang dipuasakan pada jam pakan berikutnya dan diberi makan 25% dari seharusnya di jam pakan setelah puasa. g) Jika dosis pakan 25% masih tidak habis maka bisa dipuasakan 2 kali jam pakan. h) Selain berdasarkan kontrol anco, penambahan dan pemotongan pakan juga harus mempertimbangkan kualitas air di mana pakan harus dipotong pada air dengan kecerahan 50% dari total bakteri. i) Perhitungan pakan untuk saat ini menggunakan vannamei rate dengan rumus:

FR= 13.66 x mbw 0.593; Total pakan harian = Biomass x FR dalam % Biomass = jumlah tebar x mbw Biomass = pakan harian/FR

Keterangan: FR= feeding Rate, mbw= berat rata-rata udang 4) Pengendalian Kualitas Air Penyiphonan dilakukan untuk menjaga dasar kolam agar selalu bersih dari kotoran sisa pakan, plankton mati dan kotoran serta sisa moulting. Tahap penyiphonan: 1. Penyiphonan pertama dilakukan minimal umur 16 hari 2. Selanjutnya dilakukan setiap hari sampai dasar bersih 3. Setelah semuanya bersih bisa dijadwalkan 2 hari sekali atau tergantung kondisi lahan Penyiponan juga perlu dilakukan dalam kegiatan budidaya udang vannamei pada kondisi: 1. Terjadi perubahan warna air dan kecerahan yang drastis. 2. Sebelum kegiatan panen parsial Sistem aerasi untuk kegiatan budidaya udang menggunakan kincir dengan perbandingan biomass minimal 1 kincir untuk 600 kg udang atau 1 kincir untuk 12 kg pakan. Aturan jam opersi kincir tiap 100.000-150.000 benih: 1) 10 hari pertama: 2 kincir siang, 2 kincir malam 2) 10 hari ke 2 : 2 kincir siang, 3 kincir malam 3) 10 hari ke 3: 2 kincir siang, 3 kincir malam 4) >30 hari 3 kincir siang, 4 kincir malam 5) Kincir dimatikan saat feeding

6) 15 menit sebelum dan 1 jam sesudah feeding di bulan pertama dari awal penebaran benih 7) 15 menit sebelum dan 30 menit sesudah feeding s.d DOC 45 8) >DOC 45 dimatikan 15 menit sebelum dan sesudah feeding 5) Pemanenan Cara pemanenan udang vannamei dapat dilakukan melalui dua metode yaitu panen parsial dan panen total. 1. Panen parsial Panen parsial bertujuan untuk mengurangi kepadatan dan biomass udang di kolam. Panen parsial yang pertama dilakukan untuk menurunkan kepadatan udang di tambak sehingga menjadi 125-140 ekor/ m2, sedangkan panen parsial selanjutnya dilakukan jika rasio pakan dan kincir >12 atau biomassa melebihi 1.8kg/m2 2. Panen total Panen total dilakukan setelah udang mencapai size yang diinginkan dan biomass mencapai puncak maksimalnya di kisaran 2.3-2.7kg/m2 atau pertumbuhan sudah tidak optimal, sedangkan umur maksimal untuk pertumbuhan yang optimal 125 hari.

b.2.2 Pembenihan Kakap Putih, Bandeng, Kerapu Macan dan Kerapu Cantik (1) Penanganan Induk Keberhasilan dalam budidaya perikanan tergantung pada ketersediaan induk matang gonad dengan mutu yang baik sehingga mampu menghasilkan ikan yang cepat tumbuh dengan tingkat kelulusan hidup yang tinggi. Biasanya dibutuhkan waktu 3-4 tahun bagi unit pembenihan untuk mempunyai stok dalam jumlah yang cukup untuk pengoperasiannya. Induk yang digunakan dapat diperoleh baik dengan cara menangkap dari alam atau memeliharanya dari ukuran benih tebar di dalam kolam atau KJA. a. Induk Ikan Kakap Putih b. Induk Ikan Bandeng c. Induk Udang

d. Induk Ikan Kerapu Induk yang dianggap ideal untuk pemijahan adalah yang memiliki berat antara 6-12 kg/ekor. Induk yang digunakan dalam pemijahan harus dalam kondisi sehat, tidak terserang penyakit, tidak cacat fisik, baik parasiter maupun non parasiter, dan gerakannya lincah (Ghufran, 2001). Kematangan kelamin induk jantan ikan kerapu diketahui dengan cara mengurut bagian perut ikan (stripping). Sperma yang keluar berwarna putih susu dan jumlahnya banyak diamati untuk menentukan kualitasnya. Kematangannya kelamin induk betina diketahui dengan cara kanulasi, yaitu memasukkan selang plastik ke dalam lubang kelamin ikan, kemudian dihisap. Telur yang diperoleh diamati untuk mengetahui tingkat kematangannya, garis tengah telur diatas 450 mikron. (2) Pemijahan Bobot induk ikan kerapu macan betina mencapai 3-4,5 kg sedangkan induk kerapu macan jantan mencapai 5-6 kg keatas atau ketika ikan kerapu macan jantan sudah mampu menghasilkan sperma untuk membuahi telur ikan betina. Pada habitat aslinya ikan kerapu macan melakukan pemijahan pada malam hari, yakni antara pukul 20.00 hingga pukul 03.00 pagi. Biasanya ikan kerapu jantan akan berenang berputar-putar mengikuti ikan kerapu macan betina, dan setelah ikan kerapu betina mengeluarkan telurnya maka ikan kerapu macan jantan akan mengeluarkan spermanya sehingga telur akan dibuahi oleh sperma tersebut (Subyakto dan Cahyaningsih, 2003). Aplikasi dalam kegiatan budidaya, induk kerapu macan matang kelamin dipindahkan ke bak pemijahan yang sebelumnya telah diisi air laut bersih dengan ketingian 1,5 m dan salinitas 32 . Manipulasi lingkungan pada ikan bandeng, kakap putih dan kerapu macan dilakukan menjelang bulan gelap yaitu dengan cara menaikkan dan menurunkan permukaan atau tinggi air setiap hari. Mulai pukul 09.00 hingga pukul 14.00 permukaan air diturunkan sampai kedalaman 40 cm dari dasar bak. Setelah pukul 14.00 permukaan air dikembangkan ke posisi semula (tinggi air 1,5 m). Perlakuan ini dilakukan terus menerus sampai induk memijah secara alami. Pemijahan umumnya terjadi pada malam hari antara pukul 22.00-24.00.

(3) Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva Keberhasilan pemeliharaan larva sangat ditentukan oleh kualitas telur, karena telur merupakan titik awal dari pemeliharaan larva. Kualitas telur yang baik akan berdampak baik pula pada kegiatan pemeliharaan larva jika ditunjang dengan penyediaan pakan yang baik dan kualitas air sebagai media budidaya. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan larva adalah: a) Persiapan Bak Larva Bak pemeliharaan larva bandeng, kakap putih, dan kerapu dapat berbentuk segiempat atau bulat dengan kedalaman air antara 1-1,5 meter dan kapasitas bak antara 10-20 ton. Jumlah bak sangat ditentukan oleh skala pembenihan, target produksi, dan efisiensi. Sebelum penebaran larva terlebih dahulu dilakukan persiapan bak larva yang meliputi pencucian bak larva, pengecetan dan pengeringan. Air laut yang masuk disaring dengan menggunakan saringan 5-10 mikron. Apabila diperlukan air laut untuk pemeliharaan larva dapat diberikan kaporit 30-50 ppm dengan aerasi kuat hingga kaporitnya hilang. Salinitas air optimal yang digunakan untuk pemeliharaan larva adalah 28-32 ppt dengan temperatur antara 27-300C. Pengisian air ke dalam bak larva sebanyak atau dari volume bak. b) Seleksi Telur Seleksi telur penting dilakukan untuk memisahkan telur yang baik dan yang buruk pada bandeng, kakap putih, dan kerapu. Seleksi dilakukan dengan cara mematikan aerasi dan dibiarkan kurang lebih selama 30 menit. Telur yang baik akan mengambang di permukaan atau melayang di badan air, sedangkan telur yang tidak dibuahi akan tenggelam di dasar. Telur dengan kualitas yang buruk selanjutnya akan dibuang dengan cara disiphon. c) Pemeliharaan Larva Pemeliharaan larva kakap putih dan larva kerapu dimulai dengan penebaran larva ke dalam bak pemeliharaan larva. Telur akan menetas pada hari ke-1 (D1) dan kemudian diberikan Chlorella sp. dengan kepadatan 200.000-300.000 sel/mL. Pakan berupa Rotifer (Branchionus rotundiformis) diberikan setelah larva berumur 2 hari (D2), bandeng juga demikian. Pemberian Rotifer berbeda-beda untuk masing-masing

tingkatan stadia. Pada hari ke-2 larva diberi rotifer dengan kepadatan dipertahankan 2-3 ekor/mL, 3-5 ekor/mL pada hari ke-3 sampai hari ke-10, dan 5-10ekor/mL pada hari ke-14. 4). Pengelolaan Air Pengelolaan air pemeliharaan bandeng, kakap putih dan kerapu dapat dilakukan dengan melakukan pergantian air. Pergantian air untuk larva yang baru menetas sampai umur 15 hari adalah 10 15% setiap hari. Pergantian ini terus ditingkatkan yaitu 30 50% setiap hari untuk larva berumur 15-30 hari dan setelah 30 hari atau setelah diberikan ikan rucah pergantian air dapat dilakukan hingga 80 % setiap hari (Sudjiharno, 1999). Pengendalian kualitas air dilakukan dengan penyiponan, yakni penyedotan sisa-sisa metabolisme yang tenggelam di dasar bak. 5). Pengkayaan Pakan Mutu dan jumlah pakan hidup sangat menentukan tingkat kelangsungan hidup larva. Peningkatan mutu pakan hidup dapat dilakukan dengan menambah kandungan omega 3 HUFA baik pada rotifer maupun artemia. Bahan pengkaya yang biasa digunakan adalah minyak ikan (Sudjiharno, 1999) 6). Penyortiran (Grading) Penyortiran merupakan hal mutlak yang harus dilakukanpada pemeliharaan larva kakap putih dan kerapu, karena ikan ini memiliki sifat kanibal yang cukup tinggi terutama jika terdapat perbedaan ukuran yang cukup mencolok, sedangkan ikan bandeng tidak dilakukan grading karena bukan ikan tipe karnivora. Chan (1982) menyatakan bahwa ikan ikan karnivora yang lebih besar akan memangsa ikan-ikan yang lebih kecil, tetapi tidak akan terjadi pada ikan yang berukuran sama. Ketidakseragaman ukuran mulai terjadi pada saat larva berumur 15 hari karena adanya pertumbuhan ikan yang terlalu cepat atau sangat lambat. Penyortiran pertama dapat dilakukan pada saat larva berumur 15 hari dengan menggunakan jaring bermata 1,5 mm atau dengan menggunakan waskom yang seluruh permukaannya dilubangi. Ikan-ikan yang akan disortir dimasukkan ke dalam jaring atau waskom dan ikan yang berukuran kecil akan lolos melalui lubang jaring atau waskom tersebut. Ikan ikan yang berukuran lebih besar akan tertahan di dalamnya yang selanjutnya

akan dimasukan ke dalam tersendiri terpisah dari ikan-ikan kecil. Penyortiran kedua dapat dilakukan pada saat larva berumur 21-25 hari. Cara penyortiran ini mempunyai kekurangan yaitu akan mengakibatkan kematian paling sedikit 5% akibat adanya stress dan luka. Larva diobati dengan larutan 5 ppm acriflavine setelah disortir. Tujuan dari pemberian obat ini adalah untuk membasmi kuman-kuman pada tubuh larva kakap putih. Pengobatan dilakukan dengan cara perendaman larva (Tiensongrusmee, B.dkk., 1989). 7) Pengendalian Hama dan Penyakit Usaha pembenihan ikan kakap putih dan kerapu macan terkadang mengalami kendala salah satunya adalah masalah hama dan penyakit, sedangkan ikan bandeng relatif tahan terhadap penyakit. Penanggulangan penyakit merupakan faktor penting karena jika tidak ditangani secara tepat dapat menyebabkan kerugian yang besar. Timbulnya penyakit disebabkan oleh adanya interaksi antara ikan dengan pathogen dan lingkungannya dalam kondisi tidak seimbang. Upaya yang dapat dilakukan adalah berupa tindakan pencegahan, pengobatan dan pemberantasan serta perbaikan lingkungan. Penyakit yang sering terdapat pada induk dan larva ikan kakap putih dan kerapu macan biasanya disebabkan oleh parasit, jamur, bakteri, virus dan faktor nonpatogenik. 8) Pemanenan Teknik pemanenan untuk pembenihan ikan kerapu macan dan ikan kakap putih cenderung sama dan waktu yang diperlukan juga sama. Jangka waktu pemanenan ikan bandeng relatif lebih pendek dibandingkan dengan ikan kakap putih dan ikan kerapu macan. Teknik pemanenan yang dilakukan pada setiap komoditas adalah metode sampling, kecuali pada ikan kerapu macan dan ikan kakap putih yang berukuran panjang di atas 0,8 cm. Ikan bandeng sudah bisa dipanen antara 15 hingga 20 hari setelah penebaran telur. Ikan kakap putih yang telah mencapai ukuran panjang 0,8 cm sudah bisa dipanen pada umur 20 hari. Ikan kerapu macan dipanen setelah berumur 45 hari dan mencapai ukuran panjang 3 4 cm. c. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan PKL

Kegiatan PKL Pembenihan Komoditas Budidaya yang dilaksanakan oleh mahasiswa Jurusan Budidaya Kelautan semester VI mengambil lokasi di Dewata Laut dan Kelola Mina Mandiri Desa Penyabangan, serta pembesaran udang dilaksanakan dua tempat yaitu di PT. Nerbiti dan Tambak Abadi Desa Musi, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng-Bali. Pelaksanaan PKL pembenihan dilaksanakan selama 2 bulan dimulai dari bulan Februari-April, sedangkan PKL pembesaran udang dilaksanakan selama 1,5 bulan yaitu bulan Januari-Februari. d. Tujuan dan Manfaat PKL Adapun tujuan dari dilaksanakannya kegiatan PKL ini adalah sebagai berikut: 1. Memperoleh ketrampilan yang bersifat teknis mengenai proses pembenihan ikan bandeng (Chanos chanos), ikan kakap (Lates calcarifer), kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus), serta proses pemeliharaan dan pembesaran udang (Litopenaeus vannamei) dari pengadaan induk/benih sampai menjadi produk akhir yang siap dipasarkan. 2. Mengenal dan mempelajari peralatan, bahan, dan fasilitas yang digunakan dalam proses pembenihan ikan bandeng, kakap, kerapu, maupun pemeliharaan (pembesaraan) udang vannamei. Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan kegiatan PKL ini adalah untuk melatih mahasiswa dalam menerapkan dan membandingkan antara pengetahuan yang didapat di bangku kuliah dengan kegiatan yang ada di lapangan agar dapat memberikan informasi dan saran, sehingga dapat menghasilkan produk bernilai tinggi bagi pembudidaya ikan bandeng, kakap, dan kerapu di Desa Penyabangan, serta udang vannamei di Desa Musi, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng-Bali.

BAB II KEGIATAN PKL

a. Persiapan Kegiatan PKL a.1. Persiapan Peserta PKL Persiapan yang dilakukan untuk kegiatan PKL ini adalah dimulai dari pemberian materi mengenai teori-teori tentang Teknik Pembenihan Komoditas Budidaya dari Dosen Pengampu yang berlangsung selama satu semester (6 bulan). Pemberian materi ini bertujuan untuk dapat dijadikan sebagai sumber acuan dalam pelaksanaan PKL nanti. Selain itu, dengan mengetahui teori dari teknik pembenihan komoditas budidaya maka mahasiswa diharapkan mampu membandingkan antara teori yang ada dengan prakteknya di lapangan. Perbedaan yang ada dapat dijadikan sebagai bahan untuk di analisa, sehingga dapat juga menghasilkan sebuah tulisan yang bermanfaat bagi banyak orang. Pembekalan juga diperlukan untuk lebih memantapkan kegiatan PKL. Kegiatan tersebut bertujuan untuk memberikan gambaran umum mengenai lokasi dan kegiatan yang akan dilaksanakan di lokasi PKL. Pembekalan dilaksanakan pada Sabtu, 14 Januari 2012 sebelum keberangkatan menuju lokasi PKL. a.2. Persiapan Petani Asuh Kegiatan PKL ini dibagi menjadi 4 kelompok dengan komoditas budidaya yang berbeda-beda. Komoditas budidaya yang dijadikan objek PKL adalah ikan kakap, bandeng, kerapu, dan udang. Setiap komoditas budidaya ditekuni setiap satu bulan sehingga kegiaan PKL berlangsung selama 3,5 bulan. Petani asuh setiap kelompok berbeda beda menyesuaikan dengan komoditas budidaya yang sedang diambil. Berdasarkan pembagian kelompok ini, kami mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan PKL pembesaran udang di awal PKL. Pada hari pertama PKL yaitu pada Senin, 16 Januari 2012, kami sebagai peserta PKL diserahkan pada petani asuh masing-masing. Pada awal pertemuan inilah dilakukan pengenalan awal antara peserta PKL dengan petani asuh. Selain itu, dalam kesempatan itu pula kami diberikan sedikit gambaran umum mengenai teknik pembesaran udang. Persiapan yang kami lakukan dengan Bapak Petani Asuh untuk keberlanjutan kegiatan di hari berikutnya adalah dengan membuat program kerja. Melalui program kerja ini

kegiatan yang akan dilakukan dirancang sedemikian rupa mulai dari tanggal 16 Januari-26 Februari 2011, sehingga kegiatan yang dilakukan lebih terstruktur. Komoditas kedua yang ditekuni dalam kegiatan PKL ini adalah pembenihan ikan bandeng, kakap, dan kerapu yang dilaksanakan pada tanggal 27 Februari 30 April 2012 dengan pembimbing yang berbeda. a.3. Persiapan Sarana dan Prasarana PKL Sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam kegiatan PKL ini adalah bak plankton, bak rotifer, bak artemia, galon, bak larva, bak pendederan, daya listrik, gudang penyimpanan perlengkapan budidaya, blower, pipa dan sambungan pipa, sistem aerasi, selang, ember, waskom, plankton net, dap celup, sedinet, waring, alat sidi untuk grading kakap, keran, alat sipon, sikat serabut, sikat cuci, stereoform, gayung, plastik, karet, oksigen, pupuk ZA, TSP, urea, saringan rotifer, spiral 2 dim, alat seser untuk panen kakap, dan freezer untuk menyimpan ikan rucah. Pada kegiatan pembesaran udang vanname sarana dan prasarana yang dibutuhkan yaitu petak pemeliharaan, kincir, gudang pakan, saluran air, daya listrik, anco, ember, timbangan, probiotik, genset, terpal, dan alat penunjang lainnya. Pada kultur plankton dibutuhkan bak plankton, sistem aerasi, pipa pembuangan 2 dim, air laut, bibit plankton, dan pupuk. Ada 2 metode untuk kultur rotifer yaitu dengan menggunakan plankton dan bangkai ikan. Pada kultur rotifer dengan plankton membutuhkan bak rotifer, sistem aerasi, pipa pembuangan 2 dim, plankton, bibit rotifer. Pemanenan rotifer digunakan spiral, plankton net, waskom, dan ember. Peralatan yang dibutuhkan untuk Kultur rotifer dengan bangkai ikan tidak jauh berbeda dengan kultur rotifer dengan plankton. Hanya saja pada kultur ini tidak membutuhkan sistem aerasi, menggunakan bangkai ikan sebagai pengganti plankton, dan berbeda cara pemanenan. Untuk kultur artemia dibutuhkan bak artemia, sistem aerasi, galon, air laut. Pemanenan dilakukan dengan alat seser. Pada persiapan penebaran telur dibutuhkan bak larva, sistem aerasi, sedinet, pasir, air laut, waring, dan pipa 2 dim, dap, dan telur. Setelah kakap berukuran 0,8 mm dipindahkan ke bak pendederan dilengkapi dengan sistem aerasi. Pemanenan dilakukan pada saat ikan kakap putih berukuran 2-4 cm. Perlengkapan yang

dibutuhkan saat pemanenan adalah waskom, alat seser, stereoform, selang, binge sebagai alat penghitung kakap, plastik, karet, dan oksigen. Pemanenan nener dilakukan pada saat nener berwarna hitam atau transparan dan berumur 18 hari, alat yang digunakan pada saat pemanenan adalah waskom, alat seser, stereoform,selang, plastik, karet, dan oksigen. Pemanenan ikan kerapu dilakukan pada saat ikan berumur 2,5 4 cm. Perlengkapan yang digunakan pada saat pemanenan ikan kerapu hampir sama dengan pemanenan ikan kakap putih hanya saja pemanenan ikan kerapu tidak menggunakan stereoform. Pemanenan udang dilakukan saat berumur 120 hari. Perlengkapan yang digunakan dalam pemanenan adalah jaring, box, timbangan, dan karung. b. Pelaksanaan PKL b.1. Prosedur Kegiatan PKL Bentuk Kegiatan di Lapangan Kegiatan PKL dilaksanakan mulai dari tanggal 16 Januari sampai 30 April 2012. Kegiatan yang dilaksanakan adalah mulai dari pengenalan awal atau gambaran umum dari teknik pembenihan ikan kakap, bandeng, kerapu dan udang, serta tahaptahap dari kegiatan pembenihan. Tahap-tahap yang dimaksud adalah mulai dari tahap persiapan bak, kultur plankton, kultur rotifer, penebaran telur, pemeliharaan, dan pemanenan. Waktu kegiatan PKL dapat dijadwalkan secara tepat yaitu dari hari Senin sampai Jumat selama 3,5 bulan. Kegiatan yang dilakukan dari hari ke hari tidak berurutan sesuai dengan tahapan kerja pada teori di perkuliahan, yang mana tahapan yang seharusnya dilakukan di awal adalah mulai dari persiapan bak, penyediaan pakan, pemeliharaan, dan pemanenan. Ketidakurutan tahapan ini disebabkan karena kami mengikuti pekerjaan yang dilakukan oleh petani asuh di hari tersebut. Namun hal ini tidak menjadi kendala karena semua tahapan telah dapat kami praktekkan dengan baik. Kegiatan monitoring juga dilaksanakan oleh Bapak Ketua Jurusan dan staf dosen dari Jurusan Budidaya Kelautan. Tujuan dari adanya monitoring adalah untuk

mengawasi kegiatan yang telah dilakukan peserta PKL di lokasi pembenihan komoditas budidaya dan lokasi pembesaran udang vannamei, dan untuk mengetahui sudah sejauh mana kegiatan yang telah dilaksanakan. Bentuk bimbingan Selama kegiatan PKL berlangsung tentu ada banyak permasalahan yang dialami. Ketika ada permasalahan mengenai kegiatan pembenihan ikan kakap, maka kami akan menyampaikan permasalahan tersebut pada petani asuh. Melalui pertanyaan-pertanyaan kami inilah secara tidak langsung kami sekaligus memperoleh bimbingan dari Bapak Petani Asuh. Namun, jika permasalahan kami tidak dapat terpecahkan dan jawaban yang kami dapatkan kurang memuaskan, maka kami akan menanyakannya kembali pada staf dosen saat kegiatan monitoring berlangsung. Bimbingan dilakukan melalui diskusi antar mahasiswa dan dosen. Melalui bimbingan inilah kami dapat mengetahui solusi dari permasalahan yang ada. Berakhirnya kegiatan PKL bukan berarti bimbingan dihentikan begitu saja. Setelah PKL usai, maka laporan PKL harus dibuat dan diselesaikan tepat waktu. Pembimbing dibutuhkan dalam pembuatan laporan untuk membimbing dan merevisi isi laporan yang dibuat. Bimbingan dilakukan secara insidental menyesuaikan dengan waktu luang yang ada, sehingga berbagai permasalahan yang dihadapi saat menulis laporan dapat didiskusikan dan dicarikan solusi yang terbaik. b.2. Kendala yang Dihadapi Kendala yang dihadapi dalam kegiatan PKL adalah:

b.3. Solusi yang Ditempuh

c. Hasil Kegiatan PKL c.1. Hasil yang Dicapai

Berdasarkan kegiatan PKL yang telah dilaksanakan, maka hasil yang diperoleh adalah tercapainya tujuan dari PKL ini yaitu telah dapat mengaplikasikan teknik pembenihan ikan kakap putih, ikan bandeng dan ikan kerapu beserta udang vannamei, serta terlatihnya keterampilan mahasiswa dalam melakukan teknik pembenihan dan pembesaran komoditas budidaya perikanan laut.Kegiatan yang telah dilaksanakan dalam kegiatan PKL ini adalah: 1. Persiapan sarana dan prasarana budidaya a) Bak plankton sebagai wadah kultur plankton. Plankton adalah pakan alami yang digunakan untuk setiap pembenihan sebagai produsen. Bak kultur plankton chlorella sp disesuaikan dengan volume bak pemeliharaan larva yang terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton ditempatkan di luar ruangan yang dapat langsung mendapat cahaya matahari. Kedalamam bak kultur chlorella sp harus diperhitungkan sedemikian rupa sehingga penetrasi cahaya matahari dapat dijamin mencapai dasar tangki. Pada lokasi PKL terdapat 18 bak plankton dengan ukuran 5x6x1,5 meter.

Gambar 2.1 Bak Kultur Fitoplankton

b) Bak rotifer sebagai wadah untuk kultur rotifer. Ukuran bak rotifer pada lokasi PKL ada dua yaitu berukuran 4x5x1,5 meter sebanyak 8 bak dan berukuran 3x5x1,5 meter sebanyak 4 buah. Jumlah keseluruhan bak rotifer adalah 12 bak.

c) Bak larva sebagai wadah penebaran telur dan pemeliharaan larva. Jumlah bak larva pada lokasi PKL sebanyak 18 bak dengan ukuran 3x3x1,2 meter. bak larva dicat berwarna kuning. d) Bak larva sebagai wadah penebaran telur dan pemeliharaan larva. Jumlah bak larva pada lokasi PKL sebanyak 18 bak dengan ukuran 3x3x1,2 meter. bak larva dicat berwarna kuning.

Gambar 2.3 Bak larva. e) Bak pendederan sebagai wadah untuk Ikan Kakap putih yang berukuran >0,8 mm. Jumlah bak pendederan sebanyak 12 bak dengan ukuran 2,25x1,2x0,9 meter.

Gambar 2.4: Bak Pendederan f) Gudang penyimpanan perlengkapan budidaya.

Gambar 2.5: Gudang

g) Blower sebagai pengontrol aerasi pada bak plankton, rotifer, larva, dan pendederan dengan kapasitas 3.500 KWH.

Gambar 2.6: Blower h) Pipa dan sambungan pipa digunakan sebagai alat untuk memasok air.

Gambar 2.7: Sistem perpipaan pada bak Plankton

i) Sistem aerasi sebagai alat untuk memasok oksigen pada wadah/bak budidaya.

Gambar 2.8: Sistem aerasi j) Plankton net dan spiral 2 dim digunakan untuk memanen Rotifer.

Gambar 2.9: Plankton net dan spiral

k) Dap celup digunakan sebagai alat untuk mengambil plankton dan kemudian disalurkan menuju bak Rotifer.

Gambar 2.10: Dap celup l) Sedinet digunakan sebagai penutup bak larva. Tujuannya untuk melindungi telur dan larva yang baru menetas agar tidak terkena sinar matahari langsung dan masuknya air hujan yang terlalu banyak.

Gambar 2.11: Sedinet m) Waring dan alat sidi Waring digunakan sebagai alat untuk menyaring kotoran dan membuang air dari dalam bak. Alat sidi digunakan untuk grading kakap. Grading kakap dilakukan pada benih yang berukuran >1 cm.

Gambar 2.12: Waring n) Alat sipon dan Stereoform

Gambar 2.13: Sidi Kakap

Alat sipon digunakan untuk membersihkan bak pendederan dari ikan-ikan yang telah mati di dasar bak. Stereoform digunakan sebagai wadah hasil panen rotifer dan digunakan sebagai alat penampungan ikan saat kegiatan panen berlangsung.

Gambar 2.14: Alat sipon

Gambar 2.15: Stereoform

o) Plastik, karet, oksigen digunakan saat pemanenan Ikan Kakap putih.

Gambar 2.16 : Plastik dan karet

Gambar 2.17: Oksigen

p) Pupuk biasanya digunakan pada kultur plankton yang bertujuan. untuk menyuburkan dan mempercepat pertumbuhan plankton. Jenis pupuk yang di gunakan yaitu TSP, ZA, dan Urea

Gambar 2.18: Pupuk TSP

Gambar 2.19: Pupuk Urea

Gambar 2.20 : Pupuk ZA q) Freezer digunakan untuk menyimpan ikan rucah sebagai pakan ikan Kakap putih agar tetap segar.

Gambar 2.21: Freezer 2. Tahapan pembenihan ikan kakap putih, bandeng dan kerapu a. Persiapan bak Hal yang pertama perlu dilakukan dalam kegiatan budidaya adalah persiapan bak. Ada 4 bak yang digunakan sebagai wadah budidaya yaitu bak plankton, bak rotifer, bak larva, dan bak pendederan (untuk ikan kakap putih). Setelah bak

dibersihkan kemudian dibiarkan mengering untuk sterilisasi. Pada kegiatan kultur plankton diberikan klorin untuk membunuh penyakit. Sedangkan pada kultur Rotifer diberikan obat Marshall untuk menghilangkan jentik nyamuk dan membunuh penyakit. Tahapan kultur plankton: Kegitan kultur plankton diawali dengan persiapan wadah/bak kultur. Bibit yang digunakan yaitu dari volume bak dan diberikan pupuk sesuai dengan dosisnya yaitu dengan perbandingan 40ppm:25ppm:10ppm untuk Urea:ZA:TSP. Setelah didiamkan sehari bibit plankton ditambahkan air secara bertahap. Penambahan air secara bertahap bertujuan agar sinar matahari dapat langsung menembus ke dasar bak, sehingga plankton dapat berfotosintesis dan berkembang dengan baik. Plankton dapat digunakan sebagai pakan Rotifer setelah berumur 4-6 hari. Tahapan kultur Rotifer Kultur rotifer diawali dengan persiapan wadah/bak kultur yang sudah disterilisasi sebelumnya. Bak kultur diisi plankton dan air sebanyak volume bak kemudian dimasukan bibit rotifer sebanyak 5 liter atau ember dan dibiarkan sampai ada perubahan warna dari hijau tua berubah menjadi hijau bening. Setelah terjadi perubahan warna ditambahkan kembali plankton sekitar 10 cm, penambahan plankton dilakukan secara bertahap untuk efisiensi bibit dan mempercepat pertumbuhan rotifer. Rotifer dapat dipanen setelah berumur 5 hari dari awal kultur dengan cara disurut.

Tahapan kultur Artemia (untuk kerapu macan) Artemia dikultur dalam wadah yang berbentuk krucut berwarna hitam yang diisi air laut sebanyak 30 liter dan diaerasi kemudian dimasukkan kista artemia ke dalam bak kultur tersebut dengan banyak sesuai dengan umur larva. Kista artemia mulai ditetaskan pukul 07.00 WITA dan nauplii dapat dipanen keesokan harinya pukul 07.00 WITA dengan memindahkannya kedalam wadah berupa gallon air mineral yang dicat hitam. Pemanenan diawali dengan menutup wadah tersebut dengan plastik gelap, saringan artemia diletakkan diujung kran outlet dan dapat

dikeluarkan secara perlahan-lahan sampai artemia dalam bak tersaring. Pengaerasian dilakukan selama pemanenan sampai sebelum pemberian pakan dilakukan. b. Penebaran telur Telur ikan kakap putih yang digunakan di lokasi PKL berasal dari Lampung. Telur ikan bandeng dan kerapu macan diperoleh dari lokasi magang langsung. Telur ditebar pada tempat yang telah disiapkan sebelumnya. Telur kakap putih menetas dalam waktu 20 jam dari waktu penebaran, telur bandeng menetas pada waktu 12 jam. Tetasan telur yang baik biasanya berwarna hitam, sedangkan tetasan telur yang tidak baik berwarna putih disebabkan karena pembuahan yang kurang sempurna dan kondisi induk yang kurang baik. c. Pemberian pakan Larva kerapu yang baru menetas mempunyai cadangan makanan berupa kuning telur. Pakan ini akan dimanfaatkan sampai hari ke 2 (D2) setelah menetas dan selama kurun waktu tersebut larva tidak memerlukan makanan dari luar. Setelah larva memasuki D1-D30 media pemeliharaan di beri plankton jenis chlorella sp dengan kepadatan 1 5 x 105 sel/ml sebagai media pemeliharaan dan sebagai pakan untuk rotifer nantinya. Saat D1-D25 media pemeliharaan larva diberi minyak ikan dengan dosis 0,25 ml/m3 minyak ikan itu di teteskan di dekat aerasi agar penyebarannya lebih cepat merata. Pemberian minyak ikan dilakukan 1 kali sehari (pukul 08.00 WITA). Dan pemberian pakan rotifera yang di lakukan dari umur 3 25 hari di berikan sesuai kebutuhan dan kondisi ikan, dimana rotifer yang di berikan dengan kepadatan maksimal 41600/ml dengan gayung ukuran 2 L per bak larva kerapu dengan volume air 8 m3. Cara untuk mengetahui respon ikan terhadap pakan adalah dengan cara sampling rotifer dengan menghitung kepadatannya dengan menggunakan gelas ukur, jika dalam 100 ml kepadatan rotifera kurang dari 20 ekor dalam wadah larva kerapu maka harus dilakukan pemberian pakan, namun jika kepadatannya dalam 100 ml masih melebihi 20 ekor rotifera, maka proses pemberian pakan bisa di hentikan sampai kepadatan rotivera dalam bak kerapu tersebut berkurang, semua ini adalah metode untuk menekan biaya oprasional dan untuk efisisnsi pakan.

Pakan selanjutnya adalah pakan buatan atau pellet. Pellet yang umum digunakan di Dewata Laut adalah jenis Otohime dengan beberapa ukuran yaitu B1, B2, C1, S1, dan S2 dan jenis NRD dengan ukuran , 2/3, 2/4, dan 4/6 yang masingmasing diberikan kepada larva ikan kerapu sesuai dengan kondisi bukaan mulut ikan. Artemia selanjutnya adalah pakan alami untuk larva ikan kerapu, dengan kepadatan maksimal 1134 ekor/ ml dalam 1 gayung ukuran 2 L untuk 1 bak larva kerapu ukuran 8 m3. Artemia biasanya di berikan pada larva yang berumur 15-35 hari dan diberikan 3x sehari, dan di hentikan setelah mulai pemberian pakan rebon terhadap benih ikan kerapu. Rebon adalah pakan terakhir benih kerapu sebelum di panen, pemberian pakan ini ada di kisaran umur antara 30-50 hari dan biasanya di berikan pada pagi hari saja, sementara pada siang dan sore hari lebih cendrung dilakukan pemberian pakan buatan. Pada umur D14-D19, frekuensi pemberian pakan sebanyak 2 kali per hari dan pada umur D20-D45 di tingkatkan menjadi 3 kali per hari. d. Pemanenan Pemanenan bandeng, kakap putih dan kerapu macan dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu : 1. Persiapan alat- alat yang akan digunakan. Alat yang digunakan meliputi alat seser/serok, ember, pipa untuk sirkulasi air, alat hitung, plastik dan karet. 2. Air di dalam bak benih terlebih dahulu diturunkan sebanyak dari volume bak, bertujuan untuk mempermudahkan dalam kegiatan pemanenan. Ikan kakap putih dipanen dengan cara diseser/ serok, sedangkan pemanenan ikan kerapu macan dilakukan dengan menangkap ikan menggunakan ember. 3. Ikan kakap dan kerapu macan yang sudah dipanen ditampung dalam ember dan dihitung menggunakan alat hitung (binge) kemudian didiamkan dan diberikan sirkulasi air agar ikan tetap segar dan tidak stres sampai waktu pengiriman. 4. Ikan yang sudah dihitung dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberikan oksigen kemudian diikat menggunakan karet.

Gambar 2.25: Persiapan

Gambar 2.26 : Penghitungan

Gambar 2.27 : Pengemasan Gambar 2.28: Pemberian O2. PEMANENAN IKAN BANDENG,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, Pembesaran udang vannamei di lokasi PKL dilakukan secara intensif, baik pengelolaan maupun teknik yang digunakan. Kegiatan pembesaran udang yang dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1) Persiapan tambak Kegiatan ini dilalukan sekitar 3 hari setelah pemanenan total dilakukan di mulai dari pembersihan petakan, pemberian bestasin, pemberian kupri , pemberian trichlor, pemberian fermentasi sampai kondisi bak siap untuk di tebar 2) Penebaran Benur Waktu yang tepat untuk tebar benih adalah pagi hari menjelang subuh yakni pukul 02.00 05.00. Hal yang harus diperhatikan dalam penebaran adalah adaptasi benih dan efektifitas untuk itu perlu diatur tenaga untuk penebaran. Yang paling tepat dalam 1 petak minimal ada 3 orang, dan harus dipastikan setelah kantong keluar dari box dalam waktu maksimal 1 jam sudah harus ditebar. 3) Manajemen Pakan

Pemberian pakan selama budidaya dibagi menjadi 2 bagian yaitu program pakan buta dan program pakan terkontrol. Program pakan buta adalah pemberian pakan berdasarkan jumlah benih yang ditebar dengan asumsi benih hidup 100%. Biasanya dilakukan selama 30 hari pertama. Sedangkan program pakan terkontrol adalah program pakan berdasarkan hitungan feeding rate dan control anco, biasanya dilakukan setelah 30 hari. Dalam vannamei program terkontrol yang harus diperhatikan adalah ketepatan % pakan di anco, waktu control anco, dan pengambilan keputusan dalam menambah dan memotong pakan.

Gambar 2.29. Anco 4) Pengendalian Kualitas Air Penyiphonan dilakukan untuk menjaga dasar kolam agar selalu bersih dari kotoran sisa pakan, plankton mati dan kotoran serta sisa moulting. Biasanya penyiponan dilakukan setiap hari sebelum dilakukan pemanenan.

Gambar 2.30. Penyiphonan Suplai oksigen terlarut menggunakan kincir dengan perbandingan biomass minimal 1 kincir untuk 600kg udang atau 1 kincir untuk 12 kg pakan. Setiap bak atau petak berisi 3 4 kincir.

Gambar 2.31. Kincir 5) Sampling Sampling adalah kegiatan mengukur pertumbuhan harian udang, yang diukur adalah sampel atau beberapa udang. Sampling umumnya dilakukan 5 hari sekali dengan cara mengukur size, yakni jumlah udang per kilogram. Pada saat kegiatan

sampling dilakukan pengecekan salinitas dan alkalinitas air tambak. Data hasil sampling digunakan untuk acuan manajemen pakan dan penanganan kualitas air.

Gambar 2.32. sampling

6) Pemanenan Pemanenan dilakukan setelah udang berumur 120 hari dengan jumlah udang 30 35 ekor per kilogram. Panen total dilakukan setelah dilakukan beberapa (2 3 kali) kali panen parsial. Panen parsial dilakukan untuk menurunkan kepadatan udang dalam petak pemeliharaan.

Gambar 2. 33. Pemanenan udang vannamei c.2. Pembahasan c.2.1 Pembesaran udang Jenis udang yang dibudidayakan di PT Tambak Abadi adalah udang jenis litopenaus vanammei. Udang vaname merupakan salah satu jenis udang yang diperhatikan dunia perikanan, karena pertumbuhannya yang cukup cepat dan salah satu komoditas perikanan yang bernilai ekonomis tinggi. Selain itu udang vaname memiliki rasa daging yang enak, dan juga memiliki komposisi daging 66%-68% yang lebih tinggi dibandingkan dengan udang windu yang hanya 62% tentunya faktor inilah mengapa udang vaname banyak berkembang dibudidayakan. Litopenaeus vannamei memiliki karakteristik kultur yang unggul. Berat udang ini dapat bertambah lebih dari 3 gram tiap minggu dalam kultur dengan densitas tinggi (100 udang/m2). Berat udang dewasa dapat mencapai 20 gram dan diatas berat tersebut, Litopenaeus vannamei tumbuh dengan lambat yaitu sekitar 1 gram/ minggu. Udang betina tumbuh lebih cepat daripada udang jantan (Wyban et al., 1991 dalam Yola, 2008) Kegiatan yang telah dilaksanakan dalam kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini adalah: 1. Persiapan tambak Kegiatan ini belum dapat dilaksanakan secara penuh mengingat waktu PKL hanya kurang dari 3 bulan dan pada saat itu umur udang sudah mencapai 50 hari

namun untuk mengisi kekurangan tersebut nara sumber memberikan sebuah materi teori mengenai persiapan tambak, adapun yang perlu dilakukan untuk mempersiapkan tambak adalah ; pembersihan tambak dan menata kembali petakan-petakannya, kemudian isi tambak tersebut dengan air 25% dari volume tambak, diamkan selama 1 hari kemudian isikan air kembali sampai ketinggian 120-150cm,kemudian masukan kincir airasi sesuai dengan kebutuhan, kemudian diberikan bestasin guna untuk mematikan semua organisme-organisme yang ada di dalam air petakan, kemudian diberikan kupri sulfat yang berfungsi sebagai penetralisir bestasin tersebut, setelah 24 jam, diberikanlah trichlor atau kaporit tepat pada kincir yang sudah hidup, ini berfungsi untuk menjernihkan air, setelah itu diberikan fermentasi dari, tetes tebu, dedak, ragi tape dan pakan. Kemudian tunggu selama dua hari dan tunggu perkembangannya, apa bila air di petakan memiliki kecerahan sampai 30cm maka petakan siap ditebar. 2. Penebaran benur Penebaran benur dilakukan pada saat sebelum matahari terbit, sekitar jam 5 pagi sudah mulai menebar benur. Benur ini didatangkan langsung dari Rembang, benur yang baik ialah benur yang memiliki daya tahan tubuh yang baik dapat dilihat ketika didalam kantong benur-benur itu terlihat sehat, untuk memastikan benur itu kuat atau tidak, kantong dapat di kocok dan lihat benurnya apakah ada yang diam atau masih banyak yang berenang-renang, jika tidak terjadi kelainan apapun dapat dipastikan benur yang diperoleh merupakan benur yang baik. Benur yang akan ditebar hendaknya diadaptasikan terlebih dahulu secara bertahap, mulai dari suhu, kemudian kondisi air, dan kemudian dapat di tebar.

Gambar 2. Teknisi tambak sedang membuka kantong benur

Penebaran dilakukan harus dilakukan dengan hati-hati agar benur yang ditebar tidak mengalami stress. Untuk dapat memastikan kembali benur yang ditebar adalah benur yang sehat, dapat dilakukan dengan cara melihat keberadaan benur setiap sudut petakan. 3. Manajemen pakan Pemberian pakan selama budidaya dibagi menjadi 2 bagian yaitu program pakan buta dan program pakan terkontrol. Program pakan buta adalah pemberian pakan berdasarkan jumlah benih yang ditebar dengan asumsi benih hidup 100%. Biasanya dilakukan selama 30 hari pertama. Frekuensi pemberian pakan dilakukan sesuai dengan umur udang tersebut bila masih kurang dari seminggu pemberian pakan cukup diberikan tiga kali, namun apa bila umur nya satu minggu keatas pemberian pakan sudah dilakukan sampai 4 kali, untuk 30 hari pertama bobot pemberian pakan dilakukan secara acak tanpa mengikuti persentasi berat badan, setelah 30 hari dilakukan lah sampling untuk menentukan pakan yanga akan untuk 5 hari ke depan, setiap hari, bobot pakan yang diberikan akan selalu meningkat sesuai dengan umurnya

Gambar 3. Pembagian pakan Penentuan program pakan selama 5 hari kedepan dilakukan dengan cara komputerisasi menggunakan Microsoft office excel yaitu disebut dengan feeding program. 4. Sampling Kemudian setelah pengambilan udang pada petak, dilakukan peninjauan berat rata-rata udang dengan cara menghitung jumlah sampel dan berat sampel kemudian di rata-ratakan Sampling adalah kegiatan mengukur pertumbuhan harian udang, yang

diukur adalah sampel atau beberapa udang. Sampling umumnya dilakukan 5 hari sekali dengan cara mengukur size, yakni jumlah udang per kilogram. Pada saat kegiatan sampling dilakukan pengecekan salinitas dan alkalinitas air tambak. Data hasil sampling digunakan untuk acuan manajemen pakan dan penanganan kualitas air.

Sampling udang 5. Pengendalian Kualitas Air Setelah sampling selesai dilakukan, sampling kualitas air juga dilakukan guna untuk menentukan perlakuan apa saja yang mesti dilakukan untuk menjaga kualitas air. Pengecekan pH dan suhu dilakukan setiap hari, dan pengecekan kualitas kimiawi dilakukan bersamaan saat sampling, adapun parameter kimia yang di periksa adalah kadar alkalinitas, kadar nitrit, kadar amonia, dan kadar kalsium dan magnesium.

Gambar 5. Amonia test kit Hal-hal yang dilakukan untuk memeriksa kualitas air adalah; mengambil sampel air di masing-masing petak, kemudian dimasukan kedalam tabung reaksi sebanyak 5ml, kemudian periksa secara satu persatu sesuai dengan petunjuk test kit.

Gambar 6. Periksa kadar nitrit pada masing-masing petak 6. Pemanenan Pemanenan dilakukan setelah udang berumur 120 hari dengan jumlah udang 30 35 ekor per kilogram. Panen total dilakukan setelah dilakukan beberapa (2 3 kali) kali panen parsial. Panen parsial dilakukan untuk menurunkan kepadatan udang dalam petak pemeliharaan. Sehubungan dengan PKL yang dilaksanakan hanya selama 1 bulan, kegiatan ini tidak dapat diikuti secara penuh.

c.2.2 Pembenihan ikan kerapu macan Bak pemeliharaan yang telah disterilisasi juga merupakan bak untuk penetasan telu. Air laut dimasukkan ke dalam bak satu hari sebelum larva dimasukkan, kadar garam air laut 30 ~ 32, dan suhu air 27 ~ 280C. Larva yang baru yang baru menetas terlihat transparan, melayang-layang dan gerakannya tidak aktif serta tampak kuning telur dan oil glonulenya. Masa krisis pertama larva kerapu dialami pada waktu berumur 2 hari (D2) memasuki umur 3 hari (D3), dimana pada saat itu kandungan kuning telur telah mulai menipis dan terserap habis. Setelah cadangan pakan tersebut habis, maka pemenuhan pakan yang sesuai dengan ukuran mulut dan nilai gizi pakan mutlak diperlukan untuk menjamin kelangsungan hidup larva. Masa krisis ini akan berlangsung sampai dengan hari ke 6 (D6), dikarenakan terjadi perubahan cara hidup dari larva yang semula gerakannya aktif. Larva harus aktif mencari makan dari luar karena kandungan kuning telur yang merupakan cadangan pakan telah habis. Untuk pemberian pakan yang sesuai baik jenis, maupun

kandungan gizinya mutlak diperlukan. Larva yang telah melewati umur 6 hari (D6) mempunyai peluang untuk hidup lebih besar, karena hampir semua larva yang bertahan hidup telah mampu mencari pakan yang tersedia disekelilingnya. Masa krisis kedua dijumpai pada waktu larva berumur 8 hari (D8) memasuki umur 9 hari (D9), dimana pada saat itu mulai terjadi perubahan bentuk tubuh sangat panjang dan spesifik, sampai pada hari ke 20 (D20) larva berkembang dengan baik dan belum menunjukkan adanya tanda-tanda kematian, akan tetapi memasuki hari ke 22 (D22), 23 (D23) sebagian darilarva baik yan masih kecil maupun yang sudah besar mulai nampak adanya kematian. Diawali dengan adanya gerakan memutar (whirling) yang tidakterkendali kemudian terbalik lalu mati. Pada pemeliharaan larva, kegiatan pemberian pakan dilakukan setelah larva berumur dua hari. Larva kerapu yang baru menetas mempunyai cadangan makanan berupa kuning telur. Pakan ini akan dimanfaatkan sampai hari ke 2 (D2) setelah menetas dan selama kurun waktu tersebut larva tidak memerlukan makanan dari luar. Umur 3 hari (D3) kuning telur mulai terserap habis, perlu segera diberi pakan dari luar berupa: a. Rotifera Brachionus Plicatilis diberikan saat larva kerapu berumur 3-25 hari di berikan sesuai kebutuhan dan kondisi ikan, dimana rotifer yang di berikan dengan kepadatan maksimal 41600/ml dengan gayung ukuran 2 L per bak larva kerapu dengan volume air 8 m3. b. Phytoplankton chlorella sp diberikan saat larva kerapu berumur 2- 30 hari (sampai ikan berenang memutari bak) dengan kepadatan 1 5 x 105 sel/ml. Pemberian pakan ini dilakukan dengan penambahan secara bertahap. Pada hari kelima belas (D15) larva kerapu mulai diberi pakan naupli artemia yang baru menetas. Pemberian pakan naupli artemia ini dilakukan sampai larva berumur 35 hari (D35) dengan kepadatan maksimal 1134 ekor/ ml dalam 1 gayung ukuran 2 L untuk 1 bak larva kerapu ukuran 8 m3. Setelah larva berumur tiga puluh hari (D30) larva kerapu berubah menjadi benih aktif, menyerupai kerapu dewasa. Pada saat ini mulai dicoba pemberian pakan rebon sampai kerapu dipanen. Saat D1-D25 media

pemeliharaan larva diberi minyak ikan dengan dosis 0,25 ml/m3 minyak ikan itu di teteskan di dekat aerasi agar penyebarannya lebih cepat merata. Pemberian minyak ikan dilakukan 1 kali sehari (pukul 08.00 WITA). Disamping itu pemberian pakan buatan atau pellet pada larva kerapu dari umur duabelas hari (D12) sampai kerapu dipanen. Jenis pellet yang digunakan adalah NRD, dimana pellet yang berukuran (100-200 mikron) diberikan pada larva kerapu yang berusia 12 hari, pellet ukuran 2/3 (200-300 mikron) diberikan pada umur 16 hari, pellet berukuran 2/4 (200-400 mikron) diberikan saat berumur 25 hari, dan untuk pellet berukuran 4/6 (400-600 mikron) diberikan setelah ikan berukuran 3cm. Skema jenis dan pemberian pakan larva kerapu dapat dilihat pada tabel 1 Jenis Pakan 0 Plankton Rotifera Artemia Pakan buatan/pelet Rebon 5 X X 10 X X 15 X X X X Umur (hari ke-) 20 X X X X 25 X X X X X X X X X X X X X X X X 30 X 35 40 45 50

c.2.3 Pembenihan ikan bandeng c.2.4 Pembenihan ikan kakap putih.

BAB III PENUTUP

a. Simpulan b. Saran