laporan kunjungan kerja spesifik komisi vii dpr ri … · bali dan dilengkapi dengan sarana...

13
LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE KEBUN RAYA EKA KARYA BEDUGUL PROVINSI BALI DALAM RANGKA PENGAWASAN LINGKUNGAN HIDUP 17 19 FEBRUARI 2017 KOMISI VII DEWAN PERWAKILAN RAKYAT INDONESIA 2017

Upload: lethuy

Post on 03-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI

KE KEBUN RAYA EKA KARYA BEDUGUL

PROVINSI BALI

DALAM RANGKA PENGAWASAN LINGKUNGAN HIDUP

17 – 19 FEBRUARI 2017

KOMISI VII

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT INDONESIA

2017

BAGIAN I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Harga obat sintetis saat ini semakin mahal di mata kalangan masyarakat karena

sebagian bahan baku masih diimpor. Sebenarnya Indonesia memiliki tanaman

berkhasiat obat yang telah digunakan secara turun temurun sejak jaman nenek

moyang. Gerakan kembali ke alam telah mendorong pemakaian tanaman obat-

obatan sebagai alternatif pengganti obat sintetis, yang dikenal dengan obat herbal.

Di Indonesia, bukti-bukti penggunaan tanaman obat-obatan terekam dalam

naskah-naskah lama seperti lontar usada di Bali, serat primbon jampi di Jawa, serat

racikan boreh wulang dalem, serta relief di candi Borobudur yang menggambarkan

orang meracik tumbuh-tumbuhan untuk bahan pengobatan. Saat ini pengobatan

herbal telah diterima hampir di seluruh dunia.

Kebun Raya Eka Karya Bedugul Bali yang berada dalam ketinggian 1.250 –

1.450 dari permukaan laut dengan suhu berkisar 18 – 20 derajat Celcius adalah

salah satu kebun raya yang ada di Indonesia yang mengkhususkan pada koleksi

tumbuhan tropika kawasan timur Indonesia memiliki koleksi tanaman obat-obatan

dan hasil riset tanaman obat-obatan. Saat ini Kebun Raya Eka Karya Bedugul

memiliki koleksi lebih dari 2.100 jenis tumbuhan, beberapa koleksi tanaman obat

yaitu Alstonia scholaris R. Rr, Vitex trifolia L., Mentha aravensis L, dan lain-lain.

Kebun Raya Eka Karya Bedugul mengakomodasi kearifan lokal Bali di bidang

pengobatan tradisional yang dikenal sebagai usada. Kebun Raya "Eka Karya" Bali

mewujudkan salah satu bentuk kearifan tradisional di bidang pengobatan tersebut

dalam sebuah taman yang disebut sebagai Taman Usada. Koleksinya lebih dari 300

jenis, ditanam dalam taman seluas 1.600 m2 ini berasal dari berbagai Kabupaten di

Bali dan dilengkapi dengan sarana pendidikan berupa papan interpretasi berisi

penjelasan singkat mengenai tanaman koleksi tersebut serta fungsinya dalam

pengobatan tradisional Bali.

Peran LIPI dalam dokumentasi, riset, dan diseminasi hasil riset tanaman

obat-obatan menjadi semakin penting. Saat ini pemanfaatan tanaman obat sekitar

80% diambil dari alam yaitu dari hutan sehingga menimbulkan ancaman konservasi.

Baru sekitar 20% tanaman obat-obatan itu dibudidayakan. Disinilah peran penting

LIPI daam membudidayakan tanaman obat-obatan yang saat ini masih belum

banyak dibudidayakan. LIPI sebagai lembaga riset harus proaktif mengembangkan

teknik budidaya tanaman obat-obatan serta mensosisalisasikan kepada masyarakat.

Apa lagi saat ini ada kecenderungan rantai pemasaran tanaman obat-obatan masih

tertutup, dan hanya menguntungkan salah satu pihak saja. Peran LIPI dalam

mengembangkan tanaman obat-obatan sangat penting untuk mensukseskan

program saintifikasi jamu.

LIPI pada tahun 2030 menargetkan hasil risetnya menghasilkan enam obat

yaitu obat biosimilar, obat herbal, dan obat diagnostic. Untuk riset tanaman obat ada

dua riset yang dilakukan yaitu riset tanaman obat hulu yang mencakup

mengidentifikasi tanaman obat yang berasal dari tanaman hutan, budidaya tanaman

obat, dan pemanenan/penyediaan bahan baku. Riset tanaman obat hilir yang

mencakup kegitan uji toksisitas pra klinis dan klinis.

B. DASAR HUKUM

Dasar Hukum pelaksanaan Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR RI

adalah:

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah.

2. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

2014 tentang Tata Tertib.

3. Keputusan Rapat Komisi VII DPR RI tentang Agenda Kerja Masa

Persidangan III Tahun Sidang 2016-2017.

C. TUJUAN KUNJUNGAN LAPANGAN

Maksud kunjungan lapangan adalah terkait dengan pelaksanaan tugas

dan fungsi Komisi VII DPR RI, khususnya fungsi pengawasan. Sedangkan

tujuan kunjungan lapangan ini secara khusus adalah:

1. Mendapatkan informasi terbaru mengenai bio-resources tanaman obat-

obatan yang dikembangkan oleh LIPI.

2. Mendapatan informasi tentang riset tanaman obat-obatan terutama yang

terkait dengan riset dasar dan riset aplikasi.

3. Tindak lanjut hasil riset aplikasi ke dalam pengembangan produk hasil

tanaman obat-obatan serta kemungkinannya mengembangkan dalam skala

komersial melalui kerjasama dengan swasta.

D. WAKTU, LOKASI KUNJUNGAN DAN AGENDA KEGIATAN

Kegiatan kunjungan kerja spesifik Komisi VII DPR RI dilaksanakan pada

tanggal 17 – 19 Februari 2017 dengan tujuan lokasi kunjungan keKebun Raya

Eka Karya Bedugul Bali dengan kegiatan:

1. Pertemuan dengan Kepala LIPI, Pejabat Kementerian Ristek dan Dikti

beserta jajarannya membahas hasil kerja LIPI di bidang riset tanaman

obat-obatan herbal.

2. Kunjungan ke Kebun Raya Eka Karya Bedugul

E. ANGGOTA TIM KUNJUNGAN LAPANGAN

Kunjungan lapangan ini diikuti oleh Anggota Komisi VII DPR RI, yang

merupakan representasi dari fraksi-fraksi, sebagai berikut:

No No

Angg

Fraksi Jabatan

1 H. Gus Irawan Pasaribu, SE Ak, MM, CA 327 Gerindra K.Tim

2 Syaikhul Islam Ali, Lc 63 PKB WK.Tim

3 Ir. Nazarudin Kiemas 134 PDIP Anggota

4 Merchy Chriesty Barends, ST 228 PDIP Anggota

5 Andi Ridwan Wittiri 226 PDIP Anggota

6 Eni Maulani Saragih 291 P Golkar Anggota

7 Drs. Bambang Heri Purnama, ST, MH 305 P Golkar Anggota

8 Ir. H. Harry Poernomo 358 P Gerindra Anggota

9 Bambang Haryadi, SE 367 P Gerindra Anggota

10 Sayed Abubakar A. Assegaf 404 P Demokrat Anggota

11 Dr.Ir. Hj. Andi Yulianis Paris 502 PAN Anggota

12 Bara K. Hasibuan, MA 500 PAN Anggota

13 H. Rofi Munawar, Lc 115 PKS Anggota

14 H. Achmad Farial 517 PPP Anggota

F. METODOLOGI PELAKSANAAN KEGIATAN

Metode pelaksanaan kegiatan Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR RI

adalah sebagai berikut :

a. Persiapan

- Menghimpun data dan informasi awal.

- Melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait yang akan menjadi

lokasi kunjungan kerja.

- Mempersiapkan administrasi keberangkatan

b. Pelaksanaan Kunjungan KerjaSpesifik

Pelaksanaan Kunjungan Kerja SpesifikKomisi VII DPR RIdilakukan

dengan cara kunjungan lapangan dan diskusi didalam ruangan.

c. Pelaporan

Pelaporan merupakan resume kegiatan yang dituangkan secara deskriptif.

BAB II

PELAKSANAAN KEGIATAN

2. 1. Peninjauan ke lokasi

2.1.2. Peninjauan Lokasi Kebun Raya Eka Karya Bedugul Bali

Kebun Raya Eka Karya Bedugul Bali merupakan salah satu Kebun Raya

yang dibawah pengelolaan LIPI dengan tugas dan fungsi utama memadukan

penelitian botani, pelestarian tumbuhan, pendidikan dan rekreasi.

Kebun Raya ini dibangun berawal dari gagasan Prof. Ir. Kusnoto

Setyodiwiryo, Direktur Lembaga Pusat Penyelidikan Alam yang merangkap sebagai

Kepala Kebun Raya Indonesia, dan I Made Taman, Kepala Lembaga Pelestarian

dan Pengawetan Alam saat itu yang berkeinginan untuk mendirikan cabang Kebun

Raya di luar Jawa, dalam hal ini Bali. Pendekatan kepada Pemda Bali dimulai tahun

1955, hingga akhirnya pada tahun 1958 pejabat yang berwenang di Bali secara

resmi menawarkan kepada Lembaga Pusat Penyelidikan Alam untuk mendirikan

Kebun Raya di Bali.

Berdasarkan kesepakatan lokasi Kebun Raya ditetapkan seluas 50 ha yang

meliputi areal hutan reboisasi Candikuning serta berbatasan langsung dengan Cagar

Alam Batukau. Tepat pada tanggal 15 Juli 1959 Kebun Raya “Eka Karya” Bali

diresmikan oleh Prof. Ir. Kusnoto Setyodiwiryo, Direktur Lembaga Pusat

Penyelidikan Alam sebagai realisasi SK Kepala Daerah Tingkat I Bali tanggal 19

Januari 1959 No. 19/E.3/2/4.

Nama “ Eka Karya ” untuk Kebun Raya Bali diusulkan oleh I Made Taman. “

Eka ” berarti Satu dan “ Karya ” berarti Hasil Kerja . Jadi “ Eka Karya ” dapat

diartikan sebagai Kebun Raya pertama yang merupakan hasil kerja bangsa

Indonesia sendiri setelah Indonesia merdeka. Kebun raya ini dikhususkan untuk

mengoleksi Gymnospermae (tumbuhan berdaun jarum) dari seluruh dunia karena

jenis-jenis ini dapat tumbuh dengan baik di dalam kebun raya. Koleksi pertama

banyak didatangkan dari Kebun Raya Bogor dan Kebun Raya Cibodas, antara lain

Araucaria bidwillii , Cupresus sempervirens dan Pinus masoniana . Jenis lainnya

yang merupakan tumbuhan asli daerah ini antara lain Podocarpus imbricatus dan

Casuarina junghuhniana.

Sejak resmi berdiri, perkembangan Kebun Raya “Eka Karya” Bali selalu

mengalami pasang surut dengan silih bergantinya pengelolaan, yaitu antara Dinas

Kehutanan Propinsi Bali dan Kebun Raya sendiri. Pengelolaan Kebun Raya sempat

dua kali dititipkan pada Dinas Kehutanan Propinsi Bali, yaitu pada 15 Juli 1959 – 16

Mei 1964 dan setelah peristiwa G 30 S/PKI (1966 – 1975). Pengelolaan kebun

secara langsung oleh staf kebun raya dilakukan juga selama 2 periode, yakni sejak

16 Mei 1964 – Desember 1965 dan 1 April 1975 hingga sekarang.

Sejak tahun 1964 hingga saat ini, Kebun Raya “Eka Karya” Bali telah

mengalami 11 kali pergantian kepemimpinan dengan berbagai pembaharuan. Di

bawah kepemimpinan I Gede Ranten, B.Sc. (1975 – 1977), luas kebun raya

bertambah hingga 129,2 ha. Perluasannya diresmikan oleh Ketua Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia saat itu yaitu Prof. Dr. Ir. Tubagus Bachtiar Rifai pada

tanggal 30 April 1976 yang ditandai dengan penanaman Chamae cyparis obtusa.

Di bawah kepemimpinan Ir. Mustaid Siregar, M.Si (2001 – 2008) luas kebun

raya bertambah lagi menjadi 157,5 ha. Meski pada awal berdirinya ditujukan untuk

konservasi tumbuhan berdaun jarum (Gymnospermae), kini Kebun Raya yang

berada di ketinggian 1.250 – 1.450 m dpl dengan suhu berkisar antara 18 - 20°C dan

kelembaban 70 – 90% ini berkembang menjadi kawasan konservasi ex-situ

tumbuhan pegunungan tropika kawasan timur Indonesia. Statusnya saat ini adalah

Unit Pelaksana Teknis Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya “Eka Karya” Bali.

2.2.2. Peran LIPI dan Kebun Raya Eka Karya Dalam Eksplorasi Bio-Resources

dan riset tanaman obat.

LIPI dan Kebun Raya Eka Karya Bedugul memiliki keterikatan yang erat

dengan kearifan local masyarakat bali di bidang pengobatan. Masyarakat Bali

mempunyai budaya yang unik dan beragam didasari konsep Trihita Karana. Konsep

Tri Hita Karanaadalah suatu konsepsi yang mengintegrasikan secara selaras tiga

komponen penyebab kesejahteraan dan kebahagian hidup. Ketiga komponen

tersebut yaitu: Hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan

manusia dengan lingkungan.

Kebun raya “Eka Karya” Bali mempunyai tugas pokok yaitu melaksanakan

inventarisasi, eksplorasi, koleksi, pemeliharaan, re-introkduksi, pengembangan,

pendataan, pendokumentasian, pelayanan jasa ilmiah, pemasyarakatan ilmu

pengetahuan di bidang konservasi dan introduksi tumbuhan dataran tinggi kering

yang mempunyai nilai ekonomi untuk dikoleksi dalam bentuk kebun botani(SK

Kepala LIPI No.1019/M/2002). Untuk melaksanakan tugas tersebut di atas Unit

Pelaksana Teknis Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya”Eka Karya” Bali –LIPI

mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. Melakukan inventarisasi berbagai jenis tumbuhan tropika yang berhabitat di

dataran tinggi kering.

2. Membantu melaksanakan eksplorasi jenis-jenis tumbuhan tropika yang

berhabitat di dataran tinggi kering.

3. Melakukan konservasi terhadap tumbuhan tropika yang berhabitat di dataran

tinggi kering yang mempunyai nilai ilmu pengetahuandan potensi ekonomi

dalam rangka melestarikan sumberdaya nabati di bumi Indonesia.

4. Melakukan penelitian tumbuhan terutama dalam bidang biosistematik,

propagasi, re-introkduksi, ekologi dan konservasi.

5. Melakukan jasa ilmiah di bidang arsitektur lansekap pertamanan, ragam

tanaman hias(florikultura) introduksi daya guna flora yang berhabitat di

dataran tinggi kering dan pelayanan jasa untuk menumbuhkan apresiasi

masyarakat terhadap alam lingkungan tropika.

6. Melakukan kerjasama dibidang kebun raya tingkat Nasional dan

Internasional.

7. Melakukan evaluasi hasil inventarisasi flora yang berhabitat di dataran tinggi

kering serta menyusun laporan.

8. Melakukan urusan tata usaha.

Dalam rangka riset sumberdaya hayati dan tanaman obat-obatan LIPI dan

Kebun Raya di Indonesia focus pada kegiatan sebagai berikut:

1. Inventarisasi, kajian ekologi dan etnobotani dalam rakangka pengayaan

koleksi dan pengetahuan tradisional tumbuhan obat di Indonesia.

2. Perbanyakan beberapa jenis tumbuhan obat langka secara vegetative antara

lain bidara upas (Merreia mammosa), sanrego (Lunasia amara), akar kuning

(Coscinium fenestratum), kayu kulim (Scorodocarpus borneonensis), dan

unyur buut (Kadsura scandents).

3. Budidaya tanaman obat tidak langka namun berbahan khusus seperti

Artemisia annua untuk produsi zat artemisin (anti malaria).

4. Pengembangan produk seperti inulis dari tanaman Dahlia.

5. Pengembangan obat herbal sebagai tonik/aprodisiak dari Rennealia spp.

(Rubiaceae) dan Horstebtia scaphyfera (Zingiberaceae)

6. Pemberdayaan masyarakat melalui pemanfaatan lahan marginal di sekitar

kebun raya seperti kebun raya Kuningan dengan menanam jahe merah

sebagai baha baku minuman kesehatan jahe instan.

7. Pengembangan tanaman koleksi berpotensi minyak atsiri seperti

Zanthoxylum, akar wangi (Cymopogon winterianus).

LIPI dalam mengembangkan riset tanaman obat melakukan kerjasama

terkait dengan kegiatan eksplorasi, penelitian potensi manfat, pengembangan

produk,produksi massal, lisensi dengan berbagai kalangan seperti perguruan

tinggi, lembaga penelitian, pelaku industry baik dari dalam maupun luar negeri.

Mitra kerjasama LIPI dari kalangan perguruan tinggi adalah Kyoto University

dan Kassart University. Untuk kalangan swasata dan pelaku industry bekerja

sama dengan PT Kalbe Farma, PT Nano Herbal Indonesia, PT Mustika Ratu.

Hasil riset LIPI yang terkait dengan tanaman obat ada yang telah mencapai

skala komersil dan menghasilkan PNBP namun menghadapi hambatan dalam uji

klinik. Padalah tanaman obat-obatan memiliki nilai ekonomi yang cukup

signifikan. Untuk tahun 2015 diperkirakan nilai penjualan jamu dan produk herbal

berkisar Rp 20 triliun untuk pasar domestic sementara untuk pasar ekspor

mencapai Rp 16 triliun.

Tanaman obat di Indonesia mencapai sekitar 30.000 jenis, 7.500 – 9.600

berpotensi sebagai obat, 8.500 sudah diteliti namun baru 300 spesies yang telah

digunakan sebagai obat tradisional. Data tersebut menunjukkan besarnya

potensi penggunaan bahan herbal sekaligus potensi ekonomi yang

ditimbulkannya melalui pemasaran produk obat-obatan dan kosmetika sangat

besar. Oleh karena itu sangat mendesak untuk dilakukan riset pengembagab

bahan baku obat tradisional secara sistematis dan terintegrasi mulai dari hulu

hingga hilir.

LIPI telah membuat roadmap di bidang penelitian tumbuhan obat dengan tiga

tahapan kegiatan.

Kegiatan riset eksplorasi tumbuhan obat di hutan yang meliputi

inventarisasi, kajian ekologi dan etnobotani.

Kegiatan berikutnya adalah membuat koleksi dan upaya perbanyakan

baik untuk keperluan reintroduksi maupun untuk bahan penelitian

lanjutan dan kegaitan sosial.

Kegiatan lantan adalah riset ke arah produk herbasl dengan

bekerjasama dengan pihak ketiga yang mempunyai sarana prasarna.

Kegitan ini memerlukan waktu hingga 7 (tujuh) tahun untuk

memperoleh produk herbal terstandar. Target dalam renstra 2015 –

2019 antara lain: dua tahun pertama (2015 – 2016) difokuskan untuk

melakukan penguatan ilmiah terhadap efek farmakologi dan identifikasi

senyawa aktif pada Rennellia spp dan Horstentia scaphyfera. Pada

tahun 2017 – 2019 diharapkan sudah berhasil disusun konsep produk

obat herbal tonik berbahan baku Rennellia spp. Dan Horstentia

scaphyfera.

Road Maps 2020 - 2045

2.2.3. Dukungan kelancaran riset di bidang tumbuha obat yang diperlukan LIPI

Ukuran keberhasilan riset tanaman obatan adalah jika hasil riset tersebut

yang berupa obat-obatan berbahan baku tanaman obat atau yang dikenal dengan

obat herbal mampu menembus pasar. Ada beberapa persyaratan yang harus

dipenuhi.

Persyaratan pertama adalah akes, kemudahan akses dalam koleksi

tumbuhan obat di berbagai kawasan hutan sebagai bagian dari tahap kegiatan

konservasi secara umum, tanpa dikenakan administrasi/biaya oleh Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan, karena LIPI sebagai sesama lembaga

pemerintah yang berkewajiban melakukan konservasi dan LIPI bukan lembaga riset

komersil.

Persyaratan kedua adalah perlunya regulasi yang mengatur tentang

kewajiban pengusaha di bidang farmasi, jamu dan minuman kesehatan yang

menggunakan bahan baku tumbuhan obat untuk berkontribusi dalam mendanai

peneltian dasar di bidang tanaman obat, melibatkan LIPI dan atau Kebun Raya

dalam suatu rangkaian kegiatan pengembangan produk herbal.

Persyaratan ketiga adalah regulasi yang mewajibakan perusahaan farmasi,

obat-obatan herbal, dan minuman/makanan kesehatan untuk melakukan kolaborasi

riset komersil di bidang tanama obat-obatan.

Selain regulasi, LIPI membutuhkan prasarana riset terutama laboratorium

kultur jaringan skala besar untuk produksi tanaman obat jenis tertentu. Untuk

menghasilkan produk-produk teregistrasi BPOM, harus memiliki fasilitas Cara

Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) dan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang

Baik (CPOTB), sampai saat ini LIPI tidak memiliki laboratorium tersebut. Untuk itu

perlu dibangun laboratorium sekaligus Technopark terkait industry ganaman obat

herbal dan pengelolaannya. Yang lebih penting adalah Pemeritah harus memberikan

proteksi terhadap obat-obatan herbal berbahan baku sumber daya hayati Indonesia.

2.2.4.Hambatan Riset Tanaman Obat yang dihadapi LIPI

Banyak Peraturan (lebih dari 16 peraturan) yang mengatur riset tanaman

obat, namun Pelaksana Peraturan tidak direncanakan terstruktur seperti:

perlu ada laboratorium yang benar-benar melaksanakannya sehari-hari

sehingga saat ini jika terjadi permasalahan, sulit melakukan solusi

permasalan dengan benar karena factor rendahnya sinergi dan koodinasi.

Penyediaan Bahan Baku Obat (BBO) juga sangat penting untuk mengurangi

import, ini dipecahkan dengan cara antara lain penggunaanteknologi kultur

jaringan tanaman obat perlu mendapatkan perhatian terutama dalam

penyediaan laboratorium kultur jaringan.

BAB III

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

3.1. Kesimpulan

Tim kunjungan spesifik Komisi VII DPR RI memahami permasalahan yang

dihadapi ole LIPI dalam mengembangangkan riset tanaman obat.

Tim kunjungan spesifik Komisi VII DPR RI meminta kepada Komisi VII DPR

RI untuk memperjuangkan kebutuhan LIPI yang terkait dengan regulasi

dengan meminta kepada Pemerintah untuk membuat regulasi yang mengatur

sinergi kegiatan riset lembaga-lembaga pemerintah agar lebih focus dan

menghasilkan hasil riset dasar, riset aplikasi, dan riset industry sehingga

memberi manfaat bagi kemajuan ekonomi Indonesia.

Tim kunjungan spesifik Komisi VII DPR RI akan memperjuangkan kebutuhan

LIPI yang terkait dengan pengadaan laboratorium kultur jaringan yang

mendukung riset tanaman obat melalui kebijakan anggaran tahun 2018 dan

insentif bagi peneliti.

3.2. Rekomendasi

Tim kunjungan spesifik Komisi VII DPR RI merekomendasikan untuk

mengadakan Rapat Kerja Kepala LIPI dan Menteri Lingkungan Hidup dan

Kehutanan RI dengan agenda membahas sinergi kegiatan riset tanaman

obat-obatan.

JAKARTA, 20 Februari 2017

Ketua Tim,

H. GUS IRAWAN PASARIBU, SE, AK, MM, CA