laporan kunjungan kedokteran okupasi

27
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Lata r Belaka ng Sistem kerja yang tidak ergonomik dalam suatu perusahaan sering kali kurang men dapat per hat ian ata u dia ngga p sep ele ole h par a pihak man ajem en ata u pengel ola sumber daya manusia di perusahaan tersebut. Sebagai contoh antara lain adalah pada cara, sikap dan posisi kerja yang tidak benar, fasilitas kerja yang tidak sesuai, dan faktor li ngku ngan ker ja yan g kur ang men duku ng. Hal ini sec ara sad ar ata upun tid ak akan  berpengaruh terhadap produktivitas, efisiensi dan efektivitas pekerja dalam menyelesaikan  pekerjaannya. 1  Risiko yang dapat dialami seorang pekerja antara lain kemungkinan terjadinya  penyakit akibat kerja, yaitu penyakit yang berhubungan dengan kecacatan dan kematian akibat kerja, sehingga diperluk an antis ipasi oleh pihak perusahaa n baik saat prose s kerja maupun lingkungan kerja itu sendiri. Penyediaan fasilitas kerja berupa tempat kerja yang kondusif, alat pelindung diri bagi pekerja dan pelayanan kesehatan kerja harus menjadi  perhatian bagi setiap perusahaan. 2 Populasi tenaga kerja yang mengerjakan pekerjaan dengan posisi duduk dan  berdiri baik pada bidang industri maupun tenaga produksi sangat luas. Salah satunya adal ah pe ke rj aa n pada indust ri ya ng menghas il ka n paka ia n ja di . n dust ri ini memperkerjakan tenaga yang bekerja dengan posisi duduk dan menunduk serta berdiri sec ara ter us! men erus sel ama "aktu ker ja. Sis tem ini secara langsung mau pun tid ak lan gsung aka n mempeng aruhi otot yan g ter lib at dan dapat men yebabka n ganggua n muskuloskeletal dengan keluhan nyeri dan sakit otot bila bergerak dan ditekan. #angguan muskuloskeletal ini terdapat pada $$% operator mesin jahit yang hampir selalu mengalami nyeri pada leher, punggung, punggung ba"ah dan keluhan!keluhan lainnya. & 'alam rangka identif ikasi masala h atau bahaya potens ial, maka dilaku kan Walk  Thro ugh Survey , ya it u suatu survey pada tempat ker ja den gan cara observas i dan  pengumpulan d ata perusahaan atau tempat kerja yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan kerja, yang pada kesempatan ini dilakukan di P(. ) yang merupakan suatu  perusahaan garmen. 1

Upload: yudha-savestila

Post on 10-Oct-2015

267 views

Category:

Documents


48 download

DESCRIPTION

nb

TRANSCRIPT

LAPORAN KUNJUNGAN KEDOKTERAN OKUPASI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem kerja yang tidak ergonomik dalam suatu perusahaan sering kali kurang mendapat perhatian atau dianggap sepele oleh para pihak manajemen atau pengelola sumber daya manusia di perusahaan tersebut. Sebagai contoh antara lain adalah pada cara, sikap dan posisi kerja yang tidak benar, fasilitas kerja yang tidak sesuai, dan faktor lingkungan kerja yang kurang mendukung. Hal ini secara sadar ataupun tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas, efisiensi dan efektivitas pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya.1

Risiko yang dapat dialami seorang pekerja antara lain kemungkinan terjadinya penyakit akibat kerja, yaitu penyakit yang berhubungan dengan kecacatan dan kematian akibat kerja, sehingga diperlukan antisipasi oleh pihak perusahaan baik saat proses kerja maupun lingkungan kerja itu sendiri. Penyediaan fasilitas kerja berupa tempat kerja yang kondusif, alat pelindung diri bagi pekerja dan pelayanan kesehatan kerja harus menjadi perhatian bagi setiap perusahaan.2Populasi tenaga kerja yang mengerjakan pekerjaan dengan posisi duduk dan berdiri baik pada bidang industri maupun tenaga produksi sangat luas. Salah satunya adalah pekerjaan pada industri yang menghasilkan pakaian jadi. Industri ini memperkerjakan tenaga yang bekerja dengan posisi duduk dan menunduk serta berdiri secara terus-menerus selama waktu kerja. Sistem ini secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi otot yang terlibat dan dapat menyebabkan gangguan muskuloskeletal dengan keluhan nyeri dan sakit otot bila bergerak dan ditekan. Gangguan muskuloskeletal ini terdapat pada 66% operator mesin jahit yang hampir selalu mengalami nyeri pada leher, punggung, punggung bawah dan keluhan-keluhan lainnya.3Dalam rangka identifikasi masalah atau bahaya potensial, maka dilakukan Walk Through Survey, yaitu suatu survey pada tempat kerja dengan cara observasi dan pengumpulan data perusahaan atau tempat kerja yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan kerja, yang pada kesempatan ini dilakukan di PT. B yang merupakan suatu perusahaan garmen.

Bahaya potensial yang dapat menjadi perhatian adalah berbagai jenis bahaya potensial seperti bahaya fisik, biologis, kimia, psikis dan mekanik, serta sumbangan bahaya potensial dari bidang ergonomi seperti posisi tubuh pekerja saat bekerja dan sebagainya.4 Dengan melakukan Walk Through Survey ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi peningkatan kualitas program kesehatan dan keselamatan kerja pada perusahaan konveksi PT. B

.1.2.Permasalahan

Belum diketahuinya bahaya kesehatan potensial yang terdapat pada perusahaan konveksi PT. B.

Tujuan Umum

Meningkatkannya usaha kesehatan dan keselamatan kerja di sektor industri pabrik garmen.

Tujuan Khusus

1. Teridentifikasinya faktor-faktor resiko terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja pada setiap simpul alur produksi di perusahaan konveksi PT. B.

2. Teridentifikasinya gangguan kesehatan yang diakibatkan posisi bekerja duduk dan berdiri.

3. Diketahuinya upaya perbaikan dan pencegahan yang telah dilakukan di perusahaan konveksi PT. B.

4. Tersusunnya rekomendasi Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) untuk pengendalian faktor resiko ditempat kerja dan pencegahan penyakit akibat kerja.

Manfaat

1.5.1. Bagi Instansi Pendidikan

Mempunyai lulusan dokter yang berkualitas dan memilki wawasan tentang materi Kedokteran Okupasi, terutama dalam pelaksanaan Plant Survey dan penerapannya dalam pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

1.5.2. Bagi Perusahaan

1. Tercapainya derajat kesehatan bagi para pekerja yang setinggi-tingginya.

2. Memberikan sarana dalam pelayanan kesehatan dan keselamatan bagi pekerja.

3. Memelihara dan meningkatkan kesehatan kerja bagi pekerja didalam pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan bagi pekerja.

4. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan para pekerja yang diakibatkan oleh keadaan atau kondisi lingkungan tempat kerja.

5. Ditingkatkannya produksi, efisiensi dan produktivitas kerja dengan terus memacu pertumbuhan ekonomi.

6. Tersusunnya bahan pertimbangan bagi perusahaan untuk perbaikan keadaan lingkungan kerja untuk mencegah timbulnya gangguan akibat kerja.

BAB II

HASIL PENGAMATAN2.1. Data Umum Perusahaan

2.1.1.Nama perusahaan: PT. B

2.1.2.Alamat perusahaan: Jl. Pulo Buaran II Blok Q No. 1 Kawasan Industri

Pulo Gadung.

Jakarta 13920, Indonesia

2.1.3. Profil Perusahaan :

Pada tanggal 16 Oktober 1989 berdiri PT. Mitracorp Pacific Nusantara, yang merupakan Head Office dari beberapa anak perusahaan, diantaranya adalah PT Bina Busana Internusa dan PT Kharismitra Sukses. PT Bina Busana Internusa berdiri pada tanggal 10 November 1989, yang memproduksi kemeja Valino dan produksi garment lainnya. PT Kharismitra Sukses berdiri pada tanggal 06 April 1990 bergerak sebagai Marketing dan Distributor kemeja Valino.

Pada tanggal 02 Januari 1997 PT Bina Busana Internusa dan PT Kharismitra Sukses digabungkan menjadi PT. B Pada saat ini PT B berdiri di dua lokasi, yaitu: PT.B I di Kawasan Berikat Nusantara, Cakung Cilincing dan PT.B II di Kawasan Industri Pulo Gadung.

2.1.4. Kapasitas Produksi

PT B II memproduksi kemeja Valino, Harry Martin, Christian Kent, Visuto, Sierra Morena, Compagnon dan Bergamo. Kemudian didistribusikan ke Departement Store yang ada di seluruh Indonesia. Untuk sementara ini Counter Valino memiliki 133 outlet, Harry Martin 154 outlet, Christian Kent 17 outlet, VisSuto 12 outlet, Sierra Morena 59 outlet, Compagnon 30 outlet dan Bergamo 8 outlet. Dengan kapasitas produksi mempunyai 8 line serta dapat memproduksi sekitar 840.000 pcs per tahun.

2.1.5.Jumlah Tenaga Kerja

PT B II, mempekerjakan pegawai sebanyak 582 orang untuk bagian produksi, 601 orang bagian marketing dan 61 orang untuk tenaga administrasi.

2.1.6 Waktu Kerja

Para pekerja bekerja lima hari selama seminggu dengan jam kerja mulai dari pukul 08.00-16.00 WIB dan waktu istirahat pukul 12.15-13.00 WIB. Pada hari Sabtu, pegawai libur, tetapi bila pesanan produksi banyak, maka pegawai bekerja setengah hari dari pukul 08.00-13.00 WIB.

2.1.7Profil Bangunan Perusahaan

Bangunan pabrik merupakan bangunan permanen yang berdiri diatas tanah seluas 1.680 m yang terdiri dari dua lantai:

Lantai satu

Luas bangunan 40 X 35 m dengan dinding terbuat dari tembok, atap terbuat dari asbes dan lantai dari keramik. Terdiri dari 1 ruang kantor administrasi, 1 ruang showroom, 1 gudang, 1 ruang produksi, 4 kamar mandi, dan 1 mushola.

Lantai dua

Luas bangunan seluas 40 X 35 m dengan dinding terbuat dari tembok dengan atap terbuat dari asbes dan lantai dari keramik. Terdiri dari 1 ruang produksi, 4 kamar mandi, 1 mushola, 1 poliklinik, 1 ruang kontrol mesin, 1 ruang pengawasan dan 1 lift barang,

2.1.8. Kesejahteraan Pekerja

Pekerjaan yang dilakukan tidak memerlukan pendidikan yang tinggi (umumnya pegawai yang bertugas di ruang pabrik adalah lulusan SMP-SMA) dan harus memiliki keahlian dalam menjahit, kecuali bagi staf perusahaan yang berpendidikan D1, D3 dan S1.

Sistem gaji pegawai disesuaikan dengan Upah Minimal Regional (UMR) setempat yaitu sebesar Rp 700.000,- per bulan.

Perusahaan menyediakan katering setiap hari untuk para pekerjanya, untuk satu kali makan pada saat istirahat. Komposisi makanan yang diberikan berupa nasi, sayur, lauk-pauk (telur/ ikan/ daging), buah (pisang/ jeruk/ pepaya) perporsi. Air minum disediakan pada setiap bagian produksi.

Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja Perusahaan (K3)

Pada perusahaan ini sangat sedikit sekali informasi yang kami dapatkan mengenai K3. Begitu pula data mengenai P2K3 dalam perusahaan ini tidak kami dapatkan sehingga kami tidak dapat menjelaskan mengenai organisasi dan departemen yang menangani keselamatan para pekerja.

Sebagai perusahaan sektor formal, program kesehatan kerja dilaksanakan dengan melakukan dua macam pemeriksaan kesehatan, yaitu pada saat penerimaan pekerja, dan saat pekerja sakit. Saat pekerja sakit, terlebih dahulu ditangani oleh tenaga paramedis yang ada di perusahaan tetapi jika terdapat masalah yang serius atau memerlukan tindakan lebih lanjut maka pekerja tersebut akan dirujuk ke Rumah Sakit rujukan yang bekerja sama dengan perusahaan. Pekerja yang sakit akan mendapatkan fasilitas penuh dalam hal pembiayaan pengobatan karena semua pengobatan di tanggung sepenuhnya oleh pihak perusahaan ini meliputi pelayanan rawat jalan dan pelayanan rawat inap.

Pelayanan kesehatan kerja yang ada pada perusahaan ini yaitu adanya poliklinik dengan fasilitas P3K yang di tangani oleh seorang perawat. Perawat datang tiga kali dalam seminggu dan bekerja mulai pukul 08.00-16.00 WIB. Perawat memberikan pertolongan pertama dan pengobatan terhadap kecelakaan atau penyakit akibat kerja maupun yang bukan akibat kerja. Apabila terdapat pekerja yang memerlukan perawatan dan pengobatan lebih lanjut maka akan dirujuk ke Rumah Sakit rujukan yang bekerja sama dengan perusahaan antara lain RS. Persahabatan, RS. Saint Carolus, dan RS. Jayakarta. Biaya pengobatan rawat inap maupun rawat jalan di tanggung sepenuhnya oleh perusahaan.

Perusahaan ini juga mengikutsertakan pekerjanya dalam program JAMSOSTEK. Program ini meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Kematian. Pada Jaminan Kecelakaan Kerja, pekerja mendapatkan penggantian biaya jika mendapat kecelakaan pada saat bekerja, dan besarnya iuran dibayar sepenuhnya oleh perusahaan. Jaminan Hari Tua diberikan pada pekerja yang telah mencapai usia 55 tahun dan akan mendapatkan santunan selama dia bekerja sampai usia yang telah disepakati oleh pekerja tetapi pekerja harus mengurus sendiri ke perusahaan Jamsostek untuk mendapatkan santunan hari tuanya, besarnya iuran dibayar bersama oleh pihak perusahaan dan pekerja. Jaminan kematian diperuntukkan untuk keluarga yang di tinggalkan pekerja yang meninggal karena kecelakaan kerja atau penyakit yang di deritanya besarnya iuran di tanggung seluruhnya oleh perusahaan.

Poster-poster yang menunjang atau yang berisi tentang peringatan keselamatan kerja tidak ada. Namun ada beberapa tulisan peringatan di setiap bagian produksi yang mengharuskan para pekerja menggunakan alat pelindung diri, seperti diharuskannya penggunaan masker pada waktu bekerja. Pemakaian alat-alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan dan penutup kepala disediakan oleh perusahaan tetapi tidak semua pekerja memakai masker, sarung tangan dan penutup kepala walaupun telah diberikan oleh pihak perusahaan.

Untuk pemeliharaan dan peningkatan gizi pekerja, perusahaan menyediakan makanan yang di pesan melalui katering, dimana pekerja setiap hari mendapat makanan berupa nasi, sayur, lauk-pauk (daging/ ikan/ telur) dan buah-buahan (jeruk/ pisang/ pepaya). Makanan setiap hari bervariasi dalam menunya.

2.2. Alur Produksi

a. Ruang produksi lantai 1 :

Gudang

Spreading (menggambar pola)

Cutting (pemotongan)

Numbering (Pemberian kode ukuran)

Pound (Pencetakan manset / kerah)

Bundle (Pengikatan)

Interlining (Penempelan)

Pressing

Ruang produksi lantai 2

b. Ruang produksi lantai 2 :

Ruang produksi lantai 1

Sewing

Finishing

Penjualan

Keterangan bagan:

Ruang Produksi Lantai 1

1. Bahan baku yang datang dari gudang berupa kain sesuai dengan corak dan bahan kain yang diinginkan.

2. Bahan kain kemudian digelar dan diukur kemudian digambar sesuai dengan pola dengan menggunakan kertas karbon hitam.

3. Kain dipotong sesuai dengan gambar pola.

4. Kain yang sudah dipotong kemudian diberi nomor sesuai dengan ukuran dan model pakaian yang dibuat.

5. Kain yang sudah tergambar pola dikumpulkan sesuai dengan nomor ukuran pakaian.

6. Pada pembuatan kerah agar terlihat kaku, kerah dibuat berlapis dan untuk merekatkan lapisan kerah digunakan solder dan setrika.

7. Setelah tiap lapisan kerah direkatkan dengan solder dan setrika, sebagai tahap akhir agar kerah lebih kuat kerah dipress.

8. Masing-masing kain yang sudah berbentuk bagian-bagian pakaian, seperti kerah, dikirim ke ruang produksi lantai 2.

Ruang Produksi Lantai 2

1. Potongan bagian-bagian pakaian dari lantai satu kemudian dijahit dan diobras.

2. Setelah semua bagian pola dijahit kemudian dipasang kancing atau asesoris pakaian yang diinginkan.

3. Setelah menjadi pakaian kemudian diseterika.

4. Pakaian yang telah diseterika lalu dilipat, di dalamnya dimasukkan karton dan dijepit supaya terlihat rapih.

5. Pakaian lalu dikumpulkan ke dalam kantung plastik, dikumpulkan ke dalam satu kardus dan siap dipasarkan.

2.3. Sanitasi Umum

Kebersihan lingkungan pabrik cukup terpelihara. Ruang produksi dibersihkan setiap selesai jam kerja. Sampah-sampah hasil sisa produksi yang tidak terpakai ditampung di penampungan besar kemudian dibuang ke tempat sampah yang berada di belakang pabrik yang akan diambil setiap pagi oleh petugas kebersihan.

Pada setiap ruang produksi terdapat sirkulasi udara. Pada lantai satu hanya terdapat 6 buah exhaust fan, 10 buah kipas angin yang beberapa buah tidak berfungsi, 3 buah pintu dalam keadaan terbuka dan 3 celah udara yang masing-masing berukuran 1 X 0,5 m2. Pada lantai dua terdapat 15 buah kipas angin, 6 buah exhaust fan, 2 buah pintu dalam keadaan terbuka dan celah udara sepanjang atap bangunan dengan ukuran 1 X 40 m2.

Pencahayaan pada ruang produksi mengandalkan cahaya lampu neon dengan jumlah 150 buah dengan kekuatan 40 Watt. Di lantai satu, ada beberapa lampu yang tidak berfungsi sehingga cahaya kurang terang.

Pada masing-masing lantai terdapat dua kamar mandi. Pada setiap kamar mandi terdapat sekat dan terdapat beberapa toilet. Sumber air berasal dari PAM. Sumber air tidak digunakan untuk proses produksi, hanya digunakan untuk kebutuhan kamar mandi, dapur perusahaan dan penyiraman tanaman.

Sumber air minum berasal dari air PAM yang telah disaring dan dimasak hingga mendidih. Pada masing-masing lantai air minum yang disediakan sebanyak 650 liter setiap hari.

Untuk peningkatan dan pemeliharaan gizi pekerja, perusahaan menyediakan makanan yang dipesan melalui katering, dimana pekerja setiap hari mendapat makanan berupa nasi, sayur, lauk pauk (daging/ikan/telur) dan buah-buahan (jeruk/pisang/pepaya). Makanan setiap hari bervariasi dalam menunya.

2.4. Identifikasi Bahaya Potensial Berdasarkan Alur Produksi

a. Gudang

1. Faktor fisik

Ruangan yang panas akibat ventilasi yang kurang, lembab dan berdebu.

2. Faktor kimia

Ditemukan uap formaldehide, dan debu kapas

3. Faktor ergonomis

Pekerja mengangkat dan mendorong gulungan kain, ada kemungkinan tersandung, lengan terkilir, punggung sakit, dan tertimpa kain.

4. Faktor mekanik

Tumpukan gulungan kain dapat menimpa dan menjadi sandungan bagi para pekerja

5. Faktor psikis

Pekerjaan yang monoton dapat menimbulkan rasa bosan dan jenuh.

b. Ruang produksi lantai 1

1. Faktor fisik

Ruangan yang cukup panas dan pengap karena ventilasi yang kurang terutama dirasakan dibagian pressing.

Suara mesin yang digerakkan oleh tenaga listrik, bekerja untuk memotong kain pada bagian cutting dapat menimbulkan kebisingan dan getaran

Penerangan dilantai I kurang karena beberapa lampu ada yang tidak berfungsi.

Debu dan serat dari pakaian

2. Faktor kimia

Kertas karbon yang digunakan untuk membuat pola dapat menyebabkan tangan menjadi kotor dan sulit dibersihkan.

Bahan baku kain serta sampah produksi berupa potongan kain menyebabkan ruangan penuh dengan debu serat kain.

Uap formaldehide.

3. Faktor ergonomi

Pada saat memotong dan menggunting kain, mencetak dan menempelkan kerah denga cara menyolder, menyeterika dan melakukan pressing, para pekerja bekerja dengan posisi berdiri dan membungkuk selama 8 jam kecuali dalam keadaan hamil diperbolehkan duduk. Pada saat menjahit dan numbering, pekerja bekerja dengan posisi duduk tanpa ada sandaran pada tempat duduknya. Keadaan ini dapat menimbulkan kelelahan pada pekerja.

Pada bagian numbering pekerja bekerja dalam keadaan duduk dikursi setinggi kurang lebih 50 cm tanpa sandaran dan ketinggian meja kurang lebih 100 cm.

4. Faktor psikis

Pekerjaan yang monoton dapat menimbulkan stress dan rasa bosan, begitu pula bila salah dalam menentukan ukuran, salah memotong pola, salah menentukan ukuran dan kode pakaian, juga bila salah mencetak kerah baju. Pada bagian interlining, stress ditimbulkan karena adanya bahaya luka bakar dan pekerjaan yang monoton. Ruangan kerja yang panas membuat pekerja tidak nyaman.

5. Faktor mekanik

Pada bagian spreading digunakan paku dengan posisi terbalik untuk menahan posisi kain. Keadaan tersebut membuat pekerja rentan tertusuk paku.

Pada saat pemotongan kain dengan mesin potong, pekerja berisiko terluka oleh mesin potong.

Pada saat pembuatan kerah, dangan menggunakan setrika dan solder, pekerja rentan terluka akibat panas dari alat-alat tersebut.

c. Ruang produksi lantai 2

1. Faktor fisik

Ruangan yang cukup panas dan pengap karena ventilasi yang kurang, keadaan panas ini terutama dirasakan dibagian ironing. Suara mesin yang terus-menerus bekerja sehingga menimbulkan kebisingan di ruangan (tidak ada data mengenai ambang batas kebisingan di pabrik)

2. Faktor kimia

Bahan baku berupa kain dengan serat-seratnya saat menjahit dan mengobras menyebabkan ruangan menjadi penuh debu.

Penggunaan xylene atau thiner untuk menghilangkan noda pada kain, dapat menimbulkan bau yang menyengant dan dapat mengiritasi kulit.

3. Faktor ergonomi

Pada saat menjahit dan mengobras, pekerja duduk tanpa ada sandaran dan alas duduk pada kursinya.

Pada saat menyeterika, melipat dan mengepak pakaian yang sudah jadi, pekerja bekerja dalam keadan berdiri dan sedikit membungkuk.

4. Faktor psikis

Pekerjaan yang monoton dapat menimbulkan stress dan rasa bosan.

5. Faktor mekanik

Pekerjaan menjahit yang terus-menerus selama 8 jam berisiko tertusuk jarum.

Pada bagian ironing, pekerja berisiko terkena panas setrika.Secara sistematis, tertera pada lampiran tabel I.2.5. Alasan pemilihan topik pembahasan

Salah satu bahaya kesehatan potensial di perusahaan konveksi PT. B adalah kondisi ergonominya, yaitu posisi duduk dan berdiri. Di mana sebnyak 502 pekerjanya yang berada pada bagian produksi terpajan oleh sikap bekerja duduk dan berdiri, yaitu:

Di lantai 1: Pada bagian pemotongan dan pengguntingan kain, pencetakan dan penempelan kerah dengan cara menyolder, menyeterika dan melakukan pressing, para pekerja bekerja dengan posisi berdiri dan membungkuk selama 8 jam kecuali dalam keadaan hamil diperbolehkan duduk. Pada bagian penjahitan dan numbering, pekerja bekerja dengan posisi duduk tanpa ada sandaran pada tempat duduknya. Keadaan ini dapat menimbulkan kelelahan pada pekerja.

Sementara di lantai 2: Pada bagian penjahitan dan pengobrasan, pekerja duduk tanpa ada sandaran dan alas duduk pada kursinya. Sedangkan pada bagian penyeterikaan dan pengepakan pakaian yang sudah jadi, pekerja bekerja dalam keadaan berdiri dan sedikit membungkuk. Semua sikap dan posisi kerja tersebut dilakukan secara terus-menerus sehingga didapatkan keluhan-keluhan sakit pinggang dan mudah lelah, yang dapat berdampak buruk terhadap kinerja perusahaan.

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA3.1Definisi

Kata Ergonomi berasal dari bahasa Yunani : ERGOS yang berarti bekerja dan NOMOS yang berarti hukum alam. Secara singkat, ergonomi bermakna sebagai ilmu yang meneliti tentang kajian antara manusia dengan lingkungan kerjanya, yaitu sistem kerja yang meliputi keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan kerja, metode kerja, serta pengaturan kerja baik perorangan maupun kelompok sebagai pelaksana kerja dalam mencapai kesehatan, keselamatan, kenyamanan dan kondisi lingkungan kerja yang efisien.1,4

3.2. Ergonomi dalam Etos kerja

Ergonomi selalu terkait dengan sistem kerja, karena dalam suatu sistem kerja hampir pasti terdapat komponen manusia. Ergonomi mempelajari aspek anatomi (struktur tubuh), fisiologi (kerja dari alat-alat tubuh), aspek psikologis dari manusia dalam lingkungan kerja dengan memperhatikan optimasi, efisiensi, keselamatan dan kenyamanan kerja manusia di lingkungan kerja.2,4Dengan pendekatan ergonomi diharapkan sistem produksi dapat dirancang untuk melaksanakan kegiatan kerja (proses transformasi input menjadi output) yang bernilai tambah dengan didukung oleh keserasian hubungan antara manusia dengan sistim kerja yang dikendalikan. Sistem produksi ini adalah suatu sistem kerja yang melibatkan komponen-komponen kerja seperti : mesin atau peralatan, material, metode kerja, manusia sebagai pekerja, dan lingkungan fisik kerja. Berkaitan dengan perancangan sistem produksi, komponen-komponen sistem produksi yang perlu mendapat perhatian aspek-aspek ergonomisnya adalah :1

Sikap Kerja.5Aspek-aspek ergonomi yang harus dipertimbangkan adalah posisi atau sikap tubuh pada saat bekerja. Sikap kerja yang fisiologis sebagai berikut :

a. Cara kerja pada posisi duduk

Pada prinsipnya duduk harus sama dengan sikap duduk yang ergonomis, sebaliknya perlu diperhatikan bahwa otot bahu harus dalam keadaan minimal dan tidak menahan sehingga otot bahu dan leher bagian belakang atau otot tengkuk tidak dalam keadaan berkontraksi karena selama atau setelah bekerja otot tengkuk belakang dan gelang bahu akan dirasakan tegang atau keras.

b.Cara kerja pada posisi berdiri

Pada posisi berdiri yang banyak menggunakan tangan. Untuk kegiatan yang halus memerlukan ketelitian dan ketepatan yang tinggi, siku dapat diletakkan pada tempat kerja setinggi 0 - 5 cm diatas posisi siku normal, sedangkan kegiatan yang memerlukan tenaga lebih banyak makan tempat kerja setinggi 10 15 cm dibawah siku pada posisi normal. Untuk kegiatan yang memerlukan tenaga yang kuat maka tempat kerja diletakkan 10 -15 cm dibawah siku normal, badan sedikit bungkuk sehingga berat dapat menambah beban tekanan. Dengan demikain posisi cara kerja fisiologis ini akan mengatur ketepatan penggunaan tenaga sesuai dengan kebutuhan, sehingga tercapai efisiensi tenaga.

c. Cara kerja pada posisi badan berdiri dan bungkuk kedepan

Pada posisi ini berat badan harus tetap jauh pada daerah wilayah antara sendi lutut dan sendi paha. Tujuannya adalah agar pusat gravitasi berat badan tetap pada wilayah kerja mekanik yang ringan dan aman bagi badan atau kardiovaskular sehingga terhindar dari cidera tulang belakang.

Lingkungan kerja.

Menurut Tan Djui & Setiasi lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada di sekitar karyawan dan dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas (dikutip dari Ergonomi dan Produktivitas.Seminar Nasional Ergonomi oleh Beni Lianto)

Sedangkan menurut Amrita (2000) kondisi dan lingkungan kerja adalah semua faktor atau hal ditempat kerja yang bisa menimbulkan akibat kepada tenaga kerja . Menurut Nitisemito (1983) faktor-faktor yang termasuk dalam suatu lingkungan kerja antara lain: penerangan, kebisingan, pewarnaan, kebersihan, musik dan sirkulasi udara.

3.3. Prinsip Ergonomi.6

Di bawah ini dikemukakan beberapa prinsip ergonomi sebagai pegangan :

1. Sikap tubuh dalam pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran dan penempatan mesin-mesin , penempatan alat-alat petunjuk, cara-cara harus melayani mesin (macam gerak, arah dan kekuatan).

2. Untuk normalisasi ukuran mesin dan alat-alat industri, harus diambil ukuran terbesar sebagai dasar serta diatur dengan suatu cara sehingga ukuran tersebut dapat dikecilkan dan dapat dilayani oleh tanaga kerja yang lebih kecil.

3. Ukuran-ukuran antropometri terpenting seperti dasar ukuran dan penempatan alat-alat industi :

Berdiri : a. tinggi badan berdiri

b. tinggi bahu

c. tinggi siku

d. tinggi pinggul

e. panjang lengan

Duduk : a. tinggi duduk

b. panjang lengan atas

c. panjang lengan bawah dan tangan

4. Ukuran-ukuran kerja

a. Pada pekerjaan tangan yang dilakukan berdiri, tingggi kerja sebaiknya 5-10 cm dibawah tinggi siku

b. Apabila bekerja berdiri dengan pekerjaaan diatas meja dan jika dataran tinggi siku disebut O maka hendak nya dataran kerja :

Untuk pekerjaan memerlukan ketelitian 0 + ( 5-10 ) cm.

Untuk pekerjaan ringan0 ( 5-10) cm.

Untuk bekerja berat, atau perlu mengangkat barang berat, yang memerlukan otot punggung 0 (10-20) cm

5. Dari sudut otot, sikap duduk yang paling baik adalah sedikit membungkuk. Sedangkan dari sudut tulang, dinasehatkan duduk tegak yang diselingi istirahat sedikit membungkuk.

6. Tempat duduk yang baik memenuhi syarat-syarat sebagai berikut

Tinggi dataran duduk yang dapat diatur dengan papan kaki yang sesuai dengan tinggi lutut, sedangkan paha dalam keadaan datar.

Papan tolak punggung yang tingginya dapat diatur dan menekan pada punggung.

Lebar papan duduk tidak kurang dari 35 cm.

7. Pekerjaan berdiri sedapat mungkin dirubah menjadi pekerjaan duduk. Jika tidak memungkinkan kepada pekerja diberi kesempatan duduk untuk beberapa saat.

8. Ruang gerak lengan ditentukan oleh punggung lengan seluruhnya dan lengan bawah. Pegangan-pegangan harus diletakkan didaerah tersebut, lebih-lebih bila sikap tubuh tidak berubah.

9. Macam gerakan yang kontinu dan berirama lebih diutamakan. Gerakan keatas harus dihindarkan berilah papan penyokong pada sikap lengan yang melelahkan.

10. Kemampuan seorang bekerja seharinya adalah 8 sampai 10 jam, lebih dari itu efisiensi dan kwalitas kerja sangat menurun.

11. Waktu istirahat didasarkan kepada keperluan pertimbangan ergonomi.

12. Kondisi mental psikologis dipertahankan dengan adanya premi perangsang motivasi, iklim kerja, dll.

13. Beban tambahan akibat lingkungan sebaiknya ditekan sekecil-kecilnya.

14. Daya penglihatan dipelihara dengan penerangan yang baik.

3.4. Pengaruh posisi kerja terhadap kesehatan.7A. Posisi duduk

Duduk lama dengan posisi yang salah akan menyebabkan otot-otot pinggang menjadi tegang dan dapat merusak jaringan lunak sekitarnya. Dan, bila ini berlanjut terus, akan menyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang mengakibatkan hernia nukleus pulposus. Bila tekanan pada bantalan saraf pada orang yang berdiri dianggap 100 persen, maka orang yang duduk tegak dapat menyebabkan tekanan pada bantalan saraf tersebut sebesar 140 persen. Tekanan ini menjadi lebih besar lagi 190 persen bila ia duduk dengan badan membungkuk ke depan. Namun, orang yang duduk tegak lebih cepat letih karena otot-otot punggungnya lebih tegang. Sementara orang yang duduk membungkuk kerja otot lebih ringan, namun tekanan pada bantalan saraf lebih besar.

Bila merasakan nyeri pinggang bawah, hal pertama yang perlu dilakukan adalah berdiri. Berelaksasi setiap 20-30 menit sangat penting untuk mencegah ketegangan otot. Berdiri dan meluruskan pinggang bawah beberapa kali sangat menolong. Jalan-jalan satu jam sekali juga sangat menolong mengurangi ketegangan otot.

Hal-hal yang harus dihindari selama duduk supaya tidak terjadi nyeri pinggang bawah antara lain jangan duduk pada kursi yang terlalu tinggi, duduk dengan membengkokkan pinggang, atau duduk tanpa sandaran di pinggang bawah (pendukung lumbal). Selain itu, selama duduk perlu menghindari duduk dengan mencondongkan kepala ke depan karena dapat menyebabkan gangguan pada leher, duduk dengan lengan terangkat karena dapat menyebabkan nyeri pada bahu dan leher, serta duduk tanpa sokongan lengan bawah karena dapat menyebabkan nyeri pada bahu dan pinggang.

Posisi duduk yang benar adalah:(Sebaiknya duduk dengan punggung lurus dan bahu berada di belakang serta bokong menyentuh belakang kursi.

( Seluruh lengkung tulang belakang harus terdapat selama duduk. Caranya, duduklah di ujung kursi dan bungkukkan badan seolah terbentuk huruf C. Setelah itu, tegakkan badan buatlah lengkungan tubuh sebisa mungkin. Tahan untuk beberapa detik kemudian lepaskan posisi tersebut secara ringan (sekitar 10 derajat). Posisi duduk seperti inilah yang terbaik.

(Duduklah dengan lutut tetap setinggi atau sedikit lebih tinggi panggul (gunakan penyangga kaki bila perlu) dan sebaiknya kedua tungkai tidak saling menyilang. Jaga agar kedua kaki tidak menggantung. Hindari duduk dengan posisi yang sama lebih dari 20-30 menit.

( Selama duduk, istirahatkan siku dan lengan pada kursi atau meja, jaga bahu tetap rileks. Bila duduk dengan kursi beroda dan berputar, jangan memutarkan pinggang selama duduk, sebaiknya putarkan seluruh tubuh. Bila berdiri dari posisi duduk, usahakan berdiri dengan meluruskan kedua tungkai. Hindari membungkukkan badan ke depan pinggang, segera luruskan punggung dengan melakukan 10 kali gerakan membungkukkan badan selama berdiri.

Selain tindakan pencegahan tersebut di atas, yang terpenting adalah perlu adanya program kegiatan olahraga senam untuk mengurangi maupun mencegah nyeri pinggang bawah pada setiap pekerja sebelum memulai hari kerjanya. Di samping itu, hal penting lain yang tidak boleh dilupakan adalah desain kursi yang ergonomis.

B. Posisi berdiri

Posisi berdiri yang terus-menerus atau terlalu lama akan menyebabkan ketegangan otot seperti halnya pada posisi duduk yang tidak tepat yang terlalu lama. Ketegangan otot yang terjadi dapat menimbulkan keluhan-keluhan seperti nyeri pada kaki (otot, persendian), nyeri punggung karena lama-kelamaan dalam posisi berdiri yang lama, badan akan lebih condong kedepan (membungkuk) yang mana hal ini membatasi masuknya oksigen dan secara cepat meningkatkan tingkat kelelahan otot yang terjadi.3.5. Perudang-undangan dalam keselamatan kerja.7

Ketentuan ketentuan pokok mengenai tenaga kerja secara tegas dijelaskan dalam Undang-Undang No.14 tahun 1969. Beberapa pasal yang dapat menjadi acuan pokok keselamatan kerja tersebut antara lain pasal 9 yang menyatakan bahwa tiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatannya. Sedangkan dalam Undang-Undang Keselamatan Kerja No.1 tahun 1970, antara lain dikemukakan mengenai syarat-syarat keselamatan kerja (pasal 3 dan 4), yang mencakup perihal keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerja. Sementera masih berkenaan dengan syarat keselamatan kerja juga dijelaskan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 7 tahun 1964, antara lain seperti pada pasal 9 yang menyatakan bahwa semua pekerja yang duduk harus diberi tempat duduk yang memiliki penyangga punggung dan semua pekerja yang berdiri harus diberi fasilitas tempat duduk agar mereka dapat sesekali melemaskan otot-otot kakinya yang tegang.

BAB IV

PEMBAHASAN

Sikap kerja yang kami amati dari para pekerja di bagian proses pembuatan pola, pengguntingan kain, pencetakan dan penyetrikaan terdiri dari :

1. Punggung (back) :

lurus ke depan/belakang

bungkuk ke depan/belakang

memutar/bengkok ke samping

bengkok dan memutar atau bengkok ke depan dan menyamping.

2. Lengan (arms): kedua lengan berada di bawah bahu

3. Kaki (legs): berdiri dengan kedua kaki

Sikap kerja yang kami amati dari para pekerja di bagian proses penjahitan, pengobrasan dan numbering terdiri dari :

1. Punggung (back):

lurus ke depan/belakang tanpa sandaran

bungkuk ke depan/belakang

memutar/bengkok ke samping

bengkok dan memutar atau bengkok ke depan dan menyamping

beban tubuh bertumpu pada tulang ekor tanpa bantalan

2. Lengan (arms):

kedua lengan berada di bawah bahu

kedua lengan berada pada pakaian yang dijahit mengikuti gerakan mesin

siku tidak bertumpu, tumpuan dimulai dari 2/3 lengan bawah

3. Kaki (legs):

pekerja duduk dengan kaki kanan pada pedal penggerak mesin (Bagian penjahitan dan pengobrasan)

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, ditemukan beberapa bahaya potensial dalam proses produksi di PT B II, salah satunya adalah faktor ergonomi. Faktor ergonomi yang dimaksud yaitu sikap pekerja pada bagian bagian pembuatan pola, pemotongan dan pengguntingan kain, pencetakan, penyeterikaan dan pengepakan pakaian yang bekerja dengan posisi berdiri dan pada bagian penjahitan, pengobrasan dan numbering dan penjahitan yang bekerja dengan posisi duduk tanpa sandaran kursi dan alas kursi.

Para pekerja di bagian pembuatan pola dan pengguntingan kain, pencetakan penyeterikaan dan pengepakan pakaian bekerja dengan posisi berdiri dan membungkuk selama 8 jam (kecuali dalam keadaan hamil diperbolehkan duduk), sedangkan pada bagian penjahitan, pengobrasan dan numbering, pekerja bekerja dengan posisi duduk tanpa ada sandaran pada tempat duduknya. Keadaan duduk dan berdiri ini untuk jangka waktu yang sangat lama dapat menimbulkan kelelahan pada pekerja sehingga menyebabkan kelelahan yang sangat. Pada kenyataannya tubuh memerlukan waktu istirahat untuk memulihkan diri dan menetralkan asam laktat yang terkumpul akibat kontraksi otot yang berlangsung tanpa henti. Otot yang mendukung tulang belakang, misalnya, melakukan pekerjaan tanpa henti dengan tidak adanya penyangga punggung dan oleh karena itu akan terasa pegal. Sebagai tambahan, tanpa penyangga punggung tubuh cenderung untuk membongkok ke depan, membatasi masuknya oksigen dan secara cepat meningkatkan tingkat kelelahan otot. Para pekerja yang melakukan pekerjaan sambil berdiri mengindikasikan ketidaknyamanan dan rasa sakit pada kakinya setiap hari. Sebagaimana pada posisi duduk, posisi berdiri menyebabkan kelelahan yang sangat pada otot kaki dan postur. Keadaan ini kurang sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja pasal 9 No. 7 tahun 1964.Dimensi tubuh seperti tinggi postur, panjang lengan, tangan, bahu, kaki dan bagian tubuh lain adalah penting didalam sistem rancangan kerja. Solusi dari permasalahan ini biasanya adalah melalui penyesuaian sistem rancangan dengan penyesuaian ukuran dengan penggunaannya. Pergerakan atau aktivitas dari tubuh manusia adalah masalah koordinasi dari sistem kerja. Pekerjaan yang dirancang perusahaan kurang baik sehingga menghasilkan ketidak efektifan terhadap sistem kerja yang ada di mana permasalahan ini banyak berhubungan dengan ketegangan-ketegangan otot ataupun yang lainnya yang berkaitan dengan sakit pada otot, saraf, dan tulang. Maka dalam hal penyesuaian tersebut dalam proses produksi pada perusahaan ini, didapatkan kurang sesuai dengan ketentuan yang tersirat pada pasal 3 dan 4 UU No. 1 tahun 1970 mengenai syarat-syarat keselamatan kerja.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

1. Masih banyak ditemukan pada sistem kerja manual terutama pada jenis pekerjaan pembuatan pola, pengguntingan kain, pencetakan, penjahitan, pengobrasan dan numbering yang belum memperhatikan dan memenuhi persyaratan ergonomi kerja, yang mana ergonomi merupakan suatu langkah yang perlu dilakukan guna menghasilkan peralatan maupun metode yang sesuai dengan tubuh manusia sebagai pemakai.

2. Sikap kerja pada pekerja di atas yang belum memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja, sebab pada sikap kerja yang diamati dapat terjadi ketegangan otot, tulang, saraf, dan meningkatkan tingkat kelelahan kerja.

SARAN

1. Pada bagian pembuatan pola dan pencetakan pola pada kain diperlukan penambahan alat bantu sederhana seperti meja gambar dan kursi yang ketinggiannya disesuaikan dengan posisi meja yang sesuai dengan sikap dan posisi pada saat pembuatan pola dan pencetakan pola pada kain.

2. Pada bagian pengguntingan dan serta bagian penyetrikaan juga perlu disediakan kursi dengan ketinggian yang disesuaikan dengan masing-masing cakupan pekerjaannya. Misalnya bagian pengguntingan mungkin memerlukan meja yang lebih datar dengan kursi yang tidak terlalu rendah (disesuaikan dengan tinggi meja) agar pekerja dapat dengan leluasa menguasai arah guntingannya. Dan pada bagian penyetrikaan juga perlu meja yang dilengkapi sanggaan setrika yang aman, dengan penyesuaian ketinggian meja dan kursi terhadap pekerjanya sehingga jangkauan setrika lebih terkendali dengan aman.

3. Pada bagian penjahitan, pengobrasan dan numbering diperlukan kursi yang memiliki sandaran dan bantalan yang cukup nyaman, serta mengatur ketinggian kursi dengan mesin jahit/mesin obras, sehingga menyediakan sarana yang ergonomis bagi pekerja, sementara pada bagian pengepakan juga perlu diperhatikan tinggi meja dan postur pekerja agar dapat mengurangi frekuensi dan kualitas sikap membungkuk yang berulang.

4. Apabila masih belum dapat secara sempurna mengadakan posisi kerja yang ergonomis, maka perlu diadakan penggiliran pekerjaan para pekerja agar bekerja pada sikap duduk dan berdiri bergantian dengan berpegang pada hukum di Indonesia yang menyatakan bahwa semua pekerja yang duduk harus diberi tempat duduk yang memiliki penyangga punggung dan semua pekerja yang berdiri harus diberi fasilitas tempat duduk agar mereka dapat sesekali melemaskan otot-otot kakinya yang tegang. (Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 7 tahun 1964, pasal 9).

DAFTAR PUSTAKA

1. A. M. Sugeng Boediono. Ergonomi Dalam Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Badan Penerbit UNDIP Semarang. Hal 75-85. 2005.

2. A. M. Sugeng Boediono. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan Kerja Dalam Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Badan Penerbit UNDIP Semarang. Hal 171-180. 2005.

3. Lutam B. Analisis Nyeri Punggung dengan Faktor-Faktor Yang Berhubungan Pada Pekerja Wanita di Penjahitan Pakaian PT. X Gunung Putri Bogor 2005. Program Studi Kedokteran Kerja. Program Pasca Sarjana FKUI. Jakarta.2005.

4. Lianto B. Ergonomi dan Produktivitas.Seminar Nasional Ergonomi. Aplikasi Ergonomi dalam Industri 2004. Forum Komunikasi Teknik Industri, Jogjakarta

5. Sumamur. Prinsip Ergonomi dalam Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Gunung Agung, 1996.

6. A. M. Sugeng Boediono. Mengenal Hiperkes dan Keselamatan Kerja Dalam Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Badan Penerbit UNDIP Semarang. Hal 7-12. 2005.

7. Sumamur. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta : CV. Haji Masagung, 1989.

Packing (memasukkan pakaian ke dalam plastic dan dikemas dalam kardus)

Ironing (menyeterika pakaian)

Folding (melipat pakaian)

Komponen (menjahit, mengobras setiap komponen pakaian seperti kantong, lengan dan kerah baju)

Asembling (pemasangan kancing baju)

PAGE 8