laporan kjt

32
LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN PERKECAMBAHAN BIJI ANGGREK, BIJI ANTHURIUM, DAN INDUKSI KALUS EKSPLAN DAUN BINAHONG Disusun Oleh: Kelompok 1 Evira Yustika A420110061 Afif Lestiana A420110073 Sumiati A420110074 Firlita Nurul K A420120008 LABORATORIUM KULTUR JARINGAN TANAMAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA GASAL 2014/2015

Upload: firlita-nurul-kharisma

Post on 18-Jul-2015

85 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM

KULTUR JARINGAN TANAMAN

PERKECAMBAHAN BIJI ANGGREK, BIJI ANTHURIUM, DAN

INDUKSI KALUS EKSPLAN DAUN BINAHONG

Disusun Oleh:

Kelompok 1

Evira Yustika A420110061

Afif Lestiana A420110073

Sumiati A420110074

Firlita Nurul K A420120008

LABORATORIUM KULTUR JARINGAN TANAMAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

GASAL 2014/2015

ii

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN

Mahasiswa tersebut di bawah ini

Kelompok 01

Nama/NIM : 1. Evira Yustika A42011006

2. Afif Lestiana A420110073

3. Sumiati A420110074

4. Firlita Nurul K A420120008

Telah menyelesaikan praktikum KJT semester gasal 2014/2015 dengan nilai

akhir…..

Surakarta, Januari 2015

Mengesahkan,

Dosen Pengampu Penyusun

(Triastuti Rahayu, M. Si) (Kelompok 01)

iii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur kami haturkan kepada ALLAH SWT. Yang telah meberikan

rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan

Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman yang dilaksanakan hari Senin.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Triastuti Rahayu, M. Si selaku Dosen Mata Kuliah Pilihan Kultur

Jaringan Tanaman.

2. Teman-teman seperjuangan yang telah membantu dalam praktikum maupun

Pembuatan Laporan ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak

kekurangan, oleh karena itu, kami mengharap kritik dan saran yang sifatnya

membangun agar dalam pembuatan laporan selanjutnya dapat lebih baik.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, Januari 2015

Penyusun

iv

DAFTAR ISI

COVER........................................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ ii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iii

DAFTAR ISI.. ................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A.Latar Belakang ................................................................................ 1

B.Tujuan ....................................................................................... 2

C. Parameter ....................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 4

A. Biji Anggrek ................................................................................... 4

B. Biji Anthurium ................................................................................ 6

C. Perkecambahan ............................................................................... 7

D. Tanaman Binahong ......................................................................... 7

E. Kultur Jaringan Tanaman................................................................ 8

F. Induksi Kalus.................................................................................. 9

BAB III CARA KERJA.................................................................................. 10

A. Perkecambahan Biji Anggrek dan Anthurium ................................ 10

B. Induksi Kalus Daun Binahong ...................................................... 15

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 17

A. Hasil ................................................................................................ 17

1. Pelaksanaan Praktikum ............................................................ 17

2. Hasil......................................................................................... 17

B. Pembahasan .................................................................................... 19

BAB V KESIMPULAN.................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 27

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Setiap sel tumbuhan memiliki informasi genetik yang lengkap.

Berdasarkan hal tersebut, diperkirakan bahwa sel tumbuhan dapat tumbuh

menjadi individu baru yang utuh dan lengkap sama seperti induknya.

Kemampuan sel tumbuhan untuk tumbuh menjadi individu baru jika

diletakkan pada lingkungan yang sesuai dinamakan totipotensi.

Kemampuan sel tumbuhan yang dinamakan totipotensi telah mendorong

ilmuan untuk mengembangkan sel atau jaringan tersebut sehingga

menghasilkan suatu individu baru yang akhirnya dikembangkan suatu

sistem yang dinamakan kultur in vitro tumbuhan.

Secara lebih singkat kultur jaringan merupakan metode untuk

memperbanyak sel dengan mengisolasi bagian-bagian tanaman serta

menumbuhkannya secara aseptis (bebas hama) di dalam sbuah media.

Namun tehnik ini belum banyak di pakai di Indonesia, padahal tehnik

cukup efektif dan steril. Tanama bisa melakukan kultur jaringan jika

memiliki sifat totipotensi, yaitu kemampuan sel untuk beregenerasi

menjadi tanaman lengkap kembali.

Kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture.

Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel

yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. jadi, kultur jarin

gan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman

kecil yang mempunyai sifat seperti induknya. Jadi, kultur jaringan (Tissue

Culture) merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif.

Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara

mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan

bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya

nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya

sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi

2

2

menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah

perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman

menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril. Salah satu

aplikasi kultur jaringan yang telah dikenal secara meluas dan telah banyak

diusahakan untuk tujuan komersial adalah perbanyakan tanaman

Perbanyakan melalui kultur jaringan yang banyak diusahakan secara

komersial pada saat ini terutama di negara-negara maju

seperti Amerika, Jepang, dan Eropa Berdasarkan hasil percobaan

Morel pada tahun 1960 pada tanaman anggrek Cymbidium dan

tanaman hias lainnya, dalam waktu singkat dari bahan tanaman yang

sangat terbatas menghasilkan tanaman baru yang sangat

banyak. Hasil penelitian tersebut telah merangsang para peneliti untuk

menerapkannya pada tanaman lain.

Manfaat dari kultur jaringan secara in vitro bagi perbanyakan

tanaman adalah: pengadaan bibit tidak tergantung musim, bibit dapat

diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif lebih cepat

(dari satu mata tunas yang sudah respon dalam 1 tahun dapat dihasilkan

minimal 10.000 planlet/bibit), bibit yang dihasilkan seragam, bibit yang

dihasilkan bebas penyakit (meng gunakan organ tertentu), dan biaya

pengangkutan bibit relatif lebih murah. Sedangkan kultur kalus bermanfaat

untuk memperoleh kalus dari eksplan yang di isolasi dan ditumbuhkan

dalam lingkungan terkendali. Kalus diharapkan mampu memperbanyak

dirinya (mengganda massa selnya) secara terus-menerus. Sel-sel penyusun

kalus adalah sel-sel parenkim yang mempunyai ikatan renggang dengan

sel-sel lainnya.

B. TUJUAN

1. Mengetahui cara dan hasil perkecambahan biji anggrek secara in vitro

(persentase perkecambahan dan pertumbuhan kecambah).

2. Mengetahui cara dan hasil perkecambahan biji anthurium secara in vitro.

3

3

3. Mengetahui cara dan hasil induksi kalus dari eksplan daun tanaman

binahong.

C. PARAMETER

1. Prosentase perkecambahan biji, pertumbuhan kecambah.

2. Induksi Kalus: mulai terbentuk kalus, warna kalus, tekstur kalus, ukuran

kalus, ada tidaknya akar, ada tidaknya tunas.

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Biji Anggrek

Famili Orchidaceae terdiri dari 800 genus dan tidak kurang dari 30.000

spesies (Gunawan & Tim Penulis PM, 2005: 5).

Bunga anggrek terdiri dari kelopak bunga, mahkota bunga, benang

sari, putik, dan bakal buah. Bentuk daun angrek bervariasi, dari yang sempit

memanjang sampai bulat panjang. Buah anggrek merupakan buah kapsular

yang berbelah enam. Bijinya terdapat di dalam buah dan sangat banyak. Biji-

biji anggrek tidak memiliki endosperm, sehingga untuk perkecambahan dan

pertumbuhan awal biji anggrek dibutuhkan gula dan persenyawaan-

persenyawaan lain dari luar atau dari lingkungan sekitarnya (Gunawan & Tim

Penulis PM, 2005: 8-11).

Suku anggrek anggrekan atau Orchidaceae merupakan satu suku

tumbuhan berbunga dengan anggota jenis terbanyak. Jenis jenisnya tersebar

luas sangat luas dari daerah tropika basah hingga wilayah sirkumpolar.

Kebanyakan anggota suku ini hidup sebagai anggota epifit. Terutama yang

berasal dari daerah tropis.anggrek di daerah beriklim sedang biasanya hidup

ditanah dan membentuk umbi sebagi cara berdaptasiterhadap musim dingin.

Organ organnya cenderung tebal dan berdaging ( sukulen ) membutnya tahan

menghadpi tekanan, kesediaan air. Dan anggrek epifit ini dapat hidup ditanah

yang lembab. ( Darmono, 2003 ).

Pada umumnya akar Anggrek Cattleya berbentuk silindris, berdaging

lunak, mudah patah, satu ujung akar meruncing licin dan sedikit lengket.

Dalam keadaan kering, akar tampak berwarna putih keperak-perakan. Pada

bagian luarnya dan hanya pada bagian ujung akar saja yang berwarna hijau

ada pula yang tampak agak keunguan. Akar-akar yang sudah tua menjadi

coklat dan kering da kemudian digantikan oleh akar yang baru tumbuh. Akar

Anggrek mempunyai valemen yang terdiri dari beberapa lapis sel yang

5

berongga dan transparan serta merupakan lapisan pelindung pda sistem

saluran akar. Valemen berfungsi melindungi akar dari kehilangan air dalam

proses transpirasi da evaporasi. Cattleya mempunyai valemen yang sangat

besar sehingga diameter akarnya cukup besar. (Trubus 2005).

Pola pertumbuhan pada tanaman anggrek artinya memmiliki

pertumbuhan ujung batang terbatas. Batang ini tumbuh terus dan akan

berhenti setelah mencapai batas maksimum. Pertumbuhan ini akan

dilanjutkan oleh anakan baru yang tumbuh disampingnya. Pada anggrek

simpodial ini terdapat penguhung yang disebut rhizoma atau batang dibawah

tanah. Dari rhizoma ini akan keluar tunas anakan baru. Di antara rhizoma dan

daun ada semacam umbi yang disebut pseudobuld ( umbi palsu ). Ukuran

maupun bentuk dari umbi palsu ini bervariasi. ( Abi, 2005 ).

Tanaman anggrek termasuk tanaman yang mempunyai keceptan

tumbuh lambat dan berbeda beda. Hal ini sangat berpengaruh bila yang

menjadi tujuan pemeliharaan adalah memproduksi bunga. Tanaman anggrek

juga mempunyai pola pertumbuhan yang berbedadengan tanaman hias yang

lain. Pertumbuhan tanaman anggrek , ditentukan oleh faktor iklim dan faktor

pemeliharaan. Faktor iklim meliputi suhu, cahaya, kelembapan. Sedangkan

faktor pemeliharaan terdiri dari pemupukan dan pemeliharaan. ( Ahmadi,

2004 ).

Berdasarkan pertumbuhan batangnya Cattleya termasuk Anggrek

Simpodial, yaitu terdiri dari umbi semu (pseudobulb) yang mempunyai

pertumbuhan terbatas. Pseudobulb berbentuk gada, agak pipih, keras dan

berdaging. Ukurannya bervariasi tergantung pada spesiesnya. Pada pangkal

Pseudobulb terdapat akar rimpang rizoma yang menghubungkan Pseudobulb

yang satu dengan Pseudobulb yang lainnya. Sementara itu, Pseudobulb yang

telah mengeluarkan bunga akan berfungsi sebagai tempat penyimpanan

makanan dan air (Daisy, 2005 ).

6

B. Biji Anthurium

Anthurium pertama kali ditemukan pada tahun 1829 oleh seorang ahli

botani berkebangsaan Inggris bernama Schott. Tanaman ini diduga berasal

dari Benua Amerika. Di habitat aslinya, tanaman ini hidup di hutan hujan

tropis. Hingga kini, tak kurang dari 1.000 spesies Anthurium liar tumbuh di

alam. Di Indonesia berbagai jenis Anthurium bisa ditemukan di hutan-hutan

yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi (Redaksi

AgroMedia, 2007: 10). Kadir (2007: 5) menyatakan bahwa Anthurium

termasuk keluarga Araceae dan sekerabat dengan Aglaonema dan

Philodendron.

Tjitrosoepomo (2010: 461), menyatakan bahwa Suku Araceae

merupakan tanaman terna dengan getah yang cair atau seperti susu, pait,

dalam tanah mempunyai rimpang yang memanjang atau seperti umbi,

terkadang tumbuh memanjat, jarang dengan batang berkayu. Daunnya

tersusun roset akar atau tersebar pada batang atau bersilang dalam 2 baris.

Suku ini memiliki lebih dari 100 marga yang seluruhnya meliputi lebih dari

1.500 jenis, lebih dari 90% merupakan penghuni daerah tropika.

Berikut adalah sistem klasifikasi Anthurium menurut Lawrence dalam

Purwanto (2007):

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Aracales Famili : Araceae

Genus : Anthurium Spesies : Anthurium sp.

Purwanto (2007), menyatakan bahwa Anthurium termasuk tanaman

yang mudah perbanyakannya. Perbanyakan dapat dilakukan secara generatif

(dengan biji) ataupun secara vegetatif (dengan bonggol dan pemisahan

anakan). Perbanyakan secara generatif dilakukan menggunakan biji.

Keunggulan teknik ini antara lain dapat menghasilkan tanaman dalam jumlah

banyak dan tidak merusak tanaman induk. Teknik ini memungkinkan untuk

7

memperoleh tanaman yang bervariasi karena sifat keturunan bisa berbeda

dengan induknya.

C. Perkecambahan

Persentase perkecambahan menunjukkan jumlah kecambah normal

yang dapat dihasilkan oleh benih murni pada kondisi lingkungan tertentu

dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Laju perkecambahan dapat diukur

dengan menghitung jumlah hari yang diperlukan untuk munculnya radikel

atau plumula (Sutopo, 1988).

Menurut penelitian Marlina (2004), menyatakan bahwa dalam

perkecambahan anthurium secara in vitro umumnya menggunakan media MS,

kemudian dalam percobaan selanjutnya dalam pembentukan tunas adventif

dapat menggunakan media lainnya.

D. Tanaman Binahong

Tanaman binahong ( Andredera cordifolia / Tonere Steen ) merupakan

tanaman yang menjalar, berumur panjang( perenial), bisa mencapai panjang

kurang lebih 5 m. Tanaman binahong berbatang lunak, silindris, saling

membelit ,berwarna merah, permukaan halus kadang membentuk semacam

umbi umbi yang melekat diketiak daun dengan bentuk tak beraturan dan

bertekstru kasar, (Rochani,N, 2009)

Daun dan batang binahong yang dilumatkan efektif menyembuhkan

memar,rematik, pegel linu,nyeri urat dan untuk menghaluskan kulit. Rebusan

binahong ini dapat digunakan untuk mengeringkan luka bekas operasi.

Rebusan umbi binahong dapat digunakan untuk memenyembuhkan luka, maag

dan tifus. Tanaman binahong ini mempunyai nama yang berbeda beda disetiap

negara. ( Kurniawan AJ. 2009)

Tanaman binahong ini mempunyai daun dengan ciri ciri tunggal,

berangkai sangat pendek, tersusun berseling, berwarna hijau, bentuk jantung

/cordota, panjang 5- 10 cm, lebar 3-7 cm, helain daun dari tanaman binahong

8

ini adalah tipis lemas, ujung runcing, pangkal berlekuk, rata, permukaan licin

dan bisa dimakan. ( Edi, 2004 )

Tanaman binahong ini berbunga majemuk berbentuk tandan, bertangkai

panjang, muncul diketiak daundan mahkota berearana krem keputih putihan

berjumlah lima helai tidak berlekatan, panjang helai mahkota 0,5-1 cm, berbau

harum. Rimpang tanman binahong ini berbentuk rimpang berdaging lunak. (

Damayanti, 2011 ).

Daun binahong mengandung saponin, alkaloid dan polifenol. Saponin

merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun. Penyarian

senyawa saponin akan memberikan hasil yang lebih baik sebagai antibakteri

jika menggunakan pelarut polar seperti etanol 70%. Pada hidrolisis, saponin

menghasilkan aglikon yang disebut sapogenin (sebagai kortison). Berdasarkan

strukturnya, saponin ada dua yaitu steroid dan triterpenoid. Saponin steroid

terdapat dalam tumbuhan monokotil, dan saponin triterpenoid terdapat dalam

tumbuhan dikotil. Saponin memacu pembentukan kolagen, yaitu protein

struktur yang berperan dalam proses penyembuhan luka. ( Santoso, 2005 ).

E. Kultur Jaringan Tanaman

Kultur jaringan ialah teknik menumbuhkan-kembangkan bagian

tanaman, berupa sel, jaringan, atau organ dalam kondisi aseptik secara in vitro.

Teknik ini dicirikan oleh kondisi kultur yang aseptik, penggunaan media

kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan ZPT (Zat Pengatur

Tumbuh), serta kondisi ruang kultur yang suhu dan pencahayaannya terkontrol

(Yusnita, 2003).

Usaha mencari bahan eksplan untuk dibudidayakan secara kultur

jaringan, dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan

menumbuhkan biji steril suatu tanaman dilakukan di atas medium kultur

jaringan secara aseptik. Dengan cara budidaya biji steril, kemungkinan

terjadinya kontaminasi pada eksplan yang dibudidayakan lebih kecil daripada

memotong jaringan dari lapangan atau dari rumah kaca (Hendaryono dan Ari,

1994: 109-110).

9

F. Induksi Kalus

Kalus merupakan jaringan yang tak berbentuk serta tak terorganisasi.

Jaringan ini adalah hasil pembelahan sel yang berpotensi tinggi untuk terus-

menerus membelah diri. Kalus adalah satu fase yang harus dilalui selama

pengkulturan protoplast. Kultur kalus adlah kultur kumpulan sel yang

terbentuk dari pengkulturan organ, jaringan, maupun pengkulturan sel-sel

yang mendahului (Katuuk, 1989: 109).

Menurut Fitriani (2005) pengkalusan ini juga terjadi bila tanaman

mengalami stress. Selain upaya perlindungan oleh tanaman, pembentukan

kalus dapat dipengaruhi oleh bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan,

metode budidaya in vitro, dan zat-zat yang ditambahkan pada media dasar

(Suryowinoto 1996 dalam Ibrahim dkk 2004).

10

BAB III

CARA KERJA

A. Perkecambahan Biji Anggrek dan Anthurium

1. Perkecambahan Biji Anggrek

Sterilisasi alat dan bahan

Bungkus alat dengan kertas payung Aquades steril

Sterilisasi menggunakan autoklaf

Pembuatan Media VW0

11

Menimbang sebanyak 0,835 g media VW, 15 g Gula, dan 4 g Agar

menggunakan timbangan digital VW

Ukur pH menjadi 5,6-5,8 Menuang media dalam botol kultur

Menutup dengan alumunium foil

Homogenisasi media VW, gula, dan

agar dengan menggunakan hot

magnetic stirrer

Tambahkan Plant Preservative

Mixture (PPM) sebanyak 0,25 mL

12

Penanaman Benih Anggrek dalam LAF

Kondisi aseptis

Merendam buang anggrek dalam alkohol Bakar buah anggrek

(Langkah ini dilakukan sebanyak 3 kali)

Memotong kedua ujung buah anggrek Membuka buah anggrek

Alat dan bahan yang telah disterilisasi

dalam autoclaf disterilisasi kembali

sebelum masuk LAF

Menanam biji anggrek ke

dalam botol kultur Sterilisasi alumunium foil

13

Tutup dengan alumunium foil Labeling

Meletakkan dalam ruang inkubasi

14

2. Perkecambahan Biji Anthurium

Menimbang sebanyak 4,43 g/L Media MS, 30 g Gula dan 8 g Agar

Menuang aquades dalam beaker glass Campur Media MS dengan aquades

Homogenkan media MS, Gula dan Agar menggunakan hot magnetic stirer

Menuang sebanyak 20 ml dan menutup dengan

alumunium foil

Menanam biji anthurium ke dalam botol kultur secara aseptik di LAF lalu meletakkan

dalam ruang inkubasi

15

B. Induksi Kalus Daun Binahong

Tanaman Binahong Potong Daun Binahong

Meletakkan dalam beaker glass dan sterilisasi dengan bayclin selama 30” dan bilas dengan air kran secara perlahan

Siapkan cawan petri, scalpel, pinset dan alumunium foil yang telah disterilisasi

dengan autoclaf

Sterilisasi kembali alat dan bahan dengan

alkohol sebelum masuk LAF

Sterilisasi daun binahong dengan bayclin

selama 30”

Meniriskan daun binahong dalam cawan

petri

16

Memotong daun pada daerah ibu sterilisasi mulut botol kultur

tulang daun dengan ukuran 1x1 cm

Menanam eksplan daun binahong Menutup botol kultur dengan alumunium foil steril

Labeling dan meletakkan botol kultur dalam ruang inkubasi

17

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

1. Pelaksanaan Praktikum

Praktikum Kultur Jaringan Tanaman (KJT) dilaksanakan pada:

Hari, Tanggal : Kamis, 04 September – Kamis, 18 Desember 2014.

Waktu : Pukul 08.40-10.20 WIB

Tempat : Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman (KJT) Universitas

Muhammadiyah Surakarta

2. Hasil

a. Biji Anthurium (Penanaman tanggal 16 Oktober 2014)

Keterangan:

E : Eksplan

M : Media

Hari

ke-

Hari

tumbuh

kecambah

Panjang

kecamb

ah ( cm )

Jumlah

biji yang

ditanam

Jumlah biji

berkecamba

h ( % )

Kontaminan

Jamu

r

E/M Bakteri E/M

15 7 0,8 3 100% - -

28 3 3 100% - -

35 4,5 3 100% - -

42 5 3 100% - -

49 5,2 3 100% - -

56 6,5 3 100% - -

63 6,8 3 100% - -

18

b. Daun Binahong

Media MS + ZPT 2,4 – D 2 ppm

Penanaman tanggal 13 November 2014

Keterangan:

E : Eksplan

M : Media

PENGAMAT-

AN HARI KE BOTOL/NAMA

EKSPLAN EKSPLAN KONTAMINAN

KET KALUS TUNAS/AKAR

JAMUR BAKTERI

TEKSTUR WARNA E M E M

7 1/Afif Lestiana Remah Putih - - - - -

Kalus di

pangkal

ibu daun

14 Remah Putih - - - - -

21 Remah Putih Akar - - - -

28 Remah Putih Akar - - - -

35 Remah Putih Akar - - - -

PENGAMAT-

AN HARI KE BOTOL/NAMA

EKSPLAN EKSPLAN KONTAMINAN

KET KALUS TUNAS/AKAR

JAMUR BAKTERI

TEKSTUR WARNA E M E M

7 2/Sumiati Remah Putih - - - - - -Kalus di

pangkal

ibu daun

- Merubah

warna

media

menjadi

pink

14 Remah Putih - - - - -

21 Remah Putih - - - - -

28 Remah Putih - - - - -

35 Remah Putih - - - - -

PENGAMAT-

AN HARI KE BOTOL/NAMA

EKSPLAN EKSPLAN KONTAMINAN

KET KALUS TUNAS/AKAR

JAMUR BAKTERI

TEKSTUR WARNA E M E M

7 3/Evira Yustika Remah Putih - - - - - -Kalus di

pangkal

ibu daun

14 Remah Putih - - - - -

21 Remah Putih Akar - - - -

28 Remah Putih Akar - - - -

35 Remah Putih Akar - - - -

19

B. PEMBAHASAN

1. Perkecambahan Biji

Kelompok 01 menggunakan eksplan yaitu biji anggrek dan

anthurium terhadap perkecambahan secara in vitro. Menurut hasil

pengamatan didapatkan data sebagai berikut.

a. Biji Anggrek

1) Kontaminasi

Tidak terjadi kontaminasi dalam perkecambahan biji

anggrek, karena tingkat kesterilan dalam melakukan pengkulturan

terjaga. Sterilisasi dilakukan untuk membersihkan buah anggrek

dari mikroorganisme yang dapat mengganggu pertumbuhan biji

anggrek saat di kondisi in vitro. Sterilisasi buah anggrek biasanya

dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan buah yang masih

tertutup atau buah yang sudah pecah. Jika buah masih tertutup

maka sterilisasi lebih mudah dengan menggunakan alkohol dan

buah dibakar di atas api Bunsen. Jika buah sudah pecah maka

sterilisasi juga harus dilakukan terhadap biji yang sudah keluar.

Metode yang kedua akan lebih rumit karena harus dilakukan

sterilisasi basah menggunakan larutan bleach (bayclin) yang

dicampur dengan tween untuk membersihkan buah dan biji

anggrek. Perkecambahan anggrek membutuhkan kondisi

lingkungan dan nutrisi tertentu terutama jika biji anggrek masih

PENGAMAT-

AN HARI KE BOTOL/NAMA

EKSPLAN EKSPLAN KONTAMINAN

KET KALUS TUNAS/AKAR

JAMUR BAKTERI

TEKSTUR WARNA E M E M

7 4/Firlita N.K Remah Putih - - - - - -Kalus di

pangkal

ibu daun

14 Remah Putih - - - - -

21 Remah Putih Akar - - - -

28 Remah Putih Akar - - - -

35 Remah Putih Akar - - - -

20

muda. Lingkungan yang mendukung seperti suhu dan cahaya

tertentu untuk mematahkan dormansi dan memicu perkecambahan.

Nutrisi yang dibutuhkan perlu didukung dengan pemberian nutrisi

secara lengkap karena biji anggrek tidak mengandung endosperm

atau cadangan makanan untuk membantu pertumbuhan dalam

tahap awal sebelum mencapai tahap autotrof.

b. Biji Anthurium

1) Kontaminasi

Pada kelompok kami, biji anthurium tidak mengalami

kontaminasi, karena tingkat kesterilan dalam melakukan

pengkulturan terjaga sedangkan pada kelompok lain terjadi

kontaminasi. Biji yang ditanam pada media adalah 3 biji dan

tumbuh dengan baik sehingga keberhasilan yang di dapat adalah

100%. Kontaminasi berbagai macam jamur disebabkan oleh

sterilisasi yang kurang sempuna baik terhadap alat, bahan dan

pelaku kultur itu sendiri. Sehingga mikroba-mikroba yang ada

didalam maupun disekitar kalus berkembang biak di dalam media.

Sterilisasi yang kurang sempurna kemungkinan besar terjadi pada

saat pemindahan tanam kalus dalam botol kultur berikutnya.

Apabila pemindahan kalus terlalu lama, maka mikroba yang ada

disekitar kemungkinan terbawa sehingga peristiwa kontaminasi

tidak dapat dihindarkan. Untuk menstrilisasi bahan-bahan yang

akan digunakan telah tersedia banyak bahan sterilisasi. Misalnya,

larutan hipoklorit yang telah terbukti efektif pada kebanyakan

bahan tanaman. Namun, bahan sterilisasi pun bersifat meracuni

jaringan. Maka dari itu perlu diperhatikan tingkat konsentrasi dan

lamanya perlakuan untuk mengurangi resiko kematian jaringan.

Selain itu zat pengatur tumbuh juga sangat berpengaruh

terhadap keberhasilan kultur jaringan. Pierik (1987)

mengemukakan bahwa fitohormon adalah senyawa-senyawa yang

21

dihasilkan oleh tanaman tingkat tinnggi secara endogen. Senyawa

tersebut berperan merangsang dan meningkatkan pertumbuhan

serta perkembangan sel, jaringan dan organ tanaman menuju arah

diferensiasi tertentu. Pierik juga menambahkan bahwa sangat sulit

untuk menerapkan teknik kultur jaringan tanpa melibatkan zat

pengatur tumbuh. Beberapa zat pengatur tumbuha antara lain

adalah auksin, sitokinin, giberelin, asam absisat dan etilen.

Sedangkan tanaman yang tidak terkontaminasi dikarenakan cara

sterilisasi yang tepat.

Penanaman anthurium dimulai tanggal 16 Oktober 2014

dan didapat hasil yaitu:

Hari

ke-

Hari

tumbuh

kecambah

Panjang

kecamb

ah ( cm )

Jumlah

biji yang

ditanam

Jumlah biji

berkecamba

h ( % )

Kontaminan

Jamu

r

E/M Bakteri E/M

15 7 0,8 3 100% - -

28 3 3 100% - -

35 4,5 3 100% - -

42 5 3 100% - -

49 5,2 3 100% - -

56 6,5 3 100% - -

63 6,8 3 100% - -

Dari hasil pengamatan diatas, dapat dilihat bahwa semakin

hari panjang kecambah semakin meningkat dan memiliki

presentase yang normal yaitu 100%. Hal ini berarti dari penanaman

anthurium dari kelompok kami berhasil, akan tetapi tanaman

tersebut tidak tegak lurus karena tanaman tersebut mengikuti arah

sinar cahaya untuk berfotosintesis dan untuk mendapatkan nutrisi

yang cukup.

22

c. Persentase perkecambahan

Persentase perkecambahan biji anthurium dapat dihitung dengan cara

sebagai berikut.

Persentase perkecambahan = Jumlah kecambah yang tumbuh

Jumlah benih yang ditanam x 100%

= 3

3 x 100%

= 100%

2. Induksi Kalus

Eksplan yang digunakan adalah bagian daun muda binahong

(Anredera cordifolia). Salah satu indicator adanya pertumbuhan dalam

kultur in vitro adalah munculnya kalus pada eksplan. Kalus adalah

sekumpulan sel yang membelah secara tidak teratur. Menurut Gunawan

(1987) kalus merupakan satu kumpulan sel amorphous yang terjadi dari

sel-sel jaringan awal yang membelah dari secara terus menerus. Secara

alamiah, kalus dibentuk oleh semua tanaman yang dikulturkan dan sebagai

cara perlindungan tanaman terhadap luka yang ditimbulkan akibat proses

pemotongan saat persiapan bahan eksplan. Respon pertumbuhan yang

dihasilkan dari penanaman potongan daun binahong (Anredera cordifolia)

yang ditanam pada media Murashige – Skoog (MS) dengan penambahan

zat pengatur tumbuh 2,4 – D 2 ppm adalah terbentuknya kalus. Respon

tersebut sudah tampak kurang lebih 5 minggu setelah ditanam dalam

kondisi aseptic. Respon pembentukan kalus rata-rata mulai tampak pada

hari ke lima setelah ditanam dalam media MS.

Pertumbuhan kalus pada binahong ini memperlihatkan tipe

sigmoid, dimana pada minggu pertama eksplan sedang mengalami

adaptasi dengan lingkungan barunya sehingga pertumbuhannya tidak

terlalu cepat. Pada minggu ke dua sampai minggu ke lima, pertumbuhan

kalus mulai mengalami peningkatan dari minggu ke minggu. Sedangkan

pada kelompok kami terdapat satu dari empat botol yang mengalami

penurunan pertumbuhan kalus pada minggu ke tiga sampai ke lima,

23

kemungkinan nutrisi dalam media mulai berkurang sehingga pertumbuhan

pun terhambat. Dalam hal ini agar kalus dapat terus-menerus tumbuh dapat

dilakukan subkultur ke dalam medium yang baru.

Kombinasi zat pengatur tumbuh menunjukkan respon kalus yang

bervariasi yaitu dari aspek tekstur, warna, dan hari munculnya kalus. Dari

aspek tekstur kalus, kalus-kalus yang terinduksi bertekstur remah,

berwarna putih. Kalus yang dihasilkan dari kedua kombinasi itu kecil dan

sedikit, berada di daerah ibu daun dan permukaan daun yang teriris serta di

ujung tulang daun primer yang tersayat.

Kalus mulai terbentuk pada daerah perlukaan yang dibuat dengan

menggores eksplan ketika penanaman. Perlukaan tersebut dapat

mempermudah jaringan eksplan kontak langsung dengan media, sehingga

kalus dapat lebih cepat terbentuk pada daerah perlukaan. Indicator

pertumbuhan eksplan pada kultur in vitro berupa warna kalus

menggambarkan visual kalus sehingga dapat diketahui apakah suatu kalus

masih memiliki sel-sel yang aktif membelah atau telah mati. Jaringan

kalus yang dihasilkan suatu eksplan biasanya memunculkan warna yang

berbeda. Warna kalus mengalami perubahan seiring dengan pertambahan

umur kalus. Apabila kalus yang terbentuk dari eksplan berwarna hijau

adalah putih atau keputihan, atau coklat berarti telah terjadi degradasi

klorofil. Degradasi klorofil terjadi akibat hilangnya rental phytol oleh

enzim klorofilase, sehingga terbentuk klorofilin atau klorofilid yang

menghasilkan warna hijau cerah. Eksplan yang ditanam tidak mengalami

browning.

Terbentunya akar pada eksplan karena adanya ZPT yang berupa

2,4 D atau auksin yang berperan dalam pembelahan dan pembesaran sel

yang terdapat di pucuk serta merangsang pembentukan akar. Selain itu

auksin sangat dikenal sebagai hormone yang mampu menginduksi

terjadinya kalus, menghambat kerja sitokinin klorofil dalam kalus,

menghambat morfogenesis kalus membentuk akar atau tunas dan

mendorong proses embryogenesis (Santoso dan Nurshandi 2003).

24

Golongan auksin seperti 2,4 D dan NAA dapat menyebabkan pertumbuhan

kalus dari eksplan dan menghambat regenerasi pucuk (Nasir, 2002).

Akar muncul dari kalus yang sudah terbentuk. Pada awalnya hanya

terbentuk kalus saja, tidak terjadi pembentukan akar, setelah hari ke 21

terlihat adanya akar yang muncul di permukaan kalus. Hal ini

menunjukkan adanya pengaruh keseimbangan auksin dan sitokinin

terhadap respon jaringan.

ZPT 2,4 – D 2 ppm + BAP 1 ppm dan 2, 4 – D 2 ppm.

Sedangkan pada hasil kelompok lain yang menjadi perbandingan

media adalah adanya kombinasi perlakuan BAP 1 ppm dengan 2,4 – D

memperlihatkan respon kalus meremah berwarna putih yang tumbuh di

daerah irisan permukaan atas dan di ujung sayatan tulang daun primer.

Kalus yang terbentuk kecil dan sedikit, hal ini menunjukkan bahwa nutrisi

dalam media dapat diserap oleh ekplan.

Lamanya waktu terbentuknya kalus diduga konsentrasi BAP 1 ppm

tidak mampu mengimbagi konsentrasi 2,4 D 2 ppm. Media pada kelompok

lain menunjukkan warna yang berbeda karena adanya penambahan BAP

1 ppm, ini terjadi karena metabolit sekunder kalus mencair ke media. Pada

penambahan BAP terbentuk tunas. Tunas merupakan bagian yang dapat

dijadikan parameter keberhasilan dari kegiatan budidaya karena dari tunas

dapat diperbanyak menjadi individu baru. Hormon sitokinin dan unsur

25

hara yang tersedia dalam media tidak secara mutlak mempengaruhi

pertumbuhan tunas karena setiap tanaman memiliki hormon endogen yang

dapat membentuk tunas dengan sendirinya. Penambahan jumlah tunas

dapat dijadikan salah satu parameter yang diukur secara kuantitatif.

Sitokinin berperan dalam merangsang terjadinya pembelahan sel,

pembentukan tunas, dan mendorong proliferasi meristem ujung. Selain itu

pemberian sitokinin tunggal tanpa penambahan auksin dapat

meningkatkan jumlah tunas dengan cara melipatgandakan jumlah mata

tunas. Selain itu sitokinin dapat mendorong proses morfogenesis,

pertunasan, pembentukan kloroplas, serta menghambat pembentukan akar.

26

BAB V

SIMPULAN

1. Dalam praktikum ini, kelompok kami melakukan beberapa

percobaan, diantaranya perkecambahan biji anggrek, anthurium,

serta induksi kalus dari eksplan daun tanaman bonahong. Teknik

yang digunakan hamper sama, hanya saja media yang digunakan

berbeda. Khusus perkecambahan anggrek menggunakan media

VW, sedangkan perkecambahan anthurium menggunakan media

MS0, serta induksi kalus menggunakan media MS dengan zat

pengatur tumbuh (ZPT) 2,4-D 2 ppm.

2. Persentase perkecambahan biji anggrek dan anthurium keseluruhan

mencapai 100% karena tidak terjadi kontaminasi.

3. Pertumbuhan pada biji anthurium semakin hari semakin meningkat

(tinggi) dan tidak mengalami kontaminasi.

4. Respon pembentukan kalus daun binahong rata-rata mulai tampak

pada hari ke lima setelah ditanam dalam media MS.

5. Warna kalus daun binahong putih, tekstur remah, kalus terbentuk

pada daerah perlukaan yang dibuat dengan menggores eksplan

ketika penanaman dan ibu daun.

6. Tidak terjadi browning pada eksplan.

7. Pada eksplan daun binahong terdapat satu botol yang mengalami

perubahan warna menjadi pink (merah muda) dari keempat botol,

ini disebabkan karena metabolit sekunder kalus mencair pada

media.

8. Pada penambahan ZPT 2,4 D 2 ppm terbentuk akar, sedangkan

pada media BAP 1 ppm ditambah 2,4 D 2 ppm terbentuk tunas dan

akar.

27

DAFTAR PUSTAKA

Abi, Muhammad. 2005. Agar Anggrek Rajin Berbunga. Jakarta : Penebar Swadaya.

Ahmadi S.A. 2004. Optimasi Media Sub Kultur untuk Meningkatkan Kualitas

Daisy P.S.H. 2005. Pembibitan Anggrek dalam Botol. Yogyakart: Kanisius.

Damayanti, E. 2011. Budidaya Tanaman Binahong. Yogyakarta : Araska.

Darmono, D.W. 2003. Merawat Cattley. Jakarta : Swadaya.

Edi, S. 2004. Kultur Jaringan Cara Mengolah Tanaman Binahong. Depok ; Agromedia Pustaka.

Gunawan, Livy Winata & Tim Penulis PM. 2005. Budi Daya Anggrek. Depok : Niaga Swadaya.

Hendaryono, Daisy P. Sriyanti & Ari Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman secara Vegetatif-

Modern. Yogyakarta : Kanisius.

Kadir, Abdul. 2007. Galeri Anthurium Daun. Jakarta : Penebar Swadaya.

Kurniawan ,AJ. 2009. Buku Kultur Jaringan Terpadu. Yogyakarta : UGM Press.

Marlina, Nina. 2004. Teknik Perbanyakan Anthurium dengan Kultur Jaringan.

Buletin Teknik Pertanian. Vol. 9. No. 2.

Nasir M. 2002. Bioteknologi : Potensi dan Keberhasilannya dalam Bidang Pertanian. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Pierik, R.L.M. 1987. In Vitro Culture og Higher Plants. Netherlands : Martinus Nijhoff.

Purwanto, Arie Wijayani. 2007. Anthurium: Tanaman Daun Eksotik . Yogyakarta : Kanisius.

Redaksi Agro Media. 2007. Agar Tanaman Hias Tampil Cantik . Jakarta :

Agromedia.

Rochani, N. 2009. Budidaya Jaringan Tanaman. Yogyakarta. UGM Press.

Plantlet Anggrek Phaelaenopsis pada Kultur in Vitro, Batu.

28

Santoso ,U dan Gunawan F. 2005. Kultur Jaringan Tanaman. Malang: UMM

Press.

Sutopo, Lita. 1988. Teknologi Benih. Jakarta: Rajawali.

Tjitrosoepomo, Gembong. 2010. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Yogyakarta : UGM Press.

Trubus Infokit. 2005. Anggrek Dendrobium. Depok : Tribus Swadaya Wisma

Hijau.

Yusnita. 2003. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman secara Efisien.

Jakarta : AgroMedia Pustaka.