laporan kjt pembuatan media

38
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril. Dalam pelaksanaan teknik kultur jaringan tanaman, hal-hal yang harus diperhatikan adalah kondisi kultur yang aseptik, penggunaan media kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan ZPT (Zat Pengatur Tumbuh), serta kondisi ruang kultur yang suhu dan pencahayaannya terkontrol. Media kultur jaringan tersusun dari 3 komponen dasar yaitu: (1) hara esensial atau ion mineral, (2) ba han organik, dan (3) sumber energi berupa karbon.

Upload: asri-adyttia-sparkyu

Post on 10-Aug-2015

183 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kjt Pembuatan Media

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara

vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara

mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-

bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat

pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian

tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap.

Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan

menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang

dilakukan di tempat steril.

Dalam pelaksanaan teknik kultur jaringan tanaman, hal-hal yang harus

diperhatikan adalah kondisi kultur yang aseptik, penggunaan media kultur buatan

dengan kandungan nutrisi lengkap dan ZPT (Zat Pengatur Tumbuh), serta kondisi

ruang kultur yang suhu dan pencahayaannya terkontrol.  Media kultur jaringan

tersusun dari 3 komponen dasar yaitu: (1) hara esensial atau ion mineral, (2) ba-

han organik, dan (3) sumber energi berupa karbon. 

Medium yang digunakan dalam kultur in vitro tanaman dapat berupa

medium padat atau cair. Untuk memudahkan pembuatan medium kultur sebagian

besar komponen disiapkan dalam bentuk larutan beku. Bahan seperti sukrosa,

agar, dan beberapa komponen tertentu tidak dibuat larutan baku, tetapi langsung

ditambahkan ke dalam campuran untuk pembuatan medium.  Medium padat

umumnya digunakan untuk menghasilkan kalus yang selanjutnya diinduksi

membentuk tanamanyang lengkap (planlet), sedangkan medium cair biasanya

digunkan untuk kultur sel.

Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur

jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang

akan diperbanyak. Menurut Prakash et al. (2004), pertumbuhan tanaman in vitro

sebagian besar dipengaruhi oleh komposisi media kultur. Komponen media yang

Page 2: Laporan Kjt Pembuatan Media

utama dalam kultur jaringan tanaman yaitu garam, mineral dan gula sebagai

sumber karbon dan air. Komponen lain merupakan tambahan organik, pengatur

pertumbuhan, gell agar. Terdapat 13 komposisi media dalam kultur jaringan

antara lain Murashige dan Skoog (MS), Linsmaier dan Skoog (LS), Woody Plant

Medium (WPM), Knop, Knudson-C, Anderson dan lain-lain.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu diadakan praktikum mengenai

cara pembuatan media. Hal ini dimaksudkan agar segala hal yang diketahui

tentang kultur jaringan bukan hanya sekedar mengetahui tentang adanya kultur

jaringan, tetapi dapat membuat bibit tanaman melalui kultur jaringan. Agar semua

yang diketahui tentang kultur jaringan bukan sekedar teori, tetapi dapat

diaplikasikan dalam praktikum untuk dijadikan pengabdian kepada masyarakat.

1.2. Tujuan Praktikum

Mahasiswa dapat memahami fungsi medium, komposisi dan peranan

masing-masing komponen dari medium.

1.3. Manfaat Praktikum

Dari praktikum yang dilakukan diharapkan mahasiswa dapat mengetahui

sifat dan komposisi pembuatan media, mengetahui teknik aseptic pembuatan

media dan mampu membuat media kultur jaringan tanaman serta dapat

diaplikasikan untuk pengabdian kepada masyarakat.

Page 3: Laporan Kjt Pembuatan Media

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Media Tumbuh

Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur

jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang

akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral,

vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar,

gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga

bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur

jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi

atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara

memanaskannya dengan autoklaf (Anonim, 2009).

Pelaksanaan teknik ini memerlukan berbagai prasyarat untuk mendukung

kehidupan jaringan yang dibiakkan. Yang paling esensial adalah wadah dan media

tumbuh yang steril. Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan

mengambil nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh

menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan

memperbanyak dirinya (Rahardja, 1988).

Untuk membuat media dengan jumlah zat seperti yang ditentukan,

diperlukan penimbangan dan penakaran bahan secara tepat. Ketidaktepatan

ukuran dapat menyebabkan terjadinya proses yang dikehendaki. Pada umumnya

untuk suatu keperluan, media yang telah dirumuskan dapat diubah atau diperbarui,

dengan mengganti zat-zat tertentu, atau menambah zat lain. Untuk melakukan

perubahan ini diperlukan acuan yang mantap atau pengalaman (Rahardja, 1988).

Keberhasilan dalam teknik in-vitro ini bergantung pada media yang

digunakan, eksplan akan tumbuh baik pada lingkungan tumbuh yang sesuai.

Media kultur jaringan tanaman menyediakan tidak hanya unsur hara makro dan

mikro saja, tetapi juga karbohidrat yang pada umumnya berupa gula untuk

Page 4: Laporan Kjt Pembuatan Media

menggantikan karbon yang biasanya didapat dari atmosfer melalui fotosintesis

( Gunawan, 1998).

2.2. Komposisi Media Tumbuh

Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur

jaringan.  Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman

yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam

mineral, vitamin, dan hormon.  Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti

agar, gula, dan lain-lain.  Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga

bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur

jaringan yang dilakukan.  Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi

atau botol-botol kaca.  Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara

memanaskannya dengan autoklaf (Suryowinoto, 1991).

Dalam kultur jaringan, unsur-unsur diberikan tidak dalam bentuk unsure

murni, tetapi berupa senyawa berbentuk garam. Sebelum dicampurkan kedalam

media tumbuh, garam-garam mineral itu haruslah lebih dahulul dilarutkan dalam

konsentrasi tertentu, sehingga dalam media tumbuh nantinya jumlah tiap gram

benar sesuai dengan ketentuan sebagai pelarut dipakai akuades (Yuwono, 2008).

Untuk memenuhi factor pertumbuhan tanaman, media kultur jaringan yang

baik mengandunga (Anonim, 2009):

2.2.1 Hara anorganik

Setiap tanaman membutuhkn paling sedikit 16 unsur untuk pertumbuhan

normalnya. Tiga unsur di antaranya adalah Karbon (C) , Hydrogen (H), dan

Oksigen (O) yang diambil dari udara, sedangkan 13 unsur lainnya berupa pupuk

yang dapat diberikan melalui akar atau daun. Ada unsusr yang dibutuhkan dalam

jumlah besar yang disebut unsur makro dan ada yang dibutuhkan dalam jumlah

sedikit disebut unsur mikro (Gunawan, 1998).

Page 5: Laporan Kjt Pembuatan Media

2.2.1.1 Unsur Makro

Air selain sebagai bahan untuk membentuk material tubuh, juga sebagai

media untuk terjadinya reaksi-reaksi kimia dan fisika. Air juga berguna untuk

transport dan distribusi zat-zat terlarut di dalamnya. Pada media kultur jaringan

digunakan air murni yang sudah mengalami demineralisasi, deionisasi dan

mengalami dua kali destilasi (bidestilasi) (Gunawan, 1998).

Kebutuhan garam-garam mineral di dalam jaringan kurang lebih sama

dengan tanaman utuh. Garam-garam mineral merupakan gabungan unsur0unsur

esensial makro dan mikro. Konsentrasi optimum dari tiap-tiap komponen untuk

mencapai kecepatan pertumbuhan maksimal sangat bervariasi. Jenis-jenis yang

termasuk unsur makro adalah Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Sulfur (S),

Kalsium (Ca), dan Magnesium (Mg). Unsur-unsur makro biasanya diberikan

dalam bentuk persenyawaan (Gunawan, 1998).

2.2.1.2 Unsur Mikro

Unsur hara mikro adalah unsur yang dibutuhkan dalam jumlah yang

sedikit. Fungsinya belum diketahui secara pasti, tetapi tidak adanya zat-zat ini

dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan. Jenis-jenis yang termasuk hara mikro

adalah Besi (Fe), Boron (B), Molibdenum (Mo), Mangan (Mn), Kobalt (Co), Seng

(Zn),Tembaga (Cu), dan Klor (Cl). Unsur hara mikro diberikan dalam bentuk

persenyawaan (Gunawan, 1998).

2.2.2 Hara organic

Zat-zat organic yang biasa ditambahkan ke dalam media kultur jaringan

adalah gula, mio-inositol, vitamin, asam-asam amino dan zat pengatur tumbuh.

Selain bahan organik tersebut, bahan kompleks seringkali ditambahkan, termasuk

ekstrak ragi, casein hydrolysate, air kelapa, jus jeruk, jaringan pisang, dan lain –

lain (Gunawan, 1998).

Page 6: Laporan Kjt Pembuatan Media

2.2.2.1 Vitamin

Tanaman yang tumbuh dalam kondisi normal bersifat autotrof dan dapat

mensintesa semua kebutuhan bahan organiknya. Meskipun tanaman in vitro dapat

mensintesa senyawa ini, diperkirakan mereka tidak menghasilkan vitamin dalam

jumlah yang cukup untuk pertumbuhan yang sehat dan satu atau lebih vitamin

harus ditambahkan ke media. Thiamin merupakan vitamin yang penting, selain itu

asam nikotinat dan piridoksin.vitamin tersebu merupakn vitamin umum yang

terdapat dalam tanaman. selain itu ada beberapa jenis vitamin lainnya yaitu asam

folat, kolin, klorida, asam askorbat, asam pantotenat dan adenine. Vitamin

ditambahkan pada media untuk mempercepat pertumbuhan, diferinsiasi kalus dan

berperan sebagai kofaktor atau bagian dari molekul kofaktor dari reaksi-reaksi

enzimatis yang penting (Gunawan, 1998).

2.2.2.2 Gula

Tanaman dalam kultur jaringan tumbuh secara heterotrof dan karena tidak

cukup mensintesa kebutuhan karbonnya, maka sukrosa harus ditambahkan ke

dalam media. Sumber karbon ini menyediakan energi bagi pertumbuhan tanaman

dan juga sebagai bahan pembangun untuk memproduksi molekul yang lebih besar

yang diperlukan untuk tumbuh. Biasanya sukrosa pada konsentrasi 1 – 5%

digunakan sebagai sumber karbon tapi sumber karbon lain seperti glukosa,

maltosa, galaktosa dan laktosa juga digunakan. Ketika sukrosa diautoklaf, terjadi

hidrolisis untuk menghasilkan glukosa dan fruktosa yang dapat digunakan lebih

efisien oleh tanaman dalam kultur. Pemilihan gula dan konsentrasi yang akan

digunakan tergantung dari jaringan tumbuhan yang akan dikulturkan dan tujuan

yang ingin dicapai (Gunawan, 1998)

Page 7: Laporan Kjt Pembuatan Media

2.2.2.3 Asam-asam amino

Asam amino merupakan sumber N organic yang lebih cepat diserap oleh

sel atau jaringan tanaman darpada N anorganik dalam media yang sama. Beberapa

asam amino yang biasa ditambahkan ke dalam media kultur jaringan di antaranya

L-sistein, asparagine, L-asam aspartate, glisin, L-arginin dan glutamin (Gunawan,

1998)

2.2.2.4 Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)

Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organic bukan hara yang diproduksi

di dalam tubuh tanaman (endogen) dan memberikan pengaruh pada konsentrasi

yang rendah. Terdapat dua kelompok zat pengatur tumbuh yang sering digunakan

yaitu kelompok auksin seperti Indoleacetic acid (IAA) dan naphthalene acetic acid

(NAA) sedangkan kelompok sitokinin misalnya kinetin dan benzylamino purine

(BAP). Penggunaan auksin (IAA dan NAA) dan sitokinin (BAP dan kinetin) pada

konsentrasi yang tepat dapat memacu pertumbuhan eksplan, terutama

pembentukan daun, tunas dan ruas (Gunawan, 1988; Wardiyati, 1998; Cameiro et

al., 1999).

Zat pengatur tumbuh terdiri dari golongan sitokinin dan auksin. Auksin

mempunyai peran ganda tergantung pada struktur kimia, konsentrasi, dan jaringan

tanaman yang diberi perlakuan. Pada umumnya auksin digunakan untuk

menginduksi pembentukan kalus, kultur suspensi, dan akar, yaitu dengan memacu

pemanjangan dan pembelahan sel di dalam jaringan kambium (Pierik, 1987).

Untuk memacu pembentukan kalus embriogenik dan struktur embrio somatik

seringkali auksin diperlukan dalam konsentrasi yang relatif tinggi.

Zat pengatur tumbuh tanaman berperan penting dalam mengontrol proses

biologi dalam jaringan tanaman (Davies, 1995; Gaba, 2005). Perannya antara lain

mengatur kecepatan pertumbuhan dari masing-masing jaringan dan

mengintegrasikan bagian-bagian tersebut guna menghasilkan bentuk yang kita

kenal sebagai tanaman. Aktivitas zat pengatur tumbuh di dalam pertumbuhan

tergantung dari jenis, struktur kimia, konsentrasi, genotipe tanaman serta fase

Page 8: Laporan Kjt Pembuatan Media

fisiologi tanaman (Satyavathi et al., 2004; George, 1993; Dodds dan Roberts,

1982).

Dalam proses pembentukan organ seperti tunas atau akar ada interaksi

antara zat pengatur tumbuh eksogen yang ditambahkan ke dalam media dengan

zat pengatur tumbuh endogen yang diproduksi oleh jaringan tanaman (Winata,

1987). Penambahan auksin atau sitokinin ke dalam media kultur dapat

meningkatkan konsentrasi zat pengatur tumbuh endogen di dalam sel, sehingga

menjadi “factor pemicu” dalam proses tumbuh dan perkembangan jaringan. Untuk

memacu pembentukan tunas dapat dilakukan dengan memanipulasi dosis auksin

dan sitokinin eksogen (Poonsapaya et al., 1989). Kombinasi antara sitokinin

dengan auksin dapat memacu morfogenesis dalam pembentukan tunas (Flick et

al., 1993).

Penggunaan zat pengatur tumbuh di dalam kultur jaringan tergantung pada

tujuan atau arah pertumbuhan tanaman yang diinginkan. Zat pengatur tumbuh BA

(benzyl adenin) paling banyak digunakan untuk memacu penggandaan tunas

karena mempunyai aktivitas yang kuat dibandingkan dengan kinetin (Zaer dan

Mapes, l982). BA mempunyai struktur dasar yang sama dengan kinetin tetapi

lebih efektif karena BA mempunyai gugus benzil (George dan Sherington, l984).

Flick et al. (1993) menyatakan bahwa pada umumnya tanaman memiliki respon

yang lebih baik terhadap BA dibandingkan terhadap kinetin dan 2-iP sehingga BA

lebih efektif untuk produksi tunas in vitro. Pada banyak jenis tanaman zat

pengatur tumbuh 2-iP merupakan sitokinin yang mempunyai daya aktivitas lebih

lemah dibandingkan dengan sitokinin lainnya sehingga jarang digunakan. Pada

tanaman nilam penggunaan 2-iP menghasilkan tunas yang lemah dan kurus

(Seswita et al., 1996).

Di samping sitokinin BA atau kinetin, penggunaan thidiazuron (TDZ)

dapat pula meningkatkan kemampuan multiplikasi tunas. Lu (1993) menyatakan

bahwa thidiazuron dapat menginduksi pembentukan tunas adventif dan proliferasi

tunas aksilar. Diduga thidiazuron mendorong terjadinya perubahan sitokinin

ribonukleotida menjadi ribonukleosida yang secara biologis lebih aktif (Herawan

dan Na’iem. 2006). Thidiazuron merupakan senyawa organik yang banyak

Page 9: Laporan Kjt Pembuatan Media

digunakan dalam perbanyakan in vitro karena aktivitasnya menyerupai sitokinin

(Pierik, l987; Singha dan Bathia, l988).Thidiazuron berpotensi memacu frekuensi

regenerasi pada kacang tanah (Arachis hipogaea) secara in vitro, dan memacu

pembentukan tunas adventif pada beberapa jenis tumbuhan (Huetterman dan

Prece, 1993) karena dapat menginduksi proses pembelahan sel secara cepat pada

kumpulan sel meristem sehingga terbentuk primordia tunas (George dan

Sherington, 1984). Senyawa organik tersebut merupakan derivate urea yang tidak

mengandung rantai purin yang umumnya dimiliki oleh sitokinin.

2.2.3 Agar

Bahan pemadat yang paling sering diguanakn adalah agar. Keuntungan

dari pemakaian agar adalah (Gunawan, 1998):

1. Agar dapat membeku pada suhu ≤ 45° C dan mencair pada

temperature 100°C, sehingga dalam kisaran suhu kultur agar

berada dalam keadaan beku yang stabil

2. Tidak dicerna oleh enzim tanaman

3. Tidak bereaksi dengan substansi penyusun media

Agar adalah campuran polisakarida yang diperoleh dari beberapa spesies

alga. Dari hasil analisa diperoleh bahwa agar mengandung unsur Ca, Mg, K dan

Na. kekerasan media akan meningkat sesuai denganpeningkatan konsentrasi agar.

Konsentrasi pemadat yang terlalu tinggi dapat mengurangi difusi zat dari media ke

dalam jaringan sehingga pengambilan hara dan zat tumbuh berkurang. Kekerasan

media juga dipengaruhi oleh (Gunawan, 1998):

1. Jenis agar yang digunakan

2. pH media

3. Penambahan arang aktif. Arang aktif 0,8-1 % dapat mengahmbat

pembekuan agar

Page 10: Laporan Kjt Pembuatan Media

Konsentrasi agar yang biasa digunakan sebagai pemadat dalam media

kultur adalah 6-10 g/L. bahan pemadat lain yang dapat digunakan adalah gelrite,

yang memliki ciri lebih bening dari agar. Agsrose juga sering digunakan untuk

kultur protoplas dan mikrospora (Gunawan, 1998).

2.2.4. pH Media

Faktor penting lain adalah pH yang harus diatur sedemikian rupa sehingga

tidak mengganggu fungsi membrane dan pH dari sitoplasma, pengaturan pH

selain memperhatikan kepentingan fisiologis sel jga berpengaruh pada (Gunawan,

1998):

1. Kelarutan garam-garam penyusun media

2. Penyerapan garam-garam lain dan zat pengatur tumbuh dari media

oleh jaringan tanaman

3. Efisiensi pembekuan agar

Media biasanya diatur pada kisaran 5.6 – 5.8 tapi tanaman yang berbeda

mungkin memerlukan pH yang berbeda untuk pertumbuhan optimum. Jika pH

lebih tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH kurang dari

5.2, agar tidak dapat memadat. Pada umumnya setelah sterilisasi terjadi penurunan

pH media. Untuk mendapatkan pH media yang diinginkan setelah sterilisasi,

biasanya sebelu disterilkan pH media dibuat netral atau pH 7 (Gunawan, 1998).

2.2.5. Pemilihan Media.

Jika tidak ada informasi awal, biasanya mulai dengan media MS

(Murashige dan Skoog 1962). Media ini mengandung konsentrasi garam dan

nitrat yang lebih tinggi dibandingkan media lain, dan telah sukses digunakan pada

berbagai tanaman dikotil (Suryowinoto, 1991).

Umumnya, media kultur jaringan tanaman dibedakan menjadi media dasar

dan media perlakuan. Media dasar adalah kombinasi zat yang mengandung unsur

Page 11: Laporan Kjt Pembuatan Media

hara esensial (makro dan mikro), sumber energy dan vitamin. Penamaan media

dasar umumnya diambil dari nama penemunya atau peneliti yang menggunakan

pertama kali dalam kultur. Terdapat 13 komposisi media dalam kultur jaringan

antara lain Murashige dan Skoog (MS), Linsmaier dan Skoog (LS), Woody Plant

Medium (WPM), Knop, Knudson-C, Anderson dan lain-lain. Meskipun beberapa

jumlah komposisi dirubah untuk langkah-langkah kultur jaringan dan spesies

tanaman berbeda, media MS (Murashige dan Skoog, 1962) dan LS (Linsmaier

dan Skoog, 1965) paling banyak digunakan dalam kultur jaringan tanaman

(Suryowinoto, 1991).

2.3 Sterilisasi Media

Sebagai syarat mutlak suksesnya kultur jaringan tanaman, biasanya

sterilisasi dilakukan dengan menggunakan autoklaf. Bahkan autoklaf juga dapat

digunakan untuk sterilisasi media tumbuh kultur jaringan. Seperti halnya peralatan

kultur, media yang digunakan juga perlu dilakukan sterilisasi untuk menciptakan

kondisi lingkungan yang aseptic bagi eksplan.Tipe autoklaf yang dapat digunakan

untuk sterilisasi sangatlah beragam macamnya, mulai dari yang sederhana sampai

digital (terprogram) (Gunawan, 1988).

Autoklaf yang sederhana menggunakan sumber uap dari pemanasan air

yang ditambahkan ke dalam autoklaf. Pemanasan air dapat menggunakan kompor

atau api Bunsen. Dengan autoklaf sederhana ini, tekanan dan temperatur diatur

dengan jumlah panas dari api. Kelemahan dari autoklaf ini adalah bahwa perlu

adanya penjagaan dan pengaturan panas secara manual dan terkontrol, selama

masa sterilisasi dilakukan. Tetapi autoklaf ini mempunyai keuntungan, yaitu:

lebih sederhana sederhana, harga relatif murah, tidak tergantung dari aliran listrik

yang sering merupakan problema untuk negara-negara yang sedang berkembang,

serta lebih cepat dari autoklaf listrik yang seukuran dan setaraf (Gunawan, 1988).

Autoklaf yang lebih komplit menggunakan sumber energi dari listrik.

Alatnya dilengkapi dengan timer dan thermostat. Bila pengatur automatis ini

berjalan dengan baik. Maka autoklaf dapat dijalankan sambil mengerjakan

Page 12: Laporan Kjt Pembuatan Media

pekerjaan lain. Kelemahannya adalah bila salah satu pengatur tidak bekerja, maka

pekerjaan persiapan media menjadi sia-sia dan kemungkinan menyebabkan

kerusakkan total pada autoklaf. Sebagai sumber uap, juga berasal dari air yang

ditambahkan ke dalam autoklaf dan didihkan (Gunawan, 1988).

Biasanya untuk laboratorium komersial, menurut Gunawan (1988),

diperlukan autoklaf dengan kapasitas besar dan sumber uap biasanya dari boiler

yang terpisah. Autoklaf ini sangat cepat dan dapat diprogam waktu sterilisasi serta

waktu pendinginan. Setelah sterilisasi bahan atau alat selesai, temperatur dan

tekanan autoklaf diturunkan secara perlahan-lahan dalam waktu 15-20 menit.

Pada autoklaf yang programmable (memiliki program yang dapat diatur), panas

ini diatur secara atomatis. Tetapi pada autoklaf yang sederhana hal ini harus diatur

secara manual.

Page 13: Laporan Kjt Pembuatan Media

BAB III

METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat Praktikum

Pembuatan media kultur dilakukan pada tanggal 24 Nopember 2012, pukul

10.00 WIB dan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan FMIPA Universitas

Tanjungpura Pontianak.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum pembuatan medum kultur adalah 10

buah spuit ( suntikan) , aluminium foil, autoklaf, batang pengaduk, beaker glass

500 ml, botol kultur, hot plate, karet gelang, magnetic stirrer, kertas pH dan

timbangan.

Bahan yang digunakan dalam praktikum pembutan media kultur adalah

akuades, agar, gula (sukrosa), stok hara makro A, B, C, D, E, dan stok besi (F),

stok hara mikro (G), stok vitamin, dan stok ZPT.

3.2. Prosedur Kerja

Pembuatan media kultur dilakukan dengan terlebih dahulu membuat

larutan agar dengan cara gula sebanyak 15 gram dimasukkan ke dalam beaker

glass yang berisi aquadest 500 ml, kemudian dimasukkan 3,5 gram serbuk agar.

Proses ini dilakukan di atas hot plate dengan suhu tertentu, ke dalam beaker galass

tersebut kemudian dimasukkan megnteic stirer yang dimaksudkan untuk

mempercepat homogenitas dari agar dan gula. Setelah itu, dengan menggunakan

sluit diambil masing-masing sebanyak 5 ml stok hara makro A, B, C, D, E, dan

stok besi (F) dan dimasukkan ke dalam campuran akuades, agar dan gula.

Kemudian dimasukkan juga ke dalamnya larutan stok hara mikro (G) sebanyak

Page 14: Laporan Kjt Pembuatan Media

0,5 ml, dan stok vitamin sebanyak 5 ml. Larutan media dibiarkan hingga

mendidih,

Setelah itu, larutan media dibagi menjadi 9 bagian sama banyak (50 ml).

Lalu ke dalam larutan media dimasukkan kombinasi stok ZPT (NAA dan BAP )

dengan konsentrasi yang berbeda-beda untuk masing-masing bagian larutan

media, yaitu : 0;0, 0;10-6, 0;10-7, 10-6;10-6, 10-6;10-7, 10-7;10-7, 10-7;10-6, 10-6;0, 10-

7;0. Lalu diukur pH media hingga mencapai pH 7 menggunakan kertas pH. Jika

belum mencapai ph 7 ke dalam larutan media ditambahkan larutan NaOH jika

larutan media terlalu asam dan ditambahkan larutan HCl jika terlalu asam. Setelah

itu setiap bagian larutan media yang sudah ber- pH 7 dimasukkan ke dalam 3

botol media (volume larutan media sama banyak) yang telah disterilisasi.

Dilakukan hal yang sama pada konsentrasi larutan media lainnya.

Kemudian dengan segera botol media ditutup menggunakan aluminuim

foil yang telah disterilisasi sebanyak 2 lapis dan diikat dengan karet gelang hingga

rapat. Lalu, ditepuk-tepuk mulut botol media yang telah dilapisi aluminium foli

dengan menggunakan telapak tangan. Setelah itu dibungkus dengan plastik

wayang, diikat dengan karet gelang, diusahakan agar tidak terdapat udara di dalam

palstik. Kemudian dilakukan sterilisasi media dengan menggunakan autoklaf. Hal

yang perlu diperhatiakn adalah pemberian label pada setiap botol media sesuai

dengan kombinasi konsentrasi stok ZPT.

Page 15: Laporan Kjt Pembuatan Media

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Perlakuan Pengamatan

1. Pembuatan larutan agar dengan

mencampurkan akuades,

serbuk agar dan gula

a. Serbuk agar : 3,5 gram

b. Gula : 15 gram

c. Akuades : 500 ml

2. Diambil stok A, B, C, D, E, F,

G, dan stok vitamin dengan

menggunakan spuit

a. Stok A, B, C, D, E, dan F : 5

ml

b. Stok G : 0,5 ml

c. Stok vitamin : 5 ml

3. Campuran dipanaskan dengan

suhu tertentu di atas hot plate

yang di dalamnya sudah

terdapat magnetic stirer

4. Dibiarkan hingga mendidih Larutan agar keruh

5. Larutan agar dibagi menjadi 9

bagian sama banyak

1 bagian= 50 ml

1 bagian untuk 3 botol media

6. Setiap bagian ditetesi dengan

stok ZPT dengan volume

tertentu

ZPT : BAP dan NAA

7. Kemudian diukur pH media

hingga mencapai pH 7dengan

menggunakan kertas pH

Page 16: Laporan Kjt Pembuatan Media

8. Jika pH media belum mencapai

pH 7 ditambahkan larutan

HCl / NaOH

Jika larutan terlalu asam

ditambahkan larutan NaOH

Jika larutan terlalu basa

ditambahkan larutan HCl

9. Media kemudian dimasukkan

ke dalam botol media yang

telah disterilisasi

27 botol media

10. Botol media ditutup dengan

segera menggunakan aluminum

foil yang telah diserilisasi

11. Diikat dengan menggunakan

getah gelang dan ditepuk tepuk

12. Semua botol media kemudian

dimasukkan ke dalam plastik

wayang dan diikat dengan karet

gelang

Jangan sampai terdapat udara

didalamnya

13. Dilakukan proses sterilisasi

menggunakan autoklaf

Temperature 121°C, tekanan

15 lbs selama 15 menit

14. Diletakkan di dalam ruangan

steril ber-AC dan

berpermukaan rata

Disimpan hingga proses

penanaman dilakukan

4.2. Perhitungan

Diketahui : Konsentrasi Stok ZPT (NAA dan BAP) = 10-3 M

Volume media = 50 mL

Konsentrasi yang diinginkan = 10-6 M dan 10-7 M

Ditanya : Volume NAA dan BAP yang diambil = V1?

Page 17: Laporan Kjt Pembuatan Media

Jawab :

- NAA dan BAP 10-6 M

V1 x M1 = V2 x M2

V1 x 10-3 M = 50 mL x 10-6 M

V1 = 0,05 mL

- NAA dan BAP 10-7 M

V1 x M1 = V2 x M2

V1 x 10-3 M = 50 mL x 10-7 M

V1 = 0,005 mL

Tabel Konsentrasi ZPT

NAA

BAP 0 10-610-7

0 0,0 0, 10-6 0, 10-7

10-6 10-6,0 10-6, 10-6 10-6, 10-7

10-7 10-7,0 10-7, 10-6 10-7, 10-7

4.3 Pembahasan

Praktikum kali ini dilakukan percobaan mengenai pembuatan media

tumbuh kultur jaringan tanaman. Media merupakan faktor penentu dalam

perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung

dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya

terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan

tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang

Page 18: Laporan Kjt Pembuatan Media

ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan

tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Pada praktikum ini media yang dibuat

adalah media Murashige- Skoog. Media ini merupakan media yang paling sering

digunakan untuk hamper semua tanaman terutama tanaman herbal, mempunyai

konsentrasi garam-garam mineral yang tinggi dan senyawa N dalam bentuk NO3-

dan NH4+

Langkah pertama yang dilakukan adalah pembuatan larutan agar yang

akan dijadikan media tumbuh. Larutan agar dibuat dengan mencampurkan 3,5

gram agar, 15 gram gula dan 500 ml akuadest, pencampuran dilakukan di dalam

beaker glass dan di atas hot plate untuk menghindari terjadinya pembekuan agar.

Setiap penimbangan atauun penakaran harus dilakukan secara tepat karena

ketidaktepatan ukuran dapat menyebabkan terjadinya proses yang tidak

dikehendaki. Kemudian ke dalam campuran dimasukkan magnetic stirer yang

berfungsi untuk membantu proses pengadukan agar homogenitas cepat terjadi.

Selain itu penggunaan stirer juga untuk menggantikan batang pengaduk sehingga

memperkecil terjainya kontaminasi. Agar merupakan bahan pemadat yang paling

banyak digunakan.

Agar dalah campuran polisakarida yang diperoleh dari spesies alga.

Penggunaan agar sebagai bahan pemadat karena agar tidak dicerna oleh enzim

tanaman, tidak bereaksi dengan substansi penyusun media, serta dapat

mempertahankan keadaan kultur dalam beku yang stabil. Kekerasan media akan

meningkat sesuai dengan peningkatan konsentrasi agar. konsentrasi pemadat yang

terlalu tinggi dapat mengurangi difusi zat dari media ke dalam eksplan sehingga

pengambilan hara dan zat tumbuh berkurang. Sedangkan gula merupakan salah

satu unsur hara organic yang ditambahkan ke dalam media kultur jaringan. Pada

kultur in vitro sel dan jaringan tumbuhan belum sempurna untuk melakukan

asimilaspi fotoautotrof, sehingga diperlukan gula sebagai sumber karbon dan

energy. Selain itu gula juga berfungsi sebagai penjaga keseimbangan tekanan

osmotic di dalam media. Pemilihan gula dan konsentrasi yang digunakan

tergantung dari jaringan tumbuhan yang akan dikulturkan dan tujuan yang akan

dicapai. Air yang digunakan berfungsi untuk membentuk material tubuh, sebagai

Page 19: Laporan Kjt Pembuatan Media

media untuk reaksi-reaksi kimia dan fisika, dan berguna untuk transport dan

distribusi zat-zat terlarut di dalamnya.

Setelah itu ditambahkan stok yang telah dibuat sebelumnya, yaitu stok

hara makro A, B, C, D, E, dan F, stok hara mikro G, dan stok vitamin.stok hara

makro yang ditambahkan sebanyak 5 ml yang diambil menggunakan spuit

(suntikan) yang berbeda untuk setiap stok. Stok hara mikro yang digunakan

sebanyak 0,1 ml, sedangkan stok vitamin yang ditambahkan sebanyak 5 ml.

Terlihat terdapat perbedaan yang signifikan antara volume stok hara makro dan

mikro yang digunakan. Karena sesuai dengan namanya sendiri dapat diketahui

bahwa hara makro merupakan hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang besar

sedangkan hara mikro merupakan hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang kecil.

Kemudian larutan dibiarkan hingga mendidih. Terbentuk larutan yang keruh.

Setiap stok mengandung unsur-unsur anorganik yang berbeda-beda, di

mana mempunyai fungsi masing-masing. Unsur-unsur tersebut seperti Nitrogen

(N), Kalium (K), Sulfur (S), Kalsium (Ca),Magnesium (Mg), Besi (Fe), Mangan

(Mn), Seng (Zn), Boron (B), Molibdenum (Mo), Tembaga (Cu), Klor (Cl) dan

Kobalt (Co), yang diberikan dalam bentuk persenyawaan. Nitrogen merupakan

penyusun asam-asam nukleat, protein, sebagai koenzim atau persenyawaan lain

dan beberapa hormone. Kalium diperlukan untuk memacu pembelahan sel, sintesa

karbohidrat dan protein, pembentukan klorofil serta mereduksi nitrat. Sulfur untuk

memacu perkembangan akar, juga berguna untuk ketahanan atau proteksi tubuh

tumbuhan. Sedangkan kalsium diperlukan untuk pembentukan dinding sel primer,

Magnesium sebagai elemen utama dalam pembentukan klorofil, sebagai activator

enzim terutama dalam proses fosforilasi dan sintesis protein dengan cara

membentuk kompleks enzim-substrat. Besi berfungsi sebagai penyanggauntuk

menangga kestabilan pH media selama masa kultur, Boron beperan dalam

translokasi karbohidrat dan sebagai activator dan inaktivator bagi zat pengatur

tumbuh. Molibdenum berperan dalam konfersi nitrogen ke ammonia dan fiksasi

nitrogen, sedangkan Mangan berperan sebagai activator enzim dan Kobalt penting

untuk fiksasi nitrogen. Seng berperan sebagai activator enzim, penyusun klorofil,

Tembaga berperan dalam proses fotosintesis dan reduksi nitrat, sedangkan Klor

Page 20: Laporan Kjt Pembuatan Media

sebagai ion berpengaruh terhadap aktivitas enzim, memacu proses fotosintesis.

Stok vitamin yang ditambahkan berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan,

diferesiansi kalus. Berperan sebagai kofaktor dari reaksi-reaksi enzimatis penting

dan berfungsi protektif. Vitamin yang digunakan adalah glisin, mio-inositol, asam

nikotinat, piridoksin HCl dan tiamin HCl.

Langkah selanjutnya adalah membagi larutan media menjadi 9 bagian

dengan volume 50 ml. kemudian ke dalam setiap bagian ditambahkan stok

kombinasi ZPT, yaitu NAA (1- Naphtalene acetic acid) yang merupakan auksin

dan BAP (6-benzyl amino purine) yang merupakan sitokinin. Zat pengatur

tumbuh adalah senyawa organic bukan hara yang diproduksi di dalam tubuh

tanaman (endogen) dan memberikan pengaruh pada konsentrasi yang rendah. Zat

pengatur tumbuh tanaman berperan penting dalam mengontrol proses biologi

dalam jaringan tanaman. Dalam proses pembentukan organ seperti tunas atau akar

ada interaksi antara zat pengatur tumbuh eksogen yang ditambahkan ke dalam

media dengan zat pengatur tumbuh endogen yang diproduksi oleh jaringan

tanaman. Penambahan auksin atau sitokinin ke dalam media kultur dapat

meningkatkan konsentrasi zat pengatur tumbuh endogen di dalam sel, sehingga

menjadi “factor pemicu” dalam proses tumbuh dan perkembangan jaringan. Untuk

memacu pembentukan tunas dapat dilakukan dengan memanipulasi dosis auksin

dan sitokinin eksogen. Kombinasi antara sitokinin dengan auksin dapat memacu

morfogenesis dalam pembentukan tunas. Konsentrasi NAA dan BAP yang

digunakan adalah 0;0, 0;10-6, 0;10-7, 10-6;10-6, 10-6;10-7, 10-7;10-7, 10-7;10-6, 10-6;0,

10-7;0. Satu kombinasi ZPT digunakan untuk satu bagian media.

Setelah itu dilakukan pengukuran pH media dengan menggunakan kertas

pH. pH merupakan salah satu factor penting yang harus diperhatikan sehingga

nantinya tidak mengganggu fungsi membrane dan pH dari sitoplasma. Selain itu

pH juga berpengaruh pada kelarutan garam-garam penyusun media, penyerapan

garam-garam lain dan zat pengatur tumbuh serta efisiensi pembekuan agar. pH

media optimum berkisar antar 5,0 – 6,0. pH akan mengalami peningkatan apabial

nutrient telah habis. pH yang ingin dicapai pada praktikum ini adalah pH netral =

pH 7, karena pada umumnya setelah serilisasi akan terjadi penurunan pH media

Page 21: Laporan Kjt Pembuatan Media

sehingga nantinya akan mencapai pH optimum saat proses sterilisasi selesai. Jika

pH media belum mencapai 7 atau bahkan melebihi 7 dapat dilakukan pengaturan

pH dgan menggunakan larutan NaOH atau HCl. Larutan NaOH digunakan jika

pH media kurang dari 7 sedangkan larutan HCl digunakan jika pH media lebih

dari 7.

Jika pH media sudah mencapai 7 maka kemudian media dimasukkan ke

dalam 3 botol media untuk setiap bagian. Jadi setiap konsentrasi dibuat 3 media

sebagai perbandingan dan sebagai cadangan jika terjadi kontaminasi pada salah

satu botol. Media yang telah dimasukkan ke dalam botol media kemudian segera

ditutup untuk menghindari kontaminasi dari luar. Penutupan dilakukan dengan

menggunakan aluminium foil steril dan diikat dengan karet gelang untuk

meminimalisir masuknya kontaminan ke dalam botol sambil ditepuk-tepuk bagian

atas aluminium foil untuk menhilangkan udara di dalam botol. Setelah itu,

keseluruhan botol dimasukkan ke dalam plastic wayang dan diikat dengan karet

gelang dengan erat, diusahakan agar tidak ada udara di dalam palstik karena akan

mengganggu pada proses sterilisasi.

Seperti halnya peralatan kultur, media yang digunakan juga perlu

dilakukan sterilisasi untuk menciptakan kondisi lingkungan yang aseptic bagi

eksplan. Sterilisasi media dilakukan dengan menggunakan autoklaf. Temperature

yang digunakan untuk sterilisasi adalah 121°C pada tekanan 15 lbs selama 15-20

menit tergantung dari volume wadah dan volume media. Volume yang lebih besar

membutuhkan tekanan yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama. Namun

sterilasasi yang lama akan menyebabkan terjadinya penguraian gula, degradasi

vitamin dan asam amino dan perubahan pH yang berakibat depolimerisasi agar.

Perhitungan waktu sterilisasi dimulai setelah tekanan yang diinginkan tercapai.

Jika waktu sterilisasi media selesai, tekanan pada autoklaf tidak boleh diturunkan

secara mendadak karena dapat menyebabakan cairan yang ada di dalam wadah

menjadi mendidih dan meluap. Setelah selesai sterilisasi media diletakkan di

dalam ruangan steril yang ber- AC dan diusahan agar peletakkan botol media pada

permukaan yang rata karena akan mempengaruhi bentuk permukaan agar. Media

kemudian disimpan hingga proses penanaman selanjutnya.

Page 22: Laporan Kjt Pembuatan Media

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa :

a. Fungsi media pada kultur jarinagn tanaman adalah sebagai tempat tumbuh

berkembangnya ekspan/ jaringan untuk mejadi tanaman utuh.

b. Media kultur jaringan tanaman menyediakan tidak hanya unsur hara

makro dan mikro saja, tetapi juga karbohidrat yang pada umumnya berupa

gula untuk menggantikan karbon yang biasanya didapat dari atmosfer

melalui fotosintesis.

c. Setiap komponen-komponen penyusun media memliki perannya masing-

masing yang mendukung proses pertumbuhan dan perkembangan jaringan

tanaman.

5.2. Saran

a. Penimbangan dan penakaran bahan yang digunakan harus dilakukan

dengan tepat

b. Tidak banyak melakukan aktivitas yang dapat menyebabkan kemungkinan

terjadinya kontaminasi

c. Setiap proses dilakukan dengan cepat tapi tepat

Page 23: Laporan Kjt Pembuatan Media

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Media Kultur Jaringan. http://www.fp.unud.ac.id/biotek/kultur-

jaringan-tanaman/ 12-media-kultur-jaringan.html. Diakses tanggal Diakses

4 Januari 2013 pukul 22.32 WIB.

Cameiro, L.A., R.F.G. Araujo, G.J.M Brito, M.P.H.P. Fonseca, . Costa, O.J.

Crocomo and. E. Mansur, 1999. In Vitro Regeneration from Leaf Explants of

Neoregelia cruenla (R. Graham) L.B. Smith, an endemic bromeliad from Eastern

Brazil. Plant Cell, Tissue and Organ Culture.

Davies, P.J. 1995. The plant hormone their nature, occurence and function. In

Davies (ed.) Plant Hormone and Their Role in Plant Growth Development.

Dordrecht Martinus Nijhoff Publisher. London.

Dodds, J.H. and L.R. Roberts. 1982. Experiments in Plants Tissue Culture.

Cambridge University Press. Cambridge.

Gaba, V.P. 2005. Plant Growth Regulator. In R.N. Trigiano and D.J. Gray (eds.)

Plant Tissue Culture and Development. CRC Press. London.

Flick, C.E., D.A. Evans, and W.R. Sharp. 1993. Organogenesis. In D.A. Evans,

W.R. Sharp, P.V. Amirato, and T. Yamada (eds.) Handbook of Plant Cell

Culture Collier Macmillan. Publisher London.

George, E.F. 1993. Plant Propagation by Tissue Culture. Part 1. The Technology

Exegetic. England.

George, E.F. and P.D. Sherington. l984. Plant Propagation by Tissue Culture.

Handbook and Directory of Commercial Laboratories. Exegetic.

England.

Gunawan, L.W. 1988. Teknik Kultur Jaringan. Bogor: Laboratorium Kultur

Jaringan, PAU Bioteknologi. IPB.

Herawan, T dan M. Na’iem. 2006. Pengaruh Jenis Media dan Konsentrasi Zat

Pengatur Tumbuh Terhadap Perakaran pada Kultur Jaringan Cendana

(Santalum album Linn.). Jurnal Agrosains 19(2) : 103-109.

Page 24: Laporan Kjt Pembuatan Media

Huetterman, C.A. and J.E. Preece. 1993. Thidiazuron a potent cytokinin for

woody plant tissue culture. Plant Cell Tiss. Org. Cult.

Lestari, Endang G. 2011. Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan Tanaman melalui Kultur Jaringan. Jurnal AgroBiogen 7(1):63-68.

Lu, C.Y. l993. The use of thidiazuron in tissue culture. In Vitro Cell Dev. Biol.

Pierik, R.L.M. l987. In Vitro Culture of Higher Plants.Martinus Nijhoff Publisher.

London.

Poonsapaya, P.M.W, Nabors, W. Kersi, and M. Vajrabhaya. l989. A comparison

of methods for callus culture and plant regeneration of RD-25 rice (Oryza

sativa L.) in vitro laboratoris. Plant Cell Tiss. Org. Cult.

Prakash, S., M.I. Hoque, and T. Brinks. 2004. Culture media and containers. In:

Low Cost Options for Tissue Culture Technology in Developing Countries.

Proceedings of Workshop of FAO-IAEA Division of Nuclear

Techniques in Food and Agriculture. Vienna, 26-30 August 2002.

Rahardja, P. C. 1995. Kultur Jaringan : Teknik Perbanyakan Tanaman Secara

Modern. Penerbit Swadaya, Jakarta.

Satyavathi, V.V., P.P. Jauhar, E.M. Elias, and M.B. Rao. 2004. Genomics,

molecular genetic and biotechnology efects of growth regulators on in vitro

plant regeneration. Crop Sci.

Seswita, D., I. Mariska, dan E.G. Lestari. 1996. Mikropropagasi nilam

penampakan chimera hasil radiasi pada kalus. Prosiding Pertemuan Ilmiah

Aplikasi Isotop dan Radiasi. Jakarta.

Singha, S. and S.K. Bathia. l988. Shoot proliferation of pear culture on medium

containing thidiazuron and benzyl aminopurine. Hort. Sci.

Suryowinoto, M. 1991. Budidaya Jaringan dan Manfaatnya. Fakultas Biologi.

Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Wardiyati, T.. 1998. Kultur Jaringan Tanaman Hortikultura. Lembaga Penelitian

Fakultas Pertanian UNIBRAW. Malang.

Winata, L. l987. Teknik Kultur Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman.

Pusat Antar Universitas (PAU). Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Page 25: Laporan Kjt Pembuatan Media

Yuwono T. 2008. Bioteknologi Pertanian. UGM Press. Yogyakarta.

Zaer and Mapes. 1982. Action of growth regeneration. In Bonga and Durzan

(eds.) Tissue Culture in Forestry. Martinus Nijhoff. London.