laporan kegiatan analisis institusi, kesiapan dan kebutuhan pemerintah daerah dalam pengelolaan...
DESCRIPTION
LaporanTRANSCRIPT
i
Laporan Kegiatan
Analisis Institusi, Kesiapan dan Kebutuhan Pemerintah Daerah
Dalam Pengelolaan Pengetahuan Wilayah Pesisir Rendah Emisi di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
ii
Executive Summary In the early stage of Knowledge Management project implementation, Blue Carbon Consortium (BCC) implemented an assessment on local institutions, including government bodies and community groups that focused to their internal capacities in ensuring integration of Low Emission Development Strategy (LEDS) in coastal management. A series of inception workshops were facilitated in Lombok and Sumba to understand gaps between project concept and current development status of coastal area especially in target locations in Lombok and Sumba. Inception Workshops (17-18 November 2015 in Mataram, NTB and 25-26 November 2015 in Tambolaka NTT) were held and attended by representatives from Bapeda (Development Planning Agency), Dinas Kelautan dan Perikanan (Marine and Fishery Affairs), Dinas Kehutanan (Forestry), Dinas Pertanian (Agriculture) and Dinas Lingkungan Hidup (Environment) and other relevant stakeholders. Focus Group Discussions (FGDs) were facilitated in paralel to gather information and draw conclussions. At the end of the FGDs, a Training Need Assessment (TNA) was done to capture relevant training needs of the stakeholders. The assessment indicated that BCC needed to create common ground to develop better understanding of the LEDS concept in coastal management. Although the assessment indicated that there were some different needs and conditions for increasing knowledge management on low emission coastal development between Lombok and Sumba, common issues were often repeatedly occur at different scale, e.g. that the local government needs to increase their knowledge and capacity in ensuring integration of LEDS with coastal management planning and in managing relevant spatial data for coastal management planning. There is also a need to conduct sozialization of coastal management planning to district and village levels, and to increase the capacity of local community in monitoring the implementation of coastal management plan. BCC needed to adjust its work plan to address the local government needs and gaps by reorganizing its activities and create or modify sub activities to respond actual demand and need at beneficiaries level. A series of thematic training activities were also planned to increase the capacity of local government staff at provincial and district level and local communities/villages in coastal management planning and practices. Demonstration plots would also be implemented in selected villages (two villages in each target districts) to demonstrate best practices in coastal resource use and management. Replicability and sustainability of demonstration plots were also important issues to be addressed by the project and supported by the local government.
iii
DAFTAR ISI
Executive Summary............................................................................................... ii
1. Pendahuluan ..................................................................................................... 1 1.1. Pengertian Strategi Pembangunan Rendah Emisi .................................................... 2 1.2. Tujuan Kegiatan .................................................................................................... 4
2. Metode dan Pelaksanaan Kegiatan .................................................................... 4
3. Proses Pelaksanaan Kegiatan............................................................................. 5 3.1. Identifikasi aspek-aspek penting ............................................................................ 5 3.2. Hasil diskusi kelompok (Focus Group Discussion) Nusa Tenggara Barat ................... 7 3.3. Hasil diskusi kelompok (Focus Group Discussion) Nusa Tenggara Timur ................ 11 3.4. Sinkronisasi dan inisiasi sub aktivitas pendukung program dengan kebutuhan lapang ....................................................................................................................... 18 3.5. Analisis Kesiapan dan Kebutuhan Pelatihan ......................................................... 24
4. Catatan Penting dan Rekomendasi .................................................................. 28
1
1. Pendahuluan
Pemanfaatan dan pengelolaan wilayah pesisir Indonesia memerlukan tata kelola yang baik dan benar. Pemerintah Indonesia melalui UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (PWP3K) telah mengakomodasi sistem pengelolaan wilayah pesisir yang baik dan benar melalui serangkaian kegiatan perencanaan, pemanfaatan, pengendalian dan pengawasan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil. Selanjutnya PWP3K yang baik dan benar disusun melalui hubungan hirarki yang saling terkait satu sama lainnya, mulai dari Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RSWP3K), Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K), Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RPWP3K) dan Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RAPWP3K). Di samping itu, Undang-undang Nomer 26 Tahun 2007 mengenai tata ruang juga mengatur penataan ruang untuk wilayah daratan, termasuk wilayah pesisir. Sinkronisasi antara rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan rencana tata ruang wilayah perlu disinkronkan dan dipastikan mengadopsi strategi pembangunan rendah emisi (SPRE). Program hibah pengetahuan hijau memiliki hubungan erat dalam PWP3K. Program ini merupakan bagian dari Proyek Kemakmuran Hijau (PKH) yang digagas Millennium Challenge Account Corporation (MCC) guna mendukung pembangunan ekonomi rendah karbon berkelanjutan. Salah satu fokus PKH adalah Perencanaan tata guna lahan partisipatif untuk menetapkan batas administratif, memperbaharui dan mengintegrasikan inventaris tata guna lahan dan memperbaiki rencana tata ruang di tingkat Kabupaten dan Provinsi. Perencanaan tata guna lahan ini tidak saja berorientasi kearah daratan, namun juga mengintegrasikan kepada wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang telah menjadi kebijakan nasional dalam penetapan rencana tata ruang secara nasional. Mempertimbangkan pada salah satu fokus ini, maka MCC melalui Millennium Challenge Account Indonesia (MCAI) telah menetapkan dan meluncurkan “Proyek Pengelolaan Pengetahuan Tata Kelola Sumberdaya Pesisir Rendah Emisi pada Wilayah Pesisir di Provinsi NTT dan NTB”. Proyek ini diimplementasikan oleh Konsorsium Karbon Biru, atau Blue Carbon Consortium (BCC) yang beranggotakan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor (PKSPL IPB), Perkumpulan YAPEKA, dan Perkumpulan TRANSFORM. Tujuan akhir pelaksanaan proyek oleh BCC adalah meningkatnya pengelolaan pengetahuan dan praktek-praktek cerdas melalui mengintegrasikan strategi pembangunan rendah emisi ke dalam perencanaan dan praktek pengelolaan sumberdaya pesisir.
Indikator pencapaian tujuan proyek yang dituangkan kedalam outcome 2 sangat berhubungan langsung dalam menyiapkan berbagai dokumen perencanaan wilayah pesisir. Adapun sasaran dari outcome 2 adalah perencanaan tata ruang wilayah pesisir (seperti RZWP3K, RPWP3K, RAPWP3K, dan RTRW) dan peraturan-peratuan pendukung di level daerah dan desa yang diintegrasikan dengan rekomendasi-
2
rekomendasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis-Strategi Pembangunan Rendah Emisi (KLHS-SPRE). Untuk mencapai outcome ini, proyek mentargetkan untuk menghasilkan beberapa output, yaitu (1) Tersedianya spasial dan non-spasial untuk perencanan dan praktek pengelolaan wilayah pesisir yang rendah emisi, (2) KLHS-SPRE berbasis pulau terhadap perencanaan pengelolaan wilayah pesisir, dan (3) rekomendasi–rekomendasi KLHS-SPRE untuk rencana pembangunan wilayah desa pesisir. Penyusunan dokumen perencanaan wilayah pesisir perlu mengintegrasikan “Strategi Pembangunan Rendah Emisi (SPRE)” untuk menjamin pembangunan wilayah pesisir berkelanjutan. Ide dasar formulasi SPRE didasarkan pada semakin meningkatnya pemanasan global bumi sebagai akibat yang ditimbulkan oleh efek gas rumah kaca atau lebih dikenal dengan CO2. OECD (2010) mendiskripsikan bahwa SPRE merupakan rencana atau strategi pembangunan rendah emisi untuk tetap memacu pertumbuhan ekonomi yang memiliki ketahanan terhadap perubahan iklim global. Pemerintah Indonesia mentargetkan pengurangan emisi karbon mencapai 26% pada tahun 2019 sebagaimana disebutkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019. Untuk mewujudkan target ini, Pemerintah Indonesia telah mendorong perencanaan pembangunan spasial dan non-spasial pesisir dan laut (RZWP3K, RZBP3K, RPWP3K, dan RAPWP3K) di daerah (Provinsi dan Kabupaten) untuk mengintegrasikan SPRE guna mewujudkan target penurunan emisi karbon dan pembangunan berkelanjutan. Dalam kontek inilah BCC akan berperan untuk membantu pemerintah Provinsi NTB dan NTT menyiapkan pengintegrasian SPRE kedalam dokumen perencanaan wilayah pesisir. Sebagai langkah awal pengelolaan proyek, “Inception Workshop” atau Lokakarya Pendahuluan sangat diperlukan untuk menyusun kesepakatan antara BCC dan Forum Multi Stakeholders yang di koordinasikan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten. Kesepatakan yang akan dihasilkan akan menyelaraskan dan mengharmonisasikan antara rencana kegiatan proyek terkait dengan penyusunan dokumen perencanaan wilayah pesisir dan kegiatan-kegiatan penyusun dokumen perencanaan wilayah pesisir yang sedang dan akan dilakukan BAPPEDA dan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) terkait, dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Nusa Tenggara Timur.
1.1. Pengertian Strategi Pembangunan Rendah Emisi Strategi Pembangunan Rendah Emisi (SPRE) atau Low Emission Development Strategy (LEDS) menjadi isu sentral dalam pembangunan ekonomi saat ini. SPRE digagas pertama kali pada forum the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) April 2008 dengan maksud membantu publik untuk mengklarifikasikan apakah pembangunan ekonomi sudah dengan efektif mengintergrasikan dan mengkoordinasikan strategi pembangunan rendah emisi dan perubahan iklim global. Dalam kontek Indonesia, SPRE merupakan strategi perencanan kerangka kerja pembangunan rendah emisi untuk mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang memiliki daya tahan (resiliensi) terhadap perubahan
3
iklim dengan tetap memperhatikan penurunan emisi gas rumah kaca secara jangka panjang dan berkelanjutan. SPRE dapat disamakan atau memiliki kesamaan arti dengan low-carbon development strategies, low-emission climate-resilient development strategies, and green growth strategies. Hanya SPRE lebih fokus kepada penurunan emisi rumah kaca. SPRE sudah berkembang dari waktu ke waktu. Pada tahun 2009 di Copenhagen menyatakan bahwa suatu strategi pembangunan rendah emisi sangat diperlukan untuk pembangunan berkelanjutan. Setahun kemudian, tepatnya pada kesepakatan Cancun 2010 memutuskan bahwa mengembangkan negara seharusnya dikembangkan dengan rencana atau strategi rendah karbon, sehingga negara yang sedang berkembang perlu terus untuk mengembangkan strategi rendah karbon dalam kontek pembangunan berkelanjutan. Pada Deklarasi Dubai 2011, arah SPRE sudah mulai mengajak negara-negara maju sebagai pihak ketiga mau mendanai dan mendorong negara-negara berkembang untuk mengembangkan strategi pembangunan rendah emisi. Dan pada pertemuan Doha 2012 sudah mulai terindentifikasi outcome menegaskan kembali perlunya penyiapan dan implementasi materi teknis dan lokakarya untuk membangun kapasitas rencana aksi, mitigasi dan formulasi SPRE. Dalam rangka kerjasama global, SPRE mempunyai misi dan tujuan yang telah disepakati. Misi para mitra global yang terdiri dari 110 negara dan lembaga internasional adalah meningkatkan pembangunan rendah emisi dan tahan terhadap perubahan iklim di seluruh dunia melalui mobilisasi dan memanfaatkan pengumpulan pengetahuan, sumber daya pemerintah, praktisi, lembaga donor dan organisasi internasional. Salah satu lembaga donors di Indoensia yang sangat perhatian dengan SPRE ini adalah MCAI, yang giat menyalurkan dana dalam pembangungan rendah emisi melalui Proyek Kemakmuran Hijau. Adapun tujuan secara global dalam implementasi SPRE adalah: (1) Memperkuat dukungan untuk pembangunan rendah emisi-tahan perubahan iklim di seluruh wilayah; (2) Memobilisasi kapasitas, meningkatkan pembelajaran, kolaborasi antar negara, lembaga internasional dan praktisi dalam pengembangan pembangunan rendah emisi-tahan perubahan iklim; dan (3) Meningkatkan koordinasi kegiatan pembangunan rendah emisi-tahan iklim pada tingkat negara, tingkat regional dan global. SPRE secara potensial dapat digunakan untuk beberapa kepentingan. Menurut OECD (2010) SPRE dapat digunakan untuk kepentingan pemerintah, sektor swasta, perguruan tinggi dan lembaga penelitian, publik, dan masyarakat internasional. Ada beberapa peruntukkan SPRE yang dapat digunakan oleh pihak pemerintah, diataranya: (1) identikasi tujuan mitigasi jangka panjang, (2) Mengintegrasikan perencanaan ekonomi atau pembangunan nasional dengan prioritas kebijakan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim; (3) Mengidentifikasi prioritas kebijakan dan tindakan mitigasi dan adaptasi negara untuk jangka pendek dan menengah pada sektor-sektor kunci; (4) Memberikan kemungkinan perkiraan biaya pengurangan emisi, baik secara agregat, kelompok tindakan, atau tindakan individu; (5) Mengidentifikasi hambatan pelaksanaan tindakan mitigasi dan adaptasi dan sarana
4
untuk mengatasinya; (6) Mengidentifikasi dampak ekonomi dan distribusi kebijakan iklim (pemenang dan pecundang) dan sarana untuk mengatasi dampak negatif pada rumah tangga berpendapatan rendah; (7) Mempromosikan sinergisitas antara tujuan pembangunan dan perubahan iklm; dan (8) Meningkatkan keterlibatan dan kesadaran di semua tingkatanpemerintah. Proyek Pengelolaan Pengetahuan Pembangunan Rendah Emisi di Wilayah Pesisir mencoba mengintegrasikan SPRE kedalam dokumen perencanaan wilayah pesisir. Analisis atau tool yang akan digunakan adalah melalui KLHS-SPRE. Melalui tool ini, akan dilihat apakah RTRWP dan RZWP3KP atau dokumen Perencanaan lainnya baik spasial dan non-spasial telah mengadopsi SPRE atau tidak. Dalam proses adopsi ini tentunya banyak tantangan dan masalah yang dihadapi multi pihak di pemerintah daerah. Proyek secara bersama-bersama dengan FMP akan mencoba mencari solusi dan mengidentifikasi intervensi apa yang dapat dilakukan proyek guna mengintegrasikan SPRE kedalam dokumen Perencanaan wilayah pesisir.
1.2. Tujuan Kegiatan Lokakarya pendahuluan dilaksanakan dengan maksud untuk menyelaraskan program yang akan dilakukan oleh proyek dengan jenis kebutuhan dokumen perencanaan wilayah pesisir dan mengevaluasi status dokumen saat ini serta melakukan assessment terhadap kebutuhan pelatihan terkait dengan kegiatan proyek. Adapun tujuan lokakarya pendahuluan adalah sebagai berikut: a. Sosialisasi rencana kegiatan proyek untuk menfasilitasi penyusunan dokumen
perencanaan wilayah pesisir; b. Identifikasi landasan hukum dalam penyusunan dokumen perencanaan wilayah
pesisir; c. Identifikasi jenis, status terkini dan kebutuhan realistis mengenai dokumen
perencanaan terkait pesisir yang sudah disusun oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten;
d. Identifikasi masalah dan tantangan dalam penyusunan dokumen perencanaan wilayah pesisir;
e. Perumusan intervensi proyek dan langkah kerja bersama dalam asistensi perencanaan wilayah pesisir
f. Perumusan posisi dan peran proyek dan SKPD dalam proses penyusun dokumen rencana pengelolaan wilayah pesisir; dan
g. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan peningkatan kapasitas untuk mendukung kegiatan proyek.
2. Metode dan Pelaksanaan Kegiatan
a. Lokakarya Pendahuluan dilaksanakan dengan teknik Focus Group Discussion (FGD) dengan ruang lingkup diskusi sebagai berikut: i. Mengevaluasi pemahaman peserta FGD terhadap Strategi Pembangunan
Rendah Emisi (SPRE) dan Rencana Aksi Daerah-Gas Rumah Kaca;
5
ii. Melakukan klarifikasi status dan reviu dokumen KLHS Provinsi dan Kabupaten. Menjajaki kemungkinan menghasilkan dokumen KLHS hasil reviu dan KLHS Perencanaan Wilayah Pesisir berbasis Pulau Lombok dan Pulau Sumba atau berbasis administratif Kabupaten;
iii. Melakukan klarifikasi keberadaan dan status dokumen perencanaan wilayah pesisir (RZWP3K, RPWP3K, dan RAPWP3K). Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan peningkatan kapasitas guna mendukung implementasi proyek.
b. FGD dikelompokkan berdasarkan focus diskusi dan peserta workshop dibagi berdasarkan 3 fokus/kompetensi: (1)Perencaanaan laut dan pesisir, (2)Perencanaan desa dan (3) Peningkatan kapasitas. Hasil FGD dipetakan sesuai dengan kebutuhan informasi, keterkaitan dengan proyek, kesesuaian dengan para stakeholder dan skala prioritas menurut kapasitas proyek.
c. Training Need Assessment ini dilakukan menggunakan “Organizational Method” atau metode organisasi. Metode ini fokus pada kebutuhan strategis organisasi (kelompok). Kebutuhan strategis kelompok/organisasi dirumuskan dengan mengacu pada dua elemen pokok, yakni : strategi kelompok/organisasi dan Nilai-nilai kelompok/organisasi.
d. Lingkup kerja dalam workshop ini mengikuti struktur administratif yang meliputi: i. Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat,
ii. Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat, iii. Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat, iv. Kabupaten Sumba Barat Daya, Provinsi Nusa Tenggara Timur, v. Kabupaten Sumba Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur,
vi. Kabupaten Sumba Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Timur, dan vii. Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
e. Kegitan ini dilakukan di dua provinsi, Nusa Tenggara Barat, Mataram pada tanggal 17-18 November 2015 dan Nusa Tenggara Timur di Tambolaka pada tanggal 25-26 November 2015.
3. Proses Pelaksanaan Kegiatan
3.1. Identifikasi aspek-aspek penting i. Landasan Hukum Dalam Penyusun Dokumen Perencanaan Wilayah Pesisir
Berdasarkan hasil inventarisasi Tim Konsorsium Karbon Biru (BCC), terdapat beberapa peraturan dan perundang-undangan terkait dengan penyusunan dokumen perencanaan wilayan pesisir terutama untuk wilayah di Provinsi NTB dan NTT, diantaranya:
1. UU Nomor 26 Tahuan 2007 tentang Tata Ruang; 2. UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil; 3. UU Nomor 32 Tahun 2004 yang direvisi oleh UU Nomor 23/2014
tentang pergeseran otoritas pengelolaan sumberdaya pesisir kabupaten – provinsi;
6
4. UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan Hidup;
5. Undang-Undang Nomor 6 Tahuan 2014 tentang Desa; 6. Perda Nomor 3 Tahun 2010.tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi NTB Tahun 2009-2019; 7. Perda Nomor 2 Tahun 2014 tentang Renjang Pembangunan Jangka
Menengah Provinsi NTB Tahun 2014-2019; 8. Perda Nomor 2 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Lombok Timur 9. Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok Tengah; 10. Perda Nomor 2 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Lombok Utara Tahun 2011-2031; 11. Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Kabupaten Lombok Timur; 12. Perda tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten
Lombok Utara; 13. Perda tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten
Lombok Tengah; 14. KLHS Provinsi NTB, Kabupaten Lombok Timur, Lombok Utara, dan
Lombok Tengah; 15. Dokumen Rencana Aksi-Gas Rumah Kaca Provinsi NTB, Kabupaten
Lombok Timur, Lombok Utara, dan Lombok Tengah; 16. Perda Nomor 1 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi NTT Tahun 2010-2030; 17. Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Jangka Pembangunan
Jangka Menengah Provinsi NTT Tahun 2013-2018; 18. Perda Nomor 40 Tahun 2012 tentang Rencana Aksi Detail Gas Rumah
Kaca Provinsi NTT; 19. Perda Nomor 12 tahun 20010 Perda Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Sumba Timur Tahun 2008-2028; 20. Perda Nomor 15 tahun 2009 Perda Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten SBD Tahun 2009-2029, dan; 21. Perda Nomor 1 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Sumba Tengah Tahun 2009-2029
Nampak jelas bahwa masih ada beberapa Perda yang belum diketahui nomor dan tahun perda ditingkat Kabupaten, bahkan tidak menutup kemungkinan masih banyak peraturan lainnya yang perlu diperhatikan dalam penyusunan dokumen perencanaan wilayah pesisir. Dalam FGD diharapkan peserta dapat memberikan mempersiapkan informasi tentang peraturan-peraturan tersebut, termasuk nilai-nilai kearifan lokal. Sehingga dalam FGD akan dapat dikelompokkan peraturan-peraturan. Sebagai fokus program, beberapa aspek teknis di bawah ini perlu dilakukan klarifikasi dan diskusi dengan para pelaku kebijakan daerah:
Apakah provinsi atau kabupaten memiliki dokumen RPWP3K dan RAPW3K
7
Apakah pemerintah provinsi dan kabupaten perlu adanya kegiatan penyusunan dokumen RPWP3K dan RAPW3K
Apakah pemerintah provinsi dan kabupaten merencanakan anggaran untuk kegiatan penyusunan dokumen RPWP3K dan RAPW3K
Kegiatan-kegiatan apa saja yang perlu didukung proyek dalam proses penyelesaian penyusunan dokumen RZWP3K
ii. Aspek integrasi LEDS ke dalam dokumen perencanaan wilayah pesisir
LEDS atau SPRE memang barang baru bagi pihak Pemerintah Daerah untuk diintegrasikan kedalam berbagai dokumen rencana pembangunan baik spasial maupun non spatial. Sehingga wajar banyak hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pihak Pemerintah. Dalam FGD perlu didiskusikan:
Tantangan atau masalah-masalah apa saja yang dihadapi Pemerintah;
Apa solusi atau langkah-langkah yang pernah dilakukan;
Harapan Pemerintah dalam proses reviu KLHS dan dokumen Perencanaan wilayah pesisir.
Apakah KLHS-SPRE yang akan disusun berbasis pulau atau Kabupaten
iii. Rencana Kegiatan Penyusunan Dokumen Rencana Wilayah Pesisir (Provinsi
dan Kabupaten) Rencana kegiatan lebih mengarah kepada kegiatan jangka pendek atau 3 bulan ke depan. Untuk maksud tersebut, maka dalam FGD perlu dieksplorasi lebih lanjut:
Bagaimana proses dan mekanisme untuk mendapakan aksesibilitas secara cepat untuk mendapatkan berbagai data dan dokumen perencanaan spatial dan non-spatial dan KLHS;
Kegiatan-kegiatan apa saja yang perlu segera dilakukan untuk assessment awal terhadap keberadaan dan status dokumen perencanaan wilayah pesisir dan KLHS; dan
Bagaimana mekanisme pengambilan keputusan dan koordinasi dalam melibatkan FMP dalam membahas dokumen perencanaan wilayah pesisir dan KLHS
3.2. Hasil diskusi kelompok (Focus Group Discussion) Nusa Tenggara Barat
FGD1 Kelompok 1: Perencanaan Wilayah Pesisir NTB Peserta:
Bappeda Kabupaten Lombok Timur
Bappeda Kabupaten Lombok Tengah
Bappeda Kabupaten Lombok Utara
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lombok Utara
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lombok Tengah
8
Hasil Diskusi: 1. Persepsi antara masyarakat dan pemerintah berbeda dalam pemanfaatan
ruang 2. Terbatasnya waktu dalam penyusunan dokumen 3. Tidak terintegrasinya RPJM Desa kedalam rencana zonasi 4. Proses penyusunan dipihak ketigakan, sehingga menghasilkan dokumen
yang kurang optimal 5. Lemahnya kontrol dan koordinasi terhadap dokumen yang telah di
Perdakan 6. Kurangnya variasi keahlian SDM pada SKDP, misalnya bidang GIS/pemetaan,
perikanan atau pesisir, dan kelautan; 7. Jumlah SDM SKPD terkait penyusunan dokumen pengelolaan masih kurang 8. Komitmen anggota pokja dalam proses penyusunan masih kurang 9. Lemahnya komitmen satuan kerja (individu dan institusi) dalam
pelaksanaan aturan pengelolaan dengan skema swakelola 10. Sarana dalam pengelolaan kegiatan RZ masih kurang dan kurang ter up date
misalnya computer, soft ware, printer, dan plotter 11. Akses data spasial terkini ke sumber data spasial terbatas (BIG) 12. Tidak ada alokasi anggaran untuk pengadaan data spasial 13. Tidak ada alokasi anggaran untuk kegiatan survey untuk membandingkan
kondisi peta dan lapangan 14. Pengelolaan base line data wilayah pesisir belum optimal; 15. Lemahnya dokumen rencana dalam mengamodasi dinamika lapangan,
sehingga membuka peluang untuk direviu dalam waktu yang cepat 16. Lemahnya pengendalian ruang sesuai RZ dalam memberikan rekomendasi 17. Belum pernah ada izin pemanfaatan ruang wilayah pesisir; 18. Memberikan izin pemanfaatan ruang pesisir, pantai, dan teluk untuk
berbagai peruntukkan (missal villa, resort dan perikanan) 19. Masih belum optimalnya kegiatan sosialisasi dan konsultasi publik 20. Konflik pemanfaatan ruang antara pemanfaat ruang dengan masyarakat
termasuk dengan pemerintah; 21. Akses publik menjadi tertutup ketika dimanfaatkan oleh para investor atau
pengusaha 22. Kurang tegas dan komitmen pelaksanaan regulasi pemanfaatan ruang
sempadan pantai dan sungai Langkah-Langkah Strategis 1. Mengakomodasi berbagai langkah-langkah solutif dalam penyelesaian
masalah terhadap penyusunan dan implementasi dokumen Perencanaan 2. Memperkuat komitmen aparatur pelaksanaan, pengusaha dan masyarakat 3. Penyaluran informasi RZ kepada pengambil keputusan, terutama Bupati,
DPRD, dan Eselon 2) 4. Memperkuat komitment dan konsistensi implementasi pemanfaatan ruang
sesuai dengan dokumen rencana 5. Memperkuat koordinasi dan integrasi SKPD dalam penyusunan dokumen
rencana
9
6. Meningkatkan sosialisasi dan publikasi kepada masyarakat dan pihak-pihak berkepentingan terhadap dokumen rencana yang sudah di Perdakan
Harapan Kepada Proyek 1. Tersedianya data up date untuk menambah akurasi penyusunan dokumen
rencana 2. Penentuan batas wilayah pesisir secara geofgrafis dan beberapa
pertimbangan kriteria lainnya seperti ekonomi, ekosistem, dan sosial-budaya 3. Meningkatakan kapasitas SDM anggota pokja dokumen rencana dan potensi
SDM yang akan menjadi anggota Pokja 4. KLHS untuk tingkat provinsi dapat disusun berbasis pulau (Sumba) dan perlu
juga dibuatkan KLHS berbasis Kabupaten target program atau berbasis Kawasan sesuai dengan kebutuhan
FGD1 Kelompok 2: Perencanaan Desa • Desa-desa daratan dan pesisir belum memiliki RPJMDesa dan tata ruang desa
yang mengarah kepada penerapan rendah emisi. Untuk desa-desa di KLU kemungkinan yang punya RPJMDesa dan tata ruang baru Desa Gili Indah Kecamatan Pemenang.
• RPJMD mau disusun sebagai persaratan untuk menarik dana desa dari APBN, 1- 1,5 milyar pertahun
• Tantangannya adalah : a. Sumber daya manusia ditingkat desa (aparat desa) belum memahami
tentang konsep strategi pembangunan rendah emisi (SPRE), begitu juga dengan SDM di tingkat SKPD yang memahami (SPRE) masih terbatas jumlah dan kualitasnya.
b. Wilayah pesisir desa terutama daerah wisata lahannya banyak dimiliki secara pribadi.
c. Konflik wilayah pesisir dengan pariwisata d. Sumberdaya desa berupa sumberdana per desa 1-1,5 milyar
penggunaannya lebih besar ke pembangunan fisik dari pada peningkatan kapasitas SDM desa.
e. Dokumen tentang RPJMD belum berspektif atau mengarah kepada rendah emisi.
f. Belum ada tata ruang desa g. Pemekaran desa yang masih terus berlangsung walaupun ada moratorium
dari pemerintah. h. Anggaran terbatas yang dimiliki oleh BPMD i. Penyusunan program masih menggunakan format yang sudah ada,
sehingga sulit untuk memasukan ide program baru. Strategi yang ditawarkan peningkatan kapasitas bagi SDM aparat desa dan SKPD terkait tentang pembangunan rendah emisi wilayah pesisir. Program yang ditawarkan ; 1. Pelatihan TOT bagi calon Fasilitator Rendah Emisi, 2. Penyusunan modul penyusunan RPJMDesa, dan tata ruang rendah emisi. 3. Pelatihan penganggaran bagi aparat tentang rendah emisi.
10
4. Fasilitasi penyusunan RPJMDesa dan tata ruang rendah emisi. 5. Penyusunan RPJMDesa setelah ada program PNPM, sejak tahun 2012; 6. Distimulasi dengan adanya program bantuan desa; program BCC hanya
meriviu RPJMDesa; 7. Menyiapkan modul dalam untuk menyusun RPJMDesa berbasis rendah
emisi; 8. Rekomendasi kegiatan hasil reviu dapat diturunkan dalam dokumen RKP; 9. Membantu merancang replikasi demplot 10. Merancang kegiatan demplot dengan menggunakan dana desa; 11. Untuk replikasi demplot akan menfasilitasi dan dapat diberikan dukungan
penuh; 12. Identifikasi desa-desa yang sudah mengintegrasikan konsep rendah karbon
dengan bantuan CSIRO dan desa hidup harmoni 13. Proses reviu RPJMDesa perlu melibatkan tim 11 sesuai dengan aturan main
dari Kementerian Dalam Negeri (Permendagri) FGD1 Kelompok 3: Peningkatan Kapasitas Masyarakat dan Aparatur Pemerintah
Kegiatan peningkatan kapasitas Lokasi Budidaya mangrove (pembibitan, pengusahaan, rehabilitasi)
Jerowaru
Tambak ramah lingkungan (silvo-fishery) Jerowaru
HHBK Mangrove (produk makanan) Lotim bagian utara Gili Lawang Gili Sulat
Pemanfaatan mangrove utk obat Lotim, Kec. Pringgabaya (perlu konfirmasi)
Ada jenis mangrove tertentu yang tidak disukai karena akar invasive (Sonneratia sp)
Perlu konfirmasi lokasi
Garam ramah lingkungan Keruak, Tanjung Luar
Rumput laut Daygun (Dayan Gunung) Desa Sigar Penjalin, Dusun Cupek, Lombok Utara Program Pemda SIGAR
Budidaya perikanan, ikan karang dan pelagis Lokasi-lokasi yang cocok di pesisir
Wisata-ekowisata: pelibatan masyarakat dalam kegiatan wisata
Lombok Timur, KLU, Kemitraan Hotel Oberoi dengan kelompok ibu-ibu
Terumbu Karang Buatan dan kegiatan selam Medana Teluk Kumbang, TWP Tl. Kumbang
Keamanan, hospitality/keramah-tamahan Rata-rata tempat wisata
Pengelolaan sampah untuk pesisir dan pariwisata Pemda mengembangan incinerator sederhana kapasitas 1 ton BLH Prov mempunya desain komposter Pemprov punya program sosialisasi 3R
Pemanfaatan pekarangan pesisir-holtikultura (berhubungan dengan pengelolaan sampah pesisir)
Program kabupaten Lotim sudah membuat program ketahanan pangan, perlu diarahkan ke pesisir
Pengolahan hasil laut dan makanan local untuk kelompok perempuan
Kelompok perempuan pedesaan
Program SIGAR Lombok Tengah sentra rumput laut Pyung, Nyerot (sentra produksi) dan Gerupuk, Kuta (sentra bahan baku)
11
Peningkatan Kapasitas Aparat Pemerintah Kegiatan peningkatan kapasitas Kebutuhan
Data base spasial dan non spasial Minimal operator dari Pemda kalau bisa hingga analisis IDS masih belum ada, tetapi pernah ada pelatihan dari GIZ
Karbon monitoring (MRV) Pernah ada kegiatan dari Kemenhut 2013, tetapi perlu penyegaran
Penyusunan KLHS OJT Pemerintah Daerah dinas terkait untuk membangun pemahaman dan proses
Pemerintah desa ada kesulitan dalam pengelolaan data admin di dalam administrasi wilayah/pemerintahan. Contoh: luas desa, potensi desa
Training pengelollana data spasial untuk pemerintah desa
LMNLU (Lembaga Masyarakat Nelayan Lombok Utara), awig-awig melarang destructive fishing.
Terdiri atas 5 kecamatan pesisir. Efektif pelaksanaannya. (Bisa direplikasi dan diperluas). 2010 dapat Kalpataru
Mitigasi bencana pesisir Penanganan rob Kerusakan pesisir. Contoh KLU: Malaka Dusun Telok Kombal, Pemenang Timur dusun Muara Putat, Rempek PETI menjadi dilemma: bagaimana menanganinya. Pendampingan pada tindakan illegal bisa berkesan melegalkan, tetapi jika dibiarkan dapkanya luas.
3.3. Hasil diskusi kelompok (Focus Group Discussion) Nusa Tenggara Timur
FGD 1 KELOMPOK 1. Perencanaan Wilayah Pesisir.
Peserta: 1. Martin (Bappeda SBD)
2. Hardi (Bapepda SBD)
3. Susi (DKP Sumba Barat)
4. Yuliana Laji (Bappeda Sumba Timur Bidang Ekonomi)
5. Martina Muhu (Yayasan Bakti)
6. Kons. (Yayasan Komunikasi Sumba Tengah)
7. Richard. (DKP SBD)
8. Stef. (MCAI SBD)
9. Prianto Wibowo (BCC)
10. Zulhamsyah Imran (BCC)
Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir.
Status perencanaan pengelolaan wilayah pesisir:
SB SBD Sumba Timur Sumba Tengah
Renstra WP3K Belum ada Belum ada Tidak ada Ada
RZWP3K Belum ada Belum ada Ada (BPSPL) Ada
RPWP3K Belum ada Belum ada Belum ada Belum ada
RAWP3K Belum ada Belum ada Belum ada Belum ada
12
Sosialisasi dan Paduserasi Perencanaan di wilayah pesisir:
- Sumba Tengah: Masyarakat merasa kurang dilibatkan dalam proses. Sosialiasi
RZWP3K kolaborasi dengan TNP Laut Sabu (2x)
- Sumba Timur: Tahapan RZWP3K: Pengkajian data awal, lanjutan pengambilan
data bagi data awal yang masih kurang (2015), sudah ada konsultasi pulbik satu
kali. Penyusunan Perda (2016). RZWP3K Provinsi belum dikaji lebih jauh oleh
Pemkab.
- SBD: 2016 akan merevisi RTRWKabupaten,
- Sumba Barat: Belum ada sosialisasi RZWP3K menurut perikanan. Mungkin
Bappeda sudah dapat.
Batasan kawasan pesisir
UUNo. 26: 12 mil.
Administrasi pemerintahan penting karena menyangkut batas wilayah daratan.
Sumba Timur: ada empat kecamatan pesisir, masyarakat yang berasal bukan di
desa pesisir dapat melakukan aktivitas penangkapan di wilayah pesisir. Untuk
budidaya perlu rekomendasi dari desa pesisir.
Terjadi konflik budaya/penggunaan lahan.
Diperlukan adanya kajian yang menyanggkut potensi pengembangan industri
garam di Sumba.
Pengetahuan mengenai SPRE
- Sebagian besar peserta baru mendengar istilah SPRE saat project MCAI akan
dilaksanakan.
Permasalahan/Isu/Tantangan dan Rekomendasi penyelesaian masalah dalam
perencanaan wilayah pesisir:
Permasalahan Rekomendasi
1 Tumpang tindih pemanfaatan ruang
- Penegakan hukum - Inventarisasi lahan yang dimiliki investor
2 Land Tenure, konflik lahan, akses masyarakat ke pantai dan laut yang semakit terbatas
- Peninjauan kembali terhadap status lahan - Memperketat proses perizinan - Adanya regulasi untuk akses masyarakat
ke wilayah pesisir/laut. - Pengaturan rencana zonasi rinci. - Regulasi lokal, kesepakatan adat,
konsensus dengan investor, perdes
3 Masalah sosial- kemiskinan - Kemiskinan: kegiatan pemberdayaan masyarakat pesisir.
- Dana Desa: Bagian Pemdes. Masing kurang terintegrasi. Dinas Teknis mengharapkan dana desa berkontribusi untuk itu.
- Perlu koordinasi dan komunikasi antara
13
Permasalahan Rekomendasi
Dinas Teknis dan Pemerintahan Desa - Sumur bor energy terbarukan - Pemberdayaan kaum perempuan untuk
aktivitas produktif - Pengembangan desa wisata pesisir
4 Hasil tangkapan laut berkurang:
- Sumberdaya ikan - Kemapuan daerah
tangkapan semakin jauh
- Pemulihan ekosistem, seperti transplantasi karang, rumpon laut dangkal,
- Mendugaan stok ikan. - Pengalihan kapal kecil ke kapal lebih
besar (3GT-5GT) (sudah dilakukan dengan pendampingan khusus bagi kelompok)
- Pelatihan permesinan, perbengkelan. - Perlu pengawasan implementasi RZWP3K
5 Budaya masyarakat pesisir: bertani
- Gemala (Gerakan Masuk Laut) di Sumba Timur dan SBD. Aktivitas contoh: membantu budidaya rumput laut.
- Gemala sebaiknya tidak hanya rumput laut.
- Program perikanan budidaya dan tangkap.
6 Potensi konflik antar nelayan lokal
- Mediasi dan koordinasi dengan DKP sedaratan Sumba, pertemuan kelompok nelayan.
7 Sulit mendapatkan BBM bagi nelayan
- SPDN khusus untuk nelayan seperti di Sumba Timur.
8 Pengolahan ikan/sumberdaya laut skala kecil belum berkembang
- Pembentukan koperasi dan lembaga ekonomi.
- Program Poklahsar (kelompok pengolah dan pemasar). Di Sumba timur ada Rumah Kemasan.
- Pelatihan bagi apparat dan masyarakat. - Replikasi pengembangan jaringan kerja
9 “Trans Shipping”. Contoh: kasus cumi
- Regulasi khusus terkait dengan trans shipping
10 Alih fungsi lahan pesisir - Perlu regulasi tentang tata cara alih fungsi lahan
11 Pemagaran pantai - Regulasi arahan pemanfaatan ruang.
Harapan:
1. Penerima manfaat paham akan SPRE
2. Masyarakat menerapkan/mengadopsi SPRE
3. Pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir/meningkatkan pendapatan.
4. Replikasi pola distribusi BBM untuk nelayan.
5. Peningkatan keseimbangan peran antar gender
14
6. Peningkatan pemahaman aparatur daerah tentang perencanaan wilayah pesisir
rendah emisi.
7. Peningatan kapasitas teknis aparatur pemda dan pendokumentasian data spasial FGD1 Kelompok 2 : Perencanaan Tingkat Desa Peserta Diskusi: 1. Cristian David, Koppesda Sumba Timur 2. Kherubim Piet El Mori, Yayasan Sosial Donders SBD 3. Simon Weo, BPM Sumba Tengah 4. Agustinus Jami L, DKP Sumba Tengah 5. Wenda, Yayasan Bhakti Makasar 6. Christo Benge, Yayasan Bahtera Sumba Barat 7. Listia D Bani, BPMPD Sumba Barat Daya 8. Umbu Randa P, DRM MCA Sumba Tengah 9. Euphratia A. Bure, Yayasan Sosial Donders 10. Maria Rambu Awa, Yayasan Sosial Donders 11. Novita, Y.D Radio 12. Suyono, BCC 13. Nano Sudarno, BCC
Topik Diskusi
a. Mengidentifikasi status Perencanaan Desa (RPJMDesa, Tata Ruang Desa) b. Mengidentifikasi tantangan Integrasi Strategi Pembangunan Rendah Emisi
(SPRE) c. Merumuskan Strategi dan Program untuk mengatasi tantangan.
A. Bagaimana status desa pada umumnya di wilayah pesisir P.Sumba ? (RPJM Desa, tata ruang desa)
Sumba Timur Sumba Tengah Sumba Barat Daya Sumba Barat
167 Desa sudah ada RPJMDes. 13 desa baru lainnya belum punya (hasil pemekaran)
65 Desa (masih dalam proses penyusunan RPJMDes)
129 Desa (sudah ada RPJMDes)
62 Desa (sudah ada RPJMDes). Desa baru (8 desa pemekaran) yang belum memiliki RPJMDes)
Pendekatan DAS, Hulu dan Hilir (didampingi oleh Kopesda) Praktek kegiatan rendah emisi sudah ada di beberapa wilayah, seperti solar cell, (Dokumen ada di BAPPEDA, BPMD, PEMDES) Dokumen RPJMDes-nya belum semuanya mengacu pada PP 43/2014. ADD Rp 300 – 360 juta
ST APMD Yogyakarta membantu proses penyusunan RPJMDes. (sudah ada cara pandang tentang lingkungan) (Dokumen ada di BPMD dan TATAPEM) ADD Rp 125 Juta
Didalam RPJMDes sudah ada cara pandang tentang perlindungan lingkungan, termasuk wilayah lindung (zona inti) dan telah di PERDES-kan (Dokumen ada di Bidang Kelembagaan, BPMPD) APBDES + APBN Rp 500 juta
Sudah ada cara pandang Perlindungan lingkungan pada dokumen RPJMDes disesuaikan dengan potensi desanya. (pesisir dan daratan). Didampingi oleh Lembaga Bahtera(31 desa) dan Pemda (20 desa). Dokumen RPJMDes-nya belum mengacu pada PP 43/2014. (Dokumen ada di, BPMPD, BAPPEDA, Kecamatan dan Desa) ADD Rp 100 juta
15
B. Apakah tantangan dan strategi integrasi Strategi Pembangunan Rendah Emisi (SPRE) atau Rencana Aksi Daerah –Gas Rumah Kaca (RAD GRK) dalam perencanaan desa?
Tantangan :
Budaya Masyarakat yang memulai tanam dengan cara dibakar.
Ketika proses penyusunan RPJMDes sarat dengan kepentingan beberapa kelompok.
Sumberdaya manusia (tim 11) perlu pendampingan dalam proses penyusunan RPJMD Desa.
RPJMDes belum mengakomodir RKT. (ada RKT yang tidak sesuai dengan RPJMDes)
Dokumen RPJMDes belum nyambung dengan Renstra SKPD. Karena SKPD memiliki program yang berbeda dengan RKT maupun RPJMDes.
Secara umum, belum ada cara pandang tentang kegiatan rendah emisi pada dokumen RPJMDesa.
Belum memiliki tata ruang desa Strategi Integrasi
Perlu ada “wadah” yang dapat memfasilitasi kebutuhan desa dengan programnya pemerintah daerah (kabupaten/provinsi). -> Perlu duduk bersama antara tim 11 dengan SKPD dalam penyusunan RPJMDes. (lebih kepada pendampingan)
Peningkatan kapasitas aparatur desa, pemda dan konsorsium.
Provinsi sudah melaksanakan ToT tentang pengelolaan dana desa.
C. Program Pemda apa yang disiapkan untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut 1. Pendampingan
a. SKPD (BPMD) sudah memiliki program pendampingan desa, khusunya mengenai keuangan. b. Fasilitator di setiap desa sudah tersedia untuk mendampingi seluruh desa
2. Sosialisasi program rendah emisi kepada seluruh aparat desa dan SKPD. 3. Renstra/renja dari SKPD untuk dipelajari oleh desa (demplot). 4. Sosialisasi regulasi terbaru tentang desa dan SKPD lainnya, seperti : pariwisata, kelautan, pesiisir,
kehutanan, pertanian, perkebunan. dll 5. Mengawal hasil RPJMDes dari tingkat Kecamatan hinggan Kabupaten oleh “wadah”. 6. Pemahaman tata ruang desa perlu dibekali kepada para aparatur desa 7. Pertemuan koordinasi dengan SKPD telah dilakukan oleh aparat Desa 8. Program Desa Adat, Desa Model. 9. Desa Inti (Mangrove, Rumput Laut) 10. Review atau evaluasi RPJM Desa 11. Penyusunan RPJMDesa dengan pengarus utamaan SPRE
FGD1: Peningkatan Kapasitas Masyarakat dan Aparatur Pemerintah Peserta: 1. Hermanus Mete (Presenter) – BLH SBD 2. Yakobus Sanam – BLH Sumba Timur 3. Thomas Jerahi – Dishut Sumba Timur 4. Benediktus Pawolung – BLH Sumba Tengah 5. Tunggul Kahendu – Dinas Perkebunan Sumba Timur 6. Mance Djurumana – DKP Sumba Tengah 7. Abubakar – DRM MCA I Kab. Sumba Barat 8. Umbu Rihumeta Narambandamu – MCA I 9. Warintoko (Co-Fasilitator) - BCC 10. Akbar A Digdo (Fasilitator) - BCC
Kebutuhan pelatihan di tingkat masyarakat dan stakeholder penting untuk dilibatkan
Kegiatan/Saran terhadap kegiatan Lokasi Stakeholder penting 1. Peningkatan kapasitas masyarakat
dibidang pengawasan pesisir Seluruh lokasi Pokmaswas
DKP Pemerintah Desa
16
Kegiatan/Saran terhadap kegiatan Lokasi Stakeholder penting 2. Memperkuat proses budidaya rumput
laut, termasuk pengolahan hasil dan pengembangan produk
Desa Ngadu Mbolu Kelurahan Watumbaka Desa Ruwa Desa Patiala Dete Desa Palakahembi SBD
Kelompok Nelayan/Budi Daya Rumput laut DKP Sumba Tengah DKP Sumba Barat DKP Sumba Timur Pemerintah Desa
3. Pelatihan teknik pengolahan dan pengusahaan garam rakyat (penekanan di efisiensi produksi). Saat ini menggunakan kayu bakar, perlu alternatif.
Desa Watu Asa, Kelurahan Watumbaka SBD
Petani Garam Dinas Perindustrian Pemerintah Desa DKP Sumba Timur
4. Peningkatan kapasitas di bidang budidaya ikan/sumber daya perikanan (contoh yang dibutuhkan: optimalisasi tambak bandeng)
Desa Patiala Dete DKP Sumba Barat Pemerintah Desa
5. Sudah ada penanaman mangrove rutin, namun memerlukan pelatihan dan penyadartahuan mengenai aspek-aspek pengelolaan/ rehabilitasi ekosistem mangrove: pemilihan lokasi penanaman, pemilihan jenis, dll
Desa Patiala Bawa Desa Rua Desa Waihura Desa Patiala Dete Desa Pero
DKP & BLH Sumba Barat Pemerintah Desa
6. Pelatihan keterampilan untuk ibu-ibu nelayan, meningkatkan nilai tambah/ekonomi, pengolahan hasil, keterampilan souvenir
Seluruh lokasi Kelompok Perempuan, Pemerintah Desa
7. Pelatihan ekowisata pesisir: pelayanan wisata, wisata budaya, sadar wisata, sapta pesona
Desa Wainyapu dan Desa Umbu Ngedo Desa Rua Desa Watumbaka, Desa Palakahembi
Belum ada kelompok wisata, ada penjualan souvenir & makanan skala kecil Dinas Pariwisata, Pemerintah Desa
8. Pengembangan produk kelapa. Pelatihan pengolahan hasil kelapa.
Desa Palakahembi, Desa Lenang
Kelompok Tani Dinas Perkebunan Sumba Timur dan Tengah Pemerintah Desa
9. Ada kegiatan penambangan pasir laut/pantai. Perlu pelatihan mata pencaharian alternatif
Desa Pero. Hampir seluruh wilayah pantai. Seluruh lokasi
Dinas Pertambangan DKP & BLH Pemerintah Desa
10. Pelatihan penggunaan rumpon, (contoh: pembuatan rumpon sederhana) karena ekosistem alami sudah mengalami tekanan penangkapan yang tinggi dan kerusakan terumbu karang
Seluruh Lokasi PDT & DKP Pemerintah Desa
17
Kegiatan/Saran terhadap kegiatan Lokasi Stakeholder penting 11. Pelatihan pengelolaan sampah dan
kebersihan Seluruh lokasi Dinas Pariwisata
Pemerintah Desa, Wisatawan, Dinas Kebersihan BLH, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, PU Sekolah Adiwiyata
12. Mendorong integrasi dengan program Kampung Iklim Pesisir: penguatan kelompok, penanaman pekarangan
Sumba Timur BLH, Desa Mondu
13. Pelatihan ditekankan pada contoh kongkrit yang ada di lapangan: praktek lapang, demo plot
Semua lokasi SKPD terkait
14. Pelatihan tokoh masyarakat dan tokoh adat mengenai prinsip-prinsip SPRE di pesisir
Semua lokasi Pemerintah Desa, tokoh adat, tokoh masyarakat
Kebutuhan Pelatihan di tingkat pemerintah/aparatur dan stakeholder penting yang perlu dilibatkan
Kegiatan/Saran terhadap kegiatan Lokasi Stakeholder penting 1. Pelatihan aparatur mengenai
rehabilitasi karang & ekosistem pesisir Seluruh lokasi DKP, BLH, Dishut
2. Pengembangan kapasitas, penguatan kelompok di bidang pembangunan pesisir rendah emisi di tingkat pedesaan
Seluruh lokasi Pemerintah Desa
3. Pelatihan perencanaan kegiatan terintegrasi antar sektor dalam pembangunan pesisir.
Seluruh lokasi SKPD terkait
4. Membangun pemahaman Strategi Pembangunan Rendah Emisi (SPRE) di pesisir.
Seluruh lokasi SKPD terkait
5. Pelatihan penyusunan KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis)
Seluruh lokasi SKPD terkait
6. Pelatihan pengembangan dan pengelolaan sistem pangkalan data (database) spasial misalnya IDS (Infrastruktur Data Spasial) dan PD2 (Pusat Data Daerah)
Seluruh lokasi Bapeda dan SKPD terkait
7. Pelatihan sosialisasi, penerapan, dan pengawasan tata ruang pesisir untuk penerapan SPRE. Termasuk di dalamnya proses penegakan hukum dan pemahaman regulasi.
Seluruh lokasi BKPRD (berkedudukan di Bapeda Kabupaten), Camat, Pemerintah Desa, melibatkan investor/swasta, NGO di bidang pelestarian lingkungan
18
3.4. Sinkronisasi dan inisiasi sub aktivitas pendukung program dengan kebutuhan lapang Hasil sinkronisasi program di Nusa Tenggara Barat
Akti-vitas
Sub Aktivitas Level dan Target Group
Catatan Penting
2 2.2 Nasional: BAPPENAS, KKP, dan stakeholders lainnya
- Sebelum lokakarya perlu dilakukan kegiatan pra lokakarya untuk sosialisasi, penguatan dan integrase kebijakan integrase SPRE kedalam kebijakan pengelolaan wilayah pesisir nasional
- Kegiatan lokakarya juga melibatkan stakeholders atau representasi dari FMP di tingkat Provinsi dan Kabupaten
- Pertemuan informal antara MCAI, Grantee, dengan Bappenas dan KKP serta stakeholders terkait lainnya
- Perlu dilakukan kegiatab pra Lokakarya dan Informal meeting
2.5 Provinsi, Kabupaten, Kecamatan, Desa: Bappeda, KKP, dan stakeholders terkai lainnya, perwakilan kecamatan, dan perwakilan desa
- Pelaksanaannya pengklasan sesuai target - Kedalaman materi atau modul sesuai dengan klas - Keberlanjutan pembinaan dilakukan melalui up-grading - Perhatikan faktor non teknis tentang keberlanjutan SDM
yang sudah ditraining; - Mengembangkan karir SDM yang sudah ditraining secara
profesional dan fungsional - SDM yang di training berdasarkan nama, walaupun
adanya mutasi tetap dilibatkan dalam peningkatan kapasitas SDM
2.6 Review Regulasi Implementasi RZWP3K, RAD-GRK (SPRE), RPJM, RTRW, dan Perencanaan sektoral lainnya
Provinsi dan Kabupaten: Bappeda, Dinas KP dan stakeholder lainnya
- Informasi meeting dengan BAPPEDA Provinsi dan FMP - Menghasilkan dokumen hasil review
2.7 Review dokumen pengembangan ekonomi lokal pada level desa-desa potensial
Desa terpilih dan desa potensial
- Menghasilkan dokumen hasil reviu - Mengkaji kegiatan ekonomi atau matapencaharian yang
sedang berkembang dan potensial
2.8 Identifikasi masalah lahan pesisir yang tidak dimanfaatkan (Idle) dan merumuskan strategi fungsionalisasinya
Provinsi dan Kabupaten: BKPMD, BPN, Bappeda, PU-TR, BKPRD, PPKA
- Perhatikan persoalan permodalan, status lahan, konflik lahan, dan kesesuain lahan dengan TR
19
Akti-vitas
Sub Aktivitas Level dan Target Group
Catatan Penting
3 3.1 Provinsi dan Kabupaten
- Harus ada evaluasi data yang sudah terkompilasi - Harus ada analisis dan interprestasi data hasil kompilasi
baru - Adanya dokumen hasil evaluasi data spasial - Harus didukung dengan ketersediaan hardware dan
software terbaru - Inventarisasi data yang akan dikompilasi dan sumber
datanya - Melakukan aktivitas untuk mendapatkaan data baru baik
primer dan sekunder - Perlu memetakan existing kondisi pemanfaatan dan
pengelolaan SDAPL
4 4.1 Provinsi dan Kabupaten
- Materi perlu disiapkan Tim BCC dan dikonsultasikan dengan pihak-pihak yang akan ditraining
- Perlu memperhatikan aspek keberlanjutan dan lihat catatan sub kegiatan peningkatan kapasitas di sub 2
4.2 Provinsi dan Kabupaten: Bappeda, DKP Kehutanan, BPMPD, Pariwisata, BPN, PU-TR, BLH, BP2MT-Perizinan
- Membedakan level atau kedalaman training, misalnya tingkat operator, analisis, dan pengambilan keputusan
4.3 Provinsi dan Kabupaten: Bappeda, DKP Kehutanan, BPMPD, Pariwisata, BPN, PU-TR, BLH, BP2MT-Perizinan
- Pesertanya di seleksi dari trainging GIS level sebelunya - Peserta yang di training diarahkan TOT GIS agar dapat
menjadi trainer di tingkat provinsi dan kabupaten
5 5.1-5.5 Kabupaten: SKPD-SKPD yang terkait dengan pengelolaan SDA wilayah pesisir dan lautan
- Menyiapkan konsep pemanfaatan SDAPL rendah emisi oleh BCC
- FMP dapat dibentuk baru atau modifikasi dari FMP yang sudah ada
- Kehadiran dalam kegiatan koordinasi disesuaikan dengan thema Perencanaan
- FMP diupayakan agar berkelanjutan pasca proyek
5.6 Idenfikasi FMP dan Kemungkinan Pembentukan di tingkat Provinsi
FMP Provinsi - Model kegiatan yang dilakukan disesuaikan atau dimodikasi dari model kegiatan tingkat kabupaten
- FMP provinsi lebih banyak bersinggungan dengan RZWP3K dan KLHS
6 6.1.1 sd 6.1.5 Sudah jelas - Dok KLHS-SPRE berbasis pulau perlu mempertimbangkan dinamika dan kondisi Kabupaten Lombok Barat dan Kota Mataram
- Pendalaman KLHS SPRE perlu dihasilkan untuk Kabupaten Target
- Sosialisasi hasil Kajian KLHS SPRE kepada pengguna perlu disesuaikan dengen kebutuhan, misalnya resume untuk pengambil kebijakan dan masyarakat atau public perlu dibedakan
6.1.6 Pendsitribusian Dokumen KLHS SPRE kepada FMP
FMP yang terlibat dalam proses penyusunan KLHS SPRE
- Dokumen yang didistribusikan dalam bentuk soft dan hard copy
20
Akti-vitas
Sub Aktivitas Level dan Target Group
Catatan Penting
11 11.1 Provinsi dan Kabupaten: DKP, Perizinan, BPN, BMPD, Pariwisata,, BLH, PU0TR, BKPRD
- Perlu dilakukan identifikasi dan pertimbangkan teknis dari kabupaten terkait izin-izin pemanfaatan yang akan dikeluarkan provinsi
- Jika ada masih ada izin yang dikeluarkan oleh kabupaten, maka perlu memperhatikan skala dan jenis usaha
- Kabupaten mengeluarkan rekomendasi untuk izin pemanfaatan ruang yang akan dikeluarkan oleh pihak Provinsi
- Menyiapakan dokumen tentang mekanisme atau SOP tatacara penerbitan izin pemanfaatan ruang pesisir
12 BLHD, Kehutanan, DKP, Pertanian, Perhubungan, Bappeda, pertambangan, Perhubungan, Perizinan, Pariwisata, Kesehatan, PU-Kebersihan, BPMPD, BKSDA, Perindustrian
- Memasukkan isu-isu lokal
Hasil sinkronisasi program di Nusa Tenggara Timur
Aktivitas
Sub Aktivitas Level dan Target Group
Catatan Penting/ Ruang Lingkup
2 2.3 4 Kabupaten Sumba Sumba Tengah di desa Konda maloba diluar 4 DESA KAP Sumba Timur desa Tarimbang SBD Desa Umbu Ngedo, Desa Ramadana, Desa Haronakala, Desa Waetana
- Data Base - Validitas, meliputi dampak ekonomi, tata kelola, tata ruang, dampak sosial, pelibatan akademisi
- Output studi ini diserakan ke Bappeda, DKP, BPMD, BLHD, DINAS PERKEBUNAN, KEHUTANAN, PARIWISATA, PERTAMBANGAN, PERTANIAN, DPRD Komisi B
- Hasil studi perlu dideseminasi melalui seminar
2.4 Kajian sumberdaya ekonomi lokal dan potensial (aktivitas ekonomi masyarakat) belum berkembang
Desa Aktual : Sumba Tengah Ngadu Mbolu, Sumba Timur Watumbaka (Garam, nelayan, rumput laut, kebun), Desa Palakahembi (nelayan, rumput laut), Sumba Barat Desa Patiala bawa (rumput laut) Desa Hobawawi,
- Capture good and bad practises - Kajian kebijakan - Output studi ini diserakan ke Bappeda, DKP, BPMD, BLHD,
DINAS PERKEBUNAN, KEHUTANAN, PARIWISATA, PERTAMBANGAN, PERTANIAN, DPRD Komisi B
21
Aktivitas
Sub Aktivitas Level dan Target Group
Catatan Penting/ Ruang Lingkup
2.4 Kajian sumberdaya ekonomi lokal dan potensial (aktivitas ekonomi masyarakat) belum berkembang
SBD : Desa Letekonda (rumput laut dan penambangan pasir), Desa Kenduwela, Desa Radamata (kerajinan batu cadas/kerikil) Desa Potensial SBD : Desa Kalenarongngo (wisata bahari), Desa Umbu Ngedo (wisata budaya : pasola) Sumba Timur : Desa Mondu (resort), Desa Kuta (wisata pantai) Desa Pindu Horani (wisata bahari) Sumba Tengah : Desa Manuwolu (Pasir besi), Desa Waimanu (wisata, kuliner) Sumba Barat : Desa Balikoku (Tinju tradisional), Desa Waihura (Pasola), Desa Gaura, Desa Harunakala, Desa Watukarere, Desa Pahola
- Capture good and bad practises - Kajian kebijakan - Output studi ini diserakan ke Bappeda, DKP, BPMD, BLHD,
DINAS PERKEBUNAN, KEHUTANAN, PARIWISATA, PERTAMBANGAN, PERTANIAN, DPRD Komisi B
3 Kompilasi data spasial perencanaan wilayah pesisir ke dalam GIS
- Data spasial RZWP3K
- RTRW Propinsi dan Kabupaten
- TNP Laut Sawu - TN Manupeu
Tanadaru - Peta Data Sebaran
Potensi SD Pesisir - Peta Tata guna
lahan
- Output studi ini diserakan ke Bappeda, PU, DKP, BLH, DiShut,
- Data spasia harus dikoordinasi dengan P-MAP 2 (MCA-I)
4 Peningkatan kapasitas IDSD dalam pengelolaan data spasial wilayah pesisir
- Targer group : Staff Bappeda, DKP, NGO, PU, Dispar, Dishut, BLHD, BPN, Disbun, BPMD,
- Pemda perlu menyiapkan sarana dan prasana untuk keberlanjutan
- Koordinasi dengan P-MAP (MCA-I) - Training Need Assesment khusus untuk IDSD
22
Aktivitas
Sub Aktivitas Level dan Target Group
Catatan Penting/ Ruang Lingkup
5 Memfasilitasi FMP dalam menyiapkan Rencana Kerja untuk Pertukaran pengetahuan mengenai pembangunan wilayah pesisir dan pemanfaatan SDP Rendah Emisi
- Membuat Mitra Bahari
- FMP untuk masing-masing Kabupaten
- Unsur FMP : Bappeda, DKP, BPMD, BLH, Dishut, Distanbun, NGO, Media massa, Tomas, Swasta, anggota DPRD
- Perlu ada sekretariat/pengurus FMP untuk keberlanjutan - Perlu ada program kerja dari FMP - Proyek akan mendukung FMP - FMP untuk masalah tata kelola pesisir - Forum Konservasi Perairan di Sumba (dana dari TNP Laut
Sawu, anggotanya banyak) - Sosialisasi sinergi perencanaan wilayah pesisir.
6. Penyusuanan KLHS-SPRE terhadap Perencanaan Wilayah Pesisir Lombok (NTB) dan Sumba (NTT)
- Memakai konsep kajian yang ada di proposal
- Kesesuaian, Ketersediaan Lahan, Daya Dukung Lingkungan, Ketersediaan Sarana dan Prasarana (Air Bersih), Daya Tampung Lingkungan, Kajian jasa ekosistem, Kajian Efisiensi SDA, Kajian kerentanan dan perubahan iklim, Kajian Ruang Terbuka Hijau,
- KLHS-SPRE akan menghasilkan rekomendasi yang akan dipaduserasikan dengan perencanaan wilayah di tingkat kabupaten maupun provinsi
11. Memfasilitasi Lokakarya FMP tentang pengelolaan dan pemanfaatan SDA di wilayah pesisir yang mendukung SPRE
- SBD : Penegakan hukum tentang aturan-aturan di pesisir, rehabilitasi wilayah pesisir
- Sumba Tengah : adanya pertambangan emas, pasir,
- Termasuk juga perizinan
12. Pelatihan bagi staf Pemda dalam mengintegrasikan SPRE/RAD-GRK ke dalam perencanaan dan Program Pemerintah Kabupaten
- Tingkat desa : memperbaiki RPJMDes
- SBD dan Sumba Tengah : Review RTRW,
- Sumba Barat, Sumba Timur : Review RPJMD
- Koordinasi dengan Green Budget LPEM-UI - Repeat Assesment - Sumba tengah perlu koordiasi degan STAPMD Jogjakarta
tentang RPJMDes
23
Saran dan catatan penting mengenai beberapa kegiatan terkait panyadartahuan dan peningkatan kapasitas
No Kegiatan
1 Kegiatan 7 . Penyusunan/Review RPJMDesa yang mengadopsi rekomendasi KLHS-SPRE pada desa-desa target (terpilih).
1. Saran : Program perlu menyesuaikan dengan review tahunan yang berlangsung 2. Pendampingan dalam proses penyusunan review RPJMDesa. 3. Penguatan pemahaman SPRE di tingkat pelaku di desa (aparatur, tokoh masyarakat, Pemda, FasDes,
FasKeu dan pendamping) 4. Penguatan lembaga-lembaga desa misalnya BPD, LPM dalam permasalahan SPRE 5. Fasilitasi dan sinkronisasi vertikal untuk memastikan adopsi prinsip-prinsip SPRE di tingkat RPJM Desa
dan proses MUSRENBANGDES, MUSRENBANGCAM 6. Pendampingan proses mengalokasian APBDes untuk memastikan pengadopsian prinsip SPRE dalam
kegiatan pembangunan desa
2 Kegiatan 8. Memfasilitasi Demplot Pengelolaan Sumber Daya Pesisir rendah emisi pada desa-desa terpilih.
1. Saran: Pelaksanaan Demplot bekerjasama dengan kelompok/tokoh adat, karena nili-nilai adat/tradisional masih ada/terjaga.
2. Saran: Lembaga adat yang sudah ada agar dilibatkan (jangan bikin baru) 3. Saran: Dalam pelaksanaan Demplot berkoordinasi dengan kelompok-kelompok binaan yang sudah ada:
kelompok tani-nelayan, Pokmaswas 4. Kegiatan fasilitasi untuk memasukan Demplot ke dalam mekanisme alokasi APBDes 5. Koordinasi rutin dengan BPMD, DKP, Pertanian, dan Kehutanan untuk fasilitasi alokasi APBDes
3 Kegiatan 9 . Pembuatan Materi Informasi Edukasi dan Komunikasi (IEK)
1. Pemetaan/inventarisasi praktek-praktek yang ada di masyarakat sebagai referensi menyusun bahan penyadaran
2. Pemetaan pilihan media: budaya tutur lebih tinggi dari budaya menulis, materi visual lebih disukai dibandingkan media tulis/baca (Materi audio-visual lebih efektif contoh: film 10 menit)
3. Saran: Masyarakat mendengarkan radio (saat malam) 4. Produksi materi penyadartahuan/pelatihan untuk sekolah, disesuaikan dengan lokasinya 5. Produksi media/papan informasi di tempat strategis/mudah dilihat. Termasuk di dekat demplot,
memuat foto-foto kegiatan. 6. Fasilitasi agar terjadi integrasi dengan program Pelestarian Lingkungan yang ada di SKPD 7. Modul Kompilasi peraturan perundangan pengelolaan pesisir untuk SKPD (terkait Kegiatan 13, sub 2)
4 Kegiatan 10. Melaksanakan kampanye penyadartahuan mengenai pengelolaan Sumber Daya Pesisir rendah emisi.
1. Kunjungan penyadartahuan di sekolah-sekolah 2. Menyesuaikan dengan kegiatan festival budaya untuk promosi pengelolaan pesisir, (sesuai kabupaten)
SPRE (contoh: Pasola di Sumba Barat dan SBD) 3. Membuat film penyadartahuan lokal 4. Pemutaran film (termasuk film-film inspirasi dari lokasi di luar Sumba) untuk sharing informasi dan
inspirasi 5. Integrasi kegiatan konservasi pesisir dengan kegiatan sosial. contoh, integrasi dengan Catatan Sipil
pada proses pernikahan dan kelahiran (mewajibkan tanam pohon mangrove) 6. Membangun jaringan kerja dan sharing pengalaman antar dampingan (terkait kegiatan 15, sub 2). 7. Diskusi lingkungan di radio dan jumpa pendengar. 8. Quiz, lomba untuk membangun kesadaran SPRE di tingkat masyarakat umum
5 Kegiatan 13. Peningkatan kapasitas bagi BKPRD dan Forum Multi Pihak dalam pengawasan implementasi perencanaan zonasi dan tata ruang pesisir.
1. Pelatihan pengembangan dan pengelolaan sistem pangkalan data (database) spasial misalnya IDS (Infrastruktur Data Spasial) dan PD2 (Pusat Data Daerah)
2. Kajian produk peraturan dan perundangan terkait dengan kegiatan di desa pesisir UU 26 th 2007, UU 27 Th 2007/ 1 Th 2014, UU No 6 Th 2014, UU 23 Th 2014, UU No 16 Th 2006, UU No 5 Th 1990…
3. Pelatihan, sosialisasi, penerapan, dan pengawasan tata ruang pesisir untuk penerapan SPRE. Termasuk di dalamnya proses penegakan hukum dan pemahaman regulasi.
24
6 Kegiatan 14. Peningkatan kapasitas Pokmaswas dalam pengawasan pembangunan wilayah pesisir.
1. Inventarisasi kelompok Pokmaswas di lokasi-lokasi proyek 2. Assesment aktivitas kelompok yang sudah ada 3. Pelatihan pengawasan pesisir termasuk sosialisasi undang-undang pesisir 4. Kompilasi peraturan dan perundangan pesisir untuk digunakan Pokmaswas
7 Kegiatan 15. Penguatan kelompok masyarakat/desa dalam mereplikasi Demplot
1. Integrasi dengan program Kampung iklim Sumba Timur di wilayah pesisir (pengetahuan) 2. Studi banding antar kelompok masyarakat pesisir di Sumba, melibatkan desa Demplot dan desa-desa
selain demplot yang berpotensi melakukan replikasi 3. Integrasi dengan program rehabilitasi mangrove yang ada di Pulau Sumba 4. Sosialisasi manfaat ekosistem pesisir termasuk lamun, mangrove dan terumbu karang di Sumba
3.5. Analisis Kesiapan dan Kebutuhan Pelatihan Hasil Training Need Assessment ini dikelompokkan berdasarkan jenis organisasi yang memberikan gambaran lapis pemerintahan secara vertical dan kelompok sasaran. Training Need Assessment dengan menggunakan metode organisasi atau (organizational method) bagi Proyek Pengelolaan Pengetahuan Pembangunan Wilayah Pesisir Rendah Emisi di NTB dan NTT disajikan dalam bentuk matrix/tabulasi sebagai berikut:
Kelompok/organisasi Kekuatan dan Kelemahan faktor yang mempengaruhi pencapaian
Kesenjangan faktor (gap)
Faktor yang kuat Faktor yang lemah Kebutuhan pelatihan
Kelompok Masyarakat Sudah ada penanaman mangrove secara rutin
Kesadartahuan masyarakat mengenai aspek-aspek
pengelolaan/rehabilitasi ekosistem mangrove masih
rendah (pemilihan lokasi penanaman, pemilihan jenis,
dll)
Pelatihan budidaya mangrove (pemilihan jenis, pembibitan, penananam, pemeliharaan,
pemanfaatan dan perlindungan)
Kelompok Masyarakat Sudah ada banyak tambak yang dibuat
oleh masyarakat
Tambak yang ada belum berorientasi ramah
lingkungan, Sesuai dengan kaidah rendah
emisi
Pelatihan tambak ramah lingkungan (silvo-fishery)
Kelompok Masyarakat Banyaknya tanaman bakau di pesisir Pulau Lombok dan Sumba
Masyarakat belum dapat memanfaatkan tanaman bakau secara langsung &
optimal sebagai pendapatan tambahan
Pelatihan mengenai Pengolahan Hasil Hutan
Bukan Kayu (HHBK) Mangrove , seperti produk makanan,
obat, kosmetik dsb.
Kelompok Masyarakat Mahalnya biaya produksi pengusahaan
garam, khususnya dalam pembelian kayu
bakar
Saat ini menggunakan kayu bakar, perlu alternatif bahan bakar alternatif terbarukan
yang ramah lingkungan
Pelatihan teknik pengolahan dan pengusahaan garam
rakyat dengan energy terbarukan
Kelompok Masyarakat Gemala (Gerakan Masuk Laut) di Sumba
Timur dan SBD. Aktivitas contoh:
membantu budidaya rumput laut.
Harga rumput laut (kering) cenderung terus turun,
dikarenakan kapasitas pabrik lokal terbatas.
Pelatihan budidaya rumput laut, termasuk pengolahan
hasil, pemasaran dan pengembangan produk
25
Kelompok/organisasi Kekuatan dan Kelemahan faktor yang mempengaruhi pencapaian
Kesenjangan faktor (gap)
Faktor yang kuat Faktor yang lemah Kebutuhan pelatihan Kelompok Masyarakat Potensi pasar ikan
karang dan palagis cukup besar
Belum adanya budaya masyarakat dalam
membudidayakan ikan karang
Pelatihan budidaya perikanan, ikan karang dan pelagis untuk meningkatkan
pendapatan
Kelompok Masyarakat Terumbu karang dan ekosistem pesisir yang kaya sebagai sumber
penghidupan
Pemahaman masyarakat tentang konservasi dan
manfaat terumbu karang masih rendah
Banyaknya spot-spot terumbu karang yang rusak
karena pengeboman
Pelatihan tentang ekosistem terumbu, konservasinya dan pemanfaatan untuk wisata
selam/snorkling
Kelompok Masyarakat Banyaknya potensi ikan diperairan pulau
Lombok dan Sumba
Belum banyaknya masyarakat yang mengkonsumsi dari
hasil laut
Pengolahan hasil laut dan makanan lokal untuk
kelompok perempuan
Kelompok Masyarakat Banyaknya mesin kapal yang rusak tidak dapat
diperbaiki
Kemampuan teknis pemeliharaan mesin kapal
masih minim
Pelatihan permesinan dan perbengkelan kapal nelayan
Kelompok Masyarakat Sudah ada kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas) pesisir
Kurangnya pengetahuan kelompok masyarakat
pengawas (Pokmaswas) mengenai sumberdaya pesisir
Peningkatan kapasitas masyarakat dibidang teknik
pengawasan pesisir
Kelompok Masyarakat Banyaknya potensi bahan baku alam
pesisir yang dpat diolah menjadi barang
kerajinan
Belum mengetahuinya para ibu-ibu dan kaum perempuan
mengenai cara membuat barang kerajinan dari
sumberdaya alam di pesisir
Pelatihan ketrampilan untuk ibu-ibu nelayan,
meningkatkan nilai tambah/ekonomi, pengolahan hasil,
keterampilan souvenir
Pelatihan pengelolaan sampah dan kebersihan
Kelompok Masyarakat Pasar ekowisata pesisir cukup terbuka besar
Pelibatan masyarakat dalam kegiatan wisata pesisir masih
minim
Pelatihan ekowisata pesisir bermasis masyarakat:
pelayanan wisata, wisata budaya, sadar wisata, sapta
pesona, keamanan, hospitality/keramah-tamahan
Kelompok Masyarakat Banyaknya pohon kelapa
Belum adanya pengetahuan mengenai pengolahan kelapa agar mempunyai nilai tambah
Pelatihan pengolahan hasil kelapa menjadi produk yang
bernilai tambah
Kelompok Masyarakat Masyarakat sudah mulai terganggu dengan aktivitas
penambangan pasir
Ada kegiatan penambangan pasir laut/pantai
Pelatihan alternatif ekonomi
Kelompok Masyarakat Adanya kerusakan terumbu karang
Ekosistem alami sudah mengalami tekanan karena
penangkapan yang tinggi
Pelatihan penggunaan rumpon, untuk mengurangi tekanan terhadap ekosistem
alami terumbu karang
Kelompok Masyarakat Adanya kearifan budaya mengenai
kepedulian terhadap lingkungan
Strategy Pembangunan Rendah Emisi (SPRE) belum diketahui oleh para tokoh
masyarakat dan tokoh adat
Pelatihan mengenai prinsip-prinsip SPRE di pesisir bagi
tokoh masyarakat dan tokoh adat
26
Kelompok/organisasi Kekuatan dan Kelemahan faktor yang mempengaruhi pencapaian
Kesenjangan faktor (gap)
Faktor yang kuat Faktor yang lemah Kebutuhan pelatihan Kelompok Masyarakat
dan Pemerintahan Desa
Adanya keingintahuan masyarakat mengenai regulasi khusus terkait dengan trans shipping
“Trans Shipping”. Contoh: kasus cumi
Pelatihan tentang regulasi khusus terkait dengan trans
shipping bagi aparat dan masyarakat
Pemerintahan Desa Mendorong integrasi dengan program
Kampung Iklim Pesisir: penguatan kelompok,
penanaman pekarangan
Belum optimal dan meratanya pemanfaatan pekarangan rumah bagi
kegiatan holtikultura
Pemanfaatan pekarangan pesisir dengan budidaya
tanaman holtikultura untuk menambah pendapatan
Pemerintahan Desa Kebutuhan data dan administrasi di tingkat desa yang diminta oleh
pihak Kabupaten/Provinsi
Pemerintah desa ada kesulitan dalam pengelolaan
data admin di dalam administrasi
wilayah/pemerintahan. contoh: luas desa, potensi
desa, dsb.
Pelatihan pengelolaan data spasial untuk pemerintah
desa
Pemerintahan Desa
Regulasi pemerintah yang mewajibkan setiap desa untuk
menyusun RPJMDes sesuai dengan PP
43/2014 yang akan berlaku efektif awal
tahun 2016
Desa-desa daratan dan pesisir belum memiliki RPJM
desa dan tata ruang desa yang mengarah kepada penerapan rendah emisi
Pelatihan tentang sistematika penyusunan RPJMDes (sesuai
dengan PP 43/2014)
Pelatihan penganggaran bagi aparat tentang rendah emisi
Pemerintahan Desa Perencanaan dan pembangunan desa yang sesuai dengan potensi daerahnya
Pemerintah desa banyak yang belum faham tentang
regulasi desa dan belum mengetahui tentang regulasi
lain yang berhubungan dengan desa
Pelatihan sosialisasi regulasi terbaru tentang desa dan
SKPD lainnya, seperti : pariwisata, kelautan, pesisir,
kehutanan, pertanian, perkebunan.
Lemahnya Pemahaman para aparatur desa tentang tata
ruang desa
Pelatihan mengenali tata ruang desa bagi para aparatur
desa
Pemerintahan Desa Pembangunan Rendah Emisi belum banyak diketahui oleh
aparatur desa
Pelatihan pengembangan kapasitas, penguatan kelompok di bidang
pembangunan pesisir rendah emisi di tingkat pedesaan
Pemerintahan Desa, Kabupaten dan
Provinsi
Tumpang tindihnya program SKPD ditingkat desa
Pelatihan perencanaan kegiatan terintegrasi antar
sektor dalam pembangunan pesisir
Pemerintahan Desa, Kabupaten dan
Provinsi
Dokumen RPJMDes belum terhubung sepenuhnya
dengan Renstra SKPD. Karena SKPD memiliki program yang berbeda dengan RKT maupun
RPJMDes.
Pelatihan sinergitas antara Renstra SKPD dengan dokumen RPJMDes
27
Kelompok/organisasi Kekuatan dan Kelemahan faktor yang mempengaruhi pencapaian
Kesenjangan faktor (gap)
Faktor yang kuat Faktor yang lemah Kebutuhan pelatihan Pemerintahan Kabupaten dan
Provinsi
Penanganan rob, Kerusakan pesisir dan pertambangan
liar/tanpa izin
Pelatihan mitigasi bencana pesisir
Pemprov punya program sosialisasi 3R BLH Prov mempunya
desain komposter
Pemda mengembangkan incinerator sederhana
kapasitas 1 ton, tetapi masih belum berjalan
Pelatihan pengelolaan sampah untuk pesisir dan
pariwisata.
Fasilitasi diskusi teknologi tepat guna dan lesson learned
sejenis
Pemerintahan Kabupaten dan
Provinsi
IDS masih belum ada, tetapi pernah ada pelatihan dari GIZ
Kekuatan pengelolaan, analisis dan akuisisi data
masih lemah.
Pelatihan data base spasial dan non spasial untuk IDS
Pelatihan standar kompetensi minimal untuk operator dari
Pemda kalau bisa hingga analisis
Pemerintahan Kabupaten dan
Provinsi
Pernah ada kegiatan dari Kemenhut 2013,
tetapi perlu penyegaran
Pelatihan tentang karbon monitoring (MRV)
Pemerintahan Kabupaten dan
Provinsi
KLHS dipahami sebagai proses penguatan
perencanaan
Belum ada OJT untuk Pemerintah Daerah, Dinas terkait untuk membangun pemahaman dan proses
KLHS.
Pelatihan penyusunan KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) SPRE (Strategi
Pembangunan Rendah Emisi)
Prinsip pembangunan SPRE masih belum dipahami
Pelatihan TOT bagi calon Fasilitator Rendah Emisi
Pemerintahan Kabupaten dan
Provinsi
Konsep SPRE baru pertama kali mendengar saat mengikuti Lokakarya
Pendahuluan atau tahun 2015
Pelatihan tentang mengintegrasikan konsep
Strategi Pembangunan Rendah Emisi (SPRE) dalam
Rencana Pembangunan Daerah
Pemerintahan Kabupaten dan
Provinsi
Persepsi antara masyarakat dan pemerintah berbeda
dalam pemanfaatan ruang
Pelatihan dalam rangka penyamaan persepsi antara
Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Desa tentang
RZWP3K
Pemerintahan Kabupaten dan
Provinsi
Pemahaman aparatur daerah tentang perencanaan wilayah
pesisir rendah emisi masih rendah
Pelatihan peningkatan pemahaman aparatur daerah tentang perencanaan wilayah
pesisir rendah emisi.
Pemerintahan Kabupaten dan
Provinsi
Pelatihan aparatur mengenai rehabilitasi karang &
ekosistem pesisir
Pemerintahan Kabupaten dan
Provinsi
Pelatihan pengembangan dan pengelolaan sistem pangkalan
data (database) spasial misalnya IDS (Infrastruktur
Data Spasial) dan PD2 (Pusat Data Daerah)
28
Kelompok/organisasi Kekuatan dan Kelemahan faktor yang mempengaruhi pencapaian
Kesenjangan faktor (gap)
Faktor yang kuat Faktor yang lemah Kebutuhan pelatihan Pemerintahan Kabupaten dan
Provinsi
Penegakan aturan RTRWP/K yang masih minim di
lapangan
Pelatihan sosialisasi, penerapan, dan pengawasan
tata ruang pesisir untuk penerapan SPRE. Termasuk di dalamnya proses penegakan
hukum dan pemahaman regulasi.
4. Catatan Penting dan Rekomendasi
Kabupaten memerlukan informasi mengenai RZWP3K yang telah disiapkan oleh Provinsi. Masih dirasakan kurang dalam proses sosialisasi ruang, izin, dll.
Perlu kesamaan pandangan mengenai wilayah pesisir. Kesamaan pandang ini dalam konteks sebagai berikut: bentang alam perlu pesisir yang diselaraskan dengan definisi secara administratif.
Perlu kegiatan sosialisasi mengenai SPRE, di samping itu perlu kegiatan peningkatan kapasitas aparatur pemda, publikasi, koordinasi lintas sektor dan forum multi pihak, serta adanya model untuk mengimplementasi SPRE melalui Demplot.
Pelatihan-pelatihan yang akan dilaksanakan dalam rangka penngelolaan pengetahuan tata kelola sumberdaya pesisir rendah emisi di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, khususnya pada Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Sumba Barat Daya, Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Sumba Tengah dan Kabupaten Sumba Timur, akan dilaksanakan dengan mengacu pada kebutuhan di tingkat kelompok-kelompok masyarakat, aparatur desa, satuan-satuan kerja pemerintahan daerah, baik pada tingkat Kabupaten maupun pada tingkat Provinsi.
Rencana pelatihan akan dilaksanakan mulai kuartal ke-2 dan seterusnya. Rencana pelatihan disinergikan dengan program pelatihan dan peningkatan kapasitas yang telah direncanakan dan akan dilaksanakan sepanjang periode proyek (2016-2017) oleh Pemangku kepentingan lainnya, seperti Balai Taman Nasional Perairan Laut Sawu, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian LH & Kehutanan, Badan Pemberdayaan Masyarakat & Pemerintah Desa, serta instansi terkait lainnya.
Substansi Pelatihan, baik Kerangka Acuan, Modul dan silabus pelatihan yang akan disiapkan oleh Konsorsium akan dikonsultasikan dengan para pemangku kepentingan untuk menghindari pengulangan-pengulangan pelatihan yang tidak efisien dan efektif.
29
Lampiran 1. Agenda Kegiatan Inception Workshop NTB
Harike 1 Uraian Kegiatan Keterangan
08.30-09.00 Registrasi
09.00-09.30 Pembukaan Pemda Provinsi NTB
09.30-10.00 Rehat
10.00-10.30 Pemaparan Proyek Konsorsium Karbon Biru
10.30-11.15 Pemaparan Provinsi Bappeda dan DKP Bappeda & DKP Provinsi NTB
11.15-12.00 Diskusi dan Tanya jawab Moderator
12.00-12.15 Pembagian kelompok FGD1 Fasilator
12.30-13.30 ISHIOMA Peserta dari luar Kota Mataram check in Hotel Santika
Panitia
13.30-15.30 FGD1: - Kebutuhan Pemda dalam perencanaan wilayah
pesisir - Kebutuhan Pemda dalam hal Pengelolaan
Pengetahuan Perencanaan Wilayah Pesisir - Kebutuhan Pemda dalam perencanan Pesisir di
tingkat desa
Fasilitator
15.30-15.45 Rehat
15.45-16.30 Presentasihasil FGD1 Perwakilan Kelompok, dipandu oleh Moderator
Harike 2
08.30-09.00 Resume FGD hari 1, pengantar FGD2 Fasilitator
09.00-09.15 Rehat
09.15-11.00 FGD2 - Kesepakatan kegiatan terkait hasil FGD1 di
masing-masing wilayah kabupaten termasuk rencana kegiatan demplot
- Rencana Project Sustainability
Fasilitator Kelompok dibagi berdasarkan wilayah
11.00-11.30 Presentasi hasil FGD2:
Perwakilan Kelompok
11.30-12.00 Kesepakatan Workshop dan RTL Fasilitator
12.00-12.30 Penutupan Bappeda Provinsi NTB
12.30-13.30 Makan siang dan Check out .
Lampiran 2. Daftar Undangan Inception Workshop Proyek Pengelolaan Pengetahuan Tata Kelola Sumberdaya Pesisir Rendah Emisi di NTB.
1. Bappeda Provinsi NTB
2. DKP Provinsi NTB
3. Bappeda Kabupaten Lombok Utara
4. DKP Kabupaten Lombok Utara
5. BLHD Kabupaten Lombok Utara
30
6. Dishutbun Kabupaten Lombok Utara
7. BPMD Kabupaten Lombok Utara
8. Bappeda Kabupaten Lombok Timur
9. DKP Kabupaten Lombok Timur
10. BLHD Kabupaten Lombok Timur
11. Dishutbun Kabupaten Lombok Timur
12. BPMD Kabupaten Lombok Timur
13. Bappeda Kabupaten Lombok Tengah
14. DKP Kabupaten Lombok Tengah
15. BLHD Kabupaten Lombok Tengah
16. Dishutbun Kabupaten Lombok Tengah
17. BPMD Kabupaten Lombok Tengah
18. Yayasan Bhakti
19. WCS Marine
20. TNC
21. DRM MCAI Provinsi NTB
Lampiran 3. Agenda Kegiatan Inception Workshop NTT
Harike 1 Uraian Kegiatan Keterangan
08.30-09.00 Registrasi Peserta dari Luar Kabupaten SBD check in hotel pada tgl 24 Nov 2015
09.00-09.30 Pembukaan Pemkab SBD
09.30-10.00 Rehat
10.00-10.30 Pemaparan informasi Proyek oleh Konsorsium BCC Konsorsium Karbon Biru
10.30-11.15 Pemaparan Perencanaan Wilayah Pesisir di Pulau Sumba oleh Bappeda dan DKP Provinsi NTT
Bappeda & DKP Provinsi NTT
11.15-12.00 Diskusi dan Tanya jawab Moderator
12.00-12.15 Pembagian kelompok FGD1 Fasilator
12.30-13.30 ISHIOMA
Panitia
13.30-15.30 FGD1: - Kebutuhan Pemda dalam perencanaan wilayah
pesisir - Kebutuhan Pemda dalam hal Pengelolaan
Pengetahuan Perencanaan Wilayah Pesisir - Kebutuhan Pemda dalam perencanan Pesisir di
tingkat desa
Fasilitator
15.30-15.45 Rehat
15.45-16.30 Presentasihasil FGD1 Perwakilan Kelompok, dipandu oleh Moderator
31
Harike 2
08.30-09.00 Resume FGD hari 1, pengantar FGD2 Fasilitator
09.00-09.15 Rehat
09.15-11.00 FGD2 - Kesepakatan kegiatan terkait hasil FGD1 di
masing-masing wilayah kabupaten termasuk rencana kegiatan demoplot
- Rencana Project Sustainability
Fasilitator Kelompok dibagi berdasarkan wilayah
11.00-11.30 Presentasi hasil FGD2:
Perwakilan Kelompok
11.30-12.00 Kesepakatan Workshop dan Rencana Tindak Lanjut Fasilitator
12.00-12.30 Penutupan Bappeda Provinsi NTB
12.30-13.30 Makan siang dan Check out .
Lampiran 4. Daftar Undangan Inception Workshop Proyek Pengelolaan Pengetahuan Tata Kelola Sumberdaya Pesisir Rendah Emisi di NTB.
1. Bappeda Provinsi NTT
2. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT
3. Bappeda Kabupaten Sumba Timur
4. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumba Timur
5. Badan/Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sumba Timur
6. Dinas Kehuatan dan Perkebunan Kabupaten Sumba Timur
7. Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Sumba Timur
8. Bappeda Kabupaten Sumba Tengah
9. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumba Tengah
10. Badan/Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sumba Tengah
11. Dinas Kehuatan dan Perkebunan Kabupaten Sumba Tengah
12. Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Sumba Tengah
13. Bappeda Kabupaten Sumba Barat
14. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumba Barat
15. Badan/Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sumba Barat
16. Dinas Kehuatan dan Perkebunan Kabupaten Sumba Barat
17. Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Sumba Barat
18. Bappeda Kabupaten Sumba Barat Daya
19. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumba Barat Daya
20. Badan/Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sumba Barat Daya
21. Dinas Kehuatan dan Perkebunan Kabupaten Sumba Barat Daya
22. Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Sumba Barat Daya
23. Yayasan BhaKTI
24. WCS Marine
25. TNC
32
26. Yayasan Koppesda, Kabupaten Sumba Timur
27. Yayasan Wahana, Kabupaten Sumba Tengah
28. Yayasan Bahtera, Kabupaten Sumba Barat
29. Yayasan Sosial Donders, Kabupaten Sumba Barat Daya
30. Radio Max FM, Waingapu
31. Povincial Representative Manager MCAI Provinsi NTT
32. District Representative Manager MCAI Kabupaten Sumba Timur
33. District Representative Manager MCAI Kabupaten Sumba Tengah
34. District Representative Manager MCAI Kabupaten Sumba Barat
35. District Representative Manager MCAI Kabupaten Sumba Barat Daya
33
Lampiran A. Foto – foto Kegiatan Lokakarya Pendahuluan (Mataram_NTB)
Suasana Lokakarya Pendahuluan Proyek Pengelolaan Pengetahuan Tata Kelola
Sumberdaya Pesisir Rendah Emisi Provinsi NTB di di Hotel Santika Mataram, Tanggal 18-19 November 2015
Suasana FGD pada Lokakarya Pendahuluan Proyek Pengelolaan Pengetahuan Tata Kelola Sumberdaya Pesisir Rendah Emisi Provinsi NTB di di Hotel Santika Mataram,
Tanggal 18-19 November 2015
34
Lampiran B. Foto – foto Kegiatan Lokakarya Pendahuluan (Tambolaka_NTT)
Suasana Lokakarya Pendahuluan Proyek Pengelolaan Pengetahuan Tata Kelola
Sumberdaya Pesisir Rendah Emisi Provinsi NTT di di Hotel SINAR Tambolaka Tanggal 25-26 November 2015
Suasana FGD pada Lokakarya Pendahuluan Proyek Pengelolaan Pengetahuan Tata Kelola Sumberdaya Pesisir Rendah Emisi Provinsi NTT di di Hotel SINAR Tambolaka
Tanggal 25-26 November 2015
35