laporan kebijakan moneter - bi.go.id · transaksi nontunai melalui sknbi meningkat sebesar 3,1%,...

78
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER TRIWULAN II 2018 Ekonomi, Moneter, dan Keuangan

Upload: lamdan

Post on 13-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

LAPORANKEBIJAKAN MONETER

TRIWULAN II 2018

Ekonomi, Moneter, dan Keuangan

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 1

Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa yang terefleksi dalam inflasi yang stabil, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Target inflasi tahun 2018 ditetapkan oleh pemerintah yaitu sebesar 3,5±1%. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian. Sesuai dengan bidang tugasnya, Bank Indonesia menempuh bauran kebijakan moneter, makroprudensial, serta sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah.

Laporan Kebijakan Moneter (LKM) dipublikasikan secara triwulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada bulan Februari, Mei, Agustus, dan November. Laporan ini memiliki dua fungsi utama, yaitu: (i) menyediakan data, analisis dan proyeksi ekonomi untuk mendukung pembentukan ekspektasi, yang merupakan bagian dari kerangka kerja antisipatif dalam perumusan kebijakan moneter; dan (ii) sebagai media bagi Dewan Gubernur untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat luas mengenai berbagai pertimbangan yang melandasi keputusan kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.

Prakata

Dewan GubernurPERRY WARJIYO Gubernur

MIRZA ADITYASWARA Deputi Gubernur Senior

ERWIN RIJANTODeputi Gubernur

SUGENG Deputi Gubernur

ROSMAYA HADI Deputi Gubernur

DODY BUDI WALUYO Deputi Gubernur

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 20182

Daftar Isi

1. Ringkasan Eksekutif

2. Perkembangan Ekonomi Global

4. Prospek Perekonomian

3. Perkembangan Ekonomi Domestik dan Pasar Keuangan

Perkembangan Ekonomi Dunia

Pasar Keuangan Global

Pasar Komoditas Global

Prospek Perekonomian Global

Prospek dan Risiko Perekonomian Domestik

Pertumbuhan Ekonomi

Kesejahteraan

Neraca Pembayaran

Nilai Tukar Rupiah

Inflasi

Pasar Keuangan

07

13

17

55

61

19

28

30

34

37

41

03

07

55

19

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 3

11111111111 Ringkasan Eksekutif

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 14-15 Agustus 2018 memutuskan untuk menaikkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,25%. Keputusan tersebut konsisten dengan upaya untuk mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik dan mengendalikan defisit transaksi berjalan dalam batas yang aman. Bank Indonesia menghargai dan mendukung keseriusan dan langkah-langkah konkrit Pemerintah untuk menurunkan defisit transaksi berjalan dengan mendorong ekspor dan menurunkan impor, termasuk penundaan proyek-proyek Pemerintah yang memiliki kandungan impor tinggi. Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas ekonomi dan ketahanan eksternal dalam kondisi ketidakpastian perekonomian global yang masih tinggi. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan dan prospek perekonomian domestik maupun global, untuk memperkuat respons bauran kebijakan dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Kebijakan suku bunga tersebut didukung penguatan strategi operasi moneter dengan memperkuat konvergensi suku bunga pasar uang antar bank dengan suku bunga kebijakan moneter (BI 7DRR) untuk memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter.  Bank Indonesia juga melanjutkan langkah-langkah akselerasi pendalaman pasar keuangan. Di pasar uang, keberhasilan implementasi IndONIA sebagai suku bunga acuan pasar uang akan diikuti dengan pengembangan instrumen OIS (Overnight Index Swap) dan IRS (Interest Rate Swap) sehingga mampu mendukung pembentukan struktur suku bunga pasar yang lebih efisien. Di pasar valas, Bank Indonesia meningkatkan efektivitas penyediaan swap valas baik dalam rangka operasi moneter maupun dalam rangka hedging dengan tingkat harga yang lebih murah. Berbagai kebijakan tersebut diyakini akan memperkuat alternatif instrumen pengelolaan likuiditas di pasar dan mendukung stabilitas nilai tukar tukar Rupiah.

Ketidakpastian ekonomi global meningkat di tengah dinamika pertumbuhan ekonomi dunia yang tidak merata.  Ekonomi AS diprakirakan tetap tumbuh kuat didukung akselerasi konsumsi dan investasi. Sementara itu, ekonomi Eropa, Jepang, dan Tiongkok masih cenderung menurun. Dengan perkembangan tersebut, the Fed diprakirakan tetap melanjutkan rencana kenaikan Fed Fund Rate (FFR) secara gradual, sementara European Central Bank (ECB) dan Bank of Japan (BOJ) cenderung masih menahan kenaikan suku bunga. Di samping kenaikan suku bunga FFR, meningkatnya ketidakpastian ekonomi global dipicu oleh ketegangan perdagangan antara AS dan sejumlah negara, yang mendorong kebijakan balasan yang lebih luas, termasuk melalui pelemahan mata uang di tengah berlanjutnya penguatan dolar AS secara global. Ketidakpastian ekonomi global semakin tinggi dengan munculnya risiko rambatan dari gejolak ekonomi di Turki yang disebabkan oleh kerentanan ekonomi domestik, persepsi negatif terhadap kebijakan otoritas, serta meningkatnya ketegangan hubungan Turki dengan AS. Bank Indonesia terus mewaspadai risiko dari sisi eksternal tersebut, termasuk kemungkinan dampak rambatan dari Turki, meskipun diyakini bahwa ketahanan ekonomi Indonesia cukup kuat didukung oleh indikator fundamental ekonomi yang sehat dan komitmen kebijakan yang kuat.

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 20184

Perekonomian Indonesia meningkat cukup tinggi terutama didorong oleh permintaan domestik dari konsumsi swasta dan Pemerintah. PDB tumbuh 5,27% (yoy) pada triwulan II 2018 atau tertinggi sejak 2013. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga tercatat 5,14% (yoy) didukung oleh perbaikan pendapatan dan keyakinan konsumen serta terjaganya inflasi. Selain itu, konsumsi yang terkait dengan penyelenggaraan Pilkada serentak juga mencatat pertumbuhan yang tinggi. Belanja Pemerintah juga membaik sehingga memberikan dorongan terhadap kuatnya permintaan domestik. Sementara itu, investasi tetap tumbuh tinggi, meskipun melambat dipengaruhi berkurangnya hari kerja pada Juni 2018. Meningkatnya pertumbuhan permintaan domestik kemudian berdampak pada tingginya pertumbuhan impor, di tengah kinerja ekspor yang relatif terbatas. Secara spasial, pertumbuhan ekonomi terutama ditopang oleh membaiknya ekonomi Sumatera, Kalimantan, dan Papua, serta masih kuatnya ekonomi Jawa, Sulawesi, dan Maluku. Ke depan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan cukup kuat ditopang oleh peningkatan investasi dan konsumsi, di tengah perbaikan ekspor yang masih terbatas. Investasi bangunan dan nonbangunan tetap kuat didukung pembangunan infrastruktur dan investasi di sektor manufaktur. Sementara itu, konsumsi diperkirakan tetap terjaga dengan adanya penyelenggaraan berbagai kegiatan, termasuk Pemilu. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan 2018 tetap dalam kisaran 5,0-5,4% dan akan meningkat menjadi 5,1-5,5% pada tahun 2019.

Sejalan dengan peningkatan aktivitas ekonomi domestik, defisit transaksi berjalan meningkat pada triwulan II 2018. Defisit transaksi berjalan tercatat 8,0 miliar dolar AS (3,0% PDB) pada triwulan II 2018, lebih tinggi dibandingkan dengan defisit triwulan sebelumnya sebesar 5,7 miliar dolar AS (2,2% PDB). Sampai dengan semester I 2018, defisit transaksi berjalan masih berada dalam batas yang aman, yaitu 2,6% PDB. Peningkatan defisit transaksi berjalan dipengaruhi oleh tingginya kenaikan impor baik bahan baku, barang modal dan barang konsumsi sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi domestik, yang melebihi dari kenaikan ekspor. Sementara itu, surplus transaksi modal dan finansial meningkat pada triwulan II 2018 dengan mencatat surplus 4,0 miliar dolar AS, lebih besar dari 2,4 miliar dolar AS pada triwulan sebelumnya. Posisi cadangan devisa Indonesia cukup tinggi pada akhir Juli 2018 sebesar 118,3 miliar dolar AS atau setara dengan pembiayaan 6,9 bulan impor atau 6,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) diprakirakan akan tetap baik dengan defisit transaksi berjalan yang dalam batas yang aman dan dapat menopang ketahanan sektor eksternal. Di samping pengendalian sisi permintaan termasuk melalui kebijakan moneter, penurunan defisit transaksi berjalan juga didukung oleh langkah-langkah Pemerintah dalam mendorong ekspor dan pariwisata serta untuk mengendalikan impor, termasuk penundaan proyek-proyek yang mempunyai kandungan impor yang tinggi.

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 5

Nilai tukar Rupiah masih mengalami tekanan depresiasi dengan volatilitas yang menurun. Secara point to point, Rupiah melemah sebesar 3,94% pada triwulan II 2018 dan 0,62% pada Juli 2018. Perkembangan Rupiah pada bulan Juli tersebut disertai dengan volatilitas yang menurun, meskipun dolar AS terus mengalami penguatan secara luas. Secara  year to date (ytd) Rupiah terdepresiasi 7,04% atau lebih rendah dari India, Brazil, Afrika Selatan, dan Rusia. Sementara itu, aliran modal asing telah kembali masuk ke pasar keuangan domestik pada semua jenis aset. Ke depan, Bank Indonesia terus mewaspadai risiko ketidakpastian pasar keuangan global dengan tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya, serta menjaga bekerjanya mekanisme pasar dan didukung upaya-upaya pengembangan pasar keuangan. Kebijakan tetap ditopang oleh strategi intervensi ganda dan strategi operasi moneter untuk menjaga kecukupan likuiditas khususnya di pasar uang Rupiah dan valas. Kebijakan Bank Indonesia dalam meningkatkan efektivitas penyediaan swap valas dengan tingkat harga yang lebih murah mampu meningkatkan minat peserta lelang di berbagai tenor dan menurunkan premitt pasar, misalnya dari 4,85% menjadi 4,62% untuk tenor 1 bulan dan dari 5,18% menjadi 4,96% untuk tenor 1 tahun.

Inflasi tetap terkendali pada level yang rendah dan stabil didukung koreksi harga pascalebaran. Inflasi IHK tercatat 0,28% (mtm) pada Juli 2018, melambat dibandingkan dengan 0,59% (mtm) pada Juni 2018 sejalan dengan pola musiman berakhirnya perayaan Idul Fitri. Perlambatan inflasi IHK terutama didorong oleh deflasi kelompok administered prices. Dengan perkembangan tersebut, sampai dengan bulan Juli, inflasi IHK tercatat 3,18% (yoy), relatif stabil dibandingkan inflasi bulan sebelumnya sebesar 3,12% (yoy). Kelompok administered prices mencatat deflasi seiring dengan koreksi subkelompok transpor pasca Idul Fitri terutama didorong oleh penurunan tarif angkutan udara dan angkutan antarkota. Inflasi volatile food tetap terkendali ditopang koreksi harga beberapa komoditas pangan. Sementara itu, inflasi inti tetap terjaga di tengah kenaikan inflasi kelompok jasa. Inflasi inti tercatat 0,41% (mtm), lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 0,24% (mtm). Komoditas utama penyumbang inflasi kelompok inti adalah tarif pulsa ponsel dan pengaruh musiman dari uang sekolah. Terkendalinya inflasi inti tersebut tidak terlepas dari konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspektasi inflasi, termasuk dalam menjaga pergerakan nilai tukar sesuai fundamentalnya. Ke depan, inflasi diperkirakan tetap berada pada sasaran inflasi 2018, yaitu 3,5%±1% (yoy). Bank Indonesia dan Pemerintah akan terus memperkuat koordinasi kebijakan dalam pengendalian inflasi sehingga inflasi tetap terjaga pada level yang rendah dan stabil.

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 20186

Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga pada triwulan II 2018 disertai intermediasi perbankan yang membaik dan risiko kredit yang terjaga. Stabilitas sistem keuangan yang terjaga tercermin pada rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan yang tinggi mencapai 22,0% dan rasio likuiditas (AL/DPK) yang masih aman yaitu sebesar 19,4% pada Juni 2018. Selain itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah yaitu sebesar 2,7% (gross) atau 1,2% (nett). Stabilitas sistem keuangan yang terjaga berkontribusi positif pada perbaikan fungsi intermediasi perbankan. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Juni 2018 tercatat 7,0% (yoy), naik dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya yang mencapai 6,5% (yoy). Pertumbuhan kredit pada Juni 2018 tercatat sebesar 10,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 10,3% (yoy). Dari nonbank, pembiayaan ekonomi melalui pasar modal, melalui penerbitan saham (IPO dan rights issue), obligasi korporasi, Medium Term Notes (MTN), dan Negotiable Certificate of Deposit  (NCD) selama Januari s.d. Juni 2018 tercatat sebesar Rp129,9 triliun (gross). Dengan perbaikan ekonomi dan kemajuan konsolidasi korporasi dan perbankan secara keseluruhan, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan kredit akan lebih baik pada 2018 yaitu dalam kisaran 10-12% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan DPK diperkirakan sedikit lebih rendah yaitu dalam kisaran 8,0-10,0% (yoy).

Aktivitas ekonomi dan keuangan yang membaik didukung oleh sistem pembayaran yang aman, efisien, lancar, dan andal. Setelmen transaksi nontunai, baik nilai besar maupun ritel, dan transaksi tunai mengalami peningkatan pada triwulan II-2018. Rata-rata harian nominal transaksi nontunai nilai besar yang diselesaikan melalui BI-RTGS meningkat sebesar 13,7% (yoy), transaksi nontunai melalui SKNBI meningkat sebesar 3,1%, dan transaksi ritel ATM, Debit, Kartu Kredit dan Uang Elektronik meningkat 9,6% (yoy). Peningkatan transaksi tersebut didukung dengan layanan dan system availability  Sistem Pembayaran Bank Indonesia yang aman. Adapun di sisi pembayaran tunai, posisi uang yang diedarkan (UYD) meningkat 1,2% (yoy) pada triwulan II 2018 sejalan dengan peningkatan kebutuhan transaksi masyarakat, termasuk jenis pecahan dan kualitasnya.

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 7

2 Perkembangan Ekonomi Global

PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA

Ketidakpastian ekonomi global meningkat di tengah dinamika pertumbuhan ekonomi dunia yang tidak merata. Ekonomi AS diprakirakan tetap tumbuh kuat didukung akselerasi konsumsi dan investasi. Sementara itu, ekonomi Eropa, Jepang, dan Tiongkok masih cenderung menurun. Dengan perkembangan tersebut, the Fed diprakirakan tetap melanjutkan rencana kenaikan Fed Fund Rate (FFR) secara gradual, sementara European Central Bank (ECB) dan Bank of Japan (BoJ) cenderung masih menahan kenaikan suku bunga. Di samping kenaikan suku bunga FFR, meningkatnya ketidakpastian ekonomi global dipicu oleh ketegangan perdagangan antara AS dan sejumlah negara, yang mendorong kebijakan balasan yang lebih luas, termasuk melalui pelemahan mata uang di tengah berlanjutnya penguatan dolar AS secara global. Ketidakpastian ekonomi global semakin tinggi dengan munculnya risiko rambatan dari gejolak ekonomi di Turki yang disebabkan oleh kerentanan ekonomi domestik, persepsi negatif terhadap kebijakan otoritas, serta meningkatnya ketegangan hubungan Turki dengan AS. Bank Indonesia terus mewaspadai risiko dari sisi eksternal tersebut, termasuk kemungkinan dampak rambatan dari Turki, meskipun diyakini bahwa ketahanan ekonomi Indonesia cukup kuat didukung oleh indikator fundamental ekonomi yang sehat dan komitmen kebijakan yang kuat.

Akselerasi pertumbuhan ekonomi AS terus berlanjut didukung oleh masih kuatnya kinerja konsumsi dan investasi. Ekonomi AS pada triwulan II 2018 tumbuh 2,8%, lebih tinggi dibandingkan dengan 2,6% pada triwulan sebelumnya (Grafik 2.1).

Pertumbuhan Ekonomi ASGra� k 2.1

Sumber: Bloomberg, diolah

Pengeluaran Pemerintah

-2

-1

0

1

2

3

4

5

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017 2018

% yoy

Konsumsi Investasi Swasta Net EksporPDB

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 20188

Kinerja konsumsi yang membaik tercermin pada meningkatnya pertumbuhan konsumsi kendaraan dan jasa seperti rekreasi, akomodasi, serta layanan kesehatan. Hal itu ditopang oleh kondisi ketenagakerjaan yang membaik. Sementara itu, pertumbuhan investasi terus berlanjut pada triwulan II 2018 didorong oleh meningkatnya investasi residensial di tengah masih solidnya investasi nonresidensial. Kinerja positif investasi didukung oleh pemotongan pajak korporasi sebagaimana terlihat dari indikator permintaan manufaktur baru (manufacture new orders) yang tetap tinggi pada triwulan II 2018. Selain itu, indikasi positif kinerja produksi juga terus berlanjut tercermin dari meningkatnya markit PMI Manufaktur dan kapasitas utilisasi. Sejalan dengan hal tersebut, dukungan ekspor neto juga masih solid sejalan dengan lonjakan ekspor kacang kedelai di tengah tertahannya kinerja impor.

Pasar tenaga kerja AS terus membaik yang diikuti dengan kenaikan upah dan tekanan inflasi. Kondisi tersebut tercermin dari tingkat pengangguran pada triwulan II 2018 yang menurun menjadi 3,9%, lebih rendah dibandingkan 4,1% pada triwulan sebelumnya atau berada di bawah NAIRU (Non-Accelerating Inflation Rate of Unemployment) sebesar 4,7%. Pasar tenaga kerja AS yang semakin ketat tercermin dari angka nonfarm payroll yang meningkat dan jumlah tambahan lapangan pekerjaan yang lebih besar dari tambahan angkatan kerja. Hal tersebut berdampak lanjutan pada kenaikan upah dan tekanan inflasi yang meningkat. Berdasarkan kategori usia pekerja, kenaikan pertumbuhan upah lebih besar pada pekerja usia muda dan produktif.

Tekanan inflasi AS pada triwulan II 2018 tetap tinggi didorong meningkatnya ekspektasi inflasi dan dorongan kuatnya permintaan. Inflasi IHK dan inflasi inti AS pada triwulan II 2018 masing-masing tercatat sebesar 2,9% (yoy) dan 2,3% (yoy), meningkat dibandingkan dengan masing-masing 2,4%

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 9

(yoy) dan 2,1% (yoy) pada triwulan sebelumnya (Grafik 2.2). Secara umum, meningkatnya tekanan inflasi tersebut didorong oleh inflasi pakaian, energi, kendaraan bermotor serta inflasi barang tahan lama. Disamping itu, ekspektasi inflasi dalam jangka pendek terus meningkat dan berada di atas target 2%. Data dari consensus forecast April-Juli 2018 menunjukkan bahwa rata-rata ekspektasi inflasi AS pada triwulan II 2018 tercatat sebesar 2,5% (yoy), meningkat dibandingkan dengan 2,4% (yoy) pada triwulan sebelumnya.

Ekonomi Eropa tumbuh melambat dipengaruhi oleh tertahannya pertumbuhan konsumsi dan investasi. Setelah tumbuh cukup solid sebesar 2,5% pada triwulan I 2018, ekonomi Eropa pada triwulan II 2018 tumbuh melambat sebesar 2,2%, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya (Grafik 2.3). Perlambatan tersebut disebabkan oleh pertumbuhan konsumsi yang tertahan. Hal itu tercermin pada indikator penjualan ritel serta tingkat keyakinan ekonomi dan konsumen yang masih dalam tren menurun. Di sisi lain, peningkatan investasi pada triwulan II 2018 tertahan oleh melambatnya investasi mesin, di tengah masih solidnya investasi konstruksi. Pertumbuhan ekonomi Eropa yang menurun juga dipengaruhi oleh melambatnya aktivitas produksi yang terindikasi dari turunnya PMI manufaktur dan produksi industri (industrial production), serta kapasitas utilisasi. Dukungan ekspor neto juga tertahan sejalan dengan tingginya aktivitas impor dan terbatasnya ekspor sejalan dengan menurunnya permintaan Tiongkok.

Ketenagakerjaan Eropa masih menunjukkan perkembangan yang positif, meskipun masih terdapat slack tenaga kerja. Tingkat pengangguran terus menurun mencapai 8,3% pada triwulan II 2018, lebih rendah dibandingkan dengan tingkat pengangguran pada triwulan sebelumnya. Namun, masih terdapat slack tenaga kerja yang terindikasi dari masih tingginya pekerja

In� asi ASGra� k 2.2

Pertumbuhan Ekonomi EropaGra� k 2.3

Sumber: Bloomberg, diolah

3,53,02,52,01,51,00,50-0,5

4 6 8 10 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7

2,892,4

1,7

1,8

2,12,23

1,90

0

9 11 1 3 5 7 2016

2017

2018

2015 2016 2017 2018PCE Proyeksi IHK (yoy) PCE (yoy) PCE (mtm)Target 2% IHK Inti (yoy) PCE Inti (yoy)

%

Sumber: Bloomberg, diolah

Konsumsi Pemerintah

-2

-1

0

1

2

3

4

5

I II III IV I II III IV I II III IV I II-F

2015 2016 2017 2018

% yoy

Konsumsi Investasi Net Ekspor

2,5 2,2

PDB

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201810

paruh waktu (underemployed) dan jumlah penganggur yang tidak aktif mencari pekerjaan (available employee but not seeking work). Kondisi tersebut kemudian berdampak pada pertumbuhan upah yang moderat sebesar 3,86%, lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan sebelum krisis finansial global yang mencapai 5,43%.

Inflasi Eropa meningkat signifikan didorong oleh kenaikan harga minyak. Inflasi IHK Eropa pada triwulan II 2018 tercatat 2,0%, lebih tinggi dibandingkan dengan 1,3% pada triwulan sebelumnya (Grafik 2.4). Peningkatan tersebut didorong oleh inflasi energi hingga mencapai 8% akibat meningkatnya harga minyak. Sementara itu, inflasi inti pada triwulan II 2018 tercatat 0,9%, lebih rendah dibandingkan dengan dengan 1,0% pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, ekspektasi inflasi masih terkelola di bawah target inflasi ECB sebesar 2%.

Perlambatan ekonomi Jepang diprakirakan berlanjut pada triwulan II 2018, didorong oleh melambatnya konsumsi dan investasi. Setelah tumbuh melambat pada triwulan I 2018, ekonomi Jepang diprakirakan kembali tumbuh melambat pada triwulan II 2018 (Grafik 2.5). Konsumsi melambat sejalan dengan menurunnya tingkat keyakinan konsumen, penjualan ritel, dan penjualan kendaraan bermotor. Di samping itu, kinerja investasi tumbuh melambat yang tercermin pada menurunnya permintaan peralatan mesin dan PMI manufaktur. Di sisi lain, kinerja ekspor dan impor tetap tumbuh tinggi sejalan dengan meningkatnya ekspor ke Eropa dan Tiongkok, serta meningkatnya impor minyak.

Kondisi pasar tenaga kerja Jepang membaik, namun masih terdapat slack di tenaga kerja. Membaiknya pasar tenaga kerja Jepang terindikasi dari menurunnya tingkat pengangguran pada triwulan II 2018 menjadi sebesar 2,2%, lebih rendah dari 2,5% pada triwulan sebelumnya. Namun adanya

In� asi EropaGra� k 2.4

Pertumbuhan Ekonomi JepangGra� k 2.5

Sumber: Bloomberg, diolah

0,1

2,0

0,9

-2

-1

0

1

2

3

6 12 123 6 9 123 6 9 123 6 9 123 6 9 6

2013 2014 2015 2016 2017 2018

IHK mtm IHK yoy Inti yoy

%

Target In�asi IHK ECB 2%

Sumber: Bloomberg, diolah

-0,5

0

0,5

1,0

2,0

1,5

2,5

II III IV I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017 2018

% yoy

Konsumsi PemerintahKonsumsi Investasi Net Ekspor PDB

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 11

slack di tenaga kerja, seperti permasalahan bertambahnya populasi yang menua (ageing population) memengaruhi produktivitas tenaga kerja secara keseluruhan sehingga berdampak pada pertumbuhan upah yang moderat.

Inflasi Jepang menurun di bawah target Bank of Japan. Inflasi IHK pada triwulan II 2018 tercatat sebesar 0,7%, menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 1,1% (yoy). Penurunan inflasi bersumber dari menurunnya inflasi kelompok barang tahan lama dan kelompok makanan dan energi. Sama halnya dengan inflasi IHK, inflasi inti juga menurun (0,8%) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dan masih berada di bawah target Bank of Japan sebesar 2% (Grafik 2.6). Lambatnya akselerasi inflasi disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain, dipengaruhi kehati-hatian perusahaan dalam menentukan upah dan harga, serta kompetisi yang makin ketat.

Perekonomian Tiongkok tumbuh melambat, dipengaruhi oleh financial deleveraging. Perekonomian Tiongkok pada triwulan II 2018 tumbuh melambat 6,7%, lebih rendah dibandingkan dengan 6,8% pada triwulan sebelumnya (Grafik 2.7). Perlambatan terutama bersumber dari investasi baik publik maupun swasta (Grafik 2.8). Investasi publik melambat disebabkan oleh pengetatan utang pemerintah daerah dan state-owned enterprises (SOE) dalam rangka deleveraging. Selain itu, perlambatan investasi publik bersumber dari sektor infrastruktur yang tumbuh melambat. Investasi swasta juga tumbuh melambat sejalan dengan turunnya investasi real estate yang merupakan salah satu pendorong utama investasi swasta. Sama halnya dengan investasi, aktivitas konsumsi juga tumbuh melambat pada triwulan II 2018 sejalan dengan adanya pengetatan regulasi finansial (financial deleveraging). Regulasi tersebut menekan penyaluran kredit, termasuk kredit rumah tangga. Hal itu berdampak pada penjualan ritel yang mengalami penurunan,

In� asi JepangGra� k 2.6

Ekonomi TiongkokGra� k 2.7

Investasi TiongkokGra� k 2.8

Sumber: Bloomberg

-1

0

1

2

3

Tokyo IHKIHKIHK Selain Makanan SegarIHK Selain Makanan dan Energi

% yoy

20162015

3 51 7 9 11 3 51 7 9 11 3 51 6417 9 11

2017 2018

I II III IV I II III IV I II I IIIII IV

2015 2016 2017 2018

-2

0

2

4

6

8% yoy

Net Ekspor Investasi Konsumsi total PDB

Sumber: Bloomberg, diolah

Sumber: Bloomberg; Keterangan: Data merupakan data akumulasi

8,4

3,0

6,0

0

5

10

15

20

25Investasi SwastaInvestasi PemerintahTotal Investasi (FAI)

% ytd yoy

2015

6 9 12 63 9 12 63 639 12

2016 2017 2018

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201812

terutama penjualan kendaraan bermotor. Namun, kinerja industri masih ekspansif meskipun ekspor tumbuh melambat akibat trade war dan menurunnya permintaan domestik. Impor juga tumbuh melambat sejalan dengan melambatnya permintaan dalam negeri dan juga penundaan impor menjelang implementasi penurunan tarif impor barang konsumsi.

Inflasi Tiongkok menurun dipengaruhi oleh inflasi makanan, di tengah inflasi nonmakanan yang relatif stabil. Inflasi IHK Tiongkok pada triwulan II 2018 tercatat sebesar 1,9%, menurun dibandingkan dengan 2,1% pada triwulan sebelumnya. Tingkat inflasi Tiongkok tersebut masih di bawah target pemerintah ± 3%. Penurunan inflasi terutama bersumber dari inflasi makanan sejalan dengan kembali normalnya harga makanan setelah mengalami peningkatan tekanan inflasi pada saat berlangsungnya libur tahun baru. Sementara itu, inflasi nonmakanan masih tercatat stabil sejalan dengan menurunnya inflasi rekreasi dan kesehatan.

Perekonomian India pada triwulan II 2018 diprakirakan masih solid, terutama ditopang oleh meningkatnya investasi. Perekonomian India pada triwulan II 2018 diprakirakan masih tumbuh solid, setelah tumbuh cukup tinggi 7,7% pada triwulan I 2018 (Grafik 2.9). Kinerja investasi yang meningkat menjadi motor penggerak ekonomi India. Hal itu tercermin pada PMI manufaktur yang melonjak signifikan pada triwulan II 2018 dan pertumbuhan industrial production yang masih terjaga pada level yang tinggi (Grafik 2.10). Di sisi lain, perbaikan konsumsi diprakirakan tertahan sejalan dengan naiknya tingkat pengangguran, menurunnya rata-rata gaji harian, serta tertahannya pertumbuhan penjualan dan produksi kendaraan. Dari sisi eksternal, defisit neraca perdagangan masih tinggi akibat akselerasi pertumbuhan impor yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekspor, dipengaruhi oleh tingginya harga minyak.

Ekonomi IndiaGra� k 2.9

Investasi dan Industrial Production IndiaGra� k 2.10

Sumber: Bloomberg

9,1

14,4

0

1

2

3

4

5

6

7

8

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1

2015 2016 2017 2018

InvestasiIndustrial Production for Nowcast (Skala kanan)

% yoy % yoy

Sumber: Bloomberg

-4

-2

0

2

4

6

8

10

12

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2F

2015 2016 2017 2018

Konsumsi Investasi PemerintahNet Ekspor PDB

% yoy

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 13

Inflasi IHK India meningkat namun masih berada dalam kisaran target inflasi 4 ± 2%. Inflasi IHK India pada triwulan II 2018 tercatat sebesar 4,9% (yoy), meningkat dari 4,3% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Kenaikan inflasi terutama disumbang oleh inflasi inti , makanan dan minuman, serta bahan bakar dan listrik. Inflasi inti (tidak termasuk makanan, tembakau dan energi) pada triwulan I 2018 tercatat sebesar 6,3% (yoy), meningkat dari 5,2% (yoy) pada triwulan sebelumnya, sejalan dengan meningkatnya inflasi pakaian, kesehatan, serta transportasi dan komunikasi.

PASAR KEUANGAN GLOBAL

Risiko pasar keuangan global pada triwulan II 2018 masih tinggi. Hal tersebut tercermin dari kenaikan VIX pada bulan Juni 2018 (Grafik 2.11 dan Grafik 2.12). Ketidakpastian yang tinggi tersebut berdampak pada berlanjutnya penguatan dolar AS secara global. Ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi dipengaruhi, antara lain oleh divergensi pertumbuhan ekonomi antara AS dan negara-negara lain yang melebar, prakiraan kenaikan FFR dan yield AS, pengetatan likuiditas global, kenaikan harga minyak, melambatnya harga komoditas dunia, eskalasi trade war serta respons balasan yang meluas, termasuk melalui pelemahan nilai tukar. Di samping itu, risiko geopolitik turut meningkatkan ketidakpastian karena volatilitas ketegangan terjadi hampir di seluruh wilayah dunia. Ancaman AS ke Iran, eskalasi ketegangan di semenanjung Korea, meningkatnya tensi hubungan AS-Tiongkok, memburuknya hubungan AS-Meksiko terkait perbatasan dan hubungan dagang, krisis keuangan Turki serta politik dalam negeri di beberapa negara Eropa dan isu imigran di Eropa turut menjadi faktor pendorong peningkatan risiko geopolitik global. Peningkatan risiko geopolitik perlu terus dicermati karena meningkatkan ketidakpastian dapat berpotensi menahan investasi, serta meningkatkan risiko di pasar keuangan.

VIX dan CDS IndonesiaGra� k 2.11

Penguatan DXY dan ADXYGra� k 2.12

Sumber: Bloomberg

60708090

100110120130140150160

CDS Indonesia VIX (Skala kanan)

6 871 2 3 4 5

2018

8

13

18

23

28

33

38

43

104

105

106

107

108

109

110

111

112

113 88

89

90

91

92

93

94

95

96

97

Indeks DolarIndeks Dolar Asia (Skala kanan) - Reverse Order

Indeks

Apresiasi Dolar ASvs Mata Uang Utama

Apresiasi Dolar ASvs Mata Uang Asia

Indeks

Sumber: Bloomberg

2 Apr 24 Apr 18 Mei 11 Jun 29 Jun 23 Jun 14 Agu

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201814

Respons Kebijakan Global

Normalisasi kebijakan moneter AS terus ditempuh baik melalui peningkatan suku bunga kebijakan maupun balance sheet reduction, sejalan dengan pertumbuhan ekonominya yang terus membaik. Federal Open Market Committee (FOMC) pada bulan Agustus 2018 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga FFR dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian yang terus menguat, tingkat pengangguran yang rendah, namun inflasi masih berada pada kisaran 2%. Lebih lanjut, dot plot FOMC mengindikasikan untuk keseluruhan 2018 dan 2019, kenaikan FFR diperkirakan tetap gradual yakni empat kali pada 2018 dan tiga kali pada 2019. Hal itu terindikasi dari probabilitas kenaikan FFR sebanyak empat kali di tahun 2018 menjadi sebesar 63,3%, lebih tinggi dibandingkan dengan probabilitas kenaikan FFR sebanyak tiga kali (Tabel 2.1). Di samping akan menaikkan suku bunga kebijakan secara gradual, AS terus melanjutkan kebijakan balance sheet reduction, yang tercermin dari penurunan kepemilikan The Fed atas US Treasury (UST) dan Mortgage Backed Securities (MBS) (Grafik 2.13).

Di Eropa, European Central Bank (ECB) masih melanjutkan quantitative easing dan mempertahankan stance kebijakan moneter sesuai dengan forward guidance. Monetary Policy Committee (MPC) ECB pada 26 Juli 2018 memutuskan untuk mempertahankan stance kebijakan moneter sesuai dengan forward guidance sebelumnya (Diagram 2.1). Kenaikan suku bunga kebijakan diperkirakan baru akan dilakukan pada triwulan III 2019, setelah berakhirnya net Asset Purchase Program (APP) pada Desember 2018. Keputusan untuk belum menaikkan suku bunga disebabkan oleh inflasi pada 2018 yang diperkirakan masih tertahan dan berada di bawah targetnya. Selain itu, aktivitas perekonomian 2018 diperkirakan masih belum cukup kuat. Untuk periode waktu setelah net

Probabilitas Kenaikan FFR 2018Tabel 2.1

Kepemilikan Fed atas USTGra� k 2.13

Sumber: Bloomberg

2.3202.3402.3602.3802.4002.4202.4402.4602.4802.500

Miliar Dolar AS

UST Linear (UST)

10 11 12 1 2 3 4 5 6

2017 2018

*diolah berdasarkan WIRP Implied ProbabilitySumber: Bloomberg

29 Juni 2018 30 Juli 2018 2 Agustus 20181234567

Jumlah KenaikanFFR 2018

Probabilitas* %

31,71

0 0 010,42 1,93 1,7739,36 27,0440,28 56,69 63,289,68 13,76 3,240,26 0,57 0

0 0 0

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 15

APP berakhir, ECB diperkirakan akan melakukan Quantitative Easing (QE) Reinvestment untuk menjaga kondisi likuiditas dan memperkuat kebijakan moneter.

Sama halnya dengan Eropa, Bank of Japan (BoJ) memutuskan untuk mempertahankan kebijakan moneternya. Monetary Policy Meeting (MPM) BoJ pada 30-31 Juli 2018 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga kebijakan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal itu dilakukan dengan mempertimbangkan ketidakpastian pada aktivitas ekonomi dan harga, termasuk efek kenaikan pajak konsumsi yang dijadwalkan pada Oktober 2019. Selain itu, pencapaian target inflasi 2% diperkirakan masih membutuhkan waktu yang lebih panjang dari perkiraan awal. Dalam jangka pendek, BoJ tetap mempertahankan suku bunga acuan jangka pendek sebesar -0,1%. Sementara itu, untuk mewujudkan target level dari suku bunga jangka panjangnya, BoJ melanjutkan pembelian aset Japanese Government Bonds (JGB) hingga yield JGB 10 tahun berada pada kisaran 0%. Selain melakukan pembelian JGB, BoJ juga melakukan pembelian Exchange-Traded Funds (ETFs) dan Japan Real Estate Investment Trust (J-REITs).

People’s Bank Of China (PBoC) menempuh kebijakan moneter yang lebih longgar. Pelonggaran kebijakan moneter Tiongkok tercermin dari China Monetary Condition Index yang mulai menunjukkan pelonggaran pada Juni 2018, setelah cenderung mengetat akibat penurunan pertumbuhan kredit dan peningkatan suku bunga riil. Hal itu dipengaruhi oleh financial deleveraging yang semakin ketat sejak Desember 2017. Pelonggaran kebijakan moneter oleh Tiongkok dilakukan melalui targeted reserve requiremet ratio (RRR), perluasan kolateral Medium-Term Lending Facility (MLF), dan penambahan MLF untuk menjaga kestabilan pertumbuhan dan ketersediaan likuiditas, serta mendukung UMKM sesuai dengan arahan Pemerintah

Path Normalisasi Kebijakan Moneter ECBDiagram 2.1

III

2018

Timeline shows dates by when most economists predict a given actionSumber: ECB, Bloomberg survey of economic conducted 13-18 July

2019

Deposit-rateIncrease

Ro�-rateIncrease

Maturing debtreinvested through

Next change toforward guidance

Not assetpurchased end

Unwinding StimulusMilestones on the ECB’s Path toward monetary-policy Normalization

IV III III IV 2020 or thereafter

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201816

Pusat (Grafik 2.14). Ke depan, pelonggaran kebijakan moneter oleh Tiongkok diperkirakan akan terus berlanjut sehingga diperkirakan akan berdampak lebih lanjut pada pelemahan nilai tukar Yuan dengan volatilitas yang meningkat. Terkait hal tersebut, PBoC mengeluarkan kewajiban GWM untuk transaksi forward dan mempertimbangkan penggunaan counter cyclical measure.

Berbagai respons kebijakan yang ditempuh tersebut mendorong terjadinya divergensi kebijakan moneter antara AS dengan negara-negara maju lainnya (Grafik 2.15). Divergensi kebijakan moneter kemudian juga turut mendorong tetap tingginya ketidakpastian pasar keuangan global sehingga memengaruhi arus modal masuk ke negara berkembang dalam jumlah besar, termasuk Indonesia (Grafik 2.16). Penurunan aliran modal ke negara berkembang juga dipengaruhi kinerja saham Tiongkok yang melemah akibat trade war dan dampak deleveraging.

Dinamika eksternal diperkirakan akan memberikan dampak pada perekonomian negara-negara emerging market, termasuk risiko rambatan dari perkembangan di Turki. Kondisi Turki tersebut dipicu oleh kerentanan ekonomi domestik dan persepsi negatif terhadap kebijakan otoritas, serta meningkatnya ketegangan hubungan dengan AS. Namun, risiko-risiko tersebut diperkirakan berdampak minimal pada perekonomian Indonesia seiring dengan indikator fundamental ekonomi domestik yang lebih baik.

Bloomberg Monetary Condition IndexGra� k 2.14

Divergensi Kebijakan MoneterGra� k 2.15

Aliran Modal Emerging MarketGra� k 2.16

Sumber: IIF

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60Arus Utang

Miliar Dolar AS

Arus Saham Arus Total

3 6 9

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 3 69 12 3 6 9 12

Sumber: Bloomberg

13

12

11

10

9

8

7

6

PDB yoy

melem

ahm

enguat

Indeks Kondisi Moneter Tiongkok (Skala kanan)

2010

% yoy Indeks

6 12 6 12 6 12 6 12 6 12 6 12 6 12 6

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

120

110

100

90

80

70

60

50

40

Sumber: Berbagai sumber

-0,5

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

2017 2018* 2019* 2020*

ECB Main Re�nancing Rate****Fed Funds Rate**Overnight Call Rate (Japan)***7-Day Repo Rate (China)***

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 17

PASAR KOMODITAS GLOBAL

Ketidakpastian ekonomi dunia yang tinggi akibat divergensi pertumbuhan ekonomi global dan eskalasi perang dagang berdampak pada menurunnya perdagangan dunia dan harga komoditas, kecuali minyak. Pertumbuhan volume perdagangan dunia diperkirakan lebih rendah dari prakiraan sebelumnya. Hal tersebut disebabkan oleh realisasi volume perdagangan dunia pada triwulan I 2018 yang lebih rendah (Grafik 2.17). Kondisi tersebut tercermin pada melambatnya impor dan ekspor negara maju serta PMI manufaktur negara maju yang menurun. Rendahnya volume perdagangan dunia pada triwulan I tersebut merupakan dampak dari adanya kekhawatiran proteksionisme akibat eskalasi trade war serta perlambatan aktivitas ekonomi Eropa dan Jepang yang diperkirakan akan berlanjut.

Harga komoditas menurun terutama didorong oleh harga komoditas logam dan pertanian, sementara harga batu bara dan nikel menahan penurunan harga lebih lanjut (Tabel 2.2). Perkembangan terkini menunjukkan bahwa harga komoditas CPO, karet, dan logam masih menunjukkan tren penurunan pada triwulan II 2018. Penurunan harga CPO disebabkan oleh penurunan permintaan di India dan Tiongkok disertai dengan meningkatnya produksi sehingga mendorong net-supply semakin tinggi. Di samping itu, penurunan harga CPO dipengaruhi oleh penurunan harga kedelai sebagai barang subsitusi yang disebabkan oleh sentimen negatif dari trade war AS dan Tiongkok. Sementara itu, harga karet terus tertekan sejalan dengan tingginya pasokan dan kekhawatiran trade war pada perekonomian Tiongkok sebagai negara konsumen karet utama. Sentimen trade war juga menekan harga logam khususnya tembaga, timah, dan alumunium. Sementara itu, harga nikel masih berada dalam tren meningkat seiring dengan masih kuatnya permintaan yang bersumber

Perdagangan GlobalGra� k 2.17

Sumber: Bloomberg

0

1

2

3

4

5

6

I II III IV I II III IV I III III IV

2015 2016 2017 2018

WTV WTV Impor WTV Ekspor

% yoy

Sumber: Bloomberg, diolah; *Data s.d. 10 Agustus 2018

2016 2017 YTD 2018*

TembagaBatu BaraCPOKaretNikelTimahAlumuniumKopiLainnyaIndeks HargaKomoditas EksporIndonesia

Komoditas

-10,56,8

21,3-2,2

-15,413,1-3,54,31,05,4

27,148,25,7

28,18,9

13,122,9-2,96,8

21,7

10,46,5

-14,3-14,133,03,8

10,4-12,0

2,80,5

Harga Komoditas Ekspor IndonesiaTabel 2.2

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201818

dari produksi stainless steel Tiongkok, di tengah menurunnya pasokan akibat gangguan produksi dari negara-negara produsen utama, antara lain, Filipina, Brazil, dan Rusia.

Harga batu bara kembali meningkat sejak Mei 2018, setelah mengalami tekanan harga pada triwulan I 2018. Harga batu bara mencapai USD95/mt yang didorong oleh meningkatnya permintaan Tiongkok akibat heat wave sejak Mei 2018. Selain itu, adanya hambatan ekspor di Indonesia akibat curah hujan yang tinggi dan kendala lain terkait proses ekspor batu bara turut mendorong peningkatan harga batu bara. Namun, peningkatan harga batu bara tersebut akan sedikit tertahan oleh penurunan permintaan dari India akibat peningkatan produksi domestik.

Di sisi lain, peningkatan harga minyak terus berlanjut pada triwulan II 2018 akibat adanya gangguan pasokan (Grafik 2.18). Berlanjutnya peningkatan harga minyak terutama disebabkan oleh adanya gangguan produksi dan ekspor di beberapa negara OPEC yakni Libya, Nigeria, dan Venezuela serta tertahannya peningkatan produksi Amerika Utara karena keterbatasan kapasitas pipa di Permian Basin (Grafik 2.19). Selain itu, sanksi AS kepada Iran juga turut menurunkan pasokan minyak dunia. Walaupun terdapat penambahan produksi dari OPEC, pasokan OPEC tersebut belum dapat mengimbangi terjadinya gangguan produksi. Dari sisi demand, permintaan minyak masih solid sejalan dengan kinerja pertumbuhan ekonomi konsumen utama yakni US dan Tiongkok yang masih cukup baik.

Perkembangan Harga Minyak TriwulananGra� k 2.18

Gangguan Produksi Berbagai NegaraGra� k 2.19

20

30

40

50

60

70

80

2015 2016 2017 2018

Dolar AS per Barel

Harga Minyak Brent

Sumber: Bloomberg

Rata-Rata Triwulanan

0

1

2

3mbpd

OPEC lainnyaIrak

NigeriaLibya

KanadaNon-OPEC lainnya

Sumber : EIA, STEO; Jun 2018

1 2

2017 2018

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 19

PERTUMBUHAN EKONOMI

Perekonomian Indonesia meningkat cukup tinggi terutama didorong oleh permintaan domestik dari konsumsi swasta dan pemerintah. PDB tumbuh 5,27% (yoy) pada triwulan II 2018 atau tertinggi sejak 2013 (Tabel 3.1). Perkembangan tersebut menunjukkan proses pemulihan ekonomi yang terus berlanjut (Gra� k 3.1). Pertumbuhan konsumsi rumah tangga tercatat 5,14% (yoy) didukung oleh perbaikan pendapatan dan keyakinan konsumen serta terjaganya in� asi. Selain itu, konsumsi yang terkait dengan penyelenggaraan Pilkada serentak juga mencatat pertumbuhan yang tinggi. Belanja pemerintah juga membaik sehingga memberikan dorongan terhadap kuatnya permintaan domestik. Sementara itu, investasi tetap tumbuh tinggi, meskipun melambat dipengaruhi berkurangnya hari kerja pada Juni 2018. Meningkatnya pertumbuhan permintaan domestik kemudian berdampak pada tingginya pertumbuhan impor, di tengah kinerja ekspor yang relatif terbatas. Secara spasial, pertumbuhan ekonomi terutama di topang oleh membaiknya ekonomi Sumatera, Kalimantan, dan Papua, serta masih kuatnya ekonomi Jawa, Sulawesi, dan Maluku. Ke depan, pertumbuhan

3 Perkembangan Ekonomi Domestikdan Pasar Keuangan

Persen, yoy

Sumber: BPS

I IIIII III IVKonsumsi Rumah TanggaKonsumsi Lembaga Nonpro�t Melayani Rumah TanggaKonsumsi PemerintahInvestasi

Investasi BangunanInvestasi Nonbangunan

EksporImporPDB

4.94 4.95 4.93 4.97 4.95 4.95 5.146.645.01

8.07 8.52 6.02 5.24 6.91 8.09 8.710.14 2.69 -1.92 3.48 3.81 2.14 2.74 5.264.47 4.77 5.34 7.08 7.27 6.15 7.95 5.875.18 5.87 6.07 6.28 6.68 6.24 6.16 5.02

2.43 1.46 3.23 9.47 9.03 5.90 13.57 8.41 1.57 8.41 2.80 17.01 8.50 9.09 6.09 7.702.45 4.81 0.20 15.46 11.81 8.06 12.66 15.175.03 5.01 5.01 5.06 5.19 5.07 5.06 5.27

Komponen PDB Pengeluaran 20162017 2018

2017

Pertumbuhan Ekonomi Sisi PengeluaranTabel 3.1

Path Pemulihan EkonomiGra� k 3.1

Sumber: BPS, diolah

4,74

5,06

5,27

4,50

4,70

4,90

5,10

5,30

5,50

5,70

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015 2016 2017 2018

PDB 6 per. Mov. Avg. (PDB)

% yoy

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201820

ekonomi diperkirakan cukup kuat ditopang oleh peningkatan investasi dan konsumsi, di tengah perbaikan ekspor yang masih terbatas. Investasi bangunan dan nonbangunan tetap kuat didukung pembangunan infrastruktur dan investasi di sektor manufaktur. Sementara itu, konsumsi diperkirakan tetap terjaga dengan adanya penyelenggaraan berbagai kegiatan, termasuk Pemilu. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan 2018 tetap dalam kisaran 5,0-5,4% dan akan meningkat menjadi 5,1-5,5% pada tahun 2019.

Konsumsi rumah tangga tumbuh meningkat didukung oleh perbaikan pendapatan dan keyakinan konsumen serta terjaganya inflasi. Konsumsi rumah tangga tumbuh 5,14% (yoy), meningkat dibandingkan dengan 4,95% (yoy) pada triwulan sebelumnya (Grafik 3.2). Pendapatan rumah tangga khususnya kelompok bawah terindikasi membaik tercermin dari nilai tukar petani (NTP) dan upah riil buruh tani yang tumbuh positif (Grafik 3.3). Hal tersebut turut ditopang oleh penyaluran bantuan sosial (bansos) Pemerintah dan penyaluran gaji serta tunjangan kepada pegawai negeri sipil (PNS), TNI, Polri, dan pensiunan. Penyaluran bansos pada triwulan II 2018 tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (Grafik 3.4). Kinerja konsumsi rumah tangga tersebut sejalan dengan tingkat keyakinan konsumen yang tetap optimis, terutama pada konsumen menengah-atas (Grafik 3.5). Selain itu, solidnya konsumsi rumah tangga didorong oleh faktor musiman bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri dengan hari libur yang lebih panjang pada tahun ini. Hal tersebut mendorong penjualan ritel dan kendaraan bermotor yang membaik secara broad based pada triwulan II 2018. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang solid tersebut turut didukung oleh daya beli yang membaik sejalan dengan inflasi yang terjaga pada level yang rendah.

Pertumbuhan Konsumsi SwastaGra� k 3.2

NTP dan Upah Buruh TaniGra� k 3.3

Penyaluran Bantuan SosialGra� k 3.4

Sumber: BPS, diolah

-15-10-5051015202530

4,04,24,44,64,85,05,25,45,65,8

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II2014 2015 2016 2017 2018

Konsumsi SwastaKonsumsi Rumah TanggaKonsumsi LNPRT (Skala kanan)

% yoy % yoy

Sumber: BPS, diolah

-3

-2

-1

0

1

2

3

I II III IV I II III IV I II 1 2 3 4 5 62016 2017 2018 2018

Nilai Tukar Petani Upah Buruh Tani (riil)% yoy

Sumber: Kementerian Keuangan

-20

0

20

40

60

80

100

0

5

10

15

20

25

30

I II III IV I II

2017 2018

% yoyRp Triliun

BansosPertumbuhan (skala kanan)

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 21

Konsumsi lembaga nonprofit melayani rumah tangga (LNPRT) juga mencatat pertumbuhan yang tinggi. Setelah tumbuh tinggi 8.09% (yoy) pada triwulan I 2018, konsumsi LNPRT tumbuh 8.71% (yoy) pada triwulan II 2018 (Grafik 3.2). Tingginya konsumsi LNPRT tersebut terkait dengan penyelenggaraan Pilkada serentak di 171 daerah pada triwulan II 2018. Selain terkait Pilkada, kegiatan persiapan menuju pemilihan legislatif dan presiden 2019 terindikasi mulai aktif pada triwulan II 2018.

Akselerasi belanja pemerintah juga turut mendorong pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2018. Konsumsi pemerintah tumbuh 5,26% (yoy) pada triwulan II 2018, lebih tinggi dibandingkan dengan -1.92% (yoy) pada periode yang sama tahun sebelumnya, maupun 2,74% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Lebih tingginya konsumsi pemerintah sejalan dengan realisasi belanja pegawai pemerintah pusat terutama dalam bentuk belanja gaji dan tunjangan pegawai. Belanja barang juga tercatat meningkat.

Investasi tetap tumbuh tinggi meskipun melambat, dipengaruhi berkurangnya hari kerja pada Juni 2018 akibat hari libur yang lebih panjang. Investasi tumbuh 5,87% (yoy) pada triwulan II 2018, melambat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 7,95% (yoy). Investasi yang tetap tumbuh tinggi dipengaruhi oleh ekspansi korporasi untuk mengantisipasi meningkatnya permintaan seiring berlanjutnya perbaikan ekonomi dan pembangunan infrastruktur. Namun, faktor musiman hari Idul Fitri dengan hari libur yang lebih panjang tahun ini mengurangi hari efektif bekerja dan berdampak pada kegiatan produksi dan investasi. Perlambatan pertumbuhan investasi terlihat pada investasi bangunan dan nonbangunan (Grafik 3.6).

Indeks Keyakinan KonsumenGra� k 3.5

Kontribusi Pertumbuhan InvestasiGra� k 3.6

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)Pengeluaran Rp1-2 jutaPengeluaran Rp2-5 jutaPengeluaran >Rp5 juta

Sumber: Bank Indonesia

95

100

105

110

115

120

125

130

135

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II 1 2 3 4 5 6

2014 2015 2016 2017 2018 2018

Indeks

-10123456789

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017 2018

Bangunan Nonbangunan Investasi

%

Sumber: BPS, diolah

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201822

Investasi bangunan tumbuh relatif solid sejalan dengan penyelesaian pembangunan proyek infrastruktur meskipun lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Investasi bangunan pada triwulan II 2018 tumbuh 5,02% (yoy) didukung oleh terus berlanjutnya aktivitas terkait proyek infrastruktur pemerintah. Hal tersebut tercermin pada data impor terkait infrastruktur yang meningkat pada triwulan II 2018. Namun, aktivitas konstruksi yang turun pada Juni 2018, terkait dengan hari libur lebaran yang lebih panjang, memengaruhi keseluruhan kinerja investasi bangunan pada triwulan II 2018. Hal ini tercermin pada penjualan semen yang tumbuh positif pada April dan Mei 2018 namun kemudian turun pada Juni 2018 (Grafik 3.7).

Investasi nonbangunan tumbuh melambat pada triwulan II 2018. Investasi nonbangunan pada triwulan II 2018 tumbuh 7,41% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 13,57% (yoy). Menurut sumbernya, investasi dalam bentuk mesin dan perlengkapan tetap tumbuh tinggi sebesar 22,48% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 23,73% (yoy). Hal ini sejalan dengan impor barang modal dalam bentuk mesin dan peralatan yang tumbuh meningkat. Namun, pertumbuhan investasi nonbangunan tertahan oleh kinerja investasi dalam bentuk alat angkut yang melambat pada triwulan II 2018. Investasi alat angkut tumbuh 8,01% (yoy), turun dibandingkan dengan 14,3% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Hal itu terkait dengan hari kerja yang lebih pendek pada bulan Juni 2018. Data penjualan alat berat tercatat turun pada Juni 2018, setelah meningkat signifikan pada April dan Mei 2018 (Grafik 3.8).

Kuatnya permintaan domestik kemudian mendorong pertumbuhan impor yang cukup tinggi. Impor pada triwulan II 2018 tumbuh sebesar 15,17% (yoy), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan impor

Penjualan SemenGra� k 3.7

Penjualan Alat BeratGra� k 3.8

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV I II 1 2 3 4 5 62015 2016 2017 2018 2018

% yoy

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia

Sumber: United Tractors

0

100

200

300

400

500

600

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 62015 2016 2017 2018

KehutananKonstruksiPertanianPertambangan

Unit

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 23

triwulan sebelumnya sebesar 12.66% (yoy). Menurut sumbernya, impor yang tumbuh tinggi dikontribusi oleh tingginya pertumbuhan impor nonmigas serta positifnya pertumbuhan impor migas (Grafik 3.9). Dari sisi impor nonmigas, peningkatan impor terutama pada barang modal dalam bentuk mesin dan perlengkapan, untuk mendukung proyek infrastruktur kelistrikan, telekomunikasi dan transportasi (Grafik 3.10). Impor barang konsumsi juga tumbuh meningkat sebagai respons meningkatnya konsumsi rumah tangga termasuk untuk mengantisipasi permintaan musiman bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Sementara itu, impor bahan baku tumbuh meningkat pada bulan April dan Mei 2018 yaitu dalam bentuk impor bahan baku yang digunakan dalam industri serta suku cadang dan perlengkapan. Namun, pertumbuhan impor bahan baku tertahan pada Juni 2018 disebabkan oleh persediaan yang masih tinggi pada bulan tersebut. Di sisi lain, impor migas tumbuh positif pada triwulan II 2018, setelah mengalami kontraksi pertumbuhan pada triwulan sebelumnya. Peningkatan impor migas tersebut terutama berupa impor minyak, sebagai respons permintaan yang meningkat seiring kuatnya konsumsi rumah tangga dan meningkatnya konsumsi bahan bakar minyak pada periode Ramadhan dan Idul Fitri tahun 2018.

Ekspor tumbuh meningkat, meskipun terbatas, ditopang berlanjutnya pemulihan ekonomi dunia dan dukungan harga komoditas pertambangan. Ekspor pada triwulan II 2018 tumbuh 7,70% lebih tinggi dari 6,09% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Kinerja ekspor tersebut bersumber dari tingginya ekspor nonmigas serta meningkatnya ekspor migas (Grafik 3.11). Meningkatnya ekspor sejalan dengan perbaikan ekonomi global yang kemudian mendorong perbaikan volume perdagangan dunia (WTV), khususnya pada negara maju. Pemulihan ekonomi dunia tersebut berdampak

Kontribusi Impor Migas dan NonmigasGra� k 3.9

Impor Nonmigas RiilGra� k 3.10

Kontribusi Ekspor Migas dan NonmigasGra� k 3.11

Sumber: BPS, diolah

-10

-5

0

5

10

15

20

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017 2018

Impor Barang-NonMigasImpor Barang-MigasImpor JasaImpor Barang dan Jasa

%

Sumber: Bank Indonesia

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

I II III IV I II III IV I II III IV I II2015 2016 2017 2018

Total Impor Barang KonsumsiBahan Baku Barang Modal

% yoy

Sumber: BPS, diolah

-10

-5

0

5

10

15

20

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017 2018

Ekspor Barang-NonMigasEkspor Barang-MigasEkspor JasaEkspor Barang dan Jasa

%

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201824

terhadap peningkatan kinerja ekspor manufaktur, antara lain kimia dan besi baja yang utamanya ditujukan ke Tiongkok. Ekspor pertambangan tumbuh tinggi didukung harga komoditas pertambangan yang tetap tinggi (Grafik 3.12). Ekspor komoditas tambang yang meningkat terutama batu bara, mineral metal dan non-metal. Di sisi lain, ekspor komoditas pertanian terutama CPO melambat karena faktor kenaikan harga yang semakin terbatas dan dampak kebijakan negara tujuan ekspor yang memengaruhi permintaan CPO. Pada sisi migas, ekspor migas tumbuh positif ditopang harga minyak yang naik pada triwulan II 2018 dan meningkatnya produksi gas.

Dari sisi lapangan usaha (LU), perbaikan kinerja lapangan usaha (LU) pada triwulan II 2018 ditopang oleh sektor primer dan tersier (Grafik 3.13). Aktivitas produksi di LU Pertanian maupun LU Pertambangan tercatat meningkat didukung faktor cuaca yang kondusif untuk produksi pertanian dan terkait ekspor pertambangan yang meningkat. Sementara itu, faktor musiman lebaran mendukung aktivitas perdagangan dan perjalanan wisata maupun leisure. Di sisi lain, peningkatan belanja pemerintah berdampak pada membaiknya kinerja LU Jasa Administrasi Pemerintahan dan Jasa Kesehatan. Selain itu, LU Listrik, Gas dan Air (LGA) tumbuh tinggi didukung oleh beberapa proyek infrastruktur kelistrikan yang telah operasional. Namun, berkurangnya hari kerja efektif pada Juni 2018 terindikasi memengaruhi kinerja LU Industri pengolahan dan LU Konstruksi (Tabel 3.2).

Pada sektor primer1, kinerja LU Pertanian membaik didukung oleh faktor cuaca sementara kinerja LU Pertambangan dan Penggalian meningkat terkait permintaan ekspor. LU Pertanian tumbuh 4,76% (yoy) meningkat dari 3,29% (yoy) triwulan sebelumnya, didukung cuaca yang kondusif

1 Sektor usaha primer meliputi: 1) LU Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan; dan 2) Pertambangan dan Penggalian.

Pertumbuhan Harga Ekspor NonmigasGra� k 3.12

Pertumbuhan Harga Ekspor NonmigasGra� k 3.13

Sumber: Bank Indonesia

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

I II III IV I II III IV I II

2016 2017 2018

Total ManufakturPertambangan Pertanian

% yoy

Sumber: BPS, diolah

0

1

2

3

4

5

6

IV I II III IV I II

2016 2017 2018

Primer Sekunder Tersier Subsidi Pajak Total

%

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 25

sehingga mendukung keberhasilan produksi komoditas tanaman pangan, holtikultura dan perkebunan, di tengah melemahnya ekspor komoditi pertanian. LU Pertambangan juga tercatat tumbuh meningkat menjadi 2,21% (yoy) pada triwulan II 2018, ditopang peningkatan kinerja subsektor pertambangan bijih logam, antara lain produksi tembaga dan emas. Penyumbang pertumbuhan lainnya yaitu subsektor minyak dan gas bumi khususnya pada perbaikan kinerja gas. Pada triwulan II 2018 terjadi peningkatan lifting gas yang cukup signifikan terkait proyek panas bumi yang baru beroperasi secara komersil pada triwulan II 2018.

Kontribusi sektor tersier2 meningkat didukung terutama dari pertumbuhan LU Perdagangan, Penyediaan Akomodasi, dan Makanan Minuman yang meningkat, seiring kuatnya permintaan domestik. LU Perdagangan, Penyediaan Akomodasi dan Makanan Minuman tumbuh sebesar 5,34% (yoy) pada triwulan II 2018, lebih tinggi dibandingkan dengan 5,02% (yoy) pada triwulan I 2018. Pertumbuhan ini terutama ditopang oleh berlanjutnya kenaikan kinerja

2 Sektor tersier meliputi LU: 1) Perdagangan dan Penyediaan Akomodasi dan Mamin; 2) Transportasi, Pergudangan, Informasi dan Komunikasi; 3) Jasa Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan; 4) Jasa-jasa lainnya; 5) LU Listrik, Gas, Air Bersih, dan Pengadaan Air; 6) Konstruksi

Persen, yoy

Sumber: BPS

I IIIII III IVPertanian, Peternakan, Kehutanan, dan PerikananPertambangan dan PenggalianIndustri PengolahanListrik, Gas, Air Bersih, dan Pengadaan Air *KonstruksiPerdagangan dan Penyediaan Akomodasi dan Mamin**Transportasi, Pergudangan, Informasi dan Komunikasi***Jasa Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan****Jasa-jasa Lainnya*****PDB

Komponen PDB Lapangan Usaha2017

20162018

2017

*) Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Pengadaan Listrik dan Gas dan (ii) Pengadaan Air**) Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor serta (ii) Penyediaan akomodasi dan***) Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Transportasi dan Pergudangan serta (ii) Informasi dan Komunikasi****) Penggabungan 3 lap. usaha: (i) Jasa Keuangan, (ii) Real Estate dan (iii) Jasa Perusahaan *****) Penggabungan 4 lap. usaha: (i) Adm. Pemerintahan, Pertahanan, Jaminan Sosial Wajib, (ii) Jasa Pendidikan, (iii) Jasa Kesehatan dan Kegiatan lainnya dan (iv) Jasa Lainnya

7,15 3,23 2,77 2,24 3,81 3,29 4,76-1,22 2,12 1,84 0,08 0,69 0,74 2,214,28 3,50 4,85 4,46 4,27 4,56 3,971,80 -2,09 4,88 2,50 1,76 3,33 7,295,96 6,94 6,98 7,23 6,79 7,35 5,734,73 3,88 5,29 4,66 4,64 5,02 5,349,39 10,05 8,85 8,64 9,22 8,55 7,175,35 5,63 5,92 4,87 5,44 4,69 4,223,69 2,56 4,04 6,84 4,34 6,00 6,815,01 5,01 5,06 5,19 5,07

3,340,954,265,265,224,198,257,124,465,03 5,06 5,27

Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan UsahaTabel 3.2

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201826

subsektor perdagangan besar dan eceran bukan mobil dan sepeda dari triwulan sebelumnya, seiring kenaikan impor. Selain itu, perbaikan kinerja didukung oleh penjualan ritel dan penjualan mobil serta motor yang membaik pada triwulan II 2018. Subsektor penyediaan akomodasi maupun subsektor penyediaan makan minum tercatat membaik ditopang oleh faktor musiman Ramadhan dan Idul Fitri, perjalanan wisata maupun leisure, serta konsumsi LNPRT.

Kinerja sektor jasa meningkat ditopang oleh sub-sektor administrasi pemerintahan, LU Lisrik Gas dan Air, dan LU Transportasi, Pergudangan, Informasi dan Komunikasi (Transkom). Subsektor Jasa Administrasi Pemerintahan meningkat seiring dengan penyaluran bantuan sosial dan aktivitas pemerintah yang lebih akseleratif pada triwulan II 2018. Di sisi lain, Sektor Listrik, Gas dan Air bersih mencatatkan peningkatan, didorong oleh beberapa proyek infrastruktur kelistrikan yang telah operasional. Sementara itu, LU Transkom tetap tumbuh tinggi sebesar 7,17% (yoy) pada triwulan II 2018, meskipun melambat dari 8,55% (yoy) pada triwulan I 2018. Perlambatan kinerja Sektor Transkom disebabkan oleh sub-sektor informasi dan komunikasi terkait kebijakan pembatasan penggunaan SIM Card per orang, yang membatasi jumlah pelanggan dan traffic data. Di sisi lain, kinerja transportasi pergudangan tumbuh stabil sejalan dengan aktivitas perdagangan yang tinggi dan meningkatnya transportasi sejalan dengan libur yang lebih panjang pada tahun ini dan diikuti dengan penambahan frekuensi angkutan darat, laut, dan udara.

Sektor sekunder3 yaitu LU Industri Pengolahan tumbuh melambat terkait dengan ekspor CPO yang terbatas serta berkurangnya hari kerja efektif pada Juni 2018. Industri Pengolahan tumbuh

3 Sektor usaha sekunder meliputi: LU Industri Pengolahan

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 27

sebesar 3,97% (yoy) pada triwulan II 2018, lebih rendah dari pertumbuhan pada triwulan sebelumnya 4,56% (yoy). Seluruh subsektor pada Industri Pengolahan melambat dengan kontribusi terbesar pada Subsektor Makanan dan Minuman (Mamin). Perlambatan Subsektor Mamin terkait dengan kinerja ekspor Crude Palm Oil (CPO) yang masih terbatas sejalan dengan harga CPO yang turun dan faktor kebijakan eksternal negara lain yang membatasi permintaan. Selain itu, faktor hari libur yang lebih panjang pada musim lebaran tahun ini dibandingkan tahun sebelumnya memengaruhi hari produksi industri secara keseluruhan.

Secara spasial, peningkatan pertumbuhan ekonomi lebih merata terutama didorong membaiknya ekonomi di wilayah Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Perbaikan kinerja ekonomi yang lebih merata terlihat di 23 dari 34 provinsi yang mencatat pertumbuhan ekonomi lebih tinggi pada triwulan II 2018. Ekonomi Sumatera, Kalimantan, dan Papua tumbuh meningkat, di tengah ekonomi Jawa, Sulawesi, dan Maluku yang tetap tumbuh tinggi. Sementara itu, ekonomi Bali dan Nusa Tenggara (Bali-nusra) masih terbatas (Gambar 2.1). Meratanya pertumbuhan secara spasial ditopang oleh LU PHR yang meningkat sehingga mendorong perdagangan di hampir seluruh daerah. Selain itu, berlanjutnya proyek infrastruktur pemerintah mendorong perekonomian di wilayah lokasi proyek.

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201828

KESEJAHTERAAN

Tingkat kemiskinan membaik pada Maret 2018, diikuti dengan perbaikan tingkat kesenjangan. Tingkat kemiskinan tercatat 9,82% pada Maret 2018, yang merupakan level terendah semenjak krisis ekonomi 1998 yang sempat mencapai 24,2% (Grafik 2.14). Dalam perspektif yang lebih panjang, hal tersebut menunjukkan konsistensi penurunan angka kemiskinan. Penurunan kemiskinan tersebut ditopang oleh perbaikan pendapatan kelompok bawah, serta didukung oleh tingkat inflasi yang rendah. Perbaikan kemiskinan diiringi oleh perbaikan ketimpangan yang tercermin pada perbaikan rasio Gini, indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan. Rasio Gini pada Maret 2018 tercatat 0,389 menurun dari September dan Maret 2017 masing-masing sebesar 0,391 dan 0,393.

Penurunan tingkat kemiskinan disertai dengan menurunnya jumlah penduduk miskin secara merata baik di desa maupun di kota. Jumlah penduduk miskin pada Maret

Aceh 5,74Sumut 5,30Riau 2,38Sumbar 5,08Lampung

Kepri 4,51Bengkulu 5,10Kep.Babel 4,51Sumsel 6,07Jambi 4,70

Sumber: BPS, diolah

SUMATERA (22%)

Kalbar 5,18Kalsel 4,64Kaltim 1,84Kalteng 5,66Kaltara 4,63

KALIMANTAN (7,9%)

Gorontalo 7,45Sulut 5,83Sulteng 6,03Sulbar 6,57Sulsel 7,38Sultra 6,09

SULAWESI (6%)

Maluku 5,47Maluku Utara 7,31Papua 24,68Papua Barat 12,83

MALUKU PAPUA (2,5%)Banten 5,59Jakarta 5,93Jawa Barat 5,65Jawa Tengah 5,54Jawa Timur 5,57Yogyakarta 5,90

JAWA (58,5%)

Bali 6,09NTB -0,83NTT 5,20

BALI-NUSRA (3,5%)

NASIONAL

PDRB ≥ 7,0% 5,0% ≤ PDRB < 6,0% 4,0% ≤ PDRB < 5,0% PDRB < 0%6,0% ≤ PDRB < 7,0% 0% ≤ PDRB < 4,0%

4.14 4.354.65

I'17 II'17 II'18

4.973.26 3.31

I'17 II'17 II'18

6.936.77 6.75

I'17 II'17 II'18

5.01 5.06

5.27

I'17 II'17 II'18

5.69

5.75

5.69

I'17 II'17 II'18

2.93 3.82 3.75

I'17 II'17 II'18

4.4

16.93 18.18

I'17 II'17 II'18

5,35

Jumlah Penduduk Miskin dan Tingkat KemiskinanGra� k 3.14

5

10

15

20

25

30

5

10

15

20

25

30

35

40

45

2005 2007 2009 Mar

2011

Mar

2012

Mar

2013

Mar

2014

Mar

2015

Mar

2016

Mar

2017

Mar

2018

Kota Desa Skala kanan

Sumber: BPS, diolah

Kota+Desa % Tingkat Kemiskinan

Juta Jiwa % thdp Total Penduduk

Pertumbuhan Ekonomi Regional Triwulan II 2018Gambar 3.1

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 29

2018 tercatat 25,95 juta jiwa, turun dari 26,58 juta jiwa pada September 2017 dan 27,77 juta jiwa pada Maret 2017. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2018 juga merupakan jumlah terendah sejak krisis ekonomi tahun 1998. Penurunan jumlah penduduk miskin bersifat merata, baik di desa maupun di kota. Penurunan jumlah penduduk miskin desa sebesar 1,29 juta jiwa pada Maret 2018 lebih besar dibandingkan dengan penurunan penduduk miskin di perkotaan sebesar 534 ribu jiwa. Penurunan jumlah penduduk miskin di desa yang cukup besar ditengarai akibat dukungan program pemerintah melalui dana desa.

Penurunan kemiskinan tersebut ditopang oleh perbaikan pendapatan kelompok bawah, serta didukung oleh tingkat inflasi yang rendah. Penurunan tingkat kemiskinan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang terus membaik yang mendorong perbaikan pendapatan. Upah riil buruh tani dan nilai tukar petani (NTP) membaik pada Maret 2018. Selain itu, penyaluran bansos pemerintah yang lebih ekspansif pada triwulan I 2018 turut meningkatkan pendapatan masyarakat kelompok bawah. Penurunan tingkat kemiskinan juga didukung oleh inflasi yang tercatat rendah sehingga mendukung daya beli riil masyarakat. Hal itu sejalan dengan konsistensi dalam menurunkan inflasi yang dalam beberapa tahun terakhir terjaga pada level yang rendah dan stabil dalam kisaran target Bank Indonesia (Grafik 3.15).

Secara spasial, sebagian besar wilayah menunjukkan perbaikan tingkat kemiskinan pada Maret 2018. Perbaikan tingkat kemiskinan pada Maret 2018 bersifat broad based tercermin pada lebih banyak daerah yang menurun tingkat kemiskinannya dibandingkan yang meningkat (Grafik 3.16). Penurunan tingkat kemiskinan paling signifikan di Jawa Tengah, Banten, dan DKI Jakarta. Sementara itu, peningkatan kemiskinan terjadi di Aceh, Jambi, Lampung, Riau serta Maluku Utara dan Sulawesi Barat.

Kemiskinan dan In� asiGra� k 3.15

Kemiskinan Antar wilayahGra� k 3.16

0

5

10

15

20

25

30

35

40

1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018

%

Sumber: BPS, diolah

PerkotaanPerdesaanDesa + KotaCMA In�asi (Skala kanan)

KRISIS EKONOMI

Sumber: BPS, diolah

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

0 5 10 15 20 25 30

Tingkat Kemiskinan (%)

Mar 2018 Mar 2017 memburukmeningkat

membaikmenurun

Perubahan Tingkat Kemiskinan (%yoy)

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201830

Penurunan tingkat kemiskinan disertai pula dengan penurunan tingkat kesenjangan. Hal tersebut tercermin pada indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan yang membaik pada Maret 2018. Indeks kedalaman kemiskinan4 pada Maret 2018 tercatat 1,71, menurun signifikan dibandingkan dengan 1,83 pada Maret 2017, serta merupakan level terendah dalam lima tahun terakhir. Indeks tersebut menunjukkan jarak rata-rata antara penduduk miskin dengan garis kemiskinan semakin kecil, sehingga pengentasan kemiskinan ke depan lebih dekat. Selain itu, indeks keparahan kemiskinan5 turun dari 0,48 pada Maret 2017 menjadi 0,44 pada Maret 2018 yang merupakan level terendah semenjak September 2016 (Tabel 3.3). Indeks ini menunjukkan indikasi disparitas pengeluaran antara penduduk semakin kecil.

Perbaikan tingkat kesenjangan juga tercermin pada penurunan rasio gini. Rasio Gini pada Maret 2018 tercatat 0,389 menurun dari September dan Maret 2017 yang masing-masing sebesar 0,391 dan 0,393. Penurunan ketimpangan terutama terjadi di perkotaan (Grafik 3.17). Sementara itu, penurunan tingkat kesenjangan di perdesaan belum turun.

NERACA PEMBAYARAN INDONESIA

Sejalan dengan peningkatan aktivitas ekonomi domestik, defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan II 2018 mengalami kenaikan. Defisit transaksi berjalan pada triwulan II 2018 tercatat 8,0 miliar dolar AS (3,0% dari PDB), lebih tinggi dibandingkan defisit triwulan sebelumnya sebesar 5,7 miliar dolar AS (2,2% dari PDB) (Grafik 3.18). Peningkatan defisit transaksi berjalan tersebut

4 Indeks kedalaman kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin. Semakin tinggi nilai indeks ini, rata-rata pengeluaran penduduk semakin jauh dari garis kemiskinan. Semakin rendah indeks ini semakin bagus.

5 Indeks keparahan kemiskinan merupakan ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks ini, semakin tinggi ketimpangan antara penduduk miskin.

Rasio GiniGra� k 3.17

Transaksi BerjalanGra� k 3.18

0,324

0,401

0,389

0,36

0,37

0,38

0,39

0,40

0,41

0,42

0,43

0,44

0,30

0,32

0,34

0,36

0,38

0,40

0,42

0,44 Desa Kota Kota + Desa (Skala kanan)

3

2011

Sumber: BPS, diolah

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

9 3 9 3 9 3 9 3 9 3 9 3 39

Mar 2011 1,52 2,63 2,08Sep 2011 1,48 2,61 2,05Mar 2012 1,40 2,36 1,88Sep 2012 1,38 2,42 1,90Mar 2013 1,26 2,23 1,74Sep 2013 1,41 2,36 1,88Mar 2014 1,25 2,26 1,75Sep 2014 1,25 2,25 1,75Mar 2015 1,40 2,55 1,97Sep 2015 1,29 2,40 1,84Mar 2016 1,19 2,74 1,94Sep 2016 1,21 2,32 1,74Mar 2017 1,24 2,49 1,83Sep 2017 1,24 2,43 1,79Mar 2018 1,17 2,37 1,71

Mar 2011 0,39 0,70 0,55Sep 2011 0,39 0,68 0,53Mar 2012 0,36 0,59 0,47Sep 2012 0,36 0,61 0,48Mar 2013 0,31 0,55 0,43Sep 2013 0,37 0,60 0,48Mar 2014 0,31 0,57 0,44Sep 2014 0,31 0,57 0,44Mar 2015 0,36 0,71 0,54Sep 2015 0,35 0,67 0,51Mar 2016 0,27 0,79 0,52Sep 2016 0,29 0,59 0,44Mar 2017 0,31 0,67 0,48Sep 2017 0,30 0,65 0,46Mar 2018 0,29 0,63 0,44

Tahun Kota Desa Kota+Desa Tahun Kota Desa Kota+

Desa

Sumber: BPS, diolah

Indeks Kedalaman dan Keparahan KemiskinanTabel 3.3

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

-12-10-8-6-4-202468

I II III IV I II III IV I* II* III* IV* I* II**2015 2016 2017 2018

Neraca Jasa Neraca PerdaganganNeraca Pendapatan Primer Neraca Pendapatan SekunderTransaksi Berjalan De�sit TB/PDB (%) (Skala kanan)

Miliar Dolar AS % PDB

Sumber: Bank Indonesia; *angka sementara **angka sangat sementara

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 31

dipengaruhi oleh menurunnya surplus neraca perdagangan nonmigas di tengah kenaikan defisit neraca perdagangan migas. Secara kumulatif, defisit transaksi berjalan sampai dengan semester I 2018 masih berada dalam batas yang aman yaitu 2,6% PDB.

Surplus neraca perdagangan nonmigas mengalami penurunan pada triwulan II 2018. Neraca perdagangan nonmigas mencatat surplus 3 miliar dolar AS pada triwulan II 2018 atau lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,7 miliar dolar AS. Lebih rendahnya surplus neraca perdagangan nonmigas tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya impor nonmigas, sementara ekspor nonmigas mengalami penurunan. Kenaikan impor nonmigas didorong oleh impor bahan baku dan barang modal sebagai dampak dari aktivitas produksi dan investasi yang terus meningkat untuk mendukung kebutuhan pembangunan infrastruktur dan sejalan dengan perbaikan ekonomi domestik. Di sisi lain, ekspor nonmigas tercatat lebih rendah terutama karena bersumber dari turunnya ekspor beberapa komoditas utama, antara lain batu bara dan minyak nabati (CPO). Menurunnya ekspor batu bara dipengaruhi oleh base effect tingginya ekspor batu bara pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, ekspor minyak nabati menurun seiring dengan harga CPO di pasar global yang berada dalam tren menurun. Neraca perdagangan nonmigas mencatat defisit pada Juli 2018 karena impor nonmigas meningkat lebih tinggi dibandingkan peningkatan ekspor nonmigas (Grafik 3.19).

Meningkatnya defisit transaksi berjalan pada triwulan II 2018 juga bersumber dari lebih besarnya defisit neraca perdagangan migas. Neraca perdagangan migas pada triwulan II 2018 mencatat defisit sebesar 2,7 miliar dolar AS, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 2,4 miliar dolar AS. Peningkatan defisit neraca perdagangan migas bersumber dari kenaikan impor migas yang melebihi kenaikan ekspor migas. Meningkatnya

Neraca Perdagangan (Bulanan)Gra� k 3.19

Sumber: BPS, diolah

-3

-2

-1

0

1

2

3

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7

2016 2017 2018

Miliar Dolar ASNonmigas Migas Total

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201832

impor migas dipengaruhi oleh kenaikan harga minyak global dan permintaan yang lebih tinggi saat lebaran dan libur sekolah. Sementara itu, peningkatan ekspor migas didorong oleh kenaikan volume ekspor seiring naiknya lifting minyak dan meningkatnya harga ekspor mengikuti tren harga minyak dunia. Pada Juli 2018, neraca perdagangan migas mencatat defisit dipengaruhi meningkatnya impor migas di tengah menurunnya ekspor migas (Grafik 3.19).

Defisit neraca pendapatan primer dan neraca jasa mengalami peningkatan pada triwulan II 2018 sejalan dengan pola musimannya. Peningkatan defisit neraca pendapatan primer terjadi terutama karena peningkatan pembayaran dividen atas pendapatan investasi portofolio dan bunga pinjaman luar negeri. Sementara itu, meningkatnya defisit neraca jasa terutama dipengaruhi oleh penurunan surplus jasa perjalanan dan kenaikan defisit jasa transportasi. Penurunan surplus jasa perjalanan mengikuti pola musiman lebaran dan libur sekolah. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah kunjungan wisatawan nasional ke luar negeri (outflow) mengalami peningkatan dengan rata-rata pengeluaran yang juga lebih tinggi, sementara inflow dari jasa perjalanan wisatawan mancanegara lebih rendah. Sementara itu, kenaikan defisit jasa transportasi terutama berasal dari komponen jasa freight sejalan dengan kenaikan impor barang dan peningkatan pada komponen jasa transportasi penumpang seiring meningkatnya kunjungan wisata nasional ke luar negeri.

Surplus transaksi modal dan finansial meningkat sebagai cerminan optimisme investor asing dan domestik terhadap kinerja ekonomi domestik. Transaksi modal dan finansial pada triwulan II 2018 mencatat surplus 4,0 miliar dolar AS, lebih besar dibandingkan triwulan sebelumnya dengan surplus sebesar 2,4 miliar dolar AS (Grafik 3.20). Surplus transaksi modal dan finansial terutama berasal dari aliran masuk investasi

Transaksi Modal dan FinansialGra� k 3.20

Sumber: Bank Indonesia; *angka sementara **angka sangat sementara

-10

-5

0

5

10

15

I II III IV I II III IV I* II* III* IV* I* II**2015 2016 2017 2018

Investasi Langsung Investasi LainnyaInvestasi Portofolio Transaksi Modal dan Finansial

Miliar Dolar AS

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 33

langsung asing yang tetap tinggi dan investasi portofolio yang kembali mencatat surplus. Di samping itu, surplus investasi lainnya juga tercatat mengalami peningkatan terutama didorong oleh penarikan simpanan penduduk pada bank di luar negeri untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan di dalam negeri.

Secara keseluruhan, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan II 2018 mencatat defisit sebesar 4,3 miliar dolar AS (Grafik 3.21). Hal ini disebabkan defisit neraca transaksi berjalan yang lebih besar dari peningkatan surplus transaksi modal dan finansial. Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa pada akhir triwulan II 2018 tercatat 119,8 miliar dolar AS, yang kemudian turun pada akhir Juli 2018 menjadi 118,3 miliar dolar AS (Grafik 3.22). Penurunan tersebut terutama dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi. Posisi cadangan devisa per akhir Juli 2018 tersebut setara dengan pembiayaan 6,9 bulan impor atau 6,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Ke depan, kinerja NPI diprakirakan masih tetap baik dan dapat terus menopang ketahanan sektor eksternal. Defisit transaksi berjalan untuk keseluruhan 2018 diprakirakan masih dalam batas aman yaitu tidak melebihi 3,0% dari PDB. Dalam hal ini, Bank Indonesia terus mengoptimalkan bauran kebijakan untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan pada tingkat yang aman. Dari sisi kebijakan moneter, Bank Indonesia menjaga suku bunga kebijakan berada pada level mendukung keseimbangan internal. Selain itu, Bank Indonesia secara konsisten melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah

Neraca Pembayaran Indonesia (Triwulanan)Gra� k 3.21

Sumber: Bank Indonesia; *angka sementara **angka sangat sementara

-15

-10

-5

0

5

10

15

I II III IV I II III IV I* II* III* IV* I* II**

2015 2016 2017 2018

Transaksi BerjalanTransaksi Modal dan FinansialNeraca Keseluruhan

Miliar Dolar AS

Perkembangan Cadangan DevisaGra� k 3.22

Sumber: Bank Indonesia

118,3

4

5

6

7

8

9

0

30

60

90

120

150

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 72016 2017 2018

BulanMiliar Dolar AS

Cadangan DevisaBulan Impor dan Pembayaran Utang Pemerintah (Skala kanan)

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201834

agar sesuai dengan nilai fundamentalnya. Bank Indonesia juga akan terus menjaga kecukupan cadangan devisa untuk mendukung ketahanan sektor eksternal. Dari sisi kebijakan sistem pembayaran, Bank Indonesia memastikan tersedianya Sistem Pembayaran Bank Indonesia (SPBI) yang baik untuk monitoring transaksi crossborder untuk meminimalisasi transaksi NPI yang tidak tercatat dan mengoptimalkan penerimaan devisa. Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan global yang dapat memengaruhi prospek NPI, antara lain ketidakpastian pasar keuangan global yang tetap tinggi, kecenderungan penerapan inward-oriented trade policy di sejumlah negara, dan kenaikan harga minyak dunia.

Di samping pengendalian sisi permintaan termasuk melalui kebijakan moneter, Bank Indonesia terus berkoordinasi dengan pemerintah untuk mempercepat implementasi reformasi struktural. Dalam hal ini, penurunan defisit transaksi berjalan juga didukung oleh upaya pemerintah untuk mendorong ekspor dan pariwisata serta untuk mengendalikan impor, termasuk dengan melakukan penundaan proyek-proyek yang mempunyai kandungan impor yang tinggi dan perluasan implementasi penggunaan biodiesel (B20). Pemerintah juga terus memperkuat sektor pariwisata, terutama di daerah yang ditetapkan sebagai daerah prioritas pengembangan pariwisata. Berkembangnya sektor pariwisata diyakini akan dapat mendukung perbaikan neraca transaksi berjalan.

NILAI TUKAR RUPIAH

Nilai tukar rupiah masih mengalami tekanan depresiasi pada triwulan II 2018 dipicu penguatan dolar AS yang terjadi secara luas. Pada triwulan II 2018, secara point to point rupiah melemah 3,94% dibandingkan triwulan sebelumnya menjadi Rp 14.330 per dolar AS. Depresiasi nilai tukar rupiah berlanjut pada Juli 2018 dengan volatilitas

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 35

yang menurun, meskipun dolar AS terus mengalami penguatan secara luas. Rupiah secara point to point melemah 0,62% menjadi Rp14.420 per dolar AS pada Juli 2018 (Grafik 3.23). Penguatan dolar AS tersebut didorong oleh kembali meningkatnya ketegangan hubungan dagang dan menguatnya ekspektasi percepatan normalisasi AS. Selain itu, pelemahan rupiah juga turut dipengaruhi oleh sentimen pelemahan ekonomi Tiongkok.

Depresiasi nilai tukar rupiah relatif terbatas dibandingkan dengan pergerakan nilai tukar mata uang negara-negara peers lainnya. Depresiasi nilai tukar rupiah secara point-point pada Juli 2018 lebih rendah dibandingkan Lira Turki, Yuan Tiongkok, dan Baht Thailand (Grafik 3.24). Sementara itu, secara rata-rata, depresiasi nilai tukar rupiah pada Juli 2018 tercatat lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara peers lain, di antaranya Yuan Tiongkok, Won Korea, dan Lira Turki. Selain itu, depresiasi rupiah secara year to date (ytd) sebesar 7,04%, lebih rendah dari Rupee India 8,66%, Real Brazil 14,72%, Rand Afrika Selatan 14,39%, dan Rubel Rusia 15,36%.

Depresiasi nilai tukar rupiah disertai dengan volatilitas yang menurun sehingga pergerakan nilai tukar rupiah relatif stabil. Volatilitas rupiah sempat meningkat pada triwulan II 2018. Hal itu sejalan dengan tekanan depresiasi yang masih tinggi. Namun, volatilitas nilai tukar rupiah kembali menurun pada Juli 2018 (Grafik 3.25). Volatilitas rupiah pada Juli 2018 berada pada level yang lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata negara peers, seperti Lira Turki, Real Brazil, Rand Afrika Selatan, dan Won Korea (Grafik 3.26).

Depresiasi nilai tukar rupiah yang lebih terbatas dengan volatilitas yang menurun ditopang oleh aliran modal asing yang kembali masuk. Aliran modal asing kembali masuk ke semua jenis aset pasar keuangan domestik, terutama SBN, sejalan dengan yield

Nilai Tukar RupiahGra� k 3.23

Apresiasi/Depresiasi Nilai Tukar KawasanGra� k 3.24

Volatilitas Rupiah dan Peers - TriwulananGra� k 3.25

Sumber: Reuters, diolah; Data s.d. 18 Juli 2018

13.200

13.400

13.600

13.800

14.000

14.200

14.400

14.600IDR/USD

IDR/USDRata-rata BulananRata-rata Triwulanan

1 2 3 4 5 6 7

2018

13.378

13.603

13.760

13.809

14.043

14.058

13.576

13.952

Sumber: Reuters, Bloomberg, diolah; Data s.d 18 Juli 2018

8,945,61

6,354,69

-12,29

-1,27

7,29-7,97

-12,29

- 0,30- 3,19

-3,30-5,74

-20,68- 6,92-7,15

-13,99

-20,68

-25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15

MYRCNYEUR

KRWTRYINRZARBRLTRY

point-to-pointRata-rata

YTD 2018 vs 2017

%

Sumber: Bloomberg, Reuters, diolah

12,23

0

5

10

15

20

25

30

35

TRY BRL ZAR INR KRW IDR THB PHP MYR SGD

Triwulan I 2018Triwulan II 2018Rata-rata Triwulan II 2018

%

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201836

yang meningkat. Sementara itu, pada bulan Juli 2018, saham mencatat aliran modal asing masuk untuk pertama kalinya pada tahun 2018, meski masih terbatas. Perkembangan itu cukup positif setelah sempat mencatat aliran modal keluar pada triwulan II 2018, yang lebih tinggi dari aliran modal keluar pada triwulan I 2018. (Grafik 3.27).

Pasar spot valas mencatat permintaan neto pada triwulan II 2018 yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 3.28). Meningkatnya permintaan neto valas pada triwulan II 2018 terutama berasal dari pelaku nonresiden didorong oleh penguatan dolar indeks. Sementara itu, pada Juli 2018, pasar spot valas kembali mencatatkan permintaan neto valas yang meningkat dibandingkan dengan permintaan neto valas pada bulan sebelumnya (Grafik 3.29). Meningkatnya permintaan neto valas terutama berasal dari perusahaan yang sebelumnya mencatat net supply. Namun, pelaku nonresiden yang pada triwulan II 2018 mencatat permintaan neto berbalik menjadi pemasok valas pada Juli 2018. Pasokan valas dari pelaku nonresiden terutama pada akhir bulan di tengah meningkatnya permintaan valas dari pelaku residen.

Secara umum, depresiasi nilai tukar rupiah terutama bersumber dari tekanan eksternal. Ke depan, Bank Indonesia terus mewaspadai risiko ketidakpastian pasar keuangan global. Langkah-langkah stabilisasi tetap dilakukan untuk menjaga nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya. Selain itu, Bank Indonesia juga tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar dan didukung upaya-upaya pengembangan pasar keuangan. Kebijakan tetap ditopang oleh strategi intervensi ganda dan strategi operasi moneter untuk menjaga kecukupan likuiditas khususnya di pasar uang Rupiah dan valas. Kebijakan Bank Indonesia dalam meningkatkan efektivitas penyediaan swap valas dengan tingkat harga yang lebih murah mampu meningkatkan minat peserta

Volatilitas Rupiah dan Peers - BulananGra� k 3.26

Aliran Dana NonresidenGra� k 3.27

Permintaan-Penawaran Neto Valas di pasar Spot (Triwulanan)Gra� k 3.28

Permintaan-Penawaran Neto Valas di pasar Spot (Bulanan)Gra� k 3.29

Sumber: Bloomberg, Reuters, diolah

23,39 24,12 25,89

13,63

20,26

8,83 4,90

7,34 9,82 7,07

24,38

18,99

14,69

7,43 7,01

4,32 3,90 3,61 3,20 2,61

9,01

0

5

10

15

20

25

30

35

TRY BRL ZAR KRW IDR INR MYR SGD THB PHP

Juni 2018Juli 2018Rata-rata Juli 2018

%

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7

2015 2016 2017 2018

SBSN Saham SUN SBI

Miliar dolar AS

Sumber: Bank Indonesia; Data s.d. 31 Juli 18

Sumber: Bank Indonesia

-10-8-6-4-20246810

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017 2018

Net S(+)/D(-) NonresidenNet S(+)/D(-) ResidenNet S(+)/D(-) Total

Miliar dolar AS

Sumber: Bank Indonesia; Data s.d. 31 Juli 18

12.50012.70012.90013.10013.30013.50013.70013.90014.10014.30014.500

-5-4-3-2-1012345

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7

2015 2016 2017 2018

Net S(+)/D(-) Nonresiden Net S(+)/D(-) ResidenNet S(+)/D(-) Total IDR/USD (Skala kanan)

Miliar dolar AS IDR/USD

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 37

lelang di berbagai tenor dan menurunkan premi swap pasar, misalnya dari 4,85% menjadi 4,62% untuk tenor 1 bulan dan dari 5,18% menjadi 4,96% untuk tenor 1 tahun.

INFLASI

Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada triwulan II 2018 menurun dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pada triwulan II 2018, inflasi IHK tercatat 0,90% (qtq), lebih rendah dibandingkan inflasi IHK pada akhir triwulan sebelumnya yang sebesar 0,99% (qtq). Lebih rendahnya inflasi pada periode ini disebabkan oleh terjaganya inflasi bulanan sepanjang triwulan II 2018. Tekanan inflasi pada akhir triwulan II 2018, yang terkait Ramadhan dan Idul Fitri, juga relatif minimal. Dinamika tekanan nilai tukar Rupiah yang meningkat sepanjang triwulan II 2018 juga relatif tidak diikuti meningkatnya tekanan inflasi (lihat boks: Dampak Pelemahan Nilai Tukar dan Dinamika Harga Komoditas Global Terhadap Inflasi). Secara tahunan, inflasi pada akhir triwulan II 2018 tercatat 3,12% (yoy) atau juga lebih rendah dibandingkan dengan realisasi akhir triwulan sebelumnya sebesar 3,40% (yoy). Perkembangan inflasi sepanjang periode triwulan II 2018 tersebut masih sejalan dengan kisaran sasaran inflasi 2018 yakni 3,5%±1% (yoy).

Menurunnya inflasi IHK triwulan II 2018 bersumber dari minimalnya tekanan inflasi inti dan volatile food, di tengah inflasi administered prices yang meningkat. Minimalnya tekanan inflasi inti terutama dipengaruhi oleh komponen inti traded sejalan dengan penurunan harga emas global. Tekanan komponen inti non-traded juga minimal didukung dengan perlambatan inflasi jasa yang bersumber dari kelompok komunikasi (pulsa ponsel). Inflasi volatile food juga cukup rendah didukung oleh pasokan pangan yang terjaga seiring panen raya yang berlangsung pada awal triwulan II 2018. Peningkatan tekanan

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201838

inflasi volatile food terutama terjadi pada akhir triwulan II 2018 dipengaruhi oleh faktor siklikal periode Idul Fitri dan Ramadhan. Meski demikian, peningkatan tersebut masih berada dibawah rata-rata kenaikan pada periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dalam 4 tahun terakhir. Sementara itu, tekanan inflasi administered prices mengalami peningkatan pada triwulan II 2018 dibandingkan triwulan I 2018 karena didorong oleh kenaikan tarif angkutan antarkota, tarif angkutan udara, dan kereta api seiring periode HBKN. Meski demikian, kenaikan inflasi administered price yang terjadi juga lebih rendah dibanding historis periode HBKN dalam empat tahun terakhir. Kenaikan inflasi administered prices periode ini juga dipengaruhi kenaikan harga rokok kretek filter terkait dengan naiknya cukai rokok, serta kenaikan harga bahan bakar khusus.

Memasuki awal triwulan III 2018, inflasi IHK tetap terkendali pada kisaran sasaran inflasi 3,5%±1%. Inflasi IHK Juli 2018 tercatat 0,28% (mtm), lebih rendah dibandingkan dengan 0,59% (mtm) pada Juni 2018. Perkembangan positif ini sejalan dengan pola musiman berakhirnya perayaan Idul Fitri. Perlambatan inflasi IHK terutama bersumber dari deflasi administered prices. Secara historis, inflasi IHK pada Juli 2018 sejalan dengan rata-rata IHK pada periode pasca-Idul Fitri dalam empat tahun terakhir sebesar 0,27% (mtm). Dengan perkembangan tersebut, inflasi IHK hingga Juli 2018 secara kumulatif tercatat 2,18% (ytd) atau secara tahunan sebesar 3,18% (yoy), sedikit lebih tinggi dari inflasi bulan sebelumnya sebesar 3,12% (yoy) (Grafik 3.30).

Kelompok administered prices mencatat deflasi seiring dengan koreksi subkelompok transpor pasca-Idul Fitri. Deflasi administered prices pada bulan Juli 2018 tercatat 0,68% (mtm), setelah pada bulan sebelumnya mencatat kenaikan inflasi sebesar 1,38% (mtm) – (Grafik 3.31). Deflasi kelompok

Perkembangan In� asiGra� k 3.30

Perkembangan In� asi Administered PricesGra� k 3.31

Sumber: BPS, diolah

3,18

2,87

5,36

2,11-4

0

4

8

12

16

20

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7

2015 2016 2017 2018

% yoy

IHK Inti Volatile Food Administered Prices

Sumber: BPS, diolah

-10

-5

0

5

10

15

-10

-5

0

5

10

15

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7

2015 2016 2017 2018

Administered Prices (%, mtm) (Skala Kanan)Administered Prices (%, yoy)

% %

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 39

administered prices pasca-Idul Fitri 2018 lebih dalam dibandingkan rata-rata historis pasca-Idul Fitri (2014-2017) sebesar 0,07% (mtm). Deflasi pada kelompok ini bersumber dari koreksi tarif angkutan udara dan tarif angkutan antarkota. Deflasi tarif angkutan udara tercatat -12,34% (mtm), lebih dalam dibandingkan dengan historisnya pasca-Idul Fitri sebesar -1,84% (mtm). Sejalan dengan hal tersebut, deflasi tarif angkutan antarkota (-10,78%, mtm) juga lebih dalam dibandingkan dengan historisnya sebesar -7,11% (mtm) - (Tabel 3.5). Deflasi administered prices yang lebih dalam tertahan oleh kenaikan harga Bahan Bakar Khusus (BBK) seiring dengan meningkatnya harga minyak global (Tabel 3.5). Secara tahunan, inflasi kelompok administered prices tercatat 2,11% (yoy) melambat dibandingkan dengan bulan lalu sebesar 2,88% (yoy), maupun akhir tahun 2017 sebesar 8,70% (yoy). Tren perlambatan inflasi administered prices ini dipengaruhi oleh berakhirnya dampak dari kenaikan tarif listrik nonsubsidi pada tahun 2017 (base effect).

Inflasi volatile food relatif stabil dibandingkan bulan lalu. Kelompok volatile food pada Juli 2018 tercatat mengalami inflasi sebesar 0,90% (mtm), sama dengan realisasi inflasi pada bulan sebelumnya (Grafik 3.32). Stabilnya inflasi volatile food ditopang oleh koreksi harga beberapa komoditas pangan seiring dengan pasokan yang meningkat. Komoditas bawang merah dan cabai merah tercatat mengalami deflasi masing-masing sebesar -8,4% (mtm) dan -4,2% (mtm) - (Tabel 3.6). Meski demikian, beberapa komoditas pangan mengalami kenaikan yang cukup besar pada bulan ini antara lain telur ayam ras dan daging ayam ras terkait dengan harga pakan ternak yang meningkat. Secara tahunan, inflasi volatile food pada Juli 2018 tercatat 5,36% (yoy), meningkat dibandingkan dengan bulan lalu sebesar 4,60% (yoy), maupun dibandingkan dengan akhir tahun lalu sebesar 0,71% (yoy). Meningkatnya inflasi volatile food secara tahunan tersebut terutama dipengaruhi

Perkembangan In� asi Volatile FoodGra� k 3.32

Sumber: BPS, diolah

-2

0

2

4

6

8

10

12

-2

0

2

4

6

8

10

12

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7

2015 2016 2017 2018

Volatile food (mtm) (Skala kanan) Volatile food (yoy)

% %

Penyumbang In� asi/De� asi Komoditas Administered PricesTabel 3.5

Komoditas AP In�asi/De�asi

Sumber: BPS, diolah

(% mtm)Sumbangan

(%)

Angkutan Udara Angkutan Antar Kota

BensinRokok Kretek FilterRokok KretekRokok Putih

Tarif Kereta Api

0,060,020,010,01-0,15

1,830,750,750,85

-12,34-10,78-6,34

-0,08-0,01

Komoditas VF In�asi/De�asi

Sumber: BPS, diolah

(% mtm)Sumbangan

(%)

Telur Ayam RasDaging Ayam RasCabai RawitKacang PanjangBayamTomat SayurJerukJengkolTomat BuahKangkungBawang MerahCabai MerahDaging SapiLayang/Benggol

10,98 0,08

5,53 0,07

14,81 0,03

11,37 0,02

5,75 0,01

5,05 0,01

2,03 0,01

23,81 0,01

11,09 0,01

2,88 0,01

-8,4 -0,05

-4,2 -0,02

-1,5 -0,01

-6,2 -0,01

Penyumbang In� asi/De� asi Volatile FoodTabel 3.6

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201840

oleh tren kenaikan harga aneka daging dan telur yang terjadi sejak awal tahun.

Inflasi inti tetap terjaga di tengah kenaikan inflasi kelompok jasa. Inflasi inti tercatat 0,41% (mtm), lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 0,24% (mtm) (Grafik 3.33). Komoditas utama penyumbang inflasi inti adalah tarif pulsa ponsel, pengaruh musiman uang sekolah (SD, SMP, dan SMA), dan sewa rumah. Berdasarkan kelompoknya, peningkatan inflasi inti pada bulan Juli 2018 disumbang baik oleh komponen inti traded maupun nontraded, terutama bersumber dari nonmakanan seperti bahan bangunan pasir, tarif pulsa ponsel, dan uang sekolah. Secara tahunan, inflasi inti tercatat 2,87% (yoy), sedikit meningkat dari bulan lalu sebesar 2,72% (yoy). Terkendalinya inflasi inti hingga Juli 2018 tidak terlepas dari konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspektasi inflasi, termasuk menjaga pergerakan nilai tukar sesuai fundamentalnya. Terjangkarnya ekspektasi inflasi tahun 2018 dalam kisaran sasaran inflasi tercermin pada hasil Consensus Forecast (CF) pada Juli 2018 yang lebih rendah dibandingkan dengan hasil survei bulan lalu. Ekspektasi inflasi tersebut juga tetap berada dalam kisaran sasaran inflasi 3,5%±1% (Grafik 3.34). Selain itu, hasil Survei Konsumen juga menunjukkan ekspektasi harga 3 dan 6 bulan yang akan datang relatif stabil sejak awal tahun.

Secara spasial, terkendalinya inflasi pada kisaran sasaran nasional didukung oleh terjaganya perkembangan inflasi di berbagai daerah. Realisasi inflasi di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali-Nusra, dan Maluku-Papua secara keseluruhan berada di dalam kisaran sasaran inflasi nasional. Beberapa daerah bahkan secara tahunan (yoy) tetap mencatat inflasi yang cukup rendah seperti Kalimantan Utara (1,9%), Sulawesi Utara (1,9%), Sulawesi Tenggara (1,6%), dan Maluku (-2,34%) - (Gambar 3.2). Demikian halnya, dengan realisasi inflasi

Inti Traded vs Non-Traded (mtm)Gra� k 3.33

Ekspektasi In� asi Consensus ForecastGra� k 3.34

Sumber: BPS, diolah

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7

2015 2016 2017 2018

Inti Inti Traded Inti Nontraded

% mtm

Sumber: Consensus Forecast

3,0

3,5

4,0

4,5

5,0

5,5

6,0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7

2017 2018

%yoy

Ekspektasi In�asi 2017Ekspektasi In�asi 2018Ekspektasi In�asi 2019

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 41

berbagai daerah di Jawa yang memiliki bobot besar dalam pembentukan inflasi nasional. Sementara itu, realisasi inflasi Papua tercatat lebih tinggi dibanding daerah lainnya yakni mencapai 5,32% (yoy). Tingginya inflasi di Papua bersumber dari inflasi angkutan udara dan ikan segar selama setahun terakhir.

PASAR KEUANGAN

Transmisi kenaikan suku bunga kebijakan BI-7DRR melalui jalur suku bunga sudah mulai terlihat pada suku bunga deposito yang mulai meningkat pada triwulan II 2018. Di sisi lain, kenaikan suku bunga kebijakan belum diikuti oleh suku bunga kredit yang justru masih mencatatkan tren penurunan sepanjang periode triwulan II 2018. Sementara itu, kebutuhan likuiditas yang tinggi sejalan dengan pola musiman menjelang perayaan lebaran menyebabkan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N) mengalami kenaikan. Likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) tumbuh melambat dipengaruhi oleh aktiva luar negeri bersih

Aceh 3,9Sumut 3,6Riau 3,1Sumbar 3,2Lampung 2,8

Kepri 4,4Bengkulu 4,3Kep.Babel 3,3Sumsel 2,9Jambi 3,2

Sumber: BPS, diolah

SUMATERAKalbar 4,2Kalsel 2,2Kaltim 3,4 Kalteng 3,1Kaltara 1,9

KALIMANTAN Gorontalo 0,98Sulut 1,9Sulteng 3,8Sulbar 2,8Sulsel 3,8Sultra 1,6

SULAWESI

Maluku -2,34Maluku Utara 1,9Papua 5,3Papua Barat 4,2

MALUKU PAPUABanten 3,5Jakarta 3,2Jawa Barat 3,5Jawa Tengah 2,7Jawa Timur 2,6Yogyakarta 2,8

JAWA

Bali 3,8NTB 3,3NTT 2,9

BALI-NUSRA

Inf ≥ 3,0%

2,0% ≤ Inf < 3,0%

1,0% ≤ Inf < 2,0%

0% ≤ Inf < 1,0%

Inf < 0%

INFLASI NASIONAL JULI 2018: 3,18% (yoy)

3,303,82

3,37 3,38 3,44

2017 Apr Mei Juni Juli

3,45 2,85 2,83 2,89 3,18

2017 Apr Mei Juni Juli

3,94 3,12 3,76 3,54 3,04

2017 Apr Mei Juni Juli

3,78 3,42 3,19 3,04 3,11

2017 Apr Mei Juni Juli

3,20 3,15 2,90 3,25 3,52

2017 Apr Mei Juni Juli

1,53 2,33 3,13 2,541,94

2017 Apr Mei Juni Juli

Peta In� asi Daerah, Juli 2018 (%,yoy)Gambar 3.2

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201842

yang tumbuh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Perkembangan terkini mengindikasikan pembiayaan ekonomi melalui pasar keuangan tertahan sebagai dampak masih tingginya ketidakpastian global.

Suku bunga PUAB O/N mengalami kenaikan di tengah tingginya kebutuhan likuiditas pada triwulan II 2018. Rata-rata harian (RRH) suku bunga PUAB O/N pada triwulan II 2018 meningkat menjadi 4,13% dari triwulan sebelumnya 3,92% (Grafik 3.35). Kenaikan RRH suku bunga PUAB O/N tersebut disebabkan oleh kebutuhan likuiditas yang meningkat seiring dengan peningkatan kebutuhan uang kartal pada periode menjelang perayaan hari raya Idul Fitri dan memasuki masa libur panjang. Dengan kenaikan tersebut, spread suku bunga PUAB O/N dengan suku bunga kebijakan BI-7DRR pada Juni 2018 menjadi 34 bps, melebar dibandingkan dengan posisi Maret 2018 sebesar 23 bps. Namun, kondisi likuiditas mulai berangsur membaik pasca libur lebaran seiring dengan kembali masuknya uang kartal dan ekspansi keuangan pemerintah pada Juli 2018.

Volatilitas suku bunga PUAB O/N meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan likuiditas dan penyesuaian suku bunga kebijakan pada akhir triwulan II 2018. Peningkatan volatilitas suku bunga PUAB O/N tercermin dari spread min-max RRH suku bunga PUAB O/N yang melebar menjadi 39 bps pada triwulan II 2018, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya dengan spread 21 bps. Spread min-max RRH suku bunga PUAB O/N tertinggi terjadi sebelum memasuki libur lebaran dipicu oleh tingginya kebutuhan likuiditas. Di samping itu, melebarnya spread min-max suku bunga PUAB O/N juga dipengaruhi oleh adanya penyesuaian pricing PUAB terkait kenaikan suku bunga kebijakan BI-7DRR. Peningkatan volatilitas suku bunga PUAB O/N masih dapat diredam dengan volume PUAB yang tinggi. RRH volume PUAB pada triwulan II 2018 tercatat Rp18,9 triliun,

Suku Bunga Kebijakan dan PUAB O/NGra� k 3.35

Suku Bunga dan Volume PUAB O/NGra� k 3.36

Sumber: Bank Indonesia

3,03,54,04,55,05,56,06,57,07,58,0

2016 2017 2018

%

Suku Bunga PUAB O/N BI 7DRR Rate DF RateLF Rate BI Rate

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 1 3 5 711

Sumber: Bank Indonesia

30

25

20

15

10

5

03

4

5

6

7

8

9

10

11% Rp Triliun

2016 2017 20181 3 5 9 117 1 3 5 1 3 5 79 117

Vol PUAB (skala kanan)Vol PUAB O/N (skala kanan)Suku Bunga PUAB O/N

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 43

lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp17,1 triliun (Grafik 3.36).

Pergerakan suku bunga deposito mulai berbalik arah pada akhir triwulan II 2018 sejalan dengan kenaikan suku bunga kebijakan BI-7DRR. Suku bunga deposito yang semula pada April-Mei masih mengalami penurunan kemudian berbalik arah meningkat pada Juni 2018. Suku bunga deposito secara rata-rata keseluruhan tenor tercatat naik 2 bps menjadi 5,86% pada triwulan II 2018 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik 3.37). Kenaikan suku bunga deposito terutama terjadi pada kelompok bank BUKU 3 dan BUKU 4 yang masing-masing menaikkan suku bunga depositonya sebesar 3 bps dan 12 bps.

Di sisi lain, kenaikan suku bunga belum diikuti oleh pergerakan suku bunga kredit. Sampai dengan Juni 2018, secara keseluruhan belum terjadi perubahan arah pergerakan suku bunga kredit sejak kenaikan suku bunga kebijakan mulai ditempuh pada Mei 2018. Pada triwulan II 2018, rata-rata tertimbang (RRT) suku bunga kredit tercatat 11,07%, atau masih mengalami penurunan sebesar 13 bps dari triwulan sebelumnya (Grafik 3.38). Penurunan suku bunga kredit tertinggi pada triwulan II 2018 terjadi pada kredit konsumsi (KK) sebesar 18 bps dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu, suku bunga kredit modal kerja (KMK) dan suku bunga kredit investasi (KI) masing-masing mengalami penurunan 10 bps dan 3 bps dari triwulan sebelumnya. Berlanjutnya penurunan suku bunga kredit di tengah pergerakan suku bunga deposito yang mulai meningkat menyebabkan spread antara suku bunga deposito dan suku bunga kredit tercatat cukup lebar yakni sebesar 521 bps pada triwulan II 2018.

Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga pada triwulan II 2018 disertai risiko kredit yang juga terjaga. Stabilitas sistem keuangan yang terjaga tercermin pada rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/

Selisih Suku Bunga PerbankanGra� k 3.37

Suku Bunga Kredit per-Jenis PenggunaanGra� k 3.38

Permodalan Industri PerbankanGra� k 3.39

Sumber: Bank Indonesia

0

1

2

3

4

6

8

7

5

4

2

6

8

10

12

16

14

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 632015 2016 2017 2018

% %%

Spread Skb Kredit -Deposito (Skala kanan)RRT Suku Bunga DepositoRRT Suku Bunga Kredit

Sumber: Bank Indonesia

10

11

12

13

14

15

1 3 5 7 9 11 53 71 9 11 31 5 7 9 11 1 3 5 72015 2016 2017 2018

%

RRT Suku Bunga Kredit Suku Bunga KMKSuku Bunga KI Suku Bunga KK

Sumber: Bank Indonesia

0

1

2

3

4

5

6

7

18,519,019,520,020,521,021,522,022,523,023,5

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 6

2015 2016 2017 2018

% Triliun Rp

Modal (Skala kanan)ATMR (Skala kanan)CAR

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201844

CAR) perbankan yang tinggi mencapai 22,0% dan rasio likuiditas (AL/DPK) yang masih aman sebesar 19,4% pada Juni 2018 (Grafik 3.39 dan Grafik 3.40). Selain itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah, yaitu sebesar 2,7% (gross) atau 1,2% (net).

Stabilitas sistem keuangan yang terjaga berkontribusi positif pada perbaikan fungsi intermediasi perbankan. Kredit perbankan tumbuh meningkat menjadi 10,7% (yoy) pada triwulan II 2018, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh 8,5% (yoy) (Grafik 3.41). Peningkatan pertumbuhan kredit juga sejalan dengan perekonomian Indonesia yang terus membaik terutama didorong oleh permintaan domestik. Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan pertumbuhan penyaluran kredit oleh perbankan ditopang oleh Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI) yang tumbuh meningkat. Pada triwulan II 2018, KMK dan KI masing-masing tumbuh 11,5% (yoy) dan 9,4% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,8% (yoy) dan 4,9% (yoy). Sementara itu, Kredit Konsumsi (KK) pada triwulan II 2018 masih tumbuh tinggi sebesar 10,7% (yoy) meskipun sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 11,5% (yoy).

Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan pertumbuhan kredit perbankan terutama bersumber dari kredit ke sektor perdagangan yang tumbuh meningkat dan memiliki pangsa kredit tertinggi. Penyaluran kredit perbankan ke sektor perdagangan, dengan pangsa 21% dari total kredit, tumbuh meningkat menjadi 9,1% (yoy) dari 5,6% (yoy) pada triwulan sebelumnya (Grafik 3.42). Peningkatan pertumbuhan kredit di sektor perdagangan sejalan dengan perbaikan kinerja penjualan ritel dan kegiatan perdagangan impor yang marak pada triwulan II 2018. Di samping itu, peningkatan pertumbuhan kredit juga ditopang oleh penyaluran kredit di sektor tradable yang

Likuiditas PerbankanGra� k 3.40

Pertumbuhan Kredit Jenis PerbankanGra� k 3.41

Pertumbuhan Kredit SektoralGra� k 3.42

Sumber: Bank Indonesia

0

5

10

15

20

25

400

500

600

700

800

900

1000

1100

12001300

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 53

2015 2016 2017 2018

%Triliun Rp

AL AL/DPK (Skala kanan)

Sumber: Bank Indonesia

02468

101214161820

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 6

2015 2016 2017 2018

% yoy

Total Kredit KMK KI KK

Sumber: Bank Indonesia

-20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 25 30 35 40

PerdaganganLain-lain

IndustriPengangkutan

KonstruksiPertanian

Jasa Dunia UsahaJasa Sosial

PertambanganListrik

Total

% yoy

Tw I 2018Tw II 2018

9,1210,61

7,51

23,1218,36

12,69

8,81

13,97

29,5810,75

5,62

11,57

4,86

12,29

18,32

12,23

8,39

14,71

11,588,54

-7,29

-16,07

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 45

membaik, seperti sektor pertanian dan sektor industri. Pada triwulan II 2018, penyaluran kredit di sektor pertanian dan sektor industri masing-masing tumbuh 12,7% (yoy) dan 7,5% (yoy), lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 12,2% (yoy) dan 4,9% (yoy). Peningkatan pertumbuhan kredit juga didukung oleh penyaluran kredit ke sektor transportasi dan sektor listrik, air dan gas (LGA) yang masing-masing tumbuh meningkat menjadi 23,1% (yoy) dan 29,6% (yoy) dari triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 12,3% (yoy) dan 11,6% (yoy).

Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada triwulan II 2018 masih tumbuh positif. Perkembangan DPK secara bulanan pada triwulan II 2018 menunjukkan tren yang meningkat. Pertumbuhan DPK pada Juni 2018 tercatat sebesar 7,0% (yoy), meningkat dibandingkan Mei 2018 yang sebesar 6,5% (yoy). Namun, angka pertumbuhan DPK pada akhir triwulan II 2018 tersebut masih lebih rendah dibandingkan posisi akhir triwulan I 2018 yang sebesar 7,7% (yoy) (Grafik 3.43). Pertumbuhan DPK pada triwulan II 2018 bersumber dari giro dan tabungan yang tumbuh meningkat. Dibandingkan triwulan sebelumnya, giro tumbuh meningkat dari 7,7% (yoy) menjadi 10,0% (yoy) pada triwulan II 2018, sementara tabungan meningkat dari 10,3% (yoy) menjadi 10,5% (yoy) pada periode yang sama. Di sisi lain, kenaikan pertumbuhan DPK lebih lanjut tertahan oleh deposito yang tumbuh melambat menjadi 3,1% (yoy) dari 5,9% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Hal ini dipengaruhi oleh kontraksi pertumbuhan DPK milik pemerintah di perbankan.

Pertumbuhan kredit dan DPK hingga akhir 2018 diprakirakan lebih baik sejalan dengan perbaikan ekonomi dan kemajuan konsolidasi korporasi dan perbankan. Pertumbuhan kredit diprakirakan dalam kisaran 10,0-12,0% (yoy), sementara DPK diprakirakan tumbuh dalam kisaran yang sedikit lebih rendah dibandingkan prakiraan

Pertumbuhan DPKGra� k 3.43

Sumber: Bank Indonesia

-5

0

5

10

15

20

25

30

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 35 7 9 11 1 6

2015 2016 2017 2018

% yoy

Total DPKGiroTabunganDeposito

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201846

sebelumnya yakni menjadi dalam kisaran 8,0-10,0% (yoy). Peningkatan intermediasi perbankan didukung pula oleh relaksasi kebijakan makroprudensial yang dilakukan Bank Indonesia melalui pelonggaran kebijakan Loan to Value (LTV) serta implementasi kebijakan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM), Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) dan Giro Wajib Minimum (GWM) Rata-rata.

Likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) tumbuh melambat. Pada akhir triwulan II 2018, M2 tercatat tumbuh sebesar 5,9% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang sebesar 7,5% (yoy) (Grafik 3.44). Perlambatan pertumbuhan M2 bersumber dari pertumbuhan M1 dan uang kuasi yang lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Perkembangan M1 pada triwulan II 2018 tumbuh melambat menjadi 8,2% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 11,9% (yoy). Hal ini dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan uang kartal sejalan dengan pola musiman pasca-perayaan hari raya Idul Fitri. Sementara itu, pertumbuhan uang kuasi pada triwulan II 2018 sebesar 5,2% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,2% (yoy). Perlambatan pertumbuhan tersebut sejalan dengan pertumbuhan DPK yang juga mengalami perlambatan pada triwulan II 2018 dibandingkan triwulan sebelumnya.

Berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi, perlambatan pertumbuhan M2 terutama dipengaruhi oleh aktiva luar negeri bersih (Net Foreign Assets atau NFA) yang tumbuh melambat. Pertumbuhan NFA pada triwulan II 2018 sebesar 3,4% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 9,3% (yoy) (Grafik 3.45). Perlambatan pertumbuhan NFA didorong oleh tagihan luar negeri yang tumbuh lebih rendah terutama pada instrumen surat berharga asing, sejalan dengan aliran keluar dana nonresiden pada instrumen saham dan SUN

Likuiditas Perekonomian (M2)Gra� k 3.44

Faktor yang Memengaruhi M2Gra� k 3.45

Sumber: Bank Indonesia

20

15

10

5

0

%

M2 M1 Kuasi

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 63

2015 2016 2017 2018

Sumber: Bank Indonesia

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 6

2015 2016 2017 2018

% yoy

NFA NDA M2

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 47

yang berlangsung pada triwulan II 2018. Di sisi lain, aktiva dalam negeri bersih (Net Domestic Assets atau NDA) tumbuh 6,9% (yoy) pada triwulan II 2018, relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan NDA yang stabil tersebut didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit perbankan yang meningkat di tengah operasi keuangan Pemerintah yang mengalami kontraksi pada pada akhir triwulan II 2018.

Pembiayaan ekonomi dari nonperbankan selama periode Januari-Juni 2018 tercatat sebesar Rp129,9 triliun (gross). Pembiayaan tersebut bersumber dari pasar modal, melalui penerbitan saham (IPO dan rights issue), obligasi korporasi, Medium Term Notes (MTN), dan Negotiable Certificate of Deposit (NCD). Perkembangan pembiayaan nonperbankan dibayangi ketidakpastian di pasar keuangan global, yang pada gilirannya dapat menyebabkan korporasi menunda rencana pembiayaannya akibat cost of fund yang meningkat. Di samping itu, kenaikan suku bunga kebijakan BI-7DRR sebesar 100 bps pada Mei-Juni 2018 mulai direspons melalui kenaikan suku bunga obligasi korporasi. Tren kenaikan suku bunga obligasi korporasi di tengah suku bunga kredit yang masih menurun mendorong korporasi mulai beralih melakukan pembiayaan melalui kredit perbankan

Pasar saham domestik mengalami pelemahan dibandingkan triwulan sebelumnya. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada triwulan II 2018 terkoreksi 6,3% (qtq) ke level 5.799,24 dari triwulan sebelumnya yang berada pada level 6.188,99 (Grafik 3.46). Pelemahan IHSG dipicu kekhawatiran investor terhadap tingginya ketidakpastian ekonomi global, terutama seiring perkembangan ekonomi AS yang membaik sehingga mendorong kenaikan Fed Fund Rate yang lebih agresif, serta eskalasi perang dagang antara AS dan Tiongkok. Sentimen kondisi eksternal masih menjadi faktor dominan yang memengaruhi pergerakan IHSG meskipun

IHSG dan Net Jual/Beli AsingGra� k 3.46

Sumber: BEI, diolah

-25

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

4.000

4.500

5.000

5.500

6.000

6.500

7.000

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7

2015 2016 2017 2018

Rp TriliunIndeks

Net Jual/Beli Asing (Skala kanan) IHSG

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201848

dari sisi fundamental kondisi perekonomian domestik yang tercermin dari pertumbuhan ekonomi triwulan II 2018 menunjukkan perbaikan. Investor nonresiden masih mencatatkan net jual sebesar Rp9,1 triliun pada Juni 2018. Secara kumulatif hingga Juni 2018, investor nonresiden mencatatkan net jual di pasar saham sebesar Rp49,4 triliun. Dengan perkembangan tersebut, porsi investor nonresiden dalam perdagangan di pasar saham mengalami penurunan dari triwulan sebelumnya sebesar 46,1% menjadi 37,8% (Grafik 3.47). Seiring dengan stabilitas makroekonomi yang tetap terjaga, pertumbuhan ekonomi yang terus membaik, dan respons kebijakan untuk menjaga daya saing ekonomi Indonesia, aliran dana keluar dari investor nonresiden diperkirakan akan tertahan. Hal ini terindikasi pada investor nonresiden yang tercatat melakukan net beli di pasar saham pada Juli 2018.

Pelemahan pada pasar saham domestik sejalan dengan pergerakan bursa global terutama di emerging markets. Pelemahan IHSG pada triwulan II 2018 masih lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lainnya, terutama di kawasan ASEAN, antara lain pelemahan di Vietnam yang mencapai -18,2%, Thailand -10,2% (qtq), Filipina -9,9% (qtq), dan Malaysia -9,2% (qtq) (Grafik 3.48). Tiongkok pada periode yang sama juga mengalami pelemahan sebesar 10,1% (qtq). Di sisi lain, pergerakan bursa di negara-negara maju seperti AS, Inggris, dan Jepang mencatat peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Pelemahan IHSG secara sektoral berlangsung di sebagian besar sektor. Pelemahan IHSG tertinggi pada triwulan II 2018 terjadi di sektor pertanian yang tercatat -15,2% (qtq), sektor properti -13,7% (qtq), dan sektor keuangan -11,2% (qtq) (Grafik 3.49). Penurunan kinerja saham di sektor pertanian dipengaruhi oleh melemahnya

Porsi Kepemilikan SahamGra� k 3.47

IHSG dan Indeks Bursa Global Triwulan II 2018 (qtq)Gra� k 3.48

Indeks Sektoral Triwulan II 2018 (qtq)Gra� k 3.49

Sumber: Bloomberg, diolah

0102030405060708090

100

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 72015 2016 2017 2018

%

Residen Nonresiden

Sumber: Bloomberg, diolah; Data s.d. Juli 2018

-25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15Indonesia

Amerika SerikatInggris

TiongkokMalaysia

Hong KongJepang

SingapuraVietnamThailand

IndiaFilipina

% qtq

-6,30,7

8,2-10,1

- 9,2-3,8

4,0- 4,6

- 18,2-10,2

7,4- 9,9

Sumber: BEI; Data s.d. Juli 2018

-20 -10 0 10% qtq

IHSG

Main

Infrastruktur

Keuangan

Aneka Industri

Perdagangan

Properti

LQ45

Development

Pertambangan

Industri Dasar

Konsumsi

Pertanian

- 6,3- 9,6

- 6,7-3,3

-1,93,9

-11,24,6

- 6,1-6,8

-4,2-15,2

-13,7

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 49

ekspor komoditas pertanian terutama CPO seiring faktor kenaikan harga yang terbatas dan dampak kebijakan pembatasan CPO oleh negara tujuan ekspor. Sementara itu, koreksi harga saham di sektor properti dipengaruhi oleh perilaku investor yang masih wait and see terhadap dampak positif pelonggaran kebijakan makroprudensial untuk mendorong pertumbuhan di sektor properti. Penurunan kinerja beberapa sektor lainnya dipengaruhi oleh penyesuaian harga saham yang secara valuasi mengalami overvalue pada sepanjang 2017, seperti di sektor keuangan.

Di sisi lain, kinerja positif hanya terjadi di saham sektor industri dasar dan sektor pertambangan. Perkembangan positif ini dipengaruhi oleh valuasi yang masih dianggap cukup kompetitif dan berpotensi menunjukkan perbaikan kinerja. Pergerakan saham di sektor industri dasar dan sektor pertambangan masing-masing meningkat 4,6% (qtq) dan 3,9% (qtq) pada triwulan II 2018. Harga saham di sektor industri dasar yang meningkat tidak terlepas dari kinerja investasi nonbangunan yang masih tumbuh tinggi pada triwulan II 2018, terutama terkait tingginya pengadaan mesin-mesin dan perlengkapan pendukung industri. Peningkatan kinerja subsektor pertambangan bijih logam, antara lain produksi tembaga dan emas, serta peningkatan lifting gas terkait proyek panas bumi yang beroperasi pada triwulan II 2018 menopang pergerakan positif saham di sektor pertambangan.

Kinerja pasar Surat Berharga Negara (SBN) mengalami penurunan tercermin dari yield SBN yang meningkat. Yield SBN benchmark 10 tahun pada akhir triwulan II 2018 berada pada level 7,80%, atau meningkat 112 bps dibandingkan posisi terakhir di triwulan sebelumnya (Grafik 3.50). Kenaikan yield SBN tersebut dipengaruhi oleh tren kenaikan yield secara global yang dipicu oleh kenaikan yield UST. Namun demikian, tekanan eksternal yang mulai sedikit mereda pada Juli 2018 mendorong yield SBN benchmark 10 tahun

SBN dan Net Jual/Beli AsingGra� k 3.50

Sumber: Bloomberg, diolah

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

0

2

4

6

8

10

12

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 4 6

2015 2016 2017 2018

% Rp Triliun

Net Jual/Beli Asing (Skala kanan) Yield SBN 10 Tahun

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201850

mulai mengalami penurunan meskipun masih terbatas, yaitu menurun 3 bps menjadi ke level 7,77%.

Investor nonresiden di pasar SBN tercatat melakukan net jual pada akhir triwulan II 2018. Net jual investor nonresiden di pasar SBN pada Juni 2018 tercatat mencapai Rp3,64 triliun. Secara kumulatif hingga akhir triwulan II 2018 investor nonresiden mencatat net jual sebesar Rp5,98 triliun. Dengan perkembangan tersebut, kepemilikan investor nonresiden di pasar SBN mengalami penurunan dari 38,6% pada triwulan sebelumnya menjadi 37,1% pada akhir triwulan II 2018 (Grafik 3.51). Indikasi perbaikan perkembangan di pasar SBN mulai terlihat pada Juli 2018 sejalan dengan aliran dari investor nonresiden yang tercatat masuk sebesar Rp9,1 triliun.

Kepemilikan SBNGra� k 3.51

Sumber: Bloomberg, diolah; Data s.d. Juli 2018

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

2015 2016 2017 2018

%Rp Triliun

Pangsa Asing (Skala kanan) Total Asing Total SBN

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 51

Peningkatan tekanan eksternal berdampak terbatas terhadap inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK). Inflasi tetap tercatat rendah dan stabil di tengah pelemahan nilai tukar rupiah dan kenaikan harga komoditas global, termasuk minyak, yang mulai meningkat sejak September 2017. Tekanan eksternal yang meningkat tersebut telah berdampak pada naiknya inflasi di tingkat pedagang besar yang dicerminkan oleh kenaikan inflasi Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) impor. Namun, dampak kenaikan inflasi IHPB terhadap IHK relatif terbatas, dipengaruhi oleh beberapa komoditas pangan yang tidak terpengaruh oleh harga global dan nilai tukar, kebijakan pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM bersubsidi, dan strategi penentuan harga oleh pelaku usaha dalam merespons pelemahan nilai tukar. Ke depan, pengaruh eksternal terhadap inflasi tetap perlu diwaspadai.

Inflasi IHPB meningkat seiring kenaikan biaya produksi yang didorong oleh pelemahan nilai tukar dan kenaikan harga komoditas global. Kenaikan inflasi IHPB disebabkan karena tekanan eksternal berdampak langsung terhadap meningkatnya beban biaya produksi yang ditanggung oleh produsen. Hal itu seiring dengan kenaikan inflasi komoditas global akibat meningkatnya harga minyak dunia dan pangan (Grafik 1).

Kenaikan harga di tingkat produsen (IHPB) tidak diikuti dengan tekanan inflasi di tingkat konsumen (IHK) yang meningkat. Hal itu membuat dampak peningkatan tekanan eksternal terhadap inflasi IHK menjadi lebih terbatas. IHPB pada periode Juni 2018 tercatat sebesar 6,59% (yoy), meningkat dari bulan September 2017 yang sebesar 2,09% (yoy). Sementara itu, IHK tercatat 3,12% (yoy) pada Juni 2018, menurun dibandingkan

BOKS LKM TRIWULAN II 2018

Boks: Dampak Pelemahan Nilai Tukar dan Dinamika Harga Komoditas Global Terhadap Inflasi

In� asi Pangan Global dan DomestikGra� k 1

0

2

4

6

8

10

12

-20

-10

0

10

20

30

40

50IHPBIHPB ImporInti (Skala kanan)Inti Traded (Skala kanan)

% yoy % yoy

2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018

Sumber: BPS, Bloomberg, diolah

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201852

dengan 3,72% (yoy) pada September 2017. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh sejumlah faktor, seperti struktur pasar yang lebih kompetitif, kebijakan pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM bersubsidi, dan strategi penentuan harga oleh pelaku usaha yang lebih memilih untuk mengurangi marjin keuntungan daripada menaikkan harga.

Dinamika harga beberapa komoditas pangan di pasar domestik tidak sepenuhnya merefleksikan perkembangan harga di tingkat global. Hal ini disebabkan pengaruh kondisi domestik yang lebih kuat terhadap dinamika harga beberapa komoditas. Dinamika tersebut antara lain tercermin dari korelasi yang rendah pada komoditas gandum dan kedelai dengan produk turunannya di domestik. Rendahnya korelasi tersebut antara lain dipengaruhi oleh struktur pasar turunan komoditas gandum dan kedelai yang kompetitif meskipun porsi impor cukup besar. Selain itu, korelasi yang rendah juga terjadi antara harga cabai merah di pasar global dengan pasar domestik yang disebabkan oleh pasokan cabai merah secara umum dipenuhi oleh produksi dalam negeri.

Kenaikan harga minyak global berdampak langsung ke pelaku usaha melalui BBM industri, namun tidak ditransmisikan ke harga BBM untuk konsumen. Perkembangan harga minyak dunia tidak selalu sejalan dengan harga bensin untuk konsumen. Hal ini antara lain disebabkan karena harga Bahan Bakar Minyak seperti bensin dan solar subsidi belum sepenuhnya sesuai dengan harga keekonomiannya. Selain itu penyesuaian kenaikan harga Bahan Bakar Khusus (BBK) seperti pertamax, pertamax turbo, pertalite dex, dan dexlite masih relatif terbatas. Selain itu, harga BBK memiliki pangsa yang relatif kecil dalam keranjang IHK, sehingga kenaikan harganya tidak akan banyak berdampak pada meningkatnya inflasi IHK. Pengaruh harga minyak dunia lebih terlihat pada produsen, sebagaimana tercermin dari peningkatan IHPB

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 53

impor yang cukup tinggi selama September 2017-Juni 2018 seiring perkembangan harga minyak dunia dan pelemahan rupiah.

Pelaku usaha cenderung mengurangi profit margin dalam menghadapi dampak depresiasi nilai tukar. Berdasarkan hasil survei khusus sektor riil yang dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap 147 perusahaan yang memiliki aktivitas ekspor/impor dan atau utang luar negeri, pelemahan kurs berdampak pada kenaikan biaya produksi, namun pelaku usaha memilih mempertahankan harga jual dengan konsekuensi penurunan marjin (Grafik 2). Selain itu, upaya pelaku usaha untuk mempertahankan harga jual di tengah pelemahan rupiah adalah dengan mengurangi marjin usaha dan efisiensi biaya lain (Grafik 3). Respons industri terhadap pelemahan nilai tukar sejak September 2017 pada profit margin tergantung pada tingkat kandungan impor dan orientasi ekspor dari industri tersebut (Grafik 4). Industri yang memiliki konten impor yang tinggi dengan orientasi penjualan ke pasar domestik (misal industri dasar) akan mengurangi profit margin apabila terjadi pelemahan nilai tukar. Sebaliknya, industri yang memiliki konten impor yang rendah dengan orientasi penjualan ekspor (misalnya industri pertambangan) akan mengalami peningkatan profit margin seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah. Dalam jangka panjang, pelemahan nilai tukar akan berdampak pada penurunan profit margin bagi seluruh industri, kecuali industri pertambangan.

Hasil Survei Terkait Respons Pelaku Usaha Terhadap Pelemahan Nilai TUkar Rupiah

Gra� k 2

Daya Saing

Penjualan

Margin Usaha

Investasi

Biaya Produksi

Harga Jual

Menurun Stabil Meningkat

5,1%10,3% 84,6%

7,8% 70,1% 22,1%

13,0%

17,9% 1,3%80,8%

23,1% 61,5%

64,9%16,9%

15,4%

18,2%

29,9% 57,1%

Sumber: Bank Indonesia

Hasil Survei Terkait Strategi Pelaku Usaha Mempertahankan Harga Jual Produk di Tengah Pelemahan Nilai Tukar Rupiah

Gra� k 3

40%

12%

39%

41%

58%

38%

9%

14%

10%

9%

17%

14%

E�siensi BiayaLain

AlternatifPembelian Bahan

Baku Impor

Marjin Usaha

Turun Tetap Naik N/A

Sumber: Bank Indonesia

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201854

Ke depan, risiko dari tekanan eksternal diperkirakan masih akan meningkat yang dapat berdampak pada tekanan inflasi di dalam negeri. Risiko tersebut terutama bersumber dari harga minyak dunia yang diperkirakan terus meningkat. Namun, harga pangan global diperkirakan dalam tren penurunan. Dengan kondisi tersebut, inflasi IHK dapat meningkat meskipun kenaikannya masih cukup minimal karena belum diikuti oleh penyesuaian harga BBM bersubsidi yang telah ditetapkan tidak berubah hingga tahun 2019.

Respons Industri Terhadap Pelemahan Nilai Tukar Pada Pro� t MarginGra� k 4

%Konten Impor

%Pr

oduk

Eksp

or

%Produk Ekspor

%Konten Impor

I II

IIIIV

0

8

4

6

2

2013 2014 2015 2016 20182017

Industri Dasar

0

12

6

8

10

4

2

2013 2014 2015 2016 20182017

Industri Konsumsi

0

15 8,58,07,57,0

6,06,5

5,5

4,54,0

5,0

6

9

12

3

2013 2014 2015 2016 20182017

Industri Pertambangan Aneka Industri (Skala kanan)

0

35

20

25

30

15

10

5

2013 2014 2015 2016 20182017

Industri Finansial Industri Perdagangan Industri Properti

Kuadran Industri Pengaruh Nilai Tukar terhadapPro�t Margin

I (Impor Tinggi, Ekspor Rendah/Orientasi Domestik)

II (Impor Tinggi, Ekspor Tinggi/Orientasi Ekspor)

III (Impor Rendah, Ekspor Tinggi/Orientasi Ekspor)

IV (Impor Rendah, Ekspor Rendah/Orientasi Domestik)

Sumber: Bloomberg, diolah

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 55

Prospek dan Risiko Perekonomian4PROSPEK PEREKONOMIAN GLOBAL

Perekonomian global tahun 2018 diprakirakan tetap tumbuh tinggi, meskipun pada saat yang bersamaan divergensi pertumbuhan ekonomi melebar terutama antara Amerika Serikat dan negara-negara lainnya (Tabel 4.1). Prospek pertumbuhan ekonomi global diperkirakan masih tetap tumbuh tinggi sejalan dengan prakiraan sebelumnya. Meski demikian, divergensi pertumbuhan ekonomi global cenderung melebar antara pertumbuhan ekonomi AS yang terus mengalami akselerasi didorong oleh investasi dan konsumsi, dengan pertumbuhan ekonomi negara-negara lainnya (rest of the world). Pertumbuhan ekonomi Eropa dan Jepang diprakirakan melambat dan lebih rendah dari perkiraan sejalan dengan tertahannya konsumsi dan investasi serta permasalahan struktural tenaga kerja. Sementara pertumbuhan ekonomi Tiongkok diperkirakan mulai tumbuh melambat meski masih berada pada level yang cukup tinggi. Divergensi pertumbuhan ekonomi global dan meningkatnya eskalasi ketegangan hubungan dagang antara AS dengan beberapa negara berpotensi menahan pertumbuhan volume perdagangan dunia pada 2018. Prospek volume perdagangan dunia yang melambat

Prospek Perkembangan Ekonomi GlobalTabel 4.1

Persen

Persen, yoy

Sumber: World Economic Outlook - Juli 2018 dan Consensus Forecast - Juli 2018

PDB2018 20192018 20192018 20192018

April 2018 Juli 2018 Juni 2018Consensus Forecast (CF)WEO (IMF)

Juli 20182019

Negara MajuAmerika SerikatEropaJepang

TiongkokIndia

Negara Berkembang

Dunia 3,9 3,9 3,9 3,9 4,0 3,9 4,0 3,82,5 2,2 2,4 2,2 2,4 2,1 2,4 2,12,9 2,7 2,9 2,7 2,9 2,6 2,9 2,62,4 2,0 2,2 1,9 2,2 1,8 2,2 1,81,2 0,9 1 0,9 1,1 1,1 1,1 1,14,9 5,1 4,9 5,1 5,4 5,3 5,4 5,36,6 6,4 6,6 6,4 6,6 6,4 6,6 6,47,4 7,8 7,3 7,5 7,4 7,6 7,4 7,5

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201856

akan diikuti oleh penurunan harga komoditas, kecuali minyak. Beberapa risiko lain yang dapat memengaruhi prospek perekonomian global ke depan antara lain kenaikan FFR yang cenderung lebih agresif dan diikuti respons kebijakan moneter negara lain untuk mengimbangi kebijakan moneter AS yang ketat.

Perekonomian AS diprakirakan terus meningkat ditopang oleh kuatnya permintaan domestik. Berlanjutnya pertumbuhan ekonomi AS ditopang oleh masih kuatnya kinerja konsumsi yang diikuti oleh kinerja positif tenaga kerja dan dampak lanjutan dari kebijakan pemotongan tarif pajak. Kinerja investasi juga diperkirakan masih solid didorong oleh investasi nonresidensial. Sementara itu, dukungan net ekspor diperkirakan tertahan akibat masih tingginya impor sejalan dengan kuatnya permintaan domestik. Meski demikian prospek perekonomian AS pada tahun 2018 dibayangi risiko terkait produktivitas dan partisipasi tenaga kerja yang belum mengimbangi akselerasi pertumbuhan ekonomi, serta defisit anggaran yang meningkat. Pertumbuhan ekonomi AS pada tahun 2019 diperkirakan mengalami konsolidasi dan tumbuh melambat dibandingkan tahun sebelumnya sejalan dengan adanya permasalahan tenaga kerja dan defisit anggaran yang diperkirakan berlanjut. Sejalan dengan perkembangan tersebut, normalisasi kebijakan moneter AS akan terus berlangsung dengan kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) yang diperkirakan sebanyak empat kali pada 2018 dan tiga kali pada 2019, disertai dengan penurunan neraca bank sentral (balance sheet reduction) yang terus berlanjut.

Di Eropa, pertumbuhan ekonomi diprakirakan melambat dan tumbuh lebih rendah dari prakiraan sebelumnya. Ekonomi Eropa pada tahun 2018 dan 2019 diperkirakan termoderasi secara gradual. Proyeksi dari beberapa lembaga juga

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 57

menunjukkan bahwa PDB Eropa diperkirakan akan konsolidasi menuju pertumbuhan jangka panjangnya pada 2018 dan 2019. Kondisi tersebut tercermin dari indikator tingkat keyakinan konsumen, Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur, dan Industrial Production (IP) yang menunjukkan penurunan pada 2018. Kinerja ekspor juga diperkirakan tertahan sejalan dengan perkiraan melambatnya perkembangan Fixed Asset Investment (FAI) infrastruktur Tiongkok. Selain itu, permasalahan struktural ekonomi Eropa terkait dengan tenaga kerja dan ageing population, lemahnya pertumbuhan produktivitas dan terbatasnya dukungan fiskal akan turut memengaruhi konsolidasi PDB Eropa. Beberapa risiko lain yang diperkirakan masih membayangi prospek perekonomian Eropa antara lain terkait isu politik paska terbentuknya Pemerintah populis di Italia dan pembahasan Brexit yang berkepanjangan.

Pertumbuhan ekonomi Jepang diprakirakan melambat pada 2018 dan 2019 dipengaruhi konsumsi dan investasi yang tertahan serta melemahnya dukungan ekspor. Beberapa indikator perekonomian Jepang terkini menunjukkan berlanjutnya penurunan permintaan peralatan mesin, melemahnya tingkat keyakinan konsumen, tingkat kepercayaan ekonomi, dan tingkat keyakinan bisnis sejak awal 2018. Dukungan kinerja ekspor dan net ekspor pada tahun 2018 juga diperkirakan berkurang seiring dengan moderasi perekonomian negara tujuan ekspor Jepang antara lain Eropa, Tiongkok, dan Asia serta adanya risiko eskalasi trade war. Sementara itu, pada tahun 2019, pertumbuhan ekonomi Jepang diperkirakan melanjutkan perlambatan. Adanya rencana kenaikan pajak konsumsi dari 8% menjadi 10% pada Oktober 2019 juga menjadi faktor pendorong moderasi ekonomi Jepang pada 2019. Selain itu, adanya permasalahan di tenaga kerja dan ageing population di Jepang juga menjadi faktor yang kuat menyebabkan

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201858

perlambatan ekonomi Jepang dalam jangka menengah. Namun, kinerja ekspor pada tahun 2019 berpeluang membaik seiring dengan implementasi kesepakatan dagang antara Jepang dan Eropa untuk mengeliminasi tarif hingga 99%.

Pertumbuhan ekonomi Tiongkok 2018 dan 2019 diprakirakan tumbuh melambat meski masih berada pada level yang cukup tinggi. Prakiraan melambatnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok dipengaruhi terutama oleh terus berlanjutnya proses rebalancing sehingga akan berdampak pada melambatnya ekonomi Tiongkok. Selain itu, kinerja investasi khususnya di sektor infrastruktur juga diperkirakan melambat meski tertahan oleh deleveraging dan kebijakan moneter yang lebih longgar. Perekonomian Tiongkok masih akan ditopang oleh kinerja konsumsi dan net ekspor yang masih solid sehingga pertumbuhan ekonomi diperkirakan tetap berada pada level yang tinggi. Kuatnya konsumsi didukung oleh beberapa kebijakan pemerintah yakni diantaranya penurunan pajak impor dan potensi kenaikan upah. Selain itu, pelemahan China Yuan Renminbi (RMB) diperkirakan turut mendorong ekspor ditengah adanya risiko eskalasi trade war antara AS dan Tiongkok.

Perekonomian India pada 2018 dan 2019 diprakirakan tumbuh meningkat yang terutama didorong oleh kinerja investasi. Realisasi pertumbuhan ekonomi India pada semester I 2018 yang masih solid memperkuat prakiraan meningkatnya perekonomian India untuk keseluruhan tahun 2018. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi India tersebut juga ditopang oleh investasi yang didukung kinerja positif korporasi serta terjaganya aktivitas investasi korporasi. Akselerasi ekspor dan impor India juga diperkirakan masih berlanjut, meski relatif terbatas karena peningkatan impor yang diperkirakan lebih tinggi dari kenaikan ekspor sehingga defisit neraca perdagangan masih akan cukup besar. Perekonomian India pada 2019 akan juga didukung oleh adanya

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 59

reformasi struktural terutama implementasi Goods and Service Tax (GST) yang berpotensi meningkatkan produktivitas, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi India 2019 yang lebih tinggi dibandingkan tahun 2018.

Melambatnya kinerja perekonomian Eropa dan Jepang serta eskalasi trade war diperkirakan menahan laju pertumbuhan volume perdagangan dunia pada 2018 dan 2019 (Grafik 4.1). Perkiraan melambatnya volume perdagangan dunia berpotensi lebih dalam seiring mengemukanya risiko penerapan kebijakan perdagangan yang cenderung bersifat proteksionisme akibat eskalasi trade war. Kondisi tersebut juga terlihat pada volume perdagangan negara maju yang melambat sejalan dengan penurunan aktivitas ekonomi di Eropa dan Jepang. Berlanjutnya kondisi tersebut juga terindikasi dari PMI manufaktur negara-negara utama (khususnya Eropa dan Jepang) yang menurun (Grafik 4.2).

Divergensi pertumbuhan ekonomi global yang melebar serta menurunnya volume perdagangan dunia diikuti oleh prospek harga komoditas global yang menurun, kecuali minyak. Indeks Harga Komoditas Ekspor Indonesia (IHKEI) tahun 2018 dan 2019 diperkirakan tumbuh lebih rendah dibandingkan tahun 2017 akibat turunnya harga sebagian besar komoditas pertanian dan beberapa komoditas tambang. Perkembangan harga minyak sawit (CPO) hingga akhir Semester I 2018 yang cenderung turun seiring berlanjutnya net supply dan pasokan diperkirakan berlanjut hingga akhir 2018. Harga CPO diperkirakan mulai kembali meningkat pada 2019 karena menurunnya produksi CPO serta berkurangnya pasokan kedelai sebagai barang subsitusi. Harga karet juga diperkirakan lebih rendah pada 2018 sejalan dengan tingginya pasokan. Pada 2019, harga karet diperkirakan lebih baik seiring pasokan yang mulai berkurang karena adanya pengurangan produksi di Thailand untuk mengatasi oversupply. Sementara itu,

Perkiraan Volume Perdagangan DuniaGra� k 4.1

PMI Manufaktur Negara UtamaGra� k 4.2

0

1

2

3

4

5

6

2014 2015 2016 2017 2018f 2019f

% yoy

IMF (WEO Jul-18)WTO (Outlook Apr-18)

Sumber : IMF dan WTO

46

48

50

52

54

56

58

60

62Indeks

AS Jepang Euro Area India

7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11

2018201720162015

1 3 5 7

Sumber : Bloomberg

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201860

sentimen trade war pada saat pasar dalam kondisi net supply menekan prospek harga logam, khususnya tembaga, timah, dan aluminium.

Meski demikian, penurunan IHKEI tertahan oleh meningkatnya harga batu bara dan nikel. Prospek harga batu bara pada 2018 diperkirakan lebih tinggi dari perkiraan awal sejalan dengan tetap tingginya permintaan dari Tiongkok, heatwave Asia dan Eropa yang mendorong penggunaan listrik untuk pendingin ruangan, serta terbatasnya pasokan batu bara dari sejumlah negara produsen - termasuk Indonesia. Sementara pada tahun 2019, harga batu bara menurun secara gradual akibat penurunan permintaan sejalan dengan upaya Tiongkok dan India untuk mengurangi polusi dan pengurangan impor untuk perbaikan neraca transaksi berjalan. Sementara harga nikel diperkirakan tetap kuat seiring dengan masih kuatnya permintaan nikel dari stainless steel dan penjualan mobil listrik.

Di sisi lain, harga minyak pada tahun 2018 dan 2019 diperkirakan tetap tumbuh tinggi dengan tren yang meningkat. Kondisi tersebut terutama disebabkan oleh gangguan produksi dan ekspor di beberapa negara (Venezuela, Libya, Iran), tertahannya peningkatan produksi Amerika Utara karena keterbatasan kapasitas pipa di Permian Basin. Harga minyak diperkirakan turun perlahan pada tahun 2019 sejalan dengan kapasitas pipa Amerika Utara yang mulai meningkat serta gangguan produksi yang mulai mereda. Perbaikan kinerja pasokan di 2019 diperkirakan akan melonggarkan kondisi net demand yang tercermin pada peningkatan days-of-cover OECD stock (Grafik 4.3).

Pasokan Minyak OECDGra� k 4.3

26

28

30

32

34

36

38

400

20

40

60

80

100

120

140

1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009 2011 2013 2015 2017 2019

Jumlah hari yang dapat tercukupiUSD/bl

Harga Minyak BrentPasokan OECD - Jumlah hari yangdapat tercukupi (Skala kanan-inverted) pr

oyek

si

Sumber : Bloomberg, EIA

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 61

PROSPEK DAN RISIKO PEREKONOMIAN DOMESTIK

Pemulihan ekonomi Indonesia diprakirakan berlanjut pada 2018 dan 2019 terutama bersumber dari menguatnya permintaan domestik. Perkembangan terkini mengindikasikan prospek pertumbuhan ekonomi yang meningkat meski berada dalam rentang yang sedikit lebih rendah yakni 5,0-5,4% pada 2018 dan 5,1-5,5% pada 2019 (Tabel 4.2). Pertumbuhan ekonomi yang meningkat pada 2018 dan 2019 ditopang oleh konsumsi swasta yang tumbuh menguat serta investasi yang terakselerasi. Konsumsi swasta, yang meliputi konsumsi rumah tangga dan konsumsi LNPRT, diperkirakan menguat seiring berlanjutnya perbaikan daya beli masyarakat serta didukung oleh pengeluaran terkait Pilkada pada 2018 dan proses Pemilu legislatif/Pemilihan Presiden. Sementara itu, investasi tumbuh meningkat pada 2018 dan 2019 seiring penyelesaian proyek-proyek infrastruktur. Dari sisi eksternal, sumbangan net ekspor diperkirakan relatif terbatas. Meskipun ekspor masih akan tumbuh positif, namun impor diperkirakan masih tumbuh cukup tinggi, meskipun relatif melambat dibandingkan perkiraan sebelumnya sejalan dengan upaya-upaya yang telah ditempuh untuk mengendalikan tingginya impor.

Lintasan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada 2018 dan 2019 juga disertai rentang ketidakpastian yang semakin membesar (Grafik 4.4). Pertumbuhan ekonomi mempunyai risiko bias ke bawah menuju batas bawah kisaran

Persen, yoy

Sumber: BPS; *Proyeksi Bank Indonesia

I IIIII III IVKonsumsi SwastaKonsumsi PemerintahInvestasiEksporImporPDB

Komponen PDB Pengeluaran2017

2018* 2019*2018

2017

4,99 5,02 4,95 4,98 4,98 5,01 5,22 5,1 - 5,5 5,1 - 5,52,69 -1,92 3,48 3,81 2,14 2,74 5,26 2,6 - 3,0 3,4 - 3,84,77 5,34 7,08 7,27 6,15 7,95 5,87 6,7 - 7,1 6,6 - 7,08,41 2,80 17,01 8,50 9,09 6,09 7,70 6,9 - 7,3 6,8 - 7,24,81 0,20 15,46 11,81 8,06 12,66 15,17 11,1 - 11,5 8,1- 8,55,01 5,01 5,06 5,19 5,07 5,06 5,27 5,0 - 5,4 5,1 - 5,5

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi PengeluaranTabel 4.2

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201862

proyeksi, bersumber terutama dari rambatan terjadinya perang dagang (trade war). Perang dagang yang dimulai dengan pengenaan tarif impor baja dan aluminium oleh AS berpotensi diikuti dengan kebijakan balasan (retaliation) oleh mitra dagang AS. Hal ini akan berdampak pada menurunnya aktivitas perdagangan dunia yang pada gilirannya berimbas pada prospek PDB global. Risiko ini berpotensi memberikan dampak lanjutan bagi perekonomian Indonesia melalui ekspor yang melambat, yang kemudian juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Berbagai risiko tersebut berpotensi berdampak pada PDB yang menuju batas bawah dari prakiraan.

Konsumsi swasta diprakirakan tumbuh meningkat pada tahun 2018 dan 2019. Bank Indonesia memperkirakan konsumsi swasta tumbuh 5,1-5,5% pada 2018 dan 2019. Prakiraan tersebut didukung oleh perbaikan pendapatan masyarakat serta terkendalinya inflasi pada level yang rendah. Kinerja positif investasi dan ekspor akan berdampak terhadap perbaikan penghasilan rumah tangga. Dampak rambatan belanja pemerintah dalam bentuk belanja rutin maupun penyaluran bantuan sosial (bansos) diperkirakan turut menyumbang ke pendapatan untuk konsumsi. Prakiraan konsumsi yang meningkat juga didukung optimisme konsumen yang terjaga terhadap prospek ekonomi ke depan. Optimisme tersebut diprakirakan turut disumbang oleh penyelenggaraan berbagai kegiatan berskala internasional pada semester II 2018. Selain itu, tingginya pertumbuhan konsumsi swasta juga ditopang oleh kuatnya konsumsi LNPRT seiring dengan mulainya rangkaian penyelenggaraan Pemilu Legislatif/Pemilihan Presiden (Pileg/Pilpres) pada 2019.

Konsumsi Pemerintah diprakirakan tumbuh meningkat di kisaran sekitar 2,6 – 3,0% pada tahun 2018 dan 3,4 – 3,8% pada tahun 2019. Prakiraan tersebut sejalan dengan membaiknya perekonomian domestik sehingga mendorong sisi penerimaan negara.

Fan Chart Proyeksi Pertumbuhan EkonomiGra� k 4.4

% yoy

Sumber : Bank Indonesia

2,5

3,5

4,5

5,5

6,5

ProyeksiRealisasi

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2015 2016 2017 2018 2019

10% CI20% CI30% CI40% CI50% CI60% CI70% CI80% CI90% CIPDB Historis

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 63

Belanja konsumsi pemerintah pusat pada 2018 terutama didorong oleh belanja pegawai, barang, dan bantuan sosial. Anggaran bantuan sosial dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 meningkat seiring dengan fokus pemerintah untuk pengentasan kemiskinan, pengurangan kesenjangan, dan penciptaan kesempatan kerja. Selain itu, konsumsi Pemerintah juga didorong peningkatan biaya logistik untuk pelaksanaan Pilkada tahun 2018 dan Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden pada 2019. Peningkatan konsumsi Pemerintah tersebut diprakirakan terus berlanjut pada tahun 2019.

Investasi diperkirakan tumbuh meningkat pada 2018 dan 2019. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB) meningkat di kisaran 6,7 – 7,1% pada 2018 dan kemudian relatif stabil di kisaran 6,6 – 7,0% pada 2019. Pertumbuhan investasi bersumber dari investasi bangunan dan nonbangunan. Investasi bangunan tumbuh meningkat ditopang oleh pembangunan proyek-proyek infrastruktur Pemerintah. Peningkatan infrastruktur pada 2018 dan 2019 ini sesuai dengan jadwal penyelesaian beberapa proyek infrastruktur strategis. Peningkatan infrastruktur juga memengaruhi investasi nonbangunan, khususnya dalam bentuk mesin, peralatan, dan kendaraan pendukung. Selain merespons infrastruktur, investasi nonbangunan yang meningkat sejalan dengan prospek perekonomian khususnya sektor pertambangan dan manufaktur.

Ekspor diperkirakan masih tumbuh positif pada tahun 2018 dan 2019. Ekspor diprakirakan tumbuh di kisaran 6,9 – 7,3% pada 2018 dan 6,8 – 7,2% pada 2019. Perbaikan ekonomi dunia yang berpotensi mendorong perdagangan dunia berdampak positif terhadap ekspor Indonesia. Prospek perbaikan ekspor masih terkait dengan permintaan akan produk manufaktur seperti produk tekstil dan alas kaki dari negara maju serta kebutuhan untuk pembangunan infrastruktur fisik di Tiongkok

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201864

yang mendorong ekspor besi dan baja. Selain itu, kebijakan pemerintah untuk peningkatan daya saing dan diversifikasi pasar dan produk diperkirakan mulai berdampak pada kinerja ekspor manufaktur. Ekspor pertambangan juga diperkirakan membaik didukung oleh faktor harga beberapa komoditas logam dasar, seperti tembaga, nikel, timah, dan alumunium, serta batu bara yang masih dalam tren meningkat. Namun, kinerja ekspor pertanian pada 2018 dibayangi oleh tren menurunnya harga beberapa komoditas pertanian, seperti CPO, karet, dan kopi. Ke depan, faktor harga tersebut diperkirakan berangsur membaik pada 2019 sehingga berpotensi mendorong kembali kinerja ekspor komoditas pertanian.

Sejalan dengan perbaikan perekonomian, impor diperkirakan tumbuh tinggi pada 2018 dan 2019, melebihi pertumbuhan ekspor. Pertumbuhan impor diprakirakan mencapai 11,1 – 11,5% pada 2018 dan tumbuh melambat 8,1 – 8,5% pada 2019. Pertumbuhan impor yang masih cukup tinggi pada 2018 sejalan dengan permintaan domestik yang meningkat dan ekspor yang masih positif. Menurut jenisnya, impor terutama dalam bentuk barang modal untuk mendukung proyek infrastruktur dan investasi di sektor pertambangan. Impor bahan baku juga meningkat terkait dengan aktivitas produksi. Meningkatnya impor bahan baku terutama untuk suku cadang kendaraan komersial termasuk alat angkut/berat. Selain itu, impor barang konsumsi juga meningkat sejalan dengan konsumsi rumah tangga yang menguat. Tingginya impor di tengah tren depresiasi nilai tukar menunjukkan aktivitas ekonomi yang tetap tinggi di tengah terbatasnya ketersediaan produksi dalam negeri, khususnya untuk barang medium-high tech.

Di sisi Lapangan Usaha (LU), pertumbuhan ekonomi pada 2018 dan 2019 ditopang kinerja sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor konstruksi, serta sektor

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 65

perdagangan, penyediaan akomodasi, dan makanan-minuman (Tabel 4.3). Prospek pertumbuhan sektoral dipengaruhi oleh permintaan domestik yang diperkirakan tetap kuat ditengah faktor eksternal yang masih dibayangi tingginya ketidakpastian. Pada sektor primer, sektor pertambangan diprakirakan membaik pada 2018 dan pada 2019, sejalan dengan masih tingginya pertumbuhan ekonomi global dan harga logam dasar. Meski demikian harga komoditas pertanian yang cenderung menurun pada 2018 akan berdampak pada turunnya pertumbuhan LU pertanian dan sub-LU industri terkait. Sementara itu, LU manufaktur diperkirakan tumbuh stabil, terkait dengan produksi untuk memenuhi kebutuhan domestik dan juga ekspor. Sektor sekunder tetap tumbuh meningkat, dimotori oleh LU konstruksi sejalan dengan aktivitas infrastruktur serta LU PHR sejalan tingginya permintaan domestik. Sementara itu, LU pengangkutan dan komunikasi tumbuh meningkat sejalan dengan semakin berkembangnya ekonomi digital.

Persen, yoy

Sumber: BPS; ^Proyeksi Bank Indonesia

I IIIII III IVPertanian, Peternakan, Kehutanan, dan PerikananPertambangan dan PenggalianIndustri PengolahanListrik, Gas, Air Bersih, dan Pengadaan Air *KonstruksiPerdagangan dan Penyediaan Akomodasi dan Mamin**Transportasi, Pergudangan, Informasi dan Komunikasi***Jasa Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan****Jasa-jasa Lainnya*****PDB

Komponen PDB Lapangan Usaha2017

2018^ 2019^2018

2017

*) Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Pengadaan Listrik dan Gas dan (ii) Pengadaan Air**) Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor serta (ii) Penyediaan akomodasi dan***) Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Transportasi dan Pergudangan serta (ii) Informasi dan Komunikasi****) Penggabungan 3 lap. usaha: (i) Jasa Keuangan, (ii) Real Estate dan (iii) Jasa Perusahaan *****) Penggabungan 4 lap. usaha: (i) Adm. Pemerintahan, Pertahanan, Jaminan Sosial Wajib, (ii) Jasa Pendidikan, (iii) Jasa Kesehatan dan Kegiatan lainnya dan (iv) Jasa Lainnya

7,15 3,23 2,77 2,24 3,81 3,29 4,76 3,3 - 3,7 3,4 - 3,8-1,22 2,12 1,84 0,08 0,69 0,74 2,21 1,3 - 1,7 1,1 - 1,54,28 3,50 4,85 4,46 4,27 4,56 3,97 4,3 - 4,7 4,4 - 4,81,80 -2,09 4,88 2,50 1,76 3,33 7,29 4,3 - 4,7 3,5 - 3,95,96 6,94 6,98 7,23 6,79 7,35 5,73 6,3 - 6,7 6,6 - 7,04,73 3,88 5,29 4,66 4,64 5,02 5,34 5,0 - 5,4 5,0 - 5,49,39 10,05 8,85 8,64 9,22 8,55 7,17 8,0 - 8,4 8,3 - 8,75,35 5,63 5,92 4,87 5,44 4,69 4,22 4,5 - 4,9 5,3 - 5,73,69 2,56 4,04 6,84 4,34 6,00 6,81 5,7 - 6,1 5,3 - 5,75,01 5,01 5,06 5,19 5,07 5,06 5,27 5,0 - 5,4 5,1 - 5,5

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan UsahaTabel 4.3

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201866

Kinerja sektor usaha primer1 pada 2018 dan 2019 diprakirakan tetap positif ditopang terutama oleh sektor pertambangan. Sektor pertambangan diprakirakan membaik pada 2018 dan 2019, sejalan dengan potensi peningkatan permintaan global dan meningkatnya harga komoditas logam dasar, seperti batu bara, tembaga, nikel, timah, dan aluminium. Namun, kinerja pertambangan akan terpengaruh harga komoditas yang diprakirakan melambat pada 2019. Sebaliknya, koreksi harga di tahun 2018 terjadi pada komoditas pertanian seperti kelapa sawit, karet, dan kopi. Hal tersebut berpotensi menyebabkan kinerja LU Pertanian melambat. Selanjutnya pada 2019, harga komoditas pertanian tersebut diperkirakan kembali meningkat sehingga akan berdampak positif bagi kinerja LU pertanian.

Sektor usaha sekunder2 yaitu industri pengolahan diperkirakan tumbuh stabil pada 2018 dan 2019. Prakiraan kinerja industri pengolahan dipengaruhi oleh permintaan domestik yang meningkat serta prospek ekspor. Kinerja industri pengolahan meningkat, didorong oleh industri berbasis komoditas, konstruksi, dan industri alat angkutan dan alat komunikasi. Kondisi eksternal yang secara umum membaik disertai perbaikan infrastruktur domestik dan kemudahan berusaha diproyeksikan memberikan momentum bagi akselerasi industri pengolahan.

Sementara itu, pertumbuhan sektor tersier3 diprakirakan meningkat pada 2018 dan 2019 dimotori oleh aktivitas konstruksi, PHR, serta pengangkutan dan komunikasi. Prakiraan meningkatnya kinerja

1 Sektor usaha primer meliputi: 1) LU Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan; dan 2) Pertambangan dan Penggalian

2 Sektor usaha sekunder meliputi: 1) LU Industri Pengolahan

3 Sektor tersier meliputi LU: 1) LU Listrik, Gas, Air Bersih, dan Pengadaan Air; 2) Konstruksi; 3) Perdagangan dan Penyediaan Akomodasi dan Mamin; 4) Transportasi, Pergudangan, Informasi dan Komunikasi; 5) Jasa Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan; dan 6) Jasa-jasa lainnya

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 67

sektor tersier dipengaruhi oleh kegiatan ekspor-impor, akselerasi pertumbuhan ekonomi digital, dan akselerasi investasi. Sejalan dengan investasi bangunan yang meningkat, baik dalam bentuk proyek infrastruktur maupun properti, pertumbuhan LU konstruksi diperkirakan meningkat pada 2018 dan 2019. Penyelesaian proyek infrastuktur strategis diperkiraan lebih terakselerasi pada tahun 2018 dan 2019, sehingga dapat mendorong kinerja LU konstruksi tumbuh lebih tinggi. LU PHR tumbuh meningkat sejalan tingginya permintaan domestik. Aktivitas ekspor-impor juga mendorong subLU perdagangan dan sub-LU jasa perusahaan. Sementara itu, semakin berkembangnya ekonomi digital akan berdampak positif bagi peningkatan kinerja LU pengangkutan dan komunikasi, baik dari sisi aktivitas penggunaan sarana komunikasi terutama internet, maupun dari sisi aktivitas dukungan logistik (pengiriman barang).

Di sisi harga, inflasi Indeks Harga Keuangan (IHK) pada 2018 diperkirakan tetap terjaga pada kisaran sasaran inflasi 3,5%±1% (yoy). Terjaganya tingkat inflasi pada 2018 didukung oleh terjaganya inflasi inti, relatif rendahnya inflasi volatile food, dan stabilnya inflasi administered prices. Inflasi inti yang terjaga terutama sejalan dengan terjangkarnya ekspektasi inflasi. Inflasi administered prices juga diperkirakan relatif rendah seiring dengan kebijakan pemerintah untuk tidak menyesuaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di tengah kenaikan harga minyak dunia guna menjaga daya beli masyarakat. Sementara itu, tekanan inflasi volatile food juga relatif rendah seiring terjaganya ketersediaan pasokan pangan.

Inflasi inti diperkirakan tetap terjaga di level yang rendah dan stabil. Perkiraan ini didukung oleh ekspektasi inflasi yang terjangkar pada sasaran inflasi dan asesmen terkini yang menunjukkan relatif terbatasnya passthrough nilai tukar terhadap inflasi inti. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor,

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201868

yakni pelemahan Rupiah yang masih sejalan dengan rencana keuangan perusahaan dan strategi pelaku usaha yang cenderung untuk mengurangi profit margin dalam menghadapi dampak depresiasi nilai tukar. Selain itu, dampak lanjutan dari shock administered prices terhadap inflasi inti juga cenderung menurun. Rendahnya inflasi inti juga dipengaruhi oleh perlambatan inflasi komoditas global dan moderasi tekanan permintaan domestik.

Inflasi volatile food diperkirakan juga berada pada level yang tetap rendah. Hal tersebut terutama didukung oleh koreksi harga beras seiring dengan terjaganya pasokan. Koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam mengendalikan inflasi akan terus diperkuat terutama sebagai antisipasi meningkatnya tekanan inflasi volatile food.

Inflasi administered prices diprakirakan relatif stabil sejalan dengan tidak adanya kebijakan penyesuaian harga energi oleh pemerintah. Penundaan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi mendorong tetap rendahnya inflasi Bahan Bakar Rumah Tangga (BBRT) dan Tarif Tenaga Listrik (TTL), di tengah penyesuaian BBM nonsubsidi dan tarif angkutan udara akibat harga minyak dunia yang lebih tinggi.

Inflasi IHK pada tahun 2019 diprakirakan tetap terjaga dalam rentang sasaran inflasi 3,5%±1% dengan dukungan berbagai kebijakan dan koordinasi pengendalian inflasi. Tekanan inflasi diprakirakan bersumber dari peningkatan permintaan domestik sejalan dengan pemulihan ekonomi. Inflasi inti diprakirakan masih akan terjaga dengan ekspektasi inflasi yang terjangkar. Inflasi volatile food diprakirakan akan relatif rendah seiring dengan peningkatan produksi bahan pangan dan tata niaga yang lebih baik. Di sisi lain, tekanan inflasi yang bersumber dari administered prices juga relatif minimal. Ke depan, tekanan inflasi diprakirakan sedikit meningkat seiring dengan potensi

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 69

dampak lanjutan perang dagang (trade war). Trade war berisiko merambat pada neraca perdagangan Indonesia yang pada akhirnya dapat menekan nilai tukar, yang kemudian berdampak pada peningkatan tekanan inflasi. Peningkatan tekanan inflasi tersebut tercermin dari fan chart inflasi yang cenderung bias ke atas (Grafik 4.5). Ke depan, koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah terus diperkuat dalam pengendalian inflasi yang diarahkan untuk tercapainya Ketersediaan pasokan, Keterjangkauan harga, Kelancaran distribusi, dan Komunikasi yang efektif (4K).

Dari sisi harga, risiko inflasi jangka pendek yang perlu dicermati terutama bersumber dari harga minyak dunia dan tekanan nilai tukar. Kenaikan harga minyak dunia berpotensi menimbulkan tekanan inflasi baik melalui inflasi inti, volatile food, maupun administered prices seiring dengan kenaikan input cost pada industri manufaktur dan Bahan Bakar Khusus (BBK). Risiko inflasi lainnya yang perlu dicermati adalah berlanjutnya tekanan nilai tukar di tengah ketidakpastian global. Risiko inflasi tersebut diprakirakan dapat meningkatkan tekanan inflasi IHK 2018.

Fan Chart Proyeksi In� asiGra� k 4.5

Sumber : Bank Indonesia

0

1

2

3

4

5

6

7

8%yoy

10% CI20% CI30% CI40% CI50% CI60% CI70% CI80% CI90% CIIn�asi Historis

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2015 2016 2017 2018 2019

ProyeksiRealisasi

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201870

BOKS LKM TRIWULAN II 2018

Fan Chart: Visual Proyeksi dan Risiko Makroekonomi

Proyeksi makroekonomi merupakan hal yang penting bagi bank sentral, utamanya yang menganut Inflation Targetting Framework (ITF). Dalam kerangka ITF, kebijakan bank sentral harus berpandangan atau berorientasi ke depan (forward looking) dan fokus kepada perkembangan inflasi ke depan1. Hal tersebut didasari oleh adanya tenggat waktu (lag) kebijakan moneter yang diambil dengan dampaknya terhadap sektor riil, sehingga target kebijakan moneter didasarkan pada inflation forecast (expected) bukan pada inflasi saat ini maupun yang sudah terjadi. Apabila formulasi kebijakan hanya berdasarkan kondisi inflasi saat ini, maka bank sentral berpotensi kehilangan informasi yang lengkap dari suatu siklus ekonomi dan kebijakannya cenderung menjadi prosiklikal daripada melakukan stabilisasi.2 Oleh karena itu, proyeksi inflasi dan variabel makroekonomi lainnya merupakan salah satu unsur penting dalam proses formulasi kebijakan bank sentral.

Selain unsur penting dalam proses formulasi kebijakan bank sentral, proyeksi inflasi merupakan bagian penting dari komunikasi bank sentral. Dewasa ini, bank sentral telah menjadi lebih terbuka dan transparan ke publik. Bahkan, komunikasi menjadi salah satu komponen kebijakan moneter. Hal itu terkait dengan pentingnya pembentukan ekspektasi inflasi dalam pencapaian target inflasi. Komunikasi bank sentral difokuskan untuk menjangkar ekspektasi publik atas proyeksi inflasi bank 1 Svensson (1997) dalam Warjiyo dan Juhro. 2016.

Kebijakan Bank Sentral: Teori dan Praktik. 2 Prosiklikal secara harfiah berarti mengikuti

atau bergerak sejalan dengan siklus ekonomi. Kebijakan yang prosiklikal artinya kebijakan yang sejalan dengan siklus ekonomi. Kebijakan moneter seharusnya bersifat countercyclical atau bersifat menghaluskan siklus ekonomi dengan tujuan untuk menjaga stabilitas.

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 71

sentral. Ekspektasi inflasi yang terjangkar dengan baik mengharuskan kredibilitas bank sentral dalam melakukan proyeksi dan mencapai target inflasi ke depan, di samping terus melakukan komunikasi yang transparan dan efektif.

Proyeksi (forecast) ekonomi memiliki faktor ketidakpastian yang harus diperhitungkan. Proyeksi yang dihasilkan dalam bentuk titik angka tentunya mudah untuk dipahami. Namun, angka proyeksi itu mengandung risiko yang penting untuk diperhitungkan dalam merumuskan kebijakan moneter. Proses proyeksi (forecasting) didasarkan pada asumsi-asumsi tertentu tentang kondisi ekonomi serta menggunakan model-model ekonomi sebagai simplifikasi dari kondisi ekonomi riil. Secara nature dari proses forecasting, angka-angka yang dihasilkan pasti mengandung faktor ketidakpastian. Terlebih, proyeksi ekonomi yang dihasilkan adalah untuk jangka pendek (sampai dengan dua tahun ke depan) maupun jangka menengah dan panjang. Selama periode proyeksi tersebut, terdapat berbagai ketidakpastian dan risiko yang dihadapi perekonomian, baik eksternal yang berasal dari ekonomi global maupun yang berasal dari domestik namun belum diperhitungkan sebelumnya dalam model proyeksi. Hal ini membuat komunikasi risiko menjadi penting dalam memperkuat kredibilitas bank sentral.

Komunikasi proyeksi dan risiko makroekonomi banyak dilakukan bank sentral dengan menggunakan fan chart. Komunikasi tidak hanya berfokus pada proyeksi dalam bentuk titik angka-angka, namun dilengkapi dengan ketidakpastian dan risiko yang digambarkan dalam bentuk fan chart sehingga menjadi suatu kesatuan narasi prospek ekonomi yang utuh. Fan chart tersebut diperkenalkan pertama kali oleh Bank of England (BOE) pada tahun 1996 melalui Inflation Report, yang merupakan flagship report komunikasi kebijakan moneternya.

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201872

Sejak diperkenalkan oleh BOE, fan chart menjadi populer bagi bank sentral, utamanya yang menganut ITF. Beberapa bank sentral yang menggunakan fan chart dalam proyeksi PDB dan inflasi di antaranya adalah bank sentral Armenia, Brazil, Republik Ceko, Hungaria, Mexico, Norwegia, Peru, Polandia, Afrika Selatan, Korea Selatan, Swedia, Thailand dan United Kingdom. Sementara itu, beberapa negara lainnya ada pula yang menggunakannya hanya pada proyeksi inflasi.

Fan chart sejatinya merupakan suatu grafik sederhana yang menggabungkan antara kinerja proyeksi sebelumnya dengan proyeksi dari suatu variabel makroekonomi. Proyeksi variabel makroekonomi akan disertai dengan rentang kemungkinan yang menggambarkan risikonya. Proyeksi suatu variabel makroekonomi akan semakin tidak pasti seiring dengan periode waktu proyeksi yang lebih panjang. Hal itu terlihat pada rentang proyeksi yang semakin lebar sehingga menciptakan bentuk yang menyerupai kipas (fan), dan oleh karena itu diberi nama fan chart. Di samping menggambarkan distribusi probabilitas variabel makroekonomi selama periode proyeksi, fan chart dilengkapi dengan feature yang menggambarkan risiko yang menyertai proyeksi tersebut, yaitu suatu proyeksi bisa bias ke atas atau ke bawah.

Fan chart menampilan proyeksi yang telah memperhitungkan ketidakpastian dan risiko. Hal itu dilakukan dalam beberapa tahapan. Pertama, menghitung nilai proyeksi suatu variabel makroekonomi yang paling mungkin terjadi atau biasa disebut sebagai proyeksi sentral. Perhitungan itu menggunakan model-model makroekonomi yang menghasilkan proyeksi baseline. Kedua, menghitung forecast error-nya berdasarkan data realisasi dan proyeksi pada beberapa periode sebelumnya. Hal ini untuk mengetahui seberapa besar tingkat kesalahan dalam memproyeksi atau dengan kata lain tingkat

Ilustrasi Fan ChartGambar 1

% yoy6,50

DerajatKetidakpastian

ProyeksiSentral

KeseimbanganRisiko

6,25

6,00

5,75

5,50

5,25

5,00

4,75Q1F Q2F Q3F Q4F Q5F Q6F Q7F Q8F

Sumber: Bank Indonesia

Bank Indonesia Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 73

ketidakpastian (uncertainty) atas hasil proyeksi. Forecast error tersebut pada dasarnya berupa deviasi antara hasil proyeksi dan realisasinya; ukuran yang banyak digunakan adalah Root-Mean-Square Error (RMSE). RMSE dihitung untuk tiap horizon proyeksi, yakni dari kuartal berjalan hingga delapan kuartal ke depan. Ketiga, melakukan simulasi dengan menggunakan model-model makroekonomi untuk mengetahui besarnya dampak risiko yang dihadapi perekonomian domestik terhadap pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Simulasi tersebut menghasilkan skenario risiko. Selisih antara skenario risiko dan baseline, yang dinormalisasi dengan RMSE, menentukan tingkat skewness (kemencengan) fan chart.

Penggunaan Fan chart diharapkan dapat meningkatkan pemahaman terhadap proyeksi dan risiko ekonomi. Sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar 1, nilai proyeksi sentralnya menunjukkan nilai proyeksi yang paling mungkin terjadi. Di samping nilai proyeksi sentral tersebut, terdapat pula berbagai rentang kemungkinan nilai proyeksi yang ditunjukkan dengan daerah yang diarsir dengan warna yang berbeda. Rentang kemungkinan nilai proyeksi tersebut digambarkan dalam beberapa lapis. Daerah yang berwarna biru tua menunjukkan rentang kemungkinan nilai proyeksi dengan interval keyakinan (confidence interval) yang lebih rendah, dalam hal ini 15%. Berikutnya adalah rentang kemungkinan proyeksi dengan interval keyakinan 30%, 60% dan 90%. Warna yang semakin muda menunjukkan interval keyakinan yang semakin besar. Interval keyakinan 30% berarti bahwa kemungkinan realisasi nilai variabel yang diproyeksi berada pada area tersebut adalah 30%. Selanjutnya, terlihat bahwa bentuk fan chart tersebut tidaklah simetris. Pada beberapa titik, misalnya pada Q4F, terlihat bahwa bentuk fan chart tersebut menceng ke bawah. Hal ini menunjukkan adanya risiko yang berdampak

Bank IndonesiaLaporan Kebijakan Moneter Triwulan II 201874

negatif bagi perekonomian pada periode tersebut.

Bank sentral menggunakan fan chart untuk menyampaikan adanya berbagai kemungkinan deviasi dari proyeksi yang disampaikan (uncertainty). Berdasarkan fan chart tersebut pula, bank sentral dapat menjelaskan kepada masyarakat berbagai risiko yang dihadapi oleh perekonomian domestik dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Hal tersebut secara khusus ditunjukkan oleh fan chart dalam bentuk skewness (kemencengan) yang merepresentasikan proyeksi yang telah mengakomodasi risiko tersebut.

Untuk informasi lebih lanjut hubungi:Divisi Koordinasi dan Komunikasi Kebijakan MoneterGrup Kebijakan MoneterDepartemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter

Telp : +62 21 2981 6836/5919Fax : +62 21 345 2489Email : [email protected] Website : http://www.bi.go.id